ISSN 1410-2021
IVA IKTA
No. 3 dan 4 Th. 1996/1997
Plasma JVutfah Indonesia
Media Komunikasi Komisi Nasional Plasma Nutfah
Sekilas Tentang
EDITORIAL
1VAIKTA
Plasma Nutfah Indonesia
Marta Plasma Nutfah Indonesia" merupakan media komunikasi keplasmanutfahan dan sarana untuk memasyarakatkan pemahaman terhadap plasma nutfah, khu-susnya plasma nutfah Indonesia. M arta terhit secara berkala yaitu bulan Juli dan Desember setiap tahun. Redaksi menerima dan mengharapkan sumbangan berita dan artikel tentang keplasmanutfahan untuk dimuat dalam penerbitan selanjutnya. Isi dapat dikutip tanpa izin lebih dulu. asal disebut sumbernya.
Daftar Isi EDITORIAL <EGATAN PROVE K KNPN I Penyusunan Sistem Konservasi 2 Perternuan Pemulia Tentang Pemcmfaatan Plasma Nutfah 3 Koordinasi Sistem Jarmgan Kerja Konservasi Plasma Nutfah
4
ARTIKEL Status Plasma Nutfah Hum Air lavxur
7 1
di Indonesia 2 Peningkatan Peranan Mikroba dalam Bidang Pertanian
9
WAWAN CARA ! Pertemuan Ad Hoc Sumberdaya
ft
Genetik Hewan « 3 gBs 9gggH«gg£g BERTA I Seminar Nasional Petemakan dan
12 12
I 2 2 6
If
letenner
2 Stadium General bggt Perguruan Tinggi tentang Pemasyarakatan Plasma Nutfah di Indonesia 3 Laporan Menghadin Sidang COP3 Konvensi Keanekaragaman Hayati 4 “Second International Crop Science Congress’’ KOLEKSI KITA I Beberapa Spesies Plasma Nutfah Pertanian yang Terancam Punah SERBA-SERBI 7 Kekayaan Koleksi Biakan Mikroba
13 14 IS
16 16 18 18
Pertanian PUBLIKASI
19
Upaya pelestarian sumberdaya hayati memerlukan penanganan secara terpadu baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun intemasional. Hal ini mengingat bahwa manfaat dari upaya pelestarian sendiri adalah untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya, yang dalam kegiatannya di semua sektor secara perlahan mengarah kepada globalisasi dengan makin menipisnya sekatan-sekatan antara negara. Untuk mencapai keterpaduan konseptual maupun operasional perlu diciptakan sistem yang dapat diterima oleh semua pihak. Namun demikian, sistem apapun yang dipakai perlu ditunjang oleh kesadaran tentang manfaat serta pentingnya upaya pelestarian itu sendiri.
Konservasi plasma nutfah di bidang pangan hendaknya sejalan dengan peningkatan pemanfaatan plasma nutfah itu sendiri. Usaha konservasi yang tidak diikuti oleh upaya pemanfaatan akan mengakibatkan pemborosan dana dan tenaga. Disamping itu, sumberdaya hayati yang bersangkutan hanya akan merupakan potensi yang tidak termanfaatkan. Kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan plasma nutfah dalam rangka konservasi ini perlu selalu digali, dan pemasyarakatannya hendaknya ditingkatkan. Teknik-teknik pelestariannya sendiri telah banyak diteliti dan dipelajari, namun dalam penerapannya di lapangan masih menemukan banyak kesulitan. Sistem jaringan kerja di bidang konservasi juga merupakan salah satu komponen yang penting, khususnya sebagai sarana komunikasi dan pertukaran informasi bagi semua pihak yang terlibat, pada semua tingkatan. Keterkaitan serta kerjasama antara berbagai pihak adalah mutlak diperlukan karena tidak ada satu simpul yang dapat berdiri sendiri dan tidak ada satu negarapun yang dapat memiliki sumberdaya genetik yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri baik pada masa kini maupun di masa depan. Peningkatan kerjasama melalui sistem jaringan kerja dapat memastikan pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya genetik secara lebih efektif. Hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan dana, fasilitas, dan sumberdaya manusia. Dalam edisi ini, selain informasi-informasi aktual di bidang konservasi, Warta mencoba mengangkat beberapa hal yang berkaitan dengan status maupun upaya pelestarian plasma nutfah ikan dan mikroba di Indonesia. Kedua kelompok komoditas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses produksi biologis dalam industri pangan, sesuai dengan peranannya masing-masing. Namun, sejauh ini barn pemanfaatannya saja yang mengarah pada exploitasi yang telah banyak dibahas. Disamping tanaman, hewan, dan temak lainnya, pelestarian ikan dan mikroba dapat memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pemenuhan kebutuhan pangan di masa depan, khususnya dengan perkembangan teknologi biologi molekuler yang cukup pesat. Oleh karena itu, upaya pelestariannya hendaknya dilakukan sejalan dengan mitra-mitranya yang lain dalam proses produksi biologis.
9s
KEC5IATAN KNPN Penyusunan Sistem Konservasi
Berkaitan Dengan Pemanfaatan Plasma Nutfah Hi Bidang Pangan Berbagai ma nutfah
konservasi plas¬ di bidang pangan yang sejalan dengan penmgkatan pemanfaatannya akan sangat bermanfaat dalam mendukung kelangsungan usaha swasembada pangan. Usaha konservasi yang tidak diikuti oleh upaya pemanfaatan, akan mengakibatkan pemborosan dana dan tenaga. Selain itu sumberdaya hayati tersebut akan tetap hanya merupakan potensi yang tidak termanfaatkan. sistem
Sistem konservasi plasma nutfah di bidang pangan pada umumnya sudah sesuai dengan kaidah konservasi pada umumnya. Namun demikian, sistem kon¬ servasi di bidang pangan yang ada sa¬ ngat beragam, sesuai dengan tujuan kon¬ servasi dan macam lembaga pelaku kon¬ servasi.
Inventansasi berbagai sistem konser¬ vasi maupun sistem pemanfaatannya memerlukan kajian ulang guna penyempurnaan Selain itu, permasalahan yang selalu mencuat di dalam pemanfaatan plas¬ ma nutfah terutama sangat kurangnya te¬ naga pemulia. Dengan demikian dipan-
1YAIKTA
Plasma \utfah Indonesia Penanggung Jawab Kusuma Diwyanto Staf Redaksi L. Hardi Prasetyo (Ketva) Didik Sudarmadji
Eko Handiwirawan Sri Kumiati Sekretanat Komisi National Plasma Nutfah, Pusat Penelitian dan Tanaman Pangan Jl. Mendeka No. 147 Telp. (0251) 327031, . Faks (0251) 240754,
2
2-3).
dang perlu untuk menelaah dan mengkaji ulang sistem konservasi yang ada sesuai dengan kemampuan SDM (pemulia) yang dimiliki. Sekaligus diharapkan dapat ditelaah kekuatan dan kelemahan yang ada guna menambah masukan yang diperlukan untuk pembinaan sistem kon¬ servasi plasma nutfah tersebut.
perumusan “Penyusunan Sistem Kon¬ servasi Berkaitan dengan Pemanfaatan Plasma Nutfah di Bidang Pangan” berikut ini :
Untuk tujuan ini, telah diadakan kegiatan sarasehan pada tanggal 22 Oktober 1996 bertempat di Wisma Mtra, Bandung, sebagai hasil keijasama antara KNPN dengan PER1PI Pusat. Hadir sejumlah 70 orang peserta berasal dari Peiguruan Tmggi Negeri dan Swasta, Pusat Penelitian dan Balai Penelitian, LSM, perusahaan swasta, serta wakil dan beberapa media massa. Sambutan diberikan oleh ketua PERIP1 Pusat, Prof Dr Achmad Baihaki; Ketua KNPN, Dr. H A Soedarsan; dan pembukaan dilakukan oleh Ka. Badan Litbang Pertanian, Dr Faisal Kasryno.
1. Perlu penelaahan kembali kebijakan-kebijakan pemenntah dalam upaya pencegahan erosi plasma nutfah, sistem kelembagaan yang sedang berjalan, dan sebagainya.
Makalah yang disajikan pada pertemuan adalah : (1) Identifikasi status sis¬ tem konservasi plasma nutfah yang su¬ dah ada berkaitan dengan pemanfaatan di bidang pangan, disajikan oleh Dr. Achmad M. Fagi; (2) Analisis kelemah¬ an dan kemampuan sistem konservasi plasma nutfah yang ada, oleh Prof Dr. Achmad Baihaki; dan (3) Penelaahan sistem dari sumberdaya manusia, dana, fasilitas, dan aspek hukum oleh Dr. Kasumbogo Untung.
Perumusan sarasehan yang merupa¬ kan paduan kesimpulan hasil diskusi dari setiap topik bahasan makalah yang dipandu oleh Prof Dr. Ibrahim Manwan sebagai moderator dan hasil perumusan dipimpin oleh Dr. Zainudin Harahap se¬ bagai ketua, membenkan rekomendasi
Pengembangan di Tingkat
Nasionai
2. Diperlukan penerapan sistem kon¬ servasi plasma nutfah yang dapat mendorong dan meningkatkan promosi konservasi, termasuk peman¬ faatan plasma nutfah 3. Pelestanan plasma nutfah saat ini perlu ditekankan kepada upayaupaya pe-manfaatan sumberdaya genetik secara berkelanjutan Se¬ lain itu perlu diperhatikan pula penanganan dan penyelamatan materi koleksi yang telah ada melalui peningkatan ketersediaan fasilitas, manajemen, dan dana, serta penanggulangan pencurian dan tindakan-tmdakan yang tidak bertanggung jawab. 4. Upaya konservasi, pelestarian, dan pemanfaatan plasma nutfah perlu melibatkan berbagai pihak, diantaranya pihak pemenntah dan swas¬ ta. Diperlukan pula evaluasi pe¬ manfaatannya, sehingga dapat meyakinkan penyandang dana akan pentingnya arti plasma nutfah
5. Perlu diusulkan secara rinci/spesifik tentang aspek konservasi plas¬ ma nutfah dalam manajemen sum¬ berdaya biologi di tanah air. Untuk
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
pelestanan kekayaan plasma nutfah tanaman “asli” Indonesia yang berpotensi ekonomi/teknis tinggi, perlu ditetapkan spesies-spesies yang memerlukan pelestanan segera seperti tanaman obat-obatan, umbi-umbian, pisang, dan lainlain. 6
Perlu lebih mengintegrasikan aspek konservasi sumberdaya genetik di dalam proses perencanaan nasional .
Pengembangan di Tingkat
internasionai 1.
Dalam upaya pengkayaan plasma nutfah, terlebih plasma nutfah ta¬ naman bemilai ekonomis tinggi, perlu dilakukan kerjasama secara bilateral dengan negara-negara lain atau pusat-pusat penelitian intemasional dalam aspek pengelolaan plasma nutfah, nusalnya melalui pertukaran informasi.
Berkaitan dengan hal di atas, per¬ lu ditelaah dan dikaji lebih lanjut sejauh mana pengelolaan plasma nutfah berperan dalam kebijakan ekonomi secara internasionai. 3. Melalui kerjasama internasionai, perlu pula digali upaya-upaya yang memperkuat kerjasama untuk mendorong dan membantu pemngkatan pengelolaan plasma nutfah di Indonesia
2
4.
Perlu dikaji lebih jauh bagaimana memanfaatkan bantuan dana dari luar negeri (khususnya negara maju) untuk menambah sumber keuangan bagi upaya promosi dan pengembangan pengelolaan plas¬ ma nutfah di Indonesia
Pengembangan di Tingkat
lokai/Petani 1
Perlu penyeimbangan terhadap penggunaan “land resources” yang mempercepat erosi sumberdaya genetik di Indonesia dan perusak-
an habitat-habitat alabat pembangunan yang memusnahkan sumberdaya genetik. 2. Perlu upaya-upaya untuk mendo¬ rong dan merangsang penggunaan sumberdaya genetik, seperti varietas-vanetas lokal untuk kepentingan petaru (seperti farmers’ nght). 3. Perlu penjaminan kegiatan-kegiatan in situ, konservasi atau keija para petani dalam pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan sumberdaya genetik. Dengan de¬ rm ki an petani dapat memperoleh keuntungan yang sepadan dengan apa yang telah dilakukan selama ini.
Pengembangan Kemampuan Keiembagaan, Fas ilitas, dan Teknoiogi 1. Diperlukan upaya untuk memper¬ kuat fasilitas dan teknoiogi yang dapat mendorong konservasi, pe¬ lestarian, dan pemanfaatan plasma nutfah/sumberdaya genetik secara berkelanjutan. 2. Diperlukan upaya-upaya pengelo¬ laan plasma nutfah/sumberdaya genetik dan habitat-habitat lain yang dilindungi, agar dapat berfungsi secara berkelanjutan. 3. Pengelolaan plasma nutfah, terutama tanaman pangan dan hortikultura semusim, masih belum op¬ timal dan tersebar di beberapa unit kerja sehingga menyulitkan pembinaan, pengkoordinasian, dan pe¬ ngelolaan. 4. Untuk dapat melestarikan kekaya¬ an plasma nutfah yang telah ada, perlu diupayakan pemngkatan ke¬ mampuan penguasaan tekmk-teknik konservasi, pelestarian, dan pemanfaatan plasma nutfah/sum¬ berdaya genetik baik secara in situ, ex situ, maupun in vitro. 5. Dalam upaya penyusunan peraturan pemerintah tentang varietas ta¬ naman, PERIPI diharapkan dapat
berkontribusi memberikan masukan-masukan atau pandangan-pandangannya
Pengembangan Kemampuan Sumberdaya
Manusla 1. Kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya plasma nutfah bagi kesejahteraan manusia masih sangat kecil, sehingga diperlukan upaya pemasyarakatan dan pe¬ mngkatan apresiasi serta kepekaan manusia Indonesia, melalui pejabat-pejabat terkait, tokoh-tokoh masyarakat, LSM, atau lembaga-
lembaga pendidikan (sejak menginjak bangku sekolah taman kanak-kanak sampai perguruan ting¬ gi).
2. Untuk itu sejauh mungkin pejabatpejabat terkait, tokoh-tokoh ma¬ syarakat, LSM, atau lembaga-lembaga pendidikan dapat dibantu da¬ lam menyebar luaskan informasi informasi berkaitan dengan kon¬ servasi, pelestarian, dan peman¬ faatan plasma nutfah
3. Dalam upaya mengembangkan pe¬ mahaman yang berkaitan dengan konservasi, pelestarian dan peman¬ faatan plasma nutfah, perlu dila¬ kukan penelitian-penelitian yang bersifat mendasar. 4. Sampai saat ini, ketersediaan dan kemampuan tenaga pengelola/pengembangan sumberdaya genetik dengan sistem konservasi masih sangat kurang, sehingga perlu di¬ upayakan pemngkatan sumberda¬ ya manusia, baik secara kuantitas maupun kualitas. Dikutip dari laporan perumusan kegiatan sarasehan KNPN dan PER1P
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
(S. Kumiati/W.K. Sejati/ E. Handiwirawan)
3
Pertemuan Pemulia Tentang Pemanfaatan Plasma Nutfah Pertanian
Dalam
rangka mempenngati 20 tahun Komi si Nasional Plasma Nutfah, maka tdah dilaksanakan Per¬ temuan Pemulia tentang Pemanfaatan Plasma Nutfah Pertanian lingkup Badan Litbang Pertanian, Bogor pada bulan Agustus 1996. Pertemuan yang dihadiri oleh 28 pemulia aktif dan 15 pemulia se¬ nior membenkan hasil sebagai berikut :
A. Sejarah tentang Keberhasilan Program Pemuliaan dan Pemanfaatan Plasma Nutfah
Disamping varietas padi, juga tdah dilepas masing-masing sejumlah 25, 27, 15, 11, 9, 5, dan 5 vanetas jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, gandum, ubi kayu, dan ubi jalar. Meskipun telah dapat dikembangkan beberapa varietas unggul tanaman pangan, namun dalam upaya memperoldi hasil lebih optimal, perlu digariskan suatu strata pemanfaatan plasma nut¬ fah yang betul-betul terarah.
2. Tanaman Rernpah dan Obat
Kegiatan pemuliaan sudah dimulai sejak jaman Belanda, yang saat ltu diarahkan kepada sdeksi bagi keragaman plasma nutfah yang terdapat di alam. Pnontas utama perhatian pada tanaman 1. Tanaman Pangan cengkeh, yang menghasilkan empat tipe Profesi sebagai pemulia di berbagai cengkeh budidaya meliputi . Zanzibar, bidang pertanian kurang mendapat minat Sikotok, Siputih, dan Ambon; serta perdan para peneliti. Dapat diajukan silangan antara cengkeh budidaya dan contoh, selama kurun waktu 1932-1935 liar, namun Fi yang dihasilkan tidak tercatat hanya seorang pemulia padi, bemilai ekonomis. Antara kisaran tahun 1945-1980, yaitu Dr H Siregar, dimana beliau telah pemuliaan betjalan kurang kegiatan Bengawan dan melepas padi berhasil Intan hasil pemuliaan menggunakan sistematis yang lebili mengarah kepada tetua padi Latisail dari India. Kemudian koleksi, karaktensasi, dan evaluasi plas¬ tahun 1950-1965 tiga penelib Dr H. ma nutfah; disertai sdeksi pohon induk Siregar, Dr Satoto, dan Dr. B.H. Siwi di beberapa daerah Pada tahun 1980merakit varietas Remadja Sigadis, Shinta 1989 dilakukan pelepasan tahap I empat dan lainnya. Sedangkan sebagian tetua vanetas lada yaitu Petaling I dan II, serta yang dipakai berasal dan padi bulu Natar I dan n, hasil dan seleksi varietas (lokal). Baru pada tahun 1965 program unggul lokal. Sedangkan pada tahun perpadian di Indonesia mulai meng¬ 1989-1995 dilaksanakan pelepasan ta¬ gunakan vanetas berumur genjah dengan hap dua berupa tiga vanetas lada hasil sdeksi vanetas unggul lokal yaitu : mempersi1angkan vanetas IR5/Shinta. Pada tanggal 1 April 1971, Dr Z. Chunuk, Benghayang, dan LDK; serta Harahap menenma penghaigaan atas empat klon serai wangi Disamping itu, penemuan varietas padi Pelita 1-1 dan dilakukan karaktensasi dan evaluasi Pelita 1-2. Selanjutnya dan tahun 1971 plasma nutfah yang berhasil menghasil¬ kan sejumlah 11, 11, 9, 10, 8, dan 12 sampai 1995 Badan Litbang Pertanian tdah berhasil melepas 96 vanetas padi nomor harapan berurutan untuk jambu antara lain padi sawah, gogo, rawa, dan mente, pyrethrum, kencur, kunyit, temulawak, dan cengkeh. Sejak taliun 1995 iritroduksi hingga sekarang pemuliaan diarahkan
4
untuk mengatasi masalah penyakit pada lada, panili, danjahe. 3. Tanaman Perkebunan
Pemuliaan di Balai Peneliti an Per¬ kebunan terutama menangani tanaman karet, kdapa sawit, coklat, kopi, teh, dan kina. Pertanaman karet, kdapa sawit, kopi, dan teh, dan coklat masing-masing meliputi areal sekitar 3 juta, 2 juta, 1 juta, 1.5 juta, dan 1 juta ha. Disamping itu juga telah dilakukan pemuliaan tanaman tembakau dan lamtoro sebagai penaung kopi 4. Petemakan Temak di Indonesia sebagian besar dipelihara oleh masyarakat dalam jumlah sangat bervariasi, teigantung dan spesies dan bangsanya. Temak dengan potensi ekonomi tinggi biasanya dipelihara dalam jumlah cukup besar, sehingga masalah konservasi secara in situ atau on farm tidak menjadi masalah senus Beberapa spesies atau bangsa temak yang belum terlihat potensmya misalnya kerbau Tedong Bonga di Sulawesi Selatan atau ayam Kedu Putih di Jawa Tengah, sangat terbatas jumlahnya Padahal temak tersebut mempunyai keunggulan dalam hal daya adaptasi dengan lingkungan setempat. Detuikian pula halnya dengan itik yang berasal dan Tegal, temyata tel all dimanfaatkan untuk membentuk bangsa baru seperti itik Khaki Campbdl di Inggns. Sehubungan dengan hal tersebut perlu kiranya mengenal dan melestankan plasma nutfah temak lata serta memanfaatkannya dengan efektif dan efisien.
5. Perikanan Plasma nutfah ikan mempunyai keanekaragaman yang cukup besar meliputi jenis ikan laut dan sekitar 1.100
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4Th. 1996/97
ikan air tawar. Sebagian plasma nutfah tersebut telah dimanfaatkan sebagai jerus ikan tangkap dan budidaya. Pemanfaatan plasma nutfah hasil penelitian telah dilakukan pada jenisjems ikan dan udang air tawar, -fiususnya pada ikan Mas dan udang Galah Sedang jenis ikan lainnya yang tdah mendapat periiatian adalah ikan Gurame. Tawes, dan Nila Pada masa mendatang, diharapkan pemanfaatan plasma nutfah untuk budidaya dan jerusjenis ikan pantai dan laut. jerus
B. Manfaal, Kelemahan, Peluang, dan Kendala dari Plasma Nutfah Plasma nutfah tanaman. hewan, ikan, r.aupun mikroba mempiutyai keragaman mg sangat besar, narnun sampai saat :rj beliun dimanfaatkan secara optimal Ha. mi terlihat dan sanakin banyaknva mpor buah-buahan, sayur-sayuran, dan dagjng (temak) sebagai akibat maungkatnya penumtaan konsumai Buahbuahan. sayur-sayuran, dan daging lokal nampaknya mengalami kesulitan dalam menghadapi persamgan ketat dengan produk mipor, baik dan segi haiga. mutu. dan jumlahnya Narnun demikian, masih banvak konsumen yang lebih men\ukai produk dalam negen danpada mpor. sehingga masih ada petani dan petemak vang menanam buali lokal dan memelihara temak lokal. ■
Dalam menghadapi era globalisasi dimana faktor persamgan akan semakin ketat. maka diperlukan upaya-upaya untuk lebih meningkatkan mutu dengan persamgan haiga dan pemasaran yang lebih baik Daigan demikian diharapkan buah-buahan, sayur-sayuran, hasil ta¬ naman rempah, obat, mdustn (lada, paruli, jambu mete, jahe, nila, dan tanaman serat) dan perkebunan (kopi, coklat, karet. dan teh) serta daging lokal dapat tetap menduduki pangsa pasar lebih baik dibandmgkan produk impor.
Komoditas yang mempunyai keunggulan-keunggulan komparatif seperti teh, kopi, kopra, coklat, karet. kina, dan kelapa sawit mendapat perhatian senus dalam paiangannya terutama dalam hal mutu dengan memanfaatkan keragaman plasma nutfah yang ada, sehingga mampu bersamg dalam menghadapi era globalisasi. Untuk itu pemenntah perlu lebili mempererat keqasama antara petam/petemak, koperasi, lembaga-lembaga penelitian, dan mstansi terkait, lembaga konsumen, serta badan-badan eksportir.
C. Program Nasional Plasma Nutfah Kegiatan konservasi, pemanfaatan plasma nutfah, dan penelitian pemuliaan akan berhasil baik apabila program pemuliaan/plasma nutfah dapat disusun secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak mulai dan peneliti, pendidik, pengambil kebijakan, pengguna, swasta, LSM, petani, dan masyarakat luas. Hal ini dapat terwujud apabila program mendapat dukungan dan panenntah melalui lambauan sampai peraturan dan perundang-undangan, yang selaras daigan kesepakatan global. Untuk itu perlu penyusunan program payung dan masing-masing komoditas atau Balai
pelestarian dan pemanfaatannya dapat terprogram secara berkesinambimgan dan terarah. 3. Hasil karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah agar dapat didokumentasi dan disusun dalam data base, diperlukan fasilitas yang memadai
4. Forum komunikasi melalui Warta Plasma Nutfah akan lebih digiatkan untuk menam-pung isu-isu nasional dan intemasional, disamping itu dirasa perlu adanya wadah yang menampung informasi hasil kegiatan dan pemanfaatan plasma nutfah berupa Buletin Penelitian Plasma Nutfah yang bersifat semi ilmiah.
5. Mengingat sangat terbatasnya tenaga pemulia, maka diperlukan peningkatan jumlah dan kualitas melalui pendidikan formal dan non formal, penambahan tenaga baru maupun alihtugas 6. Untuk kesinambungan konservasi dan pemanfaatan plasma nutfah diperlukan “core budget” yang bersifat rutin melalui suatu Badan Koordinasi tingkat nasional
7. Peningkatan kerjasama antara instansi pemerintah dan swasta da¬ lam dan luar negen sangat membantu dalam pelestanan dan pemanfaatan plasma nutfah pertanian
D. Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dikenuikakan beberapa kesimpulan berikut :
(Kusuma Diwyanto, BPTCiawi ; Surachmat Kusumo, Balitbio Bogor)
_
1. Hasil-hasil pemanfaatan plasma nutfah telah diinformasikan oleh masing-masing pemulia, narnun belum seimbang dengan banyaknya plasma nutfah yang dikonservasi mengingat terbatasnya tenaga pemulia dan dana.
2. Pengelolaan plasma nutfah perlu dikoordinasi secara nasional agar
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
5
Koordinasi Sistem Jaringan Kerja Konservasl Plasma Nutfah Taraf Nasional, Regional, dan Internasional
Masih
berkaitan dengan acara penngalan ulang tahun KNPN ke-20, maka telah dilakukan kegiatan sarasehan Koordinasi Sistem Jaringan Keija Konservasi Plasma Nutfah Taraf nasional, regional, dan internasional pada tanggal 23 September 1996, bertempat di Aula Fakultas Pertanian Uruversitas Gadjah Mada, Yogyakarta. ini
Latar belakang dilaksanakan kegiatan dengan mempertimbangkan bahwasa-
keija merupakan salah satu dalam pelaksanaan keija, terutama dalam memasuki era globalisasi. Dalam era ini, tidak ada satu simpul keija yang dapat berdin sendin. Pada taraf nasional, jaringan keija ini terasa sangat lemah dan begitupun hubungan dan taraf nasional ke taraf regional dan dan taraf nasional ke taraf internasional. Kelemahan diidentifikasi berakar pada tidak tersedianya sumberdaya manusia yang berkemampuan tinggi. nya
jaringan
sistem
Dan kelemahan pada sumberdaya manusia, akan teijadi pula kelemahan pada mekanisme institusi. Keterpaduan sumberdaya dan mekanisme institusi menentukan derajat kemampuan masingmasing simpul. Faktor lam yang juga menentukan kondisi simpul adalah ketersediaan dana dan fasibtas.
Oleh karenanya dirasa perlu adanya upaya dalam mengatasi hal tersebut. Sebagai langkah awal diperlukan suatu kepastian status sistem janngan keija yang sudah ada, kekuatan, dan kelemah¬ an, serta masukan yang beiguna bagi pembinaan. Adapun tujuan dan kegiatan adalah : (1) ldentifikasi status sistem janngan keija yang sudah ada, pada taraf nasional, regional, dan internasional; (2) Anal isis kelemahan dan kemampuan
6
yang ada; dan (3) Penelaahannya dan segj sumber daya manusia, dana, dan fasilitas.
berdaya genetik tersebut bagi kesejahteraan masyarakat
sistem
Sarasehan diselenggarakan dengan menyajikan tiga makalah meliputi : (1) Koordinasi dan Pengevaluasian Jaringan Plasma Nutfah Nasional, dengan panelis Prof. Dr Ibrahim Manwan; (2) Koor¬ dinasi dan Pengevaluasian Sistem Jaring¬ an Konservasi Plasma Nutfah nasional, regional, dan internasional, dengan pane¬ lis Dr. Hari Hartiko dan Prof. Dr. Soemartono; serta (3) ‘Networks for the Effective Management and Use of Plant Genetic Resources in Asia, Pacific, and Oceania, dengan panelis Kenneth W. Riley, Zhou Ming-De, dan Ramanatha Rao. Sedangkan yang bertmdak sebagai moderator dalam memimpin diskusi adalah Drs. Mahyuddin Syam, MPS.
•
Kegiatan manusia yang terus merungkat untuk memenuhi kebutuhannya telah merumbulkan dampak negatif terhadap kelestanan sum¬ berdaya genetik, spesies, dan ekosistem. Dampak negatif berupa erosi genetik pada tingkat mengkhawatirkan akan memben dam¬ pak buruk terhadap kelangsungan pembangunan pertanian
•
Sudah tiba waktunya pihak-pihak terkait memberikan perhatian yang lebih besar, agar eksploitasi sum¬ ber dayagenetik dilakukan secara hati-hati serta mengkonversi sum¬ berdaya tersebut dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, sehingga dapat mewariskan suatu kondisi yang penuh dengan kemungkinan pengembangan dan pemanfaatannya kepada generasi berikutnya.
Hasil yang diharapkan berupa rumusan rekomendasi guna meningkatkan kemampuan pargelolaan janngan keija pada berbagai taraf masih dalam taraf penyusunan. Namun beberapa butir kesimpulan dan ulasan utama dan ketiga makalah diuraikan berikut ini :
Hasil pemikiran dari kedua makalah “Koordinasi dan Pengevaluasian Sistem Janngan Plasma Nutfah nasional” serta “Koordinasi dan Pengevaluasian Sistem Jaringan Konservasi Plasma Nutfah Nasional, Regional, dan Internasional” membenkan beberapa butir kesimpulan penting meliputi :
•
Di Indonesia keragaman hayati mendapat perhatian yang besar dan pemenntah, lembaga penelitian, dan swadaya masyarakat. Perhati¬ an ini meliputi baik pemahaman mengarai peran dan potensi maupun menyangkut pelestarian, kon¬ servasi, dan pemanfaatan sum¬
•
Masalah konservasi plasma nutfah merupakan masalah nasional, regi¬ onal, dan internasional yang memerlukan pemecahan segera terutama dalam kaitannya dengan kemajuan IPTEK, menurunnya kualitas lingkungan dan kegiatan ma¬ nusia.
•
Kegiatan konservasi plasma nut¬ fah merupakan kegiatan integral yang bersifat lintas sektoral de¬ ngan melibatkan sumberdaya ma¬ nusia dan berbagai kepakaran dan berbagai Departemen
•
Sistem janngan kerja (Network System) perlu dikembangkan pada skala nasional, regonal, dan inter¬ nasional terutama “Cross Border Conservation”. Sedangkan sistem
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
monitoring dan evaluasi perlu di-
kembangkan lebih lanjut berdasarkan tekanan Imgkungan masa kini dan masa mendatang.
•
Untuk melaksanakan penentuan kebijakan Nasional hal-hal di atas, diperlukan adanya suatu Badan Otonta Nasional dalam bentuk Board of Directors tentang Konservasi Plasma Nutfah yang anggota-anggotanya terdin atas wakilwakil dari Departemen Pemenntah dan Lembaga Swasta (lintas sektoral).
Adapun nngkasan pemikiran dan makalah Network for the Effective
Management and Use of Plant Genetic Resources in Asia, Pacific, and Oceania diuraikan beikut ini :
•
Under the Biodiversity Conven¬ tion, countries are responsible for the conservation of their plant ge¬
netic resources (PGR); yet no country contains sufficient PGR to meet its present and future needs. Increased collaboration among countnes through networking can help ensure more effective mana¬ gement and use of PGR Promo¬ ting PGR networks is also one of the activities in the Global Plan of Action, recently adopted by over 150 countnes dunng the Inter¬
national Technical Conference in Leipzig. The paper descnbes the rationale, oigamzation features and activities of a few regional networks in the Asia, Pacific, and Oceania including sesame, okra, taro, safflower, sweet potato and tropical fruit trees, coconut, bam¬ boo and rattan. (L.H. Prasetyo/A. Anggraeni)
ARTIKEL
Status Plasma Nutfah Ikan Air Tawar di Indonesia 1. Keanekaragaman jenis dan plasma nutfah ikan air tawar Indonesia memiliki sekitar 1100 jenis ikan air tawar yang hidup di perairan umum, yaitu: sungai, danau alami dan buatan. rawa dan genangan-genangan air lainnya yang luasnya sekitar 55 juta hektar Dan sejumlah jenis ikan tersebut hanya 20 jenis yang sudah dibudidayakan dan diantaranya 10 jenis sudah dapat dikembangbiakkan dan menghasilkan beruh Sedangkan untuk kegiatan budidaya lainnya pasokan benih diperoleh dan hasil tangkapan di perairan umum, dan kemudian dipelihara hingga mencapai ukuran ikan sesuai dengan permintaan pasar. Disamping jenis-jaas ikan budidaya asli terdapat pula delapan jenis ikan introduksi yang kini berkembang di Indonesia.
Secara umum plasma nutfah ikan air tawar dapat digolongkan menjadi tiga
kategon sebagai berikut :
Kategori 1 Plasma nutfah ikan budi¬ daya sebagai hasil seleksi dan keragaman genetik dan adaptasi terhadap lingkungan atau pengaruh geografi dan ekosistan. Contoh jenis ikan tennasuk da¬ lam kategon ini adalah ikan Mas (Cyprinus carpio), salah satu jenis ikan budi¬ daya tertua yang kaya dengan plasma nutfahnya yang memiliki bentuk tubuh, bentuk sisik dan wama yang beragam. Sebenamya jenis ikan ini merupakan ikan introduksi yang mulai masuk dua abad yang lalu dan sudah dianggap seba¬ gai ikan tradisional disamping jems-jenis ikan asli antara lain ikan Gurame ( Osphronemus gouramy), Tawes (Puntins gonionotns), Tambakan (Helostoma temmincki). Kategori 2 Plasma nutfah liar dari jems-jenis ikan budidaya yang terdapat di perairan umum dan tersebar di beberapa pulau dan ekosistem antara lain plasma nutfah dan jenis-jems ikan Gu¬ rame, Nilem. Tambakan, Tawes. Plasma nutfah liar dari jems-jenis ikan tersebut masih belum banyak dimanfaatkan da¬
lam pemuliaan dan mempunyai peluang untuk dikembangkan pada masa yang akan datang Kategori 3. Plasmanutfah liar yang
sama sekali belum dibudidayakan Plas¬ manutfah dalam kategon ini dimanfaat¬ kan langsung sebagai ikan konsumsi atau ikan hias yang merupakan hasil tangkapan Plasma nutfah yang tergolong dalam kategon ini paling banyak jumlahnya dan mengalami erosi genetik dan diantaranya sudah atau terancam punah Salah satu ikan hias penting adalah ikan Botia (Botia macracanthus) yang khas ikan Indonesia dan tidak terdapat di negara lain serta merupakan jenis ikan ekspor yang memiliki plasma nutfah dengan karakter wama yang berbeda. Sebagai contoh, plasma nutfah Botia dan Kalimantan Barat mempunyai wama yang lebih kontras dan dengan harga yang lebih mahal dari pada plasma nutfah Botia yang berasal dan Sumatera Sdatan dan Jambi Beberapa jems ikan dan kategon ini dalam beberapa tahun terakhir telah dapat ditangkarkan dan
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
7
dikembangkan seperti ikan Siluk (Scleropages formosus) yang berwama merah yang berasal dan Kalimantan Barat. Jelawat (Leptobarbus houveni ) dan Patin (Pangasius spp). Salah satu plasma nutfah ikan Patin yang perlu mendapat perhatian adalah Patin Kunyit (dagmg ber¬ wama kurnng) yang berada di Sungai Indragin Hilir.
2. Pemanfaaian plasma nutfab dalam budidaya Sampai saat ini plasina nutfah yang tdah dimanfaatkan terbatas pada beberapa jenis ikan budidaya terutama ikan Mas dan Gurame Plasma nutfah ikan Mas tradisional yang populer adalah strain Majalaya dengan wama hijau kelabu dengan badan yang lebar dan bagian perut besar, strain Sinyonya dengan tubuh kurung dan mata sipit pada ikan dewasa, strain Punten dengan bentuk tubuh hampir sama dengan Majalaya namun wama lebih kelabu dan profil tubuh bagian punggung tidak lancip, strain Domas memiliki sisik yang kecilkeal dan berwama perak Diantara 21 plasma nutfah hasil koleksi Balai Penelitian Penkanan Air Tawar (Balitkanwar) terdapat empat strain yang menonjol, yaitu Rajadanu-Kuningan dan Cangknngan-Yogyakarta Penentuan keempat strain tersebut setelah melalui tahapan-tahapan penelitian plasma nutfah yang meliputi: 1) Karaktensasi yang meliputi sifat morfometn dan biokimia khususnya markagenetik namun masih sangat terbatas pada beberapa strain saja; 2) Evaluasi sifat reproduksi yang meliputi diameter telur, daya tetas, kelangsungan hidup larva dan ketahanan terhadap penyakit. Dalam rencana pemuliaan tahun 1997 dan keempat strain tersebut akan dibuat populasi sinteds yang merupakan populasi dasar yang diharapkan dapat menghasilkan strain yang unggul, khususnya untuk sifat-sifat: pertumbuhan cepat, lambat dalam kematangan go¬ nad, dan tahan terhadap penyakit khu¬ susnya bakten Aeromonas hydrophila
8
3. Pelestarian plasma nutfah Ikan 3.1. Pelestarian in situ
Jenis-jenis ikan perairan umum sudah mengalami erosi genetik karena: a) penangkapan yang berlebihan (overfi¬ shing), b) perubahan habitat terutama karena erosi dan pendangkalan, c) pencemaran, d) perkembangan ikan eksotik yang ditebarkan. Kesulitan dalam pengelolaan penkanan di perairan umum ada¬ lah sifatnya yang multifungsi yang memerlukan koordmasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada pengendalian dan monitoringnya dan suatu rencana pembangunan yang menyangkut serta berdampak kepada habitat ikan dan suatu tipe ekosistem.
Beberapa jenis ikan sudah mengalarru kelangkaan dan sudah dilindungj antara lam melalui Surat Keputusan Menteri Pertaruan No. 716/Kpts/Um/10/1980 untuk Tangkel esau/Keleso/Kayangan/Peyang Malaya/Siluk (Sderopoges formo¬ sus ), Kaloso/Peyang Irian (S. leichardti), Pari/Hiu Sentaru (Pristis microdori), Selusur Maninjau (Homalopterus gymnogaster), Wader Goa (Puntius mecrops) dan Lopis/Belida Jawa (Notopterus spp). Ikan Ridi Angus (Balantiochilus melcmopterus) mempakan ikan hias yang sudah langka da tennasuk dalam daftar Buku Merah IUCN tahun 1990. Menurut Kottelat dkk. (1993) sedikitnya ada 66 jans ikan, 27 jenis diantaranya jenis enderruk di danau-danau di Sula¬ wesi, yang terancam tererosi karena perdagangan yang intensif Pada umumnya untuk melindungi plasma nutfah ikan perairan umum pada tingkat nasional telah tercantum dalam Undang-Undang Perikanan tahun 1985, dan di tingkat propinsi atau kabupaten telah dikeluarkan Peraturan Daerah tentang keberadaan reservat yang dilindungi. Namun kelemahan terdapat pada aspek monitonng karena lokasi reservat jauh dan tempat pengawasan Cara yang efektif adalah pengelolaan sumberdaya perikanan oleh masyarakat sendiri.
Erosi genetik pada ikan budidaya terjadi karena monokultur suatu strain yang berkembang dan mengabaikan stram atau plasma nutfah lainnya Pada budidaya ikan Mas, setelah berkembangnya teknologi budidaya intensif. seperti kolam air deras (tahun 1974 1985) dan budidaya di keramba janng apung mulai 1985 sampai sekarang strain yang di unggul kan adalah Maja¬ laya. Akibatnya stram stram lainnva terabaikan dan sudah mulai langka seperti Punten, Smyonya, dan Domas Upaya pelestanan m situ seperti stram Punten sedang diupayakan di Balai Beruh Ikan (BBI) Punten, tetapi menghadapi kendala untuk memperoleh strain lokal Meskipun dalam perkem¬ bangan budidaya ikan Mas para petani ikan menggunakan stram unggulan. namun ada pula para petani masih mempertahankan dan melestankan secara in situ keberadaan stram lokal tersebut dengan daerah pengembangannya yang terbatas dan spesifik lokasi seperti ikan Mas Sinyonya di Kadugedong (Pandeglang), ikan Mas Pare di Kedin Hal ini telah mendapat dukungan dan Dinas Penkanan setempat 3.2. Pelestarian ex situ
Pelestanan ex situ dikaitkan dengan pemanfaatan untuk tujuan ekonomi dan jenis-jenis dan plasma nutfah ikan per¬ airan umum sangat terbatas Keberhasilan pelestanan mi tidak lepas dan terciptanya teknologi, khususnya tek¬ nologi pembauhan yang merupakan ha¬ sil paielitian. Hasil yang sudah dicapai adalah teknologi pembenihan beberapa jenis ikan ekonomis pentmg antara lam Jdawat, Patin, Betutu (Oxyeleotns mormorata). Kebethasilan pembenihan mi dapat bermanfaat untuk merehabilitasi populasi jenis ikan tersebut melalui penebaran beruh ke perairan aslinya, jika kualitas lingkungannya masih memungkinkan
Pelestarian melalui knopreservasi masih terbatas pada pengawetan sperma dengan cara pembekuan. Namun peng¬ awetan cara ini hanya dapat dilakukan
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
untuk jangka pendek hanya beberapa bulan dan pemanfaatannya lebih ditujukan untuk kepentmgan budidaya, misalnva untuk hibndisasi Pengawetan sei telur dan embryo sampai saat ini masih belum berbasil dan memerlukan paielitian lebih lanjut
4. Jaringan informasi dan kerjasama Pada saat
ini
sudah ada
janngan
untuk bidang genetika, termasuk juga didalamnya informasi plasma nutfah, baik secara nasional maupun intemasional, masing-masing INFIGRAD (Indonesian Fish Genetic Research and Develop¬ ment) dan INGA (International Network on Genetic in Aquaculture) INFIGRAD mempunyai anggota yang terdin dari Peiguruan Tinggi (antara lain IPB, UGM. Undip, Unibraw), BPPT, Balitkanwar, UPT Direktorat Jenderal Perikanan (Balai Budidaya Air Tawar, Balai
Budidaya Air Payau). Sedangkan INGA beranggotakan 12 negara, yaitu: Bang¬ ladesh, Cma, Fiji, Filipina, Ghana, India, Indonesia, Malawi, Mesir, Pantai Gading, Thailand, Vietnam (Atmadja Hardjamulia) Balitkanwar
Peningkatan Peranan Mikroba dalam Bidang
Pertanian
Mikroba
memegang peranan dalam pemanfaataan pakan oleli temak monogastnk maupun Secara umum mikroba ruminansia dapat terdin dan bakten, protozoa atau fling Berdasarkan kemampuan mikroba dalam memanfaatkan substrat maka dapat dikelompokkan antara lain menjadi mikroba proteolitik. amilolitik, sel ulolitik atau Iipolitik. Meskiptui demikian kemampuan aizimatis mikroba dalam memecah substrat tertentu maiyebabkan umbulnya istilah spesifik seperti penghasil phytase, mananase. ligiiase dan lain-lain Untuk temak monogastnk peranan mikroba yang manipu memecah senyawa antmutnsi menjadi lebih penting, seperti mikroba penghasil enzim phytase. dan mananase tersebut di atas. Untuk temak ruminansia. peranan mik¬ roba (rumen) yang mampu memecah lignoselulose menjadi lebih patting mengmgat bahwa pakan aiminansia terutanta terdin atas serat seperti selulosa dan hemiselulosa Dengan demikian peranan mikroba yang mampu menghasilkan enzim selulose. hemiselulose atau lignase sangat diperlukan parting
Beberapa hasil paielitian tentang peranan mikroba dalam bidang pertanian disajikan dalam uraian benkut
I. Penggunaan Mikroba dalam Meningkatkan Produktivilas Ternak Potong di Indonesia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan temak dalam memanfaatkan pakan berkualitas raidah adalah daigan memanipulasi aktivitas mikroba rumen melalui penambalian mikroba Mikroba yang ditambahkan hams memiliki kemampuan lebih baik dan dapat bermteraksi positif datgan mikroba rumen temak target, sehmgga dapat mening¬ katkan kemampuannya dalam mencema baltan pakan yang berkualitas rendah Jouany (1991) menyatakan terdapat berbagai interaksi diantara mikroba aintat, diantaranya yang bennteraksi positif adalah antara fung Speromonas communis dan bakten Selenomonas rummantium. Sedangkan contoh inter¬ aksi negatif teijadi antara fung Neocalimastix frontalis dengan Seleno¬ monas mminantium Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mekanisme keija mikroba rumai dapat dimampulasikan sedanikian mpa seltingga terdapat berbagai interaksi positif antar mikroba terutama mikroba pencema serat sehmgga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan berserat tingg
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu diupayakan untuk melakukan penyeleksian mikroba-mikroba rumen pencema serat kasar dan kentudian mengembangbiakkannya sehmgga diperoleh kelompok mikroba pencema serat yang mempunyai kemampuan tingg dan bermteraksi positif dengan mikroba rumen temak taiget
Dan penelitian yang dilakukan sekitar dua tahun diperoleh beberapa hasil yaitu, bahwa cairan rumen kerbau yang berasal dan Nusa Tenggara Timur merupakan sumber sediaan mikroba yang dapat meningkatkan produktivitas sapi PO dan mduk sapi Bali Hal ira diduga karena kerbau yang berasal dan NTT telah teradaptasi terhadap pakan yang berkualitas rendah (serat kasar tingg) hampir sepanjang tahun Setelah dilakukan pengsolasian dan pengdentifikasian maka diperoleh bebe¬ rapa jems mikroba yang mampu bermteraksi positif dengan mikroba yang terdapat dalam cairan rumen temak taiget sehmgga dapat meningkatkan ke¬ mampuan temak dalam mencema serat yang terkandung dalam pakan yang pada akin mya dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan yang mengandung serat kasar tingg Mikroba-mikroba ter¬ sebut merupakan mikroba dan kelompok selulolitik yang terbag menjadi tiga
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
9
/
kelompok, yaitu, kelompok bakten selulolitik: Rummococcus sp., Selenomoncis sp., Streptococcus sp:, kelompok proto¬ zoa selulolitik: lsotncha sp., Dasytricha sp., Entodinium sp., Eudiplodinium sp:, kelompok fungi selulolitik: Anaeromyces sp., Neocalimastix sp., Orpinomyces sp., Pirontyces sp.
Penggunaannya pada induk sapi Bali temyata dapat memperpendek jarak beranak dan 13 bulan 4 hari menjadi 11 bulan 22 han pada sapi PO muda yang digemukkan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan hanan dan 152,5 gram/han menjadi 243,3 gram/han dengan pemberian pakan terbatas yaitu rumput gajah ad libitum dan konsentrat 500 gram/ekor. (M. Winugroho dan Y. Widiawati)
BPT Ciawi
II. Produksi dan Evaluasi Inzim Amilase, Mananase, Phytase dan
Prolease untuk Meningkatkan Nilai Gizi Pakan Monogastrik. Pakan merupakan biaya terbesar (70%) dan produksi temak khususnya
temak monogastrik. Sumber bahan pakan untuk unggas terdin dan hasil pertanian dan limbah pertaruan/agromdustn seperti misalnya jagung, dedak padi, bungkil inti sawit, biji-bijian dan lam-lam. Penggunaan bahan-bahan lokal tersebut untuk pakan unggas umuinnya memben keuntungan dengan haiga yang lebih murah akan tetapi pemanfaatannya senngkali dibatasi oleh rendahnya kecemaan bahan-bahan tersebut. Kemampuan temak khususnya unggas untuk mencema pakan teigantung pada adanya enzim yang diproduksi oleli sistem pencemaannya. Penyebab utama rendahnya
paiggu-
naan limbah agroindustri oleh temak monogastrik disebabkan oleli beberapa
10
faktor antara lain: (1) tinggmya kandungan serat misalnya dedak padi, bung¬ kil inti sawit dan polard; (2) kandungan dan struktur karbohidrat yang berbeda pada bahan misalnya xilan dal am polard, manan dalam bungkil kelapa; (3) struk¬ tur protein pada bahan yang sulit dicema atau dipenetrasi oleh enzim pada sistem pencemaan temak dan (4) senyawa antinutnsi seperti asam phytat pada dedak padi
Dengan menggunakan bahan-bahan lokal seperti dedak padi, polard, bungkil inti sawit dan kelapa yang lebih banyak lagi maka biaya pakan akan dikurangi. Peningkatan bahan lokal dan efisiensi penggunaan pakan diharapkan dapat dicapai dengan pemanfaatan enzim yang membantu kecemaan bahan-bahan ter¬ sebut. Enzim-enzim tersebut dapat dipro¬ duksi dan malahan dapat diekspor ke negara lam yang menggunakan bahanbahan pakan serupa di dalam ransum temak inonogastnk. Enzim adalah biokatalisator protein yang dapat membantu mencema bahanbahan pakan. Cara keija enzim sangat spesifik untuk substrat tertentu. Sebagai contoh enzim yang mencema serat akan berbeda sama sekali dengan enzim yang maicema asam phytat. Dengan berbagai jenis balian pakan yang ada maka diperlukan berbagai jenis enzim yang dapat mengatasi pennasalahan yang ada. Biasanya enzim dihasilkan dari fermentasi substrat baik dengan mengguna¬ kan jamur atau bakten .
Indonesia merupakan negara yang potensial untuk menghasilkan aizim sehubungan daigan ketersediaan substrat yang melimpah dan teknologi fermentasi yang sudah dikenal meluas sampai ke daerah pedesaan
Guna memperoleh suatu teknologi yang dapat memproduksi enzim melalui femientasi dan limbah agroindustri yang dapat diberikan ke dalam pakan lokal sehingga memperbaiki efisiensi penggu¬ naannya pada temak, telah dilakukaan suatu penelitian. Tujuan daripada penelitian ini adalah: (1) Untuk mem¬
peroleh jems-jenis mikroba baik bakten niaupun fungi yang dapat menghasilkan enzim selulose, hemiselulose, mananase. galatomananase, phytase dan protease; (2) Mendapatkan teknologi fermentasi yang dapat memproduksi enzim-enzim di atas dalam skala yang lebih besar, (3) Memproduksi enzim yang dapat ditambahkan ke dalam pakan unggas untuk meningkatkan nilai gizi pakan yang dibuat dari bahan-bahan lokal.
Dari hasil penelitian ini didapatkan
1. Protease. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat Bacillus pumilus yl terbaik untuk menghasilkan enzim protease Kondisi optimum untuk menghasilkan protease yaitu suhu 37°C, kultur inokulum luna broth, ph 7 sedangkan medium sintetik dan halpenn 1981. Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa studi stabilitas en¬ zim yaitu akbvitas tertinggi pada suhu 50°C dengan pH optimum antara 8-9 Pengaruh pemanasan sampai suhu 90°C sdama 5 menit menurunkan aktivitas sampai 56%. Dengan penambahan CaCU sampai 6m M mempertahankan aktivitas menjadi 63%. Mutasi dengan ultra violet dan Etyl methyl sulfonat menghasilkan mutant yang menghasilkan protease daigan
aktivitas 2 kali lipat. Disamping itu diha¬ silkan mutant yang termotoleran, yang dapat digunakan untuk mem-produksi enzim. Cloning gate penghasil protease telah dilakukan terhadap E.coli dan telah terekspresikan
2. Phytase Telah diperoleh isolat Aspergillus ficuum yang terbaik untuk menghasilkan phytase. Teknik pengujian aktivitas daigan substrat sodium phytat. Kondisi optimum untuk fermentasi yaitu pada suhu 37°C, media com starch dengan phosphat rendah dan pH 5,0 Selanjut¬ nya didapatkan optimasi media femien¬ tasi menghasilkan penggunaan amomum nitrat sebagai sumber N adalah yang
WARTA Plasma Nutfah I ndonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
terbaik dan penambahan ekstrak dedak (8%) sebagai sumber fosfor.
yaitu sodium mtrat sebagi sumber N, pati singkong 4 - 6% dan pH 6,0.
3. Amilase
4. Mananase
Telah diperoleh isolat Aspergillus oryzae yang membenkan aktivitas arrulase tertinggi Kondisi optimum untuk fermentasi yaitu media gaplek dengan mineral yang dapat memproduksi ami¬ lase tertinggi dalam waktu 5 hari Pati yang digunakan sebaiknya di gelatimsasi. hasil penelitian selanjutnya didapatkan optimasi substrat untuk produksi enzim
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Isolat kapang Eupenicillium javctnicum sebagai paighasil mananase. Kondisi optimum fermentasi untuk produksi mananase dicapai dengan fermentasi kultur terendam bungkil kelapa 3% dan waktu inkubasi 5 han. Studi selanjutnya menghasilkan optimasi fermentasi baik repressi katabolit maupun pengayaan
substrat Pengendapan enzim dengan amomum sulfat Pengendapan enzim dengan amomum sulfat. Mutasi isolat dengan UV menghasilkan isolat dengan kemampuan 4 kali lebih baik (Budi Tangendjaja) BPT Ciawi
WAWAN CARA Pertemuan Ad Hoc Sumberdaya Genetik Hewan di Roma, 2-3 Desember 1996 tahun 1 985 badan dunia UN Sejak Food and Agriculture Organiza¬
punggung jaringan keija mtemasional nantinya.
membentuk sebuah Komisi Plasma Nutfah Tana man yang bertujuan menampung debat antar negara mengenai pengaturan lalulmtas plasma nutfah tanaman di tingkat mtemasional, dengan keanggotaan terbuka bagi semua negara yang maijadi anggota FAO. Dalam sidang tahunan FAO, yang dilaksanakan tahun 1 995, diperoleh kata sepakat untuk memperluas cakupan kerja komisi dengan melibatkan pula pengaturan plasma nutfah hewan. Karenanya sejak tahun 1995 nama komisi disempumakan menjadi Komisi Plasma Nutfah untuk Pangan dan Pertaman FAO
Untuk menyempumakan strategi penanganan keanekaragaman temak sejagad, FAO mengundang para pemegang peran penanganan pengelolaan temak dalam sebuah pertemuan ad hoc bertempat di Roma yang dilaksanakan tanggal 2-3 Desember 1996. Peserta yang diundang berasal dan berbagai institusi fonnal dan non fonnal dari berbagai negara.
tion
Di FAO Kelompok yang menangani Plasma Nutfah Hewan sangat aktif
ketmggalan dan tanan mereka Kelompok Plasma Nutfah Tanaman. Kesungguhan tersebut dibuktikan antara lain tahun 1 992 beriiasil diterbitkan buku mengenai status keanekaragaman temak yang terancam paigikisan. Kelompok ini juga berhasil menyusun Sistau Informasi Keanekaragaman Temak (Domes¬ tic Animal Diversity Information System/DAD IS) yang menjadi tulang
mengejar
Benkut ini merupakan hasil wawancara daigan Dr. Setijati D Sastrapradja yang berkesempatan untuk hadir dalam pertemuan tersebut bertindak selaku Direktur Eksekutif Yayasan KEFIATI Hayati Keanekaragaman (Yayasan
Indonesia).
T. Siapa
saja
yang hadir dalam per¬
temuan ini?
J Diperkirakan hadir sekitar 60 orang peserta dan berbagai negara. Pada dasamya peserta dapat dikelompokkan menjadi (1) Pembicara, li¬ ma pembicara yang membahas pentingnya plasma nutfah hewan, stra¬ tegi sejagad yang dikembangkan
FAO, dan keterlibatan para peme¬ gang pengelolaan plasma nutfah hewan, (2) Nara Sumber, mereka yang terlibat dalam kegiatan penge¬ lolaan plasma nutfah baik hewan maupun tanaman, (3) Pihak Donor, wakil-wakil negara atau badan mtemasional yang telah menjadi donor FAO atau yang potensial un¬ tuk menjadi donor Plasma Nutfah Hewan FAO, (4) Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (5) Staf FAO, beberapa staf divisi Plasma Nutfah FAO
T: Apa tujuan dan pertemuan ter¬ sebut? J: Ada empat tujuan utama (1) memberitahukan kepada para undangan dan luar FAO mengenai rencana strategik sejagad Plasma Nutfah Hewan dan implementasinya, (2) membahas masukan untuk perincian lebih lanjut rencana strategik se¬ jagad yang dibenkan oleh para pe¬ serta pertemuan, (3) mencermati perkembangan kegiatan Kelompok Plasma Nutfah Hewan FAO, dan (4) menentukan kegiatan lebih lanjut.
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
II
T: Apa misi yang digariskan oleh Stratÿi Sejagad FAO dalam pengelolaan plasma nutfah temak?
J: Misi penting yang dapat dicatat dari hasil pertemuan (1) mendokumentasikan Plasma Nutfah Temak, (2) mengembangkan dan merungkatkan pemanfaatannya untuk ketahanan pangan, (3) mempertahankan yang terancam pengikisan, dan (4) membantu suatu negara dalam memperoleh plasma nutfah temak
T: Bagaimana kerangka strategi yang perlu dibangun untuk mendukung program tersebut? J: Langkah pertama dibentuk sebuah struktur di tingkat intemasional yangterdin atas tiga unsur meliputi (a) Titik temu (focal points) dan kerja yang membantu ting¬ kat nasional, (b) para pemegang peran pengelolaan ditingkat nasi¬ onal, dan (c) Sistem infomiasi yang disebut DAD IS. Selain itu lebih jauh disusun Program Teknis yang akan membantu kegiatan di tingkat nasional, merekmt sejumlah pakar guna mengarahkan strategi, dan terakhir menciptakan mekamsme kerja antara pemenntah yang akan mengarahkan keterlibatan pemerintah bersangkutan
janngan
T: Berdasarkan kerangka strategi sebagaimana ditetapkan, apa kegiatan mendesak yang perlu segera mendapatkan penanganan9
J: Beberapa kegiatan yang perlu se¬
gera dilaksanakan adalah menentukan dan memahami plasma nutfah tiap jenis temak yang secara keseluruhan mempakan plasma nut¬ fah jagad, mengembangkan dan memanfaatkannya, membantu populasi temak yang terancam kepunahan, melestarikan temak yang sekarang kurang dimanfaatkan, mengkomunikasikan kepada masyarakat sejagad, melatih dan melibatkan pemegang peran, serta mempnontaskan penangan kepada 14 jenis temak diantaranya sapi, domba, kambing, babi, ayam, dan itik. T: Langkah konkrit apa yang perlu direalisasikan sebagai tindak lanjut hasil pertemuan ini? J: Kelompok Plasma Nutfah Hewan FAO akan menyempumakan stra¬ tegi global yang sekarang ada berdasarkan masukan peserta, Sekretanat akan mengembangkan se¬ jumlah usulan berdasarkan kepentingan regional dan akan ditawarkan pada pihak donor, perangkat lunak untuk komunikasi sejagad yaitu DAD IS dan MoDAD (Mea¬ surement of Domestic Animal Di¬ versity) akan terus disempumakan oleh Kelompok Plasma Nutfah He¬ wan FAO berdasarkan masukan tiap negara yang peduli. Kawasan regional Asia yang sejak tahun 1993 mendapatkan bantuan dan negara Jepang akan memennci kegiatannya di 12 negara yang menjadi anggotanya.
Indonesia telah pula membenkan tanggapan positipnya dan Direktorat Jenderal Peternakan ditunjuk sebagai pmtu untuk masuknya program FAO dalam menangani plasma nutfah temak di Indonesia. Berkaitan daigan program pengembangan di wilayah regional Asia. maka Direktorat Jenderal Peternakan telah menyusun buku keal mengenai status plasma nutfah temak Indonesia Indonesia sudah memilila Konasi Nasional Plasma Nutfah yang sejak lima tahun lalu telah mencakup pula plasma nutfah hewan. Direktorat Jenderal Petemakan sebagai pihak yang sudah melakukan penanganan pengelolaan plasma nutfah temak dapat dijadikan model untuk memandu usaha penanganan sekelompok plasma nutfah hewan Indonesia Menurut Dr Setijati lebih lanjut hal yang perlu dipersiapkan oleh Indonesia adalah Dokumen Kebijakan Penanganan Plasma Nutfah Temak di Indonesia dan rancang tindaknya agar ada kesinambungan pikir dan tindak Dalam bidang pnontas temak yang akan ditangam. perlu ditentukan berdasarkan kntena yang tepat sehingga benar-benar dapat dirasakan hasilnya, dan tidak sekedar lkut-ikutan gerakan dunia (A. Anggraeni/W. K. Sejati)
BERITA Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner Seminar diselenggarakan oleh Pu-sat Paielitian dan Pengembangan Petemakan (Puslitbangnak) yang berlangsung
12
selama dua han pada tanggal 7-8 Januan 1997 bertempat di Caringm, Bogor. Semmar ini cukup menarik ban yak pe-
minat yang dihadiri oleh para peneliti di lingkup Badan Litbang Pertanian, pakar dan staf pengajar dan beberapa Peiguruan Tmggi Negen (IPB, UGM UNPAD, Univ. Andalas, dan Umv Brawijaya), serta penentu kebijakan (Dit Jen. Peternakan dan Dep Penndustnan dan Perdagangan). Selain itu hadir pula
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
vsakal dan pihak swasta/praktisi, asosiasi petemakan dan lembaga permodalan.
Salah satu tujuan utama dilaksana
Nasional dan penyelarasannya de¬ ngan Sistem Global FAO, oleh Ir. Bambang Setiadi, MS dari Balitnak, Ciawi. Bahasan utama mengemukakan dengan telah disepakatinya konvensi tentang keanekaragaman hayati bagi Indonesia maka konsekuensinya adalah perlunya maiyelaraskan sistem yang ada di Indonesia dengan sistem
global tanpa hams mengorbankan kepentingan nasional. Justru diharapkan agar kepentingan kita dapat dilindungi dengan peraturan dan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum. 2) Sistem dan peraturan keplasma-
nutfahan Indonesia ditmjau dan segi legislatif (UU No. 6 tahun 1967 dan UU No. 12 tahun 1992),
oleh Gandhi Suharto SH sebagai Kepala Biro Hukum Departemen Pertanian. Dinyatakan berbeda de¬ ngan plasma nutfah tanaman, pengaturan plasma nutfah pada subsektor petemakan belum ditata sebagaimana mestinya karena UU No. 6 tahun 1967 hanya mengatur kegiatan yang berkaitan dengan proses pemuliaan. Oleh karenanya pengaturan plasma nutfah di sub¬ sektor petemakan perlu secepatnya diproses, apakah pada tingkat Pe¬ raturan Pemenntah atau Keputusan Menteri Pertanian. 3) Pelestarian temak asli Indonesia dal am rangka mendukung pengembangan perbibitan temak nasional, oleh Ir. Djarsanto sebagai Direktur Bina Perbibitan, Dit. Jen. Peternakan. Makalah mengungkapkan
Indonesia memiliki potensi plasma nutfah temak asli beserta hasil rekayasanya yang perlu dilestarikan untuk pengembangan temak bibit unggul nasional di masa depan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kebijaksanaan pelestanan adalah bahwa spesies tersebut memiliki potensi bagi perekayasaan temak bibit bermutu unggul dengan mempertimbangkan
kondisi ekosistem, sosial budaya masyarakat, dan kemajuan teknologi dengan cara pemuliaan, seleksi, dan rekayasa bioteknologi pada lokasi terbatas dimana perkawinannya dapat diamati . 4) Pendekatan konservasi in situ aktif sumberdaya genetik temak ruminansia, oleh Dr Subandriyo dan Balitnak, Ciawi. Makalah menekankan perlunya ditingkatkan dokumentasi mengenai penampilan temak asli atau lokal dan impor pada berbagai kondisi lingkungan pemeliharaan di Indonesia dikarenakan informasinya masih sangat terbatas. Hal yang perlu di¬ perhatikan pula adalah pengem¬ bangan strategi pemanfaatan sum¬ berdaya genetik temak rununansia pada kondisi petemak skala kecil dan besar (komersial) dalam memenuhi permintaan produk utama petemakan berupa dagmg dan
susu. (Eko Handiwirawan)
Studium General Bagi Perguruan Tinggi Tentang Pemasyarakatan Plasma Nutfah di Indonesia “Studium General untuk Program memasyarakatkan plasma nutfah di Indonesia bagi Peiguruan Tinggi” diselenggarakan oleh Komisi Nasional Plasma Nutfah (KNPN), dengan penanggung jawab kegiatan adalah Dr. Machmud Thohan. Untuk tahun anggaran 1996/1997 pelaksanaannya dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Latar belakang perlunya KNPN menyelenggarakan Studium General bagi Perguruan Tinggi adalah : (1) Keberadaan KNPN belum dikenal secara luas di kalangan masyarakat Peiguruan
Tinggi, walaupun umumya telali mencapai 20 tahun sejak dibentuk, (2) Per¬ guruan Tmggi, khususnya kalangan mahasiswa, merupakan potensi intelektual yang memegang peran penting untuk mengembangkan pelestarian dan peman¬ faatan plasma nutfah yang ada di Indonesia di masa yang akan datang. Adapun tujuan dilaksanakan kegiatan ini untuk : (1) memperkenalkan keberadaan KNPN dan kegiatannnya di ka¬ langan Civitas Academika, (2) memberikan pemahaman tentang keanekaragaman, potensi, manfaat, dan peles¬
tanan plasma nutfah di Indonesia, (3) menjelaskan perkembangan hasil-hasil penelitian, pemanfaatan, dan konservasi plasma nutfah di Indonesia dan di dunia, serta (4) memperoleh masukan dan tang-
gapan yang diperlukan untuk pemngkatan pengembangan program pemanfaatan dan pelestanan plasma nutfah. Studium General dilaksanakan de¬ ngan metode presentasi dan diskusi, diberikan oleli para pakar dari KNPN dan dan Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI). Kegiatan dilaksana¬ kan secara bersama-sama, yang merupa-
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
I3
kan kerjasama antara KNPN, Yayasan KEHATI, dan rPB (khususnya Tingkat Persiapan Bersama), pada tanggal 14 Desember 1996 maigambil tempat pada dua lokasi, yaitu di Kampus IPB Darmaga dan Kampus IPB Baranang Siang. Sebagai penanggung jawab kegiatan dan KNPN adalah Dr Machmud Thohan, dan sebagai pelaksana dan IPB adalah Dr Chainl Anwar Notodiputro dan Dr. Hern Setijanto.
Sajian maten diberikan kepada mahasiswa baru IPB/mahasiswa pada Ting¬ kat Persiapan Bersama (TPB) Mengmgat jumlah mahasiswa TPB dan semua program studi sangat banyak (2.400 ma¬ hasiswa), maka untuk tahap ini, Studium General dibenkan hanya kepada mahasiswa-mahasiswa dan Program Studi yang erat kaitannya dengan masalah keanekaragaman hayati dan plasma nut¬ fah Program studi tersebut adalah : Hortikultura, Agronorru. Ilmu dan Teknologi beruh, Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluaiga, Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Pemuliaan, Kedokteran Hewan, Budidaya Perairan, Pengelolaan Hasil Penkanan, Pemanfaatan Sumber
Penkanan, Teknologi Produksi Temak, Teknologi Hasil Temak, Manajemen Hutan, Konservasi Sumberdaya Hutan, Teknologi Pangan dan Gizi, serta Biologi Total mahasiswa tersebut berjumlah sekitar 1 .000 orang.
Teknis pelaksanaan dilakukan dengan mengelompokkan mahasiswa ke dal am lima kelompok, masing-masing berjumlah 348, 182, 209, 198, dan 194 orang mahasiswa; dengan mengambil tempat lokasi pelaksanaan di kampus IPB Baranang Siang dan Darmaga. Setiap kelompok diben maten Stu¬ dium General oleh dua pembicara, ma¬ sing-masing dari KNPN dan KEHATI. Pembicara dan KNPN adalah Dr A. Soedarsan, Dr Pasril Wahid, Dr Soenartono Adisoemarto, Dr Effendi Sumardja, dan Dr Kusuma Diwyanto. Sedangkan pembicara dan KEHATI adalah Ir. Aca Sugandhi M.Sc., Prof. Dr Koesnadi Hardjosoemantn. Prof. Dr Syamsul Anfin, Dr Ane Budiman, dan Dr Budi Santosa
anekaragaman hayati dan plasma nutfah. potensi, pemanfaatan, ancaman, dan upaya pelestanannya; serta kelembagaan pengelolaan plasma nutfah
Dalam diskusi terlihat antusiasme para mahasiswa terhadap maten yang disampaikan oleh para penceramah, meslapun harus diakui bahwa pengetahuan mereka terhadap keplasmanutfahan sa¬ ngat terbatas. Dengan pemasyarakatan tersebut mereka merasakan manfaat yang sangat besar terutama dalam menambah wawasan terhadap pentingjiya plasma nutfah bag] kehidupan bangsa dan bagi kemakmuran masyarakat
Program Studium General untuk tahun anggaran 1997/1998 akan dilaksanakan di salah satu Universitas Negen di Jawa Timur dan di daerah Suniatera Selatan. (Machmud Thohari) Institut Pertanian Bogor
Maten yang diberikan terutama meliputi : pengenalan KNPN; pengertian ke¬
Laporan Menghadiri Sidang COP-3 (Conference of the Parties-3) Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biodiversity) Sidang COP-3 mengenai konvensi keanekaragaman hayati dilaksanakan di Buenos Aires, Argentina, pada tanggal 4-15 Nopember 1996. Delegasi Indone¬ sia yang hadir dalam sidang tersebut adalah Ir. Aca Sugandhy, M.Sc. (Asmen I Meneg. Lingkungan Hidup) sebagai Ketua, Ir. Sumarsono (Departemen Kehutanan) sebagai Wakil Ketua, serta para anggota yaitu Drs. Effendy Sumardja (Asmen IV Meneg LH), Dr. Sunartono Adisoemarto (LIPI), Dr. Fauzi Masud (Departemen Kehutanan), Dr Pasril Wahid (Departemen Per¬ tanian), Johannes Subijanto (Departemen Kehutanan), Edi Suryodiningrat (KBRI),
14
Iwan Wijaya (KBRI), Abdon Nababan (Bioforum Indonesia), dan Surya (Bioforum Indonesia). Dalam keikutsertaan tersebut, delegasi Indonesia dilengkapi oleh pedoman delegasi serta hasil-hasil pertemuan Kelompok Negara Asia di Kuala Lumpur tanggal 25-26 Oktober 1996.
Beberapa hal yang perlu dilaporkan antara lain adalah bahwa meskipun perdebatan berlangsung alot karena adanya perbedaan kepentingan antara negara maju dan negara berkembang, namun pertemuan tel ah berhasil merumuskan berbagai kesepakatan yang dapat mengakomodasikan kepentingan berbagai pi-
hak. Berbagai masalah yang dibahas selama pertemuan adalah : (1) pennasalahan oiganisasi, (2) pembahasan masalahmasalah pending, (3) implementasi keuangan CHM (Clearing House Mecha¬ nism), konservasi dan pemanfaatan, pemantauan dan pengkajian, pengetahuan dasar, alih teknologi, IPR IPF, keamanan hayati, serta agrobiodiversiti
Selain itu juga diselenggarakan per¬ temuan khusus tingkat Menten, dan dalam hal ini Indonesia diwakili oleh Meneg. LH Bapak Ir. Sarwono Kusumaatmadja, selaku Presiden COP-2 Dalam pertemuan ini beliau me-nyampaikan sambutan/pemyataan yang secara leng-
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
Ikap
dapat diperoleh di sekretanat KNPN Sidang dibagi ke dalam sidang pleno serta sidang kelompok negara dan kdompok keija (working group) yang '"iab satunya adalah kelompok kerja bidang agrob.odiversiti Beberapa hasil kelompok kerja bidang in, antara lam adalah telah disepakatinya untuk memasukkan agrobiodiversiti ke dalam CBD \ang memerlukan pendekatan lebih jauh dengan pihak FAO terutama dalam hal undertakmgnyz. Sdam itu ada himbauan untuk menmgkatkan upaya konservasi ex situ yang dianggap masih ketmggalan dibandmgkan dengan konser-
vasi in situ. Apabila diperlukan GEF dapat membantu menmgkatkan upaya konservasi ex situ. Sebagai
paiggagas
mm)ngkat-
pgjfotjgn terhadap coastal and manm biodiversity serta pembentukan kelompok Equatorial Biodiversity, Ind<ÿ nesia tdah se5aga, Ketua £ÿorta/ Canous (EQ. Demikian pula hasi, pertemuan EC secara laigkap &perolfh sekretanat KNPN. Meslopun COP-3 tidak mdaporkan Pÿyataan politik, namun para Menten hadir (3° menten dan 50
Peserta yang hadir berjumlah 1400 orang, dimana 400 peserta berasal dan luar India dan 1000 peserta lainnya dan India yang meliputi para llmuwan, praktisi, manajer, anggota lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang budidaya tanaman pertanian. Indonesia tdah mengirimkan delegasinya yang diwalali oleh Dr. Setijati D Sastrapradja Kongres segera dimulai setelah dibuka oleh Presidai India di Vigyan Bhawan, Gedung Keilmuan India Tiap han selama lima han kongres berlangsung diadakan ceramah umum mengenai peranan ilnui tanaman untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gin penduduk dunia Penceramah ada¬ lah mereka yang telah memiliki nama intemasional. Para peserta memperoleh gambaran situasi penyediaan pangan dunia sanipai tahun 2025, tantangan
Disarikan dari laporan Dr. Pasril Wahid
(Didik Sudarmadji)
PeJabat
“Second International Crop Science Congress” Kongres Crop Science yang ke dua tdah diselenggarakan di New Delhi, India pada tanggal 17-22 Nopember 19% dengan pihak paiyelenggara (1) National Academy of Agncultural Sciences, India dan (2) Indian Council of Agncultural Research, India. Dalam pelaksanaan, Penyelenggara Kongres memperoldi bantuan dan berbagai mstitusi intemasional, pemermtah India, dan perusahan-perusahaan swasta nasionalnya.
setingkat menten) telah menyampaikan kesanggupan mereka untuk melaksanakan konvensi dengan sebaik-baiknya Pa¬ ra Menten juga sepakat untuk memanfaatkan persidangan COP sebagai ajang tukar-menukar informasi dan pelaksana¬ an kesepakatan konvensi
yang hams dihadapi dan segi politik, ekonomi, sosial, dan penelitian Yang patut digans bawahi adalah keharusan terbinanya kaitan erat antara masyarakat ilmiah, mdustnwan, dan para pengambil kebijakan. Keberhasilan India untuk mengentaskan dninya sebagai negara pengimpor pangan menjadi negara pengekspor pangan adalah karena keputusan politik yang tepat, yang diusulkan oldi masyarakat ilmiahnya. Disamping itu, komitmen industnwan-nya (pupuk, alat-alat pertanian, hensida, dsbnya) da¬ lam mendukung pelaksanaan kebijakan politik pangan ini ikut menenukan ke¬ berhasilan tersebut.
yang diselenggarakan pada sore hannya. Seperti halnya pada ceramah umum, ce¬ ramah petang iru memben pula gam¬ baran mengenai tantangan yang dihadapi masyarakat ilmiah untuk mencukupi permintaan pangan sampai tahun 2025
Agar kongres dapat mengajukan sejumlah rekomendasi dan gagasan untuk dilaksanakan menjelang kongres benkutnya (yang akan diselenggarakan di Eropa empat tahun mendatang). aiam pertemu¬ an kelompok kerja diadakan pada waktu malam han daigan setiap kelompok keija membahas secara nna persoalan yang menjadi tanggungjawabnya. Selain itu parutia paiyelenggara Kongres telah menyertakan pula bebe¬ rapa kegiatan berkaitan dengan kon¬ servasi plasma nutfah di bidang pangan antara lam
(a) Pembenan tanda
jasa
Segera sesudah ceramah umum diberikan secara pleno, peserta dapat mengikuti beberapa simposium yang diseleng¬ garakan secara bersamaan tiap harinya. Selama lima han ada 11 simposium yang masing-masing membahas kecenderungan yang akan teijadi pada salah satu llmu tanaman "Convener" tiap simpo¬ sium berbeda, mengingat simposium ini mem-bahas bidang ilmu secara menda¬ lam di-mana dengan bobot ilmu masingmasing simposium berbeda pula.
berupa pembenan hadiah Bourlaugh (Bapak Revolusi Hijau) kepada mantan menten pertanian India yang pada waktu tahun 60-an memutuskan kebijakan In¬ dia mengimpor benih unggul gandum untuk dimulainya Revolusi Hijau India, dan (b) Peresmian Bank Biji Indian Council for Agncultural Research oleh wakil presiden India, yang merupakan bank biji terbesar dikawasan Asia dengan nilai US $ 28juta
Untuk menyoroti perkembangan penyediaan pangan dunia, maka Kongres juga telah menyelenggarakan tiga cera¬ mah petang dan satu sidang istimewa
(Anneke Anggraeni)
Bahan diperoleh dari Dr. Setijati D. Sastrapradja
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
I5
KOLEKSI KITA
Beberapa Spesies Plasma Nutfah Pertanian yang
Teraacam Punah Indonesia yang memWilayah bentang dan 95 "BT hrngga 140 "BT, dan 7 XS dan 11 XU, tersusun atas 17.058 pulau-pulau besar dan keal dimana datarannya memiliki vanasi jenis tanah, iklim, dan kednggian yang cukup besar. Hal ini mampu meinbentuk keanekaragaman wilayah yang besar yang selanjutnya mampu maiaptakan keanekaragaman sumberdaya hayati yang besar pula, sehingga tidaklah mengherankan apabila Indonesia memi¬ liki 10 % kekayaan hayati dunia. Sebagai contoh Indonesia memiliki kurang lebih 6.000 spesies tumbuhan, 20.000 spesies ikan, dan 1.600 spesies burung dan jumlah spesies dunia.
Namun kegiatan penduduk yang te¬ rns memngkat untuk memenuhi kebutuhannya, telah merumbulkan dampak negatif terhadap kelestanan sumberdaya hayati melalui hilangnya habitat, eksploitasi sumberdaya berlebihan, pengaruh polusi, dan lam sebagainya. Untuk itu agar kita dapat mengurangi bahkan mencegah erosi sumberdaya hayati yang kian memngkat, perlu kiranya diberikan perhatian lebih besar terhadap sumber¬ daya hayati yang ada. Salah satu per¬ hatian tersebut adalah dengan menelusun dan mencermati informasi dari media massa mengenai pewartaan berbagai plasma nutfah pertanian yang sedang mengalami proses menuju kepunahan. Kemudian segera ditanggulangi secara bersama, baik oleh pihak pemenntah beserta instansi terkait, oiganisasi masyarakat, maupun masyarakatnya sendiri.
Untuk itu publikasi mengenai bebe¬ rapa spesies plasma nutfah yang terancam punah, telah menjadi uraian pada bagian berikut :
16
Ikan Arwana dan upaya pelestariannya Ikan Arowana atau Arwana ( Scleropages jardinii) sebenamya merupakan salah satu jems ikan yang dimanfaatkan penduduk di Kabupaten Merauke, Irian Jaya, sebagai konsumsi sehan-han Na¬ mun menurut surat kabar hanan Suara Pembaharuan (12 Pebruan 1997) sejak tahun 1989 sampai kim ikan Arowana menjadi pnmadona bisnis ikan yang menggiurkan bemilai ekonomis tmggi. Haiga jual yang memngkat memben sumbangan nyata bag penmgkatan pendapatan masyarakat dan Pemda setempat, namun berdampak lain dieksploitasi populasinya dalam jumlah berlebihan. Di Indonesia saat mi sebenamya terdapat hanya dua jems ikan Arowana, yaitu Scleporages formosus (Arwana Sumatera/Kalimantan) dan Scleropages jardinii (Arwana Irian) yang juga menurut LIPI disebut Siluk Inan Kedua jenis ikan ini telah dilindung dengan undang-undang. Untuk pelaksanaan operasional di lapangan, maka telah dikeluarkan SK Menteri Kehutanan No. 516/6/Kps-II/1995, dengan menetapkan Scleropages jardinii sebagai satwa yang dilindung. Selanjutnya telah dikeluarkan lag SK Menteri Kehutanan No. 118/ Kpts/Dj-VI/1996 tentang jatah (kuota) tangkap satwa yang dilindung jenis Aro¬ wana/ Arwana Irian {Scleropages jar¬ dinii) tahun 1996/1997 di Propinsi Inan Jaya.
Dalam SK tersebut maiyebutkan ja¬ tah tangkap pada musim tangkap 1996/ 1997 sebanyak 125 ribu ekor, dan yang boleh ditangkap sebatas anakan (larva) yang secara alarm tanpa pemaksaan
maupun penangkapan atau pembunuhan terhadap induknya. Sedangkan ukuran panjang yang boleh ditangkap maksimal antara 6-7 sentimeter. Juga disebutkan. masyarakat yang selama ini memiliki mata pencahanan sebagai petani atau
nelayan dan berpengalaman melakukan paigumpulan anakan Arwana Inan dibina sebagai plasma. Para penangkar yang telah terdaftar dan mendapat pengakuan pada Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestanan Alam dibma sebagai Inti dan berkewajiban menampung anakan Arwana hasil tangkapan Plasma untuk dilakukan panbesaran (ranching) melalui penangkaran (breeding), sehingga mencapai ukuran siap untuk diedarkan di dalam negen atau ke luar negen Para paiangkar juga duzinkan melakukan perdagangan Arwana Irian sepanjang tidak melampaui jatah yang telah ditetapkan, yaitu sekitar 100 sampai 1500 ribu ekor saja yang diizinkan untuk diperdagangkan ke luar Irja termasuk untuk diekspor ke luar negen
Duku Komering dan penangkarannya Duku Komering yang selama ini dikenal paling manis dibandingkan duku asal daerah lain di Sumatera Selatan bahkan diseantero Nusantara, sebagaimana dibentakan hanan Kompas (14 Pebruan 1997) mulai terancam punah Ancaman kepunahan teijadi terutama dikarenakan pohon duku memerlukan waktu lama untuk dapat berproduksi Pada pohon yang diokulasi bam akan berbuah setelah berumur 6-7 tahun, se¬ dangkan bila ditanam dan anakan me-
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
merlukan waktu dua kali lebih lama untuk berbuah, sekitar umur 15 tahun.
Keengganan
petani setempat untuk menanam pohon duku, karena tidak dapat memberikan hasil secara cepat, menipakan salah satu paiyebab tetap bertahan-nya si stem pemeliharaan secara tradisional dimana penanaman biasanya dilakukan hanya sekitar 2-4 batang pohon di pekarangan rumah. Untuk mencegah pengurangan lebih lanjut jumlah pohon hidup yang ada serta dalam upaya pelestanan plasma nutfah duku lokal Komenng ini, maka sejak beberapa tahun belakangan ini pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Selatan telah melakukan upaya penangkaran dengan memperluas areal pertanaman.
Kakatua Jambiil Kuning semakin menipis populasinya Kakatua jambul kunmg (Cacatua sulphured) merupakan salah satu burung endemik berparuli bengkok (selain nuri) di Indonesia. Mennliki bulu yang indah dengan wama putili pada tubuhnya dan berkombinasi wama kunmg pada jambul Menurut ha nan Kompas (11 Pebruan 1997), sejak tahun 1970-an populasi burung mi terns menurun akibat diburu untuk diperdagangkan maupun perluasan ladang penduduk Karena itu kakatua jambul kiming dan semua anak jerusnya dikategonkan dalam Appendix II CITES, yang berarti terancam punah. Diketahui ada empat anak jans burung ini vaitu ( 1 ) Cs abbotic memiliki ukuran badan paling besar dan endemik di kepulauan Masalembo, pulau Masakambing, dan Keramaian di kabupaten Sumaiep Jawa Timur; (2) Cs patvula merupakan jenis palmg keal dengan bulu penutup telinga bewama kuning dan endemik di Nusa Panda dan Nusa Tenggara (dan Lombok hmgga Timor); (3) Cs citrinocristata memiliki penampilan sedikit berbeda karena wama
jambulnya agak kejingga-jinggaan dan kebanyakan terdapat di Sumba; serta (4) Cs sulphured dimana wama kuning yang dinuliki tidak hanya di jambul tetapi juga melingkar matanya dan merupakan bu¬ rung endemik Sulawesi.
Untuk menjaga upaya kelestanannya, diantaranya telah dikeluarkan Instruksi Gubemur Kepala daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur No. 15 Tahun 1994 tentang pelarangan penangkapan semua jenis burung NTT. Sebelumnya Bupati Sumba Timur dan Barat juga mengeluarkan peraturan serupa melalui Keputusan Bupab No 147 Tahun 1992 dan No.21 tahun 1993. Semaitara SK Menteri Kehutanan No 556/K.pts-Ul/ 1 989 juga menyebutkan segala penangkapan, perdagangan, pengembangbiakan, atau memmdah tempatkan kakatua jambul ku¬ ning perlu surat izin dan Ditjen PHPA.
Dengan demildan sebenamya Pera¬ turan Pemenntah Pusat dan Daerah telah membenkan dasar hukum yang kuat berkaitan dengan upaya pelestanan jenis burung ini, namun agar peraturan tersebut dapat beijalan efektif maka perlu pendisiplinan dalam penerapan di lapangan oldi mstansi terkait.
Burung hantu sang pembasmi
tikus Satwa yang memilki kebiasaan untuk keluar pada malam hari ini, dilaporkan majalah Unggas Indonesia (Ed. 04/Tahun I/Nopem. 1996)temyata merupakan satwa yang tergolong dekat dengan manusia serta dapat dipeigunakan sebagai pemberantas hama tikus secara biologis yang efektif tanpa akibat sampingan pencemaran lingkungan sekitar. Tyto alba, yang termasuk kedalam famili Tytonidde merupakan salah satu dan burung hantu yang digunakan sebagai pembasmi hama tikus. Alba memiliki arti putih, karena sebagian bulunya berwama putih. Burung ini memiliki berat sekitar 500 gram dengan bentang sayap 24-26 sentimeter. Berbiak setiap empat
bul an sekali, dan mampu menghasilkan telur 6-11 butir bila melalui penang¬ karan Namun di alam bebas telur yang dihasilkan hanya beijumlah sekitar 2-3 butir, dikarenakan pengaruh hama dan cuaca. Sebagai pemangsa tikus burung ini memiliki indera pendengaran kuat, suara hewan mangsanya mampu didengar dalam radius 3 kilometer. Sedang mata hitamnya yang memiliki sinar infra merah, mampu maiembus kegelapan un¬ tuk melihat mangsanya. Seekor burung hantu mampu memangsa 2- 6 ekor tikus. Selain makan tikus, Tyto alba juga makan ular, kalong, kadal, katak, dan terkadang makan burung. Waktu perburuan dimulai sejak senja hingga fajar, untuk kemudian siang han tidur di lubang gelap, gedung kosong atau lubang pohon.
Pembudidayaan burung hantu seba¬ gai pembasmi hama tikus diawali oleh perkebunan kelapa sawit di Malaysia Serangan hama tikus memang memben resiko kerugian besar, terutama di kawasan perkebunan kelapa sawit. Hal ini dikarenakan tikus paling menyukai daun muda yang merupakan titik kehidupan kelapa sawit, dengan porsi daun muda yang disantap satu ekor tikus dapat mencapai 6-15 gram dalam sehan Pembudidayaan burung hantu sebagai pembasmi hama tikus, kemudian dukuti oleh PT Sutra Mantra Abadi di per¬ kebunan kelapa sawit Tanah Datar, Asahan Sumatera Utara, dan benkutnya dilanjutkan oleh PT Inti Indosawit Subur di Riau. Kegiatan serupa juga diikuti oleh para petani di Jawa Tengah, dengan kabupaten Wonogin sebagai pelopor utama. Dengan adanya upaya budidaya burung hantu belakangan iru, tentunya akan memben sumbangan besar bagi pelestarian satwa bermata tajam yang teigolong uruk dan langka ini
Burung Punglor perlu dilindungi kelestariannya Demikian pula surat kabar hanan Kompas (8 Januari 1997) menyajikan
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4Th. 1996/97
17
berita burung Punglor, sebagai salah satu burung yang hidup pada habitat alaminya diseputar kawasan hutan Rinjani, Lombok, terns menurun populasinya akibat perburuan secara besar-besaran dal am lima bulan terakhir Burung Punglor atau burung Anis yang ada di Lombok ini merupakan burung pemakan cacing dan jerus Anis Sisik ( Zoothera daunta) yang juga populer disebut Pung¬ lor Macan karma tubuh bagian bawah dan dadanya berpola loreng. Penangkapan nyaris tanpa kendali belakangan teijadi karena burung jerus ini pemah meraih juara pertama dal am lomba suara burung di Surabaya, Jatim, Juli 1996, sehingga haiganya menjadi melambung
di pasaran lokal Haiga yang semula berkisar antara Rp 20.000,- sampai Rp 30.000,- per ekor bila sudah pandai berkicau dapat mencapai nilai jual sangat tinggi sehaiga Rp 500.000,- per ekor.
Dengan berlangsungnya serangkaian penangkapan intensif beberapa waktu belakangan yang dipicu oleh haiga jual menank, menuntut perlunya perhatian segera dari pihak yang berwewenang. Dinas Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Lombok, sebagai pihak yang berwewenang diharapkan dapat berupaya mencegah tindakan perburuan yang mungkin akan terus berlanjut Adanya perlindungan dari dinas KSDA akan
memberi kesempatan bagi burung ini untuk berbiak dan memperbanyak kembali populasinya, sehingga keles-tarian salah satu plasma nutfah satwa asli hutan tropik Indonesia Timur dapat terus terpelihara. (Kusuma Diwyanto dan Anneke Anggraeni)
- SERBI Kekayaan Koleksi Biakan Mikroba Pertanian yang mempunyai poMikroba, tensi cukup besar di bidang
pertanian, telah sejak lama dikoleksi oleh unit-unit keija di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang kegiatan sehan-harinya menangam mik¬ roba Koleksi ini dilakukan oleh unit-unit kerja tersebut sejak awal pendinan lembaganya sebagai instansi yang melakukan kegiatan penelitian yang berhubungan dengan manfaat mikroba dalam kaitannya dengan penmgkatan produktivitas pertanian dalam arti luas Sebagai contoh, Balai Penelitian Vetenner (Balitvet) Bogor telah mengoleksi dan melestankan mikroba sejak zaman Belanda dulu, ka¬ rena mikroba sangat diperlukan tidak saja sebagai bahan referensi, tetapi juga untuk penyediaan bibit vaksin dan bahan penelitian yang berkaitan dengan penyakit pada temak dan hewan lam
Penanganan mikroba dalam lingkup badan Litbang Pertanian semula dilaku¬ kan oleh unit-unit keija sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan adanya dana yang disediakan untuk
18
Komisi Nasional Plasma Nutfah melalui Puslitbang Tanaman Pangan sejak tahun anggaran 1991/1992 (semula dari ARMP, kemudian dan APBN), maka untuk plasma nutfah mikroba telah dialokasikan sebagian dana daripadanya (dengan Balitvet sebagai penanggung jawab kegiatan), sehingga pengdolaannya mulai ditata dan kegiatannya lambat laun mulai ditingkatkan Keijasama antar unit keija pun mulai dibangun sehingga intensitas kegiatan di masingmasing unit keija dapat saling diketahui dan dipantau. Selain itu kekurangan dan kelebihan yang terdapat di masrngmasing unit keija dapat saling ditutup sehingga diharapkan tidak terdapat kesenjangan.
Sejak adanya alokasi dana tadi, maka seriap unit keija, yakm Tanaman Pangan (termasuk Tanah), Hortikultura, Tanam¬ an Perkebunan, Tanaman Industri, Perikanan, Petemakan dan Vetenner, dapat melakukan penambahan koleksi, peningkatan kegiatan karaktensasi isolat dan pendokumentasian data Selam itu,
kelebihan Balitvet dalam hal fasilitas, antara lam alat/mesin pengenng isolat, dapat dimanfaatkan oleli unit kerja lam yang bel uni memilikinya. Balitvet sendiri, sebelum ada kegiatan keplasmanutfahan mikroba telah mennliki unit koleksi mikroba tersendin sejak zaman Belanda, yang dengan adanya bantuan dan ODA Inggns (kemudian dilanjutkan oleh Australia) pada tahun 1982, unit koleksi itu diben nama BCC (Balitvet Culture Collection) dengan kekayaan sekitar ratusan isolat bakten dan beberapa isolat cendawan (kapang dan khamir) Pada saat alokasi dana untuk mik¬ roba itu disediakan oleh Puslitbang Ta¬ naman Pangan (1991/1992), kekayaan mikroba veteriner ketika itu adalah 930 isolat bakten dan 65 isolat cendawan Dengan kekayaan sejumlah itu sebagai modal awal, maka kegiatan koleksi. karakterisasi, preservasi dan dokumentasi mikroba pertanian mulai dilaksanakan
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 &4Th. 1996/97
Dewasa ini (1995/19%), di sampmg kekayaan mikroba BCC sendin bertambah, maka kekayaan lnikroba unit kerja lain pun bertambah pula, sehingga secara keseluruhan kekayaan koleksi mikroba pertanian itu menjadi 2.101 isolat bakten, 568 isolat cendawan, 5 isolat protozoa dan 16 isolat virus. Dengan demikian. selama 4 tahun pendanaan, penambahan isolat setiap tahunnya, khususnya bakten dan cen dawan, berturut-turut selatar 293 isolat bakten dan 126 isolat cendawan Sementara itu, isolat protozoa dan virus hanya dimiliki oleh BCC. Selunih isolat mikroba pertanian ini dilestankan oleh unit-unit kerja masingmasing, sedangkan dokumentasi datanya dikoordmasikan oleh Balitvet (BCC) dan diterbitkan dalam bentuk katalog yang disebut Katalog KBMP (Koleksi Biakan Mikroba Pertanian), yang tsinya mencakup infonnasi taitang kekayaan ko¬ leksi masmg-masing unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian.
Dan seluruh kekayaan isolat tersebut, terdapat sekitar 22% (589 isolat) yang berasal dan luar negen dan digunakan terutama sebagai bahan rujukan (referensi). Khusus untuk mikroba veteriner, beberapa isolat tertentu sudah banyak yang dimanfaatkan oleh instansi lain baik untuk keperluan penelitian, pendidikan maupun pengujian terhadap suatu bahan, di sampingjuga untuk nyukan.
ini dapat dilakukan dengan atau tanpa mengabaikan risiko negatif yang mung¬ kin timbul danpadanya. (Sukardi Hastiono)
Di bidang tumbuhan, manfaat mikro¬ ba antara lam untuk biofertilisasi, biokonversi, biokontrol, dan biopestisida, sedangkan di bidang hewan produk biologik (pembuatan vaksin, diagnostikum dan serum kebal), pembuatan antibiotika dan metabolit lain, biokontrol, protein sd tunggal, dan pemacu pertumbuhan dan pencemaan. Peran dan man¬ faat mikroba bertambah parting lagi dargan adanya bioteknologi, yang dengan ilmu tersebut mikroba direkayasa sdrmgga berbagai peluang dalam me¬ in ngkatkan produktivitas pertanian, yang semula tidak mungkin dilakukan, dewasa
Daftar banyaknya isolat bakten dan cendawan per unit keija lingkup Badan Litbang Pertanian Unit Kerja
Bakten
Cendawan
Junilali
%
1
Tanaman Pangan
19
95
114
4,3
2.
Tana man Perkebunan
2
76
78
2,9
3
Tanaman Industn
394
84
478
17,9
4.
Hortikultura
62
38
100
3,7
5.
Penkanan
29
-
29
1,1
6
Petenrakan
6
2
8
0,3
7
Vetenner
1.589
273
1.862
69,8
Jumlah
2.101
568
2.669
100,0
Dikutip dan katalog koleksi Biakan Mikroba Pertanian, Badan Litbang Pertanian (Sukardi dkk., 1995)
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4 Th. 1996/97
I9
PUBLIKASI Busey, P., 1995. Genetic diversity and vulnerability of St. Augustinegrass. Journal Crop Science, v. 32(2) p. 322-327. Davidson, C.G., and B E. Coulman, 1995. Canadian wild plant germplasm of economic significance. Journal of Plant Science v 75(1) p 23-32. Diekmann, M., and C A.J. Putter, 1995. Small grain temperate ce¬ reals FAO/IPGRI technical guide¬ lines for the safe movement of germplasm FAO/IPGRI, Rome (Italy). 67 p FAO, 1995. Progress report on the World Information and Early Warning System on Plant Genetic Resources for Food and Agnculture. Plant Production and Pro¬ tection Div. Commission on Plant Genetic Resources, Rome (Italy). 19-30 Jun 1995 7 p FAO, 1995 Progress report of the Global System for the Concervation and Utilization of Plant Genetik Resources for Food and Agriculture. Plant Production and Protection Div. Commission on Plant Genetic Resources, Rome (Italy) 19-30 Jun 1995. 15 p. FAO, 1995. Reports. Programmes and
Activities on Plant Genetic Resour¬ ces : 2 Reports on the Activities of Intergovernmental and International Non-Governmental Organization. Plant Production and Protection Div. Commissipn on Plant Genetic Resources, Rome (Italy) 19-30 Jun 1995. 30 p.
20
FAO, 1995. Outline of the Global Plan of Action for the Conservation and Sustainable Utilization of Plant Genetic Resources for Food and Agriculture. Plant Production and Protection Div. Comission on Plant Genetic Resources, Rome (Italy). 19-30 Jun. 1995. 11 p. FAO, 1995. Progress report on the International Network of Ex Situ Germplasm Collections Under the Auspices and for Jurisdiction of Plant Production and FAO Protection Div. Commission oh Plant Genetic Resources, Rome (Italy) 19-30 Jun 1995. 16 p. * Harvey, B.L., B Fraleigh, and B E. Coulman, 1995. Impacts on Cana¬ dian Agnculture of the Convention on Biological Diversity. Journal of Plant Science, v. 75(1) p. 17-21.
Lacy, W.B., 1995. The global plant genetic resources system : a compe¬ tition-cooperation paradox. Journal Crop Science v. 35(2) p 346-354. Ndungu, J., H. Jaenicke, and D Boland, 1995. Considerations for germplasm collections on indige¬ nous fruit trees in the Miombo. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF), Nairobi (Kenya). Conference on the Impro¬ vement of Indegemous Fruit Trees in the Miombo Woodlands of Sou¬ thern Africa. Mangochi, (Malawi). 23 27 Jan. 1994.
-
Pengelly, B.C., and DA Eagles. 1995. Geographical distnbution and diversity in a collection of the tropical legume macroptilium gracile ( Poeppiga ex Bentham ) Urban Australian Journal of Agnc Rese¬ arch. v. 46(3) p. 569- 580 Rajendran, PG., S G Nair, C S E Amma, K. Vasudevan, and M T Sreekuman. Recent progress in ca¬ ssava vanetal improvement in India. Centro International de Agncultura Tropical, Cali (Colombia) Cassava breeding, agronomy rese¬ arch and technology transfer in Asia : proceedings of the fourth re¬ gional workshop held in Tnvandum, Kerala, India Nov 2-6. 1993. Bangkok Revilla, P, and W.F Tracy, 1995
Morphological charactenzation and classification of open-pollinated sweetcom cultivars. Journal of the Amencan Society for Horticultural Science, v. 120 (1) p. 112-118 Robertson, L.D., and El-Sheerbeney, M.H., 1995 Autofertility in a pure line faba bean ( Vicia faba L ) germplasm collection. Journal Ge¬ netic Resources and Crop Evolu¬ tion. v . 42(2) p. 135-145. Valdes, C B , and B E Hernandez. 1995. The Mediterranean flora as a reservoir of genetic resources for cultivated plants (wild progenitors) Ecologia Mediterranea (France), v 21 (1- 2) p 41 -46
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No. 3 & 4Th. 1996/97