ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ INSTITUT PENGAJIAN TINGGI AL-ZUHRI DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM AL-ZUHRI hadits 1 MINGGU PERTAMA 30 Mar 2014 / 9.00 PG – 12.00 TGH
Kajian Hadits-Hadits Pilihan Dari Shahih alBukhari dari Segi Riwayah Dan Dirayah
METODE TASHHIH DAN TADH’IF MENURUT BUKHARI • Di kalangan Muhadditsin, maratib hadits berbeda-beda dilihat dari aspek kuat dan lemahnya sanad hadits. • Pembagian hadits dari segi kuat dan lemahnya sanad hadits dapat dibagi kepada dua bagian; hadits maqbul dan hadits mardud. • Dari keduanya dibagi kepada martabat-martabat hadits lain. Di samping itu, pembagian tersebut juga akan mempunyai implikasi terhadap kekuatan hujjah hadits. • Imam Bukhari adalah seorang muhaddits yang dikenal ketat dalam memasukkan haditsnya. Beliau menetapkan hadits shahih dengan tingkat kriteria sanad yang tinggi dan tidak begitu mudah menerima sebuah hadits tanpa melakukan cross check dan penelitian yang mendalam terhadap sesuatu sanad hadits itu. • Dalam melakukan penelitian terhadap hadits, Bukhari menentukan kriteria dan kategorisasi hadits, baik sanad maupun matannya.
Syarat-Syarat Keshahihan Hadits Menurut Bukhari • Bukhari menggariskan beberapa syarat yang tegas untuk hadits shahih 1. Perawi harus ‘adil, dhabith, tsiqah, tidak mudallis (berdusta) 2. Sanadnya bersambung (Muttashil), tidak mursal, munqathi’, atau mu’dhal. 3. Matan hadits tidak janggal dan tidak cacat. • Berkenaan dengan syarat ittishal yang ditetapkan Bukhari, Ibn Hajar, menjelaskan bahwa maksud dari ittishal adalah bahwa seorang perawi tidak saja harus sezaman (mu’asharah) dengan marwi ‘anhu (orang yang diriwayatkan haditsnya oleh perawi), tetapi harus juga bertemu (liqa’)meskipun hanya sekali. Oleh karena itu, maka ulama mengatakan bahwa Bukhari memiliki dua syarat yang ketat iaitu; syarat mu’asharah dan syarat liqa’.
Syarat-Syarat Keshahihan Hadits Menurut Bukhari • Di samping beberapa syarat di atas, Bukhari juga menetapkan kriteria tingkat perawi (Thabaqat al-Ruwat) dalam haditsnya. Hammam Abdurrahim menjelaskan thabaqat al-Ruwat menurut Bukhari sebagai berikut. 1. Tingkatan pertama adalah para perawi yang terkenal ‘adil, dhabith, dan lama bersama gurunya. 2. Tingkatan kedua adalah para perawi yang terkenal ‘adil, dhabith, tetapi sebentar bersama gurunya. 3. Tingkatan ketiga adalah para perawi yang lama bersama gurunya, tetapi kurang kedhabithannya. 4. Tingkatan Keempat adalah para perawi yang sebentar bersama gurunya dan kurang kedhabithannya. 5. Tingkatan kelima adalah para perawi yang terdapat cacat atau cela pada dirinya.
LANGKAH-LANGKAH TASHHIH WA TADH’IF BUKHARI • Pada dasarnya Bukhari tidak mengajukan syarat-syarat tertentu yang dipakai untuk menetapkan keshahihan hadits secara jelas. Karena persyaratan tersebut di atas diketahui melalui penilaian terhadap kitabnya. Menurut kesimpulan para ulama, Bukhari dalam kitab shahihnya selalu berpegang pada tingkat keshahihan yang paling tinggi, kecuali bagi beberapa hadits yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi’in • Sebagai contoh murid al-Zuhri dapat digolongkan menjadi lima tingkatan. Masing-masing tingkat mempunyai keistimewaan lebih tinggi dari tingkatan sesudahnya. • Tingkat pertama adalah yang memiliki sifat ‘adil, kuat hafalan, teliti, jujur dan lama mengikuti al-Zuhri, seperti Imam Malik dan Sufyan bin ‘Uyainah. Perawi inilah yang dipakai oleh Bukhari dalam kitab shahihnya. Sedangkan tingkat selainnya Bukhari tidak mengambilnya kecuali sedikit hadits dari tingkat kedua.
LANGKAH-LANGKAH TASHHIH WA TADH’IF BUKHARI • Pada dasarnya Bukhari tidak mengajukan syarat-syarat tertentu yang dipakai untuk menetapkan keshahihan hadits secara jelas. Karena persyaratan tersebut di atas diketahui melalui penilaian terhadap kitabnya. Menurut kesimpulan para ulama, Bukhari dalam kitab shahihnya selalu berpegang pada tingkat keshahihan yang paling tinggi, kecuali bagi beberapa hadits yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi’in • Sebagai contoh murid al-Zuhri dapat digolongkan menjadi lima tingkatan. Masing-masing tingkat mempunyai keistimewaan lebih tinggi dari tingkatan sesudahnya. • Tingkat pertama adalah yang memiliki sifat ‘adil, kuat hafalan, teliti, jujur dan lama mengikuti al-Zuhri, seperti Imam Malik dan Sufyan bin ‘Uyainah. Perawi inilah yang dipakai oleh Bukhari dalam kitab shahihnya. Sedangkan tingkat selainnya Bukhari tidak mengambilnya kecuali sedikit hadits dari tingkat kedua.
Ilmu Hadits Dirayatan ()دراﯾﺔ • Ilmu Hadits Dirayah ()دراﯾﺔ, berasal dari kata دراﯾﺔ- درﯾﺎ- درى – ﯾدرyang berarti pengetahuan. • Menurut imam Assuyuti, Ilmu Hadits Dirayah adalah “ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya dan hukumhukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam periwayatan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya”. • Ia juga dikenali dengan ilmu Musthalahul Hadits - undang-undang (kaidahkaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara tahammul al-Hadits (menerima dan menyampaikan), sifat-sifat rawi dan lain sebagainya • Objek pembahasannya adalah untuk mengetahui keadaan rawi(rijal al-sanad) dan yang diriwayahkan (jarah-ta’dil), dengan tujuan untuk menetapkan maqbul (dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkannya yang maqbul dan ditinggalnya yang mardud.
Ilmu Hadits Dirayatan - Cara-cara Tahammul al-Hadits 1. Sama’ (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang guru), 2. Qira’ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di hadapan guru), 3. Ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya), kepada seorang untuk diriwayatkan), 4. Kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang), 5. Munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang untuk diriwayatkan), 6. I’lam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu adalah koleksinya), 7. Washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya) 8. Wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru)
Ilmu Hadits Riwayatan ()رواﯾﺔ • Ilmu Hadis Riwayah()رواﯾﺔ: berasal dari kata رواﯾﺔ- روى – ﯾروىyang berarti اﻟﻧﻘل bererti memindahkan dan penukilan. Iaitu, satu ilmu yang mengandungi pembicaraan tentang hadits-hadits Nabi saw. • Menurut Subhi as-Shalih, Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang periwayatan secara teliti dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat serta segala sesuatu yang disandarkan oleh sahabat dan tabiin. • Objek pembicaraannya mengenai bagaimana cara menerima, menyampaikan pada orang lain dan memindahkan atau membukukan dalam suatu Kitab Hadits. Dalam menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya dinukilkan dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya. • Ringkasnya : Ilmu Dirayatan itu adalah untuk menetapkan sah atau tidaknya sesuatu yang dikatakan seseorang dari Nabi saw, sedangkan Ilmu Riwayatan ialah menceritakan apa yang sudah ditetapkan dari jalan ilmu Dirayatan tadi.
Kajian 1 - Keshahihan Hadits Shahih Bukhari • Contoh 1 : Hadits shahih yang berdasarkan sanad, matan dan periwayatnya. • Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitab Shahih-nya, kitab aljihad wa as-siyar, bab ma ya’udzu min al-jubni;
َِ :ﺎل ِ َ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻣﻌﺘ،ﱠد ٍ ِ َِﲰﻌﺖ أَﻧَﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟ:ﺎل ِ َﻛﺎ َن:ﺎل ﻗ َﰊ أ ﺖ ﻌ ﲰ ﻗ ، ﺮ ﻤ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﻣ َﺴﺪ َ َ ﻗ،ﻚ َر ِﺿﻲ اﻟﻠﱠﻪ َﻋْﻨﻬﻢ َ َ َ َ ٌ ُ ُ ْ ْ ْ ْ َ ُ َ ٌ َ َ ِ وا ْﳍﺮ،ﱭ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﱠ ﱠ ِ ﻚ ﺑ ذ ﻮ َﻋ أ و ، م اﳉ و ، ﻞ ﺴ ﻜ ﻟ ا و ، ﺰ ﺠ ﻌ ﻟ ا ﻦ ﻣ ﻚ ﺑ ذ ﻮ َﻋ أ ﱐ إ ﻢ ﻬ ﻠ اﻟ : ﻮل ﻘ ـ ﻳ ﻢ ﻠ ﺳ و ﻪ ﱠﱯ ْ ْ ْ َ ﱢ ُ ُ ُ ُﱠ ُ َ َ َ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ َﻋﻠَْﻴ َ ُ َ ََ َ ُْ َ َ َ ْ َ َ َ ُ اﻟﻨِ ﱡ َ ِ ِ ِ ِ ِ ﻚ ِﻣﻦ َﻋ َﺬ ِ اب اﻟْ َﻘ ِْﱪ ﺑ ذ ﻮ َﻋ أ و ، ﺎت ﻤ ﻤ ﻟ ا و ﺎ ﻴ ﺤ ﻤ ﻟ ا ﺔ ﻨ ـ ﺘ ﻓ ﻦ ﻣ ْ ْ ُ ْ َ ْ َ َُ ْ َ َ َ َْ َ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir, ia berkata; Aku mendengar ayahku berkata; Aku mendengar Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah saw berdo’a ; Ya Allah, aku memohon kepada-Mu perlindungan dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut dan dari kepikunan, dan aku memohon kepada-Mu perlindungan dari fitnah (ujian) di masa hidup dan mati, dan memohon kepada-Mu perlindungan dari adzab di neraka.
Kajian 1 - Keshahihan Hadits Shahih Bukhari • Hadits di atas telah memenuhi persyaratan sebagai hadits shahih, karena: 1. Ada sanadnya hingga kepada Rasulullah saw. 2. Ada persambungan sanad dari awal sanad hingga akhirnya. Anas bin Malik adalah seorang sahabat, telah mendengarkan hadits dari nabi saw. Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), telah menyatakan menerima hadits dengan cara mendengar dari Anas. Mu’tamir, menyatakan menerima hadits dengan mendengar dari ayahnya. Demikian juga guru al-Bukhari yang bernama Musaddad, ia menyatakan telah mendengar dari Mu’tamir, dan Bukhari rahimahullah- juga menyatakan telah mendengar hadits ini dari gurunya. 3. Terpenuhi keadilan dan kedhabitan dalam para periwayat di dalam sanad, mulai dari sahabat, iaitu Anas bin Malik ra hingga kepada orang yang mengeluarkan hadits, iaitu Imam Bukhari. • Anas bin Malik ra, beliau termasuk salah seorang sahabat Nabi saw, dan semua sahabat dinilai ‘adil.
Kajian 1 - Keshahihan Hadits Shahih Bukhari • Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), dia tsiqah abid (terpercaya lagi ahli ibadah). • Mu’tamir, dia tsiqah • Musaddad bin Masruhad, dia tsiqah hafidz. • Al-Bukhari, penulis kitab as-Shahih, namanya adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, dia dinilai sebagai jabal al-hifdzi (gunungnya hafalan), dan amirul mu’minin fil hadits. 4. Hadits ini tidak syadz (bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat) 5. Hadits ini tidak ada illah-nya • Kesimpulannya : Jelas bahwa hadits tersebut telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih. Karena itulah Imam Bukhari menampilkan hadits ini di dalam kitabnya ash-Shahih.
Kajian 2 - Keshahihan Hadits Shahih Bukhari • Contoh 2 : Hadits shahih yang berdasarkan sanad, matan dan periwayatnya. : • Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitab Shahih-nya, kitab alAzan, bab sifat solat :
ِ ِ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ٍ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ِﺷﻬ، ﻚ َﻋ ْﻦ ُﳏَ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ ُﺟﺒَـ ِْﲑ ﺑْ ِﻦ ُﻣﻄْﻌِ ٍﻢ، ﺎب ﺎﻟ ﻣ ﺎ ﻧ ﺮ ـ ﺒ َﺧ أ : ﺎل ﻗ ، ﻒ ﻮﺳ ﻳ ﻦ ﺑ ﻪ َ َ َ ٌ ْ َ ُ ُ ُْ َْ َ َ َ َ َ َِ : " ﺎل ِ ِ ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻗَـﺮأَ ِﰲ اﻟْﻤ ْﻐ ِﺮ ِ " .ب ﺑِﺎﻟﻄﱡﻮِر ﺳ ر ﺖ ﻌ ﲰ ﻗ ، ﻴﻪ َﻋ ْﻦ أَﺑ، َ َ َ ُ َ َُ ْ َ َ َ ََ
Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah ibn Yusuf, yang berkata telah mengkhabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibnu Jubair ibn Muth’im, dari ayahnya, yang berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surah ath-Thur pada waktu shalat maghrib.”
Kajian 2 - Keshahihan Hadits Shahih Bukhari • Hadits di atas telah memenuhi persyaratan sebagai hadits sahih, karena: 1. Ada sanadnya hingga kepada Rasulullah saw. Masing-masing rawi yang meriwayatkannya telah mendengar hadits tersebut dari gurunya. Sedangkan adanya ‘an’anah (hadits yang diriwayatkan dari gurunya dengan menggunakan lafazh ‘an), iaitu Malik, Ibn Syihab dan Ibn Jubair, termasuk bersambung, karena mereka bukan mudallis. Mudallis adalah orang yang terbiasa menyembunyikan cacat yang ada pada sanad, jika seorang mudallis meriwayatkan dengan cara ‘an’anah maka haditsnya boleh tertolak. 2. Para periwayatnya tergolong ‘adil dan dhabith. Kriteria mengenai para rawi hadits ini telah ditentukan oleh para ulama al-Jarh wa at-Ta’dil (ulama yang meneliti ketsiqahan para periwayat hadits), iaitu: • Abdullah ibn Yusuf: orangnya tsiqah dan mutqin (cermat). • Malik ibn Anas: imam sekaligus hafidz.
Kajian 2 - Keshahihan Hadits Shahih Bukhari • Ibn Syihab az-Zuhri: orangnya faqih, hafidz, disepakati tentang ketinggian dan kecermatannya. • Muhammad ibn Jubair: tsiqah (Jubair ibn Muth’im: sahabat Rasul saw) 3. Tidak ada syadz, karena tidak bertentangan dengan perawi yang lebih kuat. 4. Tidak ada cacat (‘illat) di dalamnya.