annya di Langley. "Tak mengherankan dengan mobil setua itu." Petugas di sebelahnya heran, karena Toyota itu tak lagi terekam di layarnya. "Mereka mungkin dalam perjalanan kembali ke Georgetown," ia mengemukakan pendapatnya. "Kami akan menelepon saat kami memperoleh kontak lagi." Sementara dua agen itu melaju ke Washington, truk yang membawa dua belas mobil Toyota itu membelok ke kiri dari jalan khusus Dulles pada tanda yang bertuliskan "Hanya untuk Kargo". Setelah beberapa ratus meter mobil itu belok ke kanan melalui gerbang kawat tinggi yang terbuka dan dijaga oleh dua orang dengan pakaian overall bandara. Truk turun melalui jalan landas pacu tua menuju ke hanggar yang terisolasi. Seseorang berdiri sendirian pada pintu masuk untuk membimbing mereka, seolah truk itu pesawat yang baru saja mendarat. Pengemudi menghentikan kendaraan di samping van yang tak bertanda. Tujuh orang yang mengenakan overall putih dengan cepat muncul dari belakang. Salah seorang dari mereka melepas rantai pengikat mobil Toyota tua dengan truk raksasa. Seseorang lain menggantikannya di belakang kemudi, melepas rem tangan, dan memundurkan Toyota di jalur landai hingga ke tanah. Saat mobil itu berhenti, pintu-pintunya dibuka dan tubuh-tubuh di dalamnya diangkat dengan hati-hati. 341 Orang yang mengenakan topi Toyota melompat dari truk dan memegang kemudi Toyota tua. Ia memasukkan persneling satu dan berputar dalam lingkaran serta melesat keluar hanggar seolah seumur hidup ia telah mengendarainya. Ketika melewati gerbang terbuka, tubuhtubuh itu pelanpelan diletakkan di bagian belakang van. Di situ tiga peti mati telah menunggu mereka. Salah seorang yang mengenakan overall berkata, "Jangan tutup dulu peti mati itu jika belum mendekati pesawat." "Oke, Dok," jawab orang itu.
"Dan bila palka telah ditutup, angkat tubuh-tubuh itu dan ikat pada tempat duduk masing-masing." Saat orang itu mengangguk, truk mundur keluar hanggar dan kembali mengikuti rute melewati landas pacu tua menuju ke gerbang. Sampai di jalan raya truk belok ke kiri menuju ke arah Leesburg, di mana si sopir akan menyerahkan sebelas Toyota baru itu kepada dealer setempat. Bayaran untuk kerja tak terjadwal selama enam jam ini telah cukup baginya untuk membeli salah sebuah Toyota baru itu. Gerbang kawat telah tertutup dan dipasak menjelang saat van keluar hanggar dan mulai berjalan pelan menuju area masuk dok kargo. Pengemudi melewati deretan pesawat kargo, akhirnya berhenti di belakang pesawat 747 yang bertanda "Air Transport International. Palka terbuka dan dua petugas pabean berdiri menunggu di pangkal jalur landai. Mereka memeriksa dokumen-dokumen tepat saat dua petugas CIA dalam Ford biru meluncur melalui Avon Place 1648. Setelah mengitari blok dengan hati-hati, para petugas itu 342 melaporkan ke Langley bahwa tak ada tanda-tanda baik mobil maupun tiga paket itu. Toyota tua itu keluar dari Route 66 dan bergabung dengan jalan raya menuju Washington. Pengemudi menginjak pedal gas dalam-dalam dan melejit menuju kota. Melalui earphone ia mendengarkan kedua petugas dalam Ford biru diperintahkan menuju ke kantor Mrs. Fitzgerald, untuk memeriksa apakah mobilnya berada di ruang parkir seperti biasa, di belakang gedung Penerimaan. Setelah para petugas pabean puas bahwa dokumen-dokumen jenazah itu beres semuanya, salah seorang dari mereka berkata, "Baiklah. Buka tutupnya." Dengan cermat mereka memeriksa pakaian, mulut, dan lubang-lubang lain dari ketiga jasad itu, kemudian menandatangani dokumen-dokumennya. Tutup peti mati dipasang kembali dan orang-orang ber-overall putih mengangkut peti mati satu per satu menaiki jalur landai pesawat dan
meletakkan peti-peti itu sebelah menyebelah di dalam palka. Jalur landai pesawat 747 dinaikkan ketika Toyota tua meluncur melalui Christ Church. Mobil itu melaju mendaki bukit sejauh tiga blok lagi, lalu mendecit berhenti di jalur masuk Avon Place 1648. Pengemudi telah menyelinap berputar melalui samping rumah dan masuk sendiri melalui pintu belakang menjelang saat si dokter memeriksa nadi ketiga pasien. Ia lari ke atas, ke ruang tidur utama dan membuka laci lemari di samping ranjang. Ia mencari-cari di antara pakaian sport dan mengambil amplop cokelat bertu-liskan "Tak boleh dibuka sebelum 17 Desember", lalu memasukkannya ke saku dalam. Ia menurunkan dua 343 koper dari atas lemari pakaian dan cepat-cepat mengisinya dengan pakaian. Kemudian ia mengeluarkan kantong kecil yang terbungkus kertas kaca dari over-all-nya dan memasukkannya ke tas kosmetik yang dilemparkannya ke dalam salah satu koper. Sebelum meninggalkan kamar tidur ia menyalakan lampu kamar mandi, kemudian lampu di ujung tangga, lalu dengan menggunakan remote control ia menyetel televisi di dapur dengan volume tinggi. Ia meninggalkan dua koper itu dekat pintu belakang dan kembali ke Toyota tua. Ia membuka kap mesin dan mengaktifkan alat pengikut jejak. Para petugas CIA telah mulai mengitari area parkir universitas pelan-pelan untuk kedua kalinya ketika ada titik muncul kembali di layar mereka. Si pengemudi dengan cepat memutar dan kembali menuju rumah kediaman keluarga Fitzgerald. Orang dengan topi Toyota kembali ke belakang rumah, mengangkat dua koper, dan keluar melalui pintu pagar belakang. Ia melihat taksi parkir di depan Tudor Place, dan masuk ke jok belakang tepat saat dua agen itu kembali ke Avon Place. Seorang muda dengan lega menelepon Langley untuk melapor bahwa Toyota diparkir seperti biasa di tempatnya, dan bahwa ia bisa melihat dan
mendengar televisi disetel di dapur. Tidak. Ia tak dapat menjelaskan mengapa alat pengikut jejak tak berfungsi selama hampir satu jam. Pengemudi taksi bahkan tak perlu berpaling ketika orang itu meloncat masuk ke jok belakang taksinya dengan dua koper. Tetapi ia tahu persis Mr. Fitzgerald ingin diantar ke mana. 344
BAB DUA PULUH ENAM "Apa kau ingin mengatakan ketiga orang itu lenyap begitu saja dari muka bumi?'* tanya Direktur. "Tampaknya memang demikian," jawab Gutenburg. "Operasi itu begitu profesional, hingga jika tak tahu ia telah meninggal, aku pasti akan berkata itu khas Connor Fitzgerald." "Tak mungkin, sebagaimana kita ketahui. Lalu menurut perkiraanmu siapa pelakunya?" "Berani bertaruh itu Jackson," jawab Wakil Direktur. "Nah, kalau dia kembali ke negeri, ini, Mrs. Fitzgerald akan tahu suaminya telah meninggal. Jadi sekarang kita dapat berharap akan melihat tayangan videonya pada berita sore suatu hari." Gutenburg menyeringai puas. "Tak mungkin," katanya sambil menyerahkan paket tersegel kepada bosnya. "Salah satu agenku akhirnya menemukan re345 kaman video itu beberapa meni sebelum perpustakaan universitas tutup kemarin malam." "Satu masalah sudah terpecahkan," kata Direktur sambil merobek pembungkus paket itu. "Tapi lalu bagaimana cara menghalangi Jackson melapor kepada Lloyd siapa yang dikubur di Crucifix?" Gutenburg mengangkat bahu. "Bahkan bila ia mela kukannya, apa gunanya informasi tersebut bagi Lawrence? Hampir pasti ia takkan menelepon Zerimski beberapa hari sebelum kunjungan persahabatannya ke Washington, hanya untuk memberitahu bahwa orang yang telah mereka
gantung karena merencanakan pembunuhan terhadap dirinya bukanlah teroris Afrika Selatan yang disewa Mafia Rusia, melainkan agen CIA yang melaksanakan perintah langsung dari Gedung Putih." "Mungkin tak ada gunanya," kata Dexter. 'Tapi selama Jackson dan anak-istri Fitzgerald masih berkeliaran di sini, kita masih punya masalah. Maka kusarankan menyebarkan agenagen terbaik untuk melacak mereka, secepat mungkin. Tak peduli mereka bekerja di sektor mana atau untuk siapa. Jika dapat membuktikan apa yang sebenarnya terjadi di St. Petersburg, Lawrence akan punya alasan lebih dari cukup untuk meminta pengunduran diri seseorang." Di luar kebiasaan, Gutenburg hanya bungkam. "Dan karena tanda tanganmulah yang tertera di bawah tiap dokumen yang relevan," lanjut Direktur, "yah, aku tak punya pilihan lain kecuali melepasmu." Butir-butir keringat muncul di dahi Gutenburg. Stuart mengira ia terbangun dari mimpi buruk, ber346 usaha mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Mereka telah dijemput di bandara oleh ibu Tara, yang mengantarkan mereka dengan mobil menuju Washington. Tetapi mobil itu dihentikan polisi lalu lintas, dan ia diminta menurunkan kaca jendela. Lalu...? Ia melihat sekeliling. Ia berada di pesawat lagi, tetapi akan ke mana? Kepala Tara bersandar pada bahunya. Di sisi lain Tara, ibunya juga tidur nyenyak. Semua tempat duduk lainnya kosong. Ia mulai merunut kembali semua kejadian, seperti yang selalu ia lakukan bila mempersiapkan kasus. Ia dan Tara telah mendarat di Dulles. Maggie telah menanti mereka di gerbang... Konsentrasinya buyar ketika seseorang setengah baya yang berpakaian rapi muncul di sampingnya dan membungkuk memeriksa denyut nadinya. "Kita akan ke mana?" tanya Stuart tenang. Tetapi dokter itu tak menjawab, sepintas memeriksanya,
lalu beralih pada Tara dan Maggie, kemudian menghilang kembali ke bagian depan pesawat. Stuart melepas sabuk pengaman, tapi tak cukup kuat untuk berdiri. Tara mulai bergerak; sementara Maggie tetap tidur nyenyak. Ia memeriksa sakunya, dompet dan paspornya telah diambil. Dengan susah payah ia mencoba mengartikan semuanya itu. Mengapa seseorang harus bertindak sejauh itu hanya untuk mengambil beberapa ratus dolar, beberapa kartu kredit, dan paspor Australia? Bahkan lebih aneh lagi mereka agaknya telah menggantinya dengan buku tipis berisi puisi Yeats. Ia belum pernah membaca Yeats sebelum bertemu dengan Tara. Tetapi setelah Tara kembali ke Stanford, ia mulai menikmati karya Yeats. 347 Ia membuka buku pada puisi pertama, "Sebuah Dialog antara Diri dan Jiwa". Katakata "Aku puas menghayati semuanya lagi, dan lagi" digarisbawahi. Ia membolak-balik halaman demi halaman, dan melihat bahwa baris-baris lain juga digarisbawahi. Ketika ia memikirkan arti semuanya itu, seorang pria tinggi kekar muncul di sampingnya, berdiri menjulang penuh ancaman. Tanpa sepatah kata pun ia menyambar buku itu dari tangan Stuart dan kembali ke bagian depan pesawat. Tara menyentuh tangannya. Stuart cepat-cepat berpaling dan berbisik di telinga Tara, "Jangan bicara." Tara melihat ibunya sekilas. Ibunya tetap tak bergerak, tampaknya berdamai dengan dunia. Begitu Connor telah meletakkan dua koper dalam palka dan memeriksa bahwa ketiga penumpang itu masih hidup dan tanpa luka-luka, ia meninggalkan pesawat dan naik ke jok belakang BMW yang mesinnya sudah dihidupkan. "Kita melanjutkan melaksanakan kewajiban kita sesuai dengan transaksi," kata Alexei Romanov yang duduk di sebelahnya. Connor mengangguk setuju sementara BMW bergerak keluar gerbang
kawat dan memulai perjalanan ke Ronald Reagan National Air-port. Setelah pengalamannya di Frankfurt, di mana agen CIA setempat hampir melihatnya, sebab Romanov dan dua pembantunya melakukan segalanya kecuali mengumumkan kedatangan mereka, Connor menyadari bahwa jika akan melaksanakan rencananya untuk menolong Maggie dan Tara, ia harus mengerjakan 348 operasi itu sendiri. Romanov akhirnya menerima ini ketika diingatkan akan klausul yang telah disetujui ayahnya. Kini Connor hanya bisa berharap agar Stuart tetap banyak akal sebagaimana yang dilihatnya ketika diujinya di pantai Australia. Ia berdoa semoga Stuart melihat kata-kata yang ia garis bawahi dalam buku yang ia selipkan ke dalam sakunya. BMW mendekati jalan masuk ke ruang Keberangkatan Washington National Airport. Connor turun, diikuti Romanov selangkah di belakangnya. Kedua orang itu bergabung dengan mereka dan mengikuti Connor berjalan tenang masuk bandara dan terus ke gerai tiket. Yang ia perlukan ialah mereka semua santai sebelum ia melancarkan gerakan berikutnya. Ketika Connor menyerahkan tiket, orang di belakang meja American Airlines berkata, "Maaf, Mr. Radford, Penerbangan 383 ke Dallas terlambat beberapa menit, namun kami berharap dapat mengejar waktu selama en route. Anda akan boarding melalui Gerbang 32." Connor berjalan santai menuju ruang tunggu, tetapi berhenti ketika tiba pada deretan telepon. Ia memilih satu yang boks kanan-kirinya digunakan orang. Romanov dan kedua tukang pukul itu menunggu beberapa langkah darinya. Mereka tampak tidak suka. Connor tersenyum polos kepada mereka, kemudian menyisipkan kartu telepon internasional Stuart ke dalam celah dan menekan nomor Cape Town. Telepon berdering beberapa saat dan akhirnya diangkat. "Ya?"
349 "Ini Connor." Hening berkepanjangan. "Kukira hanya Yesus yang dapat bangkit dari mati," kata Cari akhirnya. "Aku tinggal beberapa waktu di api pencucian sebelum bisa bangkit," jawab Connor. "Nah, paling tidak kau hidup, sahabatku. Bisa kubantu?" "Pertama, soal Perusahaan, takkan ada kedatangan yang kedua kali." "Paham," kata Cari. Connor sedang mendengarkan jawaban Cari ketika mendengar panggilan kedua Penerbangan 383 ke Dallas. Ia mengembalikan gagang pesawat telepon, kembali tersenyum kepada Romanov, dan cepat-cepat menuju ke Gerbang 32. Ketika Maggie akhirnya membuka mata, Stuart membungkuk dan memperingatkannya agar tak mengatakan sesuatu pun hingga ia benar-benar terjaga. Beberapa saat kemudian seorang pramugari muncul dan meminta mereka merendahkan meja nampan mereka. Suatu sajian tak termakan terhidang, seolah mereka sedang dalam penerbangan biasa kelas satu. Sambil mengamati ikan yang seharusnya dibiarkan di laut, ia berbisik kepada Maggie dan Tara, "Aku tak punya petunjuk mengapa kita di sini atau ke mana kita akan pergi. Tapi aku harus percaya, entah bagaimana ini ada kaitannya dengan Connor." Maggie mengangguk, lalu dengan tenang menceritakan kepada mereka apa saja yang ia temukan sejak kematian Joan. "Tapi mungkin orang-orang yang menahan kita bu350 kan dari CIA," katanya. "Sebab aku sudah mengatakan pada Gutenburg, jika aku hilang selama lebih dan tujuh hari, rekaman video itu akan diserahkan pada media." "Kecuali bila mereka telah menemukannya," kata Stuart. "Itu tak mungkin," kata Maggie penuh penekanan. "Kalau begitu, siapa mereka itu?" tanya Tara. Tak ada yang mengemukakan pendapat sementara seorang pramugari muncul lagi untuk
menyingkirkan nampan mereka. "Apakah kita punya sesuatu lainnya yang bisa ditindaklanjuti?" tanya Maggie setelah si pramugari pergi. "Hanya seseorang telah memasukkan buku puisi Yeats ke sakuku," kata Stuart. Tara melihat Maggie mulai menangis. "Ada apa?" tanyanya sambil menatap ibunya dengan cemas. Kini air mata Maggie berlinangan. "Apa kau tak tahu apa artinya ini?" "Tidak," jawab Tara bingung. "Ayahmu pasti masih hidup. Coba lihat," kata Maggie." Ia mungkin meninggalkan pesan di dalamnya." "Celakanya buku itu sudah tak ada padaku lagi. Waktu aku baru saja membolakbaliknya, seorang laki-laki kekar muncul dari depan dan menyambarnya lalu pergi," kata Stuart. "Tapi aku melihat beberapa kata digarisbawahi." "Kata apa saja?" desak Maggie. "Aku tak bisa mengerti banyak." "Tak apa. Kau bisa mengingat salah satunya?" 351 Stuart memejamkan mata dan mencoba berkonsen trasi. "'Puas'," katanya tiba-tiba Maggie tersenyum. "'Aku puas menghayati si muanya lagi, dan lagC" Penerbangan 383 benar-benar mendarat di Dallas tepat waktu. Dan ketika Connor dan Romanov keluar dari bandara, sudah ada BMW putih lain yang menunggu mereka. Apakah Mafia memesan borongan? batin Connor. Dan pasangan tukang pukul terakhir yang harus menemani mereka seakan disewa dari pilihan orang pusat—meskipun sarung pistol di bahu mereka menonjol di bawah jas. Ia hanya bisa berharap cabang Cape Town itu cabang tambahan baru. Namun ia sulit mempercayai bahwa dengan pengalaman dua puluh tahun lebih sebagai detektif senior CIA di Afrika Selatan, Kari Koeter tidak dapat menangani orang baru terakhir dalam blok itu. Perjalanan menuju pusat kota Dallas memakan waktu sekitar dua puluh menit.
Connor duduk berdiam diri di jok belakang, sadar akan berhadapan dengan seseorang lainnya yang telah tiga puluh tahun bekerja untuk CIA. Walau mereka belum pernah bertemu, ia tahu ini risiko terbesar yang telah ia ambil sejak tiba kembali di Amerika. Tetapi jika orang-orang Rusia itu berharap ia memenuhi klausul yang paling menuntut dalam perjanjian mereka, ia harus berbekal senapan yang ideal untuk melaksanakan tugas itu. Setelah saling diam selama perjalanan, mereka berhenti di depan Harding's Big Game Emporium. Connor cepat-cepat menyelinap masuk ke toko itu, 352 lengan Romanov dan kedua bayang-bayangnya yang i embuntuti setiap langkahnya. Ia menghampiri gerai, unentara ketiga orang itu berpura-pura tertarik meng-imati satu rak pistol otomatis di sisi lain toko itu. Connor memandang berkeliling. Pencariannya harus epat, tak mencolok tapi mendalam. Setelah beberapa aat ia yakin tak ada kamera keamanan di toko. "Selamat siang, Sir," kata seorang asisten muda mengenakan jas cokelat panjang. "Bisa saya bantu?" "Saya sedang dalam perjalanan berburu, dan saya ingin membeli senapan." "Apakah Anda menginginkan model khusus?" "Ya, Remington 700." "Tak ada masalah, Sir." "Saya perlu beberapa modifikasi," kata Connor. Asisten itu ragu-ragu. "Maaf sebentar saja. Sir." Ia menghilang di balik tirai menuju ruang belakang. Beberapa saat kemudian muncul seorang yang lebih tua, juga mengenakan jas cokelat panjang, dari balik tirai. Connor jengkel. Ia berharap membeli senapan tanpa harus bertemu dengan Jim Harding
yang legendaris itu. "Selamat siang," kata orang itu sambil mengamati pelanggannya. "Saya dengar Anda berminat membeli Remington 700." Ia berhenti sejenak. "Dengan beberapa modifikasi." "Ya. Anda direkomendasikan oleh sahabat saya," kata Connor. "Sahabat Anda itu pasti seorang profesional," kata Harding. Begitu kata "profesional" diucapkan, Connor tahu ia sedang diuji. Seandainya Harding bukan Stradivarius353 nya para pembuat senapan, ia pasti akan meninggalkan toko itu tanpa sepatah kata pun. "Modifikasi-modifikasi apa yang Anda inginkan, Sir?" tanya Harding sambil tetap menatap mata pelanggan. Connor melukiskan dengan terperinci senapan yang ia tinggalkan di Bogota, sambil mengamati dengan saksama kalau ada reaksi. Wajah Harding tetap tenang. "Mungkin saya punya sesuatu yang Anda minati, Sir," katanya, kemudian ia berbalik dan menghilang di balik tirai. Sekali lagi Connor berpikir-pikir akan pergi, tetapi beberapa saat kemudian Harding muncul kembali dengan membawa koper kulit yang tak asing baginya dan menempatkannya di atas gerai. "Model ini menjadi milik kami sesudah kematian pemiliknya baru-baru ini," jelas Harding. Ia membuka kaitannya, mengangkat tutupnya, dan memutar koper itu, hingga Connor dapat lebih mudah memeriksa senapan di dalamnya. "Setiap bagian buatan tangan, dan saya ragu apakah ada contoh keahlian yang lebih bagus dari ini di wilayah Mississippi sebelah sini." Harding menyentuh senapan itu dengan sayang. "Gagangnya terbuat dari fibreglass supaya ringan dan lebih seimbang, sedangkan larasnya diimpor dari Jerman—saya pikir Kraut masih tetap memproduksi yang terbaik. Jangkauannya Leupold 10 Power dengan titik-titik mil, sehingga orang tak perlu menyesuaikannya
dengan angin. Dengan senapan ini orang dapat membunuh tikus sejauh 400 langkah, apalagi rusa. Bila berorientasi teknik, orang dapat menembak dengan sudut setengah menit dalam jarak 354 seratus meter." Ia mendongak untuk melihat apakah si pelanggan memahami yang dikatakannya, tapi ekspresi Connor tak me-nunjukkan apa-apa. "Remington 700 dengan modifikasi seperti ini hanya dicari oleh pelanggan yang paling jeli." ia menyimpulkan. Connor tidak memindahkan satu pun dari kelima bagian senapan itu dan tempatnya, sebab takut Mr. Harding akan mengetahui betapa jeli pelanggannya itu. "Berapa?" tanyanya seraya menyadari untuk pertama kali bahwa ia tak punya gambaran sama sekali mengenai harga Remington 700 buatan tangan. "Dua puluh satu ribu dolar," jawab Harding. "Namun kami juga punya model standar seandainya..." "Tidak," kata Connor. "Inilah yang sesuai." "Dan bagaimana cara pembayaran Anda, Sir?" "Tunai." "Kalau begitu saya memerlukan tanda identifikasi," kata Harding. "Saya pikir dibutuhkan beberapa surat lagi sejak diberlakukannya UU Identifikasi Instan dan Registrasi untuk menggantikan RUU Brady" Connor mengeluarkan SIM Virginia yang ia beli beberapa ratus dolar dari pencopet di Washington sehari sebelumnya. Harding memeriksa SIM itu dan mengangguk. "Yang kita perlukan sekarang, Mr. Radford, Anda harus mengisi tiga formulir ini." Connor menuliskan nama, alamat, dan nomor Jaminan Sosial dari asisten manajer sebuah toko sepatu di Richmond. Ketika Harding memasukkan nomor ke komputer. 355
Connor mencoba berlagak bosan, tetapi diam-diam berdoa agar Mr. Radford tidak melaporkan hilangnya SIM selama 24 jam yang lalu. Tiba-tiba Harding mendongak dari layar. "Apakah nama ini dengan garis penghubung?" tanyanya. 'Tidak," jawab Connor tak kalah cepat. "Gregory itu nama pertama saya. Ibu saya terobsesi oleh Gregory Peck." Harding tersenyum. "Ibu saya juga begitu." Setelah beberapa saat Harding berkata lagi, "Semuanya sudah beres, Mr. Radford." Connor berpaling dan mengangguk kepada Romanov, yang berjalan mendekat dan mengeluarkan segepok uang kertas dari saku. Dengan sok ia menarik lepas lembaran seratusan dolar, dan menghitungnya sebanyak 210, kemudian menyerahkannya kepada Harding. Apa yang semula diharapkan Connor merupakan jual-beli biasa, dengan cepat telah diubah oleh orang Rusia itu menjadi pantomim. Kedua tukang pukul itu sepantasnya berdiri di jalan dan menjual karcis untuk pertunjukan itu. Harding menulis kuitansi dan menyerahkannya kepada Connor, yang pergi tanpa berkata sepatah pun lagi. Salah satu tukang pukul menyambar senapan itu dan lari keluar toko ke trotoar seolah baru saja merampok bank. Connor naik ke jok belakang BMW dan bertanya-tanya apakah mungkin mereka menarik perhatian lebih banyak lagi. Mobil itu melejit pergi dari tepi jalan dan memotong masuk ke lalu lintas arus cepat sambil membunyikan klakson berkali-kali. Ya, pikir Connor, jelas mereka bisa menarik perhatian lebih banyak lagi. Ia tetap bungkam ketika pengemudi 356 melanggar batas kecepatan sepanjang jalan kembali ke bandara. Bahkan Romanov mulai tampak agak cemas. Connor segera tahu bahwa Mafia baru di Amerika Serikat itu ternyata hanya amatiran dibanding dengan sepupu mereka di Italia. Tetapi tak lama lagi mereka akan menyainginya, dan bila itu terjadi, semoga Tuhan menolong FBI. Seperempat jam kemudian BMW itu sampai di depan pintu masuk bandara. Connor
keluar dan berjalan menuju pintu putar, sementara Romanov memberi instruksi pada kedua orang di mobil, lalu memberi mereka beberapa lembar uang seratusan dolar. Ketika bergabung dengan Connor di gerai check-in, ia berbisik dengan pasti, "Senapan itu akan sampai di Washington 48 jam lagi." "Aku takkan bertaruh mengenai hal itu," kata Connor saat mereka menuju ke ruang tunggu keberangkatan. "Anda hafal seluruh karya Yeats?" tanya Stuart tak percaya. "Hm, sebagian besar," Maggie mengakui. "Tapi waktu itu aku membaca kembali beberapa puisi hampir setiap malam sebelum tidur." "Stuart sayang, kau perlu banyak belajar mengenai orang-orang Irlandia," kata Tara. "Sekarang coba ingat beberapa kata lagi." Stuart berpikir sesaat. "'Lembah'Y' katanya penuh kemenangan. "'Melalui tanah-tanah berlembah dan berbukit'T' tanya Maggie. "Betul, itu." 357 "Jadi bukan Holland—Tanah Rendah—yang kita tuju," kata Tara. "Jangan bergurau," kata Stuart. "Kalau begitu coba ingat beberapa kata lagi," kata Tara. Stuart mulai berkonsentrasi lagi. "'Sahabat'" katanya akhirnya. "'Kita selalu mempertemukan sahabat baru dengan sahabat lama'," kata Maggie. "Jadi kita akan bertemu dengan sahabat baru di negeri baru," kata Tara. 'Tapi siapa? Dan di mana?" kata Maggie sementara pesawat melanjutkan penerbangan menembus malam. 358
BAB DUA PULUH TUJUH SEGERA setelah membaca pesan utama itu, Gutenburg menelepon Dallas. Saat Harding menjawab, Wakil Direktur CIA hanya berkata, "Gambarkan dia." "Tinggi antara 180 dan 183. Mengenakan topi, jadi aku tak bisa melihat warna rambutnya." "Usia?" "Lima puluh. Kira-kira." "Mata?" "Biru." "Pakaian?" "Jaket sport, pantalon dril, kemeja biru, sepatu murahan, tanpa dasi. Rapi tapi santai. Kukira dia salah satu dari kita, sampai kulihat dia ditemani dua preman setempat yang terkenal, walaupun dia pura-pura orang-orang itu tak bersamanya. Juga ada seorang muda tinggi yang tak pernah buka mulut, tapi dialah yang membayar senjata itu dengan tunai." 359 "Dan orang pertama itu menjelaskan ia menginginkan modifikasi-modifikasi khusus itu?" "Ya. Aku yakin benar ia tahu persis apa yang ia cari." "Bagus—omong-omong soal uang tunai itu. Mungkin kita bisa mengidentifikasi sidik jari dari lembarannya." "Takkan ditemukan satu sidik jari pun," kata Harding. "Orang muda itu membayar, dan salah satu preman itu membawa senjata keluar toko." "Siapa pun dia, jelas dia tak mau ambil risiko membawa senjatanya melalui keamanan bandara," kata Gutenburg. "Kedua preman itu pasti kurir. Formulir ditandatangani dengan nama siapa?" "Gregory Peck Radford." "Tanda identitas?" "SIM Virginia. Alamat dan tanggal lahirnya sesuai dengan nomor Jaminan Sosial yang benar."
"Dalam waktu satu jam aku akan mengirimkan seorang agen kepadamu. Ia bisa mulai dengan mengirim e-mail kepadaku tentang detail kedua preman itu. Dan aku memerlukan sketsa komputer wajah tersangka utama yang dibuat seniman polisi." "Tak perlu," jawab Harding. "Mengapa tidak?" "Sebab seluruh transaksi itu direkam dengan video." Gutenburg tidak dapat melihat senyum puas Harding ketika menambahkan, "Bahkan kau pun takkan melihat kamera keamanan itu." Stuart melanjutkan berkonsentrasi. "'Temukan'Y' katanya tiba-tiba. 360 '"Dan akan kutemukan kr mana ia pergi'," kata Maggie dengan tersenyum "Kita akan bertemu dengan sahabat baru di negara baru, dan dia akan menemukan kita," kata Tara. "Bisa ingat sesuatu yang lain lagi, Stuart?" '"Semuanya runtuh...'" '"...dan dibangun kembali'," bisik Maggie, ketika orang yang menyambar buku dari tangan Stuart muncul kembali di samping mereka. "Sekarang dengarkan, dan dengarkan baik-baik." kata orang itu sambil menunduk memandang mereka. "Jika kalian berharap tetap hidup—dan aku tak peduli akan hal itu, kalian harus mengikuti perintah-perintahku secara harfiah. Paham?" Stuart menatap mata orang itu, dan tak ragu lagi bahwa orang itu memandang mereka bertiga hanya sebagai suatu pekerjaan. Ia mengangguk. "Baik," lanjut orang itu. "Bila pesawat mendarat, kalian langsung pergi ke area bagasi. Ambil bagasi kalian dan laluilah pabean tanpa menarik perhatian. Kalian tak boleh, kuulangi, tak boleh menggunakan ruang istirahat. Begitu kalian melalui pabean dan tiba di area kedatangan, kalian akan dijemput dua anak buahku dan diantar ke rumah tempat kalian tinggal dalam waktu dekat ini. Aku akan bertemu dengan kalian lagi malam ini. Jelas?" "Ya," jawab Stuart tegas atas nama mereka bertiga.
"Jika salah seorang dari kalian cukup bodoh untuk lolos atau mencoba mencari pertolongan, Mrs. Fitzgerald akan segera dibunuh. Dan jika entah kenapa dia tak dapat ditemukan, aku harus memilih antara ka361 lian berdua." Ia memandang Tara dan Stuart. "Itulah syarat-syarat yang telah disetujui Mr. Fitzgerald." "Itu tak mungkin," Maggie protes. "Connor takkan pernah..." "Mrs. Fitzgerald, menurutku lebih bijaksana membiarkan Mr. Farnham berbicara atas nama kalian di kemudian hari," kata orang itu. Maggie sudah akan mengoreksi kalau kakinya tak cepat-cepat ditendang Tara. "Kalian akan memerlukan ini," kata orang itu sambil menyerahkan tiga paspor kepada Stuart. Stuart memeriksanya dan menyerahkan satu kepada Maggie dan satu lagi kepada Tara. Sementara orang itu kembali masuk kokpit. Stuart mengamati paspor yang masih di tangannya. Paspor ini seperti dua yang lain, juga bersampul dengan gambar rajawali Amerika. Ketika membukanya ia melihat fotonya sendiri di atas nama "Daniel Farnham". Profesi: profesor hukum di universitas. Alamat: Marina Boulevard 75, San Francisco, California. Ia menyerahkannya kepada Tara yang tampak kebingungan. "Aku senang sekali berurusan dengan para profesional," kata Stuart. "Dan aku mulai menyadari ayahmu salah satu yang terbaik." "Kau yakin tak dapat mengingat kata-kata lainnya lagi?" tanya Maggie. "Rasanya tak bisa," jawab Stuart. "Nanti dulu, tunggu sebentar—'anarki."" Maggie tersenyum. "Sekarang aku tahu kita akan pergi ke mana." Perjalanan bermobil dari Dallas ke Washington itu 362 lama. Dua tukang pukul yang telah menurunkan Connor dan Romanov di bandara telah merencanakan akan istirahat entah di mana sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke ibu kota hari berikutnya. Lewat pukul sembilan malam itu, setelah menempuh sekitar 650
kilometer, mereka berhenti di motel di pinggiran kota Memphis. Dua petugas senior CIA yang mengawasi mereka memarkir BMW melaporkannya ke Gutenburg tiga perempat jam kemudian. "Mereka telah mendaftar masuk ke Memphis Marriott, kamar 107 dan 108. Mereka memesan layanan kamar pukul 21.33, dan sekarang mereka di kamar 107 sedang nonton Nash Bridges." "Senapannya di mana?" tanya Gutenburg. "Diborgolkan ke pergelangan orang yang terdaftar di kamar 108." "Kalau begitu kalian perlu pelayan dan kunci pas," kata Gutenburg. Pukul 22.00 lewat sedikit, seorang pelayan muncul di kamar 107 dan menata meja untuk santap malam. Ia membuka botol anggur merah, menuangnya ke dua gelas, dan menyajikan makanan. Ia berkata kepada para tamu akan kembali empat puluh menit lagi untuk membenahi meja. Salah seorang dari mereka meminta supaya daging panggangnya dipotong-potong kecilkecil, sebab ia hanya bisa menggunakan satu tangan. Pelayan itu dengan senang hati menuruti permintaannya. "Selamat makan," katanya, lalu keluar kamar. Pelayan itu langsung pergi ke tempat parkir dan melapor kepada petugas senior. Petugas itu berterima kasih kepadanya dan mengajukan permintaan lagi. Pelayan mengangguk. Dan agen itu memberinya lima puluh dolar. "Jelas dia takkan melepaskannya, walaupun sedang makan," kata agen yang lain begitu si pelayan tak dapat mendengar mereka. Si pelayan kembali ke tempat parkir beberapa menit lewat tengah malam. Ia melaporkan bahwa kedua orang itu telah pergi tidur ke kamar masing-masing. Ia menyerahkan kunci pas, dan sebagai imbalannya menerima lima puluh dolar lagi. Ia pergi dengan perasaan telah melakukan suatu pekerjaan malam yang baik. Yang tak ia ketahui ialah bahwa orang di kamar 107 telah mengambil
kunci borgol, supaya pasti bahwa tak seorang pun akan mencoba dan mencuri koper dari partnernya sementara ia sedang tidur. Keesokan paginya, tamu di kamar 107 bangun dengan masih mengantuk sekali. Ia melihat jamnya, dan terkejut karena ternyata telah begitu siang. Ia mengenakan jins dan lari melalui pintu yang menghubungkan dua kamar untuk membangunkan partnernya. Tiba-tiba ia berhenti, jatuh berlutut, dan muntah. Sebuah tangan yang terpotong tergeletak bersimbah darah di karpet. Ketika mereka keluar dari pesawat di Cape Town, Stuart sadar akan kehadiran dua orang yang selalu mengawasi setiap gerak mereka. Petugas imigrasi menstempel paspor mereka, dan mereka menuju ke area pengambilan bagasi. Beberapa menit kemudian bagasi mulai muncul di ban berjalan. Maggie kaget melihat dua koper tuanya keluar dari tempat penu-364 runan barang. Stuart mulai terbiasa dengan cara kerja Connor Fitzgerald. Begitu mereka telah menemukan tas dan koper mereka, Stuart meletakkannya dalam troli, dan mereka berjalan menuju pintu keluar pabean warna hijau. Kedua orang itu antre tepat di belakang mereka. Sementara Stuart mendorong troli melewati pabean, seorang petugas mencegatnya, sambil menunjuk ke koper merah dan meminta si pemilik untuk meletakkannya di atas gerai. Stuart menolong Maggie mengangkatnya, sementara dua orang itu dengan enggan berjalan terus. Begitu melewati pintu dorong, kedua orang itu berhenti beberapa kaki dari pintu keluar. Tiap kali pintu terbuka, mereka mengintai ke dalam kembali. Tak lama kemudian, ada dua orang lain yang bergabung dengan mereka. "Tolong buka kopernya, Ma'am," kata petugas pabean. Maggie membuka koper itu dan tersenyum disambut isi koper yang berantakan. Hanya satu orang yang dapat mengemasi koper seperti itu. Beberapa saat petugas pabean mengadukaduk pakaiannya
dan akhirnya mengeluarkan tas kosmetik. Ia membuka ritsleting dan mengeluarkan kantong kertas kaca kecil yang berisikan bubuk putih. 'Tapi ini tak..." Maggie mulai. Kali ini Stuart yang menahannya. "Mungkin kami harus mengadakan penggeledahan pada tubuh, Ma'am," kata si petugas. "Barangkali, dalam keadaan ini, putri Anda ingin menemani Anda." Stuart heran bagaimana mungkin petugas itu tahu 365 bahwa Tara putri Maggie, sementara tampaknya ia tidak menganggap Stuart sebagai putranya. "Harap Anda bertiga mengikuti saya," kata si petugas. "Tolong bawa koper itu dan bagasi lainnya." Ia mengangkat sebagian dari gerai dan mengantar mereka melewati pintu yang menuju ke ruangan kecil yang kusam dengan sebuah meja dan dua kursi. "Salah satu rekan saya akan menemui Anda sebentar lagi," katanya. Ia menutup pintu dan mereka mendengar anak kunci diputar. "Ada apa ini?" tanya Maggie. "Kantong itu bukan..." "Rasanya kita akan segera mengetahuinya," kata Stuart. Sebuah pintu di sisi jauh ruangan itu terbuka. Dan seorang pria atletis tak berambut masuk. Usianya tak lebih dari lima puluh tahun. Ia mengenakan jins biru dan sweter merah, dan tentu saja tak menampilkan kesan petugas pabean. Ia langsung menghampiri Maggie dan memegang tangan kanannya serta menciumnya. "Namaku Cari Koeter," katanya dengan logat Afrika Selatan yang kental. "Ini merupakan kehormatan besar bagiku, Mrs. Fitzgerald. Sudah bertahun-tahun aku ingin bertemu dengan wanita yang cukup berani untuk menikah dengan Connor Fitzgerald. Kemarin siang ia meneleponku dan memintaku untuk meyakinkanmu bahwa ia masih hidup segar bugar." Maggie ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata Koeter meluncur tak hentihentinya. "Tentu saja aku mengenalmu jauh lebih baik daripada kau mengenalku. Tapi sayangnya pada
kesempatan ini kita tak punya waktu untuk membenahi hal ini " Ia 366 tersenyum kepada Stuart dan Tara, lalu membungkuk sedikit. "Mungkin kalian sudi mengikutiku." Ia berpaling dan mulai mendorong troli melalui pintu. "'Kita senantiasa mempertemukan sahabat baru dengan sahabat lama'" bisik Maggie. Stuart tersenyum. Orang Afrika Selatan itu memimpin mereka melewati jalur terjal di sepanjang lorong yang kosong dan gelap. Maggie segera berjalan menjajarinya dan mulai bertanya tentang percakapannya dengan Connor di telepon. Di akhir terowongan mereka mendaki jalur terjal lagi, dan muncul di sisi seberang bandara. Koeter memimpin mereka melalui keamanan, mereka hanya diperiksa sepintas. Setelah berjalan cukup lama lagi mereka tiba di ruang tunggu kosong. Koeter menyerahkan tiga tiket kepada petugas gerbang dan menerima kartu boarding penerbangan Quantas menuju Sydney yang secara misterius telah ditahan selama seperempat jam. "Bagaimana kami dapat berterima kasih padamu?" tanya Maggie. Koeter memegang tangan Maggie dan menciumnya lagi. "Ma'am," jawabnya, "kau akan tahu orang-orang di seluruh dunia yang tak mungkin dapat membalas budi Connor Fitzgerald sepenuhnya." Mereka berdua sedang duduk menonton televisi. Tak ada yang bicara sampai seluruh rekaman video selama dua belas menit itu selesai. "Mungkinkah ini?" tanya Direktur. "Hanya bila entah dengan cara bagaimana Jackson 367 ganti peran dengan Connor di Crucifix," jawab Gutenburg. Beberapa saat Dexter bungkam, kemudian berkata, "Jackson dapat berbuat demikian hanya bila dia bersedia mengorbankan jiwanya." Gutenburg mengangguk. "Dan siapa yang membayar senapan itu?"
"Alexei Romanov, putra Tsar dan orang kedua dalam Mafya Rusia. Salah seorang agen kita melihatnya di bandara Frankfurt. Kami menduga dia dan Fitzgerald kini bekerja sama." "Jadi pasti Mafya yang mengeluarkannya dari Crucifix," kata Dexter. "Tapi bila ia memerlukan Remington 700, siapa yang jadi sasaran?" "Presiden," jawab Gutenburg. "Mungkin kau benar," jawab Dexter. "Tapi presiden yang mana?" 368
BAB DUA PULUH DELAPAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT dan Menteri Luar Negeri berada di antara 72 petugas yang berjajar di sepanjang landas pacu ketika pesawat Ilyushin 62 dari Angkatan Udara Rusia mendarat di Lanud Andrews agak di luar Washington DC. Karpet merah telah digelar, podium dengan selusinan mikrofon telah dipasang, dan sebuah tangga lebar telah ditarik ke tempat yang tepat di tarmak di mana pesawat akan meluncur pelan-pelan hingga berhenti sama sekali. Ketika pintu pesawat terbuka, Tom Lawrence menu-dungi mata dari sinar cerah matahari pagi. Seorang pramugari tinggi semampai berdiri di pintu. Sesaat kemudian, seorang pria gemuk pendek muncul di sampingnya. Lawrence tahu Zerimski hanya setinggi 160 senti, namun ketika berdiri di samping pramugari tinggi itu kekerdilan postur Zerimski tampak nyata sekali. Lawrence meragukan apakah orang setinggi Zerimski bisa menjadi Presiden Amerika Serikat 369 Sementara Zerimski dengan pelan menuruni tangga, gerombolan fotografer mulai menjepretnya seperti kesetanan. Dari belakang tali pemisah mereka, para ka-merawan dari semua saluran televisi mulai memfokus orang yang akan mendominasi berita dunia selama empat hari mendatang.
Kepala Protokoler Amerika Serikat melangkah maju untuk memperkenalkan kedua presiden. Lawrence menjabat tangan tamunya dengan hangat. "Selamat datang di Amerika Serikat, Mr. President." "Terima kasih, Tom," kata Zerimski langsung "menjegalnya". Lawrence berpaling untuk mengenalkan Menteri Luar Negeri. "Senang berjumpa denganmu, Larry," kata Zerimski. Zerimski tampak baik hati dan ramah ketika diperkenalkan kepada setiap pejabat baru: Menteri Pertahanan, Menteri Perdagangan, Penasihat Keamanan Nasional. Ketika tiba di akhir deretan, Lawrence menyentuh sikunya dan membimbingnya menuju podium. Ketika mereka melintasi landas pacu, Presiden Amerika membungkuk dan berkata, "Saya hanya akan mengatakan beberapa patah kata sambutan, Mr. President, dan kemudian mungkin Anda mau menanggapinya." "Tolong panggil saya Victor," desak Zerimski. Lawrence naik panggung, mengeluarkan selembar kertas dari saku, dan meletakkannya di mimbar. "Mr. President," ia memulai. Kemudian tersenyum sambil berpaling ke Zerimski dan berkata, "Victor. Perkenankan saya memulai dengan mengucapkan selamat datang di Amerika. Hari ini mencirikan pem370 bukaan era baru dalam hubungan khusus antara dua negara besar kita. Kunjungan Anda ke Amerika Serikat mencanangkan..." Connor duduk di depan tiga layar televisi, sedang nonton liputan upacara itu melalui tiga saluran televisi terbesar. Malam itu ia akan memutar kembali rekaman-rekaman itu berkali-kali. Ternyata ada penjagaan keamanan yang lebih besar di lapangan daripada yang telah ia antisipasi. Dinas Rahasia tampaknya mengeluarkan Divisi Perlindungan Pejabat sepenuhnya bagi tiap presiden. Tapi Gutenburg tak kelihatan, juga tak ada detektif CIA satu pun. Connor menduga Dinas Rahasia tidak
menyadari sedang ada pembunuh potensial yang berkeliaran. Connor sama sekali tidak kaget bahwa senapan yang ia beli di Dallas tak pernah mencapai tujuan. Dua tukang pukul Mafya itu telah melakukan segalanya guna memberi petunjuk CIA, kecuali menelepon mereka dengan nomor saluran langsung mereka. Seandainya ia jadi wakil direktur, ia pasti membiarkan mereka menyerahkan senapan itu dengan harapan bahwa mereka akan menunjukkan orang yang berniat menggunakannya. Gutenburg jelas berpendapat bahwa menghilangkan senjata itu lebih penting. Mungkin ia benar. Connor tak dapat mengambil risiko kembali dilibatkan dalam kekacauan seperti yang ia alami di Dallas. Mereka telah memaksanya mengeluarkan rencana alternatif. Setelah kejadian di Memphis Marriott, jelas bahwa Alexei Romanov tak mau dipersalahkan bila ada sesuatu yang tidak beres. Kini Connor mengendalikan seluruh persiapan pembunuhan itu. Mereka yang membayanginya menjaga jarak, walau tak pernah membiar-371 kannya menghilang dari pandangan mereka. Bila tidak demikian, ia sudah akan berada di Lanud Andrews pagi itu. Walau dengan mudah ia dapat melenyapkan mereka kapan saja ia mau. Connor sadar benar dengan sikap mereka terhadap kegagalan ketika mengetahui bahwa bos Mafya setempat di Dallas telah memotong tangan lain tukang pukul itu, sehingga ia tidak dapat mengulangi kesalahan itu untuk kedua kalinya. Presiden mengakhiri pidato penyambutannya dan menerima tepuk tangan bersama yang tak begitu berdampak besar di lapangan luas terbuka seperti itu. Ia menyingkir membiarkan Zerimski menanggapi. Tetapi ketika Presiden Rusia menggantikan tempatnya, ia tak tampak terlihat di atas deretan mikrofon. Connor tahu bahwa pers akan mengingatkan Presiden Amerika yang tingginya 180 senti itu pada bencana hubungan masyarakat ini terus-menerus selama empat hari berikutnya, dan bahwa Zerimski akan menganggap ia sengaja diperlakukan dengan sombong. Connor ingin
tahu petugas protokoler Gedung Putih mana yang akan dikeluarkan kemudian pada hari itu juga. Connor berefleksi: menembak orang setinggi 180 akan jauh lebih mudah daripada menembak orang yang hanya 160. Ia mempelajari agen-agen Divisi Perlindungan Pejabat yang telah ditugasi melindungi Zerimski selama kunjungannya. Ia mengenali empat dari mereka. Semuanya sama bagusnya dalam profesi mereka, masing-masing dapat merobohkan orang dengan satu tembakan dari jarak tiga ratus langkah, dan dapat melumpuhkan seorang penyerang dengan satu pukulan. Connor tahu bahwa di balik kacamata hitam, mata mereka jelalatan ke mana-mana. 372 Walau Zerimski tak dapat dilihat oleh mereka yang berdiri di landas pacu, katakatanya dapat didengar dengan jelas. Connor terkejut karena gaya gertak dan bentak yang digunakannya di Moskwa dan St. Petersburg kini diganti dengan nada yang jauh bersikap ber-damai. Ia berterima kasih kepada "Tom" atas sambutan hangatnya, dan berkata bahwa ia yakin kunjungan itu akan terbukti bermanfaat bagi kedua bangsa. Connor yakin Lawrence tak akan teperdaya oleh pameran kehangatan yang lahiriah ini. Jelas ini bukan tempat dan waktunya bagi Presiden Rusia untuk membiarkan orang-orang Amerika mengetahui agenda yang sebenarnya. Sementara Zerimski melanjutkan membaca naskahnya, Connor meneliti jadwal perjalanan selama empat hari yang telah disiapkan Gedung PutTh dan dengan -rapi didaftar menit demi menit di Washington Post. Ia tahu dari pengalaman bertahun-tahun bahwa bahkan dengan rencana yang tersusun paling bagus pun, acara-acara itu jarang terselenggara sesuai jadwal semula. Pada saat-saat tertentu selama kunjungan harus dian-daikan akan terjadi hal tak terduga, dan ia harus me-mastikan
bahwa saat itu ia tidak sedang menyiapkan senapannya. Kedua presiden akan diterbangkan dengan helikopter dari Lanud Andrews ke Gedung Putih. Di situ mereka akan langsung memulai sesi pembicaraan pribadi yang berlangsung hingga selama makan siang. Setelah makan siang, Zerimski akan dibawa ke Kedutaan Rusia untuk istirahat. Kemudian kembali ke Gedung Putih pada petang dan malam hari guna menghadiri jamuan santap malam resmi untuk menghormatinya. 373 Hari berikutnya ia akan mengadakan perjalanan ke New York untuk berpidato di depan PBB dan santap siang dengan Sekretaris Jenderal. Diikuti kunjungan sore hari ke Museum Metropolitan. Connor tertawa keras ketika pagi itu ia membaca dalam rubrik gaya di Post bahwa Tom Lawrence telah sadar akan kecintaan tamunya terhadap seni selama kampanye kepresidenan yang baru lalu. Selama masa kampanye dengan jadwal ketat, Zerimski menyempatkan diri tak hanya menghadiri balet Bolshoi, melainkan juga mengunjungi Museum Pushkin dan Museum Hermitage. Setelah kembali ke Washington hari Kamis malam, Presiden Rusia hanya punya cukup waktu untuk buru-buru ke Kedubes Rusia dan ganti jas santap malam, kemudian menghadiri pertunjukan Swan Lake oleh - Balet Washington di Kennedy Center. Post secara kurang bijaksana mengingatkan pada para pembaca bahwa lebih dari setengah corps de ballet adalah imigran Rusia. Jumat pagi akan ada pembicaraan yang diperpanjang di Gedung Putih, disusul dengan santap siang di Departemen Luar Negeri. Siangnya Zerimski akan mengucapkan pidato di depan sesi gabungan Kongres yang akan merupakan titik puncak kunjungannya selama empat hari. Lawrence berharap para penyusun undang-undang akan yakin bahwa pemimpin Rusia ini orang yang cinta damai dan mendukung RUU Pengurangan Senjata. Dan sebuah tajuk di New York Times memperingatkan
bahwa ini mungkin menjadi kesempatan di mana Zerimski mengutarakan garis besar strategi pertahanan Rusia selama dasawarsa mendatang. Koresponden diplomatik koran tersebut 374 telah menghubungi kantor pers Kedubes Rusia, tetapi secara singkat diberitahu bahwa tak akan ada ek-emplar pidato itu yang disebarkan sebelumnya Malamnya Zerimski akan menjadi tamu kehormatan pada jamuan malam di Dewan Usaha Amerika-Rusia. Pidato itu secara luas telah disirkulasikan dan seperti biasa tanpa memedulikan embargo apa pun. Connor telah mempelajarinya tiap kalimat, dan tahu bahwa tak akan ada wartawan yang tahu harga diri akan mencetak satu kata pun dari pidato tersebut. Hari Sabtu Zerimski dan Tom Lawrence akan pergi ke Stadion Cooke di Maryland untuk menonton pertandingan football antara Washington Redskins melawan Green Bay Packers, tim yang seumur hidup didukung Lawrence sebagai senator senior dari Wisconsin. Malamnya Zerimski akan menyelenggarakan santap malam di Kedubes Rusia sebagai balas budi atas keramahan mereka semua yang telah menjamunya selama kunjungannya. Pagi berikutnya ia akan terbang kembali ke Moskwa, tapi itu hanya bila Connor gagal melaksanakan perjanjian. Ada sembilan tempat yang harus dipertimbangkan Connor, tapi tujuh di antaranya telah ditolaknya sebelum pesawat Zerimski mendarat. Dari dua tempat yang tersisa, jamuan makan Sabtu malam tampaknya paling menjanjikan. Khususnya setelah ia diberitahu Romanov bahwa Mafya mengelola katering untuk semua pesta yang diadakan di Kedubes Rusia. Tepuk tangan riuh mengembalikan perhatian Connor ke upacara penyambutan. Beberapa orang yang berdiri di landas pacu baru sadar bahwa 375 Zerimski telah usai dengan pidatonya sesudah ia turun dari podium. Jadi penyambutan yang
diterimanya tidak begitu antusias sebagaimana yang diharapkan Lawrence. Kedua pemimpin berjalan melintasi tarmak menuju helikopter yang telah menunggu. Secara normal tak ada Presiden Rusia yang akan terbang dengan pesawat militer Amerika Serikat, tetapi Zerimski telah mengesampingkan semua keberatan dengan mengatakan kepada para penasihat bahwa ia ingin memanfaatkan setiap kesempatan guna "menjegal" Lawrence. Mereka naik pesawat dan melambai kepada massa. Beberapa saat kemudian Marine One mengambang di atas tanah beberapa detik lalu naik ke angkasa. Para wanita yang tidak menghadiri upacara penyambutan sebelumnya, kebingungan harus memegangi topi ataukah gaun mereka. Dalam waktu tujuh menit Marine One akan mendarat di Lapangan Selatan Gedung Putih, disambut oleh Andy Llyod dan staf senior Gedung Putih. Connor mematikan ketiga televisi, memutar kembali pita video, dan mulai memikirkan alternatif-alternatif. Ia telah memutuskan untuk tidak pergi ke New York. PBB dan Museum Metropolitan sebenarnya tidak memungkinkan orang lolos. Dan dia sadar bahwa Dinas Rahasia telah terlatih untuk melihat seseorang yang muncul dalam lebih dari satu kesempatan pada kunjungan seperti ini, termasuk wartawan dan petugas televisi. Apalagi masih ditambah dengan sedikitnya tiga ribu petugas New York yang terbaik, menjaga Zerimski setiap detik selama kunjungannya. Sementara Zerimski ke luar kota, ia akan menggu376 nakan waktunya untuk memeriksa dua tempat yang paling menjanjikan. Mafia telah mengusahakan supaya ia menjadi anggota tim katering yang akan me-ninjau Kedubes Rusia siang itu, sehingga ia akan tahu perincian jamuan makan Sabtu malam itu. Dubes telah mengutarakan keinginannya supaya pesta itu menjadi peristiwa yang tak terlupakan bagi kedua presiden. Connor melihat jamnya. Ia mengenakan jas dan pergi ke lantai dasar. BMW telah menunggunya, la naik ke jok belakang.
"Stadion Cooke," hanya itu yang ia ucapkan. Dalam mobil tak seorang pun berkomentar ketika pengemudi pelan-pelan memasukkan mobil ke jalur tengah. Saat sebuah truk besar penuh dengan muatan mobil baru lewat di seberang jalan, Connor memikirkan Maggie dan tersenyum. Pagi itu ia telah berbicara dengan Cari Koeter dan diberi kepastian bahwa ketiga kanguru itu telah selamat dalam kantong mereka. "Omong-omong, Mafia mendapat kesan bahwa mereka langsung dikirim kembali ke Amerika," demikian penjelasan Koeter. "Bagaimana kau mengaturnya sampai bisa begitu?" tanya Connor. "Salah satu pengawal mereka mencoba menyuap petugas pabean. Ia mengambil uangnya dan memberitahu dia bahwa mereka telah tertangkap membawa narkotika, dan telah 'dikembalikan ke bandara embarkasi mereka'." "Apa menurutmu mereka teperdaya oleh itu?" "Oh. ya," jawab Koeter. "Mereka harus membayar banyak untyk sepotong informasi itu." 377 Connor tertawa. "Aku akan selalu berutang padamu, Cari. Katakan saja bagaimana aku harus melunasinya." "Itu tak perlu, sobat," jawab Koeter. "Aku hanya rindu berjumpa lagi dengan istrimu dalam keadaan yang lebih menyenangkan." Pengawal Connor tak menyebutkan hilangnya Maggie, jadi ia tak tahu pasti apakah mereka terlalu sombong untuk mengakui bahwa mereka telah kehilangan Maggie, Suart, dan Tara, ataukah mereka masih berharap bisa mendapatkan mereka kembali sebelum Connor tahu yang sebenarnya. Mungkin mereka takut Connor tidak melaksanakan tugas jika tahu istri dan putrinya tidak lagi di tangan mereka, tetapi Connor tak pernah ragu bahwa jika ia gagal memenuhi perjanjian, Alexei Romanov akhirnya akan melacak Maggie dan membunuhnya. Dan bila bukan Maggie, ya
Tara. Bolchenkov telah memperingatkan bahwa jika perjanjian belum diselesaikan—entah dengan cara bagaimana, Romanov tak akan diizinkan kembali ke tanah airnya. Ketika BMW itu belok ke jalan lingkar, Connor memikirkan Joan, yang satu-satunya kejahatannya ialah telah menjadi sekretaris Connor. Ia mengepalkan tinju, berharap perjanjiannya dengan Mafya akan menghabisi Dexter dan wakilnya yang berkomplot dengannya. Itulah tugas yang akan ia laksanakan dengan rasa lega. BMW melewati batas kota Washington, dan Connor bersandar sambil memikirkan masih berapa lagi persiapan yang perlu dilaksanakan. Ia harus mengitari stadion beberapa kali sambil memeriksa setiap jalan keluar, sebelum memutuskan apakah ia mau masukjce sana. 378 Marine One mendarat dengan lembut di Lapangan Selatan. Kedua presiden keluar dari helikopter dan disambut tepuk tangan meriah enam ratus anggota staf Gedung Putih yang berkumpul di situ. Ketika memperkenalkan Zerimski kepada kepala stafnya, Lawrence melihat Andy tampaknya sedang banyak pikiran. Kedua pemimpin menghabiskan waktu lama untuk berpose di depan para fotografer, kemudian baru mengundurkan diri ke Ruang Oval dengan para penasihat mereka untuk mengkonfirmasikan topik-topik yang akan dibahas dalam pertemuan kemudian. Zerimski tidak keberatan dengan jadwal yang telah disusun Andy Lloyd, dan tampak santai menghadapi topik-topik yang akan dibahas. Ketika mereka istirahat untuk santap siang, Lawrence merasa diskusi permulaan telah berjalan lancar. Mereka pindah ke Ruang Kabinet. Lawrence menceritakan kisah ketika Presiden Kennedy bersantap siang dengan delapan peraih Hadiah Nobel dan memberi komentar bahwa itu adalah pertemuan intelek terbesar di sana, karena Jefferson bersantap seorang diri selama ini. Larry Harrington tertawa karena wajib, walau telah mendengar cerita itu dari Presiden kira-kira selusin
kali sebelumnya. Andy Lloyd bahkan tak mencoba tersenyum. Sesudah santap siang, Lawrence menemani Zerimski ke limusin yang sedang menunggu di jalan masuk diplomatik. Begitu mobil terakhir dari arak-arakan mobil itu menghilang dari pandangan— sekali lagi Zerimski bersikeras ia harus mempunyai satu mobil le-379 bih daripada arak-arakan mobil mantan Presiden Rusia yang mana pun—Lawrence buru-buru kembali ke Ruang Oval. Andy Lloyd yang cemberut berdiri di samping meja. "Menurutku semuanya berjalan lancar sebagaimana diharapkan," kata Presiden. "Mungkin," jawab Llyod. "Walau aku tak percaya orang itu mengatakan kebenaran, bahkan pada dirinya sendiri. Menurutku ia terlalu kooperatif. Aku merasa kita sedang dijebak." "Itukah sebabnya kau sangat tak komunikatif selama santap siang?" "Tidak. Kupikir kita mempunyai masalah yang jauh lebih besar di pihak kita," kata Lloyd. "Apa kau telah membaca laporan terakhir Dexter? Kemarin sore kutinggalkan di mejamu." "Belum. Aku belum membacanya," jawab Presiden. "Kemarin kuhabiskan sebagian besar waktuku dengan mengasingkan diri bersama Larry Harrington di Deplu." Ia membuka berkas berlambang CIA itu dan mulai membacanya. Ia menyumpah keras-keras tiga kali sebelum sampai ke halaman dua. Menjelang saat ia sampai di paragraf terakhir, wajahnya pucat lesi. Ia mengangkat mukanya ke sahabat terkaribnya. "Kupikir Jackson seharusnya ada di pihak kita." "Memang, Mr. President." "Lalu bagaimana mungkin Dexter mengklaim ia dapat membuktikan Jackson bertanggung jawab atas pembunuhan di Kolombia, kemudian pergi ke St. Petersburg dengan niat membunuh Zerimski?" "Sebab dengan demikian ia membersihkan diri dari 380 segala keterlibatan dan membiarkan kita yang lebih dulu menjelaskan mengapa kita menugaskan
Jackson. Saat ini ia pasti telah mempunyai satu lemari penuh dengan berkasberkas untuk membuktikan bahwa Jackson-lah yang membunuh Guzman, dan segala sesuatu mengenai Jackson yang ia harapkan dipercaya seluruh dunia. Lihat saja foto-foto yang ia kirimkan ini. Foto-foto Jackson di sebuah bar di Bogota sedang menyerahkan uang pada Kepala Polisi. Yang tidak diperlihatkan ialah bahwa foto-foto itu dibuat hampir dua minggu sesudah pembunuhan. Jangan lupa, Sir, CIA tak tertandingi dalam hal melindungi kedudukan." "Bukan kedudukan mereka yang kukhawatirkan," kata Presiden. "Lalu bagaimana dengan cerita Dexter bahwa Jackson telah kembali ke Amerika dan bekerja sama dengan Mafya Rusia?" "Cocok, kan?" kata Lloyd. "Jika ada yang tak beres selama kunjungan Zerimski, Dexter sudah punya seorang yang sedang antre menerima hukuman " "Kalau begitu bagaimana menjelaskan fakta bahwa Jackson terekam oleh kamera keamanan di Dallas beberapa hari lalu sedang membeli senapan bertenaga tinggi yang mirip dengan spesifikasi senapan yang digunakan untuk membunuh Guzman?" "Sederhana saja," sahut Lloyd. "Begitu disadari bahwa orang itu sebenarnya bukan Jackson, segalanya cocok pada tempat masing-masing." "Jika bukan Jackson, lalu siapa dia itu?" "Connor Fitzgerald," jawab Lloyd tenang. "Tapi kau bilang Fitzgerald dipenjara di St. Petersburg, kemudian digantung. Kita bahkan telah membicarakan bagaimana mengeluarkannya dari sana." 381 "Aku tahu, Sir, tapi itu tak mungkin terjadi begitu Zerimski terpilih. Kecuali..." "Kecuali?" "Kecuali Jackson menggantikan tempatnya." "Astaga, mengapa dia berbuat demikian?" "Ingat bahwa Fitzgerald menyelamatkan hidup Jackson di Vietnam, dan ia mempunyai
Medali Kehormatan untuk membuktikannya. Ketika Fitzgerald kembali dari perang, Jacksonlah yang merekrutnya menjadi NOC. Selama 28 tahun ia bekerja untuk CIA, dan memperoleh reputasi sebagai perwira yang paling disegani. Kemudian tiba-tiba dalam waktu singkat ia menghilang dan tak dapat dilacak dalam buku mereka. Sekretarisnya, Joan Bennett, yang bekerja untuknya selama sembilan belas tahun, tiba-tiba meninggal dalam kecelakaan mobil yang misterius ketika sedang dalam perjalanan menemui istri Fitzgerald. Kemudian istri dan putrinya juga lenyap dari muka bumi. Sementara itu orang yang kita tugasi untuk menyelidiki apa yang terjadi didakwa membunuh dan menipu sahabatnya. Tetapi bagaimanapun cermatnya kau meneliti begitu banyak laporan Dexter, kau takkan menemukan nama Connor Fitzgerald disebut satu kali pun." "Bagaimana kau tahu semuanya ini, Andy?" tanya Lawrence. "Sebab Jackson segera meneleponku dari St. Petersburg begitu Fitzgerald ditangkap." "Apa pembicaraan itu direkam?" "Ya, tentu, Sir." "Sialan," kata Lawrence. "Dexter membuat J. Edgar Hoover tampak seperti Pramuka Putri." "Jika kita menerima Jackson yang digantung di 382 Rusia, kita harus mengandaikan Fitzgerald-lah yang terbang ke Dallas dengan niat membeli senapan itu sehingga dapat melaksanakan tugas yang sekarang ini." "Akukah sasarannya kali ini?" tanya Lawrence tenang. "Kukira bukan begitu, Mr. President. Itulah satu-satunya hal di mana Dexter berterus terang—aku masih berpendapat Zerimski-lah yang jadi sasaran." "Oh, ya Tuhan," kata Lawrence sambil rebah di kursinya. "Tapi mengapa orang yang begitu terhormat, punya latar belakang dan reputasi sebaik Fitzgerald terlibat dalam misi seperti itu? Aku tak bisa mengerti." "Bisa dimengerti bila orang terhormat itu percaya bahwa perintah asli untuk
membunuh Zerimski datang darimu." Zerimski telah agak terlambat ketika pesawatnya tinggal landas dan menerbangkannya dari New York kembali ke Washington, tetapi dalam hati ia senang. Pidatonya di PBB telah disambut baik, dan santap siang dengan Sekretaris Jenderal telah diumumkan dalam komunike oleh Sekretariat sebagai "mempunyai cakupan luas dan produktif. Selama kunjungan ke Museum Metropolitan siang itu, Zerimski mampu menyebut artis Rusia yang telah diberi kesempatan berpameran di salah satu galeri atas. Selain itu, ia juga tak memedulikan jadwal perjalanan ketika telah meninggalkan museum itu, hingga pengawas Dinas Rahasia kalang kabut. Ia bahkan berjalan-jalan di Fifth Avenue untuk berjabat tangan dengan orang-orang yang berbelanja untuk Natal 383 Zerimski terlambat satu jam dari jadwal menjelang saat pesawatnya mendarat di Washington, dan ia harus ganti pakaian dengan jas santap malam di bagian belakang limusin supaya tak menunda dimulainya pertunjukan Swan Lake di Kennedy Center lebih dari seperempat jam. Setelah para penari membungkuk untuk terakhir kali, ia kembali ke Kedubes Rusia untuk melewatkan malam kedua. Sementara Zerimski tidur, Connor tetap terjaga. Ia jarang dapat tidur lebih lama dari beberapa menit selama mempersiapkan sebuah operasi. Ia menyumpah keras-keras ketika melihat tayangan liputan petang tentang Zerimski yang jalan-jalan. Itu mengingatkannya bahwa ia selalu harus siap menghadapi hal-hal tak terduga: dari sebuah apartemen di Fifth Avenue, Zerimski akan menjadi sasaran mudah, dan massa pasti begitu banyak dan tak terkendali, hingga ia dapat menghilang dalam beberapa saat. Ia menyingkirkan New York dari pikiran. Sejauh yang menyangkut dirinya, hanya
tinggal dua tempat serius yang dapat dipertimbangkan. Di tempat pertama, ada masalah. Ia tak mempunyai senapan yang membuatnya merasa tenang bila menggunakannya, walaupun dengan massa begitu besar soal lolos akan jauh lebih mudah. Mengenai tempat kedua, jika Romanov dapat memberikan Remington 700 yang telah termodifikasi menjelang pagi hari diadakannya jamuan makan dan dapat menjamin lolosnya, tampaknya itulah pilihan yang jelas. Atau apakah itu agak terlalu jelas? Ia mulai menulis daftar pro dan kontra bagi ma384 sing-masing tempat. Menjelang pukul dua hari berikutnya, walau lelah, ia menyadari bahwa ia harus mengunjungi dua tempat itu lagi sebelum dapat mengambil keputusan akhir. Tapi bahkan di saat demikian itu pun ia tak berniat memberitahu Romanov mana yang dipilihnya. 385
BAB DUA PULUH SEMBILAN "PUG" WASHER—tak seorang pun tahu nama sebenarnya—adalah salah satu pribadi yang ahli dalam satu bidang. Dalam hal ini bidangnya ialah Washington Redskins. Pug telah bekerja untuk Redskins, dewasa dan anak-anak, selama lima puluh tahun. Ia telah bergabung dengan staf lapangan pada usia lima belas tahun, ketika tim itu masih bermain di Stadion Griffith. Ia mulai kehidupannya di situ sebagai pembawa air minum dan kemudian beralih menjadi pemijat tim. Ia menjadi sahabat yang tepercaya dan dipercaya dari para pemain Redskins dari generasi ke generasi. Tahun 1997, setahun sebelum pensiun, Pug bekerja bersama dengan kontraktor yang membangun Stadion Jack Kent Cooke. Pengarahannya sederhana: memastikan agar para penggemar dan pemain
Redskins mendapatkan segala fasilitas yang mereka harapkan dari tim terbesar di negeri itu. 386 Pada upacara pembukaan, arsitek senior mengatakan kepada para hadirin bahwa ia selamanya akan berutang budi kepada Pug atas peranan yang ia mainkan dalam membangun stadion baru itu. Selama pidato penutupan John Kent Cooke, presiden Redskins, telah mengumumkan bahwa Pug telah dipilih masuk ke Hall of Fame tim. Ini merupakan tanda penghargaan yang biasanya dikhususkan bagi para pemain terbesar. Pug bercerita kepada para wartawan, "Tak akan lebih bagus lagi daripada ini." Walau telah pensiun ia selalu setia menonton permainan Redskins, baik di kandang sendiri maupun di luar. Connor dua kali menelepon untuk melacak Pug ke apartemen kecilnya di Arlington, Virginia. Ketika menjelaskan kepada orang tua itu bahwa ia telab ditugasi untuk menulis artikel di Sports lllustrated mengenai arti stadion baru bagi para penggemar Redskins, ia seperti membuka keran. "Mungkin Anda bisa meluangkan waktu satu-dua jam untuk mengantar saya mengelilingi 'the Big Jack'," demikian usul Connor. Untuk pertama kalinya monolog Pug berhenti, dan ia tetap bungkam hingga Connor mengusulkan akan memberi honorarium sebesar $100. Ia telah mengetahui bahwa imbalan Pug yang biasa untuk memandu tur sebesar $50. Mereka setuju untuk bertemu keesokan harinya pukul sebelas. Ketika Connor tiba pukul 10.59, Pug mengantarnya ke stadion seolah ia pemilik klub. Selama tiga jam berikutnya ia menyuguhkan kepada tamunya sejarah lengkap Redskins dan menjawab setiap pertanyaan Connor. Dari mengapa stadion tidak selesai tepat waktu untuk 387 upacara pembukaan hingga bagaimana manajemen mempekerjakan pekerja sementara pada hari pertandingan. Connor jadi tahu bahwa Sony Jumbo Tron atau Peralatan Jumbo Sony di belakang wilayah garis gawang hingga garis akhir merupakan sistem layar video terbesar di dunia, dan
bahwa deretan tempat duduk paling depan telah dinaikkan 2,7 meter di atas lapangan pertandingan, sehingga para penggemar dapat melihat di atas kamera-kamera televisi dan para pemain bertubuh kekar tak jemu-jemunya hilir-mudik di area luar garis tepi di depan mereka. Connor adalah penggemar Redskins selama hampir tiga puluh tahun, jadi tahu bahwa semua karcis pertandingan musiman selalu terjual habis sejak 1966, dan masih ada daftar pembeli cadangan sebanyak 50.000. la tahu- karena ia salah satu pembeli cadangan itu. Ia juga tahu Washington Post menjual karcis ekstra sebanyak 25.000 eksemplar bila Redskins memenangkan pertandingan. Tetapi ia tak tahu di bawah lapangan permainan terpasang pipa-pipa uap panas sepanjang 55 kilometer, dan ada tempat parkir untuk 23.000 kendaraan, dan ada band lokal yang akan memainkan lagu kebangsaan Rusia dan Amerika Serikat sebelum dimulainya pertandingan besok. Keba-' nyakan informasi yang dikemukakan Pug tak berguna bagi Connor, tetapi tiap beberapa menit masih ada | informasi yang berguna. Sementara mereka berjalan mengelilingi stadion, Connor dapat melihat pemeriksaan keamanan yang ketat dilaksanakan oleh staf Gedung Putih yang dikirim lebih dulu untuk pertandingan hari berikutnya. Magnetometer yang harus dilalui setiap orang yang 388 masuk lapangan dan yang dapat mendeteksi manakala mereka membawa sesuatu yang bisa digunakan sebagai senjata, telah terpasang di tempat masing-masing. Semakin dekat dengan boks tempat duduk pemilik—di mana kedua presiden akan menonton pertandingan— pemeriksaan semakin ketat. Pug marah ketika dihentikan agen Dinas Rahasia yang menjaga jalan masuk ke boks para eksekutif. Dengan keras ia menjelaskan bahwa ia anggota Hall of Fame Redskins dan salah satu tamu yang akan bertemu dengan kedua presiden hari berikutnya. Namun agen itu tetap melarangnya masuk
tanpa kartu pas keamanan. Connor mencoba meyakinkan Pug bahwa itu tidak begitu penting. Ketika mereka berjalan pergi Pug menggerutu sambil menahan napas, "Apakah aku tampak seperti orang yang ingin membunuh Presiden?" Ketika dua orang itu berpisah pada pukul dua siang, Connor menyerahkan kepada pemandunya uang $120. Dalam waktu tiga jam orang tua itu memberitahukan lebih banyak daripada seluk-beluk yang dapat diberitahukan oleh seluruh Dinas Rahasia seumur hidup. Sebenarnya ia akan memberikan $200, tetapi itu mungkin menimbulkan kecurigaan Pug. Connor melihat jamnya. Ternyata ia telah terlambat beberapa menit untuk janjinya dengan Alexei Romanov di Kedubes Rusia. Ketika diantar meninggalkan stadion, ia menyetel radio siaran C-SPAN, siaran yang jarang ia dengarkan. Seorang komentator sedang melukiskan suasana di mimbar pidato DPR, sementara para anggota menunggu kedatangan Presiden Rusia. Tak seorang pun 389 1 punya gambaran tentang apa yang akan dikatakan Zerimski, karena pers tak diberi naskah pidato itu sebelumnya, dan telah dinasihati untuk mencocokkannya saat pidato itu disampaikan. Lima menit sebelum pidato itu dijadwalkan dimulai, Zerimski masuk menuju mimbar pidato DPR diiringi oleh panitia pendamping. Komentator mengumumkan, "Semua yang hadir telah berdiri dan sedang bertepuk tangan bagi tamu dari Rusia. Presiden Zerimski tersenyum dan melambaikan tangan sambil berjalan di sepanjang gang, di antara kursi-kursi di ruang DPR yang penuh sesak, menuju ke podium sambil berjabatan dengan orang-orang yang mengulurkan tangan." Selanjutnya komentator meneruskan menggambarkan tepuk tangan itu "hangat dan tidak mengungkapkan rasa terpesona". Ketika tiba di podium, dengan hati-hati Zerimski meletakkan kertas-kertasnya di atas mimbar. Ia mengambil kotak kacamata dan mengenakan kacamatanya. Para pengawas Kremlin langsung tahu
bahwa pidato akan diucapkan kata demi kata dari naskah yang telah dipersiapkan, dan tak akan ada improvisasi yang membuat Zerimski sangat dikenal selama kampanye pemilihan. Para anggota Kongres, Mahkamah Agung, dan Korps Diplomatik kembali duduk. Mereka tidak menyadari akan adanya bom yang segera diledakkan. "Saudara Ketua DPR, Saudara Wakil Presiden, dan Saudara Ketua Mahkamah Agung," demikian Zerimski memulai. "Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada Anda sekalian dan para warga negara Anda atas penyambutan ramah dan menyenangkan 390 yang saya terima pada kesempatan kunjungan rJertama saya ke Amerika Serikat ini. Saya pasti akan ingin kembali mengunjungi negara ini berkali-kali." Pada poin ini Titov telah menuliskan "JEDA" di pinggir teks—memang tepat, sebab ini disusul dengan tepuk tangan yang menyeluruh. Zerimski kemudian menyampaikan serangkaian pujian mengenai prestasi historis Amerika, sambil mengingatkan kepada para pendengar bahwa tiga kali selama abad silam kedua bangsa itu telah berjuang bersama melawan musuh yang sama. Kemudian ia melanjutkan dengan melukiskan "hubungan sangat baik yang sedang dinikmati oleh kedua negara kita" Tom Lawrence yang sedang mengamati pidato itu dengan Andy Lloyd melalui C-SPAN di Ruang Oval mulai agak santai. Bahkan beberapa menit kemudian secercah senyum terulas di bibirnya. Tetapi senyum itu hilang sama sekali dari wajahnya ketika Zerimski mengucapkan kata-kata berikutnya. "Saya adalah orang terakhir di bumi ini yang menginginkan kedua bangsa besar kita ini kembali terlibat dalam perang yang tak ada artinya." Zerimski. berhenti sejenak. "Khususnya bila kita tidak berada di pihak yang sama." Ia mengangkat muka dan tampak berseri-seri, walau tak seorang pun yang hadir menganggap komentarnya sangat lucu. "Untuk memastikan bahwa bencana seperti itu
tidak akan menimpa diri kita lagi, Rusia mutlak perlu tetap kuat seperti Amerika Serikat di medan perang bila harus memiliki bobot pada meja perundingan." Di Ruang Oval, Lawrence menonton sementara kamera televisi menyorot wajah-wajah cemberut para 391 anggota Majelis, dan tahu bahwa Zerimski hanya memerlukan sekitar empat puluh detik untuk menghancurkan setiap kemungkinan diterimanya RUU Pengurangan Senjata menjadi undang-undang. Sisa pidato Zerimski diterima dengan diam. Ketika ia turun dari podium, tak ada tangan-tangan yang terulur, dan tepuk tangan terdengar jelas dingin. BMW putih itu mendekati Wisconsin Avenue, Connor mematikan radio. Sampai di gerbang Kedubes Rusia, salah satu pembantu Romanov memeriksa mereka melalui keamanan. Connor dikawal memasuki area penerimaan tamu berlantai pualam putih untuk kedua kalinya dalam tiga hari. la dapat langsung melihat apa yang dimaksud Romanov ketika mengatakan bahwa keamanan intern kedubes itu kendor. "Bila dipikir-pikir, siapa yang akan membunuh Presiden Rusia yang tersayang di kedutaan sendiri?" katanya dengan tersenyum. Sementara mereka menyusuri koridor panjang, Connor berkata kepada Romanov, "Tampaknya kau bisa menggunakan seluruh gedung ini dengan cuma-cuma." "Kau pun juga demikian jika menyetor cukup uang ke rekening bank Swiss milik Duta Besar untuk memastikan ia tak perlu kembali ke tanah air lagi." Romanov meneruskan memperlakukan Kedubes seolah rumah sendiri, bahkan membuka pintu ke kamar kerja Duta Besar dan memasukinya. Ketika mereka memasuki kamar yang lengkap dengan perabotan penuh hiasan, Connor terkejut melihat Remington 700 sesuai pesanan tergeletak di meja Duta Besar. 392 Ia mengambilnya dan memeriksanya dengan teliti. Sebenarnya ia akan menanyakan
kepada Romanov bagaimana dapat memperoleh senapan itu, jika ia berpendapat ada kemungkinan diberitahu yang sebenarnya. Connor memegang batang senapan dan menekuk gagangnya. Dalam ruang peluru hanya terlihat satu butir peluru berekor bentuk perahu. Ia mengernyitkan alis kepada Romanov. "Kuandaikan dalam jarak itu kau hanya memerlukan satu peluru," kata orang Rusia itu. Ia mengantarkan Connor ke sudut kamar, dan menyingkap tirai untuk menunjukkan lift pribadi Duta Besar. Mereka masuk, menutup pintunya, dan turun pelan-pelan ke galeri di atas ruang dansa di lantai dua. Beberapa kali Connor memeriksa galeri setiap inci, kemudian menyelinap ke belakang patung besar Lenin. Ia melihat melalui tangan patung yang miring untuk memeriksa garis pandang ke tempat Zerimski akan mengucapkan pidato perpisahan. Ia memastikan bisa melihat tanpa dapat dilihat. Ia sedang berpikir-pikir betapa mudahnya, ketika Romanov menyentuh lengannya dan mengantarkannya kembali ke lift. "Kau harus datang beberapa jam lebih awal, dan bekerja sama dengan staf katering sebelum jamuan makan dimulai," kata Romanov. "Mengapa?" "Kami tak ingin seorang pun curiga bila kau menghilang justru sebelum Zerimski memulai pidato." Romanov melihat jam. "Kita harus pergi. Zerimski akan kembali beberapa menit lagi." Connor mengangguk. Mereka berjalan menuju pin393 tu masuk belakang. Ketika naik ke jok belakang BMW ia berkata, "Aku akan memberitahumu bila telah memutuskan tempat mana yang kupilih." Romanov tampak terperanjat, tapi tak berkata apa-apa. Connor telah diantar keluar melalui gerbang Kedubes beberapa menit sebelum Zerimski kembali
dari Capitol. Ia menyetel r