UNIVERSITAS INDONESIA
VISKOSITAS MATERI QUARK-GLUON PLASMA
DISERTASI
TJONG PO DJUN 1206327922
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATERIAL SAINS DEPOK 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
VISKOSITAS MATERI QUARK-GLUON PLASMA
DISERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
TJONG PO DJUN 1206327922
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA KEKHUSUSAN ILMU MATERIAL DEPOK 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
Tjong Po Djun
NPM
:
1206327922
Tanda Tangan : Tanggal
:
ii
24 April 2015
HALAMAN PENGESAHAN Disertasi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Disertasi
: : Tjong Po Djun, : 1206327922, : Ilmu Bahan-Bahan : Viskositas Materi Quark-Gluon Plasma.
Disertasi ini diajukan sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Fisika, Kekhususan Ilmu Material, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Promotor
:
Prof. Dr. Terry Mart
(.......................................)
Ko-promotor
:
Dr. Laksana Tri Handoko
(.......................................)
Tim Penguji
:
Dr. Bambang Soegijono
(........................................)
:
Dr. rer. nat. Agus Salam
(........................................)
:
Dr. Albertus Sulaiman
(........................................)
:
Dr. Handhika S Ramadhan
(........................................)
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 24 April 2015
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur untuk kemulian Allah, karena atas berkat dan rahmatNYA, disertasi ini dapat saya selesaikan. Disertasi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program Doktor dari Program Studi Ilmu Material Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa batuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan disertasi ini. Oleh karenya, pada kesempatan ini saya secara khusus mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Terry Mart atas bimbingan dan dukungan yang diberikan. 2. Dr. L.T. Handoko atas ide-idenya yang brilian. 3. Dr. Bambang Soegijono yang tanpa lelah terus mendorong dan memberi semangat pada saya. 4. Juga semua pihak yang tidak dapat disebutkan di sini atas dukungan dan doa kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini. Saya menyadari bahwa isi disertasi ini masih jauh dari sempurna, karenanya saya selalu mengharapkan kritik dan saran membangun dari para pembaca.
Depok, 24 April 2015 Tjong Po Djun
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI DISERTASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Tjong Po Djun NPM : 1206327922 Program Studi : Ilmu Material Departemen : Fisika Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Disertasi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Viskositas Materi Quark-Gluon Plasma beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan disertasi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagi pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 24 April 2015 Yang menyatakan
(Tjong Po Djun)
v
ABSTRAK
Nama
:
Tjong Po Djun
Program Studi :
Ilmu Material
Judul
Viskositas Materi Quark-Gluon Plasma
:
Plasma sebagai material yang semakin banyak dipakai di dunia industri akan dibahas secara singkat. Kemudian, quark-gluon plasma sebagai salah satu jenis plasma akan ditinjau secara mendalam. Sebuah teori untuk quark-gluon plasma akan diformulasikan melalui penyusunan sebuah densitas Lagrangian. Simetri gauge untuk setiap suku di dalam Lagrangian akan tetap dipertahankan, kecuali untuk suku viskositasnya. Mekanisme transisi dari partikel titik ke medan alir, dan sebaliknya, didiskusikan dengan jelas. Kemudian akan diturunkan persamaan tensor energimomentum yang relevan untuk plasma gluonik. Dengan menerapkan hukum kekekalan energi dan kekekalan momentum, viskositas shear dan viskositas bulk akan didapatkan dengan penurunan analitik. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa pada tingkat energi yang dekat dengan hadronisasi, viskositas bulk akan jauh lebih besar dari viskositas shear. Penghitungan ini juga memberikan hasil yang cukup dekat dengan hasil yang didapat dari eksperimen. Kata kunci : Transformasi gauge, quark-gluon plasma, viskositas
vi
ABSTRACT
Name
:
Tjong Po Djun
Study Program :
Material science
Title
Viscosities of Quark-Gluon Plasma
:
Plasma as a kind of material that has become more and more commonly utilized in industry is introduced. A kind of plasma, which is called quarkgluon plasma is elaborated deeply. A theory for viscous quark-gluon plasma is formulated through the construction of a Lagrangian density. Gauge symmetry is preserved for all terms inside the Lagrangian, except for the viscous term. The transition mechanism from point particle field to fluid field, and vice versa, is discussed. The energy momentum tensor that is relevant for the gluonic plasma having the nature of fluid bulk of gluon sea is derived within the model. By imposing the law of energy and momentum conservation, the values of shear and bulk viscosities are analytically calculated. The result shows that at the energy level close to hadronization the bulk viscosity is bigger than shear viscosity. Also, the values are close to experiments result. Keywords : Gauge transform, quark-gluon plasma, viscosity
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Hipotes 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Batasan Penelitian 1.7 Sistimatika Penulisan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Mutakhir Penelitian Quark-Gluon Plasma 2.2 Teori Medan yang Terhibridisasi sebagai Teori Alternatif BAB 3. DASAR TEORI QUARK-GLUON PLASMA 3.1 Aksi dan Persamaan Gerak 3.2 Simetri dan Transformasi Gauge 3.3 Lagrangian dan Teori Invarian Gauge untuk Sistim Medan yang Terhibridisasi 3.4 Solusi Medan Gauge φ dari Persamaan Gerak Fluida Relativistik Non-Abelian 3.5 Lagrangian dan Teori Invarian Gauge untuk QGP 3.6 Tensor Energi Momentum dari QGP Terdominasi Gluon 3.7 Bentuk Eksplisit Viskositas Shear (η) dan Viskositas Bulk (ζ) BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Viskositas Shear (η) dan Bulk (ζ) dalam Sistim Quark Gluon Plasma dengan Kecepatan Fluida Konstan 4.2 Grafik Dinamika Viskositas dan Pembahasan viii
i ii iii iv v vi vii viii x 1 1 5 7 7 8 8 9 10 10 12 14 14 15 21 28 31 33 42 54 54 57
ix BAB 5. APLIKASI TEORI QGP 5.1 Teori QGP untuk Pemodelan Transisi Fasa pada Bintang Kompak 5.2 Semesta Awal - Era QGP 5.2.1 Densitas dan tekanan QGP pada semesta awal - era QGP 5.2.2 Parameter Hubble dan Faktor Skala semesta awal - era QGP BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran REFERENSI DAFTAR PUBLIKASI
60 60 64 64 66 72 72 73 74 76
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1
Terjadinya fasa fluida sebelum hadronisasi
4
Gambar 1.2
Diagram fasa quark-gluon plasma
5
Gambar 4.1
Viskositas bulk (ζ) dari QGP terdominasi gluon sebagai fungsi temperatur yang dihitung sesuai Pers. (4.4)
57
Viskositas shear (η) dari QGP terdominasi gluon sebagai fungsi temperatur yang dihitung sesuai Pers. (4.3)
58
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Perkembangan penemuan nilai Viskositas shear (η) sejak 2007
59
Distribusi densitas sebagai fungsi radius bintang kompak yang dinormalisasi, dengan Ts = 175 MeV dan T0 = 1 GeV.
65
Parameter Hubble era QGP pada tingkat energi medan gluon 0,3 GeV hingga 0.75 GeV
69
x
Bab 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Materi plasma memiliki peran yang semakin penting di dalam dunia industri. Beberapa penggunaan paling umum dari materi plasma diantaranya adalah sebagai material etching pada proses produksi semikonduktor, sebagai impurity doping pada proses modifikasi material, dan sebagai bahan pengurai limbah kimia yang sangat efektif dan murah. Di samping digunakan sebagai bahan bantu proses produksi, plasma juga banyak digunakan sebagai bahan utama pembuatan produk akhir. Misalnya untuk bahan baku pada pembuatan layar televisi atau monitor, bahan coating, antena plasma, dan banyak lagi produk-produk baru yang sedang dikembangkan. Dengan kegunaannya yang beragam, apakah sesungguhnya materi yang disebut sebagai plasma ini? Secara umum, plasma adalah gas yang terbentuk dari elektron-elektron bebas, ion-ion, serta partikel-partikel bermuatan lainnya. Plasma disebut juga sebagai fase keempat dari materi walaupun sesungguh plasma adalah fase materi yang pertama terbentuk pada awal alam semesta. Pada suhu ruang konduktivitas gas sangatlah kecil. Namun dengan pemanasan atau penambahan energi, gas yang semula bersifat isolator dapat berubah menjadi konduktor. Dengan demikian, gas tersebut telah berubah menjadi plasma yang berisikan elektron bebas (sebagai pembawa arus listrik). Sebagian dari partikel-partikel bermuatan di dalam plasma akan saling bertumbukan dan memancarkan radiasi (gelombang elektromagnetik). Spektrum gelombang yang dihasilkan dari radiasi tersebut memiliki rentang frekuensi yang sangat luas. Stabilitas dan instabilitas dari 1
2 frekuensi gelombang tersebut menjadi pilihan unik dalam aplikasinya pada bidang-bidang industri tertentu. Frekuensi gelombang yang merupakan hasil agregat frekuensi tumbukan partikel-partikel bebas ini berbanding terbalik dengan mean free path, yaitu bahwa mean free path yang semakin besar menunjukkan frekuensi tumbukan yang semakin kecil. Frekuensi tumbukan juga bergantung pada kecepatan partikel. Hubungan frekuensi tumbukan dengan mean free path dan cross section dirumuskan sebagai fT = ρ × σ × v.
(1.1)
Di sini fT adalah frekuensi tumbukan, ρ adalah densitas, σ adalah cross section, dan v adalah kecepatan relativistik. Plasma yang dapat terbentuk pada suhu yang tinggi serta dalam rentang densitas dan tekanan yang luas menjadikannya cocok untuk digunakan pada banyak jenis industri. Densitas dan temperatur berhubungan langsung dengan tekanan plasma. Tekanan dihasilkan oleh gerak partikel-partikel di dalamnya, dan diukur berdasarkan gaya per satuan area. Pada plasma, biasanya tekanan dirumuskan sebagai P = ρ × T . P adalah tekanan, ρ adalah densitas, dan T adalah temperatur. Terlihat jelas bahwa tekanan akan bertambah seiring dengan meningkatnya temperatur. Pada perkembangan teknologi terkini, plasma telah dipakai untuk membuat antena, khusunya antena untuk operasi rahasia. Cara kerja antena plasma secara prinsip dapat dijelaskan sebagai berikut. Transmisi gelombang yang diterima oleh tabung antena berisi gas argon akan mengionisasi gas tersebut menjadi plasma. Selama proses transmisi, elektron di dalam plasma akan berosilasi seperti halnya elektron pada antena berbahan logam. Dengan demikian maka transmisi sinyal radio dapat dilakukan. Ketika antena plasma dimatikan, gas di dalam tabung kembali menjadi gas netral. Dengan demikian antena plasma tidak terdeteksi oleh radar karena radar tidak dapat mendeteksi gas. Sejauh ini, plasma yang umum digunakan di dalam dunia industri adalah plasma elektromagnetik, yaitu gas yang terdiri dari partikel-partikel elektron atau positron. Jika pada materi plasma dilakukan penambahan energi yang terus menerus (menaikkan temperatur dan tekanan), maka partikel-
Universitas Indonesia
3 partikel di dalam plasma akan bertambah energik dan terurai menjadi partikel yang lebih elementer. Pada tingkat kepadatan energi tertentu, plasma akan terisi oleh elektron dan positron. Lalu pada densitas energi di atas 200 MeV, plasma akan terisi oleh quark dan gluon. Sifat-sifat penting lainnya dari plasma adalah konduktivitas dan viskositas. Pada disertasi ini kita akan membahas hasil penelitian tentang sifat-sifat dissipatif salah satu jenis plasma, yaitu viskositas shear dan viskositas bulk dari quark-gluon plasma (QGP). Viskositas dirumuskan sebagai ukuran resistensi unit-unit terkecil dalam material untuk bergerak ketika dikenakan gaya. Secara matematis didefinisikan sebagai, Viskositas = shear stress/shear rate. Pada definisi ini, shear stress adalah gaya per unit area yang diperlukan untuk menggerakkan satu lapis fluida dalam hubungannya dengan lapisan fluida lainnya. Sedangakan shear rate adalah ukuran perubahan kecepatan gerak dari sebuah lapisan fluida terhadap lapisan lainnya. Untuk jenis material tertentu, besar viskositas akan cenderung tetap atau tidak terpengaruh oleh perubahan tekanan dan temperatur. Contoh material dengan nilai viskositas yang cenderung tetap ini misalnya adalah air dan madu, dan jenis fluida dengan sifat ini disebut fluida Newtonian. Namun pada material umumnya besaran viskositas akan berubah sesuai perubahan temperatur dan tekanan. Data besaran viskositas dari berbagai jenis material sangat diperlukan oleh industri manufaktur untuk memperkirakan bagaimana sebuah material akan berperilaku dalam dunia nyata. Sebagai contoh, jika plasma elektromagnetik tidak diproduksi dengan besar viskositas yang tepat, maka plasma tersebut tidak akan berfungsi dengan baik ketika dipakai untuk material coating ataupun untuk penggunaan pada industri lainnya. Demikian juga halnya dengan material non-plasma. Dengan demikian, ketersediaan data viskositas material sangatlah diperlukan karena akan berpengaruh pada bagaimana sebuah proses produksi dan transportasi dirancang. Keberadaan quark-gluon plasma baru ditemukan sekitar 40 tahun yang lalu melalui eksperimen tumbukan ion berat ultrarelativistik di laboratorium RHIC (Relarivistic Heavy Ion Collider), Amerika Serikat. Sejak ditetapkan keberadaannya di dalam eksperimen, sebagian ilmuwan fisika partikel mulai gencar melakukan riset-riset teoritis untuk mempreUniversitas Indonesia
4
Gambar 1.1: Terjadinya fasa fluida sebelum hadronisasi. (Sumber : Nonaka, Asakawa, 2012) diksi sifat-sifat material baru ini. Berbagai teori dari berbagai sub-teori fisika diusulkam. Para ahli dengan latar belakang penguasaan QCD (quantum chromodynamics) memandang quark-gluon plasma berada dalam ranah QCD. Mereka berusaha menghitung viskositas shaer dan bulk dengan menggunakan teori QCD latis. Ini dilakukan karena pada teori QCD yang merupakan teori partikel dengan konstanta kopling yang besar tidak dimungkinkan untuk melakukan penghitungan secara analitis. Dalam rentang waktu yang relatif pendek ini para peneliti belum mendapat hasil riset dan kesimpulan yang baku. Ilmuwan pertama yang memakai istilah plasma adalah Irving Langmuir pada tahun 1920. Ketika itu beliau meneliti beberapa jenis gas merkuri yang berpijar, dan mendapati bahwa gas-gas tersebut mempunyai struktur yang sama. Gas-gas tersebut dinamainya sebagai plasma. Quark-gluon plasma adalah sebuah fasa dari kromodinamika kuantum yang eksis pada densitas dan temperatur yang sangat tinggi, yaitu pada temperatur sekitar 2 × 1012 K. Fasa ini mengandung quark dan gluon yang bebas asimtutik. Quark dan gluon ini adalah partikel dasar yang membangun materi. Pada materi umumnya, quark selalu berada dalam kondisi terikat antara satu dengan yang lainnya (confined), sedangkan pada fasa quark-gluon plasma, quark berada dalam kondisi bebas (deconfined). Pada teori kromodinamika kuantum, quark digolongkan sebagai komponen fermion yang membangun meson dan barion, dan gluon digolongkan sebagai komponen boson yang membawa muatan gaya (colour force).
Universitas Indonesia
5
Gambar 1.2: Diagram fasa quark-gluon plasma. (Sumber : Gauss Center for Supercomputing - Sabine Hofler and Thierfeldt, 2013)
1.2
Perumusan Masalah
Teori-teori yang diusulkan untuk mendeskripsi dinamika dan transisi fasa pada materi quark-gluon plasma (QGP) serta proses sebaliknya untuk kembali menjadi materi hadronik, sejauh ini masih belum memuaskan. Pada eksperimen-eksperimen energi-tinggi, kita hanya dapat mengukur partikelpartikel yang dihasilkan pada final state. Berarti bahwa proses ekuilibrisasi (menjadi equilibrium ) ketika densitas energi berkurang atau bertambah, tidak dapat dipelajari dari eksperimen-eksperimen yang sejauh ini dapat dilakukan. Demikian pula halnya dengan derajat kebebasan yang ada selama proses hadronisasi. Dengan demikian, fenomenologi dari QGP, dan khususnya dinamika transisi fasa menjadi semacan ”black box”. Melalui berbagai ekperimen tumbukan ion berat yang dilakukan sejak 1970an, beberapa kelompok riset pada tahun 2000 menyimpulkan bahwa peri laku quark-gluon plasma dapat dirumuskan sebagai fluida ideal, teruma pada wilayah pusat tumbukan. Semakin jauh dari pusat tumbukan, sifat dissipatif semakin besar, yang berarti sifat fluida ideal quark-gluon plasma menjadi berkurang. Dengan demikian, maka perumusan viskositas yang tepat pada quark-gluon plasma menjadi hal yang sangat penting. Temuan ini Universitas Indonesia
6 juga mendorong para ilmuwan untuk mengajukan pemodelan-pemodelan quark-gluon plasma yang berbasis fluida non-ideal. Sejauh ini model distribusi viskositas yang memuaskan belumlah ditemukan , sehingga riset intensif oleh berbagai kelopok ilmuwan masih terus digalakkan. Sedikit temuan terbaru dari beberapa kelompok eksperimentalis adalah indikasi bahwa viskositas pada quark-gluon plasma sangatlah kecil. Dari kelompok peneliti yang mendalami teori AdS/CFT menemukan bahwa η/s ∼ 1/4π. η adalah viskositas shear, dan s adalah entropi quarkgluon plasma pada temperatur jauh di atas tingkat energi hadronisasi. Walau minim dengan teori pendukung dan hasil eksperimen yang ada, sedikitnya data tersebut dapat dijadikan salah satu acuan untuk rumusan viskositas yang sedang dibangun. Permasalahan - permasalahan yang muncul dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Quark-gluon plasma yang pada awalnya diperkirakan eksis sebagai fluida ideal, dalam perkembangannya kini ditemukan melalui eksperimen sebagai materi yang memiliki nilai viskositas shear dan bulk yang sangat kecil. Hal ini menjadi topik yang menarik untuk ditinjau lebih jauh, apakah QGP sungguh merupakan fluida ideal (tanpa viskositas), atau benar adanya sebagai jenis materi baru dengan viskositas yang amat kecil? 2. Jika QGP merupakan materi berviskositas (yang sangat kecil), hubungan antara viskositas shear dan bulk menjadi hal yang menarik untuk diteliti. 3. Dinamika viskositas shear dan bulk saat menjelang hadronisasi diharapkan memiliki perilaku yang unik karena sebuah sistim akan menjadi sangat labil ketika mengalami perubahan fasa. 4. Jika QGP memiliki viskositas, berapa besarkah nilai shear dan bulknya? Apakah nilai itu tetap di sepanjang rentang energi di mana QGP dapat terbentuk? Bagaimanakah komparasi nilai viskositas shear dan bulk hasil hitungan penelitian ini dengan nilai yang dihasilkan oleh teori-teori lain, ataupun dengan nilai viskositas shear versi AdS/CFT? Universitas Indonesia
7 5. Menelaah lebih jauh teori dan model yang diajukan dalam disertasi ini, apakah teori ini juga valid untuk rentang energi yang lebih luas, dan dapat diaplikasikan untuk pemodelan sisitm lain, pada semesta awal misalnya ?
1.3
Hipotesa
Dari rumusan masalah di atas dapat disusun hipotesa sebagai berikut: 1. Pemodelan materi quark-gluon plasma dengan menggunakan Lagrangian Quantum Chromodynamics (QCD) yang ditambah dengan suku dissipatif adalah relevan, dan penerapan hukum kekekalan energi dan momentum pada tensor energi momentum dari QGP akan menghasilkan persamaan viskositas shear dan bulk. 2. Viskositas shear materi quark-gluon plasma lebih kecil beberapa orde dari viskositas bulk 3. Seperti yang biasanya terjadi pada teori interaksi kuat, pada tingkat energi yang dekat dengan energi hadronisasi viskositas bulk akan melonjak secara asimtotik, sedangkan viskositas shear hanya akan bertambah secara linier. 4. Hasil perhitungan viskositas shear dari pemodelan ini akan berada dekat dengan hasil perhitungan versi AdS/CFT, yaitu sekitar 10 GeV /f m2 . 5. Pemodelan quark-gluon plasma ini akan menghasilkan teori yang dapat diaplikasikan untuk pemodelan fenomena fisis plasma lainnya.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dapat disarikan sebagai berikut : 1. Membuat pemodelan quark-gluon plasma berviskositas dengan Lagrangian invarian gauge yang ditambah dengan suku viskositas, dan berbasis simetri SU (n)⊗SU (n).
Universitas Indonesia
8 2. Mendapatkan nilai viskositas shear dan viskositas bulk dari quark-gluon plasma dalam fungsi densitas energi. 3. Mendapatkan hubungan nilai viskositas shear dan viskositas bulk pada tingkat energi menjelang energi hadronisasi. 4. Mendapatkan perbandingan nilai viskositas shear dari pemodelan ini dengan nilai viskositas shear dari hasil penghitungan teori yang berbasis hidrodinamika relativistik, maupun dari penghitungan teori yang berbasis kuantum kromodinamika latis. 5. Mengaplikasikan teori quark-gluon plasma pada bidang kosmologi, diantaranya untuk pemodelan transisi fasa pada bintang kompak, dan penghitungan parameter Hubble pada era semesta awal (early universe).
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menyumbangkan sebuah sudut pandang baru dalam meneliti plasma QCD, khususnya viskositas pada quark-gluon plasma. Lebih jauh lagi, dari teori yang dikembangkan di dalam disertasi ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya temuantemuan baru dalam bidang semesta awal.
1.6
Batasan Penelitian
Pada penelitian ini, kajian akan dibatasi pada proses pembangunan model quark-gluon plasma dan penghitungan viskositas shear dan bulk. Dasar teori yang digunakan adalah teori kromodinamika kuantum yang diperluas dengan usaha unifikasi berbagai medan pada tingkat lagrangiannya. Unifikasi tersebut dapat dianggap benar melalui pengerjaan dan pembuktian simetri gauge yang tetap terjaga pada setiap suku yang ada di dalam lagrangian ini. Sistim yang dibahas di sini dianggap saja berada dalam keadaan yang dekat dengan keadaan setimbang. Nilai viskositas shear dan bulk hanya akan dihitung pada rentang energi di sekitar temperatur hadronisasi.
Universitas Indonesia
9 Nilai viskositas untuk tingkat energi diluar rentang hadronisasi tidak dibahas, atau kita anggap saja tidak valid untuk dihitung dengan model ini.
1.7
Sistimatika Penulisan
Sistimatika penulisan pada penelitian ini meliputi Bab 1 hingga Bab 6 yang mengacu pada pedoman teknis penulisan tugas akhir mahasiswa Universitas Indonesia sesuai dengan surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia No.628/SK/R/UI/2008. Bab 1 merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistimatika penulisan. Bab 2 merupakan tinjauan pustaka yang terdiri dari pemahaman perkembangan materi quark-gluon plasma. Berbagai macam teori pendekatan yang pernah dan sedang dikembangkan sebagai alat analisa, dan hasil-hasil hitungan dan temuan yang terkini. Bab 3 menerangkan dasar teori yang digunakan untuk membangun teori quark gluon plasma. Diantaranya adalah konsep simetri dan teori gauge non-Abelian. Model yang berhasil dibangun kemudian dipakai untuk menghitung viskositas shear dan viskositas bulk. Bab 4 membahas hasil dan pembahasan. Pada Bab 5 akan diperkenalkan beberapa aplikasi dari teori QGP. Sebagai penutup, pada Bab 6 dituliskan kesimpulan-kesimpulan dan saran.
Universitas Indonesia
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kondisi Mutakhir Penelitian Quark-Gluon Plasma
Penelitian ini bersifat teoritik dengan hasil-hasil perhitungan yang kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan peneliti lain ataupun data eksperimen dari RHIC. Dasar teori yang digunakan adalah teori kromodinamika kuantum yang diperluas dengan usaha unifikasi berbagai medan pada tingkat Lagrangiannya. Unifikasi tersebut dapat dianggap benar melalui pengerjaan dan pembuktian simetri gauge yang tetap terjaga pada setiap suku yang ada di dalam Lagrangian ini. Namun kemudian sifat simetri tersebut terpaksa dirusak ketika suku viskositas ditambahkan ke dalamnya. Suku Lagrangian viskositas yang ditambahkan tersebut dibangun dengan melakukan hitung balik terhadap tensor viskositas yang baku yang diusulkan oleh Landau dkk. Selanjutnya dari Lagrangian dengan tambahan suku viskositas ini akan dibentuk tensor energi-momentum. Sejauh ini tensor energi momentum yang terbentuk adalah tensor energi momentum untuk sistim partikel. Untuk memasukkan sifat alir ke dalam tensor energi momentum tersebut, maka dilakukan semacam transformasi terhadap setiap medan gluon yang ada sehingga tensor energi momentum tersebut juga menggambarkan sekelompok partikel yang mengalir seperti fluida. Dengan hukum kekekalan energi dan kekekalan momentum, dari tensor energi-momentum dapat dicari hubungan berbagai persamaan keadaan (equation of state), yang lebih lanjut akan dipakai untuk membangun persamaan viskositas. Secara sederhana kondisi fisis quark-gluon plasma dapat dikatakan se10
11 bagai gas atau fluida yang bermuatan. Namun deskripsi quark-gluon plasma sebagai gas ataupun fluida sesungguhnya tidaklah tepat, karena plasma adalah plasma, bukan gas ataupun fluida. Dalam melakukan pendekatan, terpaksa sebagian peneliti menganggap dinamika quark-gluon plasma dapat direpresentasikan oleh hidrodinamika relativistik. Unsur relativistik diperlukan karena quark-gluon plasma hanya terjadi pada temperatur dan atau tekanan yang sangat tinggi. Pada pendekatan ini sifat-sifat fisis quarkgluon plasma yang beranalogi dengan fluid relativistik dapat diekstrak, seperti momentum transversal, tekanan, densitas dan lain-lain. Dan kemudian hasil penghitungan tersebut dibandingakan dengan hasil eksperimen pada laboratorium LHC maupun RHIC (Bouras, Molmar, Niemi, Xu, El, Fochler, Greiner, Rischke, 2009; Romatschke, 2010; Teaney, Laurent, Shuryak, 200; Houvinen, Kolb, Heinz, Ruuskanen, Voloshin, 2001; Kolb, Heinz, Huovinen, Eskola, Tuominen, 2001; Kolb, Rapp, 2003; Hirano, Tsuda, 2002; Baier, Romatschke, 2007). Persamaan utama yang biasa dipakai untuk memulai penelitian adalah persamaan tensor energi momentum fluida ideal, yang kemudian ditambah dengan suku viskositas sebagai bagian dissipatifnya. Seperti misalnya, yang terdapat pada penelitian P. Romatske, atau penelitian lainnya, pembahasan dimulai dengan tensor energi momentum T µν = ( + P )uµ uν − P g µν + τ µν
(2.1)
adalah densitas energi, P adalah densitas tekanan. uµ dan g µν adalah vektor-4 kecepatan dan metrik Minkowski. Sedangkan τ µν adalah tensor viskositas. 2 τ µν = η[∂ µ uν + ∂ ν uµ − ∆µν (∂µ uµ )] + ζ∆µν (∂µ uµ ) 3
(2.2)
Di sini, ∆µν = g µν − uµ uν . Ada juga kelompok peneliti lainnya yang cenderung memandang quarkgluon plasma sebagai bidang ilmu yang berada dalam ranah kromodinamika kuantum murni. Dalam pendekatan ini proses interaksi antar partikel di dalam sistim menjadi lebih memungkinkan untuk diteliti. Namun efektivitas alat hitung analitis yang sudah dikembangkan untuk menganalisa interaksi antar partikel yang berinteraksi kuat (QCD) masih sangatlah terUniversitas Indonesia
12 batas jika dipakai untuk menganalisa dinamika dan interaksi partikel yang jumlahnya sangat besar seperti yang terdapat di dalam sistim QGP. Sebagai jalan keluar, maka dilakukan komputasi numerik, yang dalam hal ini dilakukan melalui teori latis gauge (Gottlieb, 2007; Petreczky, 2008) . Kemudian, terdapat juga model hidrodinamika relativistik berbasis unifikasi medan muatan dan medan fluida yang dinyatakan dengan tensor kuat medan efektif, Mµν ≡ Fµν + m/q Sµν . Model ini sudah digeneralisir lebih lanjut ke sistim medan non-Abelian (Mahajan, 2003; Bambah, Mahajan, Mukku, 2006). Terinspirasi dengan model unifikasi tersebut,
pada tulisan ini
dikem-
bangkan sebuah teori yang juga menggabungkan medan muatan dan medan fluida, namun yang tetap berpegang pada first principal. Teori yang dibangun akan dimulai dari Lagrangian materi, yang kemudian padanya dilakukan transformasi gauge untuk menghasilkan medan boson gauge. Dari Lagrangian yang terbentuk dapat dianalisa lebih lanjut untuk menghasilkan tensor energi momentum dan persamaan gerak ataupun persamaan keadaan yang relevan.
2.2
Teori Medan yang Terhibridisasi Sebagai Teori Alternatif
Pada dasarnya, menggambarkan quark-gluon plasma baik sebagai material yang didominasi oleh quark maupun gluon dengan hidrodinamika relativistik maupun kromodinamika kuantum murni, adalah hanya sebuah wacana untuk kondisi sesungguhnya. Menimbang pada kenyataan bahwa quark-gluon plasma memang berisikan banyak gluon, quark dan antiquark, maka menjadi sangat beralasan jika quark-gluon plasma ditangani dengan teori kromodinamika kuantum. Di sisi lain, hasil dari beberapa eksperimen menunjukkan quark-gluon plasma juga bersifat fluida, sehingga quark-gluon plasma juga sangat beralasan untuk digambarkan sebagai sistim fluida dengan partikel-partikel fluida yang berinteraksi kuat. Sehingga dengan menimbang kedua fakta tersebut beberapa peneliti melakukan unifikasi atau hibridasasi antara medan muatan (charge field) dengan medan fluida (flow field) (Mahajan, 2003; Bambah, Mahajan, Mukku, 2006). Universitas Indonesia
13 Dengan tujuan untuk melengkapi pendekatan-pendekatan yang sudah ada, kami membangun sebuah model dengan pembentukan Lagrangian yang memiliki simetri gauge non-Abelian untuk materi di dalam fluida (Sulaiman, Fajarudin, Djun, Handoko, 2009; Djun, Handoko, 2011; Sulaiman, Djun., Handoko, 2006; Nugroho, Latief, Djun, Handoko, 2012). Dalam kerangka kerja ini, sistim kromodinamika kuantum yang berinteraksi kuat lebih dianggap sebagai bulk yang merepresentasi fluida ideal dari pada sebagai sistim interaksi antar partikel pada tingkat mikroskopik. Selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa dari Lagrangian yang terbentuk tersebut dapat diturunkan persamaan tensor energi momentum dan juga persamaan keadaan. Kemudian, dari Lagrangian quark-gluon plasma berbasis fluida ideal dikembangkan lebih lanjut ke lagrangian quark-gluon plasma berbasis fluida berviskositas. Mengikuti alur penelitian yang sama dengan quark-gluon plasma fluida ideal, kita dapat menurunkan persamaan tensor energi momentumnya. Karena pada quark-gluon plasma berviskositas tidak terlihat suku eksplisit dari tekanan dan densitas energi seperti halnya pada tensor energi-momentum fluida ideal, maka hubungan antar variable di dalam sistim quark-gluon plasma akan dicari melalui hukum kekekalan tensor energi-momentum, ∇µ T µν = 0. Dari hubungan tersebut, akan dibangun persamaan keadaan (equation of state) sistim quark-gluon plasma berviskositas, yang nantinya diharapkan dapat dipakai untuk menemukan sebuah rumusan viskositas.
Universitas Indonesia
Bab 3 DASAR TEORI QUARK-GLUON PLASMA
Di dalam bab ini pembahasan akan difokuskan pada penyusunan teori QGP. Topik-topik bahasan akan disusun secara runut, dimulai dari prinsip-prinsip dasar fisika partikel elementer , yaitu dari konsep aksi, persamaan gerak, simetri, serta konsep invarian gauge. Berbekal pada konsep-konsep tersebut, kemudian akan diperkenalkan bagaimana sebuah teori / Lagrangian dapat dibangun melalui proses transformasi gauge. Beberapa contoh akan dibahas, dari Lagrangian yang sederhana hingga yang kompleks, seperti pada Lagrangian untuk medan yang terhibridisasi. Kemudian kita akan sampai pada topik utama yaitu pembentukan teori / Lagrangian untuk quark gluon plasma. Setelah Lagrangian QGP terbentuk, maka langkah berikutnya adalah usaha untuk mencari tensor energi momentum. Pada sub-bab terakhir persamaan eksplisit untuk viskositas shear dan bulk akan diturunkan melalui hukum kekekalan energi dan momentum.
3.1
Aksi dan Persamaan Gerak
Secara umum, hukum fundamental dalam fisika dapat dinyatakan dalam konstruksi matematika yang disebut ”aksi”. Ansatz untuk ”aksi” adalah R R S = dtL = dx4 L. Ini dapat dianggap sebagai sebuah formulasi dari sebuah teori. Notasi yang dipakai dalam perumusan tersebut adalah notasi ruang-waktu dalam koordinat Minkowski, di mana titik koordinat dinyatakan dengan (ct, x) = (x0 , x1 , x2 , x3 ) = xµ , dan operator derivatifnya ∂ ∂ , −∇) dan ∂µ = ( ∂t , ∇) untuk derivatif kontravarian dan sebagai ∂ µ = ( ∂t
kovarian. Dari sebuah aksi kemudian dapat dirumuskan hal-hal berikut: 14
15 • persamaan gerak (melalui prinsip Hamilton), • hukum kekekalan (dari teori Noether), • transisi dari fisika klasik kepada fisika kuantum (dengan path integral ataupun kuantisasi kanonik). Pada teori medan klasik, densitas Lagrangian L merupakan fungsi dari medan-medan φ dan turunannya. Melalui prinsip least action yang mevariasikan aksi terhadap medan φ dan turunan pertama medannya ∂µ φ, dapat diperoleh sebuah persamaan gerak sebagai berikut, Z
δS = δ d4 xL Z n ∂L o ∂L = d4 x δφ + δ(∂µ φ) ∂φ ∂[∂µ φ] = 0.
(3.1)
Lakukan integration by part pada suku kedua, R R R 4 ∂L d x ∂[∂µ φ] δ(∂µ φ) = d4 x ∂[∂∂Lµ φ] ∂µ (δφ) = d4 x∂µ ∂[∂∂Lµ φ] (δφ), sehingga didapat, Z
∂L o − ∂µ δφ = 0, dx ∂φ ∂[∂µ φ] ∂L ∂L − ∂µ = 0. ∂φ ∂[∂µ φ] 4
n ∂L
(3.2)
Pada mekanika klasik, medan φ merupakan variabel posisi x, dan turunannya ∂µ φ menjadi x, ˙ sehingga persamaan Euler-Lagrange-nya menjadi ∂L d ∂L − = 0. ∂x dt ∂ x˙
3.2
(3.3)
Simetri dan Transformasi Gauge
Setelah mendapatkan persamaan gerak, pembahasan berikutnya adalah mengenai simetri. Sebuah kondisi dikatakan sebagai simetri jika perubahan bentuk dari vaiabel-variabel yang ada di dalam sebuah persamaan tidak mengakibatkan perubahan pada persamaan geraknya. Keadaan persamaan gerak yang tidak berubah ini disebut juga sebagai invarian. Sebagai contoh, Universitas Indonesia
16 kondisi invarian dapat terjadi karena translasi ruang, perubahan pada variabel waktu, atau sebuah rotasi. Simetri yang terjadi pada hal-hal tersebut adalah simetri eksternal, yaitu simetri yang bergantung pada perubahan ruang-waktu. Selain simetri eksternal, terdapat juga simetri internal untuk medan yang perubahannya tidak bergantung pada ruang-waktu. Pada mekanika klasik terdapat sebuah teorema yang sangat terkenal, yang disebut sebagai teorena Noether. Teorema ini menghubungkan sifat simetri dengan kekekalan energi, momentum, atau kekekalan kuantitas lainnya. Untuk kekekalan energi, penurunan matematisnya dapat dilakukan sebagai berikut. Lakukan variasi pada koordinat ruang waktu, x µ → x µ + aµ
(3.4)
di mana aµ sangatlah kecil dan merupakan parameter sembarang yang menggambarkan pergerakan dalam ruang-waktu. Lakukan ekspansi Taylor sehingga medan φ berubah menjadi φ(x) → φ(x + a) = φ(x) + aµ ∂µ φ .
(3.5)
Dengan sebuah variasi yang sangat kecil (perturbasi), medan φ dapat ditulis sebagai φ → φ + δφ .
(3.6)
Ini berarti bahwa variasi dari medan φ dapat ditulis secara eksplisit sebagai δφ = aµ ∂µ φ .
(3.7)
Berikutnya, lakukan variasi terhadap Lagrangian. Dalam hal ini, Lagrangian yang dimaksud adalah Lagrangian yang hanya bergantung pada medan φ dan turunan pertamanya. δL =
∂L ∂L δφ + δ(∂µ φ). ∂φ ∂(∂µ φ)
(3.8)
Sebelumnya, dari persamaan Euler-Lagrange terdapat hubungan ∂L ∂L = ∂µ . ∂φ ∂[∂µ φ]
(3.9)
Universitas Indonesia
17 Maka variasi dari Lagrangian dapat ditulis sebagai ∂L ∂L δφ + δ(∂µ φ) ∂[∂µ φ] ∂(∂µ φ) ∂L ∂L δφ + ∂µ (δφ) . = ∂µ ∂[∂µ φ] ∂(∂µ φ)
δL = ∂µ
(3.10) Dari bentuk ini dapat diubah menjadi bentuk total derivatif. Gunakan hukum perkalian dari kalkulus, (f g)0 = f 0 g + f g 0 . Definisikan ∂L ∂[∂µ φ]
f=
g = δφ,
sehingga dapat dituliskan δL = ∂µ
∂L δφ = (f g)0 . ∂[∂µ φ]
Kemudian gunakan persamaan δψ = aµ ∂µ φ = aν ∂ν φ = ∂ν φaν , maka akan didapat δL = ∂µ
∂L ∂ν φ aν . ∂[∂µ φ]
Sama halnya dengan variasi pada Lagrangian, δL = ∂µ (L)aµ = δνµ ∂µ (L)aν . Di sini, δνµ adalah simbol Kronecker delta, δνµ = 1 untuk µ = ν, dan sisanya adalah nol. Dari kedua persamaan di atas kemudian didapat δL = δνµ ∂µ (L)aν = ∂µ
∂L ∂ ν φ aν . ∂[∂µ φ]
Kumpulkan suku yang sama, ∂L µ ∂µ ∂ν φ − δν L aν = 0 . ∂[∂µ φ]
Universitas Indonesia
18 Pada persamaan ini, aν merupakan parameter sembarang. Agar persamaan tersebut menjadi nol, maka suku derivatifnya harus sama dengan nol, ∂µ
∂L ∂ν φ − δνµ L = 0 . ∂[∂µ φ]
Suku-suku yang terdapat di dalam tanda kurung adalah suku-suku yang membentuk persamaan tensor energi momentum. Yaitu, Tνµ =
∂L ∂ν φ − δνµ L . ∂[∂µ φ]
(3.11)
Di sini relasi kekekalannya terlihat dengan jelas, ∂µ Tνµ = 0
(3.12)
Jika diambil µ = ν = 0, maka diperoleh T00 =
∂L ˙ φ−L=H. ∂ φ˙
(3.13)
T00 tidak lain adalah densitas Hamiltonian, yaitu densitas energi, sedangkan persamaan ∂0 T00 = 0 menggambarkan kekekalan energi. Komponenkomponen densitas momentum dari medan φ diwakili oleh Ti0 , di mana i adalah indeks ruang. Komponen momentumnya sendiri adalah integral setiap suku terhadap ruang. Z Pi =
d3 x Ti0
(3.14)
Hal berikutnya yang akan diulas di sini adalah mengenai transformasi gauge. Ide transformasi gauge muncul dari analisa mengenai listrik dan magnet ~ dapat diubah tanpa menyebabkan di mana potensial skalar dan vektor A ~ dan B. ~ Sebagai contoh, medan magperubahan pada persamaan medan E ~ dapat didefinisikan dengan vektor potensial A ~ melalui curl, net B ~ =∇ ~ × A. ~ B
Universitas Indonesia
19 ~ × F~ ) = 0 untuk sembarang Diketahui bahwa terdapat relasi vektor ∇ • (∇ ~ = 0 akan tetap terpenuhi ketika B ~ =∇ ~ × A. ~ F~ . Persamaan Maxwell ∇ • B Sekarang andaikan f adalah fungsi skalar, dan definisikan sebuah vektor ~ 0 sebagai potensial A ~0 = A ~ + ∇f. ~ A ~ × ∇f ~ = 0, akan terlihat bahwa medan magDengan menggunakan relasi ∇ ~ menjadi tetap walaupun A ~ berubah. net B ~ =∇ ~ ×A ~0 = ∇ ~ × (A ~ + ∇f ~ )=∇ ~ ×A ~+∇ ~ × ∇f ~ =∇ ~ ×A ~ B Transformasi elektrodinamik seperti ini disebut sebagai transformasi gauge. Pada teori medan, transformasi yang serupa dapat diterapkan pada Lagrangian dengan kondisi invarian yang tetap terjaga. Untuk jelasnya, kita ikuti contoh berikut. Lagrangian Klein-Gordon dengan medan kompleks dinyatakan sebagai L = ∂µ φ† ∂ µ φ − m2 φ† φ.
(3.15)
Di sini, φ† adalah konjugat kompleks dari φ, dan m adalah massa partikel. Lalu, definisikan U adalah transformasi unitary (unitary transformation) yang dilakukan terhadap medan-medan di dalam Lagrangian. Secara matematis ditulis sebagai φ → U φ,
(3.16)
φ† → φ† U † .
(3.17)
dan
Karena transformasinya bersifat unitary, maka U U † = U † U = 1. Untuk melihat perubahan yang terjadi di dalam Lagrangian, analisa dapat dilakukan untuk suku per suku. Pada suku pertama, ∂µ φ† ∂ µ φ → ∂µ (φ† U † )∂ µ (U φ) .
Universitas Indonesia
20 Karena U tidak bergantung pada ruang-waktu, maka operator turunan tidak memberi pengaruh terhadapnya. Sehingga, ∂µ (φ† U † )∂ µ (U φ) = ∂µ (φ† )(U † U )∂ µ (φ) = ∂µ φ† ∂ µ φ . Sama halnya dengan suku kedua, m2 φ† φ → m2 (φ† U † )(U φ) = m2 φ† (U † U )φ = m2 φ† φ . Dengan demikian terlihat bahwa dalam persamaan ini transformasi gauge menjaga Lagrangian tetap invarian. Karena U konstan, maka bentuknya dapat dituliskan sebagai U = eiΛ , di mana Λ adalah konstan. Atau dalam konteks tertentu Λ dapat berupa matriks Hermitian. Karena Λ konstan, maka transformasi gauge-nya disebut transformasi gauge global. Selain transformasi gauge global, terdapat juga transformasi gauge lokal yang bergantung pada perubahan ruang-waktu. Kembali pada φ → U φ, namun U bergantung pada ruang-waktu U = U (x). Ini berarti bahwa suku seperti ∂µ U tidak menjadi nol. Sekarang akan diulas bagaimana sebuah Lagrangian berubah sesuai dengan transformasi φ → U φ. Sebut saja L = ∂µ φ† ∂ µ φ − m2 φ† φ. Pada Lagrangian ini, suku keduanya tetap invarian, seperti yang ditunjukkan sebagai berikut, m2 φ† φ → m2 φ† U † (x)U (x)φ = m2 φ† φ. Suku pertama akan berubah karena U = U (x), sebagai berikut ∂µ φ† → ∂µ (φ† U † ) = (∂µ φ† )U † + φ† ∂µ (U † ). Dan juga ∂µ φ → ∂µ (φU ) = (∂µ U )φ + U ∂µ (φ).
Universitas Indonesia
21 Karena U adalah unitary, maka persamaannya dapat ditulis sebagai berikut ∂µ φ → ∂µ (U φ) = (∂µ U )φ + U ∂µ (φ) = U U † (∂µ U )φ + U ∂µ (φ) = U [∂µ φ + (U † ∂µ U )φ] . Agar tetap invarian, suku (U † ∂µ U )φ harus dihilangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintrodusir sebuah medan yang bergantung ruangwaktu Aµ = Aµ (x). Aµ disebut sebagai potensial gauge. Lalu diintrodusir juga derivatif kovarian yang bekerja terhadap medan φ, Dµ φ = ∂µ φ − iAµ φ .
(3.18)
Dengan derivatif kovarian ini, maka bentuk Lagrangian akan tetap invarian terhadap transformasi gauge lokal. Di sini φ → U (x)φ berubah menjadi Dµ φ → U (x)Dµ φ, dan Aµ bertransformasi menjadi Aµ → U Aµ U † + iU ∂µ U † .
3.3
Lagrangian dan Teori Invarian Gauge untuk Sistim Medan yang Terhibridisasi
Selama beberapa dasawarsa terakhir, banyak peneliti yang berusaha untuk menggambarkan hibridisasi dari berbagai medan muatan dengan medan fluida dalam suatu sistim kuantum yang dinamis. Salah satu perumusan yang banyak terlihat dalam publikasi adalah unifikasi medan eletromagnetik dengan medan fluida, yang dinyatakan dengan tensor kuat medan efektif, Mµν ≡ Fµν + m/q Sµν . Di sini Fµν dan Sµν adalah tensor kuat medan dari medan elektromagnetik dan medan fluida. m/q adalah sekedar faktor skala yang terdiri dari massa partikel dan konstanta kopling. Jalan lain yang memungkinkan untuk melakukan hibridisai pada skala kuantum adalah dengan beranalogi pada teori unifikasi fisika partikel, di mana medan muatan dan medan fluida didefinisikan sebagai medan-medan kuantum yang berinteraksi maupun dalam keadaan bebas. Dengan berbasis simetri gauge, unifikasi yang dibuat tersebut bahkan dapat mewakili bentuk kombinasi yang lebih luas.
Universitas Indonesia
22 • Fluida Abelian berinteraksi dengan medan elektromagnetik dengan simetri grup U (1)F ⊗ U (1)G . • Fluida non-Abelian berinteraksi kuat dengan medan gauge non - Abelian dengan simetri grup G(n)F ⊗ G(n)G • Fluida non-Abelian berinteraksi dengan medan elektromagnetik dengan simetri grup G(n)F ⊗ U (1)G Berpegang pada first principle, prosedur yang digunakan untuk membangun sebuah teori atau Langrangian adalah dengan melakukan transformasi gauge pada medan materi di dalam sebuah grup tertentu. Dari proses transformasi tersebut akan muncul medan-medan baru yang memiliki derajat kebebasanya sendiri, serta menunjukkan interaksinya dengan medan materi. Untuk sampai pada perumusan lagrangian quark-gluon plasma, pembahasan akan dimulai dari densitas Lagrangian untuk medan boson. Densitas Lagrangian untuk medan boson dinyatakan sebagai berikut : L = ∂µ Φ∂ µ Φ∗ − m2 Φ∗ Φ.
(3.19)
Φ† adalah konjugat kompleks dari Φ. Untuk unifikasi medan materi dan medan gauge, dilakukan transformasi gauge lokal, U (1)F D ⊗ U (1)G pada medan materi, Φ (x) → U (x)F U (x)EM Φ (x). Di sini U (x)F = e−iα(x) , dan U (x)EM = e−iβ(x) . U (x) dapat diekpansi sebagai berikut, e−iα(x) ≈ (1 − iα (x)). Lalu dikerjakan transformasi gauge lokal sehingga didapatkan suku-suku tambahan : δΦ = −i (α + β) Φ δΦ∗ = i (α + β) Φ∗ δ∂ µ Φ = −i∂ µ αΦ − i∂ µ βΦ − i (α + β) ∂ µ Φ δ∂ µ Φ∗ = i∂ µ αΦ∗ + i∂ µ βΦ∗ + i (α + β) ∂ µ Φ∗
Universitas Indonesia
23 Pada tahap ini akan terlihat bahwa Lagrangian tidak invarian terhadap transformasi gauge lokal, δL = 6 0 ∂L ∂L ∗ ∂L ∂L δΦ + δ (∂µ Φ) + δ (∂ µ Φ∗ ) δΦ + ∗ ∂Φ ∂Φ ∂ (∂µ Φ) ∂ (∂ µ Φ∗ ) = (∂µ α + ∂µ β) i (Φ∗ ∂ µ Φ − Φ∂ µ Φ∗ )
δL =
= (∂µ α + ∂µ β) J µ ,
(3.20)
dimana J µ = i (Φ∗ ∂ µ Φ − Φ∂ µ Φ∗ ). Untuk membuat Lagrangian invarian terhadap transformasi gauge lokal, maka diperlukan beberapa suku tambahan pada densitas Lagrangian. • L1 = − (eAµ + gBµ ) J µ Aµ dan Bµ adalah medan gauge dengan transformasikan gauge sebagai berikut : 1 Aµ (x) −→ Aµ (x) + ∂µ α, e 1 Bµ (x) −→ Bµ (x) + ∂µ β. g e dan g adalah konstanta kopling yang menentukan kekuatan interaksi antara medan terkait. Dengan demikian infinitesimal dari L1 adalah: δL1 = − (∂µ α + ∂µ β) J µ − (eAµ + gBµ ) δJ µ .
(3.21)
Namun δL + δL1 = − (eAµ + gBµ ) δJ µ = −2Φ∗ Φ (eAµ ∂ µ α + eAµ ∂ µ β + gBµ ∂ µ α + gBµ ∂ µ β) 6= 0
(3.22)
δJ µ adalah δJ µ = 2Φ∗ Φ (∂ µ α + ∂ µ β). Di sini terlihat bahwa masih diperlukan tambahan suku Lagrangian berikutnya. • L2 = (e2 Aµ Aµ + g 2 Bµ B µ + 2egAµ B µ ) Φ∗ Φ, Universitas Indonesia
24 di mana δL2 = (2eAµ ∂ µ + 2gBµ ∂ µ + 2gBµ ∂ µ + 2eAµ ∂ µ ) Φ∗ Φ. Sehingga didapatkan : δL + δL1 + δL2 = 0. Maka bentuk Lagrangian yang invarian gauge adalah, L = ∂µ Φ∂ µ Φ∗ − m2 Φ∗ Φ − (eAµ + gBµ ) J µ + e2 Aµ Aµ + g 2 Bµ B µ + 2egAµ B µ Φ∗ Φ
(3.23)
Agar medan gauge yang statis memiliki bentuk dinamis maka diperlukan suku kinetik yang tersusun dari ∂ ν Aµ dan ∂ ν B µ . Bentuk skalar yang memenuhi dan invarian terhadap transformasi gauge ataupun Lorentz adalah sebanding dengan F µν Fµν dan S µν Sµν . Dengan : F µν (x) = ∂ µ Aν − ∂ ν Aµ
(3.24)
S µν (x) = ∂ µ B ν − ∂ ν B µ
(3.25)
Densitas Lagrangian total yang invarian terhadap transformasi gauge lokal menjadi, Ltotal = ∂µ Φ∂ µ Φ∗ − m2 Φ∗ Φ − (eAµ + gBµ ) J µ + e2 Aµ Aµ + g 2 Bµ B µ + 2egAµ B µ Φ∗ Φ 1 1 − F µν Fµν − S µν Sµν . 4 4
(3.26)
Jika Lagrangian tersebut ditulis dengan derivatif kovarian, yaitu Dµ Φ = ∂µ Φ + ieAµ Φ + igBµ Φ, dan transformasinya Dµ Φ (x) −→ U (x) Dµ Φ (x), maka 1 1 Ltotal = Dµ ΦDµ Φ∗ − m2 Φ∗ Φ − F µν Fµν − S µν Sµν . 4 4
(3.27)
Kemudian dengan proses yang sama, Lagrangian yang simetri gauge untuk medan fermion dapat diturunkan. Lagrangian untuk medan fermion adalah sebagai berikut, ¯ µ ψ − mψψ. ¯ L = −i∂µ ψγ
(3.28)
Universitas Indonesia
25 Setelah dilakukan transformasi gauge pada medan fermion akan didapatkan ¯ µ ψ − mψψ ¯ − 1 Fµν F µν − 1 S µν Sµν , L = −iDµ ψγ 4 4
(3.29)
di mana Dµ ψ = (∂µ + ieAµ + igBµ ) ψ. Setelah melakukan transformasi gauge lokal pada medan boson dan medan fermion, untuk selanjutnya transformasi tersebut juga dapat diterapkan pada grup medan gauge yang lebih besar. Untuk kasus yang lebih umum adalah transformasi medan boson dan medan fermion yang menggambarkan interaksi antara fluida non-Abelian dengan medan gauge non-Abelian yang dinyatakan dengan G (n)F ⊗ G (n)G . Lagrangian medan materi untuk medan boson dan medan fermion dapat dinyatakan sebagai berikut, ¯ µ ψ − mψψ. ¯ L = ∂µ Φ∂ µ Φ∗ − m2 Φ∗ Φ − i∂µ ψγ
(3.30)
Kemudian medan materinya dapat ditransformasikan sebagai berikut : Φ → Φ0 = exp [−i (α + β)] Φ,
(3.31)
ψ → ψ 0 = exp [−i (α + β)] ψ.
(3.32)
Di sini α = αa Ta , dan β = βa Ta . Ta adalah generator dari grup Lie yang merupakan matriks Hermitian dan traceless Ta† = Ta dan T rTa = 0. Generatorgenerator ini memenuhi relasi komutasi tertutup, (3.33)
[Ta , Tb ] = iCabc Tc
dengan Cabc adalah konstanta struktur antisimetrik dengan Cabc = −Cbac . Jumlah generator dan medan gauge ditentukan oleh dimensi dari grup. Medan materi merupakan multiplet n × 1 dengan jumlah elemen n untuk grup Lie dengan dimensi n seperti SU(n). Grup SU(n) memiliki generator sebanyak n2 − 1 dan index a = 1, 2, ....n2 − 1. Untuk SU(3), Ta =
λa 2
dengan λa
adalah matriks Gell-Mann dan a = 1, 2....8. Lagrangian yang invarian terhadap transformasi gauge lokal diatas dapat diperoleh dengan memasukkan Universitas Indonesia
26 suku yang mengandung medan gauge Aµa dan medan fluida non-Abelian Bµa dengan sifat transformasi : 1 ∂µ αa + Cabc αb Aµc , gG 1 ≡ Bµa + ∂µ βa + Cabc βb Bµc , gF
Aµa → A0µa ≡ Aµa + 0 Bµa → Bµa
(3.34) (3.35)
dengan gF sebagai konstanta kopling fluida dan gG merupakan konstanta kopling gauge. Secara umum densitas Lagrangian materi yang invarian terhadap simetri gauge adalah : L = Lmateri + Lkinetik + Linteraksi ,
(3.36)
dengan : 1 1 Lkinetik = − Sµνa Saµν − Fµνa Faµν , 4 4 µν µ ν ν µ Sa = ∂ Ba − ∂ Ba + gF Cabc Bbµ Bcν ,
(3.38)
Faµν = ∂ µ Aνa − ∂ ν Aµa + gG Cabc Aµb Aνc .
(3.39)
(3.37)
Sedangkan suku-suku interaksi pada densitas Lagrangiannya adalah : • untuk Boson : µ µ 2 µ Lint = −gF Bµa JaF − gG Aµa JaG + gG Aa Aµb Φ† TaG TbG Φ +
gF2 Baµ Bµb Φ† TaF TbF Φ + gF gG Aµa Bµb Φ† (TaG TbF + TbF TaG ) Φ,
(3.40)
• untuk fermion : µ µ Lint = −gF Bµa JaF − gG Aµa JaG .
(3.41)
Jaµ adalah arus materi untuk materi boson dan fermion dengan perumusan Jaµ boson = −i ∂ µ Φ† TaX Φ − Φ† TaX ∂ µ Φ , ¯ µ TaX ψ, Jaµ f ermion = ψγ
(3.42) (3.43)
Universitas Indonesia
27 dengan : X = F, G dan ψ¯ = ψ † γo . Densitas Lagrangian untuk materi dapat juga ditulis dalam bentuk derifatif kovarian, 1 1 L = (Dµ Φ)† Dµ Φ + ψ¯ (iγ µ Dµ − m) ψ − Sµνa Saµν − Fµνa Faµν , 4 4
(3.44)
di mana derifatif kovariannya adalah, Dµ Φ = ∂µ Φ + igG Aµb TbG Φ + igF Bµb TbF Φ.
(3.45)
Dari densitas Lagrangian paling umum yang terbentuk tersebut, kondisikondisi khusus dapat diterapkan ketika diperlukan untuk mengkonstruksi sistim yang lebih sederhana, seperti misalnya untuk memodelkan sistim quark-gluon plasma. Pada tahap berikutnya, dari densities lagrangian yang terkonstruksi dapat dirumuskan persamaan gerak melalui persamaan Euler-Lagrange sesuai dengan medan yang dikehendaki, misalnya Uµa , ∂L ∂L − ∂µ = 0. a ∂Uν ∂(∂µ Uνa )
(3.46)
Substitusikan Pers.(3.44) ke dalam Pers.(3.46), akan didapat, untuk medan gauge Abelian ∂ ν Sµν = gF JF µ ,
(3.47)
dan untuk medan gauge non-Abelian, a Dν Sµν = gF JFa µ ,
(3.48)
dengan arusnya, JFa µ, boson ≡ −i[(Dµ Φ)† TFa Φ − Φ† TFa (Dµ Φ)], JFa µ, f ermion ≡ JFa µ .
(3.49)
Dengan mendefinisikan medan gluon sebagai medan alir (penjelasan terdapat pada sub Bab 3.6), Uµa = (U0a , Ua ) ≡ uµ φa ≡ γ(1, −v)φa ,
(3.50)
Universitas Indonesia
28 di mana uµ adalah vektor-4 untuk kecepatan relativistik dan φa adalah sebuah medan skalar, maka Pers.(3.48) dapat ditulis sebagai ∂ 0 (∂µ U0a − ∂0 Uµa ) − ∂ i (∂µ Uia − ∂i Uµa ) = gF JFa µ + Fµa ,
(3.51)
di sini Fµa ≡ CFabc [∂ 0 (Uµb U0c ) − ∂ i (Uµb Uic )] gG − i TFd U d0 + TGd Ad0 (∂µ U0a − ∂0 Uµa + gF CFabc Uµb U0c ) gF gG + i TFd U d i + TGd Ad i (∂µ Uia − ∂i Uµa + gF CFabc Uµb Uic ). gF (3.52) Integralkan persamaan Pers.(3.51) terhadap ruang-waktu , ∂ a U − ∇U0a = −gF ∂t
I
dx(JFaµ + Fµa ).
(3.53)
Kondisi di atas didapat dengan mengasumsikan bahwa sistim yang dibahas terbentuk dari fluida irrotational, yang berarti vortisitas ω a ≡ ∇ × Ua = 0, serta identitas, ∂j Uia − ∂i Uja = jik (∇ × Ua )k . Kemudian substitusikan Pers.(3.52) ke dalam Pers.(3.53) sehingga didapat, ∂ (γvφa ) + ∇(γφa ) = −gF ∂t
I
dx(JFa0 + F0a ).
(3.54)
Ini adalah persamaan gerak untuk fluida relativistik non-abelian.
3.4
Solusi Medan Gauge φ dari Persamaan Gerak Fluida Relativistik Non-Abelian
Pers.(3.54) yang merupakan persamaan gerak fluida relativistik non-Abelian adalah persamaan differensial parsial non-linear. ∂ (γvφa ) + ∇(γφa ) = −gF ∂t
I
dx(JFa0 + F0a ).
(3.55)
Agar tetap dapat diselesaikan secara analitik, persamaan tersebut harus disederhanakan. Penyederhanaan yang akan dilakukan di sini adalah sebagai berikut, medan alir gluon φa untuk a = 1, 2, 3, .....8 dianggap homogen seUniversitas Indonesia
29 hingga φa = φ. Konsekwensi dari asumsi φ yang homogen ini adalah bahwa generator T a dari grup SU (3) dapat dituliskan sebagai penjumlahan aljabar T = Σa T a , dan lebih jauh lagi nilainya dapat dianggap sebagai T = 1. Lalu medan skalar φ dianggap hanya terdiri dari 2 variabel φ = φ(t, x), serta diambil asumsi bahwa kecepatan fluida v adalah konstan. Dengan demikian , persamaan diferensial tersebut menjadi ∂ 1 (γvφ) + (γφ) = −gF ∂t ∂x Lakukan derivatif
∂ ∂x
I (3.56)
dx(JF 0 + F0 ).
terhadap Pers.(3.56), hasilnya adalah
∂tx (γvφ) + ∂xx (γφ) = −gF (JF 0 + F0 ).
(3.57)
¯ µ Ψ = Ψ† γ0 γµ Ψ. Di sini JF 0 = Ψγ Dan, gG F0 = i U i + Ai (∂0 Ui − ∂i U0 ) gF gG = i − γvφ + A (∂t (−γvφ) − ∂x (γφ)) gF gG gG = iγvφ∂t (γvφ) − A∂t (γφ) + iγvφ∂x (γvφ) − A∂x (γφ) gF gF g g G G = iγ 2 v2 φ∂t φ − Aγ∂t φ + iγ 2 v2 φ∂x φ − Aγ∂x φ. (3.58) gF gF Substitusikan kembali F0 ke Pers.(3.57), didapat ¯ µ Ψ − iγ 2 v2 φ(∂t φ + ∂x φ) + γv∂tx φ + γ∂xx φ = −gF Ψγ
gG Aγ(∂t φ + ∂x φ). (3.59) gF
¯ µ Ψ , β = iγ 2 v2 , dan ζ = Lalu definisikan δ = γv, ξ = gF Ψγ
gG Aγ, gF
maka
Pers.(3.59) menjadi δ ∂tx φ + γ ∂xx φ + ξ + βφ ∂t φ + βφ ∂x φ − ζ ∂t φ − ζ ∂x φ = 0.
(3.60)
Agar dapat diselesaikan, persamaan diferensial parsial ini harus diubah menjadi persamaan diferensial biasa.
Universitas Indonesia
30 Definisikan φ = φ(x − iCt), di mana z = x − iCt, sehingga ∂z =1 ∂x
→
∂x = ∂z ,
∂z = −iC ∂t
→
∂t = −iC∂z , ∂tx = −iC∂zz , ∂xx = ∂zz .
Sekarang persamaannya menjadi, −iCδφzz + γφzz − ξ − iCβφφz + βφφz + iCζφz − ζφz = 0 atau, (−iCδ + γ)φzz − ξ − (iCβ − β)φφz + (iCζ − ζ)φ = 0. atau, α1 φzz − α2 φφz + α3 φz = ξ.
(3.61)
Di sini, α1 = −iCδ + γ, α2 = iCβ − β, and α3 = iCζ − ζ. Dari Pers.(3.61) kemudian akan dicari solusi homogennya. α1 φzz − α2 φφz + α3 φz = 0.
(3.62)
Misalkan φ = ωz , lalu persamaan di atas dapat diubah menjadi α1 ωzzz − α2 ωz ωzz + α3 ωzz = 0 atau, α1 ωzzz −
α2 2 (ω )z + α3 ωzz = 0. 2 z
(3.63)
Universitas Indonesia
31 Integralkan Pers.(3.63), α2 2 ω + α3 ωz = 0, 2 z dωz α2 2 α1 = ω − α3 ω z , dz 2 Zz Z 1 dωz = dz. α2 2 ω − α3 ωz α1 2 z
α1 ωzz −
Mengikuti rumus diferensial menjadi,
R
dx bx2 −ax
=
1 a
(3.64)
ln( bx−a ), persamaan di atas akan x
α2 ωz − α3 1 z ln( 2 ) + C1 = + C2 . α3 ωz α1
(3.65)
Kemudian medan φ dapat dinyatakan secara eksplisit φ = ωz =
3.5
2 α2 eC1 α3 α3
z
.
α2 eC1 α3 − 2 e α1 + C2 α3
(3.66)
Lagrangian dan Teori Invarian Gauge untuk QGP
Pada pemaparan berikutnya, quark-gluon plasma akan digambarkan sebagai sistim yang terdiri dari quark dan anti-quark yang berinteraksi dengan gluon-gluon dan medan elektromagnetik. Densitas Lagrangiannya dinyatakan dengan simetri gauge SU (3)F ⊗ U (1)G . Lagrangian medan materinya (fermion) dapat dinyatakan sebagai berikut, ¯ µ ∂µ Q − mQ QQ. ¯ L = iQγ
(3.67)
¯ adalah quark dan anti-quark. γ µ adalah matriks Dirac. Dan mQ Q dan Q adalah massa quark. Kemudian transformasi medan materinya adalah sebagai berikut : Q → Q0 = exp [−i (α + u)] Q.
(3.68)
Di sini α = α(x), dan u = ua Ta . Ta adalah generator dari grup Lie. Lagrangian yang invarian terhadap transformasi gauge lokal diatas dapat diperoleh dengan memasukkan suku yang mengandung medan gauge Aµ dan medan
Universitas Indonesia
32 fluida non-Abelian Uµa dengan sifat transformasi : 1 ∂µ α, gG 1 ≡ Uµa + ∂µ ua + fabc ub Uµc , gF
Aµ → A0µ ≡ Aµ + 0 Uµa → Uµa
(3.69) (3.70)
dengan gF sebagai konstanta kopling medan fluida, gG merupakan konstanta kopling medan gauge, dan fabc adalah konstanta struktur dari grup. Densitas Lagrangian materi yang invarian terhadap simetri gauge adalah , L = Lmateri + Lkinetik + Linteraksi ,
(3.71)
dengan 1 1 Lkinetik = − Sµνa Saµν − Fµν F µν , 4 4 µν µ ν ν µ Sa = ∂ Ua − ∂ Ua + gF fabc Ubµ Ucν , F µν = ∂ µ Aν − ∂ ν Aµ .
(3.72) (3.73) (3.74)
Sedangkan suku-suku interaksi pada densitas Lagrangiannya adalah, µ Lint = gF Uµa JaF + gG Aµ JGµ
(3.75)
µ ¯ µ Ta Q, dan J µ = Qγ ¯ µ Q. J µ adalah arus quark yang mundengan JaF = Qγ G aF
cul sebagai konsekuensi dari invarian gauge grup SU (3), dan JGµ adalah arus quark dari invarian gauge grup U (1). Dengan demikian densitas Lagrangiannya dapat dituliskan sebagai, ¯ µ ∂µ Q − mQ QQ ¯ − 1 Sµνa Saµν − 1 Fµν F µν + gF Uµa J µ + gG Aµ J µ . (3.76) L = iQγ aF G 4 4 Pada perkembangan riset terkini untuk quark-gluon plasma, sebagian peneliti meyakini bahwa unsur-unsur pembentuk quark-gluon plasma lebih didominasi oleh quark dan sebagian lainnya mempercayai bahwa quarkgluon plasma lebih didominasi oleh gluon. Merujuk pada pembahasan bab sebelumnya yang menunjukkan bahwa dari medan gluon dalam Lagrangian yang didefinisikan dengan kombinasi medan skalar dan vektor kecepatan relativistik dapat diturunkan persama-
Universitas Indonesia
33 an gerak fluida, maka sistim quark gluon plasma yang digambarkan oleh Lagrangian yang dibuat adalah QGP gluonik. Konsekuensi pertama untuk quark-gluon plasma yang terdominasi gluon adalah bahwa suku-suku yang tidak mengandung gluon serta suku yang tidak menunjukkan adanya interaksi medan lain dengan medan gluon dapat diabaikan. Dalam hal ini yaitu suku pertama dan suku kedua pada lagarngian. Aµ sebagai medan gauge elektromagnetik yang merupakan medan perantara interaksi lemah juga dapat diabaikan karena pengaruhnya kecil sekali di dalam sistim interaksi kuat quark dan gluon. Sekarang Lagrangian quark-gluon plasma dapat ditulis dalam bentuk yang jauh lebih sederhana, 1 µ L = − Sµνa Saµν + gF Uµa JaF . 4
(3.77)
Sifat fluida pada quark-gluon plasma di dalam Lagrangian ini direpresentasikan oleh medan gauge gluon (Uµa ), dan kemudian quark (Q) serta anti¯ akan berlaku sebagai partikel-partikel yang berada dalam medan quark (Q) fluida.
3.6
Tensor Energi Momentum dari QGP Terdominasi Gluon
Sekarang kita dapat melangkah lebih jauh untuk menurunkan persamaan tensor energi-momentum dari Lagrangian yang telah dibangun. Dari eksperimen diketahui bahwa pada saat medan gluon dan quark bearada dalam keadaan quark-gluon plasma, observabel yang bersifat relativistik klasik juga sangat menonjol, seperti viskositas dan entropi misalnya. Karenanya, aksi total QGP dapat dirumuskan di dalam kerangka geometry ruang-waktu R √ yang umum R, dituliskan sebagai S = R d4 x −gL, dimana g adalah determinan dari metrik gµν . Persamaan baku yang ada untuk mencari tensor energi-momentum adalah, Tµν
√ 2 δ(L −g) =√ . −g δg µν
(3.78)
Universitas Indonesia
34 µ , diubah ke bentuk berikut Lagrangian QGP, L = − 41 Sµνa Saµν + gF Uµa JaF
L → L
√
√ 1 a aµν − Sµν S + gF Jµa U aµ −g 4 √ 1 a aµν √ = − Sµν S −g + gF Jµa U aµ −g 4
−g =
(3.79)
Untuk suku pertama, 1 a aµν √ L1 = − Sµν S −g 4 √ 1 a = − g αµ g βν Sµν S aαβ −g 4
(3.80)
Kemudian, δL1 δg µν
=
=
= =
βν √ 1 h δg αµ βν a a √ a a αµ δg g Sµν Sαβ −g + g Sµν Sαβ − −g µν µν 4 δg δg δ √−g i αµ βν a a +g g Sµν Sαβ δg µν h √ √ 1 a a a a − δνα g βν Sµν Sαβ −g + g αµ δµβ Sµν Sαβ −g 4 i 1√ a a −g gµν +g αµ g βν Sµν Sαβ − 2 i √ 1 h βν a a √ 1√ a a a − g Sµν Sνβ −g + g αµ Sµν Sαµ −g − −g gµν Sµν S aµν 4 2 i √ √ 1 h aβ a √ 1 a a − Sµ Sνβ −g + S aαν Sαµ −g − −g gµν Sµν S aµν . (3.81) 4 2
Ubah dummy index α, β → ρ, δL1 δg µν
i √ 1 h aρ a √ 1√ aρ a a aµν = − Sµ Sνρ −g + S ν Sρµ −g − −g gµν Sµν S . (3.82) 4 2
Untuk suku pertama, indeks µ dan ν diubah, dan pada suku kedua sifat a a antisimetri Sρµ = −Sµρ dipergunakan.
δL1 δg µν
i √ 1 h aρ a √ 1√ aρ a a aµν = − Sν Sµρ −g − S ν Sµρ −g − −g gµν Sµν S . (3.83) 4 2
Universitas Indonesia
35 Kita juga kemudian menggunakan sifat antisimetri dari Sνaρ = −S aρν . i √ √ 1√ 1h a a a −g − S aρν Sµρ −g − −g gµν Sµν S aµν − S aρν Sµρ 4 2 h i √ √ 1 1 aρ a a aµν = − − 2S ν Sµρ −g − −g gµν Sµν S 4 2 h i √ 1√ 1 a aρ a aµν −g gµν Sµν S = − − 2 −g Sµρ S ν − 4 2 h 1 a aµν i 1√ a aρ −g Sµρ S ν + gµν Sµν S = 2 4 (3.84)
δL1 δg µν
= −
Pada suku kedua, √ L2 = gF Jµa U aµ −g √ = gF g µν Jµa Uνa −g.
(3.85)
Kemudian, δL2 δg µν
δg µν √ √ a a µν a a δ −g = gF J U −g + gF g Jµ Uν δg µν µ ν δg µν √ 1√ = gF Jµa Uνa −g + gF Jµa U aν − −ggµν 2 1√ = −g[2gF Jµa Uνa − gµν gF Jµa U aν ] 2
(3.86)
Sehingga secara keseluruhan, δL δg µν
1 i 1 √ h a aρ a aµν a aµ a a = −g Sµρ S ν − gµν − Sµν S + gF Jµ U + 2gF Jµ Uν 2 4 1√ a = −g[Sµρ S aρν − gµν L + 2gF Jµa Uνa ]. (3.87) 2
Akhirnya didapatkan, 2 δL Tµν = √ −g δg µν 2 1√ a = √ × −g[Sµρ S aρν − gµν L + 2gF Jµa Uνa ] −g 2 a = Sµρ S aρν − gµν L + 2gF Jµa Uνa
(3.88)
Untuk memasukkan sifat fluida ke dalam lagrangian dan tensor energi momentum di atas, medan gluon Uµa disusun ulang agar mengandung suku
Universitas Indonesia
36 kecepatan relativistik seperti berikut. Uµa = (U0a , Ua ) = uµ φa .
(3.89)
Di sini uµ = γ(1, v) dan γ = (1 − |va |2 )1/2 . φa = φa (x) adalah medan skalar yang dibuat berdimensi satu agar dimensi keseluruhan persamaan tetap konsisten, dan φa juga merepresentasikan distribusi medan. Dengan definisi seperti ini, medan gluon tunggal Uµa yang secara konvensional berperan sebagai partikel, dapat juga berlaku sebagai fluida pada skala tertentu. Atau dapat pula dianggap sebagai transisi fasa material quark-gluon plasma. Ketika berlaku sebagai partikel, medan gluon tersebut akan terikat dalam hadron yang stabil, dan memiliki vektor polarisasi sebagai mana partikel pada umumnya Uµa = µ φa . Sedangkan untuk keadaan sebelum hadronisasi seperti halnya kondisi quark-gluon plasma, medan gluon berperilaku sebagai partikel alir berenergi tinggi, dengan sifat fisis yang didominasi oleh kecepatan relativistiknya. Hubungan Uµa = uµ φa dan Uµa = µ φa , seperti semacan transisi fasa, hadronic state. | {z state} ←→ QGP | {z } µ
uµ
Ketika definisi Uµa = (U0a , Ua ) = uµ φa digunakan pada persamaan tensor energi momentum yang terbentuk di atas, dan semua medan gluon dianggap homogen φ1 , φ2 , .......φ8 = φ, maka persamaan tensor energi momentumnya dapat diolah lebih lanjut. a S aρν − gµν L + 2gF Jµa Uνa Tµν = Sµρ
(3.90)
Universitas Indonesia
37 Suku pertama di sebelah kanan persamaan dapat dijabarkan sebagai berikut. a Sµρ S aρν = (∂µ Uρa − ∂ρ Uµa + gF f abc Uµb Uρc )
(∂ ρ Uνa − ∂ν U aρ + gF f ade U dρ Uνe )
= ∂µ Uρa ∂ ρ Uνa − ∂µ Uρa ∂ν U aρ + ∂µ Uρa gF f ade U dρ Uνe − ∂ρ Uµa ∂ ρ Uνa + ∂ρ Uµa ∂ν U aρ − ∂ρ Uµa gF f abc U dρ Uνe + gF f abc Uµb Uρc ∂ ρ Uνa − gF f abc Uµb Uρc ∂ν U aρ + gF2 f abc f ade Uµb Uρc U dρ Uνe = 2∂µ Uρa ∂ ρ Uνa − 2∂ρ Uµa ∂ ρ Uνa + 2∂µ Uρa gF f ade U dρ Uνe − 2gF f abc Uµb Uρc ∂ν U aρ + gF2 f abc f ade Uµb Uρc U dρ Uνe (3.91)
Kemudian suku tensor kuat medan pada suku kedua di sebelah kanan persamaan. a Sαβ S aαβ = (∂α Uβa − ∂β Uαa + gF f abc Uαb Uβc )
(∂ α U aβ − ∂ β U aα + gF f ade U dα U eβ )
= ∂α Uβa ∂ α U aβ − ∂α Uβa ∂ β U aα + ∂α Uβa gF f ade U dα U eβ − ∂β Uαa ∂ α U aβ + ∂β Uαa ∂ β U aα − ∂β Uαa gF f ade U dα U eβ + gF f abc Uαb Uβc ∂ α U aβ − gF f abc Uαb Uβc ∂ β U aα + gF2 f abc f ade Uαb Uβc U dα U eβ = 2∂α Uβa ∂ α U aβ − 2∂β Uαa ∂ α U aβ + 2∂α Uβa gF f ade U dα U eβ − 2gF f abc Uαb Uβc ∂ β U aα + gF2 f abc f ade Uαb Uβc U dα U eβ
(3.92)
Universitas Indonesia
38 Setelah semuanya dijumlahkan, persamaan tensor energi momentum menjadi sebagai berikut. a Tµν = Sµρ S aρν − gµν L + 2gF Jµa Uνa 1 a aαβ a S + gF Jµa U aµ ) + 2gF Jµa Uνa S aρν − gµν (− Sαβ = Sµρ 4 1 a a S aρν + gµν Sαβ = Sµρ S aαβ − gµν gF Jµa U aµ + 2gF gµν Jµa U aµ 4 1 a a S aρν − gµν gF Jµa U aµ + gµν Sαβ = 2gF gµν Jµa U aµ + Sµρ S aαβ 4 = [2gF gµν Jµa U aµ + gF2 f abc f ade Uµb Uρc U dρ Uνe ] 1 −[gµν gF Jµa U aµ − gµν gF2 f abc f ade Uµb Uνc U dµ U eν ] (3.93) 4 a a S aρν dan 14 gµν Sαβ S aαβ di dalam tensor energi momentum Sumasi dari Sµρ
dapat disederhanakan karena suku-suku yang bersesuaian akan saling mea S aρν akan ditiadakan oleh niadakan. Sebagai contoh, suku pertama dari Sµρ a suku kedua dari 41 gµν Sαβ S aαβ .
2∂µ Uρa ∂ ρ Uνa = = = = = = =
1 gµν (2∂β Uαa ∂ α U aβ ) 4 1 gµν (2∂β gαγ g γρ Uρa g αγ gγρ ∂ ρ Uνa g βν ) 4 1 (2∂β g βν gµν gαγ g γρ Uρa g αγ gγρ ∂ ρ Uνa ) 4 1 (2 ∂β δµβ δαρ Uρa δρα ∂ ρ Uνa ) 4 1 (2 ∂µ Uρa δαα ∂ ρ Uνa ) 4 1 (2 ∂µ Uρa 4 ∂ ρ Uνa ) 4 2 ∂µ Uρa ∂ ρ Uνa
Sama juga yang terjadi pada: a a suku kedua dari Sµρ S aρν dengan suku pertama dari Sαβ S aαβ , a a suku ketiga dari Sµρ S aρν dengan suku keempat dari Sαβ S aαβ , a a suku keempat dari Sµρ S aρν dengan suku ketiga dari Sαβ S aαβ . a a Akhirnya, suku kelima dan kedua, Sµρ S aρν dan Sαβ S aαβ dijumlahkan.
Kemudian asumsikan bahwa solusi dari Jµ adalah solusi untuk fermion bebas, ψ = u(p)e−ip·x untuk (iγ µ ∂µ − m)ψ = 0, di mana u adalah spinor bebas
Universitas Indonesia
39 komponen-4. (iγ µ ∂µ − m)u(p)e−ip·x = 0 iγ µ [∂µ (u(p)e−ip·x )] − m u(p)e−ip·x = 0 iγ µ [u(p)∂µ (e−ip·x ) + (e−ip·x )(∂µ u(p))] − m u(p)e−ip·x = 0 iγ µ u(p)∂µ (e−ip·x ) − m u(p)e−ip·x = 0 iγ µ u(p)(−ipµ )(e−ip·x ) − m u(p)e−ip·x = 0 γ µ u(p)pµ (e−ip·x ) − m u(p)e−ip·x = 0 Kalikan kedua sisi dengan ψ¯ = u¯(p)eip·x , didapat u¯1,2 γ µ pµ u1,2 − m¯ u1,2 u1,2 = 0,
dengan u¯1,2 u1,2 = 2m
u¯3,4 γ µ pµ u3,4 + m¯ u3,4 u3,4 = 0,
dengan u¯3,4 u3,4 = −2m
Sehingga, u¯γ µ pµ u = m(4m) u¯γ µ pµ pµ u = 4m2 pµ u¯γ µ u = 4pµ
(3.94)
¯ µ ψT a = u¯γµ uT a = 4pµ T a . Jµa = ψγ Kemudian, karena U a µ = uµ φa Jµa U aµ = 4pµ T a uµ φa = 4 mQ uµ T a uµ φa = 4mQ T a φa
(3.95)
Bawa kembali hasil ini kepada tensor energi momentum Tµν = [2gF gµν Jµa U aµ + gF2 f abc f ade Uµb Uρc U dρ Uνe ] 1 −[gµν gF Jµa U aµ − gµν gF2 f abc f ade Uµb Uνc U dµ U eν ] 4 = [2gF gµν (4mQ T a φa )uµ uµ + gF2 f abc f ade uµ uν φb φc φd φe ] 1 −[4gµν gs mQ T a φa − gµν gs2 f abc f ade φb φc φd φe ] 4 a a 2 abc ade b c d e = [8gs mQ T φ + gF f f φ φ φ φ ]uµ uν 1 −[4gs mQ T a φa − gF2 f abc f ade φb φc φd φe ]gµν . 4
(3.96)
Universitas Indonesia
40 Atau ditulis juga sebagai T µν = [8gF T a fQ mQ φ + gF2 fg2 φ4 ]uµ uν 1 −[4gF T a fQ mQ φ − gF2 fg2 φ4 ]g µν . 4
(3.97)
Di sini fg2 = f abc f abc , dan f abc adalah konstanta struktur untuk colour gluon, dan fQ adalah faktor penjumlahan colour quark dari Jµa U aµ . mQ adalah massa quark, gF adalah konstanta kopling interaksi kuat. Tidak seperti bentuk sebelumnya, pada bentuk ini tensor energi momentum terlihat jelas sebagai tensor energi momentum fluida ideal. Dalam konteks quark-gluon plasma, berarti persamaan ini adalah tensor energi momentum untuk quark-gluon plasma yang berbasis fluida ideal. Sebagai keterangan tambahan, ketika medan gluon dianggap homogen, maka timbul konsekuensi pada generator grup, T = Σa T a , dan lebih jauh lagi T = 1. Ini bisa dilihat dari sifat transformasi dari grup SU (3) serta keberadaan medan-medan gauge yang timbul menyertainya. aT a
Uµa
→
e−iθ
U¯µa
→
a a U¯µa eiθ T .
Uµa .
Generator grupnya mengikuti komutasi aljabar Lie [T a , T b ] = if abc T c , dan a, b, c = 1, 2, ......, 8, yang juga berarti dimensi grup SU (3) adalah 8. Medan gauge yang otomatis ditimbulkan dalam penerapan grup SU (3), adalah Uµ = T a Uµa , juga berjumlah 8 sesuai dengan dimensi grup, yang juga jumlah generator. Jika Uµa dianggap homogen (semua medan gluon sama), maka Uµ = T a Uµ , yang berarti T a = 1. Jika T a = 1 diterapkan kembalik ke bentuk transformasi gauge SU (3) a
Uµa
→
e−iθ Uµa .
= (Uµ
→
e−iθ1 Uµ ),
U¯µa
→
a U¯µa eiθ
= (U¯µ
→
U¯µ eiθ1 ),
terlihat bahwa transformasinya sama dengan bentuk transformasi gauge U (1) yang terdapat pada QED. Mengingat bahwa hasil-hasil eksperimen quark-gluon plasma selalu menunjukkan keberadaan viskositas, maka akan menjadi lebih natural jika paUniversitas Indonesia
41 da persamaan tensor energi momentum di atas juga ditambahkan suku viskositas. Merujuk pada skema penelitian oleh P. Romatschke, dkk. [3] [9], tensor energi momentum dengan tambahan suku viskositas dituliskan sebagai berikut, a Sνaρ − gµν Lg + 2gF Jµa Uνa + t(vis)µν . Tµν = Sµρ
(3.98)
t(vis)µν = −cηT a (∂ν Uµa + ∂µ Uνa − Uνa U aα ∂α Uµa − Uµa U aα ∂α Uνa ) 2 + cηT a ∂α U aα (gµν − Uµa Uνa ) − cζT a ∂α U aα (gµν − Uµa Uνa ) 3 = −cηT a (∂ν Uµa + ∂µ Uνa − Uνa U aα ∂α Uµa − Uµa U aα ∂α Uνa ) 2 + cηT a ∂α U aα gµν (1 − Uµa U aµ ) 3 − cζT a ∂α U aα gµν (1 − Uµa U aµ ) (3.99) Substitusikan Uµa = uµ φa ke dalam t(vis)µν , and c = 1. t(vis)µν = −ηT a ∂ν (uµ φa ) + ∂µ (uν φa ) − (uν φa )(uα φa )∂α (uµ φa ) a α a a −(uµ φ )(u φ )∂α (uν φ ) 2 a α a a 2 + ηT ∂α (u φ )gµν 1 − (φ ) 3 −ζT a ∂α (uα φa )gµν 1 − (φa )2 (3.100) Suku viskositas ini diadopsi dari bentuk baku tensor energi momentum untuk viskositas shear (η) dan viskositas bulk (ζ) yang dirumuskan oleh L.D. Landau (Landau, Lifshitz, 1981) pada penelitian fluida relativistik. Bentuk kontravarian tensor energi momentum yang lengkap untuk medan gluon yang homogen menjadi, µν Ttotal = T µν + tµν (vis)
1 = [8gF T fQ mQ φ + gF2 fg2 φ4 ]uµ uν − [4gF T fQ mQ φ − gF2 fg2 φ4 ]g µν 4 α −ηT ∂ν (uµ φ) + ∂µ (uν φ) − (uν φ)(u φ)∂α (uµ φ) 2 −(uµ φ)(uα φ)∂α (uν φ) + ηT ∂α (uα φ)gµν (1 − φ2 ) 3 α 2 −ζT ∂α (u φ)gµν (1 − φ ) (3.101)
Universitas Indonesia
42
3.7
Bentuk Eksplisit Viskositas Shear (η) dan Viskositas Bulk (ζ)
Prinsip kekekalan energi dan momentum dapat dipakai untuk memberikan solusi untuk mencari persamaan eksplisit viskositas shear dan bulk, yaitu ∂µ T µν = 0 (Djun, Soegijono, Mart, Handoko, 2014) . Melihat pada kompleksitas matematis yang ada, maka pencarian observable-observable terkait akan lebih mudah jika energy momentum tensor tersebut dianggap hidup dalam ruang-waktu yang datar (flat space-time). Dan tensor energi momentum yang siap untuk diolah pada tahap selanjutnya dinyatakan ulang sebagai berikut. T µν = [8gF mQ T a φa + gF2 f abc f ade φb φc φd φe ]uµ uν 1 −[4gF mQ T a φa − gF2 f abc f ade φb φc φd φe ]gµν 4 −ηT a ∂ν (uµ φa ) + ∂µ (uν φa ) − (uν φa )(uα φa )∂α (uµ φa ) 2 a α a a −(uµ φ )(u φ )∂α (uν φ ) + ηT a ∂α (uα φa )gµν (1 − (φa )2 ) 3 a α a 2 −ζT ∂α (u φ)gµν (1 − (φ ) ). (3.102) Di sini ζ adalah viskositas bulk. Untuk mengurangi kompleksitas, medan gluon φ diasumsikan sebagai skalar. Akibatnya suku ke 2 dan suku ke 4 pada sebelah kanan persamaan menjadi nol yang dikarenakan sifat antisimetris dari konstanta struktur f abc , dan T = Σa T a . Sehingga tensor energi momentum tersebut dapat ditulis sebagai, T µν = (8gF mQ T φa )uµ uν − (4gF mQ T φa )gµν −ηT ∂ν (uµ φ) + ∂µ (uν φ) − (uν φ)(uα φ)∂α (uµ φ) −(uµ φ)(uα φ)∂α (uν φ) 2 + ηT ∂α (uα φ)gµν (1 − φ2 ) − ζT ∂α (uα φ)gµν (1 − φ2 ). (3.103) 3
Universitas Indonesia
43 Untuk memendekkan penulisan, definisikan gF mQ = ω. Lalu tensor energi momentum dengan indeks 00 dapat dituliskan sebagai, T 00 = 8T ωφu0 u0 − 4T ωφg 00 −ηT [∂ 0 (u0 φ) + ∂ 0 (u0 φ) − (u0 φ)(uα φ)∂α (u0 φ) − (u0 φ)(uα φ)∂α (u0 φ)] 2 + ηT ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] 3 −ζT ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ]
= 8T ωφu0 u0 − 4T ωφg 00 −ηT [2∂ 0 (u0 φ) − 2(u0 φ)(uα φ)∂α (u0 φ)] 2 + ηT ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] 3 −ζT ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ]. (3.104)
Lalu turunannya terhadap waktu, ∂0 T 00 = 8T ω[(∂0 φ)u0 u0 + φ(∂0 u0 )u0 + φu0 (∂0 u0 )] − 4T ω(∂0 φ)g 00 h −ηT 2∂0 ∂ 0 (u0 φ) −2[(∂0 u0 )uα φ2 ∂α (u0 φ) + u0 (∂0 uα )φ2 ∂α φ) i +u0 uα (∂0 φ2 )∂α φ + u0 uα φ2 (∂0 ∂α (u0 φ))] i 2 h + ηT ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] − ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 3 h i −ζT ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] − ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 .
(3.105)
Universitas Indonesia
44 Tensor energi-momentum untuk indeks 0k, T 0k = 8T ωφu0 uk − 4T ωφg 0k −ηT ∂ k (u0 φ) + ∂ 0 (uk φ) − (uk φ)(uα φ)∂α (u0 φ) −(u0 φ)(uα φ)∂α (uk φ) 2 + ηT ∂α (uα φ)g 0k 1 − φ2 − ζT ∂α (uα φ)g 0k (1 − φ2 3 = 8T ωφu0 uk − 4T ωφg 0k −ηT ∂ k (u0 φ) + ∂ 0 (uk φ) − uk uα φ2 ∂α (u0 φ) 0 α 2 k −u u φ ∂α (u φ) 2 + ηT ∂α (uα φ)g 0k 1 − φ2 − ζT ∂α (uα φ)g 0k 1 − φ2 ). (3.106) 3
Dan turunannya terhadap komponen k, ∂k T 0k = 8T ω[(∂k φ)u0 uk ) + φ(∂k u0 )uk + φu0 (∂k uk )] −ηT ∂k ∂ k (u0 φ) + ∂k ∂ 0 (uk φ) −(∂k uk )uα φ2 ∂α (u0 φ) − uk (∂k uα )φ2 ∂α (u0 φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (u0 φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (u0 φ) −(∂k u0 )uα φ2 ∂α (uk φ) − u0 (∂k uα )φ2 ∂α (uk φ) −u0 uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − u0 uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) .
(3.107)
Universitas Indonesia
45 Persamaan kekekalan energi secara lengkap dinyatakan sebagai berikut, ∂0 T 00 + ∂k T 0k = 8T ω[(∂0 φ)u0 u0 + φ(∂0 u0 )u0 + φu0 (∂0 u0 )] − 4T ω(∂0 φ)g 00 h −ηT 2∂0 ∂ 0 (u0 φ) − 2[(∂0 u0 )uα φ2 ∂α (u0 φ) + u0 (∂0 uα )φ2 ∂α φ) i +u0 uα (∂0 φ2 )∂α φ + u0 uα φ2 (∂0 ∂α (u0 φ))] i 2 h α 00 2 α 00 2 + ηT ∂0 ∂α (u φ)g [1 − φ ] − ∂α (u φ)g ∂0 φ 3 h i −ζT ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] − ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 +8T ω[(∂k φ)u0 uk ) + φ(∂k u0 )uk + φu0 (∂k uk )] h −ηT ∂k ∂ k (u0 φ) + ∂k ∂ 0 (uk φ) −(∂k uk )uα φ2 ∂α (u0 φ) − uk (∂k uα )φ2 ∂α (u0 φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (u0 φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (u0 φ) −(∂k u0 )uα φ2 ∂α (uk φ) − u0 (∂k uα )φ2 ∂α (uk φ) i 0 α 2 k 0 α 2 k −u u (∂k φ )∂α (u φ) − u u φ ∂k ∂α (u φ) h 1 = 8T ω (∂0 φ)u0 u0 + φ(∂0 u0 )u0 + φu0 (∂0 u0 ) − (∂0 φ)g 00 2 i 0 k 0 k 0 k +(∂k φ)u u ) + φ(∂k u )u + φu (∂k u ) h −ηT 2∂0 ∂ 0 (u0 φ) − 2[(∂0 u0 )uα φ2 ∂α (u0 φ) +u0 (∂0 uα )φ2 ∂α φ) + u0 uα (∂0 φ2 )∂α φ + u0 uα φ2 (∂0 ∂α (u0 φ))] 2 2 − ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] + ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 3 3 k 0 0 k +∂k ∂ (u φ) + ∂k ∂ (u φ) −(∂k uk )uα φ2 ∂α (u0 φ) − uk (∂k uα )φ2 ∂α (u0 φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (u0 φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (u0 φ) −(∂k u0 )uα φ2 ∂α (uk φ) − u0 (∂k uα )φ2 ∂α (uk φ) i −u0 uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − u0 uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) i h −ζT ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] − ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 = 0. (3.108)
Universitas Indonesia
46 Karena u0 = γ, dan ∂0 u0 = ∂t γ = 0, dan juga ∂k u0 = 0 maka persamaan ∂0 T 00 + ∂k T 0k = 0 dapat disederhanakan menjadi, ∂0 T 00 + ∂k T 0k i h 1 00 0 k 0 0 = 8T ω (∂0 φ)u u − (∂0 φ)g + (∂k φ)u u ) 2 h 0 0 −ηT 2∂0 ∂ (u φ) − 2[u0 uα (∂0 φ2 )∂α φ + u0 uα φ2 (u0 ∂0 ∂α φ))] 2 2 − ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] + ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 3 3 k 0 0 k +∂k ∂ (u φ) + ∂k ∂ (u φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (u0 φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (u0 φ) i −u0 uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − u0 uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) h i α 00 2 α 00 2 −ζT ∂0 ∂α (u φ)g [1 − φ ] − ∂α (u φ)g ∂0 φ = 0. Kemudian hukum kekekalan momentum akan dipakai untuk mendapatkan sebuah persamaan independen lainnya. ∂0 T i0 + ∂k T ik = ∂0 T 10 + ∂1 T 11 + ∂2 T 12 + ∂3 T 13 + ∂0 T 20 + ∂1 T 21 + ∂2 T 22 + ∂3 T 23 + ∂0 T 30 + ∂1 T 31 + ∂2 T 32 + ∂3 T 33 = 0.
(3.109)
Tensor energi momentum untuk indeks i0 adalah, T i0 = (8T ωφ)ui u0 − (4T ωφ)g i0 −ηT ∂ 0 (ui φ) + ∂ i (u0 φ) − (u0 φ)(uα φ)∂α (ui φ) i α 0 −(u φ)(u φ)∂α (u φ) 2 + ηT ∂α (uα φ)g i0 1 − φ2 3 −ζT ∂α (uα φ)g i0 1 − φ2 b).
(3.110)
Universitas Indonesia
47 Di sini g i0 = 0. Lalu T i0 menjadi, T i0 = 8T ωφui u0 −ηT ∂ 0 (ui φ) + ∂ i (u0 φ) − u0 uα φ2 ∂α (ui φ) −ui uα φ2 ∂α (u0 φ) .
(3.111)
Kemudian turunannya terhadap waktu, ∂0 T
i0
h
i 0
i
0
i
0
= 8T ω (∂0 φ)u u + φ(∂0 u )u + φu (∂0 u ) h −ηT ∂0 ∂ 0 (ui φ) + ∂0 ∂ i (u0 φ)
i
−(∂0 u0 )uα φ2 ∂α (ui φ) − u0 (∂0 uα )φ2 ∂α (ui φ) −u0 uα (∂0 φ2 )∂α (ui φ) − u0 uα φ2 ∂0 ∂α (ui φ) −(∂0 ui )uα φ2 ∂α (u0 φ) − ui (∂0 uα )φ2 ∂α (u0 φ) i −ui uα (∂0 φ2 )∂α (u0 φ) − ui uα φ2 ∂0 ∂α (u0 φ) .
(3.112)
Tensor energi momentum dengan indeks ii adalah, T ii = 8T ωφui ui − 4T ωφg ii −ηT ∂ i (ui φ) + ∂ i (ui φ) − (ui φ)(uα φ)∂α (ui φ) −(ui φ)(uα φ)∂α (ui φ) 2 + ηT ∂α (uα φ)g ii 1 − φ2 3 α ii 2 −ζT ∂α (u φ)g 1 − φ
= 8T ωφui ui − 4T ωφg ii −ηT 2∂ i (ui φ) − 2ui uα φ2 ∂α (ui φ) 2 α ii 2 + ηT ∂α (u φ)g 1 − φ 3 −ζT ∂α (uα φ)g ii 1 − φ2 .
(3.113)
Universitas Indonesia
48 Turunannya terhadap komponen i, ∂i T ii = 8T ω(∂i φ)ui ui + 16T ωφ(ui ∂i ui ) − 4T ω(∂i φ)g ii h −ηT 2∂i ∂ i (ui φ) − 2(∂i ui )uα φ2 ∂α (ui φ) −2ui (∂i uα )φ2 ∂α (ui φ) − 2ui uα (∂i φ2 )∂α (ui φ) i −2ui uα φ2 ∂i pdα (ui φ) 2 2 + ηT ∂i ∂α (uα φ)g ii 1 − φ2 − ηT ∂α (uα φ)g ii (∂i φ2 ) 3 3 α ii 2 −ζT ∂i ∂α (u φ)g 1 − φ + ζT ∂α (uα φ)g ii (∂i φ2 ). (3.114) Lalu untuk indeks i, k, di mana i 6= k, T ik = 8T ωφui uk − 4T ωφg ik −ηT ∂ k (ui φ) + ∂ i (uk φ) − (uk φ)(uα φ)∂α (ui φ) −(ui φ)(uα φ)∂α (uk φ) 2 + ηT ∂α (uα φ)g ik 1 − φ2 3 α ik 2 −ζT ∂α (u φ)g 1 − φ
= 8T ωφui uk −ηT ∂ k (ui φ) + ∂ i (uk φ) − uk uα φ2 ∂α (ui φ) −ui uα φ2 ∂α (uk φ) .
(3.115)
Turunan T ik terhadap komponen k adalah, h i ∂k T ik = 8T ω (∂k φ)ui uk + φ(∂k ui )uk + φui (∂k uk ) h −ηT ∂k ∂ k (ui φ) + ∂k ∂ i (uk φ) −(∂k uk )uα φ2 ∂α (ui φ) − uk (∂k uα )φ2 ∂α (ui φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (ui φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (ui φ) −(∂ui )uα φ2 ∂α (uk φ) − ui (∂k uα )φ2 ∂α (uk φ) i −ui uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − ui uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) .
(3.116)
Kini ketiga hasil turunan tersebut dijumlahkan, ∂0 T i0 + ∂i T ii + ∂k T ik = 0.
Universitas Indonesia
49
∂0 T i0 + ∂i T ii + ∂k T ik h = 8T ω (∂0 φ)ui u0 + φ(∂0 ui )u0 + φui (∂0 u0 ) 1 +(∂i φ)ui ui + 2φ(ui ∂i ui ) − (∂i φ)g ii 2 i i k i k +(∂k φ)u u + φ(∂k u )u + φui (∂k uk ) h −ηT ∂0 ∂ 0 (ui φ) + ∂0 ∂ i (u0 φ) −(∂0 u0 )uα φ2 ∂α (ui φ) − u0 (∂0 uα )φ2 ∂α (ui φ) −u0 uα (∂0 φ2 )∂α (ui φ) − u0 uα φ2 ∂0 ∂α (ui φ) −(∂0 ui )uα φ2 ∂α (u0 φ) − ui (∂0 uα )φ2 ∂α (u0 φ) −ui uα (∂0 φ2 )∂α (u0 φ) − ui uα φ2 ∂0 ∂α (u0 φ) +2∂i ∂ i (ui φ) − 2(∂i ui )uα φ2 ∂α (ui φ) − 2ui (∂i uα )φ2 ∂α (ui φ) −2ui uα (∂i φ2 )∂α (ui φ) − 2ui uα φ2 ∂i pdα (ui φ) 2 2 α ii 2 − ∂i ∂α (u φ)g 1 − φ + ∂α (uα φ)g ii (∂i φ2 ) 3 3 +∂k ∂ k (ui φ) + ∂k ∂ i (uk φ) −(∂k uk )uα φ2 ∂α (ui φ) − uk (∂k uα )φ2 ∂α (ui φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (ui φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (ui φ) −(∂ui )uα φ2 ∂α (uk φ) − ui (∂k uα )φ2 ∂α (uk φ) i −ui uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − ui uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) h i α ii 2 α ii 2 −ζT ∂i ∂α (u φ)g 1 − φ − ∂α (u φ)g (∂i φ ) = 0. (3.117) Dengan 2 persamaan independen yang didapat, maka viskositas shear dan bulk dapat ditentukan.
Universitas Indonesia
50
∂0 T 00 + ∂k T 0k h i 1 0 0 00 0 k = 8T ω (∂0 φ)u u − (∂0 φ)g + (∂k φ)u u ) 2 h 0 0 −ηT 2∂0 ∂ (u φ) − 2[u0 uα (∂0 φ2 )∂α φ + u0 uα φ2 (u0 ∂0 ∂α φ))] 2 2 − ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] + ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 3 3 k 0 0 k +∂k ∂ (u φ) + ∂k ∂ (u φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (u0 φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (u0 φ) i −u0 uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − u0 uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) h i α 00 2 α 00 2 −ζT ∂0 ∂α (u φ)g [1 − φ ] − ∂α (u φ)g ∂0 φ = 0. Jika bagian-bagian dari persamaan di atas didefiniskan sebagai berikut, i h 1 c0 = 8T ω (∂0 φ)u0 u0 − (∂0 φ)g 00 + (∂k φ)u0 uk ) , 2 h a0 = T 2∂0 ∂ 0 (u0 φ) − 2[u0 uα (∂0 φ2 )∂α φ + u0 uα φ2 (u0 ∂0 ∂α φ))] 2 2 − ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] + ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 3 3 k 0 0 k +∂k ∂ (u φ) + ∂k ∂ (u φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (u0 φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (u0 φ) i −u0 uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − u0 uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) , h i b0 = T ∂0 ∂α (uα φ)g 00 [1 − φ2 ] − ∂α (uα φ)g 00 ∂0 φ2 , maka didapat bentuk pernyataan yang sederhana, ηa0 + ζb0 = c0 .
Universitas Indonesia
51 Lalu untuk persamaan kekekalan momentum, ∂0 T i0 + ∂i T ii + ∂k T ik h = 8T ω (∂0 φ)ui u0 + φ(∂0 ui )u0 + φui (∂0 u0 ) + (∂i φ)ui ui + 2φ(ui ∂i ui ) i 1 ii i k i k i k − (∂i φ)g + (∂k φ)u u + φ(∂k u )u + φu (∂k u ) 2 h −ηT ∂0 ∂ 0 (ui φ) + ∂0 ∂ i (u0 φ) −(∂0 u0 )uα φ2 ∂α (ui φ) − u0 (∂0 uα )φ2 ∂α (ui φ) −u0 uα (∂0 φ2 )∂α (ui φ) − u0 uα φ2 ∂0 ∂α (ui φ) −(∂0 ui )uα φ2 ∂α (u0 φ) − ui (∂0 uα )φ2 ∂α (u0 φ) −ui uα (∂0 φ2 )∂α (u0 φ) − ui uα φ2 ∂0 ∂α (u0 φ) +2∂i ∂ i (ui φ) − 2(∂i ui )uα φ2 ∂α (ui φ) − 2ui (∂i uα )φ2 ∂α (ui φ) −2ui uα (∂i φ2 )∂α (ui φ) − 2ui uα φ2 ∂i pdα (ui φ) 2 2 − ∂i ∂α (uα φ)g ii 1 − φ2 + ∂α (uα φ)g ii (∂i φ2 ) 3 3 k i i k +∂k ∂ (u φ) + ∂k ∂ (u φ) −(∂k uk )uα φ2 ∂α (ui φ) − uk (∂k uα )φ2 ∂α (ui φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (ui φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (ui φ) −(∂ui )uα φ2 ∂α (uk φ) − ui (∂k uα )φ2 ∂α (uk φ) i −ui uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − ui uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) h i −ζT ∂i ∂α (uα φ)g ii 1 − φ2 − ∂α (uα φ)g ii (∂i φ2 ) = 0.
(3.118)
Universitas Indonesia
52 Persamaam tersebut dapat ditata ulang menjadi h z i = 8T ω (∂0 φ)ui u0 + φ(∂0 ui )u0 + φui (∂0 u0 ) + (∂i φ)ui ui + 2φ(ui ∂i ui ) i 1 − (∂i φ)g ii + (∂k φ)ui uk + φ(∂k ui )uk + φui (∂k uk ) , 2 h xi = T ∂0 ∂ 0 (ui φ) + ∂0 ∂ i (u0 φ) −(∂0 u0 )uα φ2 ∂α (ui φ) − u0 (∂0 uα )φ2 ∂α (ui φ) −u0 uα (∂0 φ2 )∂α (ui φ) − u0 uα φ2 ∂0 ∂α (ui φ) −(∂0 ui )uα φ2 ∂α (u0 φ) − ui (∂0 uα )φ2 ∂α (u0 φ) −ui uα (∂0 φ2 )∂α (u0 φ) − ui uα φ2 ∂0 ∂α (u0 φ) +2∂i ∂ i (ui φ) − 2(∂i ui )uα φ2 ∂α (ui φ) − 2ui (∂i uα )φ2 ∂α (ui φ) −2ui uα (∂i φ2 )∂α (ui φ) − 2ui uα φ2 ∂i ∂α (ui φ) 2 2 α ii 2 − ∂i ∂α (u φ)g 1 − φ + ∂α (uα φ)g ii (∂i φ2 ) 3 3 +∂k ∂ k (ui φ) + ∂k ∂ i (uk φ) −(∂k uk )uα φ2 ∂α (ui φ) − uk (∂k uα )φ2 ∂α (ui φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (ui φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (ui φ) −(∂k ui )uα φ2 ∂α (uk φ) − ui (∂k uα )φ2 ∂α (uk φ) i −ui uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − ui uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) ,
y
i
h i α ii 2 α ii 2 = T ∂i ∂α (u φ)g 1 − φ − ∂α (u φ)g (∂i φ ) ,
sehingga menjadi, ηxi + ζy i = z i .
Universitas Indonesia
53 Dengan asumsi bahwa ∂µ uµ = 0 maka, x, y and z menjadi, h i 1 z i = 8T ω (∂0 φ)ui u0 + (∂i φ)ui ui − (∂i φ)g ii + (∂k φ)ui uk , 2 x
i
h = T ∂0 ∂ 0 (ui φ) + ∂0 ∂ i (u0 φ) −u0 uα (∂0 φ2 )∂α (ui φ) − u0 uα φ2 ∂0 ∂α (ui φ) −ui uα (∂0 φ2 )∂α (u0 φ) − ui uα φ2 ∂0 ∂α (u0 φ) +2∂i ∂ i (ui φ) −2ui uα (∂i φ2 )∂α (ui φ) − 2ui uα φ2 ∂i pdα (ui φ) 2 2 − ∂i ∂α (uα φ)g ii 1 − φ2 + ∂α (uα φ)g ii (∂i φ2 ) 3 3 k i i k +∂k ∂ (u φ) + ∂k ∂ (u φ) −uk uα (∂k φ2 )∂α (ui φ) − uk uα φ2 ∂k ∂α (ui φ) i −ui uα (∂k φ2 )∂α (uk φ) − ui uα φ2 ∂k ∂α (uk φ) ,
y
i
h i α ii 2 α ii 2 = T ∂i ∂α (u φ)g 1 − φ − ∂α (u φ)g (∂i φ ) .
Kembali pada, ηa0 +ζb0 = c0 and ηxi +ζy i = z i , maka didapat persamaan eksplisit untuk viskositas shear dan bulk.
c 0 y i − z i b0 . a0 y i − x i b 0
(3.119)
c 0 x i − a0 z i ζ= 0 i . b x − a0 y i
(3.120)
η=
Universitas Indonesia
Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Viskositas Shear (η) dan Bulk (ζ) dalam sistim quarkgluon plasma dengan kecepatan fluida yang tetap
Pada bab ini persamaan eksplisit untuk viskositas shear dan bulk yang telah diturunkan pada Bab 3 akan dihitung nilainya dalam fungsi energi. Batas energi yang dipakai adalah dari 150 MeV hingga 250 MeV. Adapun alasan untuk memilih batasan energi tersebut adalah sebagai berikut. Pada analisa quark-gluon plasma melalui teori hidrodinamika relativistik, batas energi hadronisasi quark-gluon plasma yang di dapat adalah di sekitar 150 MeV. Sedangkan analisa quark-gluon plasma yang dilakukan melalui kuantum kromodinamika latis, nilai energi hadronisasi yang didapat selalu berada di atas 200 MeV Dengan demikian, pemodelan quark-gluon plasma terdominasi gluon yang dikerjakan pada disertasi ini dapat menemukan alasannya jika tabulasi nilai viskositasnya dikerjakan diantara energi tersebut. Agar perhitungan untuk viskositas shear dan bulk dapat dihitung secara analitis, terpaksa beberapa penyederhanaan harus dilakukan. Asumsi-asumsi yang dapat diambil tanpa mengurangi arti fisis dari persamaan tersebut adalah : 1. Tensor kecepatan uµ = (u0 , ux , uy , uz ) adalah konstan terhadap ruang-
54
55 waktu, yang berarti u0 = γ, ∂0 u0 = ∂t γ = 0, ∂0 uk = ∂0 ui = 0, ∂i u0 = ∂k u0 = (∂x γ = ∂y γ = ∂z γ) = 0, ∂k uk = ∂i ui = (∂x ux = ∂y uy = ∂z uz ) = 0, ∂k ui = ∂i uk = (∂x uy = ∂x uz ) = (∂y ux = ∂y uz ) = (∂z ux = ∂z uy ) = 0. 2. Fungsi medan φ dianggap hanya bergantung pada waktu t, dan berada dalam ruang 1 dimensi, x. Asumsi ini masih cukup beralasan untuk distribusi quark-gluon plasma yang dianggap bersifat isotropis. Melihat kembali penyelesain persamaan gerak untuk Lagrangian simetri gauge dari Bab 3, 2α2 eC1 α3
φ=
α3
α2 eα3 C1 − 2e α1
(4.1)
z+α3 C2
di mana, z = x − iEt, α1 = −iEδ + γ, α2 = iEβ − β, dan α3 = iEζ − ζ. Lalu, δ = γv, β = iγ 2 v 2 , dan ζ =
gG Aγ. gF
gG adalah konstanta kopling dari
grup gauge U (1), sedangkan gF adalah konstanta kopling dari grup gauge SU (3). Jika C1 dan C2 yang merupakan konstanta hasil integrasi dianggap nol, maka persamaan (4.1) menjadi, φ = = − × +
2α2 α3
z
α2 − 2e α1 h i.h 2 2 2 2 (−Eγ 2 v 2 − iγ 2 v 2 ) 2 − Eγ v − iγ v E 2 tγ 2 gA − xγ 2 gA − E 2 tγ 2 vAg − E 2 xvAγ 2 ] 2 exp[ γ 2 + E 2v2γ 2 EtgAγ 2 − ExgAγ 2 − E 3 tvgAγ 2 + ExvgAγ 2 Cos( ) γ 2 + E 2v2γ 2 EtgAγ 2 − ExgAγ 2 − E 3 tgvAγ 2 + ExvgAγ 2 i i Sin( ) γ 2 + E 2v2γ 2
(4.2)
Untuk |a0 |, |b0 |, |c0 |, |xi |, |y i |, |z i |, sesuai dengan asumsi yang dipakai di sini, Universitas Indonesia
56 ditulis ulang sebagai 1 |c0 | = 8T ω (∂0 φ)u0 u0 − (∂0 φ)g 00 + (∂k φ)u0 uk ) , 2 |b0 | = T uα (∂0 ∂α φ)g 00 (1 − φ2 ) − uα (∂α φ)g 00 ∂0 φ2 ,
|a0 | = T 2∂0 ∂ 0 (u0 φ) − 2[u0 uα (∂0 φ2 )∂α φ + u0 uα φ2 (u0 ∂0 ∂α φ))] 2 2 − uα (∂0 ∂α φ)g 00 (1 − φ2 ) + uα (∂α φ)g 00 ∂0 φ2 3 3 0 k k 0 +u (∂k ∂ φ) + u (∂k ∂ φ) −uk uα (∂k φ2 )(u0 ∂α φ) − uk uα φ2 u0 (∂k ∂α φ) −u0 uα (∂k φ2 )(uk ∂α φ) − u0 uα φ2 uk (∂k ∂α φ) ,
1 |z i | = 8T ω (∂0 φ)ui u0 + (∂i φ)ui ui − (∂i φ)g ii + (∂k φ)ui uk , 2 |xi | = T ui (∂0 ∂ 0 φ) + u0 (∂0 ∂ i φ) −u0 uα (∂0 φ2 )(ui ∂α φ) − u0 uα φ2 ui (∂0 ∂α φ) −ui uα (∂0 φ2 )(u0 ∂α φ) − ui uα φ2 u0 (∂0 ∂α φ) +2ui (∂i ∂ i φ) −2ui uα (∂i φ2 )(ui ∂α φ) − 2ui uα φ2 ui (∂i ∂α φ) 2 2 − uα (∂i ∂α φ)g ii 1 − φ2 + (uα ∂α φ)g ii (∂i φ2 ) 3 3 +ui (∂k ∂ k φ) + uk (∂k ∂ i φ) −uk uα (∂k φ2 )(ui ∂α φ) − uk uα φ2 ui (∂k ∂α φ) −ui uα (∂k φ2 )(uk ∂α φ) − ui uα φ2 uk (∂k ∂α φ) ,
|y i | = T uα (∂i ∂α φ)g ii 1 − φ2 − uα (∂α φ)g ii (∂i φ2 ) . Kembali kepada η|xi | + ζ|y i | = |z i | , dan η|a0 | + ζ|b0 | = |c0 | , maka
Universitas Indonesia
57
2 ζ (GeV/fm )
70 65 60 55 50 45 0.15
0.2
0.25
T (GeV)
Gambar 4.1: Viskositas bulk (ζ) dari QGP terdominasi gluon sebagai fungsi temperatur yang dihitung sesuai Pers. (4.4).
η=
|c0 ||y i | − |z i ||b0 | . |a0 ||y i | − |xi ||b0 |
(4.3)
ζ=
|c0 ||xi | − |a0 ||z i | . |b0 ||xi | − |a0 ||y i |
(4.4)
4.2 Grafik Dinamika Viskositas dan dan Pembahasan Parameter lainnya yang dipakai untuk menghasilkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 adalah, ∆t = 1×10−13 detik. Massa quark, mQ = 0.5 GeV. Energi medan gauge A adalah 100 GeV. Konstanta kopling elektromagnetik gG ∼ 1/137 dan konstanta kopling kuat gF ∼ 1.00. Dan rasio kedua kopling tersebut menjadi gG /gF adalah 0.0072. Gambar 4.2 yang menggambarkan viskositas shear menunjukkan laju kenaikkan yang kecil di tingkat energi sekitar hadronisasi. Dibandingkan dengan viskositas bulk yang terdapat pada Gambar 4.1, viskositas shear lebih kecil satu orde dari viskositas bulk. Secara kualitatif dapat dilihat bahwa ζ ∼ O(10), dan η ∼ O(100 ). Dengan nilai rasio viskositas shear terhadap entopi dalam versi AdS/CFT, η/s ∼ 1/4π, dapat disimpulkan bahwa Universitas Indonesia
η (GeV/fm 2)
58
1.2
1
0.15
0.2 T (GeV)
0.25
Gambar 4.2: Viskositas shear (η) dari QGP terdominasi gluon sebagai fungsi temperatur yang dihitung sesuai Pers. (4.3).
entropi dari quark-gluon plasma adalah juga dalam orde s ∼ O(10), dan ζ/s & O(100 ). Hasil ini agak dekat dengan Tuchin., dkk ( Karsch, Kharzeev, Tuchin, 2008; Kharzeev, Tuchin, 2008) untuk plasma QCD, yaitu ζ/s ∼ 1. Ini mengindikasikan bahwa pada temperatur kritis, viskositas bulk materi panas QCD mengalami lonjakan yang besar sekali. Temperatur kritis yang dipakai adalah Tc ∼ 280 MeV. Hal ini juga dapat dilihat sebagai indikasi bahwa pada proses hadronisasi, viskositas bulk memiliki peran yang lebih penting dari pada viskositas shear. Atau setidaknya secara mekanis nilai ζ yang besar ini menyebabkan fluida QGP menjadi sangat tidak stabil. Jika membandingkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, akan terlihat bahwa terdapat hubungan linier antara ζ dan η pada tingkat energi sekitar hadronisasi. Hubungannya secara sederhana dapat dituliskan sebagai ζ ≈ cη, di mana c ∼ 50. Pada sistim QGP terdominasi gluon ini tidak terdapat self interaction antar medan gluon. Inetraksi hanya terjadi antara medan gluon dan medan materi. Nilai ζ yang reltif besar menjelang hadronisasi merupakan karakteristik sistim dengan konstanta kopling kuat. Ini dapat dibandingkan dengan sistim yang terkopling lemah, rasio η/ζ yang menjadi sangat besar. Gambar 4.3 memperlihatkan perkembangan penemuan nilai viskositas Universitas Indonesia
59 (η/s) vis. hydro
5/ (4π) 4/ (4π) vishnu
3/ (4π)
vis. hydro
vishnu
2/ (4π) 1/ (4π) 2007
waiting for more accurate η /s
vis. hydro
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 4.3: Perkembangan penemuan nilai Viskositas shear (η) sejak 2007. . ( Sumber : Huichao Song, 2012)
shear sejak tahun 2007. Dengan berbagai teori dan metoda yang terus dikembangkan, hingga kini hasil penghitungan dari berbagai rumusan itu belum juga memperlihatkan hasil yang konvergen. Hal ini bisa mengindikasikan berbagai hal. Mungkin teori-teori yang dibangun untuk menjelaskan QGP belum ada yang tepat. Mungkin juga metoda analisa yang dipakai tidak benar. Atau mungkin viskositas plasma tidak dapat didefinisikan dengan beranalogi pada viskositas untuk fluida. Karena plasma bukanlah fluida. Plasma adalah plasma.
Universitas Indonesia
Bab 5 APLIKASI TEORI QGP
Pada Bab 3 diperlihatkan bahwa dari Lagrangian QGP dapat diturunkan persamaan viskositas. Selain untuk mencari viskositas, sesungguhnya teori QGP ini juga dapat diterapkan untuk menggambarkan fenomena fisis lainnya sejauh keberadaan QGP dapat dianggap valid pada kondisi pembahasan tersebut. Berikut ini akan dibahas aplikasi dari Lagrangian QGP untuk menjelaskan perubahan tekanan dan densitas pada proses transisi fasa di dalam bintang kompak. Aplikasi lainnya yang juga dibahas adalah penerapan teori QGP untuk menghitung parameter Hubble dan factor skala semesta pada semesta awal - era QGP, yaitu sebuah era diantara era electroweak dan era hadronisasi.
5.1
Teori QGP untuk Pemodelan Transisi Fasa Pada Bintang Kompak
Salah satu contoh aplikasi dari teori / Lagrangian QGP yang kami bangun adalah pada pemodelan transisi fase di dalam bintang kompak (Nugroho, Latief, Djun, Handoko, 2012). Seperti skenario pada bab sebelumnya, QGP terdominasi gluon yang merupakan sistim interaksi kuat dalam teori kuantum kromodinamik akan lebih dianggap sebagai sebuah sistim fluida. Kemudian dari lagrangian QGP terdominasi gluon tersebut dapat diturunkan tensor energi momentum, dan lebih lanjut lagi, juga persamaan gerak yang relevan untuk interior inti bintang kompak yang didominasi plasma. Di dalam pemodelan ini, kepadatan dan tekanan dapat ditentukan, dan keduanya dapat dihubungkan mela60
61 lui distribusi medan fluida . Kemudian penyelesaian persamaan geraknya yang berbentuk persamaan diferensial menunjukkan transisi fase pada sistim tersebut. Lagrangian dan tensor energi momentum yang relevan untuk mewakili QGP di pusat (core) bintang kompak dinyatakan kembali di sini. 1 a a µν Lg = − Sµν S + gs Jµa U a µ, 4
(5.1)
1 Tµν = [8gs fQ mQ φ(r)+gs2 fg2 φ(r)4 ]uµ uν −[4gs fQ mQ φ(r)− gs2 fg2 φ(r)4 ]gµν . (5.2) 4 fs adalah faktor penjumlahan colour gluon dari konstanta struktur f abc , dan fQ adalah faktor penjumlahan colour quark dari Jµa U aµ . Tensor energi momentum pada Pers.(5.2) memenuhi bentuk baku tensor energi momentum fluida ideal, yaitu Tµν = (E + P)uµ uν − Pgµν . Di sini E dan P adalah densitas dan tekanan isotropik untuk setiap medan fluida tunggal, yang hubungannya dengan densitas dan tekanan total dari sistim dinyatakan sebaR R gai ρ = d4 xE dan P = d4 xP. Sehingga kemudian didapat hubungan berikut,
Z
βs
Z
i 1 2 2 4 P (r) = dt dV 4gs fQ mQ φ(r) − gs fg φ(r) 4 β0 Z 2 h i gs fg 4gs fQ mQ dV 1 − φ(r)3 φ(r), = T 16fQ mQ
Z
βs
Z
h
i 5 2 2 4 ρ(r) = dt dV 4gs fQ mQ φ(r) + gs fg φ(r) 4 β0 Z 2 h i 5gs fg 4gs fQ mQ = dV 1 + φ(r)3 φ(r). T 16fQ mQ
(5.3)
h
(5.4)
Pada temperatur berhingga (finite temperature), β = 1/T . Di sini Ts dan T0 adalah temperatur permukaan dan temperatur pusat bintang. Geometri yang dipilih untuk bintang kompak ini adalah geometri Schwap rzschild, dengan dV = B(r) r2 sinθ dr dθ dψ . r adalah jari-jari, θ dan ψ adalah dua sudut pada koordinat bola. B(r) sendiri adalah B(r) = Universitas Indonesia
62 [1 − 2Gm(r)/r]−1 dengan m(r) = 4π
Rr 0
d¯ rρ(¯ r)¯ r2 .
Agar pembahasannya menjadi lebih lengkap, radius r didefinisikan ulang menjadi tidak berdimensi, yaitu menjadi sebuah rasio antara radius sembarang terhadap radius bintang :→ r0 ≡ r/r0 . Di sini r0 adalah radius bintang kompak. Kemudian densitas pada Pers.(5.4) dapat diintegralkan terhadap waktu dan dituliskan sebagai, T0 − Ts ρ(r0 ) = ρ0 + 16π gs fQ mQ r03 T0 Ts Z r0 i h p 5gs fg2 φ(r0 )3 φ(r0 ). × dr0 r0 2 B(r0 ) 1 + 16fQ mQ 0
(5.5)
p R r0 ρ0 adalah densitas awal. Sekarang definisikan A1 (r0 ) = 0 dr0 r02 B(r0 )φ(r0 ), p R r0 A2 = 0 dr0 r02 B(r0 )φ(r0 )4 , k1 = 16πgs fQ mQ r03 dan k2 = πgs2 fg r03 , sehingga ρ(r0 ) = ρ0 +
T0 − Ts [k1 A1 (r0 ) + 5k2 A2 (r0 )]. T0 Ts
(5.6)
Kemudian setelah disubstitusikan dengan m(r0 ) dan B(r’) , di dapat T0 − Ts ρ(r ) = ρ0 + T0 Ts 0
Z 0
r0
[k1 + 5k2 φ(r)3 ]φ(r0 ) dr0 q . R r0 0 ρ(r 0 )r 02 ¯ ¯ ¯ 1 − 8πG d r r0 0
(5.7)
Lakukan penurunan Pers.(5.7) terhadap r0 , didapat persamaan diferensial sebagai berikut, Λ1 (r0 )ρ00 (r0 ) + T 2 ρ0 (r0 )3 − Λ2 T 2 r02 ρ(r0 )ρ0 (r0 )3 − Λ3 (r0 )ρ0 (r0 ) = 0,
(5.8)
di mana T ≡ T0 Ts /(T0 − Ts ) dan, Λ1 (r0 ) = 2r05 φ(r0 )2 [k1 + 5k2 φ(r0 )3 ]2 , Λ2 = 8πG, h i Λ3 = 5r04 φ(r0 )2 + 2r05 φ(r0 )φ0 (r0 ) [k1 + 5k2 φ(r0 )3 ]2 + 30k2 r05 [k1 + 5k2 φ(r0 )3 ]φ(r0 )4 φ0 (r0 ). Sebagai catatan, tanda petik di sini berarti turunan terhadap r0 . Persamaan diferensial ini dapat diselesaikan secara analitik jika dilakukan pendekatan aproksimasi untuk pusat (core) bintang kompak yang kecil, yaitu r0 1. Universitas Indonesia
63 Dengan kondisi ini, maka persamaan penyelesainnya dapat diwakili oleh ekspansi deret di sekitar titik pusat (r0 → 0) ρ(r0 ) ∼ ρ(r0 ) + ρ(I) (r0 )r0 +
1 (II) 0 02 1 (III) 0 03 ρ (r )r + ρ (r )r + .... |r0 =0 . 2! 3!
(5.9)
Untuk mendapatkan ρ(n) |0 , akan dilakukan penurunan tahap demi tahap terhadap persamaan diferensial awal. Pertaman, lakukan penurunan Pers. (5.8) terhadap r0 . Karena Λ01 (0) = Λ03 (0) = 0, maka, 2
3T 2 ρ(I) (0) ρ(II) (0) = 0.
(5.10)
Selanjutnya, dilakukan derivatif sampai orde ke tujuh, dengan hasil, ρ
(III)
h i 1 (I) 3 (I) (II) 2 (0) = (I) 2 2Λ2 ρ(0)ρ (0) − 6ρ (0)ρ (0) , 3ρ (0)
1 h 6Λ2 ρ(0)ρ(I) (0)2 ρ(II) (0) + 2Λρ(I) (0)4 ρ(I) (0)2 i − 2T 2 ρ(II) (0)3 − 6ρ(I) (0)ρ(II) (0)ρ(III) (0) ,
(5.11)
ρ(IV ) (0) =
(V )
ρ
(0) =
1 3T 2 ρ(I) (0)2
h
(IV )
Λ3
(5.12)
(0)ρ(I) (0) + 36Λ2 T 2 ρ(0)ρ(I) (0)2 ρ(III) (0)
+ 72Λ2 T 2 ρ(0)ρ(I) (0)ρ(II) (0)2 + 82Λ2 T 2 ρ(I) (0)3 ρ(II) (0) − 24T 2 ρ(I) (0)ρ(II) (0)ρ(IV ) (0) − 18T 2 ρ(I) (0)ρ(III) (0)2 i 2 (II) 2 (III) − 36T ρ (0) ρ (0) ,
(5.13)
Universitas Indonesia
64
1
h 76Λ2 T 2 ρ(I) (0)3 ρ(III) (0) + 36Λ2 T 2 ρ(0)ρ(I) (0)2 3T 2 ρ(I) (0)2 + 24Λ2 T 2 ρ(0)ρ(I) (0)2 ρ(IV ) (0) + 522Λ2 T 2 ρ(I) (0)2 ρ(II) (0)2
ρ(V I) (0) =
+ 84Λ2 T 2 ρ(0)ρ(II) (0)3 + 188Λ2 T 2 ρ(I) (0)3 ρ(III) (0) + 342Λ2 T 2 ρ(0)ρ(I) (0)ρ(II) (0)ρ(III) (0) (V )
+ 36Λ2 T 2 ρ(0)ρ(I) (0)2 ρ(IV ) (0) + Λ3 (0)ρ(I) (0) (IV )
+ 5Λ3
(V )
(0)ρ(II) (0) − Λ1 ρ(II) (0) − 72T 2 ρ(II) (0)ρ(III) (0)3
− 60T 2 ρ(II) (0)2 ρ(IV ) (0) − 18T 2 ρ(II) (0)ρ(III) (0)2 − 60T 2 ρ(I) (0)ρ(III) (0)ρ(IV ) (0) i 2 (I) (II) (V ) − 30T ρ (0)ρ (0)ρ (0) ,
ρ(V II) (0) =
1
h
3T 2 ρ(I) (0)2
(5.14)
378Λ2 T 2 ρ(I) (0)3 ρ(IV ) (0) (V I)
+ 66Λ2 T 2 ρ(0)ρ(I) (0)2 ρ(V ) (0) + Λ3 (IV ) (III)
+ 15Λ3
ρ
(0)ρ(I) (0)
(V )
(0) − 6Λ1 (0)ρ(III) (0)
− 72T 2 ρ(III) (0)4 − 18T 2 ρ(III) (0)3 − 60T 2 ρ(I) (0)ρ(IV ) (0)2 i − 90T 2 ρ(I) (0)ρ(III) (0)ρ(V ) (0) . (5.15) Dari Pers. (5.10), penyelesaian non-trivial akan didapat jika ρ(II) (0) = 0 yang menunjukkan bahwa ρ(I) (0) = Konstant. Lalu diasumsikan ρ(0) = 1. Hasil ini disubstitusikan ke Pers. (10.11) hingga Pers. (10.15) untuk mendapatkan solusi yang lebih lengkap.
5.2 5.2.1
Semesta Awal - Era QGP Densitas dan tekanan QGP pada semesat awal - era QGP
Contoh aplikasi berikutnya dari Lagrangian QGP adalah pada penghitungan parameter Hubble dan faktor skala semesta awal (Djun, Soegijono, Patmawijaya, Utama, Handoko, Mart, 2015, Sedang dalam review oleh referee Universitas Indonesia
65 Ρ 1.0
0.8
0.6
7th
0.4
4th 0.2
6th 5th
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
r r0
Gambar 5.1: Distribusi densitas sebagai fungsi radius bintang kompak yang dinormalisasi, dengan Ts = 175 MeV dan T0 = 1 GeV. di Acta Physica Polonica B, Early universe within gluon dominated QGP model). Menurut skenario yang umum dipakai oleh para ilmuwan, pada waktu t ∼ 10−10 detik setelah dentuman besar, semesta awal terisi oleh quarkgluon plasma. Pada era ini, kepadatan energi semesta diperkirakan berada antara 1 GeV hingga 1 TeV, dan juga jumlah partikel leptonik lainnya dianggap tidak dominan. Dengan kondisi tersebut, model fluida QCD yang telah dibahas pada Bab 3 dapat dianggap relevan untuk mewakili quark-gluon plasma pada semesta awal. Dari Lagrangian quark-gluon plasma kemudian dapat diturunkan persamaan keadaan dan persamaan gerak, serta lebih jauh lagi dapat digunakan untuk menginvestigasi faktor skala semesta dan parameter Hubble pada sepenggal era dalam semesta awal. Lagrangian QGP yang menggambarkan unifikasi fermion dan boson dari grup simetri gauge SU(3)F ⊗ U(1)G dituliskan sebagai ¯ µ ∂µ Q − mQ QQ ¯ − 1 S a S aµν − 1 Fµν F µν + gF J a U aµ + gG JGµ Aµ , (5.16) L = iQγ Fµ 4 µν 4 Dengan analisa dan penurunan yang sama dengan pembahasan untuk quarkgluon plasma pada Bab 3, bentuk tensor energi-momentum untuk QGP
Universitas Indonesia
66 yang terdominasi gluon dapat dituliskan sebagai, Tµν = (8T gF mQ φ)uµ uν − (4T gF mQ φ)gµν
(5.17)
Tensor energi-momentum total dapat diperoleh dengan mengintegralkan Pers.(5.17) terhadap volume total dari ruang-waktu. Hasilnya menggambarkan gerak gluon secara kolektif para sistim tersebut. Pada pembahasan ini, metrik yang dipakai adalah metrik Friedmann-Robertson-Walker (FRW). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sistim ini merepresentasikan semesta homogen isotropik yang berisi QGP terdominasi gluon yang bersifat fluida ideal. Untuk menyederhanakan pembahasan, medan gluon dianggap hanya bergantung pada waktu, φ = φ(t). Jika Pers.(5.17) dibandingkan dengan Tµν = (E + P)uµ uν − Pgµν , menjadi jelas bahwa E = P = 4T gF mQ φ. Sehingga, densitas dan tekanan dapat dinyatakan sebagai Z
Ed x = 4T gF fQ mQ
ρ=
Z P =
Z Z
4
φdtdV ,
(5.18)
φdtdV ,
(5.19)
Z Z
4
Pd x = 4T gF fQ mQ
di mana P dan E merupakan tekanan isotropik dan densitas untuk medan fluida tunggal.
5.2.2
Parameter Hubble dan Faktor Skala Semesta awal -Era QGP
Integralkan Pers. (5.18) dan (5.19) terhadap dimensi ruang dari geometry FRW, akan didapat r2 dr , 1 − kr2 Z Z r2 dr 3 ρ = λ R φdt √ , 1 − kr2 Z
P = λ
3
R φdt
Z
√
(5.20) (5.21)
Universitas Indonesia
67 √ Volume diferensial yang dipakai adalah dV = (R3 r2 sinθ)/ 1 − kr2 drdθdϑ. Kemudian lakukan derivatif terhadap waktu untuk Pers. (5.21), didapat 3
Z
ρ˙ = λR φ
r2 dr √ . 1 − kr2
(5.22)
Di sini λ = (4π)(4T gF fQ mQ ) = 16πT gF fQ mQ . Faktor 4π didapat dari inteR 2π R π gral solid angle 0 0 sin θdθdϑ. Pada tahap ini dapat ditentukan persamaanpersamaan medan kosmologi untuk ruang waktu FRW yang terisi dengan QGP terdominasi gluon. 4πG 3P 1 ¨ = − R ρ + 2 R + Λc2 R , 3 c 3 8πG 1 R˙ 2 = ρR2 + Λc2 R2 . 3 3
(5.23) (5.24)
Karena nilai parameter kurvatur cosmologi k sangatlah kecil, maka di sini nilai tersebut diabaikan. Dan asumsikan bahwa konstanta kosmologi Λ ∼ 0, maka didapat P 3R˙ ρ˙ + ρ + 2 =0. c R
(5.25)
Substitusikan Pers. (5.20), (5.21) and (5.22) ke dalam Pers. (5.25), akan diperoleh 3
λR φ
Z
Z Z r2 dr r2 dr R˙ 3 √ + 2λ R φdt √ 3 =0, 1 − kr2 1 − kr2 R
(5.26)
atau R3 φ = − 6H
Z
R3 φdt .
(5.27)
Jika pada Pers.(5.27) dilakukan turunan terhadap waktu maka akan didapat 9φ +
φ˙ H˙ −φ 2 = 0. H H
(5.28)
Kemudian definisikan ν ≡ 1/H, sehingga d 1 −H˙ dν = ν˙ = ( ) = 2 . dt dt H H
(5.29)
Universitas Indonesia
68 Sebagai konsekuensinya, Pers. (5.28) menjadi ν˙ +
φ˙ ν = −9 . φ
(5.30)
Persamaan ini berbentuk persamaan diferensial Bernoulli (5.31)
ν(t) ˙ + P (t)ν = Q.
Untuk menyeleaikan Pers. (5.31), dapat dilakukan dengan mendefinisikan faktor integral I = e
R
P (t)dt
dan kalikan faktor integral ini dengan Pers. (5.31),
yaitu, IQ = I ν˙ + IP (t)ν ˙ = I ν˙ + Iν d = (Iν) , dt atau, R ν =
IQdt . I
(5.32)
Pers. (5.32) didapat dari hubungan I˙ = e P (t)dt P (t) = IP (t). Melihat pada R R 1 , akan didapat P (t)dt = dφ = ln φ. Faktor integral Pers. (5.30), P (t) = dφ dt φ φ R
tersebut menjadi I = eln φ = φ. Sehingga solusi dari Pers. (5.30) menjadi R −9 φdt ν = . φ
(5.33)
Dengan melakukan inversi pada ν akan didapatkan parameter Hubble sebagai berikut, H=
−9
φ R
φdt
.
(5.34)
Bentuk medan skalar φ dapat diambil dari solusi persamaan gerak quarkgluon plasma seperti yang sudah dibahas pada Bab 3. φ=
2α2 . α2 − 2eα3 (x−iEt)/α1
(5.35)
Universitas Indonesia
69
H ( X 10 31 Km/sMpc)
Hubble Parameter
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.3
0.4
0.5
0.7
0.6
E (GeV)
Gambar 5.2: Parameter Hubble era QGP pada tingkat energy medan gluon 0.3 GeV hingga 0.75 GeV. Atau dalam bentuk eksplisit setelah α1 , α2 , and α3 disubstitusikan ke dalam Pers. (5.35). φ=
−2γ 2 |v|2 (E + i) , −γ 2 |v|2 (E + i) − 2exp Aγ gG (iE − 1)(x − iEt)/gF (γ − iEγ|v|) (5.36)
Parameter Hubble dari Pers. (5.34) kemudian menjadi H=
2α /[α − 2eα3 (x−iEt)/α1 ] R 2 2 −9 2α2 /[α2 − 2eα3 (x−iEt)/α1 ]dt
(5.37)
Hasil penghitungan dari parameter Hubble pada era QGP dinyatakan pada Gambar. 5.2. Adapun nilai-nilai variabel yang digunakan di dalam persamaan adalah nilai-nilai di mana QGP dianggap dapat terbentuk setelah era electroweak dan sebelum hadronisasi. Rentang energi untuk medan gluon yang dipakai adalah antara 0.3 hingga 0.75 GeV. Kemudian, kecepatan partikel v diasumsikan hampir mendekati kecepatan cahaya. Energi medan gauge A ditentukan sebagai 0.1 GeV, dan massa quark adalah mQ = 0.5 GeV. Konstanta kopling elektromagnetik gG ' 1/137, dan konstanta kopling kuat adalah gF ' 2.00. Dengan adanya bentuk persamaan untuk parameter Hubble yang eksplisit, maka faktor skala kosmologi R dapat dihitung.
Universitas Indonesia
70 ˙ Dengan menggunakan relasi H = R/R = (1/R) (dR/dt), didapatkan Z R = exp
Hdt "Z
= exp
# 2α2 / α2 − 2eα3 (x−iEt)/α1 R dt −9 {2α2 / [α2 − 2eα3 (x−iEτ )/α1 ]} dτ
(5.38)
Melihat pada kompleksitas persamaan yang ada, pencarian solusi secara analitik menjadi problema tersendiri untuk dilakukan. Namun demikian, kita masih dapat melakukan estimasi pada skala yang tidak terlalu rinci sebagai berikut. Katakanlah nilai parameter Hubble diambil dari nilai tengah rentang energi gluon, yaitu 0.5 GeV, sehingga H = 2.11029 × 1031 km s−1 Mpc−1 dianggap konstan pada t ∼ 10−10 detik. Dengan demikian akan didapatkan R ∼ e68 . Dalam istilah kosmologi dapat dikatakan bahwa pada model ini ekspansi semesta setelah era electroweak mencapai 68 efolding. Setelah menentukan konstanta Hubble dan faktor skala kosmologi pada era QGP, penghitungan dapat diteruskan untuk mendapatkan radius ruang yang ditempati oleh plasma gluonik. Dengan mengasumsikan k ∼ 0, R dan Λ ∼ 0, Pers. (5.24) dan (5.25) dapat ditulis sebagai ρ = 31 λR3 r3 φ dt dan H 2 = 38 πGρ R2 , sehingga didapat 9H 2 r = . 8πGλR3 3
(5.39)
Dengan demikian radius yang diperoleh adalah |r| ∼ 0.0027 eV−1 , atau sekitar 20 cm. Sedangkan densitas semesta pada era QGP adalah ρ ∼ [5.392 × 1010 GeV]4 , dan rasio tekanan terhadap densitas adalah |P |/|ρ| ∼ 1. Salah satu hal menarik yang didapat dari model ini adalah bahwa persamaan keadaan |P |/|ρ| ∼ 1. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa era QGP terjadi pada masa atau era radiasi. Kesimpulan ini didapat dengan mengacu pada persamaan kondisi untuk era radiasi, yaitu |P | ∼ 1/3 |ρ|, di mana |P |/|ρ| semakin mengecil sepanjang proses transisi dari satu era ke era berikutnya, dan mendekati nol ketika semesta terdominasi oleh materi. Nilai e-folding dan harga densitas kritikal adalah 2 hal utama yang digunakan untuk mengkaji kerataan semesta. Jika terdapat sebuah harga densitas, maka diperlukan sebuah e-folding minimum untuk mempertahankan
Universitas Indonesia
71 kerataan semesta, seperti yang dirumuskan pada pertidaksamaan eN > ρ1/4 / 0.037 h eV [21]. Pada model ini, densitas energi yang didapat adalah ρ ∼ [5.392 × 1010 GeV]4 , yang berarti bahwa e-folding minimum yang diperlukan adalah N ∼ 49. Dengan demikian, maka hasil perhitungan efolding untuk era QGP yang sebesar R ∼ e68 , adalah sesuai dengan semesta rata sekarang ini. Densities energi ρ yang harganya berada antara masa awal konversi neutron-proton dan densitas energi Plank, [1 MeV]4 < ρ < [1.22 × 1019 GeV]4 , juga sesuai dengan syarat yang diperlukan untuk teori nukleosintesis kosmologi [21]. Dengan didapatnya konstanta Hubble, maka densitas kritikal pada era QGP dapat diperkirakan. Dengan memakai persamaan ρcrit = 3H 2 /8πG didapatkan ρcrit = [5.37136 × 1010 GeV]4 [22]. Hasil penghitungan ini sedikit lebih kecil dibanding dengan densitas pada era QGP. Namun perlu diingat bahwa ini hanyalah estimasi kasar, sehingga terlalu dini untuk menarik kesimpulan dari hasil tersebut. Dari sifat linier parameter Hubble sebagai fungsi energi, dapat disimpulkan bahwa pada perhujung era elec¨ > 0 tidak terpenuhi, yaitu troweak tidak terdapat inflasi karena kondisi R ¨ ∼ 0. R
Universitas Indonesia
Bab 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Ide utama dalam disertasi ini adalah membangun sistim Quark-gluon plasma melalui Lagrangian kromodinamika kuantum, yang kemudian dilakukakan transformasi terhadap medan gluon yang ada agar menjadi semacan medan alir. Penghitungan yang sudah dikerjakan pada bab 4 memberikan hasil yang cukup dekat dengan hasil penghitungan model-model lain yang teorinya didasarkan pada hidrodinamika relativistik, QCD latis, ataupun kinematika kuantum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bangun model ini dapat diandalkan, dan cukup beralasan untuk dipergunakan lebih lanjut untuk memodelkan fenomena-fenomena fisis lain yang berhubungan dengan plasma. 2. Viskositas bulk yang terdapat pada Gambar.1 menunjukkan kenaikan dengan perubahan gradien yang lambat. Sedangkan hasil hitungan peneliti lain dan hasil eksperimen di RHIC menujukkan kecenderungan kenaikan yang asimtutik. Dengan berasumsi bahwa hasil mayoritas adalah yang benar, maka teori quark-gluon plasma yang diajukan dalam tulisan ini masih banyak memerlukan penyempurnaan.
72
73
6.2
Saran
Adapun beberapa saran yang dapat diuraikan adalah : 1. Melihat pada tingginya kompleksitas masalah ataupun persamaan matematika yang muncul dalam topik penelitian, maka beberapa asumsi dengan tujuan penyederhanaan masalah terpaksa dilakukan agar hitungan analitik dapat dilakukan. Akibat dari asumsi-asumsi tersebut, mungkin dinamika perubahan viskositas sebagai fungsi energi tidak dapat terpetakan dengan sangat rinci. Untuk memperbaiki keadaan tersebut, penghitungan numerik harus dilakukan. 2. Teori QCD-fluida yang coba dirumuskan dalam disertasi ini menuai kon-troversi dari beberapa kalangan. Sebagian peneliti menilai bahwa peralihan dari fisika partikel yang mikroskopis kepada fisika fluida yang secara umum dikenal berada pada skala makroskopis tidak dapat dilakukan hanya dengan sebuah transformasi sederhana (mengubah medan partikel menjadi medan skalar yang memiliki kecepatan) pada medan gluon maupun fermion. Namun sebagian lagi menilai bahwa transformasi tersebut dapat dilakukan, dan tidak ada hukum fisika yang dilanggar. Polemik ini akan dapat diatasi jika model QCD fluida ini nantinya dapat menghasilkan keluaran yang tepat ketika diterapkan pada cabang fisika lainnya yang masih berhubungan, misalnya pada bidang semesta awal, fisika plasma, dan lainnya. 3. Agar sudut pandang yang tercakup dalam membangun sebuah teori menjadi lebih lengkap, teori-teori dan batasan dari teori termodinamika yang relevan untuk sebuah sistim plasma akan perlu dibahas pada penelitian berikutnya.
Universitas Indonesia
Bibliografi [1] Ulrich W Heinz, Raimond Snellings, Annual Review in Nuclear and Particle Physics63 (2013)Collective flow and viscosity in relativistic heavy ion collisionarXiv: nucl-th/1301.2826 [2] I.Bouras, E.Molmar, H.Niemi, Z.Xu, A.El, O.Fochler, C.Greiner, D. Rischke, Phys. Rev. Lett.103,032301 (2009). DOI 10.1103 / PhysRevLett.103.032301 [3] P.Romatschke, Int. J. Mod. Phys. E E19, 1(2010) [4] D.Teaney, J.Lauret, E.V.Shuryak, Phys. Rev. Lett. 86, 4783 (2001) [5] P.Huovinen, P.F.Kolb, U.W.Heinz, P.V.Ruuskanen, S.A.Voloshin, Phys. Lett. B, 503, 58 (2001) [6] P.F.Kolb, U.W.Heinz,P.Huovinen, K.J.Eskola, K.Tuominen, Nucl. Phys. A, 696, 197 (2001) [7] P.F.Kolb, R.Rapp, Phys. Rev. C, 67, 044903 (2003) [8] T.Hirano, K.Tsuda, Phys. Rev. C, 66, 054905 (2002) [9] R.Baier, P.Romatschke, Eur. Phys. J. C,51, 677 (2007) [10] S.Gottlieb, J.Phys. Conf. Ser. 78, 012023 (2007) [11] P.Petreczky, Europ. Phys. J. Special Topics 155, 1951 (2008) [12] S.M. Mahajan, Phys. Rev. Lett.90(2003)035001Temperature - Transformed “Minimal Coupling“ : Magnetofluid Unification. [13] B.A. Bambah, S.M. Mahajan and C. Mukku, Phys. Rev. Lett.97 (2006) 072301 Yang-Mills Magnetofluid Unification. 74
75 [14] A.Sulaiman, A.Fajarudin, T.P.Djun and L.T.Handoko, International Journal of Modern Physics AVol.24, Nos.18 & 19(2009)3630-3637, Magnetofluid Unification in Yang-Mills Lagrangian. [15] T.P.Djun, L.T.Handoko, in Proceeding of the Conference in Honour of Murray Gell-Mann’s 80th Birthday : Quantum Mechanics, Elemantary particles, Quantum Cosmology and Complexity(2011)pp.419-425. DOI 10.1142/9789814335614 0040. [16] A. Sulaiman, T.P. Djun, L.T. Handoko Journal-ref: J. Theor. Comput. Stud. 5 (2006) 0401 Gauge invariant fluid lagrangian and its application to cosmology arXiv:physics/0508086 [17] C. S. Nugroho, A. O. Latief, T. P. Djun, L. T. Handoko, Journal-ref: Gravitation and Cosmology 18 (2012) 32-38, Gluon matter plasma in the compact star core within fluid QCD model, arXiv : 1112.4719 [18] T.P. Djun, M.K.N. Patmawijaya, R. Utama, L.T. Handoko, arXiv : 1303. 5849, Gluonic plasma dominated early universe within fluid QCD [19] L.D.Landau and E.M.Lifshitz, Butterworth - Heinemann (1981) Course of Theoretical Physics Volume 6, ”Fluid Mechanics” [20] T.P. Djun, B.Soegijono, M.K.N. Patmawijaya, R. Utama, L.T. Handoko, T. Mart, under review, subnitted to Acta Physica Polonica B, Early Universe Within Gluon Dominated QGP Model [21] S. Weinberg, textit Cosmology (Oxford University Press, 2008). [22] M.P. Hobson, G. Efstathiou, and A.N. Lasenby, General Relativity (Cambridge University Press, 2006)
Universitas Indonesia
DAFTAR PUBLIKASI [1]
Djun, T. P., Handoko, L. T., Soegijono, B., Mart, T., (2015). Viscosi-
ties of gluon dominated QGP model within relativistic non-Abelian hydrodynamics. Sudah diterima untuk dipublikasi pada International Journal of Modern Physics A , (IF 1.089). [2]
Djun, T. P., Soegijono, B.,Patmawijaya, M. K. N., Utama, R., Hando-
ko, L. T., Mart, T., (2015). Early universe within gluon dominated QGP model. Sedang dalam proses review oleh referee di Acta Physica Polonica B. [3]
Djun, T. P., Soegijono, B., Mart, T., Handoko, L. T. (2014). Viscous quark-
gluon plasma model through fluid QCD approach, AIP Conference Proceeding 1617 (2014) 91. [4]
Nugroho, C. S., Latief, A. O., Djun, T. P., Handoko, L. T. (2012). Gluon
matter plasma in the compact star core within fluid QCD model. Gravitaion and Cosmology. 18, 32-38. [5]
Djun, T. P., Handoko, L. T. (2011). Fluid QCD Approach for Quark
Gluon Plasma in Stellar Structure. Proceeding of the Conference in Honour of Murray Gell-Manns 80th Birthday : Quantum Mechanics, Elementary psrticles, Quantum Cosmology and Complexity. 419-425. DOI 10.1142 / 9789814335614040. [6]
Sulaiman, A., Fajarudin, A., Djun, T.P., Handoko, L. T. (2009). Magne-
tofluid Unification in Yang-Mills Lagrangian. International Journal of Modern Physics A. Vol.24, Nos.18 19, 3630 3637. [7]
Sulaiman, A., Djun., T. P., Handoko., L. T. (2006). Gauge invariant fluid
lagrangian and its application to cosmology. J. Theor. Comput. Stud. 5, 0401.
76