endatangi kekasihnya dan memperingatkannya tentang rencana tersebut. Hasilnya adalah ayahnya dihukum mati dan Susona kemudian dicampakkan kekasihnya. Kemudian, setelah menjalani hidup yang penuh penderitaan, akhirnya ia meninggal. Ia memberikan instruksi di dalam surat wasiatnya bahwa kepalanya harus dipotong dari tubuhnya dan dipertontonkan di luar rumahnya, sebagai peringatan bagi orang lain. Tengkoraknya tergantung di sana terus hingga akhir abad ke-18, dan kemudian ubin keramik itu pun dipasang di tempat yang sama.” Di lapangan itu terdapat dua buah pohon jeruk, dan Frank bertanya kepadaku apakah aku tahu cara menentukan sebuah pohon memiliki buah yang manis atau asam. Ketika aku menjawab tidak tahu, ia mematahkan sehelai daun dari salah satu pohon tersebut dan menunjukkan kepadaku bahwa di bawah daun itu terdapat sebuah daun kecil yang tumbuh pada tangkai yang sama. Itu artinya pohon ini memiliki buah yang asam. Kami terus berjalan menuju Plaza de los Vene-rables. Di sana pernah berdiri sebuah rumah sakit untuk para pendeta yang telah pensiun. Ada dua buah restoran di lapangan itu dan dua pohon jeruk. Kami duduk di salah satu meja di luar dan memesan segelas manzanilla sebelum memesan makan malam. Sekali lagi kami memulai topik mengenai evolusi kehidupan; kurasa, Franklah yang memulai percakapan itu, mungkin agar uang yang kuinves-tasikan dalam perjalanan ke Sevilla ini membuahkan hasil. Banyak dari apa yang kami diskusikan malam itu berguna untukku sejak saat itu. Di sinilah ia menceritakan kepadaku tentang tuatara di Selandia Baru. Sejauh ini, kupikir, pertemuanku dengan Frank di Madrid tidak lain merupakan kesempatan menggembirakan yang murni dan tak ternoda. Tetapi, saat yang menentukan hampir tiba, karena saat itu hampir pukul sembilan. Setelah membayar makan malam, aku membawa Frank melalui ganggang sempit dan keluar ke Plaza Santa Cruz. Aku menunjukkan kepadanya betapa dekat kami dengan dinding tinggi yang memisahkan kami dari Taman Alcazar, dan khususnya dengan Jardin de los Poetas. “Saya rasa, Anda punya sisik di depan mata,” ujarku. Ia tidak mengerti apa yang kumaksud, maka aku menyuruhnya untuk memerhatikan sekelilingnya baik-baik. Ia menunjuk ke arah salib besi besar di tengah-tengah lapangan, dan aku memberitahunya bahwa Prancis telah membakar gereja tua yang pernah berdiri di situ. Itulah asal-usul nama lapangan dan distrik itu. Kami berjalan mengitari lapangan yang mengelilingi salib baroque tersebut. Kemudian, tiba-tiba ia melihat sesuatu. Ia menatapku dengan kilatan di matanya, lalu menghilang ke dalam tabtao flamenco itu, Los Gallos. “Pikiran saya begitu dipenuhi oleh lukisan-lukisan Goya itu!” ia berseru sambil menepuk dahinya. “Saya lupa bahwa ia adalah salah satu penari flamenco yang terkenal di Sevilla!” Sambil bermain-main, aku memukul bahunya. “Ini akan menyenangkan!” ujarnya, tetapi aku tidak terlalu yakin ia tidak akan menarik kembali kata-katanya nanti. Selain sekelompok turis Jepang, bar flamenco itu tidak terlalu penuh, dan kami pun duduk di sebuah meja yang telah kupesan tepat di depan panggung. Kami masing-masing memesan segelas brendi, dan Frank tidak mengatakan apa pun, hanya mengangkat gelasnya ke arahku dengan penuh harap. Dengan segera acara pun dimulai. Pertama-tama, tiga lelaki yang mengenakan celana panjang hitam dan kemeja putih datang berbaris menuruni tangga dari sebuah galeri di ujung lain ruangan itu. Mereka berjalan melalui para penonton dan mengambil posisi di atas panggung. Salah seorang dari mereka membawa sebuah gitar, sementara dua yang lain tidak membawa instrumen apa pun kecuali suara mereka yang penuh perasaan dan irama yang dibawakan oleh kelima jari mereka. Sang pemain gitar mulai memainkan gitarnya, sementara kedua rekannya bertepuk tangan dan menjentikkan jari mereka.
Kemudian, wanita itu pun muncul, dengan gemulai dan anggun bagaikan seorang dewi. Ana turun menuju panggung melalui sebuah tangga melingkar, diiringi tepuk tangan meriah dari orang-orang Jepang itu, yang tampak jelas mengenali dirinya sebagian besar karena dirinyalah mereka telah melakukan perjalanan jauh dari Tokyo, Kyoto, dan Osaka. Ana mengenakan rok merah, syal merah jambu, dan sepatu merah menyala. Rambut hitamnya diikat membentuk ekor kuda dan dihiasi dengan sekuntum mawar. “Ana!” Frank berbisik saat wanita itu melangkah ke atas panggung. Aku mengangguk. “Ana Maria Maya.” “Itukah namanya?” Aku mengangguk sekali lagi. “Maya?” “Ssst!” Ana mulai menari. Tariannya sungguh enerjik dan lebih rumit daripada yang kulihat minggu sebelumnya. Aku memerhatikan adanya kontras yang tajam antara ekspresi muka yang kaku dan penuh konsentrasi dengan gerakan tangan yang gemulai, ditambah lagi permainan jari yang elegan, yang mengingatkanku akan sebuah tahan kuil dari India yang pernah kusaksikan di Orissa. Acara dilanjutkan dengan tarian-tarian lain, dengan penari-penari yang lain, tetapi Ana Maria Mayalah yang menjadi bintang terbesar malam itu. Ana menari dengan lengan dan tangannya, kaki dan jemarinya, perut dan pinggul. Ia tampak angkuh, ia kejam, ia menggoda, ia jinak. Analah yang paling ingin kutunjukkan kepada Frank di Sevilla. Aku ingin menunjukkan kepadanya keanggunan anggotaanggota tubuh sang vertebrata pasca hewan yang elastis. Sang amfibi pertama seharusnya menyaksikan ini, pikirku tahan flamenco cucu buyutnya di Sevilla dengan menggunakan setiap anggota dari tetrapodanya, setiap otot dan tulang belakang, setiap sinapsis yang bekerja sama dalam otak. Tetapi, para amfibi pertama itu tidak banyak tahu ke mana mereka menuju ketika, dalam remang-remang Devon, mereka merayap tanpa curiga melalui tumbuhan paku-pakuan dan lumutlumutan menuju kencan cinta mereka di tepi kolam-kolam dan kubangan-kubangan besar. Yang kami saksikan adalah sebuah tahan kemenangan yang penuh kebanggaan, angkuh dan flamboyan, dan Proto Amphibia dan Proto Amphibius memiliki alasan yang kuat untuk ikut bergembira bagi semua berudu yang tidak lama lagi akan memenuhi Danau Paku-Pakuan dan Kolam Ilalang, karena benih mereka tidak tertanam dengan sia-sia. Yang kami saksikan itu bukan hanya sebuah tahan kemenangan, melainkan juga derita kematian seorang vertebrata yang hidupnya singkat, karena tidak lama lagi sebuah lagu yang rendah, serak, dan mendesakpun dimulai, sebuah lagu mengenai cinta dan kematian, pengkhianatan dan penindasan. Kemudian, datanglah waktu istirahat. Setelah mendapatkan tepuk tangan, Ana mengikuti para pemain musiknya ke galeri atas, tetapi tepat pada saat itu, Jose mendatangi meja tempat kami duduk. Ia menggendong seorang bayi kecil di tangannya, dan mata Frank pun terbuka lebar karena keheranan. Bayi itu baru berusia dua atau tiga bulan. Tanpa menyapa Jose, Frank menatap si bayi lalu ke Jose. “Apakah dia … anak Anda?” tanyanya. Jose mengangguk dengan bangga dan meringis. “Ini Manuel,” ujarnya, lalu ikut duduk di meja kami. Tidak lama kemudian, Ana datang dan bergabung dengan kami. “Senang sekali bertemu dengan Anda, Frank! Ini suatu kejutan.”
Frank duduk di sana dengan wajah tanpa ekspresi. “Berapa usianya?” Pertanyaannya ini seakan ditujukan kepada dirinya sendiri sekaligus kepada kedua orangtua yang berbahagia itu. “Sepuluh minggu,” ujar Ana. Ahli biologi itu mulai menghitung dengan jarinya. “Apakah kalian mengetahui hal ini di Taveuni?” Pertanyaannya tidak terjawab karena tepat pada saat itu, seorang wanita elegan membawa sebuah tas selempang besar memasuki ruangan dan berjalan ke arah meja kami. Itu adalah Vera. Perutnya yang besar jelas-jelas menunjukkan kehamilan yang hanya tinggal dua bulan lagi akan berakhir. “Vera?” Untuk kedua kalinya hari itu, Frank menggosok-gosok kepalanya dan tampak terperangah. Mungkin ia mengalami sebuah deja vu lain, karena bukan pertama kalinya ia melihat Vera dengan perut membuncit. Vera membungkukkan badan dan memberinya sebuah pelukan. Aku berkata, “Namanya telah ada di dalam bukuku sejak aku kembali dari Fiji. Kemudian, aku meneleponnya beberapa kali dari Madrid setelah kita berdua bertemu kemarin siang. Menurutku, kita berlima harus bertemu. Atau kita berenam. Atau tujuh. Baru tadi malam aku mengundangnya ke Sevilla.” Aku tahu Frank tidak pernah bertemu Vera sejak pertemuan mereka di Salamanca. Tatapannya kini berkali-kali kembali mengarah ke perut si wanita yang tengah hamil, dan saat ia memalingkan tatapannya dari Vera, aku dapat melihat kesedihan yang mendalam di wajahnya. Ia berusaha keras untuk mempertahankan ketenangan sosialnya saat menoleh kepada Vera dan menganggukkan kepala ke arah perut si wanita. “Selamat,” ujarnya lemah. Beberapa saat kemudian, ia menoleh ke arahku dan menatap kedua mataku dengan tatapan marah. Aku tidak dapat mengatakan dengan pasti apakah ini karena aku telah mengundang sang ibu hamil itu ke Sevilla, atau karena aku telah merahasiakan hal ini kepadanya. Vera tersenyum tidak nyaman. Hal itu membuatku sedikit tidak enak karena akulah yang menyebabkan dirinya berada di situ. Ia bahkan tidak mendapat kesempatan untuk menjawab ucapan selamat Frank karena sang gitaris dan kedua cantaor yang berdiri tegak itu sekali lagi turun dari galeri, berjalan melintasi ruangan itu, dan menaiki panggung. Setelah mereka menempati posisi mereka, barulah sang ratu flamenco sendiri berjalan ke atas panggung. Ia menuruni tangga melingkar itu bak seorang diva ex machina. Vera duduk di antara Frank dan aku dan menatap kami berdua sebelum akhirnya berbisik, “Kurasa, aku pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya.” Walaupun jelas mengalami trauma mental, Frank tidak kuasa untuk tidak tersenyum. Ia menatap ke arahku di seberang meja, tidak diragukan lagi kami berdua teringat betapa, secara terpisah, kami telah berkeliling Maravu sambil berusaha mengingat-ingat di mana kami pernah melihat Ana sebelumnya. Ia memandang Vera, dan sekarang, baru sekarang, ia berkata, “Coba pikirkan tentang Prado.” “Tentang Prado?” “Tentang Goya, kalau begitu.”
Mata Vera terbelalak. Kemudian dengan suara begitu keras sehingga aku khawatir suaranya dapat didengar dari atas panggung, ia berkata, “La Maja Desnuda!” Baik Frank maupun diriku mengangguk dengan bangga, seolah-olah kamilah yang bertanggung jawab telah mereinkarnasikan model Goya yang diselubungi mitos itu. Maka, sekarang Frank bahkan tidak perlu membawaku ke Prado. “Ia benar-benar persis sama!” bisik Vera. “Ssst!” ujarku, dan tahan pun dimulai kembali. ? Ketika pertunjukan itu berakhir satu setengah jam kemudian, saat itu pukul setengah dua pagi. Kini sebuah meja panjang di bar telah dipenuhi dengan tapas dan manzanilla. Ana dan Jose tetap tinggal di belakang sementara Frank, Vera, dan aku mendapat kesempatan yang benar-benar dibutuhkan untuk melakukan analisis situasi. Aku merasa bertanggung jawab atas kejadian yang telah kudalangi ini dan juga merasa bahwa mereka mungkin membutuhkan seorang ketua. “Sekarang janganlah merasa malu dengan kehadiran saya di sini,” ujarku. “Walau bagaimanapun, saya adalah satu-satunya orang yang mengetahui latar belakang dari kedua belah pihak. Itu sering terjadi ketika ada dua orang dewasa yang tidak dapat berbicara kepada satu dan yang lain.” Mereka berdua sama-sama gugup, seperti anak sekolah yang digiring ke hadapan seorang kepala sekolah yang galak. Aku tidak akan menyembunyikan kenyataan bahwa aku sedikit menikmati situasi yang kulihat ini. “Mungkin engkau benar mengenai hal itu,” komentar Frank. Sekali lagi ia mengangguk ke arah perut Vera. “Hanya beberapa minggu yang lalu kita berbicara di telepon, dan itu adalah sebuah percakapan yang sangat menyenangkan. Menurutku, alangkah baiknya jika engkau saat itu memberitahuku bahwa engkau hamil.” Mendengar hal ini, si wanita berubah menjadi sangat serius. “Aku terlalu pengecut,” si wanita mengakui. “Aku takut.” Si lelaki melirik ke arahku sebelum sekali lagi mengalihkan pandangannya ke si wanita. “Kuyakin anak ini memiliki seorang ayah.” “Frank ….” “Tapi memang periode perpisahan kita telah berakhir. Maka aku baik-baik saja. Engkau bebas untuk menikah lagi.” Si wanita menatapku kebingungan, tetapi aku tidak ingin lagi membantunya; mereka harus bisa mengatasinya sendiri. Aku hanya mengangguk kembali ke arahnya dengan yakin. Ia meraih tangan Frank, dan si lelaki dengan segera menariknya kembali, tetapi mata si wanita memohon pengertian saat menatapnya. “Ini adalah anakmu, Frank.” Selama beberapa saat, rona wajah si lelaki mengingatkanku akan rona wajah Ana, sebelum ia jatuh pingsan di atas meja sarapan di Taveuni. Kemudian, kedua pipinya memerah dan napasnya sedikit memburu. Seakan-akan aku dapat mendengar tekanan darahnya meningkat, dan untuk sesaat, aku khawatir ia akan menampar si wanita. Kemudian, ia berkata dengan tegas, “Itu tidak mungkin.”
Si wanita menggelengkan kepalanya. “Apakah engkau tidak dapat menghitung?” ujarnya. “Tapi … kau bercanda!” Kira-kira pada saat ini aku memanggil seorang pelayan dan memesankan segelas brendi lagi untuk Frank. Ia perlu ditenangkan. Kini Vera mulai menjelaskan segalanya. “Tentunya engkau belum lupa saat kita menghabiskan malam itu bersama di Salamanca. Engkau kan tidak menghabiskan begitu banyak anggur.” Si lelaki menoleh ke arahku. “Apakah engkau benar-benar ingin mendengarkan semua ini?” “Ya,” hanya itu yang kuucapkan. Si wanita melanjutkan, “Tidak, aku tidak berani memberitahumu, Frank. Kita telah membuat sebuah janji tulus untuk tidak bersama lagi. Dan kemudian kita menyadari bahwa kita berdiri mematung di depan pintu kamar hotelku. Pilihannya adalah engkau pergi ke kamarmu sendiri atau masuk bersamaku. Engkau masih ingat? Kita benar-benar setuju bahwa apa yang kita namakan sebagai selingan ini tidak akan menjadi sebuah awal dari sebuah penyatuan kembali. Karena kita sudah benar-benar berpisah.” “Setidaknya itulah yang kita katakan,” Frank mengakui. “Kemudian, aku meyakinkanmu bahwa tidak akan ada masalah dengan kontrasepsi malam itu. Bagiku, saat itu adalah salah satu hari teraman dalam bulan itu. Ketika, entah bagaimana, aku menjadi hamil, aku pun langsung memikirkan Sonja. Aku menginginkan bayi ini, aku yakin akan hal itu. Aku siap untuk menjadi seorang ibu tunggal, dan tentu saja aku akan memberitahumu segera setelah kelahiran. Tetapi, aku harus menunggu, masih ada kemungkinan sesuatu yang salah terjadi, maksudku … Tadinya aku akan membiarkanmu memutuskan berapa banyak kontak yang kau inginkan dengan anak ini. Aku sungguh-sungguh bermaksud demikian.” Frank tidak berusaha menyembunyikan ta— ngisnya. “Lanjutkanlah,” ujarnya. “Kemudian, seorang bernama John Spooke menelepon dan berkata bahwa ia pernah bertemu denganmu di Fiji dan bahwa tanpa disangka-sangka ia telah bertemu denganmu lagi di Madrid. Ia berkata bahwa engkau mungkin akan menghabiskan akhir minggu ini di Sevilla, dan ia pun mengundangku kemari untuk menghadiri apa yang ia sebut sebagai ‘pertunjukan flamenco terbesar abad ini’. Dan ia tidak melebihlebihkan, wanita itu sungguh luar biasa. Kupikir, mungkin ini akan memberiku kesempatan untuk menjelaskan segalanya. Itu terjadi kemarin sore, tetapi kemudian ia menelepon lagi di tengah malam, hanya untuk memberitahukan bahwa engkau pasti akan datang ke Sevilla. Ia telah memesan sebuah tiket pesawat yang dapat kuambil di Bandara Barcelona. Ia juga mengatakan bahwa menurutnya engkau masih mencintaiku. Kemudian, ia memarahiku atas tingkah laku kita berdua setelah kecelakaan itu di Oslo.” Karena si lelaki tidak langsung menjawab, Vera pun berkata, “Dapatkah engkau memaafkanku, Frank? Kehamilanku ini tidak memiliki ikatan apa pun, tidak dengan dirimu. Tetapi, dapatkah engkau memaafkanku?” “Berapa lama engkau akan tinggal di sini?” tanya si lelaki.
“Aku tidak tahu. Tiket pulangku untuk hari Minggu pukul setengah empat. Dan kau?” “Aku tidak tahu. Hingga Senin mungkin.” Ternyata mereka masih membutuhkan seorang perantara. “Kalian berdua harus tinggal di sini tepat untuk jangka waktu yang sama, dan kemudian kalian harus memutuskan apakah kalian akan kembali ke Oslo atau Barcelona. Jika tidak, saya ingin seluruh biaya yang saya keluarkan dikembalikan.” Kami tidak dapat membahasnya lebih lanjut karena tepat pada saat itu, kami dipanggil untuk mendatangi meja besar yang dipenuhi dengan piring dan gelas, tapas dan manzanilla. Namun, aku melihat Frank meletakkan telapak tangan kanannya di atas perut Vera yang bulat dan si wanita pun meletakkan tangannya di atas tangan si lelaki. Hal ini mengingatkanku akan sesuatu yang dikatakan Ana di dalam mobil yang berjalan dari dateline menuju Maravu, menurut surat Frank: “Dalam kegelapan perut yang membesar, selalu ada beberapa juta kepompong kesadaran dunia baru yang berenang-renang. Para peri yang tak berdaya itu ditekan keluar satu demi satu setelah mereka matang dan siap untuk bernapas. Setelah itu, mereka tidak dapat menerima makanan apa pun selain susu peri manis yang mengalir dari sepasang kuncup lembut daging-peri.” Sebuah pemikiran lain muncul di benakku. Ketika kami semua duduk-duduk di pepohonan palem di Maravu dan semua orang mengutarakan keyakinan mereka, Ana mengungkapkan keyakinannya akan adanya sebuah realitas di balik realitas ini. “Mungkin kita akan bertemu kembali di sebuah tempat lain dan teringat bahwa ini hanyalah sebuah mimpi,” ujarnya. Jadi, mungkin aku bisa dibenarkan untuk memanfaatkan kebebasan menulis dengan membiarkan Frank mengubah sedikit pernyataannya itu di dalam surat panjangnya untuk Vera. Karena sekarang kami semua berkumpul di sini, dan Ana belum meninggal. Kami minum banyak manzanilla malam itu dan menghidupkan kembali banyak memori akan Fiji. Di antara kami ada seseorang yang tidak hadir di sana, yaitu Vera, dan ia ingin mendengar segalanya dari semua orang. Ia sangat terhibur ketika kami menjelaskan tentang Bill dan Laura, tetapi aku menahan diri untuk tidak menceritakan kepadanya bahwa Frank dan Laura pergi ke pondok Frank dengan sebotol anggur yang mereka ambil dari pesta. Ana dan Jose mengunjungi Taveuni untuk membuat sebuah film dokumenter mengenai abad ke-21, dan salah satu klipnya direkam pada dateline di pulau itu. Program itu telah lama dibuat dan disiarkan, dan Jose memberikan satu buah kopi kepada Frank. Dengan bangga, Ana menambahkan bahwa serial mengenai Fiji tersebut mengikutsertakan sebuah wawancara pendek dengan Frank. Ia membicarakan keanekaragaman hayati dan ancaman terhadap habitat-habitat tradisional di Oseania. Aku dan Frank menjelaskan bahwa kami berdua sama-sama memiliki suatu perasaan kuat bahwa kami pernah melihat Ana sebelum bertemu dengannya di Taveuni. “Oh, tidak, jangan!” Ana tertawa. Ia menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangannya dan berkata, “Anda pasti tidak tahu betapa sering orang-orang mengatakan hal itu kepadaku.” Aku menjelaskan bagaimana aku mengakses internet dan hanya dalam beberapa menit menemukan beberapa gambar maja milik Goya yang begitu jernih. Aku juga menggali beberapa materi mengenai bailaora terkenal Ana Maria Maya.
“Kemudian, Anda meletakkan jari Anda di dahi Ana dan secara tidak langsung mengumumkan bahwa Anda telah menemukan sebuah artikel internet mengenai dirinya,” komentar Jose. “Saya menghubungkan sikap Anda ini dengan komentar Anda berdua kemudian yang cukup berlebihan bahwa Anda pernah melihat dirinya sebelumnya, dan saya tahu betapa Ana sangat tidak suka dikenali, baik sebagai bailaora dari Sevilla maupun sebagai maja milik Goya. Saya rasa, Anda bahkan sudah mulai mendeskripsikan Ana sebagai sebuah ‘karya agung’? Tapi, kita kan tengah berada di Fiji, di Fiji, demi Tuhan! Bahkan internet pun dapat disalahgunakan.” “Apakah saat itu kalian tahu bahwa Ana hamil?” Frank bertanya lagi. Mereka berdua menggelengkan kepala. “Tetapi, mungkin itulah mengapa Anda pingsan di meja sarapan?” Joselah yang memberi jawaban. “Benar, kami menyadari hal itu setelahnya. Saya begitu ketakutan ketika ia mendapatkan serangan itu. Saya pikir, Ana terkena syok anaphylactic karena ia memang selalu alergi terhadap gigitan serangga. Saat itu memang saya tidak berpikir terlalu rasional, tetapi saya rasa sebuah tamparan keras mungkin dapat mengalirkan adrenalinnya.” Maka, percakapan pun mengalir ke sana-kemari, dan botol-botol di atas meja terus-menerus ditambah. Frank bahkan didenda karena mengintip Ana melalui selasela jarinya ketika Ana tengah berenang di Air Terjun Bouma. “Saat itulah saya menyadari bahwa hanya wajah Andalah yang saya kenali,” ia menyatakan. “Sehari-hari saya bukanlah seorang tukang intip.” Ana tertawa. “Saya menjadi bertambah mirip maja milik Goya beberapa minggu kemudian.” Pesta itu berakhir sekitar pukul empat pagi, dan aku harus mengantarkan Frank dan Vera kembali melalui ganggang sempit menuju Hotel Dona Maria. Ketika kami bertemu dengan penjaga malam hotel, ia memberitahukan bahwa tidak seorang pun muncul untuk mengklaim kamar ketiga yang telah aku pesan. Frank dan Vera saling berpandangan selama beberapa saat; mungkin mereka berpikir bahwa mereka pernah menghadapi masalah serupa di luar sebuah kamar hotel di Salamanca tiga perempat masa kehamilan yang lalu. Kemudian tawa mereka pun meledak. “Kurasa, kamarnya cukup untuk kita semua,” ujarku. “Tetapi, mungkin kalian dapat mencarikan seorang istri untuk saya?” Hal terakhir yang kuucapkan kepada Frank dan Vera sebelum kami pergi tidur adalah bahwa aku memiliki sebuah kartu pos bergambar pemandangan La Sagrada Familia yang telah kumal di atas mejaku di rumah di Croydon, dan bahwa aku harus ingat untuk mengembalikannya pada suatu hari. Matahari telah tinggi di atas kota itu ketika kami berangkat untuk melakukan perjalanan panjang pagi itu sebagai satu keluarga besar. Ana dan Jose menemui kami di Dona Maria dengan Manuel di dalam sebuah kereta bayi bergaris-garis merah dan hitam, dan dengan segera kami berjalan melintasi Plaza Virgen de los Reyes, melalui Archivo de Indias ke Puerta Jerez, dan terus ke Paseo de las Delicias yang mengikuti Guadalquivir. Kemudian, kami memasuki Taman Maria Luisa, oasis hijau terbesar di antara banyak taman yang dimiliki Sevilla. Pada awalnya taman itu disumbangkan kepada kota itu oleh Putri Maria Luisa pada 1893 dan di kemudian hari menjadi lokasi pameran besar Ibero Amerika pada 1929. Dengan
jalan-jalan setapaknya yang bagai labirin, rumah-rumah musim panas dan paviliun, gua-gua kecil dan bukit-bukit buatan, bunga-bunga dan semak-semak, pepohonan yang teduh dan pohon-pohon yang tak terhitung banyaknya, Maria Luisa kini adalah salah satu taman paling rimbun di Eropa. Dari paviliun-paviliun yang ada, sebuah paviliun Meksiko yang terinspirasi oleh Maya menarik perhatian kami. Jose menjelaskan bahwa paviliun itu telah digunakan sebagai klinik bersalin setelah Pameran Dunia, dan sang ibu muda dan sang calon ibu mendengarkan fakta itu dengan penuh perhatian. Frank berkomentar bahwa “maya” adalah kata yang digunakan baik oleh kaum Indian Amerika maupun India di Asia, walaupun tentu saja tidak ada hubungan linguistik sedikit pun. Jose mengatakan bahwa pernyataan Frank cukup tidak berperasaan dan menjawab bahwa kata dalam bahasa Spanyol “flamenco” juga berarti flamingo, tanpa ada hubungan etimologi sedikit pun. Ana dan Jose menceritakan ziarah yang pernah mereka lakukan ke Saintes Mariesdela Mer. Di sana Ana menari flamenco dalam sebuah konvensi besar para gipsi dari seluruh Eropa. Di Carmargue, mereka juga berhasil melihat flamingo-flamingo dari delta Rhone. Kami berjalan menuju Plaza de America di depan Museum Arkeologi. Seluruh tempat itu dipenuhi burung merpati putih, dan Ana membawa sekantung biji-bijian untuk makanan burung. Dengan segera ia pun hilang di tengah awan putih keturunan para dinosaurus yang sibuk mengepak-ngepakkan sayap, dan sekali lagi Frank menyinggung tentang foto burung merpati berdada Jingga yang berhasil diambil oleh Laura. Dari Plaza de America, kami pun memasuki taman itu sendiri. Ana dan Jose bergantian mendorong kereta bayi mereka, sementara Frank dan Vera menunjukkan lebih banyak perhatian terhadap satu sama lain. Namun, mereka sama-sama tak menyadarinya karena Frank selalu menatap Vera ketika si wanita tengah memalingkan muka, dan Vera hampir selalu mencuri pandang ke arah si lelaki saat gilirannya untuk mengintip ke dalam kereta bayi atau berpaling kepada Ana dan Jose. Satu-satunya yang mereka hindari adalah saling menatap ke dalam mata masing-masing. Akulah yang meminta Ana dan Jose untuk menceritakan sedikit mengenai asal mula flamenco di Andalusia. Mereka menjelaskan tentang El Planets dan sang aficionado terkenal Serafin Esteba-nez Calderon, yang mendapat nama panggilan El Solitario, “Si Penyendiri”. Dalam buku Andalucian Stories yang ditulis pada pertengahan abad yang lalu, ia memberikan banyak gambaran yang sangat hidup mengenai lingkungan flamenco di Sevilla pada masa itu, dan tidak hanya dalam kisah Un baiie en Triana, atau “Sebuah Perayaan di Triana”. El Solitario memang layak disebut sebagai flamencologis yang pertama. “El Planeta dan El Solitario?” ulang Frank. Ana mengangguk penuh arti, tetapi Frank terbukti pandai mengenali adanya suatu hubungan. “Mengingatkanku akan Laura,” ujarnya. “Ia selalu membaca buku Lonely Planet.” “Mengagumkan,” Jose mengakui, karena ia pun dapat menemukan hubungan itu. Kami berdiri sambil menatap sebuah papan pengumuman yang memuat daftar semua burung penghuni taman itu, dan kurasa di tempat inilah Frank menyinggung tentang orang kerdil aneh yang kami lihat di Taman Alcazar. Ana meringis. “Ia memang tinggal di sana,” ujarnya. “Tinggal di sana?” “Ya, setidaknya itulah yang dikatakan orang-orang. Ia berjalan-jalan mengelilingi taman dan mengambil foto-foto Polaroid para turis,
kemudian menjual foto-foto itu dengan harga mahal di pintu keluar. Kata mereka, ia tinggal di Galeria del Grutesco. Ia telah beroperasi di taman itu selama yang dapat kuingat dan tidak ada yang tahu berapa usianya.” Kami masuk ke Plaza de Espana yang dibangun untuk pameran besar Ibero-Amerika. Plaza berbentuk bulan sabit ini dikelilingi kanal-kanal dengan jembatan-jembatan yang terinspirasi dari Venesia dan sebuah istana bulan sabit yang dibangun untuk menyimpan hasil industri dan kerajinan tangan Spanyol pada saat Pameran Dunia. Gedung yang megah ini, yang menghadap matahari dan Guadalquivir, terpisahkan dari plaza oleh empat buah barisan tiang, yang masing-masing memiliki tiga belas pilar ganda. Kami melintasi salah satu jembatan itu, dan Ana dan Jose membawa kami mendekati barisan tiang di sebelah kiri. Mereka menunjukkan bahwa di bawah pagar pembatas terdapat mozaik keramik rumit yang menggambarkan kejadian-kejadian sejarah paling penting di setiap provinsi di Spanyol lengkap dengan peta dan lambang provinsi itu. Jose memberi tahu kami bahwa Spanyol memiliki lima puluh provinsi ditambah dua buah kota otonomi Spanyol, Ceuta dan Melilla di Moroko. “Jadi, ada lima puluh dua,” ujar Frank. “Sama dengan jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Fiji.” Permainan mencari hubungan yang dilakukan Frank dan Jose ini telah berubah menjadi semacam kompetisi, dan Jose pun menjawab: “Atau jumlah kartu dalam satu set. Kami me-ngalahkanmu tanpa ampun.” Aku memiliki alasan untuk merasa bahwa segala perbincangan mengenai maya dan kini angka lima puluh dua ini benar-benar menghibur. Dan kurasa, aku mengalahkan mereka semua ketika mengatakan: “Atau dalam penanggalan Maya kuno. Tahun astronomi memiliki 365 hari, tetapi mereka juga memiliki tahun ritual yang berlangsung selama 260 hari. Maka, agar angka-angkanya cocok, penanggalan mereka memiliki siklus lima puluh dua tahun.” Ana menatapku, dan sekali lagi aku merasa seolah-olah melakukan kontak mata dengan maja milik Goya. “Anda bercanda, kan?” ujarnya. Tetapi, aku menggelengkan kepala. “Lima puluh dua tahun astronomi sama dengan 18.980 hari, dan jika membaginya dengan 260 hari penanggalan festival, Anda akan mendapatkan tujuh puluh tiga tahun ritual. Dua ratus enam puluh hari itu juga dibagi menjadi tiga belas bulan.” Kini, saat kami tengah membicarakan penanggalan dan perhitungan waktu, dan karena aku masih memegang kendali pembicaraan, aku pun melanjutkan, “Kalian ingat bagaimana orang-orang telah mulai merencanakan milenium yang baru di Fiji?” “Itulah mengapa kami pergi ke sana,” Jose berkomentar. “Selain Antartika dan sepetak kecil Siberia, Fiji adalah satu-satunya potongan daratan yang terbagi dua oleh garis bujur 180°. Tempat itu adalah satu-satunya tempat di Bumi yang di sana Anda dapat menyeberang dari satu hari ke hari lain tanpa harus mengenakan sepatu salju.” Aku mengangguk sabar. “Tetapi, apakah Anda sudah mendengar kabar terakhir?” Jose menggelengkan kepalanya, dan aku berkata, “Karena adanya kerumitan dalam dateline, waktu musim panas, dan waktu terbit matahari, telah timbul kompetisi yang sengit antara beberapa pulau di Pasifik mengenai siapa yang akan menjadi
yang pertama memasuki tahun 2000. Sesungguhnya, hanya Taveuni dan beberapa pulau di Fiji lainnya yang benar-benar terletak pada garis bujur 180°. Namun, hanya demi mengalahkan Tonga dan Pulau Little Pitt yang sangat kecil, sejak tahun ini untuk pertama kalinya mereka memajukan waktu mereka satu jam. Tetapi tidak hanya itu ….” “Ayo, lanjutkanlah!” ujar Frank. “Kuharap, Anda tidak akan mengatakan bahwa mereka telah membangun sebuah hotel mewah di dateline?” “Tidak, tidak juga. Tetapi, mereka akan mendirikan sebuah ‘Monumen Milenium’ pada garis bujur 180° tepat di tempat Ana mewawancarai Frank mengenai spesies hewan yang terancam di Oseania. Siapa pun yang ingin, dapat memasukkan sebuah kapsul waktu di dalamnya, yang tidak akan dibuka selama seribu tahun. Anda dapat menuliskan sambutan untuk milenium keempat dan meletakkannya di dalam sebuah wadah yang terbuat dari gelas. Wadah tersebut dimasukkan ke sebuah rongga di dalam batu bata. Rongga itu kemudian ditutup dan batu bata itu dipakai untuk menyusun monumen tersebut. Satu kapsul waktu hanya berharga lima ratus dolar, dan ada sebuah organisasi yang akan menjaga monumen itu selama seribu tahun mendatang. Mereka juga menjamin bahwa kapsul-kapsul waktu itu akan dibuka dengan sebuah upacara yang layak pada hari Tahun Baru, tahun 3000.” “Saya tidak tahu apakah ada sesuatu yang ingin saya sampaikan melalui kapsul waktu itu,” ujar Jose. “Saat itu masih lama sekali. Bagaimana dengan Anda?” “Saya merencanakan untuk menyimpan sebuah manifesto dari abad ke-20,” ujarku. “Sebuah manifesto?” tanya Jose. “Sebuah pernyataan politik?” Aku menggelengkan kepala. “Saya telah menyusun semacam abstraksi dari konferensi tropis yang kita laksanakan di Maravu Plantation Resort. Tidakkah Anda semua berpikir bahwa kita berutang kepada Fiji untuk meninggalkan sebuah resume singkat?” Mereka tertawa. Ana menjelaskan bahwa provinsi-provinsi di Spanyol dipertunjukkan secara berurutan dari Alava hingga Zaragoza, dan sementara kami semakin mendekati barisan tiang-tiang itu, ia menunjuk ke arah pagar dan mulai menyebutkan: “Alava, Alba-cete, Alicante, Almeria, Avila Kalimatnya terputus oleh Vera. “Saya dilahirkan di Almeria!” teriaknya, “di sebuah kota kecil bernama Vera. Itulah mengapa saya dinamai sesuai dengan kota itu.” Kemudian ia bergegas mendekati peta Almeria dan menunjuk ke arah kota yang bernama Vera. Sementara kami berdiri di hadapan potongan yang menceritakan Alava, Ana menatap ke arah Jose dan berkata, “Bolehkah aku memberi tahu mereka sebuah rahasia?” Kami masih ingat betapa Jose terus-menerus mencegah Ana menjawab beberapa pertanyaan kami di Taveuni. Kini yang ia lakukan hanya mengangkat bahu sebagai tanda bahwa si wanita tidak perlu lagi membungkam. “Kami berjalan-jalan ke sini hampir setiap Minggu,” ujar si wanita. “Dan, selama bertahun-tahun, kami menciptakan cerita-cerita pendek bagi setiap provinsi di Spanyol. Ketika bepergian, kami mencoba mengingat-ingat semua cerita itu dalam urutan yang tepat. Atau kami akan menciptakan cerita yang sama sekali baru.” Frank dan aku saling bertatapan penuh arti. Bahkan gumaman kedua orang Spanyol yang tanpa henti itu akhirnya mendapatkan penjelasan. Aku masih tidak dapat mengerti apa yang mereka katakan, tentu saja, itu adalah satu alasan yang sangat
bagus mengapa aku membutuhkan Frank sebagai seorang penerjemah dan perantara, ini adalah sebuah fungsi yang untungnya masih tidak ia sadari. Kami mulai berjalan perlahan melalui provinsi-provinsi di Spanyol. Ana dan Jose menunjuk ke arah mozaik-mozaik tersebut dan menceritakan dongeng pendek, legenda, atau anekdot dari setiap provinsi. Kini Frank dan Vera mulai bergantian mendorong kereta bayi Manuel. Aku merenungkan bahwa jika saja bukan karena meteor yang menabrak Bumi enam puluh lima juta tahun yang lalu, mereka mungkin akan mendorong sebuah kereta telur sekarang, karena dinosaurus pun pada akhirnya akan menciptakan roda. Saat kami tiba di Zamora tepat di sisi plaza yang berlawanan, mereka berdua mendorong kereta itu. Namun, barulah saat kami berdiri di hadapan Zaragoza dan Jose menceritakan katedral Nuestra Senora del Pilar yang cantik dengan lukisanlukisan dinding karya Goya, mereka mengambil keputusan. Saat mengembalikan kereta bayi itu kepada Ana, mereka bergandengan tangan dan menatap dengan yakin ke dalam mata masing-masing. Kini setengah dari lingkaran telah sempurna. Setengah sisanya adalah surat Frank untuk Vera. Bukan niatku untuk menyatukan kedua potong setengah lingkaran itu agar menjadi utuh. Aku tidak menyangka akan bertemu Frank di Rotunda di Hotel Palace. Begitu terjadi, hal itu menimbulkan banyak sekali sakit kepala bagiku, tetapi juga memberiku banyak ide baru. Jose menanyakan kepadaku bagaimana kemajuanku dengan buku yang baru mulai kubuat cata— tannya saat kami bertemu di Fiji, dan sekali lagi aku mengangkat jariku ke bibir dan menyatakan bahwa aku tidak pernah membicarakan apa yang sedang kukerjakan. “Saya hanya bertanya bagaimana kemajuannya,” Jose mengulangi. Kini, dengan semua tatapan mengarah kepadaku, aku menyadari betapa tidak masuk akal, sementara mereka semua telah saling terbuka, aku adalah satu-satunya orang yang belum menambahkan informasi baru apa pun sejak pertemuan terakhir kami. Vang lain bahkan telah berhasil menghasilkan dua penduduk baru dunia. “Buku itu adalah sebuah kisah nyata, yang juga merupakan karya fiksi. Tetapi, saya tidak tahu yang mana dari keduanya yang lebih mengagumkan. Mungkin itu karena, dapat dikatakan, keduanya saling tergantung. Mereka bagaikan ayam dan telur. Tanpa adanya kisah nyata, kisah yang fiksi tidak akan mungkin muncul, dan tanpa ada kisah yang dikarang, kisah yang nyata tidak akan mungkin terpikirkan. Juga, tidak mungkin mengatakan di mana awal dan akhir kedua kisah itu. Tidak hanya permulaannya yang menentukan akhirnya. Akhirnya juga menentukan permulaannya. Ini sudah pernah kita bicarakan sebelumnya. Tepuk tangan bagi Big Bang baru terdengar lima belas miliar tahun setelah ledakan itu terjadi.” “Tetapi mengenai apakah kedua kisah tersebut?” Vera ingin tahu. Aku berpikir keras. “Keduanya mengenai vertebrata.” Mata Frank terbelalak. “Vertebrata?” Aku mengangguk. “Keduanya mengenai sinapsis-sinapsis saraf, dan terutama kuntum terakhir pada ranting itu. Yang saya maksud adalah primata-primata pasca-hewan. Saya adalah salah satu dari makhluk luar biasa itu, dan saya telah hidup hingga enam puluh lima tahun. Maka, sungguh aneh pemikiran bahwa saya diturunkan dari seekor hewan kecil mirip tikus yang hidup di sini enam puluh lima juta tahun yang lalu atau, sekalian saja, dari seekor amfibi yang hidup di sini 365 juta tahun yang lalu. Baiklah, itu bagus! Tetapi, mungkin saja kita baru mencapai tahap kepompong.” Dan kemudian aku menunduk, pertama-tama ke arah kereta bayi yang berisi Manuel,
dan kemudian ke perut Vera. “Lomba estafet garis keturunan yang sangat besar ini masih belum selesai. Pengejaran itu akan berlanjut, kawan-kawan, ia akan menjauhkan diri dari kita dan akan terus berjalan. Tetapi, ke manakah perjalanan panjang ini membawa kita, masih sangat terlalu dini untuk mengatakannya.” Ana mengangguk tanpa berkata-kata, dan aku mendapatkan perasaan bahwa ia tidak akan bergegas membaca bukuku jika telah diterbitkan. Tetapi, itu tidak mengapa. Surat Frank untuk Vera disertai dengan empat kelompok foto dari Taveuni, masingmasing berisi tiga belas foto. Di balik setiap foto, Ana telah menuliskan manifesto yang selama ini mereka deklamasikan sambil berkeliling. Sementara kami berjalan dari satu sisi Plaza de Espana ke sisi yang lain dan dari Alava ke Zaragoza aku berusaha mengutip apa yang kuingat dari manifesto itu kepada diriku sendiri; satu ungkapan untuk setiap provinsi di Spanyol. Terpikir olehku bahwa Jose harus ingat untuk memberi tahu bahwa manifesto itu ditulis untuk dibagi di antara dua pasangan hidup, karena segala perspektif yang diungkapnya hampir tidak mungkin dipikul siapa pun yang tidak memiliki seseorang sebagai tempatnya bersandar. Frank tidak lagi begitu berduka seperti saat kami berbicara di pepohonan palem di Maravu Plantation Resort. Aku membayangkan mungkin sekarang ia merasa sedikit lebih mudah untuk menerima bayangan tentang keabadian yang hilang. Setidaknya ia sudah tidak sendirian lagi menghadapi malam kosmik. Kini ia memiliki seseorang untuk menjalani jalan yang melelahkan itu bersamanya. Ia memang masih seorang malaikat yang menderita, tetapi keharusan telah mengajarkan malaikat tak bersayap untuk mencinta. Di Plaza de Espana kami pun berpisah. Ana dan Jose pulang bersama Manuel, sementara Frank dan Vera mengaku bahwa mereka memerlukan sisa akhir minggu di Sevilla itu untuk berdua saja. Maka, sekali lagi aku menemukan diriku sendirian saja. Aku merasakan adanya suatu ikatan dengan setiap kawan mudaku itu, sebuah ikatan yang jauh lebih besar daripada yang dapat mereka ketahui. Sebelum menaiki kereta AVE untuk kembali ke Madrid dan kemudian pulang dengan pesawat ke Gatwick, aku berjalan-jalan di tepi Guadalquivir, menyeberang di Puente San Telmo, dan tiba-tiba menemukan diriku telah berdiri di hadapan Gereja Santa Ana di Triana. Pintu-pintu gereja itu terbuka, dan tiba-tiba, akulah yang merasa mengalami deja vu yang kuat. Saat aku berdiri di tengah lapangan di hadapan gereja lokal berwarna kuning tua itu, sekelompok orang berpakaian hitam perlahan mulai berkumpul. Aku menduga bahwa sebuah misa berkabung akan berlangsung, dan ketika mereka mulai berbaris memasuki gereja itu, aku pun mengikuti mereka. Aku tidak banyak mengerti apa yang dikatakan sang pendeta, tetapi jelas bahwa sang almarhumah adalah seorang wanita muda karena aku dapat dengan jelas menemukan orangtua dan suaminya. Tanpa berkata-kata, selama sang pendeta melaksanakan tugasnya, aku mulai bertanya-tanya kepada diriku sendiri siapakah wanita yang telah direnggut nyawanya ini, mengapa ia telah dipanggil dan apakah mungkin hal itu adalah akibat kesalahanku. Saat kami berdiri dan meninggalkan gereja itu, aku melihat si orang kerdil dari Taman Alcazar. Saat aku melewati pintu gereja, ia mengangkat kepalanya ke arahku dan mengedipkan mata. Mungkin ia mengenaliku, pikirku, dan walaupun aku tidak ingat pasti apakah aku membalas kedipan matanya, jelas ia memanggilku dengan jarinya dan menarikku ke samping dari tengah kerumunan massa. Ia memasukkan tangannya ke saku dalam mantelnya, mencari-cari di antara setumpuk kecil foto berwarna, dan kemudian menyodorkan sebuah foto kepadaku. Itu adalah foto diriku
yang tengah duduk di lapangan di depan Puerta de Marchena di Taman Alcazar. Aku merogoh-rogoh ke dalam kantongku dengan kalut untuk mencari uang kecil, tetapi orang kerdil itu menolak dengan “De nada, de nada!” Aku berterima kasih sebesarbesarnya, tetapi sebelum aku dapat memerhatikan dirinya dengan baik, ia dan orang-orang yang lain telah pergi. Aku berdiri untuk waktu yang lama di lapangan di depan Gereja Santa Ana, sambil menatap fotoku. Aku hanya melihat apa yang telah kuketahui dan apa yang selama ini selalu kuketahui. Aku melihat seorang primata yang berduka, dan aku tidak dapat menemukan kedamaian dalam tatapan tak terhibur yang balik menatapku di foto itu. Maka, akhirnya aku menyadari bahwa novel yang mulai kutulis ini sesungguhnya bukanlah mengenai Frank dan Vera maupun Ana dan Jose. Ini adalah mengenai Sheila dan solitairenya. Dan mengenai diriku. Hampir dipicu oleh naluri, aku membalikkan foto yang baru saja diberikan kepadaku itu dan di baliknya, sang orang kerdil telah menuliskan sesuatu dengan tinta merah. Di situ terbaca: Manusia mungkin adalah satu-satunya makhluk hidup di seluruh alam semesta yang memiliki kesadaran akan alam semesta. Maka, melindungi lingkungan hidup di planet ini bukanlah hanya sebuah tanggung jawab global, melainkan merupakan tanggung jawab kosmos. Suatu hari, gelap gulita mungkin akan menutupi lagi samudra raya. Dan sekali ini, Roh Tuhan tidak melayang-layang di atas permukaan air. [] *1— Ada sebuah dunia. Dari segi probabilitas, hal ini nyaris mustahil. Akan jauh lebih mungkin jika, seO cara kebetulan, tidak ada apa pun. Dengan begitu, setidaknya tak ada satu orang pun yang akan menanyakan mengapa tidak ada apa pun. Bagi seorang pengamat yang netral, dunia ini tidak hanya bagaikan sebuah fenomena nyaris mustahil yang hanya bisa terjadi sekali. Dunia ini juga senantiasa merupakan sebuah beban bagi akal sehat. Jika memang akal sehat itu ada, maksudku akal sehat yang netral. Itulah suara dari dalam batin. Itulah yang disuarakan Joker. *3. * 5. Di sini dan sekarang, suara itu telah diucapkan keturunan para amfibi. Dilontarkan oleh keponakan para kadal darat dalam hutan aspal. Pertanyaan yang diajukan keturunan para vertebrata berbulu itu adalah apakah ada alasan di balik kepompong tak tahu malu ini yang tumbuh dan tumbuh ke segala arah. * 4. Seseorang bertanya: Seberapa besarkah kemungkinan sesuatu tercipta dari ketiadaan? Atau tentu saja sebaliknya: berapa besarkah kemungkinan sesuatu ada untuk selamanya? Dan apakah bahkan mungkin untuk menghitung kemungkinan suatu materi kosmos menyeka tidur berabad-abad dari matanya suatu pagi dan tiba-tiba terjaga, menyadari dirinya sendiri? Jika tuhan memang ada, tidak hanya ia ulung meninggalkan jejak. Lebih dari segalanya, ia ahli menyembunyikan diri. Dan dunia bukanlah sesuatu yang pandai bercerita. Langit masih menjaga rahasia mereka. Tidak banyak desas-desus yang beredar di antara bintang-bintang. Tetapi, belum ada seorang pun yang melupakan Big Bang. Sejak saat itu, keheningan meraja, dan semua yang ada di sana pun bergerak menghindar. Kita masih bisa bertemu dengan sebuah bulan. Atau sebuah komet. Tetapi, jangan mengharapkan sambutan hangat. Undangan berkunjung tidak ditulis di angkasa luar. Pada awalnya terjadilah Big Bang, dan hal itu telah lama sekali terjadi. Ini
hanyalah sebuah pengingat akan adanya pertunjukan tambahan malam ini. Anda masih dapat membeli karcis. Singkatnya, pertunjukan tambahan itu berfokus pada menciptakan pemirsanya sendiri. Walau bagaimanapun, tanpa adanya pemirsa yang memberi tepuk tangan, tidaklah masuk akal untuk menyebut acara tersebut sebagai sebuah pertunjukan. Masih ada tempat duduk yang tersisa. + 7. * 9*10. Sama sekali tidak aneh bahwa Sang Pencipta beristirahat setelah membentuk manusia dari debu dan meniupkan kehidupan ke dalam lubang hidungnya, sehingga menjadikannya makhluk hidup. Yang mengejutkan dari kejadian itu adalah Adam yang sama sekali tidak keheranan. Siapakah yang dapat menikmati pertunjukan kembang api kosmos jika bangku-bangku penonton di langit hanya dipenuhi es dan api? Siapakah yang bisa menduga bahwa amfibi pemberani pertama tidak hanya merangkak satu langkah kecil ke pantai, tetapi juga melakukan satu lompatan raksasa di atas jalan panjang yang mengantarkan primata dapat memandangi panorama evolusi mereka yang membanggakan dari awal jalan yang sama itu? Tepuk tangan bagi Big Bang baru terdengar lima belas miliar tahun setelah ledakan itu terjadi. Tidak bisa disangkal, menciptakan dunia seisinya adalah sebuah prestasi yang patut dikagumi. Walaupun tentu dunia yang mampu menciptakan dirinya sendiri pantas mendapatkan penghargaan lebih besar. Dan sebaliknya: pengalaman menjadi sesuatu yang diciptakan tidak ada artinya dibandingkan perasaan yang meluap-luap karena telah menciptakan diri sendiri dari kehampaan dan berdiri tegak dengan kedua kakinya. Joker merasakan dirinya tumbuh, ia merasakannya pada lengan dan kakinya, ia merasa dirinya bukanlah sesuatu yang hanya ia bayangkan. Ia merasakan mulut manusianya menumbuhkan email dan gading. Ia merasakan ringannya tulang-tulang iga primata di bawah gaun tidurnya, merasakan denyutan teratur yang berdetak dan berdetak, memompa cairan hangat ke dalam tubuhnya sekarang. + 11. 4> 13. Kita melahirkan dan dilahirkan oleh sebuah jiwa yang tak kita kenal. Ketika teka-teki itu berdiri pada kedua kakinya tanpa dapat terpecahkan, itulah giliran kita. Ketika impian mencubit lengannya sendiri tanpa terbangun, itulah kita. Karena kita adalah teka-teki yang tak teterka siapa pun. Kita adalah dongeng yang terperangkap dalam khayalannya sendiri. Kita adalah apa yang terus berjalan tanpa pernah tiba pada pengertian. Joker berjalan di antara para peri dalam penyamaran primata. Ia memerhatikan sepasang tangan yang ganjil, mengusap pipi yang tidak ia kenal, memegang alisnya, dan tahu bahwa di dalamnya terdapat sebuah teka-teki menghantui tentang dirinya, plasma jiwanya, agar-agar dari pengetahuan. Lebih mendekati inti dari hal-hal tidak akan pernah ia capai. Ia memiliki sebuah perasaan samar bahwa tentunya ia adalah sebuah otak yang dicangkokkan. Oleh karenanya, ia tidak lagi merupakan dirinya sendiri. *ŤŚ Sebuah kerinduan menyebar di dunia. Semakin besar dan perkasa sesuatu, semakin tajamlah terasa kebutuhan akan penebusan. Siapakah yang mendengarkan penderitaan sebutir pasir? Siapakah yang memasang telinga untuk menyimak keinginan seekor kutu? Jika tiada satu pun keberadaan, tak seorang pun akan mendambakan apa pun.
? 1. Sesuatu menajamkan telinga dan membuka sebelah mata: naik dari dalam jilatan api, naik dari dalam sup purba yang kental, naik melalui gua-gua labirin, dan naik, naik melintasi ufuk stepa. ? 2. Jalan rahasia itu tidak berputar ke dalam, tapi berputar ke luar, tidak memasuki labirin tapi keluar dari labirin. Keluar, menuju ke atas dari uap hidrogen, belitan yang berputar-putar, dan supernova yang meledak, jalan rahasia itu telah berlalu. Tahap terakhirnya adalah jeratan makromolekul yang dibuat sendiri. ? 3? 4. Seperti kabut sihir, panorama itu muncul, melalui kabut, di atas kabut. Saudara tiri dari Neanderthal yang ternama memegang alisnya karena tahu bahwa di belakang dahi primatanya, melayanglah materi otaknya yang lembut, auto-pilot evolusi, kantung udara festival protein antara khayalan dan materi. Jerat laba-laba rahasia keluarga terentang mulai dari teka-teki mikro di dalam sup purba hingga ikan duri berongga peramal dan amfibi tingkat tinggi. Dengan hati-hati, tongkat estafet telah diteruskan oleh reptilia berdarah panas, prosimian yang piawai berakrobat, dan kera mirip manusia yang muram. Apakah persepsi diri secara laten telah tersembunyi jauh di dalam otak sang reptilia? Tidak pernahkah ada di antara makhluk-makhluk eksentrik mirip manusia yang mendapatkan firasat membuai tentang master plan itu sendiri? ? 5. ? 6. Sang vertebrata tiba-tiba menoleh ke belakang dan melihat ekor penuh misteri milik sanak saudaranya dalam perenungannya tentang malam tahun-tahun cahaya yang telah berlalu. Barulah sekarang jalan rahasia itu mencapai titik akhir. Dan akhir itu adalah kesadaran tentang perjalanan panjang menuju titik akhir itu sendiri. Yang dapat ia lakukan hanyalah bertepuk tangan: ujung-ujung yang disimpannya bagi para ahli waris spesiesnya. ? 7. ? 8— Dari ikan dan reptil serta tikus-tikus kecil yang manis, sang primata yang modis mendapat warisan sepasang mata yang bagus dengan pandangan meneropong. Para ahli waris dari ikan duri berongga ini mempelajari lintasan-lintasan galaksi di angkasa, dan tahu bahwa diperlukan beberapa miliar tahun untuk menyempurnakan penglihatan mereka. Lensa-lensa mereka dipoles dengan makromolekul. Pandangan mereka difokuskan dengan protein dan asam-asam amino yang sangat terintegrasi. Terobosan itu muncul dalam arena sirkus otak sang tetrapoda. Di sinilah kemenangan-kemenangan terbaru spesies itu diumumkan. Di dalam sel-sel saraf milik vertebrata hangat itu, sumbat botol sampanye yang pertama terbuka. Primata postmodern akhirnya mencapai wawasan menyeluruh. Dan mereka tak takut: alam semesta memandang dirinya sendiri dalam sudut pandang yang lebar. Sang gajah tentulah merasa malu, betapa nenek moyangnya tiba-tiba berbelok ke sebuah gang buntu tak berujung. Jauh lebih terhormat sang prosimian (primata purbakala). Mungkin ia memang tampak menggelikan, tetapi setidaknya kemampuannya mencari arah dapat diandalkan. Tidak semua jalan menuju sang Joker. ? 9.
Di dalam bola mata, terjadi benturan antara penciptaan dan cerminan. Bola penglihatan dua-arah adalah pintu berputar ajaib tempat jiwa pencipta bertemu dirinya sendiri di dalam jiwa ciptaan. Sang mata yang meneliti alam semesta adalah mata alam semesta itu sendiri. ? 10. Para peri bukanlah virtual, melainkan vertebrata. Mereka adalah telur ikan, kecebong, keturunan reptil yang termutasi. Para peri adalah vertebrata berjari lima, pewaris sah dari tikus-tikus purba, primata tak berekor yang merambat turun dari pohon, mewakili dentuman terpendam genderang purba. ? 11. ? 12. Pada saat ini, planet hidup ini diperintah oleh beberapa miliar hiperindividu mamalia-master. Mereka semua berasal dari teluk yang sama dan dari perut ikan duri berongga yang sama. Tidak pernah ada dua orang dari mereka yang persis sama. Dua orang peri tidak pernah berakhir di planet yang persis sama. Para peri tidak datang dari luar, tapi dari dalam. Mereka adalah jaring labalaba yang mendapatkan inspirasi mikro dari laba-laba DNA yang riang. Para peri bukanlah sosok-sosok bayangan di dinding gua. Mereka adalah koloni sel yang terlalu terdiferensiasi. Mereka bukanlah fantasi. Tetapi, mereka adalah dongeng, sepenuhnya dongeng. ? 13. Joker berdiri di ujung jalan rahasia. Ia tahu bahwa dirinya membawa sebuah muatan kuno, bukan di dalam kotak dan karung, melainkan di dalam setiap sel di dalam tubuhnya. Ia melihat betapa Bumi terus mengembangkan pahatan DNA-nya yang sangat rumit mengikuti ukuran-ukuran yang mendapatkan inspirasi mikro dari dalam. Siapakah gajah tahun ini? Di manakah burung unta tahun ini? Siapakah, pada saat ini, yang merupakan primata paling terkenal? Ľ 1 V 2. Para peri selalu lebih bersemangat hidup daripada waras, lebih fantastis daripada dapat dipercaya, lebih misterius daripada yang dapat disadari pemahaman minim mereka. Seperti lebah-lebah pusing yang berdengung dari satu bunga ke bunga lain di siang hari yang mengantuk di bulan Agustus, para peri musim itu tetap tinggal dalam habitat urban mereka di langit. Hanya Jokerlah yang mampu membebaskan diri. Kini, para peri itu berada dalam dongeng, tetapi mereka tidak menyadarinya. Apakah dongeng benar-benar akan menjadi dongeng jika ia tidak bisa melihat dirinya sendiri? Apakah kehidupan sehari-hari akan menjadi keajaiban jika ia terus-menerus berkeliling untuk menjelaskan dirinya sendiri? Ľ 3. Para peri mengarahkan teleskop radio mereka kepada kabut-kabut di kejauhan di perbatasan-dongeng yang tertutup. Tetapi, keajaiban itu tidak dapat dipahami dari dalam, dan para peri itu adalah orang-orang dalam. Para peri hidup di dalam dunia mereka. Mereka terkungkung oleh beban ontologis teka-teki ini. Mereka adalah apa yang ada, dan karena itu mereka tak mendapat pemahaman, hanya perluasan dan kelanjutan. Ľ 4.
Pada ketinggian empat puluh ribu kaki, sepupu kelima para ikan duduk dengan mapan, mengintip lampu-lampu dari rumah-rumah Hansel dan Gretel di bawah. Bahkan jika listrik mati, masih ada yang keluar masuk di bawah sana dalam remangremang. Bahkan jika semua bola lampu putus, sebuah aura masih akan muncul dari tanah. Ľ 5— Suatu dini hari di Dunia Peri, dan masih setengah gelap, walaupun seratus ribu cahaya dari dalam menyala dengan api kecil sebelum bola-bola lampu listrik dinyalakan. Para peri telah mulai terbangun dari mimpi mereka yang lembam, tetapi sel-sel otak mereka masih saling memutar film satu sama lain. Film tersebut duduk di bioskop dan menyaksikan dirinya sendiri di layar. Ľ 6. Para peri mencoba memikirkan beberapa gagasan yang sulit sekali dibayangkan bahwa mereka tidak bisa memikirkannya. Namun, mereka memang tidak bisa. Gambargambar di layar tidak melompat keluar ke dalam bioskop dan menyerang proyektornya. Hanya Joker yang menemukan jalan menuju barisan kursi-kursi. V 7. Para peri memainkan peranan yang merupakan hasil improvisasi bebas di teater kebudayaan yang ajaib. Mereka semua begitu terhanyut dalam peran mereka sehingga pertunjukan itu tidak pernah memiliki pemirsa. Tidak ada orang luar, tidak ada pandangan yang netral. Hanya Jokerlah yang mundur selangkah dan merenungkan pertunjukan itu. V 8. Ibu peri berdiri di hadapan cermin sambil memeriksa rambut pirang yang tergerai melewati bahunya yang ramping. Ia pikir, dirinyalah primata betina tercantik di dunia. Anak-anak peri merangkak di lantai, tangan mereka penuh dengan balokbalok plastik kecil berwarna-warni. Ayah peri berbaring di atas sofa, kepalanya tersembunyi di balik selembar surat kabar merah jambu. Ia pikir, kehidupan sehari-hari selalu memuaskan. V 9— Bereoneon setelah matahari berubah menjadi sebuah raksasa merah, terkadang sinyal radio masih dapat ditangkap dalam kabut bintang. Apakah engkau sudah berpakaian, Antonio? Ayo datang ke Ibu sekarang juga! Sekarang tinggal empat minggu lagi sebelum Natal. V 10. Dalam kegelapan perut yang membesar, selalu ada beberapa juta kepompong kesadaran dunia baru yang berenang-renang. Para peri yang tak berdaya itu ditekan keluar satu demi satu setelah mereka matang dan siap untuk bernapas. Setelah itu, mereka tidak dapat menerima makanan apa pun selain susu peri manis yang mengalir dari sepasang kuncup lembut daging peri. v 11. Balita-manis yang mengenakan baju bayi biru itu tampak cukup enak untuk dimakan. Ibu peri memerhatikannya berayun maju dan mundur di atas sebuah papan yang diikat dengan dua buah tali kokoh dan dipasang pada sebuah dahan pohon pir besar. Oleh karenanya, ia mengamati percikan siang ini dari api unggun besar yang ajaib itu. Ia mempelajari segalanya yang ada di dalam kebun kecil itu, tetapi tidak dapat melihat sinar menyilaukan yang menyatukan semua kebun menjadi satu. V 12.
Ratu Hati adalah bunga bagi dirinya sendiri. Jika ia ingin menghias ruang tamunya atau bertemu dengan kekasihnya, ia pun memetik dirinya sendiri. Sungguh suatu keunikan, ia tahu bahwa ia adalah jenis yang langka. Bunga-bunga tulip pun berlomba-lomba untuk melakukan hal yang sama. Bunga-bunga aster menatapnya dengan iri. Bunga-bunga lili mengangguk dengan hormat. Ľ13 Ketika kita mati saat adegan-adegan telah terekam dalam pita seluloid dan dekor telah dilepas dan dibakar kita adalah arwah dalam ingatan keturunan kita. Kemudian kita adalah hantu, Sayangku, kemudian kita adalah mitos. Tetapi, kita masih bersama, kita masih merupakan masa lalu yang bersama, kita adalah masa lalu yang jauh. Di balik kubah masa lalu yang misterius, aku masih mendengar suaramu. * 1. Joker menyelinap dengan gelisah di antara para peri bagaikan seorang mata-mata dalam dongeng itu. Ia telah mengambil kesimpulan, tetapi tidak dapat melaporkannya kepada siapa pun. Hanya Jokerlah yang ia lihat. Hanya Joker yang melihat siapa dirinya. *2. Apakah yang dipikirkan para peri saat mereka terbebas dari rahasia tidur dan tiba dengan bentuk utuh pada suatu hari baru? Apa yang dikatakan statistik? Inilah pertanyaan Joker. Ia selalu terlompat dengan kekaguman yang sama setiap kali keajaiban kecil ini terjadi. Ia terperangkap oleh hal ini sama seperti salah satu permainan sulapnya sendiri. Ini adalah caranya untuk merayakan dimulainya penciptaan. Ini adalah cara dirinya menyambut diciptakannya fajar pagi ini. * Joker terbangun dari mimpi-mimpi tak terbelenggu untuk menghadapi kulit dan tulang. Ia bergegas memetik buah-buah beri malam sebelum siang hari menyebabkan mereka terlalu masak. Sekarang atau tidak akan pernah sama sekali. Sekarang, atau tidak akan pernah lagi. Joker menyadari bahwa ia tidak akan pernah bangun dari tempat tidur yang sama dua kali. *4. Joker adalah sebuah boneka mekanik yang lepas berkeping-keping setiap malam. Ketika terbangun, ia mengumpulkan lengan dan kakinya dan menyusunnya kembali sehingga boneka itu kembali seperti kemarin. Berapa buah lengankah yang ada? Berapa buah kaki? Dan kemudian ada pula kepala, dengan sepasang mata dan telinga. Baru setelah itulah ia bisa bangun. * 5 Ia merasa melayang di ruang yang kosong. Ia tidak bisa terus-menerus seperti ini. Tidakkah setiap orang layak untuk maju selangkah? Joker melakukan beberapa gerakan menantang di cermin kamar, berusaha untuk menyingkirkan tatapan tajam dari hantu dirinya. Tetapi, segalanya memang demikian adanya. Ia menggeretakkan giginya, mencubit dirinya dalam keajaiban itu. * 7. *8 Joker begitu dipenuhi asumsi sehingga pada suatu saat yang memusingkan, ia merasa sangat kuat. Menurutnya, berapa generasi telah berlalu sejak pembelahan sel yang pertama itu? Berapa banyak kelahiran yang dapat ia hitung sejak mamalia
yang pertama? Inilah saatnya untuk angka-angka besar. Bukankah ia telah setengah jalan untuk mempersiapkan renungan pagi ini ketika ikan berparu-paru yang pertama keluar dari permukaan air? Kemudian, sekonyong-konyong, badut mungil itu merasa muak terhadap kefanaannya. Ia memang memiliki latar belakang yang kaya. Tetapi, ia tidak memiliki masa depan. Ia memang kaya akan masa lalu. Tetapi, tidak memiliki apa-apa di kemudian hari. Tiba-tiba ia telah duduk di atas pelana sebuah perjalanan terkutuk, dari alfa menuju omega. Ia tidak ingat pernah menaikinya, tetapi kini ia merasakan kuda liar keberadaan berpacu di bawahnya, dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan misterius menuju sebuah pemberhentian yang tergesa-gesa. Joker terbangun di dalam sebuah hard disk organik yang tergolek di atas bantal. Ia merasakan dirinya berusaha merangkak mencapai pantai sebuah hari baru, beranjak keluar dari sebuah arus panas halusinasi yang hanya mampu dicernanya sebagian. Tenaga nuklir apakah yang telah membakar otak para peri? Apakah yang menyebabkan kembang api kesadaran berdesis? Tenaga atom apakah yang mengikat sel-sel otak jiwa menjadi satu? Joker adalah seorang malaikat yang tengah menderita. Adalah sebuah kesalahpahaman yang fatal yang menyebabkannya mengenakan tubuh dari darah dan daging. Ia ingin hidup sebagai seorang primata hanya selama beberapa detik kosmos, tetapi ia telah mencopot tangga surga di belakang punggungnya. Jika tidak ada yang menjemputnya sekarang, jam biologisnya akan berdetak semakin cepat dan lebih cepat, dan terlambatlah untuk kembali ke surga. *10. Pintu keluar dari dongeng terbuka lebar. Seseorang harus melaporkan hal itu, tentu saja, tetapi tidak ada yang berwenang untuk dilapori. Joker terseret tanpa ampun ke arah angin dingin dari segala sesuatu yang tidak ada di luar sana. Ia menyeka setitik air mata. Tidak, kini ia benar-benar menangis. Maka, sang badut yang cekatan itu pun mengucapkan selamat tinggal dengan sedih. Ia tahu tidak bisa melakukan tawar-menawar. Ia tahu bahwa dunia tidak akan kembali. ? n. Joker hanya setengah berada dalam dunia para peri. Ia tahu ia akan pergi, maka ia tunaikan kewajibannya. Ia tahu ia akan pergi, maka ia sudah setengah-pergi. Ia telah muncul dari segala yang ada dan akan pergi ke Ketiadaan. Begitu tiba, ia bahkan tidak akan dapat bermimpi untuk pulang. Ia menuju dunia yang di sana bahkan tidak ada tidur. *12. Semakin dekat Joker dengan ketiadaan abadi, semakin jelas pula ia melihat sang hewan yang menemuinya dalam cermin setiap kali ia bangun menghadapi hari baru. Ia tidak dapat menemukan kedamaian dalam tatapan memelas seorang primata yang berduka. Ia melihat seekor ikan yang tersihir, seekor katak yang telah bermetamorfosis, seekor kadal yang berubah bentuk. Ini adalah akhir dunia, pikirnya. Di sinilah perjalanan panjang evolusi terhenti mendadak. ? 13. Diperlukan waktu bermiliar-miliar tahun untuk menciptakan seorang manusia. Dan diperlukan hanya beberapa detik untuk mati. Novel-Novel yang Tak Kalah Menarik Karya Jostein Gaarder “Kata banyak orang, filsafat itu sulit. Siapa bilang? Bacalah Dunia Sophie ini, dan Anda akan tahu, filsafat itu amat mudah dipahami.” Dr. Sindhunata Sophie, seorang pelajar sekolah menengah, mendapat sebuah surat misterius yang hanya berisikan satu pertanyaan: ” Siapa kamu?” Belum habis keheranannya, pada
hari yang sama, dia mendapat surat lain yang bertanya: ” Dari manakah datangnya dunia?” Seakan tersentak dari rutinitas hidup sehari-hari, surat-surat itu membuat Sophie mulai mempertanyakan soal-soal mendasar yang tak pernah dipikirkannya selama ini. Dia mulai belajar filsafat. Pada usianya yang kelima belas tahun, Georg Roed menerima sebuah surat dari mendiang ayahnya. Dia tak habis pikir mengapa sang ayah, di kala menjelang wafat, memutuskan untuk menuliskan kisah cintanya dengan seorang gadis misterius. Si Gadis Jeruk, demikian dia menyebutnya. Seiring Georg membaca surat itu, dia dituntun untuk menjelajahi alam semesta dan akhirnya mampu menjawab sebuah pertanyaan yang amat penting yang diajukan ayahnya. Novel ini akan mempertemukan Anda dengan Petter ” si Laba-Laba”, tokoh ciptaan Gaarder yang paling membuat penasaran setelah Sophie dari Dunia Sophie. Sejak kecil, Petter tak berkawan dan lebih suka menyendiri di dalam dunia yang dia ciptakan. Dia terobsesi dengan cerita-cerita, terutama dengan cerita Panina Manina sang Putri Sirkus yang dikarangnya sendiri. Namun, dia tak mau memublikasikan cerita-ceritanya. Petter memilih menjadi ” Penjual Dongeng” yang memberikan gagasan-gagasan cerita untuk para penulis terkenal. Dua saudara sepupu, Berit dan Nils, tinggal di kota yang berbeda. Untuk berhubungan, kedua remaja ini membuat sebuah buku-surat yang mereka tulisi dan saling kirimkan di antara mereka. Anehnya, ada seorang wanita misterius, Bibbi Bokken, yang mengincar buku surat itu. Bersama komplotannya, tampaknya Bibbi menjalankan sebuah rencana rahasia atas diri Berit dan Nils. Rencana itu berhubungan dengan sebuah perpustakaan ajaib dan konspirasi dalam dunia perbukuan. Berit dan Nils tidak gentar, bahkan bertekad mengungkap misteri ini dan menemukan Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken. Dalam petualangan keduanya, kita akan mendapatkan banyak pengetahuan tentang dunia perbukuan. JOSTEIN GAARDER Sebelum menjadi penulis profesional, Jostein Gaarder adalah seorang guru filsafat di sekolah menengah. Kecintaannya pada filsafat membuatnya mulai menulis buku-buku filsafat dalam gaya yang populer. Pada 1991. tanpa disangkasangka novel filsafatnya. Dunia Sophie (Mizan, 1996), menjadi bestseller internasional dan pada 1995 menjadi novel terlaris di dunia. Sejak kesuksesannya itu, Gaarder beralih profesi menjadi penulis profesional. Selain menulis, Gaarder giat mengampanyekan upaya mewujudkan masa depan yang berkelanjutan melalui Sofie Foundation yang didanainyadari royalti Dunia Sophie. Kini Gaarder tinggal di Oslo,Norwegia,bersama istrinya.Siri. “Berani dan imajinatif.” Waterstones Quarterly “Anda akan selalu menemukan kejutan setiap kali membaca buku Jostein Gaarder, Maya tidak terkecuali. Sebuah novel yang filosofis, misterius, dan mengejutkan. Sungguh memikat.” Bookcrossing