PERUMUSAN STRATEGI 6.1. Analisis Faktor Internal dan Eksternal 6.1.1. Analisis Faktor Internal Dari hasil wawancara dan pengamatan, maka penulis menyimpulkan ada beberapa faktor yang terkait dalam rangka peningkatan pajak daerah di Kota Bogor. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal yang berupa kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) dan faktor eksternal meliputi peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat). Beberapa faktor internal yang berperan terhadap peningkatan pajak daerah di Kota Bogor, faktor kekuatan antara lain adalah adanya kewenangan yang jelas dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah, adanya Standar Operational Prosedur (SOP) untuk kegiatan administrasi pajak daerah, telah dilakukannya pengembangan wawasan bagi para aparatur pengelola pajak daerah (SDM) di lingkup Dinas Pendapatan Daerah, Dispenda telah melaksanakan sosialisasi peraturan perundang-undangan Keuangan Daerah/Pajak Daerah kepada para Wajib Pajak/Wajib Retribusi, Dispenda telah dilakukannya penertiban, pemeliharaan dan pengendalian reklame dan melakukan pembuatan serta pemeliharaan Papan Himbauan Pajak Daerah, untuk meningkatkan kualitas SDM di Dispenda telah dilakukan pelatihan auditor pajak. Faktor kelemahan meliputi proses monitoring dan evaluasi masih belum optimal, indikator kinerja Dinas Pendapatan Daerah belum mencerminkan pencapaian
tujuan
organisasi
secara
keseluruhan,
koordinasi
dengan
Dinas/Badan/Instansi terkait masih lemah, belum adanya kesepahaman dengan key stakeholders mengenai arah pengelolaan pajak, internal kontrol di Dinas Pendapatan Daerah lemah, pemanfaatan teknologi informasi dalam bentuk web untuk informasi mengenai pajak daerah dan belum adanya SDM di Dinas Pendapatan Daerah yang memiliki kompetensi khusus sebagai penyidik pajak dan juru sita.
Kekuatan ( Strength )
1. Infrastruktur Sistem Dalam masalah pelaporan administrasi pajak daerah digunakan aplikasi “Simpatda” (Sistem Pendapatan Daerah), yang merupakan program pelaporan pendapatan daerah yang dikeluarkan oleh Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2. Kewenangan Dinas Pendapatan Daerah mempunyai kewenangan di bidang pendapatan daerah sesuai dengan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dimana Kota Bogor telah melaksanakannya mulai Januari 2009 dengan mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2008 sebagai penjabaran Peraturan Pemerintah diatas dan direvisi dengan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka Dinas Pendapatan Daerah memiliki kewenangan sebagai koordinator di bidang pengelolaan keuangan daerah. 3. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia untuk operator cukup baik dan memadai, pimpinan terbuka terhadap teknologi informasi, suasana kerja yang kondusif dan adanya sumber daya manusia yang mengerti aplikasi umum berbasis internet/LAN. Untuk lebih meningkatkan meningkatkan profesionalisme dan kualitas aparatur lembaga di bidang pendapatan daerah, dilakukan dengan meningkatkan kuantitas diklat aparatur pengelolaan administrasi keuangan daerah, bimbingan teknis aparatur pemungut pajak daerah dan pelatihan auditor pajak. Indikator kinerja peningkatan kualitas sumber daya aparatur antara lain meningkatnya kualitas sumber daya aparatur dalam teknis pemungutan pajak daerah dan meningkatnya kualitas sumber daya aparatur dalam penerapan perundang-undangan pengelolaan keuangan daerah dan pajak daerah.
4. Sistem Pengawasan
Dalam rangka pengawasan pajak terhadap para Wajib Pajak, Dispenda telah melakukan penertiban, pemeliharaan dan pengendalian reklame dan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak/retribusi maka Dispenda telah melakukan pembuatan dan pemeliharaan Papan Himbauan pajak daerah. 5. Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam memenuhi kewajiban pajak maka perlu sosialisasi peraturan perundang-undangan dan program-program pemerintah daerah terkait pajak daerah. Sosialisasi ini juga dilaksanakan terhadap menyamakan
persepsi
dinas/badan/lembaga terkait yang bertujuan untuk dalam
meningkatkan
pendapatan
daerah
melalui
komunikasi yang lebih intensif, terciptanya pemahaman yang sama di seluruh dinas/badan/lembaga dalam meningkatkan pendapatan daerah, meningkatkan kesadaran masyarakat/dunia usaha dalam pembayaran pajak/retribusi daerah dan terpahaminya
peraturan
perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan
pajak/retribusi daerah.
Kelemahan ( Weakness ) 2. Proses Monitoring dan Evaluasi Proses monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan pajak daerah masih kurang efisien dan simple, pemantauan harian atas penatausahaan keuangan belum dilaksanakan secara maksimal dan pelaporan keuangan dari SKPD terkait baik laporan bulanan, triwulanan semesteran, maupun tahunan masih berjalan tersendat-sendat. 3. Indikator Kinerja (Target keberhasilan) Dinas Target keberhasilan kinerja dinas belum mencerminkan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Indikator kinerja Dispenda dalam rangka pengembangan pengelolaan keuangan daerah antara lain tercapainya target pendapatan daerah, meningkatnya potensi pendapatan daerah khususnya potensi pajak daerah, pengembangan potensi pajak baru sesuai dengan perkembangan
peraturan perpajakan yang baru dan terciptanya sistem pembayaran pajak yang aplikatif baik bagi aparat maupun bagi wajib pajak. 4. Internal Kontrol di Dinas Pendapatan Daerah dan koordinasi dengan dinas terkait Sistem internal kontrol perpajakan daerah mesti diperbaiki karena menyebabkan banyak potensi pajak dan retribusi daerah tidak tergali. Pemerintah daerah harus dapat menjamin bahwa semua potensi penerimaan telah terkumpul dan
tercatat
ke
dalam
sistem
akuntansi
pemerintah
daerah
(revenue
administration). Pemerintah daerah perlu memiliki sistem pengendalian intern yang memadai untuk menjamin ditaatinya prosedur dan kebijakan manajemen yang telah ditetapkan. Pemerintah daerah perlu meneliti adakah penerimaan yang tidak disetor ke dalam kas pemerintah daerah dan disalahgunakan oleh petugas di lapangan (checking system). Sistem perpajakan di Indonesia menganut self-assesment system, maka pemerintah daerah bersifat pasif, karena itu perlu dilakukan upaya intensifikasi pajak daerah, penyuluhan dan pengawasan pajak perlu ditingkatkan, misalnya bekerjasama dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk melakukan pengawasan pajak dan sistem reward, yaitu memberikan penghargaan kepada masyarakat yang taat membayar pajak. Penggunaan aplikasi khusus untuk penyuluhan berbasis internet masih kurang, merubah budaya worksheet based menjadi application database based, sistem belum terhubung online ke semua SKPD, aplikasi online khusus EDP keuangan dengan bank persepsi belum ada, pertukaran data keuangan dengan bank persepsi berjalan secara manual, beberapa sub sistem masih dilakukan secara manual, sistem belum didukung keamanan yang mumpuni dan berlapis, belum mendukung verifikasi online dan digital signature, belum semua aplikasi terintegrasi dengan SKPD terkait dan infrastuktur LAN dan internet di setiap kecamatan dan kelurahan belum digunakan secara optimal.
5. Kesepahaman antar keystakeholder mengenai arah pengelolaan pajak
Untuk lebih mengoptimalkan program intensifikasi pajak, maka perlu adanya kesepahaman diantara para keystakeholder yang terkait dengan pajak daerah, yaitu Dinas Pendapatan Daerah dan DPRD Kota Bogor sebagai lembaga legislator. Kesepahaman ini sangat diperlukan dalam menentukan target pajak dari tiap sektor dan juga untuk penentuan besaran pajak yang akan dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. 6. Belum adanya SDM khusus sebagai penyidik pajak dan juru sita Dinas Pendapatan Daerah sampai saat ini belum memiliki pegawai yang memiliki kompetensi khusus sebagai penyidik pajak dan juru sita pajak. Hal ini sangat diperlukan karena mengingat pajak bumi dan bangunan (PBB) kewenangan pengelolaannya akan diserahkan kepada pemerintah daerah paling lambat tanggal 1 Januari 2014, karena itu pemerintah daerah diharapkan dapat mempersiapkan sumber daya manusianya, yaitu bekerjasama dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Bogor dan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bogor.
7. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam bentuk web Selama ini pemanfaatan Teknologi Informasi dalam bentuk website masih kurang optimal penggunaannya. Dengan pemanfaatan web maka diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pajak dan retribusi daerah, serta pemanfaatan dari dana pajak dan retribusi daerah tersebut bagi pembangunan di Kota Bogor.
6.1.2. Analisis Faktor Eksternal Peluang ( Opportunity ) 1.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini memberikan
kesempatan kepada pemerintah daerah untuk memungut 11 jenis pajak (Closed List) bertujuan untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam bidang perpajakan dan retribusi, untuk penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat, juga diharapkan dapat memberikan kepastian bagi
dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. 2.
Raperda Ketentuan Umum Tata Cara Pajak Daerah Keberadaan raperda ini, sangat diharapkan akan mendorong peningkatan
jumlah pajak daerah sebagai sumber penerimaan utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Karena melalui perda ini, akan menjadi payung hukum untuk melakukan tindakan-tindakan tegas yang mungkin dianggap perlu dalam rangka memastikan jumlah realisasi penerimaan pajak daerah sama dengan potensi penerimaan pajak daerah. Juga dalam rangka memastikan para wajib pajak Kota Bogor memenuhi kewajibannya membayar pajak yang semua penerimaanya akan digunakan kembali untuk melakukan berbagai upaya kesejahteraan masyarakat Kota Bogor. 3.
Kebijakan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Kota Bogor memiliki komitmen yang tinggi dalam upayanya
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dalam bentuk program intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah, dengan membentuk Tim Intensifikasi Pajak Daerah yang diketuai langsung oleh Sekretaris Daerah Kota Bogor. 4.
Banyaknya peluang sumber daya pajak daerah dari sektor jasa, seperti hotel, restoran dan tempat-tempat hiburan Posisi Kota Bogor yang strategis dan didukung oleh faktor alamnya maka
Kota Bogor menjadi tempat tujuan wisata. Hal ini mendukung semakin banyaknya hotel, restoran dan tempat-tempat hiburan di Kota Bogor, yang berarti akan berdampak terhadap peningkatan pajak dan retribusi daerah.
5.
Adanya SOP (Standar Operasi dan Prosedur) administrasi pajak daerah
Dalam kegiatan administrasi dan formulir yang dipergunakan dalam Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Standar Operational Prosedur Administrasi Pajak Daerah. Adanya SOP ini sebagai acuan yang jelas dalam kegiatan : a. Pendaftaran dan pendataan Pendaftaran : • Pendaftaran wajib pajak dilakukan terhadap calon wajib pajak yang berdomisili didalam maupun diluar wilayah Kota Bogor, yang obyek pajaknya berada di wilayah Kota Bogor. • Untuk
melakukan
pendaftaran, petugas
Dinas
Pendapatan Daerah
menyampaikan formulir pendaftaran kepada calon Wajib Pajak untuk diisi secara jelas, benar dan lengkap. • Setelah formulir pendaftaran diisi oleh calon wajib pajak, dikirim atau disampaikan kepada petugas Dinas Pendapatan Daerah untuk kemudian dicatat dalam Daftar Induk Wajib Pajak berdasarkan nomor urut yang digunakan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Pendataan Wajib Pajak : • Paling Lambat 10 (Sepuluh) hari setelah berakhirnya masa pajak, wajib pajak harus menyampaikan SPTPD atau laporan Data Omzet/Volume Produksi/data teknis kepada petugas Dinas Pendapatan Daerah. • Dokumen tersebut diisi secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya. b. Penetapan • Untuk Wajib Pajak sistem Self Assesment, perhitungan dan penetapan pajak dilakukan sendiri. • Untuk wajib pajak sistem Official Assesment, perhitungan dan penetapan dilakukan oleh pejabat Dinas Pendapatan Daerah atas dasar laporan data omzet/volume produksi/data teknis yang disampaikan oleh wajib pajak dituangkan
dalam
Surat
Ketetapan
Pajak
Daerah
ditandatangani oleh Pejabat Dinas Pendapatan Daerah.
(SKPD)
yang
• Untuk wajib pajak Self Assesment, yang berdasarkan pemeriksaan atau keterangan informasi lainnya, ternyata jumlah pajak terhutang dalam SPTPD kurang dari jumlah yang sebenarnya, maka pejabat Dinas Pendapatan Daerah akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB). c. Kegiatan Penyetoran d. Angsuran dan Penundaan Pembayaran e. Pembukuan dan Pelaporan f. Keberatan dan Banding • Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas ketetapan pajak daerah. • Keberatan diajukan kepada Walikota atau Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (Tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Ketetapan Pajak. • Dalam jangka waktu paling lama 12 (Dua Belas) bulan sejak diterimanya permohonan, Walikota atau Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor memberi keputusan setelah dilakukan pemeriksaan dan atau penelitian. • Jika dalam jangka waktu tersebut Walikota atau Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor tidak memberi keputusan maka permohonan keberatan dianggap dikabulkan. • Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban wajib pajak untuk membayar kewajibannya. • Apabila wajib pajak tidak menerima Keputusan Walikota atau Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor, wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. • Pengajuan banding tidak menunda kewajiban wajib pajak untuk membayar pajak. g. Penagihan h. Kegiatan Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi
• Berdasarkan permohonan wajib pajak, Walikota atau Kepala Dinas Pendapat Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak. • Permohonan diajukan oleh Wajib Pajak kepada Walikota atau Kepala Dinas Pendapatan Daerah secara tertulis, jelas dan lengkap disertai alasanalasannya. • Permohonan tersebut dikabulkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan lain menunjukan bahwa permohonan tersebut layak dipenuhi. Sanksi Administrasi : • Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang di bayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 (dua) persen sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) Bulan dihitung sejak sampai terutangnya pajak. • Apabila SPTPD (Surat Pemberitahun Pajak Daerah) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 (dua) persen sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. • Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 (dua puluh lima) persen dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 (dua) persen sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. • SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan) diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 persen dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
• SKPDN (Surat Ketetapan Pajak daerah Nihil) diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. • Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah di tentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 (dua) persen sebulan. Sanksi Pidana : • Wajib pajak yang karena kealpaannya mengisi SPTPD secara tidak benar dan atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terhutang. • Wajib Pajak yang dengan sengaja megisi SPTPD secara tidak benar dan atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar dapat dipidana dengan pidanan kurungan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terhutang. i. Pengembalian Kelebihan Pembayaran. Dinas Pendapatan Daerah juga telah didukung aplikasi/database yang terintegrasi dan terpusat, keamanan sistem cukup sederhana, sistem semi Online, Infrastruktur LAN, internet dan PC cukup memadai, tersedianya sistem informasi manajemen dengan bentuk kebijakannya antara lain dengan merumuskan penetapan pengelolaan pajak pusat, pajak daerah dan retribusi daerah.
Ancaman ( Threats ) 1.
Peraturan pendukung untuk pemungutan pajak daerah Seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009,
maka Pemerintah Daerah Kota Bogor perlu merevisi peraturan daerah yang terkait dengan pajak dan retribusi daerah atau mencabut peraturan daerah yang bertentangan dengan undang-undang pajak daerah tersebut. DPRD Kota Bogor telah menetapkan ada 5 (lima) peraturan daerah yang berkaitan dengan pajak
daerah dan retribusi daerah yang telah dicabut seutuhnya dan 2 (dua) peraturan daerah yang beberapa pasalnya dicabut sebagian, diantaranya adalah : 1. Peraturan daerah Nomor 20 tahun 1994 tentang retribusi pemanfaatan ruang 2. Peraturan daerah Nomor 5 tahun 2001 tentang retribusi pemeriksaan susu murni 3. Peraturan daerah Nomor 6 tahun 2001 tentang retribusi pemeriksaan pemotongan dan pemasaran daging ayam 4. Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2002 tentang retribusi izin usaha jasa konstruksi 5. Peraturan daerah Nomor 7 tahun 2008 tentang retribusi perizinan dan pendaftaran di bidang perdagangan 6. Pasal 1, pasal 3, pasal 5 ayat (2) dalam peraturan daerah Nomor 4 tahun 2006 tentang retribusi penyelenggaraan kesehatan 7. Pasal 1, pasal 3, pasal 5 huruf a angka 3,4,5, pasal 5 huruf b angka 2, huruf c angka 2; pasal 9, pasal 10, pasal 11, pasal 14 (1), pasal 16 (1) angka 2 dalam peraturan daerah Nomor 6 tahun 2008 tentang retribusi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2.
Adanya fluktuasi bulanan dalam perolehan pajak daerah Ketidakpastian dalam dunia usaha berimbas terhadap perolehan pajak
daerah yang dikelola oleh Dispenda Kota Bogor, seperti pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan. 3.
Isu-isu regional dan internasional yang turut berpengaruh terhadap perekonomian di Kota Bogor Isu-isu regional dan internasional turut berdampak pula terhadap perolehan
pajak daerah di Kota Bogor, misalnya isu flu burung turut berdampak terhadap perolehan omzet Restoran/Rumah Makan yang ada di Kota Bogor, demikian pula dengan adanya kenaikan pajak terhadap Film Import berdampak terhadap bioskop-bioskop dan terjadi pengurangan pajak hiburan di Kota Bogor.
4.
Kompleksitas perizinan investasi di Kota Bogor Masalah perizinan sampai saat ini masih menjadi faktor penting yang
dapat menunjang para investor untuk berinvestasi. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Kota Bogor telah menerapkan perizinan terpadu satu atap dengan dibentuknya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Penanaman Modal (BPPT-PM), yang diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengurus perizinan-perizinan di Kota Bogor. 5.
Kebijakan Pelarangan Iklan Rokok di Kota Bogor, Pada awal Mei 2010, berkenaan dengan hari tanpa tembakau sedunia,
Pemerintah Kota Bogor bersama DPRD Kota Bogor telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 tahun 2009 tentang KTR (Kawasan Tanpa Rokok). Kebijakan ini diambil karena setiap warga negara wajib dilindungi secara hukum dari asap rokok orang lain dan setiap pekerja pun berhak atas lingkungan yang bebas dari asap rokok orang lain ditempat kerjanya, mengingat hal tersebut maka perlu adanya peraturan yang mengikat secara hukum yang dapat memberikan jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan udara bersih dan bebas dari asap rokok. Perda ini diharapkan akan memacu semangat untuk bekerja lebih keras, lebih cerdas dan lebih ikhlas dalam upaya mewujudkan Kota Bogor sebagai “Kota Bebas Asap Rokok pada Tahun 2010”. Imbas pemberlakuan peraturan tersebut, Pemerintah Kota Bogor memberlakukan kebijakan antara lain tidak menerima izin pemasangan iklan rokok, perpanjangan izin iklan rokok atau memberi izin kegiatan publik yang disponsori perusahaan rokok. Sejalan dengan diterbitkannya peraturan tersebut maka Pemerintah Kota Bogor harus kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak iklan rokok, karena berkeyakinan bahwa dampak negatif rokok lebih besar dibandingkan dampak positifnya, diharapkan dengan pembatasan iklan-iklan rokok di ruang publik akan menghambat atau bahkan menurunkan tingkat pertumbuhan perokok pemula di Kota Bogor. Sejak tahun 2008 sampai tahun 2010 telah terjadi penurunan jumlah reklame produk rokok di berbagai ruas jalan di Kota Bogor. Tahun 2008, masih ada sekitar 372 unit reklame rokok, maka pada tahun 2010 jumlah reklame rokok tinggal 77 unit.
Reklame yang masih ada merupakan reklame yang masa berlakunya belum berakhir. Penurunan jumlah reklame berkorelasi dengan penurunan jumlah penerimaan pajak dari reklame rokok. Tahun 2008 jumlah penerimaan pajak reklame dari rokok telah mencapai Rp 3,002 milyar maka pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi Rp 1,528 milyar. Namun hal tersebut dapat di substitusi dengan reklame operator telepon yang sedang marak saat ini.
6.2. Analisis IFE dan EFE 6.2.1. Analisis IFE Dari hasil pengamatan faktor internal, maka diperoleh hasil bahwa yang menjadi kekuatan Dispenda dalam pengelolaan pajak daerah adalah Pemanfaatan Teknologi Informasi "Simpatda" dengan skor 0,263, kewenangan Dispenda dalam bidang pendapatan daerah dengan skor 0,258, Dispenda telah melakukan bimbingan teknis aparatur pemungut pajak daerah skornya adalah 0,254 serta pelayanan pembayaran PBB dan BPHTB telah dapat dilakukan secara online skornya adalah 0,228. Sedangkan hasil analisa faktor kelemahannya, yang pertama adalah proses monitoring dan evaluasi dengan skor 0,237, kedua indikator kinerja Dispenda belum mencerminkan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan skornya adalah 0,235, ketiga koordinasi dengan Dinas/Badan dan Instansi terkait dengan skor 0,231 dan internal kontrol di Dispenda lemah skornya adalah 0,231. Tabel 22 menampilkan hasil bobot dan rating dari faktorfaktor internal.
Tabel 22. Faktor Kritis Internal Pengelolaan Pajak Daerah Kota Bogor No
Faktor Kritis Internal
Bobot
Rating
Skor
A
Kekuatan
1
Dispenda memiliki kewenangan di bidang pendapatan daerah
0,071
3,63
0,258
2
Pemanfaatan Teknologi Informasi "Simpatda"
0,070
3,75
0,263
3
Dispenda telah melakukan bimbingan teknis aparatur pemungut pajak daerah
0,070
3,63
0,254
0,065
3,50
0,228
0,062
3,50
0,217
0,061
3,13
0,191
0,065
2,88
0,187
0,063
3,25
0,205
4 5 6 7 8
Pembayaran PBB dan BPHTB telah dapat dilakukan secara online Dispenda telah melakukan penertiban, pemeliharaan dan pengendalian reklame Dispenda telah melakukan pembuatan dan pemeliharaan papan himbauan pajak daerah Dispenda telah melakukan pelatihan auditor pajak Dispenda telah melaksanakan sosialisasi peraturan perundangan kapada para WP
B
Kelemahan
1
Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam bentuk web
0,068
2,50
0,170
2
Belum adanya SDM khusus sebagai penyidik pajak dan juru sita
0,067
3,00
0,201
3
Belum adanya kesepahaman dengan key stakeholders mengenai arah pengelolaan pajak
0,064
3,38
0,216
4
Internal Kontrol di Dispenda lemah
0,071
3,25
0,231
5
Proses monitoring dan evaluasi
0,070
3,38
0,237
0,067
3,50
0,235
0,066
3,50
0,231
1,000
50
3,322
6 7
Indikator kinerja Dispenda belum mencerminkan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan Koordinasi dengan Dinas/Badan dan Instansi terkait
Jumlah
i. Analisis EFE Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengelolaan pajak daerah di Kota Bogor adalah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan skor 0,348, Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 9 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pajak Daerah skornya adalah 0,311, selanjutnya adalah banyaknya peluang sumber daya pajak daerah dari sektor jasa dengan skor 0,308 serta komitmen Pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD skornya adalah 0,305 (Tabel 23). Tabel 23. Faktor Kritis Eksternal Pengelolaan Pajak Daerah Kota Bogor No A 1 2 3
Faktor Kritis Eksternal Peluang Pemberlakuan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor tentang Ketentuan Umum Tata Cara Pajak Daerah Komitmen Pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD
Bobot
Rating
Skor
0,087
4
0,348
0,083
3,75
0,311
0,084
3,63
0,305
4
Ekspektasi yang tinggi dari stakeholders terhadap Dispenda
0,078
3,88
0,303
5
Banyaknya peluang sumber daya pajak daerah dari sektor jasa
0,082
3,75
0,308
6
Adanya SOP administrasi pajak daerah
0,080
3,63
0,290
B
Ancaman
1
Adanya fluktuasi bulanan dalam perolehan pajak daerah
0,084
3,75
0,315
2
Kompleksitas perizinan investasi di Kota Bogor
0,090
3,13
0,282
3
Peraturan pendukung untuk pemungutan pajak daerah
0,086
3,75
0,323
Peraturan Daerah No.12/2009 tentang Pelarangan Iklan Rokok Dampak kemajuan IT, berkembangnya ecommerce Isu-isu regional dan internasional terhadap perekonomian di Kota Bogor
0,083
3,13
0,260
0,080
3,13
0,250
0,083
3,63
0,301
Jumlah
1,000
43,16
3,595
4 5 6
6.3. Matriks IE Faktor kritis internal pengelolaan pajak daerah skornya adalah 3,322 dan faktor kritis eksternal skornya adalah 3,595 sehingga dalam matriks IE berada pada kuadran atau sel I, maka strategi yang tepat yang dapat dilakukan adalah strategi tumbuh dan bina, sehingga strategi yang cocok adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi ke depan, integrasi ke belakang dan integrasi horisontal).
6.4. Matriks SWOT Hasil Analisis Matriks SWOT dalam Perumusan Alternatif Strategi Peningkatan Pendapatan Daerah dari Sektor Pajak Daerah di Kota Bogor dengan memperhatikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman) maka dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Hasil Analisis Matriks SWOT dalam Perumusan Alternatif Strategi Peningkatan Kapasitas Fiskal (Pajak Daerah) di Pemda Kota Bogor Faktor Internal
Faktor Eksternal Peluang ( O ) 1. Pemberlakuan UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2. Raperda tentang Ketentuan Umum Tata Cara Pajak Daerah 3. Komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD 4. Ekspektasi yang tinggi dari stakeholders terhadap dispenda 5. Banyaknya peluang sumber daya pajak daerah dari sektor jasa 6. Adanya SOP administrasi pajak daerah Ancaman ( T ) 1.Adanya fluktuasi bulanan dalam perolehan pajak daerah 2.Kompleksitas perizinan di Kota Bogor 3.Proses pembuatan peraturan pendukung untuk pemungutan pajak daerah 4.Peraturan Daerah Nomor 12/2009 tentang pelarangan iklan rokok di Kota Bogor 5.Kemajuan bidang teknologi informasi 6.Isu-isu regional dan internasional terhadap perekonomian di Kota Bogor
Kekuatan (S) 1. Dispenda memiliki kewenangan di bidang pendapatan daerah 2. Pemanfaatan teknologi informasi “Simpatda” 3. Dispenda telah melakukan bimbingan teknis aparatur pemungut pajak 4. Pembayaran PBB dan BPHTB telah dapat dilakukan secara online 5. Dispenda telah melakukan penertiban, pemeliharaan dan pengendalian reklame 6. Dispenda telah melakukan pembuatan dan pemeliharaan papan himbauan pajak daerah 7. Dispenda telah melakukan pelatihan auditor pajak 8. Dispenda telah melaksanakan sosialisasi peraturan perundangan kepada para WP Strategi SO 1. Mengoptimalkan program intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak/retribusi dari WP/WR yang sudah ada (S1,S3,S5,S6,S7,S8,O1,O3,O5)
Kelemahan (W) 1. Pemanfaatan teknologi informasi dalam bentuk web 2. Belum adanya SDM khusus sebagai penyidik pajak dan juru sita 3. Belum adanya kesepahaman dengan keystakeholders mengenai arah pengelolaan pajak 4. Internal Kontrol di Dispenda lemah 5. Proses monitoring dan evaluasi 6. Indikator kinerja Dispenda belum mencerminkan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan 7. Koordinasi dengan dinas/badan dan instansi terkait
Strategi ST 1. Meningkatkan pengawasan dan evaluasi kepada para WP (S1,S5,S6,T1) 2. Pembuatan Peraturan Daerah sebagai payung hukum yang jelas dan berkekuatan hukum (S1,S8,T3)
Strategi WT
Strategi WO 1. Mempersiapkan SDM yang memiliki kompetensi khusus di bidang perpajakan (penyidik pajak dan juru sita pajak), berkoordinasi dengan KPP Pratama, Inspektorat Kota Bogor dan Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Bogor (W2,O2,O3) 2. Meningkatkan koordinasi internal antar dinas terkait (W6,W7, O3,O4,O5)
1. Memberikan kemudahan pelaksanaan pengurusan pajak dan perizinan usaha, berkoordinasi dengan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Penanaman Modal (BPPTPM) (W7,T2)