Perubahan Kemampuan Serapan Karbon Dioksida (CO2) Oleh Ruang Hijau di Kota Bogor Dhaniswara Wiradharma1, Sobirin1, Ratna Saraswati1 1
Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected] Abstrak
Ruang Hijau (RH) adalah bagian dari pola ruang kota yang penting keberadaanya bagi lingkungan perkotaan dan kehidupan manusia. Biomassa hijau yang terkandung dalam ruang hijau memiliki peranan ekologis sebagai penyerap gas karbon dioksida (CO2).Dengan memanfaatkan citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8, dapat diketahui perubahan luasan ruang hijau dengan menggunakan meteode (Normalized Differential Vegetation Index) NDVI yang mampu melakukan klasifikasi objek identik vegetasi dan non vegetasi.Analisis meliputi hubungan antara NDVI dan biomassa hijau lapangan yang meliputi karakteristik tajuk dan tutupan vegetasi bawah.Hasil yang diperoleh yaitu sebaran kandungan biomassa hijau di Kota Bogor tidak merata.Terjadi perubahan yaitu penurunan kandungan biomassa hijau sebesar13.111 ton sehingga terjadi penurunan kemampuan serapan CO2 Kota Bogor sebesar 19.273 ton. Hal ini disebabkan karena penurunan luas ruang hijau sebesar 135,86 Hektar (1,15%) atau +11,32 Hektar per tahunnya di KotaBogor dari tahun 2001 hingga 2013. Changes in Carbon Dioxide Absorption Capability (CO2) by Green Space in Bogor Abstract Green Space is necessary part of urban space pattern for urban environment and human life. Green biomass on the green space has an ecological role as an absorber of carbon dioxide gas (CO2). Information of changing area of green space derived from utilization of remotely sensed data of Landsat 7 ETM + and Landsat 8 by using NDVI (Normalized Differential Vegetation Index) method known capable of performing object classification to identical vegetation and non vegetation. The analysis includes the relationship between NDVI and field-derived green biomass, includes the characteristics of vegetation cover and lower canopy. The result show that distribution of green biomass properties in Bogor is uneven. There were changes in the levels, decrease up to 13.111 tons of green biomass resulting in decreased ability to uptake of CO2 by 19.273 tons in Bogor City. This is because the area of green space is reduced by 135.86 hectares (1.15%) or approximately 11.32 hectares per year respectively in Bogor City from 2001 to 2013. Keywords: Green Space, NDVI, Biomass, Carbon Dioxide gas (CO2)
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
1. PENDAHULUAN Dinamika perkembangan kota yang dialami Kota Bogor sebagai wilayah penyangga DKI Jakarta bersama dengan Kota Depok, Tangerang dan Kota Bekasi adalah proses peralihan tutupan lahan. Siwi (2012), pernah memaparkan hal yang disampaikan oleh Sumarwoto (2002) bahwa pertumbuhan wilayah perkotaan dengan mendesak kawasan hijau alamiah dapat menyebabkan perubahan unsur lingkungan. Meningkatnya lahan terbangun dan menurunya ruang hijau dapat diindikasikan sebagai satu dari berbagai faktor yang mengakibatkan terjadinya berbagai masalah lingkungan seperti pencemaran udara yang menurunkan nilai kualitas udara dan dapat mengganggu kesehatan manusia yang tinggal didalamnya. Ruang Terbuka Hijau (RTH) telah memiliki landasan hukum yaitu Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah
daerah
kota
yang
digunakan
untuk
kepentingan
masyarakat
secara
umum.Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Bogor Tahun 2010 – 2014, Kota Bogor mempunyai kawasan terbangun pada tahun 2005 dengan luas total 4.411,86 Ha atau sekitar 37,23% dari luas total Kota Bogor. Kawasan terbangun tersebut didominasi oleh kawasan permukiman seluas 3.135,79 Ha (26,46%). Sedangkan kawasan belum terbangun dengan luas total sebesar 7.438,14 Ha atau sekitar 62,77% dari luas total Kota Bogor dimana kawasan belum terbangun ini didominasi oleh RTH seluas 6.088,58 Ha atau 51,38%. Tahun 2010 penduduk Kota Bogor dinyatakan sebanyak 969.484 jiwa dengan kepadatan penduduk 8.181 jiwa per km2, dan pada tahun 2012 menembus angka satu juta jiwa dengan 1.004.831 jiwa dan kepadatan penduduk yang meningkat menjadi 8.480 jiwa per km2. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan ruang. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya Peralihan Penggunaan Lahan, peralihan penggunaan lahan salah satu contohnya disebutkan oleh Verbruggen dkk (2011) adalah dari hutan menjadi lahan pertanian dan atau area perkotaan. Meningkatnya gas rumah kaca (GRK) yang termasuk didalamnya adalah karbon dioksida (CO2) merupakan penyebab naiknya suhu rata-rata permukaan bumi. Meningkatnya suhu permukaan bumi ini memicu berbagai permasalahan lingkungan dan kehidupan manusia, seperti meningkatnya intensitas fenomena pulau panas kota (Urban Heat Island) dan meningkatnya resiko terjangkit oleh penyakit. Karbon dioksida
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
(CO2) yang juga dihasilkan oleh manusia secara alami melalui proses pernapasan menjadikan manusia sebagai sumber emisi gas tersebut (Human Emission). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 6 menyebutkan sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan nonhayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk yang kemudian dijelaskan bahwa salah satu dari masing masing unsur hayati adalah tumbuhan dan non-hayati adalah udara. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Hijau Ruang terbuka hijau kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik introduksi) guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu kenyamanan, keamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. RTH kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung (Departemen Pekerjaan Umum, 2008 dalam Chairunnisa, 2013). Keberadaan RTH baikkota karena perkembangan kota yang terus membangun sarana dan prasarananya mengakibatkan ruang hijau terus berkurang sehingga berbagai masalah lingkungan kerap muncul di wilayah perkotaan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menyinggung arti dari berkelanjutan yaitu kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan. Untuk itu dalam mendukung kehidupan yang berkelanjutan bagi manusia maka pelestarian daya dukung lingkungan menjadi titik sorot. Dalam ruang lingkup yang sama, ruang hijau adalah salah satu komponen struktur fisik kota (Sobirin, 2001) yang pengertianya lebih dekat kepada ruang hijau aktual (RHA) yang menjelaskan kenampakan tutupan vegetasi yang terlihat dari atas, pengertian RTH berasal dari istilah ruang terbuka (open space), ruang hijau ini adalah bagian muka bumi (wilayah urban) yang tertutup oleh tajuk vegetasi (klorofil) yang dapat terlihat dari atas tanpa membedakan jenis penggunaan tanahnya. RTH ini yang artinya lebih dekat kepada Ruang Hijau Eksisting(RHE)
yang lebih menekankan pada pemanfaatan lahan dan fungsinya
sebagai unsur keindahan dan kenyamanan serta perlindungan ekosistem kota. RHA dan RHE
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
ini adalah komponen yang menggambarkan kenampakan dominasi pada wilayah urban dengan sudut pandang berbeda. Sehingga dapat diambil satu penjelasan bahwa semua bentuk dan fungsi lahan dengan tutupan teratasnya adalah vegetasi maka dikategorikan ruang hijau. 2.2 Biomassa Biomassa adalah material asal biologis (tanaman atau hewan) tidak termasuk materi tertanam dalam formasi geologi dan sudah berubah menjadi bahan bakar fosil atau gambut (Verbruggen dkk, 2011). Biomassa adalah total jumlah materi hidup diatas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan sebagai satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997). Ini lah alasan mengapa cadangan karbon yang berada didalam material organik tanah ataupun bagian tumbuhan yang mati tidak termasuk dalam kategori biomassa karena biomassa merupakan bagian hidup tumbuhan. Komponen biomassa berupa kayu lebih mendominasi dibandingkan dengan biomassa berupa daun. Kedua komponen ini merupakan komponen penyusun biomassa atas tanah (Total Bove Ground Biomass). Bagian hidup (biomassa) bagian dari vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting dan tajuk pohon serta akar. Tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusimDalam penelitian ini, biomassa yang akan diestimasi adalah biomassa berupa dauh atau tajuk pohon tanpa melibatkan batang pohon ataupun akar dan kemudian disebut sebagai biomassa hijau. 2.3 Teknologi penginderaan Jauh Elachi (2006) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai sebuah proses untuk memperoleh informasi mengenai suatu objek tanpa memerlukan adanya kontak fisik secara langsung dengan objek yang diteliti. Proses ini dilakukan dengan metode perekaman energi yang dipancarkan oleh objek yang diteliti, Pancaran energi yang berasal dari objek merupakan hasil pantulan dari radiasi matahari yang mengenai objek disebut penginderaan jauh pasif (Pasive Remote Sensing) dikarenakan membutuhkan cahaya matahari dalam pengoperasianya. Selain itu juga terdapat teknologi radar yang memancarkan gelombang tersendiri dengan instrumen pemancarnya (transmitter) dan menerima hasil pantulan gelombang objek dengan instrumen penerima (receiver), oleh karena itu radar termasuk penginderaan jauh aktif (Active Remote Sensing) yang operasionalnya tidak terpengaruh oleh waktu siang dan malam. Beberapa dari wahana satelit memiliki waktu operasi yang berbeda sehingga dapat memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang juga berbeda.
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Landsat versi terbaru yaitu Landsat 8 yang diluncurkan pada 11 februari 2013 memiliki sebelas saluran yang sembilan saluran diantaranya dikategorikan OLI (Operational Land Imager) dan TIRS (Thermal Infrared Sensor) yang terdiri atas dua saluran. Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 adalah dua instrumen program Landsat yang mengorbit dan masih berfungsi setelah Landsat 5 berakhir masa fungsinya pada tahun 2013 dan Landsat 6 yang mengalami gagal orbit pada saat peluncuranya. Kedua citra tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk mengetahui ruang hijau, kerapatan vegetasi dan kandungan biomassa hijau secara keseluruhan dengan memanfaatkan NDVI juga digunakan sebagai alat ukur untuk menentukan estimasi kandungan biomassa hijau yang korelasinya diperoleh dengan mengolah data lapangan terlebih dahulu. 2.4 Penginderaan Jauh pada Vegetasi Pancaran spektrum yang dihasilkan oleh vegetasi direkam pada panjang gelombang tampak (0,4 – 0,7 nm) dan gelombang inframerah dekat (0,7 – 1,1 nm). Mather (2004) menjelaskan bahwa pada pada masing masing gelombang Merah, hijau dan biru, pantulan dengan nilai tinggi berada pada gelombang hijau dibandingkan dengan gelombang biru dan merah. Hal ini disebabkan karenaenergi kedua pada spektrum tersebut diserap oleh aktivitas fotosintesis (Song et al, 2011). Peristiwa ini bisa terjadi karena dalam proses fotosintesis, tumbuhan membutuhkan klorofil (Pigmen Hijau Pengukuran indeks vegetasi biasanya dilakukan dengan metode penginderaan jauh oleh wahana ruang angkasa berupa satelit. Pemanfaatan dari indeks vegetasi ini banyak dilakukan untuk memantau kondisi secara kuantitas maupun kualitas dari tutupan lahan vegetasi. Huete pada 2006 telah memaparkan bahwa penggunaan indeks vegetasi ini digunakan untuk mengukur tingkat kehijauan dan hubunganya dengan musim kering. Terdapat beberapa fungsi perhitungan bilangan atau algoritma untuk menggunakan indeks vegetasi ini antara lain : A. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Menurut NASA dalam glosariumnya, NDVI adalah Indeks, atau skala, kondisi vegetasi berdasarkan perbedaan jumlah cahaya tampak dan inframerah-dekat yang terpantukan dari vegetasi di permukaan bumi. Indeks vegetasi merupakan indikator kesehatan tanaman, produktivitas, dan kepadatan. Huete dkk (2006) menggunakan citra MODIS dalam mengukur tingkat kehijauan hutan Amazon dimana ditemukan bahwa hutan Amazon mengalami peningkatan kehijauan selama akhir musim kering. Hal ini bersifat kontras dengan berbagai model ekosistem yang menyebutkan bahwa kekurangan air yang terjadi pada musim
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
kering seharusnya mempengaruhi tingkat fotosintesis pada tajuk yang minim. Algoritma NDVI (Jiang, 2008) adalah sebagai berikut : NDVI= NIR-R / NIR+R…………………………………(2.1) Keterangan : NIR : Nilai spektral saluran Near Infrared R
: Nilai spektral saluran Red NDVI dalam penelitian ini adalah variabel yang digunakan sebagai alat ukur untuk
mengetahui kandungan biomassa hijau. Hubungan antara biomassa hijau NDVI sebagai alat ukur ini akan ditentukan dalam pengolahan data hasil pengukuran biomassa hijau lapangan terhadap nilai NDVI. 2.5 Peran Ruang Hijau Terhadap Kondisi Lingkungan Perkotaan Ruang hijau yang merupakan komunitas vegetasi, menyumbang gas oksigen (O2) yang bisa dikategorikan seagai faktor kenyamanan karena berperan penting dalam kegiatan pernapasan mahkluk yang ada. Ruang hijau di perkotaan yang sering dijumpai sebagai ruang terbuka hijau yang komunitas vegetasinya sengaja diciptakan, memiliki kapabilitas untuk menyediakan oksigen dan meningkatkan nilai kenyamanan di perkotaan. 3. METODE 3.1 Daerah Penelitian Lokasi dalam penelitian meliputi seluruh bagian administratif Kota Bogor. Kota Bogor terdiri atas enam kecamatan, berikut tabel berisi mengenai keterangan luas wilayah : Tabel 3.1 Nama Kecamatan dan Luas Kecamatan Nama Kecamatan
Luas Kecamatan (ha)
Persentase (%)
Bogor Timur
1015
8,57
Bogor Barat
3285
27,72
Bogor Utara
1772
14,95
Bogor Selatan
3081
26,00
Bogor Tengah
813
6,86
Tanah Sareal
1884
15,90
KOTA BOGOR
11850
100
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Sumber: BPS, Bogor Dalam Angka 2011 Selain itu jumlah wilayah administrasi kelurahan di Kota Bogor sebanyak 68 kelurahan (Pemkot Bogor, 2013). Analisis penelitian akan dilakukan pada tingkat batas daerah kelurahan. 3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder yang ditampilkan pada tabel 3.2. Data primer didapatkan dengan melakukan pengambilan data terkait secara langsung di lapangan, data primer ini berupa komponen penyusun biomassa hijau total. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber resmi seperti pemerintah daerah dan instansi resmi yang berkaitan dengan penelitian. Tabel 3.2 Data yang digunakan dalam Penelitian No. 1
Jenis data
Informasi kebutuhan data
Data Primer
Ketebalan tajuk
Sumber data Survey lapang
Kerapatan tajuk Presentase tutupan tajuk Presentase tutupan vegetasi bawah 2
Data Sekunder
Peta Batas Administrasi Kota Bogor Peta RTRW Kota Bogor
Dinas Tata Ruang Bogor
Data jumlah penduduk Kota Bogor 2012
BPS Bogor
Citra Landsat 7 ETM+ dan citra Landsat 8.
Di unduh dari USGS (Badan Survey Geologi Amerika Serikat)
Sumber : Pengelolaan Data, 2014 3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Penentuan lokasi pengambilan data primer didaerah penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik stratified random sampling yang mengacu pada kerapatan vegetasi (tinggi, sedang dan rendah) yang merupakan hasil interpretasi nilai NDVI dari citra Landsat di
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Kota Bogor. Lokasi yang disurvei sebanyak 30 lokasi pengambilan sampel dengan pembagian 10 lokasi sample pada masing masing kelas tingkat kerapatan. Lokasi pengambilan sampel diatur sebagai petak lahan sebesar 30 m x 30 m atau sama dengan 1 piksel pada citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8. Setiap lokasi pengambilan sampel pun mewakili nilai NDVI yang berbeda pada hasil pengolahan citra Landsat di tahun 2013. Berikut adalah sebaran lokasi survey biomassa di Kota Bogor. Pada lokasi penelitian, data yang diambil berupa ketebalan tajuk dengan menggunakan prinsip trigonometri.
Gambar 2.1Lokasi Penelitian 3.5 Pengolahan Data 3.5.1 Pengolahan Data Citra Satelit A. Koreksi Geometrik Pada dasarnya setiap citra Landsat yang digunakan dalam penelitian ini telah terkoreksi geometrik oleh USGS, namun untuk lebih meningkatkan nilai presisi pada posisi piksel citra Landsat terhadap posisinya pada batas area penelitian yang terdapat di citra dari Google Earth dan permukaan bumi maka dilakukan koreksi ulang. Hasil koreksi ulang menunjukan setiap citra Landsat yang digunakan dalam penelitian ini memiliki posisi geometrik yang sudah terkoreksi sama baik dengan nilai RMS (nilai GCP error) yang
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
dihasilkan dari citra Landsat terhadap citra pada Google Earth adalah 0,0126054. Nilai RMS yang semakin mendekati nol maka memiliki pergeseran posisi yang semakin kecil pula. B. Koreksi Radiometrik Menurut Elmaadi (1999) dalam Suharyadi (2002), ganggunan atmosfer menyebabkan nilai pantulan yang diterima oleh sensor mengalami penyimpangan. Penyimpangan ini menyebabkan nilai spektral mengalami pergeseran dari nilai yang seharusnya diterima. Koreksi radiometrik adalah upaya menyusun kembali nilai spektral yang ada pada citra hingga mendekati nilai spektral seharusnya. Suharyadi (2002) menggunakan metode penyesuaian histogram atau histogram adjustment dalam melakukan koreksi radiometrik terhadap citra Landsat TM. Koreksi yang dilakukan adalah menyesuaikan nilai kecerahan piksel pada setiap band atau saluran yang digunakan dalam penelitian dengan nilai bias akibat adanya penyimpangan pantulan. Metode ini digunakan dengan asumsi bahwa nilai piksel tertentu memiliki nilai nol namun kemudian berubah dikarenakan adanya gangguan atmosfer sehingga nilai yang muncul menjadi lebih besar (Jensen, 1986 dalam Suharyadi 2002). Berikut adalah algoritme yang digunakan: Output BVi,j,k = input BVi,j,k - bias ………………………………(3.1) Keterangan : Output BVi,j,k : Nilai kecerahan piksel baris I, kolom J dan saluran K setelah terkoreksi Input BVi,j,k
: Nilai kecerahan piksel baris I, kolom J dan saluran K sebelum terkoreksi
3.5.2 Normalized Difference Vegetation Index(NDVI) Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu pengolahan citra Landsat 7 ETM+ untuk mendapatkan data kerapatan vegetasi dengan menggunakan NDVI. Teknik ini dilakukan dengan cara mengklasifikasikan nilai NDVI yang dihasilkan dari analisis spektral citra Landsat ETM dengan menggunakan rumus berikut : NDVI= NIR-R / NIR+R……………………………………(3.2) Keterangan : NIR : Nilai spektral saluran Near Infrared R
: Nilai spektral saluran Red
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Nilai NDVI yang muncul akan berkisar antara -1 hingga 1 dimana nilai vegetasi ditunjukan pada rentang nilai 0.1 hingga 1 atau nilai positif sedangkan untuk non-vegetasi memiliki nilai negatif atau rentang -0.1 hingga -1. 3.5.3 Keluaran CO2 alami manusia Menurut U.S Enivirontmental Protection Agency, manusia mengeluarkan CO2 perharinya mencapai 2,3 pon atau 1 kg sedangkan Adamo (2007) mengemukakan jumlah rata-rata keluaran CO2 oleh pernapasan manusia adalah + 900 gram dalam satu hari. Dengan demikian dapat diketahui jumlah CO2 yang dihasilkan oleh manusia yang tinggal di Kota Bogor. Berikut perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat keluaran CO2 memanfaatkan estimasi keluaran CO2 yang digunakan oleh Adamo (2007) sebanyak 900 gram : KC = (365 hari x 0,9 kg ) x Jumlah Penduduk……………………………..(3.3) Keterangan : KC : Keluaran CO2 3.5.4 Biomassa Hijau Lapangan Owen (1974) dalam Yamamoto (1983) telah mengasumsikan bahwa nilai biomasa standar untuk vegetasi atas (Above-Ground Biomass) setara dengan kandungan biomassa hijau areal pepohonan dan semak belukar yaitu 6.0 kg/m2
sedangkan untuk vegetasi bawah setara
dengan nilai 1.5 kg/m2 untuk wilayah persawahan.Dalam penelitian ini, berat kandungan biomassa untuk vegetasi bawah dibagi kedalam tiga jenis yaitu : •
Vegetasi dengan tinggi > 1m - < 2m
•
Sawah danrumput liar/ilalang
•
Rumput pendek
= 2kg/m2 = 1.5 kg/m2
= 1 kg/m2
Dengan demikian kandungan biomassa vegetasi bawah diwakilkan dengan symbol Z. Siwi (2012) menggunakan persamaan serupa untuk biomassa dan berikut adalah persamaan yang telah dimodifikasi : BM = {[Te x Re x Cp x 6,0 Kg/m2) + (Cr x Z)}…………………………...(3.4) Keterangan : BM = Kandungan bimassa hijau (Kg/m2) Te
= Ketebalan tajuk (m)
Re
= Kerapatan tajuk (%/m)
Cp = Presentase tutupan tajuk (%)
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Cr = Presentase tutupan vegetasi bawah (%) Z = Berat vegetasi bawah (Kg/m2)
Gambar 3.4 Prinsip Trigonometri pada Pengukuran Ketebalan Tajuk (Siwi, 2012) Berdasarkan Gambar 3.5, berbagai faktor yang digunakan seperti ketinggian mata, sudut pengukuran relatif dihitung dengan menggunakan rumus berikut : ……………..(3.5) Keterangan : EF
: Ketebalan tajuk
DE
: Tinggi batang dari tanah ke bagian bawah tajuk
tg α : Sudut mata terhadap bagian terbawah batang tg β : Sudut mata terhadap bagian teratas tajuk Ketebalan tajuk akan diambil dari komunitas vegetasi yang mendominasi di lokasi penelitian.
Gambar 3.5 Metode Pengukuran Persentase Tutupan Tajuk danTutupan Vegetasi Bawah.
Gambar 3.6 Ilustrasi Metode Estimasi Persentase Kerapatan pada Tajuk per meter persegi.
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Gambar 3.7 Metode Estimasi Ketebalan Tajuk. 3.6 Kemampuan Menyerap CO2 Nilai biomassa yang telah didapat merupakan kunci dari perhitungan kemampuan menyerap gas karbon dioksida (CO2). Rumus ini digunakan oleh Siwi (2012) dalam menghitung kemampuan ruang hijau di Depok menyerap CO2. Rumus ini adalah hasil dari persamaan reaksi fotosintesis yang tejadi pada tumbuhan. Ada pun perhitungan yang digunakan untuk mengetahui serapan CO2 sebagai berikut : Energi Matahari 6CO2 +6H2O
C6H12O6+6O2
Mol C6H12O6 = Berat Biomassa / Mr C6H12O6 Massa CO2= 6 x Mr CO2 x Mol C6H12O6= 6 x Mr CO2 x (Berat Biomassa / Mr C6H12O6) = 6 x 44 x (Berat Biomassa/180) = Berat Biomassa x 1,47………………………………………….(3.6) Keterangan : Mr
= Massa molekul relatif
Atom Relatif = C:12, H:1 dan O:16 Mr CO2 = 12 + (6x2) = 44 Mr C6H12O6
= (12x6) + (1x12) + (16x 6) = 180
3.7 Analisis Data 3.7.1 Analisis Kuantitatif Analisis regresi digunakan dalam mencari nilai korelasi antara biomassa hijau hasil pengukuran di lapangan dengan nilai NDVI pada lokasi survey yang diketahui dari citra
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Landsat 8 tahun 2013. Analisis yang juga digunakan oleh Siwi pada penelitianya di Depok pada 2012 bertujuan untuk menghasilkan persamaan linear dari variabel terikat (y) yaitu kandungan biomassa hasil pengukuran lapang dan variabel bebas (x) yaitu nilai NDVI. Analisis regresi menurut Sudjana (2005) sebagai berikut : Yi = bXi + a…………………………………………………(3.7) Keterangan: Yi = Variabel terikat Xi = Variabel bebas a = Nilai penduga intersep b = Penduga koefisien regresi Dari masing persamaan akan dihasilkan nilai berupa R2yang mewakili koefisien determinasi yang menjelaskan mengenai tingkat keterwakilan pada variabel X dan Y. Nilai ini memberikan informasi seberapa besar sebuah variabel dapat dijelaskan oleh variabel lain dengan nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 1. Misalkan R2= 0,8502 memiliki arti sebanyak 85% variasi nilai Y dapat diselesaikan atau dijelaskan dengan persamaan tersebut. Dalam analisis ini variabel terikat yaitu biomassa hijau tidak dikelaskan kembali antara biomassa hijau atas dan biomassa hijau bawah walaupun hasil yang diberikan akan berdampak pada meningkatnya akurasi hasil kalkulasi biomassa hijau terhadap nilai NDVI, namun hal ini juga bertujuan untuk mengetahui tingkat representatif keseluruhan antara NDVI yang tidak membedakan posisi objek pada biomassa yang juga dilihat secara umum tanpa membedakan antara kandungan biomassa hijau yang posisinya berada di atas dan kandungan biomassa hijau yang posisinya berada di bawah. 3.7.2 Analisis Tabular Analisis data dilakukan dengan cara mengolah data kemampuan serapan CO2 pada tahun 2013 secara tabular dan membandingkanya dengan keluaran CO2 yang dihasilkan secara alami oleh manusia (proses pernapasan) pada setiap kelurahan di Kota Kogor pada tahun 2012. Hasil perhitungan berupa nilai surplus dan nilai defisit biomassa yang terjadi pada setiap kelurahan yang diklasifikasikan kedalam kelas sedang, rendah dan tinggi. Dari hasil tersebut dapat diketahui tingkat kelebihan dan kekurangan biomassa pada masing masing daerah.
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
3.7.3 Analisis Spasial Analisis spasial ini dilakukan dengan metode overlay antara data kawasan strategis lingkungan Kota Bogor berupa peta dengan hasil olah citra Landsat berupa sebaran kandungan biomassa hijau. Overlay akan menghasilkan informasi berupa peta sebaran biomassa pada kawasan strategis Kota Bogor menurut RTRW Kota Bogor 2011 – 2031. Dari overlay tersebut akan dideskripsikan kondisi wilayah sebaran biomassa yang berada dalam kawasan strategis lingkungan tersebut. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Indeks Vegetasi dan Kerapatan Vegetasi Kota Bogor Siwi (2012) menerapkan Threshold dengan nilai 0,25 sebagai pembatas untuk membedakan antara vegetasi dan non-vegetasi dalam mendeteksi NDVI sebagai indikator perubahan sebaran biomassa di Kota Depok dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ dan SPOT-4. Hasil pengolahan citra Landsat 7 ETM+ pada tahun 2001 dan Landsat 8 pada tahun 2013 untuk tingkat NDVI di Kota Bogor divisualisasikan dengan gradasi warna hijau sebagai nilai maksimum dan warna merah sebagai nilai minimum. Walaupun berada dalam rentang nilai yang sama yaitu -1 hingga 1, nilai yang terkadung pada masing-masing tahun memiliki kisaran yang berbeda. NDVI yang dihasilkan oleh pengolahan citra Landsat 8 tahun 2013 memiliki nilai maksimum 0,639 dan nilai terendah -0,297sedangkan NDVI hasil pengolahan citra Landsat 7 ETM+ pada tahun 2001 memiliki kisaran nilai antara -0,441 hingga 0,691 sebagai nilai tertingginya. Dari kedua hasil pengolahan citra dapat diperhatikan bahwa wilayah pusat Kota Bogor didominasi oleh skema warna kuning hingga merah yang menandakan nilai NDVI yang semakin rendah kecuali di areal Kebun Raya Bogor yang masih didominasi oleh skema warna kuning hingga hijau atau tingkat NDVI yang lebih tinggi.
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Gambar 4.1NDVI di kota Bogor 2001 dan 2013 4.2 Sebaran Ruang Hijau Kota Bogor Tabel 4.1 Luas Ruang HIjau Kota Bogor 2001 - 2013
Tabel 4.1 diatas menampilkan hasil pengolahan data mengenai estimasi distribusi ruang hijau yang ada di Kota Bogor Pada tahun 2001 dengan luas total 5878,49Hektar (49,61%) dan pada tahun 2013 dengan luas total 5742,63 Hektar (48,46%) yang artinya selama kurun waktu tersebut terjadi penurunan luas ruang hijau sebesar 135,86 Hektar (1,15%) dengan demikian estimasi terjadinya peningkatan luas wilayah non vegetasi adalah +11,32Hektar per tahunnya di Kota Bogor.
Gambar 4.3 Grafik Luas Ruang Hijau Kota Bogor 2001 – 2013
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
4.3 Estimasi Kandungan Biomassa Hijau Kota Bogor
Gambar 4.4 Biomassa Hijau Kota Bogor terhadap NDVI Dari hasil analisis keterhubungan kandungan sample biomassa dengan NDVI didapat persamaan Y= 86,19x-18,14 yang menjadi persamaan acuan untuk mengolah nilai NDVI pada Landsat 7 ETM+ 2001 dan Landsat 8 2013. Nilai DN tersebut diwakilkan oleh X pada persamaan tersebut dan dengan melakukan kalkulasi menyeluruh terhadap setiap piksel maka dapat diketahui nilai Y (kandungan biomassa) dari setiap piksel.Estimasi total kandungan biomassa yang ada di Kota Bogor pada tahun 2001 mencapai 963.893.566,15 kg (963.893 ton) atau dengan rata-rata +8,13Kg/m2 dan Estimasi total kandungan biomassa yang ada di Kota Bogor pada tahun 2013 mencapai 950.782.456,11 kg (950.782 ton) atau dengan rata-rata +8,02Kg/m2.
Gambar 4.5 Biomassa Hijau Kota Bogor 2001 dan 2013 Tabel 4.2 Kandungan Biomassa Kota Bogor 2001 dan 2013
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Kemampuan serapan CO2 di Kota Bogor pada tahun 2001 sebesar 1.416.923.542,24 kg (1.416.923ton) dan kemampuan serapan CO2 pada tahun 2013 berubah menjadi 1.397.650.210,48 kg (1.397.650 ton). Pada tahun 2001 Kelurahan Mulyaharja Kecamatan Bogor Selatan adalah kelurahan dengan kemampuan serapan tertinggi sebesar 96.463.012,07 kg (96.463 ton) dan Kelurahan dengan kemampuan serapan paling rendah adalah Kelurahan Babakan Pasar Kecamatan Bogor Tengah dengan kemampuan serapan 11.303,13 kg (11,3 ton). Untuk tahun 2013 Kelurahan Pamoyanan Kecamatan Bogor Selatan adalah kelurahan dengan kemampuan serapan tertinggi sebesar 83.893.734,82 kg (83,894 ton) dan Kelurahan dengan kemampuan serapan paling rendah adalah Kelurahan Babakan Pasar Kecamatan Bogor Tengah dengan kemampuan serapan 4.024,93kg (4 ton). Dengan diketahuinya kemampuan serapan CO2 pada masing masing kelurahan di tahun 2001 dan 2013 maka dapat diketahui tingkat perubahan kemampuan serapan CO2 nya. daerah yang mengalami penurunan kemampuan serapan CO2 paling tinggi adalah kelurahan Mulyaharja di kecamatan Bogor Selatan dengan penurunan kemampuan serapan sebesar 15.982.911,78 kg (15.983 ton) dan peningkatan paling tinggi terdapat pada Kelurahan Kertamaya kecamatan Bogor Selatan dengan peningkatan 20.475.037,89 kg (20.475 ton). Dengan diketahui jumlah penduduk dan keluaran karbondioksida oleh manusia perharinya. Maka keluaran karbon dioksida yang dihasilkan oleh jumlah jiwa yang ada di Kota Bogor dengan jumlah penduduk 1.004.831 pada tahun 2012 adalah 366.763.315 kg (366.763 ton) sedangkan kemampuan serapan karbon dioksida oleh biomassa hijau yang terkandung dalam ruang hijau di Kota Bogor pada tahun 2013 adalah 1.397.650.210 kg (1.397.650 ton) yang artinya serapan karbon dioksida pada tingkat kota masih lebih tinggi dibandingkan dengan keluaran yang dihasilkan. Begitu pula pada tingkat kecamatan yang ada di Kota Bogor, nilai surplus yang dihasilkan signifikan diatas nilai nol yang artinya kemampuan serapan karbon dioksida oleh biomassa hijau pada ruang hijau di setiap kecamatan masih lebih tinggi dibandingkan dengan keluaran karbon dioksida.Nilai surplus
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
tertingggi muncul pada kecamatan Bogor Selatan dan nilai surplus terendah muncul pada kecamatan Bogor Tengah.
Gambar 4.6 Status Kemampuan Serapan Karbon Dioksida tahun 2013, Biomassa Hijau pada kawasan strategis lingkungan tahun 2013 Namun pada tingkat kelurahan muncul nilai defisit pada kelurahan dengan kandungan biomassa hijau rendah dengan jumlah penduduk tinggi. Kelurahan Kebonpedes Kecamatan Tanah Sareal menjadi kelurahan dengan nilai defisit tertinggi mencapai 5.583.930,21 kg (5.584 ton). Sedangkan nilai surplus tertinggi terjadi di kelurahan Pamoyanan Kecamatan Bogor Selatan dengan surplus mencapai 88.056.141,56 kg (88.056 ton). Tabel 4.3 Nilai Serapan hasil keluaran karbondioksida oleh manusia
5. KESIMPULAN Kandungan biomassa hijau di Kota Bogor tersebar tidak merata. Bagian pusat Kota Bogor memiliki sebaran yang jarang dan jumlah yang sedikit dibandingkan pada wilayah yang semakin jauh dengan wilayah pusat kota atau menuju pinggiran Kota Bogor terkecuali ruang
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
hijau yang terdapat di Kebun Raya Bogor di Kecamatan Bogor Tengah. Sebaran kandungan biomassa hijau pada kawasan strategis lingkungantersebar tidak merata dan minim pada wilayah pusat pelayanan kota kecuali di Kebun Raya Bogor. Terjadi perubahan yaitu penurunan kandungan biomassa hijau sebesar13.111 ton sehingga terjadi penurunan kemampuan serapan CO2 Kota Bogor sebesar 19.273 ton. Kemampuan serapan CO2 pada tahun 2013 ini mampu menanggulangi keluaran CO2 penduduk Kota Bogor yang berjumlah 1.004.831 dengan keluaran CO2 330.086 ton dengan surplus kemampuan serapan CO2 daerah mencapai 1.067.563 ton. DAFTAR ACUAN Adamo G. E. Modelling Time Series of Carbon Dioxide Emissiones In Roma City, Time Series, 2007, Carlos III University, Madrid. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [BAPPEDA] Kota Bogor.2012. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun 2011 – 2031. Kota Bogor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [BAPPEDA] Kota Bogor.2012. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM)
Daerah
Kota
Bogor
Tahun
2010
–
2014.
9
Februari
2014.
http://bappeda.kotaBogor.go.id/index.php/rpjmd Badan Pusat Statistk Kota Bogor. 2013. Kota Bogor dalam Angka 1980-2013. BPS Kota Bogor. Bhandari A. K., Kumar A., Singh G. K., Feature Extraction using Normalized Difference Vegetation Index (NDVI): a Case Study of Jabalpur City, 2nd International Conference on Communication, Computing & Security [ICCCS-2012], Procedia Technology 6 ( 2012 ) 612 – 621 Brown, S. 1997. Estimatting Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. Forestry Paper Nomor 134. FAO, USA. Chairunnisa, C. 2013.Perubahan Penggunaan/Penutup Lahandan Keterkaitannya Dengan Luas Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kota Bogor). Skripsi Program Studi Manajemen Sumber Daya Lahan. Departemen Ilmu Tanah Dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Elachi,C, Jakob van Zyl. 2006. Introduction to the Physics and Techniques of Remote Sensing, John Wiley & Sons, New Jersey. Glenn, E.p., Huete A.R., Nagler P.L, Nelson S.G. 2008. Relationship Beetween Remotely-Sensed Vegetation Indiches, Canopy Attributes and Plant Physiological Processes: What Vegetation Indhices Can and Cannot Tell Us About Landsacpe, Sensors 2008, 8,2136-2160. Huete, A.R., Didan, Kamel., Shimabukuro, Y.E., Ratana, Piyachat., Saleska, S.r., Hutyra, L.R., Yang, W., Nemani, R.R., Myneni, R.R. 2006. Amazon Rainforrests Green-Up With Sunlight in Dry Season. Geophysical Research Letters Volume 33, Issue 6, Maret 2006. Jiang, Z, Huete, A.R., Didan, Kamel., Miura, T. 2008. Development Of A Two-Band Enhanced Vegetation Index Without A Blue Band. Remote Sensing of Environtment 112 (2008) 3833-3945. Lillesand, T.M. dan Kiefer, Ralp W. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Diterjemahkan : Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
Mather, P.M. 2004. Computer Processing of Remotly-Sensed Images and Introduction. John Willey & Sons Inc. Chichster. Ongsomwang, S. 2007 Fundamental of remote Sensingand Digital Image Processing. School of Remote Sensing, Institute of Science Suranaree University of Technology. Pettorelli, N., Vik, J.O., Mysterud, A., Gailard, J-M., Tucker, C.J., Stenseth,N.C. 2005. Using the Satellitederived NDVI to Asses Ecological Response to Environmental Change. Trends in Ecology and Evolution Vol. 20 No. 9. Siwi, S.E. 2012. Kemampuan Ruang Hijau Dalam Menyerap Gas Karbon Dioksida (CO2) di Kota Depok. Tesis Program Pasca Sarjana Ilmu Geografi. Departemen Geografi FMIPA UI. Depok. Sobirin. 2001 Analisis Distribusi dan Kebutuhan Ruang Hijau di Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana Ilmu Geografi. Departemen Geografi FMIPA UI. Depok. Song, C.c Gray, J.M., Gao, F. 2011. Remote Sensing of Vegetation With Landsat Imagery. CRC Press. Boca Raton. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung : PT Tarsito Suharyadi 2002. Pemetaan Kepadatan Bangunan Daerah Perkotaan Yogyakarta Berdasarkan Citra Landsat Thematic Mapper. Sains Informasi Geografis : Dari Perolehan dan Analisis Citra Hingga Pemetaan dan Pemodelan Spasial, UGM. Yogyakarta. Verbruggen, A., W. Moomaw, J. Nyboer, 2011: Annex I: Glossary, Acronyms, Chemical Symbols and Prefixes. In IPCC Special Report on Renewable Energy Sources and Climate Change Mitigation [O. Edenhofer, R. Pichs-Madruga, Y. Sokona, K, Seyboth, P, Matschoss, S.Kadner, T.zwickel, P. Eickemier, G. Hansen, S. Schlomer, C von Stechow (eds),Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA. Yamamoto, H., 1983, Remote Sensing data for Resources Development Master Plan on north Banten area, West Java, Indonesia, Pusdata DPU-JICA, Jakarta. Sumber Lain : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [BAPPEDA] Kota Bogor. 2012. Sosialisasi Ruang Terbuka Hijau. Kota Bogor. United State Environtmental Protection [ U.S EPA]. How Much Carbon Dioxide Do Humans Contribute Through Breathing ?. 15 juni 2014 http://www.epa.gov/climatechange/fq/emissions.html National Aeronauticals and Space Administration [NASA].Earth Observatory Glossay [online]. 10 februari 2014. earthobservatory.nasa.gov/Glossary/ National Aeronauticals and Space Administration [NASA]. 2010. Landsat Data Continuity Mission Brochure . 10 Februari 2014 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya alam Hayati dan Ekosistemnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. U.S. Department of State (2007). Fourth Climate Action Report to the UN Framework Convention on Climate Change: Projected Greenhouse Gas Emissions. U.S. Department of State, Washington, DC, USA. United States Geological Survey [USGS], Atmospheric Transmittance Information [online]. 2013. 10 februari 2014.
http://landsat.usgs.gov/atmospheric_transmittance.php.
10
http://landsat.usgs.gov/atmospheric_transmittance.php
Perubahan kemampuan serapan ..., Dhaniswara Wiradharma, FMIPA UI, 2014
februari
2014.