Varietas Unggul Baru Perlu Segera Dikembangkan Lembaga penelitian dituntut untuk menghasilkan varietas unggul sesuai dengan target yang menjadi patokan kinerja perakitan varietas. Namun sebagian petani masih kesulitan mengakses benih dan bahkan tidak tahu varietas unggul apa saja yang baru dilepas. Petani dan penyuluh perlu tahu, varietas unggul yang sudah dan baru dilepas serta ketersediaan benihnya.
P
etani umumnya sudah merasakan manfaat penanaman varietas unggul dalam peningkatan produksi karena berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit utama, dan toleran terhadap kondisi lingkungan tertentu. Sayangnya, keunggulan suatu varietas dibatasi oleh lokasi, waktu, pengelolaan, dan lingkungan. Varietas unggul yang semula tahan terhadap hama dan penyakit tertentu, misalnya, beberapa musim tanam kemudian patah ketahanannya karena berubahnya status biotipe hama atau ras patogen. Varietas unggul yang mampu berproduksi tinggi di lokasi tertentu tidak demikian halnya di lokasi yang lain. Varietas tertentu menghendaki pengelolaan yang berbeda dengan varietas lainnya seperti air, pupuk, dan cara tanam. Wawancara dengan petani di beberapa sentra produksi padi di Jawa Barat lebih dari satu dekade yang lalu mengungkapkan bahwa mereka bersedia menanam varietas unggul baru asal beras yang dihasilkan disukai konsumen dan benihnya mudah diperoleh. Mereka kesulitan mengakses benih dan bahkan tidak tahu varietas unggul apa saja yang baru dilepas. Kenyataan ini menunjukkan lemahnya diseminasi teknologi hasil penelitian. Di sisi lain, lembaga penelitian terus didorong untuk menghasilkan varietas unggul sesuai target yang menjadi
2
patokan kinerja perakitan varietas. Pada tahun 2013, Badan Litbang Pertanian telah melepas tujuh varietas unggul baru padi, lima varietas jagung, empat varietas kedelai, satu varietas kacang tanah, dua varietas gandum, dan dua varietas sorgum dengan indeks kinerja utama 100%.
Varietas Unggul Padi Dari tujuh varietas unggul padi yang dilepas, lima di antaranya untuk lahan sawah irigasi dan dua lainnya untuk lahan kering (gogo). Lima varietas unggul baru padi sawah yang dilepas adalah hibrida HIPA 18 dan HIPA 19 serta inbrida Inpari 31, Inpari 32 HDB, dan Inpari 33. Dua varietas unggul padi gogo yang dilepas adalah Inpago 10 dan Inpago Lipigo 4. Padi hibrida varietas HIPA 18 berumur 113 hari dengan potensi hasil 10,3 t/ha, agak tahan penyakit hawar
daun bakteri patotipe IV dan VIII, tahan penyakit blas ras 073 dan 173, agak tahan terhadap ras 133. Varietas HIPA 19 berumur 111 hari dengan potensi hasil 10,1 t/ha, agak tahan hama wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3, tahan blas ras 033, dan agak tahan ras 073 dan 173. Dalam pengembangannya, kedua varietas padi hibrida ini dianjurkan mengikuti pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada lahan sawah irigasi. Padi inbrida varietas Inpari 31 mampu berproduksi hingga 8,5 t/ha dengan umur panen 119 hari, tahan terhadap hama wereng batang coklat biotipe 1, 2 dan 3, tahan penyakit hawar daun bakteri (HDB) patotipe III, tahan penyakit blas ras 033, dan tahan penyakit tungro ras Lanrang. Varietas Inpari 32 HDB berumur 120 hari dengan potensi hasil 8,42 t/ha, tahan penyakit HDB patotipe III, agak tahan patotipe IV dan VIII, tahan penyakit blas ras 033,
ISSN 0852-6230 Penanggungjawab: Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Dr Hasil Sembiring Dewan Redaksi: Nuning Argo Subekti, Hermanto, Husni Kasim, Haryo Radianto, M. Syam Tata Letak: Edi Hikmat Alamat: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jalan Merdeka 147, Bogor, 16111 Telp. (0251) 8334089, 8311432, Faks. (0251) 8312755; E-mail:
[email protected]. www.pangan.litbang.deptan.go.id
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
Detam 3 Prida dan Detam 4 Prida adalah kedelai berbiji hitam untuk bahan baku kecap. Detam 3 Prida mampu berproduksi 3,2 t/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Mallika (2,46 t/ha) dan Detam 1 (2,66 t/ha), varietas unggul kedelai hitam generasi sebelumnya. Varietas Detam 4 Prida berdaya hasil 2,90 t/ha, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Mallika dengan produktivitas 2,46 t/ha.
Dari tujuh varietas unggul padi yang dilepas pada tahun 2013, dua di antaranya padi hibrida dengan potensi hasil di atas 10 t/ha.
agak tahan ras 073, dan agak tahan penyakit tungro ras Lanrang. Varietas Inpari 33 mampu berproduksi hingga 9,6 t/ha pada umur 107 hari, tahan hama wereng batang coklat biotipe 1, 2, 3, agak tahan penyakit HDB patotipe III dan VIII, dan tahan penyakit blas ras 073. Dalam kondisi yang mendukung dan dengan penerapan teknologi budi daya yang tepat, varietas Inpago 10 mampu berproduksi hingga 7,31 t/ha pada umur 115 hari. Padi gogo ini tahan penyakit blas ras 033, agak tahan ras 133 dan ras 073, agak toleran kekeringan dan keracunan Al pada tingkat 60 ppm Al 3+. Varietas Inpago Lipigo 4 berumur 113 hari dengan potensi hasil 7,10 t/ha, agak tahan penyakit blas ras 073. Keunggulan penting lainnya dari varietas Inpago Lipigo 4 adalah toleran kekeringan dan dapat dikembangkan pada lahan kering dataran rendah sampai ketinggian lokasi < 700 m dpl.
Varietas Unggul Jagung Varietas unggul jagung yang dilepas adalah tiga jenis hibrida Bima-17, Bima-
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
18, Bima Provit A1 dan dua jagung pulut bersari bebas URI-1 dan URI-2. Varietas Bima-17 dan Bima-18 berumur 95 hari dengan potensi hasil 13,6 t/ha, tahan penyakit bulai, karat daun, dan bercak daun, tahan rebah, dan rendemen biji tinggi. Bima-17 memiliki ukuran tongkol besar dan hasilnya stabil pada lingkungan yang luas, sedangkan Bima-18 beradaptasi baik pada lingkungan suboptimal. Varietas Bima Provit A1 berumur 102 hari dengan potensi hasil 11,6 t/ha, agak tahan penyakit bulai. Jagung pulut unggul varietas URI-1 memiliki potensi hasil 9,4 t/ha dan varietas URI-2 berdaya hasil 9,2 t/ha, sementara jagung pulut lokal hanya mampu berproduksi 1,5-2,0 t/ha. Kedua varietas unggul baru jagung pulut ini memiliki tongkol yang besar, kelobot menutup dengan baik, agak tahan penyakit bulai, dan warna biji putih.
Varietas Unggul Kedelai Empat varietas unggul baru kedelai masing-masing dilepas dengan nama Detam 3 Prida, Detam 4 Prida, Gamasugen 1, dan Gamasugen 2.
Detam 3 Prida berumur genjah (75 hari), agak toleran rebah dan agak toleran kekeringan pada fase reproduktif. Detam 4 Prida juga berumur genjah (76 hari), agak tahan terhadap hama penghisap polong dan penyakit karat. Kedua kedelai berbiji hitam ini toleran terhadap kekeringan. Protein kecap dari varietas Detam 3 Prida dan Detam 4 Prida masing-masing 835% dan 812%. Tingkat kecerahan kecap dari varietas Detam 3 Prida dan Detam 4 Prida lebih baik daripada varietas Detam 1 dan Mallika. Kecap dari varietas Detam 3 Prida dan Detam 4 Prida disukai oleh panelis. Kedelai varietas Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 merupakan hasil rakitan kerja sama antara BATAN dengan Balitkabi. Kedua varietas unggul kedelai ini lebih genjah (66 hari), tahan penyakit karat daun, bercak daun, dan hama penggerek pucuk.
Varietas Unggul Kacang Tanah Diberi nama Litbang Garuda 5, varietas unggul kacang tanah yang baru dilepas merupakan hasil persilangan tunggal antara varietas lokal Lamongan dengan galur ICGV87123. Varietas unggul ini mampu berproduksi 3,5 t/ha. Varietas unggul Litbang Garuda 5 adaptif pada tanah Alfisol, tahan penyakit layu, agak tahan penyakit karat daun dan bercak daun, tahan Aspergillis flavus dan Aflatoksin.
3
Varietas Unggul Gandum Dua varietas gandum yang dilepas adalah GURI-1 dan GURI-2 yang beradaptasi dengan baik di beberapa lokasi. Varietas GURI-1 memiliki potensi hasil 7,4 t/ha dengan rata-rata 5,8 t/ha, lebih tinggi daripada varietas Selayar dan Dewata. Varietas GURI-2 berdaya hasil 7,2 t/ha dengan rata-rata 5,6 t/ha. Kedua varietas unggul ini adaptif di dataran tinggi > 1.000 m dpl, umur panen 133134 hari, tahan penyakit karat daun, dan agak tahan penyakit hawar daun. Dari segi hasil, varietas GURI-1 dan GURI-2 lebih baik dibandingkan dengan empat varietas gandum yang dilepas sebelumnya yang hanya mampu berproduksi 2-3 t/ha.
Varietas Unggul Sorgum Dua varietas sorgum yang dilepas adalah Super-1 dan Super-2, keduanya merupakan varietas sorgum manis yang potensial dikembangkan secara luas untuk bioetanol. Varietas Super-1 berumur 110 hari, potensi hasil 5,7 t/ha pada kadar air 10%, potensi produksi etanol 4.380 liter/ha, dan produksi biomas batang 38,7 t/ha, dengan kadar gula (brix) 13,5%. Varietas Super-2 berumur 115-120 hari, potensi hasil 6,3 t/ha pada kadar air 10%, potensi produksi etanol 3.941 liter/ha, dan produksi biomas batang 39,3 t/ha, dengan kadar gula (brix) 12,7%. Kedua varietas unggul ini tahan rebah, tahan hama Aphis, tahan penyakit antraknose, karat daun, hawar daun, dapat ditanam pada lahan kering beriklim kering dan beradaptasi pada lingkungan luas. Pengembangan varietas unggul baru tanaman pangan ini diharapkan berkontribusi nyata dalam peningkatan produksi dan keberlanjutan ketahanan pangan nasional. (HMT)
4
Nuansa Baru Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Memasuki era baru kemimpinan nasional, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) menyusun draft rencana strategis (Renstra) penelitian dan pengembangan periode 2015-2019, peningkatan kerja sama dan diseminasi hasil penelitian, dan pengembangan sumber daya penelitian lainnya.
P
enelitian dan pengembangan pertanian periode 2009-2014 akan segera berakhir. Teknologi yang telah dihasilkan perlu ditelisik dan dievaluasi untuk menentukan arah kebijakan penelitian dan pengembangan pertanian ke depan. Aspek penting yang tetap menjadi perhatian utama pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak terlepas dari ketahanan pangan karena akan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal ini menjadi semakin penting mengingat semakin rumitnya masalah dan kendala yang dihadapi dalam berproduksi. Perubahan iklim yang sudah dirasakan dampak negatifnya terhadap sistem produksi pertanian di berbagai penjuru dunia, dikhawatirkan akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional dan internasional. Di Indonesia sendiri, konversi lahan sawah untuk nonpertanian pangan masih terjadi. Masalah teknis di lapangan belum pula dapat diatasi sepenuhnya sehingga tidak jarang berdampak terhadap pencapaian target produksi. Di sisi lain, kebutuhan pangan penduduk terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk dengan laju yang masih tinggi. Oleh karena itu, masalah ketahanan pangan ke depan memerlukan perhatian yang lebih khusus dan serius.
Menuju era baru pembangunan pertanian, Puslitbangtan beserta jajarannya dalam Rapat Kerja 2014 membahas Rencana Strategis Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2015-2019 Mendukung Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan. Acuan utama dari Raker Puslitbangtan yang diselenggarakan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 26-28 Februari 2014 ini adalah hasil Rapim B Badan Litbang Pertanian, 11 Januari 2014, yang mengamanatkan masing-masing UK/UPT untuk melakukan sosialisasi dukungan terhadap swasembada pangan berkelanjutan dan finalisasi Renstra 20152019. Raker Puslitbangtan mendapat pengarahan dari Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono, dan dihadiri oleh 100an peserta yang terdiri atas pejabat struktural dan peneliti senior lingkup Puslitbangtan. Dalam arahannya, Kepala Badan Litbang Pertanian mengharapkan Puslitbangtan menjadi pionir sistem pertanian bioindustri berkelanjutan modern yang merujuk SIPP 2013-2045, sebuah sistem pertanian yang kembali ke alam, bercirikan zero waste, pemanfaatan biomassa, dan ramah lingkungan. Terkait dengan itu, Puslitbangtan diminta untuk membuat rancangan model pertanian pangan building block dengan luasan 100-1.000
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
bioekonomi serta tagline Badan Litbang Pertanian yaitu Science, Innovation, Networks, Corporate, dan Enterprise.
Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono, mengharapkan Puslitbangtan menjadi pionir sistem pertanian bioindustri berkelanjutan.
ha, anggarannya akan disiapkan oleh Badan Litbang Pertanian melalui manajemen korporasi sistem penganggaran. Akan halnya peningkatan kapasitas dan pengkaderan peneliti, Badan Litbang Pertanian akan menerapkan proses pembelajaran lapang yang memadai bagi peneliti muda. Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Puslitbangtan beserta UPTnya dari Raker 2014 ini dirumuskan oleh Tim Perumus sebagai berikut:
Rumusan Umum 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga mengatur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) serta menjelaskan batas usia pensiun PNS menjadi 58 tahun bagi pegawai administrasi dan 60 tahun bagi pejabat pimpinan tinggi; 2. SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) merupakan rencana kerja dan target yang akan dicapai, wajib disusun oleh PNS dan CPNS. Dasar penyusunan SKP adalah Rencana Kerja Tahunan (disusun berdasarkan tupoksi, wewenang dan tanggung jawab, serta rincian tugas).
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
3. Diseminasi hasil penelitian yang bersifat komersial diperankan oleh BPATP termasuk pembiayaannya, sedangkan kepemilikan HKI pada Sekretariat Badan Litbang Pertanian. 4. Jalur pemasaran via Real Time Analysis (RTA) perlu ditinjau kembali untuk mengubah pola promosi dan akan dilakukan dengan pola road show ke perusahaan-perusahaan. 5. Dalam upaya pengembangan pertanian bioindustri berkelanjutan, Direktorat Budi Daya Serealia minta dukungan dari Puslitbangtan, terutama teknologi spesifik lokasi.
Rumusan Khusus
3. Rencana kinerja program 2015 Puslitbangtan telah ditetapkan berdasarkan target dan rencana realisasi: total koleksi plasma nutfah, plasma nutfah yang dikelola, varietas unggul baru (VUB), teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer, benih sumber (BS, FS, SS, F1 hibrida), publikasi, saran kebijakan dan model pengembangan. Target kinerja adalah 8.944 aksesi koleksi plasma nutfah padi dan palawija, 7.205 aksesi yang dikelola, 11 VUB, 12 teknologi budi daya, 25,5 ton benih BS, 45 ton benih FS, 89 ton benih SS, dan 2 ton benih ES F1 hibrida, 64 judul publikasi termasuk 11 buku, lima saran kebijakan, dan satu model pengembangan. 4. Enam Indeks Kinerja Utama (IKU) Puslitbangtan 2015 adalah: (a) VUB, (b) teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer, (c) benih sumber, (d) saran kebijakan dan model pengembangan, (e) publikasi hasil penelitian, dan (f) buku. IKU untuk masing-masing UPT (BB Padi, Balitsereal, Balitkabi dan Lolit Tungro) adalah: (a) VUB; (b) teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer; (c) benih sumber; dan (d) publikasi.
1. Rapat Kerja menghasilkan dua hal utama, yaitu: (a) Draft Renstra 20152019 Puslitbangtan, BB Padi, Balitsereal, Balitkabi, dan Lolit Tungro, (b) Rencana kerja tahun 2015 Bidang Program dan Evaluasi, Bidang KSPHP, dan Bagian Tata Usaha, khususnya rencana pengembangan sumber daya penelitian.
5. Implementasi pertanian bioindustri diharapkan tidak dimulai dari awal tetapi sudah melanjutkan rintisan dari program-program sebelumnya, diupayakan dalam satu kawasan terpadu (minimal 100 ha) berbasis tanaman pangan, terutama di lahan suboptimal, misalnya model pertanian lahan kering beriklim kering di Bima dan Dompu.
2. Draft Renstra Puslitbangtan 20152019 merujuk pada posisi modern agriculture dan inovasi era
6. Rencana kerja sama dan pendayagunaan hasil penelitian meliputi penerbitan sejumlah buku oleh
5
masing-masing UPT pada 2015 dan judul-judul yang lain diterbitkan pada 2016.
11. PNPB UK/UPT lingkup Puslitbangtan pada tahun 2015 ditargetkan Rp 3,5 milyar.
7. Kegiatan Gelar Teknologi Tanaman Pangan direncanakan akan dilaksanakan secara rutin setiap tahun dengan UK/UPT lingkup Puslitbangtan sebagai host secara bergilir. Selain bertujuan mempererat kebersamaan antara UPT lingkup Puslitbangtan, kegiatan ini juga menghasilkan inovasi teknologi yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Pada tahun 2015, tema yang diangkat adalah “Model Pengembangan Pertanian Bioindustri Berkelanjutan Ramah Lingkungan Berbasis Tanaman Pangan” dengan basis utama komoditas kedelai (Balitkabi sebagai host), sementara tanaman pangan lainnya bersifat pendukung. Kegiatan ini juga akan melibatkan institusi terkait, termasuk BPTP dan Pemda setempat. Dalam kaitan ini, Puslitbangtan dan UPT-nya harus memplotting anggaran untuk kegiatan ini pada tahun 2015 dan tahun-tahun berikutnya.
12. Tindak lanjut permasalahan terhadap barang milik negara adalah mengusulkan sertifikasi ulang ke
8. Perlu segera diidentifkasi juduljudul penelitian yang revelan dan sesuai permintaan dari Sekretariat Badan Litbang Pertanian untuk penelitian KKP3N pada tahun 2015 untuk dikerjasamakan dengan lembaga penelitian terkait pada daerah tertinggal, daerah perbatasan, dan program strategis/ khusus Kementerian Pertanian seperti di Papua dan Papua Barat. 9. Kebutuhan formasi pegawai lingkup Puslitbangtan pada tahun 2015 adalah 64 orang dari berbagai tingkatan. 10. Pada tahun 2015-2019, rencana tugas belajar dalam dan luar negeri pegawai lingkup Puslitbangtan adalah 40 orang dari berbagai tingkatan, pelatihan jangka pendek dalam negeri 35 orang dan luar negeri 19 orang.
6
Badan Litbang Pertanian, memberikan surat teguran dan negosiasi, diusulkan pembuatan sertifikat pengganti dan pemagaran lahan, ijin pemanfaatan aset tanah ke KPKNL dan penetapan sewanya. (HMT/NAS)
Rendah, Adopsi Varietas Unggul Baru Kacang Tanah Varietas Gajah yang dilepas 64 tahun yang lalu lebih banyak ditanam petani daripada 30 varietas unggul lainnya. Masalah benih dan keterkaitan dengan pihak lain perlu diatasi.
B
erbagai bentuk produk kacang tanah seperti kacang bawang, kacang sukro, dan kacang madu kini dengan mudah dijumpai di berbagai super- dan mini-market sampai warung kecil. Belum lagi kegunaannya dalam berbagai bentuk pangan. Akan tetapi kebutuhan kacang tanah ternyata sudah tak lagi mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Area tanamnya pun semakin menurun dari 660 ribu ha pada tahun 2007 menjadi 541 ribu ha pada tahun 2012. Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat adalah wilayah utama kacang tanah yang menghasilkan lebih dari 65% produksi nasional. Produktivitas juga tidak banyak berubah, 1,1-1,2 t/ha, padahal dengan menggunakan varietas unggul, hasil dapat digandakan.
Petani Tidak Tahu Varietas Unggul Baru Menurut Dr. Astanto Kasno dari Balitkabi, sebanyak 34 varietas unggul kacang tanah telah dilepas sejak tahun
1950, beberapa di antaranya seperti Jepara, Bima, dan Tuban merupakan pemutihan varietas lokal. Sebagian besar dari varietas itu mampu memberi hasil 2-3 t/ha. Akan tetapi petani seperti tidak mengenal varietas unggul tersebut, tercermin dari masih banyak di antara mereka yang menggunakan varietas lokal. Data yang diperoleh dari Ditjen Tanaman Pangan memperlihatkan dengan jelas bahwa penyebaran benih varietas lokal masih menempati peringkat pertama (38%) diikuti oleh varietas Gajah (22%) dan Kelinci (13%). Cukup mengherankan varetas Gajah yang dilepas tahun 1950 dan Kelinci (introduksi dari IRRI) yang dilepas tahun 1987 masih lebih dikenal petani daripada varietas unggul lain yang daya hasilnya lebih tinggi dan umurnya lebih genjah. Varietas Gajah dan Kelinci mempunyai tipe yang berbeda: Gajah bertipe Spanish dengan ciri biji bulat, dua biji per polong sedangkan Kelinci tipe
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
Valencia dengan ciri biji agak pipih, lebih dari tiga biji per polong. Kedua tipe tersebut tampaknya tidak merupakan masalah besar bagi petani, mungkin karena penggunaannya yang berbeda.
Masalah Benih Perlu Mendapat Perhatian Bersama Benih dikenal dalam beberapa kelas: Benih inti (Nucleaous Seed/NS), benih penjenis (Breeder Seed/BS), benih dasar (Foundation Seed/FS), benih pokok (Stock Seed/SS), dan benih sebar (Extension Seed/ES). Perbanyakan benih NS dan BS dilakukan oleh Balitkabi yang tampaknya belum dapat memenuhi kebutuhan pengguna. Total produksi benih BS tahun 2011 dari sekitar 10 varietas, misalnya, hanya 2,8 ton dan angka ini naik menjadi 9,8 ton pada tahun 2012, lalu turun menjadi 3,6 ton pada pertengahan tahun 2013. Padahal kebutuhan benih ES kacang tanah bersertifikat dari tahun 2011 dan 2012, berturut-turut adalah 63.966 ton dan 78.186 ton atau mengalami peningkatan 22-23%/tahun. Dengan kebutuhan benih kacang tanah 120 kg per ha maka kebutuhan benih kacang tahah pada tahun 2014 diperkirakan sebesar 82.800 ton benih ES. Dengan kelipatan hasil dari benih kacang tanah adalah sekitar 10, maka untuk mendapatkan angka 82.800 ton itu diperlukan 8.280 ton benih SS yang dihasilkan dari 828 ton benih FS. Untuk menghasilkan benih FS tersebut diperlukan 82,8 ton benih BS yang dihasilkan dari 8,28 ton benih NS. Padahal penyediaan benih BS tahun 2011 dan 2012 oleh Balitkabi dilaporkan hanya 17% dan 5% benih BS yang dibutuhkan. Pengembangan dan komersialisasi varietas unggul baru memerlukan promosi. penyediaan benih yang memadai, insentif bagi produsen benih, dan dorongan kebijakan dalam mengoptimalkan pemasaran benih.
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
Kacang tanah unggul baru varietas Litbang Garuda 5, potensi hasil 3,5 t/ha.
Hingga saat ini pengelolaan benih kacang tanah masih menghadapi beberapa masalah, antara lain produksi dan distribusi benih sumber (Benih Dasar dan Benih Pokok) belum lancar dan penangkar benih swasta (besar) kurang tertarik memproduksi benih kacang tanah karena kelipatan hasilnya hanya 10 kali (bandingkan dengan kacang hijau yang dapat mencapai 30 kali) dan pengelolaannya relatif sulit. Selain itu, daya simpan kacang tanah tergolong pendek, masa edarnya singkat, dan pangsa pasarnya tidak jelas. Hal ini menyebabkan petani menanam varietas kacang tanah seadanya dengan mutu benih asalan. Dr. Astanto menambahkan bahwa secara tradisional, peredaran benih kacang tanah dikenal dengan sistem Jabalsim (Jalinan Benih Antar lapang dan Musim). Hasil panen kacang tanah yang ditanam di lahan kering pada musim hujan (MH)-1 di suatu daerah, sebagian digunakan untuk benih atau ditanam di lahan kering daerah lain pada musim tanam MH-2. Dengan pola yang sama, benih tersebut ditanam di lahan sawah pada musim kemarau (MK)-1 bergulir ke MK2 dan kembali ke siklus awal. Siklus tersebut berputar dan berlangsung sampai sekarang. Perbenihan sistem Jabalsim sudah melembaga dan terbukti mampu memenuhi kebutuhan benih petani kacang tanah, namun memiliki kelemahan,
antara lain varietas dan mutu benih tidak terjamin. Oleh karena itu, sistem tersebut perlu dimodifikasi guna memperbaiki kelemahannya yaitu dengan penyediaan benih berbasis komunitas dalam suatu kawasan estate kacang tanah (KEK). Menurut Dr Astanto, benih untuk satu kawasan KEK minimal 100 ha harus dicukupi oleh penangkar benih kacang tanah dalam kawasan itu. Apabila benih dalam satu KEK dapat dipenuhi, maka diteruskan untuk ekspansi benih ke kawasan KEK yang lain dalam musim tanam yang lain pula. Untuk 100 ha dibutuhkan benih kacang tanah sekitar 12 ton. Dengan perbanyakan benih berdasarkan komunitas seluas 100 ha, hambatan distribusi benih dapat diatasi meski pada tahap awal perlu pengawalan dalam produksi benih. Dengan demikian Jabalsim lambat laun akan menjadi jalur benih antarkomunitas dan berkelanjutan. Kerja sama yang erat antara Balitkabi dengan BPTP, Pemerintah Daerah, pihak swasta,dan petani tampaknya perlu didorong. Inisiatif bisa datang dari Balitkabi atau Puslitbangtan atau bahkan dari BPTP. Sementara itu, upaya untuk mengetahui karakteristik varietas kacang tanah yang disenangi petani dan konsumen di berbagai sentra produksi perlu ditingkatkan sehingga varietas unggul baru yang dihasilkan sesuai dengan keinginan mereka. (MS)
7
Prof Dr Ida Nyoman Oka
Bapak PHT Indonesia yang Memegang Teguh Nilai Kejujuran Nama Pak Oka tak dapat dipisahkan dari sistem Pengendalian Hama secara Terpadu (PHT) dan turut berperan dalam pelarangan sejumlah pestisida melalui Inpres No. 3 tahun 1986. Integritasnya yang tinggi merupakan warisan berharga yang semakin langka ditemukan dewasa ini. Di usia menjelang 88 tahun, pak Oka masih terlihat energik.
W
ajah kedua orang yang kami kunjungi Rabu pagi menjelang siang itu, tak memperlihatkan gurat keletihan meski usia mereka sudah berada di ufuk senja. Prof Ir Ida Nyoman Oka PhD yang kini bernama Ida Pedanda Gde Jlantik Oka dan akan segera menginjak 88 tahun Agustus mendatang, masih terlihat sehat dan bugar. Bu Oka yang tiga tahun lebih muda, juga terlihat cerah meski harus memakai kursi roda elektrik karena masalah persendian yang beliau alami sejak beberapa waktu lalu. “Dokter mengatakan pelumas lutut saya sudah mengering dan dianjurkan operasi, tapi saya tidak mau,” ujar beliau tersenyum sambil mengajak kami terus ke bagian belakang rumahnya. Mengenakan baju putih lengan pendek tak berkerah khas Bali, pak Oka yang didampingi Ibu menceritakan berbagai pengalaman beliau sejak muda sampai menjadi Pedanda (pendeta untuk agama Hindu) saat ini. Di halaman belakang yang luas tersebut kami bercengkarama di bawah naungan atap tak berdinding sehingga terasa nyaman dengan berbagai tanaman dan pohon di sekitarnya. Secara ringkas beliau menjelaskan bahwa meski aktif sebagai Pedanda, Pak Oka tetap mengikuti perkembangan dunia, apalagi pertanian. “Mantan staf saya di Jakarta beberapa kali konsultasi ke rumah ini. Saya pernah membuat surat untuk Pak Menteri Pertanian tentang masalah pengendalian hama wereng. Dari info yang saya peroleh, Pak Menteri menerima saran-saran saya tapi mengaku kesulitan dalam implementasinya,” ujar beliau dengan nada setengah heran. Beliau seperti sulit mengerti mengapa banyak kebijakan pusat yang tidak jalan setelah era otonomi daerah sekarang ini.
8
Meski ada kalanya agak lupa atau sulit memilih kata yang tepat, kedua orang tua ini masih menunjukkan daya ingat yang tajam. Pada tahun 2002 pak Oka pernah terserang stroke sehingga tidak mengenal orang dan tidak bisa membaca, “bahkan otak sebelah kiri saya dikatakan sudah seperti bubur,” jelasnya terkekeh. Tapi setelah dicek ulang ternyata normal sehingga mencengangkan tim dokter yang memeriksa. Kejadian serupa juga beliau alami ketika divonis harus operasi jantung. Ketika diperiksa ulang sebelum operasi dilakukan, ternyata jantungnya terlihat normal saja. Pak Oka dikenal sebagai manusia apa adanya, sederhana dan tidak pandai, atau tepatnya tidak mau berdiplomasi. Hal itu terungkap ketika diminta pendapatnya tentang tindakan yang diambil oleh Deptan yang mengandalkan pestisida dalam menangani hama wereng, di depan Menteri/Ketua Bappenas Dr. Sumarlin dan pejabat lainnya. Alih-alih menggunakan kata “kurang tepat” atau “mungkin lebih baik ….”, beliau blakblakan berujar “Cara mengatasi wereng sekarang ini sangat keliru”, yang tentu saja membuat banyak orang terperangah. Pada waktu lainnya, ketika sebagai direktur yang tidak setuju dengan kebijakan seorang pimpinan tinggi di Deptan, dia sempat diancam akan dipecat. Bukannya gemetar dan berubah pikiran, dia malah menyahut:”Kalau mau pecat saya tidak usah besok, pak. Hari ini pun saya siap.” Mantan Guru Besar Luar Biasa dari UGM dan dosen IPB, Universitas Udayana dan UNHI (Universitas Hindu Indonesia) ini masih menerima kunjungan tamu dan kandidat doktor dari dalam dan luar negeri di kediamannya di Jalan Cimanggu atau Tentara Pelajar, Bogor. Dengan senyum dia berujar:” Prof. Pimentel, advisor waktu saya meraih gelar doktor di Cornell pernah menginap di rumah ini”.
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
Pengagum pak Harto karena mampu memahami pertanian, termasuk PHT secara cepat, pak Oka dikaruniai tiga putri, seorang putera, dan sepuluh cucu. Bu Oka yang selalu setia mendampinginya dalam suka dan duka, senantiasa menanamkan rasa cinta tanah air kepada anak cucunya. “Boleh kritik tapi harus berusaha juga memperbaiki, sekecil apapun perbaikan yang mampu kita lakukan”, jelasnya dengan nada serius. Selain itu, wanita yang masih punya kemampuan bahasa Inggris prima ini juga selalu mendorong anak-cucunya untuk tidak melupakan desa kelahiran orang tuanya. Anak keempat dari lima bersaudara yang masa bayinya bernama Ida Ketut Purya ini sering menderita batuk, pilek, dan penyakit gatal di kedua kakinya. Saking kurusnya, sang ayah memanggilnya “Kempes” karena dadanya yang gepeng. Setelah namanya diganti menjadi Ida Nyoman Oka, kesehatannya membaik, nafsu makannya timbul, dan badannya lalu tumbuh sehat. Dalam autobiografi yang dia tulis setebal 169 halaman, Pak Oka menceritakan perjalanan hidupnya sejak lahir di Ger yia K awan, Kabupaten Karangasem, Bali, sampai dewasa dan akhirnya menjadi Pedanda. “Saya menikmati buku kecil tersebut,” ujar Mahyuddin Syam yang mendapat kesempatan membaca autobiografi itu baru-baru ini. “Ada hal-hal mistis dalam kehidupan pak Oka, dan ada pula cerita yang membuat saya sulit menahan tawa,” lanjutnya sambil tersenyum lebar. Perjalanan hidup pak IN Oka yang penuh tantangan sejak muda bahkan sampai meraih gelar PhDnya di Cornell University patut dijadikan tauladan bagi generasi kini dan mendatang. Merantau untuk melanjutkan studi ke Bogor lalu pindah ke Malang dan ikut berjuang sebagai Tentara Pelajar (TRIP) di sekitar Malang dan Blitar membuatnya berhak mendapat Bintang Grilya. Waktu melamar untuk diterima di Fakultas Pertanian UGM, Pak Oka dihadapkan kepada kenyataan padatnya acara kuliah dan praktikum setiap hari yang tak memungkinkannya mencari nafkah untuk biaya hidup dan kuliah. Akhirnya dia masuk Fakultas Ekonomi UII yang memungkinkannya mengajar di SD/SMP Taman Siswa pada pagi hari dan kuliah di sore dan malam hari. Meskipun pada tingkat satu lulus dalam mata kuliah yang diajarkan oleh dosen yang semuanya berasal dari UGM, pak Oka tidak lulus dalam mata kuliah agama Islam. Dia menolak ketika diminta mengulang ujian agama yang berbeda dengan keyakinannya dan memilih keluar. Dia tidak menyesal keluar dari fakultas ekonomi karena berpendapat jurusan itu tokh ujungujungnya ke dagang juga, yang selalu memikirkan keuntungan dengan beragam cara. Pria ini lebih memilih jadi ilmuwan yang memungkinkannya menjalani hidup dengan lurus. Melalui pengumuman UNDP, pak Oka berhasil diterima bekerja sebagai asisten di Balai Besar Penelitian Pertanian di
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
Bogor, lalu mengikuti kuliah di Akademi Penyelidikan Pertanian dan berhasil lulus dan diangkat sebagai pegawai tetap. Pernah diberi kesempatan studi di UPLB Filipina, tapi dia dan dua koleganya memilih pulang karena universitas ini tidak membolehkan mereka langsung mengambil S2. Setelah menikah pada tahun 1954 dengan Nengah Istikamah yang menjadi tambatan hatinya sejak 5 tahun sebelumnya sampai kini, pak Oka mendapat kesempatan training di Florida. Meski diberi peluang untuk mengambil gelar MSc oleh universitas bersangkutan, ijin studi S2 dari pejabat di tanah air tak kunjung dia peroleh sehingga dia harus pulang setelah sempat berkunjung ke Universitas Hawaii. Pada tahun 1969 pak Oka berhasil meraih gelar Ir. dari IPB. Keinginannya menuntut ilmu yang lebih tinggi akhirnya terpenuhi ketika Cornell University membuka peluang untuk menjadi graduate assistant. Beliau mendapat rekomendasi dari Prof. Thoyib Hadiwijaya yang ketika itu menjadi Menteri Pertanian setelah mendapat persetujuan dari Pak Dahro sebagai Direktur LP3, dan Pak Sadikin Sumintawikarta sebagai Dirjen Pertanian waktu itu. Sebelumnya pak Oka membantu Prof Thoyib sebagai asisten bidang fitopathologi di IPB. Setelah pak Oka diterima dan berangkat ke Cornell University tahun 1972, sebulan kemudian Bu Oka dan dua anaknya (anak ketiga dan keempat) menyusul. Sebagai graduate assistant dia dibebaskan dari uang kuliah dan mendapat honor US$ 240 per bulan yang tentu saja tidak cukup untuk hidup sekeluarga. Untuk mendapat tambahan pemasukan, pak Oka bekerja sebagai tenaga kebersihan di apartemen, Bu Oka membantu di perpustakaan dan mengajar Bahasa Indonesia bagi mahasiswa yang akan bertugas di tanah air, sedangkan kedua anaknya juga membantu sebagai pengantar koran dan kebersihan setelah bersekolah. Pak Oka berhasil menyelesaikan studinya dalam tiga tahun dengan gelar PhD tanpa harus melalui jenjang Master dan kembali ke tanah air ketika hama wereng sedang hebathebatnya menyerang pertanaman padi. Konsep Pengendalian Hama secara Terpadu (PHT) yang dikembangkannya berhasil mengendalikan hama ganas tersebut setelah diterapkan secara luas melalui perjuangan yang tidak ringan. Tekanan dari pejabat di atas dan godaan dari pengusaha dalam berbagai cara tak mampu mematahkan prinsip yang dia pegang teguh yang dilandasi ilmu pengetahuan dan kejujuran. Dia mendapat kepercayaan sebagai Direktur Perlindungan Tanaman Pangan selama beberapa tahun sebelum mengundurkan diri ketika sadar bahwa pergantian pejabat tinggi di atasnya akan menimbulkan situasi yang kurang nyaman di kemudian hari. Setelah tidak lagi menjabat struktural di Departemen Pertanian, beliau diminta oleh Bappenas untuk terlibat dalam pengendalian hama wereng yang kembali menyerang
9
Pak Oka bersama istri, Nengah Istikamah di kediamannya yang asri di Cimanggu, Bogor.
pertanaman padi pada pertengahan tahun 1980an. Prinsip PHT yang diyakininya dapat mengendalikan wereng mendapat dukungan penuh dari Dr. Sumarlin, Menteri/Ketua Bappenas saat itu. Prinsip itu pula yang turut memicu keluarnya Inpres No 3 tahun 1986 yang membatasi penggunaan pestisida yang cukup menghebohkan dan menimbulkan apresiasi kalangan dunia pertanian. Pak Oka dan timnya juga mendapat kepercayaan dari Bappenas untuk mengatasi hama kutu loncat yang banyak menyerang pertanaman lamtoro gung pada tahun 1990an. Proyek tersebut berhasil mengatasi kutu loncat melalui musuh alami yang diperoleh dari Hawaii. Di penghujung tahun 1990an, pak Oka berhasil memenuhi permintaan ayahnya Ida Pedanda Gde yang dia panggil ajik untuk mengikuti jejak beliau sebagai Pedanda. Dengan demikian namanya menjadi Ida Pedanda Gde Nyoman Jlantik Oka dan diperbolehkan menyelesaikan upacara keagamaan dengan melakukan puja di mana saja atas permintaan umat. Sejak kembali ke Bogor Agustus 1999, pak Oka sering diminta umat sekitar Jabodetabek untuk mepuja di sejumlah Pura, Ngenteng Linggih, Ngodalin dan lainnya serta menyelesaikan upacara kematian. Pria yang tetap rajin senam pagi dan push up antara jam 4-5 subuh ini pernah memegang beberapa jabatan bergengsi seperti Kepala Pusat Karantina, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, anggota Dewan Pembina (Board of Trustee) IRRI selama dua periode (enam tahun), dan ahli hama di FAO, Roma selama 7 tahun. Dia ikut mendirikan Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Perhimpunan Entomologi Indonesia, dan Perhimpunan Proteksi Tanaman Indonesia. Sekitar 150 karya tulis ilmiah telah dia hasilkan termasuk yang dimuat didalam buku Encyclopedia of Pest
10
Management yang berisi tulisan sejumlah pakar ilmiah dunia. Bahkan Pak Oka merupakan satu-satunya peneliti Asia yang terlibat sebagai Editorial Advisory Board dari 13 orang pakar yang tertulis dalam buku tebal dan telah mengalami cetak ulang 10 kali tersebut. Pak Oka yang cukup fasih berbahasa Jawa telah dianugerahi Bintang Gerilya, Satya Lencana Perang Kemerdekaan I dan II, Bintang Jasa Nara Arya, Satya Lencana Pembangunan, Satya Lencana Karya Satya, Penghargaan Karya Penelitian Perkebunan, dan Kalpataru sebagai Pembina Lingkungan Nasional 1993. Keberhasilannya dalam menghadapi tantangan dan mencapai prestasi yang patut dibanggakan di atas tidak dapat dipisahkan dari dukungan sang istri, Nengah Istikamah, yang pernah bertugas sebagai guru Bahasa Inggris SGB di Singaraja dan Bogor. “ Makalah berbahasa Inggris saya selalu dicek dulu oleh Ibu sebelum saya serahkan ke penerbit,” ujarnya sambil tersenyum menoleh ke sang istri. Ada nada kasih sayang, bangga, dan respek di situ. Agustus mendatang, kedua insan ini akan merayakan ulang tahun ke-60 (platinum) pernikahan mereka yang tak banyak orang bisa meraihnya. Semoga mereka tetap rukun dan bahagia sampai hembusan nafas terakhir. Prestasi Pak Oka serta sejumlah peneliti senior lainnya telah mengharumkan nama Badan Litbang Pertanian di dalam dan luar negeri. Prestasi tersebut yang diraih dalam kondisi serba terbatas, sedikit banyak telah memberikan kontribusi terhadap terealisasinya tunjangan kinerja yang kini dinikmati oleh peneliti dan tenaga penunjang lainnya di lembaga ini. Kita tentu berharap, prestasi itu bisa dilanjutkan oleh peneliti generasi kini untuk dapat dinikmati pula oleh generasi yang akan datang.(MS/HMT)
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
Pak Hasil Kini Memimpin Direktorat Serealia Setelah empat tahun memimpin Puslitbangtan (2010-2014), Dr Hasil Sembiring dilantik sebagai Direktur Serealia pada penghujung Januari 2014 di Jakarta. Di tempat yang baru ini Pak Hasil diharapkan dapat mempercepat pengembangan teknologi hasil penelitian padi, jagung, dan komoditas serealia lainnya, termasuk varietas unggul yang sebagian belum diketahui dan dimanfaatkan petani.
Foto pelantikan pak Hasil, minta bu NAS
Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono (kanan), dalam acara pelepasan Kepala Puslitbangtan Dr Hasil Sembiring (kiri) sebagai Direktur Serelia Kementerian Pertanian di Bogor awal Februari 2014.
P
elantikan Dr Hasil Sembiring sebagai Direktur Serealia, pejabat eselon dua di jajaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, terkesan mendadak dan di luar perkiraan dan ekspektasi sebagian orang yang mengenalnya. Mendadak karena Pak Hasil sedang mempersiapkan naskah orasi ilmiahnya, salah satu persyaratan dalam pengukuhan sebagai Profesor Riset Badan Litbang Pertanian. Selain itu, beliau juga telah menyelesaikan Diklat Lemhanas yang sudah dijalaninya sejak Februari hingga September 2013 sehingga membuatnya dianggap pantas untuk menduduki jabatan eselon satu. Tetapi pimpinan Kementan tampaknya
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014
mempunyai alasan kuat untuk menempatkan beliau di Direktorat Serealia karena bukankah produksi tanaman pangan, terutama padi dan jagung, sedang menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan domestik? Sementara itu, Pak Hasil ternyata tidak sendirian menjalani mutasi karena dua pejabat eselon dua lainnya di Badan Litbang Pertanian juga mendapat kepercayaan untuk memperkuat barisan struktural di Kementerian Pertanian. Dr Kasdi Subagio, Sekretaris Badan Libang Pertanian, dipercaya sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Dr Muhrizal Sarwani, Kepala BBSDLP, mendapat tugas baru sebagai Direktur Pemasaran Hasil Pertanian.
Di satu sisi, Badan Litbang Pertanian tampaknya kehilangan personel yang kompeten dengan dimutasinya ketiga pejabat eselon dua tersebut. Di sisi lain, Badan Litbang Pertanian dapat pula berbesar hati karena personel yang dimilikinya mendapat kepercayaan menduduki posisi penting di Kementerian Pertanian. Selain itu, mutasi ini diharapkan akan lebih mempererat kerja sama Badan Litbang Pertanian dengan instansi tempat mereka bertugas. Bagi Pak Hasil, pengalaman memimpin Balai Besar Penelitian Tanaman Padi selama lima tahun (2005-2010) dan Puslitbangtan empat tahun (2010-2014) tentu menjadi bekal yang sangat berharga dalam menjalankan tugasnya sebagai Direktur Serealia dengan tanggung jawab yang besar. Sebagai pejabat baru di jajaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Pak Hasil dituntut untuk meningkatkan produksi komoditas serealia, terutama padi, yang merupakan makanan pokok dan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Hal ini menjadi sangat relevan dikaitkan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada beras berkelanjutan, sebagaimana yang telah dicanangkan dalam Empat Sukses Kementerian Pertanian. Selain itu, produksi jagung juga menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pakan, pangan, dan energi yang terus meningkat. Kedudukan Pak Hasil sebagai Direktur Serealia di Kementerian
11
Pertanian diharapkan dapat mempercepat diseminasi teknologi hasil penelitian padi, jagung, dan komoditas serealia lainnya, terutama varietas unggul yang sebagian belum dikenal dan belum dimanfaatkan petani. Pak Hasil tentu sudah paham betul teknologi yang diperlukan dalam mempercepat upaya peningkatan produksi pangan nasional karena hampir tiga dekade berkecimpung dalam penelitian dan pengembangan padi dan palawija. Pria kelahiran Brastagi, Sumatera Utara, 54 tahun yang lalu ini mengawali kariernya sebagai tenaga peneliti lapang DAS Jratunseluna di Jawa Timur, lalu bertugas sebagai staf peneliti di Puslit Tanah, Bogor. Beberapa tahun setelah diangkat sebagai PNS pada tahun 1988, beliau ditugaskan mengikuti program S2 dan S3 di Oklahoma State University Stillwater, Amerika Serikat, dan diselesaikan masing-masing pada tahun 1993 dan 1997. Pada tahun 1999, Dr Hasil Sembiring diangkat sebagai Kepala Instalasi Penelitian Pertanian Teknologi Pertanian (IP2TP) Mataram hingga 2001, kemudian dipromosikan menjadi Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara untuk periode 2001-2005, Kepala Balai Penelitian Tanaman Padi 2005-2006, Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) 2006-2010, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan sejak 2010, dan di penghujung Januari 2014 dilantik sebagai Direktur Serealia, Kementerian Pertanian. Menikah dengan Hj. Ir. Asmanur Jannah MP pada 1984, Pak Hasil yang dikenal sangat peduli akan kebersihan lingkungan kantor ini dikaruniai dua putri, dr. Sindy br Sembiring, SpM dan Tannia br Sembiring. (HMT/MS)
Telah Terbit Buku Sorgum Sorgum toleran kekurangan dan kelebihan air sehingga prospektif dikembangkan sebagai pangan alternatif dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Komoditas ini mulai dilirik pengembangannya sebagai bahan baku bioenergi. Buku Sorgum yang ditulis oleh peneliti lingkup Badan Litbang Pertanian berisikan berbagai aspek yang terkait dengan pengembangannya sebagai bahan pangan dan bioenergi.
S
ebagai bahan pangan, sorgum memiliki beberapa kelebihan seperti lebih toleran terhadap kekurangan dan kelebihan air, tidak memerlukan masukan tinggi, dapat tumbuh baik pada lahan marginal, dan relatif lebih sedikit terserang organisme pengganggu tanaman. Dalam upaya pengembangan sorgum di Indonesia, Badan Litbang Pertanian telah menginisiasi penelitian sorgum sejak 1990an dan telah melepas beberapa varietas unggul sorgum. Sayangnya, pengembangan sorgum dihadapkan kepada masalah keunggulan komparatif dan kompetitif yang rendah dibandingkan dengan tanaman pangan lain seperti jagung. Melonjaknya harga minyak dunia yang dibarengi oleh meningkatnya kebutuhan pangan dan pakan telah mendorong pengembangan sorgum sebagai sumber energi terbarukan. Di Filipina, misalnya, telah dicanangkan pengembangan sorgum manis untuk bioetanol dan pakan. Bioetanol dari sorgum manis diharapkan dapat mensubstitusi sebagian bahan bakar yang sepenuhnya bergantung pada impor. India juga mempunyai rencana serupa dengan menjalin kerja sama dengan ICRISAT. Dalam upaya pengembangan sorgum untuk pangan dan bioenergi,
12
Puslitbangtan menginisiasi penerbitan buku Sorgum. Buku setebal 291 halaman ini berisikan berbagai aspek yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi pengembangan sorgum. Diterbitkan oleh IAARD Press pada penghujung tahun 2013, buku Sorgum ditulis oleh beberapa peneliti lingkup Badan Litbang Pertanian, terutama dari Balai Penelitian Tanaman Serealia, dan disunting oleh peneliti profesional dan pihak lain yang kompeten. Buku ini diharapkan dapat memberi wawasan baru dan mewarnai khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian. (HMT)
Berita Puslitbangtan 56 • Mei 2014