ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL (Studi Putusan Nomor : 01/PID.R/2016/PN.MGL)
(SKRIPSI )
Oleh HIKMAH ASMARAWATI 1312011146
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL (Studi Putusan Nomor : 01/PID.R/2016/PN.MGL)
Oleh Hikmah Asmarawati, Eko Raharjo, Deni Achmad Email:
[email protected] Maraknya peredaran minuman keras yang kerap tak terkendali di masyarakat mengharuskan adanya perhatian khusus terutama aspek hukum sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. Tingginya kasus pidana karena pengaruh minuman beralkohol perlu menjadi perhatian mengingat laporan Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) bahwa setiap tahun setidaknya terdapat 18 ribu nyawa melayang baik efek langsung dan tidak langsung dari minuman beralkohol. Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana penjualan minuman beralkohol di kabupaten Tulang Bawang Putusan Nomor: 01/PID.R/2016/PN.MGL, dimana peredaran minuman beralkohol dilarang dan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tulang Bawang No. 05 tahun 2004 Tentang Larangan Produksi Penimbunan, Pengedaran dan Penjualan Minuman Keras dalam dan apakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa pada perkara tindak pidana penjualan minuman beralkohol tersebut. Penelitian mengunakan pendekatan, yuridis normativ dan yuridis empiris, yuridis normativ yaitu dilakukan dengan cara mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa literatur dan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, yuridis empiris yaitu dilakukan dengan cara menggali informasi dan melakukan penelitian di lapangan, dalam hal ini penulis melakukan wawancara langsung dengan hakim pengadilan negeri menggala, penyidik kepolisian polres tulang bawang serta dosen Fakultas Fukum Universitas Lampung. Berdasarkan teori pertanggungjawaban pidana terdakwa tidak wajib bertanggungjawab secara pidana dikarenakan adanya alasan pembenar bahwa terdakwa memiliki izin penjualan minuman beralkohol yang diatur dalam Pasal 19 Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol, walaupun kegiatan penjualan tersebut dilarang oleh peraturan daerah Kabupaten Tulang Bawang, namun secara hirarki perundang undangan peraturan daerah berada di bawah peraturan menteri, dan oleh hakim terdakwa di jatuhkan putusan bebas karena tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam perkara ini tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku, Minuman Beralkohol.
ABSTRACT AN ANALYSIS ON CRIMINAL ACCOUNTABILITY OF PERPETRATOR COMMITTED ALCOHOLIC BEVERAGES SALE (A Study On Court Decision No. 01/PID.R/2016/PN.MGL) By Hikmah Asmarawati, Eko Raharjo, Deni Achmad Email:
[email protected] The uncontrollable massive circulation of alcoholic beverages in the society requires special attention, especially from the legal aspects as public regulating discipline. The high occurence of criminal case triggered by the influence of alcoholic beverages should be a concern as the National Movement of AntiAlcohol (GeNAM) reported that at least 18 thousand people die whether directly from alcohol or indirectly from it. The problem in this research are formulated as follows: how is the criminal accountability of perpetrator committed alcoholic beverages sale in Tulang Bawang Regency according to court decision No. 01 / PID.R / 2016 / PN.MGL where the circulation of alcoholic beverages is prohibited and regulated in Tulang Bawang Regency under Regulation No. 05 of 2004 Regarding Prohibition on Production, Stockpilling, Distribution and Sales of alcoholic beverages; and what are the basic legal considerations of judges in imposing sentences to the perpetrator of alcoholic beverages sale. This research used normative and empirical approaches. The normative approach was done through library research in form of literatures and legislation documents related to the issues; while the empirical approach was done by collecting information and conducting field research by interviewing a judge of Menggala District Court, a police investigators of Tulang Bawang Polres and a lecturer at the Faculty of Law Lampung University. The result showed that theoretically, the perpetrator was not obliged for criminal accountability because there was one justification in which the perpetrator had a license sale of alcoholic beverages as regulated in Article 19 of Regulation No. 20 / M-DAG / PER / 4/2014 regarding the control and supervision of the Procurement, Distribution and Licensing on Alcoholic Beverages. Even though such sales activities are prohibited by the local regulations of Tulang Bawang Regency, yet the hierarchy of laws and regional regulations are under the ministerial regulations, thus, the judges had to free the perpetrator because the case sued by the public prosecutor could not be proven legally and convincingly by law. Keywords: Criminal Accountability, Perpetrators, Alcoholic Beverages.
I.
PENDAHULUAN
Minuman beralkohol menjadi salah satu masalah di Indonesia. Tidak sedikit korban berjatuhan akibat minuman ini. Alkohol jika dikonsumsi secara berlebihan, dapat menyebabkan penyakit.1 Penyakit penyakit tersebut diantaranya adalah lever membengkak, kerusakan otak, penurunan fungsi indra, cacat pada janin, terkena kanker hati, kerusakan sistem pencernaan, berefek negatif terhadap hormon, dan over dosis. Maraknya peredaran minuman keras yang kerap tak terkendali dimasyarakat mengharuskan adanya pengawasan khusus dari berbagai aspek terutama aspek hukum sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. Selain itu Tingginya kasus pidana karena pengaruh minuman beralkohol perlu menjadi perhatian. Setiap tahun setidaknya terdapat 18 ribu nyawa melayang baik efek langsung dan tidak langsung dari minuman beralkohol.
Contoh buruk dari pemakaian atau mengkonsumsi minuman beralkohol adalah yang terjadi di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 4 Februari 2016, sedikitnya 24 orang tewas setelah menegak miras atau minuman beralkohol yang dioplos,nyawa mereka tidak terselamatkan setelah di rawat Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Yogyakarta.3 Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana penjualan minuman beralkohol, dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan bebas. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan lapangan melalui wawancara terhadap sejumlah narasumber
Minuman keras (miras) merupakan kebiasaan buruk yang dapat merusak kesehatan, menimbulkan suatu tindak pidana, serta menyebabkan kecelakaan lalulintas. Minuman keras atau miras akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian seperti adanya miras oplosan, tingginya kecelakaan lalu lintas di bawah pengaruh alkohol, banyaknya tindak pidana yang bermula karna pengaruh miras,sehingga perlu adanya perhatian khusus dalam mengatasi miras.2 1
Hartati Nurwijaya,bahaya alkohol dan cara pencegahannya, PT Elex Media Kompitindo , jakarta, 2009 hlm.1 2 http://info-serbatau.blogspot.co.id/2014/12/akibat-minuman-
keras-miras.html. (Diakses pada. 7 Desember 2016. Pkl 17:18) 3 .http://www.bbc.com/indonesia/berita_indo nesia/2016/02/160207_indonesia_yogya_mir asoplosan (diakses pada 16 juni 2016, pukul : 05.20)
A. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penjualan Minuman Beralkohol Pada Putusan No. 01/PID.R/2016/PN.MGL Teori yang digunakan untuk menganalisa permasalahan dalam skripsi ini adalah teori pertanggungjawaban pidana dari Roeslan Saleh. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh si pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Dengan mempertanggungjawabkan perbuatan yang tercela itu, apakah si pembuatnya juga dicela ataukah si pembuatnya tidak dicela. Pada hal yang pertama maka si pembuatnya tentu dipidana, sedangkan dalam hal yang kedua si pembuatnya tentu tidak dipidana.4 Menurut Roeslan Saleh, dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk pertanggungjawaban.Perbuatan pidana menurut Roeslan Saleh mengatakan, orang yang melakukan perbuatan pidana dan memang mempunyai kesalahan merupakan dasar adanya pertanggungjawaban pidana. Asas yang tidak tertulis mengatakan, “tidak di ada pidana jika tidak ada kesalahan,” merupakan dasar dari pada di pidananya si pembuat.5 Seseorang melakukan kesalahan, menurut Prodjohamidjojo, jika pada waktu melakukan delict, dilihat dari
segi masyarakat patut di cela.6 Dengan demikan, menurutnya seseorang mendapatkan pidana tergantung pada dua hal, yaitu 1. Harusa daperbuatan yang bertentangan denganh ukum, atau dengan kata lain, harus ada unsure melawan hukum.jadi harus ada unsure bejektif, dan 2. Terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat di pertanggungjawabkan kepadanya.jadi ada unsure subjektif. Dalam kasus ini terdakwa Dwi Purwanto bin Tukirin melakukan suatu kegiatan yang bertentangan dengan hukum, hukum disini mengarah kepada Peraturan Derah Kabupaten Tulang Bawang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang larangan produksi, penimbunan,pengedaran, dan penjualan minuman keras dimana terdakwa melakukan suatu kegiatan penjualan minuman beralkohol di wilayah hukum Tulang Bawang, adapun ketentuan hukum yang dilanggar adalah ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) dimana rumusan pasalnya adalah : 1. Setiap orang, kelompok orang, badan hukum atau perusahaan dilarang melakukan penimbunan, pengedaran, dan penjualan minuman keras dalam bentuk dan alas an apapun 2. Larangan untukm elakukanp enimbunan, pengedaran dan penjualan minuman keras
4
Roeslan Saleh. 1982. Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal. 75-76. 5 DjokoPrakoso .Asas-asasHukumPidana di Indonesia .EdisiPertama , ( Yogyakarta : Liberty Yogyakarta , 1987 ) ,hlm.75
6
Prodjohamidjojo, Martiman, MemahamidasardasarhukumPidanaIndoesia( Jakarta :PT. PradnyaParamita, 1997) hlm.31
terhadap semua jenis minuman yang mengandung alkohol. Selain terpenuhinya unsur melawan hukum tersebut kegiatan penjualan minuman beralkohol yang dilakukan terdakwa juga telah memenuhi unsur kesalahan, yaitu : 1. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat, artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal, dalam kasus ini terdakwa diketahui sehat, baik secara jasmani maupun rohani hal ini dibuktikan terdakwa telah mengikuti persidangan pada tanggal 29 jaunuari 2016 2. Hubunganbatinantarasipembuatd enganperbuatanyaberupakesengaj aan (dolus) ataukeapaan (culpa) :ini di sebutbentukbentukkesalahan. Dalam hal ini terdakwa jelas telah melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Perda Kabupaten Tulang Bawang No. 5 tahun 2004 tentang larangan produksi,penimbunan,pengedaran , dan penjualan minuman keras. 3. Tidakadanya alasanpemaaf. Dalam kasus ini tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa atas kegiatan yang dilakukan, rumusan delik dan unsur kesalahan terpenuhi serta terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Tindak pidana penjualan minuman beralkohol tersebut bermula ketika pada hari senin 15 desember 2015 sekira pokul 14.00 wib dilakukan pemeriksaan dan penggledahan terhadap sebuah toko/gudang/tempat milik tersanga Dwi Purwanto Bin
Tukirin yang terletak di Tunggal warga Rw.003 kec. Banjar Agung kab. Tulang Bawang yang diduga sebagai tempat melakukan penimbunan, dan penjualan Minuman Keras (Miras), sehubungan telah ditemukan barang bukti berupa 10 (Sepuluh) dus isi @12 (dua belas) botol besar, minuman anggur ginseng beralkohol ± 14,8 %, merk Sampurna yang tidak dilengkapi izin penimbunan, pengedaran, dan penjualan minuma keras dari Pemda Kab. Tulang Bawang. Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : Sp.Sita / 196 / XII / 2015 / Sabhara, Tanggal 15 Desember 2015 telah dilaksanakan penyitaan barang/benda dari tersangka Dwi Purwanto Bin Tukirin dengan barang bukti berupa : 1. 10 (sepuluh) dus isi @12 (dua belas) botol besar, minuman anggur ginseng beralkohol ± 14,8 %, merk sampurna 2. 74 (tujuh puluh empat) dus isi @24 (dua puluh empat) botol kecil minuman anggur ginsneg beralkohol ± 14,8 %, merk sampuna.7 Diketahui terjadinya tindak pidana menurut KUHAP terdiri dari empat kemungkinan yaitu: 1. Kedapatan tertangkap tangan (pasal 1 butir 19 KUHAP) 2. Karena Laporan (pasal 1 butir 24 KUHAP) 3. Karena pengaduan (pasal 1 butir 25 KUHAP) 4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain. kegiatan yang dilakukan terdakwa telah memenuhi unsur unsur delik 7
Hasil wawancara penulis pada Polres Tulang Bawang dengan Asep Supandi selaku Kanit Sabhara, dan penyidik pembantu, 31 Agustus 2016
yang ada dalam Pasal 3 Perda No. 5 tahun 2004 tentang larangan produksi, penimbunan,pengedaran, dan penjualan minuman keras Kabupaten Tulang Bawang, namun kegiatan pengedaran dan penjualan minuman beralkohol yang dilakukan terdakwa Dwi Purwanto Bin Tukirin tidak termasuk kedalam suatu tindak pidana, adanya alasan pembenar dalam perkara ini menjelaskan bahwa memang tidak seharusnya terdakwa mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana. secara hirarki perundang undangan Peraturan Daerah berada di bawah Peraturan Menteri dan Peraturan Presiden adanya alasan pembenar memebebaskan terdakwa dari pertanggungjawban pidana. Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang, apabila perbuatannya tidak bersifat melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan. Perbuatannya tidak bersifat melawan hukum dalam hal ini dapat dilihat dari Surat Izin Usaha Minuman Beralkohol (SIUP-MB) yang dimiliki terdakwa yang dijelaskan dalam Pasal 19 ayat (1) No.20/M-DAG/PER/4/2014, tentang Pengendalian DanPengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, Dan Penjualan Minuman Beralkohol. B. DasarPertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan Bebas dalam Perkara Nomor 01/PID.R/2016/PN.MGL Soedarto mengatakan bahwa kebebasan hakim mutlak dibutuhkan terutama untuk menjamin keobjektifitasan hakim dalam mengambil keputusan. Hakim
memberikan keputusannnya mengenai hal hal sebagai berikut : 1. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya 2. Keputusan mengenai hukumnya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dippidana. 3. Keputusan mengenai pidananya, apakah terdakwa memanag dapat dipidana.8 Putusan hakim juga berpedoman pada 3 (tiga) hal, yaitu : 1. Unsur Yuridis, yang merupakan unsur pertama dan utama, 2. Unsur Filosofis, berintikan kebenaran dan keadilan, 3. Unsur Sosiologis, yaitu mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam memberikan putusan bebas pada perkara Nomor 01/PID.R/2016/PN.MGL, telah memenuhi tujuan hukum yaitu memberikan kemanfaatan,keadilan dan kepastian hukum, ketiga tujuan tersebut dapat dilihat dari terpenuhinya unsur yuridis yang merupakan unsur pertama yang harus ada dalam suatu putusan. Yuridis adalah segala hal yang mempunyai arti hukum dan telah disahkan oleh pemerintah unsur yuridis dalam putusan Nomor 01/PID.R/2016/PN.MGL dapat dilihat dari dianalisisnya peraturan daerah dengan peratura menteri dan peraturan presiden dimana telah 8
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni Bandung 1986, hlm 74
dijelaskan secara hierarki perundang undangan peraturan daerah berada dibaawah peraturan menteri dan peraturan presiden, selain itu walaupun terpenuhinya rumusan Pasal 3 Perda No. 5 tahun 2004 tentang larangan produksi, penimbunan,pengedaran, dan penjualan minuman keras Kabupaten Tulang Bawang, namun kegiatan pengedaran dan penjualan minuman beralkohol yang dilakukan terdakwa Dwi Purwanto Bin Tukirin tidak termasuk kedalam suatu tindak pidana, hal tersebut dikarenakan pula adanya alasan pembenar dimana terdakwa memiliki surat izin resmi atau Surat Izin Usaha Minuman Beralkohol (SIUP-MB) yang dimiliki terdakwa yang dijelaskan dalam Pasal 19 ayat (1) No.20/MDAG/PER/4/2014, tentang Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, Dan Penjualan Minuman Beralkohol. SIUP-MB berdasarkan peruntukannya terdiri dari SIUP MB untuk IT-MB (Importir Terdaftar), berlaku untuk wilayah pemasaran seluruh Indonesia. Adapun peraturan perundang undangan yang menjadi dasar pertimbanagan hukum hakim yaitu : Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, diantaranya : Pasal 3 Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor dikelompokkan dalamgolongan sebagai berikut: a. Minuman Beralkohol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau
etanol(C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5% (lima persen) b. Minuman Beralkohol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan c. Minuman Beralkohol golongan C adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh limapersen) d. Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai barang dalamPengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pengawasan terhadap pengadaan MinumanBeralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya. Pasal 4 1. Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat diproduksi oleh pelaku usahayang telah memiliki izin usaha industri dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang perindustrian. 2. Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor oleh pelaku usaha yang telah memilik iperizinan impor dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perdagangan. 3. Minuman Beralkohol hanya dapat diedarkan setelah memiliki izin edar dari kepala lembaga yangmenyelenggarakan pengawasan di bidang obat dan makanan. 4. Minuman Beralkohol hanya dapat diperdagangkan oleh pelaku usaha yang telah memiliki izinmemperdagangkan Minuman Beralkohol sesuai dengan penggolongannya sebagaimana diatur dalamPasal 3 ayat (1) dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
Pasal 7 1. Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, dan golongan C hanya dapat dijual di: a. hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang undangan di bidang kepariwisataan; b. toko bebas bea; dan c. tempat tertentu selain huruf a dan b yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Penjualan dan/atau peredaran Minuman Beralkohol di tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga pendidikan dan rumah sakit. 3. Selain tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Minuman Beralkohol golongan A
juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan.
Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No.20/MDAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, Dan Penjualan Minuman Beralkohol. Pasal 1 1. Dalam pasal 1 ayat (16) dijelaskan Surat Izin Usaha Perdagangan yang selanjutnya disingkat SIUP adalahSurat Izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. 2. Dalam pasal 1 ayat (17) dijelaskan Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol yang selanjutnya disingkat SIUP-MB adalah surat izin untuk dapat dijelaskan melaksanakan kegiatan usaha perdagangan khusus Minuman Beralkohol. Pasal 19 1. SIUP-MB berdasarkan peruntukannya terdiri dari:SIUPMB untuk IT-MB, berlaku untuk wilayah pemasaranseluruh Indonesia 2. SIUP-MB untuk Distributor, berlaku untuk wilayah pemasarantertentu sesuai dengan penunjukan dari Produsen dan/atau ITMBdan rekomendasi dari Gubernur setempat 3. SIUP-MB untuk Subdistributor, berlaku untuk wilayah pemasaran tertentu sesuai dengan penunjukan dari Distributor
4. SIUP-MB untuk Pengecer dan Penjual Langsung, berlaku untuk setiap satu gerai atau outlet; dan 5. SIUP-MB untuk TBB sebagai pengecer, berlaku untuk setiap satu gerai atau outlet. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 86/MENKES/PER/IV/7 tentang Minuman Keras. Pasal 2 Produsen minuman keras, lmportir minuman keras, Pedagang besar minuman keras, Penyalur minumen keras, Pengecer minuman keras dan Penjual minuman keras harus mendapat izin tertulis Menteri
Unsur filosofis yaitu berintikan kebenaran dan keadilan, atau segala sesuatu mengenai kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Kebenaran dan keadilan dapat dilihat dalam putusan ini dimana hakim memberikan putusan telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang merupakan suatu kebenaran yuridis yang didapat dari hasil analisis peraturan perundang undangan yang telah diuraikan ,dan memperhatikan tujuan dari putusan kahim yang berupa keadilan,kemanfaatan dan kepastian hukum sehingga ditemukan suatu keadilan baik bagi terdakwa maupun bagi masyarakat. Unsur sosiologis, berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat, sebenarnya apabila melihat dari unsur sosiologis Maraknya peredaran
minuman keras yang kerap tak terkendali dimasyarakat mengharuskan adanya pengawasan khusus dari berbagai aspek terutama aspek hukum sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. Selain itu Tingginya kasus pidana karena pengaruh minuman beralkohol perlu menjadi perhatian. Setiap tahun setidaknya terdapat 18 ribu nyawa melayang baik efek langsung dan tidak langsung dari minuman beralkohol. Namun kembali lagi pada putusan Nomor 01/PID.R/2016/PN.MGL mengingat izin yang dimiliki terdakwa adalah izin resmi yang telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku maka penulis beranggapan bahwa kegiatan penjualan miuman beralkohol yang dilakukan terdakwa tidak melanggar ketertiban di dalam masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa dasar hukum hakim memberikan putusan bebas terhadap terdakwa tindak pidana penjualan minuman beralkohol terdiri dari beberapa aspek yaitu, dakwaan dari penyidik kepolisian, keterangan saksi dan terdakwa, serta alat dan barang bukti. Selain itu majelis hakim mempertimbangkan kedudukan secara hirakri Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indenesia No. 20/M-Dag/Per/4/2014 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indenesia No. 06/M-Dag/Per/1/2014 Tahun 2015, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol diatas Peraturan Daerah Kabupaten
Tulang Bawang No 05 Tahun 2004 Tentang larangan produksi, penimbunan,pengedaran, dan penjualan minuman keras (Miras), dimana dalam putusan ini majelis hakim menerapkan asas lex superior derogat legi inferior yang artinya Undang-Undang yang lebih tinggi tingkatan atau hirarkinya akan didahulukan berlakunya daripada Uudang-Undang yang lebih rendah dan sebaliknya Undaang-Undang yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi.9 Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara penjualan minuman beralkohol Nomor 01/PID.R/2016/PN.MGL, dilakukan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku, yaitu selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Dalam memutus sebuah perkara Hakim harus memperhatikan keputusannya mengenai peristiwanya apakah terdakwa melakukan perbuatan yang dituduhkan, keputusan mengenai hukumannya yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana, dan keputusan mengenai pemidanaannya, apabila terdakwa memang dapat dipidana. Majelis hakim juga memperhatika dakwaan penuntut umum, tujuan pemidanaan, dan tiga unsur hakim dalam memberikan putusan, yaitu yuridis,sosiologis,dan filisofis.
Beberapa teori atau pendekatan yang dipergunakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dalam perkara NO.01/PID.R/2016/PN.MGL adalah10: 1. Teori Keseimbangan, Yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara. 2. Teori Pendekatan Keilmuwan Titik tolak dari ilmu ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusanputusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. 3. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari. 4. Teori Ratio Decindendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum
9
.Wahyu Sasongko, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan Cetakan Keempat, 2013 hlm. 29
10
Ahmad Rifai. PenemuanHukum. SinarGrafika.Jakarta. 2010. Hal 102.
dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. 5. Teori Kebijaksanaan Aspek teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing,
membina, mendidik dan melindungi terdakwa, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA Nurwijaya Hartati,bahaya alkohol dan cara pencegahannya, PT Elex Media Kompitindo , jakarta, 2009 http://info-serbatau.blogspot.co.id/2014/12/akibatminuman-keras-miras.html. Diakses tgl. 7 Desember 2016. Pkl 17:18 http://www.bbc.com/indonesia/berita_indon esia/2016/02/160207_indonesia_yogya_mira soplosan
Saleh Roeslan. 1982. Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta Prakoso Djoko .Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia . Edisi Pertama , Yogyakarta : Liberty Yogyakarta , 1987 Martiman Prodjohamidjojo, Memahami dasar-dasar hukum Pidana Indoesia Jakarta :PT. Pradnya Paramita, 1997 Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni Bandung 1986 Wahyu Sasongko, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan Cetakan Keempat, 2013 Rifai Ahmad. Penemuan Hukum. Sinar Grafika.Jakarta. 2010