1
PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI UDANG KELONG (Penaeus merguiensis) DI PERAIRAN KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA The Growth and Exploitation Rates of Kelong Shrimp (Penaeus merguiensis) in Langkat District, North Sumatera Green Alfath Siregar1), Yunasfi2), Ani Suryanti2) 1) Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2) Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT The samples of Kelong shrimps are 1758 which consist of 654 male shrimps and 1104 female shrimps. The growth pattern of Kelong Shrimps is negative allometric. The frequency distribution of the carapace length of Kelong Shrimps is in the range of 13.07-39.68 mm, the size group which is dominating the male Kelong Shrimps and female Kelong Shrimps is 24.57-25.88. The assumption of the Von Bertalanffy growth parameter of male Kelong Shrimps L∞ is 36.30 mm with K=0.5 per year, the assumption of the value of female Kelong shrimps L∞ is 41.91 mm with K=0.62 per year. The rates of the natural mortality (M) is 1.161 per year. The mortality caused by the arrest (F) is 1.365 per year show the exploitation rates is 0.54. The value E which is obtained, is showing the indication overfishing of Kelong Shrimps. The comparison of male and female Kelong shrimps is 1:1.688. The value of the condition factor which shows that Kelong Shrimps have the body shape which is flat (thin). Keywords: Growth, exploitation rates, Penaeus merguiensis, Langkat
PENDAHULUAN Udang Kelong (Penaeus merguiensis) merupakan komoditas utama nelayan penangkap udang di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Permintaan pasar yang besar terhadap Udang Kelong, menyebabkan makin tinggi penangkapan Udang Kelong yang cenderung bertambah besar dan tidak terkendali. Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu keberlanjutan sumberdaya Udang Kelong di Kabupaten Langkat.
Eksploitasi Sumberdaya udang dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di suatu wilayah untuk tercapainya potensi sumberdaya udang yang berkelanjutan. Adanya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan Udang Kelong secara terus menerus akan memberikan pengaruh atau dampak bagi Udang Kelong yaitu penurunan jumlah populasi dan akan mengganggu pertumbuhan populasi
2
yang pada akhirnya akan terjadi eksploitasi berlebihan. Namun, informasi tentang Udang Kelong sehubungan dengan pertumbuhan dan laju eksploitasi khususnya di perairan Kabupaten Langkat belum ada sehingga penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan berdasarkan hubungan panjang dan bobot, parameter pertumbuhan, menduga laju eksploitasi Udang Kelong, serta mengetahui nisbah kelamin dan faktor kondisi Udang Kelong. Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang upaya dan tingkat pemanfaatan Udang Kelong dengan melihat pertumbuhan dan laju eksploitasi serta diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan Udang Kelong secara berkelanjutan di Kabupaten Langkat. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2013. Lokasi pengambilan sampel udang dilakukan di Desa Sungai Ular, Kecamatan Secanggang, di salah satu pengumpul/pengepul untuk nelayan yang menangkap udang di perairan Kabupaten Langkat. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah digital caliper dengan tingkat ketelitian 0,01 mm, timbangan digital Ohaus dengan ketelitian 0,01 g, cool box, thermometer, pH meter, refraktometer, keping Secchi, alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah Udang Kelong (P.
merguiensis) dengan ukuran yang bervariasi. Tahap Pengumpulan Data Pengambilan sampel Udang Kelong dilakukan 14 kali selama 7 bulan dengan interval waktu pengambilan data 2 minggu sekali sebanyak 100 ekor per pengambilan sampel dengan ukuran yang bervariasi. Kemudian dilakukan indentifikasi, pengukuran panjang karapas dan bobot, identifikasi jenis kelamin, dan pengambilan data kulitas air (suhu, salinitas, PH, dan kecerahan). Analisis Data Hubungan Panjang dan Bobot Hubungan panjang dan bobot mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot udang sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Analisis pertumbuhan panjang dan bobot bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan Udang Kelong di alam. Dalam menghitung hubungan panjang dan bobot sebaiknya dipisahkan antara Udang Kelong jantan dan betina, karena biasanya terdapat perbedaan hasil antara kedua jenis kelamin tersebut. Untuk mencari hubungan antara panjang dan bobot Udang Kelong digunakan persamaan sebagai berikut (Effendie, 1997): W
= aLb
Keterangan: W = Bobot Udang Kelong (g) L = Panjang karapas (mm) a = Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang bobot dengan sumbu y) b = Penduga pola pertumbuhan panjang – bobot
3
Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Karapas Sebaran frekuensi panjang adalah distribusi ukuran panjang pada kelompok panjang tertentu. Sebaran frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang. Dalam penelitian ini, untuk menganalisis sebaran frekuensi panjang dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Walpole, 1992): 1. Menentukan nilai maksimum (Max) dan minimum (Min) dari seluruh data panjang karapas Udang Kelong. 2. Menentukan wilayah kelas (WK) = max – min , max = data terbesar; min = data terkecil. 3. Menentukan jumlah kelas (JK) = 1 + 3,32 log N; N = jumlah contoh. 4. Menghitung lebar kelas (L) = WK/JK. 5. Menentukan limit bawah kelas dan limit atas kelas bagi selang kelas yang pertama. 6. Menentukan frekuensi panjang untuk masing-masing selang kelas. Kelompok ukuran Udang Kelong (Penaeus merguiensis) dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya. Metode Bhattacharya merupakan metode pemisahan kelompok umur secara grafis. Metode ini pada dasarnya terdiri atas pemisahan sejumlah distribusi normal, masing-masing mewakili suatu kohort udang dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari distribusi total (Sparre dan Venema, 1999).
Parameter Pertumbuhan Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode FordWalford, Metode Ford Walford merupakan model sederhana untuk menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Desrita, 2011), serta nilai dugaan t0 (umur teoritis udang pada saat panjang sama dengan nol). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy.
Lt = L∞ [1 – e -K(t-t0)] Keterangan: Lt = Panjang udang pada saat umur t (satuan) L∞ = Panjang asimptot udang (mm) K = Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) to = Umur teoritis udang pada saat panjangnya sama dengan nol Umur teoritis udang pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah dengan menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly, 1983): Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K) Selanjutnya dari hasil di atas, analisis perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analysis) yang terdapat dalam program FiSAT II. Laju Eksploitasi Udang Kelong Pendugaan laju eksploitasi Udang Kelong dilakukan dengan penentuan parameter-parameter pertumbuhan yang telah dihitung
4
sebelumnya. Setelah nilai ini diketahui, maka dilakukan pendugaan laju mortalitas total (Z) dengan menggunakan metode Jones dan Van Zalinge yang dikemas dalam program FiSAT II. Nilai Z diduga dengan pendekatan rumus empiris Pauly (1984) diacu oleh Sparre dan Venema (1999), dimana laju kematian total berhubungan erat dengan suhu rata-rata perairan, dengan persamaan sebagai berikut: Log M = - 0,0066 – 0,279 (Log L∞) + 0,6543 (Log K) + 0,463 (Log T)
Keterangan: M : mortalitas alamiah T : suhu rata-rata perairan. Berdasarkan parameter laju kematian di atas (Z dan M), maka secara langsung laju kematian akibat penangkapan (F) dapat diketahui dengan menggunakan rumus: F=Z–M Berdasarkan nilai tersebut maka laju eksploitasi udang (E) ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly, 1984 diacu oleh Sparre dan Venema, 1999): E= Keterangan: Z = total laju mortalitas F = laju mortalitas penangkapan E = laju eksploitasi Ketentuan: 1. Jika E > 0,5 menunjukkan tingkat eksploitasi tinggi (overfishing). 2. E < 0,5 menunujukan tingkat eksplotasi rendah (under fishing). 3. E = 0,5 menunjukkan pemanfaatan optimal.
Nisbah Kelamin Udang Kelong Nisbah kelamin penting untuk melihat perbandingan Udang Kelong jantan dan betina yang ada pada suatu perairan. Persamaan untuk mencari kelamin adalah (Effendie, 1997) : p=
100%
Keterangan: P = Proporsi Udang Kelong (jantan/betina) n = Jumlah jantan atau betina N = Jumlah total Udang Kelong (jantan + betina) Faktor Kondisi Udang Kelong Menganalisis faktor kondisi (FK) Udang Kelong terlebih dahulu udang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Udang Kelong yang mempunyai jenis kelamin yang sama dilihat koefisien pertumbuhan (model gabungan panjang karapas dan bobot). Setelah pola pertumbuhan panjang dan bobot tersebut diketahui, maka baru dapat ditentukan kondisi dari Udang Kelong tersebut (Effendie, 2002). a. Jika pertumbuhan Udang Kelong isometrik (b = 3) maka persamaan yang digunakan adalah: K= W b. Jika pertumbuhan Udang Kelong adalah model pertumbuhan allometrik (b ≠ 3) maka persamaan yang digunakan adalah: K= Keterangan: K = faktor kondisi W = bobot udang (g) L = panjang karapas udang (mm) a dan b = konstanta
5
Kualitas Air Dalam penelitian ini terdapat beberapa parameter kualitas air yang diukur seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Parameter
Satuan
1.
Suhu
2. 3.
25 20 15 10
Alat
Lokasi
˚C
Thermometer
In situ
5
pH
-
pH-Meter
In situ
0
Salinitas
‰
Refraktometer
In situ
Cm
Keping Secchi
In situ
Kecerahan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan Panjang dan Bobot Persamaan dan pola pertumbuhan berdasarkan hubungan panjang dan bobot Udang Kelong pada pengambilan sampel di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Berdasarkan Gambar dapat dijelaskan bahwa nilai “b” untuk Udang Kelong jantan, betina, dan gabungan selama 7 bulan pengamatan memiliki nilai b < 3, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhannya adalah allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang karapas lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot. Sampel Udang Kelong yang digunakan adalah 1758 ekor (7 bulan), dengan komposisi Udang Kelong jantan sebanyak 654 ekor, dan Udang Kelong betina sebanyak 1104 ekor. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong secara keseluruhan disajikan pada Gambar di bawah ini.
n = 654
0
10
20
30
40
Panjang Karapas (mm)
Gambar 1. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong jantan 60 50
y = 0.006x2.382 R² = 0.872
40
n = 1104
Bobot (g)
4.
y = 0.012x2.165 R² = 0.713
30
30 20 10 0 0
20
40
60
Panjang Karapas (mm)
Gambar 2. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong betina 60
y = 0.007x2.350 R² = 0.862
50
Bobot (g)
No.
35
Bobot (g)
Tabel 1. Beberapa parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian
40
n= 1758
40 30 20 10 0 0
20 40 60 Panjang Karapas (mm)
Gambar 3. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong secara total
6
Parameter Pertumbuhan Berdasarkan hasil analisis plot Ford-Walfrod didapatkan nilai parameter pertumbuhan (K dan L∞) dan t0 Udang Kelong, baik jantan maupun betina yang disajikan pada Tabel 1. Selanjutnya, nilai parameter pertumbuhan tersebut digunakan
sebagai dasar untuk mendapatkan persamaan Von Bertalanffy Udang Kelong, yaitu Lt = 36.3*(1 – e[0.5(t + 1.885) ) untuk udang jantan dan Lt = 41.91*(1 – e[0.62(t + 1.450)) untuk udang betina
Tabel 1. Parameter pertumbuhan Udang Kelong hasil analisis dengan metode ELEFAN dalam program FiSAT Parameter pertumbuhan Udang Kelong K L∞ t0 (P. merguiensis) (per tahun) (mm) (tahun) Jantan 0.500 36.30 -1.885 Betina 0.620 41.91 -1.450 Gabungan 0.590 40.29 -1.543
Gambar 4. Kurva pertumbuhan Udang Kelong jantan
Gambar 5. Kurva pertumbuhan Udang Kelong Betina
7
Laju Eksploitasi Berdasarkan hasil analisis laju mortaltas total (Z) pada Udang kelong (P. merguiensis) diperoleh 2.526 pertahun terdiri atas mortalitas alami (M) Udang Kelong diperoleh
1.165 pertahun, dan mortalitas akibat penangkapan (F) adalah 1.361 pertahun, sehingga diperoleh laju eksploitasi (E) sebesar 0.539 pertahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Laju mortalitas dan laju eksploitasi Udang Kelong di Kabupaten Langkat Udang Kelong Z M F E (P. merguiensis) (pertahun) (pertahun) (pertahun) (pertahun) Jantan 3.367 1.073 2.294 0.681 Betina 2.831 1.186 1.645 0.581 Gabungan 2.526 1.161 1.365 0.540 Nisbah Kelamin Jumlah frekuensi Udang Kelong jantan di perairan Kabupaten Langkat sebanyak 654 ekor dan jumlah frekuensi Udang Kelong Betina 1104 ekor. Perbandingan Udang Kelong jantan dan Udang Kelong betina sebesar ;1:1.688. Hal ini terlihat dari nilai proporsi betina yang lebih besar dibandingkan nilai proporsi jantan.
Betina 63%
Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas air di lokasi penelitian Hasil No. Parameter Satuan Pengukuran 1. Suhu ˚C 26.4 – 29.5
Jantan 37%
N =1758
Gambar 6.
Kualitas Air Kondisi lingkungan perairan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi distribusi Udang Kelong. Distribusinya di alam juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya kondisi lingkungan perairan pada habitatnya. Hasil pengamatan kondisi kualitas perairan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.
Nilai proporsi Udang Kelong jantan dan betina di Kabupaten Langkat
Faktor Kondisi Hasil perhitungan faktor kodisi (FK) Udang Kelong jantan maupun betina berdasarkan pola pertumbuhan allometrik negatif berada dalam kisaran 0.947 – 1.592. nilai tersebut menunjukkan Udang Kelong di Kabupaten Langkat mempunyai bentuk pipih (kurus).
-
6 – 8.1
Salinitas
‰
2–8
Kecerahan
Cm
20 – 65
2.
pH
3. 4.
Pembahasan Hasil analisis hubungan panjang dan bobot diperoleh persamaan hubungan panjang dan bobot Udang Kelong jantan (Gambar 1) adalah W = 0.012L2.165 dengan kisaran nilai b sebesar 2.165, persamaan hubungan panjang dan bobot Udang Kelong betina (Gambar 2) adalah W = 0.006L2.382 dengan
8
kisaran nilai b sebesar 2.382. Berdasarkan nilai b yang diperoleh diketahui bahwa Udang Kelong di Kabupaten Langkat memiliki pertumbuhan allometrik negatif, artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobotnya. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Susetiono, dkk (1990) di Kufar, Seram Timur dengan nilai b = 2.1859 (jantan) dan nilai b = 2.8059 (betina). Adapun hasil penelitian Saiful (2003) di Kawasan Segara Anakan dengan nilai b = 2.2244, dan Budianto (2012) dengan nilai b = 0.77. Pola pertumbuhan biota perairan yang bersifat allometrik negatif secara umum dapat disebabkan oleh tangkap lebih. Nilai b Udang Kelong betina lebih besar dibandingkan Udang Kelong jantan. Hal ini berarti pada selang waktu pengamatan, Udang Kelong jantan menggunakan energi lebih besar dibanding Udang Kelong betina, yang menyebabkan bentuk Udang Kelong jantan lebih kurus dan kemungkinan Udang Kelong jantan telah menghabiskan energinya untuk melakukan pemijahan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bagenal (1978), bahwa perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, dan tahap perkembangan udang. Harmiyati (2009) menambahkan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran udang yang diamati. Persamaan hubungan panjang dan bobot Udang Kelong secara umum memiliki kecocokan yang erat antara garis regresi dengan data secara sempurna. Hal tersebut didasarkan pada nilai koefisien
determinasi (R2) memiliki nilai yang mendekati angka 1 atau berkisar antara 0.625 – 0.910. Nilai R2 dapat dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartnoll (1982), yang menyatakan bahwa besarnya koefisien determinasi menunjukkan pertambahan panjang diikuti dengan pertambahan bobot tubuh. Hal tersebut juga merupakan sifat umum dari crustacea yang biasanya mengalami perubahan bentuk tubuh selama tumbuh. Parameter Pertumbuhan Berdasarkan hasil analisis parameter pertumbuhan dari formula pertumbuhan Von Bertalanffy untuk Udang Kelong (P. merguiensis) (Tabel 1) diperoleh nilai dugaan panjang asimtotik (L∞) Udang Kelong jantan yaitu 36.30 mm dengan koefisien laju pertumbuhan (K) 0.5/tahun, sedangkan nilai dugaan panjang asimtotik (L∞) Udang Kelong betina yaitu 41.91 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) 0.62/tahun. Berdasarkan dugaan parameter pertumbuhan yang diperoleh, maka kurva pertumbuhan Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat (Gambar 4 dan Gambar 5), dengan persamaan yaitu Lt = 36.3*(1 – e[0.5(t + 1.885)) untuk udang jantan dan Lt = 41.91*(1 – e[0.62(t + 1.450)) untuk udang betina. Panjang total maksimum Udang Kelong jantan dan betina adalah 35.14 dan 40. 16, panjang ini tidak berbeda jauh dengan panjang asimtotik (L∞) Udang Kelong jantan dan betina yang diperoleh. Nilai pada ukuran panjang maksimum untuk Udang Kelong jantan dan betina merupakan pertumbuhan maksimal yang sudah tidak memungkinkan
9
untuk tumbuh atau bertambah panjang lagi. Jika terdapat energi yang berlebih maka energi tersebut digunakan untuk reproduksi maupun perbaikan sel-sel yang rusak. Pertumbuhan ini sangat ditentukan oleh koefisien pertumbuhan (K). Hal ini sesuai dengan pernyataan Setyobudiandi (2004), bahwa apabila nilai koefisien (K) rendah maka dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan untuk bisa tumbuh maksimal. Nilai koefisien pertumbuhan (K) Udang Kelong jantan dan betina masing-masing sebesar 0.5 dan 0.62 pertahun. Nilai yang didapat menunjukkan bahwa nilai K betina lebih besar dibandingkan nilai K jantan. Hal ini berarti Udang Kelong betina memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat untuk mendekati nilai L∞, sedangkan Udang Kelong jantan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai panjang maksimum (L∞). Kondisi ini diduga karena adanya kegiatan pengambilan Udang Kelong yang tidak selektif terhadap ukuran dan jenis kelamin Udang Kelong. Nilai K yang relatif kecil tersebut dikarenakan Udang Kelong yang tertangkap di perairan Kabupaten Langkat pada umumya adalah Udang Kelong yang telah dewasa atau tua. Hal ini didukung oleh pendapat Effendie (1997), yang menyatakan bahwa udang yang berumur muda akan memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, sedangkan udang dewasa akan semakin lambat untuk mencapai panjang asimtotiknya. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat sudah mengalami tekanan dalam laju penangkapan. Parameter kondisi awal t0 yang menentukan titik pada ukuran
waktu ketika Udang Kelong memiliki panjang nol. Hal ini menunjukan pertumbuhan mulai dari saat telur menetas hingga udang memiliki panjang tertentu. Pendugaan terhadap nilai umur teoritis kerang pada saat t0 dapat diperoleh jika parameter nilai panjang asimtotik (L∞) dan koefisien pertumbuhan (K) diketahui dengan menggunakan rumus empiris Pauly. Nilai t0 pada jenis kelamin jantan dan betina masing-masing diperoleh 1.885 dan -1.450. Perbedaan nilai parameter pertumbuhan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah udang yang diambil saat pengambilan sampel serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kesesuaian kualitas air perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Hartnoll (1982), bahwa perbedaan nilai parameter pertumbuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal seperti umur, parasit dan penyakit, serta faktor eksternal seperti jumlah dan ukuran makanan yang tersedia serta lingkungan perairan. Laju Eksploitasi Berdasarkan hasil analisis laju mortalitas Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat (Tabel 6) diperoleh laju mortalitas total (Z) Udang Kelong 2.526 pertahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 1.161 pertahun dan mortalitas penangkapan (F) sebesar 1.365 pertahun. Nilai dugaan mortalitas total (Z) dari penelitian ini sebesar 2.526 pertahun, nilai tersebut menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan Z yang diperoleh Subagyo (2005) di perairan Cilacap, yaitu 5.78 pertahun. Tingginya tingkat mortalitas total,
10
menunjukkan bahwa bekurangnya stok Udang Kelong di perairan bukan hanya disebabkan oleh besarnya tekanan penangkapan, tetapi juga akibat kematian alami. Laju mortalitas penangkapan (F) dari penelitian ini sebesar 1.365 pertahun menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan F yang diperoleh Subagyo (2005) di perairan Cilacap, yaitu 4.53 pertahun dan Saiful (2003) di kawasan Segara Anakan yaitu 2.40 pertahun. Tingginya tingkat mortalitas penangkapan tergantung pada jumlah effort dan efektivitas (daya tangkap) alat tangkap. Laju mortalitas alami (M) dari penelitian ini sebesar 1.161 pertahun, menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan M yang diperoleh Saiful (2003) di kawasan Segara Anakan yaitu 2.35 pertahun, dan Subagyo (2005) di perairan Cilacap yaitu 1.26 pertahun. Nilai M sangat erat hubungannya dengan kondisi lingkungan, dalam hal ini adalah besarnya nilai rata-rata suhu perairan. Laju mortalitas total (Z) menunjukkan bahwa faktor kematian Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat diakibatkan oleh kedua faktor yaitu mortalitas alami dan mortalitas akibat penangkapan, namun lebih besar diakibatkan oleh kegiatan penangkapan. Menurut Sparre dan Venema (1999), mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, stress pemijahan, kelaparan dan usia tua. Berdasarkan hasil analisis mortalitas, dapat ditentukan tingkat eksploitasi Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat (Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan nilai dugaan laju eksploitasi (E) untuk Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat sebesar 0.54. Nilai laju eksploitasi
(E) Udang Kelong menyebabkan adanya tekanan penangkapan yang tinggi atau kondisi tangkap lebih (overfishing) terhadap stok Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat. Hal ini dikarenakan nilai laju eksploitasi (E) yang melebihi eksploitasi optimum yaitu 0.5. Hasil analisis eksploitasi Udang Kelong diduga bahwa Udang Kelong merupakan satu diantara beberapa target utama selain ikan dalam penangkapan dan diduga penggunaan alat tangkap yang berlebih di perairan Langkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bahtiar (2005), menjelaskan bahwa apabila upaya penangkapan begitu besar atau tepat menyamai ketersediaan populasi induk yang tersedia maka populasi ini akan mengalami penurunan secara terus menerus dan pada tingkat tertentu organisme akan mengalami kepunahan. Nisbah Kelamin Jumlah Udang Kelong betina lebih mendominasi dibandingkan jumlah Udang Kelong jantan. Hal ini terlihat dari nilai proporsi betina (63%) yang lebih besar dibandingkan nilai proporsi jantan (37%). Perbandingan nisbah kelamin Udang Kelong jantan dan betina dalam penelitian ini berkisar pada 1:1.688. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmono (1993), menjelaskan bahwa udang jantan akan mengalami kematian lebih awal pada saat memasuki fase matang gonad/betelur dibandingkan udang betina sehingga populasi udang jantan akan menurun. Inilah yang menjadi faktor kenapa udang betina lebih banyak dibandingkan udang jantan di suatu perairan. Jumlah udang betina lebih banyak dibandingkan udang jantan
11
sangat menguntungkan bagi suatu perairan karena pada saat musim pemijahan sel telur akan lebih besar peluangnya untuk dibuahi sel sperma dan kesempatan mempertahankan populasinya lebih besar. Perbedaan hasil pengamatan kondisi nisbah kelamin ini dapat disebabkan oleh faktor tingkah laku udang itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Gambar 6 juga dapat diartikan pada perairan tersebut, jumlah stok Udang Kelong betina lebih banyak bila dibandingkan Udang Kelong jantan, sehingga recruitment lebih banyak ditunjukkan oleh Udang Kelong jantan, dan dapat diduga karena Udang Kelong jantan dan Udang Kelong betina yang tidak berada dalam satu area pemijahan, sehingga peluang tertangkapnya berbeda. Faktor Kondisi Nilai FK Udang Kelong jantan dan betina berdasarkan selang kelas panjang karapas di perairan Langkat cenderung berfluktuatif. Nilai rata-rata FK Udang Kelong selama pengamatan berkisar antara 1.019 – 1.099 untuk Udang Kelong jantan, dan berkisar antara 0.947 – 1.239 untuk Udang Kelong betina. Hasil pengamatan memperlihatkan faktor kondisi Udang Kelong jantan berbeda dengan faktor kondisi Udang Kelong betina. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997), bahwa kematangan gonad dan jenis kelamin mempengaruhi nilai faktor kondisi. Nilai FK Udang Kelong jantan dan betina kurang dari 2, sehingga Udang Kelong di daerah perairan Langkat kurang pipih (kurus). Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1975), bahwa kisaran harga FK antara 3 - 4 berarti
udang gemuk dan pada kisaran 1 - 2, badan udang kurus. Nilai FK yang tinggi pada Udang Kelong betina menunjukkan bahwa Udang Kelong betina memiliki FK yang lebih baik untuk proses reproduksinya dibanding Udang Kelong jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan King (1995), bahwa variasi nilai faktor kondisi juga akan berbeda tergantung pada jenis kelamin dari Udang Kelong, musim, atau lokasi penangkapan, serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan juga kelimpahan makanan. Kondisi Lingkungan Perairan Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air (Tabel 3) menunjukkan kisaran suhu yang didapatkan selama penelitian adalah 26.4 – 29.5˚C. Kisaran suhu tersebut masih merupakan kisaran suhu normal yang dapat ditoleransi Udang Kelong. Hasil penelitian Reynold & Casterlin (1979) dalam Dall et al. (1990) menyatakan pasca larva udang Penaeid lebih menyukai perairan dangkal dekat pantai pada suhu 15 - 25 oC pada saat suhu rendah, dan menyukai perairan hangat pada kisaran suhu 25 - 32oC. Udang-udang muda dan Udang Kelong dewasa mempunyai toleransi suhu antara 10 – 40˚C. Kisaran pH air yang didapatkan selama penelitian adalah 6 – 8.1. Kisaran nilai pH tersebut merupakan kisaran yang dapat mendukung kehidupan Udang Kelong. Kisaran nilai salinitas yang didapatkan selama penelitian adalah 2 – 8 ‰. Kisaran salinitas ini masih dapat ditoleransi oleh Udang Kelong. Menurut Unar (1965), toleransi salinitas Udang Kelong muda dan Udang Kelong dewasa berkisar lebih
12
dari 5‰. Kisaran kecerahan yang didapatkan selama penelitian adalah 20 – 65 cm. Pengelolaan Sumberdaya Udang Kelong Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kegiatan penangkapan terhadap sumberdaya Udang Kelong (P. merguiensis) terjadi tekanan penangkapan yang tinggi atau berada pada kondisi tangkap lebih. Hal ini dikarenakan laju eksploitasi melebihi nilai laju eksploitasi optimum sebesar 0.5. Penangkapan berlebih diartikan sebagai jumlah usaha penangkapan sedemikian tinggi sehingga stok udang tidak mempunyai kesempatan (waktu) untuk berkembang, hal ini menyebabkan total hasil tangkapan yang lebih rendah (Sparre dan Venema, 1992; Gulland, 1983). Penurunan populasi, penyebaran ukuran yang tidak merata dan kepunahan sumberdaya Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat dapat dihindari dengan melakukan pengaturan dan pengelolaan terhadap sumberdaya Udang Kelong yang ada. Pengaturan upaya penangkapan (trip) dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan perikanan stok sumberdaya Udang Kelong dilaksanakan dengan cara mengurangi penangkapan Udang Kelong dan mengurangi jumlah unit kapal yang digunakan dalam proses penangkapan Udang Kelong, serta mengurangi penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Langkah ini dilakukan agar sesuai dengan kemampuan produksi dan daya pulih kembali sumberdaya Udang Kelong sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin.
Hal
yang paling penting dalam rencana pengelolaan sumberdaya Udang Kelong adalah perlunya menerapkan sistem monitoring dan pendataan secara sistematis guna mendapat data yang akurat sebagai dasar membuat perencanaan pengelolaan sumberdaya Udang Kelong (P. merguiensis) di perairan Kabupaten Langkat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Pola pertumbuhan Udang Kelong (P. merguiensis) jantan dan betina berdasarkan hubungan panjang dan bobot di perairan Kabupaten Langkat mempunyai sifat pertumbuhan allometrik negatif dengan nilai b = 2.165 Udang Kelong jantan, dan nilai b = 2.382 untuk Udang Kelong betina. 2. Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy Udang Kelong (P. merguiensis) yang didapat adalah Lt = 36.3*(1 – e[0.5(t + 1.885) ) untuk udang jantan dan Lt = 41.91*(1 – e[0.62(t + 1.450)) untuk udang betina. 3. Laju mortalitas total (Z) Udang Kelong (P. merguiensis) sebesar 2.526 pertahun dengan laju mortalitas alami (M) 1.161 pertahun dan mortalitas penangkapan (F) 1.365 pertahun dan laju eksploitasi (E) 0.54 pertahun. Nilai E mengindikasikan tingkat pemanfaatan Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat sudah mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing). 4. Perbandingan nisbah kelamin Udang Kelong jantan dan betina
13
di perairan Kabupaten Langkat adalah 1:1.688, dan nilai faktor kondisi (FK) Udang Kelong jantan sebesar 1.019 – 1.099, dan Udang Kelong betina berkisar antara 0.947 – 1.239. Nilai ini menunjukkan tubuh Udang Kelong jantan dan betina kurang pipih (kurus). Saran Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai analisis aspek reproduksi Udang Kelong, pola rekruitmen agar diketahui musim pemijahan Udang Kelong, dan pola distribusi Udang Kelong agar penangkapan Udang Kelong tidak dilakukan pada saat pemijahan. DAFTAR PUSTAKA Bagenal T. 1978. Methods for assessment of fish production in freshwater. Third edition. Blackwell Scientific Publications. Oxford. Hal: 365. Bahtiar, 2005. Kajian Populasi kerang Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) di Sungai Pohara Kendari Sulawesi Tenggara.Thesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.76 hal. Bhattacharya, C.G., 1967. A Simple method of resolution of a distribution into Gausian components. Biometrics, 23:115-135. Budianto, S. 2012. Efek Osmotik berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas Telur dan Vitalitas Larva Udang Windu (Penaeus monodon fabricus). Program
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Darmono. 1993. Budidaya Udang Penaeus. Penerbit Kanisius (Anggota IKPI) Yogyakarta. Desrita. 2011. Bioekologi Ikan Bunga Air(Clupeichthys goniognathus) di Perairan Inlet Waduk Koto Panjang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Effendie, M. I. 1975. Metode Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan Institut Perikanan Bogor. Bogor. Hal: 92. Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta Effendie, M I. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm. Gulland, 1983. Fish Stok Assesment : A Manual of Basic Methods, John Wiley and Sun. Harmiyati, D. 2009. Analisis Hasil Tangkapan Sumberdaya Ikan Ekor Kuning (Casesio cuning) yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartnoll, R. G. 1982. Growth in The Biology of Crustacea Embriology, Morfology, and Genetic. Academic Press, New York (2). Hal: 111 – 196.
14
King, M. 1995. Fisheries Biology, Assestment, and Management. Fishing News Books. London, USA. Pauly, D. 1983. Length Converted Catch Curve: a Powerful Tool For Fisheries Research in The Tropics (Part I). Fish Byte, News Letter of The Network of Tropical Fisheries Scientist 1 (2). Hal: 9 – 13. Pauly, D. 1984. A Selection of a Simple Methods for the Assessment of the Tropical Fish Stock. FAO Fish Circ. Firm / C. 729. Rome diacu oleh Diskibiony, D. 2012. Studi Pertumbuhan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Teluk Banten. Kabupaten Serang, Pulau Banten [Skripsi]. Institu Pertanian Bogor. Bogor. Saiful, P. 2003. Analisa Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) di Perairan Kawasan Segera Anakan dengan Simulasi Model Dinamis [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Universitas Dipenogoro, Semarang. Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A, Sembiring A, dan Bahtiar. 2009. Sampling dan analisis data perikanan dan kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Bogor. Bogor.
Pertanian
Sparre, P dan Venema, S. C., 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Kerjasama FAOPusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. Hal: 438. Subagyo, W. 2005. Status Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus merguiensis De Man) di Perairan Cilacap dan Sekitarnya Serta Usulan Pengelolaannya [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal: 248. Susetiono dan Setyono, D. E .E. 1990. Beberapa Informasi Biologi Udang Putih di Perairan Kufar, Seram Timur. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Ambon.
Unar M. 1965. Beberapa Aspek tentang Daerah Penangkapan (fishing ground) udang di Perairan Indonesia. Simposium Udang, Jakarta. 22-27 Pebruari 1965. Walpole, R.E. Statistika Gramedia Jakarta.
1992. Pengantar Edisi Ketiga. Pustaka Utama,