1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman modern ini, bank merupakan kata yang tidak asing lagi bagi masyarakat. Mulai dari petani, buruh, dan nelayan sudah mengenal bank. Bahkan mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua telah mengenal bank. Berkembang pesatnya popularitas bank tidak hanya dikarenakan kemudahan melakukan transaksinya dan fasilitas yang diberikan oleh pihak bank itu sendiri. Popularitas bank itu didukung dengan adanya kerjasama antara pihak bank dengan pihak lain, misalnya dengan pihak restoran, tempat perbelanjaan, tempat hiburan, hotel, dan yang sedang populer yaitu dengan pedagang online. Bank memanfaatkan kerjasama ini agar dapat menarik minat masyarakat dengan cara menawarkan dua keuntungan sekaligus, yaitu bertransaksi mudah dan kesempatan untuk memenangkan hadiah menarik. Saat ini bank tidak hanya menjangkau daerah perkotaan saja, bahkan bank sudah menjangkau ke daerah pedesaan. Salah satu bank yang dapat dijadikan contoh yaitu Bank BRI, bank ini sudah tersebar hingga di pusat desa yang kita kenal dengan TERAS BRI. Hal positif yang didapat dari tersebarnya bank yaitu membuat nasabah mudah dalam melakukan transaksi perbankan, sehingga tujuan utama bank untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dapat tercipta.
1
2
Setelah kita mengulas sedikit tentang perbankan, sekarang yang perlu kita ketahui yaitu apa sebenarnya bank itu. Bank berasal dari kata Italia banco yang berarti bangku. Bangku ini digunakan untuk melayani para nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Istilah bangku sekarang populer dengan nama bank. Bank merupakan lembaga keuangan yang bertugas untuk melayani masyarakat dalam mengelola keuangan mereka. Undang-Undang Republik Indonesia telah menjelaskan secara rinci tentang perbankan, hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 menjelaskan bahwa, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Terdapat beberapa pendapat yang menjelaskan tentang pengertian bank, Hasibuan (2002:2) menyebutkan bahwa “bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja”. Sementara itu Stuart (dalam Hasibuan, 2002:2) menjelaskan bahwa “bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a gamble to the other, eventhough they should supply the new money”. Artinya, bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam.
3
Bank dikatakan penting dalam stabilisator moneter karena bank mempunyai kewajiban menstabilkan nilai tukar uang, nilai kurs atau harga barang-barang, operasi pasar terbuka ataupun kebijakan diskonto. Sedangkan bank sebagai dinamisator perekonomian berarti bank merupakan pusat perekonomian, sumber dana, pelaksana lalu lintas pembayaran, memproduktifkan tabungan, dan pendorong kemajuan perdagangan nasional dan internasional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bank merupakan sendi perekonomian masyarakat untuk memajukan kesejahteraannya dengan memanfaatkan berbagai fasilitas yang ditawarkan oleh pihak bank. Bukti konkret dari fasilitas yang ditawarkan oleh bank yaitu bank menawar kepada nasabahnya berupa simpanan dengan bunga yang menarik dan biaya administratif yang terjangkau. Selain itu, bank juga memberikan kemudahan dalam pemberian pinjaman dan juga kemudahan dalam melakukan penarikan maupun penyetoran tanpa datang ke bank yaitu dengan menggunakan Automated Teller Machine (ATM) yang tersebar diseluruh Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari bank memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat karena bank merupakan suatu wadah bagi masyarakat untuk menyimpan uang dan memberikan pinjaman kepada masyarakat demi kesejahteraan masyarakat. Namun dalam melaksanakan kegiatannya, bank masih membutuhkan dorongan dari pihak pemerintah. Salah satu bentuk dorongan pemerintah untuk menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat dalam industri perbankan yaitu dibentuk suatu lembaga untuk menjamin dana simpanan dari masyarakat, lembaga ini disebut dengan
4
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki tanggung jawab kepada presiden dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia tepatnya di Jakarta. Selain itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki fungsi utama yaitu menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya.
Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dilatar belakangi oleh krisis moneter pada tahun 1998. Krisis moneter yang terjadi di tahun 1998 merupakan era dimana bank mengalami kebangkrutan. Tahun 1998 menjadi saksi bagaimana bangsa Indonesia menjadi bangsa dengan perekonomian yang buruk. Hal ini ditandai dengan mayoritas dana para nasabah ditarik semua sehingga sumber pendanaan bank menjadi kosong, menurun drastis kepercayaan masyarakat terhadap bank, rupiah melemah, utang Indonesia kepada luar negeri mendekati jatuh tempo dan suku bunga kredit lebih tinggi daripada suku bunga simpanan sehingga mengakibatkan pembayaran beban oleh bank menjadi lebih besar. Dengan keadaan seperti itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus melakukan tindakan agar bank-bank dapat selamat dari ancaman kebangkrutan.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan tindakan penyelamatan sesuai dengan peraturan pemerintah, yaitu berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004. Undang-Undang ini menyebutkan bahwa
5
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin simpanan nasabah bank, baik bank konvensional maupun bank perkreditan rakyat berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dana simpanan yang dijamin yaitu paling tinggi sebesar Rp. 2.000.000.000,00 per nasabah per bank berlaku sejak tanggal 13 Oktober 2008. Nilai simpanan yang dijamin tersebut meliputi pokok ditambah bunga untuk bank konvensional atau pokok ditambah dengan bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah untuk bank syariah. Kriteria yang dinyatakan layak bayar oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meliputi tiga hal yaitu tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjamin dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank.
Saat ini terdapat lembaga lain yang telah dibentuk oleh pemerintah untuk mendorong perekonomian dalam sektor perbankan, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk berdasarkan dengan UndangUndang nomor 21 tahun 2011. Menurut undang-undang ini yang dimaksud dengan Otoritas Jasa Keuangan atau disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didasarkan pada tiga landasan yaitu landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka Bank Indonesia tidak lagi melalukan pengawasan pada sektor perbankan. Bank Indonesia hanya akan fokus pada pengendalian inflasi dan stabilitas moneter saja.
6
Sebelum fungsi pengawasan diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada tanggal 25 Oktober 2011 Bank Indonesia menerbitkan surat edaran tentang penilaian tingkat kesehatan bank yaitu surat edaran nomor 13/24/DPNP, surat edaran ini merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum yang diterbitkan pada tanggal 5 Januari 2011. Diterbitkannya peraturan Bank Indonesia serta didampingi surat edaran tersebut menandakan pergantian cara penilaian kesehatan bank dengan metode lama yaitu Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity, and Sensitivity to Market Risks (CAMELS) dengan pendekatan risiko Risk Based Bank Rating (RBBR) atau dikenal dengan metode Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital (RGEC).
Penilaian tingkat kesehatan bank dengan pendekatan risiko (risk based bank rating) atau dikenal dengan metode Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital (RGEC) yang menjadi perhatian khusus yaitu dari faktor risk profile. Hal ini menjadi perhatian khusus, karena cara penilaiannya yang lebih rumit dan kompleks dan harus dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Penilaian risk profile merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan dengan delapan risiko yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi. Penilaian yang kedua yaitu Good Corporate Governance (GCG), penilian ini merupakan penilaian manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Penilaian yang ketiga yaitu terhadap faktor earnings, penilaian ini
7
merupakan
penilaian
terhadap
earnings,
sumber-sumber
earnings
dan
sustainability bank. Penilaian yang terakhir yaitu faktor capital, meliputi penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan. Kesehatan bank dapat diukur dengan beberapa indikator, salah satunya yaitu melalui laporan keuangan. Berdasarkan laporan keuangan ini, perhitungan rasiorasio keuangan dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank. Seperti rasio-rasio keuangan yang meliputi rasio likuiditas, rasio rentabilitas, dan rasio solvabilitas. Sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengawasan dunia perbankan yaitu OJK, OJK dituntut bersikap tegas dalam melakukan tugasnya. Apabila dari pengawasan tersebut kesehatan bank mengalami penurunan maka pihak pengawas dapat mengusulkan kepada bank tersebut untuk melakukan penggabungan usaha atau menyarankan pembubaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Septyaning (2015) menunjukkan bahwa bank yang memiliki tingkat kesehatan paling baik dari sembilan sampel BUSN Devisa periode 2008-2012 adalah PT. Bank Central Asia, Tbk. Bank ini memiliki tingkat kesehatan sangat baik dalam penilaian dengan metode Risk-Based Bank Rating dan unggul dalam semua rasio, seperti Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), Good Corporate Governance (GCG), Return On Assets (ROA), Net Interest Margin (NIM), dan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang telah memenuhi diatas standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sedangkan bank yang memiliki tingkat kesehatan baik adalah Bank Bukopin, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia, Bank Mega, Bank Panin, dan Bank Permata dimana
8
hasil dari penelitian dan pembahasan denga metode RBBR bank dalam kondisi baik. Penelitian ini juga menemukan bank yang berada dalam kondisi kurang baik yaitu Bank Artha Graha Internasional, dimana bank tersebut memiliki perhitungan nilai rasio paling rendah diantara bank-bank dan dapat dikatakan memiliki kinerja yang kurang baik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto (2015) menunjukkan bahwa dari faktor risk profile atas risiko kredit dengan rasio NPL yang tinggi yaitu bank Mutiara, Tbk. dan Bank Pundi Indonesia, Tbk.. Rasio LDR menunjukkan bahwa Bank Danamon, Tbk., Bank QNB Kesawan, dan Bank Tabungan Negara, Tbk. menunjukkan resiko tertinggi. Berdasarkan analisis faktor GCG yang memiliki predikat kurang baik yaitu Bank Mutiara, Tbk., sedangkan predikat cukup baik yaitu Bank Bukopin, Tbk., Bank Mega, Tbk., dan Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk.. Analisis rasio ROA dan rasio operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) terdapat beberapa bank dengan predikat tidak sehat yaitu Bank Mutiara, Tbk., Bank Pundi Indonesia, Tbk., dan Bank QNB Kesawan, Tbk.. Penilaian rasio NIM hanya ada satu bank dengan predikat tidak sehat yaitu Bank Mutiara. Pada faktor capital dengan rasio CAR menunjukkan rata-rata bank sangat sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhany et al. (2015) menunjukkan bahwa secara umum bank memiliki predikat baik dan berada dalam kondisi yang sehat. Pada bank BUMN memiliki predikat dengan komposit secara umum yaitu sangat baik dan mencerminkan kondisi bank sangat sehat. Selain itu, perbandingan antara bank BUMN dan bank swasta nasional devisa menunjukkan bank BUMN lebih
9
baik dengan nilai rata-rata ROA, NIM dan CAR lebih besar dari bank swasta nasional devisa. Di indonesia terdapat berbagai jenis bank, penggolongan bank dapat dibedakan dari segi fungsinya, kepemilikannya, segi status dan segi cara menentukan harga. Dilihat dari segi statusnya bank dapat dibedakan menjadi bank devisa dan bank non devisa. Sedangkan menurut peraturan Bank Indonesia nomor 16/10/PBI/2014, bank devisa adalah bank yang memperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari bank yang berkantor pusat di Indonesia. Bank devisa memiliki peran penting bagi eksportir dalam menerima devisa hasil ekspornya. Sesuai dengan peraturan ini, eksportir wajib menerima devisa hasil ekspor kedalam bank devisa. Devisa hasil ekspor bermanfaat untuk mendukung terciptanya pasar keuangan yang lebih sehat dan upaya menjaga kestabilan nilai rupiah sehingga pembangunan ekonomi nasional dapat berjalan dengan lancar. Kesehatan merupakan cerminan dari diri seseorang, begitu halnya dengan kesehatan bank. Karena bank memiliki posisi yang penting dalam masyarkat untuk membangun perekonomian Indonesia. Masyarakat yang menjadi calon nasabah bank sebaiknya harus secara bijak dan pintar dalam memilih bank. Rasa hati-hati ini perlu ditanamkan untuk kita lebih cermat dalam berinvestasi dan bertransaksi dengan lembaga keuangan seperti bank. Terdapat berbagi peraturan dari pihak pemerintah yaitu pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan tujuan untuk melindungi para
10
nasabah. Tetapi, tidak semua nasabah paham betul bagaimana menilai tingkat kesehatan bank dan menilainya dengan cara seperti apa. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan diatas dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya peran bank devisa bagi pembangunan nasional dan kesehatan bank merupakan faktor penting dalam menggunakan fasilitas lembaga keuangan seperti bank. hal ini didukung dengan beberapa penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam menilai tingkat kesehatan bank. Maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Penilaian Kesehatan Bank dengan Pendekatan Risiko (Risk Based Bank Rating) untuk Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana menilai tingkat kesehatan bank pada bank umum swasta nasional devisa dengan pendekatan Risk Based Bank Rating (RBBR) untuk bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014 ?”.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kesehatan pada bank umum swasta nasional devisa dengan pendekatan Risk Based Bank Rating (RBBR) untuk bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014.
11
1.4 Manfaat Penelitian Penulis berharap dengan penelitian ini dapat bermanfaat antara lain : 1. Kontribusi praktis a. Bagi bank Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada manajemen bank mengenai kesehatan bank kompetitornya sehingga bermanfaat dalam pengambilan keputusan. b. Bagi nasabah bank Penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran bagaimana memilih bank yang sehat sehingga para nasabah (terutama bagi para eksportir) cerdas dalam memilih dan mempergunakan jasa lembaga keuangan yaitu bank yang ada di Republik Indonesia. 2. Kontribusi teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan di bidang perbankan. Hal ini terutama terhadap analisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio keunagan dan analisis laporan Good Corporate Governance (GCG) untuk menilai tingkat kesehatan keuangan bank umum swasta nasional devisa. 3. Kontribusi kebijakan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka membuat penelitian berikutnya.
12
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan hanya tentang penilaian tingkat kesehatan bank dengan pendekatan Risk Based Bank Rating (RBBR) pada bank umum swasta nasional devisa di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014.