PENINGKATAN PROFESIONALISASI GURU SD MELALUI SUPERVISI PENDIDIKAN (Disampaikan dalam Seminar Internasional Pendidikan Dalam Pendekatan Budaya 2009 UNP)
Oleh. Zainal Abidin Pendahuluan Pada umumnya masyarakat sudah mengakui bahwa profesi guru Sekolah Dasar (SD) merupakan suatu profesi yang berperan penting untuk mendidik anak-anaknya dalam rangka membantu mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Kepercayaan dan pengakuan masyarakat itu merupakan tumpuan harapan masyarakat terhadap yang berprofesi guru SD untuk menjadikan peserta didik nantinya menjadi generasi yang lebih berkualitas. Implikasi dari pengakuan masyarakat terhadap guru SD, mengisyaratkan bahwa guru SD harus memiliki kualitas yang memadai dan frofesional. Guru dituntut tidak hanya sekedar mengajar untuk meningkatkan kemampuan intelektual siswa saja, tetapi harus juga mampu mengembangkan semua potensi
yang dimilikinya dengan cara
memberikan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas memang bukan hanya ditentukan oleh faktor guru saja, melainkan ditentukan juga oleh faktor siswa (masukan), sarana dan prasarana serta komponen-komponen lainnya. Namun semua komponen pendidikan itu akhirnya difungsikan oleh guru dalam pelaksanaan pendidikan atau pengajaran. Untuk dapat melaksanakan pendidikan yang baik sehingga menghasilkan pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh professional tidaknya guru Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru SD bukan hanya merupakan tuntutan masyarakat, namun
dapat ditinjau dari sudut pandang yang lain. Pertama,
ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan 1
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan. Demikian pula halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah dasar, sehingga mampu mengembangkan pembelajaran yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi. Dalam rangka itu, peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar perlu dilakukan secara kontinu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Hal ini lantaran guru merupakan salah satu komponen yang lebih menentukan kualitas pendidikan di sekolah khususnya dan pendidikan
tingkat nasional pada
umumnya. Apalagi guru-guru SD, mereka berperan menanamkan dasar-dasar pendidikan pada siswa. Dengan dasar pendidikan yang diberikan guru siswa nantinya diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan berbagai kemampuan yang dimilikinya dengan optimal. Harapan dan pengakuan masyarakat terhadap profesi guru perlu dipertanyakan. Apakah guru-guru SD sudah menjalankan tugasnya sebagai guru yang profesional. Belum dapat diyakini bahwa guru telah menjalankan tugasnya membantu siswa sesuai dengan harapan masyarakat secara profesional. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Masih ada sebagian guru yang menjalankan tugasnya dengan asalan saja. Guru tidak disiplin, mengajar kurang sesuai dengan tuntutan kurikulum, mebinaan moral siswa yang kadang-kadang terabaikan dan berbagai kekurangan masih saja menggambarkan bahwa pelaksanaan
2
tugas guru masih memiliki berbagai kelemahan. Zulhendri (2007) mengemukakan hasil tes Trendy International Mathematices and Sciene Studi (TIMSS) tahun 2003 bahwa, Indonesia jauh tertinggal oleh Negara-negara tetangga. Indonesia hanya menepati urutan ke-34 untuk mata pelajaran matematika dan urutan ke-36 untuk mata pelajaran sains. Singapur memperoleh peringkat pertama dan Malaysia peringkat ke 10 Tahun 2008 ujian nasional SD ditetapkan batas kelulusan 5,25. Angka sebesar itu masih menyangsikan para guru dan kepala SD apakah siswanya akan lulus atau tidak. Padahal nilai 5,25 yang ditetapkan sebagai batas lulus sama artinya dengan taraf penguasaan (mastery learning) 50, 25 %. Dalam skop yang lebih luas Sucipto (2003:2). menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia kita pada tahun 2002 menempati angka 110 dari 173 negara, daya saing kita 47 dari 48 negara, performance system pendidikan kita berada pada nomor 38 dari 39 negara, penguasaan matematika siswa SLTP pada urutan 34 dan penguasaaan IPA pada urutan ke-32 dari 38 negara Kondisi di atas merupakan fenomena pendidikan di Indonesia, dimana untuk penanggulangannya menuntut guru, khususnya guru SD lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya. Secara aplikatif, peningkatan profesionalisme guru harus diupayakan, karena guru merupakan pelaksana lapangan yang menjadi ujung tombak pendidikan. Kepala SD merupakan orang yang lebih bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Upaya pemberdayaan dan profesional guru dapat dilakukan melalui supervisi pendidikan oleh Pengawas TK/SD dan Kepala Sekolah. Melalui supervisi pendidikan, seorang kepala sekolah dapat memberi bimbingan, motivasi, dan arahan agar guru dapat
3
meningkatkan profesionalismenya. Lebih tegas permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana upaya peningkatan profesionalisme guru SD melalui supervisi pendidikan Pembahasan 1. Konsep Mutu Pendidikan Mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Surya, 2002:12). Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001:5). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Out put pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya. Berdasarkan konsep mutu pendidikan maka dapat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses dan Input pendidikan. Proses pendidikan atau pembelajaran merupakan hal yang mutlak harus diupayakan seefektif mungkin. Proses pendidikan yang baik tentunya lebih berpeluang untuk mencapai hasil atau autput yang baik pula.
4
2. Profesionalisasi Guru Profesionalisasi menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi. Dewasa ini banyak guru dengan berbagai alasan dan latar belakang menjadi sangat sibuk sehingga tidak jarang yang mengingat terhadap tujuan pendidikan yang menjadi kewajiban dan tugas pokok mereka. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah menjadi alasan bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utama yaitu mengajar sekaligus mendidik siswa. Guru hanya sebagai penyampai materi yang berupa fakta-fakta kering yang tidak bermakna karena guru menang belajar lebih dulu semalam daripada siswanya. Terjadi ketidaksiapan dalam proses pembelajaran ketika guru tidak memahami tujuan pendidikan. Bahkan ada yang mempunyai kebiasaan mengajar yang kurang baik yaitu tiga perempat jam pelajaran untuk basa-basi bukan apersepsi dan seperempat jam untuk pembelajaran. Suatu proporsi yang sangat tidak relevan dengan keadaan dan kebutuhan siswa. Guru menganggap siswa hanya sebagai pendengar setia yang tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya. Banyak proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang disebut dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), kurang memenuhi kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran, kurang terpenuhi keperluan masyarakat terkait dengan mata pelajaran
5
yang dipelajari. Guru memasuki kelas tidak mengetahui tujuan yang pasti, yang penting demi menggugurkan kewajiban. Idealisme menjadi luntur ketika yang dihadapi ternyata masih anak-anak dan kalah dalam pengalaman. Banyak guru enggan meningkatkan kualitas pribadinya dengan kebiasaan membaca untuk memperluas wawasan. Jarang pula yang secara rutin pergi ke perpustakaan untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membeli buku menjadi suatu kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru sudah merasa puas mengajar dengan menggunakan LKS (Lembar Kegiatan Siswa) yang berupa soal serta sedikit ringkasan materi. Dapat dilihat daftar pengunjung di perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan umum, jarang sekali guru memberi contoh untuk mengunjungi perpustakaan secara rutin. Kita masih harus koreksi diri bahwa dirumah mereka berlangganan koran harian yang siap disantap setiap pagi. Tetapi lebih banyak yang dibaca adalah berita-berita kriminal yang menempati peringkat pertama pemberitaan di koran maupun televisi. Sedangkan berita-berita mengenai pendidikan, penemuanpenemuan baru tidak menarik untuk dibaca dan tidak menarik perhatian. Kebiasaan membaca saja sulit dilakukan apalagi kebiasaan menulis menjadi lebih mustahil dilakukan. Ini adalah realita dilapangan yang patut disesalkan. Sarana dan prasarana penunjang pelajaran yang kurang memadai, terutama di daerah terpencil. Tetapi hal ini tidak bisa dijadikan alasan bahwa dengan sarana yang minimpun dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin agar mendaptkan hasil yang bagus. Terkadang kita juga harus memakai prisip ekonomi yang ternyata dapat
6
membawa kemajuan. Yang sering dijumpai adalah sudah ada sarana tetapi tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Peta dunia hanya dipajang di depan kelas, globe atau bola dunia dibiarkan berkarat tidak pernah tersentuh, buku-buku pelajaran diperpustakaan dimakan rayap alat-alat praktek di laboratorium hanya tersimpan rapi alamari tidak pernah dipergunakan. Media pengajaran yang sudah ada jangan dibiarkan rusak atau berkarat gara-gara disimpan. Lebih baik rusak karena digunakan untuk praktek siswa. Guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam pemakaian sarana dan media yang ada demi peningkatan mutu pendidikan. Sekolah juga tidak harus bergantung pada bantuan dari pemerintah mengingat kebutuhan masing-masing sekolah tidaklah sama. Tingkat kesejahteraan guru yang kurang mengakibatkan banyak guru yang malas untuk berprestasi karena disibukkan mencari tambahan kebutuhan hidup yang semakin berat. Anggaran pendidikan minimal 20 % harus dilaksanakan dan diperjuangkan unutk ditambah karena pendidikan menyangkut kelangsungan hidup suatu bangsa. Apabila tingkat kesejahteraan diperhatikan, konsentrasi guru dalam mengajar akan lebih banyak tercurah untuk siswa. Mudah-mudahan angka anggaran pendidikan 20 % yang sudah ditetapkan untuk tahun anggaran 2009 tidak sekedar angka-angka dan diharapkan betul-betul dimamfaatkan untuk keperluan pendidikan di Nusantara ini. 3. Pengembangan profesionalisasi guru SD Penataran dan pelatihan mutlak diperlukan demi meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kompetensi guru. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi hasilnya juga akan seimbang jika dilaksanakan secara baik. Jika kegiatan
7
penataran, pelatihan dan pembekalan tidak dilakuakan, guru tidak akan mampu mengembangkan diri, tidak kreatif dan cenderung apa adanya. Kecenderungan ini ditambah dengan tidak adanya rangsangan dari pemerintah atau pejabat terkait terhadap profesi guru. Rangsangan itu dapat berupa penghargaan terhadap guru-guru yang berprestasi atau guru yang inovatif dalam proses belajar mengajar. Guru harus diberi keleluasaan dalam menetapkan dengan tepat apa yang digagas, dipikirkan, dipertimbangkan, direncanakan dan dilaksanakan dalam pengajaran sehari-hari, karena di tangan gurulah keberhasilan belajar siswa ditentukan, tidak oleh Bupati, Gubernur, Walikota, Pengawas, Kepala Sekolah bahkan Presiden sekalipun. Mutlak dilakukan ketika awal menjadi guru adalah memahami tujuan pendidikan, mamahami karakter siswa dengan berbagai perbedaan yang melatar belakanginya. Sangatlah penting untuk memahami bahwa siswa balajar dalam berbagai cara yang berbeda, beberapa siswa merespon pelajaran dalam bentuk logis, beberapa lagi belajar dengan melalui pemecahan masalah (problem solving), beberapa senang belajar sendiri daripada berkelompok. Cara belajar siswa yang berbeda-beda, memerlukan cara pendekatan pembelajaran yang berbeda. Guru harus mempergunakan berbagai pendekatan agar anak tidak cepat bosan. Kemampuan guru untuk melakukan berbagai pendekatan dalam belajar perlu diasah dan ditingkatkan. Jangan cepat merasa puas setelah mengajar, tetapi lihat hasil yang didapat setelah mengajar. Sudahkah sesuai dengan tujuan umum pendidikan. Perlu juga dipelajari penjabaran dari kurikulum ang
8
dipergunakan agar yang diajarkan ketika di kelas tidak melencenga dari kurikulum yang sudah ditentukan. Guru juga perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang psikologi pendidikan dalam menghadapai siswa yang berneka ragam. Karena tugas guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik yang akan membentuk jiwa dan kepribadian siswa. Maju dan mundur sebuah bangsa tergantung pada keberhasilan guru dalam mendidik siswanya. Pemerintah juga harus senantiasa memperhatikan tingkat kesejahteraan guru, karena mutlak diperlukan kondisi yang sejahtera agar dapat bekerja secara baik dan meningkatkan profesionalisme. Program pemerintah untuk menjadikan seorang guru yang profesional dilakukan program sertifikasi. Gambaran guru yang berkualitas telah ditetapkan dalam pedoman menilaian guru. Kepada guru untuk dapat disertifikasi harus telah berkualifikasi S 1, memiliki pengalaman kerja sesuai dengan yang ditetapkan dan melengkapi dokumen-dokumen yang menjadi sasaran nilai dalam sertifikasi yang dimasukkan ke dalam protofolio. Walaupun kegiatan sertifikasi memiliki berbagai kelemahan yang antara lain penilaian tidak dilakukan di tempat guru itu bertugas dan masih ada setifikat-sertifikat rekayasa sekedar memenuhi poin menimal untuk lolos sertifikasi, namun sedikit banyaknya berpengaruh meningkatkan profesionalisme guru. Dalam konteks yang aplikatif, kemampuan professional guru dapat diwujudkan dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru. Kompetensi guru menurut Suryasubrata (1997) meliputi:
9
a. Menguasai bahan, meliputi: (1) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum, dan (2) menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi. b. Mengelola program belajar-mengajar, meliputi: (1) merumuskan tujuan pembelajaran, (2) mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat, (3) melaksanakan program belajar-mengajar, dan (4) mengenal kemampuan anak didik. c. Mengelola kelas, meliputi: (1) mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran, dan (2) menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi. d. Penggunaan media atau sumber, meliputi: (1) mengenal, memilih dan menggunakan media, (2) membuat alat bantu yang sederhana, (3) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar, dan (4) menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan. e. Menguasai landasan-landasan pendidikan. f. Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar. g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran. h. Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi: (1) mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling, (2) menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling. i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah. j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran Tujuan supervisi pendidikan adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk
10
meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga mengembangkan potensi kualitas guru (Sahertian, 2000:19). Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data dan fakta yang objektif dari permasalahan yang dialami guru. Supandi (1986:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan, yaitu sebagai berikut: a. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan kurikulum sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terusmenerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling
11
mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum. b. Pengembangan personel Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya. Kegiatan supervisi pendidikan khususnya supervisi pembelajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam rangka pembinaan kepada guru. Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan dan secara keseluruhan pembelajaran di SD guru merupakan pemegang peranan utama. Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Pencapaian tujuan pembelajaran lebih ditentukan oleh kinerja guru, oleh karena kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran dalam rangka mewujudkan guru yeng lebih profesional.
12
Depdiknas (1997) mengemukakan secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni: Pertama, supervsi oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru SD. Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru SD dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk Rencana Pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Kedua, supervisi Pengawas TK/SD. Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi: (1) Bidang Akademik, mencakup kegiatan: menyusun program tahunan dan semester, mengatur jadwal pelajaran, mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran, menentukan norma kenaikan kelas, menentukan norma penilaian, mengatur pelaksanaan evaluasi belajar, meningkatkan perbaikan mengajar, mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan mengatur disiplin dan tata tertib kelas, (2) Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan: mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru, mengelola layanan bimbingan dan
13
konseling, mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler. (3) Bidang Personalia: mencakup kegiatan mengatur pembagian tugas guru, mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru, mengatur program kesejahteraan guru, mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru. (4) Bidang Keuangan, mencakup kegiatan: menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah, mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah, mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan mempertanggungjawab-kan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. (5) Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan: penyediaan dan seleksi buku pegangan guru, layanan perpustakaan dan laboratorium, penggunaan alat peraga, kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah, keindahan dan kebersihan kelas, dan perbaikan kelengkapan kelas. (6) Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan kerjasama sekolah dengan orangtua siswa, kerjasama sekolah dengan Komite Sekolah, kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan (7) Kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar Sedangkan waktu melakukan supervisi terhadap guru, hal-hal yang dipantau pengawas lebih terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya: (a) Penggunaan program semester (b) Penggunaan rencana pembelajaran (c)Penyusunan rencana harian (d) Program dan pelaksanaan evaluasi (e) Kumpulan soal (f) Buku pekerjaan siswa (g) Buku daftar nilai (h) Buku analisis hasil evaluasi (i) Buku program perbaikan dan pengayaan (j) Buku program Bimbingan dan Konseling (k) Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
14
Upaya supervisi pendidikan terutama oleh Kepala Sekolah terhadap guru-guru dapat
mengunakan
pendekatan supervisi
yang sifatnya
lebih membangun
pengembangan profesionalisasi guru. Pendekatan supervisi yang digunakan dapat mengacu pada pendapat Gordon (2004) yang mengemukakan empat pendekatan dalam melakukan supervisi, yaitu (1) Directive Approach; pendekatan supervisi secara langsung. Hal ini dilakukan oleh seorang supervisor dalam menghadapi dan menjalankan tugas dan berhadapan dengan guru-guru yang pemula dan tingkat perkembangannya masih berada pada tahap awal, (2) Directive Informational Approach: pendekatan supervisi dengan memberikan informasi secara langsung tentang alternatif-alternatif tindakan yang akan dilakukan oleh guru untuk melakakukan perbaikan pembelajaran. Pendekatan ini dititikberatkan pada kualitas informasi yang diberikan oleh seorang supervisor dalam melakukan pengawasan pada guru, (3) Non Directive Approach: pendekatan supervisi secara tidak langsung. Supervisor berhadapan dengan guru yang tingkat perkembangannya sudah berada pada tahap yang sudah matang atau berkembang dan mendekati ke arah profesional. Supervisor dapat memberikan kebebasan kepada guru untuk menyelesaikan ataupun memilih tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan guru itu sendiri, (4) Collaborative Approach: pendekatan kolaboratif menitikberatkan pada komunikasi antara supervisor dan guru dalam mengambil tindakan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh guru. Supervisor dan guru melakukan negosiasi untuk menentukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh guru. Pada tahap ini kondisi tingkat perkembangan guru sudah berada pada tingkat profesional. Dan supervisor juga harus bertindak secara
15
profesional dan memperlihatkan kredibilitasnya sebagai orang yang mempunyai keahlian (expertise).
Penutup. Kesimpulan 1. Pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program
pendidikan
yang
diluncurkan
sangat
dibutuhkan
dalam
rangka
diperlukan
sejalan
mengefektifkan pencapaian tujuan. 2. Implementasi
kemampuan
professional
guru
mutlak
diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro. a. Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi pendidikan. Pelaksanaan supervisi pendidikan perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah yang bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu
16
diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat. b. Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmittor, fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya. c. Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, "belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)". d. Kepala Sekolah dapat meggunakan pendekatan supervisi pendidikan yang mengacu
pada
pendapat
Gordom
yaitu
directive
approach,
directive
informational, non directive approach dan Collaborative Approach 4. Saran a. Peningkatan profesionalisme guru agar dapar terujut dengan baik, pelaksanaan supervisi pendidikan hendaklah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan
17
tenaga supervisor dituntut seorang supervisor yang profesional. Sopervisor hendaklah dengan standar kemampuan supervisor dan jangan berdasarkan penghargaan dan lama masa kerja. b. Pendekatan yang dilakukan oleh sopervisor dalam mensupervisi guru-guru hendaklah menjauhkan dari konsep birokrasi dan merasa lebih tinggi dari guruguru. Salah satu pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan kolaboratif c. Bidang-bidang yang disupervisi hendahlah berkenaan dengan tugas seorang guru yang profesional. Perlu dihindari sasaran yang disupervisi hanya berkenaan dengan aspek administasi kelas atau administrasi sekolah,
18