Jurnalis dan Blogger dengan Artikelnya yang Merupakan Ekspresinya Oleh : Subagyo Senin, 14 September 2015 17:08
KOPI- Saya risih, terhadap pendapat yang menyatakan bahwa membuat blog di media eletronik, dengan diberdayakan oleh Google, atau yang lain adalah cara cepat untuk mulai jadi jurnalis yang unggul atau penulis yang berhasil seperti Hirata.
Terus terang saja, saya menggemari menulis di blog saya di www.idesubagyo.blogspot.com, karena sepenuhnya saya memperoleh kebebasan, menuliskan apa saja. Memang sebagai orang yang tidak praktis, tidak pragmatis, terutama dalam mencari nafkah, saya lebih banyak menjadi pemimpi, untuk mempunyai masyarakat yang lebih baik. Saya tulis semua semua yang ada di benak saya, hanya dengan satu tujuan saja semoga masyarakat saya, masyarakat Bangsa Indonesia menjadi lebih cerdas lebih menguasai wataknya yang sebenarnya yaitu rakhman dan rakhim, yang berarti berbagi kebaikan dengan seluruh makhluk Allah di Bumi. Saya berusaha menulis di Blog di ide subagyo blogspot.com. jeritan teriakan yang orisinil dari lubuk hati saya sendiri, demi kebaikan semua. Keberpihakan saya jelas kepada rakyat yang menderita paling berat, selama Indonesia merdeka ini.
Syarat utama berkreasi menulis blog, menurut pendapat saya adalah satu hal yakni : “Erudite’. Apa itu ‘Erudite’ ?.
Dalam bahasa Inggris, Rusia, Polandia ”erudite” = terpelajar plus, artinya buanyaaak baca, baca lagi dan baca lagi alias Iqra atau bacalah.
Dalam lakon buku best seller “Divergent’ , disebut kata ini yakni ‘Erudite’. Pada hemat saya, ‘Erudite’ ini satu satunya alat yang perlu untuk menulis artikel di blog, dengan leluasa.
Semua ingatan saya dari hasil jadi kutu buku yang telah saya runut dari SD klas 4 bingga mataku sudah tidak bisa lagi membaca buku cetakan biasa pada umurku kini 78 tahun, melainkan huruf yang sengaja saya besarkan dengan zoom di layar monitor computerku.
Semua dari ingatan saya, alhamdulillah belum dicabut oleh Allah Subhanna Hu Wa Ta A'laa dari saya.
1/5
Jurnalis dan Blogger dengan Artikelnya yang Merupakan Ekspresinya Oleh : Subagyo Senin, 14 September 2015 17:08
Waktu menulisnya- pun saya selalu bisa check kebenaran angka satuan data, tanggal dan tahun yang menyangkut hal hal dalam artikel yang saya tulis, ejaan yang benar, artikel artikel dengan kata kunci yang saya gali dari imaginasi saya, memerlukan kesabaran untuk mengganti- ganti model pertanyaan di box google, yang cuma mesin penjawab pertanyaan, cara ini nyaris tidak mungkin ditemukan di arsip perpustakaan manapun dengan cepat, melainkan di google dengan cepat dan gampang.
Saya menikmati kebebasan berekspresi di blog saya dan menikmati keberanian menulis artikel artikel karena saya selalu bisa check kembali dari artikel lain dari sesama blogger dan artikel lain maupun berita di google dengan kata kunci yang cocok. Selanjutnya saya selalu mengharapkan tanggapan dari pembaca saya yang sayang-nya jarang sekali ada.
Selanjutnya saya melengkapi originalitas tulisan saya dengan pemikiran segar bukan copy paste atau nyontek, yang saya perlukan untuk artikel dengan harapan bisa menarik minat pembaca, dengan pengetahuan alam yang sudah tersifat polanya, juga makhluk hidup, sejarah masyarakat manusia yang juga sudah tersifat polanya, juga perkembangan sifat individu yang tersifat polanya, ini arti sebenarnya dari dialektika, sedikit sekali bisa meleset.
Bung Karno selalu mengingatkan kita, alat inilah pisau yang paling tajam buat membedah gejala alam , latar belakang fakta fakta dalam pengetahuan biology, sociology, sejarah. dan pschychology, Yaitu Dialektika alam matter-energy, dialektika Sejarah manusia dan sociology, maupun pschychology .
Dialetika alam benda telah dikenal oleh kebudayaan kebudayaan kuno sangat lama menjadi dasar pemikiran mereka, seperti ‘im’ dan ‘yang’, ‘karmapala’, ‘ keharusan dan kebetulan’ dan lain lain gejala alam, sedikit demi sdikit hingga terkmpul, ribuan tahun dan menjadi seperti yang kita kenal sekarang, jadi bukan hanya milik kalangan tertentu saja. Pernah ada prasangka pada jaman dahulu bahwa metoda dialektika alam itu anti Tuhan, atheis, anti pengakuan adanya alam gaib, malah sebetulnya metoda ini membenarkan ada pasangan alam nyata kita ini dengan alam gaib, sebagai keharusan ‘positip’ dan ‘negatip’.
Allah Maha Tunggal, tidak ada yang menyamai, tidak beranak dan diperanakkan, tidak bisa diperkirakan, adalah konsekwensi dari adanya alam kita, yang beraneka ragam sendiri sendiri. Allah pasti ada sebagai penciptanya.
2/5
Jurnalis dan Blogger dengan Artikelnya yang Merupakan Ekspresinya Oleh : Subagyo Senin, 14 September 2015 17:08
Bila masyarakat kurang cerdas, inilah mengapa para filsuf ilmuwan seolah selalu jadi ‘musuh’ Agama. Sebut saja Galileo Galilei sampai dihukum, ya kena apa Socrates sampai harus minum racun ?
Sebaliknya bila metoda ini dimiliki oleh orang yang mau berfikir, maka akan menimbulkan iman yang kokoh tahan banting kepada Sang Khalik, Sang Ahad Yang Maha Tunggal. Penuh keikhlasan tanpa ada keinginan yang musykil.
Jadi pembaca bertambah wawasan dan ndak perlu setuju, hanya perlu tulus sejujurnya bagaimana dia menerima maksud artikel itu, ndak perlu ngomong.
Misal, kemarin tg 12/9/2015 satu crane berat roboh melanda wilayah dekat masjidil Haram Mekah, jama’ah yang luka luka dan mati ratusan, oleh terjangan hujan es dan badai gurun. BMKG Saudi Arabia sudah tahu, sebab sudah diperingatkan oleh bandara-bandara mereka yang sangat sibuk.
Menurut Dialektika Alam di lokasi dimana kondisi iklimnya sangat ekstrim, seperti di kutub kutub bumi dan di padang pasir yang sangat panas, bisa terjadi kebalikannya yang juga sangat ekstrim, malah hujan es dari awan cyrus stratus yan sangat tinggi.
Jadi bukan oleh kemurkaan Allah, meskipun banyak alasan untuk mengira demikian, jadi kaum muslimin dan muslimat yang sedang di Masjidil Haram bisa lebih tawakkal, tidak su’udhlon atau sombong dengan tekhnology yang mereka punya.
Di kutub bumi pun demikian bisa sangat tenang membeku lama, mendadak ada blizzard badai es yang sangat dahsyat.
Jurnalisme yang panji-panjinya berkibar dalam karyanya yang disajikan kepada masyarakat yaitu 5W+IH. Yang menjadikan berita itu menarik dan obyektip (what, who, when, where, why dan how). Bagusnya bagi wartawan/wartawati, tidak perlu menerangkan seluk beluk yang mereka tulis sebagai berita. Umpama : “Kemarin, ada satu orang meninggal di desa A, kecamatan B, karena keracunan pestisida , dia mati dalam keadaan muntah muntah dan
3/5
Jurnalis dan Blogger dengan Artikelnya yang Merupakan Ekspresinya Oleh : Subagyo Senin, 14 September 2015 17:08
mulutnya berbuih, petugas puskesmas Ibu E, tidak mendapatkan kemasan asli dari pestisida itu.
Si jurnalis tidak perlu tahu pestisida itu golongan pestisdai apa, korban keracunan bekerja dengan alat pelindung apa tidak, tanaman yang diperlakukan tanaman apa, hama, peyakit tenaman atau gulma apa yang diberantas itu? Kena apa ibu E mencari kemasan asli racun itu. Atau: Kemarin ada kecelakaan tunggal dengan korban mati satu dan luka parah dua orang, truck dengan No VT 1234 DE itu nampaknya remnya blong dan menabrak pohon peneduh jalan Jendral A Yani hingga roboh.
Tidak usah repot mencari tahu minyak rem nya pernah diganti apa tidak, tidak usah tahu minyak remnya DOT berapa yang dipakai. Sebenarnya setiap truck muatan berat harus memakai minjak rem DOT 4 dan secara periodic diganti, minyak rem tidak boleh disimpan bila tutup botolnya tidak rapat atau kotor.
Sebab minyak rem ini hygroscopic, dan dalam waktu lama, bisa banyak menyerap air dan menjadikan tekanan hidroliknya tidak jalan, sewaktu dipakai ngerem lama karena panas, air yang dikandung menguap, sehingga minyak rem kehilangan fungsinya.
Jadi bukan kejadiannya, tapi mestinya pelajaran apa yang harus ditarik oleh para masyarakat sopir itu ? Sebenarnya, harus ada pelajaran apa atau hikmah apa yang harus dipetik masyarakat dalam membaca berita para Jurnalis. Kenyataannya junalisme professional itu begitu.
Hanya redaktur yang bermutu saja bisa lebih dari itu. Sebaliknya blogger itu bukan menyediakan berita tapi lebih banyak uneg-uneg yang buntu, jadi harus menarik perhatian karena nasib sama dengan pembaca tapi dengan kata-kata yang ekspresive, atau sindiran yang berbahaya – bisa kena UU ITE.
Jadi yang aman adalah fakta dan analisa yang jitu – untuk itu diperlukan “Erudite” dari penulis blog. Jadi antara jurnalis dan penulis blog sebenarnya saling mengisi demi kemaslahatan umat.(*)
4/5
Jurnalis dan Blogger dengan Artikelnya yang Merupakan Ekspresinya Oleh : Subagyo Senin, 14 September 2015 17:08
Oleh : Ir. Subagyo, M.Sc, blogger di www.idesubagyo.blogspot.com, anggota PPWI, umur sekarang 78 tahun.
5/5