DARI REDAKSI
P
esta demokrasi lima tahunan yang akan digelar 9 April 2009 sudah di depan mata. Pemilu yang ketiga kalinya di era reformasi demokrasi nanti diharapkan akan membawa bangsa Indonesia makin maju dan sejahtera. Namun benarkah Pemilu mendatang akan makin meningkat kualitasnya? Parlementaria edisi 68 kali menyoroti persiapan pesta demokrasi tersebut, sebab sesuatu yang direncanakan dengan lebih cermat, hati-hati dan teliti akan menghasilkan suatu yang lebih baik ketimbang persiapan yang kurang matang. Komisi Pemilihan Umum sebagai institusi yang paling bertanggungjawab atas penyelenggaraan Pemilu dinilai masih belum on fire dan terkesan lamban. Dari soal peraturan KPU sebagai tindak lanjut undang-undang Pemilu yang belum kelar hingga lambannya sosialisasi. Beberapa tahapan Pemilu sudah diatur jadwalnya secara ketat sehingga bila ada keterlambatan satu tahapan saja dampaknya bisa berdampak ke tahapan berikutnya dan bermuara pada buruknya kualitas Pemilu dan kurang
kredibelnya wakil-wakil rakyat di parlemen yang dihasilkan. Menyikapi kondisi itu Komisi II DPR meminta KPU segera memanaskan mesin pelaksana di daerah-daerah sehingga tidak ada lagi keterlambatan. DPR terus mendorong kualitas Pemilu makin lama makin meningkat yang didukung sebagian besar partisipasi masyarakat. Di bidang legislasi, diturunkan laporan terakhir RUU Pornografi, RUU Pariwisata, Revisi UU MA dan RUU Pengadilan Tipikor. Di bidang pengawasan, diturunkan soal anggaran DPR sedang pengawasan menyoroti soal Kontrak Karya Gas Tangguh dan revisi UU Migas. Masih berkaitan dengan Pemilu, Parlementaria juga menurunkan tulisan mengenai wajah DPR 2009. Meski kinerjanya banyak dikritik tetapi berbagai kalangan baik artis, cendekiawan, para pengamat ternyata tertarik untuk menjalani karir barunya sebagai politikus di Senayan. Bahkan hampir sebagian parpol memasang artis selebritis sebagai caleg nomor jadi. Selamat datang untuk berkiprah di Senayan.
PENGAWAS UMUM PIMPINAN DPR PENANGGUNG JAWAB/KETUA PENGARAH Hj. Dra. Nining Indra Saleh, MSi (Sekjen DPR RI) PIMPINAN PELAKSANA Drs. Riado Simanjuntak (Kepala Biro Humas & Hukum) PIMPINAN REDAKSI Drs. Suratna, MSi (Kabag. Pemberitaan & Penerbitan) WK. PIMPINAN REDAKSI Dra. Etmita Ardem, MSi., Drs. Adriansyah, MM. ANGGOTA REDAKSI Dra. Trihastuti, Nita Juwita, S.Sos Zulfiar Rahman, S.Sos., Mastur Prantono, Sugeng Irianto, S.Sos Bayu Setiadi, S.IP Suwarni, SE Dian Arivani, SE, Iwan FOTOGRAFER Eka Hindra, Agung Sulistiono, S.H. Mu’amil Rokhily, S.Sos SIRKULASI M. Yasan DISAIN GRAFIS & ARTISTIK Spora ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA BAGIAN PEMBERITAAN DPR-RI Lt. II Gedung Nusantara III DPR-RI JI. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta Telp. (021) 571 5348, 571 5586, 571 5350 Fax. (021) 571 5341 e-mail:
[email protected] www.dpr.go.id/berita PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 67 68
1
A S P I R A S I Pungutan Liar Berupa Biaya Adm Bank Bukopin dan PT. PLN APJ Tasikmalaya Kepada Yth. Bapak Ketua DPR RI Gedung DPR RI Dengan Hormat, Kami selaku anggota dari LSM bidang Perlindungan Konsumen menyampaikan kepada DPR-RI terkait dengan pengaduan mengenai kebijakan PT. PLN APJ Tasikmalaya dalam menerapkan sistem "on line" untuk pembayaran rekening listrik di wilayah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya. Menurut kami setiap konsumen dibebani biaya administrasi sebear Rp.1.600 dan tanpa ada perincian atau penjelasan dari pihak PT PLN APJ Tasikmalaya. Struk pembayaran rekening listrik diedarkan di tiap-tiap KUD dalam wilayah kota atau kabupaten Tasikmalaya, dengan berlogo Bank Bukopin. Selain itu sebagai bukti tidak adanya transparansi dari PT PLN adalah konsumen masih dibebani dengan Pajak Penerangan Jalan sebesar 3% dari pemakaian listrik. Hormat Kami, Sulaeman HR, LSM Perlindungan Konsumen Rajawali Jl. Cilembang No.110, Tasikmalaya Tanggapan DPR-RI Apa yang disampaikan oleh pelapor adalah mengenai PT PLN APJ Tasikmalaya yang mengenakan pungutan biaya Administrasi melalui Bnak Bukopin sebesar Rp. 1600,- dan konsumen dikenakan Pajak Penerangan Jalan sebesar 3% dari pemakaian listrik. Permasalahan yang disampaikan oleh pelapor sebenarnya telah disampaikan pula kepada BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) dan BPKN telah memberikan sejumlah rekomendasi antara lain mengenai kebijakan PT. PLN dalam menerapkan pungutan sistem "on line", maka disarankan kepada pihak konsumen untuk segera menghubungi PT PLN guna mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai penghitungan beban biaya administrasi yang masih dikenakan kepada konsumen, karena sebenarnya dengan adanya pungutan sistem on-line adalah memberikan manfaat kemudahan bagi setiap konsumen dimanapun dimanapun konsumen berada. Saran BPKN yang lain adalah pihak konsumen dapat melakukan pembicaraan kembali dengan pihak PLN karena diharapkan pihak PT PLN membicarakan dan mengevaluasi kembali dengan pihak Bank mengenai beban biaya administrasi pembayaran listrik sistem on-line ini PT PLN telah mengeluarkan biaya kepada pihak Bank sebesar 4%, namun, pihak bank tetap menarik
2
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
biaya tanbahan biaya (administrasi) kepada konsumen. Selanjutnya saran dari pihak DPR RI adalah apabila konsumen masih mempersoalkan mengenai jasa perbankan lain selain Bank Bukopin yang dapat mengenakan gratis terhadap tagihan listrik, maka hal tersebut adalah dimungkinkan karena hal tersebut termasuk salah satu kebijakan di bidang layanan perbankan yang diatur oleh masing-masing ketentuan internal perbankan. Berdasarkan berkas-berkas yang disampaikan oleh pelapor kepada DPR RI sebenarnya dapat dilihat behwa kebijakan PT PLN menerapkan sistem pungutan secara on-line adalah bersifat tidak memaksa, artinya konsumen masih dapat melakukan alternatif pilihan lain yaitu dengan cara membayar di cabang-cabang PT PLN di wilayah tempat tinggal konsumen. Kemudian dengan pengenaan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) sebesar 3% dari jumlah pemakaian listrik yang tidak pernah dicantunkan dalam struk pembayaran, maka mengenai pengenaan PPJ tersebut merupakan otoritas dari pemerintah daerah setempat yang diatur oleh Perda dan dalam pelaksanaannya masalah PPJ ini tidak dikelola oleh PT PLN melainkan oleh pemda masing-masing, apabila pelapor ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut, maka disarankan untuk menghubungi Pemda Kabupaten Tasikmalaya dalam hal ini yang mengelola adalah Dinas Pendapatan Daerah. Berdasarkan Pasal 164 ayat (1) TataTertib DPR RI yang intinya DPR RI menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, maka menyampaikan permasalahan tersebut kepada komisi VII DPR RI yang membidangi masalah Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bahan masukan. Pelayanan Kesehatan Askes Kepada Yth. Bapak Ketua DPR RI Gedung DPR RI Dengan Hormat, Kami mengucapkan terima kasih atas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah terhadap Pegawai negeri Sipil melalui penggunaan fasilitas Kartu Asuransi Kesehatan (Askes). Namun merasa kecewa terhadap pelayanan rumah sakit/apotik pelengkap yang meminta uang jaminan terlebih dahulu kepada pasien sebelum menjalani rawat inap. Walaupun sebagian uang jaminan tersebut dikembalikan (apabila perhitungan biaya rumah sakit lebih kecil dari uang jaminan), tetapi bagi kami yang hanya seorang PNS, hal tersebut merupakan beban, karena uang jaminan diperoleh dari dana pinjaman di beberapa tempat. Menurut kami selain itu terdapat kesenjangan pemegang kartu Askes PNS dengan pemegang kartu Askes miskin, dimana pemegang Kartu Askes
Miskin mendapat sarana dan fasilitas yang lebih baik dari pemegang Kartu Askes PNS. Berkaitan dengan hal tersebut, kami mohon kepada DPR RI agar lebih dapat mempermudah pelayanan kesehatan bagi peserta kartu Askes PNS bagi sarana maupun fasilitasnya. Adri S. Sumito, Jl. K.S. Tubun No.21 Sinindingan Komp. Kantor Bupati Bolaang Mongondow Kotamobagu, Sumatera Utara Tanggapan DPR-RI Pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas kepada masyarakat adalah salah satu program Pemerintah dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010. PT.Askes sesuai Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJN) ditunjuk sebagai Badan Penyelenggara Asuransi Kesehatan, tidak hanya mempunyai kewajiban untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai standar pelayanan kesehatan yang berlaku, namun juga mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi para pesertanya. PNS adalah salah satu peserta asuransi kesehatan dari PT.Askes. berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran Pemerintah dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan Bagi PNS, iurannya langsung dipotong 2% dari penghasilan PNS, sehingga sarana dan fasilitas yang didapat pesertaPT.AskesberdasarkankepadagolonganPNS. Selain itu, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1330/1005, PT. Askes mendapat tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan secara cumacumabagisekitar60jutajiwapendudukmiskinyang berobat ke puskesmas dan rumah sakit. Pemberian pelayanan kesehatan bagi warga miskin tersebut juga merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Adanya permintaan uang jaminan sebelum pasien dirawat inap, tergantung dari kebijakan masing-masing rumah sakit, namun kebijakan ini terpaksa ditetapkan oleh rumah sakit karena banyak kasus dimana pasien tidak membayar biaya pelayanan rumah sakit. Saat ini Komisi IX DPR RI telah mengagendakanRUUtentangPerumahsakitandan RUU tentang Perlindungan Pasien dalam Prolegnas Tahun 2008. Dengan adanya kedua UU ini, diharapkan tidak ada rumah sakit yang menolak pasien karena tidak mampu menyediakan uang jaminan. Surat pelapor dapat dimaknai sebagai penyampaian aspirasi, maka aspirasi pelapor akan disampaikan kepada Komisi IX DPR RI sebagai bahan masukan dalam Rapat Kerja dengan Pemerintah/ instansi yang terkait. Sumber : Bagian Pengaduan Masyarakat Sekretariat Jenderal DPR RI
POJOK PARLE
terlalu semangat
T
anggal 29 Agustus 2008 yang lalu anggota DPR/MPR RI memperingati hari jadinya yang ke 63. Seperti biasanya acara pagi itu dimulai dengan Rapat Paripurna mendengarkan pidato Ketua DPR RI H. Agung Laksono yang dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng dan acara ramah tamah. Sebelum pidato Ketua DPR RI, acara dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Tidak seperti biasanya jika tahun-tahun sebelumnya seluruh anggota tidak menyanyikan secara bersama-sama, tapi untuk tahun ini seluruh anggota diminta berdiri untuk bersamasama menyanyikan lagu kebangsaan tersebut. Saat itu yang ditunjuk untuk memimpin lagu tersebut adalah anggota dari Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan, Elviana. Elviana yang juga anggota Komisi IV itu pun menuju ke podium untuk bersiap-siap memimpin lagu tersebut. Setelah di depan podium, maka ia pun memberi aba-aba dengan tangannya sambil mengatakan pada hitungan ke empat di mulai. Ketika dia sedang mengambil suara, dan belum ada abaaba untuk memulai lagu, terdengar dari deretan tempat duduk di belakang beberapa anggota yang sudah mulai menyanyikan lagi itu dengan suara keras dan bersemangat. Anggota yang berada di depan pun terheran-heran sambil menengok semua ke belakang. Tapi ternyata arti tengokan teman-temannya yang berada di depan itu tidak dimengerti para anggota yang sedang menyanyikan lagu
tersebut dengan gagahnya. Melihat situasi seperti itu Elviana pun terhenyak seketika, kebingungan, bagaimana caranya menghentikan anggota yang sudah terlanjur menyanyikan lagu tersebut. Maka, melihat situasi seperti itu, serentak anggota yang berada didepan memberikan aba-aba stop.....stop, sambil ada yang sedikit berteriak belum........... belum mulai. Akhirnya, situasi pun dapat terkendali, anggota tersebut serentak berhenti bernyanyi. Barulah Elviana dapat memimpin lagu tersebut yang dapat diikuti bersama-sama oleh anggota tersebut. Melihat kejadian itu beberapa wartawan yang berkumpul di ruang sidang itu secara spontan berkata : Wah..... wah ...... anggota ini bagaimana, mentang-mentang masing-masing punya hak bicara, sampai-sampai menyanyikan lagu kebangsaan saja mau mulai sendirisendiri. Wartawan yang lainnya menimpali :” iya ini kan bagian dari proses demokrasi, masing-masing orang harus menghargai pembicaraan orang lain,”jawabnya. “Kamu ini gimana sih, ini kan nggak ada hubungannya dengan demokrasi, tapi menyanyikan lagu kebangsaan secara serentak dan khidmat,” sambung temannya lagi. “Oh iya....ya, kirain semuanya bisa dihubunghubungkan, habis biasanya suka begitu sih,” jawabnya lagi terkekeh-kekeh sambil pergi mencari posisi duduk yang dirasa paling tepat untuk melihat jalannya sidang paripurna. (tt)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
3
LAPORAN UTAMA
Pemilihan Umum 2009 yang akan berlangsung tahun depan, merupakan Pemilu ke tiga setelah bangsa kita masuk masa demokrasi reformasi, yang pertama tahun 1999, dan yang ke dua tahun 2004. Dua kali Pemilhan Umum sejak demokrasi reformasi itu dinilai banyak kalangan berlangsung cukup baik, aman dan tertib, walaupun pelaksaannya juga masih diwarnai beberapa persoalan. Harapan seluruh bangsa Indonesia Pemilu tahun 2009 ini bisa berlangsung lebih baik dari dua Pemilu sebelumnya.
4
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Kekhawatiran Bayangi
H
ari pemungutan suara yang akan dilangsungkan tanggal 9 April 2008 atau tepatnya enam bulan lagi sudah diambang mata. Berbagai kalangan mengatakan, banyak persoalan yang dihadapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait dengan persiapan Pemilu. Mulai dari molornya jadwal yang telah ditetapkan, sehingga tahapan Pemilu berjalan tidak tepat waktu. Seperti pengumuman penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) tanggal 27 September 2008, namun karena bersamaan dengan libur panjang memperingati Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H jadual yang telah ditetapkan tersebut terpaksa ditunda. Akibat penundaan ini, maka berbagai media massa mengkritisi
secara besar-besaran yang mengatakan kinerja KPU lamban. Dengan keterlambatan ini, KPU dinilai melanggar Undang-Undang. Atas pemberitaan ini, Ketua KPU H.A. Hafiz Anshary, AZ dengan berbesar hati mengakui keterlambatan itu, dan itulah realitas yang harus dihadapi KPU. Namun bila dilihat dari sudut persiapan, menurutnya, porosporos penjadualan masih bisa dipegang KPU. Itu baru dilihat dari penjadualan, persoalan data pemilih masih menjadi bahan perdebatan. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 6 September lalu mengajak seluruh rakyat Indonesia terutama mereka yang mempunyai hak pilih pada Pemilu 2009 untuk memastikan bahwa namanya terdaftar di Daftar Pemilih Sementara
LAPORAN UTAMA
Pemilu 2009 (DPS). Presiden menghimbau agar masyarakat mengecek di kantor-kantor desa/kelurahan, apakah nama mereka sudah tercantum dalam DPS tersebut. Berbagai media massa mengutip apa yang dikatakan Presiden bahwa masih ada 36,27 juta warga yang sudah memenuhi hak pemilih tidak terdaftar sebagai pemilih pada daftar pemilih sementara. Pernyataan itu diinterpretasikan mengacu pada hasil penelitian LP3ES yang dilaksanakan dari tanggal 8 hingga 12 Agustus 2008 menemukan 20,8 persen warga yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih tidak terdaftar sebagai pemilih. Hal itu disimpulkan setelah meneliti sekitar 7.800 sampel yang menyebar di 520 desa di 33 provinsi.
Kalau dikonversi dengan 74,41 juta DPS yang diumumkan KPU, maka jumlah yang tidak terdaftar mencapai 36,27 juta. Menurut peneliti senior LP3ES Fajar Nursahid, tingkat kesalahan dari hasil penelitian tersebut hanya sekitar 2,5 persen. Selain itu, Pemilu 2009 diramaikan dengan banyaknya partai-partai peserta Pemilu. Jika pada Pemilu 1999 diikuti 48 partai, Pemilu 2004 diikuti 24 partai, maka tahun 2009 ini akan diikuti oleh 44 partai politik peserta Pemilu. 38 (tiga puluh delapan) partai politik merupakan partai politik yang akan dipilih oleh seluruh provinsi di Indonesia. Sedang 6 (enam) partai politik adalah partai lokal yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam.
Banyaknya partai politik peserta Pemilu ini juga menambah catatan tersendiri buat pemilih agar masyarakat mulai dari sekarang harus mengenal partai-partai politik tersebut. Deretan panjang partai politik peserta Pemilu akan membuat masyarakat menjadi bingung jika tidak mengenalinya terlebih dahulu. Tantangan lain yang dihadapi KPU adalah cara memberikan suara bagi pemilih. Masyara-kat selama ini menge-nal Pemilu dengan istilah mencoblos. Bahkan sudah berta-hun-tahun Pemilu diidentikan dengan “pergi mencoblos”. Pergantian cara memberikan suara dalam Pemilu 2009 yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi kontroversi tersendiri di banyak kalangan.
Ganti istilah Bahkan, hal ini juga menjadi perdebatan di Komisi II DPR. Wakil Ketua Pansus RUU tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang juga anggota Komisi II DPR, Andi Yuliani Paris (F-PAN), meminta KPU mempertimbangkan kembali istilah pemberian tanda contreng/centang saat pemberian suara pada Pemilu mendatang. Menurut Andi, banyak penduduk Indonesia yang tidak mengetahui istilah tersebut. Andi mengatakan, istilah tersebut kebanyakan hanya diketahui oleh masyarakat Pulau Jawa saja, sedang untuk masyarakat Indonesia bagian timur, seperti daerah Sulawesi dan Papua, istilah ini tidak dikenal sama sekali. Dalam hal ini, KPU diminta berhati-hati, karena pemberian tanda ini untuk menetapkan sah atau tidaknya surat suara seseorang. Jika KPU tetap akan memberlakukan
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
5
LAPORAN UTAMA pemberian tanda contreng ini, tentunya harus dilakukan sosialisasi yang intensif oleh KPUD-KPUD. Dalam hal ini, KPUD dapat menjelaskan istilah yang lebih tepat digunakan untuk mengganti kata contreng itu apa. Tentunya, kata tersebut juga harus disesuaikan dengan bahasa daerah masing-masing. Pernyataan sebaliknya dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Cetro), Hadar N. Gumay. Menurut Hadar perdebatan soal cara memberikan suara dengan tanda contreng sebaiknya disudahi. KPU diminta jangan ragu untuk mengubah cara pemberian suara. Saat Cetro melakukan simulasi di
menggunakan cara mencoblos yaitu Kamerun dan Indonesia. Dengan cara mencoblos orang luar mengatakan “biadab itu”, karena kita menusuk muka orang. Tanda contreng tidak ada hubungannya dengan tingkat melek huruf. Karena ada negara lain yang penduduknya tingkat pendidikannya jauh lebih rendah dari kita, juga memberi tanda mencontreng. Hal yang dikhawatirkan banyak pihak dalam menyongsong Pemilu 2009 ini juga masalah sosialisasi. KPU dinilai banyak orang kurang melakukan sosialisasi, bahkan Komisi II mengatakan gaung sosialisasi Pemilu 2009 ini nyaris tidak terdengar.
suara, surat suara, dan tata cara pemberian suara. Ini semuanya harus dilaksanakan dengan peraturanperaturan, tidak bisa dengan hanya surat edaran atau Keputusan KPU biasa. Masih banyak tahapan-tahapan Pemilu yang harus dilakukan KPU, belum juga untuk urusan distribusi kotak suara dan kertas suara ke seluruh pelosok tanah air sampai dengan saat pemungutan suara dan penghitungan suara. Pekerjaan besar menghadang KPU dan hanya dengan kerja keras lah KPU dapat menjawab semua tantangan itu. Sangat bijak apa yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan maupun pasar campuran dan tradisional di daerah kota, dan hasilnya dari 149 orang yang biasanya ikut Pemilu dengan cara mencoblos, setelah diajarkan cara memberikan tanda hanya ada satu orang yang salah, sementara yang lain bisa memberikan tanda semua. Dari hasil tersebut berarti tidak ada masalah. Jadi ketakutan yang berlebihan nantinya akan banyak yang salah, menurutnya itu tidak beralasan. Karena dari semua negara yang melaksanakan pesta demokrasi tinggal dua negara di dunia yang masih
Dalam hal ini, Hadar Gumay mengatakan, KPU masih sangat lemah melakukan sosialisasi, karena hari pencanangan sosialisasi nasional itu dilakukan di bulan April. Jadi apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah itu tidak jalan. Berdasarkan hasil survei nasional, mengatakan sebagian masyarakat kita tidak tahu apa-apa mengenai Pemilu, padahal waktunya sudah sangat mepet. Untuk mengejar ketertinggalannya itu, KPU harus melakukan sosialisasi dengan kencang. Masih banyak lagi pekerjaan besar yang harus dijalankan oleh KPU, mulai dari menyiapkan berbagai peraturan untuk urusan logistik, tentang kotak
bahwa “kegagalan Pemilu itu adalah bukan kegagalan KPU tetapi kegagalan Indonesia. Kegagalan Indonesia itu simbolnya adalah Presiden”. Dari apa yang disampaikan Presiden tersebut melambangkan bahwa pemikiran KPU memang sejalan bahwa taruhan Pemilu itu adalah bangsa. KPU hanyalah salah satu komponen, sukses tidaknya Pemilu tergantung dari bangsa secara keseluruhan. Kalau sukses, bukan KPU yang sukses tetapi Indonesia. Untuk itu, Presiden menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk ikut mensukseskan Pemilu 2009. (tt/mp/ iw)
6
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
LAPORAN UTAMA
Andi Yuliani Paris;
KPU Segera Panaskan Mesin-mesin Pelaksana di Daerah-daerah Komisi II DPR akan terus mendorong supaya KPU segera memanaskan mesin-mesih pelaksana termasuk di daerahdaerah PPS dan PPK. Tahapan-tahapan Pemilu yang dibuat oleh KPU supaya ditaati. Penyampaian ke parpol sudah mundur senibggu, pengumuman DCS mundur, pengumuman DCT jangan sampai mundur lagi. Juga sudah mundur mengenai pemberian tanda kertas suara, penentuan surat suara yang sah- yang harus diatur dengan peraturan KPU.
H
al itu ditegaskan anggota Komisi II DPR Andi Yuliani Paris dalam perbincangannya dengan Parlementaria pertengahan Oktober lalu. Banyak pihak mengkhawatirkan persiapan Pemilu 2009 yang terkesan lamban. Menurut mantan Wakil Ketua Pansus UU Pemilu, berbagai peraturan itu harus segera disosialisasikan ke masyarakat- bagaimana yang disebut surat suara yang sah. Belum lagi persiapan penyelenggara, ketika sekarang UU mengatakan caleg terpilih 30% BPP, ada partai meggunakan suara terbanyak. Tapi intinya apakah suara terbanyak atau 30% suara setiap calon legislatif harus dihitung oleh KPPS. Pengalaman Pemilu 2004 lalu, tidak menghitung suara masing-masing calon secara detil saja itu PPS dan KPPS bekerja sampai jam 12 malam, padahal UU 22 menentukan kotak suara harus tiba di PPK pada hari yang sama. “ Ini ekstra kerja keras sekali. Di lapangan PPS ini
memanaskan mesin kemudian aturan dan tahapan Pemilu yang dibuat hendaknya ditaati dan yang paling penting lahirnya Peraturan KPU mengenai Tata Cara Pemberian Suara dan Penentuan Surat Suara yang sah. Menanggapi pernyataan Ketua KPU yang mengatakan bahwa tanda apa saja sah, meski bukan contreng, Andi Yuliani menegaskan, bagaimanapun harus dibatasi. “Tanda
harus disiapkan secara baik walaupun PPS tidak menghitung kertas suara tetapi PPS lah yang akan membentuk KPPS. Sosialisasi ini harus didorong oleh KPU sebab ketika terlambat kertas suara didistribusi, mampu nggak PPS, PPK mengantisipasi kerja yang cepat,” tegasnya. Dia tekankan kembali, KPU harus
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
7
LAPORAN UTAMA apa saja pun harus dibatasi, nanti ada gambar bunga dan lain-lain, masak akan dianggap sah juga. Nanti dalam UU no.10 tidak ada lagi paku, tapi pulpen yang dipakai untuk coblos, apakah itu sah harus jelas,” terangnya. Ketentuan sahnya surat suara itupun jangan hanya berupa pernyataan Ketua KPU, tapi harus merupakan keputusan pleno KPU supaya dapat disosialisasikan terutama KPPS yang akan membuka kotak dan menghitung kertas suara. Sekarang saja jangankan masyarakat di pedesaan, di perkotaan saja masih bertanya apakah Pemilu nanti dicontreng silang, bulat atau lainnya. KPU belum memutuskan tanda seperti apa yang disebut suara sah, termasuk tanda contreng. Tapi menurut Andi, dalam masa transisi tanda bulat atau melingkar itu juga sah. Ternyata sosialisaisnya belum dilakukan, sampai sekarang yang melakukan sosialisasi parpol-parpol. Di daerah jajaran KPU belum melakukan, karena memang KPU belum memutuskan. Tapi waktu sosialisasi itu pendek, karenanya dia menyatakan kwatir kalau sosialisasi tidak gencar dilakukan itu akan menjadikan tingkat kesalahan oleh masyarakat akan besar. Kalau tingkat kesalahannya besar, maka akan banyak surat suara yang tidak sah. Tapi kita minta KPU supaya didalam peraturan yang akan dikaluarkan nanti apakah hanya tanda contreng yang sah, lalu tanda bulat atau tanda kali itu bisa dianggap sah, itu akan lebih baik, meski didorong tanda contreng. Kekhawatiran disampaikan oleh Andi juga menyangkut keputusan KPU soal suara sah, janjinya akhir September atau sebelum Lebaran tapi ternyata tidak terealisir. Padahal kalau sudah diputuskan mengenai pemberian tanda, parpol-parpol akan lakukan sosialisasi. Di sisi lain KPU sedang uji coba model-model surat suara, kalau simulasinya terlambat , keputusan pemberian suara sah terlambat dan penetapan DPC terlambat, ini juga terkait dengan masalah hukum, belum lagi soal pengadaan logistik yang dulu banyak bermasalah. “Kami nggak mau ini terulang lagi, kemudian waktunya pendek untuk
8
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
pengadaan, pelelangan dan pengawasan kertas suara,” ia menjelaskan. Belum lagi format kertas suara, gambar, nomor urut dan nama calon atau gambar hanya diatas. Kemudian sosialisasi penting, ketika UU menentukan 30% BPP apakah misalnya orang yang memilih tanda gambar saja itu nomor urut satu. Andi mengisahkan, dirinya baru pulang dari Daerah Pemilihan (Dapil), banyak yang mengatakan nanti nomor urut satu dicoblos tanda gambar pasti pilih Ibu. “ Padahal sekarang tidak begitu lagi. UU No.10 pasal 214 mengatur tidak boleh lagi tanda gambar yang dicoblos atau dicontreng menjadi milik nomor 1, nah ini perlu sosialisasi”. Sosialisasi dasarnya adalah peraturan KPU tetapi sampai sekarang masih simulasi. Diingatkan bahwa waktu tinggal 20 minggu kali 7 hari berarti tinggal 140 hari sudah sangat mepet.
Tak diumumkan Lebih lanjut politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, dalam UU 10/2008 tentang Pemilu Anggota Legislatif, ada 10 tahapan yang harus disiapkan oleh KPU, diawali dengan persiapan data pemilih. Ini dimulai dari Daftar Pemilih sementara (DPS), daftar pemilih Sementara hasil perbaikan dan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Di lapangan KPU selalu beralasan keterlambatan anggaran, DPS sebenarnya harus diumumkan di tempat-tempat umum. Tapi ternyata ini tidak cukup banyak dilaksanakan, kita bisa menilai bahwa KPU melalui jajaran ke bawahnya KPU Kabupaten, PPK dan KPPS semuanya belum terlalu siap untuk melaksanakan beberapa tahapan sesuai perintah UU. Kemudian mengenai DPS yang harus mendapatkan tanggapan masyarakat, ternyata PPS tidak mendorong partisipasi masyarakat mengecek apakah nama-nama mereka tercantum dalam Daftar Pemilih Sementara. Ketika perbaikan DPS ini diumumkan ini juga PPS kurang banyak melakukan itu, artinya KPU bisa mendorong lebih keras kepada jajaran untuk melaksnakan UU 10/2008
tentang pengumunan DPS, DPS hasil perbaikan. “Yang yang kami sayangkan amanat UU No.10 supaya KPU menyerahkan salinan DPS, DPS HP kepada parpol itu tidak dilakukan,” katanya dengan menambahkan, kami sangat menyayangkan karena UU No.10 itu sangat ideal mengatur agar DPS itu betul-betul bisa optimal dengan partisipasi penuh masyarakat. Tidak ada seorangpun masyarakat yang memiliki hak pilih, tidak ikut memilih. Kita sangat sayangkan itu tidak dilaksanakan”. Sebenarnya sekarang ini sudah persiapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), tapi ternyata belum diumumkan dan kita harapkan pengumunan DPT bisa optimal mengakomodasi memperbaiki DPS hasil perbaikan. Perintah UU 10 itu menegaskan salinan dari DPT itu disampaikan ke Parpol, karena Parpol didorong untuk membantu penyelenggara Pemilu supaya ikut mendorong masyarakat ikut Pemilu. Mengenai daftar calon sementara, memang ada keterlambatan, mudahmudahkan DPT yang harus diumumkan bulan Oktober ini tidak terlambat karena implikasinya berat. KPU harus punya waktu yang cukup untuk mencetak nama-nama caleg dalam kertas suara. UU mengatur Pidana Pemilu ketika kertas suara yang dicetak melebihi order yang ditentukan UU, kertas suara yang dicetak itu hanya berjumlah sesuai jumlah pemilih plus 2% cadangan. Kalau waktunya pendek, padahal masih perlu monitoring oleh pengawas Pemilu, mampu tidak dengan waktu yang mepet. Belum lagi masalah distribusi, jika waktunya pendek akan menjadi masalah. Distribusi tidak hanya di Jakarta tetapi di daerah-daerah Papua dan daerah kepulauan perlu lebih banyak waktu lagi. KPU harus segera memanaskan mesin-mesin pelakasana dibawah, mengantisipasi segala resiko seperti distribusi kertas suara, masalah pencetakannya, tidak sesuai spesifikasi, distribusi logistik, masalah geografi, belum lagi koreksi nama, yang salah jelas tidak mudah dan perlu banyak waktu. Tahapan selanjutnya KPU harus
LAPORAN UTAMA mengumumkan DCT, membuat peraturan KPU kemudian membuat master dengan model surat suara yang sekarang, yang telah ada beberapa opsi. Apakah ada gambar partai disamping nomor urut calon, atau opsi kedua gambar partai hanya diatas dibawah hanya nomor urut calon dan nama calon kemudian ada yang menyamping gambarnya, semuanya ini belum diputuskan. Dengan demikian masyarakat tahu bagaimana membuka kertas suara dan disainnya juga apakah kebawah atau kesamping. Artinya KPU segera ambil keputusan terhadap opsi yang akan dipilih, dan intinya tidak bertentangan dengan UU. Misalnya ada alternatif kertas suara dengan memberikan tanda kolom, tanda contreng, itu melanggar UU karena yang diberi tanda contreng itu nomor, nama atau nama partai. Nggak boleh ada kolom di luar itu berarti kan bukan nama partai, bukan nomor urut dan bukan nama calon. Pada akhir Oktober DCT juga diumumkan, setelah menerima masukan masyarakat atas DCS, sementara DPT harus dikasih ke Parpol. “ Jadi ini ada pekerjaan yang berbeda-beda sedangkan harus diselesaikan KPU dalam waktu yang bersamaan,” jelasnya. Atas beban yang demikian besar itu, DPR minta tidak usah KPU ke luar negeri dulu karena waktunya sangat pendek. Jangan sampai terburu-buru, nanti bisa kasus hukum yang mereka alami tapi juga kualitas. Apalagi sekarang parpol harus memberi tanda tangan sebelum naik cetak . Kalau waktunya pendek ada parpol yang protes soal tanda gambar minta cetak ulang sementara waktunya mepet, kan akan timbul masalah. Belum lagi kalau nama calegnya salah, pengalaman pada Pemilu 2004, Yuliani ditulis Yuliana kan harus protes nanti pemilih mencari namanya tidak ada, koreksi ini perlu waktu. Selain itu kemungkinan adanya pemungutan suara ulang, ini harus diantisipasi KPU. “Saya khawatir antisipasi KPU kurang ketika terjadi hal-hal yang force majeur”. Andi mengakui, Pemilu sekarang gaungnya nggak besar, yang menggemakan bukan KPU tapi parpol-
parpol, apalagi kampanyenya 9 bulan parpollah yang turun. KPU sebagai penyelenggara Pemilu diharapkan akan berimbas pada artisipasi pemilih meningkat dibanding Pemilu 2004. Termasuk partisipasi pemilih, diharapkan semua Warga Negara Indonesia yang berhak menjadi pemilih terdaftar sebagai pemilih. Soal pemutahiran data, sesuai perintah UU No.22 pemutahiran data harus ditempel ditempat-tempat umum, bukan hanya dikantor kelurahan, padahal orang umumnya malas. Jangankan orang desa orang kota saja malas, makanya UU mengatur ditempel di tempat-tempat umum. Hal itu sudah diantisipasi dengan pengaturan bahwa parpol harus diberi salinan, tapi pemantauan di daerahdaerah parpol tidak mendapatkan salinan DPS. PAN sendiri belum dapat salinan itu. Mengenai keterlambatan anggaran yang dikucurkan, sebenarnya anggaran itu kan sesuai permintaan KPU, wajar kan kalau ada pagu kita nggak bisa memenuuhi semua anggaran siapapun tidak hanya KPU, bagaimana harus ada prioritas. Hal-hal yang kurang perlu bisa ditinjau lagi. Lagi pula aggaran terlambat bukan semata-mata kesalahan DPR, tapi ada kesalahan administrasi sehingga wajar kalau Komisi II meminta diperbaiki dan ini kan perlu waktu, belum lagi hambatan di Depkeu karena ada masa transisi itu. Tapi mestinya, ketika ada hal yang harus dikejar maka anggarannya harus terkonsentrasi kesana karena terlambat adanya penyesuaian, kemudian diusulkan lagi dalam frekuensi yang lebih banyak. “Saya termasuk yang mengkritisi janganlah hal-hal yang kurang perlu seperti pengadaan jas, batik dan keperluan lain yang kurang penting sehingga bisa dipakai untuk biaya sosialisasi. Kadang-kadang fungsi pokoknya tidak terbiayai sementara fungsi sampingannya malah terbiayai. Ini kan karakter penyusunan anggaran di republik ini,” terangnya.
Besar di tingkat bawah Soal dana sosialisasi berkali-kali Andi Yuliani mengingatkan, yang diserahkan ke Kecamatan hanya Rp 100 ribu, seharusnya besar dibawah paling tidak proporsional. Tidak semua sosialisasi lewat media elektronik, sebab oleh Panitia tingkat desa atau kelurahan, kecamatan belum ada media itu. “ Saya selalu tekankan anggaran sosialisasi besar dibawah jangan besar di atas, supaya PPS dan PPK lebih giat melakukan sosialisasi,” ujarnya. Anggaran monitoring, sosialisasi besar di pusat. Tidak mesti lewat TV tetapi radio lokal, pertemuan di PPS dan PPK. Saat ditanyakan, keterlambatan sejumlah agenda apakah ketidakmampuan KPU atau ada sebab lain, Andi mengatakan, KPU sangat toleran, misalnya beberapa partai minta diundurkan pengajuan caleg, KPU menyetujui. Kalau soal kualitas KPU itulah yang bisa dilakukan, DPR disodori 21 nama dan terpilihlah 7 anggota KPU. Itulah yang bisa dihasilkan kapabilitasnya seperti itu. Tapi bukan pada kapabilitas yang menyebabkan keterlamabatan, melainkan satu tahapan terlambat maka implikasinya besar sekali. Misal DPS terlambat, akhirnya tanggapan masyarakat juga mundur verifikasi mundur, perbaikan caleg mundur. “ Jadi kalau ada tahapan yang mundur seminggu saja maka implikasinya besar sekali. Pembuatan peraturan terlambat, berakibat tahapan selanjutnya terganggu,” ia menjelaskan. Untuk itu dia berharap KPU mengejar, mumpung masih 20 minggu, minggu pertengahan Oktober harus keluarkan peraturan KPU tentang suara sah dan tidak sah, kemudian parpol harus dikasih DPS supaya parpol dapat bantu KPU mengoptimalkan pemilih. Selanjutnya antisipasi distribusi logistik PPK PPS harus segera disiapkan, bukan disiapkan pembetukannya tapi mereka sudah dipanaskan supaya mengantisipasi kerja yang cepat pada masa-masa genting menghadapi masalah-masalah darurat.
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
9
LAPORAN UTAMA Resiko besar Dia mengakui DPR khawatir dengan kinerja KPU dengan kelambatan ini, tapi kalau bisa kejar tahapantahapan yang ditargetkan bisa mengerti. “ Saya berharap KPU bisa speed, KPU harus bekerja lebih keras dan KPU mentaati time table yang mereka susun sendiri. Begitu keluar dari time table, resikonya besar. Begitu ada penundaan implikasinya besar sekali karena semua saling terkait,”. Ketika DCT terlambat tentu tak bisa dimasukkan ke kertas suara, ketika kertas
menjadi DPT ada tahapannya,” ia menjelaskan. Menanggapi rencana KPU yang akan menambah jutaan kertas suara, diingatkan Andi harus hati-hati sebab UU mengatakan, kertas suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditetapkan itu pidana. (jumlah pemilih plus 2 %). 2% itu bukan total, misalnya Dapil I DPRD suatu daerah, diberi kelonggaran 2% dari itu, varibel beda-beda. Dalam pandangan politisi PAN ini, l KPU dimungkinkan buat outsourching, tapi jangan di pusat melainkan di tingkat
terdaftar, kalau tak ada perbaikan berati yang berpotensi Golput. Padahal UU ini menghrapkan paartisipasi Pemilu 2009 lebih baik dibanding Pemilu 2004. Ketika prosentase Golput besar saya tak ingin anggota DPR yang terpilih tidak kredibel”. Akhirnya Andi berharap, dalam minggu ini KPU sudah memberikan salinan DPS, DPS perbaikan dan DPT ke parpol. KPU segera buat peraturan minggu ini juga karena menjadi dasar sosialisasi supaya masyarakat tahu cara pemberian suara seperti apa dan
..UU ini mengharapkan partisipasi Pemilu 2009 lebih baik dibanding Pemilu 2004. Ketika prosentase Golput besar saya tak ingin anggota DPR yang terpilih tidak kredibel..
suara terlambat, terlambat distribusi, terlambat sampai di lokasi. Itu semua saling terkait, mereka hanya 7 orang makanya dibawah staf-stafnya harus segera dipanaskan. Ia menuturkan pengalaman dari salah satu Dapil di Makasar, ada pengertian PPS biar tidak masuk DPT, KTP bisa sebagai pengganti, padahal itu tidak bisa. Dalam UU 10 diatur harus masuk DPT, sedangkan KTP hanya sebagai pengganti ini kan belum disosialisasikan KPU. KTP hanya sebagai pengganti kartu pilih supaya anggarannya lebih murah, persepsi PPS ini belum sama. Artinya memanaskan mesin ini satu persepsi bagaimana suara sah dan tidak sah, tentang daftar pemilih DPS harus dikasih ke parpol, siapa yang boleh masuk ke PPS siapa yang tidak. “Bahaya banget kalau walaupun tak ada DPC masuk ke TPS, bisa masuk pemilih fiktif. Sebenarnya kita ingin sosialisasi DPC, DPC Perbaikan dan salinan ke parpol supaya parpol saling mengawasi. Saya punya pengalaman banyak yang tidak dapat kartu pemilih sehingga tak bisa ikut Pemilu. Yang penting bisa masuk DPT, untuk dapat
10
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Kabupaten, lalu ajukan ke Komisi II nanti kan akan mengerti apalagi ada perintah UU 22. “ Jadi jangan tergantung hal-hal teknis di lapangan semua dikerjakan oleh KPU salurkan dananya kebawah supaya segera mesinnya jalan. Hari H sudah dekat,” ujarnya mengingatkan. PPK ini juga harus dilatih tentang perhitungan berita acara, kasihan pidananya besar 7 th sampai denda 1M ketika terjadi perubahan sertifikat. “ Ini shock terapy untuk tidak main-main dengan suara orang, “ ujarnya dengan menyebutkan dalam masalah ini KPU itu tak pernah tahu apa yang terjadi dibawah, sehingga kalau mau dibawa ke masalah hukum banyak kemungkinan pelanggaran. Saat ditanyakan, bagaimana dengan kualitas Pemilu berkaitan dengan persiapan KPU yang banyak keterlamabatan dan ancaman Golput, dia menjelaskan, sebetulnya ketika mereka tidak terdaftar termasuk Golput. Pengamatannya, masyarakat di pedesaan lebih antusias ketimbang perkotaan. “Saya khawatir diindikasikan tak
ketentuan suara sah dan tidak sah. KPU juga diharapkan sudah mensosialisasikan cara membedakan kertas suara DPR, DPRD I dan DPRD II sebab biasanya ini tak pernah disosialiasikan oleh KPU. Pasalnya sekarang masyarakat diharapkan memilih wakilnya dengan baik, bisa saja memilih anggota DPR berbeda partainya saat memilih anggota DPRD I dan II karena mereka memilih figur. Ketika masyarakat tak mampu membaca biasanya lihat nomor urut, karena itu sebelum datang ke TPS harus sudah tahu jika akan memilih anggota DPRD II, maka yang dibuka kotak suara yang cirinya warnanya tertentu. “ Ini harus disosialisaikan jauh-jauh hari oleh KPU,” tegasnya. KPU juga harus antisipasi pelanggaran penyimpangan pengadaan logistik, karena itu KPU dan segenap jajarannya PPK PPS bekerja secara optimal dan punya penafsiran yang sama terhadap semua peraturan KPU, tidak multi tafsir. Jangan sampai hasil pemungutan suara di TPS satu dianggap sah, tapi di TPS lain tidak sah. ( tt, mp)
LAPORAN UTAMA
Persiapan Pemilu Hampir 60 Persen Selesai Berdasarkan perkembangan keadaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mengadakan perubahan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 09 Tahun 2008 tentang Tahapan, Program dan Jadual Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tahun 2009.
P
erubahan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 09 Tahun 2008 dimaksud telah ditetapkan beberapa bulan yang lalu, tepatnya pada 4 Juli 2008. Ada dua tahapan penting dalam Pemilu 2009 yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan Pemilu. Tahapan Persiapan meliputi kegiatan antara lain penataan organisasi, bimbingan teknis, sosialisasi dan koordinasi penyelenggaraan Pemilu dan pengelolaan data dan informasi Pemilu. Sedang tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi kegiatan antara lain pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, pendaftaran peserta Pemilu,penetapan peserta Pemilu, penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan, pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota. Selain itu, dilanjutkan dengan masa kampanye, masa tenang, pemungutan suara dan penghitungan suara, penetapan hasil Pemilu dan terakhir pengucapan sumpah/janji anggota. Ketua KPU H.A. Hafiz Anshary mengatakan, sejauh ini,
KPU telah melakukan persiapanpersiapan itu dan kegiatan yang telah diselesaikan adalah proses penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) dan sebentar lagi akan ditetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) untuk semua tingkatan baik DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota. Hafiz mengakui, memang jadwal yang telah ditetapkan berjalan tidak tepat waktu,
seperti pengumuman penetapan DCS yang seharusnya tanggal 27 September 2008. Namun karena bersamaan dengan libur panjang memperingati Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H jadual yang telah ditetapkan tersebut terpaksa ditunda Karena ada pemikiran jika diumumkan tanggal 27 rasanya kurang efektif karena sudah banyak masyarakat yang menikmati liburan. Dan akhirnya pengumuman itu baru dipasang di media pada 8 Oktober 2008. Dengan keterlambatan ini telah ramai diberitakan diberbagai media massa bahwa KPU melanggar Undang-Undang (UU). Padahal di dalam UU tidak disebutkan tanggal berapanya, hanya menyebutkan lima hari atau 10 hari dalam pengumumannya. “Tapi tidak apa-apa lah kita terima saja karena realitanya memang seperti itu,” kata Hafiz mengakui hal itu. Tapi bila dilihat dari sudut persiapan kita, poros-porosnya, seperti halnya poros-poros penjadualan masih bisa dipegang. Walaupun dinamika di dalamnya sangat bervariasi tapi paling tidak sekarang sudah hampir selesai t a h a p a n penetapan daftar calon
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
11
LAPORAN UTAMA tetap dan penetapan daftar pemilih tetap. Itu semuanya akan kita upayakan berakhir di bulan Oktober ini. Kalau jadi tanggal 30 Oktober 2008 penetapan DCT, sedangkan daftar pemilih tetap tanggal 24 Oktober. Dan tanggal 31 Oktober, DCT direncanakan sudah dapat pengumuman di media-media secara resmi. Kecuali untuk POKJA luar negeri, jajaran DEPLU datang ke KPU melaporkan tentang beberapa informasi terkait Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) yang banyak tidak bisa melaksanakan kegiatan dengan berbagai alasan. Akhirnya, untuk daftar pemilihan tetapnya, kita sepakati bersama, khusus
menyesuaikan dengan UU yang baru. Kemudian KPU-KPU Provinsi yang dibagi dalam berbagai tahap sudah sampai pada tahap kedua. Tahap pertama, yang tidak melaksanakan pemilihan Kepala Daerah, sudah dapat diselesaikan. Yang kedua, yang melaksanakan pemilihan Kepala Daerah tetapi tidak pada putaran kedua. Terakhir, yang melaksanakan pemilihan Kepala Daerah putaran kedua atau yang ada masalah. Jadi, dari segi perangkat organisasi mulai dari pusat sudah bisa diselesaikan. Memang, tambah Hafiz, kita sekarang menghadapi situasi dan kondisi yang kalau bisa disebut agak berbeda dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilu 2004.
Tapi setelah keluar UU Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu, tidak ada lagi Pilkada namanya, namanya Pemilihan Umum Kepala Daerah. Begitu disebut Pemilu maka rezimnya, rezim Pemilu. Kalau Pemilu kembali ke UUD 1945 Pasal 22E yang mengatakan pemilihan umum dilaksanakan oleh sebuah Komisi Pemilihan Umum yang bersifat Nasional tetapi mandiri. Artinya menjadi tanggung jawab kita secara Nasional. Jadi walaupun di tingkat Kabupaten, atau Kota, KPU pusat tidak bisa melepaskan diri. Karena itu ketika terjadi keributan Pilkada di daerah Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Lampung.
Karena tahapan kita ini masuk lima hari setelah UU disahkan pada 31 Maret 2008, sementara tahapan Pemilu itu masuk tanggal 5 April 2008. Kemudian yang ke dua, kita juga menghadapi proses pergantian keanggotaan KPU Propinsi ke KPU Kabupaten/ Kota. Dan yang ke tiga, yang paling banyak menyita waktu dan pemikiran kita adalah Pemilihan Umum Kepala Daerah. Hampir setiap hari KPU menghadapi persoalan-persoalan karena perubahan status pemilihan kepala daerah. Dulu Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) tidak ada hubungannya dengan KPU, kalau Provinsi menjadi urusan provinsi, Kabupaten urusan Kabupaten dan Kota menjadi urusan Kota, karena adanya otonomi daerah.
KPU harus turun tangan, walaupun penyelesaiannya kita kembalikan ke daerah masing-masing. “Kalau tidak khilaf, sekitar 160 Pemilihan Kepala Daerah yang dilaksanakan sepanjang 2008 ini yang membuat KPU harus berhadapan dengan realita-realita yang sangat menyita tenaga, waktu dan lain sebagainya,” tutur Hafiz. Sementara, tambahnya lagi, kita harus menyiapkan pemilihan umum anggota legislatif. Itulah sebabnya mengapa beberapa jadwal bergeser, namun porosnya tetap bisa dipegang. Maksudnya, jika dikatakan selambatlambatnya tiga bulan setelah KPU menerima data-data kependu-dukan dari Pemerintah, KPU melaksanakan data pemilih, berarti porosnya 3 (tiga) bulan. Bahwa dinamika disini, selambat-
Komisi II DPR RI RDP dengan KPU
untuk luar negeri diberi kesempatan sampai dengan tanggal 20 November 2008. Hal ini mengingat, daripada mereka tidak terdaftar lebih baik diperpanjang saja meski resikonya KPU akan dikatakan tidak konsekwen dengan jadwal. Tapi, kata Hafiz, hal itu lebih rendah tingkat kemoderatannya ketimbang ada orang yang tidak terdaftar,mempunyai hak mendaftar, tetapi tidak diterima. Perlu diingat, kita punya kewajiban yang sama untuk melayani pemilih-pemilih yang di luar negeri, karena sudah ada PPLNnya. Tahapan-tahapan ini sudah berjalan, dan kemudian persiapan yang juga sudah selesai adalah pembentukan perangkatperangkat organisasi. Misalnya, organisasi di dalam sudah selesai semua dengan berbagai dinamikanya sudah bisa
12
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
LAPORAN UTAMA lambatnya 1 (satu) bulan KPU sudah harus menyusun daftar pemilih sementara. Dalam hal ini KPU mengusahakan berjalan, walaupun dengan berbagai dinamikanya. Dilihat dari sudut organisasi KPU sudah mulai terbenahi. Bahkan PPK, PPS yang sifatnya ad hoc juga sudah terbentuk di daerah-daerah. Jadi perangkat sudah cukup untuk diarahkan kepada sosialisasi Pemilu. Kemudian dari sisi peraturan, secara perlahan dan bertahap peraturan KPU sudah dapat diselesaikan terutama hal-hal yang menyangkut tahapan-tahapan yang sedang dilewati. Kita dituntut untuk membuat sekian banyak peraturan, dan ini menurut Hafiz, juga memakan waktu banyak untuk berpikir dan berdiskusi. Satu UU itu bahkan berpuluh-puluh peraturan yang harus disiapkan. Satu peraturan kadang-kadang terdiri dari berpuluh-puluh pasal. Sebentar lagi KPU juga akan menyelesaikan peraturanperaturan tentang logistik, tentang kotak suara, surat suara, dan tata cara pemberian suara. “Ini semuanya harus dilaksanakan dengan peraturan-peraturan, tidak bisa dengan edaran atau Keputusan KPU biasa,” jelas Hafiz. Sekarang ini kita bersyukur lebih dari 26 peraturan yang telah diselesaikan dari 48 peraturan. Jika diprosentasekan, secara keseluruhan persiapan Pemilu mendatang hampir mencapai 60 persen sudah terselesaikan. Sekarang tahapan berikutnya tinggal kampanye dan sedang berjalan. Tetapi yang khusus tanggal 16 Maret 2009 ada rapat akbar, yang ada peraturan khususnya. Dan tahap berikutnya yang terpenting tahap pemberian suara yang akan dilaksanakan tanggal 9 April 2009. Dilanjutkan dengan tahap penetapan kursi dan calon terpilih, baru terakhir tahap pelantikan. Sejak 12 Juli lalu, kampanye sudah mulai, tetapi memang terlihat sepi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Pemilu kita kampanye dilakukan selama sembilan bulan, sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan 5 April 2009. Namun dari semua persiapan Pemilu yang dihadapi KPU yang agak rawan adalah logistik. Jumlah surat suara yang
diperlukan hampir 900 juta lembar.Kertas yang diperlukan kemungkinan besar menghabiskan 20 - 25 ribu ton kertas. Jumlah kebutuhan kertas ini meningkat dibandingkan Pemilu tahun 2004, karena jumlah pemilih tahun 2009 sangat banyak yang diperkirakan mencapai 174 juta pemilih. Padahal tahun 2004 hanya 148 juta pemilih. Berarti peningkatannya sekitar 26 juta hanya dalam waktu 5 tahun padahal ada yang mengatakan masih banyak yang belum terdaftar. Untuk itu, kita akan terus cari siapa yang belum terdaftar. Masalah ini menurut Hafiz agak rawan, jadi perlu mendapatkan perhatian kita secara khusus. Logistik lainnya seperti, kotak suara, tinta, bilik suara, juga perlu dipersiapkan secara matang. Soal logistik, yang paling berat surat suara, karena tiap daerah surat suaranya berbeda, calonnya lain-lain. Tahun 2004 lalu terjadi kekacauan ketika surat suara calon DPD DKI masuk ke Kalimantan Selatan. Ada juga surat suara yang salah kirim ke Malinau, yang mencapainya harus dengan speed boat. Karena waktu mendesak, jadi harus diambil dengan pesawat, dan itu memerlukan dana besar juga.
Antisipasi KPU Untuk mengantisipasi terjadinya halhal seperti tersebut di atas, menurut Hafiz, KPU melakukan langkah-langkah di antaranya adalah mengatur kerja KPU terlebih dulu terutama yang ada di dalam. KPU mau mencoba mengatur pembagian kerja ini agar bisa efektif terwujud tidak hanya di dalam tulisan. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil adalah, pertama, memberikan kewenangan dan kepercayaan sepenuhnya kepada anggota-anggota KPU untuk melaksanakan tugas dibidangnya sebagai implementasi dari kebijakan yang diambil oleh rapat Pleno KPU. Artinya, mereka tidak didikte tetapi bergerak sendiri, tetapi keputusan tertinggi tetap di tangan Pleno. Kalau ada kesulitan plenolah yang menentukan. Jadi dalam hal ini, kita tidak bersifat instruktif. Karena kita punya kewajiban untuk supervisi dan pembinaan KPU daerah, maka kita membagi Indonesia menjadi 7 (tujuh) wilayah, masing-masing dua anggota KPU memegang 1 (satu) wilayah
yang rata-rata berjumlah antara 4-6 propinsi per daerah. Jadi bila ada problem di daerah yang pertama yang menyelesaikan adalah koordinator wilayahnya (Korwilnya). Seperti Hafiz mencontohkan dia bertanggung jawab di sumatera 1 (satu) yang meliputi Nanggroe Aceh Darusslam, Sumatera Utara, Kepulauan Riau. Bila ada masalah di KPU sekitar situ, dialah yang harus menyelesaikan-nya, bila sudah buntu baru dibawa ke Pleno. Dengan demikian masing-masing anggota KPU yang berjumlah tujuh orang itu tidak ada satu orang pun yang tidak sibuk. Yang kedua, tentu saja seluruh anggota KPU berusaha melakukan pertemuan dan mengkaji masalah setiap harinya agar tidak menumpuk. “Kita sudah melakukan seperti itu saja masalah masih juga menumpuk,” kata Hafiz. Karena masalah yang dihadapi KPU memang sangat banyak, dan waktunya pun juga terbatas. Dan yang ketiga, kita berupaya untuk memberdayakan Sekretariat Jenderal. Dalam hal ini, Sekjen KPU diberi kepercayaan terutama untuk hal-hal yang memang menjadi tugasnya. Jadi kita masih bisa berhubungan keluar, melayani permintaan-permintaan dari pihak-pihak yang memerlukan, dan tentu saja programprogram KPU. “Tapi yang pasti untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut adalah kebersamaan kita semua,” tuturnya.
Masalah Data Pemilih Menurut Hafiz, data pemilih sumbernya ada dua, pertama dari Departemen Dalam Negeri dan Departemen Luar Negeri. Data tersebut kedua-duanya sudah diterima tanggal 5 April lalu. Tapi KPU mengakui data tersebut tidak sempurna, jadi banyak masalah yang ditemukan. Kewajiban KPU lah untuk melakukan pemutakhiran data itu, tetapi tidak boleh bergeser dari data-data ini. Sebagai contoh ketidak sempurnaan data tersebut antara lain, orang yang telah meninggal dunia, yang sudah pindah tempat masih juga dimasukkan dan persoalan-persoalan lainnya. Tapi di satu sisi, banyak juga yang tidak terdaftar namanya sama sekali. “Masak ada satu kampung yang datanya hanya ada 63 orang, padahal satu
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
13
LAPORAN UTAMA RT saja biasanya jumlahnya lebih dari itu. Berarti ini banyak data pendudukan yang hilang,” katanya. Jadi KPU harus melakukan “coklit”, mencocokkan dan meneliti. Mencocokkan data yang dari Pemerintah lalu diteliti di lapangan. Itu yang dinamakan pemutakhiran data. Pemutakhiran data itu sudah dilakukan KPU sambil berkoordinasi terus dengan pihak jajaran Dirjen Administrasi dan Kependudukan Departemen Dalam Negeri (Adminduk) sedang kalau di daerah koordinasi itu dilakukan dengan Catatan Sipil. Hal yang wajar jika dalam proses ini terjadi perubahan. Perubahan ini bisa menurun dan bisa naik. Ada hal yang menarik, di dua propinsi, ada pemilih yang namanya sama, tanggal lahirnya sama, ini berarti orangnya mempunyai dua KTP. “Dan hal seperti itu banyak sekali,” jelasnya. Pada pertemuan dengan Ketua KPU propinsi seluruh Indonesia disepakati masih diberikan waktu pada masyarakat pemilih yang belum terdaftar. Ketika ada informasi sekitar 35 juta yang belum terdaftar,ini yang kita buru,kita cari dimana. Tanggal 10 Oktober 2008 data pemilih itu sudah harus selesai di tingkat Kabupaten. Setelah itu masuk rekapitulasi di tingkat provinsi, tanggal 17 sampai 24 Oktober 2008 masuk rekapitulasi tingkat pusat, baru kemudian diumumkan secara Nasional tanggal 24 atau 25 Oktober 2008. Jadi, kata Hafiz, untuk data pemilih ini kita masih mencoba untuk menjaring. Untuk yang di luar negeri ada kesepakatan sampai dengan tanggal 20 November 2008.Perpanjangan ini dikarenakan masih banyaknya problem-problem yang dihadapi. Namun yang menjadi pertanyaan, benarkah masih ada sekian juta orang yang belum terdaftar? Dalam hal ini kita juga masih ragu-ragu, karena logikanya, tahun 2004 jumlah pemilih kita 148 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk terdata 214 juta jiwa, berarti ada sekitar 66 juta masyarakat Indonesia yang tidak memilih karena tidak memenuhi syarat, sebagian besar anak kecil dan remaja. Sekarang ini, di tahun 2008 berdasarkan pertemuan dengan Ketua KPU-KPU Provinsi, data terakhir
14
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
menunjukkan ada sebanyak 174.410.453 jiwa yang terdiri dari data pemilih sementara dalam negeri sebanyak 172.800.716 jiwa dan data pemilih sementara luar negeri sebanyak 1.609.737 jiwa. Kalau jumlahnya 174 juta jiwa lebih berarti ada kenaikan sekitar 26 juta jiwa, sementara data penduduk itu masih variatif. Konon yang terakhir diterima dari Adminduk ada 238 juta. “Nah berarti kalau 238 juta jiwa dikurang 174 juta jiwa, angka yang ketemu 64 juta jiwa yang tidak memilih di tahun 2009. Sementara di tahun 2004 ada 66 juta yang tidak memilih. Mestinya, logikanya bertambah, tidak mungkin berkurang,” kata Hafiz. Surat yang diterima dari Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, di negara tersebut jumlah pemilih mencapai 1,2 juta jiwa. “Itu baru di Malaysia, belum Saudi Arabia, Singapura dan negara lain yang banyak penduduk WNInya,” tambahnya. Hafiz tetap mengakui, kalau data tersebut masih ada yang belum terdaftar. Tetapi usaha yang dilakukan KPU beserta jajaran di daerahnya boleh dibilang udah maksimal.Tetapi jika nantinya banyak terjadi golput (tidak ikut serta dalam Pemilu – red.), tentunya harus dibedakan golput yang memang tidak terdaftar dalam data pemilih dengan golput yang terdaftar sebagai pemilih tapi tidak mau mempergunakan hak suaranya. Karena definisi golput adalah orang yang sudah terdaftar tetapi tidak menggunakan hak pilihnya. Kita lihat dari 174 juta pemilih berapa banyak yang akhirnya menggunakan haknya. Di tahun 2004, 148 juta pemilih, suara yang masuk adalah 113 juta. Jadi sekitar 35 jutanya adalah golput. Sekarang masalahnya, bagaimana supaya para golput itu mau datang dan berpartisipasi untuk menggunakan suaranya, tentunya bukan hanya menjadi tugas KPU saja, tapi tugas kita semua. Karena Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD yang dilaksanakan KPU ini bukan kepentingan KPU semata, tetapi kepentingan Bangsa. Karena itu mengutip istilah yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa “kegagalan Pemilu itu adalah bukan kegagalan KPU tetapi kegagalan Indonesia. Kegagalan Indonesia itu simbolnya adalah Presiden”. Dari apa yang disampaikan Presiden
tersebut melambangkan bahwa pemikiran KPU memang sejalan bahwa taruhan Pemilu itu adalah Bangsa. KPU hanyalah salah satu komponen, sukses tidaknya Pemilu tergantung dari Bangsa secara keseluruhan. Kalau sukses, bukan KPU yang sukses tetapi Indonesia. Hanya di sini yang bertanggung jawab untuk melaksanakan penyelenggaraan Pemilu memang KPU. Tetapi bila pelaksanaan tersebut sukses, bukan hanya KPU yang sukses, dalam hal ini Partai juga berperan, rakyat pun juga berperan.
Memberikan Tanda Contreng Cara memberikan suara dalam Pemilu 2009 dengan memberikan tanda “contreng” memang masih banyak diperdebatkan banyak kalangan. Terhadap masalah tersebut, Hafiz mengatakan, UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu dalam salah satu pasalnya berbunyi : pemberian suara itu dilakukan dengan memberi tanda satu kali. pada kolom nama partai, kolom nomor calon atau kolom nama calon. Jadi berarti salah satu diantara tiga. Tetapi, bahasa yang dipakai memberi tanda satu kali inilah yang diperdebatkan, caranya seperti apa. KPU yang mengatur dengan peraturan. KPU berdiskusi kemanamana meminta masukan. Akhirnya kesimpulan yang terakhir yang diputuskan adalah pemberian tanda dilakukan dengan contreng atau cecklist. Tapi jika orang menanyakan apakah kertas suara itu sah jika ada orang yang memilih bukan dengan contreng. Dalam hal ini kita bersepakat, penandaan dalam bentuk lain pun sah, termasuk apabila ada yang mencoblos. Tapi sekali lagi kita tidak mengatakan pemilihan dengan cara mencoblos. Bila ada yang memberikan tanda lingkaran atau tanda silang disepakati kertas suara itu sah. Kesepakatan itu diambil karena untuk memudahkan sosialisasi. Karena masyarakat kita ini kadang-kadang masih dapat dikatakan doktrinal., tetapi bila diberi kebebasan juga akan kacau balau.
Gaung Sosialisasi Kurang Menjawab peratanyaan Parlementaria seputar gaung sosialisasi yang dilakukan KPU sangat kurang, Hafif mengatakan pendapat ini memang tidak
LAPORAN UTAMA salah, karena sosialisasi kita memang tidak sangat luas dalam arti terbatas. Sebetulnya untuk melihat seberapa besar gaung sosialisasi itu juga tergantung dari orangnya. Bila setiap hari ada sosialisasi di TV, tapi orangnya tidak menonton TV, sebanyak apapun sosialisasi itu tidak akan sampai pada orang tersebut. Padahal media cetak hampir tiap hari memuat berita tentang Pemilu. Bila orang itu membaca berita, sudah dapat dikatakan sosialisasi yang berhasil. Election channelnya Metro TV dan TV One juga bagian dari sosialisasi itu. Kalau yang diukur itu adalah kegiatan KPU dalam bentuk formal sosialisasi, walaupun sudah dilakukan tapi memang minim sekali. Karena pertama, anggarannya terbatas, yang kedua, KPU juga disibukkan dengan sekian banyak
gauang menyongsong Pemilu ini bergema sekali. Karena rata-rata mitra kerja KPU dengan media Pemerintah misalnya RRI, ketika tugas di Kalimantan Selatan, sosialisasi dilakukan dihalaman dengan kesenian daerah setempat. Ketika melakukan sosialisasi di Padang, Sumatera Barat juga dilakukan bersama Kominfo yang didukung oleh berbagai tokoh-tokoh masyarakat, organisasiorganisasi masyarakat, dan juga partai-partai politik. Namun bila sosialisasi itu bentuknya iklan seperti di TV, tentunya KPU tidak sanggup membayar, karena biaya iklan seperti itu mahal sekali. Bila sosialisasi itu dalam arti informasi-informasi yang terkait dengan tahapan-tahapan Pemilu,setiap hari di TV itu pasti ada berita tentang KPU, termasuk berita-berita yang menghantam
Terhadap masalah anggaran ini, KPU berharap anggaran tahun 2009 dapat cair tepat waktu,sehingga pelaksanaan Pemilu dapat berjalan lancar. Tidak seperti tahun 2008, yang pencairannya masih tersendatsendat. “Bayangkan dulu kita bulan Juni anggaran baru keluar, bagaimana kita akan mulai bekerja dengan lancar kalau anggarannya saja baru turun bulan itu,” keluh Hafiz. Terlepas dari berbagai persoalan yang ada, namun Hafiz berharap dukungan penuh dari semua komponen bangsa dengan sepenuh hati mensukseskan Pemilu 2009. Semua komponen diminta agar menggerakkan rakyat Indonesia untuk membangun demokrasi dengan baik. Sarana demokrasi terbaik yang sedang kita bangun adalah melalui pemilihan umum. Jadi bukan sebaliknya
Hafiz berharap dukungan penuh dari semua komponen bangsa dengan sepenuh hati mensukseskan Pemilu 2009. Semua komponen diminta agar menggerakkan rakyat Indonesia untuk membangun demokrasi dengan baik. pekerjaan-pekerjaan yang wajib dilaksanakan. Tapi ketika kita bicara tentang berapa persen kira-kira dalam satu minggu KPU memberi informasi kepada masyarakat banyak, hampir semua anggota KPU adalah penceramah. Baik saat seminar, rapat kerja, pertemuan-pertemuan, rapat pimpina, dan hal itu juga merupakan bagian dari sosialisasi tetapi yang mendengar hanya seputar itu. Selain itu, KPU juga bekerja sama dengan Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) untuk menerbitkan sekian banyak buku yang dibagikan kepada masyarakat secara gratis. Dalam hal sosialisasi ini, Depkominfo melaksanakan kegiatan launching sosialisasi ketiap daerah. Jadi di tiap-tiap ibukota provinsi ada sosialisasi khusus KPU bersama Kominfo. Tapi gemanya memang tidak terlalu kuat di taraf Nasional, walaupun di daerah
KPU. Seharusnya untuk media Pemerintah seperti TVRI maupun RRI membantu sepenuhnya sosialisasi ini, karena mereka bagian dari Pemerintah. Untuk sosialisasi ini, tambah Hafiz, KPU sudah menyiapkan perangkatperangkat seperti ‘kenali partai-partai’, atau ‘kenali calon yang mau anda pilih’. Itu sudah dibuat dan akan disebar luaskan kepada masyarakat. Makanya setelah tanggal 31 Oktober 2008, KPU akan berkonsentrasi pada urusan logistik, sosialisasi dan kampanye. Kemudian KPU juga akan menggerakkan panitia-panitia ad hoc kita. Panitia Ad hoc itu mulai dari kecamatan, PPK, PPS, dan juga KPPS. “Semua tentunya dilakukan secara bertahap, karena bagaimanapun juga kemampuan kita juga kan terbatas, tapi kalau semua pihak membantu Insya Allah semua lancar,” harapnya optimis.
mementahkan masyarakat atau membuat masyarakat apriori terhadap Pemilu. Tapi yakinkan masyarakat bahwa Pemilu itu adalah sarana mengubah nasib bangsa ke depan melalui pemilihan wakil-wakil yang menurut kita terbaik menurut pilihan kita. Jadi dikondisikan dari awal bahwa Pemilu itu penting bagi bangsa, jangan sebaliknya. Karena banyak orang merasa Pemilu tidak ada gunanya hanya buangbuang uang, waktu dan tenaga saja. Harapan besar yang disampaikan Hafiz, mari kita bangsa Indonesia melaksanakan Pemilu ini dengan sebaik-baiknya. Jujurlah pada diri sendiri dan pada orang lain, adil pada diri sendiri dan pada orang lain. Jangan mencari-cari kesalahan orang, tapi yang paling baik marilah kita perbaiki bersamasama kesalahan bangsa ini.Tentunya cukup bijak jika Hafiz menyampaikan harapan ini untuk seluruh masyarakat Indonesia demi suksesnya Pemilu 2009. (tt/iw/mp)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
15
LAPORAN UTAMA DAFTAR NOMOR URUT PARTAI DAN NAMA PARTAI PESERTA PEMILU 2009 NOMOR URUT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 41 42 43 44
NAMA PARTAI PARTAI HATI NURANI RAKYAT PARTAI KARYA PEDULI BANGSA PARTAI PENGUSAHA DAN PEKERJA INDONESIA PARTAI PEDULI RAKYAT NASIONAL PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA PARTAI BARISAN NASIONAL PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA PARTAI KEADILAN SEJAHTERA PARTAI AMANAT NASIONAL PARTAI PERJUANGAN INDONESIA BARU PARTAI KEDAULATAN PARTAI PERSATUAN DAERAH PARTAI KEBANGKITAN BANGSA PARTAI PEMUDA INDONESIA PARTAI NASIONAL INDONESIA MARHAENISME PARTAI DEMOKRASI PEMBARUAN PARTAI KARYA PERJUANGAN PARTAI MATAHARI BANGSA PARTAI PENEGAK DEMOKRASI INDONESIA PARTAI DEMOKRASI KEBANGSAAN PARTAI REPUBLIKA NUSANTARA PARTAI PELOPOR PARTAI GOLONGAN KARYA PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN PARTAI DAMAI SEJAHTERA PARTAI NASIONAL BENTENG KERAKYATAN INDONESIA PARTAI BULAN BINTANG PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN PARTAI BINTANG REFORMASI PARTAI PATRIOT PARTAI DEMOKRAT PARTAI KASIH DEMOKRASI INDONESIA PARTAI INDONESIA SEJAHTERA PARTAI KEBANGKITAN NASIONAL ULAMA PARTAI MERDEKA PARTAI NAHDLATUL UMMAH INDONESIA PARTAI SARIKAT INDONESIA PARTAI BURUH
Sumber : KPU Partai Nomor Urut 35 s/d 40 (enam partai) merupakan Partai Lokal di daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
16
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
LAPORAN UTAMA REKAPITULASI DAFTAR CALON SEMENTARA DPR RI YANG MEMENUHI KETERWAKILAN 30% PEREMPUAN NO 1 2 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 25 26 27 28 29 31 32 33 34 41 42 43 44
PARTAI Partai Hati Nurani Rakyat Partai Karya Peduli Bangsa Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia Partai Barisan Nasional Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia Partai Keadilan Sejahtera Partai Amanat Nasional Partai Perjuangan Indonesia Baru Partai Kedaulatan Partai Persatuan Daerah Partai Kebangkitan Bangsa Partai Pemuda Indonesia Partai Nasional Indonesia Marhaenisme Partai Demokrasi Pembaruan Partai Karya Perjuangan Partai Matahari Bangsa Partai Penegak Demokrasi Indonesia Partai Demokrasi Kebangsaan Partai Republika Nusantara Partai Pelopor Partai Golongan Karya Partai Damai Sejahtera Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia Partai Bulan Bintang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Partai Bintang Reformasi Partai Demokrat Partai Kasih Demokrasi Indonesia Partai Indonesia Sejahtera Partai Kebangkitan Nasional Ulama Partai Merdeka Partai Nahdlatul Ummah Indonesia Partai Sarikat Indonesia Partai Buruh
JUMLAH CALEG
PEREMPUAN
% PEREMPUAN
606 141 279 277 316 580 601 55 257 161 407 277 115 404 201 306 50 252 239 111 642 322 173 389 634 314 673 149 317 296 89 92 127 221
186 57 135 97 141 214 184 20 95 69 140 92 37 163 67 130 16 108 73 41 196 106 57 127 224 126 223 47 113 101 31 43 47 77
31% 40% 48% 35% 45% 37% 31% 36% 37% 43% 34% 33% 32% 40% 33% 42% 32% 43% 31% 37% 31% 33% 33% 33% 35% 40% 33% 32% 36% 34% 35% 47% 37% 35%
REKAPITULASI DAFTAR CALON SEMENTARA DPR RI YANG MEMENUHI KETERWAKILAN 30% PEREMPUAN NO 4 5 24 30
PARTAI Partai Peduli Rakyat Nasional Partai Gerakan Indonesia Raya Partai Persatuan Pembangunan Partai Patriot
JUMLAH CALEG
PEREMPUAN
% PEREMPUAN
288 397 452 118
77 106 124 23
27% 27% 27% 19%
Sumber : KPU ( Tgl 8 September 2008)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
17
LAPORAN UTAMA
Warning Bagi Bawaslu Untuk Lakukan Pengawasan Ketat Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan Dirjen Administrasi dan Kependudukan (Adminduk) Departemen Dalam Negeri, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada September lalu, Wakil Ketua Komisi II H. Eka Santosa (FPDIP) meminta kepada Bawaslu agar selalu melakukan pengawasan secara intensif terhadap tahap-tahap penyelenggaraan Pemilu 2009, khususnya tahap penetapan Data Pemilih Sementara (DPS) maupun Data Pemilih Tetap (DPT ).
H
al ini terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2009 yang sudah diambang mata. Mengutip apa yang dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih terdapat 30 juta jiwa yang belum ditangani dengan baik. Padahal u n t u k
meningkatkan kualitas pelaksanaan Pemilu tahun 2009, salah satu faktor penentu kualitas Pemilu dalam pelaksanaannya adalah masalah data pemilih yang bersumber dari data kependudukan. Dengan kata lain, berhasilnya pelaksanaan Pemilu dapat diukur dari banyaknya pemilih yang menggunakan haknya dalam pesta demokrasi yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Persoalan data kependudukan dan pemutakhiran data pemilih merupakan persoalan yang krusial dalam penyelenggaraan Pemilu. Seperti dikatakan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini, berdasarkan pengalaman di sejumlah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memperlihatkan bahwa gugatan yang dilayangkan oleh banyak pihak yang tidak puas, lazimnya berangkat dari persoalan tersebut. Oleh karena itu, menurut Hidayat, sebaiknya administrasi kependudukan serta pendataan
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini
18
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
pemilih ini dibenahi sebaik-baiknya. Bagi Badan Pengawas Pemilihan Umum sendiri, persoalan administrasi kependudukan dan pendataan pemilih mencerminkan belum bagusnya kita mengelola potensi penduduk kita. Pada hemat Bawaslu, carutmarutnya pendataan pemilih merupakan cermin belum terkelolanya persiapan Pemilu secara optimal. “Inilah cermin belum dijalankannya peraturan perundang-undangan yang berlaku, selain belum dijalankannya standar Pemilu yang diakui secara internasional, dimana menempatkan daftar pemilih sedemikian mutlaknya, semutlak pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara,” kata Nur Hidayat. Dalam hal data pemilih ini, kata Hidayat, Bawaslu mengusahakan sekeras-kerasnya untuk melakukan pengawasan tahapan pemutakhiran data pemilih. Untuk itu, sebagian Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang sudah dibentuk telah melakukan pengawasan secara acak di lapangan.
Problematika Data Kependudukan Berdasarkan laporan data panwaslu provinsi, ada berbagai problematika berkenaan dengan data kependudukan dan pemutakhiran data pemilih. Hal itu dimulai dari belum atau tidak akuratnya Data Penduduk dan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4), yang sering dikeluhkan oleh KPU/KPUD. Karena ternyata data tersebut tidak valid, acak-acakan dan tidak bisa langsung dipergunakan sebagai basis data. Terkait dengan hal itu, akhirnya ditemukan sejumlah kendala yang dihadapi KPU/KPUD saat melakukan pemutakhiran data, yaitu kesulitan dan kerumitan saat melakukan pemindahan data kependudukan menjadi pemilih
LAPORAN UTAMA berdasarkan rencana perancangan Tempat Pemungutan Suara (TPS) maupun Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN). Selain itu, akan berakibat pada kurang optimalnya penyediaan dan pengiriman formulir pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. Kurang memadainya bimbingan teknis juga menjadi problem tersendiri yang akhirnya tidak sekedar menyempurnakan data pemilih, namun juga menjadi tugas dan beban tambahan yang harus dilakukan KPU provinsi hingga jenjang terbawah. Hal yang paling konkrit adalah pada saat dilakukan pencocokan dan penelitian data pemilih, yang tidak sekedar dalam istilah “coklit”, namun hal ini akan kembali pada pendataan awal. Selain persoalan di atas, masih ada beberapa persoalan lagi yang dapat diidentifikasikan seperti belum terbentuknya seluruh Panitia Pemungutan Suara (PPS), bila pun sudah terbentuk dihadapkan pada persoalan belum diterimanya hak honorarium anggota PPS. Selain itu, belum terbentuknya Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), atau debat pemahaman bahwa PPDP tidak lagi membantu PPS, namun membantu KPU kabupaten/kota. PPDP juga belum berkoordinasi secara baik Sejumlah KPU di daerah yang sedang menggelar Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menambah problema tersendiri dan juga penilaian umum bahwa KPU dinilai kurang gencar dalam melakukan sosialisasi masif. Dengan adanya berbagai persoalan tersebut, akhirnya pekerjaan dalam penyusunan dan pengesahan DPS berakibat pada timbulnya sejumlah persoalan-persoalan lain seperti tidak diumumkannya atau tidak dipasangnya pengumuman DPS, rendahnya keterlibatan masyarakat dalam memberi masukan/tanggapan dan peserta Pemilu juga kurang bergairah memanfaatkan pengawalan DPS. Untuk mengatasi hal itu, menurut Nur Hidayat, KPU perlu melakukan
langkah-langkah strategis yaitu memotong langkah praktik sehingga KPUD setempat mengambil DPT Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dinilainya lebih “akurat”. Bahkan, KPU dapat mengambil atau lebih tepatnya memanfaatkan DPT Pemilu 2004 seperti yang ditemukan di Nusa Tenggara Barat. Diundurnya masa penyusunan DPS yang semestinya selesai pada tanggal 8 September 2008 menjadi 30 September 2008 seperti yang terlihat di Jawa Barat, menurut Nur Hidayat kurang membantu mengatasi persoalan yang ada.
Kurang Favourable Apa pun konteksnya, terlihat bahwa pengelolaan data pemilih ini terlihat kurang favourable. Hal ini terlihat dari inventarisasi persoalan perihal administrasi kependudukan dan daftar pemilih sementara dalam tahap pemutakhiran data pemilih Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2009 yang diolah dari laporan Panwaslu Provinsi menemukan ada kira-kira dua belas provinsi yang menghadapi problematik DPS. Seperti Provinsi Jawa Tengah, berdasarkan pengecekan secara acak di Kota semarang, Panwaslu provinsi ini menemukan pelanggaran-pelanggaran adminstratif pada tahapan pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. Pelanggaran itu berupa tidak diumumkannya DPS dan DPSHP daerah Semarang di Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Tembalang, Kecamatan Pedurungan dan Kecamatan Gajahmungkur. Pelanggaran adminstrasi yang dilakukan KPU menyngkut pasal 36 (3) jo 37 (1) UU Nomor 10 Tahun 2008 jo pasal 15 (1) huruf b, pasal 22 (1) dan pasal 24 (4) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2008. Sedang berdasarkan hasil pengawasan acak yang dilakukan Panwaslu Provinsi Jambi di sejumlah kelurahan, ditemukan bahwa DPS yang digunakan untuk Pemilu Legislatif
bersumber dari DPT yang pernah bermasalah pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota pada 20 Agustus 2008 yang lalu. Selain itu, dari pengecekan di lapangan ditemukan bahwa DPS tidak ditemukan dipasang di papan pengumuman atau tempat yang mudah dilihat masyarakat. Dalam hal ini, Panwaslu menarik suatu kesimpulan bahwa PPS enggan untuk menjalankan tugasnya karena honor mereka yang Rp 250 ribu per bulan untuk lima bulan baru dibayar tiga bulan. Sementara untuk verifikasi pemilih honor yang diberikan sangat kecil yaitu Rp 100 ribu/bulan/TPS. Nur Hidayat menilai anggota masyarakat juga kurang peduli dengan hak-hak politik mereka. Mereka lebih banyak tidak tahu dengan proses pendataan serta pengumuman DPS ini. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pemutakhiran data pemilih yang bersumber dari Dispenduk Kabupaten/Kota seperti yang dilaporkan dari Kabupaten Sikka, Flores, Flores Timur dan Lembata, yang dijadikan sebagai dasar untuk proses pemutakhiran data pemilih Pemilu 2009, ternyata lebih dari 60 persen sangat diragukan validitasnya. Terutama ke empat Kabupaten tersebut, banyak warga yang luput dari pendataan. Mereka yang lapor namanya tidak tercantum dalam DPS yang dipasang/diumumkan. Dalam laporan yang disampaikan Panwaslu NTT juga terungkap bahwa penanganan/pengelolaan data pemilih praktis dilakukan oleh bagian secretariat KPU setempat. Anggota divisi/pokja KPU yang menangani pendaftaran pemilih lebih sering tidak berada di kantor, lebih banyak tidak aktifnya. Ketika Panwas menanyakan keadaan ini, kata Nur Hidayat, pihak sekretariat menjawab bahwa anggota KPU di sana sedang sibuk mempersiapkan dirinya untuk ikut kembali dalam rekruitmen KPU Daerah. KPU Kabupaten sibuk melakukan pendekatan ke anggota KPU provinsi, sementara KPU provinsi sibuk membangun lobi ke KPU (pusat). “Konsentrasi untuk jabatan baru inila
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
19
LAPORAN UTAMA yang akhirnya mengurangi konsentrasi menangani daftar pemilih ini,” kata Hidayat. Sementara di Provinsi Daerah Istimewa Yogayakarta, setelah melakukan pengawasan secara acak, Panwaslu menemukan masih banyak warga yang semestinya sudah berhak memiliki hak pilih, namun namanya luput dari pendataan. Setelah sebelumnya melapor ke petugas, ternyata namanya juga tidak ada di DPS yang dipasang di Balai Desa setempat. Kenyataan ini ditemukan misalnya, di daerah Seyegan dan Brebah, Kabupaten Sleman. Untuk Provinsi Kalimantan Barat, Panwaslu menemukan tidak sinkronnya data yang ditetapkan oleh KPU dengan KPUD. Hal ini akan berpengaruh pada revisi/klarifikasi yang dilakukan ke KPU. Dalam hal pendataan ini, minimnya dana yang menjadi alasan KPUD untuk mensosialisasikan kepada publik tentang DPS dan DPT. Sehingga KPUD hanya melakukan sosialisasi dari kantor Kelurahan/Desa yang berakibat masyarakat banyak yang tidak tahu apakah ia terdaftar di DPS ataukah tidak. Adanya masa perpanjangan waktu dalam penyusunan DPS, yang semestinya dari tanggal 8 September 2008 menjadi 30 September 2008 di Provinsi Jawa Barat, sayangnya perpanjangan ini tidak dilakukan sosialisasi yang mendorong keterlibatan masyarakat dalam rangka pengecekan nama-namanya dalam DPS yang akan dipasang di Kelurahan/Desa. Namun Nur Hidayat menilai, pendataan pemilih untuk Provinsi Bali, Sumatera Selatan, Gorontalo dan Kalimantan Selatan relatif berjalan lancar dan baik. Hal ini dikarenakan KPU setempat menggunakan daftar pemilih Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagai dasar dalam penyusunan DPS. Terjadi perubahanperubahan seperlunya demi menyempurnakan data pemilih yang tercecer pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang lalu. Secara umum, langkah yang dilakukan KPU berjalan secara baik. Demikian halnya yang dilakukan di Riau, KPU setempat menggunakan
20
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
data pemilih hasil Pilkada menjadi DPS pemilihan legislatif, karena cara ini dinilai lebih bisa mengurangi persoalanpersoalan dalam pendataan.KPU setempat juga menganggap bahwa DPT Pilkada dengan DPS pemilihan legislatif relatif sama, tinggal memperbaiki hal-hal yang masih dipersoalkan.
Elemen Yang Krusial Data pemilih merupakan elemen yang paling krusial dalam penyelenggaraan Pemilu, untuk itu Daftar Pemilih Tetap (DP T) merupakan data basis (data base). Menurut Hidayat, validitas data pemilih amat berpengaruh pada kualitas Pemilu, selain juga menjadi indikator betapa integritas Pemilu disini dipertaruhkan. Hal ini semata-mata data pemilih menyangkut hak-hak politik warga masyarakat/warga negara dalam menentukan proses pengambilan keputusan paling rendah di depan negara yaitu hak pilih. “Di sinilah warga negara memberikan preferensi politiknya,” tuturnya. Dengan demikian, bila data pemilih tidak valid, tidak akurat, maka kemungkinan pemilih guna menjalankan hak memilihnya menjadi semakin tinggi. Inilah legitimasi politik dalam Pemilu sedang dipertaruhkan. Tidak terkelolanya secara baik data pemilih ini juga bisa mengacaukan asumsi-asumsi yang selama ini dibangun, menyangkut penganggaran serta prakiraan dalam perencanaan lain, termasuk proyeksi pembentukan badan penyelenggara dan pelaksanaan Pemilu. Dari hasil laporan Panwaslu Provinsi, terlihat sejumlah kekhawatiran-kekhawatiran tertentu menyangkut gugatan/protes dari mereka yang merasa dirugikan dari data pemilih ini. “Maklum saja”, kata Hidayat, “Sebagian besar anggota Panwaslu di daerah adalah eks panwaslu dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Gugatan selisih hasil Pemilu sering dijadikan pintu masuk oleh mereka yang merasa dirugikan”. Bagi KPU sendiri, temuan
inventarisasi persoalan yang terjadi diberbagai daerah, hendaknya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk bisa mengambil langkah-langkah yang signifikan. Bawaslu mendorong agar kiranya KPU bisa mendeteksi akar persoalan serta persoalan ikutan yang sebenarnya sehingga bisa dicarikan solusi sebaikbaiknya. Bila persoalannya adalah lingkup kelembagaan, dalam arti belum terbentuknya PPS/PPDP atau kurang efektifnya atau kurang efektifnya pola kelembagaan, tentunya harus ada perbaikan pola managemen kelembagaan. Jika persoalannya pada lingkup anggaran, seharusnya KPU bisa mendesak kepada pemerintah agar secepatnya bisa mencairkan anggaran yang sudah disetujui selama ini. Namun jika persoalannya berakar pada personalia (sumber daya manusia), Bawaslu berpandangan perlunya segera menggelar up grading besarbesaran dan dengan sebaik-baiknya. Hidayat menegaskan, meskipun KPU sudah melakukan program sosialisasi, namun khalayak menilai sosialisasi ini masih sangat kurang dijalankan, dan masih belum memuaskan hampir semua pihak. Oleh karena itu Bawaslu berpendapat, program sosialisasi hendaknya diganti oleh semacam gerakan nasional sosialisasi Pemilu 2009. Bagi Bawaslu sendiri, seluk beluk apa yang terjadi menyangkut data pemilih, merupakan sinyal awal agar segenap jajaran Bawaslu dan Panwaslu memperketat pengawasan yang akan dilakukan. “Inilah warning berharga bagi pengawas Pemilu untuk semakin ketat melakukan pengawasan,” ujarnya. Tahap-tahap Pemilu seperti tahap pemungutan suara, penghitungan suara, rekapitulasi hasil suara, serta yang berkait dengan perselisihan hasil Pemilu, akan menjadi titik tekan dalam pengawas Pemilu melakukan pekerjaannya. (tt,mp,iw)
LAPORAN UTAMA
Persiapan KPU Masih Dibawah Standar Pesta demokrasi yang dilangsungkan setiap lima tahun sekali tinggal beberapa bulan lagi. Pemungutan suara yang akan dilangsungkan pada 9 April 2009 mendatang rasanya sudah diambang mata.
M
asih banyak tahapantahapan penyelenggaraan Pemilu yang harus dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), untuk itu KPU harus bekerja ekstra keras agar dapat mensukseskan jalannya Pemilu 2009. Apalagi dalam tahapan penjadwalan KPU untuk Daftar Calon Sementara (DCS) yang sedikit terlambat dari waktu yang ditentukan menjadi tantangan tersendiri bagi KPU karena berbagai media menyoroti lambatnya kinerja KPU. Untuk mengetahui lebih jauh pendapat dari masyarakat tentang persiapan KPU dalam menyongsong Pemilu 2009, berikut wawancara Parlementaria dengan Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Cetro), Hadar N. Gumay disela-sela waktunya melakukan aktivitasnya.
Sebagai pihak yang mempunyai perhatian serius terhadap Pemilu, menurut anda bagaimana persiapan KPU dalam menyongsong penyelenggaraan Pemilu.
Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Cetro), Hadar N. Gumay. (foto: Iwan)
Saya kira seperti yang mungkin sudah sering diberitakan di media massa masih banyak persoalan yang dihadapi KPU. Dalam arti, saya berpendapat persiapannya m a s i h minim, m a s i h b e l u m cukup, katakanlah masih belum baik. Jadi itu respon umum saya yang pertama kalau kita lihat
lebih rinci. Bagaimana saya bisa mengatakan persiapan itu masih belum baik. Pertama, misalnya dari segi peraturan, KPU itu diberi wewenang membuat peraturan untuk pelaksanaan Pemilu, sebagai landasannya sesudah undang-undang. Dalam banyak hal peraturan ini terlambat dibentuknya dan ada peraturan-peraturan yang sudah sangat dibutuhkan belum juga selesai. Misalnya, kampanye pada saat itu sudah akan dimulai, namun peraturan baru selesai hanya beberapa hari sebelum kampanye dimulai. Menurut saya itu sangat tidak memenuhi syarat, karena kalau kita ingin melaksanakan dengan baik kita harus tahu dulu peraturannya seperti apa, dan kita bisa mempersiapkan diri dan seterusnya. Itu seringkali terjadi seperti itu. Dan ini baru dilihat dari segi peraturan. Kemudian dari segi pelaksanaannya, kita melihat beberapa tahapan yang dilakukan terlambat pelaksanaannya, tidak seperti apa yang dijadualkan dan direncanakan. Keterlambatan adalah sesuatu yang biasa sebetulnya, tetapi kalau terlalu banyak terlambat tentunya jadi tidak biasa. Hal itu juga sekaligus menunjukan kekurangsiapan dari KPU. Persiapan yang baik selalu akan menghasilkan produk dari kegiatan yang baik juga. Sekarang kita seringkali mendengar produk daripada yang dilaksanakan itu juga punya masalah, misalnya saja kita bicara masalah Daftar Pemilih Sementara (DPS), dan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Jadi dalam hal ini ada proses pembuatan daftar pemilih. Kita seringkali mendengar bahwa daftar pemilih itu tidak akurat, sekalipun daftar ini belum tetap. Yang harusnya daftar itu diumumkan secara luas, namun tidak diumumkan dibanyak tempat. Belum lagi ada kajian yang mengatakan PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
21
LAPORAN UTAMA masih banyak pemilih yang belum terdaftar. Kemudian dilihat dari kualitas, misalnya kita sekarang bicara tentang Daftar Calon Sementara yang sedang hangat-hangatnya diberitakan di media massa, yang seharusnya diumumkan sesuai undang-undang ada photonya misalnya, namun tidak ada photonya. Jadi dalam hal ini, produknya sendiri tidak memenuhi standar. Jadi itulah kirakira ukuran-ukuran saya untuk mengatakan bahwa sampai hari ini persiapan itu masih di bawah standar, masih belum baik, belum cukup sesuai yang diharapkan.
membuat persoalan, bukan dari segi aturan yang terlambat, tapi kesiapan lembaganya, orang-orangnya antara dia dengan sekretariat dan seterusnya. Apalagi karena tuntutan undangundang kesekretariatan harus dirombak. Dan itu juga masih belum selesai secara keseluruhan. Selesai di tingkat nasional hanya baru-baru ini. Jadi menurut saya, faktor itulah sebetulnya, kesiapan struktur dan orang-orang dilembaganya, bukan dominan dari peraturan yang terlambat.
Jika dikatakan persiapan masih di bawah standard, apakah ada kaitannya dengan disahkannya RUU tentang Pemilu yang terlambat dan KPU bekerja tinggal beberapa bulan lagi.
Jadi begini, bahwa satu data pemilih yang tidak akurat itu akan menimbulkan jumlah pemilih dengan partisipasi pemilih yang tidak banyak, yang kemudian diistilahkan “Golput” itu memang bisa mempengaruhi dan itu sebagai akibat dari data yang tidak akurat. Maksud saya, di dalam data yang tidak akurat itu sebetulnya bukan hanya persoalan orang yang tidak terdaftar tetapi ada orang yang ada di dalam data tapi sebetulnya orangnya tidak ada, itu banyak terjadi. Akibatnya kalau kita menghitung partisipasi pemilih, berdasarkan daftar seharusnya ada orangnya, tetapi saat pemungutan suara tidak ada orangnya atau yang sering disebut ghost voters. Dengan adanya ghost voters ini sehingga angka pengukurannya menjadi sangat tinggi. Begitu pencoblosan yang berpartisipasi jumlahnya sedikit. Bagaimana mau banyak, orang disini banyak hantunya. Jadi itulah yang membuat angka Golput yang kita istilahkan itu menjadi tinggi. Jadi, kalau data awalnya itu tidak bersih dimana di dalamnya banyak ghost voters, dapat dipastikan Golputnya juga tinggi, dan hal itu bukan dikarenakan orang yang betul-betul ada tidak datang, atau karena dia tidak berminat mencoblos, tetapi gara-gara ada hantu di dalam daftar tersebut. Oleh karena itu, memang penting di satu sisi data orang yang tidak ada ini dibersihkan. Sekarang persoalan intinya, dimana modal dasar atau bahan dasar daftar Pemilu itu adalah Data Penduduk dan
Saya kira memang itu faktor dan seringkali menjadi alasan mereka, dan hal itu bisa dikatakan menjadi salah satu penyebab. Tetapi menurut saya, kalau sudah sekian bulan disahkan (sekitar awal Maret) sampai sekarang, berarti sudah lebih dari setengah tahun. Kalau sudah lebih dari setengah tahun masih begini saja, dengan alasan pengesahan yang terlambat, menurut saya ini tidak tepat juga. Jangan-jangan memang ada handicap, ada ketidakmampuan pada mereka, walaupun ini baru perkiraan, dan saya belum tahu persis, jika mereka memakai alasan seperti itu. Mestinya harus ada upaya lain sehingga ada upaya percepatan. Tetapi saya tidak mau menolak bahwa memang keterlambatan itu membuat susah. Menjelang Pemilu Tahun 2004 lalu, undang-undang itu selesainya kurang lebih sama, di bulan Maret juga pada tahun 2003. Jadi waktu yang tersedia selesainya undang-undang sampai pemungutan suara sebenarnya kurang lebih sama. Tetapi yang membedakan adalah Komisioner atau KPU menuju Pemilu Tahun 2004, KPU yang lalu itu terbentuk sudah sejak Tahun 2001, itulah bedanya. Jadi lembaganya itu sudah lama terbentuk. Jadi saya kira, kemungkinan itu yang
22
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Masalah data pemilih yang banyak memprediksikan angka Golput akan lebih dari 30% jumlahnya.
Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang disediakan oleh pemerintah. Data ini seringkali sangat buruk, sehingga gilirannya KPU mau membereskan data itu dia kerepotan. Selain seringkali datangnya terlambat, dan waktu yang tersedia untuk membereskan data tersebut buat KPU juga tinggal sedikit, dan budget-nya juga tidak banyak. Ini mulai terjadi sejak tahun 2005 dimana diadakan Pilkada, walaupun dalam UU tidak disebutkan untuk memakai DP4, tapi Peraturan Menteri mengatakan menggunakan DP4. Namun, begitu DP4 disodorkan dan KPU harus mengikuti, datanya hancurhancuran. Jadilah mereka yang dimarahin penduduk, karena penduduk tahunya ya KPU maupun KPUD. Padahal Undang-Undang Pemilu yang sekarang menyebutkan data tersebut memakai DP4 dari pemerintah sebagai dasar untuk membuat DPS. Daftar ini buruk sekali, jadi kita harus peringatkan pemerintah kalau tidak sanggup membuat daftar pemilih, sebaiknya tidak usah ikut campur untuk data pemilih Pemilu. Sebaiknya pemerintah membereskan terlebih dahulu dan merapihkan daftar penduduk ini. Dirjen Administrasi dan Kependudukan Departemen Dalam Negeri telah lama sekali menyiapkan, sudah hampir sepuluh tahun yang memberikan istilah Single Identity, dan seingat saya belum beres. Nah sebaiknya, ini diberesin dulu, kalau sudah beres, data itu baru boleh digunakan. Hal ini sebetulnya juga terkait dengan ketersediaan dana untuk KPU memproses atau membentuk DPS. Dalam undang-undang diatur tahapantahapan dari DP4 yang disediakan pemerintah menuju DPS. Data tersebut dimukhtahirkan dulu oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), berkerja sama dengan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa dan kelurahan. Selain ada juga Panitia Pemilihan Kabupaten (PPK) yang membantu mengkoordinir. Kemarin waktu DP4 yang diberikan pemerintah yang kualitasnya menurut saya sangat buruk, giliran KPU akan
LAPORAN UTAMA mempekerjakan PPS, PPK maupun PPDP belum bisa mengerjakan karena datanya tidak ada (belum turun). Jadi, dari satu segi KPU harus segera bekerja, namun di sisi lain tangannya diikat karena uangnya belum ada. Dalam hal ini, DPR punya wewenang untuk membuat anggarannya, dan kemudian mengontrol bahwa anggaran yang sudah disepakati itu dapat turun tepat waktu. Jadi menurut saya, DPS ini kelihatannya buruk, dan itu disebabkan karena modal dasarnya atau bahan dasarnya memang buruk dari pemerintah. Kemudian pemerintah dan DPR tidak menurunkan dana tepat waktu dan sebesar yang dibutuhkan, sehingga kinerja KPU jadi begini. Jadi ada faktor atau andil dari pemerintah dan DPR yang menurut saya membuat situasi seperti ini.
Kalau data dari pemerintah itu buruk, sebaiknya data yang kita ambil dari mana? Sebaiknya kita gunakan seperti apa yang diatur sebelumnya di undangundang kita, gunakan data Pemilu terakhir. Kita kan tahu bahwa Pemilu terakhir itu ada Pilkada-Pilkada di daerah. Dan daerah yang belum melaksanakan Pilkada dapat menggunakan data Pemilu tahun sebelumnya. Data itu ada di tangan KPU sendiri. Jadi gunakanlah data itu dan biarkan mereka memutakhirkan data itu sendiri, karena dia sudah menguasai data itu. Jangan “ujug-ujug” didrop sama pemerintah, yang bila dibuka di komputer data itu masih banyak menimbulkan pertanyaan, karena tidak jelas. Jadi gunakan data Pemilu terakhir, yang umumnya ada dua yaitu, Pilkada terakhir yang dilaksanakan di mereka, atau kalau belum melaksanakan Pemilu menggunakan data sebelumnya (Pemilu tahun 2004). Menurut saya, mereka lebih tahu data itu, dan berikan mereka wewenang untuk membereskan data itu di wilayah mereka masing-masing, beri mereka support dana dan seterusnya. Cara itu jauh lebih baik, jadi jangan dicampuradukan. Sekarang ini dicampur-adukan data
kependudukan yang salah ditafsirkan dan data pemilih. Boleh-boleh saja kalau mau dicampurkan, di beberapa negara juga ada yang menggunakan cara itu, tapi dengan catatan data kependudukannya bagus. Saya khawatir, kenapa pemerintah kita tidak bisa menyiapkan data yang baik, padahal pelaksanaan Pilkada sudah dilaksanakan dimana-mana. Program penataan ini sudah disiapkan lebih dari 10 tahun. Berapa banyak dana sudah keluar untuk itu, berapa alat-alat teknologi canggih yang sudah dibeli. Namun pertanyaan saya kenapa masih begini lagi.Tentunya ini harus dicek sama Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan Dirjen Adminduk (Administrasi Kependudukan).
Menanggapi keterwakilan 30 persen perempuan dalam setiap partai...? Saya lihat bukan hanya 30 persen pencalonan di tingkat nasional, bukan itu, itu tidak ada maknanya. Yang harus dilihat itu perdapilnya, zipernya dibuat atau tidak. Kemudian di dalam ziper itu berapa diletakkan di nomor satu, nomor dua, nomor tiga dan seterusnya. Itu yang menunjukan keseriusan partai politik untuk betul-betul mencalonkan perempuan. Tapi ternyata kesimpulan saya partai politik tidak ada yang serius.
Jadi menurut pandangan anda kuota 30 persen yang diajukan partai hanya sekedar memenuhi persyaratan saja. Betul, memenuhi yang di tingkat nasional dan itu sebetulnya mengelabui kita semua. Dari daftar partai yang memenuhi keterwakilan perempuan yang ditempel oleh KPU hanya ada empat partai itu yang tidak mencapai 30%, yang lain mencapai. Dan terus kita dikesankan hebat, semua partai adalah, begitu ‘kan kesannya. Tapi kalau kita baca, dilihat lebih rinci mana yang sebetulnya dibutuhkan ternyata ziper saja semua, tidak ada yang di dapil-dapil dimana dia ikut. Jadi secara penuh tidak ada satu partai pun.
Cara memberikan suara dengan memberikan tanda contreng masih
diperdebatkan, bagaimana menurut pendapat anda? Bukan untuk menyombongkan diri, tapi Cetro yang waktu itu pertama kali membuat simulasinya. Tahun 2003 menuju tahun 2004 kami sudah mengenalkan proses simulasi itu. Waktu itu di DPR berdebat soal besarnya kertas suara. Menghadapi Pemilu 2009, DPR kembali berdebat soal pemberian suara dengan cara mencontreng. Cetro mau memperlihatkan sebaiknya kita tidak perlu berdebat, tapi mencari solusi yang terbaik dengan cara menanyakan langsung ke publik melalui simulasi.Tapi ingin saya katakan bahwa ini adalah metodenya, ini caranya Pada waktu kami melakukan simulasi di Pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan maupun pasar campuran dan tradisional di daerah kota, dan hasilnya dari 149 orang yang biasanya ikut Pemilu dengan cara mencoblos, setelah diajarkan cara memberikan tanda hanya ada satu orang yang salah, sementara yang lain bisa memberikan tanda semua. Dari hasil tersebut berarti tidak ada masalah. Tetapi diantara orang yang mengerjakan itu, 40 persen mengatakan sebaiknya memakai cara yang lama, dengan alasan karena mereka takut salah. Jadi dari hasil simulasi ini ada ketakutan kesalahan. 40 persen dan hampir 60 persen mengatakan tidak masalah diubah cara pemberian suara, mereka mengatakan sama mudahnya. Jadi dari situ kami sudah bisa menyimpulkan sebetulnya jangan ragu untuk mengubah cara pemberian suara. Waktu KPU mengadakan simulasi di Jawa Timur tentang cara pemberian tanda ini, dan saya kebetulan juga diundang ke sana, saya lihat semua berjalan lancar, semua bisa memberi tanda, hanya ada dua orang saja yang memberi tanda dengan mencoblos, dan yang lain tidak ada. Padahal mereka itu belum diberi sosialisasi, hanya pagi itu mereka diberikan penjelasan. Jadi menurut saya tidak usah terlalu khawatir, untuk Papua pun juga begitu. Ketakutan nantinya akan banyak yang salah, menurut saya itu semua ngomong nggak ada dasarnya. Sekali lagi KPU jangan ragu, teruskan
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
23
LAPORAN UTAMA saja dengan tanda mencontreng, tetapi perlu dipertimbangkan kalau nanti di lapangan tetap ada yang mencoblos atau memberi tanda yang lain, sejauh itu satu kali dan kemudian ditempat yang memang seharusnya dinyatakan sah. Menurut saya perdebatan ini sudah selesai, tidak perlu lagi kita ramaikan, percuma energi kita keluarkan masih memperdebatkan masalah itu. Karena dari semua negara yang melaksanakan pesta demokrasi tinggal dua negara di dunia yang masih menggunakan cara mencoblos yaitu Kamerun dan Indonesia. Dengan cara mencoblos orang luar mengatakan “biadab itu”, karena kita menusuk muka orang. Saya ingin katakan ini tidak ada hubungannya dengan tingkat melek huruf, tidak ada hubungannya. Karena ada negara lain yang penduduknya tingkat pendidikannya jauh lebih rendah dari kita, juga memberi tanda mencontreng. Indonesia tingkat melek hurufnya di atas 95 persen, dan angka itu tinggi, tapi kita masih menggunakan cara mencoblos. Sementara negara lain yang tingkat melek hurufnya lebih kecil dari kita dengan memberi tanda. Jadi artinya, tidak ada hubungan dengan melek huruf. Kalau argumentasi kita masih banyak yang buta huruf sehingga tidak bisa memberi tanda, itu tidak ada hubungannya. Karena masalah ini hanya memberi tanda seperti orang tua menandai sesuatu, bukan menulis, atau melukis. Pemberian tanda dengan mencontreng sebaiknya diteruskan jangan ragu-ragu, sejauh di tempat yang dimaksudkan dan satu kali juga dianggap sah. Dan yang terpenting, KPU melakukan sosialisasi dengan baik. KPU saya kira masih sangat lemah karena hari pencanangan sosialisasi nasional itu dilakukan di bulan April. Jadi apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah itu tidak jalan, mencanangkan saja tapi tidak ada yang disampaikan. Jadi memang KPU ini lambat. Berdasarkan hasil survei nasional, saya mendengar memang sebagian masyarakat kita tidak tahu apa-apa mengenai Pemilu, padahal waktunya
24
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
sudah sangat mepet. Jadi, dalam hal ini KPU harus melakukan sosialisasi dengan kencang.
Apakah kurangnya sosialisasi ini kemungkinan besar terkendala masalah kurangnya dana? Saya kira itu tidak bisa dijadikan alasan, karena alasan itu tidak tepat. Dalam undang-undang dikatakan Pemilu itu dibiayai oleh APBN dan APBD. Jadi menjadi tanggungjawab Pemerintah dan juga DPR, tidak bisa dikatakan tidak ada dana dan segala macam, dia harus dibantu.Tapi memang kita tahu bahwa untuk sosialisasi ini memang membutuhkan biaya besar.
Seharusnya sosialisasi apa yang tepat dilakukan oleh KPU sehingga pesan itu efektif diterima masyarakat? KPU seharusnya juga harus kreatif, misalnya dia mengumpulkan orangorang yang punya media besar untuk membicarakan masalah sosialisasi ini. KPU dapat mengemukakan kesulitankesulitannya dengan waktu yang pendek ini untuk dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat di seluruh pelosok tanah air. Saya kira orang-orang pemilik media yang kaya-kaya itu mau membantu. Ini KPU tidak melakukannya. Saya tidak tahu kenapa dia tidak sampai kesitu. Padahal mengajak kerjasama dengan orang-orang media ini membuat mereka mengerti bahwa suksesnya Pemilu itu adalah andil mereka juga. Untuk saat ini, media yang paling efektif untuk melakukan sosialisasi adalah media televisi, tetapi memang harus dikemas dengan baik sehingga message itu dalam waktu pendek bisa sampai. Media radio seperti RRI yang punya jangkauan luas juga bisa menyampaikan pesan-pesannya ke seluruh pelosok tanah air yang tidak bisa dijangkau oleh media manapun. Selain itu bekerja sama dengan radio-radio di daerah untuk ikut menyiarkan Pemilu 2009 ini. Dari waktu sepuluh jam siaran misalnya, masak tidak bisa mengalokasikan 10 menit sehari untuk itu. Jadi memang harus ada gerakan bersama untuk melakukan
sosialisasi besar-besaran ini. Tetapi sekali lagi, sebetulnya Pemilu itu adalah biaya dari negara. Jadi kebutuhan berapapun negara harus membiayainya, jangan sampai penyelenggara berpikiran karena dananya kurang akhirnya melakukan seadanya.
Harapan-harapan untuk pelaksanaan Pemilu yang akan datang? Tentu yang paling sederhana, ini Pemilu ketiga setelah kita masuk masa demokrasi reformasi, yang pertama tahun 1999, yang ke dua tahun 2004. Itu saya lihat membaik, jangan sampai yang ketiga ini menjadi memburuk. Salah satu ukuran baiknya pelaksanaan Pemilu adalah kita punya masyarakat yang paham, dia harus melakukan apa di Pemilu itu. Problem kita sebetulnya di masyarakat, saya tidak mengatakan masyarakat yang salah, ini terjadi karena para elite kita, pemerintahan kita, politisi kita, atau pihak lainnya yang memang seharusnya mampu tidak mendidik masyarakat dengan baik. Jadi bukan kesalahan masyarakat, ini tantangan. Jadi bagaimana caranya kita membuat masyarakat itu lebih paham? Karena menurut saya kalau dia paham dia akan memilih dengan rasional nantinya, bukan sekedar ikut-ikutan dalam memilih, berapa besar uang yang diberikan, atau kita berhadapan dengan sejumlah orang pintar yang mengatakan tidak ada gunanya Pemilu, lebih baik tidak usah mencoblos. Padahal dia orang pintar, orang sekolahan, dia doktor, profesor. Itu menurut saya keliru, jadi perlu ada upaya penyadaran pendidikan politik yang kencang sehingga masyarakat itu paham. Saya berharap masyarakat yang paham ini tambah banyak di Indonesia sehingga Pemilu kita akan efektif. Pemilu itu kan mencari orang terbaik untuk menjadi pemimpin. Kalau kita tidak paham nanti yang terpilih orang yang kacau, dan kita akan dipimpin oleh orang kacau. (tt,iw,mp)
LAPORAN UTAMA Komisi II DPR RI RDP dengan Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan Dirjen Adminduk Depdagri. (Dok. Pemberitaan)
Penyiapan Data Kependudukan
Terkendala Terbatasnya Tenaga Operator Dan Verifikator Dasar penyiapan data kependudukan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pasal 5 berbunyi : Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan adminstrasi kependudukan secara nasional yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dengan kewenangan meliputi antara lain mengenai Pengelolaan dan Penyajian Data Kependudukan berskala nasional.
S
edang dalam Pasal 6 mengatakan, Pemerintah Provinsi berkewajiban dan bertanggung menyelenggarakan urusan adminstrasi kependudukan, yang dilakukan oleh Gubernur dengan kewenangan meliputi antara lain, mengenai pengelolaan dan penyajian data kependudukan berskala Provinsi. Dilanjutkan Pasal 7 ayat (1) untuk Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan adminstrasi kependudukan, yang dilakukan oleh Bupati/Walikota, dengan kewenangan meliputi antara lain, pengelolaan dan penyajian data kependudukan berskala Kabupaten/Kota. Data pemilih untuk Pemilu 2009 bersumber dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yaitu Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Departemen Luar Negeri. Mengutip perkataan yang disampaikan salah satu anggota Komisi II DPR RI, data pemilih ini menjadi “ruhnya” pelaksanaan Pemilu 2009. Untuk itu, peran Pemerintah (Dirjen Adminduk) dan Pemerintah Daerah
dalam memberikan data kependudukan ini sangat penting sekali artinya. Dirjen Adminduk Depdagri Abdul Rasyid Saleh mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD menegaskan data kependudukan diserahkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 12 (dua belas) bulan sebelum hari pemungutan suara. Untuk keperluan dimaksud, kata Abdul Rasyid, maka data kependudukan telah diserahkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota secara serentak pada tanggal 5 April 2008. Data kependudukan yang telah diserahkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota meliputi Data Agregat Kependudukan (keseluruhan jumlah penduduk) per-kecamatan (DAK2) sebagai bahan bagi KPU,KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk penyusunan Daerah Pemilihan (Dapil) dalam rangka
menentukan dan menetapkan jumlah kursi legislatif. Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) sebagai bahan bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS). Di dalam DP4 ini dicantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional. Abdul Rasyid menambahkan, DAK2 dan DP4 bersumber dari Database Kependudukan SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan), dan dalam pembangunan database SIAK bersumber dari tiga alternatif. Alternatif pertama adalah, pemutakhiran Daftar Rumah Tangga Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (DRT-P4B). Selain itu, pengisian formulir biodata per keluarga (F-1.01) dan konversi dari database SIMDUK/Sistem lainnya ke database SIAK.
Diserahkan 5 April 2008 Mekanisme dan jadwal penyerahan data kependudukan, untuk Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas/Badan/
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
25
LAPORAN UTAMA Kantor yang menangani urusan Adminduk menyiapkan DAK2 dan DP4 dalam bentuk CD (5 rangkap) diserahkan paling lambat Pebruari 2008. Sedang Pemerintah Kabupaten/Kota menyerahkan 4 rangkap CD tersebut kepada Pemerintah Provinsi pada awal Maret 2008 dan pertengahan Maret 2008, Pemerintah Provinsi menyerahkan 2 rangkap CD dari semua Kabupaten/Kota di wilayahnya kepada Menteri Dalam Negeri melalui Adminduk. Tanggal 5 April 2008,Pemerintah Pusat (Mendagri) telah menyerahkan CD (berisi DAK2 dan DP4) kepada KPU. Pada saat yang bersamaan Gubernur telah menyerahkan CD berisi yang sama kepada KPU Provinsi, dan Bupati/Walikota telah menyerahkan juga kepada KPU Kabupaten/Kota. Setelah data kependudukan itu diserahkan, maka tindak lanjut yang harus dilakukan oleh KPU adalah pemutakhiran data pemilih Pemilu untuk penyusunan dan penetapan DPS dalam rangka Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden,serta Pemilu Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Selain itu, KPU juga melakukan koordinasi/konfirmasi ulang hasil pemutakhiran data pemilih oleh KPU kepada Pemerintah (Mendagri,Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota) melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Tindak lanjut yang harus dilakukan Pemerintah adalah,pemutakhiran database kependudukan melalui pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil dengan menggunakan Sistem Informasi
Administrasi Kependudukan (SIAK) yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Pemerintah juga harus mengkoordinasikan/menginformasikan kepada KPU-KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengenai perubahan DP4 akibat adanya penduduk yang pindah, datang, meninggal, baru kawin, pemilih pemula,TNI/POLRI yang pensiun dan lainlain. Hal penting lainnya yang harus dilakukan pemerintah adalah mengupayakan percepatan penerbitan KTP berbasiskan NIK Nasional. Berdasarkan data kependudukan dari Departemen Dalam Negeri dan Departemen Luar Negeri, dimutakhirkan oleh KPU Kabupaten/Kota yang disupervisi oleh KPU Provinsi, KPU dengan Keputusan Nomor 139/SK/KPU/Tahun 2008, pada tanggal 20 Juni 2008 KPU telah menetapkan prakiraan data pemilih bagi Pemilu Anggota DPR,DPD,DPRD Tahun 2009 sebanyak 174.410.453 jiwa yang terdiri dari Data Pemilih Sementara Dalam Negeri sebanyak 172.800.716 jiwa dan Data Pemilih Sementara Luar Negeri sebanyak 1.609.737 jiwa. Dari hasil pemutakhiran data pemilih pada DPS tersebut di atas, KPU telah melakukan evaluasi terhadap DPS perbaikan awal dari tanggal 8 – 10 September 2008. Untuk sementara diperoleh angka DPS hasil perbaikan awal adalah sebanyak 170.752.862 jiwa. Dibandingkan angka DPS sebelumnya, terdapat penurunan angka sebesar 2.047.854 jiwa.
Permasalahan Yang Dihadapi Abdul Rasyid mengatakan, ada berbagai permasalahan yang dihadapi dalam rangka penyiapan data kependudukan untuk Pemilu 2009. Beberapa permasalahan tersebut adalah masih terbatasnya tenaga operator SIAK untuk entry data kependudukan di kabupaten. Selain itu, masih adanya kendala kontinyuitas dukungan infrastruktur, terutama listrik, masih adanya kendala dalam hal pengisian formulir biodata oleh penduduk, terutama di pedesaan. Masih kurangnya tenaga verifikator di tingkat kabupaten untuk menjangkau kecamatan, desa/kelurahan juga menjadi permasalahan tersendiri dalam pendataan ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kata Abdul Rasyid, telah dilakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat, Konsultan IT dan Kelompok Keahlian Pranata Komputer guna mendukung penyiapan data kependudukan termasuk kegiatan pemutakhiran data. Direktorat Jenderal Adminduk juga perlu melakukan langkah-langkah lainnya yaitu data kependudukan kabupaten/kota yang telah ‘dibersihkan’di Pusat selanjutnya perlu segera diformat dalam SIAK kemudian diupdate melalui pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil (day to day operation). Apabila masih ditemukan data kependudukan yang masih diragukan tingkat akurasinya, dalam hal ini perlu dilakukan pengecekan melalui verifikasi dan validasi data oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. (tt/mp/ iw)
PERBANDINGAN DATA KEPENDUDUKAN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
26
PROVINSI ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU KEPULAUAN RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG BANGKA BELITUNG DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH D.I.YOGYAKARTA JAWA TIMUR
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
PER 5 APR 1) 4.236.378 12.717.697 4.331.095 4.794.760 1.504.365 2.686.709 7.005.548 1.439.901 7.564.142 1.049.305 8.489.910 39.634.214 34.464.667 3.601.224 37.933.861
DATA DAPIL 2) 4.459.431 13.463.597 4.506.628 4.830.538 1.554.860 2.806.859 7.220.343 1.707.396 7.529.718 1.049.502 8.477.125 40.926.546 35.318.209 3.604.805 38.139.669
SELISIH 223.053 745.900 175.533 35.778 50.495 120.150 214.795 267.495 -34.424 197 -12.785 1.292.332 853.542 3.581 205.808
LAPORAN UTAMA NO 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
PROVINSI BANTEN BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI BARAT SULAWESI TENGGARA GORONTALO MALUKU MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT JUMLAH
Keterangan: 1). Data awal dari Depdagri per 5 April 2008
PER 5 APR 1) 9.251.633 3.461.770 4.305.723 4.122.067 4.534.822 1.856.952 2.792.118 3.114.780 2.178.184 2.319.628 7.712.884 881.931 1.918.149 1.085.047 1.371.059 957.821 2.088.191 658.119 226.064.654
DATA DAPIL 2) 9.229.017 3.599.354 4.353.798 4.331.098 4.539.471 2.020.784 3.409.962 3.251.142 2.189.358 2.413.350 7.936.460 1.105.232 2.037.920 1.006.837 1.449.984 1.042.931 2.768.592 723.631 233.004.147
SELISIH -22.616 137.584 48.075 209.031 4.649 163.832 617.844 136.362 11.174 93.722 223.576 223.301 119.771 -78.210 78.925 85.110 680.401 65.512 6.939.493
2). Data Hasil Perbaikan dan Penetapan Daerah Pemilihan
Perbedaan Angka Pemilih antara DPS dengan DPS Hasil Perbaikan Awal NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
PROVINSI
ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU KEPULAUAN RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG BANGKA BELITUNG DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH D.I.YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI BARAT SULAWESI TENGGARA GORONTALO MALUKU MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT JUMLAH LUAR NEGERI
Jumlah KAB/ KOTA 23 28 19 11 6 10 15 9 11 7 6 26 35 5 38 7 9 9 20 14 14 13 14 13 10 23 5 12 6 9 8 27 9 471
DPS 1)
Hasil Selisih Perubahan (5-4) Awal 2) 3.055.224 44.472 9.294.953 101.890 3.020.707 25.913 3.328.567 25.283 1.220.494 0 2.025.216 -6.687 5.089.536 -1 37.619 1.211.580 33.417 5.448.408 103.575 785.116 6.776 6.923.263 -231.088 30.320.688 -56.231 27.172.718 63.423 2.846.149 -49.614 30.018.430 -478.684 5.530.998 -1324.024 2.650.787 -28.297 3.085.377 226 2.592.968 -55.624 3.154.832 -455 1.458.471 12.873 2.476.589 0 2.306.088 -3.287 1.596.062 283 1.605.341 -115.441 5.890.741 236.263 724.623 -16 857 1.441.925 -1.767 781.628 43.941 963.001 45.792 692.706 0 1.564.522 -285.744 475.154 -562 170.752.862 -2.047.854
3.010.752 9.193.063 2.994.794 3.303.284 1.220.494 2.031.903 5.227.155 1.178.163 5.344.833 778.340 7.154.351 30.376.919 27.109.295 2.895.763 30.497.114 6.855.022 2.679.084 3.085.151 2.648.592 3.155.287 1.445.598 2.476.589 2.309.375 1.595.779 1.720.782 5.654.478 741.480 1.443.692 737.687 917.209 692.706 1.850.266 475.716 172.800.716 1.609.737 174.410.453 170.752.862
KETERANGAN: 1)
Jumlah pemilih berdasarkan DPS sebagaimana dimaksud pada Keputusan KPU No 139 Tahun 2008 tentang Perubahan terhadap Keputusan KPU Nomor 86/SK/KPU/Tahun 2008 tentang Prakiraan Jumlah Badan Pelaksana dan Pemilih Sementara dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009. 2) Jumlah pemilih Berdasarkan DPS Hasil Perbaikan Awal. Jumlah pemilih masih bisa bertambah atau berkurang berdasarkan DPS hasil perubahan akhir sampai dengan tanggal 30 September 2008.
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
27
LAPORAN UTAMA
Apa Kata Mereka Tentang Pemilu 2009 ? Capt.T. Haykel Martak (Senior Advisor, Aviation Services ) : Golput Tidak Bertanggung Jawab Captain T. Haykel Martak, Konsultan yang juga seorang penerbang ini mengatakan, banyaknya partai politik peserta Pemilu 2009 tidak menjadi masalah baginya. Karena menurutnya, semakin lama rakyat akan semakin cerdas dalam melihat dan memilih partai-partai yang bermunculan. Menurut Haykel, nantinya rakyat sendiri yang akan memilih dan partai yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat lamalama akan tersingkir dengan sendirinya Yang saya harapkan dari masyarakat di Pemilu mendatang sebaiknya tidak terjadi banyak golput, karena jika orang melakukan hal itu sebenarnya merupakan tanggung jawab moral sebagai bangsa Indonesia. Jika ada seseorang yang mengajak orang lain untuk tidak menggunakan hak suaranya, baginya orang itu tidak ada motivasi untuk membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik dan tentunya juga tidak membangun demokrasi kearah yang benar Haykel berharap, calon-calon legislatif yang akan masuk dalam Pemilu 2009 itu orang-orang yang bersih dan yang mengerti serta dapat mengapresiasikan keinginan rakyat, dan bukan orang-orang yang bermasalah. Jika ada calon bermasalah yang masih masuk dalam daftar urutan partai, menurutnya sebaiknya orang tersebut dengan berbesar hati mau mengundurkan diri untuk kepentingan bangsa tidak untuk kepentingan pribadi ataupun golongan tertentu Baginya, jika partai-partai politik tersebut merekrut orangorang yang bersih dan tidak bermasalah, orang tersebut diharapkan akan menjadi seorang pemimpin politik yang baik, sehingga dapat mengayomi rakyat yang memilihnya. Karena perlu diingat, dia menjadi anggota itu adalah karena dipilih oleh rakyat dan bisa mewakili apa yang menjadi keinginan rakyat. Sebenarnya, kata Haykel, tidak banyak yang dituntut oleh rakyat untuk calon pemimpinnya ini, apalagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Dua hal penting yang dipikirkan masyarakat untuk memilih calon-calonnya. Pertama, orang yang mau memikirkan urusan "perut" untuk orang kecil dan urusan biaya pendidikan. Ke dua hal itu, bagi orang-orang tersebut bila tercukupi mereka sudah sangat bersyukur. Apalagi jika pemerintah memikirkan urusan biaya kesehatan. Rasanya untuk memikirkan biaya kesehatan bagi orang-orang kecil, itu merupakan hal yang mewah baginya. Haykel menambahkan, sebaiknya calon Presiden dan Wakil Presiden atau calon legislasi yang dipilih oleh partai itu diumumkan dari sekarang, sehingga jelas program dan tujuannya
28
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
itu apa Karena ibarat orang menjual sesuatu, jika tidak tahu merknya, berapa harganya dan apa saja keistimewaan dari barang yang akan dijual, itu sama saja dengan menjual sesuatu yang tidak jelas. Dan tentunya orang tidak akan mau membelinya. Begitu juga dengan caleg maupun Presiden dan Wakil Presiden yang diusung oleh Partai, jika sebelumnya tidak diinformasikan semua program-programnya, tentu saja rakyat tidak akan tahu dan kemungkinan besar rakyat tidak akan memilihnya. Dengan jujur Haykel mengatakan, setiap Pemilu tiba dia tidak pernah golput. Baginya orang yang golput itu orang yang tidak punya pendirian. Dari mulai sekarang Haykel sudah mempelajari partai-partai yang ada. Dan tentunya, saya akan memilih partai yang jelas program-programnya dan bisa mengayomi masyarakat secara luas dan berkesinambungan," tuturnya bijak. Agar masyarakat tahu tentang program-program apa saja yang disampaikan sebuah partai, tentunya dalam hal ini partai harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara gencar dan terarah. Sosialisasi ini tidak harus dilakukan oleh KPU,tapi seharusnya yang paling efektif adalah partai itu sendiri yang harus terus menerus melakukannya kepada masyarakat. Bagaimanapun juga kondisinya, menurut Haykel, kita tidak boleh pesimis, meski pun sedikit, kita harus tetap menaruh kepercayaan terhadap salah satu partai yang akan kita pilih. Tentunya tidak ada sesuatu pun yang sempurna, dari sekian banyaknya partai pasti ada yang paling baik diantara partaipartai lain yang dapat kita pilih. Karena itu, saya mengatakan sebaiknya kita jangan golput, demi terciptanya demokrasi yang lebih baik untuk kemajuan bangsa dan negara indonesia
LAPORAN UTAMA Haykel tetap optimis Pemilihan Umum untuk anggota DPR, DPD dan DPRD dan Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Dan ia optimis masa depan bangsa Indonesia akan lebih baik, karena kita hidup berdasarkan Pancasila. Dalam doa saya sebagai warga negara selalu mendoakan Pemimpin dan para Wakil Rakyat diberi cara berpikir sesuai Pancasila dan hatinya diberi kekuatan keimanan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta dihiasi merah putih. Ucapan bijak yang dikatakan Haykel dalam obrolan santai dengan Parlementaria, merupakan cerminan salah satu warga negara yang tahu betul akan hak-haknya untuk menggunakan hak suaranya dalam pesta demokrasi yang diadakan setiap lima tahun sekali. Tak heran jika ia mengetahui banyak hal, karena dia satu dari sekian banyak masyarakat yang rajin memperhatikan perpolitikan tanah air dari berbagai media massa. (tt/mp/iw)
Raudy Gathmyr : Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi Institut Bisnis Informatika Indonesia (IBII) : Lebih Colorful, Tapi Akan Bawa Perubahan Di kalangan akademik,Raudy Gathmyr, Ketua Jurusan yang juga Dosen Ilmu Komunikasi IBII ini mengatakan, banyak dosen maupun mahasiswa yang apatis terhadap pelaksanaan Pemilu 2009. Mereka berpikiran apa iya jika duet Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung dari Partai Demokrat dengan Yusuf Kalla dari Partai Golkar,jika diganti akan memberikan perubahan yang signifikan untuk bangsa dan negara ini. Sebab, kata Raudy, dalam kondisi yang serba sulit ini dimana negara besar pun juga mengalami krisis ekonomi, tidak mudah memimpin negara dengan penduduk lebih dari 220 juta ini. Jadi, siapa pun pemimpinnya sepertinya akan terjadi pengulanganpengulangan. Seperti m a s i h
banyaknya terjadi mafia peradilan, penegakan hukum yang belum berjalan cukup baik dan masih banyak juga tingkat korupsi yang tinggi. Raudy melihat apatis di sini dalam arti mereka tidak aktif menyongsong Pemilu seperti dulu, yang tak segan-segan turun langsung ke lapangan aktif berampanye. Namun yang Raudy lihat sekarang, mereka mengikuti Pemilu hanya sekedar memberikan hak suaranya, tidak ikut meramaikan jalannya kampanye atau kegiatan lainnya. Bahkan yang Raudy lihat fenomena yang berkembang di kalangan intelektual, banyak mereka yang memilih 'golput". Kata mereka, buat apa saya buang-buang waktu untuk ikut memilih, intinya baju partai itu sama saja. Namun Raudy pribadi tetap optimis, Pemilu yang akan datang membawa perubahan-perubahan.Dan ia melihat Pemilu 2009 lebih colourfull bisa dilihat dari banyaknya partai-partai baru yang ikut sebagai partai politik peserta Pemilu. Agar Pemilu ini dapat bergema lebih keras, banyak yang mengatakan KPU kurang melakukan sosialisasi. Namun Raudy menyadari pekerjaan KPU itu tidak mudah. Pemilu yang berlangsung setiap lima tahun sekali merupakan pekerjaan raksasa, dan yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan itu hanya tujuh orang anggota KPU. Dengan pekerjaan raksasa itu, akan lebih bijak jika kita berempati sedikit saja kepada KPU, di tengah paradigma dan kondisi yang serba sulit dan dana yang terbatas tentunya. Siapa pun orangnya tidak mudah menjadi anggota KPU dengan pekerjaan besar dan tanggung jawab yang sangat berat. "Memang orang mencela itu lebih mudah dari pada melaksanakannya sendiri," katanya bijak. Kalau saya berpendapat, lebih baik kita memberikan kesempatan kepada KPU untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, jangan kita memberikan penilaian dulu sebelum KPU melaksanakan pekerjaannya, karena tentu saja itu kurang bijak. Memang, katanya, di negara kita ini penghargaan terhadap kerja seseorang sangat minimal, padahal orang tersebut sudah berbuat banyak bahkan kemungkinan hari-harinya mereka tidur di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya itu.
Riri Damayanti (Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pajajaran Bandung ): Pemilu 2004 Golput, Tapi 2009 Akan Gunakan Hak Suaranya Pemilu 2009 menurut salah satu mahasiswa Perguruan Tinggi ternama di Indonesia sama saja dengan Pemilu-Pemilu sebelumnya yang sudah dilaksanakan di Indonesia. Riri berpendapat, Pemilu adalah ajang para politikus untuk memperkenalkan dirinya pada rakyat Indonesia ditambah janji-janji yang mudah sekali diucapkan. Sebenarnya janjijanji mereka sangat menggiurkan dan tidak mustahil dilakukan.Tetapi pada kenyataannya setelah mendapatkan PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
29
LAPORAN UTAMA kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), fokus para politikus yang terpilih menjadi tercabang antara menepati janjinya dan memperkaya diri dan keluarga. "Kalau bisa mereka itu juga membagi posisi pada sanak kerabatnya," katanya lugas. Mengomentari cara pengisian surat suara yang diganti dari mencoblos menjadi mencontreng juga sepertinya tidak diperlukan. Masih banyak hal-hal yang dapat dipikirkan dibandingkan memikirkan cara memberikan suara. Apa bedanya mencoblos dengan mencontreng ? Yang pasti biaya untuk melakukan sosialisasi ini pastinya juga tidak sedikit," tambahnya. " Dengan segala pikiran yang skeptis tersebut, saya masih sangat bersemangat untuk menantikan Pemilu 2009. Selain ingin melihat para caleg mempromosikan diri lewat kampanye,Pemilu 2009 ini juga menjadi Pemilu saya yang pertama," jelas dia. Meski diakui seharusnya sudah dapat memilih ketika Pemilu 2004 lalu,dia memutuskan untuk Golput kala itu.Tetapi kali ini, Riri ingin memakai hak suaranya, siapa tahu dengan satu tambahan suara ini, Indonesia menjadi lebih baik daripada sekarang. Itulah gambaran jawaban dari seorang mahasiswi yang rajin memperhatikan perpolitikan di Indonesia.
Nunung (Ibu Rumah Tangga): Bingung Dengan Banyaknya Partai Nunung tergolong ibu rumah tangga yang kehidupannya mapan. Sehari-hari tugasnya hanyalah mengurus suami dan dua orang anaknya yang berangkat remaja. Ketika ditanyakan apa yang dia tahu tentang Pemilu akan datang, tanpa basa basi dia menjawab tidak tahu banyak. Dengan jujur dia mengatakan yang sering dia lihat di TV hanyalah iklan Prabowo dengan Partai Gerindranya dan Hanura dengan tokohnya Wiranto. Pernyataan jujur seorang ibu rumah tangga ini bukan tanpa alasan, terbukti berdasarkan hasil Lembaga Survey Indonesia (LSI) dari iklan yang ditayangkan di TV, Gerindra menduduki peringkat pertama iklan yang paling terpateri dibenak masyarakat. Nunung juga tidak tahu berapa banyak partai politik peserta Pemilu. Yang saya tahu, katanya, banyak sekali partaipartai baru bermunculan. Saking banyaknya partai-partai itu saya malahan bingung," tuturnya. Ketika ditanyakan lagi, apakah sudah tahu cara memberikan
30
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
suara bukan lagi dengan mencoblos. "Loh…… udah ganti ya, saya malahan nggak tahu, emang sekarang harus gimana," katanya balik bertanya. Ia menambahkan, yang saya tahu partai-partai politik itu saat kampanye berapi-api, janjinya muluk-muluk, tapi kenyataannya nggak ada yang berpikir untuk kepentingan rakyat. Apalagi, katanya, setiap saya lihat berita banyak sekali anggota dari berbagai partai politik yang terlibat korupsi, terus siapa lagi yang kita percaya. "Saya sendiri juga udah nggak percaya," tegasnya. "Jadi, saya sudah bilang sama orang rumah, saat hari Pemungutan Suara tiba jangan ajak saya untuk pergi ke TPS, mendingan juga saya tidur," jawabnya enteng tanpa tahu bahwa tidak menggunakan hak suara adalah merugikan dirinya sendiri. Nunung, hanyalah gambaran satu dari beribu-ribu ibu rumah tangga yang ada di tanah air. Kita tidak bisa membayangkan, dia seorang ibu rumah tangga yang hidup di Jakarta saja tidak tahu masalah penyelenggaraan Pemilu, apalagi yang tinggal di pelosok tanah air.
Hasan (Tukang Ojek): Belum Tentukan Pilihan "Saya tidak tahu kapan Pemilu itu dilaksanakan, pikiran saya sehari-hari cuma bagaimana cara mencari uang untuk menghidupi anak dan isteri saya setiap hari," demikian ucapan polos seorang tukang ojek yang biasa mangkal di perempatan Joglo, Jakarta Barat. Pernyataan Ketua Badan Pengawas Pemilu bahwa anggota masyarakat dinilai kurang peduli dengan hak-hak politik mereka, bahkan mereka banyak yang tidak tahu dengan tahapan-tahapan Pemilu itu ternyata memang terbukti di masyarakat kalangan bawah. Mereka seolah-olah tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan pemerintah, baginya mencari rejeki jauh lebih penting ketimbang memikirkan urusan yang baginya tidak bermanfaat. Jadi, ketika ditanyakan kapan pelaksanaan Pemilu, tak heran jika dia mengatakan tidak tahu sama sekali. Hasan juga mengatakan, berapa banyak partai politik peserta Pemilu dia pun mengakui tidak tahu. Partai politik yang dia tahu menurutnya, hanyalah partai-partai lama yang sudah biasa mengikuti Pemilu selama bertahun-tahun. "Saya tidak tahu nantinya juga akan memilih apa," belum terpikir dibenak saya yang semakin berat dibebani biaya hidup. Bagi saya, kata Hasan, memilih apa pun rasanya sama saja, tidak ada yang memihak pada rakyat kecil dan tidak ada perbaikan hidup buat orang-orang susah seperti kita. Jadi, nantinya kita mau nyoblos atau tidak saya juga nggak tahu," ujarnya tanpa dia tahu bahwa cara memberikan suara sekarang bukan dengan mencoblos lagi, tapi dengan cara mencontreng.
SUMBANG SARAN
Menyongsong Persiapan Pemilu 2009 Oleh:
H. Jazuli Juwaini, MA Anggota Komisi II DPR RI, Anggota Pansus RUU Pemilu DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
P
emilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Melalui Pemilu rakyat dapat berpartisipasi langsung dalam menentukan kepemimpinan nasional dan arah pemerintahan dalam mewujudkan good governance. Melalui Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil negara telah menjamin prinsip dasar demokrasi, yaitu keterbukaan dan tanggung jawab (akuntabilitas). Pemilu berkualitas adalah Pemilu yang memenuhi prinsip demokrasi dalam dua arahnya sekaligus yakni prosedural dan subtansial. Secara prosedur Pemilu dilaksanakan secara tertib oleh penyelenggara yang profesional dan diikuti oleh peserta Pemilu (partai politik dan perseorangan) yang terseleksi. Rakyat dapat menyalurkan hak pilihnya di hari pemilihan. Secara subtansial Pemilu harus bermakna bagi peningkatan kualitas berdemokrasi, masyarakat memilih berdasarkan kesadaran penuh di atas pemahaman politik, bukan hasil mobilisasi. Peserta Pemilu sadar betul bahwa Pemilu merupakan sarana penegakan kedaulatan rakyat sehingga suara rakyat demikian bernilai dan berbuah kinerja politik untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Demokrasi subtansial menjamin akuntabilitas kepemimpinan yang dipilih langsung lewat Pemilu. Sistem yang ingin dibangun oleh Pemilu yang demokratis tentu saja sistem yang menjamin partisipasi politik rakyat. Partisipasi tersebut diafirmasi oleh pemerintahan terpilih (eksekutif maupun legislatif ) dalam perumusan dan implementasi
kebijakan negara. Logika demokrasi adalah logika partisipasi aktif rakyat. Pola interaksi antara negara dan masyarakat sangat dinamis. Terjadi suatu interaksi dua arah antara negara dan masyarakat. Peran negara dalam pengambilan keputusan lebih sebagai mediator atas kompleksitas kepentingan dari kalangan rakyat. Dan Pemilu merupakan sarana awal partisipasi politik rakyat.
Perbaikan di Level UndangUndang Pemilu 2009 sebentar lagi kita jelang. Dua aspek penting yang harus dicermati dalam menyongsong Pemilu 2009 adalah aspek penyelenggara dan penyelenggaraan. Dari sudut penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta struktur hirarkhisnya di daerah untuk pertama kalinya pada Pemilu 2009 mendatang merupakan institusi yang baru, yang lebih independen dan lebih
profesional sebagaimana ditegaskan dalam UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan, penyelenggara Pemilu saat ini memiliki kewenangan penuh menjalankan Pemilu melalui instrumen aturan pelaksanaan yang dibuatnya tanpa sedikitpun intervensi pemerintah dan pihak manapun. Penyelenggara Pemilu telah pula ditegaskan independensi dan hierarkhinya dengan penyelenggara Pemilu di daerah dan memiliki kedudukan permanent (tetap) untuk KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu. Anggota penyelenggara Pemilu diseleksi secara profesional oleh suatu tim seleksi independen. Kita berharap kualitas anggota KPU dan Bawaslu yang independen benar-benar terealisir dalam penyelenggaraan Pemilu 2009. Penyelenggara harus netral dari semua peserta Pemilu dengan mendasarkan putusan pada objektivitas peraturan perundangundangan. Dari sudut penyelenggaraan, telah lahir UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota serta dalam proses penyelesaian/finalisasi UU tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. UU No 10 Tahun 2008 memberikan aturan yang bersifat progresif meskipun terdapat catatan dalam beberapa hal. Hal positif dan progresif tersebut antara lain dalam aspek: sistem Pemilu yakni penegasan sistem proporsional yang lebih menjamin akuntabilitas wakil rakyat dengan penentuan calon terpilih yang mengarah pada suara terbanyak; mekanisme perwujudan keterwakilan PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
31
SUMBANG SARAN perempuan yang lebih maju dengan sistem zipper dalam daftar calon, yakni di setiap tiga orang calon terdapat satu calon perempuan di setiap dapil; dan penyederhanan sistem kepartaian bagi efektifitas pemerintahan melalui pemberlakuan ambang batas partai politik dapat menempatkan wakilnya di parlemen (DPR). UU No 10 Tahun 2008 mempertajam misi UU Nomor 12 Tahun 2003 untuk mewujudkan keseimbangan keterwakilan penduduk dengan akuntabilitas wakil rakyat. Penajaman akuntabilitas wakil rakyat kepada konstituen dapat dilihat pada cara pemberian suara, keabsahan suara, dan penentuan calon terpilih. Jika sebelumnya tanda coblos di surat suara hanya pada kolom nama calon dinyatakan tidak sah, kini pemberian satu tanda hanya pada kolom nomor urut calon, atau hanya pada kolom nama calon, atau hanya pada kolom nama parpol dinyatakan sah. Jika sebelumnya nomor urut calon dalam penetapan calon terpilih tidak berlaku hanya untuk calon yang mencapai jumlah suara sah yang sama atau melebihi BPP, kini nomor urut calon tidak berlaku untuk calon yang mencapai jumlah suara sah minimal 30 persen dari BPP. Rumusan UU No 10 Tahun 2008 ini akan memacu setiap calon memperoleh suara sebanyak-banyaknya, diperkirakan lebih banyak anggota DPR hasil Pemilu 2009 akan terpilih berdasarkan jumlah suara yang diperoleh. Sistem ini diperkirakan juga mendorong pemilih memberikan suara kepada calon yang dikehendaki sehingga pada Pemilu 2009 diperkirakan akan lebih banyak pemilih memberi tanda pada kolom nomor urut calon atau pada kolom nama calon daripada di kolom nama partai. Dengan ini diharapkan para pemilih/konstituen pada setiap dapil akan menuntut pertanggungjawaban kepada wakil rakyat dan para wakil rakyat akan berupaya mempertanggungjawabkan tugasnya
32
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
kepada konstituen.
Mencermati Persiapan Pemilu 2009 Kesuksesan Pemilu terletak pertama-tama pada kesiapan penyelenggara dan mempersiapkan setiap tahapan. UU No 10 Tahun 2008 pasal 4 Ayat (2) menetapkan 10 tahapan Pemilu yang meliputi: a. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; b. pendaftaran Peserta Pemilu; c. penetapan Peserta Pemilu; d. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; e. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD f. kabupaten/kota; g. masa kampanye; h. masa tenang; i. pemungutan dan penghitungan suara; j. penetapan hasil Pemilu; dan k. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan l. DPRD kabupaten/kota. Di luar tahapan tersebut, faktor kesiapan logistik Pemilu merupakan faktor penting yang harus dicermati. Pembuatan aturan teknis pelaksanaan dan konsistensi penyelenggara dalam mengawal dan melaksanakan setiap tahapan dan mengadakan logistik Pemilu berdasarkan UU Pemilu merupakan faktor penting kesuksesan Pemilu mendatang. Terkait hal ini, KPU harus segera menuntaskan sekian aturan pelaksanaan Pemilu yang dimandatkan oleh UU Pemilu dan mensosialisasikannya kepada publik. Sementara kritik yang berkembang, KPU lamban dalam menyelesaikan peraturan KPU, bahkan sejumlah peraturan baru selesai atau sulit diakses publik padahal sudah masuk tahapan. Penyelenggara Pemilu harus menyadari bahwa Pemilu merupakan pengejawantahan partisipasi rakyat, sehingga perspektif atau sudut pandang penyelenggaraan Pemilu haruslah berupaya melakukan optimalisasi partisipasi dan penggunaan hak pilih oleh rakyat.
Oleh karena itu, kerja-kerja sosialisasi dan penggalangan partisipasi rakyat dalam Pemilu harus menjadi pekerjaan utama penyelenggara. Hak pilih rakyat harus menjadi determinant factor dan batu pijakan (miles stone) dari kerja-kerja penyelenggara. Hak pilih ini tidak boleh dicederai atas nama apapun, apalagi terhambat oleh persoalanpersoalan administrasi (pendaftaran pemilih). Itulah sebabnya dalam beberapa kesempatan rapat kerja Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu, penulis dan hampir semua anggota Komisi II mempertanyakan dan mementingkan kerja KPU dalam pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Para anggota Komisi secara khusus meminta perpanjangan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sebelum ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT), yang menurut jadwal KPU akan dietapkan tanggal 24 Oktober 2008. Hal ini penting untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk mengevaluasi daftar pemilih. Mengingat masih terdapat laporan banyak diantara masyarakat di berbagai daerah yang belum terdafatar sebagai pemilih. Sementara itu, akurasi dan validitas daftar pemilih yang disusun KPU masih diragukan banyak pihak. Hal ini harus menjadi perhatian penuh KPU untuk memperbaikinya. KPU diharapkan mengefektifkan sosialisasi DPS-DPT melalui berbagaimacam cara dan melibatkan seluruh stakeholder masyarakat termasuk partai politik. Pasal 36 Ayat (4) UU No 10 Tahun 2008 jelas memerintahkan PPS agar salinan DPS diserahkan kepada wakil peserta Pemilu. Demikian juga dalam penyusunan DPT, wakil peserta Pemilu juga berhak mendapatkan salinan DPT (vide: Pasal 38 Ayat (4)). Hal ini bermakna agar peserta Pemilu ikut berpartisipasi dalam mensosialisasikan DPS-DPT kepada masyarakat. Tentu semua berharap agar di Pemilu mendatang tidak ada calon pemilih yang kehilangan hak
SUMBANG SARAN pilihnya akibat tidak terdaftar dalam daftar pemilih. Dalam perspektif yang sama, penyelenggara Pemilu diharapkan memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengevaluasi daftar calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, UU No 10 Tahun 2008 Pasal 71 Ayat (3) mewajibkan KPU mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) di sekurangkurangnya satu media massa cetak harian dan media massa elektronik nasional dan daerah. Pengumuman ini penting bukan hanya sebagai sarana publik mengevaluasi daftar calon bermasalah, lebih dari itu penting sebagai sarana public, khususnya pemilih, untuk mengenal calon wakil mereka di lembaga legislatif. Pengenalan ini penting dalam kerangka political constituency karena kepada para calon pemilih akan memberikan mandatnya untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan mereka. UU No 10 Tahun 2008 jelas memberikan ruang bagi publik untuk mengenal, mengkaji, dan mengevaluasi calon sebelum memutuskan pilihan di bilik suara pada 9 April 2009 mendatang. Relasional pemilih dan yang dipilih sudah dimulai sejak pengumuman daftar calon. Selanjutnya diharapkan pemilih sudah mulai melakukan tracking rekam jejak calon, pada saat yang bersamaan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD harus lebih aktif mengenalkan dirinya kepada masyarakat. Hal krusial lainnya yang mendapatkan atensi publik adalah soal cara pemberian suara dan format surat suara. Terkait pemberian suara, UU No 10 Tahun 2008 Pasal 153 menentukan pemberian suara dengan menandai satu kali. Adapun cara menandai diserahkan kepada KPU dengan memperhatikan prinsip memudahkan pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan efisien dalam penyelenggaraan Pemilu. Pada awalnya KPU mengusulkan satu cara
pemberian suara yaitu mencontreng. Namun, cara baru ini dikhawatirkan belum tersosialisasi dengan baik sehingga dikhawatirkan akan banyak kendala dan kesalahan di lapangan yang menyebabkan banyak suara tidak sah. Penulis pribadi meminta KPU mempertimbangkan model mencoblos untuk digunakan kembali mengingat cara baru membutuhkan edukasi yang tidak sebentar, padahal waktu Pemilu semakin dekat. Namun demikian, Penulis menyambut baik keputusan KPU yang pada akhirnya mengabsahkan cara pemberian suara selain mencontreng, yaitu dengan menyilang, melingkari, atau mencoblos. Lebih dari itu, KPU harus tetap memperhatikan dan mencarikan solusi bagi kelompok difabel seperti tunanetera dan tunaaksara yang tetap berharap model mencoblos karena lebih memudahkan bagi mereka. Terkait format surat suara, prinsip yang harus dikedepankan KPU, selain aspek sekuritas, adalah kemudahan bagi pemilih ketika membuka surat suara di bilik suara, mengingat lonjakan kontestan Pemilu 2009 dari Pemilu sebelumnya yaitu sebanyak 38 Parpol (plus 6 Parpol Lokal untuk Aceh). KPU harus melakukan simulasi yang cermat dan menjamin semua lambang Parpol dan daftar calon terbaca dengan jelas. Faktor kesiapan logistik Pemilu berikut proses tendernya juga harus menjadi perhatian penyelenggara, mengingat poin inilah yang mencuatkan kasus hukum KPU periode 2004. KPU harus menjamin kuantitas dan kualitas logistik berikut ketepatan waktu pengadaannya melalui proses tender yang profesional dan memilih rakanan yang kompeten dan kredibel. Desakan publik agar KPU tidak menyertakan calon rekanan yang bermasalah pada Pemilu 2004 harus diakomodir oleh KPU. Berbeda dari Pemilu 2004, pada Pemilu mendatang anggota KPU tidak lagi menangani pengadaan perlengkapan pemungutan suara. Pengadaan perlengkapan pemungutan suara berikut proses tendernya merupakan tugas
Sekretariat Jenderal (vide: UU No 22 Tahun 2007 Pasal 67 Ayat (2) dan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 142 Ayat (4)). Sementara KPU hanya berwenang menetapkan bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan pemungutan suara (vide: UU No 10 Tahun 2008 Pasal 142 Ayat (3)).
Penutup Kesadaran pemilih (secara otonom) untuk menggunakan hak pilihnya menjadi parameter kesuksesan Pemilu 2009. Sayangnya berdasarkan sejumlah analisa, survei, dan laporan media, potensi pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya (voting turnout), dengan berbagai alasannya, cukup tinggi. Oleh karena itu seluruh elemen (penyelenggara, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, ormas) dan khususnya partai politik peserta Pemilu harus giat mensosialisasikan Pemilu mendatang. Bagi calon anggota legislatif dan parpol, musim kampanye harus secara optimal dimanfaatkan sebagai sarana mensosialisasikan visi, misi, program kerja dan komitmennya dalam memperbaiki bangsa, sambil mengeliminir pengedepanan faktor primordial dalam mendapatkan dukungan. Dengan demikian, kita berharap pendidikan politik rakyat semakin maju, masyarakat pemilih menjadi semakin objektif dan rasional, dan proses transisi demokrasi akan semakin cepat kita tuntaskan.
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
33
P E N G AW A S A N
Harus Ada Negosiasi Ulang Tentukan Harga LNG Tangguh Kisruh murahnya harga LNG Tangguh kian memanas, meski kini produksinya saja belum ada. Bagaimana sebenarnya formulasi harga LNG Tangguh yang selama ini dituding aneh dan merugikan negara itu?
34
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
S
ebagai sebuah proyek migas, proyek LNG Tangguh cukup vital. Dengan pengembangan LNG ketiga di Indonesia setelah Arun dan Badak itu, LNG Tangguh diharapkan bisa menyumbangkan keuntungan maksimal bagi Negara. Lapangan gas Tangguh yang terletak di Teluk Bintuni, Papua ini diharapkan bisa mulai berproduksi akhir 2008. Rencananya, pada tahapan pertama akan dibangun 2 train kilang pengolahan LNG yang bisa memproduksi setidaknya 7,6 juta metrik ton per tahun. Berdasarkan situs BP Indonesia, LNG Tangguh sudah mendapat kontrak jangka panjang untuk 4 pembeli, yaitu pembeli di Fujian (China), K-Power Co. Ltd (Korea), POSCO (Korea) dan Sempra Energy LNG Marketing Corp (Meksiko). Rencananya, pengiriman perdana LNG akan dilakukan ke pembeli di Fujian, China pada awal 2009. Namun belum juga berproduksi, LNG Tangguh sudah membuat heboh. Gara-garanya adalah pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan
kontrak ekspor LNG Tangguh ke China itu bisa merugikan Indonesia hingga Rp 750 triliun atau sekitar 3/4 dari anggaran belanja di RAPBN 2009. Harga LNG Tangguh memang terbilang unik. Lihat saja dari formula yang digunakan untuk menentukan harga LNG-nya. Pada tahun 2002 saat kontrak diteken, harga LNG Tangguh dikaitkan dengan patokan harga minyak JCC ( Japan Crude Cocktail). Namun patokan harga minyaknya ini diberi batas bawah dan batas atas. Batas bawahnya adalah US$ 15 per barel dan batas atasnya adalah US$ 25 per barel. Jadi, jika harga minyak turun dibawah US$ 15 per barel, maka pembeli China tetap harus membayar harga LNG seperti harga minyak US$ 15 per barel. Demikian juga jika harga minyak patokannya melonjak di atas US$ 25 per barel seperti halnya sekarang, maka China tetap hanya membayar LNG seperti harga minyak masih US$ 25 per barel. Pada tahun 2006, pemerintah menegosiasi ulang formula harga tersebut dan berhasil mendapat kenaikan batas atas dari US$ 25 per barel menjadi US$ 38 per barel. Jika
P E N G A WA S A N dibandingkan dengan harga minyak dunia saat itu yang sekitar US$ 60 per barel, maka patokan batas atas LNG Tangguh sekitar 2/3 dari harga minyak. Bandingkan dengan formula harga LNG Badak dan Arun yang samasama menggunakan patokan harga minyak. Bedanya, baik formula harga LNG Badak dan Arun tidak menggunakan batas atas patokan harga minya. Sehingga berapapun harga minyak melambung, maka harga LNGnya juga akan terus naik. Tak hanya soal batas atas patokan harga minyaknya, formula LNG Tangguh ternyata juga berbeda karena koefisien pengali yang lebih rendah dari proyek LNG di Indonesia lainnya. Alasan pemerintah mendapatkan formula LNG Tangguh yang jauh dibawah dua LNG lainnya adalah karena pada saat kontrak ditandatangani, kondisi pasarnya cenderung buyer’s market dimana pembeli LNG lebih banyak dari penjual. Dengan kondisi yang buyer’s market, harga LNG pada saat itu lebih cenderung ditentukan oleh pembeli.
Proyek LNG Tangguh. foto: santishegroup.com
tersebut menurut Ichwan masih dibawah harga minyak dunia yang sempat naik sekitar USA$ 147. Yang dipertanyakan di Komisi VII DPR menurut Ichwan adalah kenapa LNG Bontang dan Arun bisa terkait dengan harga minyak dunia, sedangkan LNG Tangguh ini tidak terkait dengan harga minyak dunia. Atas pertanyaan ini, Ichwan mengaku belum Nilai Kontrak Harus Mengikuti mendapatkan jawaban yang resmi dari Harga Minyak Dunia pemerintah. Karena jika terkait dengan Anggota Komisi VII DPR Ichwan harga minyak dunia berarti menurutnya Ishak (F-PAN) mengatakan, pada saat harga LNG Tangguh mengalami harga minyak dunia naik kenaikan harga dari harga semula. menjadi USA$ 147 per “Pertanyaan yang harus barel, energi yang lain diajukan kepada pemerintah mengikuti kenaikan dalam hal ini kementerian harga minyak dunia, baik gas maupun batu ESDM adalah kenapa hal ini bara. Persoalannya bisa terjadi, apa latar adalah Indonesia belakangnya, apakah pada menjual LNG saat itu kurang tangguh untuk bernegosiasi,” ujar Tangguh yang semula Ichwan. USA$ 2,6 yang kemudian Ichwan menambahkan, dinegosiasi ulang sebaiknya pemerintah menjadi USA$ berkonsentrasi 3,5. Harga kepada negosiasi u l a n g mengenai harga LNG Ta n g g u h sehingga h a r g a L N G Anggota Komisi VII DPR Ichwan Ishak (F-PAN) Tangguh
mengikuti harga internasional. Ichwan menjelaskan, negosiasi ulang mungkin saja terjadi, tetapi berapa besarannya belum dapat ditentukan, karena sudah ada negosiasi pada tahun 2006. Yang menjadi persoalan adalah, apa yang akan terjadi jika dibatalkan kontrak penjualan LNG Tangguh ini. Tetapi menurut Ichwan berdasarkan keterangan pemerintah, jika kontrak itu dibatalkan, pemerintah akan dikenakan denda sekitar USA$ 300 juta. Ichwan menilai ada kepanikan dan keteledoran ketika memutuskan harga LNG Tangguh yang tidak mengikuti harga minyak dunia pada saat penandatanganan kontrak penjualan. “Harusnya ada evaluasi,” katanya. Karena itu, Komisi VII DPR akan meminta kepada pemerintah untuk melakukan renegosiasi terhadap kontrak penjualan LNG Tangguh agar tidak jauh dari harga internasional. Yang penting adalah harus adanya penjelasan dari pemerintah mengenai dua hal, yang pertama menurut Ichwan adalah mengapa ketika memutuskan harga LNG Tangguh ini tidak terkait dengan harga internasional. Yang kedua adalah sejauh mana upaya negosiasi sehingga harga LNG Tangguh tersebut bisa mendekati harga internasional. “Itu yang lagi kita tunggu dari pemerintah,” jelasnya.(ol)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
35
P E N G AW A S A N
Revisi UU Migas Harus Kedepankan Kedaulatan Adanya wacana untuk merevisi UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) mengundang anggota Dewan angkat bicara. Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Wahyudin menegaskan, dalam revisi UU Migas hendaknya pihak-pihak terkait mengedepankan kedaulatan rakyat.
I
a mengaku sejak awal, persisnya semenjak adanya kenaikan harga BBM tahun 2005, telah berulangkali meminta Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro untuk segera merevisi UU tersebut, namun hingga kini masih belum ada tanggapan. Wahyudin juga menyadari sebenarnya UU Migas no.22 tahun 2001 itu sudah diseleksi Mahkamah Konstitusi. Ada beberapa pasal yang dihilangkan. Seperti pasal yang terkait harga pasar, dan juga pasal-pasal lainnya. Meski demikian, UU Migas masih banyak yang perlu dilihat kembali. Jika tidak, dikhawatirkan akan menyebabkan tidak mulusnya proses manajemen pengolahan migas dengan baik. Usulan lanjut Munawir, ia lakukan karena melihat fakta bahwa beban subsidi yang sangat besar, sementara produksi migas terutama minyak bumi semakin menurun, kontrak gas naik. Karenanya harus ada kebijakan yang mengatur. Kebijakan y a n g
siqnifikan untuk dapat menyelamatkan terutama untuk meminimalisir subsidi. “Beban subsidi BBM kita terus membengkak. Jadi harus ada evaluasi dalam proses pengolahannya. Salah satunya dengan merevisi UU Migas itu,” jelasnya. Politisi dari Dapil Jabar ini mengingatkan, jika UU Migas itu akan direvisi prinsip dasarnya harus kembali ke paradigma awal, yakni Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Dirinya menyadari, kalimat ‘dikuasai’ pada pasal tersebut masih terus menjadi perdebatan. menurutnya, ada tiga makna yang dapat dijabarkan pada kalimat tersebut, yakni pertama, berarti dimiliki. “Keberadaannya Sumberdaya itukan memang berada di teritorial NKRI,
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Wahyudin
36
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
sehingga menjadi milik kita,” katanya Kedua, kalimat dikuasai juga dapat berarti mempunyai otoritas. Untuk dapat menetapkan kebijakan, mengambil keputusan apapun terhadap sumberdaya itu, tentunya kita harus mempunyai otoritas. “Kalau hanya merasa memiki atau dimiliki saja tanpa mempunyai kemampuan apa-apa, ya percuma,” terang Wahyudin. Ketiga, dikuasai juga harus berarti kedaulatan. Wahyudin berpendapat, makna kedaulatan pada kalimat itu merupakan keharusan, mengingat pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dibingkai dengan kalimat ‘sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat’. Politisi dari Partai Keadilan ini menilai kedaulatan sangat penting bagi bangsa Indonesia, agar mempunyai kekuatan lebih untuk berinteraksi dengan bangsa luar, terlebih untuk menghadapi dunia global. “Kalau kita punya kedaulatan, punya otoritas, apapun yang kita miliki, lalu kita kehendaki, maka kita berhak sepenuhnya atas apa yang kita miliki itu. Dengan demikian kita menjadi punya rasa kemandirian. Harus diperlihatkan. Terserah kita,” tandasnya Salah satu pasal yang diusulkan untuk revisi terkait persentase pembagian hasil, Pasal 22 Ayat (1), yang sebelumnya berbunyi Badan usaha wajib menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil produksi minyak dan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri menjadi Badan usaha wajib menyerahkan 75 persen bagiannya. Menurut Munawir, yang terpenting menetapkan point-point atau standarisasinya karena bila pointpointnya sudah jelas, maka persentase pembagian dapat ditetapkan lebih lanjut. Ia yakin dengan ketiga hal tadi (dimiliki, otoritas dan berdaulat) maka dapat ditetapkan point-point apa saja yang dapat dijadikan patokan atau
P E N G A WA S A N standar misalnya saat akan menandatangani kontrak baru “Yang penting kedepan ada kedaulatan untuk energi kita. Persentasenya, mau 25 persen, 75 persen tidak masalah. Persentase besarpun akan menjadi percuma bila kita tidak mempunyai kedaulatan,” Usulan perubahan lain, revisi terhadap pasal 11 Ayat 2. Sebelumnya pasal itu berbunyi, setiap kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada DPR, diusulkan menjadi setiap kontrak kerja sama yang akan ditandatangani wajib dikonsultasikan dan mendapat persetujuan d a r i DPR.
seperti itu,” ujarnya Ditegaskannya, tidak semua kontrak harus dilaporkan ataupun harus disetujui, namun yang penting harus ada kreteria jelas yang mengaturnya. Ada dua hal yang harus menjadi kreteria untuk menetapkan pilihan suatu kontrak (perjanjian) dilaporkan atau disetujui Pertama, dilihat dari potensi cadangannya. Sampai sejauh mana, kalau potensi cadangannya cukup besar, tidak dilaporkan, berarti itu menjadi janggal. Pastinya kedaulatan akan terganggu. Misal ada sumber minyak di suatu wilayah cukup besar, namun investornya
Namun pasal ini j u g a masih mengalami p r o kontra.
Sebagian pihak menganggap apabila setiap kontrak harus mendapatkan persetujuan dari DPR, maka dapat dianalogikan dengan pelayanan yang lebih rumit. Birokrasi semakin panjang. Sedangkan jika kita ingin mengundang investasi lebih besar maka yang dibutuhkan adalah pelayanan birokrasi yang lebih cepat dan sederhana, bukan yang tambah rumit. Menanggapi ini, Wahyudin lagi-lagi meyakini jika kedaulatan kita masih ada, tidak akan menjadi masalah apakah dilaporkan ataupun meminta persetujuan. “Kalaupun harus mendapat persetujuan, tapi kedaulatan kita tidak ada, percuma juga. Harus ada penegasan
h a n y a melaporkan saja. Ini t e n t u janggal, karena mereka b i s a menghabiskan cadangan minyak itu dan akhirnya dapat mempengaruhi kedaulatan kita. Karena itu, kita harus berpatokan, untuk sumberdaya yang besar, mari kita minta persetujuan. Harus diatur dengan jelas, bagaimana kontrak-kontraknya yang menguntungkan. Saling menguntungkan, sehingga kedaulatan kita tidak terganggu. “Harus ada standarisasinya,” tegasnya Selain berdasarkan potensi, juga berdasarkan faktor resiko. Memang setiap proses ekploritasi pasti ada resikonya. “Jangan sampai ada lapindo kedua” ujarnya seraya bercanda Ia berpendapat kedua hal itu dapat dijadikan dasar untuk mengklarifikasi kontrak-kontrak atau perjanjian mana saja yang cukup dilaporkan atau perlu
disetujui. Ini yang harus ditegaskan dalam UU Migas itu nantinya. Wahyudin menyadari, Anggota DPR Periode 2004-2009 telah memasuki tahun terakhir, namun ia mengaku sedari awal dirinya sudah menyampaikan usulan revisi UU Migas kepada Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Terlebih sejak adanya kenaikan BBM pada Mei 2005. “Kalau sekarang sih saya memang sudah tidak semangat lagi, tapi saya sudah lama kok teriak-teriak mengajukan revisi, sejak kenaikan BBM yang pertama,” katanya “Saya realistis saja, saya melihat dari kurun waktu yang tersisa, tidak mungkin akan efektif untuk membahas UU itu. Tidak dapat dipungkiri, perhatian pasti akan terbagi untuk 2009 tapi Saya berharap ini akan jadi PR bagi temantema dimasa mendatang. Dapat menjadi tinjauan utama, karena kita khawatir beban subsidi BBM akan semakin membesar, hampir mencapai 200 triliun,” harapnya. Ia memaklumi jika ada pihak, terutama yang terlibat dalam perumusan UU tersebut, menganggap tenggang waktu dari pengesahan masih begitu dekat, baru disahkan pada 2001, dan juga sudah pernah diseleksi MA, ada beberapa pasal dihilangkan. Tapi ia seakan tak peduli terhadap anggapan itu. Meski baru disahkan, dirinya tetap berharap, masalah ini akan menjadi perhatian serius serta perioritas bagi DPR episode yang akan datang. Ia juga menyambut baik, adanya usulan serupa dari anggota DPR lainnya walaupun bukan dari Anggota Komisi VII. “Kalau kemudian bersamaan dengan angket BBM, lalu teman-teman diluar berteriak, bicara keras tentang UU ini, bagi saya itu gayung bersambut,” katanya Inisiator revisi UU Migas terdiri dari lintas fraksi dan komisi. Ia melihat memang Komisi VII belum dilibatkan. Bahkan Sejak pembentukan panitia hak angket, Komisi VII tidak mayoritas. “Memang jadinya seperti jeruk makan jeruk,” ujarnya seraya menjelaskan sejauh ini Komisinya sendiri belum ada sikap. (sw)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
37
P E N G AW A S A N
Revisi UU Migas, Perkuat Putusan MK Salah satu pengusul revisi UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas), Anna Mu’awanah menegaskan, revisi tersebut dimaksudkan untuk memperkuat putusan MK. Setelah direvisi, UU ini nantinya akan memberikan dasar terhadap politik energi untuk menjaga tersedianya kecukupan energi dalam negeri berdasarkan penetapan Domestic Market Obligation (DMO) sesuai dengan kapasitas kebutuhan serta pengembangan sistem penyediaan energi dalam negeri.
M
enurut Anna Mu’awanah, revisi terhadap UU Migas perlu dilakukan karena keputusan MK telah membatalkan pasal 12 ayat 3, pasal 22 ayat 1 dan pasal 28 ayat 2 dan 3. “Pasalpasal itu dinilai bertentangan dengan UUD 45, sehingga pasal-pasal dalam UU Migas itu tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” terangnya. Di sisi lain, kata dia, UU ini juga akan memperkuat pengembangan downstream industri (industri turunan berbasis minyak dan gas bumi) dengan menempatkan kepentingan nasional sebagai satusatunya kepentingan untuk mewujudkan kedaulatan energi Indonesia. Karena itu lanjut Anna, revisi dimaksudkan agar memberikan legalitas hukum atas kontrak-kontrak dibidang migas yang menurut keputusan pengadilan terbukti merugikan keuangan negara akibat perjanjian yang tidak adil ataupun akibat praktek kolusi dan korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara. Selain empat pasal yang telah diputuskan MK, sewaktu inisiator mengusulkan dan membuat simulasi ke Baleg, juga ditambahkan beberapa pasal lain, antara lain Pasal 11, pasal 28 Usulan perubahan pada pasal 11, dimaksudkan untuk memperketat pengawasan oleh DPR. Sebelum direvisi pasal tersebut berbunyi setiap kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada DPR. “Kami usulkan menjadi setiap kontrak kerja sama yang akan ditandatangani wajib dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari DPR,” katanya
38
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Menurut Ana, setiap perjanjian kontrak kerja tidak cukup hanya disampaikan atau dilaporkan saja, melainkan harus mendapatkan persetujuan DPR.
Persaingan usaha sehat Lalu pasal 28 ayat 2, yang mengatur tentang harga pasar. Pasal sebelumnya berbunyi Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar, diusulkan menjadi Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi ditetapkan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan DPR. Pasal 28 ayat 2 ini dinilai melanggar UUD 1945 khususnya pasal 33. “Melepas harga minyak pada mekanisme pasar berarti melakukan privatisasi negara,” pungkasnya seraya mengatakan ayat ini lebih mengutamakan kepentingan investor atau pemodal daripada kepentingan bangsa Indonesia Para inisiator berpendapat, seharusnya harga minyak dalam negeri ditetapkan Pe m e r i n t a h
Anna Mu’awanah
lewat persetujuan DPR dan disesuaikan dengan daya beli masyarakat. Karena itu, inisiator memandang perlu menambahkan ayat lagi untuk pasal 28 untuk memenuhi kebutuhan Migas dalam negeri terlebih dahulu “Kami menambahkan ayat 1a yaitu Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan tidak boleh diekspor sebelum kebutuhan dalam negeri terpenuhi,” katanya Untuk pasal 22 ayat 1, terkait pengaturan DMO (Domestik Market Obligation), Mahkamah Konstitusi mengusulkan paling sedikit 25 persen, namun pengusul menambahkan menjadi 30 persen. “Memperkuat keputusan MK saja,” tukasnya k a r e n a pengaturan SDA sesuai dengan UUD 1945 pasal 33, h a r u s dikuasai oleh negara untuk hajat hidup o r a n g banyak.
P E N G A WA S A N Selama ini banyak UU lain yang saling bertumpukan kadang-kadang terkesan lari dari konstitusi, contohnya seperti UU Migas. Menurutnya memang ada celah hukum kesana. Lari dari konstitusi, tumpang-tindih sehingga rakyat tidak menikmati apa-apa atas hasil minyak bumi dan gas. Terkait pasal 11, bahwa setiap kontrak harus mendapatkan persetujuan dari DPR sebagian pihak menganggap hal itu dapat dianalogikan dengan pelayanan yang lebih rumit. padahal yang dibutuhkan dalam mengundang investasi adalah pelayanan birokrasi yang lebih cepat dan sederhana. Menanggapi opini tersebut, dengan tegas Anna mengatakan tidak. Menurutnya justru persetujuan DPR itu akan memperkuat posisi bangsa dalam menjaga SDA yang ada. “Jangan ada yang pesimis serta memperumit sistem birokrasi, mempersulit investasi. Itu hanya digembar-gemborkan pihak pemodal, yang ingin menguasai SDA kita,” Bahkan ia menganggap edan terhadap pasal 11 yang berlaku sekarang. “Jika UU lama, yang sekarang masih berlaku, hanya di konsultasikan, tidak ada persetujuan DPR, setiap kontrak kerja sama yang sudah ditanda tangani harus diberitahukan kepada DPR. Berarti setelah ditandatangani baru diberitahukan. Itu sudah edan! Buat apa lagi kita perdebatkan? Jadi harus mendapatkan persetujuan DPR”. Kedua lanjutnya, dengan persetujuan DPR nanti dapat diketahui KKS-KKS mana yang tidak clear,misalnya dalam hal membayar pajak, dalam membagi DMO. Sehingga selanjutnya dapat langsung diputuskan tidak setuju untuk diperpanjang. Namun begitu juga sebaliknya, kalau memang ternyata KKS tersebut dinyatakan clean, tidak ada alasan untuk menolak memperpanjang kontraknya Dengan direvisinya pasal 11 tersebut justru akan memperkuat fungsi control DPR. “Tapi kalau hanya dilaporkan secara tertulis, mohon maaf, yang namanya pengetikan tergantung saja mau diketiknya seperti apa? Tapi kalau sebelumnya disampaikan ke DPR dengan mengajukan proposal, baru kemudian mendapatkan persetujuan
DPR. Saya pikir akan jauh lebih baik,” paparnya Ia juga berpendapat dalam hal persetujuan itu tidak dapat dipilah-pilah misalnya dengan menetapkan standarisasinya, karena setiap rupiahpun merupakan hak rakyat. Ia yakin jika diberikan celah hukum pengacualian, bahwa ada batasan-batasan tertentu untuk tidak perlu persetujuan DPR, jelas
Daftar Nama Pengusul Amandemen UU Migas No.22 Tahun 2001 No
Nama Pengusul
Fraksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Anna Mu’awanah Andi Rahmat Ario Wijanarko Abd Azwar Anaz Eva Kusuma Sundari Imam Anshori Saleh Ruth Nina M Kedang Yuddy Chrisnandi Hajriyanto Y. Thohari Sahrin Hamid Soeharno Mufid Rahmat Ali Mochtar Ngabalin Anwar Shaleh M. Fauzi Jamaluddin Karim Muchotob Hamzah Tiurlan Hutagaol Carol Daniel Kadang Badriyah Fayumi Anisah MAhfudz Saifullah Ma’shum Choirul Sholeh Latifah Iskandar Nursyahbani Katjasungkana Dradjad Wibowo Hasto Kristiyanto Khaidir M Wafa Arsa Suthisna
PKB PKS PKB PKB PDI-P PKB PDS PG PG PAN PKB PKB BPD BPD BPD BPD PKB PDS PDS PKB PKB FKB PKB PAN PKB PAN PDIP PKB PKB
akan Menyalahi Undang-undang. Sehingga harus diberlakukan sama. “Digeneralisir saja, tidak ada istilah standarisasi. Jadi tetap harus melalui jenjang di DPR,” tegasnya Bila ditetapkan standarisasi tertentu ia mengkhawatirkan dapat membuka celah perdebatan, nanti mereka akan
berdalih dengan alasan ini sedikit, gausah minta persetujuan DPR. “Nantinya setelah berlaku apakah DPR akan meninjau banyaknya yang mereka hasilkan, kan tidak bisa lagi,” ujarnya “Karena sekali lagi setiap satu rupiahpun, bagian supporting untuk APBN, hanya negara yang mempunyai hak,” tandasnya Ana Marwanah berpendapat revisi UU Migas sudah sangat mendesak. Karena semakin lama memberlakukan UU yang lama, berarti melanggar Undang-Undang dan dikhawatirkan SDA akan terkikis habis. “Amandemen UU Migas ini sudah sangat mendesak. Karena terbukti UU itu sudah tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini dan juga karena banyak menimbulkan masalah. UU ini mengkooptasi pasal 33 UUD 1945,” ungkap Ana Muawanah. Kalau dibilang terlalu dini, menurut kami jelas tidak, karena ini sesuai dengan Keputusan MK dan justru akan memperkuat konstitusi. Kalau semakin lama dibiarkan akan semakin inkonstitusi. Saat ini, pembahasan revisi UU Migas masih dibahas di Baleg, namun inisiator telah selesai melakukan inventarisasi. Anna mengaku optimis revisi tersebut bisa selesai sebelum masa jabatan DPR periode 2004-2009 berakhir, terlebih memang sudah ada putusan MK, sehingga inisiator hanya memperkuat putusan itu. “Lagi pula tidak semua pasal direvisi, hanya beberapa pasal. Cuma pasal-pasal tertentu saja yang direvisi,” terangnya. Badan Legislasi DPR RI sudah dalam tahap finalisasi membahas revisi UU Migas, untuk selanjutnya dimasukan dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2009. Dikatakan Anna, sewaktu inisiator mengajukan usulan revisi UU Migas, Komisi VII juga mengatakan telah menyampaikan draft, bahkan Komisi VII mengaku sudah melakukannya sejak lama. “Tapi Pemerintah waktu itu tidak ada data-data untuk merubah, seperti itu bahasanya. Karena itu, sesuai dengan tata tertib kita mengusulkan untuk merevisi,” jelas Anna. (sw)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
39
P E N G AW A S A N
Pemerintah Belum Siap Lakukan Konversi Energi Penanggulangan kemiskinan dan perlindungan keluarga miskin tetap menjadi prioritas anggaran. Menurut Pemerintah tingkat kemiskinan dalam tahun 2008 telah mengalami penurunan, namun jumlah keluarga miskin khususnya di daerah pedesaan masih besar. Kondisi ini diperburuk oleh fakta bahwa sebagian keluarga Indonesia yang berada di sekitar garis kemiskinan sangat rentan terhadap berbagai goncangan ekonomi.
P
anitia Anggaran DPR-RI dan Pemerintah telah menpakati subsidi energi tahun 2009 sebesar Rp.103.568,6 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp.19.304,7 miliar dari usulan Pemerintah sebesar Rp.122.873,4 miliar. Penurunan subsidi energi tersebut bersumber dari penurunan subsidi BBM sebesar Rp.15.570,4 miliar dan subsidi listrik Rp.3.734,4 miliar, sebagai akibat penurunan harga Indonesian Crude Price (ICP) menjadi US$ 80 per barel. Subsidi energi sebesar Rp.103.568,6 miliar tersebut terdiri dari subsidi BBM sebsar Rp.57.605,0 miliar, dan subsidi listrik sebesar Rp.45.963,7 miliar Untuk konsumsi BBM besarannya tetap 36.854.448 kiloliter, yang terdiri dari premium 19.444.354 kiloliter, minyak tanah 5.804.911 kiloliter, solar 11.605.183 kiloliter dan konversi minyak tanah ke LPG 4 juta kiloliter. Pemerintah menargetkan, dalam tiga sampai empat tahun ke depan setidaknya 80% konsumsi minyak tanah dapat dialihkan ke LPG. Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM yang cenderung terus meningkat jumlahnya. Dengan pengalihan tersebut diharapkan terjadi penurunan anggaran _subsidi BBM, mengingat subsidi LPG lebih rendah dibanding dengan subsidi minyak tanah. Disamping itu, LPG adalah energi yang bersih dan ramah lingkungan.
40
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Pemerintah menargetkan, dalam tiga sampai empat tahun ke depan setidaknya 80% konsumsi minyak tanah dapat dialihkan ke LPG. Krisis global yang tengah melanda semua negara telah memberi dampak terhadap lambannya laju perekonomian. Krisis ini juga menyebabkan turunnya harga minyak dunia. Harga minyak yang sebelumnya diatas US$ 100 per barel, saat ini menjadi dibawah harga tersebut. Tingginya harga minyak dunia sebelum terjadinya krisis global telah membuat sejumlah negara menaikan harga minyak. Imbas ini juga dirasakan Indonesia. Akibat kenaikan tersebut, pemerintahan SBY-JK kembali menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Meskipun banyak ditentang masyarakat, pemerintahan tetap m e n g a m b i l keputusan untuk menaikan harga BBM.
Keputusan menaikan harga BBM bersubsidi seperti premium hingga mencapai harga Rp.6.000,- per liter juga diiringi dengan pemberian subsidi yang tertuang dalam APBN.Pemberian subsidi BBM yang dianggarkan pemerintah mencapai 101 triliun. Meskipun pemerintah telah mengalokasikan subsidi BBM yang diharapkan dapat memberi keringanan pada rakyat dalam menghadapi naiknya harga minyak dunia, namun manfaat dari hal itu belum banyak dirasakan. Subsidi BBM yang dilakukan pemerintah juga diiringi dengan konversi energi. Pencabutan subsidi terhadap minyak tanah kemudian dialihkan pada elpiji. Dalam perbincangan dengan Parlementaria, anggota Komisi VII y a n g membidangi energi Ismayatun
Anggota Komisi VII yang membidangi energi Ismayatun (F-PDIP)
P E N G A WA S A N (F-PDIP) mendesak pemerintah supaya subsidi dan konversi energi yang dilakukan pemerintah dapat dengan tepat mengenai sasaran. “Subsidi menjadi hak dan kewenangan pemerintah, namun hal itu harus sampai dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” katanya. Subsidi BBM yang diberikan pemerintah yang kemudian diikuti dengan konversi minyak tanah ke elpiji diharapkan dapat memberikan kestabilan daya beli masyarakat. Namun, kenyataan dilapangan, masih banyak masyarakat yang membutuhkan minyak tanah. Ismayatun menilai keputusan pemerintah melakukan konversi minyak tanah ke elpiji sebagai langkah yang tergesa-gesa. “Pemerintah bilang tentang konversi minyak tanah ke elpiji dan ditargetkan tanggal 1 Mei 2008 sudah tidak ada lagi minyak tanah di seluruh Jakarta, namun masih banyak masyarakat Jakarta yang sampai saat ini membutuhkan minyak tanah,” katanya. Masih banyaknya pengguna minyak tanah di Jakarta dan dihentikannya distribusi minyak tanah ke Jakarta, membuat harga minyak tanah melambung tinggi. Wilayah yang menjadi penyangga seperti Depok, Bogor dan Bekasi, minyak tanah belum ditarik dari peredaran. Meskipun harganya cukup tinggi, namun tetap masih di bawah harga beli di Jakarta. “Penggunaan Elpiji belum merata diseluruh Jakarta. Akibatnya di daerah Banten, Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi ikut merasakan langkanya minyak tanah. Itu disinyalir karena minyak tanah diselundupkan ke Jakarta,” kata Ismayatun.
Infrastruktur Belum Siap Ismayatun mendesak pemerintah mempunyai rencana yang jelas mengenai konversi energi. Rencana konversi energi pada tahun 2010 yang akan ditetapkan di seluruh Indonesia dinilianya terlalu tergesa-gesa. “Infrastrukturnya belum
mendukung,” tegasnya. Ismayatun yang merupakan anggota DPR dari pemilihan Lampung menjelaskan bahwa di sejumlah provinsi masih banyak masyarakat yang membutuhkan minyak tanah. Selain masyarakat yang memang belum siap, ia juga menilai infrastruktur yang dimiliki Pertamina belum memadai. “Infrastrukturnya belum mendukung. Misalkan depot gas belum ada, kendaraan untuk pendistribusian masih terbatas,” jelasnya. Lebih jauh ia menilai kesiapan konversi energi sangat membutuhkan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Menurutnya sampai sekarang, Pertamina belum siap dalam menyediakan infrastruktur tersebut. “Pertamina tidak punya tanker untuk elpiji,” katanya. Letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, menurut Ismayatun akan membutuhkan tanker untuk pendistribusian guna menjangkau masyarakat yang berada jauh dari pulaupulau besar. Dalam perbincangan dengan Parlementaria, Ismayatun selain menilai Pertamina belum mempunyai tanker untuk elpiji, kesiapan untuk memenuhi permintaan masyarakat juga masih diragukan. “Jadi jangan sampai nanti pada saat tidak adanya minyak tanah, elpiji juga tidak ada, karena Pertamina tidak mampu menghasilkan elpiji,” katanya. Ia menegaskan, rencana itu harus dikaji lebih dalam, jangan sampai nanti justru rakyat yang menjadi korban. Ia juga meminta pemerintah dalam mengatasi suatu masalah jangan mengambil langkah yang bersifat sementara.
“Yang pada akhirnya Pertamina harus mengimpor elpiji yang harganya tinggi. Program pemerintah dalam mengatasi krisis BBM jangan bersifat sementara, tetapi harus diperhatikan kedepannya,” tegas Ismayatun. Minyak tanah merupakan energi yang tidak terbarukan. Ismayatun menyatakan sepakat untuk mengganti penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar, namun dengan cara yang tidak terburu-buru dan tidak dipaksakan. “Harus ada alternatif bahan bakar yang dapat digunakan masyarakat dan pemerintah menyiapkan infrastrukturnya, selain itu harga juga harus terjangkau oleh masyarakat, sehingga tidak menimbulkan efek sosial yang akan mensengsarakan rakyat,” tegasnya.
Pemerintah Plin-Plan Konversi energi yang dicanangkan pemerintah merupakan program bagus. Antisipasi terhadap energi yang tidak terbarukan seperti minyak tanah memang layak dilakukan. Namun demikian hal itu tetap perlu persiapan yang matang. Rencana pengalihan dari energi yang tidak terbarukan itu perlu dilakukan sosialisasi ke tengah masyarakat.
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
41
P E N G AW A S A N Konversinya pun harus jelas. “Sebelum pengalihan minyak tanah ke elpiji, pemerintah pernah mengusulkan penggunakan briket batubara,” kata Ismayatun. Program penggunaan briket batubara yang pernah dicanangkan pemerintah tidak dapat berjalan karena pemerintah sendiri belum siap melaksanakannya. Selain factor sosialisasi, factor ketersediaan infrastruktur juga tidak berjalan baik. “Karena tidak disosialisasikan dengan baik, dan pemerintah tidak menyediakan kompor briket,” ujarnya. Setelah program briket batubara tidak dapat berjalan, pemerintah kemudian mengambil langkah konversi dari minyak tanah ke elpiji. Ismayatun menilai sebaiknya pemerintah memberikan pilihan kepada rakyat dalam hal
dari minyak tanah ke elpiji juga masih minim. Salah satu syarat penting berjalannya konversi elpiji adalah tersedianya tabung gas. Ismayatun menilai pemerintah belum siap dalam menyediakan tabung gas elpiji. Ketidaksiapan tersebut ditandai dengan melakukan impor tabung gas dari China. “Pengadaan tabung elpiji juga masih impor dari China,” katanya. Dalam perbincangan, Ismayatun mempertanyakan adanya pihak yang diuntungkan dengan ketidaksiapan pemerintah dengan mengimpor tabung gas dari China. Menurutnya Pemerintah telah memaksakan diri dalam pengalihan minyak tanah ke elpiji karena belum siapnya infrastruktur pendukungnya. “Pengadaan tabung impor dari China, begitu ada permasalahan bea cukai, maka
tersedianya elpiji bagi seluruh masyarakat maka tidak perlu melakukan impor elpiji. “Kalau sampai impor hanya menguntungkan pengimpor,” ujarnya. Lebih jauh, Ismayatun menjelaskan sebelumnya pemerintah mempunyai program energi alternatif. Energi alternatif yang disosialisasikan pemerintah berasal dari nabati seperti tanaman jarak dan biodiesel dari kelapa sawit. Pada perkembangannya, program tesebut seakan tidak ada kelanjutannya. “Seharusnya rakyat dididik dan disosialisasikan adanya bahan bakar alternatif yang berasal dari nabati, seperti dari jarak, biodisel yang berasal dari sawit,” katanya. Menurutnya, pemerintah dapat memberikan alternatif kepada masyarakat dalam memilih energi yang akan
“Seharusnya rakyat diberikan pilihan dengan penggunaan bahan bakar. Batubara, elpiji atau minyak tanah, tergantung kemampuannya,” katanya seraya menambahkan pemerintah juga harus menjamin ketersediaan bahan bakar tersebut. penggunaan bahan bakar. “Seharusnya rakyat diberikan pilihan dengan penggunaan bahan bakar. Batubara, elpiji atau minyak tanah, tergantung kemampuannya,” katanya seraya menambahkan pemerintah juga harus menjamin ketersediaan bahan bakar tersebut. Lebih jauh Ismayatun menjelaskan bahwa program konversi yang dilakukan pemerintah telah membuat banyak masyarakat sempat mengalami kesusahan, terutama kaum ibu. Hal ini pernah disampaikannya dalam Rapat Kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro. “Yang paling disusahkan dalam hal konversi adalah kaum ibu. Zaman gonjang-ganjing kelangkaan dan konversi minyak tanah ke gas banyak ibu-ibu yang mengantri dengan derigennya untuk mendapatkan minyak tanah,” katanya. Kesiapan pemerintah dalam menjalankan kebijakan konversi energi
42
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
terlambatlah penyaluran berjuta tabung elpiji tersebut kepada masyarakat,” ujarnya.
Menjamin Ketersediaan Konversi energi yang dicanangkan pemerintah untuk mengantisipasi habisnya energi yang tidak terbarukan patut diberikan dukungan. Antisipasi sejak awal ini harus dengan gencar disosialisasikan ke tengah masyarakat. Konversi energi ini pun perlu memperhatikan ketersediaan enrergi seperti elpiji yang berada di Indonesia. Ketersediaan elpiji sebagai energi pengganti minyak tanah harus mendapat perhatian serius. “Saya kuatir nanti setelah konversi menyeluruh di Indonesia, pemerintah dan Pertamina tidak mampu menjamin ketersediaan elpiji,” kata Ismayatun. Menurutnya, pemerintah dan Pertamina harus mampu menjamin ketersediaan elpiji. Ia berharap dengan
digunakan. Adanya beberapa alternatif tersebut diharapkan dapat menjamin ketersediaan energi. “Sehingga rakyat mempunyai pilihan seperti bahan bakar nabati, batu bara, elpiji atau minyak tanah, maka tidak ada kekhawatiran rakyat bahwa nantinya kelangkaan bahan bakar,” jelasnya. Ismayatun mengkhawatirkan di masa yang akan datang, Indonesia mengalami krisis energi sehingga kebutuhan untuk masyarakat tidak dapat terpenuhi. “Saya kuatir Indonesia akan terjadi krisis BBM, listrik dan rakyat tidak mempunyai kemampuan untuk menggunakan energi alternatif dari dalam negeri sendiri,” katanya. (as)
ANGGARAN
20% Anggaran Pendidikan pada APBN 2009
Wajar Dikdas Tuntas ? “Dengan anggaran 20 persen tidak ada alasan Wajar Dikdas tidak tuntas pada tahun 2009,”Tegas Koordinator Pangar Komisi X Tony Apriliani menanggapi APBN pendidikan yang mencapai 20 persen.
M
elalui Anggaran 20 persen, terang Tony, ini merupakan suatu bentuk dalam menjalankan amanah konstitusi yaitu menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Jadi, paparnya, tidak ada alasan anak-anak usia sekolah masih berada di jalan, mall untuk mencari uang apalagi saat jam-jam belajar siswa. Memang, kita akui perjuangan lika-liku dalam mencapai anggaran 20 persen APBN di sector pendidikan sangat panjang dan menjadi perhatian masyarakat luas. Melalui perdebatan panjang akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2008 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, konsekuensinya, pemerintah pada tahun 2009 harus menganggarkan 20 persen APBN untuk sector pendidikan dimana sebelumnya anggaran pendidikan pada tahun 2008, baru mencapai sebesar 15.6 persen. Terkait Anggaran pendidikan, Mahkamah konstitusi sudah melakukan pengujian UU APBN terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali oleh MK. Melalui perubahan ini, kita semua mengharapkan melalui anggaran yang besar dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia di bidang pendidikan. Misalnya beberapa tahun lalu, Indonesia harus menerima kenyataan berada diperingkat 114 dalam survey UNDP / UNESCO perihal kualitas manusia. Sementara negara tetangga, Malaysia, naik ke peringkat 61 setelah mengambil langkah untuk menaikkan
anggaran pendidikannya menjadi lebih dari 20 persen pertahun. Saat bersamaan, Indonesia masih berada pada kisaran 1,27 persen per tahun,sementara Thailand 3,80 persen dan Vietnam 2,32 persen. Pada APBN lalu memang terlihat pemerintah telah berupaya mewujudkan anggaran tersebut, walau angkanya
memang tak langsung 20 persen. Lihat saja peningkatannya, tahun 2004 anggaran pendidikan masih sekitar 5,5% dari APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Dan meningkat menjadi Rp 24,6 tiriliun pada 2005 lalu. Pada tahun 2009, volume APBN telah mencapai sebesar Rp 1160 Triliun. Coba bayangkan berapa besar anggaran pendidikan yang diperuntukkan untuk Wajardikdas? Tony mengungkapkan, anggaran pendidikan masih dibahas pada tingkat panja dan asumsinya masih terus berubah namun dipastikan anggaran untuk fungsi pendidikan bisa mencapai Rp 210 Triliun. Anggaran tersebut tersebar di beberapa Departemen diantaranya Depdiknas, Departemen Agama dan kementerian lembaga lainnya melalui Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Block
Grain. “Untuk Diknas sebelum dirubah telah disepakati dengan Komisi X DPR bahwa pagu sementara mencapai 75 Triliun dan apabila mengalami penurunan sekitar 6070 Triliun,”beber Tony saat diwawancarai oleh Parle Ia menambahkan, Pemerintah harus menghitung secara cermat APBN yang ada sehingga dapat mengenai sasaran dan tidak overlap dengan anggaran Provinsi maupun kabupaten. “melalui cara ini anggaran dapat tepat sasaran dan dinikmati masyarakat banyak,”terangnya. Saat ini, anggaran APBN khusus pendidikan masih belum dapat memenuhi komponen unit cost anak didik sementara yang lainnya, komponen operasional pendidikan, pembangunan pendidikan sudah dialokasikan di dalam APBN. Menurut Tony, sarana dan prasarana memang telah disiapkan tetapi untuk cost anak didik seperti seragam, menyiapkan tas, makan, dan sebagainya belum tercakup di dalam anggaran pendidikan. Tony mengakui, akibat belum terpenuhi komponen tersebut, menyebabkan masih adanya berbagai pungutan yang dilakukan oleh pihak sekolah kepada anak didik namun sepanjang tidak menyalahi aturan dan disepakati oleh komite sekolah sah-sah saja diperbolehkan memungutnya. Ia mengharapkan, daerah-daerah harus segera menyesuaikan anggaran pendidikan 20 persen baik tingkat provinsi, kabupaten maupun kota. “Kalau memungkinkan segera dipenuhi 20 persen di APBD dan prioritaskan wajardidas, juga rehabilitasi sekolah, karena melalui langkah ini paling tidak utilitas dan angka partisipasi kasar dan murni bisa mendekati 100 persen,”tegasnya. Kita semua mengharapkan kedepannya anggaran APBN 2009 dapat menuntaskan amanat konstitusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga semua anak, cucu kita dapat memperoleh kesempatan belajar secara luas atau minimal dapat menikmati pendidikan dasar di seantero Indonesia.
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
43
ANGGARAN
DPR RI PANTAU ANGGARAN 20 PERSEN
A
nggaran pendidikan akhirnya mencapai 20 persen dan diprediksi pada tahun 2009 APBN khusus Depdiknas bisa mencapai Rp 60-70 Triliun.Dengan anggaran sebesar itu, tugas dan fungsi DPR selaku wakil rakyat dituntut lebih maksimal terutama dalam menjalankan fungsi pengawasannya. “Parlemen, lembaga pengawasan maupun rakyat harus sama-sama mengawasi sehingga anggaran bisa di utilizes dan diminimalisir dan sebesarbesarnya bisa dinikmati oleh masyarakat,” Tegas Tony Apriliani Disisi lain, terangnya, peningkatan kualitas pendidikan harus lebih merata antara pendidikan pulau Jawa dan diluar Jawa, kota dan desa baik dari sisi sarana, pengajar dan kurikulum. Secara keseluruhan Komponen tersebut harus disamaratakan sehingga tingkat pendidikan masyarakat di Papua tidak terlalu jauh tertinggal dengan saudaranya yang di Jakarta. Berikut wawancara Majalah Parle dengan Kordinator Anggaran Komisi X DPRTony Apriliani menanggapi anggaran 20 persen pada tahun 2009 mendatang.
Bagaimana anggaran pendidikan pada tahun 2009 mendatang? Untuk anggaran Pendidikan 20 persen dari volume APBN yang hampir mencapai Rp 1160 triliun masih terus dibahas di tingkat Panja karena adanya resesi ekonomi global sehingga asumsinya berubah dan mengalami penurunan yang cukup besar. pada APBN 2009 direncanakan APBN kita Rp.1132 triliun kalau 20 persennya bisa sekitar Rp 210 triliun untuk anggaran fungsi pendidikan. Anggaran tersebut tersebar di diknas, kemudian Depag, kementerian atau lembaga lainnya, juga melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan block grain. Untuk Diknas sebelum dirubah telah disepakati dengan Komisi X DPR pagu sementara Rp 75 triliun juga secara otomatis mengalami penurunan, untuk angka masih belum tahu karena masih di Diknas dan dihitung di Pangar.Jika ada penurunan rangenya maka tidak akan kurang dari kisaran Rp 60-70 triliun. Sementara Di
44
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Depag juga tidak akan Rp 18 triliun lagi karena mengalami penurunan. Anggaran tersebut bertujuan memenuhi amanah konstitusi yaitu menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Nantinya Anak-anak kita diseluruh Indonesia umur 7-15 tahun harus sudah disekolahkan tidak boleh ada lagi yang menganggur dan berkeliaran di jalan atau mall. Kalau memang sudah bisa dilaksanakan artinya angka partisipasi kasar maupun partisipasi murni dari SD-SMP dan dari SMP-SMA harus memenuhi indicator yang sudah ditetapkan khususnya wajib belajar.Hal ini harus dicermati karena komponen itu banyak, bantuan operasional sekolah (BOS) juga harus dihitung secara cermat, APBN kita harus mengenai sasaran dan tidak overlap dengan anggaran dari daerah baik provinsi maupun kota harus jelas target tujuan dari anggaran tersebut. Saat ini ada beberapa daerah yang potensi anggarannya kecil namun sudah menuntaskan Wajar, sementara daerah yang kaya tetapi belum mampu melaksanakan Wajar oleh karena itu, pemerintah pusat harus melakukan intervensi melalui Diknas. Ini pasti ada sesuatu apakah kepala daerahnya belum konsen atau ada prioritas lain yang dilaksanakan didaerah tersebut. Ini harus segera dilakukan dengan berpegang kepada norma, undang-undang, peraturan pemerintah dan keputusan menteri dalam implementasi pelaksanaannya. Yang jelas Wajar Dikdas 9 tahun ini dengan anggaran 20 persen tidak ada alasan
tidak tuntas. Apabila pada tahun 2009 masih wacana, maka pertanggungjawabannya ada pada pemerintah yang bertanggung jawab dibidang pendidikan, kemudian legislative yang sudah menyetujui approval anggaran yang begitu besar juga harus melakukan pengawasan yang sangat ketat. Pengawasan anggaran harus ditujukan kepada satuan pendidikan, kemudian anak didik, pendidik ini. saya berpikir sebesarbesarnya anggaran ini agar tidak loss diperjalanannya dengan memberikan anggaran sebesar-besarnya kedaerah baik DAU untuk guru-guru pendidik, DAK maupun rehabilitasi sekolah-sekolah atau satuan pendidikan juga melalui bos operasional belajar ini harus bisa sinkron proporsinya Saat ini hampir 40 juta siswa kita yang masuk Wajar Dikdas 9 tahun betul-betul harus diselesaikan. Jadi pada tahun 2009, tidak ada alasan lulusan SMP yang tidak bisa masuk SMA, yang Sekolah Menengah atau SMK tidak ada alasan tidak melanjutkan keperguruan tinggi. Anggaran pendidikan hampir 46 persen anggaran diperuntukan untuk pendidikan dasar 9 tahun sementara 30 persen proporsi anggaran untuk perguruan tinggi. Karena itu, Pengawasan dilakukan baik melalui Irjen, BPK, KPK juga bawasda d a n masyarakat
Kordinator Anggaran Komisi X DPR Tony Apriliani
ANGGARAN harus seluas-luasnya mengawasi anggaran itu apakah betul-betul dioptimalkan di pendidikan atau malah banyak yang tersandung dijalan.
Kita sering lihat dilapangan, seringkali gedung-gedung sekolah masih belum memadai permasalahannya dimana pak? Hal Ini banyak terjadi pada gedung di tingkat SD dan SMP.yang masuk kategori Wajar Dikdas Sekolah Dasar hampir mencapai 150 ribu sekolah, SMP sebanyak 60 ribu unit sekolah. Bangunan Sekolah Dasar rata-rata dibuat pada tahun 70an dengan program SD Impres. Program SD impres lifetimenya paling 20-25 tahun jika dari tahun 1970 maka sudah lebih dari 25 tahun. Seharusnya pemerintah merehab dan merenovasi SD-SD tersebut, apakah dengan pola lama SD impres atau dengan pola sekarang yaitu merehabilitasi sekolah yang kelasnya buruk, rehabilitasi berat atau mendirikan lagi unit sekolah asli. Dari ketiga kategori itu anggaran dapat diserahkan kedaerah mana saja yang menjadi prioritas, dana tersebut bisa dari dana block grant (dekon) atau melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk merehabilitasi fisik karena setiap tahun anggaran DAK dibidang pendidikan selalu meningkat. Bahkan terakhir saja hampir 7 triliun kemudian di tahun 2009 akan bertambah lagi dan disebar ke kabupaten kota. Saat ini pemerintah atau dalam hal ini departemen telah membuat roll sharing dengan provinsi dan kabupaten, kota ini barang kaliini yang belum dioptimalkan antara pemerintah pusat dengan provinsi. Kalau ini dilaksanakan dengan baik saya rasa tidak ada alasan di tahun 2009 sekolah yang ambruk dan bobrok. Insya allah anggaran sudah bisa discover dan dipenuhi dan sekarang tergantung dari daerah mana saja yang diprioritaskan dan mana saja yang yang harus direhabilitasi dan mana yang ditunda Karena itu saya menghimbau kepada pihak daerah baik provinsi, kabupaten dan kota anggaran yang menyangkut pendidikan kalau memungkinkan segera dipenuhi 20 persen di APBD dan juga memprioritaskan Wajar Dikdas, juga rehabilitasi sekolah dahulu paling tidak utilitas dan angka partisipasi kasar dan murni
bisa mendekati 100 persen.
Bagaimana angka partisipasi anak didik saat ini? Masih dibawah sekitar 96 persen untuk tingkat SD, kemudian SMP sekitar 91 persen. Artinya masih ada anak-anak yang tidak memanfaatkan fasiltias yang disediakan. Saya pikir apabila tahun depan masih menemui anak-anak dijalan, mall, dipersimpangan ini tidak benar. Untuk wajardikdas ini merupakan amanat konstitusi UUD maupun UU Sisdiknas disamping Negara menyiapkan dan memfasilitasi tempat-tempat pendidikan juga masyarakat. Artinya orang tua harus memaksa anak-anaknya berangkat sekolah. Jadi jangan hanya pemerintah yang dipunishment. Dipihak masyarakat juga harus ada suatu control reward dan punishment memaksa anakanaknya berangkat sekolah pada jam sekolah atau pendidikan. Hal itu harus segera disosialisasikan kepada orang tua yang melepas anaknya untuk belajar pada jam sekolah.
Bagaimana tanggapan bapak masih adanya keluhan banyaknya pungutan dari sekolah, dan pembelian buku yang dirasa memberatkan para orang tua murid? Di dunia pendidikan tidak terlepas adanya komponen seperti unit cost pendidikan, operasional pendidikan, pembangunan pendidikan, dan komponen anak didik. Ketiga komponen ini negara masih belum bisa mencover secara keseluruhan, untuk cost anak didik seperti seragam, menyiapkan tas, makan, dan sebagainya masih belum bisa dicover oleh pemerintah. Mungkin ada sekolah yang akan melaksanakan ketiga-tiganya tetapi karena angka komponen belum terpenuhi kemudian dipungut dari orang tua murid untuk mengcover ini. Misalnya disiapkan seragam dari sekolah, disiapkan buku dan alat-alat tulis. Jadi sejauh tidak menyalahi aturan sah-sah saja karena sudah disepakati oleh para orang tua melalui Komite sekolah. Seharusnya apabila memang mau dilakukan 20 persen tuntas wajar 9 tahun apakah sekolah negeri atau swasta harus disamakan jadi tidak boleh dibedakan.
Tidak boleh ada sekolah yang menolak dana pemerintah kemudian baru dibuat regulasi bahwa sekolah tidak ada pungutan dari biaya manapun.
Bagaimana tanggapan bapak bahwa kesejahteraan guru swasta sering dianaktirikan pemerintah? Menurut data, Guru di Indonesia hampir sebesar 2,7 juta guru baik negeri maupun swasta juga ada hampir 400 ribu yang termasuk kategori guru bantu atau CPNS. Ini merupakan kewajiban pemerintah mengangkat honor sebanyak 400 ribu orang. Saat ini baru sekitar 30 persen terangkat karena kesulitan administrasi sementara anggaran tidak sulit karena ada mekansime yang masih kurang match antara data pusat dan daerah. Masalah ini, harus segera tuntas pada tahun 2009 karena anggaran sudah di akomodasikan melalui Depdiknas yaitu di Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu tenaga Pendidik dan Kependidikan. Saat ini anggaran untuk guru mencapai 15 Triliun pada tahun 2009 karena itu tidak ada alasan tidak tuntas pada tahun depan. Kedua karena adanya UU guru dan dosen tentunya memberikan kesejahteraan untuk guru juga peningkatan kualitas guru konsekuensinya untuk meningkat kesejahteraannya guru diwajibkan harus mendapatkan sertifikat guru ini masih banyak kendalanya. Saya mengharapkan untuk 2009 bisa tuntas karena anggaran sudah siap. Dari sejumlah 2.7 juta guru kurang lebih baru 50 persennya memiliki sertifikat artinya Punya SIM untuk mengajar dan 50 persennya belum memiliki sertifikat.
Bagaimana tanggapannya bahwa anggaran Diknas banyak yang bocor dan tidak tepat sasaran? Anggaran tahun kemarin baru 12.5 persen. Sementara di Diknas baru terserap 90 persen sekarang prediksi Depkeu sekitar 91 persen. Jadi hampir sama, sudah bocor tidak bisa diserap itulah efektifitas anggran kita. Parlemen, lembaga pengawasan maupun rakyat akan sama-sama mengawasi sehingga anggaran bisa di utilizes dan diminimalisir dan sebesarbesarnya bisa dinikmati oleh masyarakat. (si)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
45
ANGGARAN
Pengelolaan Anggaran Dewan Sesuai Arah Kebijakan dan Strategi Sesuai dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, penyusunan anggaran dilakukan melalui pendekatan anggaran terpadu, kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) dan anggaran berbasis kinerja (ABK). Pendekatan tersebut dimaksud untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran, adanya keterpaduan dan kesinambungan sistem penyusunan anggaran serta transparansi dalam pelaksanaan anggaran.
D
ewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga negara yang mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi dalam menjalankan fungsinya tentu memerlukan dukungan anggaran yang memadai. Arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran DPR RI memiliki arti yang sangat penting dan strategis karena merupakan pedoman bagi alat kelengkapan DPR RI dan Sekretariat Jenderal dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran DPR RI. Penyusunan rencana kerja dan anggaran DPR mencakup berbagai program dan kegiatan yang dilakukan Dewan maupun Sekretariat Jenderal. Rencana Kerja dan anggaran DPR Tahun 2008 diarahkan untuk meningkatkan kualitas kerja dan kinerja dari pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan baik secara kelembagaan maupun keanggotaan
Ketua BURT Indria Octavia Muaja
46
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
berdasarkan pada komitmen politik, moralitas dan profesionalitas yang tangguh. Komitmen tersebut memiliki arti penting dalam kerangka perwujudan DPR RI sebagai lembaga yang kuat, produktif, terpercaya dan berwibawa. Berdasarkan dalam peraturan Tata tertib DPR RI No. 08/DPR RI/I/20052006 dalam Pasal 51 ayat (1) hurf c menyatakan bahwa tugas Badan Urusan RumahTangga (BURT) adalah membantu Pimpinan DPR dalam merencanakan dan menyusun anggaran DPR dan anggaran Sekretariat Jenderal yang telah disiapkan oleh masing-masing Alat Kelengkapan Dewan dan Sekretariat Jenderal DPR RI lalu disinkronisasikan oleh Setjen. Dalam hal pengelolaan anggaran DPR, Tata Tertib D P R mengamanatkan bahwa Alat Kelengkapan DPR yang terlibat adalah Pimpinan DPR, BURT dan alat kelengkapan lainnya s e r t a Sekretariat Jenderal. Pimpinan D P R dalam dalam hal anggaran mempunyai t u g a s
menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran DPR. Pimpinan dibantu BURT dapat mengawasi pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal. BURT mempunyai tugas membantu Pimpinan Dewan dalam merencanakan dan menyusun anggaran DPR dan anggaran Sekretariat Jenderal yang telah disiapkan oleh masing-masing alat kelengkapan DPR dan Sekretariat Jenderal kemudian disinkronisasikan oleh Sekretariat Jenderal. BURT juga mempunyai tugas dalam membantu Pimpinan DPR mengawasi pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR. Ketua BURT Indria Octavia Muaja dalam perbincangan dengan Parlementaria menjelaskan bahwa dalam penyusunan anggaran Dewan harus mengacu kepada arah kebijakan dan strategi pengelolaan keuangan DPR. “Hal ini dilakukan melalui Panitia Kerja (Panja) anggaran Dewan dan Sekretariat Jenderal,” katanya.
Dibahas di Panitia Anggaran Menurut Indria, seluruh alat kelengkapan Dewan, baik Komisi maupun Badan mengajukan anggaran masingmasing guna mendukung kegiatan selama satu tahun. Ia menjelaskan, meskipun DPR mempunyai fungsi anggaran, namun anggaran Dewan tetap dibicarakan dengan pemerintah melalui Panitia Anggaran DPR. “Anggaran Dewan dan Sekretariat Jenderal dibahas di Panitia Anggaran bersama pemerintah,” jelasnya. Ketua BURT menjelaskan saat ini anggaran untuk tahun 2009 tengah dibahas
ANGGARAN dan mendekati selesai. Menurutnya seluruh kegiatan Dewan pada tahun depan sudah terprogram sehingga tidak ada kegiatan yang sifatnya mendadak. “Jadi nggak mungkin akan timbul (kegiatan) tiba-tiba karena itu atas pengajuan masing-masing alat kelengkapan dan badan,” jelasnya. BURT, badan yang diketuai Indria tidak dapat menolak usulan yang diajukan setiap alat kelengkapan .BURT,sebagai alat kelengkapan Dewan menerima usulan tersebut kemudian meneruskannya kepada Sekretaris Jenderal DPR RI. “BURT hanya menerima dan meneruskan ke Sekjen,” jelasnya. Lebih jauh, Indria yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat, anggaran Dewan di bahas lebih lanjut di Panitia Anggaran bersama pemerintah, namun tidak berarti secara otomatis dapat disetujui. Meskipun Anggota Panitia Anggaran juga Anggota DPR, pembahasan anggaran DPR tidak lantas otomatis disetujui. “BURT mencoba melakukan negosiasi agar anggaran dapat dipenuhi,” katanya seraya menambahkan bila ada anggaran yang tidak terpenuhi maka ada program yang harus dikurangi. “Akhirnya supporting untuk anggota Dewan tidak seperti yang diinginkan masyarakat,” tegas Indria.
Transparansi Anggaran Kesan DPR sebagai lembaga yang tertutup sampai saat ini belum juga hilang. Di era keterbukaan seperti sekarang, masyarakat menuntut supaya ada transparansi, khususnya dalam hal anggaran sehingga pengawasan yang dilakukan diharapkan dapat berjalan dengan baik. Ketua BURT Indria Octavia Muaja menilai sampai saat ini, DPR memang masih terkesan tertutup. Ia berharap, kedepan dalam hal anggaran DPR dapat lebih transparan. “Saya berharap bahwa ada baiknya lebih terbuka karena masyarakat juga ingin tahu lebih jelas,” katanya. Ia menegaskan, Dewan tidak perlu lagi takut dalam hal transparansi mengenai anggaran yang kemudian dapat diketahui masyarakat. Ia mencontohkan, hampir setiap kali DPR akan melakukan kunjungan kerja luar negeri selalu mendapat sorotan masyarakat.
“Ketika Anggota Dewan melakukan kunjungan luar negeri lebih baik transparan, tidak perlu lagi merasa takut. Karena ini programnya sudah ada,” katanya. Indria mencontohkan keterbukaan yang terjadi di Afrika Selatan. Insan pers dapat dengan mudah mengakses atau mendapat informasi dari parlemen. “Mereka (Afrika Selatan) terbuka. Wartawan dapat mengakses langsung,” jelasnya. Kurang transparan DPR dalam hal anggaran menurut Indria karenaTataTertib yang digunakan memang mengaturnya seperti itu. “Bukan tidak transparan, tapi Tatib (Tata Tertib)nya harus diubah,”kata Indria seraya menambahkan sudah saatnya DPR terbuka. Ia menegaskan bahwa penggunaan anggaran Dewan sepenuhnya dilaporkan kepada Pimpinan DPR. “BURT melaporkan kepada Pimpinan Dewan apapun yang sudah dan akan dilakukan,” katanya.
Otonomi Anggaran Parlemen Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Indria Octavia Muaja berharap kedepan, parlemen dapat mengelola anggaran tersendiri atau otonomi anggaran. Untuk dapat terpenuhinya otonomi anggaran maka diperlukan rencana dan strategi (renstra). “Bagaimana bisa lembaga kita ini (DPR) indeksnya mengikuti pemerintah dan PNS,” katanya. Ia menjelaskan bahwa saat ini Anggota Dewan indeksnya masih disamakan dengan Pegawai Negeri Sipil. Dalam melaksanakan tugasnya, seperti Kunjungan Kerja (Kunker), Anggota Dewan secara administrasi masih disamakan dengan PNS. Pengelolaan anggaran sendiri yang akan dilakukan Dewan memang tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat. DPR harus mempersiapkan segala sesuatu yang dapat mendukung Dewan untuk mengelola keuangannya. “Yang akan menikmati tentu (DPR) periode akan datang. Kita hanya membuka pintu,” katanya seraya menambahkan semua itu saat ini tengah dalam proses. Indria menjelaskan saat ini Dewan tengah mempersiapkan nomenklatur akan kebutuhan Anggota Dewan.
Anggaran Legislasi Minim Indria Octavia Muaja dalam perbincangan dengan Parlementaria menjelaskan bahwa dari tiga fungsi Dewan yaitu pengawasan, anggaran dan legislasi, anggaran Dewan dalam fungsi legislasi menjadi prioritas. “Karena legislasi yang akan dicapai sampai tahun 2009 baru mendekati 50%,” katanya. Menurutnya penyelesaian pembuatan undang-undang hingga saat ini belum mencapai lima puluh persen dari target yang dicanangkan karena anggaran untuk fungsi tersebut masih belum memadai. “Kurang pendukung. Supportingnya kurang,” kata Indria. Ia menjelaskan setiap pembahasan Rancangan Undang-Undang, Dewan dan pemerintah mempunyai anggaran masingmasing. Namun demikian menurut Indria dalam pembahasan RUU tidak mungkin akan terjadi penggunaan anggaran bersamaan. “Kalau inisiatif dari pemerintah, tentu anggarannya berasal dari pemerintah. Kalau inisiatif DPR, anggarannya berasal dari DPR,” katanya. Sebagai lembaga yang membuat Undang-Undang, dukungan anggaran bagi DPR dalam menjalankan fungsinya dalam hal legislasi tentunya harus memadai. Indria menilai usul inisiatif RUU yang diajukan Dewan tidak dapat dikategorikan minim. “Usul inisiatif RUU banyak berasal dari DPR tapi anggaran legislasinya kurang,” kata Indria. Menurut Ketua BURT, akibat kekurangan anggaran bagi Dewan dalam menjalankan fungsinya, maka harus ada revisi. Revisi yang dilakukan tidak berarti memotong anggaran. “Dilakukan efisiensi dan optimalisasi,” katanya. Ketua BURT menegaskan bahwa anggaran legislasi DPR akan diperjuangkan supaya dapat meningkat. Menurutnya produk perundang-undangan merupakan salah satu hal sangat penting yang dihasilkan DPR. “Kalau untuk anggaran legislasi sangat kita perjuangkan,” katanya. Salah satu fungsi DPR adalah legislasi. Sebagai lembaga yang membuat undangundang, produk yang dihasilkan tersebut menjadi prioritas kerja Dewan. “Itu yang nomor satu dan prioritas,” ujar Indria. (bs)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
47
PROFIL Keberadaan di parlemen disadarinya sebagai satu amanah yang dibebankan rakyat kepadanya melalui Partai Bulan Bintang (PBB). Karena DPR itu berskala nasional, maka beban moral seorang Nizar Dahlan tidak hanya terbatas pada konstituen yang diwakilinya saja, Sumatra Barat II, melainkan juga kepada segenap rakyat Indonesia harus diperjuangkan nasibnya.
NIZAR DAHLAN
Kiprahnya Terinspirasi Perjuangan Masyumi 48
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
PROFIL
J
iwa politisi memang sudah Darah pejuang dan aktivis yang Walaupun panggilan jiwa untuk mengalir dalam tubuh Nizar kental mengalir dalam tubuhnya semakin berkiprah sebagai seorang politisi Dahlan. Sejak kecil, cucu dari diperkuat lagi dengan hadirnya seorang sedemikian kuat dan silsilah keluarga pun Musa Datuk Sardi, seorang tokoh istri, Noorjannah Shomad, yang juga dari didominasi darah perjuangan, namun Muhammadiyah dan juga tokoh kalangan aktivis perjuangan. Sang istri sempat pula Nizar dilanda alergi Masyumi ini memang sudah sering merupakan salah seorang cucu dari KH. bersentuhan dengan dunia politik. diajak sang kakek untuk Kisahnya pada saat mengikuti rapat-rapat partai mahasiswa dan aktif di Masyumi. organisasi Himpunan Sang kakek, Musa Datuk Mahasiswa Islam Sardi, kala itu merupakan (HMI) cabang Bandung seorang pedagang besar di pada 1978, Nizar Bengkulu. Bahkan saat bersama rekan-rekannya proklamator RI Bung Karno sesama aktivis sempat diasingkan Belanda ke ditahan militer selama Bengkulu, Musa Datuk ikut hampir setahun di rumah berperan menjodohkan Bung tahanan Guntur, Jakarta. Karno dengan Fatmawati. Kala itu ia bersama Dari pihak ibu, Nizar juga rekan-rekannya menolak memiliki seorang kakek yang Presiden Soeharto juga tokoh Persis, yakni KH. Ihsa dicalonkan kembali Anshari. Persis adalah sebuah sebagai presiden dalam organisasi Islam yang memiliki Sidang umum MPR jumlah massa cukup besar dan Nizar Dahlan sewaktu ditahan di penjara Guntur. Tampak pula H. AM. 1978. Fatwa (duduk). (foto: dok. pribadi) disegani kala itu. “Saya diadili di Dalam usia yang sangat pengadilan mahasiswa belia, yakni 4 tahun, Nizar kecil sudah Nur Ali, seorang pahlawan nasional dari dan divonis satu tahun potong masa sering mendengarkan kisah-kisah Bekasi, yang dikemudian hari dikenal tahanan. Kita dituduh subversif dengan kepahlawanan tokoh-tokoh Masyumi dengan nama Singa Betawi. ancaman hukuman mati. Tapi pada yang diceritakan sang kakek. Karenanya “Pernah baca puisi Antara akhirnya kita dituduh menghina kepala pula mindset tentang Bulan Bintang Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar? negara. Waktu itu dikenal dengan nama (simbol organisasi Masyumi) Tahanan Mahasiswa telah tertanam sedemikian Kampus Kuning,” cerita dalamnya di benak Nizar pria ramah ini.. Dahlan. Efek dari semua itu, “Pada waktu Pemilu pertama maka segala aktivitas tahun 1955, saat orang sibukmahasiswa. baik Dewan sibuknya dengan partai politik, Mahasiswa dan Senat saya sudah membawa-bawa Mahasiswa dibekukan. bendera partai Masyumi,” ujar Lalu muncullah nama Nizar mengenang massa Normalisasi Kehidupan kecilnya. Kampus (NKK) di tahun Berbagai peristiwa dan 1978. pengenalan secara dini dunia Selanjutnya saat usai politik itu terekam secara baik menjalani masa dalam pikiran seorang Nizar tahanannya dan Dahlan. Karenanya sangat wajar dibebaskan, Nizar malah pula apabila Nizar Dahlan tidak tertarik sama sekali merasa terpangggil terjun di Nizar Dahlan sewaktu bekerja di pemboran minyak di Sumatera terjun dalam politik arena politik, karena keluarga Selatan. (foto: dok. pribadi) praktis. “Saat itu saya besarnya adalah para aktivis melihat konstalasi Masyumi. “Saya ingin melanjutkan Nah munculnya sajak itu karena diilhami politiknya seperti itu di mana kekuasaan perjuangan orang-orang tua yang sangat oleh perjuangan KH Nur Ali. Jadi komplit Soeharto begitu dominan sementara saya kagumi, terutama K.H. Ihsa sudah kalau dilihat dari sisi pejuangnya,” partai hanya sebagai pelengkap suatu Anshari, tokoh Masyumi yang masih kata pria kelahiran Bengkulu 24 Februari negara agar bisa dikatakan demokratis. keluarga dekat saya,” Nizar menuturkan.. 1953 itu. Saya waktu itu kan menentang pak
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
49
PROFIL Harto, karena melenceng dari tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara aspirasi rakyat. Kini, Nizar adalah pelaku orde baru. Dia lebih menitikberatkan Islam. Artinya syariat Islam itu masuk dan penentu yang ikut menentukan kepentingan kroninya “ kata Nizar dalam hukum positif, berupa konstitusi nasib negeri ini. menjelaskan. atau suatu undang-undang, yang “Karena itu, waktu saya dilantik jadi Kalau pun ada persinggungan mengontrol prilaku warga masyarakat anggota DPR dan menyanyikan lagu dengan dunia politik, Nizar hanya yang memeluk agama Islam. Perangkat Indonesia Raya, saya menitikkan air bersedia menjadi simpatisan Partai hukum seperti itulah yang dibutuhkan mata. Saya terharu! Dulu, saya datang Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai bangsa Indonesia agar ada semacam ke sini jadi demonstran bahkan ditahan partai yang diyakininya mampu daya paksa dari negara kepada warganya selama hampir satu tahun dan sekarang menyalurkan aspirasinya selama ini, untuk melakukan hal-hal yang lebih saya malah dilantik jadi anggota Dewan. yaitu partai yang bernafaskan Islam. baik. Nah itu berkesan betul buat saya,” cetus Selain PPP, partai yang eksis disaat “Menerapkan konsep penegakkan Nizar mengenang saat pelantikannya rezim orde baru berkuasa hanyalah syariat Islam di sini bukan membentuk pertama kali sebagai anggota DPR. Golkar dan PDI. negara Islam, jangan salah,” katanya. “Menjadi anggota DPR adalah Dua puluh tahun kemudian, saat Nizar tidak ragu-ragu meneruskan panggilan hati nurani untuk ikut tiba waktu kejatuhan garis perjuangan rezim orde baru dan Masyumi yang sejak reformasi bergulir, awal mempunyai sejumlah kader muda design menjadikan Masyumi yang syariat Islam sebagai dipelopori Yusril Ihza salah satu pilar dalam Mahendra mencoba ketatanegaraan menghidupkan bangsa Indonesia. kembali organisasi “Itu yang membuat massa Islam tersebut saya terobsesi melalui pendirian memperjuangkan Partai Bulan Bintang syariat Islam. (PBB). Seolah Bagaimana syariat m e n e m u k a n Islam itu masuk ke romantisme sejarah d dalam hukum positif imasa lalu, Nizar dan kemudian kita Dahlan kontan betul-betul dikontrol tertarik dengan sebagai umat Islam tawaran bergabung Nizar Dahlan usai membacakan pandangan fraksi BPD (Bintang Pelopor Demokrasi) melalui undangdengan PBB. undang,” katanya. pada rapat paripurna DPR. “Karena memang Urgensi menerapkan fanatisme saya ke Masyumi itu tinggi syariat Islam tersebut, menurut Nizar, menyumbangkan pikiran dan tenaga,” sekali, seperti di bawah alam sadar gitu, diperlukan mengingat sekarang ini ujarnya. maka sama-sama kita dirikan Partai bangsa Indonesia tidak jelas wujudnya Komitmen Tegakkan Syariat Islam Bulan Bintang. Saya melihat Partai seperti apa. Dikatakan sebagai negara Dalam pandangannya, Masyumi Bulan Bintang itu seperti sekuler sangat mungkin dan bisa pula mempunyai satu cita-cita yang sangat disebut sebagai bangsa kapitalis atau mengembangkan kembali misi-misi mulia yakni ingin menegakkan syariat bahkan negara koruptor. Masyumi dalam membangun bangsa ini Islam. Ketika konstitusi disusun, ada “Jadi artinya pondasi dan kekuatan dan pernah membubarkan diri di tahun gagasan Piagam Jakarta yang mencakup moral kita itu betul-betul rapuh di dalam 60-an,” ujarnya. tambahan tujuh kata yang menyebutkan mengelola negara. Itu harus betul-betul Di PBB, Nizar dipercaya untuk adanya kewajiban menjalankan syariat kita akui,” katanya. menduduki jabatan sebagai Wakil Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Banyaknya orang-orang yang Sekretaris Jenderal dan pada Pemilu Artinya negara ini betul-betul terlibat dalam kasus korupsi, dalam 2004, Nizar kembali ke Senayan. Kali mengontrol melalui hukum tentang hematnya, lebih disebabkan karena ini dia bukan sebagai demonstran seperti bagaimana orang melakukan syariat itu banyak orang sudah tidak punya saat mahasiswa dulu, melainkan sebagai secara utuh dan tidak setengahkekuatan iman sebagai benteng dalam Anggota Dewan Perwakilan Rakyat setengah. menjalankan kegiatan mereka sehariRepublik Indonesia (DPR RI) dari Memiliki konsep tentang bagaimana hari. Moral bangsa itu sudah sangat daerah pemilihan Sumatra Barat II, menegakkan syariat Islam dalam rapuh sehingga salah satu obatnya tempat orang tuanya berasal di kehidupan bernegara berbeda dengan adalah dengan menerapkan syariat Islam Maninjau, serta siap memperjuangkan
50
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
PROFIL itu. Itulah salah satu perjuangan PBB kemunduran. Tidak ada yang bisa agar bangsa ini bisa mengubah sikap dibanggakan pada diri bangsa Indonesia. moralnya. Atas dasar itu semua, Nizar “Selama ini walaupun umat Islam memandang perlunya setiap politisi masing-masing melakukan kegiatan di mempunyai latar belakang berpolitik bidang keagamaan tetapi tidak ada yang jelas. Selain itu, untuk menjadi semacam kewajiban negara untuk politisi yang baik menuntut naluri politik melakukan kontrol. Nah inilah salah satu yang bersih pula yang akan menentukan kekurangan kita. PBB menghendaki agar ke mana dia akan melangkah, apa yang umat Islam dikontrol dengan syariat akan dilakukannya atau apa yang akan Islam yang dibakukan melalui satu dicapainya. Jika tidak ada komitmen yang hukum positif,” ujarnya. jelas, maka wajar saja apabila ada anggota Nizar menegaskan, partainya tidak DPR yang sama sekali tidak pernah ambisius untuk mengejar target yang berbicara atau bahkan tidak pernah muluk-muluk. Yang penting, kata Nizar, datang menghadiri sidang-sidang. bagaimana misi PBB ini bisa diperjuangkan walaupun tidak akan tercapai dalam waktu dekat. Tapi paling tidak obesesi itu bisa dibangun. “Nah, kalau Yusril bisa menjadi presiden, kan obsesi ini bisa diwujudkan menjadi kenyataan, paling tidak dalam hal Undangundang Syariat Islam itu bisa masuk ke dalam hukum positif, sehingga tidak amburadul seperti sekarang ini. Di saat yang sama, pondasi yang kurang kuat Nizar Dahlan saat kunjungan kerja ke Banten. bisa mengakibatkan runtuh negara ini. Terlalu banyak contoh “Sementara kalau saya mengukur kekuatan asing yang ingin dan selalu diri, betapa saya pontang panting mencoba mengobok-obok bangsa ini. menjadi anggota dewan. Rapat sini rapat Tapi kalau ada benteng moralitas yang situ dan kita bukan sekedar hadir tapi cukup kuat sebagai pondasi berbangsa juga memberi kontribusi pemikiran, dan bernegara, menurut Nizar, Insya berdebat, aktif di sana sini. Jadi kalau Allah bangsa bakal berdiri lebih kokoh. dilihat dari sini, alangkah naifnya jadi “Contoh soal pribadi saja misalnya, anggota dewan jika hanya mencari saya ingin korupsi. Lalu saya berfikir status,” katanya. korupsi itu kan tidak baik dan saya ini Banyak aktifitas yang dilakukannya juga dari partai Islam. Maka paling tidak sejak di bangku SMP, ikutt KAPPI, sudah ada kontrol yang mengingatkan Ikatan Pelajar Muhammadyah (IPM) diri sendiri agar menjauhi perilaku seperti HMI, KAHMI Jaya, Ketua Yayasan itu,” katanya. Lain halnya jika sama Bina Lingkungan Hidup, Direktur Pusat sekali tidak ada kontrol, maka bisa saja Studi Pengembangan Daerah, Wakil terjadi kader-kader partai yang Direktur Lembaga Studi Otonomi kebetulan menjadi pejabat negara Daerah, dan Pengembangan berprilaku korup atau menghalalkan Masyarakat UMJ, Anggota Ikatan segala cara. Cendekiawan Muslim Indonesia, Sejujurnya Nizar menilai Pendiri Forum Reformasi untuk bahwasannya bangsa ini bukannya Demokrasi, Keadilan dan Keutuhan mengalami suatu kemajuan tapi malah Nasional.
Sebagai anggota Dewan yang pada satu saat bergelimang fasilitas dan peluang untuk menyalahgunakan jabatan, sejujurnya Nizar mengakui besarnya godaan di sana, Karenanya ia melihat dari sisi kontrol moralitas dan syariat Islam, maka hal itu ternyata sangat efektif menjadi benteng pertahanan diri. “Saya bukannya tidak pernah tergoda akan hal itu, jujur saya katakan. Tetapi saya ingat kalau saya lakukan ini dan ketahuan misalnya maka akan jadi masalah dan tentunya merusak diri sendiri,” katanya. Apalagi kehadiran Nizar di Senayan itu berawal dari kiprahnya sebagai seorang aktivis di masa lalu yang gencar menentang otoritarianisme yang dibangun Soeharto hingga akhirnya ia harus membayarnya dengan masuk bui. Sebagai mantan aktivis, ia punya naluri bagaimana caranya bersikap sebagai seorang politisi. Selain itu, Nizar mengaku juga dikontrol oleh partai yang berasaskan Islam “Jadi ada semacam benteng untuk diri saya untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik,” jelas pehobi badminton, catur, dan membaca ini.
Merajut Kiprah di Senayan Sebagai seorang wakil rakyat, Nizar sangat sadar bahwa keberadaanya di gedung parlemen itu benar-benar untuk mewakili rakyat. Artinya ada jutaan orang di belakang dirinya yang mempunyai setumpuk aspirasi dan harus diakomodir. “Bagaimana sih aspirasi mereka ini diperjuangkan. Nah itu yang harus diingat betul. Saya duduk di sini bukan karena kehebatan saya. Tidak sama sekali,” katanya. Keberadaan di parlemen itu disadarinya sebagai satu amanah yang dibebankan rakyat kepadanya melalui Partai Bulan Bintang. Karena DPR itu berskala nasional, maka beban moral
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
51
PROFIL seorang Nizar Dahlan tidak hanya terbatas pada konstituen yang diwakilinya saja, melainkan juga kepada segenap rakyat Indonesia harus diperjuangkan nasibnya. Perjuangan itu misalnya saja bagaimana mengontrol jalannya roda pemerintahan atau mengoreksi eksekutif yang terdeteksi melakukan satu kebohongan publik, menyimpang, atau berprilaku tidak benar. Semua itu menjadi kewajiban DPR untuk mengingatkan dan menegur orangorang yang tengah menjalankan amanah sebagai pemerintah. “Nawaitu (niat) saya sih amar ma’ruf nahi munkar 9memerintah kebaikan, mencegah kemunkaran) sampai-sampai saya diadukan ke polisi karena dituduh menghina kepala negara,” katanya. Sebagai ahli geologi tamatan Universitas Padjajaran Bandung, Nizar mempunyai kepedulian tinggi terhadap masalah lingkungan hidup. Karena itu saat terpilih menjadi anggota Dewan, ia duduk di Komisi VII DPR, komisi yang membidangi masalah Pertambangan dan Energi, Lingkungan Hidup, serta Riset dan Teknologi. Dengan dukungan ilmu dan pemahaman yang luas tentang masalah pertambangan, termasuk perminyakan itu, Nizar tampil kritis terhadap berbagai kebijakan perminyakan yang diambil pemerintah. “Banyak sekali yang saya paham tentang masalah-masalah teknis dan itu cukup membantu. Jadi pemerintah gak bisa bohong ke saya soal angka-angka dan ini pula yang membuat teman-teman di Komisi VII senang,” katanya. Penguasaan masalah yang prima telah membawa Nizar Dahlan kedalam berbagai tim strategis bentukan DPR, semisal tim pengawas lumpur Sidoarjo dan Panitia Angket BBM DPR. Saat pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harga BBM, Nizar menjadi salah satu anggota DPR yang bersuara lantang menentang sehingga ia sempat dituduh telah menghina Presiden SBY dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Bahkan ia sempat pula dilaporkan ke polisi. Namun ketika semua saksi sudah diperiksa dan tinggal tersisa Nizar
52
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Dahlan seorang, penyidik kepolisian ternyata tidak kunjung memeriksa dirinya. “Jika ingin memeriksa saya kan harus berdasarkan atas ijin persetujuan presiden. Sementara presiden sendiri kita hina. Ini beda dengan Zaenal Maarif (mantan Wakil Ketua DPR yang direcall PBR). Jadi sebenarnya bukan menghina tetapi mengkritik kebijkaan,” katanya. Kala itu Nizar benar-benar berdiri menentang
seorang vokalis DPR. Demikian pula dengan persyaratan electoral treshold yang coba diterapkan dalam UU Pemilu, Nizar dengan keras menyuarakan penolakkannya karena melihat hal itu sangat tidak adil. Menurut dia, sangat tidak adil apabila wakil-wakil rakyat yang telah terpilih sesuai dengan jumlah suara yang ditentukan UU, tetapi kemudian dinafikkan keberadaanya hanya karena tidak memenuhi porsi minimal 2,5
kebijakan presiden sebagai seorang wakil rakyat. Demikian pula saat pemerintah berencana menaikkan harga gas Elpiji Pertamina. Nizar sangat marah dalam raker dengan pemerintah di Komisi VII dan juga mengeksposenya di sejumlah stasiun televisi swasta. Mungkin akibat faktor rewelnya anggota DPR yang satu ini, Presiden SBY pun akhirnya mengurungkan niat menaikkan harga jual gas Elpiji kepada masyarakat. Dengan bermodalkan warna politik yang jelas, yakni Islam, Nizar bersyukur hingga empat tahun masa jabatanya sebagai wakil rakyat masih terjaga untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar kaidah serta moral Islam. “Sampai sekarang ini syukur Alhamdulillah saya tidak hanya sekedar jadi anggota dewan, tetapi juga cukup bermanfaat di tengah-tengah masyarakat,” tuturnya. Bahkan ia sempat pula dijuluki sebagai salah
persen atau tidak mencukupi 14 kursi parlemen. “Rakyat mewakilkan kita untuk menjadi wakilnya dan lalu semua itu dibatalkan atau diberikan kepada orang lain. Jelas nggak adil itu. Iya kalau dialihkan pada partai yang sesama Islam... Kalau diarahkan untuk partai yang non Islam, terus terang saya tidak akan rela,” ujarnya. Di Senayan, walaupun f raksi Bintang Pelopor Demokrasi (tempat Nizar Dahlan bergabung) hanya beranggotakan 11 orang, namun jumlah yang relatif sedikit itu cukup disegani oleh fraksi-fraksi lainnya di DPR. Banyak kritik dan argumentasi mereka yang didengar tidak saja oleh kawan, tetapi juga lawan-lawan politik. PBB pun melihat kiprah putra Masyumi itu sebagai satu prestasi tersendiri sehingga pada Pemilu 2009, Nizar masih dipercaya menempati nomor urut 1 dalam penyusunan daftar
PROFIL caleg PBB. Penempatan di nomor urut “peci” di PBB tentunya didasarkan pada sejumlah tolok ukur seperti aktivitas di parlemen, komitmen moralitas, etika, hingga aktivitas di partai, yang keseluruhannya mempunyai nilai. Kecintaannya terhadap faham Masyumi memang tidak diragukan. Bahkan ia tak bergeming ketika ditawari untuk pindah partai. “Selain itu, agak berat juga saya meninggalkan PBB, karena saya sebagai pendiri,” cetus Nizar. Pengakuan atas kapasitas dan kapabilitas itulah yang membuat seorang Nizar Dahlan merasa cukup berfungsi. Berangkat dari niat ingin melanjutkan garis perjuangan yang
mahasiswi IAIN itu membesuk rekanrekannya aktivis mahasiswa IAIN yang turut ditahan bersama Nizar di penjara Guntur. Getar asmara semakin menggelora tatkala Nizar akhirnya mengetahui bahwa Noorjannah itu juga seorang aktivis pergerakkan dan ada kesamaan dalam silsilah keluarga besar mereka, yakni berlatarkan Masyumi dan samasama berjuang membentuk front anti komunis. Karenanya setelah terbebas dari masa hukumannya, hubungan yang terjalin di antara keduanya semakin erat hingga akhirnya mereka bersepakat melanjutkan ke jenjang perkawinan. “Nah pas saya tahu kayak gitu (latar belakang keluarga yang sama), saya
Nizar Dahlan bersama istri dan putri tercinta.
telah didesign Masyumi, sedikit demi sedikit perbaikan itu mulai dilakukan, meskipun semua itu belum menunjukkan hasil yang maksimal. Salah satu tugas berat yang menanti di depan mata adalah menyiapkan sebanyak mungkin kader dan konstituen demi membangun kejayaan Masyumi. Di masa lalu Masyumi adalah partai besar yang mendominasi hampir di semua daerah.
Romantisme Berkeluarga Perkenalan Nizar dengan sang isteri berawal saat ia masih dalam tahanan penjara di Guntur. Awalnya, Noorjannah Shomad yang juga seorang
memperkenalkan diri (ke keluarga Noorjannah) waktu itu adalah hari Kamis, dan besoknya hari Jumat saya langsung disuruh menikah. Jadi memang tidak punya persiapan sama sekali. Bisa dibayangkan itu,” ujarnya seraya tergelak. “Jadi saya punya sejarah tersendiri sama isteri saya, kenal di penjara dan ternyata keluarganya juga aktivis, punya pesanteren di bekasi. Hari ini berkenalan dan besoknya sudah dinikahkan,” katanya. Seusai dinikahkan, sang istri yang masih menyandang status mahasiswi dan tinggal di asrama putri IAIN itu harus keluar dari asramanya. Dengan
bermodalkan sejumlah uang hasil sumbangan pernikahan dari sanak kerabat, pasangan baru itu mencoba mencari rumah sederhana yang layak untuk mereka tinggali. “Waktu nikah itu banyak juga yang nyumbang dan dapat duit Rp60 ribu waktu itu. Saya ingat betul. Rp 30 ribu kita gunakan untuk bayar panjer rumah dan sisanya 30 ribu lagi beli perabotan rumah tangga, seperti gelas, piring, kompor,” ujar ayah dari Qorrie Aina Nizar (21) sambil tergelak lagi. Kondisi awal berumah tangga sangat seadanya. Selembar kasur yang ada pun hanya dilapisi sarung lantaran tidak punya seprei untuk menutupinya. Demikian sempitnya sepetak rumah yang didiami itu, maka ketika mau masuk rumah tamu-tamu yang masuk harus buka sandal atau sepatunya dan langsung duduk seperti di mushola. Walau keadaan rumah tangganya sederhana dan apa adanya, namun Nizar bersama sang istri merasa bahagia hidup bersama. Hidup pas-pasan itu tampaknya mulai ada tanda-tanda segera berakhir setelah sepekan usai menikah, kemudian Nizar ditunjuk sebagai pimpinan salah satu proyek di Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), yakni proyek uranium di Sumatera Barat. “ Kebetulan yang ngetes saya di Batan itu juga seorang aktivis dari ITB. Jadi ketika mewawancarai saya, dia mengenal saya dan saya langsung dinyatakan diterima,” katanya dengan senyum simpul terhias dibibirnya. Sebagai pimpro, tentunya kucuran uang semakin deras mengalir ke kocek Nizar. Ada uang lapangan, oprasional, representasi, dan lain sebagainya. Dengan modal yang bertambah sedikit demi sedikit itu, keluarga Nizar mulai membeli sejumlah perabotan rumah tangganya. Nizar sangat bersyukur dan menikmati rezeki halal yang datang tanpa diduga-duga itu. Karier di Batan ternyata tidak berlangsung lama karena beberapa waktu kemudian Nizar dipecat oleh Sudharmono yang kala itu menjabat sebagai Mensesneg. Kariernya yang meroket pesat ternyata memicu iri dari sejumlah orang yang juga bekerja di
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
53
PROFIL Batan. Masa lalu Nizar sebagai aktivis yang berseberangan dengan pemerintah yang berkuasa kala itu bahkan pernah pula mendekam di penjara menjadi peluru tajam yang efektif untuk menyingkirkannya dari Batan. “Tapi ketika saya mau dipecat, temen-temen saya di situ juga ikut ke luar semuanya sehingga waktu itu Batan kehilangan banyak tenaga profesional,” ujarnya tergelak. Solidaritas di antara sesama tenaga profesional memang cukup menonjol di Batan dan apalagi Kepala Dinas yang pertama kali mewawancarainya juga betul-betul terkesan dengan kinerja seorang Nizar Dahlan. Ada pula hikmah ke luar dari Batan, yakni sesaat kemudian Nizar segera ditarik PT. Aneka Tambang. Kebetulan pula saat kuliah dulu ia sempat mendapat beasiswa dari Aneka Tambang karena dinilai cukup berprestasi. Besar beasiswa yang didapat saat itu jumlahnya Rp15 ribu per bulan. Sekitar empat tahun bekerja di Aneka Tambang, muncul lagi problem baru. Problem di tahun 1982 itu berawal saat Pemilu dan kala itu Nizar ditugaskan melaksanakan proyek Humas di Kalteng. “Pas waktu itu Pemilu, tentu kita melakukan pemilihan di situ kan dan bilik Tempat Pemungutan Suara (TPS) ada di lingkungan proyek Aneka Tambang,” katanya. Saat itu Nizar ditunjuk sebagai Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk melakukan pemungutan suara di lingkungan proyek dan juga memantau TPS yang ada di masyarakat setempat. Di TPS itu, Nizar menemukan fakta bahwa petugas KPPS lah yang melakukan pencoblosan semua surat suara pada tanda gambar Golkar, sementara masyarakat hanya duduk bergerombol menonton. “Jadi surat suara itu mereka (petugas KPPS) kumpulin dan langsung ditusuk sekaligus di tempat Golkar. Nah itu saya foto-foto,” katanya. Giliran di TPS Aneka Tambang, Nizar menerapkan berbeda dengan pola di masyarakat setempat yakni benarbenar sesuai dengan aturan di buku panduan, pemilih dipanggil satu persatu dan dipersilahkan memilih. Cara
54
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
mencoblos yang benar itu ternyata membuat kaget karyawan-karyawan Aneka Tambang karena selama ini cara tersebut tidak lazim. Sementara itu untuk pelaksanaan proyek juga ada mandornya, yakni seorang militer mantan anggota Kopassus asal Jawa Barat. Mandor itu sempat mengingatkan Nizar agar suara pemilih itu diarahkan ke Golkar saja seperti Pemilu-Pemilu sebelumnya. Karena Nizar telah berkomitmen memegang teguh kejujuran dan aturan yang ada, akhirnya Mandor itu
Di saat yang sama, semua surat suara yang telah dicoblos di TPS Aneka Tambang dan memenangkan PPP diganti di Kecamatan. Golkar yang semula hanya mendapat tiga suara diganti dengan perolehan suara PPP, sementara PPP menggantikan Golkar mendapat tiga suara saja. Sesampainya di Jakarta, Nizar langsung dipanggil atasannya untuk menerima pemecatan saat itu juga. “Saya langsung di panggil, sampai mereka menggebrak meja. Udah kamu ini dipecat!” katanya mengenang ucapan
Nizar Dahlan saat Raker di DPR.
menginstruksikan kepada segenap karyawan yang ada bahwa mereka boleh memilih partai mana saja sesuai hati nurani masing-masing. “Kebetulan banyak orang Banjar di TPS Aneka Tambang dan mereka pada umunya memilih PPP. Jadi di TPS Aneka Tambang itu Golkar cuma dapat 3 suara yang lainnya memilih PPP,” ujar Nizar seraya terkekeh-kekeh. Buntut dari kekalahan Golkar di TPS Aneka Tambang itu adalah Nizar dicari-cari pihak yang berwajib. Kekalahan Golkar di satu TPS berarti sebuah kesalahan besar. Sang mandor yang setia mendampinginya akhirnya memberi nasehat agar Nizar segera kabur ke Jakarta setelah menilai situasi tidak kondusif lagi. Nizar memenuhi nasehat itu dan kabur ke Jakarta dengan naik speed boat pada malam itu juga menempuh jarak 350 km ke Banjarmasin.
sang Boss Aneka Tambang yang memecatnya. Atas perlakuan itu, Nizar sempat memprotesnya dengan dalih bahwa ia di sana hanya bertugas melakukan penelitian dan pelaksanaan tugas sebagai Ketua KPPS sudah sesuai petunjuk dan tidak untuk memenangkan Golkar. Siapa pun yang jadi pemenang di TPS itu juga bukan urusannya. Sejak saat itu keberadaan Nizar di Aneka Tambang mulai diacuhkan dan tidak diberi apa-apa. Di tengah berbagai kesulitan hidup itu, Dewi Fortuna tampaknya kembali berfihak pada Nizar Dahlan.Tidak lama berselang, tiba-tiba ada perusahaan minyak asing, PT. Milchem Indonesia, yang membutuhkan tenaga profesional. Nizar ikut tes, lulus dan langsung bekerja bersama banyak orang asing di sana. “Gaji saya di Aneka Tambang itu hanya Rp35 ribu sebulan. Tapi di
PROFIL menyempatkan diri untuk berada di tengah-tengah keluarganya. Waktu luang dimanfaatkan misalnya saja untuk jalan-jalan atau berbelanja bersama keluarga. Selama bekerja di industri perminyakan, ritme kerjanya adalah 2 minggu dilapangan dan 2 minggu di rumah. Sementara untuk membekali putri tercintanya, Nizar mempercayakan pada pendidikan di madrasah ibtidaiyah. “Jadi dasar keagamaannya cukup kuat, apalagi ibunya itu dasarnya dari pesantren,” dalihnya. Mengenai prinsip hidupnya, Nizar Dahlan selalu berpandangan agar bagaimana ia bisa bermanfaat buat bangsa, 1. N a m a : Ir. H. M. Nizar Dahlan. M.Si, negara, agama, dan 2. Tempat/Tgl.lahir : Bengkulu, 24 Februari 1953 teman-temanya. “Artinya 4. A g a m a :Islam saya lebih 5. Status Perkawinan : Kawin mengutamakan 6. Istri : Noorjannah Shomad bagaimana bisa 7. Anak : Qorrie Aina Nizar (21 Thn) memberikan sumbangan 8. Pendidikan pemikkiran, apa saja yang Sekolah Dasar Maninjau 1966 Berijazah bisa saya lakukan,” ujar SMP III Muhammadiyah Jakarta 1969 Berijazah Nizar. SMA Jakarta 1972 Berijazah Akademi Geologi & Pertambangan Bandung 1977 Berijazah Setiap teman Univ. Padjajaran Fak. MIPA Jurusan Teknik Geologi Bandung 1992 Berijazah mempunyai arti Pascasarjana Ilmu Administrasi UMJ Jakarta 2003 Berijazah tersendiri bagi seorang Sekolah Pascasarjana S3 IPB Bogor 2005 Nizar Dahlan, karena tanpa pernah diduganya, 9. Pengalaman Kerja justru temanBadan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Jakarta 1979 – 1980 temannyalah yang PT. Aneka Tambang Unit Geologi Jakarta 1980 – 1984 selama ini banyak PT. Milchem Indonesia Jakarta 1984 – 1986 memberikan bantuan. PT. Internasional Drilling Fluids Jakarta 1987 – 1992 PT. Messina International Jakarta 1993 – 1998 Karena itu pula Nizar PT. Titess Indomas Jakarta 1999 – 2002 Dahlan selalu memupuk PT. PBMS TAC PERTAMINA Jakarta 2002 – 2004 rasa kesetiakawanannya yang tinggi. 10. Pengalaman Organisasi “Itu yang jadi modal Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jakarta 1968 saya. Apakah itu di Anggota HMI Cabang Bandung 1974 kalangan partai atau Pendiri Yayasan Bina Lingkungan Hidup Jakarta 1983 teman-teman lainnya, Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Jakarta 1983 pokoknya banyak teman Pengurus Muhammadiyah Cabang Ciputat (Bidang Ekonomi) 1991 Anggota Ikatan Cendekiawan Muslim SeIndonesia Orsat Cawang 1993 yang bantu saya. Pengurus Majelis KAHMI Jakarta Raya (Bendahara) 1998 Pertemanan itu penting Pengurus Persatuan Putera-Puteri Perintis Kemerdekaan Indonesia 1998 dan membuat saya happy. Dewan Pimpinan Daerah Jakarta Raya (Sekretaris) 1998 Karena teman itu sangat Pendiri Forum Reformasi untuk Demokrasi, Keadilan dan Keutuhan Nasional 1998 berarti untuk saya, maka Pengurus Pos Ekonomi Rakyat (PER) Jakarta Selatan (Sekretaris) 1998 saya akan menjaga sekali Ketua Koperasi Warga KAHMI Jakarta Selatan 1998 hubungan pertemanan Pengurus IKAPI DKI Jakarta (Ketua Bidang) 1998 itu,” demikian Nizar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Bulan Bintang 2000 Dahlan. (et,wd) Ketua Komite Pemantau Pemilihan Kepala Daerah Pusat 2004
perusahaan minyak yang baru gaji saya Rp670.000 ribu dan dibayar pakai dolar. Waktu itu dolar sekitar Rp600an,” ia menuturkan. Setelah tiga bulan bekerja, dilakukan evaluasi dan hasilnya gaji dinaikkan lagi menjadi Rp900 ribu. Dari rezeki yang berlipat-lipat ganda itu, Nizar mampu membangun rumah di Cirende. “Itulah hikmahnya saya dikucilkan. Artinya apa yang saya lakukan itu benar koq, sehingga imbalan yang saya dapatkan sebaliknya. Ya
Alhamdulillah. Coba kalau saya masih di Aneka Tambang...,” katanya. Dengan iming-iming gaji tinggi, Nizar memboyong rekan-rekannya di Aneka Tambang ke tempatnya yang baru. “Siapa sih yang tidak tergiur dan akhirnya kosong juga tuh Aneka Tambang,” katanya. Dengan kariernya yang terus bersinar, Nizar tetap memberikan komitmen penuh kepada keluarganya. Jika ada waktu terluang di balik setumpuk kegiatannya itu ia
CURRICULUM VITAE
Ketua DPP Partai Bulan Bintang
2004
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
55
LEGISLASI
PANSUS RUU PILPRES SIAPKAN TIGA PILIHAN PEMUNGUTAN SUARA
Rapat Pansus RUU Pilpres akhirnya berhasil menyepakati draft akhir RUU, namun hingga rapat Kamis (23/10) dua poin krusial belum berhasil diselesaikan. Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Pansus Ferry Mursidan Baldan dan dihadiri Menteri Dalam Negeri Mardiyanto dan Mensesneg Hatta Rajasa, kesepuluh fraksi menyampaikan kata akhir persetujuannya atas RUU Pilpres kecuali dua materi krusial tersebut.
K
edua masalah tersebut adalah persentase dukungan parpol atau gabungan parpol untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Bila sampai rapat paripurna Pembicaraan Tingkat II ( pengambilan keputusan) belum dicapai kesepatakan, maka telah disiapkan rumusan untuk mengambil keputusan dengan suara terbanyak (voting) dengan pilihan, (1) 15% kursi atau 20% suara; (2) 20% kursi atau 20% suara; dan (3) 25% perolehan kursi minimal di DPR. Sedangkan masalah kedua terkait dengan ketentuan dalam persyaratan calon presiden dan wakil presiden yaitu mundur bagi pimpinan parpol apabila
56
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
terpilih menjadi presiden atau wakil presiden. Namun rapat pansus mengharapkan kedua masalah krusial tersebut terus diupayakan loby untuk mencapai musayawarah mufakat hingga rapat paripurna pengambilan keputusan yang dijadwalkan Rabu (29/10). Sebelumnya f raksi-fraksi menyampaikan pendapat akhir persetujuan atas RUU Pilpres tersebut. FPG lewat jubirnya Sofhian Mile mengatakan dengan selesai pembahasan RUU Pilpres maka Dewan dan Pemerintah telah menghasilkan naskah UU yang mensyaratkan calon penyelenggara pemerintah yang kokoh, visioner, dan legitimit. Dalam RUU ini telah disepakati agar
pasangan calon presiden dan wakil presiden harus memiliki visi, misi dan program dalam melaksanakan pemerintahan negar Republik Indonesia. Kemudian partai politik pengusung dan pasangan calon juga harus melakukan kesepakatan secara tertulis dan bermateri. Fraksi ini sangat memahami bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menyatakan mengundurkan diri sebagai pejabat Negara dan pernyataanya tidak dapat ditarik kembali selambat – lambatnya pada saat partai politik atau gabungan partai politik yang mengusungnya menyampaikan berkas pendaftaran ke KPU sebagai pasangan calon. Fraksi Partai Demokrat dengan jubirnya Ignatius Mulyono mengungkapkan, RUU Pilpres telah dibahas secara mendalam, berulang – ulang, bahkan telah menguras waktu dan energy selama ini baik melalui Panitia Khusus, Panitia Kerja, Tim Perumus, maupun Tim Sinkronisasi. Terkait dengan dengan substansi RUU Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, FPD menyambut baik kesepakatan – kesepakatan yang dicapai selama proses pembahasan ini baik kesepakatan perbaikan redaksional maupun perbaikan secara substansi. Di antaranya adalah tentang kesepakatan adanya ruang debat antara Calon Presiden dan debat antara Calon Wakil Presiden. Hanya saja, FPD berharap agenda debat antara Calon Presiden dan debat antara Calon Wakil Presiden dilaksanakan dengan baik dan benar dalam rangka memberikan pendidikan politik bagi masyarakat dan bukan sebagai ajang untuk saling menjatuhkan bahkan memfitnah politik santun harus dikedepankan.
Penguatan sistem presidensiil Kata akhir mini F-PDIP yang disampaikan Pataniari Siahaan
LEGISLASI mengatakan, penyempurnaan aturan mengenai penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diharapkan dapat mengatasi berbagai persoalan seperti yang terjadi pada penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004. Secara khusus, kata Pataniari, FPDIP berharap bahwa RUU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ini memberi kontribusi bagi penguatan sistem pemerintahan presidensil yang kita anut. FPAN yang diwakili anggotanya Patrialis Akbar menyatakan, pihaknya menyetujui RUU Pilpres dibawa ke Paripurna. Namun Fraksi PAN memberikan beberapa catatan penting yakni pertama berkaitan dengan pengunduran diri bagi pejabat negara dan kedua mengenai debat publik. Menurut Patrialis, Fraksi PAN menyetujui pengunduran diri Capres dan Cawapres sebagai pejabat negara selambat-lambatnya pada saat didaftarkan oleh Parpol atau gabungan Parpol di KPU sebagai capres dan cawapers yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali. “Hal ini dengan pertimbangan, bahwa pejabat negara yang sudah dicalonkan sudah defenitif menjadi capres dan cawapres,” kata Patrialis. Catatan kedua mengenai Debat Publik, Fraksi PAN menyetujui adanya debat publik sekurang-kurangnya 5 kali diadakan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang. “Debat publik ini sangat penting, sebab debat publik merupakan sarana komunikasi antara pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dengan masyarakat terbuka,” tegasnya. Pastor Saut M. Hasibuan selaku wakil dari F-PDS, menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam menjalankan tugas – tugas pemerintahan untuk lebih efisien dan efektif tidak merangkap jabatan pada posisi penting di partai politik antara lain sebagai Dewan Pembina, Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Badan Pengurus harian lainnya. Selain itu Dukungan Partai Politik atau gabungan Paertai Politik untuk mengajukan Calon Presiden dan Calon
Wakil Presiden harus memperoleh kursi minimal sebesar 15% kursi di DPR atau dukungan suara minimal 20% Suara Nasional “ F-PDS berharap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dapat berjalan dengan lancar, jujur, adil, transpara, dan jauh dari sikap tercela,” ujar Saut menambahkan. Melalui juru bicaranya Bahran Andang, F-PBR mengharapkan pencapaian kompromi yang akomodatif, dengan harapan partai yang mengusulkan syarat 25% s/d 30% kursi atau suara di DPR RI dapat menurunkan angka persyaratan tersebut. Di sisi lain, partai yang mengusulkan syarat 15% s/d 10% dapat menaikkan suara hingga mencapai 20% suara atau kursi di DPR. Soal Ketua Umum Partai Politik harus mengundurkan diri apabila terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, menurut PBR, Jabatan Presiden atau Wakil Presiden adalah jabatan politik yang harus mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) lewat jubirnya Ali Muchtar Ngabalin mengatakan, berkenaan dengan kepesertaan dan persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden yang tidak menutup akses bagi anak bangsa yang memiliki kapabilitas menyelesaikan problem – problem pembangunan nasional. Untuk itu dukungan 15, 20, atau 25% keterwakilan di Parlemen persyaratan menjadi calon dalam Pemilu Presiden bagi F-BPD adalah bagaimana upaya mendukung bakal calon sendiri atau bersama melalui koalisi. Bagi F-BPD dukungan minimalpun apabila berkoalisi untuk mencapai persyaratan juga telah memberikan kesempatan dan akses bagi calon untuk maju dalam Pemilu Presiden. Karena legitimasi seorang Presiden dan Wakil Presiden adalah hasil pemilihan oleh rakyat Indonesia. Pada prinsipnya FBPD mengharapkan materi ini dicapai melalui musyawarah mufakat. Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR RI dengan juru bicaranya Abdullah Azwar Anas menyatakan bahwa secara umum dapat menerima dan memahami semua usulan yang disampaikan oleh banyak
pihak selama pembahasan RUU ini. Semua usulan tersebut adalah sebuah cerminan tanggungjawab kita sebagai warga negara untuk membangun system pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang ideal. Selanjutnya mengenai besaran prosentase dukungan minimal yang harus dipenuhi oleh pasangan calon untuk maju menjadi calon, F-KB menyatakan bahwa dukungan 15% jumlah kursi atau 20% perolehan suara dalam pemilu legislative, menjadi besaran prosentase yang dapat menjamin jumlah pasangan calon yang cukup ideal, tidak terlalu sedikit, dan tidak terlalu banyak. Sementara itu F-PKS dengan juru bicaranya Agus Purnomo berpendapat bahwa calon presiden dan wakil presiden mendatang adalah figure yang memiliki kesiapan fisik, mental, dan spiritual, mengusung narasi besar perubahan, menawarkan kebijakan progresif, dan membawa semangat generasi baru yang reformis. Semangat inilah yang menurut F-PKS sangat dibutuhkan sebagai syarat calon presiden dan wakil presiden yang akan datang. Fraksi ini juga mengusulkan substansi larangan rangkap jabatan sebagai pimpinan partai politik bagi presiden dan wakil presiden. Karena F-PKS menganggap aturan ini penting untuk memberikan penegasan bahwa presiden dan wakil presiden siap sepenuh hati, tenaga, dan fikiran untuk mensukseskan program-program pemerintah tanpa dibebani tugas-tugas harian mengurus partai politik. Sedang kan FPP lewat jubirnya Lena Maryana Mukti berharap, kedua masalah yang belum disepakati hendaknya diselesaikan dengan sebaikbaiknya. Kepada fraksi-fraksi lain diminta untuk kembali kepada tujuan awal perubahan UU ini yaitu pembentukan sistem politik yang lebih kuat dan efektif. “ Sistem politik yang lebih kuat dan efektif dapat diperoleh jika kita juga memperkuat dan meningkatkan efektifitas sistem kepartaian, sistem pemilu legislatif dan presiden serta sistem pemerintahan presidensiil dan sistem penyelenggaraan fungsi-fungsi perwakilan rakyat,” tambah Lena Maryana Mukti. (mp, tt)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
57
LEGISLASI
RUU KESOS Untuk Mengentaskan Kemiskinan Proses pengembangan jaminan hidup masyarakat miskin dalam RUU Kesejahteraan Sosial ini tidak hanya mencakup masalah hidup, tapi juga akan mendapat jaminan ketika sudah meninggal.
K
risis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia, menjadi awal terpuruknya sebuah negara dengan kekayaan alam yangmelimpahini.Krisisekonomiyangterjadi di Indonesia sangat berdampak pada kehidupan masyarakat miskin di Indonesia. Saat ini terdapat 16,1% dari 225 juta penduduk Indonesia yang hidup dalam garis kemiskinan. Persoalan kemiskinan tampaknya masih
Ketua Panitia Kerja RUU Kesejahteraan Sosial Hakam Naja.
58
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
akan menjadi permasalahan serius bagi masa depan bangsa ini. Angka-angka kemiskinan dengan berbagai versinya masih sangat tinggi, yakni di atas 30 jutaan. Secara umum, kualitas tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia masih sangat terpuruk. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia yang masih rendah. Sebagai contoh, HumanDevelopment Index Indonesia tahun 2006 berada di urutan 108 dari 177. Peringkat itu jauh tertinggal oleh Singapura (peringkat 25), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (74),dan Filipina (84).Terakhir,akhir-akhir ini kita disuguhkan oleh pemandangan kasus-kasus kelaparan yang dialami rakyat Indonesia. Padahal peristiwa kelaparan adalah level kemiskinan yang sangat ekstrem. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah guna meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Akan tetapi usaha yang dilakukan oleh pemerintah seakan tidak bisa menanggulangi permasalahan sosial yang ada di Indonesia. Harus diakui bahwa pemerintah sebenarnya telah menggulirkan berbagai program pengentasan kemiskinan, antara lain, subsidi langsung tunai (SLT), beras rakyat miskin (raskin), bantuan operasional sekolah (BOS), Askeskin, pembangunan perumahan
rakyat, kredit mikro, dan sebagainya. Namun program-program tersebut faktanya belum mampu mengikis kemiskinan secara signifikan pada masyarakat kita. Indonesia memang sudah memiliki UU No.6 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kesejahteraan Sosial Tetapi, seiring berkembangnya pembangunan kesejahteraan sosial dan perkembangan zaman, UU tersebut dipandang kurang memadai untuk diterapkan lagi sekarang, karena dianggap tidak mampu menjawab permasalahan sosial yang baru bermunculan. Menurut Ketua Panitia Kerja RUU Kesejahteraan Sosial Hakam Naja, dengan adanya perubahan zaman itu, perlu adanya aturan baru dan perubahan dalam undangundang. Masalah-masalah sosial baru dan yang ada di tengah masyarakat sekarang ini semakin luas dan kompleks. Munculnya permasalahan baru itu membutuhkan adanya aturan baru. Ada pun kesejahteraan sosial hadir sebagai suatu sistem pelayanan sosial untuk mengatasi dan mencegah gejala masalah sosial. “Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Sosial ini dulu sudah pernah ada undang-undangnya, sekitar 34 tahun yang lalu.Tapi jika mucul permasalahan baru harus ada aturan baru yang mengaturnya juga.” kata politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini. Selama ini,kata Hakam,UU No.6Tahun 1974 telah menjadi landasan yuridis formal dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Sejak 1974 sampai sekarang telah diundangkan sejumlah undang-undang yang seharusnya cukup diatur dalam peraturan pemerintah. Ada kecenderungan UU yang ada tidak lagi mengindahkan UU No. 6/ 1974, hal ini sebagai akibat lemahnya undang-undang tersebut. Kondisi tersebut haruslah dimaklumi karena Undang-undang No. 6 Tahun 1974 dibuat pada era sentralisasi dan peran pemerintah pusat sangat besar dan dominan.
LEGISLASI Dengan adanya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka sistem pemerintahan telah berubah ke arah desentralisasi, sehingga semua kebijakan perlu disesuaikan. Selain itu, UU No. 6/ 1974 substansinya terlalu sederhana, hanya terdiri dari 5 (lima) Bab dan 12 Pasal, dan hanya memuat ketetentuan-ketentuan pokok saja, sehingga untuk saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang khususnya penanganan permasalahan sosial yang semakin meningkat dan kompleks. UU ini juga belum mengakomodir tugas pemerintah dalam pencegahan terjadinya masalah sosial, pemberdayaan masyarakat, pemeliharaan kearifan sosial, serta perlindungan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Selain itu, UU ini belum secara detil menjelaskan terkait sasaran, jenis-jenis pelayanan kesejahteraan sosial dan potensi dan sumber dana kesejahteraan sosial, sehingga cetak biru kebijakan nasional di bidang kesejahteraan sosial tidak terarah. Kelemahan lainnya lagi, UU No.6/ 1974 belum mengatur tentang tugas dan wewenang pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah sosial. Berdasarkan aspek yuridis dan kondisi masyarakat Indonesia yang masih jauh dari sejahtera, Kata Hakam, maka pada titik ini diperlukan sebuah upaya bersama, tidak hanya pemerintah, untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan umum. Tentu upaya-upaya bersama tersebut haruslah dipayungi oleh kepastian hukum dalam bentuk Undang-Undang. Untuk itu, maka perlu dibuat Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial yang secara jelas merinci kewajiban negara dan tanggung jawab sosial masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Karena itu, kata Hakam, DPR bersama pemerintah saat ini mulai membahas Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Sosial (RUU Kesos) sebagai payung hukum bagi kehidupan masyarakat miskin di Indonesia. RUU ini terdiri dari 11 Bab dan 40 pasal. “Semakin kompleksnya permasalahan sosial menjadi pemicu pentingnya produk hukum yang mengatur secara tegas akan hak dan kewajiban setiap warga negara dalam meningkatkan taraf kehidupan yang adil dan merata,” kata Hakam. .
Proses pengembangan jaminan hidup masyarakat miskin dalam RUU yang Inisiatif Komisi VIII DPR ini tidak hanya mencakup masalah hidup, tapi juga akan mendapat jaminan ketika sudah meninggal. “Mereka akan mendapatkan jaminan untuk pemakaman murah” ungkapnya. Jika memang hal itu dapat terlaksana maka semua masyarakat Indonesia akan sejahtera lahir dan batin. Anggota Pansus RUU Kesos dari Fraksi PDI Perjuangan Agung Sasongko mengatakan RUU inisiatif DPR RI ini diajukan supaya ada implementasi dari UUD ‘45 pasal 34 yang mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak yang terlantar. “Kondisinya sekarang, pemerintah tidak mampu melaksanakan UUD ‘45 pasal 34 itu. Karena pemerintah tidak berpihak kepada orang miskin, tapi berpihak kepada corporate. Oleh karena itu RUU ini harus segera menjadi UU dan pemerintah dipaksa untuk malaksanakan UU tersebut,” ucap Agung. Agung mengharapkan RUU Kesejahteraan Sosial ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Ia juga berharap, dengan UU ini bisa dilakukan pemberdayaan bagi masyarakat. Di bagian lain, Wakil Ketua Pansus RUU Kesos dari Fraksi Partai Golkar Chairunnisa mengatakan masalah-masalah sosial masyarakat yang dianggap penting untuk menjadi masukan bahasan rancangan RUU ini, seperti penjualan anak, perdagangan manusia, ilegal adoption, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan persoalanpersoalan baru yang muncul dan menjadi suatu hal yang sangat mengkhawatirkan jika tidak segera diatasi,” ujar Nisa. Dengan adanya RUU ini, tambah Nisa, pemerintah tidak hanya memberikan bantuan begitu saja, tetapi diharapkan adanya partisipasi dari masyarakat “Bagaimana kita memberdayakan masyarakat lewat skill mereka yang dimiliki, ibaratnya mereka bukan hanya diberi ikannya saja tapi kailnya tidak,” kata Chaerunnissa. Pemberdayaan sosial dilakukan untuk mengembangkan potensi dan sumber daya yang dimiliki warga negara agar mampu mandiri dan memiliki ketahanan dalam menghadapi masalah sosial.Pemberdayaan yang dimaksud adalah berupa penyuluhan
dan bimbingan, pendampingan, pelatihan dan keterampilan, bantuan modal usaha, penyediaan kemudahan pemasaran hasil usaha untuk masyarakat.
Harus Lebih Baik Ketua Umum Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) Haryono Suyono menegaskan UU Kesos nantinya harus lebih baik dari UU sejenis sebelumnya. Kalau tidak lebih baik, itu hanya akan memberikan harapan kosong kepada rakyat. “Jadi, kita harus hati-hati,” tandas Haryono. Undang-undang itu diharapkan bisa menjadi pengawal bagi para pekerja di bidang sosial. Tentunya dengan tujuan mencapai kesejahteraan sosial. Jadi, undang-undang sebagai alat perubahan sosial itu harus menyongsong masa depan. Haryono mengatakan, kalau hanya merevisi undang-undang yang ada sekarang, itu hanya untuk menyelesaikan persoalan sekarang. Undang-undang itu harus menjamin suatu keseimbangan sosial ekonomi masa depan. Sehingga, biarpun telah mempunyai ekonomi dengan baik, masyarakat tetap masih punya rasa kepedulian terhadap sesama anak bangsa. ujarnya. Dia menambahkan UU Kesos nantinya harus mampu melindungi proses pemberdayaan masyarakat, bukan sekadar undang-undang yang mengatur Departemen Sosial (Depsos). Untuk itu, dengan sendirinya konsentrasinya kepada keluarga-keluarga yang belum berdaya. Bila mau adil, tambahnya, memang seharusnya pemberdayaan itu ditujukan kepada semua keluarga.Tapi,karena keluarga yang belum berdaya lebih banyak dan tidak bisa mandiri memberdayakan dirinya sendiri, maka pemerintah harus memfasilitasi agar keluarga yang belum berdaya itu mendapat perhatian. “Kalau perlu pendampingan atau pengantaran,” ujarnya. Untuk itu, lembaga-lembaga yang bergerak di bidang sosial, seperti Departemen Sosial, Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, harus lebih diperkuat. Semua, kata mantan Menko Kesra itu, harus berkonsentrasi kepada keluargakeluarga yang dalam proses pemberdayaan. Jadi, seakan-akan memihak kepada keluarga tersebut. Organisasi-organisasi sosial juga harus ditertibkan dan diberdayakan kembali
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
59
LEGISLASI secara maksimal Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Departemen Sosial RI Marjuki mengatakan dasar dibuatnya RUU Kesejahteraan Sosial ini adalah batang tubuh UUD 1945 yakni salah satu tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum. Selain itu berdasarkan sudut pandang yuridis yakni batang tubuh UUD 45 pasal 34 di mana hak - hak dasar warga negara dijamin oleh negara. Secara sosiologis, bila keberagaman suku bangsa di Indonesia tidak disentuh oleh pembangunan bidang kesejahteraan Sosial dikhawatirkan akan menimbulkan disintegrasi bangsa. Marjuki juga menekankan bukan hanya fakir miskin dan anak – anak terlantar saja yang harus dipelihara negara. Di dalam draft RUU Kesejahteraan Sosial juga disebutkan korban bencan alam, korban bencana sosial, fakir miskin, pengangguran, anak terlantar, penyandang cacat, orang tua lanjut usia yang tidak mampu, komunitas adat tertentu, dan/ atau pekerja imigran terlantar juga akan mendapat perlindungan dan bantuan sosial. Di dalam draft RUU Kesejahteraan Sosial dijabarkan hal – hal apa saja yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi permasalahan sosial. Di antaranya pemerintah akan memberikan (1) Pelayanan Sosial, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Maksudnya adalah pemerintah akan
Dirjen Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Depsos Makmur Sunusi
60
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
memberikan pelayanan sosial kepada fakir miskin,anak terlantar,penyandang cacat fisik dan/ atau mental, orang tua lanjut usia yang tidak mampu, tuna sosial , dan komunitas adat terpencil. (2) Bantuan Sosial, guna menjamin kelangsungan hidup warga negara. Warga negara yang akan mendapatkan bantuan sosial antara lain, korban bencan alam, korban bencana sosial, fakir miskin, pengangguran, anak terlantar, penyandang cacat, orang tua lanjut usia yang tidak mampu, komunitas adat Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian tertentu, dan/atau pekerja Departemen Sosial RI Marjuki imigran terlantar. (3) Pemberdayaan Sosial, upaya pemerintah yang bertujuan Sehingga pemerintah dalam memberikan mengembangkan potensi dan sumber daya pelayanan sosial bukan didasarkan karena yang dimiliki warga negara agar mampu adanya masalah yang terjadi di masyarakat, mandiri dan memiliki ketahanan dalam tetapi guna memenuhi hak – hak dasar menghadapi masalah sosial. Kegiatan – manusia yang harus dipenuhi oleh negara. kegiatan yang termasuk di dalamnya antara “Kita harus lihat, UU Kesejahteraan lain, penyuluhan dan bimbingan, Sosial berkaitan dengan situasi dan masa pendampingan, pelatihan dan ketrampilan, sekarang tentu jauh berbeda jika bantuan modal usaha, dan/atau penyediaan dibandingkan pada 1974. Pertama, pada kemudahan pemasaran hasil usaha. (4) 1974 model pembangunan masih pada Perlindungan Sosial, diberikan untuk pendekatan klasik yakni bahwa masalah sosial membantu dan melindungi warga negara itu tidak perlu terlalu diurusi, uruslah dari permasalahn sosial. Bentuk perlindungan ekonomi. Dengan membaiknya ekonomi yang dimaksud diberikan dalam bentuk otomatis akan mengaju kepada bantuan hukum. kesejahrteraan sosial,” ujar Makmur Sementara Dirjen Rehabilitasi dan Makmur menegaskan, dalam sistem Pelayanan Sosial Depsos Makmur Sunusi pasar ada teori survival the fittes, di mana mengungkapkan hal senada bahwa RUU hanya yang mampu bersainglah yang bisa Kesejahteraan Sosial harus segera bertahan dalam persaingan. Setiap pihak dirampungkan. yang kalah dalam kompetisi pasar, dia akan “Perbedaan RUU Kesejahteraan Sosial menjadi jadi tidak produktif. Sehingga dengan UU No.6 Tahun 1974 dapat dilihat Mereka yang ada di luar sitem pasar tidak pada sisi sanksi & Peraturan Pemerintah. memberi kontribusi kepada pembangunan. “RUU Kesejahteraan Sosial harus ada sanksi. Dalam perkembangannya, saat ini UU no.6 Th. 1974 masih bersifat belas Departemen Sosial sedang mengacu kepada kasihan. Jadi karena bersifat filantropis, UU tahap pengembangan di mana Departemen tersebut jadi tidak punya kekuatan untuk Sosial juga ikut berkontribusi dalam memaksa karena juga tidak adanya Peraturan pembangunan bangsa Indonesia. Pemeritnah (PP) atau sanksi yang mengikat,” Dalam tahap pengembangan ini, pemer tambah Makmur intah tidak hanya memberikan bantuan Dia mejelaskan pembangunan yang karena kasihan, tapi ada sisi di mana kita sedang berjalan di Indonesia saat ini mengacu memberdayakan mereka memberikan value kepada distribution growth yakni added sehingga dia bisa berkontribusi. pembangunan dengan pemerataan, “Pemerintah akan malakukan investasi terutama di bidang ekonomi. Sementara UU sosial, yakni mengalokasikan anggaran dalam No. 6 tahun 1974 tentang Kesejahteraan memberdayakan mereka agar mereka Sosial yang sudah ada tidak mengacu kepada produktif kembali, dengan cara memberikan hal tersebut. keahlian sehingga mereka bisa balik kepada Makmur berharap dengan adanya UU sistem pasar,”ujar Makmur.(et/top/wd) Kesejahteraan Sosial yang baru diharapkan terjadi perubahan dalam pelayann sosial.
LEGISLASI
RUU TIPIKOR,
Pilar Perjuangan Berantas Korupsi Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat serius untuk segera diselesaikan, karena korupsi sudah merebak disegala bidang dan sektor kehidupan masyarakat secara meluas, sistematis, dan terorganisir.
K
orupsi sudah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hakhak ekonomi masyarakat, dimana korupsi telah menjadi penyebab timbulnya krisis ekonomi, merusak sistem hukum dan menghambat jalannya pemerintahan yang bersih, berwibawa dan demokratis. Dengan kata lain, korupsi sudah menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi sudah merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Kondisi demikian diakui dan dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi. Merebaknya korupsi dan dampak yang ditimbulkan tercermin pula dalam pembukaan Konvensi Perserikatan Bangsa-
Anggota Pansus Pengadilan Tipikor dari Fraksi PDIP Wila Chandrawila
Bangsa Menentang Korupsi (Union Nations Convention Againts Corruption,UNCAC 2003). Sederet data dan fakta berikut memperjelas dan mempertegas UU tersebut, sejak Soemintro Djojohadikusumo menyebutkan bahwa telah terjadi kebocoran dana pembangunan antara tahun 1989 hingga 1993 sebesar 30 persen, kebocoran tersebut terus berlangsung hingga kini. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melansir bahwa kebocoran anggaran pada semester I Tahun Anggaran 2006 atas Pengelolaan Keuangan negara pada APBN, APBD, BUMN/ BUMD,BI dan Lembaga Penjamin Sementara (LPS) menunjukan tingkat kebocoran uang negara sangat tinggi yakni kebocoran uang negara sebanya 3,799 kasus dengan nilai Rp. 78,90 triliun ditambah US$27,73 juta. Sementara, berdasarkan catatan dan analisa Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang trend korupsi di Indonesia tahun 2004-2006, dari 153 kasus yang terungkap pada tahun 2004 dan 125 kasus tahun 2005, serta 166 kasus di tahun 2006 terjadi peningkatan kerugian negara yang cukup besar yakni mencapai Rp. 14,4 triliun. Berdasarkan data tersebut diatas dan survei yang dilakukan berbagai kalangan menempatkan Indonesia ke dalam urutan negara paling korup di dunia. Atas dasar itulah maka kebutuhan pengadilan tindak pidana korupsi tidak bisa dilepaskan dari cerita panjang kegagalan berbagai upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan. Saat ini DPR bersama Pe m e r i n t a h t e n g a h
membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pembahasan ini dilakukan terkait atas keputusan oleh Mahkamah Konstitusi mengenai keberadaan Pengadilan Tipikor yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 53 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dinyatakan bertentangan bertentangan dengan UUD 1945. Dalam salah satu pertimbangannya, MK menyatakan bahwa pengadilanTipikor yang telah terbentuk tahun 2002 tersebut menimbulkan dualisme sistem peradilan dalam menangani perkara tindak pidana korupsi, yaitu pada Pengadilan Tipikor penuntutannya dilakukan oleh KPK dan pada Pengadilan Negeri penuntutannya dilakukan oleh kejaksaan. Dualisme ini dinilai MK bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin setiap orang mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum, juga telah menimbulkan ketidakpastian hukum serta merugikan hak konstitusional tersangka. Putusan MK tersebut pada dasarnya sejalan dengan UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan umum yang dibentuk dengan UU sendiri. PengadilanTipikor yang akan dibentuk merupakan pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan umum dan pengadilan satu-satunya yang memiliki kewenangan mengadili perkara Tipikor dimana penuntutannya dilakukan oleh penuntut umum dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan uraian tersebut diatas, menurut anggota Pansus Pengadilan Tipikor dari Fraksi PDIP Wila Chandrawila di Jakarta mengatakan ada dua alternatif, pertama, dirinya menyetujui PengadilanTipikor masuk kedalam peradilan umum, namun menurutnya, yang harus diperhatikan bahwa meskipun berada dalam peradilan umum, pengadilan Tipikor tetap merupakan pengadilan khusus yang berada di peradilan PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
61
LEGISLASI umum. “Yang menjadi persamaan adalah terdapat dalam satu atap saja dengan pengadilan umum,”terang Wila. Alternatif kedua adalah UU Kehakimannya yang harus diubah, karena didalam UU Kehakiman tersebut dikatakan terdapat lima pengadilan yang berdiri sendiri. Namun hal tersebut menurutnya tidaklah mungkin karena UU Kehakiman dalam UUD 1945 merupakan UU Organik yang terlalu sulit dirubah. “Oleh karena itu, karena UU Kekuasaan Kehakiman sulit dirubah maka melalui UU Pengadilan Tipikor inilah yang dapat kita ubah agar tidak bertentangan dengan UUD,”tegasnya. Ketika ditanya mengenai maraknya wacana yang timbul terkait revisi UU ini terutama hal yang terkait dengan isu, bahwa revisi ini dilakukan agar kewenangan KPK menjadi lemah. Wila menjawab bahwa hal tersebut tidak benar dan beda, “Ini hanya revisi karena UU Tipikor sebelumnya bertentangan dengan UU yang lain, salah satunya pengadilan Tipikor yang hanya mempunyai 4 pengadilan, nah itu yang tidak ada dalam UUD dan UU Pokok Kehakiman,”tandas Wila. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa ketika Mulya W Kusuma menjudicial review UUTipikor ini dan diterima oleh MK,maka langkah selanjutnya MA memutuskan, dalam jangka waktu 3 tahun UU Tipikor ini harus segera diperbaiki. Dalam revisi UU ini, tidak akan ada lagi pengadilan Tipikor diluar dari peraadilan umum, “Jadi jika dikatakan bahwa revisi UU ini dikatakan untuk memperlemah peran KPK itu tidak benar dan tidak perlu dikhawatirkan, dan saya yakin masih ada anggota DPR yang komit dan berharap KPK itu tetap diperlukan dan pengadilannya pun diperlukan,” terang Wila. Dugaan adanya upaya pemerintah melemahkan peran KPK tercermin dalam revisi draf RUU Tipikor yang dilakukan pemerintah, khususnya Pasal 27 ayat 2. Pasal 27 ayat 2 RUU itu menyebutkan, Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi, dilakukan dengan majelis hakim berjumlah ganjil. Sekurang-kurangnya tiga orang hakim dan sebanyak-banyaknya lima orang hakim yang terdiri dari hakim karier dan hakim ad hoc.
62
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Saat ini, Pasal 27 ayat 2 sudah ditambahkan kalimat, Dalam hal majelis hakim, sebagaimana disebutkan dalam ayat 1, yaitu berjumlah lima orang, maka komposisi majelis hakim adalah 3 banding 2. Dalam ayat 2 hasil revisi itu tidak disebutkan berapa hakim karier dan berapa hakim ad hoc. Tapi kalau dilihat redaksionalnya, ini merupakan celah hukum untuk melemahkan KPK. Celah hukum dimaksud, di mana dalam pasal 2 disebutkan, 3 hakim karier dan 2 hakim ad hoc. Jika kita lihat lagi pasal 1 manyangkut komposisi hakim, disebutkan 3 banding 2. Dikhawatirkan, itu akan mengarah pada 3 hakim karier dan 2 hakim ad hoc. Jika hal itu terjadi, masyarakat khawatir dengan komposisi yang berbeda dengan komposisi hakim PengadilanTipikor saat ini, yaitu 3 hakim ad hoc dan 2 hakim karier. Mengenai komposisi hakim Wila menerangkanHakimTipikorharusterdiridari 2 dari pengadilan negeri yang diangkat khusus menjadi Hakim Pengadilan Tipikor,yang 3 dari dari Hakim Adhoc, “Kesumuanya diambil dari seluruh Sarjana Hukum yang dari akademisi, Pengacara. Dan prakrtisi hukum lainnya, dan saya setuju hakimm adhoc nya lebih banyak”ujar Wila. Dalam DIM FPDIP, Wila menerangkan beberapa pasal yang dinilai krusial seperti komposisi hakim dan keberadaan pengadilan apakah di setiap regional ataukah di tiap-tiap provinsi., serta pembahasan RUU ini didorong untuk dilakukan secara terbuka untuk publik. Anggota Pansus RUU Tipikor Aziz Syamsudin di Jakarta, Selasa (21/10) mengatakan komposisi hakim karier dan hakim ad hoc akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang PengadilanTindak Pidana Korupsi (Tipikor). Anggota pansus menurut Azis berkomitmen untuk mengatur komposisi hakim karir dan hakim ad hoc, karena dalam pasal 27 RUU Pengadilan Tipikor yang diajukan pemerintah kepada DPR disebutkan, komposisi antara hakim karier dan hakim ad hoc ditentukan oleh Ketua Pengadilan Umum atau Ketua Mahkamah Agung. Dalam RUU itu disebutkan pula hakim karier dan hakim ad hoc yang berwenang mengadili dalam Pengadilan Tipikor berjumlah 3 atau 5 orang.
Sampai saat ini, lanjut Aziz, RUU Pengadilan Tipikor belum dibahas di panja. “Tiap fraksi masih menggarap Daftar Inventarisir Masalah (DIM). DIM inilah yang nantinya akan di bahas teknisnya dalam panja bila ada kira-kira ada pasal-pasal krusial yang harus dibahas lebih lanjut,” tutur Aziz. Sementara anggota pansus RUU Pengadilan Tipikor Nasir Jamil menyatakan DPR telah menjadwalkan pertemuan dengan pemerintah pekan depan. “DPR dan pemerintah siap untuk membahas RUU ini, kami berkomitmen RUU bisa selesai dibahas sebelum 19 Oktober 2009 sesuai amanat Mahkamah Konstitusi,”ujar Nasir. Namun demikian, Nasir mengaku pembahasan RUU Pengadilan Tipikor memang terancam molor. Pasalnya, DPR hanya memiliki waktu 96 hari masa aktif kerja dan akan dimasukinya masa kampanye Pemilu Legislatif mulai Januari 2009. “Memang harus diakui RUU Pengadilan Tipikor ini terancam molor dibahasnya. Adanya keterbatasan waktu dan tantangan menghadirkan kuorum itu berat sekali dalam masa-masa kampanye,” ungkap politisi asal PKS itu. Namun, ia menegaskan pengesahan RUU Pengadilan Tipikor tidak akan melewati tenggat waktu yang diberikan. Sebab, bila pengesahan RUU ini melewati tenggat waktu maka keberadaan pengadilan tipikor akan menjadi ilegal. “Pasti akan melukai hati nurani dan perasaan rakyat Indonesia, kami tidak mau itu sampai terjadi. DPR juga ingin menunjukkan kepada publik bahwa kami mendukung upaya pemberantasan korupsi,” imbuhnya. Dalam kesempatan itu, Nasir menegaskan,fraksinya mendukung jumlah komposisi hakim ad hoc harus lebih banyak dibanding dengan hakim karier. Hal itu dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan publik terhadap institusi peradilan di Indonesia “Dalam DIM kami (FPKS), komposisi hakim karier dan hakim ad hoc memang menjadi sorotan utama. Tapi kami berpendapat hakim ad hoc jumlahnya harus lebih banyak dari hakim karier. Selain itu, keberadaan pengadilan tipikor yang berimplikasi pada ketersediaan hakim dan anggaran,”kata Nasir.(nt)
LEGISLASI
Tarik Ulur Batas Usia Pensiun Hakim Agung di RUU MA Rencana perpanjangan usia Hakim Agung dari 65 menjadi 70 tahun dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Mahkamah Agung (MA) menjadi diskursus tersendiri di media massa belakangan ini. Penyebabnya adalah adanya kontroversi atau saling silang pendapat di DPR soal batas usia pensiun ini, dimana di satu sisi banyak yang menginginkan sebagaimana ditentukan dalam RUU yaitu 65 tahun, namun disisi lain ada yang mengusulkan 67 tahun, bahkan sampai 70 tahun.
D
ari data yang ada, setidaknya ada delapan Hakim Agung yang akan pensiun dalam tahun i n i ,
yaitu Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan (6 Oktober), Wakil Ketua Bidang Yudisial Marianna Sutadi Nasution (21 Oktober), Ketua Muda Pidana Parman Suparman (13 Oktober), Ketua Muda Pidana Khusus Iskandar Kamil (31 Oktober), Ketua Muda Militer German Hoediarto (24 November), dan tiga Hakim Agung lainnya, Kaimuddin Salle (23 Oktober), Soedarno (9 November), Andara Purba (19 Desember). Dalam sebuah kesempatan, Ketua DPR Agung Laksono mengemukakan, masalah krusial terkait dengan RUU MA sudah selesai dibahas
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU MA Nurdin (F-PDIP) saat dialog di RRI studio Parlementaria, DPR
semua fraksi. Masalah yang belum selesai dibahas adalah terkait dengan batas usia pensiun hakim agung. “Kita harapkan semua fraksi sepakat dan tentu sudah dibahas matang-matang agar tidak melanggar UUD (UndangUndang Dasar) 1945. Hal-hal yang menjadi masalah krusial sudah selesai. Tinggal usia pensiun hakim agung saja,” ujar Agung. Mengenai target pengesahan yang tadinya diagendakan pada 6 Oktober 2008 yang lalu, Ketua DPR mengakui telah mendapatkan informasi dari pimpinan Komisi III DPR bahwa di internal komisi itu belum selesai. “Sampai 6 Oktober 2008 pun yang semula dijadwalkan oleh rapat pengganti Bamus (Badan Musyawarah), sorenya dibahas di paripurna, tetapi kenyataannya masih belum selesai di tim sinkronisasi. Masih perlu dibahas lagi oleh rapat panja (panitia kerja) dan komisi. Masih perlu waktu,” ujarnya. Menurut dia, waktu yang masih ada akan digunakan juga untuk sinkronisasi dalam pembahasan RUU Komisi Yudisial (KY) dan RUU Mahkamah Konstitusi (MK). “Jika bisa sekaligus disetujui, lebih baik. Tetapi, untuk RUU KY dan MK, memang harus dikejar lagi agar bisa disesuaikan dengan RUU MA,” lanjutnya. Soal wacana penyamaan usia pensiun semua hakim, baik di MA maupun MK, Agung mengemukakan belum diputuskan apa kebijakan yang akan diambil DPR. “Ada yang berpandangan seperti itu. Jadi, bervariasi antara 67 sampai 70 tahun. Belum bisa diputuskan. Saya kira lebih baik kita serahkan kepada fraksi-fraksi di DPR,” ujarnya. Salah satu anggota Panitia Kerja (Panja) RUU MA Nurdin (F-PDIP) mengatakan sampai saat ini batasan usia pensiun Hakim Agung masih dalam PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
63
LEGISLASI pembahasan dan belum final. Panja RUU MA kata dia masih membahas secara mendalam batas usia pensiun ini. Nurdin menjelaskan, UU tentang MA ini tidak berdiri sendiri, ada peraturan perundang-undangan lain yang di bidang hukum khususnya bidang kekuasaan kehakiman yang juga harus segera dibahas. Selain RUU tentang Perubahan ke dua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA yang sedang dibahas, UU lainnya itu adalah RUU tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 23 tentang Mahkamah Konstitusi dan RUU tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Namun, kata Nurdin, RUU tentang MA diprioritaskan terlebih dulu mengingat adanya Hakim Agung yang akan memasuki usia pensiun. “Dalam hal ini perlu adanya ketegasan berapa usia pensiun seorang Hakim Agung, dan itu perlu segera diundangkan,” kata Nurdin. Sementara itu rekan satu fraksi Nurdin, yang juga duduk di komisi III DPR Eva Kusuma Sundari (FPDIP) menyatakan ongkos politik ataupun sosial pembahasan revisi UU MA yang mahal jangan sampai dikorbankan hanya untuk kepentingan orang per orang saja. Jangan sampai UU dikalahkan oleh sabda pemerintah. “Kalau masalah prinsip kami tidak bisa kooperatif, indikasi percepatan disini telah menyalahi prosedur. Dan ini bisa diuji formalkan nantinya, kami banyak melihat kejanggalan dalam hal ini. Jadi ongkos politik atau sosial yang mahal ini jangan sampai hanya untuk membela kepentingan perorangan saja,” kata Eva. Eva menjelaskan, argumen tentang pembahasan usia dalam revisi UU MA sangatlah tidak relevan jika dibandingkan dengan peningkatan mutu sistem peradilan saat ini. “Untuk usia pensiun itu sudah diatur dan sesuai dengan tanggal lahir, jadi kalau ada argumen akan menyelesaikan sampai akhir bual itu alasan yang mengada-ada. Seharusnya orang yang akan pensiun itu 6 bulan sebelumnya harus
64
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
mengajukan surat pengundurun diri, jadi jangan sampai UU dikalahkan dengan sabda pemerintah,” ujar Eva. Agung Laksono juga berharap pembahasan batas usia hakim agung tidak berdasarkan kepentingan mendukung tokoh tertentu. Batas usia harus dipertimbangkan dengan alasanalasan yang rasional. “Pembahasan bukan atas orang per orang, tetapi harus benar-benar dipertimbangkan dengan matang,” katanya. Mengenai perlu tidaknya batas usia hakim sampai 70 tahun, sepenuhnya dia menyerahkan kepada panitia khusus RUU MA. Namun, dia menilai usia 65 tahun, adalah batas usia produktif bagi seorang hakim agung. Sementara itu Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) DPR Lukman Hakim Saefudin mengatakan sebaiknya DPR tidak segera memutuskan batas usia hakim agung, sampai ada alasan yang objektif. Dia juga mengingatkan bahwa penentuan batas usia tersebut harus berdasarkan pertimbangan regenerasi di MA. Karena proses pembahasan RUU MA ini masih panjang, menurut dia, Panja bisa fokus mengkaji beberapa pasal. Khususnya, yang menyangkut subsatansi soal batasan umur hakim MA.“Yang jelas harus dilakukan dengan kajian komprehensif, untuk melihat alasanalasan rasional di balik penentuan usia hakim,” ujarnya. Sebaliknya, Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan fraksinya tetap menolak batas usia yang ditentukan pansus RUU MA. Menurutnya, keputusan tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan aspek regenerasi di tubuh MA. Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin mengatakan pengesahan RUU MA menjadi UndangUndang, masih menunggu pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Komisi Yudisial (KY) karena pembahasan kedua UU tersebut bersama UU Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat simultan. “Karena pembahasan ketiga UU tersebut sifatnya simultan dan harus selesai sebelum masa sidang berakhir yaitu 24 Oktober mendatang, maka DPR
berusaha agar ketiga UU ini dapat selesai bersamaan. Jadi, kita tidak akan ketok pengesaha UU MA, sebelum UU KY selesai dibahas,”ujarnya. Dalam acara dialektika demokrasi yang digelar di press room DPR/MPR, (10/10) anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution mengatakan usia pensiun hakim agung sangat ideal untuk diperpanjang menjadi 70 tahun. Daripada mencari hakim baru yang dari segi kapasitas tidak mumpuni. “Karena yang ada sekarang saja dari hakim yang ada seperti dari kalangan akademisi, kemampuannya kurang. Untuk membuat putusan saja banyak yang tidak bisa,” ungkap Buyung. Menurut Adnan Buyung, usia ideal pensiun hakim agung pada Mahkamah Agung (MA) adalah 70 tahun, karena pada usia 65 sampai 70 merupakan puncak dari kematangan berfikir dan spiritual. “Saya tidak mempermasalahkan perdebatan usia pensiun hakim agung antara 65 sampai 70 tahun oleh DPR. Tetapi saya berpendapat pada usia itu adalah puncak kematangan dan sipiritual seorang hakim,” paparnya. Sementara Wakil Komisi III DPR Soeripto (FPKS) mengatakan, kecenderungan terjadinya “dinasty” di MA harus dihindari. “Usia pensiun yang diperpanjang akan menimbulkan kekuasaan yang panjang dan itu akan melahirkan dynasty dalam dunia hukum. Itu tidak boleh,” ujarnya. (Ketentuan yang dimaksud dalam RUU MA terkait perubahan Pasal 11 ayat (1) huruf (b) yang mengusulkan batas usia pensiun Hakim Agung menjadi 70 tahun. Ada tiga pertimbangan meningkatkan usia pensiun Hakim Agung: Pertama, agar usia pensiun Hakim Agung lebih tinggi dari usia pensiun Hakim Tinggi (65 tahun). Kedua, tugas Hakim Agung tidak semata teknis hukum tetapi menuntut kepekaan tinggi akan rasa keadilan, karena itu mereka diidentikkan dengan keadilan, Justices. Orang tua dianggap lebih adil. Ketiga, Di beberapa negara usia pensiun Hakim Agung 70 tahun (Thailand, Australia, Korea, Philipina, Malaysia). (nt)
LEGISLASI
RUU Pornografi Lindungi Perempuan dan Tak Pecah Belah Persatuan Rancangan Undang-Undang Pornografi sampai saat ini masih menuai perdebatan ditengah masyarakat. Masyarakat terpecah menjadi dua, antara pendukung dan yang menolak RUU. Dua kelompok tersebut saling menyuarakan pendapatnya dengan melakukan aksi demonstrasi.
D
alam rangka mensosialisasikan RUU Pornografi, Panitia Kerja (Panja) RUU Pornografi melakukan uji publik ke beberapa daerah. Dalam kunjungannya, Tim Panja juga menerima masukanmasukan terkait dengan draft RUU. Reaksi masyarakat terhadap RUU ini memang termasuk di luar dugaan. Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pornografi Chairunnisa (F-PG) menilai, reaksi p e n o l a k a n terhadap RUU Pornografi karena sosialisasi yang dilakukan DPR ke tengah masyarakat masih m i n i m .
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pornografi Chairunnisa ((F-PG)
Menurutnya, bila sosialisasi RUU ini berlangsung gencar, kemungkinan penolakan dahsyat tidak akan terjadi. “Ya, kalau menurut saya memang kurang sosialisasi dari DPR. Jadi draftdraft yang baru ini kurang kita sosialisasikan, memang betul itu,” katanya. Dalam perbincangan dengan Parlementaria, ia menjelaskan bahwa kurang sosialisasi memang sangat dirasakannya. Banyak kalangan yang awalnya menolak, namun setelah mendapatkan masukan dari Panja, akhirnya dapat memahami draft RUU Pornografi. “ Pada tanggal 17 September 2008 kita uji publik di DKI Jakarta. Disana hadir LSM-LSM Perempuan yang menolak. Setelah kita memberikan penjelasan yang jelas kepada m e r e k a , akhirnya mereka bisa memahami,” jelasnya. Lamanya waktu
pembahasan RUU Pornografi diakui Chairunnisa karena DPR menginginkan produk yang dihasilkan mendekati sempurna. Ia berharap produk legislasi tersebut dapat diterima seluruh lapisan masyarakat. “Kita menginginkan lahir sebuah undang-undang itu yang bisa diterima semua pihak, tetapi saya yakin tidak bisa memuaskan semua pihak,” katanya. Ia menegaskan kalau dapat memuaskan semua pihak, kemungkinan tidak akan puas semua. “Tetapi bagaimana sebuah undangundang itu bisa implementatif. Itu saja,” tegasnya. Untuk dapat menghasilkan produk legislasi yang dapat diterima semua lapisan masyarakat Indonesia, Pansus RUU Pornografi melakukan uji publik ke tujuh daerah yaitu DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Maluku, Bali, Sulawesi Utara dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Panja RUU Pornografi berharap uji publik di daerah tersebut mendapatkan masukan yang dapat menyempurnakan draft RUU Pornografi. “Dari ketujuh daerah ini memang ada masukan untuk penyempurnaan draft. Yang saya katakan draft terakhir itu adalah draft tanggal 4 September 2008,” ujarnya. Chairunnisa menjelaskan hasil uji publik yang dilakukan Panja ke beberapa daerah menjadi masukan yang diharapkan dapat menyempurnakan draft yang telah disusun. “Pada dasarnya masukanmasukan itu banyak dan kita akomodir, nantinya akan kita bicarakan di dalam Panitia Kerja (Panja),” katanya.
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
65
LEGISLASI Lindungi Perempuan
model pornografi maka pidananya akan ditambah lagi,” jelasnya.
Pro dan kontra terhadap RUU Pornografi yang berlangsung lama telah membuat polemik ditengah masyarakat. Aksi demonstrasi mendukung maupun menolak segera disahkannya RUU ini terus berlangsung di beberapa daerah. Sejumlah kalangan terutama kaum perempuan menjadi kelompok mayoritas yang menolak disahkannya RUU Pornografi. Kalangan yang menolak tersebut menilai keberadaan RUU itu akan merugikan perempuan.
ini tidak ada hukumnya, artinya yang melindungi itu tidak ada,” katanya seraya menambahkan pemaksaan untuk melakukan itu dilakukan produser. Dalam perbincangan dengan Parlementaria, Chairunnisa juga mencontohkan pengambilan gambar secara tersembunyi yang kemudian ditampilkan sehingga dapat dilihat masyarakat luas sampai saat ini tidak ada hukumnya. Menurutnya, dalam RUU Pornografi, hal tersebut akan
Adanya dua pendapat terhadap RUU Pornografi membuat RUU ini sampai saat ini belum juga disahkan. Penolakan terhadap adanya RUU yang terjadi di sejumlah daerah di respon Panja dengan melakukan uji publik ke beberapa daerah. Selain melakukan uji publik, Panja juga mengharapkan ada masukan-masukan untuk dapat
“Dalam RUU Pornografi tidak ada satu pasal pun yang merugikan perempuan, justru kita melindungi perempuan,” tegas Chairunnisa. Ia menjelaskan dalam RUU Pornografi tertuang perlindungan terhadap perempuan. Pemaksaan terhadap perempuan untuk dijadikan model nantinya akan dilindungi dalam RUU ini. “Melindungi perempuan misalnya ketika seorang perempuan dipaksa menjadi model pornografi. Sampai saat
diatur. “Itu kita l i n d u n g i perempuan. Jadi ini justru memberikan sanksi pidana kepada laki-laki. Sebenarnya pidananya itu kepada lakilaki,” katanya. Lebih jauh Chairunnisa menjelaskan, RUU Pornografi juga melindungi perempuan yang terlibat dalam industri hiburan. Selain perempuan, anak-anak juga ikut dilindungi dalam RUU ini. “Jadi yang mendanai kena (hukuman) juga. Kemudian corporatenya, perusahaannya juga kena, karena perusahaan ini mempekerjakan perempuan untuk menjadi model pornografi. Perempuan ini tidak kena, yang kena itu si corporate-nya, apalagi kalau dia mempekerjakan anak menjadi
menyempurnakan draft RUU Pornografi. Sejumlah kalangan yang menolak RUU Pornografi menilai bila RUU ini disahkan maka akan memecah belah persatuan nasional, merugikan perempuan dan melanggar Hak Asasi Manusia. Namun Chairunnisa menilai “hal itu tidak benar”. “Jadi sesungguhnya sudah banyak kalangan yang meminta kepada yang menolak ini, tolong dibaca dulu secara komprehensif, secara utuh, pasal mana yang mengatakan ini memecah belah Bhinneka Tunggal Ika, pasal mana yang merugikan perempuan, pasal mana yang melanggar Hak Asasi Manusia,” katanya. “Harapan saya tolong RUU ini dibaca secara komprehensif. Sebelum RUU ini disahkan silakan mereka mengajukan keberatan-keberatan, pasalpasal yang mana dan barangkali mereka ada usul, usul untuk yang mana, untuk pasal berapa dan ayat berapa,” ujarnya. Menurut Chairunnisa, Panja RUU Pornografi tetap menghargai perbedaan
66
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Pelajari Lebih Dalam
LEGISLASI pendapat dan membuka kesempatan untuk memberi masukan guna menyempurnakan draft RUU Pornografi. “Sampaikan saja. Kita terbuka untuk memperbaiki draft ini. Tetapi jangan apriori “pokoknya menolak, pokoknya menolak,” ujarnya. Ia menjelaskan, kalangan yang menolak RUU Pornografi masih menggunakan draft RUU lama. Dalam perbincangan, Chairunnisa menyatakan dirinya tidak mendukung kalangan yang pro maupun menolak RUU Pornografi. Menurutnya, ia selalu berusaha mengakomodir masukan yang disampaikan kedua belah pihak.
mengatur. Batasan yang dimaksud pornografi yang mana, ketelanjangan, persenggamaan itu ada. Jadi menggambarkan ketelanjangan, persenggamaan itu juga diatur. Kemudian masturbasi, onani. Batasannya seperti itu,” kata Chairunnisa. Lebih jauh ia menjelaskan, dalam RUU Pornografi tidak akan menyentuh adat-istiadat, budaya dan ritual agama. Sehingga dapat dipastikan hal tersebut diatas tidak akan terganggu bila RUU ini disahkan. “Kita tidak menyentuh budaya, kita tidak menyentuh ritual agama, kita tidak menyentuh tradisi (adat istiadat),”
Pengaturan peredaran media tersebut diharapkan dapat melindungi anak-anak dari dampak dini pornografi. Dengan adanya aturan itu maka anakanak tidak akan dengan mudah memperoleh atau mengakses pornografi.
Segera Disahkan Anggota Panja RUU Pornografi Chairunnisa berharap RUU tersebut dapat segera disahkan. Namun demikian hal itu kemungkinan tidak dapat dilakukan secepatnya mengingat masih adanya penolakan dari kalangan masyarakat. “Kalau saya maunya cepat. Tetapi
“Kalau turis di Kuta mau telanjang, telanjanglah di Kuta, apakah dia mau telanjang masuk ke Monas Jakarta, tidak mungkin ‘kan, dia pasti pakai baju. Turisnya mesti menyesuaikan,” “Saya berdiri di tengah-tengah. Jadi saya tidak berat yang ke pro, saya tidak berat yang ke kontra. Saya dan temanteman dari Fraksi Partai Golkar mengakomodir dari semua pihak ini agar supaya undang-undang ini lebih bisa implementatif. Itu yang penting,” jelasnya. Ia berharap, bila RUU ini telah disahkan menjadi UU, maka dapat diimplementasikan. “Kalau tidak bisa diimplementasikan ‘kan percuma dan yang paling penting adalah membahas undang-undang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” jelasnya.
Tidak Menyentuh Budaya Bila nanti disahkan menjadi UU, maka Peraturan Pemerintah akan mengaturnya secara teknis. Batasanbatasan mengenai pornografi akan tertuang. “Di dalam undang-undang ‘kan tidak bisa tekhnis sekali, jadi PP itu akan
tegasnya. Selain hal itu, menurut Chairunnisa, dalam RUU ini juga tidak mengatur orang untuk berpakaian. Keberadaan pengunjung pantai, dimanapun berada tetap dijamin. “Kalau turis di Kuta mau telanjang, telanjanglah di Kuta, apakah dia mau telanjang masuk ke Monas Jakarta, tidak mungkin ‘kan, dia pasti pakai baju. Turisnya mesti menyesuaikan,” katanya. Ia menegaskan, RUU Pornografi tidak mengatur moral setiap manusia. RUU ini justru menghargai privacy. “Jadi memang tidak mengatur moral. Orang berperilaku itu ‘kan memang privacy mereka,” katanya. Dalam RUU ini, Chairunnisa menjelaskan bahwa industri yang mengandung pornografi akan diatur sehingga akses ataupun media yang menyediakan tidak mudah menyediakannya. “Kita menutup akses internet. Yang seperti itu kita atur. Peredaran VCD dan majalah porno diatur,” katanya.
‘kan kita tetap melihat dinamika yang ada, perkembangan yang ada. Itu saja,” katanya. Ia menegaskan RUU Pornografi mempunyai tujuan yang sangat mulia terhadap kelangsungan kehidupan generasi bangsa ini. Mencegah dari pergaulan bebas merupakan salah satu harapan yang harus dapat direalisasikan. “Tentunya tujuan daripada RUU ini sangat bagus untuk mencegah terjebak dalam kehidupan yang tidak kita inginkan, misalnya pergaulan bebas,” katanya. Lebih jauh Chairunnisa berharap RUU Pornografi dapat implementatif. “Nantinya kita berharap juga RUU ini bisa implementatif di masyarakat, karena banyak sekali masyarakat yang sudah menunggu,” ujarnya. (iw)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
67
LEGISLASI Komisi X DPR (bidang pariwisata) saat Kunker mengunjungi obyek wisata Ngarai Sianok, Bukittinggi, Sumatra Barat.
H
Lombok, NTB
Kintamani, Bali
RUU PARIWISATA :
Solusi Kembangkan Potensi Devisa Negara Pariwisata sebagai fenomena global, telah menjadi suatu kebutuhan yang melibatkan ratusan juta manusia. Sebagai kebutuhan dasar, sudah sepantasnya berwisata menjadi bagian dari hak asasi manusia, yang harus dihormati serta dilindungi, baik dari segi keamanan, kenyamanan dan juga perlindungan terhadap situs situs bersejarah yang terdaftar dalam warisan dunia bahkan keajaiban dunia. 68
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
al ini tidak hanya membutuhkan partisipasi dari Pemerintah pusat dan daerah tetapi juga partisipasi seluruh masyarakat khususnya yang bermukim di sekitar objek wisata yang ada. Seyogyanya hasil dari kunjungan wisata lokal maupun mancanegara tidak hanya mendatangkan devisa bagi Negara namun dapat mensejahterakan juga masyarakat yang tinggal di sekitar objek pariwisata. “DPR bersama pemerintah akan segera mempercepat rekonstruksi perangkat undang-undang yang ada. Dari situ diharapkan muncul sebuah ketentuan hukum yang bersifat kontekstual dan futuristik,” kata Wakil Ketua Panja Rancangan Undang Undang RUU Pariwisata, Mujib Rohmat saat diwawancarai oleh Parle mengenai perkembangan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan di ruang kerjanya, Barubaru ini. Menurut Mujib, Pembentukan RUU pariwisata ini sudah lama sekali sekitar tahun 1967, saat ini, pariwisata telah menjadi penarik devisa yang luar biasa, indonesia sangat kuat dengan destinasi tempat tempat tujuan wisata yang banyak sekali, Alam indonesia sangat menarik, luas kemudian perlu adanya pengembangan trend wisata
LEGISLASI alam. “Bali terkenal dengan wisata alam, danau toba juga wisata alam, bunaken juga alam, tapi tidak alam buatan seperti taman impian jaya ancol yang ada di Jakarta. dan masih banyak sekali yang belum tertata dengan baik dan tentu kita berharap bahwa devisa negara ini bisa masuk dari berbagai sector,” paparnya Saat ini, paparnya Pemerintah menargetkan akan menjaring total sekitar 7 juta wisatawan, untuk tahun 2009 kita menargetkan 8 juta. Destinasinya banyak sekali tempat tempat tujuan yang bisa dipromoted, “Jadi tidak hanya selalu Bali kita bisa mengembangkan yang lainnya dan tentu yang kita harapkan devisa yang masuk ke Indonesia bisa besar sekali,” paparnya. Saat ini, terangnya, UU Pariwisata relatif sudah lama dan tertinggal hal ini merupakan dasar bahwa betapa pentingnya kita harus membuat UU yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini dan semakin bisa meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengembangkan pariwisata. Jadi pariwisata ini tidak hanya kewajiban pemerintah tapi juga partisipasi masyarakat semakin harus dikembangkan. RUU Pariwisata memiliki point penting penting, yaitu bertujuan dalam
Wakil Ketua Komisi X Mujib Rohmat (F-PG)
mengembangkan daerah destinasi wisata, pengembangan tempat tujuan, tidak hanya daerah Bali dan Yogya, lalu bunaken. “Misalnya daerah Banten. Masih belum tersentuh dengan baik padahal disitu terdapat situs bersejarah, Belum lagi di Kalimantan, Sumatera dan Papua yang kaya akan alamnya yang luar biasa, dan Wakatobi di Sulteng yang memiliki batu karang bawah laut yang indah,” papar Mujib. Menurut Mujib, semua ini, kalau bisa kita tingkatkan destinasinya akan menjadi semakin banyak tempat sasaran untuk wisatawan domestik maupun internasional. Hal penting lainnya dari RUU Pariwisita ini adalah dalam meningkatkan pengembangan promosi di berbagai daerah. “Promosi kita sering kalah dengan luar negeri. Contoh malaysia, dia berani sekali. Biasalah orang kalau tidak punya barangkan promosinya yang tinggi. Nah kita yang punya barang banyak malah promosinya kurang, Malaysia lengkap sekali kegiatannya walau kadang kadang yang mereka jual pepesan kosong,” paparnya. Promosi Pariwisata harus segera ditingkatkan dengan melibatkan peran dari masyarakat, karena Itulah sebabnya kita serius sekali agar promosi ini di backup oleh badan promosi pariwisata. Kendalanya, terang Mujib, terakhir ini kami masih agak berbeda pendapat dengan pemerintah mengenai format badan promosi pariwisata, apakah harus swasta, negeri, punya negara dan sebagainya. “Krusial point ini yang masih belum selesai. Kemudian kita juga menginginkan manajemen yang berkaitan dengan pariwisata lebih dimudahkan dalam UU ini, misalnya yang berkaitan dengan perijinan yang kadang kadang susah sekali dan banyak dikeluhkan
kalangan pariwista,” terangnya. Masalah perijinan harus segera di reformasi supaya lebih menurun ke bawah, artinya dari ijin menjadi pemberitahuan sehingga lebih gampang kedepannya. Selain itu perlu ada koordinasi lintas Departemen. “Pariwisata ini jangan hanya menjadi Otoritas satu Departmen saja, Pariwisata terkait dengan banyak hal, seperti bagaimana saya akan datang ke Borobudur kalau jalannya rusak dan lingkungannya tidak tertata dengan baik, dan infrastruktur lainnya seperti sungai, parit, jembatan dan lainnya,” terangnya. Jadi, terangnya, Pariwisata terkait dengan sarana dan prasarana seperti Hotel, infrastruktur, maupun transportasi Disisi lain juga RUU ini nantinya akan mengatur bagaimana mempertahankan budaya lokal. termasuk bagaimana supaya tidak merusak lingkungan. sehingga dengan demikian, berwisata tanpa harus merusak budaya, lingkungan dan sebagainya. “Kita berharap dalam masa persidangan ini bisa tuntas RUU Pariwisata,” katanya. Ia mengatakan, masyarakat setempat harus dilibatkan jangan hanya menjadi penonton.”Mestinya orang orang di sekitar lingkungan objek wisata harus sejahtera. Contoh di bali, partisipasi masyarakat disekitar situ paling utama, makanya pimpinannya diganti seribu kali juga tidak apa-apa yang penting jangan suasana Bali-nya dirusak oleh suasana yang tidak nyaman,” katanya Disisi lain, RUU ini juga mengatur masalah keamanan dan kenyamanan yang terjamin karena ini merupakan bagian dari pekerjaannya promosi. “Kalau dibiarkan terus terjadi bisa-bisa nanti akan dapat travel warning seperti Australia melarang masyarakatnya pergi ke Indonesia,” terangnya Mujib mengatakan, industri pariwisata juga akan diatur dalam UU ini, pengaturan tidak hanya untuk pemerintah tapi juga dunia usaha yang didalamnya seperti perhotelan, dan produk-produk kreatif misalnya souvenir. Isu yang tidak kalah pentingnya adalah pengaturan CD (Comunity Development) yang melibatkan
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
69
LEGISLASI masyarakat setempat sehingga lingkungan dapat terjaga meskipun peruntukkannya untuk daerah wisata.
Pembahasan dan perdebatan panjang masih baerlangsung terutama terkait pembentukan badan promosi pariwisata. Seperti format badan maupun anggarannya. Dari isu yang muncul terdapat dua opsi terkait format badan promosi. Misalnya ada yang menginginkan swasta murni, dan joint antara pemerintah dan masyarakat Kendalanya saat ini terbentur dalam anggaran karena dianggap berbenturan
dan kaitannya dengan horizontal masing masing. “Jadi tidak setiap daerah wajib membentuk badan itu. Kalau daerah tidak punya destinasi untuk apa mendirikan itu,” katanya. Daerah yang tidak memiliki objek wisata yang banyak cukup pada tingkat dinas pariwisata yang berada di Pemda. Sementara di daerah yang banyak objek wisata seperti Jogja, Surabaya, Bali dan Medan patut untuk mendirikan badan promosi itu. Untuk itu, diperlukan standarisasi yang mengatur jumlah minimal objek yang ada di provinsi itu. “Jadi kalau itu dibentuk oleh pemerintah, harus ada
alam mencoret coret itu ada sanksi pidananya. Kalau produk sebuah budaya mungkin mendapat hak paten kalau warisan warisan budaya pasti sudah didaftarkan,”terangnya Mujib menambahkan, badan promosi pariwisata disini hanya mempromosikan. Destinasi tujuan wisata di Indonesia. Sedangkan apabila dibandingkan dengan Negara Malaysia berbeda jauh, namun hasilnya cukup lumayan. “Saat ini, anggaran promosi kita hanya Rp 120 milyar untuk seluruh indonesia, uang tersebut tidak semua untuk biaya promosi, sedangkan jumlahnya sangat sedikit untuk biaya pemasaran, sedangkan apabila keluar
dengan UU keuangan negara No.17 tahun 2003. “Mungkin akan mirip badan swasta seperti KADIN, KONI, mereka itukan badan swasta, cuma nanti ada kewajiban dari pemerintah untuk memberikan pembinaan apakan pembinaan administrasi, pembinaan pengembangan SDM, atau mungkin juga dukungan hibah dalam bentuk program. dengan begitu berarti sah untuk menerima anggaran negara namun penanggung jawabnya dari departmen yang bersangkutan,” paparnya. Menurut Mujib, mungkin untuk pertama kalinya lembaga ini dibentuk oleh pemerintah tetapi badan itu bersifat swasta. Selanjutnya dipikirkan hubungan antara pusat dan daerah terkait badan ini. DPR bersama pemerintah sedang memikirkan pakah formatnya struktural
standarisasinya, Di Provinsi memungkinkan karena di Provinsi terdapat banyak kabupatennya. Sementara untuk KabupatenKabupaten tertentu mungkin merasa penting, misalnya kabupaten Badung, Denpasar, kabupaten Gianyar, kabupaten Minahasa,” terangnya. Didalamnya RUU Pariwisata juga mengatur perlindungan terhadap alam, artinya tidak boleh merusak termasuk didalamnya penerapan sanksinya, apalagi kalau sudah menjadi situs sejarah dan warisan dunia. Sanksi didalamnya mencakup sanksi pidana dan sanksi pengganti. “Kalau hilang harus diganti, kalau dicuri ada hukum pidananya, kalau merusak harus mengganti. Tidak semua wisata itu wisata benda, bisa juga wisata
negeri biaya tersebut termasuk dalam pembiayaan dirjen pemasaran,” katanya. Mujib mengharapkan, RUU ini akan segera selesai pada masa persidangna berikutnya. Pembahasannya masih menyisahkan soal badan pariwisata dan anggaran saja. “Sebagai catatan ini adalah RUU Inisiatif DPR artinya yang punya gagasan adalah DPR, pembahasan sudah mau selesai namun karena waktunya diambil oleh masalah anggaran maka sampai sekarang masih belum selesai,” katanya. (ufi/si)
Pro Kontra Badan Promosi Pariwisata
70
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
LIPUTAN KHUSUS
Wajah DPR 2009;
Menanti Kiprah Selebritis Perjuangkan Aspirasi Rakyat Euforia Demokrasi Indonesia bertumpu kepada Pemilu, karena setiap 5 tahun sekali seluruh rakyat Indonesia memberikan hak suaranya dalam menentukan arah masa depan bangsa ini mulai dari Pemilihan anggota Legislatif, Presiden, maupun Kepala daerah. Tidak ketinggalan masyarakat internasionalpun turut berlomba-lomba memantau jalannya pesta demokrasi yang ada di Indonesia.
P
emilu merupakan salah satu sarana dalam melaksanakan kedaulatan rakyat dalam Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di Negara yang menganut paham demokrasi, Pemilu
merupakan bagian tidak terpisahkan dari perwujudan kedaulatan rakyat melalui penyampaian aspirasi. Pemilu dimaknai sebagai pesta demokrasi untuk rakyat dalam mengartikulasikan pendapat, harapan dan keinginan. Isu penting dalam setiap Pemilu
adalah bagaimana menghasilkan calon anggota Legislatif dengan tingkat keterwakilan yang tinggi. Banyak orang beranggapan Pemilu berkualitas ditandai dengan terwakilinya unsur-unsur masyarakat didalam lembaga legislatif yang ada. Berdasarkan Daftar Calon Sementara (DCS) legislatif, KPU mengumumkan 11.868 calon anggota DPR lolos verifikasi dan ditetapkan dalam Daftar Calon Sementara (DCS) DPR RI. Sebelumnya, jumlah bakal calon anggota DPR RI yang diajukan 38 partai politik peserta Pemilu yakni 14.020. Dengan demikian, sebanyak 2.152 bakal calon anggota DPR RI tidak lolos verifikasi berkas. Sampai tulisan ini PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
71
LIPUTAN KHUSUS
terbit KPU masih belum mengumumkan hasil Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR. Dari DCS tersebut, Terdapat 253 orang calon anggota DPR (caleg) tidak memenuhi syarat. Sebagian besar mereka diduga terlibat kasus hukum, termasuk korupsi. KPU menyebutkan caleg yang diduga terlibat kasus hukum sesuai dengan masukan masyarakat, yaitu sebanyak 13 calon, menggunakan ijazah palsu 13 calon, dan diduga melakukan korupsi yaitu 45 calon. Selain itu caleg yang diduga belum mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil yaitu 9 orang, melakukan tindakan asusila 8 orang, dipecat dari keanggotaan partainya 2 orang, dan dicalonkan di dua partai sebanyak 22 orang. Untuk anggota DPR yang diduga dicalonkan di dua partai, setelah KPU melakukan pemeriksaan terhadap data elektronik yang dimiliki, ditemukan 52 calon yang diajukan oleh lebih dari satu partai. Sementara itu, caleg-caleg yang diduga belum mengundurkan diri sebagai PNS berasal dari sejumlah partai yaitu Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Demokrasi Pembaruan, Golkar, Partai Demokrasi Kebangsaan, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sedangkan caleg-caleg yang diduga menggunakan ijazah palsu untuk mendaftar berasal dari Partai Hanura, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Barisan Nasional, Partai Perjuangan Indonesia Baru, PNI Marhaenisme, Partai Demokrasi Pembaruan, dan Partai
72
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
RepublikaN. Selain itu, berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Nasional Benteng Kemerdekaan.
Artis ke politik Selain DCS bermasalah, fenomena lainnya adalah banyaknya artis (selebritis) yang terjun ke dunia politik seperti, Rachel Maryam, Nurul Arifin, Eko Patrio, Dery Drajat, Rieke Dyah Pitaloka maupun Wulan Guritno, Langkah mereka telah mewarnai mukamuka baru atau lama yang ingin bertarung di kancah politik nasional. Berdasarkan survey kita akui para selebritis lebih popular dibandingkan dengan politisi gaek yang telah memakan asam garam kancah politik tanah air. Sebut saja Eko Patrio, berdasarkan survey LSI yang dilakukan sejak 8-10 September 2008 di 33 provinsi dengan jumlah responden 1.249 orang, Eko
Patrio mendapatkan 5,6% dibanding Tifatul Sembiring yang hanya mendapat 1,5%. Lebih parahnya, politisi senior Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan berada di urutan buncit dengan 0,1%. “Kalau dari hasil survei kami, jika Ferry Mursyidan Baldan diadu dengan Eko Patrio, maka Ferry akan keok,” kata Direktur Peneliti Lembaga Survei Indonesia Dodi Ambardi. Hasil jajak pendapat LSI yang diselenggarakan di 33 provinsi sejak 810 September 2008 dengan jumlah responden 1.249 orang cukup mengejutkan dan menyimpulkan artis lebih memiliki nilai elektabilitas ketimbang politisi. Kita harus akui memang saat ini adalah era informasi yang lebih mengutamakan pencitraan. Media massa memiliki posisi penting dalam upaya sosialisasi politik. Sehingga terlihat wajar bahwa seorang selebritis dapat mengalahkan seorang Presiden PKS dan politisi senior. Melihat kecenderungan maraknya artis terjun di politik menimbulkan kekhawatiran pengamat Pemilu dari Cetro, Hadar N. Gumay, menurutnya mayoritas artis masih belum layak untuk terjun di dunia politik karena kurangnya pengalaman dan background yang ada. “Kita lihat fenomena orang tidak punya background seperti artis-aktris ditaruh sekarang banyak. Jadi saya kira tidak bisa nyata betul kualitas anggota DPR nanti akan meningkat,”terang Hadar. Bahkan pakar Komunikasi Effendi
LIPUTAN KHUSUS Ghazali menyayangkan kalau ada artis yang memaksakan diri terjun ke politik karena ini soal the gift (talenta). “Kalau memang talentanya penyanyi dan main film atau sinetron ya jangan dipaksakanlah, karena sudah banyak artis-artis yang sudah menjadi anggota dewan di parlemen, tapi nggak bisa berbuat apaapa,” tandasnya. Namun, Hadar menambahkan, pencalonan menjadi caleg merupakan hak semua warga Negara untuk bisa ikut, namun seharusnya mengukur diri kita sendiri. “Jadi satu sisi adalah hak semua orang tetapi kita juga harus mengukur diri kita begitu, kalau kita memang bisa yah jalan, tapi kalau kita tidak bisa, ngapain mau coba-coba begitu sekalipun ditawarkan oleh partai besar,” paparnya. Menurutnya, partai dalam menentukan daftar caleg memiliki peran penting dalam mengukur kapasitas, kapabilitas dari calon tersebut. Namun saat ini Partai masih melihat dari sisi kebutuhan pragmatisnya saja yaitu memperoleh suara sebesar-besarnya. Mereka, paparnya, lebih memikirkan kursi tanpa memikirkan siapa yang mengisi dan caleg di daerah tersebut.
Minim Pengkaderan Kesalahan saat ini karena minimnya fungsi Partai dalam pengkaderan sehingga yang muncul adalah orangorang minim pengalaman, dan memiliki background yang kurang. “Parpol harus dibenahi. Jadi sekarang itu parpol masih kebutuhan pendeknya, sistem yang terjauh dan panjang itu tidak berhasil dia bangun,” terangnya. Ia menambahkan, kualitas hasil Pemilu kedepan tidak akan meningkat dibandingkan Pemilu sebelumnya. “Perkiraan saya kualitasnya tidak akan nyata amat meningkat, Kalau melihat kaya gini sulit juga, kira-kira begitu,” ungkapnya Sementara Ketua KPU Abdul Hafiz Ansyari mengatakan, saat ini banyak partai yang mencari figure yang memiliki massa besar yang dikenal seperti artis atau selebritis “Ini disebabkan karena parlementary threshold, partai tidak akan diikutsertakan didalam perhitungan perolehan kursi kalau tidak memperoleh
sekurang-kurang 2.5 persen suara dari jumlah suara,” ungkapnya. Dia menyangkal bahwa artis saat ini banyak tidak berkualitas, menurutnya, artis sekarang ini punya wawasan tersendiri. “Saya tidak membedakan yang penting dia memiliki kemampuan untuk bangsa dan Indonesia,” katanya. Ia menambahkan, yang paling utama adalah betul-betul berorientasi untuk kepentingan rakyat banyak, jadi siapapun mereka berasal dan partainya mana mereka tetap menyandang predikat wakil rakyat bukan wakil partai. “Perjuangan rakyat banyak ini yang harus dikedepankan tetapi dalam arti yang positif bukan yang negative. Tentu saja memelihara nama baik dan lembaga karena mereka cermin rakyat Indonesia secara keseluruhan,” terangnya. Menurutnya, kalau misalnya moralitasnya kurang bagus, sikap tersebut justru menodai bangsa bukan mereka sendiri yang kena dampaknya tetapi bangsa ini dikarenakan mereka dipilih oleh rakyat. “Jadi jangan menjadikan lembaga terhormat sebagai batu loncatan untuk memperoleh keuntungan yang sangat sempit atau dijadikan lahan sebagai pencari kerja atau komoditi politik, Karena honornya besar lalu orang berjubel kesitu padahal tugas utamanya membangun bangsa ini,” terangnya Ia menambahkan, KPU tidak dapat berbuat banyak untuk mencari orang (calon anggota DPR) tersebut, karena Tugas KPU hanya mengusulkan orang dari partai sedangkan yang diukur KPU orang tersebut memenuhi syarat atau tidak. “kalau ijazahnya bener, tetapi tiap hari menyakiti orang kan KPU tidak bisa berbuat apapun,” terangya. Dirinya juga mengharapkan hasil Pemilu dapat lebih baik jangan suka mencari kesalahan orang lain saja tetapi mengkoreksi kedalam dan memperbaiki dan pelihara baik-baik. “Kalau buruk bukan dirinya tetapi bangsa Indonesia karena itu harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan,”kata Ketua KPU dalam menyingkapi caleg Pemilu legislatif 2009 mendatang.
Caleg Keluarga Ganggu Partai Isu lain yang mencuat didalam
Pemilu 2009 mendatang terkait pemilihan legislative, yaitu maraknya caleg dari lingkungan keluarga yang mewarnai proses demokrasi. Beberapa pengamat beranggapan, caleg dari lingkungan keluarga para petinggi Parpol akan mengganggu perkembangan DPR, Parpol dan negara. Menurut lembaga Reform Institute, privatisasi parpol akan menghambat seluruh logika kolektifitas. Pencalonan anak dari pejabat ataupun politisi yang belum banyak pengalaman dapat mengganggu proses pengambilan keputusan. Padahal kebijakan yang diambil seharisnya untuk kepentingan bangsa dan masyarakat. Misalnya, jika keluarga politisi terpilih dan kedudukannya ada bersama orang tuanya di lembaga legislatif, hal tersebut akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Padahal semua kebijakan yang diambil untuk kepentingan negara dan masyarakat. Yang ditakutkan adalah bahwa keputusan nantinya akan bergantung kepada orang tua dan bukan kepada konstituen selain itu, ditempatkannya caleg keluarga didalam posisi nomor jadi di Dapil yang bukan semestinya, akan mengganggu dinamika politik yang ada. Oleh karena itu, kedepannya perlu ada semacam control politik dari masyarakat terhadap Pemilu mendatang agar tidak memilih hanya berdasarkan kepartaian saja.Tetapi lebih melihat dari sisi kualitas dan proses kualifikasi recruitment dari calon tersebut Selain itu, yang utama adalah apapun hasil dari Pemilu legislatif, keseluruhan kualitas anggota DPR mendatang sangat ditentukan oleh kemampuan para wakil rakyat dalam mengartikulasikan keluh kesah rakyat Indonesia, dan kemampuan wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan fungsi Dewan dengan jujur, tegas dengan berpedoman kepada peraturan yang ada. Hal tersebut terlepas dari background wakil rakyat berasal, baik dari artis, presenter, maupun keluarga kerabat petinggi Parpol dan pejabat. Karena itu mari kita tunggu hasil Pemilu 2009 dengan harapan yang tinggi semoga lebih baik dari sebelumnya. Amin! (si/mp)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
73
SOROTAN
Semangat Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Zakat Akibat minimnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola zakat, pada tahun 2008 terjadi tragedi yang sangat memilukan. Di Pasuruan, Jawa Timur, pembagian zakat yang dilakukan seorang saudagar telah menelan korban jiwa sebanyak 25 orang tewas. Mereka yang datang pada pembagian zakat tersebut demi sekedar mendapatkan Rp. 30 ribu.
S
emua umat muslim diwajibkan membayar zakat 2,5 persen. Realisasi penerimaan zakat di Indonesia yang mayoritas muslim ini ditargetkan mencapai trilunan rupiah. Namun hasil pengumpulan zakat fitrah dan zakat harta baik oleh Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (Bazis) maupun lembaga amil zakat (LAZ) sebelum Idul Fithri hingga saat ini belum diumumkan secara nasional. Yang ada hanya proyeksi perolehan. Survei Public Interest Research and Advocacy Center (Pirac) misalnya memprediksi potensi zakat di Indonesia bisa lebih dari Rp 9,09 triliun. Berkaca pada data Survei
74
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
Sosial Ekonomi Nasional 2007, dari 56,7 juta keluarga di seluruh Indonesia, 13 persen di antaranya memiliki pengeluaran lebih dari dua juta per bulan. Minimal dari keluarga
tersebut mampu membayar zakat 2,5 % dari pengeluarannya, maka muncullah angka Rp 4.8 triliun. Survei dan proyeksi lain juga tetap tidak beranjak dari angka triliunan rupiah. Ironisnya, jumlah yang berhasil dihimpun Bazis dan LAZ, mengacu pada perolehan tahun 2007, lebih rendah dari proyeksi itu. Bazis hanya memperoleh sekitar Rp12 miliar, sementara LAZ berhasil mengumpulkan Rp 600 miliar. Dengan demikian, angka perolehan jauh di bawah proyeksi tersebut. Menanggapi pernyataan diatas, DH Al-Yusni Anggota Komisi VIII DPR-RI menyebutkan bahwa kondisi seperti itu lebih dikarenakan tidak adanya transparansi, sehingga masyarakat menjadi tidak puas dengan pengelolaan Baznas. “Tidak ada keterbukaan tentang penerimaan zakat, penyaluran zakat, dan prosedur zakat sehingga orang lebih senang menyalurkan sendiri,” tegasnya. Selain itu, faktor kepercayaan juga menjadi salah satu penyebab para muzakki (pemberi zakat) menyalurkan sendiri zakatnya kepada mustahid (penerima zakat). “Ada kepuasan sendiri bagi mustahid untuk
SOROTAN menyalurkan zakatnya sendiri secara langsung,” ujarnya. Faktor yang lainnya adalah adanya ketidakakurasian penerimaan zakat. Di benak Muzakki, jika zakat diserahkan kepada badan pengelolaan zakat milik pemerintah nantinya akan digunakan untuk program pemerintahan. Ia menambahkan, banyak muzakki meragukan pendistribusian yang diberikan oleh Baznas. Mereka menganggap pendistribusian yang dilakukan Baznas tidak masuk dalam kelompok yang menerima. Bahkan disebutkan bahwa dalam pengelolaan itu terdapat saldo yang diendapkan. Adapun zakat dalam syariat islam diberikan dalam kedelapan kelompok, yaitu orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dalam pandangan islam, hanya zakat maal yang boleh dikembangakan tetapi pada prinsipnya zakat fitrah harus habis dan tidak boleh disaldokan, karena zakat fitrah adalah sebagai penyempurna ibadah ramadhan. Kalaupun ada saldo zakat, dia menilai itu sifatnya sebagai pengembangan umat dan bukan untuk diendapkan lalu didepositokan. “Itulah yang membuat muzakki merasa tidak puas menyalurkan ke Baznas,” ungkapnya. Kedepan Anggota dari Fraksi Keadilan Sejahtera ini berharap agar pengelolaan zakat dapat dikelola dengan sebaik mungkin. Adanya transparansi, akuntabilitas penerimaan dan pengelolaan zakat serta pribadi pengelola yang bertanggungjawab dan amanah menjadi idaman bagi muzakki.
Tumpang Tindih Lembaga Semangat transparansi dan keprofesionalisme diusung DPR RI dalam merevisi Undang-Undang No.38 tahun 1998 tentang pengelolaan zakat. Didalamnya nanti akan diatur mengenai kewenangan Baznas, tugas LAZ, dan badan pengawas badan zakat. “Selama ini Baznas dan LAZ hanya menyampaikan kepada masyarakat mengenai penerimaan zakat dan penyaluran zakat, namun keabsahannya diragukan,” katanya. Lebih lanjut DH Al Yusni menilai bahwa dalam UU No. 38 Tahun 1998, fungsi dan peran regulator, pengawas, dan operator zakat masih belum mendukung profesionalisme. “Masih terjadi tumpang tindih kelembagaan,” tegasnya. Kelemahan lain yang ditemukan Forum Zakat terkait dengan akuntabilitas pengelolaan zakat. “Laporan tahunan badan amil zakat kepada DPR tidak jelas standarnya, tidak ada yang memonitoring
atas pelaksanaannya” tandas Al Yusni. Bentuk pertanggungjawaban badan amil zakat kepada Pemerintah pun kurang jelas standarnya. Sehingga jika pun ada pelanggaran, nyaris tak ada sanksi yang diterapkan. Karena itu, dia berharap, dengan revisi UU No. 38/1999, pengelolaan zakat yang amanah, profesional, dan transparan dapat terlaksana. “Salah satu tantangan manajerial pengelolaan zakat ke depan adalah standar akuntansi dan publikasi,” tegasnya. Dorongan untuk transparansi itu memang tertuang dalam tiga draft revisi UU Zakat. Draft yang disusun Tim Revisi UU Zakat bentukan Departemen Agama mengusulkan tambahan pasal baru di antara pasal 18 dan pasal 19 UU Zakat. Pasal baru ini, yakni pasal 18 A, nantinya berbunyi: “Badan amil zakat mempublikasikan hasil pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat melalui cara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah”. Selain itu, Tim Depag mengusulkan perubahan pasal 19, sehingga memasukkan kewajiban badan amil zakat menyampaikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Pemerintah dan DPR. Bahkan badan-badan amil zakat bertugas memberikan laporan berkala badan amil zakat di atasnya demi kepentingan koordinasi. Draft yang diyakini versi Forum Zakat malah menegaskan tugas badan amil zakat nasional menyampaikan laporan keuangan kepada Menteri Agama. Laporan keuangan tersebut terlebih dahulu diaudit. Laporan harus mengacu pada standar akuntansi, dan setidak-tidaknya memuat Neraca, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (pasal 19). Satu draft lagi yang diyakini versi DPR malah memuat bab khusus tentang pelaporan. Badan Koordinasi Pengelolaan Zakat (BKPZ) memberikan laporan pengawasan tahunan kepada Presiden. Sementara lembaga-lembaga amil zakat (LAZ) yang ada di masyarakat musti menyampaikan laporan ke BKPZ. Selain laporan ke BKPZ, laporan pelaksanaan tugas LAZ harus mempublikasikan laporan itu pada media cetak dan elektronik (pasal 48). Dalam revisi-pun Baznas direncakanakan akan dikelola oleh Depag, namun klausul tersebut masih diperdebatkan. Karena nantinya lembaga-lembaga yang tidak formal dan dianggap ilegal dapat dicabut kewenangannya, kemudian zakat-zakat yang disalurkan perseorangan tidak diperbolehkan lagi. “Peraturan itu dianggap kurang pas,” katanya.
Penguatan Sistem Terkait adanya lembaga amil zakat yang fiktif saat menjelang hari raya kemarin, DH Al Yusni
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
75
SOROTAN mengatakan bahwa pihaknya akan berusaha menertibkan lembaga zakat yang menyalahi kewenangan. Dengan demikian, semua lembagalembaga zakat harus masuk ke dalam LAZ. Misalnya Masjid Baiturrahman Sekretariat Jenderal DPR RI berlaku sebagai lembaga pengelola zakat (unit pengelola zakat/UPZ), maka Setjen berkewajiban menyalurkan zakat itu. Yang dikhawatirkan adalah jika beberapa bank dan lembaga yang berlaku sebagai UPZ tidak menyalurkan dengan baik. Hal itulah nanti yang akan ditertibkan. Selama ini, laporan Baznas langsung kemasyarakat. Dia berharap dengan adanya kejadian lembaga amil zakat fiktif baznas dapat dikelola oleh negara cq Depag. Namun kedepannya pengelola yang ada dibawahnya akan terampas
percaya terhadap pengelolaan zakat yang dikelola pemerintah. Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga tersebut DH AL Yusni menyebutkan ada beberapa alternatif. Alternatif pertama yaitu dibuatkan Badan Zakat Independen. Kedua, dikelola Depag yang melibatkan komponen masyarakat. Ketiga yakni Badan-badan zakat yang ada dikoordinasikan dengan Depag. Sehingga tidak dibubarkan tetapi diberdayakan oleh Depag, dan badan zakat tersebut tidak bertanggungjawab kepada Depag tetapi ke DPR dan masyarakat. Keempat, Badan zakat menjadi bagian dari negara dibawah Depag. “Kita masih mencari formasi yang benar-benar pas, karena masalah zakat sesuatu yang sensitif. Saya merasa lebih tepat untuk dibuat Badan,” katanya. Jika nantinya pengelolaan zakat menjadi sebuah
Himpunan zakat yang mencapai trilunan rupiah seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan umat dan penanggulangan kemiskinan.
kewenangannya. Inilah yang diributkan oleh masyarakat. Himpunan zakat yang mencapai trilunan rupiah seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan umat dan penanggulangan kemiskinan. Di Indonesia banyak sekali terdapat lembaga amil zakat, dikhawatirkan jika lembaga-lembaga itu tidak terkoordinasi dengan baik penyaluran zakat tidak berjalan maksimal untuk pemberdayaan umat. “Masyarakat merasa jika zakat dikelola Depag nanti akan dikorupsi lagi,” katanya seraya tertawa. Oleh karenanya pengembangan dan penguatan sistem harus diperkuat. Jika sistem sudah kuat dan kemudian dikelola negara maka itu suatu hal yang sangat positif. Dia berharap jika sistem sudah berjalan seperti pajak penghasilan (PPh), zakat bisa menjadi penghasilan negara. Negara pun juga harus mengelola zakat tersebut sesuai syariat islam. Menurut dia, bagi seseorang yang telah memberikan zakat maka pajaknya dipotong zakat dan orang tersebut tidak dipotong dua kali. Jika peraturan tersebut bisa berjalan maka harus segera disosialisasikan kepada masyarakat agar tidak rancu.
Badan Zakat Independen Masyarakat dewasa ini terlihat masih kurang
76
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
badan zakat, maka harus disosialisasikan ke masyarakat dan disalurkan ke lembaga-lembaga yang sudah di formalkan tanpa adanya unsur pemaksaan dan pidana bagi yang belum membayar zakat. “Ini memang urusan agama, dan jangan sampai dikriminalisasikan,” katanya. Agar penyaluran zakat bisa optimal, DH Al-Yusni mengungkapkan pentingnya penyadaran kepada masyarakat karena zakat ada kaitannya dengan sisi kemanusiaan, rasa syukur atas karunia Tuhan dan rasa saling berbagi sesama umat manusia. Kemudian dari sisi pengelola juga harus meningkatkan integritasnya agar penerimaan zakat meningkat. Pengelola harus mengelola zakat dengan bertanggungjawab dan dapat dipercaya oleh lingkungan. Terakhir, masyarakat harus mendapatkan laporan bahwa zakat yang diberikan telah disalurkan dengan baik. Rumusan-rumusan tersebut kian mempertegas semangat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat. (da)
SELEBRITIS
Puteri Indonesia 2005 Nadine Chandrawinata;
Lebih Concern Bidang Sosial Ketimbang Politik
B
ertemu dengan sosok wanita ini membuat Tim Parlementaria terkagumkagum. Betapa tidak, selain cantik, ramah, dan pembawaannya yang bersahaja wanita ini memiliki segudang prestasi yang gemilang salah satunya adalah ketika ia dinobatkan menjadi Puteri Indonesia 2005Nadine Chandrawinata. Ditemui di kampusnya STIKOM The London School of Public Relation Jakarta sesaat setelah menyelesaikan bimbingan skripsi, sambil bercanda ia mengatakan “Tentang politik yah, waduh berat nih,” ucapnya lirih. Suasana mencair ketika ia menceritakan pengalaman pribadinya sebagai Puteri Indonesia. Setelah menanggalkan tugas Puteri Indonesia 2005, akhirnya Nadine Chandrawinata tahun ini dapat menyelesaikan
studi kuliahnya di jurusan periklanan, “Iya nih, sempet nunda dulu satu tahun semenjak jadi Puteri Indonesia” ungkap wanita kelahiran 8 Mei 1984. Ditanya adakah keinginannya menjadi calon legislatif (caleg) DPR, ia hanya mengatakan bahwa dirinya 2 tahun yang lalu pernah ditawari menjadi caleg pada salah satu partai politik. Namun ia menolak, karena menurutnya posisi itu tidak sesuai dengan jati dirinya “Saya lebih concern dibidang sosial seperti masalah lingkungan dan anak-anak, tidak ke politik karena hati saya gak kesana” tandas wanita yang gemar olah raga menyelam ini. Menanggapi sejumlah artis yang menjadi calon leglislatif DPR, membuat Nadine Chandrawinata turut buka suara. Baginya tidak ada masalah untuk jadi wakil rakyat, yang penting mereka fokus dalam menjalankan tugasnya. Menurut
pantauannya hal ini akan mengundang banyak pro & kontra dari kalangan masyarakat tertentu yang menyangsikan kredibilitas mereka sebagai wakil rakyat, “Dari publik figure pindah ke pemerintahan kan berat” katanya. Namun yang jelas dia mendukung langkah para artis tersebut untuk dapat menjalankan tugasnya secara maksimal .kita harus lihat potensi dan alasan dia mengapa memilih posisi tersebut. “Biar nanti rakyat yang menilai kinerja para artis tersebut,” jelas nya. Wanita berdarah Jerman ini, mengungkapkan dukungannya kepada teman-teman artis yang mencalonkan diri, harapannya agar mereka sudah mempertimbangkan keputusan yang diambil dan dapat dipertanggung jawabkan, sehingga mereka bisa menjadi bisa penyambung lidah rakyat, “Jadi caleg bukan untuk mencari popularitas” ujarnya mantap. Dia berharap, rekan-rekan artis mencontoh aktor luar negeri Arnold Swarchenegger yang beralih profesi sebagai Gubernur California. Dia patut dicontoh sebagai salah satu public figure yang sukses terjun ke dunia politik dan pemerintahan, “ Ia menjadi orang yang lebih matang, dengan banyak pengalaman yang dimilikinya jadi jelas arah tujuannya.” puji Nadine. Saat ini Nadine Chandrawanita masih konsisten di bidang yang ia geluti sejak lama, yaitu sebagai entertainer. Iapun mulai merambah dalam dunia tulis menulis, terbukti selama masa dekade ia menjadi Puteri Indonesia sudah meluncurkan 2 buah buku, yakni Pantaskah Aku Mengeluh yang menceritakan kisah suka dukanya selama menjadi Puteri Indonesia dan Nadine Labour of Lovesebuah buku foto fashionnya yang sudah diluncurkan di 28 negara. (wd,top)
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
77
PERNIK
Deputi Perundang-undangan (PUU) Setjen DPR;
Perkuat Pelaksanaan Tugas & Fungsi Legislasi DPR Kehadiran institusi baru Deputi PUU Setjen DPR-RI diharapkan dapat menunjang terwujudnya pemberian dukungan teknis, administratif dan keahlian di bidang perundang-undangan untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi DPR-RI di bidang legislasi. Perwujudan dukungan tersebut sangat erat kaitannya dengan tugas Sekretariat Jenderal DPR, sebagaimana tercantum dalam ketentuan Peraturan Tata Tertib DPR Pasal 219 huruf d yaitu :” Membantu anggota, Komisi, Gabungan Komisi, Baleg menyiapkan Naskah Akademis dan Naskah Awal Rancangan Undang-Undang.”
D
emikian dikemukakan Deputi PUU Setjen DPR R.H. Sartono, SH,MSi dalam perbincangan dengan Parlementaria s e p u t a r pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam membantu D P R
Deputi PUU Setjen DPR R.H. Sartono, SH,MSi
78
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
melaksanakan fungsi legislasinya. Menurutnya, tugas di lingkungan Deputi Bidang PUU dalam memberi dukungan secara khusus adalah dimaksudkan untuk memberikan pelayanan terhadap penyiapan penyusunan rancangan undangundangan yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, yang erat dengan tugas-tugas Badan Legislasi DPR sebagai pusat pembentukan UndangUndang. Dukungan tersebut tentunya diartikan lebih luas, antara lain termasuk memberi dukungan kepada Badan Legislasi ketika melakukan pengharmonisasian, pembuatan konsepsi RUU sebelum RUU tersebut
disampaikan kepada pimpinan DPR, sebagaimana ketentuan Pasal 42 Peraturan Tata Tertib DPR-RI. Dengan perubahan struktur yang terjadi pada Sekretariat Jenderal DPR RI berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2005 antara lain adanya empat jabatan Deputi, merupakan berita yang menggembirakan sebagai suatu harapan sekaligus juga tantangan. Sebuah harapan artinya ke depan diharapkan dengan struktur yang baru ini dapat membawa perubahan yang berarti terhadap kinerja Sekretariat Jenderal DPR RI sebagai system pendukung (Supporting System) bagi Dewan. Dijelaskan Sartono, sebuah tantangan artinya bagaimana struktur yang baru ini dapat semaksimal mungkin menghasilkan kinerja yang baik (exellent performance) sehingga mampu memberikan dukungan yang optimal bagi Dewan. Dalam amandemen UUD 1945 telah disepakati untuk memperkuat kedudukan DPR-RI terutama dalam fungsinya membentuk Undang-undang, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 20 ayat (1) “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Perubahan UndangUndang Dasar 1945 telah menjadikan tugas dan fungsi DPR semakin kuat, yaitu fungsi legislasi mengalami pergeseran, dengan adanya kekuasaan membentuk Undang-
PERNIK undang. Pelaksanaan fungsi legislasi meliputi mengajukan rancangan undang-undang (RUU) yang berasal dari DPR-RI, membahas dan menindak lanjuti RUU yang berasal dari DPD, membahas RUU yang berasal dari Pemerintah, memfasilitasi partisipasi publik dalam pembahasan RUU adalah merupakan salah satu implementasi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara yang berdasarkan atas hukum. Undang – undang yang dihasilkan DPR-RI bersama dengan Pemerintah diakui dan dijunjung tinggi oleh masyarakat sebagai pedoman berperilaku dalam segala aspek kehidupan apabila dalam implementasinya merupakan salah satu upaya untuk menjunjung tinggi supremasi hukum. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tentunya tidak dikehendaki adanya kesenjangan antara norma dan perilaku masyarakat. Dengan demikian hukum yang dihasilkan hendaknya tidak saja mempunyai kekuatan formal, tetapi secara substansial juga menjadikan rakyat tunduk dan taat kepada peraturan yang ada. Dijelaskan pula, disamping penegakan supremasi hukum, fungsi legislasi DPR-RI tidak terlepas dari pelaksanaan konsep negara menuju kesejahteraan Indonesia yang dicirikan dengan pentingnya campur tangan negara atau pemerintah dalam upaya mensejahterakan rakyat. Mensejahterakan rakyat berarti undangundang yang dihasilkan DPR-RI merupakan bentuk formal dari suatu kebijakan negara menciptakan keadilan distributif (distributive justice) dengan membagi sumber daya yang ada kepada masyarakat baik melalui undang-undang pada umumnya dan secara khusus dilakukan melalui fungsi DPR yang lain yaitu fungsi anggaran.
Peningkatan kesejahteraan rakyat Perumusan kebijakan Negara melalui keputusan politik tidak dapat dilepaskan dengan kualitas atau sifat pemerintahan atau “governance” yang sangat berperan dalam proses pembangunan, yaitu pemerintahan yang bersih dan berwibawa “good governance”, yaitu bahwa kegiatan
lembaga-lembaga atau badan-badan publik yang menjalankan fungsinya adalah untuk mencapai tujuan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang bersih dan berwibawa dimaksud bukan hanya Presiden dan aparatnya, tetapi termasuk seluruh jajaran yang melakukan penyelenggaraan pemerintahan negara, termasuk lembaga DPR dan Lembaga Negara lainnya. Pemerintahan yang berwibawa sangat terkait dengan legitimasi atau keabsahan dan kesesuaian kebijakan Pemerintah dengan aspirasi rakyat. Legitimasi dari rakyat sebagai pengakuan tidak hanya kepada Pemerintah atau Presiden saja, tetapi juga kepada para Anggota Legislatif sebagai wakil-wakil rakyat yang diharapkan dapat menyalurkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. “Pemberian legitimasi rakyat kepada anggota legislatif sesungguhnya merupakan kepercayaan dari rakyat kepada wakilnya dengan maksud agar para wakil rakyat memperhatikan terhadap peningkatan kesejahteraannya,” ungkapnya. Oleh karena itu dalam proses menuju peningkatan kesejahteraan rakyat, peranan anggota legislatif sangat besar melalui berbagai keputusan politik yang dihasilkan melalui forum-forum kinerja anggota., termasuk di dalamnya keputusan politik yang dituangkan dalam bentuk Undang-Undang yang pembahasannya dilakukan bersama dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Karena itu pula, dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan harus dengan cara penuh perhitungan dan kehati-hatian, dengan memperhatikan berbagai pertimbangan, pandangan atau wawasan yang jauh kedepan, sehingga keputusan yang dikeluarkan hasilnya benar-benar tepat sasaran dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat. “Keadaan semacam ini hendaknya difahami oleh jajaran Sekretariat Jenderal DPR-RI sebagai pendukung kinerja Anggota legislatif, karenanya dukungan Sekretariat Jenderal DPR dituntut untuk memberi dukungan kepada Anggota DPR tidak terbatas dalam bidang
administrasi saja tetapi juga dalam bentuk keahlian, yang diwujudkan dengan penyampaian bahan masukan/ pertimbangan, hasil kajian, hasil analisis, saran pendapat terhadap penyiapan suatu rancangan undang-undang, sebagai bahan masukan atau saran,” jelas Deputi PUU. Menjawab pertanyaan mengenai kordinasi Deputi PUU dengan jajarannya guna mempersiapan dukungan bagi tugas legislasi DPR, Sartono menjelaskan, dalam rangka mewujudkan dukungan terhadap anggota, Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi, menyiapkan Naskah Akademis dan Draf Awal Rancangan Undang-Undang, maka penyelenggaraan lebih lanjut dilakukan oleh Biro Perancangan Undang-Undang. Tugas Biro Perancangan UndangUndang adalah menyelengga-rakan analisis mengenai penyiapan dan penyajian rancangan undang-undang. Disamping itu untuk memberikan dukungannya kepada Badan Legislasi, dalam salah satu Biro Perancangan Undang-Undang terdapat Bagian Sekretariat Badan Legislasi yang berfungsi memberikan pelayanan rapat Badan Legislasi, dan pelayanan administrasi Badan Legislasi.
Pemberian bantuan hukum Lebih lanjut dia mengatakan, Deputi Perundang-undangan juga mempunyai tugas dan fungsi pemberian bantuan hukum, pemantauan, analisis dan evaluasi terhadap pelaksanaan undang-undang. Tugas penyelenggaraan dimaksud dilakukan oleh jajaran Biro Hukum dan Pemantauan Pelaksanaan UndangUndang. Salah satu bagian dari Deputi Bidang PUU adalah dukungan pertimbangan dan bantuan hukum serta dukungan kepada Tim Kuasa DPR dalam mengadapi sidang di Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Biro Hukum dan Pemantauan Pelaksanaan UU dengan melakukan analisis terhadap adanya permintaan unit kerja lain untuk melakukan pertimbangan hukum, menganalisis (dapat membentuk Tim Asistensi untuk membuat konsep
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
79
PERNIK Keterangan Tertulis bagi Tim DPR menghadapi Sidang MK. Staf Deputi PUU juga mengikuti Sidang-sidang di Pengadilan dan Sidangsidang Mahkamah Konstitusi, menyiapkan analisis dengan melakukan Pengumpulan Data, bahan-bahan, dan informasi yang terkait dengan Pelaksanaan suatu Undang-undang dan melakukan penelitian survey lapangan untuk melengkapi data, bahan dan informasi serta hasil pengolahan dan analisa data, bahan, dan informasi dituangkan dalam bentuk naskah rekomendasi terhadap pelaksanaan suatu Undang-Undang (pematangan rekomendasi dapat dilakukan melalui uji konsep/diskusi). Disamping itu secara khusus juga mengkoordinasikan Tim Kerja/Tim Asistensi dari Sekretariat Jenderal DPR terkait dengan pemberian dukungan kepada Tim Kuasa DPR ketika DPR dihadapkan adanya pengujian UndangUndang dengan Undang-Undang Dasar oleh Mahkamah Konstitusi. Dijelaskan pula untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi DPR-RI di bidang legislasi dengan pemberian dukungan kegiatan perancangan antara lain dukungan tugas Badan Legislasi dalam rangka penyusunan Program Legislasi Nasional yang memuat daftar urutan RUU untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap tahun, penyiapan RUU usul inisiatif DPR berdasarkan Program prioritas yang ditetapkan, pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU, bahan-bahan, hasil kajian/analisis terhadap pengajuan RUU yang diajukan oleh anggota, fraksi, komisi, gabungan komisi di luar RUU yang terdatar dalam Prolegnas atau prioritas RUU tahun yang berjalan. Selain itu, jajaran Deputi PUU ikut aktif dalam pembahasan, perubahan/ penyempurnaan RUU yang berasal dari usul DPR, penyebarluasan dan mencari masukan untuk RUU yang sedang dan akan dibahas dan sosialisasi UU yang telah disahkan, dan melakukan evaluasi terhadap materi Undang-Undang melalui koordinasi dengan Deputi Persidangan dan KAP. PUU juga memberi masukan terhadap RUU yang
80
PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 68
sedang dibahas oleh Presiden dengan DPR melalui koordinasi dengan Deputi Persidangan dan KAP.
Pantau lahirnya PP Menjawab pertanyaan mengenai bantuan Deputi PUU lainnya guna mempersiapan dukungan bagi tugas legislasi DPR, Sartono menjelaskan, dalam melakukan pemantauan terhadap ketentuan pelaksaan lebih lanjut dari suatu ketentuan Undang-Undang yang berlaku, seperti apakah sudah diterbitkan Peraturan Pemerintah yang terkait dengan Undang-Undang dimaksud dan melakukan penyelenggaraan urusan pertimbangan dan bantuan hukum termasuk pembuatan konsep keterangan tertulis dalam sidang Mahkamah Konstitusi. Selain itu pula Sartono mengatakan bahwa upaya yang dilakukan dalammewujudkanpelaksanaan kegiatan-kegiatan dilakukan dengan berpedoman kepada prolegnas untuk kurun waktu 2005-2009, dan penyiapan draf awal RUU maupun Naskah Akademis berdasarkan prioritas, dengan membentuk Tim Asistensi Sekretariat Jenderal yang terdiri atas Pejabat Struktural, Tenaga Perancang PUU, Tenaga Peneliti, Sekretariat. Hal ini mengacu pada Pasal 40 Tatib DPR yang menyatakan bahwa “BALEG mempunyai sekretariat, tenaga ahli serta didukung oleh Peneliti dan Perancang”, dan Pasal 217 yang berbunyi ; “Untuk membantu pelaksanaan tugas alat kelengkapan DPR, Sekretariat Jenderal dapat membentuk Tim Asistensi yang diatur lebih lanjut oleh Sekretariat Jenderal”. Upaya mendukung tugas Badan Legislasi dalam pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU,dilakukan melalui keikutsertaan tim asistensi yang mengikuti penyusunan naskah akademis dan naskah awal RUU. Namun pada saat sekarang, mengingat Badan Legislasi telah didukung oleh Tenaga Ahli sebanyak 20 orang, maka tugas-tugas tersebut lebih banyak dilakukan oleh para Tenaga Ahli Badan Legislasi. Untuk memberikan masukan/ pertimbangan terhadap pengajuan rancangan undang-undang usul dari
DPR, melalui tugas pokok dan fungsi dari Biro Perancangan dengan dibentuk Tim Asistensi. Sedangkan mengenai pemberian dukungan berupa Keterangan tertulis DPR yang disampaikan dalam sidang Mahkamah Konstitusi dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain : Menyiapkan konsep Keterangan Tertulis berdasarkan panggilan sidang MK kepada DPR-RI sesuai perkara yang diajukan, dan menyampaikannya kepada Tim DPR, untuk dimintakan tanda tangan, dan menyiapkan surat kuasa pimpinan DPR, serta memberikan dukungan administratif terhadap proses persidangan di Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini Tim Asistensi Tim Kuasa DPR menghadapi sidang-sidang Mahkamah Konstitusi yang di bentuk melakukan tugas-tugas antara lain pengumpulan data, bahan, dan informasi terkait dengan UU yang diperkarakan melalui antara lain pendalaman risalah rapat pembahsan RUU tersebut, dan mendiskusikan konsep keterangan tertulis tersebut dengan Tim Kuasa DPR sebelum sidang dilaksanakan serta mengikuti sidang-sidang Mahkamah Konstitusi. Untuk kelancaran tugas yang dibebankan, Tim harus didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten dan mumpuni dibidangnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Hal tersebut tentu harus menjadi kesadaran dan kesepahaman semua pihak akan pentingnya SDM berkualitas. Untuk itulah perlu terus ditingkatkan kualitas SDM yang ada secara bertahap dan berkesinambungan melalui kebijakan yang ditempuh antara lain melalui pendidikan dan latihan/diklat, mengikuti seminar, diskusi/curah pendapat secara periodik, penulisan ilmiah melalui media cetak, keikutsertaan dalam pembahasan baik RUU inisiatif maupun RUU dari pemerintah. (mp/ad)