PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN UKRAINA PASCA KRISIS KRIMEA 2014 DAN KAITANNYA DENGAN PERANAN NATO DI UKRAINA Reyhan Ahmad Almer1
Abstract Defence doctrine has been one important asset for independence country. One of many formed because of the past events. On the other hand, Ukraine is also one of East European country which is strategic as for the Russian gas export to Europe. The Crimean Crisis has changed Ukraine‟s defence doctrine. As one country who just has its independence in 1991, Ukraine need partner to build deep cooperation in order to develop its own defence. Partners who could give Ukraine a hand are NATO and European Union. With the adoption of non – block status in Yanukovych leadership, Ukraine built cooperation with Russia. But instead of deepening the cooperation, Russia annected Crimea and then later, opened a chance to change its cooperation to NATO and European Union in Poroshenko leadership. The changes of defence doctrine done by Ukraine as one effort to defend its territory so that event such as Crimean Crisis would not be likely to happen again for sure. Crimean crisis has proved that Rusia is a threat to Ukraine. In order to develop its defence, Ukraine changed its own doctrine direction officially to cooperate with NATO and European Union. Then, both NATO and European Union were stated directly in Ukraine‟s defence doctrine for Ukraine‟s future. Keywords: Ukraine, Defence Doctrine, NATO, Crimean Crisis 2014, Russia, European Union
Pendahuluan Ukraina telah merdeka pada tahun 1991. Referendum yang pada bulan Desember ditahun yang sama menunjukkan bahwa Ukraina telah secara resmi memisahkan diri dengan Uni Soviet. Dengan total suara 90,32% rakyat Ukraina memilih untuk berpisah dengan Uni Soviet karena keinginan untuk merasakan demokrasi. Sedangkan 7,6% memilih untuk tetap bersama Uni Soviet dan 2,1% menyatakan abstain dalam referendum tersebut.2 Setelah referendum, kemudian langsung dilaksanakan pemilihan presiden untuk pertama kalinya bagi Ukraina melalui Central Electoral Comissions. Presiden Leonid Kravchuk ditentukan 1
Reyhan Ahmad Almer adalah seorang mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2 Comission on Security and Cooperation in Europe, “The December 1, 1999: Referendum/Presidential Election in Ukraine”, hal 7. 1
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
sebagai pemenang dengan total hasil suara sebesar 61,59%.3 Pemilihan presiden pertama kali tersebut tentunya dilakukan di seluruh bagian wilayah Ukraina, termasuk Krimea. Krimea hanya memiliki persentase sebesar 54% yang memilih untuk berpisah dengan Uni Soviet.4 Persentase sebesar 54% tersebut dikarenakan dominasi etnis Rusia di Krimea. Etnis Rusia di Krimea sebesar 58% hampir setengah dari total populasi di Krimea.5 Sedangkan sisanya terdiri dari etnis Ukraina sebesar 24,9% dan etnis Tatar Krimea 9,1%.6 Peristiwa kemerdekaan Ukraina merupakan peristiwa bersejarah bagi negara yang baru merdeka tersebut. Dengan kemerdekaan yang diraihnya, Ukraina mendapat banyak warisan, terutama dibidang militer untuk pasukan darat dan udaranya.7 Di darat, Ukraina mendapatkan kontrol atas 5 pasukan, sebuah korps tentara, 18 divisi (yang terdiri atas 12 kendaraan, 4 tank, dan 2 pesawat udara), 3 brigade pesawat udara , 3 divisi artileri dan sejumlah unit dukungan tempur dan unit dukungan layanan tempur. Serta 4 pasukan angkatan udara lengkap dengan perlengkapannya yang kemudian menjadikan Ukraina sebagai negara dengan pasukan udara terbesar ketiga di dunia. Termasuk juga dengan adanya alat peledak jarak jauh, transportasi, pesawat tempur, pesawat pengintai, pesawat perang elektronik dan petarung pertahanan udara dan taktis, dan pesawat latihan. Sedangkan untuk pasukans strategisnya, Ukraina mendapatkan anggapan sebagai negara dengan kekuatan nuklir terbesar ketiga di dunia, dengan 176 lahan berbasis ICBM (Intercontinental Ballistic Missile) dengan jumlah 1,240 kepala peledak misil, 41 pembom strategis nuklir, senjata nuklir taktis. Semua warisan tersebut kemudian dikembalikan ke Rusia pada 1993.8 Untuk mencegah perebutan kembali dan untuk menciptakan kontrol dimiliternya, Ukraina mendorong bekas pasukan Uni Soviet untuk melakukan sumpah sebagai rakyat Ukraina pada tahun 1992. Hal tersebut juga dilakukan oleh Presiden Kravchuk agar kemerdekaan yang sudah dicapai, tidak jatuh ke tangan Rusia. Dengan adanya kontrol terhadap militer Ukraina juga memudahkan Ukraina dalam melakukan kompromi terhadap para rival politik. 9 Sebagai negara yang baru memperoleh kemerdekaannya, Ukraina juga baru memperoleh doktrin pertahanannya yang pertama pada tahun 1993, masih pada masa kepemimpinan Leonid Kravchuk. Sebelumnya, Presiden Kravchuk melakukan reformasi militer yang kemudian berlanjut hingga pembentukan Kementrian Pertahanan Ukraina. 10 Kebijakan pertahanan Ukraina juga berfokuskan pada kerjasama militer dengan negara tetangga sehingga menciptakan perdamaian regional. Polandia, Hungaria, dan Ceko adalah tiga dari beberapa negara Eropa Timur yang mengadakan kerjasama militer dengan
3
Ibid, hal 8. Loc. Cit. 5 Devindra Ramkas Oktaviano dan Yuli Fachri, “Kepentingan Rusia Me-Aneksasi Semenanjung Krimea Tahun 2014”, hal 1902. 6 Razumkov Centre. “Specificity of Socio-Cultural and Civil Identity Of The Dominant Ethnic Groups In Crimea”, hal 3. 7 Stephen D. Olynyk, “Ukraine as a Post-Cold War Military Power”, hal 88. 8 Ibid, hal 89. 9 Oleg Strekal, “The Ukrainian Military: Instrument for Defense or Domestic Challenge?”, hal 12. 10 Loc. Cit. 4
2
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Ukraina. 11 Kerjasama militer tersebut membuktikan bahwa Ukraina berorientasi ke Eropa dan mulai mengadakan hubungan dengan Eropa, walaupun tidak dapat menyelesaikan permasalahan militer Ukraina. Mengingat masi terdapat prediksi ancaman dari Rusia, Ukraina terus mengembangkan kerjasamanya melalui penandatanganan perjanjian melalui Menteri Pertahanannya dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jerman dan Inggris.12 Ukraina juga berfokus pada pengembangan pasukannya yang terbagi dalam pasukan Penjaga Perbatasan, Pasukan Nasional, pasukan Pertahanan Sipil, dan pasukan Polisi Khusus. Pada kenyataannya, doktrin pertahanan Ukraina mulai dirumuskan pada tahun 1992. 13 Namun hal tersebut tidak disetujui oleh oposisi karena tidak adanya istilah probable enemy, tidak adanya pengaitan dengan status nuklir, atau pelarangan atas pembangunan fasilitas militer negara lain di tanah Ukraina. 14 Kepastian terjawab dengan fiksasi secara resmi doktrin pertahanan Ukraina pada Oktober 1993, dimana mendefinisikan prinsip utama dari kebijakan pertahanan Ukraina sebagai berikut. War could not serve as a means for solving interstate disputes; Reasons for military conflicts between states could be political, territorial, ethnic, and religious; Ukraine would have no territorial claims to another state; Ukraine‟s probable enemy would be the state “whose consistent policy constitutes a military danger for Ukraine, leads to interference in internal matters, and encroaches on its territorial integrity or national interests”; and Ukraine would maintain non – block status and a keen interest in creating the pan-European security system.15 Dengan begitu, permintaan Parlemen akan adanya kaitan doktrin pertahanan Ukraina dengan probable enemy, status nuklir dan pelarangan pembangunan fasilitas militer negara lain di tanah Ukraina sudah terpenuhi. Pasukan Ukrania kemudian akan diisi oleh 450.000 personil, 0,8% dari total populasi Ukraina.16 Permasalahan akan reformasi militer Ukraina juga terselesaikan dan pasukan militer sudah lebih mampu untuk mempertahankan negara dari agresi negara manapun. NATO merupakan sebuah organisasi yang dibentuk berdasarkan pakta pertahaan negara-negara Barat pada 4 April 1949 di Washington DC oleh 12 negara pertama yang diantaranya adalah Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Belgia, Inggris, Italia, Denmark, Islandia, Luxembourg, Norwegia, Prancis, dan
11
Ibid, hal 13. Loc. Cit. 13 Ibid, hal 14. 14 Probable enemy yaitu dimana pemutusan kebijakan suatu negara memicu bahaya militer untuk Ukraina, berusaha memasuki urusan internal Ukraina, dan mengancam batas wilayah dan kepentingan nasional Ukraina. 15 Op. Cit. 16 Loc. Cit. 12
3
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Portugal. 17 NATO dibentuk karena keinginan Amerika Serikat untuk membendung pengaruh komunis Uni Soviet ke daratan Eropa termasuk negaranegara Eropa Barat. Mandatnya adalah menjaga kebebasan dan keamanan negara anggota-anggotanya, menjaga stabilitas di area Euro-Atlantic, mencegah krisis internasional, sebagai wadah konsultasi untuk isu keamanan Eropa, untuk menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada dalam prinsip Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mempromosikan demokrasi, haksasi manusia dan hukum internaisonal. 18 Bersamaan dengan selesainya reformasi militer pertamanya, dikepemimpinan Presiden Leonid Kuchma, NATO pertama kali menjalin hubungan kerjasama dibidang pertahanan dengan Ukraina melalui program Partnership for Peace (PfP) pada tahun 1994.19 Dengan PfP, NATO menginginkan Ukraina menjadi negara aliansi dan partisipan. PfP tersebut juga pintu gerbang bagi Ukraina untuk mendapatkan keanggotaan resmi di NATO. Kerjasama dalam kerangka PfP tidak hanya dalam bidang pertahanan melainkan juga dalam bidang politik. Melalui Euro-Atlantic Partnership Council (EAPC) yang dibentuk pada tahun 1997, NATO memberikan kesempatan bagi negaranegara yang tergabung dalam PfP untuk mengembangkan hubungan politik secara individual maupun kelompok aliansi berdasarkan prinsip self-differenciation.2021 Dengan begitu, negara-negara partisipan dapat mengembangkan militernya lebih jauh lagi sehingga dapat menyesuaikan dengan persyaratan keanggotaan NATO. PfP di atas adalah salah satu instrument dimana NATO melakukan open door policy, yang memperluas wilayah keanggotaan NATO. Open door policy tersebut diambil dari pasal 10 Perjanjian Washington.22 Doktrin pertahanan Ukraina dirumuskan kembali pada tahun 2004, di bawah rezim Presiden Viktor Yushchenko. Doktrin pertahanan pada rezim Presiden Yushchenko menyatakan bahwa Ukraina berfokus pada keanggotaan NATO di masa mendatang.23 Kemudian berlanjut disertai dengan pergantian presiden di Ukraina pada tahun 2010. Presiden Yushchenko digantikan dengan Presiden Yanukovych. Kebijakan luar negeri yang dicetuskan oleh Presiden Yanukovych berubah termasuk komitmennya untuk tetap mengarah pada Barat.24 Hal tersebut juga terefleksikan dalam doktrin pertahanan Ukraina tahun 2012 yang memuat kebijakan non - blok sehingga kebijakan dan doktrin pertahanan Ukraina pun tidak menyinggung atas integrasi dengan NATO dan Uni Eropa. Ditambah lagi dengan adanya penolakan yang dilakukan oleh Presiden 17
Khairunnisa, “Politik Luar Negeri Rusia Terhadap Perluasan Keanggotaan NATO di Eropa Timur Tahun 2002-2010”, hal 15. 18 Ibid, hal 16. 19 North Atlantic Treaty Organization, “NATO-Ukraine Relations: Background”. 20 Hendra, “Penolakan Rusia Terhadap NATO’s Open Door Policy Atas Ukraina.” Tesis Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, 2009, hal 17. 21 Maksud istilah self-differenciation adalah setiap partner bebas untuk menentukan elemenelemen yang sesuai dengan prioritas dan lingkup nasionalnya dalam kerjasama yang akan dikembangkan. (Hendra, “Penolakan Rusia Terhadap NATO’s Open Door Policy Atas Ukraina”, hal 17.) 22 North Atlantic Treaty Organization, “The North Atlantic Treaty”. 23 Razumkov Centre, “Almanac on Security Sector Governance in Ukraine 2012: New Military Doctrine: Principles of Ukraine’s Military Policy in the Condition of a Non – Bloc Status”, hal 51. 24 Olexiy Haran dan Maria Zolkina, “Ukraine’s Long Road to European Integration”. 4
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Yanukovych atas penandatanganan AA (Association Agreement) yang kemudian memicu terjadinya peristiwa Euromaidan. Euromaidan adalah peristiwa dimana terjadinya demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Ukraina pro-Barat yang menuntut Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa.25 Euromaidan berakhir dengan larinya Presiden Yanukovych ke Rusia yang menyebabkan kekosongan kepemimpinan di Ukraina. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Rusia untuk mulai melakukan aneksasi terhadap Krimea. 26 Krisis Krimea dilakukan oleh Rusia pada 28 Februari 2014 dengan serangan awal Rusia melalui Perekop Istmus di Ukraina bagian Timur. 27 Dan dengan cepat teraneksasi dengan adanya referendum pada Maret 2014.28 Adanya krisis Krimea ini dikarenakan pasifnya doktrin pertahanan Ukraina yang mengadopsi status non - blok sehingga militer Ukraina dalam menangani krisis ini tidak bekerja dengan optimal. Teraneksasinya Krimea oleh Rusia juga memicu perkembangan dan perubahan doktrin pertahanan Ukraina, melangsir isi dari doktrin pertahanan sebelumnya dimana Ukraina melibatkan NATO dan Uni Eropa.
Doktrin Pertahanan Ukraina Pra Krisis Krimea 2014 Melalui dekrit Presiden no. 390 tahun 2012, dibawah rezim Yanukovych, Ukraina mencetuskan doktrin pertahanan pada tahun 2012, yang salah satunya menyatakan: Military doctrine is based on an analysis of the military political situation, forecast its development, defense sufficiency principles and the policy of non – alignment, terlihat jelas bahwa Presiden Yanukovych menempatkan Ukraina dalam status non - blok dan tidak berpihak pada siapapun. 29 Selain itu juga Ukraina dapat menjalin kerjasama tanpa keterikatan dari satu pihak. Kemudian disampaikan juga dalam doktrin militer tersebut tujuan dari penggunaan militer Ukraina di dalam status non - blok. In the event of armed aggression - forcing the aggressor to abandon further use of military force with full restoration of the territorial integrity and sovereignty of Ukraine, as well as guarantees on redress; in the event of armed conflict - an agreement between the parties to the conflict to waive the requirements violated constitutional order and territorial integrity of Ukraine from further use of military force, as well as the disarmament of illegal paramilitary or armed groups. Kemudian, dilanjutkan dengan pernyataan berikutnya: While the use of military force of Ukraine is guided by the following principles: non – use of military force first; the adequacy of the use of military force scale armed aggression (armed conflict); respect for international law. 25
Ibid,. Alexander Kratochvil & Carmen Scheide, “Euromaidan: Chronology of Events”, Center for Governance and Culture in Europe, 2013, dalam Carmen Scheide dan Ulrich Schmid, “The EuroMaidan in Ukraine November 2013 till February 2014”, hal 54. 27 Anton Bleber, “Crimea and Russian-Ukrainian Conflict”, hal 41. 28 Mega Chintia Gunadi, “Upaya Ukraina Menghadapi Rusia Atas Aneksasi Semenanjung Krimea Tahun 2014”, hal 7. 29 Ministry of Defence of Ukraine, “Science and Defence”, hal 4. 26
5
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Ukraine does not terminate attempts to solve the military conflict by political and diplomatic and other tools. Dari kedua bagian dari doktrin pertahanan 2012, dapat dilihat bahwa Ukraina sudah mempunyai pondasi yang cukup untuk menolak agresi yang berkelanjutan dalam menjaga wilayah kedaulatannya dengan menyertakan penggunaan militernya. Ukraina juga menyertakan penggunaan diplomasi dalam menyelesaikan konflik internal yang meliputi pengadaan perjanjian antara negara yang terlibat dalam konflik. Dengan begitu, menyesuai pada pernyataan kedua diatas yang bermaksud tidak terlebih dahulu menggunakan militer dalam menyelesaikan masalah. Di sisi lain, status non - blok ini kemudian tidak dapat sepenuhnya dapat mengeluarkan potensi militer yang dimiliki Ukraina karena bersifat defensif. Hal ini ditunjukkan melalui pernyataan sebagai berikut: “…. defense sufficient to deter other states from the use of military force against Ukraine….”. Terdapat kata deter yang merujuk pada kata deterrence yang berarti doktrin pertahanan Ukraina status non - blok ini mendorong Ukraina untuk melakukan deterrence atau penggertakan. Pada faktanya, sampai pada rezim Yanukovych pada tahun 2012, Ukraina hanya memiliki 139.000 personil militer.30 Alokasi anggaran dana Ukraina untuk pertahanannya hanya 14 milliar UAH, tidak lebih dari 1%.31 Pada akhir 2013, total personil Ukraina mengalami pengurangan dalam rangka mewujudkan Strategic Defence Bulletin of Ukraine.32 Pada 2012 mencapai 184, kemudian mengalami pengurangan menjadi 120.900 personil militer. 33 Melihat dari jumlah total personil militer yang aktif, Ukraina belum mampu untuk melakukan penggertakan terhadap militer negara lain, terutama negara Rusia, dengan jumlah total personil militer aktifnya sebanyak 845.000. Pada 19 Maret 2014, di tengah terjadinya krisis Krimea, Ukraina hanya memiliki sekitar 130.000 personil militer, itu pun tidak sepenuhnya aktif. 34 Dengan status non - blok yang diadopsi, tidak menghentikan Ukraina dalam menjalin kerjasama dengan NATO maupun Rusia. Presiden Yanukovych mendekatkan Ukraina dengan Rusia melalui kerjasama melalui industri militer yang diharapkan intensi untuk menganeksasi Krimea dapat hilang. Melihat adanya kerjasama dengan Rusia tersebut, terdapat pernyataan yang berbunyi bahwa: Ukraine does not consider any state (coalition of states) its military enemy, but recognize a potential military enemy state (coalition of states), actions or intentions which have signs of threats to use military force against Ukraine. Hal tersebut membuktikan bahwa Ukraina tidak menganggap negara lain sebagai musuh. Namun, akan menganggap demikian jika suatu negara, tidak terkecuali negara aliansi, berpotensi sebagai ancaman yang menganggu keamanan 30
Ministry of Defense of Ukraine, “History”. Ministry of Defence, “The White Book 2013: Armed Forces of Ukraine”, hal 5. 32 Strategic Defence Bulletin adalah program reformasi militer Ukraina dengan meningkatkan efisiensi dari personil militernya. (Razumkov Centre, “Almanac on Security Sector Governance in Ukraine 2012: New Military Doctrine: Principles of Ukraine’s Military Policy in the Condition of a Non – Bloc Status”, hal 35.) 33 Op.Cit, hal 11. 34 Carol Morello dan Kathy Lally, “Ukraine Says It Is Preparing to Leave Crimea”. 31
6
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
nasional Ukraina. Seperti pada halnya Rusia yang berhubungan dekat dengan Ukraina direzim Yanukovych namun justru berpotensi sebagai ancaman dengan melancarkan aneksasi di tengah kekosongan dalam pemerintahan Ukraina. Kekosongan pemerintahan Ukraina tersebut diambil alih sementara oleh kelompok nasionalis yang didukung dan didanai oleh Barat.35 Dalam doktrin pertahanan tersebut juga terdapat istilah military-political situation (MPS). Lebih spesifik, MPS merupakan kategori dari military political relations. Military-political relations ini merupakan intensi dan aksi dari pihakpihak seperti negara, negara koalisi dan kelompok separatis, untuk mencapai kepentingan masing-masing dengan menggunakan seluruh instrument yang ada, termasuk pasukan militer, unsur politik dan unsur ekonomi. Hal tersebut disampaikan dalam pasal 5 doktrin pertahanan Ukraina tahun 2012.36 Jika intensi dan aksi dari suatu pihak dalam military-political relations mengancam kepentingan nasional, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai militarypolitical risk. Kemudian jika intensi dan aksi suatu pihak dalam military-political relations mengabaikan kepentingan nasional Ukraina, maka hal tersebut dikategorikan sebagai military-political challenge.37 Dalam kasus krisis Krimea ini, Rusia telah menunjukkan bahwa kesiapan dan kekuatan militernya sudah bukan hanya mengabaikan, namun juga mengancamn kepentingan nasional Ukraina. Hal tersebut dibuktikan dengan siapnya militer Rusia dalam melakukan aneksasi pertama kali pada Februari 2014. Dengan begitu, momentum tersebut dapat dikategorikan sebagai military-political risk.
Proses Perubahan Doktrin Pertahanan Ukraina Pada 28 Februari 2014, Rusia melancarkan rencana aneksasinya terhadap Ukraina melalui jalur militer. Aneksasi tersebut didukung oleh pasukan selfdefence yang masuk ke wilayah Ukraina melalui Perekop Istmus di Ukraina bagian Timur. Pasukan tersebutlah yang juga membantu kelompok separatis Rusia di Krimea untuk mengambil alih Krimea dari Ukraina. 38 Aneksasi tersebut merupakan aneksasi yang terencana karena melibatkan pasukan terlatih dan dilakukan secara professional sehingga Krimea hanya dalam waktu satu bulan sudah teraneksasi oleh Rusia. Terdapat tiga alasan mengapa Krimea dengan cepat teraneksasi oleh Rusia. Pertama, angkatan laut Rusia secara legal sudah berada di markas militer Rusia Sevastopol, siap posisi dan siap menyerang pasukan Ukraina. Kedua, dekatnya jarak lokasi-lokasi penting di Krimea, seperti bandara Simferopol, yang memudahkan Rusia untuk mengirimkan pasukannya melalui bandara tersebut. Ketiga, perintah dari Kyiv kepada pasukan Ukraina yang ada di Krimea untuk tidak menentang dan menyerahkan 190 senjata dan instalasi militernya yang mana menyebabkan 20.000 pasukan Ukraina menyerah tanpa
35
Anton Bleber, “Crimea and Russian-Ukrainian Conflict”, hal 40. Razumkov Centre, “Almanac on Security Sector Governance in Ukraine 2012: New Military Doctrine: Principles of Ukraine’s Military Policy in the Condition of a Non – Bloc Status”, hal 54. 37 Loc.Cit. 38 Anton Bleber, “Crimea and Russian-Ukrainian Conflict”, hal 41. 36
7
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
perlawanan. 39 Dengan adanya krisis Krimea ini, sudah jelas membuktikan bahwa Rusia merupakan negara yang mengancam keamanan nasional dan kedaulatan wilayah Ukraina. Doktrin pertahanan Ukraina ini juga tidak cukup efisien untuk membantu Ukraina dalam menangani permasalahan di sektor pertahanan dan keamanannya dikarenakan kepasifan yang menganggap negara lain bukanlah ancaman. Setelah terjadinya krisis Krimea, Ukraina setuju untuk mencabut status non - bloknya. Dari hasil voting yang dilakukan Parlemen, sebanyak 303 suara setuju untuk mencabut status non - blok tersebut.40 Di sisi lain, melalui hasil referendum yang menyatakan sebanyak 96,7% masyarakat Krimea setuju untuk Krimea berpisah dengan Ukraina dan bergabung dengan Federasi Rusia. 41 Tanpa terlepas dari itu, Ukraina mencari cara agar tindakan yang dilakukan terhadap kedaulatan Ukraina dapat ditindaklanjuti. Keadaan Ukraina yang masih dalam perkembangan tidak memungkinkan untuk melawan Rusia secara langsung. Untuk itu, Ukraina mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengawasi kasus aneksasi Krimea dengan tujuan untuk mengulur waktu agar Ukraina dapat mencari bantuan internasional. 42 Ukraina berniat untuk melakukan proses sekuritisasi, yang berawal dari adanya ancaman yang berasal dari negara Rusia. Pertama, Ukraina melakukan speech act. Speech act adalah penyeruan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap suatu isu. Dalam hal ini, Ukraina menyerukan bahwa krisis Krimea disebabkan oleh Rusia dan Rusia adalah negara yang berbahaya. Hal tersebut disampaikan Ukraina melalui beberapa forum atau acara internasional seperti pemilihan Presiden Majelis Umum PBB. Dalam acara tersebut Ukraina menegaskan bahwa Rusia telah melakukan agresi terbuka tanpa alasan yang jelas. Adanya keterlibatan militer dalam agresi tersebut pun turut menjadi senjata Ukraina menegaskan kepada dunia internasional melalui acara tersebut. Akibat dari agresi tersebut kemudian disebutkan bahwa sepanjang 44.000 km2 dari tanah Ukraina di wilayah Donbas dan Krimea terambil oleh Rusia.43 Tidak hanya itu, Ukraina juga mengalami kerugian karena fasilitasfasilitas militer Ukraina yang terenggut dan hilangnya hak demokrasi rakyat Ukraina di Krimea. Penyeruan terus dilakukan. Pada Agustus 2014, dalam sebuah konferensi pers, Ukraina menampilkan penangkapan terhadap 10 parasutis Rusia yang tertangkap 30 km dari perbatasan wilayah Ukraina. Ukraina meyakinkan dunia internasional bahwa sudah terdapat sekitar 1.000 pasukan Rusia yang masuk ke Ukraina secara ilegal. 44 Kemudian juga dalam forum pertemuan G20, Ukraina mendorong kepada negara-negara G20 agar memberikan respon yang jelas dan tidak mentoleransi atas apa yang telah dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina sehingga melanggar isi dari piagam PBB tentang kedaulatan negara dan perjanjian Minsk. 45 39
Loc.Cit. Steven Pifer, “Ukraine Overturns Its Non – Bloc Status. What Next With NATO?”. 41 Mega Chintia Gunadi, hal 7. 42 Ibid, hal 8. 43 Bussiness Ukraine, “Ukrainian Leader at UN: Poroshenko Slams Putin’s Hybrid War, Calls for International Unity Against Russia”. 44 Foreign Policy News, “Poroshenko Calls On UN Security Council to Condemn Russian Invasion of Ukraine”. 45 Ukrinform, “Ukrainian World Congress Calls On G20 to Condemn Russia’s Actions in Ukraine”. 40
8
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Penyeruan tersebut berhasil dan kemudian menuai simpati dari salah satu negara besar di dunia internasional, yaitu AS. Presiden Barrack Obama menyatakan bahwa: “Setiap pelanggaran terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina akan sangat memperburuk suasana, hal yang tentu tidak diinginkan baik oleh Ukraina, Rusia atau Eropa. Ini memcerminkan gangguan besar yang harus disikapi oleh orang-orang Ukraina. Ini adalah pelanggaran atas komitmen Rusia untuk menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan perbatasan Ukraina, serta hukum internasional. Amerika Serikat akan berdiri bersama komunitas internasional untuk menjamin bahwa akan ada konsekuensi terhadap tiap intervensi di Ukraina.”46 Dengan pidatonya, AS menyatakan bahwa Rusia telah melanggar komitmennya sendiri untuk menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan perbatasan wilayah Ukraina, serta hukum internasional. AS dan komunitas internasional pun menjamin bahwa akan ada pembalasan terhadap intervensi di Ukraina. Tidak hanya AS, NATO pun juga merespon terhadap aneksasi yang dilakukan oleh Rusia dalam pertemuan NATO di Wales pada September 2014. 47 Pertemuan tersebut membuat pernyataan yang membuktikan bahwa komunitas internasional termasuk NATO berada dipihak Ukraina. pernyataan tersebut adalah sebagai berikut. We do not and will not recognise Russia‟s illegal and illegitimate „annexation‟ of Crimea. We demand that Russia comply with international law and its international obligations and responsibilities; end its illegitimate occupation of Crimea; refrain from aggressive actions against Ukraine;… .48 Sampai titik ini, dapat diketahui bahwa speech act dari sekuritisasi dilakukan oleh Ukraina. Ukraina disini kemudian dapat dianggap sebagai securitizing actor. Securitizing actor adalah aktor yang melakukan speech act kepada apa yang disebut audience dalam proses sekuritisasi. Audience adalah publik, dalam hal ini adalah dunia internasional termasuk NATO dan Uni Eropa, dimana audience ini dapat membenarkan atau menyalahkan speech act yang dilakukan oleh securitizing actor. Kemudian, terdapat referent object yaitu objek yang menjadi target speech act. Dengan speech act, dapat diketahui status dari referent object tersebut apakah kemudian membahayakan atau tidak. Terlebih lagi, sebuah target berhasil dianggap referent object ketika target dari speech act tersebut sudah mempengaruhi stabilitas keamanan dunia internasional. Ukuran dari besar atau kecilnya pengaruh yang diberikan oleh suatu target menentukan seberapa berhasilnya dapat dianggap sebagai referent object.49 Pada dasarnya, aktor dari referent object haruslah tetap ada. Hal ini ditujukan agar proses sekuritisasi tetap berjalan. Dalam kata lain, Rusia sebagai referent object harus tetap bertahan pada posisinya sebagai ancaman. Dalam hal ini, Rusia tetap pada komitmennya yang menganggap bahwa intervensi tersebut merupakan aksi dalam usaha untuk memberikan perlindungan terhadap rakyat 46
Mega Chintia Gunadi, hal 9. Foreign Policy News, Poroshenko Calls On UN Security Council to Condemn Russian Invasion of Ukraine”. 48 Euromaidan Press, “3-5 September 2014 NATO Summit in Wales Declaration: Excerpts on Ukraine”. 49 Barry Buzan et. al., Security: A New Framework for Analysis, hal 36. 47
9
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Rusia yang menjadi kaum minoritas di Krimea. 50 Tidak hanya itu, terdapat alasan mengapa Rusia tetap mempertahankan komitmennya tersebut. Rusia memiliki keinginan untuk membangun pengaruh kepada negara-negara bekas Uni Soviet, sehingga dengan begitu Rusia dapat memiliki kejayaan seperti kejayaan Uni Soviet dahulu. Di bawah kepemimpinan Putin, Rusia menginginkan adanya integrasi ekonomi dan politik dengan negara-negara eks Uni Soviet melalui pembentukan bea cukai dengan Belarusia dan Kazakhstan. Terlebih lagi, Rusia juga mempunyai niat untuk membentuk kesatuan Uni Eurasia, dimana Uni Eurasia tersebut merupakan replika dari Uni Eropa. Hal tersebut tentunya dilakukan untuk menyaingi kekuatan ekonomi Uni Eropa. Beberapa negara seperti Armenia, Kyrgyzstan, dan Tajikstan telah berintensi untuk bergabung sedangkan sudah terdapat Belarusia dan Kazakhstan yang telah menandatangani perjanjian tersebut. Dengan demikian, posisi Rusia tidak dapat tergantikan untuk menjadi referent object karena bukti-bukti ril tersebut sehingga proses sekuritisasi yang dilakukan oleh Ukraina mendapatkan perhatian dari komunitas internasional. Sekuritisasi berhasil dilakukan oleh Ukraina melalui penyeruan oleh pemimpinnya, Presiden Poroshenko, kepada pemimpin negara lain karena dunia internasional sudah memberikan perhatian terhadap krisis Krimea. Respon-respon kemudian tidak hanya berupa mediasi atau perwakilan diplomasi dalam menemukan solusi di antara kedua pihak, namun juga pengiriman pasukan, senjata dan logistic terhadap pasukan militer Ukraina. Tidak terkecuali NATO dan Uni Eropa, yang secara dominan memberikan bantuan militer kepada Ukraina. NATO dan Uni Eropa termasuk pada functional actor, dimana aktor ini berasal dari audience yang karena pemberian respon positif terhadap Ukraina dalam krisis Krimea. NATO dan Uni Eropa dapat dianggap sebagai functional actor karena telah berhasil mempengaruhi Ukraina dalam membuat kebijakan. Kebijakan Ukraina setelah melihat aneksasi yang dilakukan Rusia semakin mengarah kepada NATO dan Uni Eropa. Hal tersebut disebabkan karena NATO juga memberikan wacana keanggotaan kepada Ukraina melalui open door policy-nya sehingga mempengaruhi dinamika kebijakan Ukraina.
Doktrin Pertahanan Ukraina Pasca Krisis Krimea 2014 Keberhasilan sekuritisasi yang dilakukan oleh Ukraina kemudian membuka jalan untuk Ukraina sendiri dalam merumuskan kembali doktrin pertahanannya. Pada kepemimpinan Presiden Poroshenko, status Rusia sebagai ancaman karena telah mengambil alih Krimea mendorong Ukraina untuk mengubah arah kebijakannya, termasuk doktrin pertahanannya. Doktrin pertahanan Ukraina yang dirumuskan pada rezim Poroshenko melalui Dekrit Presiden No. 555 tahun 2015 kemudian mengesahkan perumusan doktrin pertahanan Ukraina untuk diaplikasikan disetiap perumusan kebijakan Ukraina. Perumusan doktrin pertahanan Ukraina tahun 2015 juga tidak luput dari keterkaitan NATO dan integrasi Uni Eropa.
50
Indriana Kartini, “Aneksasi Rusia di Krimea dan Konsekuensi Bagi Ukraina”, hal 37. 10
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Doktrin pertahanan yang dicetuskan oleh Presiden Poroshenko kemudian memuat pernyataan sebagai berikut. The main provisions of the Military Doctrine are derived from the National Security Strategy of Ukraine develop its position in areas of military security and to resist aggression by the Russian Federation, Ukraine fulfills the criteria required for membership in the European Union and NATO, … .51 Dalam doktrin pertahanan tersebut, NATO dan Uni Eropa adalah salah satu dari prioritas utama Ukraina untuk masa depannya yang lebih baik. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Pertahanan Ukraina, Stephan Poltorak, dimana Poltorak juga mendefinisikan dalam doktrin pertahanan tersebut bahwa Rusia merupakan ancaman utama bagi keamanan Ukraina. 52 Dengan adanya prioritas tersebut, Ukraina tentu saja berkesempatan membangun kerjasama yang lebih mendalam dengan Barat, khususnya dalam mencapai keanggotaan NATO dan Uni Eropa. Prioritas tersebut juga mengingatkan kepada Ukraina untuk terus mengembangkan militernya sehingga dapat mengantisipasi agresi negara lain, seperti agresi Rusia. Untuk memenuhi persyaratan keanggotaan NATO, Ukraina akan menyatakan untuk lebih berkomitmen dalam melanjutkan reformasi militer yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Dengan reformasi militer, dan program standardisasi yang diberikan oleh NATO, diharapkan Ukraina dapat meningkatkan kualitas militerya sehingga mencapai syarat minimum keanggotaan NATO.53 Tidak terlepas dari pengembangan militernya, doktrin pertahanan Ukraina pasal 51 kemudian menyatakan bahwa. Armed Forces of Ukraine involved in the implementation of measures of the legal regime of martial law and state of emergency, combating terrorism and piracy, strengthening of the state border of Ukraine, Ukraine's sovereign rights in its exclusive (maritime) economic zone and continental shelf of Ukraine and … . Dalam pasal 51 tersebut, Ukraina juga menyatakan intensinya untuk terus terlibat dalam operasi pemberantasan terorisme di Eropa maupun di dunia, peningkatan keamanan batas wilayahnya, penguatan hak atas zone eksklusif ekonomi, dan ancaman-ancaman baik dalam lingkup domestic maupun internasional, serta keseriusan dalam mengikuti program-program kerjasama militer dilingkup internasional, salah satunya adalah operasi gabungan dengan negara aliansi NATO. Setiap perubahan dalam suatu elemen tentu saja terdapat faktor yang menyebabkan perubahan tersebut terjadi. Termasuk pada perubahan doktrin pertahanan Ukraina tahun 2015 ini. Karena faktor-faktor tersebut lah Ukraina berani mengambil keputusan untuk segera mencabut status non - blok. Dengan doktrin pertahanan barunya, Ukraina terdorong untuk lebih aktif dalam meningkatkan kualitas setiap bagian dari unsur militernya. Walaupun di sisi lain, reformasi sedang dilakukan dengan cara memangkan jumlah dari personil militernya sendiri. Faktor-faktor yang diambil dari karya Barry R. Posen dari
51
Verkhovna Rada of Ukraine, “Указ, Доктрина від 24.09.2015 № 555/2015”. Sputniknews, “NATO Took Part in Creating Ukraine’s Doctrine Labelling Russia as Enemy”. 53 Op.Cit. 52
11
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
bukunya yang berjudul The Source of Military Doctrine: France, Britain, and Germany Between The World Wars diantaranya adalah sebagai berikut.54 Faktor pertama adalah tujuan. Pada awal rezim Yanukovych, doktrin pertahanan Ukraina mempunyai tujuan untuk memberikan posisi netral bagi Ukraina, sehingga Ukraina menjadi lebih mandiri dengan sifat abu-abunya. Posisi netral tersebut tidak cukup kuat untuk mendeteksi adanya ancaman dari negara lain. Kemudian, perubahan doktrin pertahanan mengubah posisi Ukraina menjadi lebih dekat kepada NATO dan Uni Eropa. Status non – blok dapat dikatakan sebagai pembuka jalan bagi Ukraina untuk mengeratkan kembali hubungan dengan Rusia. Namun di sisi lain juga memunculkan niat untuk menarik Ukraina dalam kendali Rusia. Tentu saja dengan keterkaitan NATO dan Uni Eropa dalam kebijakannya, Rusia akan mengalami kebakaran jenggot jika Ukraina mencabut status non – bloknya. Ukraina merupakan salah satu jalur ekspor energi Rusia menuju Eropa, namun di sisi lain terdapat ketergantungan impor gas sebesar 80% sebagai pengingat jika Ukraina mencabut status non – bloknya.55 Untuk lebih menciptakan kerjasama yang lebih harmonis antara kedua negara, Rusia memberikan kompensasi untuk memberikan diskon terhadap ekspor gasnya ke Ukraina jika Ukraina mengurungkan niat untuk berintegrasi dengan Eropa dan bergabung dengan Custom Union CIS bersama Belarus, Kazakhstan, dan Rusia.56 Namun dalam forum internasional level tinggi antara NATO dan Institusi Kebijakan Dunia yang membahas Ukraine’s Non-Bloc Policy in the European Context pada 12 September di Kyiv menyatakan bahwa status non – blok tidak cukup kuat untuk mendukung pertahanan Ukraina. 57 Beberapa ahli dalam forum tersebut juga menyarankan agar Ukraina mempromosikan keaktifan daripada kepasifan dari doktrin pertahanan non – bloknya. Terlebih lagi status non – blok tersebut dianggap hanya sebatas kebijakan sementara saja karena negara di Eropa pun tidak menyarankan untuk abu-abu dalam permasalahan keamanan. 58 Peristiwa krisis Krimea membuat Ukraina membuka mata akan tujuan sebenarnya dalam perumusan doktrin pertahanannya. Status non – blok pun telah terasa mempunyai efektivitas yang lemah karena telah menyebabkan Rusia masuk dengan mudahnya ke dalam batas wilayah kedaulatan Ukraina, bahkan memberikan kesempatan Rusia untuk menganeksasi Krimea. Alih-alih Yanukovych menginginkan kedekatan dengan Rusia yang lebih intens namun dengan terjadinya peristiwa Krimea di tahun 2014 membuat tujuan dari status non – blok blur. Ketika tujuan sudah blur, seperti pada kasus ini Rusia sudah berubah menjadi ancaman bagi Ukraina daripada menjadi partner kerjasama, maka validitas dari tujuan tersebut sudah diragukan. Tujuan untuk terus bekerjasama dengan Rusia tidak lagi rasional, tidak ada keuntungan yang murni dan penuh dari kerjasama dengan negara agresor. Dengan begini, dikepemimpinan yang baru bersama Presiden Poroshenko, Ukraina harus membuat doktrin pertahanan baru dengan tujuan baru, yaitu pemenuhan syarat keanggotaan NATO dan integrase ke 54
Barry R. Posen, “The Source of Military Doctrine: France, Britain, and Germany Between The World Wars, hal 43. 55 Steven Woehrel, “Ukraine: Current Issues and U.S Policy”, 2011, hal 8. 56 Taraz Kuzio, “Ukraine’s Relations with the West since the Orange Revolution”, hal 13. 57 North Atlantic Treaty Organization, “High-level International Forum Focuses on Ukraine’s Non – Bloc Policy”. 58 Ibid,. 12
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Uni Eropa. Rusia sudah tidak memungkinkan untuk menjadi partner kerjasama yang baik untuk Ukraina sehingga dengan pertimbangan tersebut Ukraina menjadi Rusia sebagai ancaman nomor satu di kebijakan pertahanannya. Kerjasama dengan NATO dan Uni Eropa adalah pilihan terbaik mengingat NATO memiliki prinsip keamanan kolektif yang dapat melindungi Ukraina dari agresi negara lain. Disamping itu, Uni Eropa juga dapat membantu meningkatkan kestabilan ekonomi Ukraina. Perjanjian free trading Uni Eropa DCFTA dapat membantu perekonomian Ukraina terutama dalam sektor investasi asingnya.59 Keamanan kolektif dan DCFTA tersebut dapat menjadi rasionalitas karena menguntungkan Ukraina dalam segi keamanan dan ekonomi, begitu juga dengan Uni Eropa dan NATO. Faktor kedua adalah dari sisi individu yakni pengaruh dari adanya intensi dari Yanukovych dan Poroshenko sendiri. Secara filosofis, Yanukovych sudah tidak berniat untuk mendukung adanya kerjasama antara Ukraina dengan Barat sejak masih menjadi Perdana Menteri dikepemimpinan Yushchenko pada tahun 2010. Namun ekspresi ketidakselarasan dengan adanya kerjasama dengan pihak Barat baru ditunjukkan ketika ia terpilih menjadi Presiden Ukraina pada tahun 2010 ketika parlemen Ukraina menjatuhkan harapan Ukraina untuk keanggotaan NATO.60 Momen ketika Yanukovych melarikan diri karena protes Euromaidan membuat prinsip kebijakan luar negerinya, termasuk doktrin pertahanannya, mengalami kegoyahan. Sehingga dengan adanya krisis Krimea, hasil dari status non – blok Ukraina pun diyakini tidak dapat menjamin masa depan Ukraina. Yanukovych pun juga mempengaruhi pencapaian tujuan dari Ukraina itu sendiri, dimana dikarenakan adanya kekerasan terhadap demonstran Euromaidan ia sudah dianggap sebagai pemimpin yang otoriter. Seorang pemimpin otoriter tentu saja tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Presiden Poroshenko menjadi saksi atas aneksasi Krimea yang disebabkan kegoyahan dari ketegasan kebijakan Ukraina. Krisis Krimea membuat Ukraina menjatuhkan status non – bloknya yang kemudian Rusia menyatakan akan menganggap Ukraina sebagai ancaman keamanan nasional Rusia.61 Hal tersebut sudah membuat hubungan Presiden Poroshenko dengan otoritas Rusia memburuk yang kemudian akan berefek pada hubungan kedua negara. Poroshenko percaya bahwa keberpihakan dengan NATO dapat membantu Ukraina untuk mengatasi pemberontak di timur Ukraina. Hubungan dengan NATO pun mulai dijalin dengan baik kembali setelah terganggu selama rezim Yanukovych melalui penggelaran latihan militer gabungan Rapid Trident pada September 2014.62 Dengan hubungan kerjasama yang kembali erat antara NATO dan Ukraina dengan partisipasinya dalam latihan militer gabungan dan operasi militer gabungan seperti salah satunya ISAF, hal tersebut akan memantapkan tujuan dari doktrin pertahanan Ukraina. Faktor ketiga adalah situasi lingkungan yang pada saat itu krisis Krimea sedang terjadi. Pada saat mengadopsi status non – blok, keadaan di Ukraina mungkin dapat dikatakan tidak lebih parah sampai terjadinya krisis Krimea. Krisis Krimea kemudian membuat status non – blok tersebut menjadi terlihat lemah dan 59
Steven Woehrel, “Ukraine: Current Issues and U.S. Policy”, 2014, hal 6. Taraz Kuzio, “Ukraine’s Relations with the West since the Orange Revolution”, loc.cit. 61 Mary Chastain, “Ukraine Drops Non – Aligned Status, Open Doors to NATO”. 62 Supreme Headquarters Allied Powers Europe, “Exercise 'Rapid Trident 2014' starts in Ukraine”. 60
13
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
sedikit efeknya pada kebijakan jangka panjang Ukraina. Aktor yang terlibat dalam krisis Krimea pun lebih mendominasi pada aktor pihak Barat yaitu negara aliansi NATO dan Uni Eropa. Aspek pendukung untuk Ukraina dalam faktor lingkungan ini terlihat sangat kuat. Karena selain dominasi aktor Barat, Rusia sebagai aktor agresi yang memiliki ancaman, krisis Krimea pun secara kuat membentuk tujuan dari Ukraina itu sendiri dimana banyaknya dan adanya harapan untuk bergabungan dengan Barat di saat Rusia justru menjadi ancaman dan tidak terlihat sebagai partner kerjasama yang baik untuk masa depan Ukraina. Aspek pendukung tersebut mengurangi blur terjadap pencapaian tujuan Ukraina dari doktrin pertahanannya. Tujuan dari doktrin pertahanannya yang secara garis besar untuk menciptakan anggapan bahwa Rusia adalah ancaman dan untuk mendekatkan hubungan lebih intensif dengan NATO dan Uni Eropa karena adanya harapan masa depan lebih baik untuk pertahanan Ukraina terlihat sudah cukup rasional jika dikaitkan dengan keadaan lingkungan di Ukraina pasca krisis Krimea. Lebih lanjut, doktrin pertahanan yang disahkan oleh Presiden Poroshenko terlihat menjadikan militer Ukraina aktif dalam mengikuti latihan militer gabungan dengan negara aliansi NATO lainnya. Seperti yang telah disebutkan bahwa terdapat beberapa latihan militer gabungan yang dimana Ukraina ikut berpartisipasi dalam latihan militer gabungan tersebut, serta juga terdapat beberapa operasi militer yang mengikutsertakan Ukraina seperti ISAF. Selain itu, Ukraina juga tetap melanjutkan reformasi militernya untuk memenuhi standardisasi militer NATO sebagai persyaratan keanggotaan NATO. Terlihat cukup aktif dalam perkembangan militernya, doktrin pertahanan Ukraina selain dianggap aktif juga dapat dikatakan sebagai doktrin militer yang deterrence karena beberapa latihan militer gabungan seperti Rapid Trident 2014 dilakukan di Ukraina pada saat tensi Ukraina dengan Rusia masih cukup tinggi. Jika dikatakan ofensif Ukraina masih belum memiliki kekuatan yang cukup untuk melumpuhkan militer Rusia di timur Ukraina, di samping gigihnya usaha Ukraina untuk turut aktif dalam latihan gabungan NATO. Posisi geografis Ukraina yang masih tercakup untuk mengaplikasikan keamanan kolektif NATO pun dapat menjadi satu alasan bagi Ukraina untuk mengembangkan deterrence di doktrin pertahanannya. Di satu sisi, latihan militer gabungan dengan NATO tersebut juga digunakan Ukraina sebagai deterrence untuk meredam intensi Rusia dalam melakukan agresi lebih lanjut. Deterrence secara umum diidentikan dengan penggunaan nuklir. Namun dalam hal ini penggunaan nuklir tidak memungkinkan mengingat Ukraina telah menandatangani perjanjian bebas nuklir dengan beberapa negara Barat seperti Inggris, AS, dan Rusia pada tahun 1994.63 Doktrin pertahanan Ukraina juga mengalami inovasi dimana Ukraina berani mengekspresikan ketidaksukaan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia dengan agresinya melalui doktrin pertahanannya. Adanya peluang untuk masuk kekeanggotaan NATO dan integrase ke Uni Eropa secara tidak langsung mendorong Ukraina untuk melakukan inovasi doktrin pertahanannya. Tidak hanya NATO dan Uni Eropa, kekalahan dalam krisis Krimea yang telah merenggut wilayah Krimea dan kekacauan di timur Ukraina juga telah menyadarkan Ukraina akan pentingnya inovasi dalam doktrin pertahanannya. Integrasi juga kemudian 63
Steven Woehrel, “Ukraine: Current Issues and U.S. Policy”, 2014, Op. Cit, hal 11. 14
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
tidak dapat terlaksana jika Presiden Poroshenko tidak membina hubungan baik secara individual dengan negara aliansi, NATO, dan Uni Eropa. Dengan kehadiran Presiden Poroshenko dalam NATO Summit Warsaw 2016 Ukraina dapat memanfaatkan pertemuan tersebut untuk mengekspresikan apa intensi Ukraina di forum tersebut bahkan untuk mengakrabkan Presiden Poroshenko dengan pemimpin negara aliansi lainnya. Overall, pendekatan personal antar pemimpin negara merupakan salah satu hal penting untuk mendukung kedekatan personal negara masing-masing pemimpin.
Kesimpulan Doktrin pertahanan merupakan salah satu aspek penting suatu negara dalam menciptakan pertahanan yang kuat. Doktrin pertahanan yang kuat diciptakan dari refleksi pengalaman dan aspek sejarah suatu negara sehingga masalah yang salam di dalam pertahanan suatu negara tidak terjadi untuk kedua kalinya. Doktrin pertahanan tentu menghasilkan kebijakan luar neger dan pertahanan yang tidak jauh dari prinsip doktrin pertahanannya. Kemudian, doktrin pertahanan khususnya untuk Ukraina dapat mempengaruhi hubungannya dengan negara lain. Proses perubahan doktrin pertahanan Ukraina melalui sekuritisasi yang dilakukan oleh Ukraina yang diantaranya melalui penyeruan atau speech act oleh securitizing actor, yaitu Ukraina, kepada audience yang meliputi dunia internasional, kemudian adanya functional actor yaitu NATO dan Uni Eropa, membenarkan bahwa Rusia sebagai referent object adalah ancaman. Dari situ, krisis Krimea merupakan satu agenda penting yang harus diberikan perhatian sehingga memunculkan solusi yang baik demi masa depan Ukraina. Faktor-faktor yang mempengaruhi doktrin pertahanan tersebut yang meliputi tujuan Ukraina untuk bergabung dengan pihak Barat, faktor individu yaitu Presiden Poroshenko yang melihat bahwa adanya penjaminan masa depan, terutama perkembangan sistem pertahanannya, jika berpihak dengan Barat, dan faktor lingkungan yaitu akibat dari terjadinya krisis Krimea yang menyebabkan Rusia berubah sebagai ancaman. Doktrin pertahanan suatu negara tidak ada yang seluruhnya sempurna. Namun usaha untuk menutupi kekurangan tersebut harus terus dilakukan. Dalam hal ini, perkembangan dan inovasi terhadap doktrin pertahanan terus dilakukan oleh Ukraina untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kembali peristiwa seperti krisis Krimea.
15
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Daftar Pustaka Buku Barry Buzan et. al., Security: A New Framework for Analysis, Lynne Rienner Publishers, London, 1998. Barry R. Posen, The Source of Military Doctrine: France, Britain, and Germany Between The World Wars, Cornell University Press, London, 1984.
Dokumen Buku Putih Ministry of Defence, “The White Book 2013: Armed Forces of Ukraine”, ___, 2014.
Jurnal Anton Bleber, “Crimea and Russian-Ukrainian Conflict”, Romanian Journal of European Affairs, Vol. 15 No.1, 2015. Devindra Ramkas Oktaviano dan Yuli Fachri, “Kepentingan Rusia Me-Aneksasi Semenanjung Krimea Tahun 2014”, Jurnal Transnasional, Vol. 7, No. 1, 2015. Indriana Kartini, “Aneksasi Rusia di Krimea dan Konsekuensi Bagi Ukraina”, Jurnal Penelitian Politik, Vol. 11, No. 2, 2014. Khairunnisa, “Politik Luar Negeri Rusia Terhadap Perluasan Keanggotaan NATO di Eropa Timur Tahun 2002-2010,” eJournal Ilmu Hubungan Internasional, volume 1. No.2, ejournal.hi.fisip-unmul.org, Samarinda, 2013. Ministry of Defence of Ukraine, “Science and Defence”, Quarterly Theoretical and Practical Journal, No. 2, 2012. Taraz Kuzio, “Ukraine’s Relations with the West since the Orange Revolution”, European Security, Vol.1 No.19, 2012.
Artikel Alexander Kratochvil & Carmen Scheide, “Euromaidan: Chronology of Events”, Center for Governance and Culture in Europe, 2013, dalam Carmen Scheide dan Ulrich Schmid, “The EuroMaidan in Ukraine November 2013 till February 2014”, Center for Governance and Culture in Europe, 2014. Mega Chintia Gunadi, “Upaya Ukraina Menghadapi Rusia Atas Aneksasi Semenanjung Krimea Tahun 2014”, Artikel Hubungan Internasional, 2015.
16
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
North Atlantic Treaty Organization, “NATO-Ukraine Relations: Background.” Press & Media Section Media Operations Centre, 2014. Oleg Strekal, “The Ukrainian Military: Instrument for Defense or Domestic Challenge?,” Institute of National Security Studies, Occasional Paper vol. 2, 1994. Razumkov Centre, “Almanac on Security Sector Governance in Ukraine 2012: New Military Doctrine: Principles of Ukraine’s Military Policy in the Condition of a Non – Bloc Status”, Zapovit Publishing House, 2013. Razumkov Centre. “Specificity of Socio-Cultural and Civil Identity Of The Dominant Ethnic Groups In Crimea.” National Security and Defence. No. 1, 2008.
Internet Bussiness Ukraine, “Ukrainian Leader at UN: Poroshenko Slams Putin’s Hybrid War, Calls for International Unity Against Russia”, http://bunews.com.ua/politics/item/ukrainian-leader-at-un-president-poroshenkoslams-putin-s-hybrid-war-and-calls-for-international-unity-against-russia, diakses pada 6 September 2016, pukul 13.30, di Surakarta. Carol Morello dan Kathy Lally, “Ukraine Says It Is Preparing to Leave Crimea,” https://www.washingtonpost.com/world/pro-russian-forces-break-into-ukrainiannaval-base-in-crimea/2014/03/19/2a9c5eaa-af46-11e3-a49e76adc9210f19_story.html, diakses pada 24 Oktober 2016, pukul 10.00, di Surakarta. Euromaidan Press, “3-5 September 2014 NATO Summit in Wales Declaration: Excerpts on Ukraine”, http://euromaidanpress.com/2014/09/05/nato-summit-inwales-declaration-excerpts-on-ukraine/#arvlbdata, diakses pada 7 September 2016, pukul 10.00, di Surakarta. Foreign Policy News, “Poroshenko Calls On UN Security Council to Condemn Russian Invasion of Ukraine”, http://foreignpolicynews.org/2014/08/28/poroshenko-calls-on-un-securitycouncil-to-condemn-russian-invasion-of-ukraine/, diakses pada 6 September 2016, pukul 16.00, di Surakarta. Mary Chastain, “Ukraine Drops Non – Aligned Status, Open Doors to NATO”, http://www.breitbart.com/national-security/2014/12/24/ukraine-drops-nonaligned-status-opens-door-to-nato/, diakses pada 9 September 2016, pukul 2.00, di Surakarta. Ministry of Defense of Ukraine, “History”, http://www.mil.gov.ua/ministry/istoriya.html, diakses pada 15 Juni 2016, pukul 10.40, di Surakarta.
17
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
North Atlantic Treaty Organization, “The North Atlantic Treaty”, http://www.nato.int/cps/en/natolive/official_texts_17120.htm, diakses pada 23 Juni 2016, pukul 9.01, di Surakarta. North Atlantic Treaty Organization, “High-level International Forum Focuses on Ukraine’s Non – Bloc Policy”, http://www.nato.int/cps/en/natohq/news_90806.htm?selectedLocale=en, diakses pada 8 September 2016, pukul 15.30, di Surakarta. Sputniknews, “NATO Took Part in Creating Ukraine’s Doctrine Labelling Russia as Enemy”, https://sputniknews.com/europe/201509261027576334-nato-ukrainedoctrine-russia-enemy/, diakses pada 26 Oktober 2016, pukul 9.40, di Surakarta. Steven Pifer, “Ukraine Overturns Its Non – Bloc Status. What Next With NATO?”, https://www.brookings.edu/opinions/ukraine-overturns-its-non-blocstatus-what-next-with-nato/, diakses pada 6 September 2016, pukul 15.30, di Surakarta. Supreme Headquarters Allied Powers Europe, “Exercise 'Rapid Trident 2014' starts in Ukraine”, http://www.shape.nato.int/exercise-rapid-trident-2014-startsin-ukraine, diakses pada 9 September 2016, pukul 2.30, di Surakarta. Ukrinform, “Ukrainian World Congress Calls On G20 to Condemn Russia’s Actions in Ukraine”, http://www.ukrinform.net/rubric-politics/2077498ukrainian-world-congress-calls-on-g20-to-condemn-russias-actions-inukraine.html, diakses pada 6 September 2016, pukul 22.30, di Surakarta. Verkhovna Rada of Ukraine, “Указ, Доктрина від 24.09.2015 № 555/2015”, http://zakon5.rada.gov.ua/laws/show/555/2015/page, diakses pada 6 September 2016, pukul 14.00, di Surakarta.
Laporan Comission on Security and Cooperation in Europe, “The December 1, 1999: Referendum/Presidential Election in Ukraine”, 1992. Olexiy Haran dan Maria Zolkina, “Ukraine’s Long Road to European Integration”, PONARS Eurasia Policy Memo, No. 311, 2014. Stephen D. Olynyk, “Ukraine as a Post-Cold War Military Power,” Report Documentation, 1997. Steven Woehrel, “Ukraine: Current Issues and U.S Policy”, Congressional Research Service, 2012.
Tesis
18
PERUBAHAN DOKTRIN PERTAHANAN PASCA KRISIS KRIMEA 2014
Hendra, “Penolakan Rusia Terhadap NATO’s Open Door Policy Atas Ukraina.” Tesis Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, 2009.
19