Laporan Penelitian
Pola bakteri pada rinosinusitis maksila kronik: secara rinoskopi anterior, tuntunan nasoendoskopi dan aspirasi maksila Wiro Sumilat, Rus Suheryanto, Pudji Rahaju Laboratorium Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang - Indonesia
ABSTRAK Latar belakang: Diagnostik bakteri penyebab rinosinusitis maksila kronik dengan cara pengambilan pungsi dan aspirasi sinus maksila masih dapat menimbulkan rasa takut, penolakan dan rasa nyeri. Apakah usap dengan rinoskopi anterior dan tuntunan endoskopi dapat menjadi metode alternatif untuk itu? Tujuan: Mengetahui teknik usap meatus medius dengan rinoskopi anterior dan dengan tuntunan endoskopi nasal (nasoendoskopi) memiliki kesesuaian pola bakteri aerob dengan aspirasi sinus maksila pada penderita rinosinusitis maksila kronik (RSMK). Metode: Studi ini bersifat potong lintang (cross sectional). Sampel adalah penderita RSMK di poliklinik umum RS Dr. Saiful Anwar Malang yang memenuhi kriteria penelitian, diambil dengan teknik simple random sampling, mulai Juli–September 2009. Hasil: Terdapat 6 sampel (24%) dari 25 sampel menghasilkan pemeriksaan bakteri aerob yang sesuai dari teknik rinoskopi anterior maupun aspirasi sinus maksila, sedangkan 19 sampel (76%) lainnya memberikan hasil pemeriksaan yang berbeda. Terdapat 8 sampel (32%) dengan hasil pemeriksaan yang sama dari teknik endoskopi nasal maupun aspirasi sinus maksila, sedangkan 17 sampel (68%) hasilnya berbeda. Kesimpulan: Perbandingan usap meatus medius dengan rinoskopi anterior dan aspirasi sinus maksila untuk mengetahui infeksi bakteri aerob tidak menunjukkan kesesuaian. Perbandingan usap meatus medius dengan tuntunan endoskopi nasal dan aspirasi sinus maksila cukup memiliki kesesuaian. Kata kunci: rinosinusitis maksila kronik, rinoskopi anterior, endoskopi nasal/nasoendoskopi, aspirasi sinus maksila, bakteri aerob
ABSTRACT Background: Diagnostic for bacterial cause of chronic maxillary rhinosinusitis by sinus puncture and aspiration still generate uneasiness, rejection, and pain for some people. Can swab with anterior rhinoscopy and endoscopic guidance become alternative methods? Purpose: To know the similarity of bacterial culture between middle meatus with anterior rhinoscopy swab and with endoscopic guidance swab, and aspiration of maxillary sinus. Method: A cross sectional
1
study of patients with chronic maxillary rhinosinusitis at Saiful Anwar Hospital that met the research criteria, on period Juli–September 2009. Result: Six samples (24%) from 25 samples showed same results of aerob bacteria by anterior rhinoscopy and sinus aspiration, whereas 19 samples (76%) were different. Eight samples (32%) showed same results by nasal endoscopy and sinus aspiration, whereas 17 samples (68%) were different. Conclusion: There was nosimilarity of aerob bacterial cultures between middle meatus swab by anterior rhinoscopy, and aspiration of maxillary sinus. Similarity of bacterial culture between middle meatus swab by endoscopic guidance and aspiration of maxillary sinus showed a fair result.
Key words: chronic maxillary rhinosinusitis, anterior rhinoscopy, nasal endoscopy, aspiration of maxillary sinus, aerob bacteria Alamat korespondensi: Wiro Sumilat, Laboratorium Ilmu Penyakit THT FK Universitas Brawijaya, Malang. E-mail:
[email protected]
negara maju maupun negara berkembang.
PENDAHULUAN Rinosinusitis
(maksila)
adalah
inflamasi pada mukosa hidung dan sinus paranasal (sinus maksila), ditandai oleh dua
atau
lebih
gejala,
terdapat
sumbatan
kongesti,
atau
hidung/obstruksi/
ada
(anterior/posterior
diantaranya
sekret
nasal
hidung
drip),
rasa
nyeri/tertekan pada wajah, berkurang atau hilangnya penghidu; juga temuan endoskopik: adanya sekret mukopurulen terutama
dari
meatus
medius,
atau
edema/sumbatan mukosa terutama di meatus
medius
perubahan
dan
mukosa
atau
dalam
adanya kompleks
osteomeatal dan atau sinus pada temuan tomografi komputer/CT scan).1 Sampai sekarang penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan baik di
Menurut
data
National
Ambulatory
Medical Care Survey (NMACS) di Amerika
Serikat,
sinusitis
adalah
penyakit
kelima
terbanyak
yang
diberikan antibiotik, dengan hampir 13 juta resep antibiotik ditulis dokter setiap tahunnya. Rinosinusitis bakterial akut bila
tidak
sembuh
dapat
berlanjut
menjadi rinosinusitis kronik (RSK). Ada sejumlah
faktor
risiko
yang
dapat
menyebabkan terjadinya penyakit ini, seperti (deviasi
alergi,
faktor
septum),
lokal
hidung
imunokompromi,
gangguan silia, genetik dan lain-lain.2 Penatalaksanaan RSK adalah terapi medikamentosa, termasuk antibiotik dan terapi pembedahan. Pemberian antibiotik adalah sesuai hasil uji sensitivitas dari
2
kultur sekret sinus maksila. Teknik
memiliki kesesuaian pola bakteri aerob
pengambilan sampel sekret sinus maksila
dengan aspirasi sinus maksila pada
yang paling sering dikerjakan adalah
penderita rinosinusitis maksila kronik
pungsi aspirasi melalui meatus inferior.
(RSMK). Selain itu, untuk mengetahui
Walau demikian, tindakan invasif ini
jenis bakteri aerob di meatus medius dan
dapat
di
menimbulkan
rasa
takut
dan
sinus
maksila penderita RSMK.
penolakan, serta sedikit nyeri. Teknik
Apabila hasil penelitian ini menunjukkan
pengambilan sampel kultur bakteri sinus
kesesuaian pola bakteri aerob, maka
maksila yang lain adalah usap meatus
teknik usap meatus medius dengan
medius dengan tuntunan endoskopi nasal.
rinoskopi anterior atau dengan tuntunan
Vogan,3 melakukan tindakan ini dan
endoskopi
membandingkannya dengan hasil pungsi
alternatif
aspirasi
Hasilnya
tanpa menimbulkan rasa takut dan nyeri,
menunjukkan korelasi bakteri aerob 14
termasuk di rumah sakit yang belum
dari 16 sampel (87,4%). Di Indonesia,
memiliki alat endoskopi nasal.
sinus
maksila.
nasal
ini
pemeriksaan
dapat
menjadi
bakteri
aerob
sebagian besar rumah sakit di kota besar termasuk
rumah
sakit
pendidikan
kedokteran, seperti RS Dr. Saiful Anwar Malang telah memiliki alat endoskopi nasal.
Namun,
pemeriksaan/tindakan
dengan tuntunan endoskopi nasal tidak dapat
dilakukan
di
semua
rumah
sakit/klinik, terutama di rumah sakit daerah
kabupaten/kota
yang
memiliki
fasilitas
ini.
rongga
hidung
biasanya
belum
Pemeriksaan hanya
mengandalkan teknik rinoskopi anterior menggunakan spekulum hidung dengan penerangan lampu kepala.
mengetahui apakah teknik usap meatus medius dengan rinoskopi anterior, serta tuntunan
endoskopi
Jenis penelitian ini adalah studi cross sectional. Sampel adalah penderita yang didiagnosis RSMK di poliklinik umum RS Dr. Saiful Anwar Malang, dan memenuhi kriteria penelitian (inklusi dan eksklusi). Kriteria inklusi adalah pria atau wanita usia 18–60 tahun, tidak mendapat pengobatan antibiotik selama tujuh hari terakhir, foto polos Waters menunjukkan perselubungan atau air fluid level di salah satu atau kedua sinus maksila, belum pernah dilakukan pungsi,
Tujuan penelitian ini adalah untuk
dengan
METODE
nasal
aspirasi/irigasi sinus maksila, tidak ada kontraindikasi dilakukan aspirasi
sinus
maksila sampai saat ini. Kriteria eksklusi adalah bila menderita penyakit infeksi 3
lain di telinga, hidung dan tenggorok,
Tindakan
penderita RSMK dengan komplikasi,
didahului tindakan pungsi meatus inferior
penderita
seperti
dengan anestesi lokal semprotan lidokain.
DM.
Cara aspirasi sinus maksila: dilakukan
Pengambilan sampel dilakukan dengan
aspirasi menggunakan feeding tube no.5,
teknik simple random sampling, mulai
yang tersambung dengan semprit steril
bulan
sekali pakai 5 ml. Diusahakan ujung
keganasan
imunokompromais dan
penderita
Juli–September
2009
sampai
aspirasi
sinus
maksila
menyentuh/mengenai
jumlah sampel minimal terpenuhi (19
feeding
sampel).
mukosa sinus beberapa kali. Semua
tube
dilakukan
bahan pemeriksaan segera dimasukkan
anestesi lokal-dekongesti kavum nasi
ke dalam media pembenihan yang berada
sekitar 5–10 menit, kemudian desinfeksi
di dekat lampu spiritus, dan dibawa ke
hidung luar dan sekitarnya, sekitar bibir
Lab. Mikrobiologi RS Dr. Saiful Anwar
atas dan bawah dengan larutan iodin
untuk selanjutnya diperiksa.
Pelaksanaan
povidon
tindakan:
dan
alkohol.
Desinfeksi
Data
diolah
dan
diuji
dengan
menggunakan lidi kapas steril dan kasa
perhitungan koefisien Kappa berdasarkan
steril dengan larutan iodin povidon
kategori
daerah
dari Altman (1991).
sekitar
lubang
hidung
luar,
tingkat
kemiripan/kesesuaian
vestibulum, septum nasi, dasar rongga hidung, meatus inferior, konka inferior, kecuali daerah meatus medius, fasies superior konka inferior dan fasies inferior konka media. Tindakan usap meatus medius dengan rinoskopi anterior, yaitu: dilakukan usapan di meatus medius atau fasies superior konka inferior, fasies inferior konka media yang paling dekat dengan KOM (kompleks ostiomeatal) tanpa menyentuh daerah sekitarnya, lalu dikeluarkan dengan hati-hati. Kemudian dilakukan
usap
meatus
medius
menggunakan tuntunan endoskopi nasal, dengan cara dan lokasi yang sama.
HASIL Pada bulan Juli–September 2009, didapat 25 sampel yang memenuhi kriteria
inklusi
Karakteristik
dan
sampel
eksklusi. penelitian
berdasarkan umur berkisar antara 19–58 tahun. Kejadian RSMK paling banyak dijumpai pada usia hingga 30 tahun dengan jumlah sebanyak 12 kasus (48%). Kejadian RSMK bisa terjadi pada lakilaki atau perempuan dengan proporsi yang tidak jauh berbeda, yaitu kelompok laki-laki sebanyak 12 kasus (48%) dan perempuan 13 kasus (52%). 4
Tabel 1. Jenis bakteri yang tumbuh Bakteri/ Tidak ada koloni
RA
Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus aureus Bacillus spp. Klebsiella oxytoca Enterobacter gergoviae Escherichia coli Streptococcus viridans Acinetobacter lwofii Salmonella arizonae Pseudomonas aeruginosa Tidak ada pertumbuhan koloni bakteri Total
Frek 10 4 2 0 1 1 2 0 0 1 4 25
% 40 16 8 0 4 4 8 0 0 4 16 100
Teknik NE Frek % 14 56 1 4 1 4 1 4 1 4 0 0 0 0 1 4 3 12 0 0 3 12 25 100
AS Frek 5 1 0 0 1 1 2 0 1 0 14 25
% 20 4 0 0 4 4 8 0 4 0 56 100
Keterangan: RA: rinoskopi anterior; EN: endoskopi nasal; AS: aspirasi sinus maksila; Frek: frekuensi
Tabel 2. Perbandingan hasil kultur dengan teknik rinoskopi anterior, endoskopi nasal dan aspirasi sinus maksila No. 1.
Rinoskopi anterior Staphylococcus coagulasenegative
2.
Bacillus spp.
3. 4. 5.
Staphylococcus aureus Bacillus spp. Enterobacter gergoviae
6.
Steril
7. 8. 9. 10.
Staphylococcus coagulasenegative Streptococcus viridans Escherichia coli Staphylococcus coagulasenegative
11.
Steril
12. 13.
Steril Staphylococcus aureus Staphylococcus coagulasenegative
14. 15.
Staphylococcus aureus
16.
Staphylococcus coagulasenegative
Endoskopi nasal Salmonella arizonae Staphylococcus coagulase-negative Klebsiella oxytoca negatif Salmonella arizonae Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus coagulase-negative Salmonella. arizonae Acinetobacter lwofii Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus coagulase-negative steril Staphylococcus aureus Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus coagulase-negative
Aspirasi sinus maksila Steril Steril Steril Steril Escherichia coli Staphylococcus coagulasenegative Steril Streptococcus viridans Staphylococcus aureus Steril Steril Steril Enterobacter gergoviae Steril Staphylococcus coagulasenegative Steril
5
17.
Staphylococcus aureus
18.
Streptococcus viridans
19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Enterobacter gergoviae Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus coagulase-negative Staphylococcus coagulase-negative Steril
Staphylococcus coagulasenegative Staphylococcus coagulasenegative Staphylococcus coagulasenegative Staphylococcus coagulasenegative Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus coagulasenegative Steril
Steril Streptococcus viridans Steril Steril Staphylococcus coagulasenegative Staphylococcus coagulasenegative Steril
Bacillus spp.
Salmonella arizonae
Staphylococcus coagulase-negative
Staphylococcus coagulasenegative
Keterangan: Steril = tidak ada pertumbuhan koloni bakteri
Terdapat 6 sampel (24%) dari 25
sampel menghasilkan pemeriksaan yang
sampel menghasilkan pemeriksaan yang
sama, sedangkan 19 sampel (76%)
sama baik dari teknik rinoskopi anterior
lainnya memberikan hasil pemeriksaan
maupun
yang
aspirasi
sinus
maksila,
berbeda.
Hasil
ini
koefisien
dihitung
sedangkan 19 sampel (76%) lainnya
menggunakan
Kappa
memberikan hasil pemeriksaan yang
memberikan nilai 0,164 dengan nilai p
berbeda (tabel 2).
sebesar 0,007, artinya bahwa secara statistik terdapat perbedaan hasil yang
DISKUSI Hasil kultur dari meatus medius bisa mendapatkan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri yang dapat diartikan, apakah itu benar steril atau ada bakteri anaerob. Penelitian oleh Araujo et al,4 juga mendapatkan hal serupa yaitu, hasil steril 8% dan bakteri anaerob 12%. Pada perbandingan hasil kultur yang diambil dengan teknik RA dan AS, didapatkan 6 sampel (24%) dari 25
bermakna
dan
berdasarkan
kategori
tingkat kemiripan/kesesuaian dari Altman (1991), koefisien Kappa sebesar 0,164 berstatus
slight
agreement
yakni
kesesuaian yang tipis. Pada perbandingan hasil kultur yang diambil dengan teknik EN dan AS menurut perhitungan koefisien Kappa didapat nilai 0,252 dengan nilai p sebesar 0,000 statistik
menerangkan terdapat
bahwa perbedaan
secara yang 6
bermakna,
dan
berdasarkan
kategori
mukus, silia dan melekat pada reseptor
tingkat kesesuaian dari Altman (1991)
sel
tertentu.
Perlekatan
yang
erat
koefisien Kappa sebesar 0,252 berstatus
memungkinkan bakteri tidak terbawa
fair agreement yakni cukup sesuai.
aliran mukus dan gerakan silia, tetapi
Adanya perbedaan hasil pemeriksaan
masuk ke dalam sel mukosa, bahkan
bakteri di antara ketiga teknik ini
sampai ke submukosa.5,7
faktor,
Hasil kultur sekret dari AS penelitian
(maupun
ini yang tidak ada pertumbuhan koloni
anaerob), keadaan penyakit yang kronik
bakteri pada pasien dengan karies gigi
dan faktor penyerta rinogenik maupun
(antara P1-M2) adalah sebanyak empat
dentogenik.
isolat dari total 14 isolat. Dua di antara
disebabkan
oleh
beberapa
diantaranya
bakteri
aerob
Hasil kultur sekret yang diambil
empat
sampel
telah
diperiksa
dan
dengan teknik AS ini mendapatkan hasil
didiagnosis sebagai gangren radiks. Letak
tidak ada pertumbuhan koloni bakteri
gigi karies juga menentukan dalam
(steril) sebanyak 14 sampel (56%).
hubungan
Menurut beberapa penelitian bahwa hasil
maksila.
kultur steril
oleh
tentang penyebab sinusitis dentogenik
penderita telah minum antibiotik, bakteri
menemukan bahwa gigi M1 atas adalah
penyebab
yang paling sering terlibat, diikuti M3,
dapat
bukan
disebabkan
bakteri
aerob
dan
penderita dengan sebab alergi tanpa ada
terjadinya Sebuah
rinosinusitis
studi
meta-analisis
M2 dan P.8
infeksi bakteri.5,6 Tidak ditemukannya
Bila dihubungkan dengan jenis cairan
pertumbuhan koloni bakteri pada aspirat
hasil irigasi sinus, 3 dari 4 cairan adalah
sinus penelitian ini sangat mungkin
pus disertai foetor (bau busuk). Ini
disebabkan karena yang berperan pada
menandakan
infeksi itu adalah bakteri anaerob, di
dengan kemungkinan terbesar adalah
mana tidak dilakukan pemeriksaan kultur
bakteri
untuk bakteri tersebut.
Actinomyces
Aspirasi sinus sendiri tidak mudah untuk
mendapatkan
bakteri,
karena
adanya
anaerob.
Prevotella,
infeksi
Bakteri
spp,
bakteri,
anaerob
Porphyromonas,
Peptostreptococcus
dan
Fusobacterium spp, merupakan flora rongga
mulut.9,10
mungkin bakteri tidak berada pada cairan
normal
Bahkan
pus/mukoid di sinus dalam jumlah yang
Actinomyces spp terdeteksi dalam kadar
cukup. Bakteri dapat bergerak secara
yang sangat tinggi pada karies dentin
aktif (berputar) atau pasif melalui lapisan
(sampai lesi dentin dalam).10 7
penelitian
dengan tiga teknik pengambilan sampel
rinosinusitis kronik, hasil kultur dari
penelitian ini. Hal ini sesuai dengan yang
sinus maksila juga menemukan bakteri
ditemukan oleh Soedarmi, Islam,13 dari
anaerob, sehingga disimpulkan bahwa
AS
infeksi bakteri anaerob predominan pada
Staphylococcus
rinosinusitis maksila kronik (dentogenik
sinus diperkirakan adalah kontaminan.12
maupun rinogenik).11
Bakteri ini merupakan bakteri komensal
Pada
kebanyakan
Bakteri-bakteri di meatus medius dan
yaitu
20%.
Keberadaan
coagulase-negative di
di hampir seluruh permukaan kulit yang dapat
komensal atau patogen. Pada mukosa
Sumber lain mengatakan bahwa bakteri
meatus
juga
ini juga komensal di saluran napas
ditemukan sejumlah bakteri yang sama
termasuk hidung.14 Pada kondisi tertentu,
ditemukan pada penderita rinosinusitis
bakteri komensal ini akan menyebabkan
maksila kronik. Penelitian oleh Araujo et
penyakit.
medius
orang
sehat
menyebar
melalui
kontak.7
sinus maksila dapat merupakan bakteri
al,4 pada 50 orang sehat, menemukan
Menurut penelitian Staphylococcus
bakteri aerob sebesar 76%, terdiri dari
aureus adalah bakteri yang paling banyak
Staphylococcus coagulase-negative 40%,
berkoloni di mukosa hidung saat bayi
Staphylococcus aureus 18% dan Gram
baru lahir dan akan berkurang seiring
negatif
pertambahan
18%.
Beberapa
penelitian
usia.12
Staphylococcus
menemukan bakteri dalam sinus orang
aureus juga ditemukan komensal di
sehat.5,12
dapat
rongga mulut dalam jumlah yang cukup
berproliferasi pada kondisi tertentu yang
banyak.15 Ditemukannya bakteri dalam
akan
mekanisme
sinus maksila dapat berasal dari rongga
pertahanan mukosilia. Kondisi-kondisi
hidung yang masuk sebelum ostium sinus
tertentu itu, misalnya terdapat bakteri
tertutup
Bakteri-bakteri
menggagalkan
ini
jenis baru di dalam sinus, sedang menderita infeksi virus, keadaan umum lemah,
merupakan
komensal di rongga sinus. Streptococcus
bakteri
5
viridans
ditemukan
imunokompromi,
pada satu sampel yang memiliki karies
pemakaian antibiotik atau kortikosteroid
M3 atas kiri, sedangkan satu sampel lain
yang berlebihan, malnutrisi sampai gizi
tidak. S. viridans dikatakan sebagai flora
buruk.
penderita
atau
5
normal rongga mulut dapat ditemukan
Bakteri Staphylococcus coagulasenegative
paling
banyak
ditemukan
sebagai bakteri patogen dan komensal di mukosa sinus maksila orang sehat.16 S. 8
mutans, anggota kelompok S. viridans
Kesimpulannya, perbandingan usap
adalah bakteri yang sering berkoloni di
meatus medius dengan teknik rinoskopi
plak gigi dan berhubungkan kuat dengan
anterior dan aspirasi sinus maksila untuk
kejadian karies gigi.15
mengetahui
Menurut Massudi RH,5 bakteri Gram
infeksi
bakteri
aerob
penderita rinosinusitis maksila kronik
negatif seperti K. oxytoca, P. aeruginosa,
tidak
menunjukkan
E. coli yang banyak terdapat di saluran
sedangkan perbandingan usap meatus
cerna dapat masuk ke dalam sinus.
medius dengan tuntunan endoskopi nasal
Diduga terjadi karena overgrowth bakteri
dan
tersebut di saluran cerna yang naik ke
memiliki kesesuaian. Bakteri aerob yang
faring dan hidung (regurgitasi), lalu
paling banyak ditemukan di meatus
menyebabkan peradangan di mukosa
medius yang diambil dengan rinoskopi
faring dan hidung yang akan berlanjut ke
anterior dan
mukosa sinus. Jalan lain yang menjadi
dengan bakteri aerob yang paling banyak
cara masuk bakteri adalah fecal-oral
ditemukan
route.
Staphylococcus
aspirasi
sinus
kesesuaian,
maksila
endoskopi
di
sinus
cukup
nasal
maksila,
sama
yaitu
coagulase-negative.
Salmonella aizonae termasuk spesies
Saran kami, teknik usap meatus medius
Salmonella enterica, merupakan bakteri
dengan rinoskopi anterior belum dapat
yang sering ditemukan pada saluran
menjadi alternatif pemeriksaan bakteri
cerna reptil, terutama ular. Laporan
aerob
terakhir juga menyebutkan ditemukan
kronik, sedangkan teknik usap meatus
pada
medius
unggas,
anjing,
kucing
dan
penyakit
rinosinusitis
dengan
dengan
endoskopi
media penularan setelah tercemar dengan
dipertimbangkan
kotoran binatang tersebut. Pada manusia
pemeriksaan. Perlu dilakukan penelitian
bakteri patogen ini berkoloni di saluran
lanjutan dengan mengambil sampel yang
cerna dan dapat menimbulkan penyakit,
memiliki faktor pencetus rinogenik murni
yaitu pada mereka yang imunokompromi,
dan
menderita penyakit lain atau pada bayi.17
dengan faktor dentogenik atau campuran
Adanya
keduanya,
serta
merupakan kontaminasi dari fecal-oral
pemeriksaan
untuk
route.
anaerob.
ini
kemungkinan
tidak
masih
tuntunan
kambing. Tanah dan air dapat menjadi
bakteri
nasal
maksila
sebagai
mengikutsertakan
Perlu
dapat alternatif
sampel
menambahkan kultur
dilakukan
bakteri penelitian
9
dengan teknik pemeriksaan yang sama
Semarang:
Badan
Penerbit
pada penyakit rinosinusitis maksila akut.
Semarang; 1999. h. 525-33.
Undip
7. Mims C, Dockrell HM, Goering RV,
Roitt I, Wakelin W, Zuckerman M.
DAFTAR PUSTAKA
Pathogen parade. In: Mims C, Dockrell 1. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyposis. Rhinology 2007; Suppl 20:614.
Goering
RV,
eds.
Medical
microbiology. 3th ed. London: Elsevier Mosby; 2004. p. 585-602. 8. Irimia OA, Dorado CB, Marino JAS,
2. Kentjono WA. Rinosinusitis: etiologi dan patofisiologi.
Dalam:
Mulyarjo,
ed.
Perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis-PKB IV. Surabaya: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT FK Unair/RS Dr. Soetomo; 2004. h. 1-15.
Rodriguez NM, Gonzales JMM. Metaanalysis of the etiology of odontogenic maxillary sinusitis. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2010; 15:70-3. 9. Paju S, Bernstein JM, Haase EM, Scannapieco FA. Molecular analysis of bacterial
3. Vogan JC, Bolger WE, Keyes AS. Endoscopically guided sinonasal culture: a direct comparison with maxillary sinus aspirate cultures. Otolaryngol Head Neck Surg 2000; 122:370-3.
A, Mariante AR. Microbiology of middle meatus in chronic rhinosinusitis. Rev Bras Otolaryngol 2007; 73:549-55. 5. Massudi RH. Pola kuman aerob dan kepekaannya
invitro
pada
sinusitis
maksila kronik di RS Dr. Kariadi Semarang. Dalam: Kumpulan naskah ilmiah PIT PERHATI. Batu, Malang, 2729 Oktober 1996. h. 763-81.
sinusitis maksilaris dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik. Dalam: Soepardjo H, ed. Kumpulan naskah XII
associated
with
Med Microbiol 2003; 52:591-7. 10. Aas JA, Griffen AL, Dardis SR, Lee AM, Olsen I, Dewhirst FE, et al. Bacteria dental
caries
in
primary
and
permanent teeth in children and young adults. J Clin Microbiol 2008; 46:140717. 11. Brook I. Bacteriology of chronic sinusitis and
acute
exacerbation
of
chronic
sinusitis. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2006; 132:1099-101. 12. Kunt, Tanfer. Bacteriology in patients with chronic sinusitis who have been medically and surgically treated. Ear
6. Utami IS, Mulyarjo. Spektrum kuman
KONAS
flora
chronically inflamed maxillary sinuses. J
of
4. Araujo E, Dall C, Cantarelli V, Pereira
ilmiah
HM,
PERHATI.
Nose Throat J 2004; 83:836-8. 13. Soedarmi M, Islam S. Pola kuman sinusitis maksilaris odontogenik dan efektivitas pemakaian antibiotik. Dalam: Soepardjo H, ed. Kumpulan naskah
10
ilmiah
KONAS
Semarang:
Badan
XII
PERHATI.
Penerbit
Undip
Semarang; 1999. h. 469-84.
sinusitis. Ear Nose Throat J [serial on the internet]. 2003 Oct [cited 2009 Sept 26]. Available
14. Brooks GF, Caroll KC, Butel JS, Morse
from:
http://www.thefreelibrary.com/Bacteriol
SA, editors. Jawetz, Melnick, Adelberg's
ogic+findings+in+patients+with+chronic
Medical Microbiology. 24th ed. New
+sinusitis.-a0110358642.
York: McGraw-Hill; 2007. p. 604-18.
17. Mahajan RK, Khan SA, Chandel DS,
the
Kumar N, Hans C, Chaudhry R. Fatal
orofacial region. In: Topazian RG, ed.
case of Salmonella enterica subs.arizonae
Oral and maxillofacial infections. 4th ed.
gastroenteritis
Philadelphia: WB Saunders; 2002. p. 30-
microcephaly. J Clin Microbiol 2003;
42.
41:5830-2.
15. Schuster
GS.
Microbiology
of
in
an
infant
with
16. De Pepe, Marta GD. Bacteriologic findings
in
patients
with
chronic
11