POLA PENGEMBANGAN PONPES NW PASCA WAFATNYA TGH. M. ZAINUDDIN ABDUL MAJID Fathurrahman Muhtar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram Jl. Pendidikan Nomor 35 Mataram Emil:
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjawab isu pokok didalam pengelolaan konflik kelembagaan pendidikan Islam pada Pondok Pesantren Nahd}atul Wat}an mengenai: sumber otoritas dan otoritas dalam mengatur institusi bidang pendidikan Islam di Pesantren Nahd}atul Wat}an Lombok Timur NTB, dan penyebab konflik dalam lembaga tersebut. Untuk menjawab pertanyaan pokok tersebut adalah dengan menggunakan teori non-Marxist-structuralis sebagai alat analisa untuk menjawab permasalahan di atas. Diantara teori lainnya, dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf, yang menyatakan bahwa masyarakat dipersatukan oleh suatu ketiadaan kebebasan. Posisi tertentu di dalam masyarakat untuk mendelegasikan kekuasaan dan otoritas ke posisi lainnya, perbedaan di dalam distribusi otoritas tersebut dapat menjadi faktor perbedaan dari sistematis konflik sosial. Berbagai posisi di dalam masyarakat mempunyai mutu dari perbedaan otoritas. Otoritas tersebut tidak terlepas pada individu itu sendiri namun didalam posisi riset ini menggunakan suatu pendekatan kualitatif, data diperoleh melalui wawancara mendalam ( indepth-interview), pengamatan dan dokumentasi, kemudian menafsirkan, atau menterjemahkan kedalam bahasa peneliti. Data ini untuk menghasilkan dan menguraikan berbagai kondisi dan situasi yang tidak satupun terlepas dari obyek penelitian, dan menghubungkan sejumlah variabel, dan uraian lebih lanjut yang akan dihasilkan obyek riset, untuk memperoleh kesimpulan. Studi ini mengemukakan bahwa besar kecilnya kesuksesan suatu organisiation mengacu pada petunjuk dimasa lalu atau 12 tahun yang lalu telah dibangun 820 sekolah di Kelompok Pancor atau 900 sekolah di Kelompok Anjani di seluruh provinsi Nusa Tenggara Barat. Abstrak: This research is to answer fundamental issues in conflict management institutions of Islamic education in Pondok Pesantren Nahd}atul Wat}an namely: first,. source of authority and authority in managing the praxis of Islamic educational institutions in boarding Nahdlatul Wathan East Lombok NTB causes of conflict and management of educational institutions that are in conflict Nahd}atul Wat}an. To answer the key question is, non-Marxist-structuralist theory as a tool of analysis used in answering the above problems. Theory, among others, presented by Ralf Dahrendorf, who stated that the society united by a lack of freedom imposed. Certain position in society to delegate power and authority to another position, the difference in the distribution of authority becomes the determining factor of social conflict sistemati. Various positions in the community have the quality of different authorities. Authority does not lie inside the individual but in the position of this research uses a qualitative approach, data obtained from in-depth interviews (indepthinterview), observation and documentation, then interpreted, or translated to language researchers. These data to generate and describe the various conditions and situations none of the research object, and connecting these variables, and further description will be generated about the object of research, then the conclusions will be obtained. Our study argues that the organisiation has somewhat succeeded in moving toward the latter direction so much so that in the past 12 years or so it has built 820 schools according to Pancor group or 900 schools according to Anjani group across the provinse of Nusa Tenggara Barat.
Kata Kunci: ponpes NW, Tuan Guru, pendidikan Islam
1
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
PENDAHULUAN Pasca wafatnya Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, pucuk pimpinan Nahd}atun Wat}an mengalami persoalan internal. Tidak adanya pengganti sekharismatik beliau, menyebabkan dualisme kepemimpinan di Nahd}atun Wat}an. Meninggalnya sang Tuan Guru secara mendadak menyebabkan pola pergantian pemimpin berlangsung secara mendadak, membawa perbedaan pendapat di antara generasi pewaris yaitu Siti Rauhun dan Siti Raihanun.1 Mereka adalah dua putri Tuan Guru Zainuddin berlainan ibu. Siti Rauhun putri dari perkawinan Tuan Guru Zainuddin dengan Hj. Zohariyah, dan Siti Raihanun putri yang diperoleh dari hasil perkawinannya dengan Hj. Siti Rahmah. Siti Rauhun dan Siti Raihanun berseteru memperebutkan asset Nahd}atun Wat}an yang terdiri dari Pondok Pesantren Darunnahdatain Nahd}atun Wat}an dan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi, serta beratus ribu jamaah fanatis Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid. Akibat dari perebutan kewenangan dalam mengelola pondok pesantren, konflik di Nahd}atun Wat}an tidak bisa dihindarkan. Rupanya bibit konflik kedua putrinya ini sudah diketahui oleh Tuan Guru Zainuddin. Sebagaimana yang sudah termaktub dalam sebuah tulisan yang terangkum dalam buku karya Tuan Guru Zainuddin yang berjudul wasiat renungan massa, ditulis pada tahun 1979 yang berbunyi : Seperlima abad anakku berpisah # selama itu timbullah fitnah Di sana sini anakku berbantah # sesama saudara di dalam Nahdloh. Aduh sayang! Wahai anakku kembali...! Kepada Nahdlatul Wathan karya sendiri # Ta’ usah lari kesana kemari agar bersama sepanjang hari. Aduh sayang! Aku melihat banyaknya fitnah # karena anaknda berpisah-pisah. Tidak seturut pada ayahnda # Masha’ Allah wa Innalillah2 Tulisan dalam buku tersebut sebagai peringatan dan permakluman yang seharusnya sudah diantisipasi oleh warga Nahd}atun Wat}an. Tuan Guru Zainuddin sendiri sudah berikhtiar 1
Jamaah Nahd}atun Wat}an tidak menduga wafatnya Tuan Guru Zainuiddin dengan mendadak, seminggu sebelum meninggal masih sempat memberi pengajian di depan santri Ma’had Da>rul Qur’an wal Hadith alMajidiyah As-Shafi’iyyah Nahd}atun Wat}an Pancor. Tema pengajian tentang keutuhan dalam berjamaah, selalu menjaga kekompakan dan keutuhan selaku warga Nahd}atun Wat}an. Catatan penulis ketika menjadi santri di Ma’had tahun 1997. 2 TGH. Zainuddin, Wasiat Renungan Massa Pengalaman Baru (Pancor: Pengurus Besar Nahdlatul Wathan, 1998), 89. Wasiat renungan massa merupakan kumpulan tulisan TGH. Zainuddin dalam bentuk syair-syair sebagai pegangan alumni dan pelajar di Madrasah Nahd}atun Wat}an Diniyah Islamiyah (NWDI) dan Nahd}atul Bana>t Diniyyaah Islamiyya (NBDI) dan keluarga besar jamaah Nahd}atun Wat}an yang setia, untuk diamalkan dan dilaksanakan.
2
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
untuk mencegah terjadi konflik, di setiap pengajian Tuan Guru Zainuddin selalu menekankan kepada keutuhan jamaah, persatuan dan kesatuan, tidak saling fitnah memfitnah satu sama lain, mengajak warga Nahd}atun Wat}an untuk tidak memecah belah keluarga Rauhun dan Raihanun. Bagi Tuan Guru Zainuddin, memecah belah berarti menyakiti salah satu diantara putri kesayangannya itu. Tuan Guru Zainuddin di setiap pengajian sering mengatakan: dengan menyakiti salah satu diantaranya berarti menyakiti salah satu mataku. Rauhun dan Raihanun adalah ibarat kedua mataku. Posisi Rauhun maupun Raihanun untuk memimpin Nahd}atun Wat}an, sangat lemah dan rentan konflik. Rauhun maupun Raihanun bukanlah figur yang populer di kalangan jamaah saat itu. Raihanun sendiri diragukan untuk memimpin jamaah Nahd}atun Wat}an, karena dari sisi keintlektualan tidak memenuhi syarat sebagai seorang pemimpin, sehingga kepemimpinan Raihanun di Nahd}atun Wat}an, dikhawatirkan akan ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan orang-orang disekitarnya, yang memanfaatkan ketidakmampuan Raihanun untuk memperoleh keuntungan-keuntungan darinya. Begitu pula halnya Rauhun, walaupun pendidikannya lebih tinggi dari Raihanun, Rauhun rupanya tidak berkeinginan untuk memimpin Nahd}atun Wat}an, karena masih menghormati tradisi-tradisi ayahnya yang berpaham Ahlussunnah wal jamaah, serta masih adanya tokoh lain, dari kalangan keluarga yang lebih mampu selain dia, yaitu saudara misannya H. Ma’sum Ahmad Abdul Majid. Perhelatan muktamar Nahd}atun Wat}an ke X di Praya Kabupaten Lombok Tengah yang dihajatkan untuk mencari solusi atas kemelut di Nahd}atun Wat}an, ternyata menjadi awal dari konflik terbuka di Nahd}atun Wat}an. Terpilihnya Raihanun sebagai ketua PBNW di muktamar tersebut, menimbulkan kekecewaan dari pihak Rauhun. Rauhun dengan pendukungnya tidak menerima Raihanun sebagai ketua PBNW, karena menurutnya pemilihan tersebut tidak jujur, penuh rekayasa, serta menyalahi Anggaran Dasar Nahd}atun Wat}an yang berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah, ’ala maza>hibil imamis Shafi’i, yang dalam ajarannya tidak menghendaki seorang perempuan menjadi pemimpin dalam jamaah. Raihanun sebagai pimpinan jamaah Nahd}atun Wat}an hasil muktamar X Praya pun, berusaha untuk mempertahankan eksistensi organisasi Nahd}atun Wat}an dari rongrongan orang-orang yang menentangnya. Rauhun kemudian menjadi saingan yang dianggap mengganggu dan mengancam eksistensinya sebagai pimpinan Nahd}atun Wat}an yang sah. Emosional yang tidak stabil dari jamaah yang mendukung keberadaan Rauhun maupun Raihanun menjadi penyebab timbulnya kekerasan-kekerasan di internal Nahd}atun Wat}an itu sendiri. Akibat dari konflik tersebut, Siti Raihanun memilih hijrah dari Pancor ke lokasi baru yang bernama Anjani kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur, sekitar 15 kilometer dari Pancor, 3
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
sedangkan Rauhun tetap di Pancor kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur. Para pengikut setia Nahd}atun Wat}an pun terbagi dalam dua kubu, sebagian ke kubu Nahd}atun Wat}an yang terpusat di Pancor dan sebagian lagi ke kubu Nahd}atun Wat}an yang berpusat di Anjani. Kubu Pancor di bawah otoritas Siti Rauhun dan Kubu Anjani di bawah otoritas Siti Raihanun. Konflik di Nahd}atun Wat}an juga berdampak kepada konstruktif (fungsional). Dua kubu tersebut didukung oleh ribuan masa yang terdiri dari Alumni Nahd}atun Wat}an, simpatisan dan pecinta organisasi Nahd}atun Wat}an. Dua kubu dengan massa setianya yang tersebar di setiap penjuru daerah, berlomba-lomba membangun dan mengembangkan madrasah. Jika di suatu daerah sebuah madrasah diakui sebagai asset pendukung Nahd}atun Wat}an Anjani, maka di lokasi yang tidak jauh dari madrasah sebelumnya kubu Nahd}atun Wat}an Pancor akan mendirikan madrasah baru sebagai tandingan, atau sebaliknya. Dalam kurun waktu 12 tahun madrasah Nahd}atun Wat}an semakin bertambah dengan jumlah kurang lebih 820 madrasah menurut versi kubu Pancor dan 900 an lebih menurut versi kubu Anjani, yang tersebar di berbagai daerah di Nusa Tenggara Barat. Kini kedua putri Tuan Guru Zainuddin mengembangkan pondok pesantren masingmasing, berkompetisi dalam pengembangan pendidikan Islam di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Raihanun dalam waktu yang singkat, telah mampu mendirikan dan mengelola pondok pesantren yang besar, yang berpusat di Anjani Kabupaten Lombok Timur, menandingi pondok pesantren yang dikelola oleh Rauhun yang berpusat di Pancor Kabupaten Lombok Timur. Kini keduanya sama-sama mengembangkan pendidikan mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Raihanun menamai pondok pesantrennya dengan nama Yayasan Pondok pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani. Sedangkan Rauhun tetap menggunakan Pondok Pesantren Da>runnahd}atain Nahd}atun Wat}an, Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pancor.3 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumen, kemudian diinterpretasikan, atau diterjemahkan. Data tersebut menghasilkan dan menggambarkan berbagai kondisi dan situasi yang ada dari obyek penelitian, dan selanjutnya akan dihasilkan deskripsi tentang obyek penelitian, kemudian diperoleh kesimpulan. Dalam penentuan informan, penulis menggunakan tehnik snowball sampling. Peneliti memilih beberapa orang informan yang mampu mewakili obyek penelitian. Informan yang dimaksud adalah Dewan Mustasyar PBNW yang di Anjani maupun yang di Pancor, Ketua PBNW yang di Anjani maupun di Pancor, dan beberapa tokoh Nahd}atun 3
Hamzanwadi adalah singkatan dari nama pendiri Nahd}atun Wat}an, Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid Nahd}atun Wat}an Diniyyah Islamiyyah.
4
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
Wat}an lainnya, serta para pelaku yang terlibat langsung dengan peristiwa-peristiwa yang melatar-belakangi konflik di Nahd}atun Wat}an. Para informan adalah orang yang me-ngetahui secara detail lingkungan ekternal dan internal Nahd}atun Wat}an. Dalam penelitian ini, peneliti dihadapkan dengan beberapa masalah, seperti minimnya informasi tentang orang-orang yang dijadikan sebagai sumber data, dan di samping itu, peneliti masih ragu apakah kehadirannya di lokasi penelitian diterima. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah-masalah tersebut peneliti mengadakan pengamatan atau studi pendahuluan. Setelah hal-hal di atas dilakukan, selanjutnya peneliti berupaya mengadakan kegiatan pra lapangan. Langkah selanjutnya memasuki lapangan (getting in), dengan harapan dapat menjalin hubungan dengan subyek atas dasar kepercayaan dan adanya saling tukar informasi yang bebas dan terbuka. Proses analisis data dalam penelitian ini, dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Setelah data ditelaah, langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. kemudian menyusun dalam satuan-satuan, kategorisasi dan menafsirkan atau memberikan makna terhadap data. HASIL DAN PEMBAHASAN Kewenangan dalam Pengelolaan Lembaga Pendidikan di Pondok Pesantren Nahd}atun Wat}an Pasca TGH. Zainuddin Abdul Majid. Raihanun sebagai putri sulung dari Tuan Guru Zainuddin, putri yang paling dekat dengan Tuan Guru Zainuddin. Sebagai anak yang paling dekat tentunya Raihanun lebih mengetahui kondisi Tuan Guru Zainuddin yang sudah uzur (tua). Sebagai anak Tuan Guru tentunya ia merasa memiliki tanggungjawab untuk memikirkan kelanjutan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an Pancor. Apalagi suami Raihanun, almarhum H. Lalu Gede Wire Sentana adalah ketua Yayasan dan Ketua umum PBNW pada masa hidupnya Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Melihat kondisi orang tuanya itulah, Raihanun berinisiatif untuk mengendalikan urusanurusan strategis Yayasan Pendidikan Hamzanwadi, Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an Pancor, tanpa berkompromi dengan saudaranya Rauhun. Raihanun sebagai perpanjangan tangan orang tuanya Tuan Guru Zainuddin, ikut mengatur segala bentuk kebijakan-kebijakan yang disampaikan oleh Tuan Guru Zainuddin. Di awal-awal perpecahan Raihanun mendapat dukungan dari sebagian besar pengurus pondok pesantren dan para Tuan Guru yang juga sebagai pengajar atau dosen dilembaga5
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
lembaga Nahd}atun Wat}an di Pancor. Sehingga Raihanun dapat menguasai beberapa lembaga pendidikan yang berada di bawah pengelolaan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pancor. Dari sekian lembaga pendidikan hanya dua lembaga pendidikan yang berada di bawah pengawasan Rauhun kala itu, yaitu madrasah Tsanawiyah Muallimat dan Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan Hamzanwadi (STKIP Hamzanwadi). Guru-guru yang pro kepada Rauhun dibebas tugaskan oleh Raihanun. Sebagian besar yang dibebas tugaskan tersebut merupakan guru-guru yang berasal dari Pancor dan Kelayu. Akibatnya terjadi pertikaian antara para pengikut Rauhun dan Raihanun. Insiden pemukulan salah seorang guru Tsanawiyah karena ucapannya yang dianggap menyinggung perasaan salah seorang guru dari Pancor pengikut Rauhun menyebabkan suasana bertambah tegang. Karena posisi guru-guru dari Pancor dianggap pihak yang terniaya akibat pemecatan yang dilakukan oleh Raihanun menimbulkan konflik kedaerahan. Maka timbullah solidaritas kelompok, yang menimbulkan konflik antara masyarakat Pancor dan pengikut Raihanun yang berasal dari luar Pancor yang dianggap sebagai pendatang yang menjadi biang kekisruhan di Pondok Pesantren Nahd}atun Wat}an. Posisi Rauhun semakin kuat dengan adanya simpati dari masyarakat Pancor dan Kelayu. Akibatnya Raihanun berhadapan dengan masyarakat Pancor yang tidak menyukai guru-guru madrasah ataupun para Tuan Guru yang mendukung Raihanun. Bagi masyarakat Pancor Raihanun tidak menyadari sedang dipengaruhi oleh orang-orang luar yang memanfaatkan keadaan Raihanun saat itu. Raihanun tidak menyadari bahwa komunitas masyarakat Pancor yang berada di luar Pondok Pesantren Nahd}atun Wat}an merupakan penyokong bagi keberhasilan perkembangan pondok pesantren. Bermusuhan atau dimusuhi oleh masyarakat di luar pondok pesantren merupakan ancaman bagi keberadaan pondok pesantren tersebut. Pada kondisi pengurus yayasan dan kedua putrinya saling bersitegang itulah, Tuan Guru Zainuddin wafat pada tanggal 21 Oktober 1997. Setelah wafatnya Tuan Guru Zainuddin, Rauhun maupun Raihanun masing-masing memiliki pendukung. Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an Pancor menjadi sengketa antara Rauhun dan Raihanun. Masing-masing berkeinginan untuk berkuasa. Maka untuk melegitimasi kekuasaan tersebut, serta untuk mendapat pengakuan sebagai yang berhak atas segala kewenangan dalam mengatur Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahdlatul Wathan Pancor. Kedua putri Tuan Guru Zainuddin berkeinginan pula untuk merebut posisi sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahd}atun Wat}an (PBNW).
6
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
Dengan menduduki jabatan sebagai ketua umum PBNW maka praksis kewenangan bukan hanya mengurus Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Hamzanwadi yang berpusat di Pancor saja, akan tetapi praksis kewenangan yang lebih luas, mencakup ratusan pondok pesantren yang berada di bawah pengawasan organisasi Nahd}atun Wat}an. Untuk itulah, maka diadakan muktamar X, pada tanggal 24-26 Juli di Praya Lombok Tengah, yang merupakan perhelatan untuk memilih siapa yang paling berhak memimpin Nahd}atun Wat}an. Pemilihan ketua umum pun berlangsung. Kedua pendukung bersitegang di arena muktamar. Semula Raihanun tidak dipilih menjadi bakal calon ketua, namun diluar dugaan Raihanun maju sebagai bakal calon ketua setelah Hayyi Nukman dan Mustami’uddin Ibrahim yang pro Raihanun mengundurkan diri sebagai bakal calon ketua. Adapun Rauhun sendiri tidak mencalonkan diri sebagai ketua, akan tetapi mencalonkan H. Maksum Ahmad sepupu/misannya Tuan Guru Zainuddin. Pemilihan ketua pun berlangsung dalam suasana tegang, Raihanun pun terpilih sebagai ketua PBNW. Terpilihnya Raihanun ditentang oleh Rauhun. Rauhun dan pendukungnya walk out dari arena muktamar sebelum muktamar berakhir. Rauhun dan pendukungnya menganggap muktamar X Praya penuh rekayasa, dan keluar dari tujuan yang dihajatkan. Muktamar X Praya dihajatkan untuk mencari tokoh netral yang akan mempersatukan Rauhun dan Raihanun sebagai pemegang pucuk pimpinan tertinggi organisasi, ternyata justru mendudukkan Raihanun sendiri (bukan tokoh netral) sebagai ketua umum PBNW setelah menyisihkan pamannya H. Ma’sum Ahmad Abdul Majid (al-marhum). Muktamar X tersebut diwarnai perselisihan pendapat mengenai terpilihnya Raihanun. Dari pihak Rauhun menganggap bahwa terpilihnya Raihanun tidak sah, karena telah melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang bermazhab Shafi’i yang tidak memperbolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin.4 Kemenangan Raihanun pada muktamar X disebabkan oleh faktor dukungan dan kedekatan para Tuan Guru Nahd}atun Wat}an (shaikhul ma’had) dengan Raihanun ketimbang H. Maksum Ahmad. Pada saat muktamar, para Tuan Guru ini bisa dikatakan sebagai wakil
Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid ketika berhalangan dalam mengisi kegiatan pengajian-pengajian. Diantara para Tuan Guru tersebut seperti almarhum Tuan 4
Menurut Abdul Kabir, SH.MH, dengan terpilihnya Raihanun sebagai Pimpinan PBNW telah terjadi “penabrakan” terhadap anggaran dasar Nahd}atun Wat}an. Wawancara dengan Abdul Kabir Abdul Majid Ketua Pemuda NW Pusat pada tanggal 28 Maret 2009. Hal senada diutarakan oleh Sekjen. PBNW Pancor H. Mawardi Hamri, Bahwa sesungguhnya NW (Anjani) telah melanggar anggaran dasar, maka NW Anjani telah melakukan pengingkaran terhadap keyakinannya sendiri. Pada waktu Muktamar X, almarhum H.Maksum Ahmad Abdul Majid selaku pimpinan sidang pleno pemilihan ketua PBNW telah meminta kepada seluruh Mashaikh dewan mustasyar untuk mengeluarkan dalil/ fatwa sebagai payung hukum untuk legalitas kepemimpinan wanita yang dihasilkan oleh Muktamar, tidak satupun di antara dewan mustasyar itu yang berkomentar. Sekjen PBNW dr. H. Mawardi Hamri, wawancara, Selong, 29 Maret 2009.
7
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
Guru H. Abdurrahim Wakul, Tuan Guru H. Anas Hasry, Tuan Guru H. Mahmud Yasin, Tuan Guru H. Ruslan Zain Kembang Kerang, dan lain-lainnya. Para Tuan Guru ini memiliki jamaahjamaah pengajian yang tersebar di berbagai pelosok desa di Lombok.5 Di sisi lain, Raihanun adalah putri Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Tentunya para peserta Muktamar lebih memilih anak Tuan Gurunya ketimbang orang lain. Mungkin, keadaan akan berbeda jika Rauhun juga ikut mencalonkan diri sebagai kandidat ketua PBNW. Rauhun tidak berkeinginan untuk dicalonkan sebagai ketua sebab H. Maksum Ahmad misannya telah diamanatkan oleh al-Marhum Tuan Guru Zainuddin untuk memegang kendali organisasi. Hal tersebut sebagaimana wawancara dengan tokoh Nahd}atun Wat}an berikut ini. Adapun sebab-sebab timbulnya keinginan untuk saling mengalahkan di antara kedua putri Tuan Guru tersebut, merupakan faktor alamiah di antara saudara kandung. Michael Shehan menyebutnya sebagai family quarrel (pertentangan dalam keluarga).6 Namun karena adanya kelompok kepentingan yang diuntungkan, maka konflik meluas, mulai dari memperebutkan kewenangan dalam mengelola asset Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an, Yayasan Pendidikan Hamzanwadi, menjadi konflik organisasi. Akibat dari dualisme kepemimpinan tersebut memunculkan kekuasaan yang bersifat apa yang disebut oleh Weberian dengan istilah power dan force.7 Kedua kubu dalam mempengaruhi masa menggunakan power dan force. Konflik kerap terjadi ketika ada sumbersumber yang diperebutkan, seperti Pilkada. Pada saat-saat seperti ini ketegangan antara kedua belah pihak kerap terjadi. 5
Drs. Muslihuddin Khair Sekretaris Pengurus Daerah Nahd}atun Wat}an Lombok Timur (kubu Pancor), wawancara, Pancor, 15 Maret 2009. 6 Michael Sheehan menyebutkan bahwa konflik antar saudara kandung sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan keluarga merupakan konsekuensi ketika anak-anak harus berbagi ruang dan sumber daya yang ada. Konflik saudara kandung merupakan ciri yang pasti ada dalam hubungan antar saudara kandung dan umumnya terjadi pada masa anak-anak awal dan masa remaja Michael sheehan, The balance of power : history and theory (New York : Routledge, 1996), 89. Konflik antar saudara kandung, menurut Vandel dan Bailey (Shantz dan Hartup, 1995) terjadi ketika dua anak atau lebih yang memiliki hubungan saudara dalam waktu bersamaan terlibat perilaku oposisional, yang secara perilaku ditandai oleh tindakan-tindakan seperti pertengkaran, perkelahian, penentangan, perlawanan, penolakan, keberatan, dan protes. Konflik antar saudara kandung juga mencakup perbedaan pendapat tentang pemakaian sumber daya keluarga. P. Heat, Excerpt from Parent-Child Relations: Context, Research, and Application, (Merrill: An imprint of Pearson Education Inc. 2009), 167-168 7 Force adalah kemampuan mempengaruhi orang lain dengan cara paksa atau menggunakan kekerasan. Force lebih berkonotasi pada kekuasaan fisik, bukan kekuasaan politik. Power adalah kekuasaan dalam arti kekuasaan politik yang bisa saja secara fisik, namun dibatasi oleh aturan-aturan tertentu. Jadi, kekuasaan merupakan inti atau esensi dari politik. Bahkan definisi politik itu sendiri adalah sebuah format, karakteristik, dan sumber aturan dan batasan dimana para pelaku politik menggunakan kekuasaannya di masyarakat. Max Weber, Economy and Society (Barkeley: University of California Press, 1978), 53
8
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
Dalam persfektip Ralf Dahrendorf posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain, perbedaan distribusi otoritas menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis. Berbagai posisi dalam masyarakat mempunyai kualits otoritas yang berbeda. Otoritas tidak terletak di dalam diri individu tetapi di dalam posisi. Otoritas secara tersirat menyatakan superordinasi dan subordinasi mereka yang menduduki posisi otoritas mengendalikan bawahannya. Artinya, mereka berkuasa karena harapan dari orang yang berada disekitar mereka, bukan karena ciri-ciri psikologis mereka sendiri, karena otoritas adalah absah, sanksi dapat dijatuhkan pada pihak yang menentang. Otoritas tidak konstan karena ia terletak dalam posisi, bukan di dalam diri orangnya. Karena itu seseorang yang berwenang dalam satu lingkungan tertentu tak harus memegang posisi otoritas di dalam lingkungan yang lain. Begitu pula seseorang yang berada dalam posisi subordinat dalam kelompok lain. Ini berasal dari argumen Dahrendorf yang menyatakan bahwa masyarakat tersusun dari sejumlah unit yang ia sebut asosiasi individu yang dikontrol oleh hierarki posisi otoritas. Karena masyarakat terdiri dari berbagai posisi, seseorang individu dapat menempati posisi subordinat di unit yang lain. Jika melihat persoalan di pondok pesantren Nahd}atun Wat}an berdasarkan tesis Ralf Dahrendorf di atas digambarkan dengan skema berikut ini:
Pengelolaan Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Nahd}atun Wat}an Pancor. Semasa TGH. Zainuddin masih hidup, pola kepemimpinan yang dikembangkan adalah kepemimpinan kharismatik. Kepemimpinan kharismatik TGH. Zainuddin sangat mempengaruhi sistem pengelolaan pondok pesantren Nahd}atun Wat}an. TGH. Zainuddin 9
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
oleh pengikutnya dianggap sebagai pemimpin yang memiliki kekuatan luarbiasa dan mistis. Pengikut Tuan Guru Zainuddin percaya bahwa Tuan Guru memiliki kemampuan luarbiasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan. Kharisma yang dimiliki TGH. Zainuddin merupakan salah satu kekuatan yang dapat menciptakan pengaruh dalam masyarakat. Ada dua dimensi yang perlu diperhatikan. Pertama, karisma yang diperoleh oleh seseorang (kyai) secara given, sperti tubuh besar, suara yang keras dan mata yang tajam serta adanya ikatan genealogis denga kyai karismaik sebelumnya. Kedua, karisma yang diperoleh melalui kemampuan dalam pengausaan terhadap pengetahuan keagamaan disertai moralitas dan kepribadian yang saleh, dan kesetiaan menyantuni masyarakat. Posisi kepemimpinan lebih menekankan pada aspek kepemilikan saham pesantren dan moralitas serta kedalaman ilmu agama, dan sering mengabaikan aspek manajerial. Keumuman kyai bukan hanya sekedar pimpinan tetapi juga sebagai sebagai pemilik persantren. Posisi kyai juga sebagai pembimbing para santri dalam segala hal, yang pada gilirannya menghasilkan peranan kyai sebagai peneliti, penyaring dan akhirnya similator aspek-aspek kebudayaan dari luar, dalam keadaan seperti itu dengan sendirinya menempatkan kyai sebagai cultural brokers (agen budaya). Oleh sebab itu, kepemimpinan TGH. Zainuddin sebagaimana kepemimpinan dalam sebuah Pondok Pesantren pada umumnya seperti sebuah dinasti kecil yang segala kebijakan berada di tangannya, sehingga apabila meninggal maka penerus kepemimpinan adalah putra Tuan Guru dengan otoritas tunggal pada pesantren warisan sang ayah tersebut. Estafeta pergantian kepemimpinan yang ada di Pesantren pesantren Nahd}atun Wat}an bersifat turun-temurun dari pendiri ke anak ke menantu ke cucu atau ke santri senior. Artinya ahli waris pertama adalah anak laki-laki, yang senior dan dianggap cocok oleh kyai dan masyarakat untuk menjadi kyai, baik dari segi kealimannya (moralitas/akhlak) maupun dari segi kedalaman ilmu agamanya. Jika hal ini tidak mungkin, misalnya karena pendiri tidak punya anak laki-laki yang cocok untuk menggantikannya, maka ahli waris kedua adalah menantu, kemudian sebagai ahli waris ketiga adalah cucu. Sistem peralihan kepemimpinan di pesantren menganut teori kekerabatan (kinship), hal itu dapat dilihat dari ciri-cirinya sebagaimana diungkapkan oleh Koentjaraningrat bahwa kelompok kekerabatan merupakan kesatuan individu yang terikat oleh enam unsur. Pertama, sistem norma-norma yang mengatur kelakuan warga kelompok. Kedua, rasa kepribadian kelompok yang disadari oleh semua warganya. Ketiga, aktivitas-aktivitas berkumpul dari warga-warga kelompok secara berulang-ulang. Keempat, sistem hak dan kewajiban yang 10
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
mengatur interaksi antara warga kelompok. Kelima, pimpinan atau pengurus yang mengorganiasikan aktivitas-aktivitas kelompok. Keenam, sistem hak dan kewajiban bagi para individunya terhadap sejumlah harta pro-duktif, harta konsumtif, atau harta pusaka tertentu.8 Gaya kepemimpinan yang pergunakan oleh pimpinan lembaga pendidikan Nahd}atun Wat}an adalah; Telling, Consultating, Participating dan Delegating. Keempat gaya tersebut merupakan dasar kepemimpinan situasional. Di dalam pesantren santri, ustadz dan masyarakat sekitar merupakan individu-individu yang langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh perilaku pemimpin tersebut. Kepemimpinan di Pesantren Nahd}atun Wat}an lebih menekankan kapada proses bimbingan, pengarahan dan kasih sayang. Gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pesantren Nahd}atun Wat}an bersifat kolektif atau kepemimpinan institusional, dengan ciri paternalistik, dan free rein leadership, dimana pemimpin pasif, sebagai seorang bapak yang memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter, yaitu memberikan kata-kata final untuk memutuskan apakah karya anak buah yang bersangkutan dapat diteruskan atau tidak. Atas dasar itulah maka kepemimpinan pondok pesantren di Nahd}atun Wat}an bersifat turun temurun, seperti kerajaan. Jika dibandingkan dengan pondok pesantren yang dikelola oleh Raihanun di Anjani dalam sistem perencanaan strategis pondok pesantren, pondok pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an Pancor lebih mapan.9 Sejak awal berdirinya Nahd}atun Wat}an, Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an di Pancor menjadi lembaga induk pesantren dan madrasah yang berada di bawah naungan Nahd}atun Wat}an. Dalam pengorganisasian kelembagaannya dikelola oleh dua badan penyelenggara pendidikan, yaitu pertama, Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an Pancor, yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Hamzanwadi dan yang diorganisir oleh Pengurus Besar Nahd}atun Wat}an (PBNW) 8
Koentjaraningrat, Pengantar ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1981), 109 Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Perencanaan menurut Bintoro Tjokroaminoto ialah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Prajudi Atmosudirjo mendefinisikan perencanaan sebagai perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, di mana, dan bagaimana cara melakukannya. Siagian mengartikan perencanaan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dior berpendapat bahwa yang disebut perencanaan ialah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang, yang diarahkan untuk mencapai sasaran tertentu. Husain Usman, Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 61. Ada sejumlah kategori perencanaan (planning), diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Perencanaan fisik (physical planning), 2) Perencanaan fungsional (fungsional planning), 3) Perencanaan secara luas (comprehensive planning), 4) Perencanaan yang dikombinasikan (general combination planning). Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: Refika Aditama, 2008), 14 9
11
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an Pancor yang dikelolah oleh Yayasan Pendidikan Hamzanwadi berlokasi di areal seluas 12 hektar. Madrasah dan sekolah di areal Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an Pancor terdiri dari: 1. Taman Kanak-Kanak Hamzanwadi Pancor 2. Madrasah Ibtidaiyah Hamzanwadi Pancor 3. SMP NW 4. SMA NW 5. SMK NW 6. LPWN Hamzanwadi 7. STMIK Hamzanwadi 8. Madrasah Mu’alimin Tingkat Tsanawiyah NW Pancor 9. Madrasah Mu’alimin Tingkat Aliyah NW Pancor 10. Madrasah Aliyah Keterampilan NW Pancor 11. Madrasah Tsanawiyah Mu’alimat NW Pancor 12. Madrasah Tsanawiyah NW Pancor 13. Madrasah Aliyah Mu’alimat NW Pancor 14. Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) NW Pancor sekarang diganti menjadi Madrasah Aliyah Hamzanwadi Pancor 15. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Hamzanwadi 16. Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor. 17. MDQH+ Ma’had Ali Pengembangan Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an saat ini terfokus kepada pengembangan sarana dan prasarana. Pola kepemimpinan yang dikembangkan oleh yayasan dalam mengatur lembaga pendidikannya yaitu pola kepemimpinan situasional (Situasional Leadership).10 Penekanan pada para pengikut dalam efektivitas kepemimpinan mencerminkan realitas bahwa para pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpin tersebut. Terlepas dari apapun yang dilakukan oleh pemimpin, efektivitas bergantung pada tindakan para pengikut. Ini merupakan salah satu dimensi penting yang lama diabaikan atau diremehkan di sebagian besar teori kepemimpinan. Istilah kesiapan, sebagaimana didefinisi-
10
Teori kepemimpinan situasional (situasional leadership theory—SLT) dicetuskan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard. Kepemimpinan situasional adalah sebuah teori kemungkinan yang berfokus pada para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan cara memilih gaya kepemimpinan yang benar, yang menurut Hersey dan Blanchard bergantung pada tingkat kesiapan para pengikut .Stephen P. Robbin dan Timothy A. Judge, Perilaku Organisasi 2, terj. Diana Angelica, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), 64
12
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
kan oleh Hersey dan Blanchard, merujuk pada tingkat sampai mana orang memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.11 Situasional Leadership pada dasarnya mengganggap hubungan pemimpin-pengikut dapat dipersamakan dengan hubungan antara orang tua dan anak. Seperti halnya orang tua harus melepaskan kendali mereka ketika anak menjadi lebih dewasa dan bertanggungjawab, demikian pula para pemimpin. Hersey dan Blanchard mengidentifikasikan empat perilaku pemimpin yang khusus—dari sangat direktif sampai sangat laissez-faire. Perilaku mana yang paling efektif bergantung pada kemampuan dan motivasi seorang pengikut.12 Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pancor berfungsi sebagai badan yang mengevaluasi segala bentuk kegiatan madrasah di lingkungan Pondok Pesantren Darunnahd}atain NW Pancor. Evaluasi diadakan diawal, pertengahan, dan diakhir tahun. Lembaga-lembaga pendidikan bersifat otonom, masing-masing kepala sekolah diberikan kewenangan penuh dalam mengelola lembaga-lembaga di bawah yayasan. Jumlah santri dilingkup Yayasan Pendidikan Hamzanwadi dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi pada tahun ajaran 2009/2010 berjumlah 16.931 santri13 Pengelolaan lembaga pendidikan yang dikoordinir oleh PBNW di Pancor meliputi 820 madrasah yang tersebar di NTB dan beberapa daerah di luar NTB seperti Kalimantan, Jakarta, Bali dan Sulawesi. Dalam hal pengelolaan PBNW memberikan hak otonom kepada Pondok Pesantren-Pondok Pesantren yang berada di bawah naungan PBNW di Pancor dalam mengelola seluruh assetnya, selama pondok pesantren tersebut masih tetap memiliki komitmen terhadap perjuangan Nahdlatul Wathan. Kewajiban pondok pesantren yaitu memberikan laporan tiap enam bulan sekali, tentang berbagai hal yang terkait dengan perkembangan siswa, perkembangan madrasah, dllnya. Kemudian pondok pesantrenpesantren tersebut oleh PBNW diberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan-pelatihan seperti pelatihan guru, evaluasi perkembangan pondok pesantren melalui lajnah pendidikan. Mengutus kepada para Tuan Guru untuk pembinaan keagamaan di Pondok Pesantrenpesantren yang di koordinir oleh masing-masing Pengurus Nahd}atun Wat}an selaku penanggungjawab pelaksanaan pendidikan di Daerah kewenangan masing-masing. Berdasarkan kepada Anggaran Dasar Nahd}atun Wat}an, PBNW dalam menjalankan kebijakan dan pembinaan PBNW dibantu oleh Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang, Anak Cabang dan Ranting. Pengurus-pengurus ini sebagai penanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan di wilayah kerja masing-masing. 11
Ibid. Ibid. 13 Sumber Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pancor 12
13
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
Maka untuk berhasilnya pelaksanaan program pondok pesantren PBNW selaku pimpinan tertinggi mengadakan koordinasi dengan lembaga-lembaga pendidikan melalui pimpinanpimpinan dari tingkat wilayah, daerah, cabang, anak cabang dan ranting. Koordinasi dilakukan melalui rapat tahunan PBNW dengan semua kepengurusan, kemudian koordinasi melalui Muktamar yang diadakan 5 tahun sekali, untuk mengevaluasi dan memperbaharui kembali rencana kerja 5 tahun kedepan. Dalam masa kepemimpinan PBNW Pancor hasil muktamar XI Nahd}atun Wat}an periode 2004-2009, telah berhasil melaksanakan 42 point program prioritas, masing-masing. Program Pemberdayaan Organisasi, sebanyak 5 point, sbb: 1) Muzakarah bertema “sistem dan pola pengkaderan organisasi” yang hasilnya berupa “panduan operasional pengkaderan dan sistem administrasi organisasi” 2) Membuat website: www. nw.or.id, sebagai wadah komunikasi koordinasi dan konsultasi pengurus organisasi intern daan antar jenjang kepengurusan. 3) Pengadaan tanah wakaf dikota Mataram untuk pembangunan Nahdlatul Wathan Center seluas 1 hektar. 4) Dalam ikhtiar meningkatkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai organisasi, PBNW telah menerbitkan taujih yang berisi bayanat bagi warga Nahdlatul Wathan. 5) Pemberdayaan politik warga Nahd}atun Wat}an. Program Peningkatan Pendidikan, sebanyak 7 point. 1) Lokakarya peningkatan kapasitas kepala madrasah dan ketua komite bagi 400 orang kepala daan ketua komite madrasah/sekolah Nahdlatul Wathan tingkat satuan pendidikan SLTP dan SLTA. 2) Pelatihan peningkatan kapasitas konselor sekolah bagi 40 orang konselor (guru bimbingan konseling) 3) Lokakarya peningkatan peran pesantren dalam mengembangkan budaya damai bagi 72 pimpinan pondok pesantren NW dan non NW. 4) Peningkatan kerjasama antar lembaga pendidikan Nahd}atun Wat}an, telah dilaksanakan pertemuan berkala pimpinan pondok pesantren, kepala madrasah/sekolah NW sekali tiap 3 bulan selama 5 tahun berjalan. 5) Membuka kelas unggulan three linguals teaching and learning. 6) Membuka 8 unit SMK, dan rintisan 1 STMIK (Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer) Hamzanwadi. 7) Penyusunan kurikulum ke-Nahdlatul Wathan-an mulai dari tingkat SD/MI, SMP/Mts dan SLTA/MA.
14
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
1) 2)
1)
2)
1) 2)
Program peningkatan pelayanan sosial dan kesehatan, sebanyak 2 point. Telah membangun 1 unit panti jompo. Aktif dalam berbagai kegiatan menyantuni masyarakat korban bencana alam, seperti Korban banjir bandang di kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur tahun 20052006, Korban gempa bumi di Bima dan Dompu tahun 2007-2009, dan korban banjir di Sumbawa Barat tahun 2007-2008 Program pengembangan dakwah dan gerakan penyadaran umat, sebanyak 2 point. Dengan dibuatnya peta dakwah, PBNW mempermudah dalam menentukan prioritas wilayah dakwah, bukan hanya dakwh bi lisanil maqol, tetapi juga dakwh bi lisanil hal seperti perjuangan di bidang pendidikan, sosial dan pengembangan ekonomi umat. Dalam pelatihan kader dakwah, pada jenjang pendidikan menengah (SLTA) Nahdlatul Wathan telah memiliki 130-an Madrasah Aliyah dan pada jenjang pendidikan tinggi NW memiliki Ma’had dan Institut Agama Islam Hamzanwadi. Program Pengembangan ekonomi umat, sebanyak 2 point. PBNW telah mendirikan koperasi Syari’ah yaitu koperasi berkah utama NW dengan BH nomor: 518/29/BH/PAD/Diskop dan UKM/VIII/2004, tanggal 09 Agustus 2004. Dalam rangka meningkatkan pemahaman dalam bidang Ekonomi Syariah telah dilaksanakan pelatihan bekerjasama dengan STIE Tazkia Jakarta dan hasil pelatihan telah disebar ke koperasi pondok pesantren Nahdlatul Wathan.14
Pengelolaan Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Nahd}atun Wat}an di Anjani PBNW yang berpusat di Anjani dalam rentang waktu 2004-2009, dalam bidang pendidikan telah menambah 161 lembaga pendidikan mulai dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi yang tersebar di pulau Lombok maupun luar pulau Lombok, diantaranya yaitu : 1) Tangkat Taman Kanak-Kanak sebanyak 27 lembaga yang tersebar di Lombok Timur sebanyak 9 buah. Di Lombok Tengah sebanyak 15 buah, di Kabupaten Lombok Utara sebanyak 2 buah dan di Kutai Kartanegara sebanyak 1 buah, 2) Diniyyah NW sebanyak 5 diniyyah, yang tersebar di Lombok Timur sebanyak 3 diniyyah, di Lombok Barat 1 diniyyah dan di Kalimantan Timur 1 diniyyah. 3) Tingkat Madrasah Ibtidaiyyah sebanyak 14 Madrasah, di Lombok Timur 11 madrasah, di Lombok Barat 1 madrasah di Sumbawa 1 madrasah dan di Sulawesi Barat 1 madrasah 4) SD Islam sebanyak 5 sekolah di Lombok Timur
14
Pointer Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Besar Nahdlatul Wathan pada Muktamar XII NW di Mataram, tanggal 9 Januari 2010.
15
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
5) Madrasah Tsanawiyah sebanyak 33 madrasah, yakni di Lombok Timur 10 madrasah, di Lombok Tengah 17 madrasah, di Lombok Barat 1 madrasah, di Kabupaten Lombok Utara 1 madrasah, dan di Kabupaten Sumbawa 2 madrasah, di Sulawesi Barat 1 madrasah, dan di Kalimantan Tengah 1 madrasah. 6) SMP NW sebanyak 12 sekolah, yakni di Lombok Timur 4 sekolah, di Lombok Tengah 7 sekolah, di Lombok Barat 1 sekolah. 7) Madrasaah Aliyah sebanyak 27 Madrasah yang tersebar di Lombok Timur sebanyak 6 madrasah, di Lombok Tengah sebanyak 18 Madrasah, di Lombok Barat sebanyak 1 Madrasah, di Sumbawa Barat 1 madrasah, dan di Sulawesi Barat 1 madrasah. 8) SMA NW sebanyak 6 sekolah di Lombok Tengah 9) SMK NW sebanyak 5 sekolah di Lombok Timur 10)Pondok Pesantren NW sebanyak 21 Pondok Pesantren 11) Tingkat Perguruan Tinggi yaitu : a. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas NW Mataram b. FKIP Universitas NW Mataram c. STMIK Syaikh Zainuddin NW Anjani d. STIT NW SAMAWA Sumbawa Besar e. STKIP Syaikh Zainuddin NW f. STIT NW Dompu g. STIT NW Sumbawa Barat. Keberadaan lembaga-lembaga tersebut menambah jumlah lembaga Nahdlatul Wathan. Pengelolaan Pendidikan di Anjani dikelola oleh Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Shaikh Zainuddin Nahd}atun Wat}an Anjani dan secara umum seluruh madrasah dan pondok pesantren yang masih loyal kepada PBNW di Anjani dikontrol dan di kelola oleh PBNW di Anjani. Pengelolaan Pendidikan dilingkup yayasan maupun diluar yayasan di bawah kendali dan otoritas ketua yayasan dan PBNW. Kebijakan-kebijakan bersifat sentralistik. Dengan adanya doktrin sami’na wa at}o’na maka ketua yayasan maupun PBNW dapat secara penuh mengontrol dan mengendalikan pengelolaan pondok pesantren. Prinsip ketoatan pimpinan pusat merupakan konsekuensi yang harus dipegang teguh oleh pondok-pondok pesantren yang berada dibawah kendali PBNW yang berpusat di Anjani. Dalam bidang Sosial PBNW di Anjani telah berhasil mendirikan beberapa Panti Asuhan, Poskestren dan Asuhan Keluarga. Dalam bidang ekonomi PBNW telah mendirikan Koperasi Pondok Pesantren Ummuna yang ada di komplek pondok pesantren Shaikh Zainuddin NW Anjani. Sedangkan dalam bidang keuangan telah berhasil menambah asset organisasi berupa 16
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
bangunan gedung sekolah dan perluasan tanah organisasi seluas 21 hektar, 6,4 are, sehingga total luas tanah seluas 48 Hektar, dengan jumlah santri pada tahun ajaran 2009/2010 berjumlah 9350 orang.15 Perbedaan dan Persamaan Pengelolaan Lembaga Pendidikan Ponpes di Pancor dan Anjani Dalam pengelolaan manajemen pondok pesantren yang dikelola oleh Rauhun maupun Raihanun masih mengedepankan pola-pola tradisional, seperti pola-pola pondok pesantren pada umumnya. Pasca meninggalnya TGH. Zainuddin dan imbas konflik Nahd}atun Wat}an. Rauhun maupun Raihanun berkompetisi untuk merebut pengaruh massa. Sejak digelarnya Muktamar X Praya sampai dengan Muktamar XII di Anjani tahun 2009, Raihanun membangun kekuatan Jamaah, membangun lembaga-lembaga pendidikan baru, merekrut kader-kader Nahdlatul Wathan, dan mempromosikan anak-anaknya untuk menduduki jabatanjabatan strategis di lembaga pendidikan yang dikelolanya dan di lembaga-lembaga pemerintahan. Hal serupa juga dilakukan oleh Rauhun. Sejak Muktamar Reformasi, sampai dengan muktamar XII 2009 di Mataram. Rauhun dengan modal sarana dan prasarana yang ada, didukung dengan lebel Pancor sebagai kota santri, mulai bangkit kembali merekonstruksi segala fasilitas pendidikan yang ada. Rauhun dengan dukungan jamaahnya berhasil menghantarkan putranya sebagai wakil bupati Lombok Timur dan Gubernur NTB pada pilkada 2008. Sehingga dari rentang waktu 10 tahun Nahd}atun Wat}an mengalami kemajuan yang signifikan. Pola kepemimpinan kharismatik masih mendominasi kehidupan pondok pesantren Nahdlatul Wathan. Kepemimpinan di Anjani masih mempertahankan tradisi normatif TGH. Zainuddin, dalam beberapa pengajian Raihanun dan para pengikutnya masih menyebut-nyebut terma “karomah” dan “barokah” yang dilekatkan kepada TGH. Zainuddin sebagai materimateri dalam pengajian Pola Kepemimpinan yang disandarkan kepada karomah dan barokah menurut konsep Islam disebut tipe kepemimpinan wilayatul imam, lebih mendekati konsep tipe kepemimpinan wala imamah seperti yang dianut golongan syi’ah.16 Pola seperti ini merupakan upaya Raihanun untuk menarik simpati massa Nahd}atun Wat}an untuk tetap menjadi pengikutnya, sebab dengan dukungan massa NW Raihanun dapat mempertahankan 15
Pidato Pertanggung Jawaban PBNW Anjani periode 2004-2009, pada tanggal 30 Juli 2009 M. Dimana kedua konsep kepemimpinan itu menganggap bahwa kepemimpinan tidak sekedar dilandasi oleh kemampuan seseorang dalam mengatur dan menjalankan mekanisme kepemimpinannya, melainkan menganggap kepemimpinan lebih dilandasi oleh nilai-nilai spritual yang memiliki otoritas keagamaan dimana imam (pemimpin) dijadikan model bagi yang lainnya. Pola dasar dari kepemimpinan kedua konsep tersebut (kepemimpinan wilayatul imam dan wala imamah) adalah mencontoh tipe kepemimpinan Nabi Muhammad saw sebagai kerangka rujukan mutlak. Ridwan Natsir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 18 16
17
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
eksistensinya. Maka tradisi-tradisi pada masa TGH. Zainuddin masih hidup selalu dikembangkan. Kehidupan TGH.. Zainuddin tidak bisa terlepas dari kehidupan mistisisme Islam (Sufisme). Sebagai Tuan Guru yang hidup dimasa-masa kehidupan awal Islam di Lombok yang masih melekat dengan tradisi-tradisi lokal pengaruh hinduisme terhadap Islam, yang sangat kental dengan mistisme Hindu. Tuan Guru Zainuddin merupakan tokoh yang paling sukses di antara para Tuan Guru lainnya di Lombok dalam merombak kultur masyarakat Islam sasak, dengan tradisi sufisme Islam dalam mengadaptasikan ajaran-ajaran Islam dari mistisisme Hindu yang mempengaruhi masyarakat Islam Sasak. Jamaah Nahd}atun Wat}an yang pro Anjani menobatkan salah seorang keturunan Raihanun sebagai Tuan Guru Bajang. Bagi Nahd}atun Wat}an di Anjani Tuan Guru Bajang merupakan sebutan yang telah diwariskan oleh TGH. Zainuddin kepada cucunya Zainuddin Sani putra Raihanun. Sebutan itu dianggap sekaligus sebagai penobatan bahwa yang berhak menjadi pengganti TGH. Zainuddin adalah dari keturunan Raihanun. Penamaan Madrasah dengan label Nahdlatul Wathan lebih kepada adanya ikatan emosional antara pendiri suatu madrasah dengan pendiri Nahd}atun Wat}an sendiri, yaitu adanya hubungan ikatan emosional antara Tuan Guru yang mengelola madrasah kecil dengan Tuan Guru Zainuddin. Hubungan antara murid dengan guru, Tuan Guru Zainuddin sendiri populer dengan Abul Mada>ris wal Masa>jid. Sehingga pengelolaan madrasah yang berada di bawah naungan PBNW bersifat otonom dalam pengelolaannya. Pola kepemimpinan Nahd}atun Wat}an yang dipimpin oleh Raihanun memiliki perbedaan dengan Rauhun. Raihanun oleh kelompoknya—kelompok elit Nahd}atun Wat}an — dianggap sebagai pewaris kharisma ayahnya, yang memiliki otoritas penuh dalam mengatur lembaga pendidikan di NW. Dengan adanya doktrin ‘’Sami’na wa at}o’na ” oleh ketua PBNW menjadikan Raihanun leluasa untuk mengembangkan NW, karena apa yang dilakukannya telah mendapat restu dari ayahnya TGH.. Zainuddin melalui alam gaib. Dalam istilah ilmu sosial disebut sebagai pola yang mengedepankan otoritas tradisional patriarkalisme.17 Dengan cara seperti itu elit Nahd}atun Wat}an di Anjani memantapkan legitimasinya, yang selanjutnya digunakan untuk mencari legitimasi masyarakat agar tetap mengakui Raihanun sebagai pemimpin Nahd}atun Wat}an yang absah.18 17 Patriarkalisme pengawasan berada dalam tangan suatu kekerabatan (rumah tangga) yang dipegang oleh seorang individu tertentu yang memiliki otoritas warisan. 18 Weber menyebut tiga macam sumber legitimasi, antara lain melalui pelestarian : a) kharisma, b) akumulasi sumber simbolik tradisional, dan c) sumber legal rasional. Dengan ketika sumber itu, penguasa akan dapat mempertahankan kekuasaannya atas rakyat, tanpa harus menggunakan kekerasan. George Ritzer, Classical Sociological Theory (New York: McGrawiHill International Edition, 1996), 236
18
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
Terpilihnya Raihanun sebagai pemimpin Nahd}atun Wat}an pada muktamar XII Praya, juga tidak terlepas dari unsur-unsur mubashrot “gaib” yang menyertainya sebagaimana penuturan salah seorang tokoh Nahdlatul Wathan TGH. Mahmud Yasin pendukung Raihanun: “diterimanya ummi kembali memimpin NW lima tahun ke depan oleh para muktamirin, karena mereka menilai selama memimpin organisasi sejak masa transisi hingga sekarang cukup berhasil dan Nahd}atun Wat}an mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ini terbukti dengan bertambahnya madrasah dan pondok pesantren Nahd}atun Wat}an. Pada saat NW di tinggalkan oleh pendirinya Al Magfurlah Maulana Syaikh menghadap sang Kholiq, madrasah Nahd}atun Wat}an sekitar 600 lebih, namun setelah ummi memegang Nahdlatul Wathan terjadi perubahan yang cukup signifikan, dalam kurun waktu sepuluh tahun madrasah Nahd}atun Wat}an sudah mencapai 960 buah pondok pesantren yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Ini perjuangan yang luar biasa yang dicapai organisasi di bawah kepemimpinan beliau. Inilah salah satu faktor ummi kembali diminta menakhodai Nahd}atun Wat}an”. Pada dasarnya lanjut TGH. Mahmud, ummi akan menyerahkan tampuk kepemimpinan Nahd}atun Wat}an ini kepada putranya, namun karena ada mubasshirot (bisikan alam gaib) oleh Shaikh Sayyid Ayyub Al Abkar, agar ummi kembali memimpin Nahd}atun Wat}an lima tahun kedepan, sebab ada hal yang dilihat dalam mubashsiroat tersebut yaitu Nahd}atun Wat}an akan mengalami kemajuan yang cukup pesat jika ummi kembali pimpin Nahd}atun Wat}an. “Tugas kita sebagai warga Nahd}atun Wat}an harus mendukung perjuangan ummi, supaya apa yang dicita-cita untuk kemajuan Nahdlatul Wathan tercapai, dan mampu berkiprah lebih banyak lagi untuk kemajuan islam, bangsa dan negara kita,”imbuhnya.19 Tipe otoritas ini berlandaskan pada suatu kepercayaan yang mapan terhadap kekudusan tradisi-tradisi zaman dulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimilikinya. Jadi alasan penting orang taat pada struktur otoritas itu ialah kepercayaan mereka bahwa hal itu sudah selalu ada. Mereka yang menggunakan otoritas termasuk dalam satu kelompok status yang secara tradisional menggunakan otoritas atau mereka dipilih sesuai dengan peraturan-peraturan yang dihormati sepanjang waktu.20 Sedangkan Raihanun dalam mengembangkan lembaga Nahd}a tun Wat}an, yaitu membangun lembaga-lembaga pendidikan baru mulai dari tingkat MI sampai Perguruan Tinggi. Hal ini dapat dilihat dari masa kepemimpinan Raihanun dari tahun 2004-2009 telah mendirikan 161 lembaga baru, dengan jumlah santri berjumlah 9. 350 santri (Data terlampir)
19 http://www.nahdlatulwathan.org/organisasi/ummi-hj.sitti-raihanun-zam-kembali-dinobatkan-pimpinnw.html 20 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid 1-2., 228
19
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
Tipe pesantren yang dikembangkan oleh Rauhun maupun Raihanun berdasarkan klasifikasi Ziemek adalah pesantren jenis D, merupakan kelompok pesantren yang memiliki fasilitas lengkap dengan pemahaman elemen madrasah (primer, sekunder, dan tersier), yaitu lembaga pendidikan yang formal dari tingkat dasar, hingga perguruan tinggi, dengan fasilitas belajar mengajar yang lengkap, seperti laboratorium dan perpustakaan untuk menunjang proses belajar mengajar.21 Sampai saat ini belum ada data yang jelas, pondok pesantren yang pro kepada Nahd}atun Wat}an yang di Pancor maupun yang pro Nahdlatul Wathan di Anjani. Adapun jumlah pondok pesantren Nahd}atun Wat}an berjumlah 96 pondok pesantren. Perkembangan pondok pesantren Nahd}atun Wat}an di Anjani dipengaruhi oleh pergerakan Raihanun dengan para Mashaikhul Ma’had ( Tuan Guru). Mashaikhul Ma’had menjadi “lokomotif” bagi perkembangan Nahd}atun Wat}an di Anjani. Sedangkan perkembangan pondok pesantren Nahd}atun Wat}an di Pancor di dipengaruhi oleh Rauhun di dampingi oleh putranya Tuan Guru Bajang H. Zainul Majdi MA. Corak pemikiran yang dikembangkan memiliki perbedaan, pondok pesantren Nahd}atun Wat}an Anjani lebih cendrung perenial esensialis Mazhabi dengan ciri pemikirannya menekankan pada pemberian syarh dan hasyiyah terhadap pemikiran pendahulunya dan kurang ada keberanian untuk mengkritisi atau mengubah substansi materi pemikiran para pendahulunya.22 Pemikiran seperti ini karena pondok pesantren Nahd}atun Wat}an Anjani masih didominasi oleh alumni Madrasah Shoulatiyyah Makkah. Sedangkan corak pemikiran pondok pesantren Nahd}atun Wat}an Pancor mengarah kepada perenial esensialis kontekstual falsifikatif dengan ciri pemikiran menghargai pemikiran pendidikan Islam yang berkembang pada era salaf, klasik dan abad pertengahan, mendudukkan pemikiran pendidikan Islam era salaf, klasik dan pertengahan dalam konteks ruang dan zamannya untuk difalsifikasi dan rekonstruksi pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang dianggap kurang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan era kontemporer.23 SIMPULAN Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa setelah meninggalnya TGH. Zainuddin, terjadi perebutan kewenangan dalam pengelolaan Lembaga Pendidikan yang berimplikasi terhadap terjadinya dualisme kepemimpinan di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an Pancor. Dua saudara (Rauhun dan Raihanun)
21
Marno dan Triyo, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung : PT. Refika Aditama, 2008), hal. 63 22 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam (Bandung: Nuansa, 2003), hal. 47 23 Ibid.
20
Pola Pengembangan Ponpes (Fathurrahman Muhtar)
memiliki kewenangan yang sama dalam mengelola Yayasan Pendidikan Hamzanwadi. Konflik internal antara keluarga Rauhun dan Raihanun terjadi, masing-masing mencari dukungan jamaah Nahd}atun Wat}an, sehingga konflik meluas keranah organisasi Nahd}atun Wat}an. Namun demikian, meskipun dalam keadaan konflik, pengelolaan lembaga pendidikan yang dikelola oleh Rauhun maupun Raihanun semakin berkembang. Pengelolaan Lembaga pendidikan di Pancor mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi tetap bernaung di bawah Pondok Pesantren Darunnahd}atain Nahd}atun Wat}an, Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pancor, di bawah kendali Rauhun. Sedangkan Raihanun sendiri mendirikan yayasan baru dengan menggunakan nama Yayasan Sheikh Zainuddin Nahd}atun Wat}an sebagai payung yang menaungi lembaga yang dikelolanya. Dalam pengembangan lembaga NW Rauhun maupun Raihanun lebih fokus kepada peningkatan kualitas kelembagaan. Mengembangkan sarana dan prasarana yang lebih berkualitas, seperti membangun gedung yang lebih modern di Pancor maupun di Anjani sebagai pusat kegiatan pendidikan Nahd}atun Wat}an. Menjadikan Pancor dan Anjani sebagai pusat pendidikan Islam yang unggul dan modern. Raihanun dalam waktu singkat telah membangun lembaga-lembaga pendidikan baru mulai dari tingkat MI sampai Perguruan Tinggi. Hal ini dapat dilihat dari masa kepemimpinan Raehanun dari tahun 2004-2009 telah mendirikan 161 lembaga baru. Daftar Pustaka TGH. Zainuddin, Wasiat Renungan Massa Pengalaman Baru , Pancor: Pengurus Besar Nahdlatul Wathan, 1998. Koentjaraningrat, Pengantar ilmu Antropologi , Jakarta: Rineka Cipta, 1981 Husain Usman, Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam Bandung: Refika Aditama, 2008. Stephen P. Robbin dan Timothy A. Judge, Perilaku Organisasi 2, terj. Diana Angelica, Jakarta: Salemba Empat, 2008. Sheehan, Michael The balance of power : history and theory , New York : Routledge, 1996 PB NW, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Besar NW pada Muktamar XII NW di Mataram, tanggal 9 Januari 2010. Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam, Bandung: Nuansa, 2003. P. Heat, Excerpt from Parent-Child Relations: Context, Research, and Application, (Merrill: An imprint of Pearson Education Inc. 2009. Pidato pertanggung jawaban PBNW Anjani periode 2004-2009, pada tanggal 30 Juli 2009.
21
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 1-22
Ridwan Natsir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. George Ritzer, Classical Sociological Theory, New York: McGrawiHill International Edition, 1996 http://www.nahdlatulwathan.org/organisasi/ummi-hj.sitti-raihanun-zam-kembalidinobatkan-pimpin-nw.html Weber, Max, Economy and Society, Barkeley: University of California Press, 1978
22
INTEGRASI KEILMUAN DALAM PENYELENGGARAAN STIKES DI PONPES QAMARUL HUDA BAGU LOMBOK TENGAH Nurdin L. Mukhtar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram Jl. Pendidikan Nomor 35 Mataram Email:
[email protected]
Abstrak: kehadiran STIKES di Ponpes Qamarul Huda, menunjukkan bahwa integrasi keilmuan bukanlah wacana dan upaya milik akademisi PTAI an sich, namun kini pesantren telah memberanikan diri untuk melakukan perubahan epistimologi yang jauh lebih mendasar dibandingkan PTAI. Mendalami fenomena ini, metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama , penyelenggaraan STIKES di Ponpes Qamarul Huda Bagu dilatarbelakangi oleh multi faktor, yaitu faktor sosial ekonomi masyarakat, perubahan paradigma keagamaan, dinamika pendidikan baik eksternal maupun internal Ponpes Qamarul Huda, dan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang memadai; Kedua, berbagai strategi yang dilakukan untuk integrasi keilmuan belum mencerminkan upaya yang sistematis dan integral dalam proses akademis.; dan Ketiga, implikasi dari ketidaksistematisan berbagai upaya yang dilakukan tersebut, struktur keilmuan di STIKES Qamarul Huda merupakan adopsi secara utuh struktur keilmuan kesehatan an-sich, sementara muatan keilmuan keislaman yang tertuang dalam Mata Kuliah Aswaja ditempatkan sebagai suplemen yang tidak memiliki signifikansi. Secara kelembagaan integrasi antara pesantrean dan perguruan tinggi umum di Ponpes Qamarul Huda masih terbatas pada integrasi kelembagaan, belum masuk ke integrasi yang lebih substansial yaitu integrasi keilmuan. Integrasi keilmuan masih mencerminkan model single entity dimana ilmu agama Islam yang tercantum dalam Awaja masih berdiri sendiri dengan bobot yang masih terbatas. Abstract: Presence of STIKES in Ponpes Qamarul Huda, indicating that integration of science is not discourses and the effort of academician of PTAI itself, but nowadays Pesantren has make a change much more in the based on epistemology compared than PTAI. To comprehend this phenomenon, the method used is descriptive qualitative. The result of research indicate, firstly, management of STIKES in Ponpes Qamarul Huda Bagu which has background by factor multi, that is social factor of social economics, religious paradigm, dynamics education of goodness external and internal of Ponpes Qamarul Huda, and social need toward of adequate health; secondly, various strategy has conducted for the integration of science is not yet reflected in systematic effort in integral and academic process; and third, the implication of various itself, the science structure in STIKES Qamarul Huda represent a adoption the structure health science whereas concern in Islamic education with Aswaja program as supplement which do not have significances. As Institute regulation the integration between public college and Ponpes Qamarul Huda is still limited in institute integration, it is not more integration as substantial that is integration science. Integration science still express in single model where Islam theology which is contained in Awaja still self supporting which still limited subject.
Kata kunci: integrasi ilmu, pesantren, single entity, epistimologi
23