PKP2A III LAN Meningkatkan Pola Hubungan DPRD dan Pemerintah Daerah Rustan A. dan Fani Heru Wismono PKP2A III - Lembaga Administrasi Negara Ibarat magnet yang memiliki dua kutub berbeda, pada pemerintahan daerah juga memiliki dua kutub kekuatan tertinggi yang berbeda fungsi dan tugasnya, yakni Kepala Daerah dan DPRD. Ditengah perbedaan tersebut, apabila keduanya mampu bekerja selaras-seimbang akan menimbulkan kekuatan yang luar biasa dalam mendorong kemajuan daerah, namun apabila keduanya bertindak divergen maka akan timbul perlambatan kinerja pemerintahan daerah yang merugikan pembangunan dan masyarakat. Membangun hubungan saling-mendukung diantara kedua kutub tersebut menjadi isu penting dalam tulisan ini sebab untuk mewujudkannya bukan perkara yang mudah. Diperlukan pra-kondisi tertentu untuk mencairkan dan memperjelas sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang akan diambil Latar Belakang Diterapkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan perubahan status DPRD menjadi pejabat daerah, dimana DPRD resmi menjadi cabang legislatif yang wewenangnya didistribusikan ke daerah. Oleh karena itu, sejak tahun 2015 kinerja DPRD akan diukur dan diawasi seperti halnya pejabat negara. Pengawasan tersebut terkait dua bidang kerja, yaitu pertama, dalam bidang legislasi. Pemerintah akan mengukur kinerja bidang legislasi dengan menghitung berapa banyak jumlah produk peraturan yang berhasil ditetapkan. Kedua, dalam sektor anggaran, Pemerintah akan menilai kinerja DPRD dalam menyelesaikan pembahasan anggaran bersama dengan Pemerintah Daerah secara tepat waktu. Penilaian ini akan diukur berdasarkan pada kinerja DPRD dalam melakukan efesiensi atas anggaran yang diajukan oleh Kepala Daerah. Selain itu, tolok ukur DPRD juga dipengaruhi oleh keberhasilan Kepala Daerah menyelenggarakan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Untuk itu, penilaian ini tidak akan berhenti menilai kinerja, tapi juga melakukan perbaikan kualitas pelayanan publik, agar kinerja DPRD bisa semakin ditingkatkan (Dirjen Otoda Kemendagri, 2014). Berdasarkan hasil penelitian Indonesia Governance Index (IGI) dalam rentang 2008-2012 menyimpulkan bahwa kinerja DPRD memang belum memenuhi harapan. DPRD sampai saat ini belum mampu menjalankan tugas mereka di bidang pengawasan, penganggaran dan legislasi di daerah secara maksimal. Dengan menghabiskan rata-rata 4 persen dari APBD untuk 1|Page
PKP2A III LAN operasional, DPRD tercatat memiliki kinerja yang buruk di beberapa fungsi, misalnya Perda inisiatif yang dihasilkan per-tahun rata-rata hanya 1, juga dokumen-dokumen publik seperti penggunaan dana aspirasi, kunjungan kerja, risalah rapat tidak dapat diakses. Selain itu, komitmen terhadap anggaran pelayanan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan dan penurunan kemiskinan sangat lemah. Demikian juga dengan pengesahan Perda APBD yang rata-rata molor, sehingga mengakibatkan terhambatnya proses pembangunan di daerah (Hidayat, 2014). Tentu saja, keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak semata-mata tergantung pada kualitas DPRD-nya, tetapi juga kualitas kinerja pemerintah daerah-nya. Adanya penilaian kinerja terhadap DPRD serta tanggungjawab atas kualitas pelayanan publik dimasa mendatang tentu menjadi faktor pengungkit perlunya peningkatan hubungan kerja yang optimal antara DPRD dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan tidak condong kepada kekuasaan eksekutif serta tidak dominan kepada legislatif, namun hubungan keduanya seirama dengan prinsip check and balances yang mengarah pada satu tujuan bersama yaitu kesejahteraan masyarakat. Menciptakan Keseimbangan Hubungan Kerja Menurut Ichlasul Amal (2000), Pola hubungan eksekutif-legislatif terbagi dalam 3 (tiga) pola hubungan, yaitu: dominasi eksekutif (executive heavy), dominasi legislatif (legislative heavy) dan hubungan yang seimbang (check and balances). Terciptanya keseimbangan antara kedua lembaga tersebut sangat tergantung pada sistem politik yang dibangun. Semakin demokratis sistem politik itu, maka hubungannya akan semakin seimbang. A.M. Munir (2009), menyatakan bahwa untuk mencapai kondisi ideal maka hubungan yang dibangun antara eksekutif dan legislatif daerah harus terbangun pada pola hubungan searah positif. Dalam membangun pola hubungan ini, keduanya tidak semata-mata didasarkan atas sistem atau perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga didasarkan pada konsensuskonsensus etis dan nilai-nilai budaya lokal. Selanjutnya untuk menjamin terbangunnya pola searah positif, maka ruang publik (public sphere) harus terbangun secara luas. Berdasarkan UU No. 23 tahun 2014, hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan 2|Page
PKP2A III LAN yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing. Secara operasional-aplikatif, beberapa langkah yang dapat dijalankan dalam rangka menumbuhkan pola hubungan kerja yang erat dan optimal antara DPRD dan Pemerintah Daerah adalah: Komunikasi yang baik antara DPRD dan Pemerintah Daerah perlu dijalin dengan lancar, salah satunya adalah penegasan bahwa pelaksanaan terhadap kebijakan yang bersifat teknis-operasional merupakan tugas dan kewenangan Pemerintah Daerah. Sedangkan pengawasan dan kontrol oleh DPRD hanya terbatas pada kebijakan yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah, baik yang ditetapkan secara bersama maupun kebijakan lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
Langkah lain yang juga dapat diterapkan adalah memberlakukan kebijakan bersama dimana Kepala Daerah dan seluruh anggota DPRD tidak diperkenankan untuk mengikuti proyek-proyek pembangunan agar tidak menimbulkan friksi/ gesekan kepentingan, serta untuk memfokuskan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan yang dijalankan
Dalam rangka menyatukan aspirasi publik dalam perencanaan pembangunan daerah, maka penyatuan Musrenbang dengan penyerapan aspirasi masyarakat pada masa reses perlu dilakukan dalam rangka menghindari adanya perbedaan pembahasan aspirasi publik pada saat penyusunan program pembangunan daerah.
Melaksanakan rapat dengar pendapat (hearing) dan rapat kerja dengan pemerintah daerah yang diadakan minimal sebulan sekali. Hal ini dilaksanakan untuk membicarakan kemajuan (progress) atau penanganan, permasalahan, penyampaian aspirasi masyarakat, dan lain-lain terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas pemerintah daerah yang diharapkan dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan dan perwujudan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kunjungan kerja dan inspeksi mendadak (Sidak) bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah ke masyarakat dan usaha swasta akan sangat baik dalam menunjukkan keharmonisan dan keseriusan bekerja keduanya. 3|Page
PKP2A III LAN Penerapan mekanisme hubungan kerja di atas diharapkan dapat mendorong optimalisasi fungsi-fungsi DPRD dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pembentukan Perda, pembahasan anggaran dapat berjalan sesuai jadwal, serta pengawasan kinerja pemerintah daerah yang realistis didasarkan pada komunikasi, saling tukar informasi, dan melakukan klarifikasi jika memang diperlukan. Sehingga dengan demikian ada ruang yang cukup bagi Pemerintah Daerah dan DPRD, sekaligus ada interaksi antara masyarakat, Pemerintah Daerah dan DPRD dalam melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintahan daerah.
Dalam kaitan mengenai penyelesaian konflik yang terjadi antara Pemerintah Daerah dan DPRD jika titik beratnya adalah pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat, maka penyelesaian kompromi (compromissing) menjadi salah satu cara yang dipilih. Cara tersebut lebih baik dibandingkan jika menggunakan teknik penyelesaian konflik dominasi (dominating), yang pada akhirnya akan menyebabkan kinerja Pemerintah Daerah dan DPRD atau eksekutiflegislatif menjadi terganggu karena ego dan kepentingan kelompok masing-masing. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Hubungan kerja yang berimbang antara DPRD dan Pemerintah Daerah merupakan tuntutan optimalisasi kinerja pembangunan daerah. Diantara keduanya tidak ada sikap saling mendominasi serta persepsi kompetisi, namun secara proporsional mampu menjalankan perannya masing-masing. Beberapa langkah aplikatif yang dijelaskan sebelumnya dapat dilakukan untuk menguatkan harmonisasi hubungan kerja DPRD dan Pemerintah Daerah. Titik berat utamanya adalah kelancaran komunikasi yang terbangun baik dengan disertai langkah nyata secara serius untuk membenahi pembangunan daerah secara menyeluruh. Referensi A.M.
Munir, 2009. Harmonisasi Hubungan Eksekutif. Available on http://www.kecamatanbuduran.org/contens/berita.php?recordID=16. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2009
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan., 2014. Kinerja DPRD dalam Pantauan Pemerintah. Dalam www.kontan.co.id Tanggal 27 Oktober 2014, diakses pada Tanggal 24 November 2014
4|Page
PKP2A III LAN Hidayat, Lenny., 2014. IGI Ungkap Kinerja Buruk Legislatif di 33 Provinsi. Dalam http://degorontalo.co/igi-ungkap-kinerja-buruk-legislatif-di-33-provinsi/. diakses pada Tanggal 24 November 2014 Ichlasul Amal, 2000. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. PT. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta
5|Page