Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
PETA JALAN KEBIJAKAN GAS BUMI NASIONAL 2014-2030 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Copyright 2014
Editor: Hatim Ilwan S.T. Pemindai Tulisan: Roni Rusnandar Sampul: Maspuq Muin Tata Letak: Maspuq Muin Fotografer: Abdul Malik MSN Cetakan I: Agustus 2014 Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia Oleh Kementerian ESDM
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Jl. Medan Merdeka Selatan No. 18 Jakarta Pusat 10110 Indonesia Telp.: +62-21-3804242 Fax.: +62-21-3440649 Email:
[email protected] Website: http://www.esdm.go.id
Daftar Isi
Sambutan
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Hanya ucapan syukur yang pantas kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya buku “Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030”. Hasil karya berupa buku ini merupakan format baru penyusunan Neraca Gas Bumi Indonesia yang telah dibuat dan diperbarui secara berkala sejak tahun 2007. Buku ini hadir berkat upaya bersama hampir seluruh stakeholders industri gas di Indonesia. Kehadirannya diharapkan bisa menjadi pedoman bagi siapapun yang tertarik untuk mengetahui segala hal ihwal industri gas di Indonesia. Tak hanya mengulas sisi sejarah pemanfaatan gas bumi, buku ini dilengkapi dengan paparan terkait pasokan dan kebutuhan gas bumi, kondisi infrastruktur terkini, regulasi-regulasi industri gas, hingga upaya menjaga keselamatan dan lingkungan pada industri gas bumi di Tanah Air. Sajian peta jalan berupa usulan konsep kebijakan bisa dilihat dalam upaya penentuan harga gas bumi dan BUMN penyangga gas bumi (Agregator Gas). Saya selaku Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan penghargaan yang tinggi atas keberhasilan seluruh tim yang terlibat langsung dalam proses pembuatan buku ini. Kebetulan, saya mengikuti proses pembuatan buku ini sejak awal. Dari situ, saya mengetahui betul betapa panjang proses pembuatan buku ini. Pembuatan buku ini diawali dari Rapat Koordinasi (Rakor) I Neraca Gas Indonesia yang berlangsung di kantor PT Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat. Proses berlanjut pada Rakor-rakor berikutnya yang berlangsung di Bogor, Bandung, Lombok, Manado, hingga Yogyakarta. Saya benar-benar bangga melihat seluruh peserta Rakor yang berasal dari berbagai instansi dan perusahaan begitu serius dan bersungguh-sungguh dalam menyusun buku ini. Semuanya bahu membahu guna memastikan kesiapan industri gas dalam memenuhi program pemerintah yang ingin mewujudkan gas sebagai sumber energi masa kini dan masa depan Indonesia.
6
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terkait dan terlibat dalam teknis pembuatan buku ini dari Rakor I sampai Rakor VI. Terkhusus, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada jajaran Kementerian ESDM yang menjadi leading sector dalam pembahasan buku ini. Selain itu, keterlibatan dan dukungan penuh dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perhubungan. Penghargaan dan terima kasih saya ucapkan kepada kalangan industri gas BUMN, yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan PT Pupuk Indonesia atas peran sertanya. Tentu kehadiran buku ini masih jauh dari sempurna. Apalagi saya selalu katakan dalam setiap Rakor, apa yang tertulis dalam buku ini adalah “what we know now”. Pasti ada banyak sekali informasi yang belum tertulis dalam buku ini. Saya yakin, pihak-pihak lain yang memiliki dan mengetahui informasi seputar gas dan belum tertulis di buku ini akan berusaha memberikan masukan untuk perbaikan buku ini di masa mendatang. Terus terang, itulah tujuan tersembunyi saya merilis buku ini tanpa menunggu tuntas sempurna. Semoga upaya kecil ini bisa memberikan manfaat besar bagi keberlangsungan industri gas di Tanah Air. Jakarta, Oktober 2014
Ir. Susilo Siswoutomo
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
7
Sambutan Wakil Menteri ESDM ...
6
Kata Pengantar ...
11
Bab I Pendahuluan
15 Tujuan Penyusunan Buku ... 16 Kronologis penyusunan Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional (National Gas Policy Roadmap) ... 17 Tim Penyusun ... 17
Bab II Sejarah Gas Bumi di Indonesia ...
23 26 27 30 35 36 36 38 39 39 39
Bab III Neraca Gas Bumi Indonesia ...
41 42 46 48 49 49 52 56 56 59 62 65 68
Gas Bumi di Era Kolonial ... Gas Bumi di Era Kemerdekaan ... Sejarah LNG dan CNG ... Pemanfaatan Gas Bumi ... Pemanfaatan Gas Bumi sebagai Energi ... a. Pemanfaatan Gas Bumi untuk Tenaga Listrik dan Industri Lain ... b. Pemanfaatan Gas Bumi untuk Transportasi dan Rumah Tangga ... Pemanfaatan Gas Bumi sebagai Bahan Baku ... Pemanfaatan Gas Bumi untuk Industri Pupuk dan Petrokimia ... Pemanfaatan Gas Bumi untuk Industri Lain ... Sebaran Cadangan Gas Bumi ... Metodologi Perhitungan Pasokan dan Kebutuhan ... Metodologi Perhitungan Pasokan ... Metodologi Perhitungan Kebutuhan ... Kebutuhan Gas Sesuai KEN ... Jumlah Pasokan dan Kebutuhan Gas Indonesia ... Peta Pasokan dan Kebutuhan Gas per Region ... Nangroe Aceh Darussalam ... Sumatera Bagian Utara ... Kepulauan Riau ... Sumatra Bagian Selatan dan Tengah ... Jawa Bagian Barat ... 8
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Jawa Bagian Tengah ... Jawa Bagian Timur dan Bali ... Kalimantan Bagian Timur ... Sulawesi Bagian Selatan ... Sulawesi Bagian Tengah ... Papua ... Maluku ...
72 75 77 81 83 85 88
Bab IV Roadmap Pengembangan Infrastruktur Gas Bumi ... 91
Pengantar ... Kategorisasi Infrastruktur ... Jaringan Pipa ... Kilang Pengolahan LNG dan Regasifikasi (Gas Bumi Cair) ... CNG Plant and Storage ... Jaringan Gas Rumah Tangga ... SPBG ... LNG Station ... Sarana Transportasi Gas ... Sistem Transportasi Gas Bumi ... Peta Infrastruktur Gas Bumi ... Rencana Pengembangan ... Resume Roadmap Infrastruktur ...
92 94 94 96 97 98 98 98 99 100 108 118 127
Bab V Konsep Harga Gas Bumi ...
135 136 136 138 139 139 142 143
Pengantar ... Harga Patokan/Reference Gas Hulu ... Harga Rata-rata Tertimbang (Weighted Average) ... Batas Atas Harga Referensi (Ceiling Price) ... Pengecualian Terhadap Harga Referensi ... Harga Hilir ... Resume Roadmap Penetapan Harga Gas ...
Bab VI Peran dan Bentuk BUMN Penyangga Gas BUMI ... 147
Tantangan yang Dihadapi oleh Industri Gas Indonesia ... Peranan Agregator Gas Indonesia ... Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
148 150
9
Persyaratan Umum Agregator Gas di Indonesia ... Konsep Pool Price ... Jenis-jenis Gas Pool Price ... Compulsory Pool Tepat untuk Indonesia ... Mekanisme Operasi Pool ... Kelembagaan Pool ... Agregator Distribusi ... Konsep Agregator Gas Nasional ... Konsep Agregator Gas per Wilayah ... Badan Pengawas Agregator ...
151 152 152 153 155 156 157 159 160 161
Bab VII Regulasi Tata Kelola Gas Bumi ...
163 164 164 165 179
Pengantar ... Filosofi Pengaturan ... Peta Regulasi Tata Kelola Gas Bumi Saat Ini ... Rancangan Peraturan Presiden Tata Kelola Gas Bumi Nasional ...
Bab VIII Keselamatan dan Lingkungan Industri Gas Bumi ... 187
Keselamatan Pengangkutan Gas Bumi ...
188
Bab IX Penutup ...
195 Tantangan dan Kendala ... 196 Demand ... 196 Supply ... 197 Infrastruktur ... 197 Upaya Tindak Lanjut ... 201 Koordinasi Pasokan Gas dan Pembangunan Infrastruktur ... 201 Fasilitas Penanaman Modal dan pembiayaan Pembangunan Infrastruktur ... 203
Lampiran ...
207 Daftar Istilah ... 208 Keputusan Menteri tentang Tim Penyusun Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional dan Roadmap Pemanfaatan Gas Bumi Tahun 2014-2030 ... 212
10
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Kata Pengantar
Menyusun Neraca Gas Indonesia menjadi agenda rutin dan berkala bagi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beserta regulator dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelaku energi minyak dan gas di Tanah Air. Upaya penyusunan Neraca Gas Indonesia ini pun sudah dimulai sejak 2007 dan telah diperbarui beberapa kali. Kehadiran neraca gas ini merupakan bentuk pelaksanaan dari Pasal 3 Huruf c Undangundang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas. Pasal tersebut berbunyi, penye lenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bertujuan menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak bumi dan gas bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, Pasal 8 Undang-undang ini juga menjadi landasan legal pembuatan Neraca Gas Indonesia. Di sini, pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri. Pemerintah juga mengatur pengusahaan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai. Memang, Neraca Gas Indonesia disusun sebagai dasar bagi para stakeholders dalam rangka memberikan gambaran kemampuan pasokan gas bumi di Indonesia. Keberadaan neraca gas ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam rangka pemenuhan kebutuhan gas bumi nasional yang akan memberikan sebesar-besarnya manfaat bagi negara. Neraca Gas Bumi Indonesia ini menggunakan metodologi yang memuat informasi mengenai kondisi ketersediaan dan kebutuhan gas bumi termasuk potensi pasokan dan kebutuhan yang diperlukan bagi stakeholders dalam perencanaan pengembangan investasi. Penyusunan Neraca Gas Indonesia ini melibatkan stakeholders gas bumi, sehingga Neraca Gas Indonesia ini merupakan dokumen bersama yang akan menjadi satu-satunya acuan dalam mengetahui tingkat kebutuhan dan melakukan perencanaan pasokan gas bumi. Neraca gas ini telah memperhitungkan adanya penambahan pasokan gas dari lapanganlapangan baru, penyesuaian terhadap angka gas deliverability dari masing-masing lapangan serta adanya kontrak atau perjanjian jual beli gas baru. Pemutakhiran data dalam neraca gas diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya serta dapat menjadi acuan rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
11
pengembangan bisnis dan penetapan kebijakan. Dokumen ini bersifat dinamis, sehingga data yang tercantum di dalamnya akan selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan ketersediaan dan kebutuhan gas bumi nasional. Upaya memperbarui data dalam penyusunan Neraca Gas Indonesia 2014-2030 ini sudah dimulai sejak akhir 2013. Tepatnya, tanggal 12-13 Desember 2013, saat berlangsung Rapat Koordinasi (Rakor) Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia pertama di kantor PT Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat. Pada pertemuan ini sudah tercetus keinginan untuk menampilkan Neraca Gas Indonesia dalam format dokumentasi berbeda, yakni berupa buku. Bermula dari keinginan untuk membuat format dokumentasi yang berbeda itulah, jadilah buku “Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030” ini hadir di hadapan kita. Ide pembuatan buku pun diseriuskan. Media rakor dijadikan ajang evaluasi. Di rakor pertama, disepakati membentuk lima tim yang membahas secara terpisah tema dan data krusial dalam Neraca Gas. Kelima tim itu masing-masing membahas sisi pasokan, kebutuh an, harga gas, infrastruktur, dan regulasi. Tim-tim tersebut secara independen melakukan pertemuan. Hasil dari pertemuan itu yang disampaikan pada setiap Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia. Berikutnya, nyaris rutin tiap dua bulan sekali, Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia berlangsung. Pada 26-27 Februari 2014, Rakor berlangsung di Hotel Aston, Bogor, Jawa Barat. Selain menyampaikan hasil rapat di tiap tim, semua pihak memberi masukan dan pendapat atas hasil tersebut untuk kemudian digodok kembali dalam pertemuan tim. Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia selanjutnya berlangsung pada 16-17 Juni 2014 di Hotel Hyatt, Bandung, Jawa Barat dan 23-24 Juni 2014 di Hotel Santosa, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pada dua Rakor ini, upaya pembuatan buku Neraca Gas semakin terlihat dengan kemunculan rancangan daftar isi dan data-data yang semakin banyak terkumpul. Pada Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia ke-5 di Hotel Sintesa Peninsula, Manado, Sulawesi Utara pada 21-22 Agustus 2014, format awal buku ini mulai terbentuk konkret. Akhirnya, proses finalisasi pembuatan buku ini dilakukan saat berlangsung Rakor ke-6 di Yogyakarta yang dihelat pada 2-3 Oktober 2014. Dari sekadar upaya pendokumentasian Neraca Gas Indonesia, buku ini menjelma menjadi “Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasio nal 2014-2030”. Lebih luas, buku ini tak hanya membahas pasokan, kebutuhan, infrastruktur, harga gas, dan regulasi. Buku ini juga membeberkan sejarah eksplorasi gas di Indonesia hingga konsep-konsep pengelolaan gas dalam bentuk agregator gas untuk menghasilkan keselarasan pasokan bagi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Bahkan, buku ini sudah menampilkan beberapa rencana aksi lanjutan dalam membentuk kebijakan gas nasional yang bermanfaat dan bermartabat. Tak lupa, tim penyusun buku ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait. Dari pihak pemerintah, keterlibatan dan sokongan penuh dari Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Perindustrian, dan Ke-
12
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
menterian Perhubungan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Adapun dari kalangan BUMN yang sangat terkait industri gas, terdapat PT Pertamina (Persero), PT Pertagas, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk/ PGN, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/ PLN, dan PT Pupuk Indonesia (Persero) yang telah memberi masukan yang sangat berarti dalam penyusunan buku ini. Selanjutnya, kehadiran buku ini juga diharapkan menjadi pendobrak tradisi di industri minyak dan gas yang selama ini sesak dipenuhi angka, grafik, diagram, tabel, dan istilahistilah teknis dan rumit menjadi ‘sedikit’ lebih popular untuk bisa dipahami masyarakat secara lebih luas. Upaya membuat masyarakat awam lebih memahami industri ini menjadi bagian menuju transparansi industri ini dalam menyejahterakan kehidupan bersama. Tentu buku ini tak luput dari berbagai kesalahan dan kekurangan. Berbagai masukan, saran, dan kritik dari semua pihak akan sangat membantu dalam penyempurnaan buku ini di masa-masa mendatang. Kami berharap, dengan adanya buku “Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030” ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Oktober 2014
Tim Penyusun
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
13
BAB I Pendahuluan
Selama ini dunia mengenal industri minyak dan gas sebagai salah satu industri yang sangat teknis, rumit, dan lengkap dengan istilah-istilah yang sulit diterjemahkan. Seringkali, bila kita terpaksa mengalihbahasakan istilah-istilah teknis di bidang minyak dan gas, justru membuat penjelasan terhadap istilah tersebut lebih panjang, susah dimengerti, dan bahkan, belum mampu memberi tafsiran yang utuh atas istilah yang diinginkan. Tak hanya itu, deretan angka, grafik, diagram, dan tabel selalu menyesaki setiap penjelasan seputar industri minyak dan gas. Belum lagi setumpuk rumus dan formula yang memaksa orang mengernyitkan dahi untuk sekadar memahami alur logika perjalanan rumus tersebut. Untuk membahas proses produksi dari hulu sampai hilir, ekspor, impor, hingga peralatan yang mengiringinya penuh dengan skema-skema yang pelik dan berbelit-belit. Singkat kata, industri minyak dan gas itu dirasakan sulit dan terus ditanamkan kerumitannya bagi masyarakat awam. Di sisi lain, sebagaimana sektor-sektor industri lainnya, industri ini dituntut untuk terbuka atau transparan dalam setiap proses dan langkahnya. Upaya menampilkan transpa ransi dalam bahasa yang kompleks tidak membuat masyarakat awam mudah dan mau mengerti industri ini. Padahal, industri ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan menjadi sandaran penerimaan hingga operasional negara. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya mendobrak tradisi melalui berbagai publikasi kepada masyarakat. Salah satunya, melalui buku “Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030” yang sedang anda baca. Buku ini berupaya tampil ‘sedikit’ lebih populer untuk bisa dipahami masyarakat secara lebih luas. Upaya membuat masyarakat awam lebih memahami industri ini menjadi bagian menuju transparansi industri ini dalam menyejahterakan kehidupan bersama.
Tujuan Penyusunan Buku
Kementerian ESDM mendedikasikan buku ini sebagai bentuk pelaksanaan dari Pasal 3 Huruf c Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas. Pasal tersebut berbunyi, penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bertujuan menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak bumi dan gas bumi, baik sebagai sumber energi mau-
16
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
pun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, pasal 8 Undang-undang yang sama juga menyatakan pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri. Pemerintah juga mengatur pengusahaan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai. Selanjutnya, Kementerian ESDM ingin mewujudkan format awal kebijakan tata kelola gas bumi untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional. Selain itu, kehadiran buku ini untuk menjamin kelahiran kebijakan tentang penyediaan dan pendistribusian gas bumi untuk pemanfaatan dalam negeri, menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya gas bumi sebagai bahan bakar dan bahan baku. Berbagai masukan dalam buku ini yang merupakan pilihan atas berbagai konsep tata kelola gas bumi diharapkan bisa memudahkan pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat.
Kronologis Penyusunan Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional (National Gas Policy Roadmap)
Penyusunan buku ini tak lepas dari rangkaian upaya memperbarui data Neraca Gas Indonesia 2014-2030. Aktivitas ini sudah dimulai tanggal 12-13 Desember 2013, saat berlangsung Rapat Koordinasi (Rakor) Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia pertama di kantor PT Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat. Pada pertemuan ini sudah tercetus keinginan untuk menampilkan Neraca Gas Indonesia dalam format dokumentasi berbeda, yakni berupa buku. Rakor ini juga membentuk lima tim yang membahas secara terpisah tema dan data krusial dalam pembabakan awal buku “Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030”. Kelima tim itu masing-masing membahas sisi pasokan, kebutuhan, harga gas, infrastruktur, dan regulasi. Tim-tim tersebut secara independen melakukan pertemuan. Hasil dari pertemuan itu yang disampaikan pada setiap Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia. Berikutnya, nyaris rutin tiap dua bulan sekali, Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia berlangsung. Pada 26-27 Februari 2014, Rakor berlangsung di Hotel Aston, Bogor, Jawa Barat. Selain menyampaikan hasil rapat di tiap tim, semua pihak memberi masukan dan pendapat atas hasil tersebut untuk kemudian digodok kembali dalam pertemuan tim. Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia selanjutnya berlangsung pada 16-17 April 2014 di Hotel Hyatt, Bandung, Jawa Barat dan 23-24 Juni 2014 di Hotel Santosa, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pada dua Rakor ini, upaya pembuatan buku ini semakin terlihat de ngan kemunculan rancangan daftar isi dan data-data yang semakin banyak terkumpul. Pada Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia ke-5 di Hotel Sintesa Peninsula, Manado, Sulawesi Utara pada 21-22 Agustus 2014, format awal buku ini mulai terbentuk konkret. Kementerian ESDM menyodorkan hasil penulisan buku tahap awal yang berisi lima bab yaitu, Bab Neraca Gas Bumi, Infrastruktur, Harga dan Agregator Gas, dan Regulasi Tata Kelola Gas Bumi. Adapun Bab Sejarah Gas Bumi pada saat itu masih dalam tahap penyempurnaan penulisan.
Pendahuluan
17
Akhirnya, proses finalisasi pembuatan buku ini dilakukan saat berlangsung Rakor ke-6 di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta pada 2-3 Oktober 2014. Dari sekadar upaya pendokumentasian Neraca Gas Indonesia, buku ini menjelma menjadi “Peta Jalan Menuju Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030”. Lebih luas, buku ini tak hanya membahas pasokan, kebutuhan, infrastruktur, harga gas, dan regulasi. Buku ini juga membeberkan sejarah eksplorasi gas di Indonesia hingga konsep-konsep pengelolaan gas dalam bentuk agregator gas untuk menghasilkan keselarasan pasokan bagi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Bahkan, buku ini sudah menampilkan beberapa rencana aksi lanjutan dalam membentuk kebijakan gas nasional yang bermanfaat dan bermartabat. Dalam kesempatan di Yogyakarta pula, muncul juga bab-bab lain yang menjadi hasil diskusi menarik selama dua hari antar stakeholders gas yang dipimpin langsung Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo.
Tim Penyusun
Buku “Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030” ini merupakan dokumen bersama yang akan menjadi satu-satunya acuan dalam mengetahui segala hal seputar industri gas bumi di Tanah Air. Dalam penyusunan buku ini melibatkan seluruh stakeholders gas bumi dengan kontributor, kompilator data, dan koordinator utama adalah Kementerian
18
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
ESDM. Di sini, muncul peran kuat Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi serta Staf Ahli Menteri ESDM bidang Kelembagaan dan Perencanaan Strategis. Kementerian ini memang memiliki tugas untuk membantu Presiden Republik Indonesia dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang energi dan sumber daya mineral, dalam hal ini gas. Melalui buku ini, Kementerian memberikan rumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang gas. Ada pula keterlibatan dan sokongan penuh dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Ke giatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dalam penyiapan data-data pasokan dan kebutuhan gas. Sedangkan Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Perhubungan juga memiliki peran penting dalam penyusunan buku ini. Tak kalah penting dukungan dari kalangan industri gas BUMN, seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaannya PT Pertagas, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), serta PT Pupuk Indonesia (Persero) yang telah memberi masukan yang sangat berarti dalam penyusunan buku ini. Pendahuluan
19
12-13 Desember 2013 Rapat Koordinasi (Rakor) Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia Pertama
Kantor PT Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat
16-17 April 2014
Rapat Koordinasi (Rakor) Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia Ketiga Hotel Hyatt, Bandung, Jawa Barat
20
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
23-24 Juni 2014
Rapat Koordinasi (Rakor) Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia Keempat Hotel Santosa, Lombok, Nusa Tenggara Barat
2-3 Oktober 2014
Rapat Koordinasi (Rakor Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia Keenam Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta
21-22 Agustus 2014
Rapat Koordinasi (Rakor) Penyempurnaan Neraca Gas Indonesia Kelima Hotel Sintesa Peninsula, Manado, Sulawesi Utara Pendahuluan
21
Pabrik gas pertama di Gang Ketapang, Batavia (Sekarang Jalan K.H. Zainul Arifin, Jakarta Pusat) yang pembangunannya selesai pada tahun 1864 Sumber: Dokumentasi C. Smith, halaman 9-97
BAB II Sejarah Gas Bumi di Indonesia
Pengantar
Adalah semburan gas yang menghentikan Aeliko Janszoon Zijlker melakukan pengeboran minyak di Sumur Telaga Tiga yang berada di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Kala itu, 17 November 1884, Zijlker baru mendapat 200 liter minyak bumi setelah melakukan pengeboran selama dua bulan. Keputusan menyetop pengeboran ini menjadi awal dari petualangan Zijlker berburu minyak di Pangkalan Brandan. Tim Zijlker bergerak ke timur untuk mencari lokasi pengeboran minyak lainnya di area konsesi Zijlker yang membentang di wilayah pesisir Sei Lepan, Langkat. Adapun lokasi pengeboran kedua berada di Desa Telaga Said. Di sini, Zijlker mendapat tantangan berupa struktur tanah yang lebih keras dan susah dibor tapi tim ini terus membongkar bumi. Upaya keras ini membuahkan hasil gemilang. Saat pengeboran menyentuh kedalaman 22 meter dan sudah berjalan 48 jam, tim ini mengumpulkan 1.710 liter minyak. Semangat Zijlker dan timnya mengebor semakin besar. Pada 15 Juni 1885, pengeboran sudah mencapai kedalaman 121 meter. Tiba-tiba, muncul semburan kuat gas, minyak mentah, dan material lainnya dari dalam perut bumi. Perjuangan Zijlker usai dan tinggal memanen hasil. Dalam perjalanannya sumur tersebut diberi nama Sumur Telaga Tunggal I. Semburan minyak dari Sumur Telaga Tunggal I ini menjadi keberhasilan pertama penambangan minyak di Indonesia. Hingga akhirnya sumur itu ditutup tahun 1934, jutaan barel minyak telah disedot keluar. Zijlker pun tercatat dalam Sejarah Pertambangan dan Industri Perminyakan Indonesia, sebagai penemu sumur minyak pertama dalam jumlah besar. Kisah sukses pakar perkebunan tembakau yang banting setir menjadi pemburu minyak di Indonesia ini menjadi pengantar dalam mengulas sejarah gas bumi di Indonesia. Bicara gas tidak bisa lepas dari minyak. Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam tekanan dan temperatur atmosfer berupa fase gas yang diperoleh dari proses
24
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
penambangan minyak dan gas bumi. Sehingga, di mana ditemukan minyak, terdapat gas yang terperangkap walaupun jumlahnya tidak banyak. Gas seperti ini dikenal sebagai associated gas. Sebaliknya, sering juga ditemukan sumur gas yang menyimpan hidrokarbon sejenis minyak tetapi jumlahnya tidak signifikan (non-associated gas). Komponen gas bumi terpenting adalah metana, propan, butana, pentana dan heksana. Awalnya, pemanfaatan gas bumi yang berasal dari sumur minyak umumnya sebagai energi untuk berbagai kegiatan di sekitar wilayah lapangan produksi minyak itu sendiri (own use). Pada waktu itu, kebutuhan akan gas bumi belum terlalu banyak sehingga nilai keekonomiannya tidak mampu memberikan keuntungan. Kala itu, banyak sumur gas bumi ditutup karena harga gas yang sangat murah. Selain itu, lantaran melihat gas itu mudah terbakar, banyak pemilik pengeboran dan pengilangan minyak sengaja membakar gas yang terperangkap dalam proses pengambilan minyak melalui cerobong (vent sack) atau dibuang ke atmosfer demi alasan keamanan. Keberadaan gas sebagai energi yang diperhitungkan baru muncul pada awal dekade 1970. Kala itu, terjadi peningkatan pemanfaatan gas bumi tak semata own use di pengeboran atau pengilangan minyak. Lagi-lagi, kemunculan gas sebagai sumber energi ini tak lepas dari saudaranya dari perut bumi yang seringkali “lahir” bersamaan yaitu minyak bumi. Saat itu, minyak bumi sudah menjadi sumber energi utama di dunia. Walau ladang-ladang minyak terus bermunculan, kebutuhan dunia terhadap minyak bumi semakin tinggi. Masalah terjadi ketika harga minyak seketika naik drastis. Penyebabnya adalah terjadinya perang di Timur Tengah pada 1973 antara negara-negara Arab dengan Israel. Sebelum perang berlangsung, harga minyak hanya USD 1,67 per barel. Ketika perang terjadi, harga meroket menjadi USD 11.70 per barel, sebagai akibat tindakan boikot negaranegara penghasil minyak yang tergabung dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang sedang berkonflik dengan Israel. Sejak saat itu, harga minyak menjadi seperti layang-layang yang bisa ditarik dan diulur semaunya. Pada tahun 1979, harga minyak telah menyentuh level USD 15,65 per barel. Setahun berselang, harga kembali melonjak menjadi USD 29,50 per barel dan terus naik hingga ke USD 35 per barel pada tahun 1981-1982. Tak pelak, harga minyak dunia yang terus membumbung tinggi membuat negara negara industri kewalahan. Krisis energi pun melanda. Kebutuhan terhadap minyak yang tinggi tidak diimbangi dengan ketersediaan minyak dengan harga yang rasional. Kondisi ini mengakibatkan negara-negara pembeli minyak mulai mencari energi alternatif. Salah satu pilihannya adalah gas. Kebutuhan dari negara-negara industri untuk membeli energi alternatif berupa gas menjadi peluang bagi Indonesia. Dengan sigap, Indonesia mulai memproduksi Liquefied Natural Gas (LNG) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). Produksi disesuaikan dengan jumlah kebutuhan, baik untuk dalam negeri maupun tujuan ekspor. Dan jadilah Indonesia sebagai salah satu negara ekportir gas terbesar. Kawasan penghasil gas bumi terbesar di Indonesia untuk ekspor berada di Lhokseumawe, Aceh. Sumber gas bumi ini dikelola oleh PT Arun NGL Company. Gas alam telah diproduksikan sejak tahun 1979 dan diekspor ke Jepang dan Korea Selatan. Sejarah Gas Bumi di Indonesia
25
Gambar 1.3. Pabrik gas Makassar tahun 1937 yang terletak di Jalan Sungai Cerekang, Makassar Sumber: SSWJ Pipeline, Develop Undevelopable, PGN The Reliable Energy Provider, PGN, 2007
Gas Bumi di Era Kolonial
Jauh sebelum pertambangan minyak dan gas dilakukan di Indonesia, penjajah Belanda sudah menggunakan gas untuk beberapa kebutuhannya. Pada tahun 1859, berdirilah Firma I.J.NEindhoven& Co. Gravenhage yang kemudian diambil alih oleh Pemerintah Belanda dan diberi nama Nederlandsch Indische Gas Maatschappij (NV NIGM). Perusahaan ini membangun pabrik gas di Gang Ketapang (Batavia) untuk memproduksi dan mendistribusikan gas buatan atau gas kota. Gas semacam ini dihasilkan dari batubara dan minyak bakar untuk menerangi jalan-jalan di Batavia. Dengan cepat, NIGM meraih kesuksesan di bidang usaha produksi dan distribusi gas buatan. Lantas, perusahaan ini mendapat konsesi untuk membangun pabrik sejenis di Surabaya dan Semarang. Tak cuma itu, NIGM kemudian memperluas wilayah pengusahaannya dengan memproduksi dan mendistribusikan gas kota di Bogor, Bandung, dan Makasar. Ekspansi NIGM terus berlanjut dengan pesat. Padatahun 1905, NIGM mengakuisisi perusahaan listrik pertama di Batavia yaitu NV Nederlandsch Indische Electricitiets Maatschappij. Efek dari akuisisi ini menjadikan roda bisnis NIGM mulai berputar pada dua sektor sekaligus, yaitu gas dan listrik. Kelak di kemudian hari, perusahaan ini menjadi cikal bakal kelahiran dua perusahaan milik negara di bidang gas dan kelistrikan.
26
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Gambar 1.2 Lukisan pabrik gas di Semarang tahun 1898 (kiri) dan pabrik gas di Bandung tahun 1921 (kanan) Sumber: Dokumentasi PGN
Gas Bumi di Era Kemerdekaan
Berakhirnya masa kolonialisasi Belanda dengan ditandai kemerdekaan Republik Indonesia menjadi ujung dari kiprah NIGM. Pada 4 Oktober 1945, kaum pemuda mengambilalih perusahaan listrik dan gas di Jakarta ini. Aksi ini tak berhenti di sini dan disusul tindakan serupa di Surabaya, Semarang, Bandung, dan Medan. Pada akhir Oktober 1945, Pemerintah menetapkan Perusahaan Listrik dan Gas ini berada di bawah Departemen Pekerjaan Umum dengan nama Djawatan Listrik dan Gas. Pada 3 Oktober 1953, pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap perusahaanperusahaan Belanda, termasuk perusahaan gas dan listriknya. Pada 23 Mei 1958, Pemerintah membentuk Penguasa Perusahaan Peralihan Listrik dan Gas untuk melakukan pengelolaan gas dan listrik di Indonesia. Badan tersebut kemudian beralih status menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU PLN) pada tahun 1961. Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1965, dilakukan pembubaran BPU PLN serta pendirian Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Negara Gas (PN Gas). Tanggal 13 Mei tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi PN Gas. PN Gas merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran empat jenis gas kepada para pengguna, yaitu gas bumi, gas batubara, gas minyak bumi, dan gas minyak.
Sejarah Gas Bumi di Indonesia
27
Selain pengalihan NV NIGM menjadi PLN dan PN Gas, pada masa awal kemerdekaan ini eksplorasi gas sudah berlangsung. Produksi gas ini berasal dari ladang gas alam PT Stanvac Indonesia di Pendopo, Sumatera Selatan. Perusahaan ini di masa berikutnya berubah menjadi PT Pertamina (Persero). Ladang gas ini memiliki cadangan gas nonassociated yang besar dan ditemukan tahun 1958. Pada tahun 1961, hasil produksi gas dari ladang inidimanfaatkan secara komersial untuk memasok kebutuhan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) 1 di Palembang melalui pipa. Momentum ini telah menjadi titik penting dari pengembangan usaha gas bumi di Indonesia. Perkembangan pemanfaatan gas bumi di Indonesia mengalami peningkatan pesat sejak tahun 1974. Kala itu, Pertamina mulai memasok gas alam melalui pipa gas dari ladang gas di Prabumulih, Sumatera Selatan ke pabrik pupuk Pusri II, Pusri III dan Pusri IV di Palembang. Ini ditandai dengan tuntasnya pembangunan pipa gas dari Limau Barat ke Limau Timur dan Limau Timur ke Prabumulih dengan panjang total 18 km dan dari Prabumulih ke Palembang dengan total panjang 97 km. Pada tahun yang sama, Pertamina mulai mengalirkan gas ke pabrik pupuk PT Pusri IIA dalam kontrak 20 tahun dari 1974-1994. Selanjutnya pembangunan pipa transmisi ini telah mendorong pengembangan Industri pengguna gas di Sumatera Bagian Selatan seperti Pupuk, Listrik, Industri, dan PGN. Pada tahun 1974, terjadi peningkatan penjualan gas bumi di Cirebon dengan pembangunan dan pengoperasian pipa sepanjang 62,5 km untuk menyalurkan gas bumi ke konsumen terbesar kala itu yaitu perusahaan batu kapur. Pemerintah kemudian mengubah pandangan tentang keberadaan gas kota dengan menerbitkan SK Menteri PUTL No. 11/ KPTS/1975 tentang susunan organisasi dan tugas PN Gas. SK tersebut secara eksplisit
Gambar 1.4 Stasiun Kompresi Gas (SKG) Cilamaya, Jawa Barat Sumber: Pertagas
28
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Kontur jalur pipa transmisi kadang berbukit-bukit
Sebagian bentangan pipa transmisiGrissik-Batam-Si ngapura: merentang di dasar samudera dan menembus batas wilayah negara
Kegiatan konstruksi pipa transmisi onshore
Kegiatan konstruksi pipa transmisi offshore
Gambar 1.5 Pembangunan pipa transmisi gas Sumber: SSWJ Pipeline, Develop Undevelopable, PGN The Reliable Energy Provider, PGN, 2007
mencantumkan tugas PN Gas yang meliputi pelayanan gas buatan dan gas bumi. Setelah itu dimulailah kampanye produksi dan penyaluran gas bumi dengan skala yang lebih luas. Tercatat PN Gas kemudian mengembangkan penyaluran gas bumi di Jakarta pada tahun 1979, di Bogor pada tahun 1981. Di Jawa Barat, pada waktu yang bersamaan, 1974, Pertamina juga memasok gas alam melalui pipa gas dari ladang gas alam di lepas pantai (off shore) laut Jawa dan kawasan Cirebon untuk pabrik pupuk dan industri menengah dan berat di kawasan Jawa Barat dan Cilegon Banten. Pipa gas ini membentang dari kawasan Cirebon menuju Cilegon, Banten memasok gas alam antara lain ke pabrik semen, pabrik pupuk, pabrik keramik, pabrik baja, dan pembangkit listrik tenaga gas dan uap. Selain itu, PGN juga memperluas pembangunan pipa gas di tanah air. Pada tahun 1996, PGN membangun pipa transmisi gas Grissik-Duri untuk menyalurkan gas bumi dari lapangan Corridor Block Grissik (Sumatera Selatan) ke lapangan eksplorasi minyak bumi Duri (Riau) untuk steam flood. Proyek pembangunan ini selesai tahun 1998. Selanjutnya, PGN menambah wilayah penyaluran gas buminya dengan membangun jaringan distribusi di Surabaya pada tahun 1994 dan di Palembang pada tahun 1996. Sejarah Gas Bumi di Indonesia
29
Gambar 1.6 Kilang PT Arun NGL di Lhokseumawe, NAD Sumber: Pertamina
Sejarah Bisnis LNG dan CNG LNG merupakan salah satu bisnis penting yang dimiliki oleh Indonesia. Industri LNG juga menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia. Malah, Indonesia dikenal dunia sebagai salah satu negara produsen sekaligus eksportir LNG terbesar di dunia. Bisnis LNG di Indonesia berawal dari ditemukannya cadangan gas bumi dalam jumlah yang sangat besar di dua area terpisah. Area pertama terletak di Lapangan Gas Arun, Aceh Utara, yang ditemukan oleh Mobil Oil Indonesia di akhir tahun 1971. Area kedua berada di Lapangan Gas Badak, Kalimantan Timur yang ditemukan oleh Huffco Inc (sekarang Vico Indonesia) di awal tahun 1972. Kedua perusahaan tersebut beroperasi di bawah Production Sharing Contracts (PSC) dengan Pertamina. Pada saat itu, bisnis LNG belum banyak dikenal. Tercatat hanya ada empat kilang LNG di seluruh dunia pada saat itu dengan pengalaman pengoperasian tiga hingga empat tahun. Meski tanpa pengalaman sebelumnya di bidang LNG, Pertamina bersama Mobil Oil dan Huffco Inc. bersepakat untuk mengembangkan proyek LNG agar bisa mengekspor gas alam berbentuk cair dalam jumlah besar. Berbekal optimisme dan ambisi yang kuat, Pertamina bersama Mobil Oil dan Huffco Inc bekerja keras untuk menjual proyek kepada dua konsumen LNG potensial, penyandang dana potensial, dan mitra potensial di seluruh dunia. Upaya tersebut akhirnya membuahkan
30
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
hasil dengan disepakatinya kontrak penjualan LNG terhadap lima perusahaan Jepang: Chubu Electric Co., Kansai Electric Power Co., Kyushu Electric Power Co., Nippon Steel Corp dan Osaka Gas Co. Ltd, pada tanggal 5 Desember 1973. Kontrak yang kemudian dikenal sebagai “The 1973 Contract” itu berisi komitmen dari para pembeli untuk mengimpor LNG Indonesia selama 20 tahun. Pada saat kontrak diteken, kilang LNG belum selesai didirikan. Pada 26 November 1974, didirikanlah PT Badak NGL sebagai perusahaan yang bertugas mengoperasikan pabrik LNG Badak. Konstruksi kilang Badak dimulai pada saat itu juga dan selesai 36 bulan kemudian pada 5 Juli 1977 dengan diselesaikannya pembangunan train LNG pertama (Train A). Kilang pertama ini diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1977. Tanggal 9 Agustus 1974 tercatat sebagai pengapalan LNG pertama ke Senboku, Jepang melalui kapal LNG Aquarius. LNG Badak tercatat sebagai tonggak sejarah industri LNG Indonesia. PT Badak NGL, yang dikelola oleh Pertamina selama lebih dari 35 tahun, telah memberikan kontribusi
Gambar 1.7 Kilang PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur Sumber: Pertamina
Sejarah Gas Bumi di Indonesia
31
Gambar 1.8 Pengiriman LNG Cargo ke Pasar Internasional Sumber: Pertamina
yang cukup besar di perindustrian gas internasional. Saat ini, PT Badak NGL dikenal sebagai perusahaan operating organization profesional yang terpercaya dan dapat diandalkan. Sementara, pada 16 Maret 1974, didirikanlah PT Arun NGL yang akan menjadi perusahaan operator kilang LNG Arun. Pembangunan enam unit pengolahan pencairan gas alam di kilang LNG Arun melalui beberapa tahapan. Unit pengolahan (train) 1, train 2, dan train 3 dibangun pada awal 1974 oleh Bechtel Inc dan baru selesai pada akhir 1978. Sementara train 4 dan train 5 dibangun pada Februari 1982 hingga akhir 1983. Proyek Arun ketiga untuk membangun train 6 dimulai pada November 1984 hingga September 1986. Arun LNG diresmikan pada 19 September 1978 setelah berhasil mengekspor kondensat pertama ke Jepang pada 14 Oktober 1977. Pada tahun 1990, Arun tercatat sebagai produsen LNG terbesar di dunia dengan kapasitas produksi mencapai 1,5 juta ton per tahun. Sejak pengiriman kargo LNG pertama dari kilang LNG Badak ke Jepang tahun
32
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Gambar 1.9 Fasilitas LNG Tangguh di Papua Sumber: BP
1977, Pertamina mengusahakan dan menjamin kelancaran penjualan LNG bagian negara dan PSC, menyelesaikan isu-isu marketing LNG, dan memastikan perolehan pendapatan yang optimum dari bisnis LNG Indonesia. Untuk itu, Pertamina melakukan negosiasi dan manajemen kontrak penjualan LNG, negosiasi harga LNG yang pada perjalanannya sering menjadi trendsetter penentu harga jual LNG dunia, dan mengelola revenue LNG pada trustee bank termasuk mengelola cost of sales dan memastikan distribusi net income LNG kepada negara dan PSC. Selain itu, Pertamina juga melakukan negosiasi kontrak kapal LNG termasuk manajemen transportasi LNG yang dilakukan oleh transporter kapal, merencanakan dan menjadwalkan pengiriman LNG melalui koordinasi dengan pembeli LNG, produser gas, kilang LNG, transporter LNG, dan surveyor. Selain LNG Bontang dan LNG Arun, fasilitas pengolahan gas alam cair lainnya
Gambar 1.10 Progress Proyek Donggi Senoro LNG Plant, Mei 2014 Sumber: Pertamina
Sejarah Gas Bumi di Indonesia
33
adalah kilang LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat. Kilang ini menampung gas alam yang berasal dari beberapa blok di sekitar Teluk Bintuni, seperti Blok Berau, Blok Wiriagar dan Blok Muturi. Proyek LNG Tangguh mulai dibangun sesuai dengan persetujuan akhir dari pemerintah pada bulan Maret 2005. Lima tahun setelah itu, LNG Tangguh mulai beroperasi. Saat ini, dua kilang pemrosesan LNG Tangguh memiliki kapasitas produksi 7,6 juta ton per tahun. Rencana pengembangan dengan penambahan kilang LNG ketiga (Train 3) pada kegiatan operasional yang sudah ada akan meningkatkan total kapasitas produksi menjadi 11,4 juta ton per tahun. Kilang LNG Tangguh merupakan kegiatan operasi LNG pertama di Indonesia yang memadukan kegiatan hulu dan hilir. Fasilitas LNG lainnya adalah Proyek Donggi Senoro LNG (DSLNG) di Sulawesi Tengah. Fasilitas ini merupakan proyek kilang LNG yang dibangun untuk monetisasi lapangan gas di area Donggi, Matindok, dan Senoro. Pada Proyek DSLNG ini porsi kepemilikan Pertamina sebesar 29%. Di sini, Pertamina ikut mendorong implementasi skema hilir LNG dengan terjadinya jual beli gas antara produsen gas (PT Pertamina EP dan JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi) dengan pengelola kilang LNG (PT DSLNG) untuk menjamin monetisasi gas di sisi hulu. DSLNG merupakan proyek LNG pertama di Indonesia yang menganut model pengembangan usaha hilir, yaitu memisahkan kegiatan hulu pasokan bahan baku gas alam dari kegiatan hilir memroduksi LNG, berdasarkan Undang-undang Migas No.22/2001. Sebagai perusahann hilir, DSLNG membeli gas alam dari PT Pertamina EP (area Matindok) dan PT PHE Tomori Sulawesi, PT Medco E&P Tomori Sulawesi dan Tomori E&P Limited (UK) (Senoro field) sebagai pemasok gas alam untuk pabrik liquifikasi yang dimiliki DSLNG. Sebagai langkah lanjutan dalam bisnis LNG dan untuk mendukung pemerintah guna pemenuhan kebutuhan energi nasional, Pertamina dan PGN membentuk PT Nusantara Regas untuk melakukan pembelian LNG dari kilang LNG Badak termasuk pengadaan kapal transportasi LNG serta mengoperasikan FSRU di Teluk Jakarta sejak tahun 2012 untuk memasok gas ke pembangkit listrik PLN di Muara Karang dan Tanjung Priok. Dalam perkembangannya, PT Nusantara Regas juga melakukan pembelian LNG secara multisource dari kilang LNG Tangguh untuk memenuhi kebutuhan gas tambahan PLN. Sementara itu, dengan berakhirnya kontrak ekspor LNG dari kilang LNG Arun akibat menurunnya pasokan dari lapangan-lapangan gas sekitar, operasionalisasi kilang LNG Arun terpaksa berhenti. Karena itu, menjadi tugas Pertamina untuk mengelola aset kilang LNG Arun. Sebab, berhentinya operasionalisasi kilang LNG Arun berpotensi tidak terutilisasinya aset negara yang memiliki posisi strategis di Indonesia. Untuk memanfaatkan aset tersebut, Pertamina melakukan revitalisasi dan konversi kilang LNG Arun menjadi terminal penerima dan regasifikasi LNG darat pertama di Indonesia dengan kapasitas 400 mmscfd yang terintegrasi dengan pipa transmisi dari Arun hingga Belawan. Dengan investasi senilai lebih dari US$ 500 juta, integrasi fasilitas tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri pupuk, kelistrikan, dan industri di Aceh dan Sumatera Utara.
34
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Grafik 2.1 Perkembangan penggunaan bahan bakar gas PLN Sumber: PLN
Sebagai terminal LNG penerima dan regasifikasi LNG yang berada di jalur strategis, Arun menjadi satu-satunya terminal yang dapat menerima kapal-kapal LNG berukuran hingga 177.000 m3 di Indonesia dengan kapasitas penyimpanan hingga 636.000 m3. LNG yang diterima dari kapal besar akan diregasifikasi kemudian didistribusikan ke seluruh pelosok nusantara, baik menggunakan pipa, maupun kapal-kapal LNG yang berukuran lebih kecil.
Pemanfaatan Gas Bumi
Secara garis besar, pemanfaatan gas bumi dibagi ke dalam tiga kelompok, Kelompok pertama, gas bumi sebagai bahan bakar. Sebagai sumber energi, gas bumi digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga gas atau uap, bahan bakar industry ringan, menengah, dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor, hingga bahan bakar rumah tangga. Kelompok kedua, gas bumi sebagai bahan baku. Selain sebagai sumber energi, gas bumi dimanfaatkan sebagai bahan baku beberapa produk seperti pupuk, petrikimia, methanol, dan plastik. Sementara, kelompok ketiga adalah gas bumi sebagai komoditas ekspor dalam bentuk LNG sebagaimana telah diterangkan di atas.
Sejarah Gas Bumi di Indonesia
35
Gambar 1.11 Fasilitas NCG Plant Grati Sumber: PLN
Pemanfaatan Gas Bumi sebagai Energi a. Pemanfaatan gas bumi untuk tenaga listrik dan industri Lain Keterkaitan bahan bakar gas dan kelistrikan sebenarnya amatlah erat. Ini terlihat dari sejarah perusahaan gas pertama yang juga melayani bidang kelistrikan pada era penjajahan Belanda. Maklum, bahan bakar gas untuk tenaga listrik memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan bakar minyak (BBM) ataupun batubara. Ketimbang BBM, pembangkit berbahan bakar gas lebih murah. Namun, dibandingkan batubara, pembangkit gas sebagaimana pembangkit BBM lebih responsif terhadap flutuasi beban listrik. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik yang terus meningkat, PLN membutuhkan gas dalam skala sangat besar. Namun, untuk memperoleh bahan bakar gas sesuai rencana dan kebutuhan ternyata tidak mudah. PLN sebenarnya sudah membangun beberapa pembangkit gas untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik yang terus bertambah. Pembangkit listrik yang pertama kali menggunakan bahan bakar gas adalah Pembangkit Keramasan di Palembang, Sumatera Selatan yang mulai beroperasi pada tahun 1976 dengan memanfaatkan sisa gas untuk pupuk PUSRI yang dipasok oleh Pertamina. Masalahnya, PLN seringkali mengalami kendala operasional di sisi pasokan gas bumi. Akibatnya, pembangkit gas yang sudah siap beroperasi masih belum memperoleh pasokan gas sesuai kebutuhan. Agar layanan kelistrikan tetap berjalan, PLN terpaksa melakukan substitusi pasokan gas dengan bahan bakar minyak (BBM). Namun, solusi ini belum menyelesaikan persoalan karena memunculkan masalah lain. Komposisi BBM yang cukup tinggi dalam bauran energi dan terus meningkatnya harga
36
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
BBM menyebabkan biaya pokok produksi (BPP) listrik menjadi tinggi. Untuk menurunkan BPP, penggunaan BBM di pembangkit listrik PLN harus dikurangi jumlahnya karena berpengaruh kepada biaya pokok produksi listrik yang pada akhirnya berdampak terhadap besarnya subsidi listrik yang mesti disediakan pemerintah. Pengurangan konsumsi BBM dapat dilakukan apabila kebutuhan gas untuk sektor kelistrikan bisa dipenuhi secara kontinyu. Dengan tujuan agar dapat lebih fokus dalam mengeksekusi strategi peningkatan penyerapan pasokan gas, PLN membentuk divisi khusus yang menangani pasokan gas bernama Divisi Gas dan BBM yang dibentuk sejak tahun 2009. Saat ini, Divisi Gas dan BBM berada di bawah Direktorat Pengadaan dan Energi Primer. Divisi Gas dan BBM bertugas menangani pengelolaan dan pengendalian gas berdasarkan kontrak yang sudah ada. Artinya, divisi ini bertugas memastikan volume pasokan gas yang mengalir sesuai dengan perjanjian jual beli. Divisi ini juga menangani pengadaan gas untuk meningkatkan alokasi gas ke PLN dalam rangka memenuhi kebutuhan gas di pembangkitpembangkit holding maupun anak perusahaan PLN. Sebagaimana pembangkit BBM, pembangkit gas lebih responsif terhadap fluktuasi beban. Itulah sebabnya pembangkit batubara dioperasikan sebagai base load. Sementara pembangkit gas menjadi pemikul beban puncak dan load follower. Namun sementara ini, sebelum total daya terpasang pembangkit batubara mencukupi untuk memikul kebutuhan beban dasar atau pada daerah tertentu yang tidak dimungkinkan dibangun pembangkit batubara, maka pembangkit gas dimanfaatkan untuk memenuhi beban dasar. Usaha pemanfaatan gas domestik untuk memasok pembangkit gas yang tersebar di seluruh Indonesia saat ini masih mengalami berbagai kendala. Pada umumnya, kendala yang dihadapi PLN adalah masalah keterbatasan infrastruktur pipa gas dan tidak terintegrasinya jaringan pipa yang mengakibatkan sumber gas yang terdapat pada suatu daerah tidak dapat disalurkan ke daerah lain yang membutuhkan. Mengatasi kendala ini, PLN mencoba untuk melakukan beberapa inisiatif penyaluran gas antara lain dengan menggunakan mekanisme swap. Sebagai contoh sumber gas lapangan Sungai Kenawang Jambi Merang di daerah Jambi tidak dapat disalurkan ke Pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhan gas di Muara Tawar. Penyebabnya, belum ada pipa yang menghubungkan lokasi Sungai Kenawang ke titik serah pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PT Perusahaan Gas Negara (PGN) di Grissik. Selama ini, yang terhubung dengan pipa SSWJ adalah gas dari lapangan ConocoPhilips. Untuk itu, dilakukanlah mekanisme swap. Gas dari Jambi Merang ke Muara Tawar disalurkan ke Chevron yang merupakan pembeli gas Conoco Phillip. Sebagai gantinya, gas ConocoPhilips yang seharusnya dialirkan ke Chevron dialirkan ke Muara Tawar. Swap Gas dilaksanakan setelah seluruh aspek komersial dan legal disepakati. Permasalahan lain yang dihadapi PLN dalam menyerap gas adalah fluktuasi beban pelanggan yang mengharuskan PLN menggunakan gas lebih banyak pada waktu beban puncak. Yang sering terjadi, pemasok gas tidak mampu memenuhi kebutuhan PLN dengan pola penyerapan yang mempunyai fluktuasi pemakaian tinggi (swing). Pada saat beban puncak (pagi sampai dengan malam), kebutuhan gas tinggi. Sedangkan di luar waktu Sejarah Gas Bumi di Indonesia
37
beban puncak (tengah malam sampai dini hari), kebutuhannya rendah. Apabila pola ini menggunakan gas dari pipa, instalasi pipa gas bisa rusak akibat vibrasi ketika volume sangat tinggi. Sumur gas juga bisa rusak ketika penyerapan sangat rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka digunakanlah teknologi Compressed Natural Gas (CNG). CNG adalah teknologi penyimpanan gas dengan memampatkannya pada tekanan tinggi sampai 250 bar. Dengan menggunakan teknologi ini, penyerapan gas pada pipa menjadi konstan. Gas hanya dikeluarkan pada saat beban puncak sehingga bisa menghasilkan listrik dengan daya lebih besar. Saat ini, PLN sudah memiliki beberapa unit CNG yang sudah beroperasi. Pertama, CNG Plant Jakabaring berkapasitas 3 mmscfd. Unit CNG ini sudah beroperasi sejak Februari 2013 untuk unit peaker 60 MW. Kedua, CNG Plant Grati yang sudah beroperasi sejak Juli 2013. CNG Plant berkapasitas 15 mmscfd ini ditujukan untuk operasi penuh Grati CCPP (660 MW) saat beban puncak. Ketiga, CNG Plant Muara Tawar berkapasitas 25 mmscfd. Beroperasi sejak Januari 2014, unit CNG ditujukan untuk operasi penuh Muara Tawar CCPP (2000 MW) saat beban puncak. Keempat, CNG Plant Duri yang beroperasi sejak Februari 2014. Unit CNG berkapasitas 5 mmscfd ini untuk unit peaker 100 MW. Kelima, CNG Plant Tambak Lorok berkapasitas 20 mmscfd. Beroperasi sejak April 2014, CNG Plant ini ditujukan untuk operasional PLTG Tambak Lorok Semarang. Keenam, CNG Marine ke Pulau Bintan berkapasitas 1,3 mmscfd yang memperoleh pasokan gas dari PLTG Panaran PLN Batam. Ketujuh, CNG Marine ke Pulau Bawean berkapasitas 0,35 mmscfd yang mendapat pasokan gas dari Gresik. Selain CNG, PLN juga memanfaatkan LNG sebagai bahan bakar pembangkit. Adapun pasokan LNG yang sudah mengalir untuk PLN adalah LNG dari FSRU Jawa Barat yang dioperasikan oleh PT. Nusantara Regas mulai akhir tahun 2012. Pasokan LNG tersebut ditujuan untuk bahan bakar di Pembangkit Muara Karang dan Tanjung Priok yang tahun ini penyalurannya mencapai 26 kargo. Sementara, pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar industry setidaknya dimulai pada setelah Pertamina selesai membangun pipa transmisi dari lapangan L Parigi hingga ke Cilegon. Pada tahun 1978, gas bumi yang mengalir melalui pipa transmisi tersebut mulai digunakan sebagai bahan bakar pembuatan baja di PT Krakatau Steel. Setalah itu, gas bumi juga mulai digunakan sebagai bahan bakar pembuatan semen di pabrik Semen Cibinong dan Indocement. Pada dekade berikutnya, gas bumi semakin banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar berbagai industri. Selain industri baja dan industry semen, industri lain yang menggunakan gas bumi sebagai bahan bakar adalah industri keramik, industri perakitan kendaraan, industri makanan, industri gelas, dan industri tekstil. b. Pemanfaatan gas bumi untuk transportasi dan rumah tangga Pemanfaatan gas bumi untuk sektor transportasi di Indonesia bisa dikatakan cukup terlambat. Saat ini, pengembangan gas bumi sebagai bahan bakar transportasi masih terus dalam tahap pengembangan. Sebetulnya, Pertamina sudah memperkenalkan CNG untuk bahan bakar kendaraan dengan brand Pertamina Envogas sejak tahun 1986. Malah, pada
38
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
saat itu, Pertamina selaku regulator sekaligus operator telah mengoperasikan staisun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dari CNG. Namun, pemanfaatan CNG sebagai bahan bakar kendaraan tidak segera masif. Pengembangan dan pengoprasian SPBG juga relatif lambat. Penyebabnya, pembangunan SPBG dianggap tidak layak secara ekonomi lantaran harga bahan bakar gas (BBG) terlalu rendah. Pengembangan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sektor transportasi baru mulai menggeliat setelah pemerintah mencanangkan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke BBG setidaknya pada tahun 2012 lalu. Dengan adanya program ini, baik PGN maupun Pertamina mulai membangun SPBG di berbagai daerah. Sementara, pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga juga relatif baru. Meski jaringan gas kota untuk konsumen rumah tangga sudah ada sejak zaman kolonial, baru pada tahun 2009 pemerintah dengan menggandeng PGN dan Pertamina membangun jaringan gas rumah tangga di berbagai kota.
Pemanfaatan Gas Bumi sebagai Bahan Baku
a. Pemanfaatan gas bumi untuk industri pupuk dan petrokimia Industri pupuk dam petrokimia tercatat sebagai sektor industri di Indonesia yang pertama kali menggunakan gas bumi sebagai bahan baku. Pemanfaatan gas bumi sebagai bahan baku industri pupuk tidak lepas dari penemuan cadangan besar gas di Sumatera Selatan pada tahun 1958 oleh Pertamina. Pada tahun 1961, produksi gas alam dari lapangan gas PT Stanvac Indonesia di Pendopo, Sumatera Selatan, mulai dikirim melalui pipa ke pabrik pupuk PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) IA di Palembang. Satu dekade kemudian, perkembangan pemanfaatan gas bumi meningkat pesat. Pertamina pada tahun 1970-an mulai memasok gas bumi dari lapangan gas di Prabumulih, Sumatera Selatan, ke pabrik pupuk Pusri II, Pusri III, dan Pusri IV di Palembang. Setelah itu, pemanfaatan gas bumi sebagai bahan baku semakin pupuk dan petrokimia semakin meluas. b. Pemanfaatan gas bumi untuk industri lainnya Gas bumi tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pupuk dan petrokimia. Industri lain juga memakai gas bumi sebagai bahan baku. Industri tersebut antara lain industri metanol, industri plastik, dan sebagai bahan baku industri lain seperti industri besi tuang, pengelasan, dan bahan pemadam api ringan.
Sejarah Gas Bumi di Indonesia
39
BAB III Neraca Gas Bumi Indonesia
Sebaran Cadangan Gas Bumi
Indonesia sudah ternama sebagai salah satu negara pengekspor gas di dunia sejak tahun 1970an. Namun, kita semua menyadari gas adalah energi tak terbarukan yang suatu saat bisa habis tak tersisa. Sebagaimana halnya komoditas minyak bumi, posisi Indonesia saat ini adalah negara pengimpor minyak sejak tahun 2003. Kondisi ini bisa juga terjadi pada komoditas gas di Indonesia.
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gas (MBOEPD) 1,157 1,12 1,381 1,437 1,422 1,393 1,364 1,297 1,329 1,418 1,577 1,499 1,458 1,228
Gas (MMSCFD) 6,498 6,289 7,752 8,07 7,986 7,823 7,66 7,283 7,46 7,962 8,857 8,415 8,167 6,897
Tabel 3.1 Data Produksi Gas Bumi Indonesia Sumber: SKK Migas
42
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Pada buku ini, dengan asumsi tidak terdapat tambahan volume gas yang diekspor dan kebutuhan domestik flat sebesar 4.549 BBTUD, pasokan gas Indonesia dari existing supply diperkirakan akan mengalami defisit di tahun 2019. Namun, dengan adanya proyek-proyek pengembangan lapangan gas (project supply dan potential supply) yang sedang dilaksanakan, maka pemenuhan kebutuhan domestik dapat dipertahankan hingga tahun 2027. Adapun kebutuhan LNG domestik akan mengalami kekurangan pasokan mulai tahun 2020. Dengan pengalokasian seluruh volume gas dari pengembangan Lapangan Abadi Masela ke pasar domestik, maka kebutuhan pasokan LNG untuk domestik dapat terpenuhi hingga tahun 2030. Untuk mencapai target Dewan Energi Nasional (DEN) dalam Pemenuhan Kebutuhan Energi Nasional pada tahun 2025 sebesar 8.249 BBTUD atau 20% Bauran Energi Nasional, masih diperlukan tambahan pasokan gas sebesar 3.000 BBTUD. Dalam upaya memenuhi kekurangan Dukungan pemerintah ini memiliki arti penting. Upaya Pengembangan Temuan Eksplorasi untuk menjadi Cadangan Gas Komersial memerlukan campur tangan pemerintah berupa, penyelesaian terhadap permasalahan perijinan lokasi dan tumpang tindih lahan, permasalahan perpajakan masa eksplorasi, permasalahan menyangkut aspekaspek sosial, dan keseriusan dalam menjadikan program sektor minyak dan gas menjadi joint key performance indicator dengan kementerian terkait.
Region Tahun 2020 Tahun 2028 Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Bagian Utara Kepulauan Riau Sumatera Bagian Tengah dan Selatan Jawa Bagian Barat Jawa Bagian Tengah Jawa Bagian Timur dan Bali Kalimantan Bagian Timur Sulawesi Bagian Selatan Sulawesi Bagian Tengah Papua Maluku Bagian Selatan TOTAL
136 5,9 48,6 2,4 (265,4) (117,5) 348,7 383,8 815 196,9 195,1 0 410,1 228,1 1.238,4 137 10,1 (38) 42,3 0 979,6 917,2 400 400 4.358,9 2.115.8
Tabel 3.2 Net Balance Neraca Gas Indonesia Tahun 2020 dan 2028 Sumber: Ditjen Migas Kementerian ESDM
Neraca Gas Indonesia
43
Tak hanya itu, pemerintah juga perlu memiliki strategi dalam mendistribusikan gas. Seperti tampak pada Tabel 3.2., total net balance Neraca Gas Indonesia tahun 2020 dan 2028 tercatat mengalami surplus dalam jumlah yang sangat besar. Namun, data itu juga menunjukkan persebaran lokasi gas yang terpencar-pencar.Kantong-kantong utama pemasok gas tahun 2020 dan 2028 nanti berada di daerah-daerah yang berjauhan dan terpencil.Untuk itu diperlukan upaya yang sistematis dalam menyalurkan gas dari lokasi pasokan ke daerahdaerah yang membutuhkan. Satu catatan penting dalam bab ini adalah penghitungan Neraca Gas Bumi Indonesia ini mengacu pada angka cadangan gas bumi konvensional. Disebut gas bumi konvensional karena gas tersebut berasal dari sumur gas bumi non-associated yang lazim dikenal selama ini. Selain itu, industri minyak dan gas juga mengenal minyak dan gas non-konvensional sebagai salah satu sumber energi baru. Beberapa produk minyak non-konvensional adalah Heavy Oil, Shale Oil, dan Oil Sands. Adapun kelompok gas non-konvensional antara lain gas metana batubara atau Coal Bed Methane (CBM), Tight Gas Sands, Shale Gas, dan Hydrates Gas. Yang menarik, meski mendapat sebutan non-konvensional, minyak dan gas ini tetap merupakan produk alam. Namun, yang membuat hidrokarbon ini berbeda, di antaranya, adalah posisi keberadaannya di dalam perut bumi. Untuk selanjutnya, bagian ini akan secara khusus membahas tentang keberadaan gas non-konvensional dan angka cadangannya. Secara geologis, gas non-konvensional masih terbentuk dan terjebak di batuan asalnya. Sedangkan gas konvensional itu sudah “bermigrasi” dari batuan asal dan berada di lapisan batuan sedimen. Letak sumber daya non-konvensional ini biasalnya lebih dalam dari hidrokarbon konvensional. Sebagai pengecualian, keberadaan CBM yang biasanya lebih dangkal dari hidrokarbon non-konvensional. Beberapa literatur dan pakar menyatakan, dari sisi jumlahnya, gas non-konvensional memiliki potensi sumber daya yang lebih banyak dari gas konvensional. Namun, untuk mendapatkan dan memproduksi gas non-konvensional ini diperlukan teknologi tinggi dan biaya yang lebih mahal secara ekonomis. Ini menjadikan tantangan dalam proses eksplorasi dan eksploitasi gas non-konvensional berupa tantangan teknologi, finansial, dan sumber daya pendukung lain. Negara yang menjadi pelopor dalam perburuan gas non-konvensional adalah Amerika Serikat (AS). Pada tahun 2000, kontribusi produksi shale gas hanya 1 persen dari total produksi gas alam AS. Satu dasawarsa berselang, kontribusi shale gas sudah lebih dari 20 persen. Diperkirakan, pada tahun 2035 nanti, sekitar 46 persen pasokan gas bumi AS akan berasal dari shale gas. Dampak positif adanya tambahan pasokan shale gas adalah penurunan harga gas secara tajam di AS. Semakin menarik lagi, beberapa analis memprediksi, shale gas akan sangat memperluas pasokan energi di seluruh dunia. Beberapa negara yang memiliki cadangan gas non-konvensional terbesar di dunia adalah China, Rusia, Amerika. Indonesia termasuk dalam kelompok 10 besar negara dengan cadangan gas non-konvensional terbesar di dunia. Posisi ini menjadikan Indonesia mulai bergerak untuk mengembangkan gas non-konvensional berupa CBM dan shale gas. Potensi shale gas Indonesia diperkirakan sekitar 574
44
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Grafik 3.1 Cadangan gas Indonesia terkini Sumber: Kementerian ESDM
TSCF. Lebih besar jika dibandingkan CBM yang sekitar 453,3 TSCF dan gas bumi 334,5 TSCF. Paling tidak, dalam satu dasawarsa terakhir, upaya persiapan dalam memanfaatkan gas non-konvensional sudah mulai dilakukan. Menyitir data Geology Agency, pada tahun 2010 mereka telah mengidentifikasi keberadaan 14 cekungan di Indonesia yang mengandung shale gas dan satu berbentuk klasafet formation. Sumatera memiliki cekungan terbanyak yaitu tiga cekungan, yang diberi nama Baong Shale, Telisa Shale, dan Gumai Shale. Pulau Jawa dan Kalimantan masingmasing memiliki dua cekungan shale gas. Adapun potensi shale gas berbentuk klasafet formation berada di Papua. Shale gas adalah gas yang diperoleh dari serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Proses yang diperlukan untuk mengubah batuan shale menjadi gas, sekitar 5 tahun. Pengembangan shale gas diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional. Hingga kini, baru ada satu kontrak kerjasama (KKS) atau production sharing contract (PSC) dengan PT Pertamina Hulu Energi yang ditandatangani pada 15 Mei 2013. Pada 23 Mei 2014, pemerintah menawarkan enam wilayah kerja (WK) shale gas melalui tender reguler dan penawaran langsung atau joint study. Blok migas non konvensional (MNK) yang ditawarkan melalui mekanisme tender reguler adalah MNK North Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara, MNK Kutai, Provinsi Kalimantan Timur, MNK Shinta, Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan 3 blok yang ditawarkan melalui penawaran langsung atau joint study adalah MNK Sakakemang, Provinsi Sumatera Selatan, MNK Palmerah, Provinsi Neraca Gas Indonesia
45
Sumatera Selatan dan Jambi, dan MNK Selat Panjang, Provinsi Riau. Sedangkan CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. Konsultan energi Advance Resources International menyatakan, pada tahun 2003, Indonesia memiliki 11 cekungan CBM. Hingga Mei 2013 tercatat telah terjadi penandatanganan 54 KKS untuk CBM.
Central Sumatra 52,50 Ombilih 0,50 South Sumatra 183,00 Bengkulu 3,60 Jatibarang 0,80 North Tarakan 17,50 Berau 8,40 Kutai 80,40 Barito 101,60 Pasir/Asem 3,00 Southwest Sulawesi 2,00 Total 453,30 Tabel 3.3 Potensi CBM di Indonesia (dalam TSCF) Sumber: Advance Resources International
Cara penambangan CBM mengharuskan adanya rekayasa reservoir CBM terlebih dahulu sebelum diproduksi. Proses rekayasa batubara sebagai reservoir ini untuk mendapatkan ruang yang cukup sebagai jalan keluar gas. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) untuk mengubah kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batubara akan keluar dari matriks batubaranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara dua sampai tujuh tahun. Para pakar memprediksikan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam konvensional.
Metodologi Perhitungan Pasokan dan Kebutuhan
Untuk pertama kali, Neraca Gas Indonesia diluncurkan pada tahun 2007. Kehadiran neraca tersebut penting untuk memperhitungkan dengan tepat kebutuhan gas secara pasti baik untuk dalam negeri maupun ekspor hingga keperluan gas untuk energi dan bahan baku. Pada neraca pertama berisi angka pasokan dan kebutuhan gas tahun 2007 dan proyeksi tahunan hingga tahun 2015.Pada 2009, otoritas hulu minyak dan gas saat itu,
46
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) membuat proyeksi produksi gas hingga tahun 2050. Kemudian setiap tahun, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, selalu memperbarui data-data yang tercantum dalam Neraca Gas.Dalam s etiap pembaruan neraca gas ada penambahan pasokan gas dari lapangan-lapangan gas baru, penyesuaian terhadap angka gas delivery dari masing-masing lapangan, dan kemungkinan tambahan suplai gas dari lapangan gas methana batubara (coal bed methane, CBM). Pemutakhiran data neraca gas ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas sesuai dengan keadaan serta dapat dijadikan acuan rencana pengembangan bisnis dan penetapan kebijakan. Keberadaan Neraca Gas Indonesia ini menjadi dasar penyusunan Kebijakan Gas yang dibuat pemerintah.Kebijakan gas ini untuk memastikan penyediaan energi bagi masyarakat yang menggerakkan dan menumbuhkan perekonomian.Inilah yang menjadi dasar dilakukannya penyempurnaan neraca gas. Paling tidak, ada lima hal utama yaitu pasokan, kebutuhan, infrastruktur, aturan hukum yang menunjang, dan kebijakan harga. Kelima hal tersebut nantinya akan disusun secara terintegrasi. Arti penting keberadaan Neraca Gas Indonesia ini untuk memetakan permasalahan yang terjadi berupa ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan (supply and demand) gas. Terkait pasokan, neraca gas memaparkan daerah-daerah yang memiliki sumber gas, baik konvensional maupun non konvensional, dan termasuk status pengembangannya. Sementara untuk kebutuhan, akan dilakukan pemetaan kebutuhan dari seluruh Indonesia, baik gas untuk kebutuhan rumah tangga, industri, maupun transportasi. Kendala ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan ini tak semata lantaran produksi yang berlimpah atau kebutuhan yang minim, dan sebaliknya. Ketidakseimbangan juga terjadi lantaran keterbatasan infrastruktur penyaluran gas. Pemindahan gas tidak dapat dilakukan dengan mudah karena memerlukan terminal penerima dan jalur pipa sehingga dekat dengan konsumen atau industri. Permasalahan lainnya adalah soal harga yang belum cocok antara produsen dengan industri sebagai konsumen.Pemerintah tidak ingin produsen terbebani sehingga mengalami kerugian. Pada akhirnya, pemerintah harus memberikan subsidi yang justru menambah masalah. Ada lagi persoalan seputar harga gas yaitu bervariasinya penetapan harga gas dari tiap kantong produksi gas.Harga gas yang bervariasi ini berlaku untuk penjualan gas dalam negeri dan keluar negeri. Yang tidak kalah penting, Kebijakan Gas yang baru tidak akan bisa berjalan tanpa perubahan peraturan atau penyediaan peraturan baru. Beberapa peraturan yang me merlukan perubahan di antaranya Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah mengelompokkan pasokan dan kebutuhan gas nasional 2014-2030 dalam 12 region. Pengelompokan tersebut didasarkan pada adanya sumber gas serta letak konsumen gas. Neraca gas 2014-2030 telah memasukan Neraca Gas Indonesia
47
juga potensi gas dari pengembangan CBM. Adapun ke-12 region tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Bagian Utara, Sumatra Bagian Selatan & Tengah, Kepulauan Riau, Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Timur, Kalimantan Bagian Timur, Sulawesi Bagian Selatan dan Sulawesi Bagian Tengah, Papua, dan Maluku Bagian Selatan. Ada beberapa cara yang dipakai pada penghitungan pasokan (supply) dan kebutuhan (demand) dalam penyusunan Neraca Gas Indonesia 2014-2030. Penggunaan metodologi berikut ini untuk mengupayakan akurasi jumlah pasokan dan kebutuhan gas saat ini dan proyeksi untuk tahun-tahun selanjutnya. Metodologi Perhitungan Pasokan (Supply) Dalam menentukan angka pasokan (supply), Buku Neraca Gas Indonesia ini menghitung jumlah gas yang dapat dikomersialisasikan (saleable gas).Penghitungan ini menjadikan angka yang berbeda dengan angka produksi gas bumi. Pasokan gas dalam Neraca Gas Indonesia juga tidak memperhitungkan angka own used di lapangan gas dan technical flare gas. Adapun flare gas yang secara teknis dapat dikomersialisasikan telah diperhitungkan dalam Neraca Gas Indonesia, namun sudah memperhitungkan own used di kilang LNG. Perhitungan pasokan gas bumi didasarkan kepada rencana pengembangan lapangan (Plan of Development, PoD) dari masing-masing Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang dievaluasi secara berkala.Besaran angka pasokan yang digunakan pada Neraca Gas Indonesia ini adalah data per- 31 Maret 2013.Di sini, pasokan gas bumi dibagi menjadi tiga kategori (existing, project, dan potential supply) yang dibagi berdasarkan status rencana pengembangan lapangan. n Pasokan gas existing adalah perkiraan volume gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang sedang berproduksi (on stream). Besaran pasokan gas existing sesuai dengan angka pada PoD, maupun revisinya, dan evaluasinya disetujui melalui Work Program and Budget (WP&B). n
Pasokan gas project terdiri dari: a. Project Supply On Going adalah perkiraan volume gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang rencana pengembangan lapangannya (Plan of Development-PoD) sudah disetujui dan siap berproduksi atau yang fasilitas produksinya sedang dibangun. b. Project Supply Confirmed adalah perkiraan volume gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang rencana pengembangan lapangannya (PoD) sedang dalam proses persetujuan. c. Project Supply Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) adalah perkiraan volume gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari Unit Penyimpanan dan Regasifikasi (Storage and Regasification Unit) yang telah mendapatkan kepastian pasokan.
n
Pasokan gas potensial merupakan pasokan gas yang PoD-nya belum diajukan oleh KKKS namun telah terindikasi memiliki cadangan terbukti yang diperkirakan ekonomis untuk diproduksikan.
48
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
n
Perkiraan Temuan Eksplorasi adalah perkiraan penemuan cadangan yang diprediksi berdasarkan analisa statistik hubungan antara data jumlah sumur yang telah dibor dengan jumlah cadangan gas yang telah ditemukan di suatu cekungan, sehingga cadangan tersebut tidak direkomendasikan untuk dikomersialkan karena masih memiliki ketidakpastian yang sangat tinggi.
Metodologi Perhitungan Kebutuhan (Demand) Angka kebutuhan gas bumi dalam Neraca Gas Bumi Indonesia dibagi ke dalam beberapa kategori kebutuhan berdasarkan sektor, di antaranya peningkatan produksi minyak dan gas bumi Nasional serta own used kilang LNG, industri pupuk, penyediaan tenaga listrik, industri lainnya, gas rumah tangga dan Bahan Bakar Gas (BBG) transportasi, dan tahapan status perjanjiannya (contracted, committed dan potential). Contracted demand merupakan volume kebutuhan (demand) gas bumi berdasarkan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) atau Gas Supply Agreement (GSA). Adapun committed demand merupakan volume kebutuhan gas bumi berdasarkan kapasitas infrastruktur terpasang yang belum dapat dipenuhi karena belum memiliki PJBG/GSA, dan volume kebutuhan gas bumi berdasarkan Heads of Agreement (HoA). Sedangkan potential demand dihitung berdasarkan angka pertumbuhan kebutuhan energi dan porsi gas bumi dalam Kebijakan Energi Nasional sebesar 32% pada tahun 2025. Angka kebutuhan gas untuk peningkatan produksi minyak bumi dan own used dihitung berdasarkan kebutuhan gas bumi dari KKKS penghasil minyak bumi dan own used kilang LNG sesuai dengan profil perkiraan produksi sampai dengan tahun 2028. Angka kebutuhan gas untuk industri pupuk dan industri lain diperoleh dari hasil koordinasi bersama dengan Kementerian Perindustrian, asosiasi pengguna gas bumi dan PT Pupuk Indonesia. Kebutuhan sektor industri telah memperhitungkan pengembangan industri sampai dengan tahun 2028.Angka penyediaan tenaga listrik dihitung berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).Angka kebutuhan gas untuk gas rumah tangga dan BBG transportasi dihitung berdasarkan rencana perkiraan kebutuhan gas untuk sektor tersebut berdasarkan kebijakan Pemerintah.
Kebutuhan Gas Sesuai KEN
Kebutuhan energi nasional sampai dengan tahun 2050 didapat dengan memproyeksikan kebutuhan energi dalam periode waktu tertentu dengan memperhitungkan parameterparameter yang berpengaruh serta asumsi yang digunakan. Dalam membuat proyeksi kebutuhan energi sampai dengan tahun 2050, parameter utama yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Proyeksi kebutuhan energi juga memperhitungkan potensi penghematan penggunaan energi di masa mendatang baik di sisi pemanfaatan (demand side) maupun di sisi penyediaan energi (supply side) sebagai akibat dari kemajuan teknologi efisiensi (mesin/ peralatan energi) dan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melakukan penghematan energi. Kebutuhan energi sampai dengan tahun 2050 disusun dengan memproyeksikan
Neraca Gas Indonesia
49
Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan ekonomi baru (emerging economy) pada tahun 2025 dan menjadi “Negara Maju Baru” pada tahun 2050. Asumsi pertumbuhan ekonomi rata-rata selama periode proyeksi sampai dengan tahun 2025 sebesar 7,7% per tahun dan sampai dengan tahun 2050 sebesar 7% per tahun, sedangkan pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,9% per tahun sampai tahun 2025 sehingga pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 271 juta jiwa, dan tumbuh sebesar 0,5% per tahun sampai tahun 2050, sehingga pada tahun 2050 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 307 juta jiwa. Berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk tersebut di atas, diproyeksikan kebutuhan energi sampai dengan tahun 2050 yang meliputi kebutuhan listrik, kebutuhan energi final yaitu energi yang dibutuhkan/dikonsumsi langsung oleh pengguna akhir, dan kebutuhan energi primer yaitu energi yang belum mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Gas bumi dalam Kebijakan Energi Nasional sampai dengan 2050 dioptimalkan pemanfaatannya dan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi baik sebagai bahan bakar maupun sebagai bahan baku industri. Pemanfaatan gas bumi diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan industri, pembangkit listrik, rumah tangga (city gas) dan transportasi serta diutamakan untuk pemanfaatan yang memiliki nilai tambah yang paling tinggi.
Gas Share Volume (MTOE) Volume (TCF) AAGR (%)
2015 2020 2025 2030 2040 2050 22% 22% 22% 23% 24% 24% 47 64 84 110 178 235 1,84 2,51 3,29 4,31 6,98 9,21 6% 7% 5% 5% 3%
Tabel 3.4 Kebutuhan minyak, gas dan batubara di dalam energi mix menuju 2050 Sumber: KEN
Dalam proyeksi kebutuhan gas bumi sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional s.d 2050 tumbuh dari 1,84 TCF pada tahun 2015 menjadi 3,29 TCF pada tahun 2025 dan menjadi 9,21 TCF pada tahun 2050. Pertumbuhan rata-rata kebutuhan gas bumi dari tahun 2015-2020 adalah 6% per tahun, tahun 2020-2025 adalah 7% per tahun, tahun 2025-2030 adalah 5% per tahun, tahun 2030-2040 adalah 5% per tahun dan tahun 2040-2050 adalah 3% per tahun. Kebutuhan gas bumi mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam periode 2015-2025 (6-7% per tahun), dikarenakan gas bumi dalam periode tersebut, dioptimalkan penggunaannya di dalam negeri baik sebagai bahan bakar maupun bahan baku industri untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi di dalam negeri serta sebagai jembatan untuk mempersiapkan penggunaan teknologi yang lebih bersih seperti energi baru dan terbarukan.
50
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
51
Gambar 3.2 Neraca gas Indonesia periode 2014 – 2030 Sumber: SKK Migas
Pada periode 2025-2050 kebutuhan gas bumi mengalami perlambatan pertumbuhan dikarenakan dalam periode tersebut, diharapkan energi baru dan terbarukan telah mulai memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan energi terutama untuk sector kelistrikan dan transportasi, sedangkan gas bumi diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi yang memberikan penciptaan nilai tambah lebih tinggi terutama sektor industri.
Jumlah Pasokan dan Kebutuhan Gas Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyakini kalau potensi cadangan gas Indonesia masih bisa bertahan 59 tahun lagi. Dengan cadangan gas mencapai 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF. Perkiraan potensi tersebut didasarkan pada status tahun 2008, dengan komposisi tersebut Indonesia memiliki reserve to production (R/P) mencapai 59 tahun. Namun, keyakinan ini tentu tidak bisa memberi kepastian tingkat produksi gas tersebut bisa memenuhi kebutuhan. Pada 2014, tercatat total pasokan gas Indonesia mencapai 6.970 million standard cubic feet per day (MMSCFD). Angka ini berasal dari pasokan existing sebesar 6.764 MMSCFD dan pasokan project 206 MMSCFD. Tahun berikutnya, pasokan existing mengalami penurunan 106 MMSCFD menjadi 6.658 MMSCFD dan pasokan project meningkat 704 MMSCFD menjadi 910 MMSCFD. Pada 2015 terdapat pasokan potensial senilai 1 MMSCFD sehingga total pasokan gas sebesar 7.569 MMSCFD. Melihat dari sisi kebutuhan, tercatat total demand gas tahun 2014 mencapai 9.494 MMSCFD yang terdiri dari domestic contracted sebesar 4.549 MMSCFD, ekspor contracted 3.409 MMSCFD, domestik committed 1.346 MMSCFD, ekspor committed 156 MMSCD, dan potential demand 34 MMSCFD. Untuk tahun 2015, demand gas keseluruhan mencapai 9.613 MMSCFD. Angka ini berasal dari domestic contracted sebesar 4.624 MMSCFD, ekspor contracted 2.711 MMSCFD, domestik committed 1.863 MMSCFD, ekspor committed 195 MMSCD, dan potential demand 220 MMSCFD. Dari gambaran pasokan dan kebutuhan gas tahun 2014 dan 2015 ini terlihat adanya selisih yang cukup tajam. Pada 2014 tercatat selisih pasokan dan kebutuhan gas mencapai 2.524 MMSCFD. Angka selisih ini turun pada 2015 menjadi 2.044 MMSCFD lantaran penurunan kebutuhan ekspor contracted. Potret pasokan dan kebutuhan gas lima tahun yang akan datang masih diwarnai tingkat defisit yang tetap tinggi. Selisih pasokan dan kebutuhan gas tahun 2019 diperkirakan mencapai 2.108 MMSCFD. Namun, angka selisih ini melonjak menjadi 2.980 MMSCFD pada tahun 2020. Angka selisih yang terus membesar ini lantaran jumlah pasokan existing yang terus menurun. Pada 2019 tercatat jumlah pasokan existing sebesar 4.476 MMSCFD atau mengalami penurunan sekitar 33% dari pasokan existing tahun 2014. Pasokan gas keseluruhan pada 2019 ditopang oleh kenaikan pasokan project dari 206 MMSCFD pada 2014 menjadi 3.910 MMSCFD. Ada pula sokongan dari pasokan potential sebanyak 59 MMSCFD yang menjadikan pasokan gas secara keseluruhan pada tahun 2019 sebesar 8.445 MMSCFD. Pasokan gas tahun 2020 memiliki tanda penting berupa jumlah pasokan project lebih besar dari pasokan existing untuk pertama kalinya. Pada 2020, pasokan project mencapai 4.084
52
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
53
157,3
132
25,3
196,7
0
-171,4
Supply
Demand
Balance
Keluar Region
Masuk Region
Net Balance
5,9
104,4
94,4
- 4,1
15
92
- 77
15,5
26,2
-10,7
0
-10,7
Supply
Demand
Balance
Masuk Region
Net Balance
2,4
94,4
- 92
93
1
2028
348,7
148,5
-406,4
-91,1
84,5
658
482,4
383,8
0
0
383,8
0
383,8
2028 2013 631,2 1622,9 -991,7 972,6 -19,1
Year Supply Demand Balance
Masuk Region Net Balance
2053,2 672 1381,2 1686,1 -304,9
Supply Demand Balance Keluar Region Net Balance
EAST MALAYSIA
815
1120,2
-305,2
572,5
267,3
2020
196,9
104,4
92,5
0
92,5
2028
1238,4
446,8
1685,2
250,1
1935,3
2020
137
PAGERUNGAN
Net Balance
Masuk Region
Balance
Demand
Supply
1,7
0
1,7
28
29,7
2013
195,1
192,6
2,5
160,3
162,8
2020
0,4 0 0,4
Balance Keluar Region Net Balance
0
0
0
13
13
2028
54,4
2013
54
Supply
Year
Net Balance
Keluar Region
Balance
Demand
Supply
Year
18,4
0
18,4
720,7
739,1
2013
410,1
0
410,1
271
681,1
2020
228,1
0
228,1
0
1026,2 775,4 250,8
Balance Keluar Region Net Balance
111,5
Demand
2013 1137,7
PAPUA
2020
42,3
0
42,3
335
377,3
917,2
561,8
1479
110
1589
2028
0
0
0
0
0
2028
0
Balance
Net Balance
0
0
0
Demand
Keluar Region
0
2013 Supply
Year
400
0
400
0
400
2020
400
0
400
0
400
2028
REG XII (MALUKU BAGIAN SELATAN)
979,6
668,8
1648,4
115
1763,4
2020
REG XI (PAPUA)
8,6
0
8,6
0
8,6
2013
Supply
Year
Net Balance
Blok Masela
228,1
2028
Balance
Demand
Supply
Year
REG X (SULAWESI BAGIAN TENGAH)
Keluar Region
MALUKU SELATAN
-38
0
-38
38
0
2028
REG VII (JAWA BAGIAN TIMUR & BALI)
10,1
0
10,1
53
63,1
2020
REG IX (SULAWESI BAGIAN SELATAN)
Demand
MANIL A
UJUNG PANDANG
REG VI (JAWA BAGIAN TENGAH) Year
0
137
20
157
2028
SULAWESI
KALTIM
BRUNEI DARUSSALAM
2013
Year
REG VIII (KALIMANTAN BAGIAN TIMUR)
JATENG JATIM JABAR REG V (JAWA BAGIAN BARAT)
Gris sikSUMSEL
-117,5
0
215
97,5
0
97,5
2028
EAST NATUNA
-265,4
0
632
366,6
2020
Gambar 3.4 Peta neraca gas bumi Indonesia periode 2013 – 2028 (existing supply + project supply vs contracted demand) Sumber: SKK Migas
Net Balance
1235
0
787,3
Balance
421,1
1034,8
965,9
Demand
1656,1
2020
1193,7
1753,2
Supply
Keluar Region Masuk Region
2013
Year
REG IV (SUMATERA BAGIAN TENGAH &SELATAN)
48,6
125,6
2020
2013
Year
Net Balance
Masuk Region
Keluar Region
Balance
2013
REG IIILAOS (KEPULAUAN RIAU) Year
BANGKO 14,9 Supply 626,9 406,6 CAMBODJ K ADemand VIETNA 19 144,5 40 M
2028
THAILAND
KUALA LUMPUR SUMBTENG SINGAPORE DURI
136
135,6
94,4
94,8
74
168,8
2020
REG II (SUMATERA BAGIAN UTARA)
SUMUT
NAD
2013
REG I (NAD)
Year
MMSCFD dan pasokan existing sebesar 3.771 MMSCFD. Pada tahun tersebut, jumlah pasokan potensial juga sebesar 59 MMSCFD. Adapun total pasokan gas mencapai 7.914 MMSCFD. Kebutuhan gas tahun 2019 dan 2020 masing-masing sebanyak 10.553 MMSCFD dan 10.894 MMSCFD. Kebutuhan domestik committed semakin mendominasi kebutuhan gas keseluruhan yang mencapai sekitar 40%-45%. Sebelumnya, pada periode 2014 dan 2015, porsi kebutuhan domestik committed hanya 15%-20% saja terhadap total kebutuhan gas. Sedangkan porsi kebutuhan gas domestik dan ekspor contracted mengalami penurunan nyaris separuhnya.
Tahun Pasokan Kebutuhan Selisih
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2025 2030
6.970 7.569 7.904 7.966 8.382 8.445 7.914 5.747 3.338
9.494 9.613 9.455 9.808 10.150 10.553 10.894 10.577 11.144
2.524 2.044 1.551 1.842 1.768 2.108 2.980 4.830 7.806
Tabel 3.5 Selisih pasokan dan kebutuhan gas Sumber: SKK Migas, diolah
Gambaran selisih pasokan dan kebutuhan gas tahun 2025 dan 2030 membengkak hampir dua kali lipat bila dibandingkan periode 2014-2015 dan 2019-2020. Selisih pasokan dan kebutuhan gas tahun 2025 dan 2030 masing-masing sebesar 4.830 MMSCFD dan 7.806 MMSCFD. Sisi pasokan tertekan oleh penurunan pasokan existing dan pasokan project. Jumlah pasokan potential yang semakin besar, menembus 1.000 MMSCFD, tidak mampu menahan laju penurunan pasokan. Berturut-turut, jumlah pasokan kebutuhan gas secara keseluruhan tahun 2025 dan 2030 adalah 5.747 MMSCFD dan 3.338 MMSCFD. Sementara itu, kebutuhan gas justru semakin besar.Pada 2025 dan 2030, jumlah ke butuhan gas secara keseluruhan adalah 10.577 MMSCFD dan 11.144 MMSCFD. Pada kedua tahun tersebut, tak hanya kebutuhan domestik committed yang mendominasi, melainkan juga terjadi kenaikan kebutuhan potential yang signifikan. Jumlah kebutuhan domestik committed dan kebutuhan potential pada 2025 dan 2030 masing-masing diproyeksikan sebesar 5.877 MMSCFD dan 2.460 MMSCFD serta 6.178 MMSCFD dan 4.266 MMSCFD. Meski begitu, hasil kajian Dewan Energi Nasional (DEN) memprediksi tingkat defisit real tidak sebesar angka-angka di atas. DEN memperkirakan kebutuhan gas tahun 2025 sebesar 20% dari Bauran Energi Nasional sebesar 7.134 Barrel Oil Equivalent (BOE) atau setara 8.249 Billion British Thermal Unit per Day (BBTUD). Selain itu, SKK Migas juga memprediksi selisih pasokan dan kebutuhan gas ini bisa diperkecil
54
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
55
PETA NERACA GAS BUMI INDONESIA 2013-2028
157,3
148,5
8,8
196,7
0
-187,9
Supply
Demand
Balance
Keluar Region
Masuk Region
Net Balance
-155,1
104,4
94,4
-165,1
0
-35,2
Masuk Region
Net Balance
5,9
125,6
-119,7
134,7
15
2020
-44,1
94,4
-138,5
139,5
1
2028
-505,2
1034,8
-756,1
0
-756,1
1139,9
383,8
2028 2013 631,2 1923 -1291,8 972,6 -319,2
Year Supply Demand Balance Masuk Region Net Balance
-248,5
0
215
-33,5
131
97,5
2028 2053,2 795,7 1257,5 1686,1 -428,6
Supply Demand Balance Keluar Region Net Balance
EAST MALAYSIA
-603,2
1120,2
-1723,4
1990,7
267,3
2020
-1836,4
104,4
-1940,8
2033,3
92,5
2028
-327,4
1559,6
1232,2
703,1
1935,3
2020
PAGERUNGAN
Net Balance
Masuk Region
Balance
Demand
Supply
Year
1,2
0
1,2
28,5
29,7
2013
-7,2
192,6
-199,8
362,6
162,8
2020
-329,3
0
-329,3
342,3
13
2028
REG VI (JAWA BAGIAN TENGAH)
0 -3,6
Keluar Region Net Balance
Net Balance
Keluar Region
Balance
Demand
Supply
Year
-114,6
0
-114,6
853,7
739,1
2013
-338,1
0
-338,1
1019,2
681,1
2020
-771,1
999,2
228,1
2028
-771,1
0
-82
0
-82
82
0
2028
Balance
Demand
Supply
Year
60,8
Net Balance
PAPUA
949,4
Keluar Region
1010,2
127,5
Demand
2013 1137,7
Balance
-72,7
0
-72,7
450
2020
395,8
1051,6
1447,4
316
1763,4
328,4
944,6
1273
316
1589
2028
-450
0
-450
450
0
2028
0
Balance
Net Balance
0
0
0
Demand
Keluar Region
0
2013 Supply
Year
400
0
400
0
400
2020
400
0
400
0
400
2028
REG XII (MALUKU BAGIAN SELATAN)
Blok Masela
2020 377,3
REG XI (PAPUA)
-21,4
Supply
Year
Net Balance
0
-21,4
30
8,6
2013
REG X (SULAWESI BAGIAN TENGAH)
Keluar Region
MALUKU SELATAN
-18,9
0
-18,9
82
63,1
2020
REG VII (JAWA BAGIAN TIMUR & BALI)
UJUNG PANDANG
58 -3,6
54,4
2013
Balance
Supply
Year
REG IX (SULAWESI BAGIAN SELATAN)
Demand
MANIL A
-512,3
29,3
-483
640
157
2028
SULAWESI
KALTIM
BRUNEI DARUSSALAM
2013
Year
REG VIII (KALIMANTAN BAGIAN TIMUR)
JATENG JATIM JABAR
EAST NATUNA
-356,4
0
632
275,6
REG V (JAWA BAGIAN BARAT)
Gris sikSUMSEL
SINGAPORE
-117,1
84,5
658
456,4
2020
Gambar 3.5 Peta neraca gas bumi Indonesia periode 2013 – 2028 (existing supply + project supply vs contracted demand + committed demand) Sumber: Kementerian ESDM
-598,2
Net Balance
529,6
595,5
1193,7
Balance
Keluar Region
1126,5
1157,7
Demand
1656,1
1753,2
Supply
2020
2013
Year
REG IV (SUMATERA BAGIAN TENGAH &SELATAN)
50,7
-35,2
Balance
15,5
Demand
2013
Year
Supply
DURI
KUALA LUMPUR
Net Balance
Masuk Region
Keluar Region
Balance
2013
REG III LAOS (KEPULAUAN RIAU) Year
BANGKO Supply 626,9 406,6 CAMBODJ A VIETNA 180 Demand 170,5 131 M
14,9 K
2028
THAILAND
SUMTENG
30
135,6
94,4
-11,2
180
168,8
2020
REG II (SUMATERA BAGIAN UTARA)
SUMUT
NAD
2013
Year
REG I (NAD)
(EXISTING SUPPLY + PROJECT SUPPLY VS CONTRACTED DEMAND + COMMITTED DEMAND)
dengan angka Proyeksi Temuan Eksplorasi yang semakin besar. SKK Migas menggunakan data proyeksi penemuan eksplorasi ini berdasarkan data dari konsultan energi The Wood Mackenzie Energy. Hasilnya, pasokan gas dari proyeksi temuan eksplorasi baru akan muncul di Neraca Gas Indonesia pada tahun 2018. Angka proyeksi temuan eksplorasi ini semakin besar dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 2030 nanti, pasokan dari proyeksi temuan eksplorasi mencapai tiga kali lipat lebih besar dari pasokan potential, project, dan existing. Dengan tambahan pasokan dari proyeksi temuan eksplorasi ini, maka selisih pasokan dan kebutuhan gas pada tahun 2025 dan 2030 pun berkurang. Berturut-turut, selisih pasokan dan kebutuhan gas tahun 2025 dan 2030 menjadi 2.785 MMSCFD dan 4.291 MMSCFD.
Tahun Proyeksi Tahun Proyeksi Tahun Proyeksi 2018 27 2022 996 2026 2.699 2027 3.021 2019 59 2023 1.248 2020 300 2024 1.628 2028 3.320 2021 631 2025 2.045 2029 3.391
2030
3.515
Tabel 3.6 Proyeksi temuan eksplorasi Sumber: SKK Migas
Peta Pasokan dan Kebutuhan Gas Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah mengelompokkan pasokan dan kebutuhan gas nasional 2014-2030 dalam 12 region. Pengelompokan tersebut didasarkan pada adanya sumber gas serta letak konsumen gas. Neraca gas 2014-2030 telah memasukan juga potensi gas dari pengembangan gas methana batubara (coal bed methane). Adapun ke-12 region tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Bagian Utara, Sumatra Bagian Selatan & Tengah, Kepulauan Riau, Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Timur, Kalimantan Bagian Timur, Sulawesi Bagian Selatan dan Sulawesi Bagian Tengah, Papua, dan Maluku Bagian Selatan.
Neraca Gas Bumi Region Nanggroe Aceh Darussalam Pasokan gas di region Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tahun 2013, baik existing maupun project, sebesar 157,3 MMSCFD. Adapun kebutuhan contracted dari region ini tahun 2013 sebanyak 132 MMSCFD. Di sini, ada kelebihan pasokan sebanyak 25,3 MMSCFD. Bila ditambah kebutuhan committed, kebutuhan gas dari region NAD mencapai 148,5 MMSCFD dan mengurangi kelebihan pasokan gas menjadi 8,8 MMSCFD. Adapun proyeksi pada 2020 menunjukkan balance neraca gas region NAD semakin besar yaitu 94,8 MMSCFD. Angka ini didapat dari pasokan existing dan project sebesar 168,8 MMSCFD dan kebutuhan contracted 74 MMSCFD. Apabila angka kebutuhan committed dimasukkan, jumlah kebutuhan gas di Region NAD pada 2020 menjadi 180 MMSCFD. Ini menjadikan balance neraca gas di Region NAD menjadi minus 11,2 MMSCFD.
56
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
57
MMSCFD
2014
2016
CONTRACTED DEMAND
2015
2017
2019
2020
COMMITTED DEMAND
2018
Grafik 3.6 Perkiraan neraca gas Nanggroe Aceh Darussalam Sumber: Kementerian ESDM
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
2021
2023 POTENTIAL DEMAND
2022
2024
NERACA GAS REGION NANGROE ACEH DARUSSALAM 1 JANUARI 2014
2026 EXISTING SUPPLY
2025
2027
2029 PROJECT SUPPLY
2028
2030
Defisit balance neraca gas di Region NAD pada 2028 terjadi baik untuk neraca yang me masukkan kebutuhan contracted saja maupun ditambahkan kebutuhan committed. Balance neraca gas masing-masing minus 4,1 MMSCFD dan minus 165,1 MMSCFD. Jumlah ke butuhan contracted di Region NAD tahun 2028 sebanyak 19 MMSCFD. Jika angka kebutuhan committed ditambahkan, tingkat kebutuhan gas di Region NAD mencapai 180 MMSCFD. Adapun jumlah pasokan gas di Region NAD tahun 2028 tinggal tersisa 14,9 MMSCFD. Pasokan gas existing Region NAD saat ini berasal Tail Exxon, BP Tangguh Train 3, ENI JAU, dan Medco Blok A. Adapun kebutuhan contracted dan committed di Region NAD di pergunakan untuk pupuk, ekspor, dan kelistrikan. Di Region NAD, kebutuhan gas untuk industri yang terbesar diserap untuk kebutuhan bahan baku pupuk. Ada juga pemanfaatan gas untuk sumber energi pada industri kertas. Adapun pemakaian gas untuk kelistrikan baru akan dimulai tahun 2015. Berikut penjelasan lebih terinci tentang Neraca Gas Region NAD: a. Jangka Menengah (2015-2018) Pasokan gas jangka menengah berasal dari project supply gas pipa dari KKKS Medco Malaka dan ENI JAU yang rencananya akan mulai berproduksi, masing-masing pada tahun 2015 dan 2017. Selain itu juga terdapat pasokan gas dari regasifikasi Arun yang rencananya akan mulai beroperasi pada Oktober 2014. Pasokan gas dari hasil regasifikasi ini juga akan memasok region Sumatra bagian Utara melalui pipa transmisi Aceh-Medan. Kondisi ini menjadikan pasokan gas dari Region NAD pada 2018 mencapai 307 MMSCFD. Pasokan ini terdiri dari existing supply sebanyak 108 MMSCFD dan project supply 199 MMSCFD. Pasokan project yang mulai masuk penghitungan adalah Project OnGoing berupa Blok A dan ENI JAU yang memiliki potensi 168 MMSCFD serta Project LNG Indonesia Deepwater Development dengan potensi 31 MMSCFD. Pada periode ini belum ada pasokan potential di Region NAD. Kebutuhan gas keseluruhan pada akhir periode jangka menengah, tahun 2018, mencapai 292 MMSCFD. Di sini, sudah tidak ada pemakaian gas untuk lifting minyak dan own used LNG Plant serta ekspor. Kebutuhan gas di region ini untuk pupuk dan petrokimia, listrik, dan ekspor ke region lain melalui FSRU dengan jumlah masing-masing 55 MMSCFD, 19 MMSCFD, dan 94 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan committed di region ii pada tahun 2018 menyatakan adanya kebutuhan untuk pupuk dan industri dengan jumlah 55 MMSCFD dan 51 MMSCFD. Ada juga kebutuhan potential sebanyak 18 MMSCFD. Melihat posisi Neraca Gas Region NAD tahun 2018, terlihat pasokan existing tidak mampu memenuhi kebutuhan contracted dan mengalami defisit 60 MMSCFD. Namun, jika pasokan existing ditambah pasokan project, mampu memenuhi kebutuhan contracted dan surplus 138,8 MMSCFD. Pasokan existing dan project ini juga mencukupi kebutuhan contracted dan committed tahun 2018 dengan surplus 32,8 MMSCFD. Adapun surplus pasokan existing dan project untuk memenuhi kebutuhan contracted, committed, dan potential sebesar 15 MMSCFD.
58
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potentialdemand), diharapkan dapat dipenuhi dari regasifikasi Arun melalui penambahan alokasi ataupun impor LNG. Kenyataan ini diyakini terjadi lantaran pasokan gas keseluruhan region ini pada akhir periode jangka panjang, tahun 2028, hanya 119 MMSCFD. Pasokan ini hanya berasal dari pasokan project Blok A dan ENI JAU sebesar 15 MMSCFD dan LNG Train 3 Tanggung sebanyak 104 MMSCFD. Pada tahun 2028, Region NAD sudah tidak memiliki pasokan gas existing. Sementara dari sisi kebutuhan gas keseluruhan pada tahun 2028 tercatat 349 MMSCFD yang berasal dari kebutuhan contracted 113 MMSCFD, kebutuhan committed 161 MMSCFD, dan potential demand 75 MMSCFD. Kebutuhan contracted ini berupa kebutuhan listrik 19 MMSCFD dan ekspor ke region lain melalui FSRU sebanyak 94 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan committed berupa untuk pupuk 110 MMSCFD, industri 51 MMSCFD, dan gas rumah tangga 1 MMSCFD. Gambaran ini menyatakan ketiadaan pasokan existing memunculkan adanya defisit pemenuhan kebutuhan contracted sebanyak 113 MMSCFD. Keberadaan pasokan project hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan contracted dan menyisakan surplus 5,9 MMSCFD. Adapun defisit pasokan gas Region NAD untuk mencukupi contracted dan committed demand sebesar 155,1 MMSCFD. Sedangkan kekurangan pasokan dalam memenuhi permintaan gas contracted, committed, dan potential pada tahun 2028 sebanyak 229,8 MMSCFD. Neraca Gas Bumi Region Sumatra Bagian Utara Pasokan gas existing dan project Region Sumatra Bagian Utara (SBU) pada tahun 2013 tercatat 15,5 MMSCFD. Angka ini tidak mampu memenuhi contracted demand sebanyak 26,2 MMSCFD sehingga tercipta defisit sebanyak 10,7 MMSCFD. Belum lagi bila ditambah committed demand yang menjadikan total kebutuhan gas mencapai 50,7 MMSCFD, maka defisit pasokan menjadi 35,2 MMSCFD. Pada 2020, kekurangan pasokan di region ini semakin terlihat. Pasokan existing dan project berada di kisaran 15 MMSCFD saja. Dengan kebutuhan contractejjd sebesar 92 MMSCFD, terjadi defisit 77 MMSCFD. Adapun defisit untuk memenuhi kebutuhan contracted dan committed tahun 2020 mencapai 119,7 MMSCFD. Untungnya, ada aliran gas masuk dari region lain ke Region SBU sebanyak 125,6 MMSCFD yang menjadikan pasokan gas surplus 48,6 MMSCFD untuk memenuhi contracted demand dan surplus 5,9 MMSCFD untuk memenuhi contracted dan committed demand. Pada tahun 2028, pasokan existing dan project yang tinggal tersisa 1 MMSCFD menjadikan defisit Neraca Gas Region SBU kembali menganga. Pasokan ini jelas kurang untuk memenuhi kebutuhan contracted sebanyak 93 MMSCFD dan 139,5 MMSCFD untuk kebutuhan contracted dan committed. Dari pasokan dan kebutuhan internal Region SBU terjadi defisit 92 MMSCFD dan 138,5 MMSCFD. Kembali, pasokan dari luar menjadi dewa penyelamat. Walau tak sebesar tahun 2020, aliran gas dari luar region sebanyak 94,4 MMSCFD membuat net balance Neraca Gas Region Neraca Gas Indonesia
59
SBU untuk kebutuhan contracted kembali positif sebesar 2,4 MMSCFD. Meski begitu, tambahan pasokan ini tetap tidak mencukupi kebutuhan contracted dan committed sekaligus. Ini menjadikan adanya defisit net balance sebesar 44,1 MMSCFD. Untuk melihat lebih dalam isi Neraca Gas Region SBU, berikut pemaparannya yang terbagi dalam tiga periodisasi a. Jangka Menengah (2015-2018) Pasokan gas jangka menengah berasal dari regasifikasi Arun melalui pipa transmisi Aceh-Medan, project supply gas pipa dari KKKS JOB Costa International yang rencananya akan mulai beroperasi pada tahun 2014. Pasokan project KKKS JOB Costa International ini stabil sepanjang periode jangka menengah sebanyak 12 MMSCFD hingga tahun 2018. Selain itu, pada tahun 2017 dan 2018 terdapat pasokan project dari PLN HoA Tangguh sebanyak 31,2 MMSCFD. Dua pasokan project berjumlah 43,2 MMSCFD. Ada pula pasokan potential pada tahun 2018 sebanyak 1 MMSCFD. Sementara pasokan existing dari Region SBU pada tahun 2018 tercatat hanya 9 MMSCFD. Beruntung, ada pasokan existing dari Import BP Tangguh via Arun Regas sebanyak 94,4 pada tahun 2018. Ini menjadikan pasokan existing region ini sebanyak 103,4 MMSCFD. Dari sisi kebutuhan contracted, pada tahun 2018 tercatat hanya untuk listrik sebesar 93 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan committed untuk industri sebanyak 42,7 MMSCFD. Ada pula kebutuhan potential sebanyak 17,8. Jadi, total kebutuhan gas Region SBU pada tahun 2018 adalah 153,5 MMSCFD. Berdasar jumlah pasokan existing dan kebutuhan contracted tahun 2018 di atas, terlihat adanya surplus sebesar 10,4 MMSCFD. Kelebihan pasokan akan lebih besar jika memakai pasokan existing dan project untuk memenuhi kebutuhan contracted dengan surplus sebesar 53,6 MMSCFD. Besaran surplus bila pasokan existing dan project memenuhi kebutuhan contracted dan committed adalah 10,9 MMSCFD. Namun, jumlah total pasokan gas Region SBU tahun 2018 ini secara keseluruhan ternyata tidak mencukupi total kebutuhan gas. b. Jangka Panjang (2019-2030) Pada tahun 2028, kebutuhan existing Region SBU hanya untuk listrik sebesar 93 MMSCFD. Adapun kebutuhan committed untuk industri sebesar 46,5 MMSCFD. Ada pula kebutuhan potential sebesar 46,5 MMSCFD. Jadi, total kebutuhan gas region ini tahun 2028 adalah sebesar 214,2 MMSCFD. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potential demand) diharapkan dapat dipenuhi dari regasifikasi Arun melalui penambahan alokasi ataupun impor LNG. Pada 2028, jumlah pasokan existing hanya 1 MMSCFD dan tidak ada lagi pasokan Import BP Tangguh via Arun Regas. Untuk pasokan existing, ada Pasokan Confirmed PLN HoA Tangguh sebanyak 94,4 MMSCFD. Pada akhir periode jangka panjang ini belum terdata adanya pasokan potensial. Berarti, total pasokan region ini pada tahun 2028 tercatat sebanyak 95,4 MMSCFD. Kondisi ini menjadikan adanya defisit 92 MMSCFD atas pengurangan pasokan existing dan kebutuhan contracted. Bila pasokan project ditambahkan kepada pasokan existing
60
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
61
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2015
2016
CONTRACTED DEMAND
2014
2017
2019
2020
COMMITTED DEMAND
2018
2021
2023
2024
POTENTIALDEMAND
2022
NERACA GAS REGION SUMATERA BAGIAN UTARA 1 JANUARI 2014
Grafik 3.7 Perkiraan neraca gas Sumatera Bagian Utara Sumber: SKK Migas
MMSCFD
2026
2027
EXISTING SUPPLY
2025
2029
2030
PROJECT SUPPLY
2028
untuk memenuhi kebutuhan contracted, maka terdapat surplus pasokan gas 2,4 MMSCFD. Namun, pasokan existing dan project ini tidak mampu memenuhi kebutuhan contracted dan committed sehingga tercipta defisit 44,1 MMSCFD. Ketiadaan pas++okan potential membuat total pasokan region ini defisit 118,7 MMSCFD untuk memenuhi kebutuhan contracted, committed, dan pontential. Neraca Gas Bumi Region Kepulauan Riau Potret Neraca Gas Region Kepulauan Riau (Kepri) tercatat adanya defisit net balance dalam jumlah besar, yaitu 91,1 MMSCFD pada 2013, 265,4 MMSCFD pada 2020, dan 117,5 MMSCFD pada 2028. Padahal, pada tiga periode waktu tersebut, berturut-turut pasokan existing dan project Region Kepri adalah 626,9 MMSCFD, 406,6 MMSCFD, dan 97,5 MMSCFD. Adapun contracted dan committed demand pada tahun 2013, 2020, dan 2028 berturut-turut adalah 170,5 MMSCFD, 131 MMSCFD, dan 131 MMSCFD. Bila kita keluarkan committed demand, maka contracted demand pada tiga periode waktu tersebut masing-masing adalah 144,5 MMSCFD, 40 MMSCFD, dan 0. Dari data supply dan demand ini, baik tahun 2013, 2020, dan 2028, Region Kepri selalu mengalami surplus pasokan untuk memenuhi kebutuhan contracted masing-masing sebesar 482,4 MMSCFD, 366,6 MMSCFD, dan 97,5 MMSCFD. Adapun bila pasokan tersebut untuk mencukupi kebutuhan contracted dan committed, tercatat masih terjadi surplus pada tahun 2013 dan 2020 masing-masing sebesar 456,4 MMSCFD dan 275,6 MMSCFD. Defisit pasokan baru terjadi tahun 2028 sebesar 33,5 MMSCFD. Masalahnya, hampir semua pasokan tersebut sejatinya sudah dialokasikan semua untuk keluar dari Region Kepri atau dengan kata lain diekspor keluar region dan bahkan melebihi jumlah pasokannya. Tercatat aliran gas keluar region pada tahun 2013, 2020, dan 2028 masingmasing adalah 658 MMSCFD, 632 MMSCFD, dan 215 MMSCFD. Sementara aliran gas masuk ke region hanya terjadi pada tahun 2013 saja sebesar 84,5 MMSCFD. Kondisi ini menjadikan net balance Neraca Gas Region Kepri selalu tercatat negatif. Pada 2013, 2020, dan 2028 defisit pasokan Region Kepri masing-masing adalah 91,1 MMSCFD, 265,4 MMSCFD, dan 117,5 MMSCFD. Seperti apa rincian kondisi Neraca Gas Region Kepri? Berikut pemaparan pasokan dan kebutuhan gas di region ini: a. Jangka Menengah (2014-2018) Mulai tahun 2014, KKKS PremierOil akan memasok untuk memenuhi kebutuhan Pulau Batam melalui jaringan pipa transmisi WNTS (West Natuna Transportation System) dengan landing point di Pulau Pemping dan pemanfaatan gas untuk kelistrikan. Namun, upaya ini masih terkendala pembangunan pipa Section 1 yang belum dilaksanakan. Selain untuk kelistrikan dan industri, pemanfaatan gas untuk region Kepulauan Riau akan digunakan untuk gas rumah tangga Batam dengan sumber gas dari KKKS JOB Pertamina-Talisman Jambi Merang yang ditagetkan on stream pada 2015. Adapun kebutuhan contracted pada akhir periode jangka menengah, tahun 2018, sebesar 52 MMSCFD untuk listrik, 70 MMSCFD untuk industri, dan 641 MMSCFD untuk
62
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
63
MMSCFD
2015
2016
CONTRACTED DEMAND
2014
2018
2019
COMMITTED DEMAND
2017
Grafik 3.8 Perkiraan neraca gas Kepulauan Riau Sumber: SKK Migas
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2021
2022
POTENTIAL DEMAND
2020
2024
2025 EXISTING SUPPLY
2023
NERACA GAS REGION KEPULAUAN RIAU 1 JANUARI 2014
2027 PROJECT SUPPLY
2026
2029
2030 POTENTIAL SUPPLY
2028
Potential Supply East Natuna : Asumsi onstream 10 tahun sejak sign PSC, (Subject to gov appproval)
NERACA GAS BUMI REGION KEPULAUAN RIAU 1 MEI 2013 Uraian I. DEMAND A. Contracted Peningkatan Produksi & Pemakaian Sendiri di Kilang LNG Pupuk dan Petrokimia Listrik: - Kepri - ke Jabar Industri Transportasi Gas Rumah Tangga Ekspor ke Region Lain (melalui FSRU) Ekspor Total IA
0 0 32 32 0 112,5 0 0 0 658,0 802,5
0 0 52 52 0 82,5 0 0 0 658,0 792,5
0 0 52 52 0 75,2 0 0 0 658,0 785,2
0 0 52 52 0 70 0 0 0 641,0 763,0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 215,0 215
B. Committed Peningkatan Produksi & Pemakaian Sendiri di Kilang Pupuk dan Petrokimia Listrik Industri Transportasi Gas Rumah Tangga Ekspor ke Region Lain (melalui FSRU) Total IB
0 0 16 10 0 0 0 26
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 7,3 0 0,5 0 7,791
0 0 0 12,5 0 0,5 0 13
0 0 48 82,5 0 0,5 0 131
C. Potential Total I
0 828,5
5,94 798,4
12,80 805,8
34,79 810,8
151,58 497,58
II. SUPPLY A. Existing Existing Kepri Dari Region Sumbagselteng TOTAL EXISTING SUPPLY
608,4 84,5 692,9
538,1 94,5 632,6
513,0 87,2 600,2
360,6 82,0 442,6
77,0016 0 77,0016
B. Project On-going Confirmed TOTAL PROJECT SUPPLY
18,5 0 18,5
38,4 0 38,4
60,9 0 60,9
94,721 0 94,721
20,4872 0 20,4872
0 711,368 711,368
0 670,987 670,987
0 661,119 661,119
0 537,4 537,4
1000 97,4888 1097,49
(109,6) (91,1) (117,1) (117,1) (117,1)
(159,9) (121,5) (121,5) (121,5) (127,5)
(185,0) (124,1) (131,9) (131,9) (144,7)
(320,4) (225,6) (238,6) (238,6) (273,4)
(138,0) (117,5) (248,5) 751,489 599,903
C. Potential TOTAL IIA + IIB TOTAL II III. BALANCE IIA – IA IIA + IIB – IA (IIA + IIB) – (IA + IB) (II A + II B + II C) - (I A + I B) II – I
64
2013 2014 2015 2018 2028
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
ekspor. Jadi, total kebutuhan contracted region ini tahun 2018 adalah 763 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan committed tahun 2018 untuk industri sebesar 12,5 MMSCFD dan 0,5 MMSCFD untuk rumah tangga, sehingga berjumlah 13 MMSCFD. Ada pula kebutuhan potential sebanyak 34,8 MMSCFD. Dengan demikian, total kebutuhan contracted, committed, dan potential Region Kepri tahun 2018 sebesar 810,8 MMSCFD. Sementara itu, pasokan existing Kepri tahun 2018 telah berkurang sekitar 40% dari 608,4 MMSCFD di tahun 2013 tinggal menjadi 360,6 MMSCFD. Ada pula pasokan dari Region Sumatra Bagian Tengah dan Selatan sebesar 82 MMSCFD. Sehingga total pasokan existing menjadi 442,6 MMSCFD. Pasokan project on-going tahun 2018 tercatat 94,7 MMSCFD. Pada periode ini, Region ini juga belum memiliki pasokan potential. Dengan demikian, total pasokan existing, project, dan potential Region Kepri tahun 2018 adalah 537,4 MMSCFD. Dari potret pasokan dan kebutuhan ini, terlihat adanya defisit gas di Region Kepri sebanyak 273,4 MMSCFD. b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potential demand), di Kepulauan Riau diharapkan dapat dipenuhi dari pengembangan Blok East Natuna. Untuk itu diperlukan interkoneksi pipa transmisi dengan jaringan WNTS ataupun pembangunan FSRU. Pada periode ini terlihat adanya pasokan potential sebesar 1.000 MMSCFD. Di sisi lain, pasokan existing region ini pada tahun 2028 tercatat tinggal 77 MMSCFD karena tidak ada lagi aliran gas dari region luar, yaitu Region Sumatra Bagian Tengah dan Selatan. Sedangkan pasokan project tercatat sejumlah 20,5 MMSCFD. Dengan begitu, total pasokan existing, project, dan potensial Region Kepri sebesar 1.097,5 MMSCFD. Dari sisi kebutuhan contracted region ini, pada tahun 2028 belum ada kontrak baik untuk listrik maupun industri. Hanya ada kebutuhan contracted untuk ekspor sebesar 215 MMSCFD. Adapun kebutuhan committed terdiri dari 0,5 MMSCFD untuk keperluan rumah tangga, 48 MMSCFD untuk listrik, dan 82,5 MMSCFD untuk industri sehingga berjumlah 131 MMSCFD. Ada pula kebutuhan potential sebesar 151,6 MMSCFD. Sehingga total kebutuhan contracted, committed, dan potential Region Kepri tahun 2028 sejumlah 497,6 MMSCFD. Bila membandingkan pasokan existing dan kebutuhan contracted saja, region ini mengalami defisit gas sebanyak 138 MMSCFD. Penambahan pasokan project terhadap pasokan existing dan membandingkannya dengan kebutuhan contracted saja maka defisit gas region ini menjadi 117,5 MMSCFD. Tapi, defisit pasokan existing dan project ini akan bertambah besar bila untuk memenuhi kebutuhan contracted dan committed sebesar 248,5 MMSCFD. Secara keseluruhan, balance Neraca Gas Region Kepri tahun 2028 mengalami surplus 599,9 MMSCFD. Neraca Gas Bumi Region Sumatra Bagian Selatan & Tengah Region ini menjadi salah satu pemasok gas terbesar di Indonesia saat ini. Pasokan gas existing dan project Region Sumatra Bagian Selatan dan Tengah (Sumbagselteng) pada tahun 2013, 2020, dan 2028 masing-masing adalah 1.753,2 MMSCFD, 1.656,1 MMSCFD, dan 383,8 MMSCFD. Adapun contracted dan committed demand pada tahun 2013, 2020, dan 2028 berturut-turut adalah 1.157,7 MMSCFD, 1.126,5 MMSCFD, dan 1.139,9 MMSCFD. Bila Neraca Gas Indonesia
65
kita keluarkan kebutuhan committed, maka kebutuhan contracted pada tiga periode waktu tersebut masing-masing adalah 965,9 MMSCFD, 421,1 MMSCFD, dan 0. Dari data pasokan dan kebutuhan ini, baik pada tahun 2013, 2020, dan 2028, Region Sumbagselteng selalu mengalami surplus pasokan untuk memenuhi kebutuhan contracted masing-masing sebesar 787,3 MMSCFD, 1.235 MMSCFD, dan 383,8 MMSCFD. Adapun bila pasokan tersebut untuk mencukupi kebutuhan contracted dan committed, tercatat masih terjadi surplus pada tahun 2013 dan 2020 masing-masing sebesar 595,5 MMSCFD dan 529,6 MMSCFD. Kekurangan pasokan baru terjadi tahun 2028 sebesar 756,1 MMSCFD. Masalahnya, dua per tiga dari pasokan tersebut ternyata dipasok ke luar region alias diekspor dan aliran keluar tersebut baru berhenti pada 2028. Pada tahun 2013 dan 2020, aliran keluar Region Sumbagselteng adalah 1.193,7 MMSCFD dan 1.034,8 MMSCFD. Sementara aliran gas masuk ke region hanya terjadi tahun 2020 sebesar 148,5 MMSCFD. Kondisi ini menyebabkan net balance Neraca Gas Region Sumbagselteng yang mengurangkan pasokan existing dan project dengan kebutuhan contracted dan committed selalu tercatat negatif. Pada 2013, 2020, dan 2028 defisit pasokan Region Sumbagselteng masing-masing adalah 598,2 MMSCFD, 505,2 MMSCFD, dan 756,1 MMSCFD. Adapun untuk neraca yang mengurangkan pasokan existing dan project dengan kebutuhan contracted saja menghasilkan defisit pasokan pada tahun 2013 sebanyak 406,4 MMSCFD. Adapun pada tahun 2020 dan 2028, balance Neraca Gas Region Sumbagselteng mengalami surplus masing-masing sebesar 348,7 MMSCFD dan 383,8 MMSCFD. a. Jangka Menengah (2014-2018) Untuk memenuhi kebutuhan gas contracted, committed dan potential demand, direncanakan akan dibangun Floating Storage Regasification Unit (FRSU) di Lampung dengan kapasitas regasifikasi sebesar 240 MMSCFD yang ditargetkan dapat mencukupi kebutuhan gas di Lampung dan menambah pasokan gas di region Sumbagselteng dan Jawa bagian Barat. Pada akhir periode ini, tahun 2018, pasokan existing sebanyak 1.455 MMSCFD. Adapun pasokan project keseluruhan mencapai 519 MMSCFD dengan perincian Project On-Going 361 MMSCFD, Project Confirmed 9 MMSCFD, dan impor dari region lain melalui FSRU 149 MMSCFD. Ada pula pasokan potential 163 MMSCFD. Kebutuhan contracted di region tahun 2018 sebesar 1.640 MMSCFD. Perinciannya antara lain: untuk lifting oil dan own used LNG Plant sebesar 268 MMSCFD, pupuk dan petrokimia 45 MMSCFD, listrik Sumbagselteng 146 MMSCFD, listrik Jawa Barat 24 MMSCFD, listrik ke Batam 32 MMSCFD, industri Sumbagselteng 83 MMSCFD, industri Jawa Barat 675 MMSCFD, dan ekspor 368 MMSCFD. Dari jumlah pasokan existing dan kebutuhan contracted terjadi defisit gas sebanyak 185 MMSCFD. Penambahan gas dari project supply diharapkan dapat menghasilkan surplus pasokan gas di Region Sumbagselteng. Pada tahun 2018, region ini mengalami surplus gas 224 MMSCFD dari kelebihan pasokan existing dan supply terhadap kebutuhan contracted. Defisit gas yang lebih besar, yaitu 390,7 MMSCFD, terjadi bila pasokan existing dan project digunakan untuk memenuhi kebutuhan contracted dan committed. Kebutuhan
66
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
67
MMSCFD
2014
2016
CONTRACTED DEMAND
2015
2017
2019
COMMITTED DEMAND
2018
2021
2022
POTENTIAL DEMAND
2020
Grafik 3.9 Perkiraan neraca gas Sumatera Bagian Selatan & Tengah Sumber: SKK Migas
0
250
500
750
1000
1250
1500
1750
2000
2250
2500
2750
3000
2024 EXISTING SUPPLY
2023
2025
NERACA GAS REGION SUMATERA BAGIAN TENGAH DAN SELATAN 1 JANUARI 2014
2027 PROJECT SUPPLY
2026
2029 POTENTIAL SUPPLY
2028
2030
committed keseluruhan tahun 2018 di region ini sebesar 725 MMSCFD dengan perincian untuk keperluan lifting oil dan own used LNG Plant 128 MMSCFD, pupuk dan petrokimia 158 MMSCFD, listrik 130 MMSCFD, industri 159 MMSCFD, transportasi 1 MMSCFD, gas rumah tangga 2 MMSCFD, dan ekspor ke region lain melalui FSRU 149 MMSCFD. Jika pasokan dan kebutuhan potential dimasukkan dalam penghitungan, defisit gas yang terjadi di region ini mencapai 320,9 MMSCFD. b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi kebutuhan gas contracted, committed dan potential demand, diharapkan dapat dipenuhi dari pengembangan lapangan Coal Bed Methane (CBM), serta penambahan alokasi LNG, impor LNG dan penambahan kapasitas regasifikasi LNG di Lampung. Pada akhir periode ini, tahun 2028, pasokan existing sebanyak 350,5 MMSCFD. Adapun pasokan project keseluruhan mencapai 33 MMSCFD dengan perincian Project On-Going 26 MMSCFD dan Project Confirmed 7 MMSCFD. Ada pula pasokan potential 181,9 MMSCFD. Hingga kini belum ada kebutuhan contracted yang tercatat di region ini pada tahun 2028. Kondisi ini menghasilkan selisih pasokan existing dan kebutuhan contracted menjadi surplus gas sebanyak 350,5 MMSCFD. Penambahan gas dari project supply memperbesar surplus pasokan gas di Region Sumbagselteng. Pada tahun 2028, region ini mengalami surplus gas 383,8 MMSCFD dari kelebihan pasokan existing dan supply terhadap kebutuhan contracted. Meski begitu, terjadi defisit gas yang besar, yaitu 756,1 MMSCFD, bila pasokan existing dan project digunakan untuk memenuhi kebutuhan contracted dan committed. Kebutuhan committed keseluruhan tahun 2028 di region ini sebesar 1.139,9 MMSCFD dengan perincian untuk keperluan lifting oil dan own used LNG Plant 396,3 MMSCFD, pupuk dan petrokimia 203 MMSCFD, listrik 282,4 MMSCFD, industri 255,5 MMSCFD, transportasi 0,5 MMSCFD, dan gas rumah tangga 2,24 MMSCFD. Jika pasokan dan kebutuhan potential dimasukkan dalam penghitungan, defisit gas yang terjadi di region ini mencapai 971,6 MMSCFD. Neraca Gas Bumi Region Jawa Bagian Barat Pepatah “Besar Pasak Daripada Tiang” berlaku untuk menggambarkan neraca gas Region Jawa Bagian Barat (JBB). Tingkat kebutuhan gas di region ini lebih besar dari pasokannya. Untuk mencukupi kebutuhan, region ini membutuhkan impor dari region lain. Awalnya, impor ini bisa menjadi surplus tapi pada akhirnya berujung defisit yang sangat besar lantaran tingginya kebutuhan. Pasokan existing region ini pada tahun 2013, 2020, dan 2028 adalah 631,2 MMSCFD, 267,3 MMSCFD, dan 92,5 MMSCFD. Adapun contracted dan committed demand pada tahun 2013, 2020, dan 2028 berturutturut adalah 1.923 MMSCFD, 1990,7 MMSCFD, dan 2033,3 MMSCFD. Bila kita keluarkan committed demand, maka contracted demand pada tiga periode waktu tersebut masing-masing adalah 1.622,9 MMSCFD, 572,5 MMSCFD, dan 0. Dari data pasokan dan kebutuhan contracted ini hanya pada tahun 2028 nanti lalu region ini bisa mengalami surplus gas sebesar 92,5 MMSCFD. Itu pun karena belum ada kebutuhan
68
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
69
MMSCFD
2014
2016
2017
CONTRACTED DEMAND
2015
2018
2019
2020
COMMITTED DEMAND
Grafik 3.10 Perkiraan neraca gas Jawa Bagian Barat Sumber: SKK Migas
0
250
500
750
1000
1250
1500
1750
2000
2250
2500
2750
3000
3250
3500
3750
4000
4250
4500
2021
2023
2024 POTENTIAL DEMAND
2022
NERACA GAS REGION JAWA BAGIAN BARAT 1 JANUARI 2014
2026
2027 EXISTING SUPPLY
2025
2028
2029
2030 PROJECT SUPPLY
contracted yang terwujud saat ini. Pada tahun 2013 dan 2020, region ini mengalami defisit gas sebesar 991,7 MMSCFD dan 305,2 MMSCFD. Sedangkan dari data pasokan serta kebutuhan contracted dan committed, Region JBB selalu mengalami defisit gas pada tiga periode waktu tersebut, berturut-turut sebesar 1.291,8 MMSCFD, 1.723,4 MMSCFD, dan 1.940,8 MMSCFD. Untungnya, region ini mendapat pasokan gas dari luar. Pada tiga periode waktu tersebut, aliran gas masuk ke Region JBB masing-masing adalah 972,6 MMSCFD, 1.120,2 MMSCFD, dan 104,4 MMSCFD. Untuk memenuhi kebutuhan contracted, impor gas dari region lain ini menghasilkan defisit gas pada tahun 2013 sebanyak 19,1 MMSCFD dan surplus gas pada tahun 2020 dan 2028 masing-masing sebesar 815 MMSCFD dan 196,9 MMSCFD. Adapun bila memasukkan kebutuhan committed dalam total kebutuhan, region ini tetap mengalami defisit gas dalam jumlah besar pada tiga periode waktu tersebut yaitu 319,2 MMSCFD, 603,2 MMSCFD, dan 1.836,4 MMSCFD. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat potret kebutuhan gas Region JBB yang besar dan detil-detil neraca gas lainnya berikut ini. a. Jangka Menengah (2014-2018) Untuk memenuhi kebutuhan gas contracted, committed dan potential demand, direncanakan akan dibangun Floating Storage Regasification Unit (FRSU) di Lampung dan Banten. Kedua FSRU ini masing-masing memiliki kapasitas regasifikasi 240 MMSCFD dan 150 MMSCFD. Keberadaan dua FSRU ini ditargetkan dapat mencukupi kebutuhan gas di Jawa bagian Barat. Penambahan kapasitas regasifikasi tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan committed demand di tahun 2016 dan 2017, untuk selanjutnya masih terdapat kekurangan pasokan gas di region Jawa Bagian Barat. Yang jelas, pada akhir periode ini, tahun 2018, Region JBB mengalami surplus pasokan gas, baik existing ataupun dengan project, dalam memenuhi kebutuhan contracted. Surplus gas dari pasokan existing untuk kebutuhan contracted sebesar 180,6 MMSCFD. Sedangkan surplus gas pasokan existing dan project untuk kebutuhan contracted mencapai 665,4 MMSCFD. Pasokan existing region ini tahun 2018 sebesar 857,9 MMSCFD. Pasokan ini berasal dari existing Jabar 282,4 MMSCFD, impor dari Region Sumbagselteng melalui SSWJ sebanyak 435,5 MMSCFD, dan impor dari Region Kalimantan Bagian Timur melalui FSRU sebesar 140 MMSCFD. Sedangkan pasokan supply Region JBB tahun 2018 mencapai 484,8 MMSCFD. Pasokan ini berasal dari Project On-Going Hulu Jabar sebesar 65,4 MMS0CFD dan Project Confirmed FSRU (ENI, IDD, Tangguh, ex Lampung) 419,4 MMSCFD. Pada periode ini, Region JBB tidak memiliki pasokan potential. Secara keseluruhan, pasokan gas tahun 2018 mencapai 1.342,8 MMSCFD. Total pasokan ini kembali menorehkan balance neraca gas yang defisit bila menjadikan satu angka kebutuhan contracted dan committed, yaitu 545,8 MMSCFD. Pada 2018, kebutuhan committed Region JBB sebesar 1.211,2 MMSCFD dengan perincian: untuk keperluan pupuk dan petrokimia 48 MMSCFD, listrik 405,5 MMSCFD, industri 725 MMSCFD, transportasi 33,8 MMSCFD, dan gas rumah tangga 2 MMSCFD. Dengan demikian, total kebutuhan
70
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
NERACA GAS BUMI REGION JAWA BAGIAN BARAT 1 MEI 2013 Uraian I. DEMAND A. Contracted Peningkatan Produksi & Pemakaian Sendiri di Kilang LNG Pupuk dan Petrokimia Listrik: Industri Transportasi Gas Rumah Tangga Ekspor ke Region Lain (melalui FSRU) Ekspor Total IA
2013 2014 2015 2018 2028 0,9 96,0 678,1 842,0 4,0 2,0 0 0 1622,9
0,9 96,0 647,8 709,8 4,0 2,0 0 0 1460,4
0,9 96,0 622,6 620,4 4,0 2,0 0 0 1345,8
0,9 0 323,5 353,0 0 0 0 0 677,4
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 12,0 14,0 255,0 19,1 0 0 300,1
0 12,0 228,3 387,2 21,0 0 0 648,5
0 12,0 284,5 457,6 23,1 0 0 777,2
0 48,0 405,5 725,0 30,8 2,0 0 1211,2
0 48,0 825,0 1078,0 79,8 2,5 0 2033,3
C. Potential Total I
0 1923,0
79,0 2187,8
182,7 2305,6
475,0 2363,6
2034,6 4067,9
II. SUPPLY A. Existing Existing Jawa Bagian Barat Dari Region Sumbagselteng (Via SSWJ) Dari Region Kalimantan Bagian Timur (Via FSRU) TOTAL EXISTING SUPPLY
545,1 754,1 175,0 1474,2
518,3 698,8 175,0 1392,1
475,5 688,6 175,0 1339,0
282,4 435,5 140,0 857,9
91,5 0 0 91,5
B. Project On-going Hulu Jabar Confirmed Hulu Confirmed FSRU (ENI, IDD, Tangguh, Ex-Lampung) TOTAL PROJECT SUPPLY
32,1 54,0 43,5 129,6
33,8 14,0 174,0 221,8
79,2 14,0 191,4 284,6
65,4 0 419,4 484,8
1,0 0 104,4 105,4
C. Potential TOTAL IIA + IIB TOTAL II
0 1603,8 1603,8
0 1613,9 1613,9
0 1623,6 1623,6
0 1342,8 1342,8
0 196,9 196,9
III. BALANCE IIA – IA IIA + IIB – IA (IIA + IIB) – (IA + IB) (II A + II B + II C) - (I A + I B) II – I
(148,7) (19,1) (319,2) (319,2) (319,2)
(68,3) 153,5 (495,0) (495,0) (573,9)
(6,7) 277,9 (499,3) (499,3) (682,0)
180,6 665,4 (545,8) (545,8) (1020,9)
91,5 196,9 (1836,4) (1836,4) (3871,0)
B. Committed Peningkatan Produksi & Pemakaian Sendiri di Kilang Pupuk dan Petrokimia Listrik Industri Transportasi Gas Rumah Tangga Ekspor ke Region Lain (melalui FSRU) Total IB
Neraca Gas Indonesia
71
contracted dan committed tahun 2018 sejumlah 1.211,2 MMSCFD. Bila total kebutuhan ini ditambahi kebutuhan potential, maka jumlah kebutuhan secara keseluruhan mencapai 2.363,6 MMSCFD. Kondisi ini menjadikan defisit pada tahun 2018 sebesar 1.020,9 MMSCFD. b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potential demand), diharapkan dapat dipenuhi dari penambahan alokasi LNG, impor LNG dan penambahan kapasitas regasifikasi LNG di Jawa Barat serta interkoneksi pipa transmisi Jawa. Pada tahun 2028, belum ada kebutuhan gas contracted di Region JBB. Sedangkan kebutuhan committed region ini sejumlah 2.033,3 MMSCFD dengan perincian untuk digunakan pupuk dan petrokimia sebesar 48 MMSCFD, listrik 825 MMSCFD, industri 1.078 MMSCFD, transportasi 79,8 MMSCFD, dan gas rumah tangga 2,5 MMSCFD. Ada pula kebutuhan potential sebanyak 2.034,6 MMSCFD. Jadi, total kebutuhan Region JBB tahun 2028 sebanyak 4.067,9 MMSCFD. Sementara pasokan existing berjumlah 91,5 MMSCFD dari internal region dan tidak ada lagi impor dari region lain. Adapun pasokan project berjumlah 105,4 MMSCFD yang berasal dari Project On-Going Hulu Jabar 1 MMSCFD dan Project Confirmed FSRU (ENI, IDD, Tangguh, Ex Lampung) 104,4 MMSCFD. Region ini juga tidak memiliki pasokan potential. Dengan demikian, total pasokan region ini sebanyak 196,9 MMSCFD. Ketiadaan kebutuhan contracted menjadikan pasokan existing menjadi surplus gas region ini tahun 2028 sebesar 91,5 MMSCFD. Begitu pula penambahan pasokan supply menjadikan surplus gas terhadap kebutuhan contracted sebanyak 196,9 MMSCFD. Namun, ketika membandingkan pasokan tersebut dengan kebutuhan contracted dan committed, terjadi defisit pasokan sebesar 1.836,4 MMSCFD. Defisit balance Neraca Gas Region JBB semakin besar, 3.871 MMSCFD, bila pemasukkan kebutuhan potential dalam total kebutuhan region. Neraca Gas Bumi Region Jawa Bagian Tengah Total pasokan gas existing dan project Region Jawa Bagian Tengah (JBT) pada tahun 2013 tercatat 29,7 MMSCFD. Angka ini mampu memenuhi contracted demand sebanyak 28 MMSCFD dan menyisakan surplus sebanyak 1,7 MMSCFD. Adanya tambahan committed demand menjadikan total kebutuhan gas mencapai 28,5 MMSCFD, maka surplus pasokan menjadi 1,2 MMSCFD. Pada 2020, rapor biru neraca gas region ini untuk pemenuhan kebutuhan contracted dari pasokan existing dan supply masih terjadi, sebesar 2,5 MMSCFD. Pasokan existing dan project berada di kisaran 162,8 MMSCFD. Adapun kebutuhan contracted sebesar 160,3 MMSCFD. Namun, penghitungan kebutuhan committed yang menghasilkan total kebutuhan tahun 2020 sebesar 362,6 MMSCFD, menjadikan balance neraca gas defisit 199,8 MMSCFD. Region JBT mendapat aliran gas dari luar region pada tahun 2020 sebanyak 192,6 MMSCFD. Tambahan ini menjadikan surplus gas untuk pemenuhan kebutuhan contracted saja semakin besar, yaitu 195,1 MMSCFD. Selain itu, pasokan ekstra ini juga berperan dalam mengurangi defisit dalam pemenuhan kebutuhan contracted dan committed menjadi
72
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
73
MMSCFD
2014
2016
2017
CONTRACTED DEMAND
2015
2018
2020
COMMITTED DEMAND
2019
Grafik 3.11 Perkiraan neraca gas Jawa Bagian Tengah Sumber: SKK Migas
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
2021
2023
2024 POTENTIAL DEMAND
2022
NERACA GAS REGION JAWA BAGIAN TENGAH 1 JANUARI 2014
2026
2027 EXISTING SUPPLY
2025
2028
2030 PROJECT SUPPLY
2029
7,2 MMSCFD. Pada tahun 2028, pasokan existing dan project region ini tinggal 13 MMSCFD. Pasokan ini pas untuk memenuhi kebutuhan contracted sebanyak 13 MMSCFD. Namun, pasokan ini tidak bisa mencukupi kebutuhan contracted dan committed sebesar 342,3 MMSCFD dan menjadi defisit gas sebesar 329,3 MMSCFD. Ketiadaan pasokan dari luar region membuat net balance neraca gas tahun 2028 tidak berubah. Berikut pemaparan lebih rinci Neraca Gas Region JBT: a. Jangka Menengah (2014-2018) Pasokan gas jangka menengah berasal dari project supply gas pipa dari KKKS Pertamina EP yang rencananya akan berproduksi pada akhir tahun 2013 dan Petronas Muriah yang rencananya akan mulai berproduksi pada tahun 2014. Pasokan gas dari kedua lapangan tersebut akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik di region Jawa bagian Tengah. Untuk memenuhi kebutuhan gas contracted, committed dan potential demand, direncanakan akan dibangun Floating Storage Regasification Unit (FRSU) di Jawa Tengah dengan kapasitas regasifikasi sebesar 400 MMSCFD yang ditargetkan dapat mencukupi kebutuhan gas di Jawa bagian Tengah dan Jawa bagian Barat melalui pipa Semarang-Cirebon. Berbagai rencana ini menjadikan surplus balance neraca gas Region JBT tahun 2018 untuk memenuhi kebutuhan contracted dari pasokan existing dan supply sebesar 152,5 MMSCFD. Meski begitu, pasokan existing dan supply ini tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan contracted dan committed sekaligus dan terjadi defisit 50,3 MMSCFD. Sementara defisit pasokan existing dengan kebutuhan contracted sebesar 165,5 MMSCFD. Secara keseluruhan, defisit pasokan dan kebutuhan region ini tahun 2018 sebanyak 64,8 MMSCFD. Sebenarnya, tidak ada pasokan existing di region ini pada tahun 2018. Pasokan region ini diisi dari pasokan supply sebanyak 318 MMSCFD. Perinciannya berasal dari: Project OnGoing Hulu 168 MMSCFD dan Project Confirmed FSRU 150 MMSCFD. Region ini juga tidak memiliki pasokan potential. Dari sisi demand, kebutuhan contracted satu-satunya di region ini adalah untuk keperluan listrik sebesar 165 MMSCFD. Ada juga kebutuhan committed sejumlah 202,5 MMSCFD dengan rincian: 201,5 MMSCFD untuk industri, 0,3 MMSCFD untuk transportasi, dan 0,5 MMSCFD untuk gas rumah tangga. Region ini memiliki kebutuhan potential tahun 2018 sebanyak 14,5 MMSCFD. b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potential demand), diharapkan dapat dipenuhi dari penambahan alokasi LNG, impor LNG dan penambahan kapasitas regasifikasi LNG di Jawa Tengah serta interkoneksi pipa transmisi Jawa. Pasokan existing region ini benar-benar terhenti tahun 2016 dan hingga tahun 2028 region ini tidak memiliki pasokan existing. Begitu pula, pasokan potential pun tidak ada. Adapun pasokan project pun tak besar, hanya 13 MMSCFD, dari Project On-Going Hulu. Alhasil, total pasokan gas region ini cuma 13 MMSCFD.
74
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Adapun kebutuhan contracted tahun 2028 sebesar 13 MMSCFD untuk listrik. Sedangkan kebutuhan contracted berjumlah 329,3 MMSCFD dengan rincian: untuk listrik 127 MMSCFD, industri 201,5 MMSCFD, Sementara itu, ada kebutuhan potential sebesar 231,4 MMSCFD. Kondisi ini membuat balance neraca gas region ini pas-pasan dan defisit dalam jumlah besar. Pasokan existing tidak mampu memenuhi kebutuhan contracted dan mengalami defisit 13 MMSCFD. Kehadiran pasokan project membuat neraca dengan kebutuhan contracted impas. Adapun keberadaan kebutuhan committed dan potential menjadikan defisit gas Region JBT tahun 2028 sebesar 560 MMSCFD. Neraca Gas Bumi Region Jawa Bagian Timur & Bali Region Jawa Bagian Timur dan Bali (JBTB) menjadi salah satu region yang tetap mencatatkan surplus gas untuk mencukupi kebutuhan contracted. Region ini tidak menerima aliran gas dari luar region, begitu pula mengekspor gasnya ke luar region. Pada tahun 2013, 2020, dan 2028, pasokan supply dan existing region ini masing-masing 739,1 MMSCFD, 681,1 MMSCFD, dan 228,1 MMSCFD. Adapun kebutuhan contracted tiga periode waktu tersebut adalah 720,7 MMSCFD, 271 MMSCFD, dan 0. Kondisi ini menjadikan surplus gas adalah 18,4 MMSCFD, 410,1 MMSCFD, dan 228,1 MMSCFD. Namun, bila menambahkan kebutuhan committed ke dalam neraca membuat balance menjadi defisit. Tambahan kebutuhan committed ini membuat total kebutuhan pada tahun 2013, 2020, dan 2028 masing-masing sebesar 853,7 MMSCFD, 1.019,2 MMSCFD, dan 999,2 MMSCFD. Dengan begitu, defisit pasokan existing dan project terhadap kebutuhan contracted dan committed pada tiga periode waktu tersebut adalah 114,6 MMSCFD, 338,1 MMSCFD, dan 771,1 MMSCFD. Berikut penjelasan lebih rinci atas potret Neraca Gas Region JBTB. a. Jangka Menengah (2014-2018) Untuk memenuhi kebutuhan gas contracted, committed dan potential demand, diharapkan dapat dipenuhi dengan adanya penambahan gas dari project supply yang bersumber dari KKKS Husky CNOOC Madura Ltd., (rencana onstream untuk lapangan Madura BD pada tahun 2014 dan untuk lapangan MDA dan MBH pada tahun 2017), KKKS Petronas (rencana onstream pada tahun 2014), KKKS Santos (rencana onstream pada tahun 2014) dan Pertamina EP Cepu (rencana onstream pada kuartal kedua tahun 2017). Berbagai rencana ini membuat pasokan gas, baik existing dan project, mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan contracted. Pasokan existing tahun 2018 sebanyak 436 MMSCFD. Adapun pasokan project sejumlah 433 MMSCFD yang berasal dari Project Supply On-Going 127 MMSCFD, Blok Cepu PEP Cepu 186 MMSCFD, dan Lap MDH-MDA Husky Oil 120 MMSCFD. Region ini tidak memiliki pasokan potential. Sementara kebutuhan contracted tahun 2018 sebesar 397,7 MMSCFD, berupa: keperluan pupuk dan petrokimia sebesar 65 MMSCFD, listrik 150,7 MMSCFD, dan industri 182 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan committed tahun 2018 sebesar 624,5 MMSCFD dengan perincian, untuk pupuk dan petrokimia 170 MMSCFD, listrik 201,5 MMSCFD, industri 249,5 MMSCFD, dan gas rumah tangga 3,5 MMSCFD. Ada pula kebutuhan potential sebesar Neraca Gas Indonesia
75
76
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
MMSCFD
2015
2016
CONTRACTED DEMAND
2014
2017 2019
2020
COMMITTED DEMAND
2018
Grafik 3.12 Perkiraan neraca gas Jawa Bagian Timur & Bali Sumber: Kementerian ESDM
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
2021
2023 POTENTIAL DEMAND
2022
2024
NERACA GAS REGION JAWA BAGIAN TIMUR & BALI 1 JANUARI 2014
2026 EXISTING SUPPLY
2025
2027
2029 PROJECT SUPPLY
2028
2030
75,3 MMSCFD. Surplus pasokan existing terhadap kebutuhan contracted sebesar 38,8 MMSCFD. Adapun balance neraca yang berisi pasokan gas existing dan project terhadap kebutuhan contracted tercatat mengalami surplus 471,6 MMSCFD. Namun, pasokan existing dan project ini tidak mampu memenuhi kebutuhan contracted dan committed tahun 2018 dan terjadi defisit 152,9 MMSCFD. Keberadaan kebutuhan potensial membuat defisit pasokan melebar menjadi 228,2 MMSCFD. b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potential demand), diharapkan dapat dipenuhi dari penambahan alokasi gas maupun dari penemuan cadangan gas baru. Yang jelas, pasokan existing region ini tahun 2028 tinggal 43 MMSCFD. Adapun pasokan project tinggal berasal dari Blok Cepu PEP Cepu sebanyak 185 MMSCFD. Region ini tidak memiliki pasokan potensial. Dengan demikian, total pasokan Region JBTB tahun 2028 sebanyak 228 MMSCFD. Hingga tahun 2028, belum ada angka pasti kebutuhan contracted region ini. Adapun kebutuhan committed mencapai 999,2 MMSCFD yang dipergunakan untuk pupuk dan petrokimia sebesar 235 MMSCFD, listrik 349,2 MMSCFD, industri 411,5 MMSCFD, dan gas rumah tangga 3,5 MMSCFD. Ada pula kebutuhan potential sebesar 335,7 MMSCFD. Jadi, total kebutuhan tahun 2028 sebesar 1.334,9 MMSCFD. Surplus pasokan existing terhadap kebutuhan contracted sebesar 42,7 MMSCFD. Adapun balance neraca yang berisi pasokan gas existing dan project terhadap kebutuhan contracted tercatat mengalami surplus 228,1 MMSCFD. Namun, pasokan existing dan project ini tidak mampu memenuhi kebutuhan contracted dan committed tahun 2028 dan terjadi defisit 771,1 MMSCFD. Keberadaan kebutuhan potensial membuat defisit pasokan melebar menjadi 1.106,8 MMSCFD. Neraca Gas Bumi Region Kalimantan Bagian Timur Total pasokan gas existing dan project Region Kalimantan Bagian Timur (KBT) pada tahun 2013 tercatat 2.053,2 MMSCFD. Angka ini jelas memenuhi contracted demand sebanyak 672 MMSCFD dan menyisakan surplus sebanyak 1.381,2 MMSCFD. Namun, adanya kewajiban memasok gas ke luar region sebesar 1.686,1 MMSCFD menjadikan net balance neraca gas Region KBT tahun 2013 mengalami defisit 304,9 MMSCFD. Adanya tambahan committed demand menjadikan total kebutuhan gas tahun 2013 mencapai 795,7 MMSCFD, maka surplus pasokan internal menjadi 1.686,1 MMSCFD. Kewajiban mengekspor gas keluar region menjadikan net balance region ini defisit 428,6 MMSCFD. Pada 2020, besaran supply, contracted demand, ekspor ke luar region di Region KBT mengalami penurunan. Berturut-turut, 1.935,3 MMSCFD, 250,1 MMSCFD, dan 446,8 MMSCFD. Hal ini menjadikan balance internal dan net balance region ini menjadi positif. Surplus internal tercatat 1.685,2 MMSCFD. Adapun net balance sebesar 1.238,4 MMSCFD. Adanya tambahan committed demand tak hanya menambah sisi kebutuhan pada neraca tapi juga aliran gas ke luar region. Tambahan committed demand ini menjadikan total kebutuhan gas 2020 menjadi 703,1 MMSCFD yang membuat surplus pasokan internal Neraca Gas Indonesia
77
78
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Grafik 3.13 Perkiraan neraca gas kalimantan timur Sumber: Kementerian ESDM
menjadi 1.232,2 MMSCFD. Kewajiban mengekspor gas keluar region sebesar 1.559,6 MMSCFD menjadikan net balance region ini defisit 327,4 MMSCFD. Sementara pada tahun 2028, pasokan existing dan project sebesar 157 MMSCFD untuk memenuhi contracted demand 20 MMSCFD menyisakan surplus gas 137 MMSCFD. Tanpa ada kewajiban mengekspor gas ke luar region, net balance tahun 2028 tetap surplus 137 MMSCFD. Tambahan committed demand menjadikan kebutuhan keseluruhan mencapai 640 MMSCFD dan menjadikan defisit pasokan internal sebesar 483 MMSCFD. Ada kewajiban ekspor committed sebanyak 29,3 MMSCFD menjadikan net balance region ini tahun 2028 mengalami defisit 512,3 MMSCFD. Guna mengetahui isi neraca gas Region KBT secara lebih detil, mari kita lihat rinciannya lebih jauh: a. Jangka Menengah (2014-2018) Terdapat kelebihan gas mulai tahun 2015 dikarenakan berakhirnya beberapa kontrak ekspor LNG Badak IV pada tahun 2014, Korea II pada tahun 2015, MCGC pada tahun 2016 dan kontrak Badak V dan VI pada tahun 2017, keseluruhan jumlah dari kontrak tersebut mencapai 1.036 MMSCFD. Tercatat pada 2018 kebutuhan contracted untuk ekspor tersisa 315 MMSCFD. Adapun kebutuhan contracted lain adalah untuk lifting oil dan own used LNG Plant sebesar 70,6 MMSCFD, pupuk dan petrokimia 406,5 MMSCFD, listrik 31 MMSCFD, dan ekspor ke luar region melalui FSRU sebanyak 140 MMSCFD. Dengan demikian total kebutuhan contracted mencapai 963,1 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan committed tahun 2018 mencapai 1.326,4 MMSCFD. Perinciannya, untuk keperluan pupuk dan petrokimia 45,1 MMSCFD, listrik 107,3 MMSCFD, industri 69 MMSCFD, gas rumah tangga 1,1 MMSCFD, ekspor ke region lain melalui FSRU sebesar 374,4 MMSCFD dan ekspor ke luar negeri 729,5 MMSCFD. Pada 2018 region ini tercatat memiliki kebutuhan potential sebanyak 28,7 MMSCFD. Adapun pasokan existing tahun 2018 sebesar 1.144,8 MMSCFD. Sedangkan pasokan project mencapai 1.328,9 MMSCFD dengan perincian, pasokan berasal dari Project On-Going 1.322,3 MMSCFD dan Project Confirmed 6,6 MMSCFD. Ada pula pasokan potential sebesar 383,2 MMSCFD. Dengan begitu, jumlah pasokan existing dan project tahun 2018 sebesar 2,473,7 MMSCFD dan jumlah pasokan keseluruhan sebesar 2.856,9 MMSCFD. Kondisi ini menjadikan balance neraca gas region KBT tahun 2018 dalam kondisi surplus. Tercatat pasokan existing memenuhi seluruh kebutuhan contracted dan menyisakan saldo 181,7 MMSCFD. Tambahan pasokan project terhadap pasokan existing memperbesar selisih setelah memenuhi kebutuhan contracted dengan surplus sebesar 1.510,7 MMSCFD. Selain itu, jumlah pasokan existing dan project ini juga mampu memenuhi seluruh kebutuhan contracted dan committed serta menghasilkan surplus 184,2 MMSCFD. Secara keseluruhan, pasokan gas region ini mencukupi seluruh kebutuhan di Region KBT dan menyisakan surplus sebesar 538,7 MMSCFD.
Neraca Gas Indonesia
79
NERACA GAS BUMI REGION KALIMANTAN BAGIAN TIMUR 1 MEI 2013 Uraian I. DEMAND A. Contracted Peningkatan Produksi & Pemakaian Sendiri di Kilang LNG Pupuk dan Petrokimia Listrik: Industri Transportasi Gas Rumah Tangga Ekspor ke Region Lain (melalui FSRU) Ekspor Total IA
2013 2014 2015 2018 2028 143,9 451,6 75,3 0 0 1,2 175,0 1511,1 2358,1
138,7 451,6 74,8 0 0 1,2 175,0 1194,7 2035,9
133,4 451,6 74,8 0 0 1,2 175,0 1020,0 1856,0
70,6 406,5 31,0 0 0 0 140,0 315,0 963,1
0 0 20,0 0 0 0 0 0 20,0
0 0 54,2 69,0 0,5 0 0 0 123,7
0 0 72,0 69,0 0,5 0 0 0 141,5
0 0 72,0 69,0 0,5 0 0 0 166,7
0 45,1 107,3 69,0 0 1,1 374,4 729,5 1326,4
0 451,6 98,3 69,0 0 1,1 0 29,3 649,4
C. Potential Total I
0 2481,8
5,0 2182,4
10,3 2033,1
28,7 2318,2
126,8 796,1
II. SUPPLY A. Existing Existing Kalimantan Bagian Timur TOTAL EXISTING SUPPLY
1973,0 1973,0
1919,7 1919,7
1867,6 1867,6
1144,8 1144,8
83,3 83,3
79,5 0,7 80,2
158,4 5,7 164,1
198,5 10,5 209,0
1322,3 6,6 1328,9
73,6 0 73,6
57,8 2053,2 2111,0
124,3 2083,8 2208,1
198,2 2076,5 2274,7
383,2 2473,7 2856,9
0 157,0 157,0
(385) (305) (429) (371) (371)
(116) 47,9 (94) 30,7 25,7
11,5 220,5 53,7 251,9 241,6
181,7 1510,7 184,2 567,4 538,7
63,3 `137,0 (512) (512) (639)
B. Committed Peningkatan Produksi & Pemakaian Sendiri di Kilang Pupuk dan Petrokimia Listrik Industri Transportasi Gas Rumah Tangga Ekspor ke Region Lain (melalui FSRU) Ekspor LN Total IB
B. Project On-going Confirmed TOTAL PROJECT SUPPLY C. Potential TOTAL IIA + IIB TOTAL II III. BALANCE IIA – IA IIA + IIB – IA (IIA + IIB) – (IA + IB) (II A + II B + II C) - (I A + I B) II – I
80
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potential demand), jangka panjang diharapkan dapat dipenuhi dari pengembangan lapangan Coal Bed Methane (CBM). Harapan ini wajar lantaran pasokan existing di Region KBT ini sudah sangat kecil, tinggal 83,3 MMSCFD, pada tahun 2028. Begitu pula pasokan project hanya sebesar 73,6 MMSCFD. Pada tahun itu, region ini belum memiliki pasokan potential. Dengan demikian, total pasokan region ini hanya 157 MMSCFD. Adapun kebutuhan contracted yang sudah ada hanya 20 MMSCFD untuk keperluan listrik. Sedangkan kebutuhan committed mencapai 649,4 MMSCFD dengan perincian, untuk keperluan pupuk dan petrokimia sebesar 451,6 MMSCFD, listrik 98,3 MMSCFD, industri 69 MMSCFD, gas rumah tangga 1,1 MMSCFD, dan ekspor ke luar negeri 29,3 MMSCFD. Ada pula kebutuhan potensial sebesar 126,8 MMSCFD. Kondisi ini menunjukkan pasokan existing memenuhi seluruh kebutuhan contracted dan menyisakan saldo 63,3 MMSCFD. Tambahan pasokan project terhadap pasokan existing memperbesar selisih setelah memenuhi kebutuhan contracted dengan surplus sebesar 137 MMSCFD. Namun, jumlah pasokan existing dan project ini tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan contracted dan committed sehingga terjadi defisit sebesar 512 MMSCFD. Secara keseluruhan, pasokan gas region ini tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan di Region KBT dan menghasilkan defisit sebesar 639 MMSCFD. Neraca Gas Bumi Region Sulawesi Bagian Selatan Total pasokan gas existing dan project Region Sulawesi Bagian Selatan (SBS) pada tahun 2013 tercatat 54,4 MMSCFD. Angka ini mampu memenuhi contracted demand sebanyak 54 MMSCFD dan menyisakan surplus sebanyak 0,4 MMSCFD. Ketiadaan kewajiban meng alokasikan pasokan ke luar region membuat surplus pasokan tetap 0,4 MMSCFD. Tambahan 4 MMSCFD committed demand membuat balance neraca menjadi defisit 3,6 MMSCFD. Pada 2020, terjadi penambahan existing dan project supply serta contracted demand sehingga menjadi 63,1 MMSCFD dan 53 MMSCFD yang menghasilkan surplus neraca sebanyak 10,1 MMSCFD. Ketiadaan kewajiban mengalokasikan pasokan ke luar region membuat defisit pasokan tak berubah. Sementara tambahan committed demand sehingga menjadikan kebutuhan total sebesar 82 MMSCFD membuat balance neraca menjadi defisit 18,9 MMSCFD. Pada tahun 2028, region ini tidak memiliki pasokan existing dan project. Adapun kebutuhan contracted sebanyak 38 MMSCFD dan menjadi defisit dalam jumlah yang sama. Sedangkan tambahan kebutuhan committed yang menjadikan total kebutuhan menjadi 82 MMSCFD seketika menjadi defisit gas dalam jumlah yang sama. Ketiadaan pasokan dari luar region membuat net balance neraca gas tahun 2028 tidak berubah. Berikut penjelasan lebih terperinci ihwal proyeksi neraca gas di Region SBS: a. Jangka Menengah (2014-2018) Pengembangan gas baru dari region Sulawesi bagian Selatan dari KKKS ESSS (Lapangan Neraca Gas Indonesia
81
82
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
MMSCFD
2014
2015
2017
CONTRACT DEMAND
2016
2018
2019
2021
COMMITTED DEMAND
2020
Grafik 3.14 Perkiraan neraca gas Sulawesi Bagian Selatan Sumber: Kementerian ESDM
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
2022
2023
2025 EXISTING SUPPLY
2024
NERACA GAS REGION SULAWESI BAGIAN SELATAN 1 JANUARI 2014
2026
2027
2029 PROJECT SUPPLY
2028
2030
Wasambo) direncanakan berproduksi pada tahun 2014 dan akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik di region setempat, Bali, dan Kupang dengan metode transportasi LNG. Adapun pada akhir periode ini, tahun 2018, pasokan existing sebesar 54,4 MMSCFD. Region ini juga memiliki pasokan project sebesar 39,7 MMSCFD dan tidak memiliki pasokan potential. Sehingga, total pasokan region ini tahun 2018 sebesar 94,1 MMSCFD. Selain itu, region ini juga mempunyai kebutuhan contracted dan committed masing-masing sebesar 53 MMSCFD dan 29 MMSCFD yang digunakan untuk listrik. Sehingga total kebutuhan gas region ini sebesar 82 MMSCFD. Region ini tidak memiliki kebutuhan potential. Dari sini, pasokan existing bisa memenuhi kebutuhan contracted dan menyisakan surplus 1,4 MMSCFD. Penggunaan pasokan project untuk menambah pasokan existing memperbesar surplus gas menjadi 41,1 MMSCFD. Pasokan project dan supply masih bisa memenuhi jumlah kebutuhan contracted dan committed dan menghasilkan surplus sebesar 12,1 MMSCFD. Jumlah surplus ini juga mencerminkan selisih pasokan dan kebutuhan secara keseluruhan. b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potential demand) di region Sulawesi bagian Selatan, diharapkan dapat dipenuhi dari penambahan alokasi gas maupun dari penemuan cadangan gas baru. Namun, hingga kini, proyeksi harapan tersebut pada tahun 2028 sama sekali belum tergambar. Pasokan existing, project, dan potential di region ini tidak ada. Adapun kebutuhan contracted dan committed tahun 2028 masing-masing sebesar 38 MMSCFD dan 44 MMSCFD yang digunakan untuk listrik. Sehingga total kebutuhan region ini sejumlah 82 MMSCFD yang langsung terkonversi menjadi defisit pasokan gas. Neraca Gas Bumi Region Sulawesi Bagian Tengah Total pasokan gas existing dan project Region Sulawesi Bagian Tengah (SBT) pada tahun 2013 tercatat 8,6 MMSCFD. Lantaran belum ada contracted demand, terjadi surplus sebanyak 8,6 MMSCFD. Adanya tambahan committed demand menjadikan total kebutuhan gas mencapai 30 MMSCFD, sehingga terjadi defisit pasokan sebanyak 21,4 MMSCFD. Pada 2020, pasokan existing dan supply membengkak menjadi 377,3 MMSCFD. Begitu pula kebutuhan contracted menjadi 335 MMSCFD. Dengan demikian terjadi surplus 42,3 MMSCFD. Adanya tambahan committed demand menjadikan total kebutuhan gas mencapai 450 MMSCFD, sehingga terjadi defisit pasokan sebesar 72,7 MMSCFD. Pada 2028, Region SBT tidak memiliki pasokan existing dan project serta kebutuhan contracted. Selain itu, terdapat kebutuhan committed sebesar 450 MMSCFD yang kontan menjadi defisit pasokan gas region ini.
Neraca Gas Indonesia
83
84
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
MMSCFD
2014
2016
CONTRACTED DEMAND
2015
2017
JOB PMTomori Sulawesi: Onstream 2015, Rate 300 MMSCFD
2019
2020
COMMITTED DEMAND
2018
Grafik 3.15 Perkiraan neraca gas Sulawesi Bagian Tengah Sumber: SKK Migas
0
25
50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
375
400
425
450
2021
2023 POTENTIAL DEMAND
2022
2024
NERACA GAS REGION SULAWESI BAGIAN TENGAH 1 JANUARI 2014
2026 EXISTING SUPPLY
2025
2027
2029
2030 PROJECT SUPPLY
2028
Mari kita lihat lebih jauh proyeksi neraca gas Region SBT sebagaimana berikut. a. Jangka Menengah (2014-2018) Pengembangan lapangan JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi-Donggi Senoro dan Pertamina EPMatindok akan dimanfaatkan untuk LNG hilir serta kelistrikan di region tersebut dan industri amonia. Target onstream gas direncanakan pada kuartal keempat tahun 2014. Yang pasti, pada akhir periode jangka menengah yaitu tahun 2018, pasokan existing region ini kian mini, hanya 0,7 MMSCFD dan tidak ada pasokan potential. Namun, ada pasokan project sebanyak 377,3 MMSCFD. Dengan demikian, total pasokan region ini sebanyak 378 MMSCFD. Adapun kebutuhan contracted tahun 2018 tetap 335 MMSCFD untuk keperluan industri. Sedangkan kebutuhan committed berjumlah 115 MMSCFD dengan rincian untuk keperluan pupuk dan petrokimia sebesar 55 MMSCFD, listrik 30 MMSCFD, dan industri 30 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan potential sebesar 8 MMSCFD. Sehingga, total kebutuhan region ini tahun 2018 sebanyak 458 MMSCFD. Dengan kondisi ini, hingga jangka menengah berakhir, region ini mengalami defisit pasokan existing dalam upaya memenuhi kebutuhan contracted sebesar 334,3 MMSCFD. Tambahan pasokan dari project pun mengubah status neraca menjadi surplus sebanyak 43 MMSCFD. Namun, secara keseluruhan, terjadi defisit pasokan terhadap total kebutuhan sebesar 80 MMSCFD. b. Jangka Panjang (2019-2030) Untuk memenuhi seluruh kebutuhan gas (contracted, committed dan potential demand) di region Sulawesi bagian Tengah, diharapkan dapat dipenuhi dari penambahan alokasi gas maupun dari penemuan cadangan gas baru. Harapan ini wajar karena pada akhir periode jangka panjang, yaitu tahun 2028, sudah tidak ada pasokan existing, project, dan potential di region ini. Adapun kebutuhan contracted tahun 2028 juga tidak ada. Sedangkan kebutuhan committed berjumlah 458 MMSCFD dengan rincian untuk keperluan pupuk dan petrokimia sebesar 55 MMSCFD, listrik 30 MMSCFD, dan industri 365 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan potential sebesar 8 MMSCFD. Sehingga, total kebutuhan region ini tahun 2028 sebanyak 458 MMSCFD. Dengan kondisi ini, hingga jangka panjang berakhir, terjadi defisit pasokan terhadap total kebutuhan sebesar 80 MMSCFD. Neraca Gas Bumi Region Papua Kekayaan alam kawasan Papua juga tercermin dalam Neraca Gas Bumi Region Papua. Kisah dinikmatinya kekayaan alam ini di luar kawasan Papua, seperti sumber daya alam lain, juga tak berbeda. Pada 2013, region ini menghasilkan pasokan gas sebanyak 1.137,7 MMSCFD dan memiliki kebutuhan contracted 111,5 MMSCFD. Kondisi ini menghasilkan surplus gas secara internal region yang sangat besar, yaitu 1.026,2 MMSCFD. Namun, region ini harus mengalirkan pasokannya ke luar sebesar 775,4 MMSCFD. Dengan demikian, net balance region ini berupa surplus 250,8 MMSCFD. Neraca Gas Indonesia
85
86
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
MMSCFD
2015
2016
CONTRACTED DEMAND
2014
2018
2019
COMMITTED DEMAND
2017
Grafik 3.16 Perkiraan neraca gas Papua Sumber: SKK Migas
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
1900
2000
2021
2022
POTENTIAL DEMAND
2020
NERACA GAS REGION PAPUA 1 JANUARI 2014
2024 EXISTING SUPPLY
2023
2025
2027 PROJECT SUPPLY
2026
2028
2030 POTENTIAL SUPPLY
2029
Tambahan kebutuhan committed menjadikan total demand sebesar 127,5 MMSCFD. Dengan pasokan tetap, maka surplus internal region ini menjadi 1.010,2 MMSCFD. Ternyata, kebutuhan committed di luar region yang membutuhkan gas dari Papua juga bertambah menjadi 949,4 MMSCFD. Alhasil, net balance region ini berupa surplus gas berkurang menjadi 60,8 MMSCFD. Proyeksi lima tahun berselang, yaitu tahun 2018, menunjukkan jumlah pasokan yang semakin besar yaitu 1.763,4 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan contracted menjadi 115 MMSCFD. Kondisi ini menghasilkan surplus gas secara internal region yang semakin besar, yaitu 1.648,4 MMSCFD. Di sini, region ini harus mengalirkan pasokannya ke luar sebesar 668,8 MMSCFD. Dengan demikian, net balance region ini pada tahun 2018 berupa surplus gas sebesar 979,6 MMSCFD. Adanya tambahan kebutuhan committed menjadikan total demand sebesar 316 MMSCFD. Dengan pasokan tetap, maka surplus internal region ini menjadi 1.447,4 MMSCFD. Kebutuhan committed di luar region yang membutuhkan gas dari Papua juga bertambah menjadi 1.051,6 MMSCFD. Alhasil, net balance region ini berupa surplus gas sebesar 395,8 MMSCFD. Potret neraca tahun 2028 menunjukkan adanya penurunan pasokan gas menjadi 1.589 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan contracted sebesar 110 MMSCFD. Kondisi ini menghasilkan surplus gas secara internal region sebanyak 1.479 MMSCFD. Lagi-lagi, region ini harus mengalirkan pasokannya ke luar sebesar 561,8 MMSCFD. Dengan demikian, net balance region ini pada tahun 208 berupa surplus gas sebesar 917,2 MMSCFD. Adanya tambahan kebutuhan committed menjadikan total demand sebesar 316 MMSCFD. Dengan pasokan tetap, maka surplus internal region ini menjadi 1.273 MMSCFD. Kebutuhan committed di luar region yang membutuhkan gas dari Papua juga bertambah menjadi 944,6 MMSCFD. Ini membuat net balance region ini berupa surplus gas sebesar 328,4 MMSCFD. Semewah itukah gambaran neraca gas Region Papua seperti di atas? Berikut penjelasan yang lebih terperinci. a. Jangka Menengah (2014-2018) Adanya cargodiversion yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri, sehingga selama periode tersebut tidak terdapat shortage gas. Untuk pemanfaatan gas di region Papua diperlukan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi untuk memudahkan penyaluran gas di region Papua. Pada akhir jangka menengah, tahun 2018, pasokan existing sebanyak 1.153 MMSCFD dan pasokan project 1 MMSCFD. Ada pula pasokan potential sebanyak 20 MMSCFD. Dengan begini, total pasokan gas di region ini sebesar 1.173 MMSCFD. Sementara kebutuhan contracted region ini sebesar 901 MMSCFD. Perinciannya, untuk peningkatan produk dan pemakaian sendiri di kilang LNG sebanyak 105 MMSCFD, Aliran gas ke region lain dengan FSRU sebanyak 104 MMSCFD dan ekspor 687 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan committed tahun 2018 sebanyak 193 MMSCFD, dengan perincian untuk listrik 16 MMSCFD, industri 3 MMSCFD, gas rumah tangga 1 MMSCFD, dan ekspor ke region lain melalui FSRU sebanyak 174 MMSCFD. Ada juga kebutuhan potential di region ini sebesar 35 MMSCFD. Neraca Gas Indonesia
87
Dengan demikian, total kebutuhan region ini tahun 2014 sebanyak 1.129 MMSCFD. Dari sini, pasokan existing bisa mencukupi kebutuhan contracted dan menorehkan sur plus gas sebesar 252 MMSCFD. Tambahan pasokan project terhadap pasokan existing dalam memenuhi kebutuhan contracted membuat surplus gas menjadi 253 MMSCFD. Adapun selisih pasokan terhadap kebutuhan secara keseluruhan berupa surplus gas 44 MMSCFD. b. Jangka Panjang (2019-2030) Sesuai dengan surat Menteri ESDM Nomor 8115/10/MEM.M/2012 tanggal 23 November 2012 perihal Persetujuan Alokasi Gas Tangguh Pembangunan train III Tangguh disyaratkan untuk memenuhi kebutuhan gas industri Pupuk di Papua yang direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2019, bersamaan dengan mulai berpoduksinya train III LNG. Pada tahun 2028, pasokan existing sebanyak 1.102 MMSCFD dan pasokan project 487 MMSCFD. Ada pula pasokan potential sebanyak 12 MMSCFD. Dengan begini, total pasokan gas di region ini sebesar 1.601 MMSCFD. Sementara kebutuhan contracted region ini sebesar 672 MMSCFD. Perinciannya, untuk peningkatan produk dan pemakaian sendiri di kilang LNG sebanyak 110 MMSCFD dan ekspor 562 MMSCFD. Sedangkan kebutuhan committed tahun 2028 sebanyak 589 MMSCFD, dengan perincian untuk pupuk dan petrokimia 182 MMSCFD, listrik 21 MMSCFD, industri 3 MMSCFD, gas rumah tangga 1 MMSCFD, dan ekspor ke region lain melalui FSRU sebanyak 383 MMSCFD. Ada juga kebutuhan potential di region ini sebesar 233 MMSCFD. Dengan demikian, total kebutuhan region ini tahun 2014 sebanyak 1.494 MMSCFD. Dari sini, pasokan existing bisa mencukupi kebutuhan contracted dan menorehkan surplus gas sebesar 430 MMSCFD. Tambahan pasokan project terhadap pasokan existing dalam memenuhi kebutuhan contracted membuat surplus gas menjadi 917 MMSCFD. Adapun selisih pasokan terhadap kebutuhan secara keseluruhan berupa surplus gas 107 MMSCFD. Neraca Gas Bumi Region Maluku Pada 2013, region ini belum mempunyai pasokan dan kebutuhan, begitu pula keharusan mengalirkan gas ke luar region atau mendapat aliran dari kawasan lain. Baru pada tahun 2018 dan 2028 terdapat pasokan sebesar 400 MMSCFD. Pada dua periode waktu tersebut juga belum terlihat adanya demand terhadap pasokan gas. Dengan demikian net balance region ini adalah 400 MMSCFD. Potret serupa juga terjadi bila kita memasukkan kebutuhan committed dalam neraca. Pada tiga periode waktu tersebut, region ini juga belum memiliki kebutuhan sama sekali. Alhasil, net balance neraca region ini juga 400 MMSCFD. Jangka pendek (2013), menengah (2014-2018) dan panjang (2019-2028) Saat ini belum ada demand gas di region Maluku bagian Selatan (Masela), project supply berasal dari rencana pengembangan Blok Masela yang ditargetkan on stream pada tahun 2016 sebesar 400 MMSCFD. Rencana pemanfaatan gas bumi Blok Masela untuk LNG skema Hulu.
88
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Neraca Gas Indonesia
89
2014
2015
2016
2017
2018
Grafik 3.17 Perkiraan neraca gas Maluku Sumber: Kementerian ESDM
0
25
50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
2019
2021
2022
LNG Domestik (committed)
2020
2024 PROJECT SUPPLY
2023
NERACA GAS REGION MASELA 1 JANUARI 2014
2025
2026
2027
2028
2029
2030
BAB IV Roadmap Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi
Pengantar
Gas bumi merupakan sumber daya alam strategis. Karena itulah, gas bumi dikuasai negara dan pengusahaannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri menyebutkan bahwa gas bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan sehingga perlu diatur pemanfaatannya secara berkesinambungan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berorientasi pada asas kemanfaatan. Implementasi kebijakan tersebut ditujukan untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional. Ketahanan energi dan kemandirian energi mempunyai pengertian yang beragam sesuai kepentingan suatu negara. Kemandirian energi adalah kemampuan negara dan bangsa untuk memanfaatkan keaneka ragaman energi dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat. Kedaulatan energi adalah hak negara dan bangsa untuk secara mandiri menentukan kebijakan pengelolaan energi untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi Secara umum, ketahanan energi dipahami sebagai suatu kondisi di mana kebutuhan ma syarakat luas akan energi dapat dipenuhi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip ke tersediaan (availability), keterjangkauan (harga) (affordability), kemudahan akses (accessibility), keberlanjutan (sustainability), dan kesederhanaan (simplicity). Kelima parameter tersebut me rupakan aspek dasar atau aspek makro yang harus terpenuhi guna menjaga ketahanan energi secara baik. Lima aspek itu pula yang menjadi cita-cita ideal dalam pengelolaan dan pengusahaan gas bumi. Artinya, kebijakan tata kelola gas bumi harus dirumuskan dan diimplementasikan sebagai perwujudan ketahanan dan kemandirian energi di Indonesia. Tata kelola gas bumi juga mesti mempertimbangkan lima aspek dalam ketahanan energi. Secara garis besar, kelima aspek yang menjadi pertimbangan pengelolaan gas itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Availability Aspek ini menunjukkan ketersediaan gas. Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat availability antara lain potensi gas, rasio cadangan, dan pasokan gas yang terdiri dari pasokan gas existing, pasokan gas project, dan pasokan gas potensial.
92
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
2. Accessibility Apek ini menunjukkan kemudahan akses dari sumber gas ke pengguna gas. Pasokan gas yang telah dieksplorasi dan dieksploitasi harus bisa mencapai lokasi pengguna melalui infrastruktur penyaluran yang ada. 3. Affordability Aspek ini menunjukkan keterjangkauan harga gas baik dari sisi konsumen maupun pro dusen. Di sisi konsumen, keterjangkauan harga berarti kemampuan konsumen membayar harga gas dengan harga keekonomiannya. Sementara di sisi produsen, keterjangkauan harga berarti kelayakan harga yang diperoleh produsen untuk mengkaver biaya pengusahaan gas secara wajar dan menguntungkan. 4. Sustainability Aspek ini menunjukkan keberlanjutan ketersediaan dan pasokan gas sebagai energi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam jangka panjang tanpa harus mengorbankan kepentingan generasi mendatang. Indikator yang digunakan untuk mengukur aspek ini antara lain pengelolaan energi terkait dengan lingkungan dan konservasi energi. 5. Simplicity Aspek ini menunjukkan kesederhanaan dalam tata kelola gas bumi. Kebijakan dan aturan terkait pengusahaan dan pengelolaan gas bumi harus bisa diimplementasikan secara simpel seperti kemudahan dalam izin pengusahaan. Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2010 menyatakan bahwa kebijakan peman faatan gas bumi adalah dengan mempertimbangkan kepentingan umum, kepentingan negara, kebijakan energi nasional, cadangan dan peluang pasar gas bumi, infrastruktur yang tersedia maupun yang dalam perencanaan, keekonomian lapangan dari cadangan migas yang akan dialokasikan. Karena itu, dengan mengacu lima aspek yang menjadi cita-cita ideal dalam tata kelola gas bumi, jelas bahwa pertimbangan dalam kebijakan tata kelola gas bumi bukan sekadar terpaku pada ketersediaan pasokan semata. Pengembangan dan pengusahaan gas bumi juga mesti mempertimbangkan empat aspek lainnya yakni aksesibilitas, keterjangkauan harga, sustanibilitas, dan kesederhanaan. Sebagaimana telah disinggung di dalam Bab I, Neraca Gas Indonesia yang telah dirilis Kementerian ESDM sejak 2007 lalu dan setiap tahun diperbarui menunjukkan bahwa lokasi pasokan gas bumi dan lokasi pusat kebutuhan gas bumi sangat tersebar dengan tingkat cadangan atau kebutuhan yang berbeda-beda. Region seperti Sumatera bagian Utara, Sumatera bagian Selatan dan Tengah, Jawa bagian Barat, Jawa bagian Tengah, dan Jawa bagian Timur, memiliki tingkat kebutuhan yang besar yang melebihi ketersediaan pasokannya. Di beberapa region tersebut, suplai eksisting belum bisa memenuhi 100% permintaan konsumen yang telah meneken kontrak (contracted demand). Namun, hal sebaliknya terjadi di beberapa region seperti Papua dan Maluku bagian Selatan. Di dua region tersebut, permintaan gas Roadmap Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi
93
bumi masih minim sementara ketersediaan pasokan gas cukup besar. Ketidakseimbangan supply and demand tersebut tidak semata-mata terjadi lantaran aspek ketersediaan. Artinya, tidak tercukupinya kebutuhan gas bumi di suatu region bukan melulu lantaran kurangnya pasokan. Namun, ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan bisa terjadi lantaran aspek aksesibilitas. Sebab, kekurangan pasokan gas bumi di region tertentu sebetulnya bisa dipenuhi oleh region lain yang mengalami surplus pasokan. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan jika aspek aksesibilitas tidak terpenuhi. Lantaran infrastruktur penyaluran gas bumi yang terbatas, kebutuhan pasar gas bumi di region yang mengalami defisit pasokan tidak bisa dipenuhi oleh region lain yang mengalami surplus pasokan. Indonesia menghadapi tantangan geografis dalam pemanfaatan gas bumi. Lapangan gas bumi yang sedang dalam tahap pengembangan maupun yang sudah kontrak tersebar di berbagai region. Tak sedikit lapangan gas bumi terletak di lokasi yang jauh dari pasar atau pengguna. Beberapa lapangan gas besar seperti Tangguh di Papua, lapangan Jangkrik di lepas pantai Kalimantan, lapangan Masela di perbatasan selatan laut Timor, dan lapangan Natuna D Alfa di sekitar perairan Laut Tiongkok Selatan jelas merupakan lapangan gas bumi yang menjanjikan. Namun, ketersediaan infrastruktur untuk pasokan gas dari hulu ke konsumen akhir masih belum memadai memadaisehingga perlu dipersiapkan. Harus diakui, infrastruktur gas di Indonesia masih sangat minim. Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) mencatat, dibandingkan negara lain, infrastruktur gas di Indonesia tergolong miskin. Indeks panjang jaringan gas bumi di Indonesia hanya tercatat 6,4 km/m2. Indeks ini merupakan perbandingan antara panjang pipa gas dengan luas area. Sementara, indeks infrastruktur gas Thailand dan Malaysia masing-masing sebesar 11 km/ m2 dan 19 km/m2. Dibandingkan negara lain, panjang pipa transmisi dan distribusi gas Indonesa terbilang pendek. Turki, misalnya, pada tahun 2008 memiliki jaringan pipa transmisi dan distribusi gas sepanjang 11.094 km. Padahal, pada tahun 2002, Turki hanya memiliki jaringan pipa gas sepanjang 4.410 km. Di Indonesia, pengembangan infrastruktur pipa gas tampaknya berjalan lambat. Pada tahun 2012, jumlah jaringan pipa transmisi dan distribusi gas nasional baru mencapai 8.000 km. Jumlah tersebut hanya bertambah 200 km dibandingkan dengan panjang pipa pada tahun 2010 sepanjang 7.800 km. Karena itu, percepatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur gas di Indonesia sudah sangat mendesak demi pemerataan dan pemenuhan pasokan gas di seluruh wilayah Indonesia.
Kategorisasi Infrastuktur
Infrastuktur gas terdiri dari beberapa kategori. Berikut kategorisasi infrastruktur gas termasuk sarana maupun prasarana beserta penjelasan secara ringkas. Jaringan Pipa (pipeline) Pipa gas (pipeline) merupakan perangkat transportasi untuk mengangkut dan menya lurkan gas dari sumber gas ke pengguna. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor
94
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Gambar 4.1: Jaringan pipa gas
2700 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional Tahun 2012-2025, jaringan pipa dibagi dalam beberapa kategori: a. Open Access Jaringan pipa open acces merupakan ruas transmisi atau wilayah jaringan distribusi gas bumi yang ditetapkan dengan mempertimbangkan sumber gas berdasarkan rencana pembangunan pemerintah dan/atau usulan badan pengatur dan/atau usulan badan usaha dalam kerangka kegiatan usaha pengangkutan gas bumi. Pembangunan dan pengoperasian jaringan pipa open acces dilaksanakan badan usaha melalui mekanisme lelang yang digelar badan pengatur. b. Dedicated Hulu Jaringan pipa dedicated hulu merupakan ruas transmisi dan atau ruas distribusi gas bumi yang ditetapkan dengan mempertimbangkan sumber gas bumi dan keperluan operasi lapangan sebagai fasilitas pengangkutan gas bumi dalam kerangka kegiatan usaha hulu. c. Dedicated Hilir Jaringan pipa dedicated hilir merupakan ruas transmisi dan/atau ruas distribusi gas bumi yang ditetapkan dengan mempertimbangkan pasokan gas bumi dan kondisi infrastruktur dalam kerangka kegiatan usaha niaga gas bumi. Pengusulan, pembangunan dan pengoperasian jaringan pipa dedicated hulur dilakukan oleh badan usaha sebagai kelanjutan kegiatan usaha niaga untuk keperluan mengangkut gas milik sendiri ke konsumen akhir tertentu. d. Kepentingan Sendiri Jaringan pipa kategori Kepentingan Sendiri merupakan ruas transmisi dan atau ruas distribusi gas bumi yang ditetapkan dengan mempertimbangkan pasokan gas bumi dan ketersediaan Infrastruktur. Pengusulan, pembangunan, dan pengoperasian jaringan pipa untuk kepentingan sendiri dilakukan oleh konsumen gas bumi dalam rangka menyalurkan gas bumi untuk kepentingan konsumen tersebut. Roadmap Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi
95
Gambar 4.2: Salah satu kilang besar untuk mencairkan dan menyimpan gas alam dengan kapasitas di atas 50 mmscfd Sumber: Darwin LNG
Kilang Pengolahan LNG dan Regasifikasi (Gas Bumi Cair) Kilang likuifaksi (liquefaction) digunakan sebagai tempat memproses gas alam menjadi gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG). Kilang likuifaksi ini merupakan bagian dari moda transportasi LNG. Tujuan pencairan gas alam supaya dapat disimpan dan diangkut ke pengguna. Moda transportasi LNG diterapkan apabila penyaluran gas bumi dengan jaringan pipa tidak dapat dilakukan karena tidak memenuhi aspek keekonomian. Ada beberapa jenis kilang pencairan gas alam menurut kapasitasnya: a. Kilang besar (large plant) Kilang ini berfungsi untuk mencairkan dan menyimpan gas alam dengan kapasitas di atas 50 juta standar kaki kubik per hari atau million standard cubic feet per day (mmscfd). b. Kilang mini (mini plant) Kilang ini berfungsi untuk mencairkan dan menyimpan gas alam dengan kapasitas di bawah 50 mmscfd. c. Mikro LNG plant Kilang mikro berfungsi untuk mencairkan dan menyimpan gas alam dengan kapasitas di bawah 5 MMSCFD. Terminal Regasifikasi Regasifikasi (regasification) merupakan kebalikan dari proses likuifaksi. Terminal regasifikasi berfungsi untuk mengubah kembali gas alam cair menjadi gas. Menurut lokasinya, ada dua jenis terminal regasifikasi.
96
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
a. Floating Storage Unit (FSU) dan Floating Storage Regassification Unit (FSRU) FSRU atau unit penyimpanan dan regasifikasi terapung merupakan struktur terapung yang dibangung di lepas pantai. Unt ini berfungi untuk menerima, menyimpan, dan memproses kembali gas cair menjadi gas dan menyalurkannya ke terminal di darat melalui pipa bawah laut. Sementara, FSU hanya berfungsi sebagai unit penyimpanan gas yang juga berada di lepas pantai. b. Land based storage and regassification Unit regasifikasi di darat ini merupakan struktur yang dibangun di daratan yang juga berfungsi untuk menerima, menyimpan, dan memproses gas cair menjadi gas dan menyalurkannya ke terminal-terminal. CNG Plant and Storage Storage compressed natural gas (CNG) plant merupakan unit yang berfungsi untuk penyimpanan sekaligus transportasi CNG ke industri atau pembangkit listrik. Unit ini bisa dibangun di laut maupun di darat. Gambar 4.3 CNG plant Jakabaring 2 Sumber: PLN
Gambar 4.4 FSRU Jawa Barat Sumber: www.nusantararegas.com
Roadmap Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi
97
Jargas Rumah Tangga Jargas rumah tangga merupakan jaringan gas bumi yang ditetapkan dengan mempertimbangkan pasokan gas bumi dan kebutuhan konsumen rumah tangga dan/ atau pelanggan kecil berdasarkan rencana pembangunan pemerintah atau badan usaha. Jaringan gas rumah tangga dibangun dalam rangka diversifikasi dan konservasi energi.
Gambar 4.5 Salah satu jaringan gas rumah tangga Sumber: Abdul Malik MSN
SPBG Stasiun pengisian bahan bahar gas (SPBG) merupakan stasiun tempat pengisian bahan bakar untuk kendaraan yang menggunakan produk bahan bakar gas baik CNG maupun LNG. LNG Station LNG Station merupakan fasilitas yang menghubungkan penyaluran LNG dari terminal penerima utama ke sarana transportasi gas seperti truk, kapal, ataupun kereta. Dalam sebuah stasiun LNG biasanya terdapat tangki penyimpanan, alat penguap, dan alat pengontrol kalori.
Gambar 4.7 Contoh LNG Station Sumber: Gasnor
98
Gambar 4.6 Aktivitas pengisian bahan bakar gas di salah satu SPBG di Jakarta
Gambar 4.8 Proses penyaluran gas dari LNG Station ke kapal
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030
Sarana Transportasi Gas a. Kapal Pembawa LNG Distribusi LNG antar pulau ataupun transportasi LNG dari terminal FSRU ke darat bisa dilakukan menggunakan kapal pembawa LNG baik berukuran besar ataupun kecil. Kapal berukuran kecil dengan draft rendah maksimal 4,5 meter bisa mendistribusikan LNG hingga kapasitas 170 mmscfd. Sementara, distribusi LNG dengan kapasitas hingga 80 mmscfd bisa menggunakan kapal tongkang. Keuntungan penggunaan kapal tongkang adalah belanja modal yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan kapal LNG konvensional. Untuk kapasitas kecil hingga 1 mmscfd, distribusi LNG bisa juga menggunakan kapal kontainer. Kelebihan penggunaan kapal kontainer adalah tidak perlunya modifikasi kapal. Kargo LNG juga bisa dipindahkan menggunakan crane atau trailer. b. Truk Pengangkut LNG Untuk distribusi di darat, pengang kutan dan penyaluran LNG bisa dila kukan menggunakan truk yang didesain khusus untuk membawa kontainer LNG. Pertamina bersama ketiga anak perusahaannya - Pertagas, Badak NGL, dan Nusantara Regas – pada akhir tahun 2013 sudah melakukan uji coba pengangkutan LNG menggunakan truk untuk memenuhi kebutuhan gas kendaraan pertambangan di Bontang, Kalimantan Timur.
Gambar 4.8 Truk pembawa LNG
c. Kereta Api Pembawa LNG Selain menggunakan truk, LNG juga bisa didistribusikan menggunakan kereta api pembawa LNG. Pengangkutan LNG menggunakan jalur kereta api tentu lebih cepat lantaran tidak mengalami kendala di perjalanan seperti kemacetan. Namun, distribusi menggunakan kereta hanya bisa dilakukan di daerah yang memiliki jalur kereta.
Gambar 4.9 Kereta pembawa LNG
Roadmap Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi
99
Gambar 4.10 Pengembangan infrastruktur gas bumi Sumber: GE
Sistem Transportasi Gas Bumi Saat ini, infrastruktur gas bumi Indonesia masih perlu banyak pengembangan khususnya di wilayah tengah dan timur Indonesia. Infrastruktur gas bumi Wilayah barat Indonesia saat ini didominasi oleh jaringan pipa yang di masa depan akan menyambungkan tiga pulau besar yakni pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Walaupun infrastruktur gas bumi saat ini masih berada pada developing phase, yakni masih pada skema point to point, ke depannya Indonesia akan mengembangkan infrastruktur gas bumi ke dalam growth phase di mana skema pada phase ini adalah hub and spoke. Di masa depan, seiring berkembangnya negeri ini, phase yang terakhir adalah mature phase di mana skema yang diambil adalah multiple networks. Untuk wilayah timur Indonesia, pengembangan infrastruktur gas bumi masih sangat sulit karena kontur geografis yang tidak memungkinkan untuk dibangun jaringan pipa gas bumi, sehingga saat ini wilayah timur Indonesia masih dikuasai oleh energi yang berasal dari minyak bumi. Jika dikembangkan metode lain, yakni metode virtual pipeline, maka wilayah timur Indonesia bakal semakin maju. Potensi anchor buyer di wilayah timur sangat besar seperti yang ditunjukkan oleh gambar.
100
Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030