BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang Siapakah saya? Apa potensi saya? Apa tujuan yang ingin saya capai di
masa depan? Apa peranan saya bagi dunia? Mungkin pertanyaan-pertanyaannya tersebut merupakan pertanyaan yang sering dipertanyakan seseorang yang telah beranjak remaja. Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional. Dikatakan sebagai masa transisi karena sudah tidak pantas disebut sebagai anak-anak namun belum pantas untuk disebut dewasa. Pada masa ini, remaja memiliki banyak pilihan dimana mereka dituntut untuk menentukan pilihan apa yang akan mereka pilih. Remaja bingung untuk menentukkan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya. Masa remaja juga disebut sebagai masa mencoba-coba. Remaja cenderung mencoba hal-hal baru yang belum pernah mereka alami serta cenderung memiliki resiko yang besar. Kecenderungan ini membuat remaja kurang waspada dalam bertingkah laku, sehingga mereka sering bertindak ceroboh dan tidak mempertimbangkan dengan baik akibat perilakunya. Oleh karena itu, remaja menjadi rentan terhadap dampak perilaku mereka sendiri (Geldard & Geldard, 2000). Pembentukan identitas terjadi berdasarkan proses eksplorasi (krisis) dan komitmen yang diterapkan nilai-nilai, keyakinan dan tujuan dalam berbagai domain kehidupan. Remaja akan mengeksplorasi banyak peran-peran dan kepribadian yang berbeda-beda.
Pengalaman-pengalaman
yang
dimiliki
remaja
selama
mengeksplorasi banyak peran menjadikan remaja berpikir untuk dapat menentukan
sikap yang tepat dalam memilih keyakinan untuk dapat menjelaskan siapa dirinya. Di tahap ini remaja berada pada tahap krisis identitas. Krisis artinya remaja aktif melibatkan diri dalam memilih hampir semua alternatif pilihan yang ada. Pencapaian identitas di masa remaja sangat penting sebagai langkah awal dalam proses menjadi individu dewasa yang bertanggung jawab terhadap semua perilakunya sendiri. Identitas diri pada remaja merupakan penjelasan mengenai diri remaja itu sendiri yang menyangkut konsep diri, pekerjaan, dan perannya di masyarakat. Remaja ingin menjadi orang yang berarti dan mendapatkan pengakuan. Remaja juga ingin menjadi pribadi yang unik dari orang lain sehingga membedakan dirinya dengan orang lain. Mayoritas remaja di Indonesia masih tinggal bersama dengan orangtuanya. Kalaupun remaja menempuh pendidikan di luar kota atau di luar negeri, mereka masih bergantung hidup dengan orangtuanya. Biasanya remaja belum bekerja sehingga belum mampu mandiri untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu orangtua berperan penting bagi remaja dalam berperilaku. Remaja lahir dalam pemeliharaan orangtua dan dibesarkan dalam keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan berinteraksi dengan orang lain diluar keluarganya. Dalam keluarga seharusnya terbentuk interaksi yang intim antara anak dan orangtua. Interaksi dengan orang tua sudah terbentuk di pikiran dan tingkah laku sejak masih anak-anak. Hubungan dan interaksi yang baik antara orang tua dan remaja diwujudkan dalam proses pengasuhan, cara-cara yang dipilih dan dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh anak. Orangtua berperan sebagai pengasuh, pembimbing dan pendidik. Sehingga keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, etika, agama, moral,
sosial dan pendidikan anak yang dapat menjadi bekal yang kuat untuk menjadi individu yang berhasil. Sebagian besar remaja menjadikan orangtua sebagai panutan karena mereka menganggap bahwa orangtua telah mengalami masa seperti dirinya. Komitmen yang dipilih remaja banyak dipengaruhi oleh nilai yang diajarkan oleh orang tua sejak masa kanak-kanak, oleh karena orang tua menjadi faktor penting bagi remaja untuk mencapai identitas diri. Remaja yang memiliki keluarga yang berfungsi dengan baik tetap menggunakan orangtuanya sebagai dasar yang aman dimana mereka dapat meneruskan penguasaan mereka di bidang pendidikan, pekerjaan, dan sosial serta kesempatan-kesempatan lainnya (Hurlock, 1991). Menurut Handayani (2000), salah satu ciri yang muncul pada masa remaja adalah remaja mulai mempersepsi dirinya, yaitu mengarahkan perhatian serta minatnya kepada dirinya sendiri lebih mendalam. Dacey dan Kenny (1997) menjelaskan bahwa kemampuan individu untuk mengatasi masalah dapat menentukan langkah yang dipilih remaja ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Pada dasarnya masa remaja dipengaruhi oleh pengalaman masa kanakkanak, dan kedekatan dengan orang tua di masa kanak-kanak merupakan faktor yang sangat berguna bagi remaja untuk dapat bertahan dalam kehidupannya di tengah masyarakat (Bowlby, 1969). Bernard & Marcia (Santrock, 2003) menghubungkan antara perkembangan identitas dengan pola pengasuhan dari orang tua, remaja yang memiliki orang tua yang demokratis, yaitu yang mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam membuat suatu keputusan keluarga, akan lebih cepat mencapai identitas diri. Orang tua yang
otokratis, yang mengontrol tingkah laku remaja tanpa memberi suatu kesempatan untuk mengekspresikan pendapat, mendorong terjadinya identitas foreclosure pada remaja. Orang tua yang permisif, yang memberikan remaja membuat keputusannya sendiri, mendorong terjadinya kebingungan akan identitas diri pada remaja. Oleh sebab itu praktik pengasuhan orang tua yang berbeda menimbulkan pencapaian identitas diri yang berbeda pula pada setiap remaja. Penelitian di atas merupakan penelitian di kultur Barat. Dalam penelitian yang akan peneliti lakukan adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan identitas diri pada remaja akhir di kultur Timur. Dalam penelitian ini, yang diteliti adalah mahasiswa yang kuliah di Jakarta. Stuart Hauser dan koleganya (Hauser & Bowlds, 1990; Hauser dkk, 1984) menemukan proses dalam keluarga yang dapat membantu perkembangan identitas. Orang tua yang menggunakan perilaku yang mendorong (enabling) (seperti memberikan penjelasan, penerimaan, dan empati) akan lebih memfasilitasi perkembangan identitas remaja dibandingkan dengan orang tua yang menggunakan perilaku yang membatasi (constraining) (seperti menghakimi dan meremehkan). Gaya interaksi dalam keluarga yang memberikan remaja hak untuk bertanya dan tambil
beda
dalam
konteks
yang
mendukung
dan
bersifat
mutual
akan
menumbuhkan pola perkembangan identitas yang sehat (Harter, 1990, 1999).
1.2.
Rumusan masalah Tipe pola asuh setiap orangtua dalam mengasuh anaknya pasti berbeda-
beda. Pola asuh yang berbeda dapat menyebabkan pecapaian identitas yang berbeda pada remaja. Ada beberapa remaja akhir yang masih bingung mengenai masa depannya.
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ‘Apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan identitas diri pada remaja akhir?’
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini: 1. Untuk mengetahui hubungan variasi pola asuh orangtua terhadap identitas diri remaja. 2. Untuk
mengetahui
kecenderungan
pola
pengasuhan
orang
tua
dalam
pencapaian identitas diri remaja
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan menambah wawasan serta pengetahuan dalam perkembangan ilmu psikologi di Indonesia, khususnya pada psikologi perkembangan dan memberi gambaran mengenai hubungan pola asuh orangtua dan identitas diri remaja akhir. 2. Segi Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan bahan pengetahuan dan pertimbangan khususnya bagi orang tua dalam mengasuh dan menuntun remaja dalam proses pencapaian identitas diri.