Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN (Ability of Imported FH Bulls in Transmitting Milk Yield Trait to Their Female Offspring at BBPTU Baturraden) Yustisi IR1, Jakaria1, Anggraeni A2 1
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan-Institut Pertanian Bogor 2 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor
ABSTRACT To increase milk production of domestic Holstein Friesian (HF) cattle, Indonesia still imported HF superior bulls as sources of material for genetic improvement by the use of their frozen semen in artificial insemination (AI) mating. These imported HF bulls needed to be evaluated on their effectiveness in transmitting milk yield trait to their offspring to minimize genetic and environmental factors. Evaluation on the ability of imported HF bulls in transmitting milk yield trait to their offspring was done at National Dairy Cattle Breeding Station of BBPTU Baturraden, Purwokerto. Data used were identity of imported HF bulls and productivity of their female offspring, for reproduction, and milk production at 1st lactation during the years of 2005-2011. Heritability of the 1st lactation milk yield was estimated by a paternal half sib correlation for unequal number of offspring. Genetic superiority of bulls was evaluated by Contemporary Comparison (CC) method. Total number of imported HF bulls used in AI mating were 83 heads. These bulls produced 176 heads of daughters at 1st lactation. The averages of 1st lactation milk yield of HF heifers by years from 2005/06 to 2010/11, were successively: 4,595; 3,765; 3,760; 2,928; 3,266 and 2527 kg. Heritability was estimated for h2 = 0.30 ± 0.40. Evaluation of the values of CC (83 bulls) continued by Relative Breeding Value (RBV) (80 bulls) positioned them at positive values by 97.59%, while the rest were at negative values (2.4%). For the 20% best imported HF bulls had RBVs from 219.86 to 127.01. Key Words: HF Cattle, Progeny Test, Milk Yield ABSTRAK Untuk meningkatkan produksi susu sapi perah di dalam negeri, Indonesia masih perlu mengimpor pejantan Frisien Holstein unggul sebagai sumber materi perbaikan genetik, untuk dipakai semen bekunya pada perkawinan inseminasi buatan (IB). Pejantan FH unggul impor perlu dikaji efektivitasnya dalam mewariskan produksi susu, sehingga dapat diminimalkan kemungkinan pengaruh interaksi faktor genetik dan lingkungan. Evaluasi kemampuan sapi pejantan FH impor dalam mewariskan produksi susu kepada anakanak betinaya telah dilakukan di stasiun pembibitan sapi perah nasional di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Baturraden. Data yang digunakan adalah identitas pejantan FH impor dan produktivitas anak betinanya, meliputi kinerja reproduksi, dan produksi susu laktasi I selama tahun produksi 2005-2011. Heritabilitas produksi susu diestimasi menggunakan metode korelasi saudar tiri sebapak dengan jumlah anak per pejantan tidak sama. Keunggulan pejantan dalam mewariskan produksi susu dievaluasi dengan metode Contemporary Comparison (CC). Jumlah sapi FH jantan impor yang dipergunakan semen bekunya untuk perkawinan IB ada sebanyak 83 ekor, dengan jumlah anak betina pengamatan sebanyak 176 ekor. Rataan produksi susu laktasi I sapi FH di BBPTU dari tahun 2005/2006 hingga 2010/2011 adalah: 4.595; 3.765; 3.760; 2.928; 3.266 dan 2.527 kg. Nilai heritabilitas diperoleh sebesar h 2 = 0,30±0,40. Evaluasi dengan metode CC (83 pejantan) yang dilanjutkan dengan estimasi Nilai Pemuliaan Relatif (NPR) (80 pejantan) memperoleh NPR positif sebanyak 97,59%, sisanya bernilai negatif (2,4%). Untuk 20% pejantan terbaik memiliki NPR antara 219,86-127,01. Kata Kunci: Sapi FH, Uji Progeni, Produksi Susu
PENDAHULUAN Produksi susu sangat menentukan perkembangan industri persusuan sapi perah
nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi sekitar 35% dari kebutuhan masyarakat. Susu segar tersebut diproduksi
75
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
oleh sekitar 495.089 ekor sapi perah bangsa Friesian Holstein (FH) dengan kegiatan budidaya sebagian besar berada di pulau Jawa. Populasi sapi FH terkonsentrasi terutama di Propinsi Jatim (46,8%), Jabar (25,2%), dan Jateng (24,9%) (Ditjen PKH, 2011). Masih besarnya kebutuhan susu segar yang perlu dipenuhi melalui importasi, menunjukkan perlu terus dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi FH di dalam negeri. Perkawinan sapi perah di Indonesia hampir semuanya menerapkan teknik Inseminasi Buatan (IB). Pejantan aktif IB berkontribusi besar dalam perbaikan genetik produksi susu, disebabkan kemampuannya untuk menghasilkan anak dengan jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Pejantan yang dipakai sebagai sumber semen (beku) pada perkawinan IB perlu diseleksi secara ketat agar potensi genetiknya untuk sifat produksi susu terekomendasi kuat. Sapi jantan tidak dapat mengekspresikan secara langsung produksi susu. Untuk mengetahui potensi genetiknya, sangat umum diestimasi melalui uji progeni, dengan membandingkan rataan produksi susu anak-anak betinanya terhadap anak-anak betina pejantan lain. Ada banyak metode estimasi Nilai Pemuliaan (NP) atau Breeding Value (BV) maupun Predicted Transmitting Ability (PTA) sifat produksi susu dari kegiatan uji pejantan (Schmidt et al. 1998). Sejumlah metoda sering digunakan dalam mengevaluasi pejantan atas dasar penampilan produksi susu dari laktasi pertama anak betinanya. Metode tersebut antara lain: Daughter Comparison, Daughter dam Comparison, Daughter herdmate Comparison (DHC), Contemporary Comparison (CC), Commulative Difference (CD), Improved Contemporary Comparison (ICC) dan Breeding Index (Schmidt et al. 1998). Dalam pencapaian akurasi penilaian NP atau PTA pejantan, perlu mempertimbangkan ketersediaan data seperti silsilah, produksi susu, dan faktor pendukung lain. Contemporary Comparison (CC) merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam pengevaluasian pejantan dalam kondisi keterbatasan data anak betina dari pejantan. Evaluasi CC didasarkan atas perbandingan antara rataan produksi susu
76
laktasi I anak betina pejantan yang diuji dengan produksi susu laktasi I anak betina pejantan lain yang berproduksi pada tempat, musim, dan tahun yang sama (contemporary) (Hardjosubroto 1994). Evaluasi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh perbedaan lingkungan diantara peternakan dan mengurangi kesalahan karena standar umur ke setara dewasa. Metode CC mengevaluasi atas dasar produksi susu laktasi I dari anak-anak betina pejantan yang diuji, sehingga mengurangi kemungkinan kesalahan akibat faktor lingkungan yang disebabkan oleh perbedaan umur. Kelebihan lain dari evaluasi ini adalah dapat mengurangi kemungkinan penyimpangan sebagai akibat dari perlakuan yang berbeda dari induk-induk terseleksi yang memperoleh perlakuan istimewa pada laktasi berikutnya (Dalton 1985). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kemampuan genetik sapi pejantan FH impor dan turunannya dalam mewariskan produksi susu pada keturunannya yang berproduksi pada tahun 2005-2011 pada kondisi manajemen intensif di balai bibit sapi perah nasional yaitu di BBPTU Sapi Perah Baturraden, Purwokerto, Jateng. MATERI DAN METODE Data yang dikumpulkan berupa informasi identitas pejantan bersumber dari katalog pejantan yang ada di BBPTU Baturraden. Selain itu, dikumpulkan pula data anak betina, yang meliputi tanggal lahir, kawin I, beranak I, produksi susu harian pada laktasi pertama, dan tanggal kering selama periode produksi tahun 2005-2011. Produksi laktasi lengkap diperoleh dengan menjumlahkan produksi susu pagi dan sore hari selama satu masa laktasi (kg). Data produksi susu distandarisasi kepada lama laktasi 305 hari dan umur setara dewasa menggunakan konstanta standarisasi yang dikembangkan oleh Warwick dan Legates (1979). Nilai heritabilitas produksi susu dihitung menerapkan metode korelasi saudar tiri sebapak (Paternal Half Sib Correlation) dengan jumlah anak per pejantan tidak sama (Becker 1975). Model statistik untuk menghitung heritabilitas adalah sebagai berikut:
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Yik = µ + αi + εik, Keterangan: I = Pejantan ke 1,2,3........n K = Anak betina ke 1,2,3......m dari pejantan ke-i Yik = Produksi susu individu anak kek dari pejantan ke-I µ = Rataan populasi αi = Pengaruh pejantan ke-I εik = Deviasi karena pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol individu anak ke-k dari pejantan ke-i Tabel 1. Daftar analisis sidik ragam heritabilitas Sumber keragaman
Db
JK
KT
Komponen KT
Antar pejantan
S-1
JKs
KTs
σ2 w + k σ2 s
Anak dalam N-s pejantan
JKw
KTw
σ2 w
Faktor pembobot anak betina dari pejantan ke-I di dalam herds ke-j: wi = ∑ wij sehingga, CC dari pejantan ke-i adalah: CCi = ∑i wij dij/∑i wij Prediksi nilai pemuliaan (EBV) adalah: EBV = 2bCCi, Keterangan: b = wi/(wi + k), dan k = (4 – h2)/h2 nD = Jumlah anak betina pejantan yang diuji nM = Jumlah herdmates (M) didalam kelompok (herds) wij = Faktor pembobot anak betina dari pejantan ke-i didalam herd ke-j dij = Perbedaan produksi dari pejantan yang diuji terhadap contemporary. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu laktasi I
s ni k
: Banyaknya pejantan : Jumlah anak dari pejantan ke-i : Koefisien komponen ragam =
1 s-1
[
N - ni2 N
]
N : Jumlah anak seluruhnya σ2 S : Komponen ragam antar pejantan KTs - KTw k : komponen ragam anak dalam pejantan = KTw =
σ2
Estmasi heritabilitas: h2 =
4 σ2 s σ2 s + σ2 w
Kajian efektivitas pejantan dalam mewariskan produksi susu dilakukan menggunakan metode Contemporary Comparison (CC). Metode ini pada dasarnya menghitung perbedaan produksi susu antara anak pejantan yang diuji terhadap anak dari pejantan contemporary (pembanding) dari herdmates atau kejadian beranak pada tahun, musim, dan peternakan yang sama. Faktor pembobot disebabkan perbedaan jumlah ternak di dalam kelompok (herds) diperhitungkan dengan inverse dari ragam perbedaan individu, sebagai berikut (Hardjosubroto 1994): w = (nD . nM)/(nD + nM)
Rataan produksi susu pada laktasi pertama sapi FH dara keturunan jantan yang disertakan dalam evaluasi uji progeni di BBPTU Baturraden berdasarkan pengamatan produksi tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011, diturunkan dengan jumlah catatan masingmasing 89, 7, 6, 12, 55, dan 7 catatan, adalah berurutan sebanyak 4.595±1.241 kg, 3.765±973 kg, 3.760±1.714 kg, 2.928±756 kg, 3.266±874 kg, dan 2.527±449 kg. Secara keseluruhan diperoleh rataan produksi susu laktasi I sapi FH dara sebanyak 3.922± 1.297 kg. Produksi susu tertinggi dicapai pada tahun 2006 dan berangsur menurun sampai paling rendah terjadi pada tahun 2011. Dengan demikian ratan tahunan produksi susu dengan berjalannya tahun produksi, mengalami penurunan. Rataan produksi susu laktasi I sapi FH dara di lokasi yang sama selama periode produksi lebih awal, antara tahun 1992-1998, diperoleh lebih tinggi, yaitu 4.602 kg (Kamayanti 2006). Bila dibandingkan dengan produksi susu laktasi I dari studi ini, maka terjadi penurunan sekitar 0,18%. Hal ini bisa dikarenakan perbedaan potensi genetik sapi dalam menghasilkan susu dan faktor lingkungan. Pejantan FH yang dipakai dalam perkawinan IB di BBPT Baturraden pada studi
77
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
sebelumnya, diketahui mempengaruhi produksi susu dari tahun ke tahun (Anggraeni 2006). Pengaruh pejantan FH impor (22 ekor) terhadap produksi susu laktasi I dari anakanaknya pada masa produksi tahun 1992-2002, menunjukkan bahwa pejantan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) yang memberikan tren produksi susu berpola kubik, produksi susu keturunannya sedikit meningkatkan kembali pada periode akhir pengamatan. Produksi susu sebagai salah satu sifat kuantitatif akan ditentukan oleh gen-gen yang ada, namun lingkungan yang baik menjadi faktor pendukung mengekspresikan fenotipe secara maksimal (Warwick et al. 1995). Penurunan produksi susu dengan berjalannya waktu dari studi ini bersesuaian dengan laporan Banos and Smith (1991). Dinyatakan produksi susu anak-anak betina sapi pejantan unggul dari iklim sedang (dingin) biasanya akan mengalami penurunan ketika dipelihara di daerah tropis dan penurunan tersebut semakin besar pada pejantan dengan superioritas yang baik. Heritabilitas produksi susu Nilai heritabilitas produksi susu laktasi I sapi FH yang diestimasi dengan metode paternal halfsib correlation untuk jumlah anak per jantan yang tidak sama adalah termasuk dengan nilai sedang, yaitu dengan h2 = 0,30±0,40. Nilai heritabilitas tersebut ini lebih tinggi bila dibandingkan terhadap produksi susu sapi FH yang dipelihara di PT Taurus Dairy Farm (Jabar) dalam tahun produksi 1989-2005, dengan h2 = 0,23±0,07 (Indrijani 2008). Heritabilitas yang tinggi bermakna korelasi antara genotipe dan fenotipe adalah tinggi. Besar kecilnya nilai heritabilitas dalam suatu populasi yang dianalisis akan bergantung pada populasi yang dievaluasi, jumlah pejantan yang diamati, cara perhitungan sampel, dan metode yang digunakan (Warwick et al. 1995). Nilai heritabilitas produksi susu laktasi I dari studi ini (h2 = 0,30 ± 0,40) diperoleh dari pejantan dengan rataan pemilikan anak betina pada rataan 2,2 anak per pejantan atau sekitar 2 ekor anak per pejantan. Nilai heritabilitas akan didapatkan cukup akurat jika pejantan yang diuji berjumlah minimal 5 ekor rataan jumlah anak 10 ekor per pejantan (Dalton 1985).
78
Keterbatasan jumlah anak dapat menyebabkan perhitungan nilai heritabilitas produksi susu sapi FH dara dalam studi ini menjadi kurang akurat. Nilai heritabilitas bias dipengaruhi oleh kesalahan dala m pengambilan contoh dan banyaknya data (Warwick et al. 1995). Kemampuan genetik pejantan Untuk mengetahui kemampuan pejantan dalam mewariskan produksi susu kepada keturunannya diperlukan estimasi Nilai pemuliaan (Breeding Value)-nya, dengan antara lain menggunakan metode Contemporary Comparison (CC). Metode CC mendasarkan perhitungan dengan cara membandingkan rataan produksi susu laktasi I anak betina pejantan yang diuji terhadap produksi susu laktasi I anak betina pejantan lain yang berproduksi pada tempat, musim, dan tahun yang sama (contemporary). Penggunaan pejantan FH melalui penggunaan semen bekunya pada perkawinan IB yang didistribusikan berdasarkan tahun perkawinan di BBPTU Baturraden sebanyak 83 pejantan tertera pada Tabel 2. Pejantan yang digunakan tersebut berasal dari impor dan keturunannya. Pejantan (straw) yang digunakan untuk kawin IB tidak lebih dari dua tahun. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi efek biak dalam (inbreeding). Biak dalam akan menyebabkan meningkatnya derajat homozigositas dan menurunkan derajat heterozigositas. Perkawinan perlu memperhatikan agar hubungan kekerabatannya tidak melebihi dari 12,5%, yang bias terjadi misalnya perkawinan antara saudara tiri sebapak., sehingga akan menurunkan produksi sebesar 3,75% (Hardjosubroto 1994). Untuk mengetahui keunggulan pejantan FH (49 ekor) yang diimpor dari berbagai negara telah diamati produksi susu anak-anak betinanya yang dipelihara di BPTU Baturraden (431 ekor) dan peternak binaan (85 ekor) menggunakan data dalam periode produksi tahun 1996-2002 di Kabupaten Banyumas (Kamayanti et al. 2006). Hasil evaluasi NP pejantan menggunakan Cumulative Difference (Dalton 1985) menunjukkan terdapat jantan dengan NP positif 29 ekor dan negatif 20 ekor.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 2. Sebaran penggunaan pejantan FH berdasarkan tahun berproduksi susu dari anak-anak betinanya di BBPTU Baturraden No pejantan 29941 30047 30634 30662 30663 30686 39633 39634 39782 39941 672195 2290038601 000171110393/NLD 000817118754/NDL 000A0000209/AUS 000A00009209/AUS 121621690/USA 124654077/USA 129355919/USA 130031495/USA 132151515/USA 1400037558/DEU 17031118/USA 17177542/USA 17252413/USA 17253930/USA 18010864/USA 18037275/USA 191187470/NLD 2020049/USA 2150948/USA 2154310/USA 2212186/USA 2290038601/FRA 2290977/USA 2297473/USA 5319769/CAN 5574544/CAN 5596060047/FRA 60727422/USA 6812634/CAN 775328514/NLD 864861153/NLD
2006 0 0 0 0 1 0 0 0 3 0 0 1 1 1 2 1 1 2 0 1 1 3 1 1 1 1 2 1 2 0 0 0 3 0 0 1 2 1 2 1 1 1 0
2007 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah anak/pejantan/tahun 2008 2009 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 2 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2010 0 0 0 4 0 2 1 10 33 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2011 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
79
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
No pejantan 9H02005 ET A00009783/USA BGB-97-8 BLPY-97-159 BQKH-01-49 BQMR-01-14 BQMR-01-50 BQMR-02-27 BQPB-00-64 BQPB-01-118 BQPB-04-01 BQPB-94-63 BQPB-97-17 BQPB-98-40 BTRT-00-33 CHGH-97-100 CPXW-97-72 DGJL-97-30 DPHG-00-43 DPMM-01-154 DQNK-01-33 DQNK-04-18 DQNK-98-39 DYGT-92-20 F/521148/M FMTG-94-104 FNGH-97-75 GBVC-97-47 HGFK-98-14 HGFK-98-29 HJJ-92-95 JJLH-00-11 P.5696 P.5697 P5698 PLC-00-372 PLC-00-442 PQPB-01-118 VHK-98-21 Jumlah
80
2006 0 2 1 1 0 1 1 1 1 2 1 1 2 1 3 1 1 1 1 0 2 1 1 1 1 1 2 2 0 1 1 4 0 0 0 5 5 1 0 89
2007 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 7
Jumlah anak/pejantan/tahun 2008 2009 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 12
2010 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 55
2011 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 3. Peringkat pejantan FH berdasarkan nilai Contemporary Comparison (CC) dan Relative Breeding Value (RBV) Pejantan yang diuji
N
CC
RBV
2020049/USA
1
3289,11
219,86
BQPB-04-01
1
2507,36
191,37
2290038601
1
2405,06
187,65
000817118754/NDL
1
2017,66
173,53
FMTG-94-104
2
1762,73
164,24
P.5697
2
1424,77
151,92
BQPB-00-64
2
1371,62
149,99
PLC-00-372
5
1197,64
143,65
BQPB-98-40
4
1088,85
139,68
VHK-98-21
1
1084,38
139,52
30047
1
1033,34
137,66
CHGH-97-100
1
925,00
133,71
DPMM-01-154
2
886,64
132,31
1400037558/DEU
3
834,58
130,41
60727422/USA
1
811,41
129,57
F/521148/M
1
741,24
127,01
DQNK-04-18
1
725,23
126,43
2290977/USA
1
534,34
119,47
121621690/USA
1
522,17
119,03
30662
1
522,10
119,03
17177542/USA
1
493,14
117,97
BQPB-01-118
1
466,14
116,99
000A00009209/AUS
1
414,91
115,12
BQPB-97-17
2
395,04
114,40
124654077/USA
2
377,78
113,77
864861153/NLD
1
364,46
113,28
P.5696
1
329,72
112,02
2297473/USA
1
294,40
110,73
BQMR-01-50
1
227,23
108,28
18037275/USA
1
224,11
108,17
672195
1
220,67
108,04
129355919/USA
1
212,25
107,74
PQPB-01-118
1
186,76
106,81
A00009783/USA
2
171,91
106,26
BQMR-02-27
4
141,44
105,15
39633
1
119,58
104,36
39782
35
112,34
104,09
BQPB-94-63
5
66,16
102,41
JJLH-00-11
9
41,00
101,49
12
9,03
100,33
CPXW-97-72
81
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Pejantan yang diuji
N
CC
RBV
30634
1
0,92
100,03
18010864/USA
2
-30,10
98,90
191187470/NLD
4
-52,60
98,08
DQNK-01-33
2
-58,07
97,88
BQMR-01-14
1
-69,65
97,46
DPHG-00-43
1
-85,62
96,88
5319769/CAN
1
-141,24
94,85
000171110393/NLD
2
-153,32
94,41
GBVC-97-47
1
-194,95
92,90
17253930/USA
1
-207,66
92,43
000A0000209/AUS
1
-209,73
92,36
DGJL-97-30
2
-272,97
90,05
HJJ-92-95
1
-334,14
87,82
9H1045
1
-416,05
84,84
PLC-00-442
1
-441,03
83,93
5574544/CAN
5
-449,05
83,64
775328514/NLD
1
-475,93
82,66
30686
1
-510,02
81,41
DYGT-92-20
2
-525,35
80,85
2212186/USA
1
-525,68
80,84
6812634/CAN
3
-617,81
77,49
P5696
1
-619,28
77,43
130031495/USA
1
-689,48
74,87
FNGH-97-75
1
-720,50
73,74
BQKH-01-49
2
-776,25
71,71
HGFK-98-14 5596060047/FRA 39634 HGFK-98-29 132151515/USA 2290038601/FRA 17252413/USA DQNK-98-39
1 1 2 1 1 1 1 1
-875,36 -940,56 -976,97 -1060,08 -1098,49 -1137,79 -1154,40 -1268,83
68,10 65,72 64,40 61,37 59,97 58,54 57,93 53,76
2150948/USA 29941 39941 30663 2154310/USA 9H02005 ET BLPY-97-159 17031118/USA BGB-97-8
1 1 1 1 1 2 1
-1530,12 -1571,80 -1803,54 -2022,92 -2375,69 -2494,76 -2739,75 -3482,09 -4155,66
44,24 42,72 34,27 26,28 13,42 9,08 0,16 -26,90 -51,44
82
1 1
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Studi dengan jumlah anak yang terbatas tersebut, juga mengindikasikan adanya interaksi genetik dan lingkungan dari kemampuan mewariskan produksi susu dari sapi pejantan impor. Peringkat keunggulan pejantan FH berdasarkan perhitungan nilai CC di BBPTU Baturraden tertera pada Tabel 3. Pejantan dengan tiga peringkat nilai CC tertinggi berurutan untuk pejantan No. 2020049/USA dengan nilai CC = 3.289,11, berikutnya pejantan No. BQPB-04-01 dengan nilai CC = 2.507,36, selanjutnya pejantan No. 2290038601 dengan nilai CC = 2.405,06. Beberapa pejantan memiliki nilai CC negatif antara lain pejantan No. BTRT-00-33, 18010864/USA, 3.9633, 91187470/NLD, 19118740/NL, dan DQNK-01-33. Pejantan BGB-97-8 berada pada peringkat terendah dengan nilai CC = -4.155,66. Metode Contemporary Comparison yang digunakan dalam evaluasi ini memiliki kelebihan antara lain dapat mengkoreksi perbedaan perlakuan dari induk-induk terseleksi pada laktasi berikutnya. Hal ini karena hanya laktasi I saja yang dipakai dalam evaluasi. Namun, metode ini memiliki kekurangan yakni hanya akurat bila tidak kurang dari 20 anak betina efektif yang digunakan (Hardjosubroto,1994). Anak betina yang digunakan pada studi ini sangat banyak (176 ekor), namun jumlah anak per pejantan yang ditemukan di lapangan sangat sedikit, sekitar 2 ekor per pejantan. Hal ini yang membuat nilai estimasi nilai heritabilitas dan Nilai Pemuliaan kurang akurat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kecermatan dalam penentuan pejantan terbaiknya. Nilai yang diperoleh dari evaluasi CC kemudian dilanjutkan dengan mengestimasi nilai Relative Breeding Value (RBV). Nilai pemuliaan merupakan potensi genetik yang dimilik individu ternak dan ditentukan oleh gen‐gen yang diwariskan pada keturunannya (Dalton, 1985). Berdasarkan Tabel 2 diketahui pejantan FH yang dievaluasi memiliki RBV = - 51,40 - 219,86. Ada 81 ekor pejantan yang memiliki nilai RBV positif (97,59%), sedangkan dua ekor pejantan memiliki RBV negatif (2,41%) dari total pejantan yang dievaluasi. Pejantan nomor 2020049/USA memiliki nilai RBV tertinggi (RBV = 219,86), sebaliknya pejantan nomor BQPB-04-01 pada peringkat terendah (RBV = 191,37). Ternak
yang memiliki nilai pemuliaan tinggi sebaiknya digunakan untuk induk pada generasi berikutnya. Untuk pejantan pada peringkat 5% terbaik memiliki RBV = 164,24219,86. Pejantan dengan peringkat 5% terbaik ini disarankan untuk digunakan pada perkawinan IB (Schmidt dan Van Vleck, 1974). Lebih lanjut, pejantan pada peringkat 10-40% dapat dipakai untuk kawinan alam dan IB. KESIMPULAN Evaluasi kemampuan pewarsian produksi susu dari sapi FH jantan unggul impor dan keturunannya (83 ekor) selama periode produksi susu laktasi I dari anak-anak betinanya antara tahun 2005-2011 menunjukkan sebagian besar memiliki Nilai Pemuliaan Relatif (NPR) positif (97,59%), sehingga hanya sebagian kecil dengan NPR negatif (2,41%). Pejantan FH yang teridentifikasi berada pada peringkat 5% teratas, dengan NPR antara 164,24-219,86, dapat dipertimbangkan sebagai pejantan pada perkawinan IB untuk mempercepat perbaikan genetic produksi susu populasi sapi FH betina. Evaluasi pejantan perlu dilengkapi dengan penggunaan anak per pejantan lebih banyak serta kelengkapan data secara memadai, sehingga akan memberikan tingkat akurasi dari hasil evaluasi secara baik. Hal ini akan memberikan tingkat kepercayaan bagi pihak balai bersangkutan dalam pemilihan pejantan (semen) yang akan digunakan. DAFTAR PUSTAKA Anggraeni A. 2006. Pengaruh pejantan pada produksi susu keturunannya: studi kasus pada sapi Friesian-Holstein di BPTU Baturraden. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Perah. Thema: Inovasi Teknologi Sapi Perah Unggul Indonesia yang Adaptif pada Kondisi Agroekosistem Berbeda untuk Meningkatkan Daya Saing. 23 November 2006. Puslitbang Peternakan. Ciawi, Bogor. hlm: 113-119. Banos G, Smith C. 1991. Selecting bulls across countries to maximize genetic improvement in dairy cattle. J Anim Breed Genetic. 108:174181.
83
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Becker WA. 1975. Manual Quantitative Genetics. 4th edition. Washington: Academic Enterprises Pullman,. Dalton DC. 1985. An Introduction to Practical Animal Breeding. 2nd edition. The English language book society and granada. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Buku Statistik Peternakan 2011. Departemen Pertanian, Jakarta. Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta (Indonesia): PT Gramedia Widiasarana. Indrijani H. 2008. Penggunaan catatan produksi susu 305 hari dan catatan produksi susu Test Day (hari uji) untuk menduga nilai pemuliaan produksi susu sapi perah. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Kamayanti Y, Palawarukka D, Anggraeni A. 2006. Pemeriksaan interaksi genetik dan lingkungan
84
dari daya pewarisan produksi susu pejantan Friesian-Holstein impor yang dipakai sebagai sumber bibit pada perkawinan IB. Prosiding Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Pelindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia. 20 Desember 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Schmidt GH, Van Vleck LD, Hujens MF. 1998. Princ Dairy Sci. 2nd ed. Prentice Hall, N.J. 07632. Schmidt GH, Van Vleck LD. 1974. Principles of Dairy Science. W.H. Freeman and Co, San Fransisco. Warwick EJ and Legates JE. 1979(di teks 1995). Breeding and Improvement of Farm Animal. 7th Edition. New York (USA): McGraw-Hill Book Co.