PERTUMBUHAN, LAJU EKSPLOITASI, DAN POLA REKRUTMEN IKAN BARONANG (Siganus canaliculatus Park, 1797) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
WIWI WIDIYAWATI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, dan Pola Rekrutmen Ikan Baronang (Siganus canaliculatus Park, 1797) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2015
Wiwi Widiyawati NIM C24110040
ABSTRAK WIWI WIDIYAWATI. Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, dan Pola Rekrutmen Ikan Baronang (Siganus canaliculatus Park, 1797) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh YONVITNER dan RIDWAN AFFANDI. Ikan baronang merupakan ikan demersal yang menjadi target penangkapan, sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan stok di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan, tingkat eksploitasi, dan pola rekrutmen ikan baronang (Siganus canaliculatus) dari hasil tangkapan nelayan di perairan Kepulauan Seribu. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2014 dan April 2015. Analisis data meliputi pertumbuhan, struktur ukuran, faktor kondisi, mortalitas, laju eksploitasi, dan rekrutmen. Pola pertumbuhan ikan baronang jantan dan total adalah allometrik positif sedangkan ikan baronang betina adalah isometrik. Potensi rekrutmen ikan baronang tinggi dan termasuk ikan yang tumbuh cepat. Laju eksploitasi ikan baronang sudah dalam kondisi buruk dan telah mencapai tahap pemanfaatan berlebih yaitu sebesar 0,820. Kondisi kualitas perairan Kepulauan Seribu masih tergolong baik untuk kehidupan ikan baronang. Pengelolaan diarahkan untuk melindungi stok muda dengan pembatasan musim penangkapan. Kata kunci: Ikan baronang, Kepulauan Seribu, laju eksploitasi, pertumbuhan
ABSTRACT WIWI WIDIYAWATI. The Growth, Exploitation Rate, and Recruitment Pattern of Rabbit Fish (Siganus canaliculatus Park, 1797) in Waters Off The Seribu Island, Jakarta. Supervised by YONVITNER and RIDWAN AFFANDI. Rabbit fish is a demersal fish and it is one of fish target, and that effect to their stock in waters. The aim of this research is to assess the growth, exploitation rate, and recruitment pattern of Siganus canaliculatus in the Seribu Island. This research was conducted from October to December 2014 and April 2015. Data analysis consist of growth, size structure, condition factor, mortality, exploitation rate, and recruitment. The result shown that the growth pattern of male and total rabbit fish is positive allometric while for female rabbit fish is isometric. The potencial recruitment of rabbit fish showed high and also fast growth. Water quality in the Seribu Island has classified good condition to life of rabbit fish. Exploitation rate of rabbit fish shown as bad condition and has achieved overexploitation is 0,820. Management can be directed to protect juvenile stocks with the limitation of fishing season. Keywords: Exploitation rate, growth parameter, rabbit fish, Seribu Island
PERTUMBUHAN, LAJU EKSPLOITASI, DAN POLA REKRUTMEN IKAN BARONANG (Siganus canaliculatus Park, 1797) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
WIWI WIDIYAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia–Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis skripsi yang berjudul Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, dan Pola Rekrutmen Ikan Baronang (Siganus canaliculatus Park, 1797) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1 Allah SWT yang telah memberi nikmat sehat, rezeki, dan segala anugerah kepada saya dan keluarga. 2 Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan bagi Penulis untuk menempuh pendidikan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. 3 Beasiswa PPA/BBM yang telah memberikan bantuan dana pendidikan beberapa semester selama perkuliahan. 4 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) untuk penelitian Pengelolaan Budidaya Udang Vannamei dan Perikanan Baronang Berbasis Masyarakat dalam Rangka Pengembangan Sea Farming di Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Kontrak Nomor: 083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 tanggal 5 Februari 2015 dalam rangka pelaksanaan kegiatan Penelitian Institusi. 5 Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku pembimbing akademik dan Komisi Pendidikan Program S1 Departemen MSP yang telah memberi saran dan pesan selama perkuliahan. 6 Dr Yonvitner, SPi MSi dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. 7 Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku dosen penguji tamu dan Dr Etty Riani, MS selaku perwakilan Komisi Pendidikan Departemen MSP atas saran dan masukan yang sangat berarti. 8 Bapak (Eko Sudiantoro), Ibu (Neneng Rosnani), Adik (Risna Dwi Retno Handayani, Prasetyo Nugroho dan Lustiana Amanda), Kekasih (Mochammad Fernando Khomeni), dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat serta dukungannya selama ini. 9 Sahabat, Tim Penelitian Ikan Baronang (Bang Miftah, Haqqul, Widiana), masyarakat Pulau Pramuka, nelayan P. Panggang (Keluarga Bapak Somad) dan seluruh civitas MSP 48 atas doa, semangat, bantuan dan dukungannya. 10 Seluruh pihak yang bersedia membantu dan memberikan saran dalam penyelesaian skrispsi ini (Yenny N, Nina N, Gama S, Fida, Fani dan Hadiana). Bogor, September 2015 Wiwi Widiyawati
DAFTAR ISI DAFTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix x x x 1 1 1 2 2 2 2 3 4 8 8 16 20 20 20 21 23 25
DAFTAR TABEL 1 Alat dan prosedur pengamatan 2 Parameter fisika kimia perairan sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkaka 3 Perbandingan ukuran panjang Siganus canaliculatus tahun 2005 dan tahun 2015 4 Penduga parameter pertumbuhan Siganus canaliculatus berdasarkan metode ELEFAN 1 5 Mortalitas dan laju eksploitasi Siganus canaliculatus 6 Perbandingan nilai parameter fisika kimia perairan 7 Perbandingan pola pertumbuhan Siganus canaliculatus
3 9 11 14 14 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Lokasi penangkapan Siganus canaliculatus di Kepulauan Seribu Ikan baronang (Siganus canaliculatus) Lokasi stasiun pengamatan fisika kimia perairan Grafik sebaran frekuensi panjang Siganus canaliculatus (a) Tahun 2005 (b) Tahun 2015 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus jantan Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus betina Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus total Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus jantan Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus betina Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus total Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy Siganus canaliculatus Rekrutmen Siganus canaliculatus (a) Tahun 2005 (b) Tahun 2015 Hasil tangkapan Siganus canaliculatus per bulan (a) Tahun 2005 (b) Tahun 2015
2 4 10 10 11 12 12 13 13 13 14 15 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hubungan panjang dan bobot Siganus canaliculatus 2 Pendugaan pertumbuhan dengan metode ELEFAN I . 3 Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi Siganus canaliculatus menggunakan ELEFAN I. 4 Persentasi nilai rekrutmen Siganus canaliculatus berdasarkan metode Recruitment Pattern dalam program FISAT II
23 23 24 25
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan baronang (Siganus canaliculatus) merupakan ikan demersal yang hidup berasosiasi dengan lamun dan terumbu karang. Ikan baronang banyak ditemukan di perairan dangkal, pesisir hingga tubir pantai. Ikan ini tergolong ikan ekonomis penting, sehingga menjadi target tangkapan utama nelayan di sekitar Kepulauan Seribu. Selain itu, ikan ini pun sangat potensial untuk dibudidayakan. Harga jual ikan baronang berkisar antara Rp 35 000, 00 per kg untuk ikan baronang ukuran kecil dan sekitar Rp 40 000, 00-Rp 50 000, 00 per kg untuk ukuran sedang hingga besar. Salah satu daerah penyebaran ikan baronang di Indonesia adalah Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan wilayah perairan yang masih memiliki ekosistem lamun, karang, dan mangrove (Noor 2003). Lokasi utama tangkapan nelayan adalah sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, Karang Congkak, Karang Bongkok, dan Karang Beras. Kawasan ini merupakan daerah yang masih memiliki ekosistem lamun dan kondisi habitat yang cukup baik untuk kehidupan biota air. Beberapa gugusan pulau di Kepulauan Seribu seperti Pulau Pramuka dan Semak Daun sering dijadikan tempat wisata (Purnomo et al. 2013). Banyaknya penduduk dan wisatawan yang datang setiap tahun di Kepulauan Seribu menyebabkan tingginya konsumsi terhadap ikan. Salah satu ikan yang banyak diminati disana adalah ikan baronang. Intensitas eksploitasi, kondisi habitat, dan pertumbuhan ikan mempengaruhi keberadaan stok di perairan. Eksploitasi yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan kelangkaan stok. Stok ikan di suatu perairan laut selalu dinamis karena jumlah penangkapan ikan berubah setiap tahunnya (Susilo 2009). Kecenderungan intensitas penangkapan ikan yang tinggi dikhawatirkan dapat mengganggu kestabilan dan pertumbuhan ikan baronang di Kepulauan Seribu. Pertumbuhan ikan baronang termasuk cepat. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan bahwa umur ikan pendek dan laju kematiannya cukup tinggi (Kembaren dan Nurdin 2013). Penelitian mengenai pertumbuhan dan eksploitasi terhadap ikan baronang di Kepulauan Seribu masih jarang, sehingga perlu dilakukan beberapa kajian untuk menanggapi hal tersebut agar terdapat keseimbangan antara eksploitasi dengan ketersediaan stok di alam. Beberapa aspek biologis yang dikaji dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk pengelolaan stok ikan baronang di wilayah Kepulauan Seribu untuk waktu mendatang.
Perumusan Masalah Jumlah penduduk dan wisatawan yang selalu meningkat di beberapa gugusan pulau di Kepulauan Seribu berdampak terhadap tingginya permintaan dan konsumsi ikan. Ancaman aktivitas tangkapan yang tinggi terhadap ikan baronang akan mempengaruhi ketersediaan ikan tersebut di alam. Aktivitas penangkapan ikan baronang yang dilakukan nelayan seringkali kurang memperhatikan ukuran ikan yang tepat untuk ditangkap, sehingga banyak
2 dilakukan penangkapan dari ukuran kecil (benih) hingga ukuran dewasa (konsumsi). Ancaman tersebut dapat diantisipasi melalui pengelolaan yang rasional terhadap ikan tersebut. Kajian tentang pertumbuhan, laju eksploitasi, dan pola rekrutmen dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk pengelolaan secara berkelanjutan terhadap ikan baronang.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola pertumbuhan, tingkat eksploitasi dan pola rekrutmen ikan baronang (Siganus canaliculatus) dari hasil tangkapan nelayan di perairan Kepulauan Seribu yang berbasis data panjang dan bobot.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan berkelanjutan terhadap ikan baronang (Siganus canaliculatus) dan mengoptimalkan pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun kawasan sekitar, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan serta masyarakat sekitar Kepulauan Seribu .
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di lapang dan laboratorium. Lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan baronang di sekitar Kepulauan Seribu disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Lokasi penangkapan Siganus canaliculatus di Kepulauan Seribu
3 Penelitian di lapang dimulai dengan pengumpulan contoh ikan baronang dari hasil tangkapan nelayan di beberapa gugusan pulau di perairan Kepulauan Seribu, diantaranya Pulau Pramuka, P. Semak Daun, P. Karang Congkak, P. Karang Bongkok, dan P. Karang Beras. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Oktober hingga Desember 2014 dan April 2015. Analisis contoh ikan dilakukan di Laboratorium Biologi Makro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pengumpulan Data Data ikan baronang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan spear gun, jaring, dan bubu. Pengambilan ikan contoh meliputi ikan-ikan yang berukuran kecil, sedang dan besar. Ikan contoh yang diambil berjumlah 30 sampai 50 ekor tergantung kelimpahan ikan setiap pengambilan contoh. Beberapa contoh ikan baronang hasil tangkapan nelayan di Kepulauan Seribu, yakni 3-7 ekor ikan contoh difoto dengan menggunakan kamera digital serta diukur panjang total dan bobot basahnya di lokasi penangkapan. Pengukuran panjang total ikan dimulai dari mulut terdepan hingga ujung ekor terakhir menggunakan penggaris yang memiliki tingkat ketelitian 0,5 mm. Penimbangan bobot total tubuh ikan dengan menggunakan timbangan yang memiliki ketelitian 0,01 gram. Ikan contoh yang belum teramati dikumpulkan dalam cool box dan diawetkan menggunakan es batu untuk dianalisis di laboratorium. Alat dan prosedur pengamatan penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Alat dan prosedur pengamatan No
Data
Alat
Satuan
Prosedur pengamatan
1
Dokumentasi
kamera digital
-
pendokumentasian beberapa ikan contoh
2
Panjang
penggaris
cm
pengukuran panjang ikan dari mulut terdepan hingga ujung ekor terakhir
3
Bobot
gram
Penimbangan bobot tubuh ikan
4
Ikan contoh
timbangan digital cool box
-
penyimpanan ikan dalam cool box yang sudah terisi es batu
Lokasi analisis Kepulauan Seribu (lapang) Lapang dan Laboratorium
Lapang dan Laboratorium Laboratorium
Data dari hasil pengukuran tersebut dicatat dalam data sheet untuk selanjutnya diolah menggunakan Microsoft Excel. Data pendukung lainnya adalah data panjang ikan baronang pada tahun 2005 dan data kualitas air sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkak tahun 2014.
4 Ikan baronang adalah salah satu jenis ikan laut yang termasuk famili Siganidae dan dikenal sebagai biota yang dapat berasosiasi dengan lamun (Gambar 2). Menurut Carpenter dan Niem (2001) taksonomi ikan baronang diklasifikasikan sebagai berikut: Filum Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies Nama umum Nama lokal
: Chordata : Pisces : Teleostei : Perciformes : Siganidae : Siganus : Siganus canaliculatus : baronang : kea-kea (Kep. Seribu), biawas (Jawa Tengah), samadar (Ambon)
Gambar 2 Ikan baronang (Siganus canaliculatus)
Analisis Data Sebaran frekuensi panjang Sebaran frekuensi panjang dapat ditentukan dengan menggunakan data panjang total ikan baronang. Analisis sebaran frekuensi panjang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. 1 Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan dan wilayah data, 2 Membagi wilayah data dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar kelas, 3 Menetukan limit bawah kelas dan kemudian menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas untuk mendapatkan limit atas kelas, 4 Menentukan titik tengah kelas dan frekuensi bagi masing-masing kelas lalu memasukkan data panjang masing-masing ikan contoh ke dalam selang kelas yang ditentukan. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang yang sama akan diplotkan ke dalam sebuah grafik. Sebaran kelas selama pengambilan contoh dapat dilihat pada grafik. Grafik tersebut menggambarkan banyaknya ikan yang tertangkap berdasarkan kelas panjang.
5 Hubungan panjang bobot Model pertumbuhan diasumsikan mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dijadikan analisis yaitu parameter panjang dan bobot. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan baronang maka diperlukan analisis hubungan panjang dan bobot. Rumus persamaan panjang bobot untuk menganalisis hubungan panjang bobot ikan (Effendie 2002). W = aLb
(1)
W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a dan b adalah koefisien pertumbuhan bobot. Berikut nilai a dan b yang diduga dari bentuk persamaan linier di atas sebagai berikut. log W = log a + b log L
(2)
Parameter penduga a dan b diperoleh dengan analisis regresi dengan log W sebagai y dan log L sebagai x, berikut adalah model rancangan persamaan regresi. yi = β0 + β1 xi + εi
(3)
Model observasi dan model dugaan ditentukan dengan bentuk persamaan sebagai berikut. ŷ i =b0 +b1xi
(4)
Konstanta b1 dan b0 diduga dengan. b1 =
1 n
∑ni=1 xi yi - ∑ni=1 xi ∑ni=1 yi 1 n
2
∑ni=1 x2 i - (∑ni=1 xi )
(5)
dan b0 = y̅- b1 x̅
(6)
Nilai a dan b diperoleh melalui hubungan b=b1 dan a=10b0. Hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b (sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) dengan hipotesis. 1. Bila b=3, dikatakan memiliki hubungan isometrik (pola pertumbuhan bobot sebanding pola pertumbuhan panjang) 2. Bila b≠3, dikatakan memiliki hubungan allometrik (pola pertumbuhan bobot tidak sebanding pola pertumbuhan panjang) Pola pertumbuhan allometrik terbagi menjadi dua macam, yaitu allometrik positif (b>3) yang berarti pertumbuhan bobot lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan panjang dan allometrik negatif (b<3) yang berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan bobot. Berikut rumus statistik uji untuk menguji hipotesis tersebut (Walpole 1993).
6 b -3
thitung = | S1 |
(7)
b
Sb adalah galat baku dugaan b1 atau b yang diduga dengan rumus sebagai berikut. Sb =
s2 1 n
2
∑ni=1 x2 i - (∑ni=1 xi )
(8)
Nilai thitung kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya, yaitu jika thitung>ttabel, maka tolak hipotesis nol (H0) dengan pola pertumbuhan allometrik dan jika t hitung
W 105 L3
(9)
Jika pola pertumbuhan ikan adalah allometrik, maka rumus yang digunakan sebagai berikut. W
K = aLb
(10)
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot (gram), a dan b adalah konstanta, L adalah panjang (mm). Pendugaan parameter pertumbuhan Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu periode waktu tertentu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999). Lt = L∞ [1-exp-K(t-t0 )]
(11)
Lt adalah panjang ikan pada waktu t (mm), L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu), t adalah umur ikan dan t0 adalah umur ikan saat panjang ikan 0 (tahun) . Nilai L∞ dan K diperoleh dengan menggunakan metode ELEFAN I (Electronic Length-Frequency Analysis) pada program FISAT (FAO-ICLARM
7 Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 dan nilai t0 didapat melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999). log(-t0 ) = 0,3922 - 0,2752(logL∞ ) - 1,038(log K)
(12)
L∞ adalah panjang asimtotik (mm), K adalah koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu), dan t0 adalah umur ikan pada saat panjang ikan 0 (tahun). Mortalitas dan laju eksploitasi Parameter kunci untuk menggambarkan kematian adalah laju mortalitas. Laju mortalitas total (Z) dapat diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang. Rumus yang digunakan untuk menentukan laju mortalitas (Sparre dan Venema 1999). C(L ,L )
L1 + L2
1
2
ln ∆t(L1 ,L2 ) = c - Z t ( 2
)
(13)
Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y= C(L ,L )
L1 + L2
1
2
b0+b1x dengan y= ln ∆t(L1 ,L2 ) sebagai ordinat, x= t ( 2
) sebagai absis, dan Z= -b.
Rumus empiris untuk mendapatkan nilai laju mortalitas alami (M) (Pauly 1984 in Sparre dan Venema 1999). ln M = - 0,0152 - 0,279 ln L∞ + 0,6543 ln K + 0,463 ln T
(14)
M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy (mm), K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, t0 adalah umur ikan pada saat panjang 0 (tahun), dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC). Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan bergerombol dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang bergerombol seperti ikan baronang nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah. M = 0,8exp(-0,0152 - 0,279 ln L∞ + 0,6543ln K + 0,463 ln T)
(15)
Rumus laju mortalitas penangkapan (F) disajikan sebagai berikut. F=Z-M
(16)
Rumus untuk mendapatkan nilai laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) Pauly (1984). F
F
E = F+M = Z
(17)
M adalah mortalitas alami, F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Pendugaan laju eksploitasi ikan baronang dilakukan dengan
8 penentuan parameter-parameter pertumbuhan ikan baronang terlebih dahulu. Parameter-parameter tersebut adalah L∞ (panjang asimtotik), K (koefisien pertumbuhan), t0 (umur ikan pada saat panjang 0), dan T (rata-rata suhu permukaan air ). Rekrutmen Rekrutmen merupakan masuknya individu baru ke dalam suatu populasi. Deriso (1980) dan Schnute (1985) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan suatu model umum stok rekrutmen. 1
R = R.E[1-R2.R3.E] R3
(18)
R1, R2, R3 adalah parameter–parameter. R3 model di atas berubah menjadi model Ricker dan kemudian didapatkan rumus sebagai berikut. R = R1.E.e(-R2*E)
(19)
Jika R3= -1, maka didapatkan model Beverton and Holt dengan rumus sebagai berikut. R = R1
.
E [1 + R2 E]
R1
=
(R2) 1
(E+ R2)
(20)
Pola rekrutmen ikan baronang diduga dengan menggunakan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 subprogram Recruitment Pattern untuk mengetahui konstruksi rekrutmen suatu runut waktu dari frekuensi panjang dalam menentukan jumlah puncak per tahun. Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan informasi parameter pertumbuhan berupa L∞ (panjang asimtotik), K (koefisien pertumbuhan), t0 (umur ikan pada saat panjang 0).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi umum lokasi penelitian Kepulauan Seribu merupakan wilayah administratif di bagian utara Jakarta yang terdiri dari kumpulan gugusan-gugusan pulau. Beberapa gugusan pulau, seperti Pulau Pari, P. Pramuka, P. Semak Daun, dan pulau lainnya digunakan sebagai tempat wisata. Perairan yang cukup jernih dan berbagai ekositem yang ada di dalamnya, yakni ekosistem mangrove, terumbu karang, dan lamun di sekitar perairan Kepulauan Seribu mendukung kawasan tersebut sebagai tempat wisata serta kehidupan berbagai organisme yang hidup disana. Selain itu, terdapat banyak jenis ikan ekonomis penting di Kepulauan Seribu, diantaranya ikan baronang, kakap, napoleon, kakatua, ekor kuning, dan kerapu.
9 Menurut Pertiwi (2013), terdapat ±12 jenis ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu diantaranya, Siganus canaliculatus, S. javus, S. guttatus, S. vermiculatus, S. chrysospilos, S. corallines, S. virgatus, S. puellus, S. rivulatus, S. stellatus, S. vulpinus dan S. spinus. Lokasi pengambilan ikan contoh meliputi Pulau Pramuka, Semak Daun, Karang Congkak, Karang Bongkok, dan Karang Beras. Lima pulau yang menjadi lokasi pengambilan contoh tersebut memiliki kualitas perairan yang cukup jernih dan masih banyak ditemui ekosistem lamun serta terumbu karang. Daerah tangkapan nelayan meliputi area ekosistem lamun, tubir pantai dan sekitar terumbu karang. Hasil pengukuran kualitas air yang telah dilakukan sebelumnya pada tiga pulau yang berbeda dengan masing-masing lokasi amatan, diantaranya lokasi satu dan dua berada di perairan sekitar Pulau Pramuka, lokasi tiga berada di perairan sekitar P. Semak Daun, lokasi empat berada di perairan sekitar P. Karang Congkak dapat memberikan informasi mengenai status kelayakan lingkungan perairan bagi biota laut. Data pendukung parameter fisika kimia air sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkak pada tahun 2014 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Parameter fisika kimia perairan sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkaka Parameter FISIKA Suhu (⁰C) Kekeruhan (NTU) KIMIA DO (mg/L) Salinitas (‰) pH Amonia (NH3-N) (mg/L) Nitrat (NO3-N) (mg/L) Ortofosfat(PO4-P) (mg/L) Kadmium (Cd) (mg/L) Timbal (Pb) (mg/L) a
1
Lokasi 2
b
3
4
Rerata
Baku Mutu
29,8 ± 0,45 1,21 ± 0,65
29,2 ± 0,10 1,31 ± 0,72
30,4 ± 0,90 1,16 ± 0,39
28,9 ± 0,38 0,69 ± 0,23
29,6 1,1
alami <5
7,8 ± 0,26 34 ± 0,58 8,4 ± 0,06 0,104 ± 0,0245 0,062 ± 0,0512 0,006 ± 0,0012 <0,001 ± 0,0000 0,001 ± 0,0000
8,6 ± 0,74 34 ± 0,58 8,3 ± 0,01 0,106 ± 0,0186 0,081 ± 0,0172 0,010 ± 0,0079 <0,001 ± 0,0000 0,001 ± 0,0000
7,3 ± 0,44 33 ± 0,00 8,5 ± 0,12 0,111 ± 0,0373 0,063 ± 0,0252 0,010 ± 0,0060 <0,001 ± 0,0000 0,001 ± 0,0000
7,4 ± 0,06 34 ± 0,00 8,2 ± 0,02 0,153 ± 0,0788 0,038 ± 0,0101 0,002 ± 0,0006 <0,001 ± 0,0000 0,001 ± 0,0000
7,8 33,8 8,4
>5 alami 7-8,5
0,12
0,30
0,061
0,008
0,007
0,015
<0,001
0,001
0,001
0,008
Sumber: Taurusman dan Affandi (2014); bSumber: KepMenLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut.
Hasil pengukuran terhadap beberapa parameter fisika kimia perairan di empat lokasi pengamatan yang berbeda menunjukkan bahwa seluruh parameter perairan tersebut masih berada di bawah baku mutu dan hanya nitrat yang telah melebihi standar baku mutu. Hal ini diduga karena perairan tersebut banyak menerima limbah domestik sekitar Pulau Pramuka dan limpasan limbah dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Peta lokasi pengukuran fisika kimia air disajikan pada Gambar 3.
10
Gambar 3 Lokasi stasiun pengamatan fisika kimia perairan Peta di atas menunjukkan empat stasiun pengamatan, diantaranya dua stasiun berada di wilayah Pulau Pramuka, satu stasiun di wilayah P. Semak Daun dan satu stasiun di wilayah P. Karang Congkak. Setiap stasiun dilakukan 3 kali ulangan yang masing–masing berjarak 120 meter, 300 meter, dan 600 meter dari garis pantai. Sebaran frekuensi panjang Analisis frekuensi panjang dilakukan dari dua waktu pengumpulan data yang berbeda sebagai perbandingan, yaitu data tahun 2005 dan tahun 2015. Sebaran frekuensi ikan baronang disajikan pada Gambar 4. 100 Frekuensi (ekor)
Frekuensi (ekor)
100 80
80
60
60
40
40
20
20
0
0
Selang Kelas (mm) (a)
Selang Kelas (mm) (b)
Gambar 4 Grafik sebaran frekuensi panjang Siganus canaliculatus (a) Tahun 2005 (b) Tahun 2015
11 Hasil analisis dari dua data pembanding yang berbeda dengan rentang waktu 10 tahun menunjukkan bahwa ukuran ikan baronang mengalami penyusutan. Jumlah ikan yang tertangkap pada tahun 2005 sebanyak 365 ekor, sedangkan tahun 2015 sebanyak 156 ekor. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah ikan yang tertangkap tahun 2005 lebih banyak dibanding tahun 2015. Hasil pengamatan terhadap perbedaan ukuran panjang ikan baronang pada tahun 2005 dan 2015 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perbandingan ukuran panjang Siganus canaliculatus tahun 2005 dan tahun 2015 Tahun
Parameter
2005a 120–439 279,5±46,9
Kisaran panjang (mm) Rerata panjang (mm) a
2015 112–354 233,0±43,6
Selisih Keterangan 319–224 semakin sempit 46,5 turun
Sumber: DKP Provinsi DKI Jakarta (2005)
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kisaran panjang ikan baronang pada tahun 2015 lebih sempit dibanding tahun 2005. Ukuran panjang ikan menurun sebesar 46,5 mm dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pengamatan dengan selang waktu 10 tahun telah menunjukkan bahwa ukuran panjang ikan baronang semakin menyusut baik dari segi ukuran panjang maksimum maupun minimum.
Bobot (gram)
Hubungan panjang bobot Analisis perhitungan hubungan panjang dan bobot ikan baronang digunakan untuk menentukan pola pertumbuhan ikan. Hubungan panjang dan bobot ini pun menunjukkan hubungan bobot terhadap panjang populasi yang diamati dalam lingkungan perairan Kepulauan Seribu. Grafik hubungan panjang bobot ikan baronang jantan dan betina disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6 . 800 700 600 500 400 300 200 100 0
W = 0,000005L3,2198 R² = 0,9619 n = 69
0
100
200 300 Panjang (mm)
400
Gambar 5 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus jantan
Bobot (gram)
12 800 700 600 500 400 300 200 100 0
W = 0,00002L3,0236 R² = 0,9608 n = 47
0
100
200 300 Panjang (mm)
400
Bobot (gram)
Gambar 6 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus betina 800 700 600 500 400 300 200 100 0
W = 0,000003L3,3065 R² = 0,9572 n = 156
0
100
200 Panjang (mm)
300
400
Gambar 7 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus total Hasil analisis panjang bobot menunjukkan bahwa persamaan hubungan panjang bobot ikan baronang jantan dan betina berturut-turut adalah W=0,000005L3,2198 dan W=0,00002L3,0236. Hasil analisis hubungan panjang bobot terhadap 156 contoh ikan baronang diperoleh persamaan W=0,000003L3,3065 (Gambar 7). Berdasarkan hasil uji t terhadap nilai b ikan baronang jantan dan total menunjukkan nilai thit>ttab yang artinya tolak hipotesis nol (H0), untuk nilai thit dan ttab ikan baronang jantan maupun total berturut–turut sebesar (2,81>2,00) dan (5,44>1,98) (Lampiran 1). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan baronang jantan dan total adalah allometrik positif (b>3), artinya pertumbuhan bobot lebih cepat dibanding pertumbuhan panjang, sedangkan untuk ikan baronang betina nilai thit
13
Faktor kondisi
2 1,5 1
0,5 0 November
Desember
April
Waktu Pengamatan
Gambar 8 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus jantan
Faktor kondisi
2 1,5 1
0,5 0 November
Desember
April
Waktu Pengamatan
Gambar 9 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus betina Faktor kondisi
2 1,5 1
0,5 0 Oktober
November
Desember
April
Waktu Pengamatan
Gambar 10 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus total Faktor kondisi >1 untuk ikan baronang jantan terlihat pada bulan Desember, sedangkan pada ikan baronang betina kondisi >1 terlihat setiap bulan. Faktor kondisi ikan baronang total terlihat pada bulan November dan Desember. Pertumbuhan Pertumbuhan ikan dipengaruhi berbagai faktor baik luar maupun dalam. Pendugaan pertumbuhan ikan baronang diperoleh dengan menggunakan program FISAT II melalui metode ELEFAN I. Nilai koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L∞), dan umur ikan baronang ketika panjangnya sama dengan nol (t0) disajikan pada Tabel 4.
14 Tabel 4 Penduga parameter pertumbuhan Siganus canaliculatus berdasarkan metode ELEFAN 1 Nilai
Parameter
Tahun 2015
444,68
358,05
0,54
0,86
-0,14
-0,09
Tahun 2005
L∞ (mm) -1
K (tahun ) a
a
t0 (tahun) Sumber: DKP Provinsi DKI Jakarta (2005)
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ikan baronang pada tahun 2015 lebih cepat tumbuh dibanding tahun 2005. Kurva pertumbuhan ikan baronang disajikan pada Gambar 11.
Panjang (mm)
500 400
Lt = 444,68[1-exp(-0,54(t+0,14))]
300
Lt = 358,05[1-exp(-0,86(t+0,09))]
200
L∞ = 444,68 L∞ = 358,05
Tahun 2005 Tahun 2015
100 0 -2
0
2
4 6 Umur (tahun)
8
10
Gambar 11 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy Siganus canaliculatus Berdasarkan grafik pertumbuhan Von Bertalanffy, diperoleh persamaan Lt=358,05[1-exp-0,86(t+0,09)] (tahun 2015) dan Lt=444,68[1-exp-0,54(t+0,14)] (tahun 2005). Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa pada tahun 2005, waktu ikan mencapai panjang asimtotik (L∞) lebih lama dibanding tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa ikan baronang yang tertangkap tahun 2015 masih memiliki peluang tumbuh mencapai panjang maksimum yang lebih besar. Mortalitas dan laju eksploitasi Mortalitas adalah jumlah kematian pada suatu populasi akibat faktor yang spesifik. Mortalitas dapat disebabkan karena mortalitas alami, seperti predasi, penyakit, umur dan mortalitas yang disebabkan karena aktivitas penangkapan. Nilai mortalitas dan laju eksploitasi ikan baronang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Mortalitas dan laju eksploitasi Siganus canaliculatus Parameter Mortalitas alami (M) (/tahun) Mortalitas penangkapan (F)(/tahun) Mortalitas total (Z) (/tahun) Laju eksploitasi (E) a
Sumber: DKP Provinsi DKI Jakarta (2005)
Nilai Tahun 2005a Tahun 2015 0,580 0,840 2,680 3,720 2,100 4,560 0,780 0,820
Peningkatan rata-rata/tahun 0,026 0,104 0,246 0,004
15 Nilai mortalitas penangkapan ikan baronang pada tahun 2015 lebih tinggi dibanding tahun 2005. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2015 ikan baronang banyak mengalami kematian karena aktivitas penangkapan. Berdasarkan hasil analisis dapat terlihat bahwa setiap tahun terjadi mortalitas penangkapan sebesar 0,026. Hasil analisis menunjukkan setiap tahun terjadi laju eksploitasi sebesar 0,004. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan laju eksploitasi terhadap ikan baronang. Rekrutmen Rekrutmen merupakan masuknya individu baru ke dalam suatu populasi. Faktor biologi seperti jumlah induk dan larva maupun faktor lingkungan seperti kualitas perairan dapat mempengaruhi rekrutmen. Perbandingan pola rekrutmen ikan baronang pada tahun 2005 dan 2015 disajikan pada Gambar 12.
(a)
(b)
Gambar 12 Rekrutmen Siganus canaliculatus (a) Tahun 2005 (b) Tahun 2015
160 140 120 100 80 60 40 20 0
156 112
53
Waktu (a)
44
Hasil tangkapan (ekor)
Hasil tangkapan (ekor)
Rekrutmen ikan baronang tinggi pada tahun 2005 mulai dari bulan Juni-Juli mencapai 1,66% dengan puncak rekrutmen terjadi pada bulan Juli sebesar 15,94%, sedangkan pada tahun 2015 rekrutmen tinggi mulai dari bulan Agustus– September mencapai 1,27% dengan puncak rekrutmen terjadi pada bulan September sebesar 24,70% (Lampiran 4). Perbedaan hasil tangkapan dari dua data pembanding yang berbeda menunjukkan bahwa hasil tangkapan tahun 2005 lebih banyak dibanding tahun 2015. Banyaknya hasil tangkapan ikan baronang per bulan di perairan Kepulauan Seribu dari dua pengumpulan data yang berbeda disajikan pada Gambar 13. 160 140 120 100 80 60 40 20 0
40
51
35
30
Waktu (b)
Gambar 13 Hasil tangkapan Siganus canaliculatus per bulan (a) Tahun 2005 (b) Tahun 2015
16 Hasil tangkapan nelayan Kepulauan Seribu tahun 2015 mengalami penurunan dibanding tahun 2005. Berdasarkan grafik hasil tangkapan dapat terlihat bahwa pada tahun 2015 kelimpahan ikan baronang cenderung stabil namun lebih sedikit dibanding tahun 2005.
Pembahasan Hasil pengukuran kualitas air berdasarkan data pendukung (Tabel 2), menunjukkan bahwa kondisi perairan pada beberapa lokasi pengamatan di sekitar Pulau Pramuka tahun 2014 masih berada di bawah kisaran baku mutu. Mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut, kondisi demikian menunjukkan bahwa perairan tersebut masih tergolong baik dan layak untuk kehidupan biota laut. Menurut Zainuri et al. (2011), ikan baronang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang drastis terutama yang diakibatkan oleh suhu, salinitas, dan berkurangnya kadar oksigen. Selain itu, baronang merupakan jenis ikan yang memiliki habitat yang luas karena dalam mencari makan dan berkembang biak baronang selalu berpindah dari satu habitat ke habitat lain. Salah satu parameter yang melebihi standar baku mutu adalah nitrat. Tingginya kandungan nitrat diduga karena banyaknya masukan limbah organik dari kegiatan domestik sekitar Pulau Pramuka. Tabel 6 menunjukkan perbandingan nilai parameter fisika kimia perairan Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkak tahun 2014 terhadap penelitian kualitas air sebelumnya di Sekitar Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Tabel 6 Perbandingan nilai parameter fisika kimia perairan Lokasi
Kep.Seribu Kep.Seribu
Parameter Fisika Suhu (0C) 29,45 31
DO (mg/L) 6,25 -
Salinitas (‰) 31,85 33
pH 7,45 7,86
Kep.Seribu
29,58
7,78
33,75
8,35
India
23-30
2->5
17-37
6,5-9
Peneliti Sachoemar (2008) Pertiwi (2013) Data pendukung penelitian ini (2014) Kelayakan ikan baronang Jaikumar (2012) a
a
Baku mutu
Parameter Kimia
alami >5 alami Sumber: KepMenLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut
7-8,5
Berdasarkan perbandingan beberapa parameter fisika kimia air terdapat perubahan dan fluktuasi baik nilai parameter suhu, salinitas, maupun pH. Hal ini diduga karena adanya variasi titik lokasi dan waktu pengambilan contoh di lapang. Menurut Sari dan Harlyan (2014), waktu pengukuran erat kaitan dengan intensitas cahaya dan faktor lain yang mempengaruhi suhu air laut permukaan adalah kedalaman, musim, lintang, dan tutupan awan.
17 Nilai DO di perairan sekitar Pulau Pramuka masih berada dalam selang kisaran baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Menurut Lam (1974), Siganus canaliculatus sangat sensitif terhadap kandungan oksigen terlarut <2 mg/L. Mengacu pada penelitian Jaikumar (2012) jika dilihat dari segi kualitas habitat maka kisaran nilai kualitas perairan sekitar Pulau Pramuka masih tergolong sama dan aman bagi kehidupan ikan baronang. Menurut Jaikumar (2012), ikan baronang memiliki toleransi terhadap habitat yang memiliki kisaran salinitas antara 17–37‰. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, suhu yang optimal bagi biota laut berkisar antara 28-32°C, sedangkan pH yang optimal untuk biota laut adalah 7–8,5. Menurut Lam (1974) kisaran suhu optimal bagi S. canaliculatus, yaitu antara 25– 34°C, sedangkan ikan ini sangat sensistif terhadap nilai pH perairan di atas 9. Kisaran pH yang optimal bagi pertumbuhan ikan adalah antara 6,5–9 (Kordi 2011). Nilai suhu dari beberapa penelitian yang telah dibandingkan menunjukkan masih berada pada kisaran suhu optimal bagi kehidupan biota laut. Kondisi ini dapat menunjukkan bahwa perairan tersebut cukup mendukung dan layak untuk kehidupan bagi biota laut khususnya terhadap pertumbuhan dan budidaya ikan baronang. Hal ini didukung oleh penelitian Sachoemar (2008), bahwa kondisi perairan Kepulauan Seribu khususnya wilayah tengah yang meliputi (Pulau Tidung, Panggang, Pramuka, Semak Daun, Karang Congkak, dan K. Bongkok) masih dalam keadaan baik dan nilai logam berat Cd maupun Pb semakin ke arah tengah dan utara Kepulauan Seribu konsentrasinya semakin menurun sehingga dari kondisi yang demikian sangat baik dilakukan kegiatan budidaya laut pada wilayah tersebut. Hasil analisis panjang dan bobot ikan baronang total diperoleh nilai b sebesar 3,307. Berdasarkan hasil uji t terhadap nilai b ikan baronang total menunjukkan nilai thit>ttab, yaitu (5,44>1,98) (Lampiran 1) yang berarti tolak hipotesis nol (H0), sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan baronang total bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot tubuh lebih cepat dibanding pertumbuhan panjang. Hal ini sesuai dengan penelitian Pertiwi (2013) yang menyatakan bahwa pola pertumbuhan ikan baronang adalah allometrik positif setelah dilakukan uji t menunjukkan nilai thit>ttab, yaitu (81,89>1,67). Nilai koefisien b ikan baronang pada penelitian ini sebesar 3,3065 (total), 3,2198 (jantan), dan 3,0236 (betina) (Lampiran 1) yang berbeda dengan nilai b pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Pertiwi (2013), yaitu sebesar 3,570 (Tabel 7). Tabel 7 Perbandingan pola pertumbuhan Siganus canaliculatus Parameter pertumbuhan Peneliti
Lokasi
Pertiwi (2013) Penelitian ini (2015)
Pola pertumbuhan
L∞ (mm)
K (tahun-1)
t0 (tahun)
Nilai b
Kepulauan Seribu
-
-
-
3,570
Allometrik positif
Kepulauan Seribu
358,050
0,860
-0,094
3,307
Allometrik positif
18 Perbedaan nilai koefisien b diduga karena ketersediaan makanan, perbedaan lokasi dan kondisi kualitas perairan pada saat pengambilan contoh. Hal ini didukung oleh pernyataan Bilecenoglu dan Kaya (2002), bahwa rendahnya nilai b mengindikasikan tidak adanya kecocokan makanan yang tersedia untuk ikan baronang di suatu area tertentu. Menurut Bagenal (1978) in Harmiyati (2009), perbedaan nilai b karena perbedaan spesies, perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perbedaan isi perut. Faktor kondisi ikan baronang cenderung berfluktuasi setiap bulannya. Nilai faktor kondisi rata-rata ikan baronang total menunjukkan >1 terlihat pada bulan November dan Desember. Berbeda halnya dengan nilai faktor kondisi ikan baronang jantan, bahwa hanya bulan Desember yang menunjukkan nilai kondisi >1. Menurut Febrianti et al. (2013), adanya fluktuasi nilai faktor kondisi karena dipengaruhi oleh aktivitas pemijahan dan umur ikan yang berbeda. Nilai faktor kondisi baronang betina setiap bulannya menunjukkan >1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa contoh ikan pada bulan–bulan tersebut dalam kondisi baik dan gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) in Febrianti et al. (2013), harga faktor kondisi yang berkisar antara 1–3 mempunyai bentuk badan kurang pipih atau gemuk. Perbedaan nilai faktor kondisi ikan baronang ini diduga karena perbedaan jenis kelamin, variasi ukuran panjang bobot, tingkat kematangan gonad, dan ketersediaan makanan di alam. Menurut Effendi (2002) in Febrianti et al. (2013), variasi nilai faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Suwarni (2009) menyatakan bahwa, variasi kisaran panjang dan bobot ikan dapat menyebabkan perbedaan nilai faktor kondisi. Perbedaan nilai faktor kondisi merupakan indikasi dari berbagai sifat-sifat biologi ikan seperti kegemukan, kesesuaian dengan lingkungan atau perkembangan gonadnya. Hasil pendugaan parameter pertumbuhan berdasarkan persamaan Von Bertalanffy (Gambar 11) menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien pertumbuhan (K) maka akan semakin cepat ikan mencapai nilai panjang asimtotik (L∞). Nilai panjang asimtotik ikan baronang telah mengalami penurunan 10 tahun terakhir. Hal ini diduga karena meningkatnya laju eksploitasi terhadap ikan baronang. Hasil analisis terhadap data tahun 2015 menunjukkan bahwa intensitas penangkapan cenderung tinggi dan ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil. Hal ini terlihat dari nilai L∞ yang semakin kecil. Kondisi demikian dapat mengindikasikan bahwa ikan yang berukuran kecil banyak tertangkap atau perairan tersebut telah menjadi habitat ikan–ikan muda. Menurut Wujdi (2011), semakin pendeknya nilai L∞ menunjukkan telah terjadi tekanan dan eksploitasi yang besar terhadap ikan, sehingga ukuran populasi ikan yang tertangkap semakin kecil dari tahun ke tahun. Nilai koefisien pertumbuhan pada tahun 2015 lebih cepat mencapai panjang asimtotik karena nilai K tahun 2015 lebih besar dibanding dengan nilai K tahun 2005. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan baronang semakin cepat karena laju eksploitasi terhadap ikan baronang semakin tinggi, sehingga ukuran ikan semakin kecil yang tertangkap.
19 Menurut Sparre dan Venema (1999) semakin tinggi koefisien pertumbuhan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan spesies untuk mencapai panjang asimtotik dan semakin kecil koefisien pertumbuhan maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan spesies untuk mencapai panjang asimtotik. Hasil analisis mortalitas dan laju eksploitasi ikan baronang (Tabel 6) menunjukkan bahwa nilai mortalitas penangkapan ikan baronang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mortalitas alaminya. Hal tersebut dapat diduga bahwa ikan baronang di Kepulauan Seribu banyak mengalami kematian akibat aktivitas penangkapan. Laju mortalitas total ikan baronang cenderung meningkat pada tahun 2015. Laju eksploitasi ikan baronang tahun 2015 mencapai 0,820 yang menunjukkan bahwa nilai tersebut telah melebihi laju eksploitasi optimum (E=0,5). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi ikan baronang pada tahun 2015 lebih besar dibanding tahun 2005. Setiap tahunnya terjadi laju eksploitasi sebesar 0,004. Berdasarkan hasil tersebut maka besarnya nilai laju eksploitasi ini menunjukkan bahwa ikan baronang telah mengalami pemanfaatan berlebih (overexploitation). Hal ini diduga karena banyaknya eksploitasi terhadap ikan baronang sehingga hasil tangkapan ikan tersebut semakin menurun setiap tahunnya. Menurut Jones (1984) in Aswar (2011), apabila nilai E lebih besar dari 0,5 dapat dikategorikan lebih tangkap. Tingginya permintaan terhadap ikan ini menyebabkan banyaknya aktivitas penangkapan sehingga apabila aktivitas penangkapan ini terus dilakukan akan mengakibatkan terganggunya ketersediaan ikan baronang di alam khususnya di wilayah perairan Kepulauan Seribu. Penangkapan yang dilakukan nelayan Kepulauan Seribu masih cukup tradisional dan ramah lingkungan. Nelayan hanya menggunakan bubu dan alat panah (spear gun) untuk menangkap ikan sehingga jumlah tangkapan ikan tidak sebanyak tangkapan nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring. Beberapa nelayan disana menggunakan jaring untuk menangkap baronang. Malam hari umumnya digunakan nelayan jaring sebagai waktu yang tepat untuk menangkap ikan baronang. Hasil tangkapan nelayan jaring malam selalu lebih banyak dibanding nelayan spear gun dan bubu karena saat malam hari ikan baronang mengarah ke daratan yang hanya berada pada kedalaman setengah meter. Hal ini dimanfaatkan nelayan jaring malam untuk menangkap ikan baronang sebanyak–banyaknya. Selain itu, nelayan jaring malam tidak memperhatikan musim penangkapan ikan yang tepat untuk menangkap ikan. Kondisi seperti ini dapat berdampak negatif bagi ketersediaan sumber daya ikan baronang di alam. Grafik pola rekrutmen (Gambar 12) menunjukkan bahwa pada tahun 2005 puncak rekrutmen ikan baronang terjadi pada bulan Juli, sedangkan tahun 2015 terjadi pada bulan September. Perbedaan persen puncak rekrutmen tahun 2005 dan 2015 diduga karena titik lokasi pengambilan contoh yang berbeda, kondisi cuaca maupun iklim yang berbeda dan pada bulan-bulan tersebut terjadi perubahan kondisi lingkungan perairan seperti suhu, salinitas, ruang, ketersediaan makanan, aktivitas penangkapan, maupun karena faktor biologis dari ikan baronang tersebut seperti banyaknya ikan yang memijah dan telur yang dipijahkan setiap kali memijah.
20 Menurut Wujdi (2011), tingginya rekrutmen dipengaruhi oleh proses terjadinya upwelling. Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa pola rekrutmen yang terjadi pada tahun 2005 lebih menyebar dibanding tahun 2015 yang hanya terjadi sesaat. Menurut Ongkers (2006) in Kembaren (2013), pola rekrutmen memiliki keterkaitan dengan waktu pemijahan. Hasil tangkapan perbulan (Gambar 13), menunjukkan bahwa pada tahun 2015 kelimpahan atau jumlah stok ikan baronang relatif stabil dan hasil tangkapan sedikit. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada tahun 2015 pola rekrutmen mengikuti pola kelimpahan. Berdasarkan hasil tangkapan tahun 2005 kelimpahan ikan baronang cenderung banyak dan berfluktuasi, namun pola rekrutmen tidak mengikuti pola kelimpahan. Perbedaan hasil tangkapan per bulan yang diperoleh dengan pola rekrutmen diduga karena sebagian ikan melakukan pemijahan, adanya larva yang masuk dari luar, dan pengaruh kualitas habitat seperti kondisi perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Larkum et al. (2006), bahwa perilaku larva dapat mempengaruhi pola rekrutmen bahkan gelombang laut dapat mempengaruhi pasca rekrutmen. Pasang surut mempengaruhi transportasi dan rekrutmen larva ikan (Subiyanto et al. 2009). Menurut Kembaren et al. (2012), indikator kemampuan suatu populasi untuk tetap bertahan adalah rekrutmen. Upaya pengelolaan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu dengan pengurangan intensitas tangkap untuk mengurangi ikan muda yang tertangkap, sehingga ikan baronang dapat tumbuh menjadi lebih besar. Jika dilihat berdasarkan pola rekrutmen yang dikaji dalam penelitian ini, puncak rekrutmen terjadi pada bulan yang banyak turun hujan, maka dengan demikian perlu adanya pembatasan musim penangkapan saat musim hujan maupun awal musim penghujan karena tingginya rekrutmen ikan dipengaruhi oleh pemijahannya dan musim pemijahan ikan baronang umumnya terjadi pada awal musim penghujan, sehingga rekrutmen ikan baronang di waktu mendatang diharapkan dapat meningkat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pola pertumbuhan ikan baronang jantan adalah allometrik positif dan pola pertumbuhan ikan baronang betina adalah isometrik. Laju eksploitasi ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu telah melebihi batas eksploitasi optimum sebesar 0,820. Rekrutmen ikan baronang terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan September.
Saran Informasi mengenai pertumbuhan, tingkat eksploitasi, dan rekrutmen perlu dikaji lebih lanjut dengan memperhatikan titik pengambilan contoh dan bulan penangkapan yang mewakili semua musim agar dapat mengetahui pola
21 pertumbuhan, laju eksploitasi dan pola rekrutmen dari berbagai jenis maupun struktur populasi S. canaliculatus.
DAFTAR PUSTAKA Aswar. 2011. Struktur populasi dan tekanan eksploitasi ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Laut Flores Kabupaten Bulukumba [skripsi]. Makasar (ID): Universitas Hasanudin. Bilecenoglu M and Kaya M. 2002. Growth of marbled spinefoot Siganus rivulatus Forsskal 1775 (Teleostei: Siganidae) introduced to Antalya Bay, Eastern Mediterranean Sea (Turkey). Fisheries Research. 54:279-285. [DKP] Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. 2005. Laporan Tahunan. Jakarta (ID): DKP. Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Febrianti A, Efrizal T, Zulfikar A. 2013. Kajian kondisi ikan selar (Selaroides leptolepis) berdasarkan hubungan panjang berat dan faktor kondisi di Laut Natuna yang didaratkan di tempat pendaratan ikan pelantar KUD Tanjung Pinang. Jurnal Universitas Maritim Raja Ali Haji. Harmiyati D. 2009. Analisis hasil tangkapan sumberdaya ikan ekor kuning (Caesio cuning) yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jaikumar M. 2012. A review on biology and aquaculture potential of rabbit fish in Tamilnadu (Siganus canaliculatus). International Journal Of Plant, Animal, and Environmental Sciences. 2(2) (In press). Kembaren DD, Ernawati T, Suprapto. 2012. Biologi dan parameter populasi rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Bone dan Sekitarnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 8(4):273-381. ____________, Nurdin E. 2013. Dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan udang windu (Penaeus monodon) di Perairan Tarakan, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 19(4):221-226. [KepmenLH] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Direktorat Jenderal Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): KepmenLH. Kordi MGH. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass): Fungsi, Potensi, dan Pengelolaan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Lam TJ. 1994. Siganids: their biology and mariculture potential. Aquaculture. (3):325-354. Larkum AWD, Orth RJ, Duarte CM. 2006. Seagrasses: Biology, Ecology, and Conservation. Netherlands. Noor A. 2003. Analisis kebijakan pengembangan marikultur di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters A Manual for Use with Programmable Calculators. ICLARM. Manila. Filipina.
22 Pertiwi WD. 2013. Jenis dan struktur populasi ikan baronang (Siganus spp.) di Perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran. Purnomo T, Hariyadi S, Yonvitner. 2013. Kajian potensi perairan dangkal untuk pengembangan wisata bahari dan dampak pemanfaatannya bagi masyarakat sekitar (Studi Kasus Pulau Semak Daun sebagai Daerah Penunjang Kegiatan Wisata Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu). Jurnal Departemen Perikanan dan Ilmu Kelautan. 2(3):172-183. Sachoemar SI. 2008. Karakteristik lingkungan Perairan Kepulauan Seribu. JAI. 4 (2) (In press). Sari SHJ, Harlyan LI. 2014. Kelayakan kualitas perairan sekitar mangrove Center Tuban untuk aplikasi alat pengumpul kerang (Perna viridis L.). Research Journal Of Life Science. 1(2) (In press). Subiyanto, Widyarini N, Iswahyuni. 2009. Pengaruh pasang surut terhadap rekrutmen larva ikan di Pelawangan Timur Segara Anakan Cilacap. Jurnal Saintek Perikanan. 5(1):44-48. Susilo SB. 2009. Kondisi stok ikan Perairan Pantai Selatan Jawa Barat. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16(1):39-46. Suwarni. 2009. Hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan butana (Acanthurus mata (Cuvier, 1829) yang tertangkap di sekitar Perairan Pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Tarani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan). 19(13):160-165. Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku Emanual (Edisi Terjemahan). Jakarta (ID): Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Taurusman AA, Affandi R. 2014. Pengelolaan budidaya Udang Vanamei dan perikanan Baronang berbasis masyarakat dalam rangka pengembangan sea farming di Kepulauan Seribu, Jakarta (Tahap I). Bogor (ID): FPIK IPB. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Umum. Wujdi A. 2011. Beberapa parameter populasi ikan lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Selat Bali. Widyariset. 16(2):211-218. Zainuri M, Sudrajat, Siboro ES. 2011. Kadar logam berat Pb pada ikan beronang (Siganus sp.), lamun, sedimen dan air di wilayah pesisir kota BontangKalimantan Timur. Jurnal Kelautan. 4(2) (In press).
23
LAMPIRAN Lampiran 1 Hubungan panjang dan bobot Siganus canaliculatus 1
Ikan jantan dan total Berdasarkan data panjang dan bobot S.canaliculatus jantan dan total selama pengambilan contoh diperoleh nilai statistik sebagai berikut: Parameter b sb thit ttab
Nilai Jantan
Total
3,2198 0,0782 2,8085 1,9960
3,3065 0,0564 5,4400 1,9800
Berdasarkan taraf nyata 5%, hipotesis yang menyatakan koefisien b=3 berhasil ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan S.canaliculatus jantan dan total adalah allometrik positif. 2
Ikan betina Berdasarkan data panjang dan bobot S.canaliculatus betina selama pengambilan contoh diperoleh nilai statistik sebagai berikut: Parameter b sb thit ttab
Nilai 3,0236 0,0911 0,2587 2,0141
Berdasarkan taraf nyata 5%, hipotesis yang menyatakan koefisien b=3 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan S.canaliculatus betina adalah isometrik. Lampiran 2 Pendugaan pertumbuhan dengan metode ELEFAN I .
24
Berdasarkan hasil pada ELEFAN I diperoleh nilai penduga parameter pertumbuhan tahun 2015 sebagai berikut : Parameter L∞ (mm) K (tahun-1) t0 (tahun)
Log(-t0) (-t0) (t0)
Nilai 358,050 0,860 -0,094
= 0,3922 – 0,2752 (log L∞) – 1,038 (log K) = 0,3922 – 0,2752 (log(358,05)) – 1,038 (log(0,86)) = -1,0271 = 10^(-1,0271) = 0,0940 = -0,0940
Lampiran 3 Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi Siganus canaliculatus menggunakan ELEFAN I.
25 Nilai pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi S. canaliculatus tahun 2015 menggunakan metode ELEFAN I diperoleh sebagai berikut:
Parameter
Nilai
Mortalitas alami (M) (/tahun) Mortalitas penangkapan (F)(/tahun) Mortalitas total (Z) (/tahun) Laju eksploitasi (E)
0,84 3,72 4,56 0,82
F = Z–M = 4,56–0,84 = 3,72
E = F/Z = 3,72/4,56 = 0,82
Lampiran 4 Persentasi nilai rekrutmen Siganus canaliculatus berdasarkan metode Recruitment Pattern dalam program FISAT II 1. Tahun 2005
2. Tahun 2015
26
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Wiwi Widiyawati yang dilahirkan di Cirebon pada tanggal 5 Juli 1993, dari pasangan Bapak Eko Sudiantoro dan Ibu Neneng Rosnani sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis yaitu TK Pertiwi Cirebon (1998-1999), SD Negeri Jakasampurna 3 Bekasi (1999-2005), SMP Negeri 2 Pondok Aren Tangerang (2005-2008), dan SMA Negeri 108 Jakarta (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama kuliah penulis pernah mengikuti unit kegiatan mahasiswa Karate IPB dan pernah menjadi pengurus dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode 2012/2013 pada divisi Sport and Art (SPARTA). Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Avertebrata Air tahun 2013/2014. Selain itu penulis juga aktif di berbagai acara kepanitiaan di ruang lingkup Institut Pertanian Bogor.