perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : ADVENT CHRISTIANSEN SATYAWAN NIM. E0008271
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
Oleh :
ADVENT CHRISTIANSEN SATYAWAN E0008271
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2012 Pembimbing
Edy Herdyanto, S.H.,M.H. NIP. 19570629 1985031002 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska Oleh: ADVENT CHRISTIANSEN SATYAWAN NIM. E0008271 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari
: Selasa
Tanggal
: 24 Juli 2012
DEWAN PENGUJI
1. Kristiyadi, (……………………….) NIP. 1958 1225 198601 1 001 Ketua
S.H.,
2. Bambang Santoso, S.H., M.Hum. (.……….……………….) NIP. 1962 0209 198903 1 001 Sekretaris 3. Edy Herdyanto, S.H., M.H. (………..……………….) NIP. 1957 0629 198503 1 002 Anggota commit to user
iii
M.Hum.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Advent Christiansen Satyawan NIM
: E0008271
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : “KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU
PERKARA
NEBIS
IN
IDEM
DALAM
PUTUSAN
PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2012 yang membuat pernyataan,
Advent Christiansen S NIM. E0008271
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. (Yeremia 29:11)
Orang yang bersikap keras terhadap dirinya maka hidup akan bersikap lunak kepadanya. Orang yang bersikap lembek terhadap dirinya, maka hidup akan bersikap keras kepadanya! Janganlah bermalas-malasan kalau ingin hidup anda bahagia!.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Sebuah karya yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
Bapak dan Ibu tercinta, Drs. Pranowo NS, M.H.., dan Dra. Tugas Utami Handayani, M.Pd, yang senantiasa memberikan semangat dan kasih sayangnya, Mas Didit, Dek Yosafat dan Dek Farell yang penulis sayangi, serta kawan-kawan sekalian yang turut membantu penulisan hukum (skripsi) ini.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Advent Christiansen Satyawan. E0008271. 2012. PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan Hakim yang menyatakan suatu perkara nebis in idem, serta apakah kriteria nebis in idem yang digunakan hakim pada putusan praperadilan tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif ini, membantu penulis untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai dasar pertimbangan yang digunakan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memeriksa dan memutus perkara praperadilan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska. Sumber data primer diperoleh dari lokasi penelitian yaitu Pengadilan Negeri Surakarta di Surakarta, dengan menganalisis putusan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska untuk mengkaji nebis in idem dalam perkara praperadilan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diuraikan, Permohonan praperadilan dinyatakan nebis in idem karena pada dasarnya Hakim praperadilan menilai bahwa apa yang dimohonkan sebelumnya telah diperiksa dan telah diputus dengan Putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011 dimana di dalam register perkara tersebut tidak ada catatan banding sehingga putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu Hakim juga menilai bahwa pada dasarnya perkara Permohonan Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan sebelumnya, yaitu perkara praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada tanggal 09 Mei 2011ra/2011/PN Ska, Suatu permohonan Praperadilan dapat dinyatakan Ne bis in idem dalam hal telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya yang memutus perkara yang sama, dengan pihak yang sama, pada waktu dan tempat kejadian yang sama ( tempus dan locus delicti-nya sama ). Kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam putusan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska adalah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kata Kunci: Nebis In Idem, Pertimbangan commit toHakim, user Putusan Praperadilan
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Advent Christiansen Satyawan. E0008271. 2012. The Judge’s rationale stating that a case is Nebis in idem in Pretrial Verdict Number: 05/Pid.Pra/2011/PN Ska. Faculty of Law of Sebelas Maret University Surakarta. This research aims to find out what the Judge’s rationale is stating that a case is nebis in idem, as well as whether or not the nebis in idem criteria the judge uses in pretrial verdict has been consistent with the enacted law provision. This study was a normative law research that was descriptive in nature. This normative law research that was descriptive in nature helped the writer give a clear description of the rationale the Surakarta First Instance Court’s Judge used in hearing and sentencing the pretrial case Number: 05/Pid.Pra/2011/PN Ska. The source of primary data was obtained from research site, namely the Surakarta First Instance Court, by analyzing the verdict number 05/Pid.Pra/2011/PN Ska to study nebis in idem in pretrial case. Based on the result of research and discussion elaborated, the pretrial request was stated nebis in idem because the pretrial Judge considered that what requested previously had been heard and adjudicated with the Verdict Number: 04/Pid.Pra/2011/PN Ska on May 09, 2011 in which there was no appeal note within the case register so that the verdict had had fixed legal power. In addition, the judge also considered that basically the Pretrial Request case Number: 05/Pid.Pra/2011/PN Ska was basically identical, both its subject and object, with the previous Pretrial case, namely pretrial case Number 04/Pid.Pra/2011/PN Ska that had been adjudicated on May 2011ra/2011/PN Ska; A pretrial request could be stated as Nebis in idem when there had been a previous verdict with fixed legal power that had adjudicated the same case, with the same party, at the same incidence time and place (the same tempus and locus delicti). The nebis in idem criteria used by the Surakarta First Instance Court in verdict number 05/Pid.Pra/2011/PN Ska had been consistent with the prevailing law provision. Keywords: Nebis in idem, Judge’s Rationale, Pretrial Verdict.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab oleh karena kasih dan karuniaNya, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska” ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1.
Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
2.
Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara dan selaku Pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan bantuan, izin, bimbingan, dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini hingga selesai.
3.
Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik penulis atas segala bimbingan dan pengarahan selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
4.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu hukum kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5.
Bapak, Ibu, kakak, dan adikku tercinta yang senantiasa memberikan semangat dan kasih sayang kepada penulis.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
Keluarga besar UKM PMK FH. Terima kasih banyak karena sudah banyak memberi masukan dan bantuan selama ini. Terima kasih juga untuk cinta, kasih, serta segalanya yang telah diberikan.
7.
Sahabat-sahabat penulis di kampus, Niko Estradiyanto, Alfinus Martyanto, Dhora Gumilang Indiarsono, Gangga, Triyono, Umar Hanie P, Eli Puspitasari, Dhina Christy Hapsari dan Septika Mega Dewanti. Bersama kalian, penulis melewati masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan suka dan duka. Penulis berharap, hubungan kita tidak berakhir sampai disini, namun terus terjaga dengan baik.
8.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya bagi penulis dalam menyusun penulisan hukum ini baik secara moril maupun materiil.
Dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun sehingga dapat memperbaiki semua kekurangan yang ada dalam penulisan hukum ini. Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................
iv
HALAMAN MOTTO..................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................. .
vi
ABSTRACT .................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ................................................................................
x
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................
4
C. Tujuan Penelitian .................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
5
E. Metode Penelitian ................................................................
6
F. Sistematika Penulisan Hukum .............................................
9
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
11
A. Kerangka Teori ...................................................................
11
BAB II
1. Tinjauan Umum Tentang Hakim dan Kekuasaan Kehakiman ..................................................
11
1. Pengertian Hakim ...............................
11
to user 2.commit Pengertian Kekuasaan Kehakiman .....
11
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Tugas, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Hakim .................................................
12
2. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim .....................
13
1. Arti Putusan ........................................
13
2. Syarat-syarat Sahnya Putusan ............
14
3. Pertimbangan Hakim dalam Putusan .
17
4. Isi Putusan Pengadilan .......................
17
3. Tinjauan Umum Tentang Nebis In Idem .......................
18
1. Pengertian Nebis In Idem ...................
18
4. Tinjauan Umum Tentang Praperadilan .........................
20
1. Pengertian Praperadilan .....................
20
2. Kewenangan Praperadilan ..................
22
3. Tata cara pengajuan Permohonan Praperadilan
BAB III
.............................................................
26
4. Acara pemeriksaan Praperadilan ........
28
B. Kerangka Pemikiran ...........................................................
31
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................
33
1. Hasil Penelitian ...................................................................
33
A. Kasus Posisi ..................................................................
33
B. Alasan Praperadilan .....................................................
34
C. Tanggapan Penuntut Umum ..........................................
39
commitPraperadilan to user D. Pertimbangan Hakim ...............................
44
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Amar Putusan Hakim ....................................................
49
2. Pembahasan .........................................................................
50
A. Dasar Pertimbangan Hakim pada putusan Praperadilan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan nebis in idem .................................................................
50
B. Kesesuaian kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim dalam putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska
BAB IV
dengan ketentuan hukum yang berlaku ........................
56
PENUTUP ................................................................................
60
A. Simpulan ............................................................................
60
B. Saran
61
............................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat ( 3 ), menegaskan negara Indonesia adalah negara hukum. Dari keterangan tersebut dapat diartikan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang demokratis dan menjunjung tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ( Prabandi Tri Hapsari, 2007:1 ). Hukum itu sendiri mempunyai arti sebagai suatu norma atau kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum dimaksudkan untuk menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai negara hukum, negara melalui alat negara penegak hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangan harus berdasarkan atas hukum atau dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam penegakan hukum di indonesia dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang terdiri dari Kepolisian yang bertindak sebagai penyelidik dan penyidik, Kejaksaan sebagai penuntut umum dan Pengadilan yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Dalam menjalankan tugas penegakan hukum tersebut, tentunya penyidik dan penuntut umum tidak akan lepas dari urusan penyalahgunaan wewenang yang diberikan kepadanya. Oleh sebab itulah, Dalam rangka menegakkan keadilan dan memberikan kepastian hukum, pembuat undang-undang menciptakan suatu mekanisme atau sistem dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tentang praperadilan yang merupakan suatu lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan maupun tindakan lain yang dilakukan penyidik atau penuntut umum. Diadakannya suatu lembaga praperadilan seperti yang diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah commit to user untuk kepentingan pengawasan
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
terhadap perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa atas upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum. Kodifikasi hukum acara pidana merupakan karya agung Bangsa Indonesia dalam pembangunan di bidang hukum nasional. Sejak berlakunya UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981, maka peraturan hukum acara pidana di lingkungan peradilan umum di seluruh wilayah Republik Indonesia telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. Berbeda dengan peraturan kolonial, Undang-Undang ini, atau lebih dikenal dengan sebutan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabatnya, karena itu hukum acara pidana dikuatkan pengaturannya agar memberikan suatu kenyataan akan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Sebagaimana termuat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menjamin tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan pidana mendapatkan haknya dan tetap dianggap tidak bersalah sebelum dinyatakan kesalahannya oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Praperadilan merupakan suatu lembaga baru yang sebelumnya tidak dikenal dalam hukum acara pidana yang lama, yakni HIR sebagaimana termuat dalam staatsblad Nomor 44 Tahun 1941. Lembaga tersebut diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dengan adanya praperadilan sebagai lembaga yang melindungi hak-hak tersangka dan terdakwa atas tindakan yang dilakukan secara tidak sah, yaitu tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang, maka tersangka dan terdakwa atau keluarganya ataupun pihak ketiga yang berkepentingan dapat meminta pemeriksaan dan putusan oleh Hakim tentang tidak sahnya tindakantindakan atas dirinya tersebut. Lembaga peradilan disebut baik, apabila prosesnya berlangsung secara jujur, bersih, dan tidak memihak. Selain itu juga harus memenuhi prinsip-prinsip yang sifatnya terbuka, korektif, rekorektif, serta menjunjung tinggi penghayatan, pengamalan, dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban commit keadilan to user yang dalam hal ini tidak boleh setiap warga negara untuk menegakkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
ditinggalkan oleh setiap warga negara dan setiap lembaga peradilan baik di daerah maupun di pusat yang perlu terwujud salah satunya dalam dan dengan hukum acara pidana. Pengadilan Negeri Surakarta selama kurun waktu kurang lebih 20 ( duapuluh ) tahun, yaitu sejak diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana hingga sekarang telah dimanfaatkan masyarakat luas untuk mencari keadilan atas tindakan melawan hukum dari aparat melalui lembaga praperadilan. Namun demikian dari sekian perkara praperadilan hanya sedikit yang diputus dan dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Surakarta. Berbagai
faktor
mempengaruhi terhadap putusan yang diberikan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta terhadap permintaan praperadilan tersebut. Terlepas dari penyalahgunaan wewenang penyidik atau penuntut umum, lembaga peradilan melalui pertimbangan Hakim dalam putusannya ternyata tidak selalu mutlak mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon walaupun terdapat penyalahgunaan wewenang dari penyidik atau penuntut umum. Melalui putusannya dalam perkara praperadilan yang diajukan di Pengadilan Negeri Surakarta, Majelis Hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi ( MAKI ) terkait kasus korupsi APBD Solo tahun 2003 dengan termohon Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polresta Surakarta. Dalam persidangan perkara praperadilan tersebut Majelis Hakim memutuskan menolak permohonan praperadilan terkait kasus yang melibatkan 19 terdakwa mantan anggota DPRD Solo periode 1999-2004 karena permohonan tersebut nebis in idem atau dengan kata lain sama dengan permohonan sebelumnya. Permohonan praperadilan tersebut ditolak karena terdapat kesamaan subyek dan obyeknya dengan perkara praperadilan sebelumnya, dimana dalam sidang sebelumnya dengan termohon juga dari Kejaksaan Negeri ( Kejari ) dan Kapolresta Solo. Majelis Hakim menolak permohonan praperadilan MAKI yang sebelumnya dengan pertimbangan pemohon tidak bisa menunjukkan bukti secara yuridis dan formal yang menerangkan penghentian penyidikan dalam kasus commit to user ). APBD 2003 ( pemohon tidak memiliki kapasitas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Berdasarkan uraian di atas, Penulis merasa tertarik untuk menjadikan masalah nebis in idem dalam putusan praperadilan sebagai bahan penulisan hukum. Melalui studi kasus terhadap praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta. Adapun
judul
penulisan
hukum
ini
adalah:
”KAJIAN
ATAS
PERTIMBANGAN HAKIM YANG MENYATAKAN SUATU PERKARA NEBIS IN IDEM DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR 05/Pid.Pra/2011/PN Ska”.
B. Rumusan Masalah Agar hasil penelitian penulisan hukum ini mendapat hasil penelitian yang baik, jelas, terarah, serta tepat mencapai sasaran yang diharapkan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah dasar Pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan nebis in idem? 2. Apakah kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim dalam putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska telah sesuai dengan ketentuan Hukum yang berlaku?
C. Tujuan Penelitian ”Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan isu hukum yang timbul” ( Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 41 ). Berdasarkan hal tersebut, maka penelitan ini mempunyai tujuan obyektif dan subyektif, sehingga mampu mencari pemecahan isu hukum terkait. Adapun tujuan yang hendak dicapai peneliti adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan dinyatakan nebis in idem. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
b. Untuk mengetahui apakah kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim dalam putusan praperadilan telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 2. Tujuan Subyektif a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis dalam mengkaji masalah di bidang hukum acara pidana, khususnya mengenai nebis in idem dalam putusan praperadilan.
D. Manfaat Penelitian Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya, serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang nebis in idem dalam putusan praperadilan. 2. Manfaat Praktis a. Untuk lebih mengembangkan penalaran dan untuk mengetahui kemampuan penyusun dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Memberi jawaban atas setiap permasalahan yang diteliti. c. Memberikan pendalaman, pengetahuan, dan pengalaman yang baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji, sehingga dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
berguna bagi penulis maupun pembaca atau pada peneliti lain di kemudian hari.
E. Metode Penelitian Metode penelitian akan sangat mempengaruhi perolehan data-data dalam penelitian yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diolah dan dikembangkan secara optimal sesuai dengan metode ilmiah demi tercapainya tujuan penelitian yang dirumuskan. Menurut Piter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi ( Piter Mahmud Marzuki, 2005:35 ). Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doctrinal research. Terry Hutchinson mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut ( Jhonny Ibrahim, 2006:44 ): “Penelitian dengan privides suatu eksposisi sistematis aturan yang mengatur sebuah analisis kategori tertentu hubungan hukum antara aturan, menjelaskan bidang kesulitan dan mungkin, memprediksi pembangunan masa depan”. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahanbahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu mengenai alasan yang mendasari dasar pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan bisa dinyatakan nebis in idem dan apakah kriteria nebis in idem yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
digunakan Hakim dalam putusan praperadilan telah sesuai dengan ketentuan Hukum yang berlaku. 2. Sifat Penelitian Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilainilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan normanorma hukum. Sedangkan sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aktivitas hukum ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:22 ). Sifat preskriptif dalam penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari mengenai bagaimana kajian yang digunakan dalam pertimbangan Hakim yang menyatakan suatu perkara nebis in idem dalam putusan praperadilan, kemudian menelaah kajian tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan dengan hukum acara pidana. 3. Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Suatu penelitian hukum memiliki beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari beberapa aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang ( statute approach ), pendekatan kasus ( case approach ), pendekatan historis ( historical approach ), pendekatan komparatif ( comparative approach ), dan pendekatan konseptual ( conceptual approach ) ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:93 ). Berdasarkan dari penjelasan tersebut di atas, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kasus ( case approach ). 4. Sumber Penelitian Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumbersumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum commit to user sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan Hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum dan jurnal-jurnal hukum. ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:141 ). Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber hukum primer dan sekunder. Tentunya sumber bahan hukum yang dimaksud berkaitan dan menunjang diperolehnya jawaban atas permasalahan penelitian yang diketengahkan penulis. Adapun bahan hukum primer dan sekunder tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer, meliputi: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; c. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; e. Putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska. 2. Bahan hukum sekunder meliputi: a. Buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan; b. Artikel-artikel baik media cetak maupun internet yang berkaitan dengan permasalahan. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum. Di dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis adalah studi dokumen ( studi kepustakaan ). Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
arsip, dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 6. Teknik Analisa Bahan Hukum Analisa bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam mengklarifikasi, meguraikan data yang diperoleh kemudian melalui proses pengolahan yang nantinya bahan hukum ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Teknik analisa dalam penelitian hukum ini adalah teknik kualitatif. Mengkualitatifkan bahan hukum adalah fokus utama dalam penelitian ini, dimana penelitian hukum ini berusaha untuk mengerti atau memahami
gejala
yang
diteliti
untuk
kemudian
mengkaitkan
atau
menghubungkan bahan-bahan yang diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang tertera di dalam bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan dalam penelitian hukum kepustakaan sebagaimana telah disinggung di atas. Metode penalaran yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah metode deduktif/ deduksi. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:47 ).
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk lebih memudahkan penulisan hukum ini, maka penulis dalam penelitiannya membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab dan dalam tiaptiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan commit to userhukum.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab kedua ini membahas mengenai Kerangka Teoritis dan Kerangka Pemikiran. Kerangka teoritis yang mendasari penulisan ini adalah tinjauan umum mengenai hakim dan kekuasaan kehakiman, tinjauan mengenai putusan hakim, pemahaman tentang nebis in idem, dan pemahaman tentang praperadilan. Kerangka pemikiran berisi alur pemikiran yang hendak ditempuh oleh penulis yang dituangkan dalam bentuk skema/bagan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis memaparkan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu alasan yang mendasari pertimbangan Hakim dalam putusan praperadilan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan nebis in idem dan apakah kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim dalam putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. BAB IV : PENUTUP Bab ini sebagai bagian akhir dari penulisan penelitian mengenai kesimpulan dan saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari apa saja yang telah didapatkan selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Hakim dan Kekuasaan Kehakiman Aparat penegak hukum yang melaksanakan penegakan hukum adalah kepolisian sebagai penyidik, Jaksa Penuntut Umum sebagai penuntut umum, dan Hakim yang berwenang menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral, dan integritas Hakim terhadap nilai-nilai keadilan. 1. Pengertian Hakim Pengertian Hakim terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyebutkan bahwa Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Selain di dalam KUHAP, pengertian Hakim juga terdapat dalam Pasal 31 undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
2. Pengertian Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, seperti yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 24 dan 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu bahwa “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh dan campur tangan kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan hal tersebut, maka harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para Hakim”. Hal ini berarti bahwa kedudukan para Hakim harus dijamin oleh undang-undang. commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim yang memimpin jalannya persidangan harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasihat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada penuntut umum. Dengan demikian diharapkan kebenaran materiil akan terungkap, dan hakimlah yang bertanggung jawab atas segala yang diputuskannya. Masalah kebebasan Hakim perlu dihubungkan dengan masalah bagaimana Hakim dapat menemukan hukum berdasarkan keyakinannya dalam menangani suatu perkara. Kebebasan Hakim dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia menciptakan hukum. Tetapi untuk menemukan hukum, Hakim dapat bercermin pada yurisprudensi dan pendapat ahli hukum terkenal yang biasa disebut dengan doktrin. Hakim tidak memihak berarti juga bahwa Hakim itu tidak menjalankan perintah dari pemerintah. Bahkan jika harus demikian, menurut hukum Hakim dapat memutuskan untuk menghukum pemerintah, misalnya tentang keharusan ganti kerugian yang tercantum dalam KUHAP ( Andi Hamzah, 2005: 99-101 ).
3. Tugas, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Hakim Dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, tugas Hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga putusan yang diambilnya mencerminkan rasa keadilan bagi bangsa dan masyarakat Indonesia. Untuk menegakkan hukum dan keadilan, seorang Hakim mempunyai kewajiban-kewajiban atau tanggung jawab hukum. Kewajiban Hakim sebagai salah satu organ lembaga peradilan tertuang dalam Bab II Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Hakim dalam menjalankan tugasnya memiliki tanggung jawab profesi. Tanggung jawab tersebut dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu commit to user :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
a. Tanggung jawab moral Adalah tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan normanorma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang bersangkutan ( Hakim ), baik bersifat pribadi maupun bersifat kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah para Hakim bersangkutan. b. Tanggung jawab hukum Adalah tanggung jawab yang menjadi beban Hakim untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan tidak melanggar rambu-rambu hukum. c. Tanggung jawab teknis profesi Adalah merupakan tuntutan bagi Hakim untuk melaksanakan tugasnya secara profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku dalam bidang profesi yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun ketentuan khusus dalam lembaganya.
2. Tinjauan Umum Tentang Pertimbangan Putusan Hakim 1. Arti Putusan Pengertian putusan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI tahun 1985 adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan. Ada pula yang mengartikan putusan sebagai terjemahan dari kata vonis, yaitu hasil akhir dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan ( Evi Hartanti, 2006:52 ). Sedangkan pada butir 11 Pasal 1 KUHAP , putusan pengadilan didefinisikan sebagai: “Pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas dan lepas daripada segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
2. Syarat-syarat Sahnya Putusan Di dalam Pasal 195 KUHAP merumuskan syarat-syarat sahnya putusan sebagai berikut: “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan pada sidang yang terbuka untuk umum”. Dengan demikian untuk sahnya suatu putusan pengadilan harus memenuhi syarat-syarat: - Memuat hal-hal yang diwajibkan ( Pasal 197 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) ) - Diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum Mengenai isi putusan, telah ditentukan secara rinci dan limitatif dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang rumusannya sebagai berikut: Surat putusan memuat: a. Kepala putusan praperadilan yang ditulis berbunyi: “DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN
YANG
MAHA ESA”; b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa; c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan; f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa; g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis Hakim kecuali pada perkara yang diperiksa oleh Hakim tunggal; h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti; j. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan; k. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama Hakim yang memutus dan nama panitera. Bentuk putusan pengadilan berupa: 1. Putusan bebas murni ( Vrij spraak ) Putusan bebas murni dijatuhkan apabila dakwaan penuntut umum tidak terbukti sama sekali, karena tidak ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, ataupun perbuatan ada tetapi bukan merupakan tindak pidana. Dari segi yuridis putusan bebas adalah yang dinilai majelis hakim: a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif. Pembuktian di persidangan, tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa. b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian. Dalam Pasal 183 KUHAP, untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa sekurangkurangnya dengan dua alat bukti yang sah. Disamping kesalahan terdakwa terbukti, harus pula diikuti dengan keyakinan hakim akan kebenaran kesalahan terdakwa. 2. Putusan pelepasan dari segala Tuntutan Hukum Telah dirumuskan dalam Pasal 191 ayat ( 2 ), yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa dapat diputus lepas dari segala tuntutan hukum”. Kriteria pelepasan dari segala tuntutan hukum yaitu: a. Yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan b. Meskipun terbukti, Hakim berpendapat perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana. 3. Putusan pemidanaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Telah dirumuskan dalam Pasal 193 ayat ( 1 ) KUHAP yang bunyinya sebagai berikut : “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”. 4. Penetapan tidak berwenang mengadili Jika Ketua Pengadilan Negeri berpendapat bahwa mengadili perkara tersebut tidak termasuk wewenangnya. Seperti yang telah dirumuskan dalam Pasal 84 KUHAP, yaitu: a. Karena suatu tindak pidana dilakukan tidak dalam daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. b. Sekalipun
terdakwa
bertempat
tinggal,
berdiam
terakhir,
diketemukan atau ditahan berada di wilayah Pengadilan Negeri tersebut, tapi tindak pidana dilakukan di wilayah Pengadilan Negeri lain, sedangkan saksi yang dipanggil lebih dekat dengan Pengadilan Negeri tempat tindak pidana dilakukan. 5. Menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima Berpedoman pada Pasal 156 ayat ( 1 ) KUHAP, putusan yang menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima. Terdakwa atau penasihat hukum berhak mengajukan keberatan agar dakwaan tidak dapat diterima, setelah diberi kesempatan maka Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk mengambil keputusan. 6. Menyatakan dakwaan batal demi hukum Berdasar Pasal 143 ayat ( 3 ) yang berbunyi: “Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 ) huruf b, maka akan batal demi hukum”. Sedangkan berdasar rumusan Pasal 143 ayat ( 2 ) huruf b berbunyi: “Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Maka dari itu surat dakwaan harus memenuhi syarat formil dan materiil yang tercantum dalam Pasal 143 ayat ( 2 ). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
3. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Untuk memberikan telaah pada pertimbangan Hakim dalam berbagai putusannya akan dilihat pada dua kategori. Kategori yang pertama akan dilihat dari segi pertimbangan Hakim yang bersifat yuridis dan kedua adalah pertimbangan Hakim yang bersifat nonyuridis. Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: a. Pertimbangan yang bersifat yuridis. Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan Hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-Undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksudkan adalah dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa dan saksi, barang-barang bukti, Pasal-Pasal dalam peraturan hukum pidana, dan sebagainya. b. Pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yang tidak berdasarkan Undang-Undang atau pertimbangan yang berdasarkan peraturan di luar Undang-Undang. Pada pertimbangan ini keadaan-keadaan yang digolongkan sebagai pertimbangan yang bersifat nonyuridis adalah latar belakang dilakukannya tindak pidana, akibat-akibat yang ditimbulkan, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan keluarga terdakwa, serta faktor agama.
4. Isi putusan pengadilan Dalam Pasal 197 KUHAP telah ditegaskan bahwa isi surat putusan, yaitu: - Segala putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan dan harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum yang tidak commit to user tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
- Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta Hakim-Hakim yang memutus dan panitera yang ikut bersidang. - Penetapan-penetapan, ikhtiar-ikhtiar, rapat permusyawaratan dan beritaberita acara tentang pemeriksaan sidang dan ditandatangani oleh ketua.
3. Tinjauan Tentang Nebis In Idem 1. Pengertian Nebis In Idem Pasal 76 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) KUHP, BAB VIII, menyebutkan pengertian Nebis In Idem adalah setiap perkara pidana hanya dapat disidangkan, diadili, dan diputus satu kali saja atau dengan kata lain suatu perkara pidana yang telah diputus oleh Hakim tidak dapat diperiksa dan disidangkan kembali untuk yang kedua kalinya. Hal tersebut juga berkaitan tentang: Gugurnya Hak Menuntut Hukuman dan Gugurnya Hukuman yang menyatakan: ayat ( 1 ) Kecuali dalam putusan Hakim masih boleh diubah lagi, maka orang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh Hakim Negara Indonesia, dengan putusan yang tidak boleh diubah lagi. Yang dimaksudkan disini dengan Hakim Negara Indonesia ialah juga Hakim dalam Negeri atau penduduk Indonesianya berhak memerintah sendiri, demikian juga di Negeri yang penduduknya Indonesia dibiarkan memakai ketentuan pidana sendiri ( Wirjono Prodjodikoro, 2003:49 ). Ayat ( 2 ) menyatakan: Jika putusan itu berasal dari Hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal: 1. Putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan Hukum; 2. Putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa. Asas nebis in idem dalam juga terdapat di dalam Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kitab Undang-Undang commit to user2006 di dalam BAB IV tentang Hukum Pidana ( RUU KUHP ) Tahun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Gugurnya Kewenangan Penuntutan dan Pelaksanaan Pidana. Bagian kesatu Pasal 147 yang berbunyi “Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam satu perkara yang sama, jika untuk perkara tersebut telah ada putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Sedangkan dalam Pasal 148 RUU KUHP Tahun 2006 berbunyi: “Apabila putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 berasal dari Hakim luar negeri, maka terhadap orang yang melakukan tindak pidana yang sama tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal: a. Putusan yang menyatakan seorang bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum; b. Telah selesai menjalani pidana, mendapatkan grasi yang membebaskan terpidana dari kewajiban menjalani pidana, atau pidana tersebut daluwarsa. Berlakunya dasar hukum Nebis in idem digantungkan kepada hal, bahwa terhadap seorang yang mengenai peristiwa tertentu diambil putusan oleh Hakim dengan vonis yang tidak bisa diubah lagi, dimana putusan tersebut berisikan: a. Penjatuhan hukuman ( veroordering ). Dalam hal ini oleh Hakim diputuskan bahwa terdakwa yang bersalah telah melakukan peristiwa pidana yang dituduhkan kepadanya; atau b. Pembebasan dari penuntutan hukuman ( onstlag van rechtsvervolging ). Dalam hal ini Hakim memutuskan bahwa peristiwa yang dituduhkan kepada terdakwa telah dibuktikan dengan cukup terang dan peristiwa tersebut bukanlah suatu peristiwa pidana, atau terdakwa telah terbukti tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu; atau c. Putusan bebas ( vrijspraak ). Putusan ini berarti bahwa kesalahan terdakwa atas peristiwa yang dituduhkan kepadanya tidak cukup bukti. Apabila sudah ada putusan Hakim semacam itu, orang tidak dapat dituntut lagi untuk kedua kalinya terhadap peristiwa itu juga, tetapi ini tidak to user lagi. Hal tersebut dikarenakan berarti bahwa vonis itu tidakcommit dapat diperbaiki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
masih ada peraturan tentang banding oleh Hakim di Pengadilan Tinggi, kasasi oleh Mahkamah Agung, faktor peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan keadilan. Begitu pula terhadap suatu permohonan dapat dinyatakan Ne bis in idem dalam hal telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya yang memutus perkara yang sama, dengan pihak yang sama, pada waktu dan tempat kejadian yang sama ( tempus dan locus delicti-nya sama ) dan putusan tersebut telah memberikan putusan bebas ( vrijspraak ), lepas ( onstlag van alle rechtsvolging ) atau pemidanaan ( veroordeling ) terhadap orang yang dituntut. Hal ini diterapkan demi menjaga kepastian bagi para pencari keadilan dengan menghindari adanya putusan yang berbeda.
4. Tinjauan Tentang Praperadilan 1. Pengertian Praperadilan Istilah praperadilan secara harafiah diambil dari kata Pre Trial, walaupun fungsi dan tujuan Pre Trial adalah meneliti apakah ada dasar hukum yang cukup untuk mengajukan penuntutan mengenai suatu perkara tuduhan pidana di hadapan pengadilan, yang berbeda dengan maksud praperadilan yang bertujuan untuk melindungi hak asasi terhadap pelanggaran-pelanggaran syarat formil dan materiil yang dilakukan dalam tingkat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 terutama Pasal-Pasal mengenai penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan mengenai
bantuan
hukum
(http://www.artipraperadilan.blogspot.com).
Praperadilan dalam KUHAP ditempatkan dalam Bab X, Bagian Kesatu, sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang mengadili bagi Pengadilan Negeri. Secara umum, acara praperadilan diatur dalam Pasal 77 sampai Pasal 101 KUHAP, tetapi secara khusus yang mengatur tata caranya diatur dalam Pasal 82 KUHAP. Berdasarkan Pasal ini, secara ringkas acara praperadilan diuraikan sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Setelah Pengadilan Negeri menerima pengajuan pemeriksaan perkara praperadilan, maka dalam waktu tiga hari Hakim yang ditunjuk sudah menetapkan hari persidangan. Persidangan pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh Hakim tunggal, di mana dalam persidangan itu Hakim mendengar keterangan, baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang. Dalam persidangan, Hakim dibantu oleh seorang panitera. Pemeriksaan praperadilan harus dilakukan secara cepat dan dalam waktu tujuh hari harus sudah dijatuhkan putusan. Hal ini berbeda dengan perkara biasa yang tidak ditentukan batas waktu penyelesaiannya. Permohonan praperadilan menjadi gugur jika perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan praperadilan belum selesai Praperadilan tidak merupakan badan tersendiri, tetapi hanya suatu wewenang saja dari pengadilan. Pengertian praperadilan secara tegas telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang diatur di dalam Bab I Tentang Ketentuan Umum pada pasal 1 butir ke 10, sebagai berikut: “Praperadilan adalah wewenang dari Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan ( Kecuali terhadap penyampingan perkara untuk kepentingan umum oleh Jaksa Agung ( Pasal 77 KUHAP ) ). b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan ( Pasal 77 KUHAP ). c. Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian. ( Pasal 82 ayat (1), ayat (3) KUHAP ). d. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atau atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau karena kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri ( Pasal 95 ayat (2) KUHAP ). e. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atau penangkapan atau penahanan tanpa alasan berdasarkan Undang-Undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri ( Pasal 97 ayat (3) KUHAP ).
2. Kewenangan Praperadilan Berdasarkan Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP serta Pasal 95 dan 97 KUHAP, maka wewenang yang diberikan Undang-Undang kepada praperadilan dapat diperinci sebagai berikut: a.
Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. Seorang tersangka yang dikenakan tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan yang dilakukan penyidik kepadanya dapat meminta kepada praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya hal tersebut. Apakah penahanan bertentangan dengan Pasal 21 KUHAP atau melampaui batas waktu yang ditentukan dalam Pasal 24 KUHAP, bila terjadi maka tersangka dapat mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan
b.
Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Penghentian penyidikan dilakukan oleh pejabat penyidik serta penghentian penuntutan dilakukan oleh penuntut umum. Baik penyidik maupun penuntut umum berwenang menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan dengan alasan tertentu berdasar UndangUndang. Tapi apakah alasan penghentian tersebut sudah tepat dan benar menurut ketentuan Undang-Undang ? Mungkin alasan penghentian ditafsirkan secara tidak tepat, bisa juga penghentian sama sekali tidak beralasan. Atau penghentian itu dilakukan untuk kepentingan pribadi commit to user pejabat yang bersangkutan. Maka harus ada lembaga yang memeriksa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
dan menilai sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, supaya tidak bertentangan dengan hukum dan kepentingan umum atau untuk mengawasi penyalahgunaan wewenang. c.
Berwenang memeriksa Tuntutan Ganti Rugi Pasal 95 KUHAP mengatur tuntutan ganti kerugian yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya kepada praperadilan. Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka berdasar alasan: -
Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah.
-
Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan Hukum dan Undang-Undang.
-
Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap, ditahan, atau diperiksa.
d.
Memeriksa Permintaan Rehabilitasi. Praperadilan
berwenang
memeriksa
atau
memutus
permintaan
rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya, atau penasihat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan Undang-Undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan. e.
Praperadilan Terhadap Penggeledahan dan Penyitaan yang Tidak Sah. Penggeledahan: Penggeledahan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Penggeledahan rumah b. Penggeledahan badan Dalam Pasal 1 butir 17 KUHAP, penggeledahan rumah adalah suatu tindakan dari penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan, sesuai dengan undang-undang. Pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah suatu tindakan dari penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
tersangka, untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita. Tata cara penggeledahan Pasal 33 KUHAP, harus: a. Dengan izin ketua Pengadilan Negeri b. Dengan perintah tertulis dari penyidik c. Disertai dua orang saksi, apabila tersangka atau penghuninya menyetujui d. Disaksikan oleh kepala desa, atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuninya menolak atau tidak hadir e. Membuat berita acara yang tembusannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah, dalam waktu dua hari setelah penggeledahan dilakukan Apabila penggeledahan bukan oleh penyidik sendiri, maka petugas kepolisian yang melaksanakannya harus menunjukkan: 1. Surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat 2. Surat perintah dari penyidik 3. Membawa dua orang saksi warga lingkungan tersebut apabila pemilik menyetujuinya. 4. Atau apabila tidak, maka harus dengan membawa kepala desa dan dua orang saksi. Dalam keadaan yang sangat perlu atau mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa mendapat surat ijin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Negeri. Keadaan sangat perlu atau mendesak adalah bilamana ditempat yang akan digeledah diduga keras terdapat tersangka atau terdakwa yang dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana, atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan, sedangkan surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu singkat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Penggeledahan dilakukan meliputi: 1. Penggeledahan halaman dan rumah 2. Tempat lain dimana tersangka tinggal atau berdiam 3. Ditempat tindak pidana dilakukan atau ada bekasnya 4. Ditempat penginapan atau tempat lainnya Penyidik tidak diperkenankan memasuki ruang atau tempat dimana sedang berlangsung: a. Sidang MPR, DPR, DPRD b. Ibadah atau upacara keagamaan c. Sidang pengadilan Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik dapat memasuki ruang tersebut. Penggeledahan rumah diluar daerah hukumnya, penggeledahan itu harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan Penyidik di daerah tersebut ( Pasal 36 KUHAP ). Penyitaan: Penyitaan menurut Pasal 1 ayat 16 KUHAP adalah: Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Penyitaan dapat dilakukan oleh penyidik dan untuk itu dia harus dilengkapi dengan surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan mendesak, penyidik hanya dapat melakukan penyitaan atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkannya kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya ( Pasal 38 KUHAP ). Menurut Pasal 39 ayat ( 2 ) KUHAP, benda yang berada dalam sitaan karena perkara atau karena pailit juga dapat disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan untuk mengadili perkara pidana. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Benda sitaan disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Yang bertanggung jawab adalah pejabat berwenang sesuai tingkat pemeriksaan dalam tingkat peradilan. Benda sitaan dilarang dipergunakan oleh siapapun juga ( Pasal 44 ayat (2) KUHAP ). Selama Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara belum ada, penyimpanan benda sitaan ditempatkan di Kantor Kepolisian RI, di Kantor Kejaksaan Negeri, di Kantor Pengadilan Negeri atau di Gedung Bank Pemerintah. Dalam keadaan memaksa penyimpanan dapat di tempat lain atau tetap tempat semula letak benda disita ( Pasal 44 ayat (2) KUHAP ). Tetapi bila benda yang disita adalah benda yang lekas rusak atau membahayakan sehingga tidak mungkin disimpan sampai ada putusan pengadilan atau jika biaya penyimpanan terlalu mahal, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau terdakwa atau kuasanya.
3. Tata Cara Pengajuan Permohonan Praperadilan Tata cara pengajuan permohonan praperadilan diatur dalam Bab X, bagian kesatu, mulai Pasal 83 KUHAP. Tetapi sebelumnya perlu dijelaskan terlebih
dahulu
siapa
yang
berwenang
mengajukan
permohonan
praperadilan: a. Yang berwenang mengajukan permohonan 1. Tersangka, keluarganya, atau kuasanya dengan alasan sah atau tidaknya: - Penangkapan - Penahanan - Penyitaan - Penggeledahan ( Pasal 79 dan Pasal 83 ayat (3) huruf d KUHAP ) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
2. Penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan menurut Pasal 80 KUHAP, dalam hal penghentian penyidikan penuntut umum dan pihak ketiga berkepentingan berwenang mengajukan pemeriksaan sah atau tidaknya penghentian penyidikan tersebut pada praperadilan. 3. Penyidik atau pihak ketiga berkepentingan Dalam hal terjadi penghentian penuntutan, maka penyidik dan pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan pemeriksaan terkait sah atau tidaknya hal tersebut. 4. Tersangka, ahli warisnya, atau kuasanya Berdasarkan Pasal 95 ayat (2) KUHAP tersangka, ahli warisnya, atau penasihat hukumnya dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian pada praperadilan atas alasan: -
Penangkapan atau penahanan yang tidak sah
-
Penggeledahan atau penyitaan tanpa alasan yang sah
-
Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan.
5. Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan menurut ganti rugi. Berdasarkan Pasal 81 KUHAP, tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian pada praperadilan atas alasan sahnya penghentian penuntutan. b. Cara pengajuan permohonan praperadilan Tentang cara pengajuan praperadilan ini tidak ada keharusan dalam bentuk tertentu, dalam hal ini pemohon bebas merumuskan surat permohonannya, asalkan dalam surat permohonan tersebut cukup memberikan gambaran yang jelas tentang kejadian material yang menjadi dasar permohonannya. Tetapi secara garis besar ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam surat permohonan, yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
1. Keterangan lengkap dari pihak-pihak yang berperkara, yaitu tentang nama, alamat, dan pekerjaan. 2. Dasar permohonan yang memuat uraian tentang kejadian dan uraian tentang hukum, yaitu adanya hak dalam hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari permohonan itu. 3. Apa yang dimohon atau dituntut oleh pemohon supaya diputuskan oleh Hakim. Setelah permohonan pemeriksaan praperadilan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri dan dicatat dalam register perkara praperadilan di kepaniteraan Pengadilan Negeri, maka pada hari itu juga panitera atau pejabat yang ditunjuk untuk itu menyampaikan permintaan itu kepada Ketua Pengadilan Negeri atau wakil Ketua Pengadilan Negeri, yang segera harus menunjuk Hakim Tunggal dan Paniteranya yang akan memeriksa perkaranya. ( Pasal 78 ayat (2) KUHAP ).
4. Acara pemeriksaan Praperadilan Mengenai acara pemeriksaan praperadilan, telah ditentukan dalam Pasal 82 ayat (2) KUHAP sebagai berikut: a. Dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan, Hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang; b. Dalam memeriksa dan memutuskan tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi. Akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, Hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang. c. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari Majelis Hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
d. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. e. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. Selanjutnya dalam putusan praperadilan harus dimuat dengan jelas dasardasar dan alasan-alasannya. Selain itu isi putusan harus pula memuat halhal seperti yang ditentukan oleh Pasal 82 ayat (3) KUHAP, yaitu: a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka. b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan. c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan wajib dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya. d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita. Terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding ( Pasal 83 ayat (1) KUHAP ), tetapi khusus terhadap putusan praperadilan yang berupa penetapan, maka atas permintaan penyidik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
atau penuntut umum dapat dimintakan putusan akhir pada Pengadilan Tinggi ( Pasal 83 ayat (2) KUHAP ). Banding atas putusan praperadilan terhadap penghentian penuntutan, penyidik atau penuntut umum harus mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dalam waktu 7 ( Tujuh ) hari setelah putusan praperadilan. Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 3 ( Tiga ) hari setelah menerima permohonan banding harus sudah mengirimkannya ke Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi dalam tenggang waktu 3 ( Tiga ) hari setelah menerima berkas perkara dari Pengadilan Negeri harus sudah menetapkan hari sidang dan dalam tenggang waktu 7 ( Tujuh ) hari terhitung tanggal sidang yang ditetapkan itu harus sudah memberikan putusannya. Antara penetapan hari sidang dan tanggal sidang tidak boleh melebihi 3 ( Tiga ) hari. Terhadap putusan praperadilan juga tidak dapat dimintakan kasasi, karena keharusan waktu yang cepat dari perkara praperadilan, juga wewenang Pengadilan Negeri oleh praperadilan adalah tidak memungkinkan
dilakukan
pemeriksaan
kasasi
atas
putusan
praperadilan ( Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 227 K / Kr / 1982 ).
Permintaan
kasasi
terhadap
putusan
praperadilan
tidak
dimungkinkan, dan dinyatakan tidak dapat diterima. Bahkan pendirian itu sudah merupakan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung. Dengan demikian, praktek peradilan harus semestinya menyesuaikan dengan pendirian tersebut ( M. Yahya Harahap, 2001:541 ).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
2. Kerangka Pemikiran Penyidikan oleh Penyidik atas dugaan korupsi 19 anggota dewan
Berkas penyidikan dilimpahkan ke Kejaksaan
Oleh Kejaksaan kasus dihentikan secara materiil, tidak ada kepastian, bahkan tidak dikeluarkan SP3
Permohonan praperadilan atas penghentian penuntutan secara tidak sah ditolak
Diajukan permohonan praperadilan kembali oleh pemohon
Permohonan praperadilan ditolak lagi, karena dalam pertimbangannya Hakim menyatakan nebis in idem
Gambar commit 1. Kerangka Pemikiran to user
Dasar pertimbangan Hakim dalam putusan praperadilan dinyatakan nebis in idem
Kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim dalam putusan praperadilan menurut Hukum yang berlaku
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Keterangan:
Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan alur pemikiran penulis dalam mengangkat, menggambarkan, menelaah, dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan hukum yaitu alasan yang mendasari pertimbangan Hakim dalam menyatakan suatu perkara nebis in idem pada putusan praperadilan. Melalui pertimbangan Hakim dalam putusannya, ternyata Hakim tidak selalu mutlak mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon walaupun terdapat penyalahgunaan wewenang dari penyidik atau penuntut umum tentang penghentian penuntutan oleh Kejaksaan. Melalui putusannya dalam perkara praperadilan yang diajukan di Pengadilan Negeri Surakarta, Majelis Hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi ( MAKI ) terkait kasus korupsi APBD Solo tahun 2003 dengan termohon Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polresta Surakarta dikarenakan subyek dan obyek permohonan praperadilan tersebut sama seperti yang diajukan sebelumnya. Maka dari itu penulis berpendapat bahwa alasan pertimbangan Hakim yang menyatakan suatu perkara nebis in idem dalam putusan praperadilan perlu dikaji lebih dalam lagi dan apakah kriteria tersebut telah sesuai dengan Ketentuan Hukum yang berlaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan menyajikan data yang diperoleh selama melakukan penelitian, data tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan dan analisa kasus yang telah menjadi berkas perkara. Berkas perkara disini yang dipelajari adalah berkas perkara yang telah diputus pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Surakarta. Kasus atau berkas perkara tersebut diperoleh dengan cara pengambilan data dari dokumen putusan perkara praperadilan yang tercatat di Pengadilan Negeri Surakarta. Adapun kasus tersebut di atas dapat dipaparkan sebagai berikut, yaitu putusan di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dalam perkara praperadilan dengan termohon Kejaksaan Negeri ( Kejari ) dan Polresta Surakarta. Untuk mengetahui lebih rinci dan mendalam tentang berkas perkara tersebut, maka berikut ini penulis akan menguraikan hasil penelitian yang diperoleh.
1. Hasil Penelitian A. Kasus Posisi Kasus permohonan Praperadilan yang diajukan oleh masyarakat anti korupsi (MAKI) Solo bermula ketika 19 Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta 1999 – 2004 tersandung kasus korupsi dana APBD 2003, ketika itu dari pihak penyidik selaku Kepolisian Resor Kota Surakarta telah melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 terhadap Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004 tersebut, dimana atas perkara a quo berkasnya dipisah – pisah dan salah satu berkas tersebut atas nama Muhammad Fajri dkk (19 (sembilan belas) tersangka). Setelah berkas penyidikan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Surakarta, oleh pihak Kejaksaan kasus dihentikan secara materiil dan tidak ada kepastian bahkan tidak dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Karena dari pihak Kejaksaan telah menghentikan commit to user Penyidikan yang tidak dibarengi oleh penerbitan Surat Perintah Penghentian 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Penyidikan (SP3), maka dari sinilah muncul permohonan pemeriksaan Praperadilan oleh Masyarakat Anti Korupsi Solo ( Pemohon ) terhadap pihak Kejaksaan Negeri Surakarta ( Termohon ) dan Kepolisian Resor Kota Surakarta ( Turut Termohon ) atas dugaan telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan secara tidak sah. Hal ini berarti telah terdapat penyalahgunaan wewenang dari Penyidik atau Penuntut Umum tentang Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan oleh Kejaksaan. Melalui putusannya dalam perkara Praperadilan yang diajukan di Pengadilan Negeri Surakarta, ternyata Majelis Hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi ( MAKI ) terkait kasus korupsi APBD Solo tahun 2003 dengan Termohon Kejaksaan Negeri Surakarta dan Polresta Surakarta ( Turut Termohon ) dikarenakan subyek dan obyek permohonan praperadilan tersebut sama seperti yang diajukan sebelumnya. Permohonan Praperadilan tersebut ditolak karena terdapat kesamaan subyek dan obyeknya dengan perkara praperadilan sebelumnya, dimana dalam sidang sebelumnya Majelis Hakim juga menolak permohonan Praperadilan oleh MAKI dengan pertimbangan pemohon tidak bisa menunjukkan bukti secara yuridis dan formal yang menerangkan Penghentian Penyidikan dalam kasus APBD 2003 ( Pemohon tidak memiliki kapasitas ).
B. Alasan Praperadilan Adapun alasan diajukannya permohonan Praperadilan ini adalah: Menimbang, bahwa Pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan tertanggal 23 Mei 2011 yang diterima dan didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 23 Mei 2011 dengan Nomor Register : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska, telah mengajukan Permohonan yang pada pokoknya sebagai berikut : 1.
Bahwa berdasarkan Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga ( AD/ ART ) PEMOHON selaku Pelapor dan selaku Pihak Ketiga yang commit to user berkepentingan terhadap penegakan hukum dan pemberantasan Korupsi,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Kolusi, dan Nepotisme ( KKN ) di Indonesia, sehingga sah dan berdasar hukum Pemohon mengajukan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan dalam perkara a quo. 2.
Bahwa berdasarkan Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tertanggal 9 Mei 2011 dalam pertimbangannya, Putusan Hakim Tunggal menyatakan Kejaksaan Negeri Surakarta ( TERMOHON ) telah melakukan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara Yuridis Materiil terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004, dimana atas perkara a quo berkasnya dipisah – pisah dan salah satu berkas tersebut atas nama Muhammad Fajri dkk (19 (sembilan belas) tersangka)
3.
Bahwa salah satu alasan Hakim menyatakan Termohon telah melakukan tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara Yuridis Materiil adalah pemindahan dari Pidsus kepada Datun yang selanjutnya disertai tindakan penagihan ganti rugi selaku Jaksa Pengacara Negara ( Perdata ).
4.
Bahwa salah satu alasan Hakim menyatakan Termohon telah melakukan tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara Yuridis Materiil adalah ketentuan UU Kejaksaan, Termohon semestinya melakukan pemeriksaan tambahan dalam tingkat Penyidikan namun tidak melakukan hal tersebut.
5.
Bahwa dengan demikian semestinya Termohon melakukan pemeriksaan tambahan dan atau mengambil alih Penyidikan namun melakukan tindakan lain ( Perdata ) sehingga Hakim menyatakan tahap Penyidikan telah beralih dan menjadi tanggung jawab Termohon.
6.
Bahwa serangkaian tindakan Termohon yang menyatakan perkara a quo tidak cukup bukti dan bukan perbuatan pidana berupa dan atau melalui petunjuk ( P19 ) kepada Turut Termohon dan pernyataan Termohon melalui Media Massa adalah nyata – nyata sebagai alasan dan atau bentuk telah terjadi PENGHENTIAN PENYIDIKAN.
7.
Bahwa berdasar Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tertanggal 9 Mei 2011 dalam pertimbangannya, Putusan Hakim Tunggal user menyatakan Kejaksaan commit Negeri toSurakarta ( TERMOHON ) telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
melakukan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara Yuridis Materiil, namun demikian tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN ini tidak diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan ( SP 3 ) 8.
Bahwa
tindakan
TERMOHON
melakukan
PENGHENTIAN
PENYIDIKAN namun demikian tidak diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan ( SP 3 ), maka dengan demikian harus dinyatakan sebagai bentuk Penghentian yang tidak sah. 9.
Bahwa berdasarkan Putusan Praperadilan Nomor 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tertanggal 9 Mei 2011 dalam Putusannya menyatakan tidak dapat diterima, sehingga dapat dimungkinkan diajukan kembali permohonan Praperadilan dalam perkara a quo.
10. Bahwa obyek Permohonan ini adalah Termohon dan Turut Termohon sehingga berbeda dari Permohonan sebelumnya sehingga tidak berlaku nebis in idem. 11. Bahwa dalam kurun waktu Tahun 2004 TURUT TERMOHON telah melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 terhadap Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004 dimana atas perkara a quo berkasnya dipisah – pisahkan dan salah satu berkas tersebut atas nama Muhammad Fajri dkk ( 19 (sembilan belas) tersangka ). 12. Bahwa Termohon telah menerima berkas perkara a quo dari Turut Termohon, telah memberikan petunjuk ( P19 ) kepada Turut Termohon yang berisi perkara a quo tidak cukup bukti dan merupakan perbuatan pidana. 13. Bahwa
setelah
melakukan
serangkaian
pemeriksaan,
TURUT
TERMOHON pada tanggal 19 Februari 2007 telah mengirim surat dengan perihal penyerahan berkas perkara hasil penyidikan kasus korupsi atas nama Muhammad Fajri dkk 19 ( sembilan belas ) tersangka yang ditujukan kepada TERMOHON selaku Jaksa Pengacara Negara yang pada intinya menyampaikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan dan peraturan yang berlaku. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
14. Bahwa pada tanggal 14 Maret 2011, TERMOHON melalui Media Massa menyampaikan akan memanggil ke 19 (sembilan belas) Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004 untuk mengembalikan uang Negara sekitar Rp. 82.000.000,00 (delapan puluh dua juta rupiah). TERMOHON juga menyebutkan Ke 19 (sembilan belas) Mantan Anggota DPRD tersebut tidak dapat dijerat secara pidana karena tidak memenuhi unsur perkara korupsi, sehingga berkas perkara yang dulu pidana diubah menjadi perdata. 15. Bahwa selain daripada itu TERMOHON juga menyebutkan Ke 19 (sembilan belas) Mantan Anggota DPRD tersebut tidak dapat dijerat secara pidana karena tidak memenuhi unsur perkara korupsi, sehingga berkas perkara yang dulu pidana diubah menjadi perdata. 16. Bahwa namun demikian ternyata TERMOHON telah memanggil Muhammad Fajri dkk untuk membayar uang pengganti dan menyatakan atas atas berkasnya tidak terdapat unsur pidana. Sehingga tindakan dan pernyataan TERMOHON tersebut juga termasuk sebagai bentuk penghentian penyidikan dan menyatakan perkara tersebut sebagai perkara perdata umum. 17. Bahwa berkas perkara telah diajukan kepada TERMOHON dan ditindaklanjuti dengan tidak dikembalikan berkas untuk ditindaklanjuti sebagai perkara pidana. 18. Bahwa namun demikian jelas dan nyata TERMOHON sebagai Jaksa Pidana Khusus telah menyerahkan berkas perkara tersebut kepada Jaksa Perdata umum, maka jelas dan nyata perkara pidana tersebut menjadi perkara perdata. 19. Bahwa karenanya tindakan TERMOHON sebagaimana tersebut di atas, jelas dan nyata merupakan bentuk penghentian penyidikan yang dilakukan, sehingga oleh karenanya TERMOHON seharusnya memberhentikan proses hukum selanjutnya sesuai dengan KUHAP. 20. Bahwa menurut KUHAP Pasal 109 ayat (2) : “Dalam hal penyidik commit tidak to user menghentikan penyidikan karena terdapat cukup bukti atau peristiwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan dengan hukum, maka penyidik memberitahukan kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”. 21. Bahwa Turut Termohon dikarenakan telah menyerahkan sepenuhnya berkas perkara atas petunjuk dan atau permintaan Termohon maka sudah seharusnya beban dan tanggung jawab Turut Termohon telah selesai, dengan demikian tidak berwenang menerima pengembalian berkas dari Termohon atas dasar alasan KUHAP dan jangka waktu yang telah dilampaui. Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, mohon kiranya Pengadilan Negeri Surakarta agar segera mengadakan sidang Praperadilan terhadap Termohon sesuai dengan hak – hak Pemohon berdasarkan Pasal 109 jo. Pasal 78. Jo. Pasal 77 KUHAP, selanjutnya mohon putusan sebagai berikut : PRIMAIR: 1.
Menerima
dan
mengabulkan
permohonan
Para
Pemohon
untuk
seluruhnya; 2.
Menyatakan Penyidikan perkara a quo telah beralih dan menjadi tanggung jawab Termohon dari Turut Termohon;
3.
Menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan yang tidak sah karena tidak diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3);
4.
Memerintahkan
Termohon
untuk
mengeluarkan
Surat
Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap perkara tindak pidana atas nama tersangka Muhammad Fajri dkk (19 (sembilan belas) tersangka) dalam perkara a quo; 5.
Memerintahkan Termohon untuk melimpahkan perkara a quo ke Pengadilan Negeri Surakarta apabila dalam jangka waktu 60 (enampuluh) hari Termohon tidak menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam perkara a quo; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
6.
Memerintahkan
kepada
Turut
Termohon
untuk
tidak
menerima
pengembalian berkas perkara a quo dari Termohon; SUBSIDAIR : Apabila Pengadilan Negeri Surakarta berpendapat lain, mohon putusan yang seadil – adilnya.
C. Tanggapan Penuntut Umum Menimbang, bahwa terhadap Permohonan yang diajukan oleh Pemohon sebagaimana tersebut diatas, Termohon mengajukan Jawaban secara tertulis pada tanggal 31 Mei 2011, yang pada pokoknya sebagai berikut : 1. Alasan nomor 2, 6, 7, dan nomor 8, setelah kami rangkum pada pokoknya menyebutkan
bahwa
berdasar
Putusan
Praperadilan
Nomor
04/Pid.Pra/2011/PN Ska tertanggal 9 Mei 2011 dalam pertimbangannya, Putusan Hakim tunggal menyatakan Kejaksaan Negeri Surakarta ( Termohon ) telah melakukan Penghentian Penyidikan Secara Yuridis Materiil terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta periode 1999 – 2004 dimana atas perkara a quo berkasnya dipisah – pisah dan salah satu berkas tersebut atas nama Muhammad Fajri dkk ( 19 tersangka ), namun demikian tindakan Penghentian Penyidikan secara Yuridis Materiil ini tidak diikuti dengan penerbitan surat Perintah Penghentian Penyidikan ( SP 3), maka dengan demikian harus dinyatakan sebagai bentuk Penghentian Penyidikan yang tidak sah. Bahwa Penghentian Penyidikan secara Yuridis Materiil sebagaimana dimaksud oleh Pemohon dalam permohonan Praperadilan tersebut diatas adalah tidak ada dasar hukumnya dan tidak dikenal dalam hukum acara kita ( undang – undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana ) dan perkara dugaan tindak pidana korupsi commit to user APBD 2003 atas nama Muhammad Fajri dkk ( 19 tersangka ) mantan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
anggota DPRD Kota Surakarta periode 1999 – 2004 tersebut ditangani penyidik Kepolisian Wilayah Surakarta berdasarkan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan No. Pol. : SPDP/20/X/2004/reskrim tertanggal 29 Oktober 2004. Oleh sebab itu, dalil Pemohon yang menyatakan Kejaksaan Negeri Surakarta ( Termohon ) telah melakukan Penghentian Penyidikan secara Yuridis Materiil terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 atas nama Muhammad Fajri dkk ( 19 tersangka ) mantan anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004 adalah sangat tidak mendasar dan haruslah ditolak. 2. Alasan nomor 3, 5, 13, 14, 16 dan nomor 18 setelah kami rangkum pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu alasan Hakim Tunggal menyatakan Termohon telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan. Secara Yuridis Materiil adalah pemindahan dari Pidsus kepada Datun yang selanjutnya disertai tindakan penagihan ganti rugi selaku Jaksa Pengacara Negara ( Perdata ), sehingga Hakim menyatakan tahap Penyidikan telah beralih menjadi tanggung jawab Termohon. Bahwa tindakan Kejaksaan Negeri Surakarta ( Termohon ) dalam melakukan upaya keperdataan dengan cara melakukan penagihan kepada tersangka Muhammad Fajri dkk ( 19 tersangka ) mantan anggota DPRD Kota Surakarta periode 1999 – 2004 adalah sesuai dengan tugas dan kewenangan Kejaksaan selaku Jaksa Pengacara Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan juga mengacu kepada Pasal 32 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap berkas perkara tersebut, Penuntut Umum belum menyatakan lengkap P.21 ( sesuai dengan pasal 138 KUHAP ), sehingga sepanjang Penuntut Umum belum menyatakan P.21 maka tanggungjawab perkara tersebut masih ditingkat Penyidik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
3. Alasan nomor 4, pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu alasan Hakim menyatakan Termohon telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan secara Yuridis Materiil adalah berdasar ketentuan UU Kejaksaan, Termohon semestinya melakukan pemeriksaan tambahan dalam tingkat penyidikan namun tidak melakukan hal tersebut. Bahwa Termohon tidak sependapat dengan apa yang didalilkan oleh Pemohon tersebut di atas, perlu Termohon tegaskan bahwa Pemeriksaan Tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 30 huruf d dan e Undang – Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI tersebut tidak dapat dilakukan terhadap tersangka ( sebagaimana penjelasan Pasal 30 huruf e Undang – Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI ) Menimbang, bahwa terhadap Permohonan yang diajukan oleh Pemohon sebagaimana tersebut di atas, Turut Termohon mengajukan Jawaban secara tertulis pada tanggal 1 Juni 2011, yang pada pokoknya sebagai berikut : Pada Eksepsi : 1. Bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon adalah NE BIS IN IDEM (EXCEPTIO JUDICATAE/ GEWIJSDE ZAAK) dikarenakan : a. Apa yang dimohonkan oleh Pemohon sudah pernah diperkarakan/ dimohonkan atau sudah pernah diperiksa dalam sidang permohonan Praperadilan tanggal 1 Mei 2011; b. Sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dan putusan tersebut bersifat positif, yaitu Putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 9 Mei 2011; c. Subyeknya sama, yaitu Kejaksaan Negeri Surakarta dan Kepolisian Resor Surakarta; d. Obyek atau pokok materinya sama, yaitu Penghentian Penyidikan Tidak Sah terhadap tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta periode Tahun 1999 – 2004 an. commit to user Muhammad Fajri dkk ( 19 orang );
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
2. Bahwa permohonan Praperadilan mengandung cacat formal karena permohonan tidak jelas (obscuur libel). Adapun faktanya antara posita dan petitum permohonan tidak saling mendukung / bertentangan satu sama lain. Dapat dibuktikan dari : a. Petitum nomor 3 tidak benar karena kapasitas Termohon dalam penyidikan kasus korupsi ini adalah selaku penuntut bukan sebagai penyidik. Jadi termohon tidak diperintah untuk menghentikan penyidikan, kecuali penyidikan diambil oleh Termohon; b. Petitum nomor 3, 4, dan 5 saling bertentangan karena Pasal 82 ayat 3 huruf b KUHAP menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan; 3. Bahwa permohonan Praperadilan mengandung cacat formal karena permohonan tersebut premature ( masih tertunda ), adapun dasar hukumnya adalah : a. Bahwa Pasal 109 KUHAP menyatakan bahwa : “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.” b. Bahwa terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 atas nama tersangka Muhammad Fajri dkk (19 tersangka) sebagaimana dimaksud oleh Pemohon, penyidik Polresta Surakarta belum pernah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk diberitahukan/ dikirim kepada penuntut umum (Termohon), tersangka maupun keluarganya. c. Oleh
karena
penyidik
Polresta
Surakarta
belum
pernah
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), maka terbukti permohonan praperadilan tersebut masih premature sehingga haruslah dinyatakan ditolak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Pada pokok perkara : 1. Bahwa jawaban Turut Termohon pada Eksepsi mohon dimasukkan sebagai dalil jawaban pada pokok perkara. 2. Bahwa pada prinsipnya Turut Termohon menolak seluruh dali – dalil Pemohon kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya. 3. Bahwa sebelum Turut Termohon menanggapi dalil – dalil posita permohonan, maka perkenankan Turut Termohon mengemukakan tugas dan wewenang terkait dengan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi an. Muhammad Fajri dkk ( 19 (sembilan belas) tersangka ) sebagaimana yang dipersoalkan Pemohon : a. Bahwa Sdr. Alif Basuki Cs mengirimkan surat perihal laporan dugaan tindak pidana korupsi dana APBD Kota Surakarta Tahun 2003 pada pos belanja lain – lain DPRD Kota Surakarta dengan surat nomor : 05/A/FPAKS/I/04 tanggal 19 Januari 2004 diajukan kepada Kapolwil Surakarta, kemudian Polwil Surakarta membuat Laporan Polisi No. Pol : LP/06/I/2004/Ops tanggal 19 Januari 2004; b. Bahwa Polwil Surakarta telah melakukan penyidikan dengan Surat Perintah No. Pol : SP.Sidik/03-A/I/2004 tanggal 20 Januari 2004 dan hasil penyidikan dituangkan dalam berkas perkara : 1. No. Pol : BP/18A/XI/2004 tanggal 25 November 2004 an. Tersangka Bambang Mudiarto Cs; 2. No. Pol : BP/18B/XII/2004 tanggal 16 Desember 2004 an. Tersangka Darsono SE Cs; 3. No. Pol : BP/18C/XI/2004 tanggal 27 November 2004 an. Tersangka Drs. H. Sumarlan Djatmiko; 4. No. Pol : BP/18D/II/2004 tanggal 25 Desember 2004 an. Tersangka Gunawan M. Suud Cs; 5. No. Pol : BP/18E/II/2008 tanggal 29 Februari 2008 an. Tersangka Heru S. Notonegoro, SH.MH Cs; c. Bahwa berkas perkara No. Pol : 18A s/d 18E telah dinyatakan commit sempurna (P21) oleh Jaksato user Penuntut Umum, sedangkan berkas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
perkara No. Pol : 18F dilimpahkan kepada Jaksa selaku Pengacara Negara sesuai petunjuk P19 yang tertuang dalam surat Kejari Surakarta Nomor : B-883/0.3.11/Ft.1/05/2005 tanggal 9 Mei 2005; d. Bahwa berdasarkan surat No. Pol : B/79/II/2007/Reskrim tanggal 19 Februari 2007, berkas perkara hasil penyidikan telah dilimpahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta; e. Pelimpahan didasarkan pada ketentuan Pasal 32 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; f. Bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan terhadap tindak pidana korupsi diatur tersendiri dalam BAB IV Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan demikian pelimpahan perkara oleh Penyidik Polwil Surakarta kepada Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta adalah menurut hukum;
D. Pertimbangan Hakim Praperadilan Menimbang, berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut dengan “KUHAP”), kompetensi Praperadilan adalah memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, ganti kerugian dan/ atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan; Menimbang, bahwa sebelum Hakim Praperadilan mempertimbangkan materi Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon, terlebih dahulu Hakim Praperadilan akan mempertimbangkan secara formal keterangan Ahli MUHAMMAD RUSTAMAJI, SH, M.HUM; yang pada asasnya nilai commit to ahli user adalah bersifat bebas (vrij kekuatan pembuktian keterangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
bewijskracht), atau tidak mengikat, sehingga Majelis Hakim bebas untuk menilai dan tidak terikat pada keterangan Ahli tersebut;
I. DALAM EKSEPSI Menimbang, mempertimbangkan
bahwa pokok
sebelum perkara,
Hakim
Hakim
Praperadilan
Praperadilan
akan
mempertimbangkan terlebih dahulu Eksepsi yang diajukan oleh Turut Termohon, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut : 4. Bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon adalah NE BIS IN IDEM (EXCEPTIO JUDICATAE/ GEWIJSDE ZAAK) dikarenakan : e. Apa yang dimohonkan oleh Pemohon sudah pernah diperkarakan/ dimohonkan atau sudah pernah diperiksa dalam sidang permohonan Praperadilan tanggal 1 Mei 2011; f. Sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dan putusan tersebut bersifat positif, yaitu Putusan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 9 Mei 2011; g. Subyeknya sama, yaitu Kejaksaan Negeri Surakarta dan Kepolisian Resor Surakarta; h. Obyek atau pokok materinya sama, yaitu Penghentian Penyidikan Tidak Sah terhadap tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta periode Tahun 1999 – 2004 an. Muhammad Fajri dkk ( 19 orang ); 5. Bahwa permohonan Praperadilan mengandung cacat formal karena permohonan tidak jelas (obscuur libel). Adapun faktanya antara posita dan petitum permohonan tidak saling mendukung / bertentangan satu sama lain. Dapat dibuktikan dari : c. Petitum nomor 3 tidak benar karena kapasitas Termohon dalam penyidikan kasus korupsi ini adalah selaku penuntut bukan sebagai penyidik. Jadi termohon tidak diperintah untuk menghentikan commit to user penyidikan, kecuali penyidikan diambil oleh Termohon;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
d. Petitum nomor 3, 4, dan 5 saling bertentangan karena Pasal 82 ayat 3 huruf b KUHAP menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan; 6. Bahwa permohonan Praperadilan mengandung cacat formal karena permohonan tersebut premature ( masih tertunda ), adapun dasar hukumnya adalah : a. Bahwa Pasal 109 KUHAP menyatakan bahwa : “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.” b. Bahwa terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi APBD 2003 atas nama tersangka Muhammad Fajri dkk (19 tersangka) sebagaimana dimaksud oleh Pemohon, penyidik Polresta Surakarta belum pernah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk diberitahukan/ dikirim kepada penuntut umum (Termohon), tersangka maupun keluarganya. c. Oleh
karena
penyidik
Polresta
Surakarta
belum
pernah
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), maka terbukti permohonan praperadilan tersebut masih premature sehingga haruslah dinyatakan ditolak. Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi ad. 1 Hakim Praperadilan akan membuktikan, apakah benar gugatan Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska sama atau identik dengan perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang diputus pada tanggal 09 Mei 2011 : Menimbang, bahwa dari bukti P -1 s/d P -6 dan bukti T – 1 s/d T – 5 serta bukti T.T – 1 s/d T.T – 3 yang ada kaitan dengan bantahan Turut Termohon dan dipandang Relevant dengan eksepsi ad.1 dari Turut Termohon adalah surat bukti yang bertanda P – 6 dan T.T – 3, sedangkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
surat bukti lainnya tidak ada relevansinya oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan; Menimbang, bahwa surat bukti P – 1 dan T.T – 3 adalah Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011 dimana di dalam register ini tidak ada catatan banding sehingga putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap; Menimbang, bahwa bukti P – 1 dan T.T – 3 tersebut jika dihubungkan atau dikaitkan dengan perkara Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska yang terdaftar di Pengadilan Negeri Surakarta tanggal 23 Mei 2011 dapat disimpulkan sebagai berikut : Bahwa Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon sekarang ini baik subyek maupun obyeknya adalah sama atau identik dengan perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska, hanya komposisi para pihaknya dirubah yang semula dalam perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN REPUBLIK
Ska,
INDONESIA
PEMERINTAH c.q.
NEGARA
KEJAKSAAN
KESATUAN
AGUNG
RI
c.q.
KEJAKSAAN TINGGI JAWA TENGAH c.q. KEJAKSAAN NEGERI SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Kepatihan, Kota Surakarta, dahulu Termohon II sekarang menjadi Termohon I, sedangkan PEMERINTAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA c.q. KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH c.q. KEPOLISIAN RESOR KOTA SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Adi Sucipto Kota Surakarta, dahulu Termohon I sekarang menjadi Turut Termohon; Menimbang bahwa mengenai obyeknya Hakim Praperadilan berpendapat pada pokoknya juga sama atau identik yaitu permohonan Pemohon agar menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan tidak sah karena tidak diikuti dengan permohonan surat perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 ( dalam perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska ); Menimbang
bahwa karena dalam perkara Permohonan commit to user Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada tanggal 09 Mei 2011, maka haruslah dinyatakan Nebis In Idem; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas eksepsi ad. 1 dari Turut Termohon cukup beralasan dan harus dikabulkan; Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi ad. 2 Pemohon Praperadilan mengandung cacat formal karena permohonan tidak jelas ( obscuur libel ). Adapun faktanya antara posita dan petitum permohonan tidak saling mendukung / bertentangan satu sama lain, Hakim Praperadilan berpendapat bahwa eksepsi ad. 2 tersebut sudah menyentuh pokok perkara maka akan dipertimbangkan bersama dengan pertimbangan pokok perkara ; Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi ad. 3 yaitu Permohonan Praperadilan
cacat
formal
karena
permohonan
prematur.
Hakim
Praperadilan akan mempertimbangkan sebagai berikut : Menimbang, bahwa ternyata penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi an. Muhammad Fajri dkk 19 ( sembilan belas ) tersangka sebagaimana dimaksud oleh Pemohon, Turut Termohon sampai saat ini belum pernah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan ( SP3 ) untuk dikirimkan kepada Jaksa Penuntut Umum, Tersangka atau keluarganya, dan Turut Termohon juga belum pernah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan tersebut; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka Eksepsi ad. 3 cukup beralasan dan karenanya haruslah dikabulkan;
II. DALAM POKOK PERKARA Menimbang, bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon pada pokoknya adalah mohon dinyatakan penyidikan perkara a quo telah beralih dan menjadi tanggung jawab Termohon dan Turut Termohon, dan menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan commit to yang user tidak sah karena tidak diikuti tindakan Penghentian Penyidikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan ( SP3 ), serta memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan ( SP3 ) terhadap perkara tindak pidana atas nama tersangka Muhammad Fajri dkk dalam perkara a quo, dan memerintahkan Termohon untuk melimpahkan perkara a quo ke Pengadilan Negeri Surakarta apabila dalam jangka waktu 60 ( enam puluh ) hari Termohon tidak menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan dalam perkara a quo; Menimbang, bahwa karena dalam perkara ini Eksepsi ad. 1 dan ad. 3 dari Turut Termohon dikabulkan, maka Hakim Praperadilan dalam perkara ini tidak perlu lagi mempertimbangkan pokok perkaranya, dan oleh karenanya permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon haruslah dinyatakan tidak dapat diterima; Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 222 KUHAP pertimbangan biaya perkara hanya terhadap dalam Putusan Bebas, Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum, dan Putusan Pemidanaan, dan oleh karenanya dalam Putusan Praperadilan ini biaya perkara ditetapkan nihil; Memperhatikan ketentuan dalam Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, Pasal 109 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan perkara ini;
E. Amar Putusan DALAM EKSEPSI : - Menyatakan Eksepsi Turut Termohon dapat diterima; DALAM POKOK PERKARA : - Menyatakan Permohonan Pemohon dalam Praperadilan ini tidak dapat diterima; - Menetapkan biaya perkara nihil; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
2. Pembahasan A. Dasar Pertimbangan Hakim pada putusan praperadilan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan Nebis In Idem?
Praperadilan
merupakan
bagian
dari
Pengadilan
Negeri
yang
melakukan fungsi pengawasan terutama dalam hal dilakukan upaya paksa terhadap tersangka oleh penyidik atau penuntut umum. Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan bagaimana seorang aparat penegak hukum melaksanakan wewenang yang ada padanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku, sehingga aparat penegak hukum tidak sewenang – wenang dalam menjalankan tugasnya. Praperadilan tercantum dalam Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana yang diatur di dalam Bab I Tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 butir ke 10, yang berbunyi : “Praperadilan adalah wewenang dari Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Undang – Undang ini tentang : a. Sah atau tidaknya penangkapan dan/ atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan tersangka/ penyidik/ penuntut umum demi tegaknya hukum dan keadilan; c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Praperadilan berdasarkan penjelasan di atas telah menguji dan menilai tentang kebenaran dan ketetapan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum dalam hal menyangkut ketetapan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan serta ganti kerugian dan rehabilitasi. Dalam kaitannya dengan wewenang praperadilan untuk memeriksa to user sah atau tidaknya penghentiancommit penyidikan atau penghentian penuntutan, baik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
penyidik maupun penuntut umum sendiri sebenarnya berwenang untuk menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan dengan alasan tertentu berdasarkan Undang – Undang. Tapi apakah alasan penghentian tersebut sudah tepat dan benar menurut ketentuan Undang – Undang? Mungkin alasan penghentian ditafsirkan secara tidak tepat, bisa juga penghentian sama sekali tidak beralasan. Atau penghentian itu dilakukan untuk kepentingan pribadi pejabat yang bersangkutan. Maka harus ada lembaga yang memeriksa dan menilai sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, supaya tidak bertentangan dengan hukum dan kepentingan umum atau untuk mengawasi penyalahgunaan wewenang. Penyidikan berdasarkan Pasal 1 butir 2 KUHAP adalah : “Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan cara yang diatur dalam undang – undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Penyidikan dilakukan oleh pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang – undang untuk melakukan penyidikan. Pasal 109 ayat (1) KUHAP menerangkan bahwa penyidik menyampaikan pemberitahuan kepada penuntut umum apabila penyidik telah mulai melakukan tindakan penyidikan. Sebagaimana ditegaskan, pemberitahuan penyidikan kepada penuntut umum dianggap sebagai kewajiban yang harus dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisan yang disusul kemudian dengan tulisan. Kepentingan dari pemberitahuan tersebut berkaitan dengan hak penuntut umum untuk mengajukan permintaan praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan, disamping diberikan juga hak mengajukan praperadilan ini kepada pihak ketiga yang berkepentingan. Ada
beberapa
alasan
mengapa
penyidik
melakukan
tindakan
penghentian penyidikan yang telah dimulainya, yang secara limitatif telah diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yang terdiri dari : a. Tidak terdapat cukup bukti, atau; b. Peristiwa tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana, atau; c. Penyidikan itu dihentikan demi commit to userhukum, misalnya nebis in idem, tersangka meninggal dunia atau karena daluwarsa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Perihal penghentian penyidikan tersebut kemudian disampaikan kepada penuntut umum disertai dengan alasan – alasan dan hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan. Selain kepada penuntut umum, penyidik juga memberitahukan perihal penghentian penyidikan kepada tersangka atau keluarganya. Penyidik merupakan pihak yang paling berwenang dalam tahap penyidikan, karena mempunyai tugas yang sangat penting dalam proses penegakan hukum sehingga dapat mempengaruhi jalan selanjutnya dari proses penyelesaian suatu perkara pidana. Apakah suatu tindak pidana akan dilanjutkan atau dihentikan penyidikannya sangat tergantung pada penyidik, oleh karena itu sudah selayaknya bila ada pengawasan terhadap tindakan mereka terutama dalam hal dihentikannya penyidikan. Dalam permohonan Praperadilan terkait kasus yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, pemohon mengajukan alasan permohonan Praperadilan kepada Pengadilan Negeri Surakarta karena terdapat dugaan kuat bahwa telah terjadi tindakan Penghentian Penyidikan secara Yuridis Materill yang tidak sah karena tidak diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dilakukan oleh Termohon selaku pihak Kejaksaan Negeri Surakarta terhadap perkara tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999 – 2004, dimana atas perkara a quo berkasnya dipisah – pisah dan salah satu berkas tersebut atas nama tersangka Muhammad Fajri dkk (19 (sembilan belas) tersangka). Alasan yang mendasari diajukannya permohonan praperadilan ini karena terdapat tindakan dari Termohon (Kejaksaan Negeri Surakarta) yang secara hukum telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan yang tidak sah karena tidak diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Bahwa
berdasarkan
alasan
permohonan
praperadilan
tersebut,
Termohon dan Turut Termohon selaku Kejaksaan Negeri Surakarta dan Kepolisian Resor Kota Surakarta telah mengajukan jawaban termohon yang pada intinya menolak dalil – dalil yang diajukan oleh pemohon. Alasan yang commit to user menguatkan jawaban termohon serta turut termohon dan meyakinkan Hakim
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
dalam mempertimbangkan terhadap putusan praperadilan ini adalah Eksepsi dari turut termohon yang pada intinya menyatakan bahwa permohonan Praperadilan Nebis In Idem ( Ekceptio Rei Judicatae / Gewijsde Zaak ), karena : a.
Apa yang dimohonkan sudah pernah diperkarakan / dimohonkan yaitu permohonan praperadilan tertanggal 1 Mei 2011.
b. Telah ada Putusan yang berkekuatan hukum tetap dan putusannya bersifat positif yaitu Putusan nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 9 Mei 2011. c. Subyeknya sama yaitu Kejaksaan Negeri Surakarta dan Kepolisian Resor Kota Surakarta. d. Obyek / materi pokoknya sama yaitu penghentian penyidikan tidak sah terhadap tindak pidana korupsi APBD 2003 Mantan Anggota DPRD Kota Surakarta periode Tahun 1999 – 2004 an. Muhammad Fajri dkk (19 (Sembilan belas) tersangka). Bahwa selanjutnya terhadap Eksepsi dari Turut Termohon tersebut, Hakim Praperadilan akan membuktikan Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi ad. 1 Hakim Praperadilan akan membuktikan, apakah benar permohonan Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska sama atau identik dengan perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang diputus pada tanggal 09 Mei 2011 : Menimbang, bahwa dari bukti P -1 s/d P -6 dan bukti T – 1 s/d T – 5 serta bukti T.T – 1 s/d T.T – 3 yang ada kaitan dengan bantahan Turut Termohon dan dipandang Relevant dengan eksepsi ad.1 dari Turut Termohon adalah surat bukti yang bertanda P – 6 dan T.T – 3, sedangkan surat bukti lainnya tidak ada relevansinya oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan; Menimbang, bahwa surat bukti P – 1 dan T.T – 3 adalah Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011 dimana di dalam register ini tidak ada catatan banding sehingga putusan user tetap; tersebut telah mempunyai commit kekuatantohukum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Menimbang, bahwa bukti P – 1 dan T.T – 3 tersebut jika dihubungkan atau dikaitkan dengan perkara Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska yang terdaftar di Pengadilan Negeri Surakarta tanggal 23 Mei 2011 dapat disimpulkan sebagai berikut : Bahwa Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon sekarang ini baik subyek maupun obyeknya adalah sama atau identik dengan perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska, hanya komposisi para pihaknya dirubah yang semula dalam perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN REPUBLIK
Ska,
INDONESIA
PEMERINTAH c.q.
NEGARA
KEJAKSAAN
KESATUAN
AGUNG
RI
c.q.
KEJAKSAAN TINGGI JAWA TENGAH c.q. KEJAKSAAN NEGERI SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Kepatihan, Kota Surakarta, dahulu Termohon II sekarang menjadi Termohon I, sedangkan PEMERINTAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA c.q. KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH c.q. KEPOLISIAN RESOR KOTA SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Adi Sucipto Kota Surakarta, dahulu Termohon I sekarang menjadi Turut Termohon; Menimbang bahwa mengenai obyeknya Hakim Praperadilan berpendapat pada pokoknya juga sama atau identik yaitu permohonan Pemohon agar menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan tidak sah karena tidak diikuti dengan permohonan surat perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 ( dalam perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska ); Menimbang
bahwa
karena
dalam
perkara
Permohonan
Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada tanggal 09 Mei 2011, maka haruslah dinyatakan Nebis In Idem; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas eksepsi ad. 1 dari Turut Termohon cukup beralasan dan harus dikabulkan; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Penulis sependapat dengan pertimbangan Hakim Praperadilan tersebut yang menyatakan suatu perkara Nebis In Idem terhadap perkara Praperadilan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska, sebab sebelumnya perkara tersebut telah disidangkan dan telah diputus dengan Putusan Praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011 dimana di dalam register perkara tersebut tidak ada catatan banding sehingga putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Suatu permohonan Praperadilan dapat dinyatakan Ne bis in idem dalam hal telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya yang memutus perkara yang sama, dengan pihak yang sama, pada waktu dan tempat kejadian yang sama ( tempus dan locus delicti-nya sama ) dan putusan tersebut telah memberikan putusan bebas ( vrijspraak ), lepas ( onstlag van alle rechtsvolging ) atau pemidanaan ( veroordeling ) terhadap orang yang dimohonkan. Hal ini diterapkan demi menjaga kepastian bagi para pencari keadilan dengan menghindari adanya putusan yang berbeda. Menurut M Yahya Harahap dalam bukunya mengatakan bahwa unsur Nebis In Idem baru dapat dianggap melekat pada suatu perkara dengan harus terpenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 76 KUHP, yaitu : 1. Perkaranya telah diputus dan diadili dengan putusan positif. Hal ini adalah syarat pertama terhadap suatu perkara telah diperiksa materi perkaranya di sidang pengadilan, kemudian dari hasil pemeriksaan tersebut Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan. 2. Putusan yang dijatuhkan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi agar dalam suatu perkara melekat Nebis In Idem, maka kedua syarat tersebut harus terpenuhi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
B. Kesesuaian kriteria Nebis In Idem yang digunakan Hakim dalam putusan Nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dengan ketentuan Hukum yang berlaku?
1. Pengertian Nebis In Idem Pengertian Nebis In Idem / Res Yudicata Pro Veritate Habetur adalah suatu perkara yang sama, dengan pihak – pihak yang sama, mengenai hal yang sama, tidak boleh diputus dua kali oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya. Dalam Pasal 76 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) KUHP, BAB VIII, pengertian Nebis In Idem adalah setiap perkara pidana hanya dapat disidangkan, diadili, dan diputus satu kali saja atau dengan kata lain suatu perkara pidana yang telah diputus oleh Hakim tidak dapat diperiksa dan disidangkan kembali untuk yang kedua kalinya. Untuk lebih memperjelas tentang pengertian Nebis In Idem, berikut penjelasan menurut para ahli : Menurut SR Sianturi, Nebis In Idem adalah non bis in idem atau tidak melakukan pemeriksaan untuk kedua kalinya mengenai tindakan (feit) yang sama. Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada suatu saat nantinya harus ada akhir dari pemeriksaan / penuntutan dan akhir dari berlakunya pegangan agar tidak lagi mengadakan pemeriksaan / penuntutan terhadap pelaku yang sama dari suatu tindak pidana yang sudah mendapatkan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Menurut I Wayan Parthiana, nebis in idem adalah bahwa orang yang sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang sudah memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan pasti oleh badan peradilan yang berwenang atas suatu kejahatan atau tindak pidana yang dituduhkan kepadanya, tidak boleh diadili dan atau dijatuhi putusan untuk kedua kalinya atau lebih atas kejahatan atau tindak pidananya tersebut. Maksud dari asas nebis in idem adalah bahwa seseorang tidak commit to user boleh diadili dan atau dijatuhi putusan lebih dari satu kali atas suatu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
perbuatan yang dilakukan. Adapun dasar pertimbangan mengapa seseorang tidak boleh diadili atau dijatuhi putusan lebih dari satu kali atas satu perbuatan atau tindak pidana yang dilakukannya dikarenakan dia akan sangat dirugikan dan terhadapnya tidak diberikan jaminan kepastian hukum. Inti dari pada nebis in idem adalah suatu perkara pidana yang sebelumnya telah pernah diputus oleh Hakim tidak boleh dilakukan penuntutan dan persidangan kembali dengan perkara yang sama dan juga dengan terdakwa / termohon yang sama. Dimana putusan sebelumnya sudah tidak bisa diubah lagi serta telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum positif yang berlaku di Negara Indonesia dalam ketentuan Pasal 76 KUHP secara tegas menyatakan terhadap diri terdakwa / termohon hanya boleh diperbolehkan diperiksa sekali saja terhadap peristiwa pidana yang dilakukan dan secara tegas Undang – Undang melarang terdakwa / termohon untuk diperiksa dan disidangkan kembali untuk kedua kalinya dengan peristiwa yang sama. Penerapan asas nebis in idem dalam perkara praperadilan adalah mempunyai suatu tujuan tertentu. Adapun yang merupakan suatu tujuan dari nebis in idem dalam perkara praperadilan adalah : 1. Jangan sampai Pemerintah berulang – ulang membicarakan tentang perkara praperadilan yang sama itu juga, sehingga dalam satu perkara permohonan pemeriksaan praperadilan ada beberapa putusan – putusan yang kemungkinan akan mengurangi kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. 2. Sekali orang / institusi sebagai terdakwa / termohon harus diberi ketenangan hati janganlah orang dibiarkan terus – menerus dengan perasaan terancam oleh bahaya permohonan pemeriksaan praperadilan kembali dalam peristiwa yang sekali telah diputus. Dengan demikian jelas bahwa tujuan penerapan asas nebis in idem commit to user dalam perkara praperadilan maupun dalam perkara pidana adalah untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
memberikan perlindungan hukum terhadap diri termohon agar tidak dapat dituntut dan disidangkan kembali dalam peristiwa dan perkara praperadilan yang sama dan yang sebelumnya pernah diperiksa dan diputus, serta untuk menghindari agar pemerintah tidak secara berulang – ulang memeriksa perkara yang sudah diperiksa sebelumnya yang pada akhirnya menimbulkan beberapa putusan yang berbeda – beda. 2. Kriteria Nebis In Idem yang digunakan Hakim praperadilan dengan ketentuan Hukum yang berlaku. Suatu perkara praperadilan yang disidangkan kembali baru dapat dinyatakan sebagai perkara yang nebis in idem apabila telah memenuhi syarat – syarat tertentu. Menurut M Yahya Harahap dalam bukunya mengatakan bahwa unsur Nebis In Idem baru dapat dianggap melekat pada suatu perkara dengan harus terpenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 76 KUHP, yaitu : a. Perkaranya telah diputus dan diadili dengan putusan positif. Hal ini adalah syarat pertama terhadap suatu perkara telah diperiksa materi perkaranya di sidang pengadilan, kemudian dari hasil pemeriksaan tersebut Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan. b. Putusan yang dijatuhkan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam perkara praperadilan ini, Hakim menggunakan kriteria nebis in idem dalam putusan praperadilan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dengan menilai bahwa dalam perkara Permohonan Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan sebelumnya, yaitu perkara praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada tanggal 09 Mei 2011ra/2011/PN Ska. Bahwa
selanjutnya,
karena
dalam
perkara
permohonan
praperadilan nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara praperadilan nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus tanggal 09 Mei 2011 commit totetap, user maka dengan pertimbangannya dan telah mempunyai kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Hakim menyatakan nebis in idem. Adapun subyek dan obyeknya adalah : Subyek
:
PEMERINTAH
NEGARA
KESATUAN
REPUBLIK
INDONESIA c.q. KEJAKSAAN AGUNG RI c.q. KEJAKSAAN TINGGI JAWA TENGAH c.q. KEJAKSAAN NEGERI SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Kepatihan, Kota Surakarta, dahulu Termohon II sekarang menjadi Termohon I, sedangkan PEMERINTAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA c.q. KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH c.q. KEPOLISIAN RESOR KOTA SURAKARTA yang berkedudukan di Jalan Adi Sucipto Kota Surakarta, dahulu Termohon I sekarang menjadi Turut Termohon. Obyek : menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan tindakan Penghentian Penyidikan tidak sah karena tidak diikuti dengan permohonan surat perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 ( dalam perkara Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska ). Bahwa atas dasar kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim praperadilan dalam putusan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska, penulis sependapat dengan hal tersebut. Karena menurut penulis kriteria nebis in idem dalam putusan praperadilan tersebut telah sesuai dengan ketentuan Hukum yang berlaku, yang dalam hal ini adalah menyangkut pada Pasal 76 KUHP.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan
mengenai
dasar
pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menyatakan suatu perkara nebis in idem dalam putusan praperadilan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Dasar
pertimbangan
Hakim
pada
putusan
praperadilan
nomor
05/Pid.Pra/2011/PN Ska dinyatakan nebis in idem Permohonan praperadilan dinyatakan nebis in idem karena pada dasarnya Hakim praperadilan menilai bahwa apa yang dimohonkan sebelumnya telah
diperiksa
dan
telah
diputus
dengan
Putusan
Nomor
:
04/Pid.Pra/2011/PN Ska tanggal 09 Mei 2011 dimana di dalam register perkara tersebut tidak ada catatan banding sehingga putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu Hakim juga menilai bahwa pada
dasarnya
perkara
Permohonan
Praperadilan
Nomor
:
05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan sebelumnya, yaitu perkara praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada tanggal 09 Mei 2011ra/2011/PN Ska. Suatu permohonan Praperadilan dapat dinyatakan Ne bis in idem dalam hal telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya yang memutus perkara yang sama, dengan pihak yang sama, pada waktu dan tempat kejadian yang sama ( tempus dan locus delicti-nya sama ). 2. Kriteria nebis in idem yang digunakan Hakim dalam putusan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska adalah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku Dalam Pasal 76 KUHP, kriteria suatu perkara dinyatakan nebis in idem commit to user adalah : 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
c. Perkaranya telah diputus dan diadili dengan putusan positif. Hal ini adalah syarat pertama terhadap suatu perkara telah diperiksa materi perkaranya di sidang pengadilan, kemudian dari hasil pemeriksaan tersebut Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan. d. Putusan yang dijatuhkan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam perkara praperadilan ini, Hakim menggunakan kriteria nebis in idem dalam putusan praperadilan nomor 05/Pid.Pra/2011/PN Ska dengan menilai bahwa dalam perkara Permohonan Praperadilan Nomor : 05/Pid.Pra/2011/PN Ska pada pokoknya adalah sama atau identik baik subyek ataupun obyeknya dengan perkara Praperadilan sebelumnya, yaitu perkara praperadilan Nomor : 04/Pid.Pra/2011/PN Ska yang telah diputus pada tanggal 09 Mei 2011ra/2011/PN Ska. B. Saran Berdasar simpulan yang telah diuraikan, maka penulis menyarankan: 1. Para pencari keadilan yang akan mengajukan upaya hukum Praperadilan hendaknya mempelajari dengan sungguh-sungguh terlebih dahulu ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di dalam KUHAP dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan hukum acara pidana. Itulah Hukum positif, hukum yang berlaku saat ini dan yang menjadi acuan dalam penegakan hukum. 2. Di sisi lain, para penegak hukum hendaknya lebih dapat memberikan kepastian hukum dalam penyidikan perkara dan penuntutan perkara pidana. Jika secara materiil penegak hukum telah menghentikan penyidikan / penuntutan, maka secara formil harus dikeluarkan SP3, kepastian hukum inilah yang dituntut oleh para pencari keadilan.
commit to user