DISPENSASI PERNIKAHAN USIA DINI (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Pemalang No. 017,020 dan 032/Pdt.P/2010/PA/Pml)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh ABDUL GOFAR NIM. 231.06.061
JURUSAN SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN 2012
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan makhluk-Nya di buni secara berjodoh-jodoh atau berpasang-pasang, baik dalam dunia manusia, binatang maupun tumbuhtumbuhan
untuk
memungkinkan
melangsungkan kehidupan jenis
terjadinya
perkembangbiakan
masing-masing.
Hal ini
guna
merupakan
pembawaan manusia dan makhluk hidup lainnya bahwa setiap makhluk diciptakan secara berpasang-pasangan. Firman Allah SWT:
Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.1 Dalam ayat yang lain ditegaskan:
Artinya: “Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya , baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.2
1 2
Ad-dzariyat (51) : 49. Yasin (36) : 36.
2
Perkawinan
merupakan
cara
yang
ditempuh
manusia
untuk
menemukan pasangannya, yakni antara laki-laki dan perempuan sehingga terbentuk sebuah rumah tangga, sebab pebentukan rumah tangga tidak akan terjadi tanpa melalui perkawinan. Dengan jalan perkawinan yang sah, 1 pergaulan antara laki-laki dan perempuan akan terhormat sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram dan kasih sayang antara suami-istri. Oleh karena itu, pada tempatnya apabila Islam sangat menganjurkan perkawinan dan mengaturnya dengan amat teliti membawa
umat
manusia
hidup
secara
dan terpirinci untuk
bermartabat
sesuai
dengan
kedudukannya yang amat mulia di tengah-tengah makhluk-makhluk Allah SWT yang lain. Dengan perkawinan terpeliharalah kehormatan, keturunan, kesehatan jasmani dan rohani. Hubungan manusia antara laki-laki dan perempuan ditentukan agar didasarkan atas rasa pengabdian kepada Allah SWT dan kebaktian kepada kemanusiaan guna melangsungkan kehidupan jenisnya. Dari perkawinan timbul hubungan suami-istri dan kemudian hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. Dan timbul pula hubungan kekeluargaan, sedarah dan semenda. Karenanya, perkawinan mempunyai pengaruh yang sangat luas, baik dalam hubungan
kekeluargaan
pada
khususnya
maupun
pada
kehidupan
bermasyarakat dan bernegara pada umumnya. Untuk itu, hendaknya segenap elemen bangsa Indonesia mengetahui seluk beluk berbagai peraturan hukum
3
perkawinan agar mereka memahami dan dapat melangsungkan perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 Perkawinan menruut hukum Islam, yaitu aqad yang sangat kuat atau mitsaqan
ghalidzan
melaksanakannya
untuk
merupakan
mewujudkan kehidupan
mentaati ibadah.
perintah
Allah
Perkawinan
rumah tangga yang sakinah,
SWT
bertujuan
dan untuk
mawaddah dan
rahmah4 Untuk mewujudkan tujuan perkawinan tersebut, maka diperlukan persiapan yang matang baik persiapan moril maupun materiil. Islam memberi ancar-ancar dengan kemampuan (istita’ah), yakni kemampuan dalam segala hal baik kemampuan memberi nafkah lahir dan batin kepada istri dan anakanaknya maupun kemampuan dalam mengendalikan gejolak emosi yang menguasai dirinya. Perkawinan pada usia dini di mana seseorang belum siap mental maupun fisik, sering menimbulkan masalah di belakang hari bahkan tidak sedikit berantakan di tengah jalan. Untuk itu, kematangna jiwa sangat besar artinya untuk memasuki gerbang rumah tangga. 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberi batasan umur ideal bagi seorang laki-laki maupun wanita yang akan melangsungkan perkawinan. Dalam pasal 7 ayat 1 dinyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
3
Undang-undang hukum islam No.1 tahun 1974.hlm29. 4 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia tentang perkawinan (Pasal. 2 dan 3) 5 A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan (Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk), Cet.2 (Bandung: Al-Bayan, 1995), hlm. 18.
4
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.6 Namun demikian, sebagai salah satu syarat untuk melangsungkan perkawinan baik pria maupun wanita yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.7 Bahkan bagi calon pengantin yang belum memenuhi persyaratan umur sebagaimana ditentukan pada pasal 7 ayat 1, harus memperoleh dispensasi nikah. Hal ini ditegaskan dalam pasal 7 ayat 2
bahwa dalam hal
penyimpangan terhadap ayat (1) ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. 8 Undang-Undang menentukan bahwa batas umur kawin tersebut dengan suatu pertimbangan bahwa dengan kedewasaan dan kematangan jasmani dan rohani tujuan luhur dan suci dapat dicapai, yaitu memperoleh keturunan yang sehat, salih dan ketenteraman serta kebahagiaan hidup lahir batin. Dengan kedewasaan yang matang diharapkan timbulnya daya tangkal dalam menghadapi kehidupan yang kompleks, sehingga bahtera kehidupan rumah tangga tidak mudah terombang-ambing oleh gelombang kehidupan. 9 Hal ini menunjukkan bahwa asas kedewasaan merupakan salah satus yang urgen untuk diterapkan sebagaimana yang terkandung dalam
6
UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Pasal. 7 ayat 1). UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Pasal. 6 ayat 2). 8 UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Pasal. 7 ayat 2). 9 Marsekan Fatawi, “Hukum Islam Dalam Undang-undang Perkawiann”, dalam H.A. Muhaimin Nur dkk, Kenang-kenangan Seabad Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Dirbinbanpera Islam Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 1985), hlm. 182-183. 7
5
peraturan perundang-undangan tentang perkawinan di Indonesia. Namun, demikian, pada tingkat empiris banyak terjadi perkawinan di usia muda. Artinya, banyak terjadi penyimpangan batasan usia perkawinan sebagaimana yang tertuang dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penyimpangan batasan usia perkawinan ini berarti telah mengesampingkan asas kedewasaan yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Pada umumnya pelaku pernikahan usia dini melangsungkan pernikahan untuk pertama kalinya menjelang akil balig atau segera setelah beranjak dewasa. Sebagian besar faktor pendorong untuk melakukan pernikahan usia dini adalah karena desakan keluarga (orang tua), walaupun juga ada yang hamil diluar nikah.10 Adapun dampak negatif pernikahan usia dini bagi si pelaku adalah kurangnya pengetahuan atau sama sekali tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang hubungan seksual dan kesehatan reproduksi, kurangnya kesiapan moral dan materi dalam menghadapi berbagai persoalan rumah tangga yang akan dijalan. Sedangkan dampak positif dari pernikahan usia dini adalah menjauhkan diri dari perzinaan dan menghalalkan perbuatan yang semula diharamkan. Pernikahan dapat diibaratkan pendirian sebuah bangunan yang memerlukan langkah persiapan dan perencanaan yang siap dan matang, dan memiliki bahan yang akan digunakan (kreasi arsitektur) yang indah dan
10
Hj.Siti Laeliyah Ketua panitera pengadilan Agama pemalang,tanggal 03 maret 2012
6
anggun, menentukan tata letak yang nyaman dan ramah lingkungan yang semuanya harus benar-benar diperhatikan. 11 Namun,
seiring
dengan perkembangan zaman,
image
justru
sebaliknya, perempuan yang menikah diusia dini dianggap sebagai hal tertentu. Bagkan lebih jauh lagi , hal itu dianggap menghancurkan masa depan wanita,
memberantas
kreatifitasnya,
serta
mencegah
wanita
untuk
mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. 12 Ketika berbicara batasan umur minimal untuk menikah bagi seorang anak dalam hukum Islam tidak disebutkan secara rinci yang dituangkan baik dalam Al-Quran maupun hadits, tetapi perlu diingat bahwa secara implisit, benar-benar orang yang sudah siap mental, fisik, dan psikis, dewasa dan paham arti sebuah pernikahan yang merupakan bagian dari ibadah. Dalam kontrak pernikahan syariat Islam, hampir semua ulama berpendapat bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh kedua calon mempelai adalah telah mencapai balig. Batasan usia balig disini sebenarnya memiliki beberapa perbedaan dalam batasan usia sampai beberapa tahun yang cukup mencolok, karena penentuan balig pada saat itu dihasilkan melalui kajian yang komprehensif dan komparatif. 13 Di samping untuk mendapatkan kebahagiaan diri juga untuk menimbulkan ketentraman hati dan kesempurnaan menjadi manusia yang utuh 11
Casmini, Pernikahan Usia Dini Perspektif Psikologi dan Agama, Jurnal Aplikasi Ilmuilmu Agama. (Yogyakarta: Pusat Pengabdian kepada Masyarakat IAIN Sunan Kali Jaga, 2000), hal 15. 12 M. Idris Rahmulyo, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisa UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2003) hal: 3-4. 13 Muhammad Jawad Mag Ruyyah, Filah Lima Madxab (Jakarta: Lentera Baristama, 2005) hal. 225-226.
7
di mana apabila ada keluarga yang ada pada diri seseorang pasangan akan dapat dilengkapai oleh yang lainnya sehingga menimbulkan kesempurnaan yang utuh. Di samping hal-hal tersebut adalah dengan bersatunya dua manusia yang saling membutuhkan diharapkan akan membuahkan buah hati yang nantikan akan melanjutkan ekstafet kehidupannya di masa yang akan data ng.14 Melihat gambaran diatas, penulis mencoba menyoroti masalah tersebut mengingatkan banyaknya kasus pernikahan usia dini. Dalam hal ini faktor latar belakang pernikahan usia dini serta beberapa hal yang menimpa para pengikat pernikahan usia dini. Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis bermaksud untuk menelitinya dalam sebuah skripsi dengan judul DISPENSASI PERNIKAHAN USIA DINI (STUDI KASUS PENATAPAN DI PENGADILAN AGAMA PEMALANG).per kara No.017,020 dan 032Pdt.P/2010 PA.Pml Adapun alasan-alasan yang melatar belakangi pengambilan judul adalah : 1. Pernikahan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tetapi merupakan persoalan yang penting dan besar. Akad pernikahan adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci. 2. Kekurang harmonisan keluarga sering dijumpai dalam kehidupan rumah tangga di masyarakat, yang disebabkan karena terlalu dininya pernikahan,
14
16.
Fauzi Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal.15-
8
sehingga secara mental belum siap mental untuk membina rumah tangga dan kurang matangnya pribadi jiwa yang belum sempurna. 3. Dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang pernikahan akan dapat mewujudkan kelestarian keturunan bangsa dari hasil pernikahan sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing supaya anak yang dilahirkan tidak ada lagi anak dari hasil perzinaan. Berpijak dari uraian di atas serta permasalahan tersebut dapat ditemukan di Pemalang, tempat dimana penyusun dilahirkan dan dibesarkan, maka penyusun tertarik dan kiranya tepat untuk mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab perkawinan dalam usia muda. Hal ini untuk menambah wawasan agar perkawinan usia muda dapat dihindari agar masyarakat dapat mengantisipasi akibat-akibat negatif dari perkawinan usia muda, atau perkawinan
usia muda dapat diminimalisir, mengingat
kematangan jiwa sangat penting artinya bagi sebuah perkawinan. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, penyusun meneliti beberapa hal sebagai berikut: 1. Bagaimana Analisis Penetapan Putusan Hakim Pengadilan Agama Pemalang dalam Kasus dispensasi pernikahan usia dini? 2. Apakah yang menjadi dasar dan pertimbangan hukum dikeluarkannya dispensasi nikah oleh Pengadilan Agama Pemalang ?
9
Agar terjadi persamaan persepsi dalam pembahasan, maka penulis memandang perlu untuk memberikan uraian singkat tentang beberapa istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini, antara lain: Dispensasi Pernikahan adalah izin pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan. ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME.15 Pengadilan Agama adalah sebuah lembaga Negara dalam struktur pemerintahan RI yang pengaturannya berada dibawah lingkup Departemen Agama dan bertugas di bidang kekuasaan kehakiman hukum Islam. 16 Kasus adalah duduk persoalan atau peristiwa sebenarnya. 17 C. Tujuan dan Kegunaan Penulis 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya baik bagi penulis sendiri maupun pihak lain. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendiskripsikan faktor-faktor penyebab perkawinan dalam usia muda di Pemalang. 2. Mendiskripsikan dasar dan pertimbangan hukum dikeluarkannya dispensasi nikah oleh Pengadilan Agama Pemalang. 2. Kegunaan Penulisan
15
Zainul Bahri, Kamus Umum Khusus bidang hukum dan politik, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 196. 16 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeven, 1997), hlm. 157. 17 Zainul Bahri, Kamus Umum bidang hukum dan politik,…. hlm. 135.
10
1. Hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam upaya mencegah terjadinya perkawinan dalam usia muda di Pemalang. 2. Diharapkan pula terbentuk kesadaran hukum bagi masyarakat, khususnya di Pemalang untuk mentaati peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang berlaku. 3. Sebagai pengembangan fiqh dan menambah khazanah keilmuan, khususnya di bidang perkawinan. D. Tinjauan Pustaka Perkawinan, sebagaimana telah disinggung di atas, bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Guna mencapai tujuan tersebut Al-Qur’an antara lain menekankan perlunya kesiapan fisik, mental dan ekonomi bagi yang ingin menikah. 18 Namun demikian, pada tingkat empiris beberapa kesiapan yang diperlukan untuk melangsungkan perkawinan tersebut tidaklah terpenuhi sebagaimana yang diidealkan. Hal ini terlihat adanya anggota masyarakat yang melangsungkan perkawinan tanpa persiapan yang matang. Perkawinan pada usia dini, dalam arti belum memenuhi standar usia nikah dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, merupakan salah satu contoh untuk mendukung pernyataan tersebut.
18
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Muadhu’I Atas Pelbagai Persoalan Umat, Cet. 9, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 192.
11
Ada beberapa alasan, sebagaimana yang diungkapkan Hilman Hadikusumo,
yang
mempengaruhi
masyarakat
untuk
melangsungkan
perkawinan dalam usia muda, yakni: 1. Adanya pesan (tanggeh : Lampung, weling : Jawa) dari orang tua yang telah meninggal dunia, misalnya dikarenakan antara kedua orang tua kedua belah pihak pernah mengadakan perjanjian untuk besanan (Jawa) agar tali persaudaraan menjadi kuat. 2. Kedudukan
seseorang
sebagai
kepala
kekerabatan
yang
akan
mempengaruhi keguncangan dalam kekerabatan dan kewarisan atau kedudukan terhadap harta kekayaan. 3. Terjadinya sengketa antara kerabat untuk dapat memelihara kerukunan dan kedamaian antara kerabat yang bersangkutan. 4. Untuk mencegah terjadinya perkawinan dengan orang lain yang tidak dapat disetujui oleh orang tua atau kerabat yang bersangkutan. 5. Kemungkinan terjadinya perkawinan terpaksa, misalnya gadis yang masih di bawah umur tersebut hamil di luar nikah. 19 Walaupun Hilman Hadikusumo mengungkapkan alasan-alasan yang mempengaruhi masyarakat untuk melangsungkan perkawinan pada usia muda dalam konteks hukum perkawinan adapt, namun alasan-alasan tersebut dinilai masih cukup relevan untuk saat ini mengingat masih adanya masyarakat yang melangsungkan perkawinan walaupun usianya belum cukup dewasa.
19
Hilman Hadikusumo, Hukum Perkawinan Adat, Cet. 4, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 93.
12
Istilah “kedewasaan” menunjuk kepada keadaan sudah dewasa, yang memenuhi syarat hukum. 20 Dalam konteks hukum perkawinan, usia dewasa ini akan terpenuhi jika seseorang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974, yang mengatur tentang: 1. Izin orang tua bagi seseorang yang akan melangsungkan perkawinan apabila belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun. 21 2. Umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun. 22 Dengan demikian, batasan perkawinan dalam usia muda adalah perkawinan yang dilakukan pasangan mempelai yang belum memenuhi batas umur minimal untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana yang ditetapkan peraturan perundang-undangan, yakni 19 (sembilan belas) tahun bagi laki-laki dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita. Untuk
melangsungkan
perkawinan,
terpenuhinya
persyaratan
kedewasaan ini sangat penting mengingat perkawinan memerlukan kesiapan fisik, mental dan lain-lain agar tujuan perkawinan dapat diwujudkan dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, penelitian tentang perkawinan dalam usia dini sangat urgen dilakukan. Dalam penelitian ini penyususn mengambil lokasi di wilayah pengadilan agama Pemalang mengigat, sepengetahuan penulis, belum ada
20
Abdul Kodir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cet. 2, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 41. 21 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Pasal 6 ayat 2) 22 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Pasal 7 ayat 1)
13
penelitian tentang perkawinan dalam usia dini di Pemalang. Pengambilan lokasi penelitian tersebut dikarenakan di wilayah tersebut banyak terjadi perkawinan dalam usia muda yang tidak melalui prosedur sebagaimana yang ditetapkan peraturan perundang-undangan. E. Metode penulisan Dalam penulisan Skripsi ini penulis menggunakan metode sebagai berikut: I.Pendekatan permasalahan Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode pendekatan perundang-undangan (Statute approeach) yang artinya suatu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isi permasalahan hukum perdata yang sedang di tangani. 23 a.Karakteristik Penulisan karakteristik penulisan adalah deskriptif prespektif, karena mengambarkan fenomena hukum dan isu hukum yang muncul di masyarakat untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan. yang bersifat prespektif .karena penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu permasalahan hukum yang ada.24 Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,keadaan,gejala atau kelompok tertentu,atau
23
Peter Muhammad Marzuki,Penelitian hukum,(Jakarta:Kencana ,2009)hlm.93. Masri Siragimbun ,”Metode dan proses Penelitian”,dan Sofian Effendi,Metode Penelitian Survei,Cet II,(Jakarta :LP3ES,1995),hlm.4. 24
14
frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat.25 Disamping itu penelitian ini bertujuan untuk mencari informasi factual yang mendetail yang mencari gejala yang ada, sertauntuk mengidentidikasi
masaalah-masaalah
atau
untuk
mendapatkan
justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung .26 Dalam penelitian ini ,penyusun terlebih dahulu menggunakan metode documenter yang karenasumber-sumber yang dipakai dalam penelitian ini merupakan sumber-sumber dokumen.27 Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan .
a.Studi kepustakaan Membaca dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini .
b. Observasi Melihat dokumentasi yaitu proses pengumpulan datayang diperoleh dengan cara mempelajari dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang berharga dengan data yang diperlukan.
25
Melly G.tan “Masalaah Perencanaan Penelitian “, dalam koentjaraningrat redaksi), Metodemetode Penelitian masyarakat,cet,. 8 ,(Jakarta :Gramedia, 19 86).hlm.29. 26 Sumadi Surya brata, Metodologi ,hlm 19 27 Winarno Sucrachmad,Pengantar Penelitian Ilmiah,Dasar ,Metode dan teknik,Cet. 7,(Bandung:Tarsito,1985), hlm.132.
15
II. Sumber Data Adapun sumber data yang penulis gunakan terbagi dalam sumber primer dan sumber sekunder sebagai berikut : Data Primer, yakni sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama.sumber sumber primer
merupakan sumber asli ,baik
berbentuk dokumen maupun sebagai peninggalan lain seperti : 1.Perundang-undangan 2.catatan-catatan resmi dalam pembuatan undang-undang 3. Peraturan-peraturan hukum
28
Sumber Data sekunder atau data tangan kedua yaitu data yang diperoleh lewat pihak lain ,tidak langsung diperoleh dari penulisan lewat subjek penulisannya.29 Atau dengan kata lain ,sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber pendukung. 1.Buku-buku hasil karya para ahli 2.Makalah,proposal dan Skripsi 3.Majalah hukum ,majalah perkawinan ,majalah kompas 4.Bahan non hukum ,yang bersumber dari hasil wawancara terstruktur dari para ahli (eksport) yang mengunakan tema penelitian30 III. Pengumpulan bahan npenelitian 1. Studi dokumentasi dan daftar pustaka
28
Bokor sukarto,Mentiapkan penulisan dan penulisan karya ilmiah,(Bandung:Tarsito ,1992),hlm 131 29 Saefudin Azhar ,metode penulisan ,(Yogyakarta :Pustaka Pelajar ,1999),hlm 97. 30 Winarno Surakhmad,Pengantar penulisan Ilmiyah ,(Bandung :Tarsito ,1982),hlm 139
16
Telaah ini dilakukan dengan cara mengambil bahan hukum dari bukubuku maupun hasil karya ilmiyah yang menyangkut dengan masalah yang sedang dibahas ,sebgai penunjang teori dalam pembahasan hasil penelitian. 2. Wawancara Untuk memperoleh bahan non hukum penulis
menggunakan
wawancara dengan orang-orang yang memahami permasalahan dalam penelitian ini. IV. Pengolahan bahan penelitian Cara pengolaahan bahan hukum dilakukan secara eduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan-permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi . analisis penelitian ini menggunakan teori-teori hukum dan prinsip-prinsip hukum. Kaidahkaidah hukum dan data-data dari internet sebagai pelengkap untuk menemukan sebuah fakta nyata. F.Analisa Data Penulisan Metode Analisa data dalam penulisan ini yaitu dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknis analisis deskriptif yaitu pengumpulan dan penyusunan data,kemudian berusaha menganalisis dan menafsirkan data tersebut.31 Dalam hal Perkawinan ini merupakan suatu cara untuk memenuhi tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan
31
Winarto Surakhmad,Pengantar penulisan…hlm 139
17
dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah SWT dan rasul-Nya. Perkawinan ini merupakan Sunah Nabi yang sangat dianjurkan kepada setiap umat Islam. Perkawinan yang sah menimbulkan akibat hukum, di mana suami istri mempunyai hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga, diantaranya kewajiban suami terhadap istri adalah memberi nafkah, baik lahir maupun batin. Dalam pasal 34 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumahtangga sesuai dengan kemampuannya. 32 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menerangkan bahwa perkawinan dapat diputuskan karena kematian, perceraian atas putusan pengadilan. 33 Di samping itu, pertimbangan dan tarik menarik antara akibat baik dan buruk juga mempengaruhi untuk segera melaksanakan atau menunda melaksanakan perkawinan. Meskipun hal ini bersifat subyektif, pertimbangan ini juga layak menjadi fokus perhatian. Dalam kaidah fiqhiyah dinyatakan bahwa pertimbangan menolak atau menghindari sebuah kerusakan atau keburukan harus didahulukan dari pada mencari sebuah kebaikan. Dalam konteks perkawinan, pertimbangan menghindari perbuatan zina harus didahulukan. 34
32
Lembar UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 hal 16. Lembar UU Perkawinan No. 16. Tahun 1974 hal 17 34 Zainal Abidin Ibn Ibrahim Ibn Najim, Al-Asybah wa An-Nazair lala Mazhab abi Hanifah anNu’man, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1413H/1993M), hlm. 90. 33
18
G. Sistematika Penulisan Skripsi Agar skripsi ini mudah disusun secara sistematik dengan pembatasan yang tidak menyempit ataupun terlalu melebar serta terfokus dengan pokok-pokok pembahasan sesuai dengan njudul skipsi,maka penulis menunjukan dalam beberapa bab dan sub bab ,pokok bahasanya yaitu : BAB I
Menguraikan tentang pendahuluan yang terdiri dari , latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematikan pembahasan.
BAB II
Menguraikan tujuan umum tentang batasan usia pernikahan ,syarat dan prosedur usia perkawinan, dan Dasar filosofis pembatasan usia pernikahan dan dispensasi pernikahan usia dini .. Bab ini mengandung permasalahan dalam meng analisa permasalahan bab IV sehingga tidak terjadi kesan loncatan pemikiran menuju analisa permasalahan.
BAB III
Gambaran Umum tentang pengadilan agama pemalang dalam pembatasan usia nikah ,dispensasi nikah, syarat dan prosedur pernikahan dan dasar filosofis penetapan dispensasi nikah .
BAB IV
Hasil penelitian ini dan penbahasan Di dalam bab ini menguraaikan secara sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan ,disesuaikan dengan pokok permasalahan dan memuat pembahasan berupa data kegiatan permohonan dispensasi nikah di pengadilan
19
yang sesuai dengan ganbaran hukum islam terhadap permasalahan yang telah di teliti. Dan menganalisa permasalahan , sebagai konsekuensi logis terjadinya pernikahan usia dini. Selanjutnya analisa tentang dispensasi nikah di Pengadilan Agama Pemalang khususnya tentang dasar dan pertimbangan hukum dikeluarkan penetapan dispensasi nikah tersebut. BAB V
Kesimpulan dan saran a. Kesimpulan Kesimpulan ini memuat pernyataan singkat dan akurat dari hasil penelitian, merupakan makna yang dapat ditarik dari hasil penelitian b. Saran Setelah peneliti membuat kesimpulan dari hasil penelitian, selanjutnya peneliti membuat saran-saran