PENGARUH MODEL INTEGRATIVE LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X MIA (MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM) SMAN 3 MALANG Pipit Yogantari(1), Lia Yuliati(2) dan Agus Suyudi(2) Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang (1) email:
[email protected]
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh model Integrative Learning terhadap kemampuan berpikir kritis fisika siswa kelas X MIA SMAN 3 Malang pada materi Fluida Statis. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di enam sekolah menengah di kota Malang, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa belum optimal, padahal kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk perkembangan berpikir tingkat tinggi siswa. Jenis penelitian adalah eksperimen semu dengan populasi seluruh siswa kelas X MIA SMAN 3 Malang. Penelitian menggunakan Posttest Only Design. Pengambilan sampel dengan teknik Cluster Random Sampling, diperoleh 1 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa digunakan uji t dan uji lanjut Tukey untuk mengetahui pengaruhnya. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis kelas yang pembelajarannya dengan model Integrative Learning dan model Inquiry Training. Uji Tukey menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya dengan model Integrative Learning lebih tinggi daripada model Inquiry Training.
Kata Kunci: integrative learning, inquiry training, kemampuan berpikir kritis
Fisika merupakan salah satu dari bagian Ilmu Pengetahuan Alam yang merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. Belajar fisika merupakan proses aktif. Keaktifan dalam belajar fisika terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak (hands activity) dan aktif berpikir (minds activity) (NRC, 1996). Keaktifan secara fisik saja tidak cukup untuk belajar fisika, siswa juga harus memperoleh pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam fisika. Pembelajaran fisika hendaknya melibatkan siswa dalam penyelidikan dan interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Pembelajaran fisika seharusnya berpusat pada siswa (student centered). Namun keadaan lapangan menunjukkan bahwa student centered tersebut belum optimal. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di enam sekolah menengah di kota Malang, menunjukkan bahwa 87% pembelajaran fisika di kelas masih didominasi oleh keaktifan guru. Siswa dilatih dengan latihan soal dalam jumlah yang besar. Sebesar 59% siswa mengatakan bahwa belajar fisika dengan menyelesaikan soal-soal sehingga siswa menganggap bahwa fisika membingungkan. Dari sudut pandang guru, guru menyatakan bahwa masih sulit untuk menerapkan pembelajaran yang terintegrasi karena belum ada model yang sekiranya mendukung pembelajaran yang terintegrasi tersebut. Di sisi lain, kurikulum 2013 dari pemerintah menuntut agar pembelajaran terintegrasi. Integrasi di sini adalah integrasi dari Kompetensi Inti yakni 1
Kompetensi Sikap (KI 1 dan 2), Kompetensi Pengetahuan (KI 3), dan Kompetensi Keterampilan (KI 4). Integrasi dari 4 Kompetensi Inti harus tertuang dalam pembelajaran di kelas karena pada dasarnya inti dari kurikulum 2013 adalah ada pada upaya penyederhanaan dan tematik-integratif. Harapan pemerintah, siswa dapat lebih produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Kemendiknas, 2013). Selain itu, Kurikulum 2013 juga menerapkan pendekatan scientific (scientific approach) dalam berbagai mata pelajaran. Pendekatan scientific terdiri atas 5M yaitu mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengkomunikasi, dan mengasosiasi. Kegiatan 5M dapat mendorong siswa lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang siswa peroleh setelah menerima materi pembelajaran. Pada pendekatan scientific guru fisika harus lebih aktif dalam memancing kreativitas siswa dan lebih memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, inovatif dan kritis (Kemendiknas, 2013). Hafizan (2012) mengungkapkan bahwa pendekatan sains membantu siswa untuk memahami dan memperoleh informasi, sebagaimana para siswa mengembangkan kemampuan dalam berpikir kritis dan menentukan keputusan. Hasil wawancara dengan beberapa guru fisika di enam sekolah di kota Malang menunjukkan bahwa dalam pembelajaran fisika siswa mengalami beberapa permasalahan yaitu sulit memahami konsep sehingga sering keliru dalam pengerjaan soal-soal konsep maupun perhitungan dan dalam melakukan induksi seperti menyimpulkan hasil pembelajaran. Ketika siswa diminta untuk menjawab pertanyaan guru, hanya sedikit siswa yang dapat memberikan jawabannya terutama jika diminta disertai dengan alasannya. Apalagi jika diminta untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan masih kurang. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan alasan, melakukan deduksi, melakukan induksi, membuat nilai keputusan, dan memutuskan suatu tindakan masih kurang. Hal ini menunjukkan kemampuan berpikir terutama berpikir kritis belum optimal. Menutut Ennis (1996), berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan harus dilakukan. Penelitian yang dilakukan Kargar (2013) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan agar seseorang bisa melakukan analisis dan evaluasi. Selain itu, Agboze dkk (2013) mengatakan bahwa berpikir kritis harus diajarkan pada siswa agar siswa mampu memecahkan masalah, mengkomunikasikan ide, dan menumbuhkan hal positif dalam lingkungan. Sewondo dan Sri Wulandari (2013) menyatakan bahwa keterampilan proses sains dalam pembelajaran biologi dapat dikembangkan dengan memberikan pengalaman langsung pada siswa terhadap materi yang mereka pelajari. Model Inquiry Training merupakan salah satu model pembelajaran konstruktif yang sering dipilih oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Model Inquiry Training memberikan efek positif dalam pembelajaran di kelas khususnya dalam pembelajaran sains (Hughes, 2013). Penerapan secara berkelanjutan di kelas diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk perkembangan berpikir. Penelitian yang dilakukan oleh Pandey (2011) menyatakan bahwa pembelajaran dengan
2
Inquiry Training lebih efektif jika dibandingkan dengan model konvensional. Selain itu Levy (2013) menambahkan bahwa Inquiry dapat mendukung siswa untuk mengembangkan pemahaman pengetahuan. Namun demikian, model Inquiry Training belum bisa mewadahi kurikulum 2013 untuk mengintegrasikan segala aspek dalam pembelajaran fisika. Dewey (1916) menyatakan bahwa anak-anak merupaka pebelajar aktif secara sosial yang belajar dengan cara mengeksplorasi lingkungan mereka. Untuk itu sekolah seharusnya memanfaatkan rasa keingintahuan yang alamiah ini dengan membawa dunia luar ke dalam ruang kelas untuk dipelajari. Jika dikaji lebih jauh, diperlukan sebuah model yang lebih bermakma, memberikan pemahaman yang lebih mendalam, serta berpusat pada siswa untuk dapat berpikir kritis. Selain itu, integrasi dalam satu pembelajaran harus diutamakan. Model Integrative Learning merupakan sebuah model pembelajaran yang mengintegrasikan kemampuan atau pengalaman nyata di lapangan ke dalam proses pembelajaran dalam beberapa aspek sesuai dengan Kompetensi Inti pada Kurikulum 2013 serta scientific approach sehingga siswa dapat mengembangan kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Yustini pada tahun 2013 bahawa proses berpikir kritis pada siswa dapat berkembang jika sebuah pembelajaran menggunakan model Integrative Learning. Senada dengan penelitian yang dilakukan Peet (2011) yang menyatakan bahwa Integrative Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Muqoyyanah (2009) menambahkan, dengan pembelajaran yang terintegrasi siswa memiliki ketuntasan belajar siswa lebih dari 70%. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen semu (quasy experiment). Peneliti membagi objek yang diteliti menjadi dua kelompok, yaitu kelompok treatment yang mendapatkan perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan. Penelitian ini menggunakan Postest Only Design karena untuk kemampuan awal peneliti melihat dari hasil ulangan harian materi sebelumnya. Pada kelas eksperimen diterapkan model Integrative Learning sedangkan pada kelas kontrol diterapkan model Inquiry Training versi guru mata pelajaran fisika SMAN 3 Malang Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIA SMAN 3 Malang semester genap tahun pelajaran 2013-2014 sebanyak 229 siswa. Sedangkan sampelnya adalah kelas X MIA 5 sebanyak 38 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas X MIA 2 sebanyak 38 siswa sebagai kelas kontrol. Penentuan sampel menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Instrumen perlakuan dalam penelitian ini berupa perangkat pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang terdiri dari silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Instrumen pengukuran dalam penelitian ini adalah tes berpikir kritis siswa pada materi Fluida Statis dalam bentuk tes tulis (prestasi). Instrumen yang digunakan adalah 10 butir soal tipe pilihan ganda dan 3 butir uraian mengenai kemampuan berpikir ktiris.
HASIL PENELITIAN
3
Dari hasil posttest, dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari rerata yang diperoleh kedua kelas pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Hasil Posttest Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Parameter Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 38 38 N ̅ 85,84 81,76 𝑿 86,00 83,50 Med 88,00 84,00 Modus 8,50 8,70 Sd Sesuai dengan sintaks pada Integrative Learning yang diadaptasi dari Ritland (2003), berikut merupakan pelaksanaan pembelajaran dengan Integrative Learning yang diterapkan pada kelas eksperimen. Integrative Learning terdiri dari 4 tahap Exploration Informed, Enactment, Evaluation Local Impact, dan Evaluation Broader Impact. Keseluruhan dari bagian Integrative Learning ini tercermin dalam kegiatan inti pembelajaran. Pada kegiatan awal pembelajaran, guru menyiapkan secara fisik dan psikis agar siswa siap menerima pelajaran Pada kegiatan inti, yang merupakan karakteristik dari Integrative Learning yaitu pada Exploration Informed, Enactment, Evaluation Local Impact, dan Evaluation Broader Impact siswa diajak untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pada kegiatan inti ini, siswa harus aktif dalam menanya, mengeksplorasi, mengkomunikasi serta mengasosiasi segala hal dalam kegiatan pembelajaran. Pada tahapan Exploration Informed siswa diajak untuk mengamati tayangan video tentang tempat pencucian mobil. Pada tempat pencucian mobil, mobil yang dicuci diletakkan pada sebuah tempat kemudian dari petugas menekan suatu alat. Dengan bantuan alat tersebut, mobil yang berat dapat terangkat. Setelah proses pencucian mobil selesai, sebuah alat kembali ditekan kemudian mobil dapat diturunkan. Sambil mengamati, siswa mencatat hal-hal penting yang dapat diambil dari tayangan video tersebut. Selanjutnya pada tahapan Enactment siswa dengan aktif melakukan praktikum dengan suntikan, selang, dan beban pada materi Hukum Pascall. Dalam proses ini, selain aktif melakukan praktikum siswa juga aktif dalam mengkaitkan apa yang mereka lakukan dengan konsep yang ada. Pada tahapan Evaluation Local Impact siswa melakukan diskusi secara luas dengan kelompoknya. Selain itu, siswa juga diminta untuk mengkomunikasikan hasil dari kegiatan mereka ini dalam bentuk laporan sederhana pada tahapan Evaluation Broader Impac. Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru dan siswa menarik kesimpulan bersama-sama dari pembelajaran yang telah diperoleh. Seperti pada materi Hukum Pascall, siswa menyimpulkan hukum Pascall menurut praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan suntikan, selang plastic, baskom, dan beban. Hukum Pascal mirip dengan prinsip ekonomi yaitu dengan modal yang sekecil-kecilnya dapat memperoleh untung yang sebesar-besarnya. Tidak lupa guru memberikan tugas rumah untuk siswa sebagai pemantapan materi yang telah dipelajari. Berdasarkan analisis dengan uji t diperoleh thitung = 2,07 > 1,99 (t74;.05) maka terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X MIA SMAN 3
4
Malang tahun ajaran 2013-2014 yang pembelajarannya dengan model Integrative Learning dan model Inquiry Training. Pada uji lanjut, karena jumlah n pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama, maka menggunakan uji Tukey untuk mengetahui pengaruh model Integrative Learning pada kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan uji Tukey didapatkan nilai Qhitung = 2,91 > 2,82 (Q.05;74:2) maka kemampuan berpikir kritis siswa kelas X MIA SMAN 3 Malang tahun ajaran 2013-2014 yang pembelajarannya dengan model Integrative Learning lebih tinggi daripada model Inquiry Training. PEMBAHASAN Pelaksanaan pembelajaran dengan Integrative Learning pada materi Fluida Statis terdiri dari 5 pertemuan. Materi yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah Hukum Pokok Hidrostatis, Hukum Pascall, Hukum Arhimedes, Kapilaritas dan Tegangan Permukaan, serta Viskositas dan Hukum Stokes. Satu kali kegiatan pembelajaran terdiri dari dua jam pelajaran, yaitu 2 x 45 menit. Kegiatan yang dilakukan siswa pada tahapan Integrative Learning pada materi Fluida Statis menunjukkan bahwa keaktifan siswa menjadi bagian yang penting. Gnanakan (2013) melalui jurnalnya menyatakan bahwa mengintegrasikan pengetahuan dan konsep yang kontekstual sangat diperlukan, salah satu cara yaitu dengan mengajak siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Untuk menciptakan keaktifan tersebut siswa diajak untuk praktikum ataupun diskusi. Dengan keaktifan tersebut, maka memori jangka panjang siswa akan lebih mendominasi sehingga mereka tidak akan mudah melupakan hal telah siswa pelajari. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan Integrative Learning dan pada kelas kontrol diberi perlakuan Inquiry Training. Setelah diberi perlakuan, dilakukan posttest berupa pengukuran kemampuan berpikir kritis pada kedua kelas. Berdasarkan analisis dengan uji t diperoleh thitung = 2,07 > 1,99 (t74;.05) maka terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X MIA SMAN 3 Malang tahun ajaran 2013-2014 yang pembelajarannya dengan model Integrative Learning dan model Inquiry Training. Pada uji lanjut, karena jumlah n pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama, maka menggunakan uji Tukey untuk mengetahui pengaruh model Integrative Learning pada kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan uji Tukey didapatkan nilai Qhitung = 2,91 > 2,82 (Q.05;74:2) maka kemampuan berpikir kritis siswa kelas X MIA SMAN 3 Malang tahun ajaran 2013-2014 yang pembelajarannya dengan model Integrative Learning lebih tinggi daripada model Inquiry Training. . Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukukan Kargar (2013) bahwa pembelajaran yang menggunakan aktivitas siswa yang cukup tinggi berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Dalam hal ini, dalam model Integrative Learning keaktifan siswa dalam berpikir dan bertindak memang tinggi. Hasil yang didapatkan dalam penelitian didukung oleh jurnal Becker (2011) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) pendekatan integrative memiliki efek yang positif untuk mengoptimalkan prestasi belajar siswa. Falvo (2006) melakukan penelitian tentang integrasi dari pembelajaran kolaborasi interaktif untuk membangun efektifitas hasil belajar siswa. Dalam penelitiannya tersebut, siswa selain dibelajaran dengan keaktifan di kelas, juga diberikan perlakuan untuk
5
mengembangkan diri mereka dalam pembelajaran dengan kegiatan-kegiatan diskusi yang aktif. Dengan demikian hasil yang diperoleh hasil belajar siswa dapat meningkat. Sewono dan Wulandari (2013) menyatakan bahwa ketrampilan proses sains dalam pembelajaran biologi dapat dikembangkan dengan memberikan pengalaman langsung pada siswa terhadap materi yang mereka pelajari. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X MIA SMAN 3 Malang tahun ajaran 2013-2014 yang dibelajarkan dengan model Integrative Learning dan model Inquiry Training. Model Integrative Learning terdiri atas 4 tahapan yaitu Informed Exploration, Enactment, Evaluation Local Impact, dan Evaluation Broader Impact. Melalui model Integrative Learning ini kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilatih terutama dalam bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan, melakukan deduksi, melakukan induksi, membuat nilai keputusan, dan memutuskan suatu tindakan. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas X MIA SMAN 3 Malang tahun ajaran 2013-2014 yang pembelajarannya dengan model Integrative Learning lebih tinggi daripada model Inquiry Training. Hal tersebut ditunjukkan dengan skor posttest yang diperoleh kedua kelas setelah diberi perlakuan yang berbeda. DAFTAR RUJUKAN Agboeze, M. U. 2013. Enhancement of Critical Thinking of Vocation and Adult Education Students of Enterpreneurship Development in Nigeria. Journal for Education and Practice, (Online) , vol.4, No 17, 2013 (www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/view/7393), diakses 18 Oktober 2013 Becker, K. dan Kyungsuk P. 2011. Effects of Integrative Approaches Among Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Subjects on Students’ Learning: A Preliminary Meta-Analysis. Journal of STEM Education, Volume 12, Issue 5-6. Dewey, J. 1916. Democracy and Education. New York: MacMillan. Ennis, R.H. 1996. Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall. Falvo, D. A. 2006. Reflections and Perceptions of Integrative Learning Tools in an Online Course. International Journal of Technology in Teaching and Learning, 2(1), 1-16. (http://www.sicet.org/journals/ijttl/issue0601/Falvo%20Vol2%20Iss1_1_16. pdf), diakses 18 Oktober 2013 Gnanakan, K. 2013. The Integrated Learning Experience. Wiliam Carey International Development Journal, (Online), (www.wciujournal), diakses Juli 2013 Hafizan, E. 2012. Perception, Conceptual Knowledge and Competency Level of Integrated Science Process Skill Towards Planning a Professional Enhancement Programme. Malaysia : Sains Malaysiana 41(7)(2012): 921930 Hughes. 2013. Inquiry-Based Training Improves Teaching Effectiveness of Biology Teaching Assistants. United Kigdom : University of Cambridge.
6
Kargar, F. R., Bita A., Monir K. G., Shahnaz N. 2013. Effect of Creative and Critical Thinking Skills Teaching on Identity Styles and General Health in Adolescents, (Online), 84 (2013) 464-469 , (http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042813016522), diakses 18 Oktober 2013 Kemendiknas. 2013a. Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21. Jakarta. (Online), (http://www.kemendiknas.go.id/kemendikbud/uji-publik-kurikulum-20132), diakses diakses 18 Oktober 2013 Kemendiknas. 2013b. Uji Publik Kurikulum 2013 : Penyederhanaan, TematikIntegratif. Jakarta. (Online), (http://www.kemendiknas.go.id/kemendikbud/uji-publik-kurikulum-20132), diakses 18 Oktober 2013 Levy, B. L. M. 2013. Examining Studies of Inquiry-Based Learning in Three Field of Education: Sparking Generative Conversation. Journal of Teacher Education, 65(5) 387-408 Muqoyyanah, A. 2009. Efektivitas dan Efisiensi Model Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Integrative dalam Pembelajaran Tema Cahaya. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, ISSN: 1693-1246 Januari 2010 National Research Council. 1996. National Science Education Standard. Washington DC: National Academy Press. Pandey, A., G. K. Nanda., dan V. Ranjan. 2011. Effectiveness of Inquiry Training Model over Conventional Teaching Method on Academic Achievement of Science Students in India. Journal of Innovative Research in Education, (Online), (1), March, 2011, (http://infotrac.galegroup.com/itweb), diakses 9 Desember 2013 Peet, M., Steven L., Patricia G., K. Page B., Malinda M., Tiffany M., Simone H.T., dan Andrea D. 2011. Fostering Integrative Knowledge through ePortfolios. International Journal of ePortfolio, (Online), Vol. 1, Number 1, 11-31 ISSN 2157-622X, (http://www.theijep.com) diakses 6 November 2013 Sewondo & Sri W. 2013. Inquiry-Based Active Learning: The Enhancement of Attitude and Understanding of the Concept of Experimental Design in Biostatics Course. (Online), vol 9, No.12;2013 ISSN 1911-2017 (www.ccsenet.org/ass), diakses 1 Desember 2013 Yustini, N. 2013. Implementasi Model Pembelajaran Integratif dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMP. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
7