Pertemuan Nasional Masyarakat sipil untuk SDG’s Mewujudkan SDG yang inlusif dan partisipatif INFID, Jakarta 06-07 Oktober 2015
Diskusi Pleno I. MC : memperkenalkan pembicara dan latar belakang acara. Abetnego Tarigan Ketua Board INFID menyampaikan pidato pembukaan. PBB telah memutuskan SDG (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) dengan perwakilan negara menandatangani kesepakatan berisi 17 Tujuan SDG dan 169 indikator yang harus dipenuhi. Infid telah terlibat selama 3 tahun dalam perumusan SDG. Kita mengetahui besarnya harapan bahwa SDG tidak akansama dengan MDG setidaknya dalam proses perumusan dan cara kerjanya. Seminar ini sebenarnya merupakan tantangan karena kesimpulan bahwa MDG sangat topdown, lalu bagamana pelibatan masyarakat secara substantive dan sungguh-sungguh di era keterbukaan, dengan besarnya potensi masyarakat. Keterlibatan masyarakat sipil sebagai aktor dan faktor pencapaian. SDG adalah proses panjang selama 15 tahun. Sebuah kerangka global membutuhkan komitmen poltik dari semua pihak. Sebagai penyelenggara, INFID mempunyai tujuan merumuskan isu strategis dan substansi tentang peran masyarakat sipil di tingkat nasional. Namun tantangan kita bukan hanya kerangka perumusan namun adopsinya di tingkat propinsi dan kabupaten, dalam konteks dimana organisasi masyarakat sipil terkonsentrasi di kota besar, dengan sumber daya yang cukup di tingkat nasional. Bagaimanadi tingkatpropinsi dan kabupaten, khususnya di daerah pemekaran dimana masyarakat sipil belum berkembang. Teori partisipasi misalnya dengan 6 level partisipasi dari yang manipulative sampai citizen control, level mana yang akan kita lakukan. Bagaimana dengan pelembagaan pertisipasi dan pembiayaannya?Apakah dengan musrenbang atau kelembagaan lain yang membuka ruang lebih luas? Yang menarik dari SDG tidak bicara soal teknis semata seperti sebelumnya tapi perubahan paradigmadan tata kelola, kami meyakini akan semakin banyak ruang masyarakat sipil di dalamnya. INFID berterimakasih atas partsipasinya, semoga hasil perumusan dapat diadopsi dielaborasi dan diintegrasikan dalam program pemerintah. Endah MEndah Murtiningtyas Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam (BAPPENAS) Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama setelah SDGs dideklarasikan di New York.
Keterlibatan pertama, Indonesia sudah mulai terlibat ketika Presiden SBY menjadi coacher dalam pengurangan emisi.Keterlibatan kedua dilakukan bersama Kementerian Luar Negeri, saat itu kami (BAPPENAS) terlibat dalam Open Working Group di jalur pemerintah. Kita juga mengikuti forum intergovernmental of expert and financing sebagai bagian penting dari aspek pendanaan means of implementation. Keterlibatan ketiga, Indonesia memiliki titik pijak (starting point) yang sinkron dengan momen SGDs. Sebab di tahun ini, deklarasi SDGs berbarengan dengan penyusunan RPJMN 2015-2019. Di dalam konteks RPJMN, setidaknya ada tiga norma yang dinilai penting. Pertama, perencanaan pembangunan ditujukan untuk manusia dan masyarakat.Meskipun, SDGs memiliki tiga pilar namun manusia tetap lah pilar utama lantaran tujuan terbesar dari program pembangunan adalah kesejahteraan.Kedua, peningkatan kesejahteraan dan produktivitas manusia tanpa menciptakan ketimpangan yang cukup besar.Ketiga, pembangunan tidak boleh merusak dan mengurangi daya dukung lingkungan.Norma ini merupakan klausul yang menjadi transformasi dari MDGs ke SDGs. Artinya, pembangunan harus mempertimbangkan batasan-batasan lingkungan. RPJMN sendiri memiliki tiga dimensi. Pertama, transformasi SDGs harus tercermin dalam pembangunan manusia seperti pembangunan untuk pendidikan, perumahan, kesehatan dan karakter bangsa. Artinya, kita harus mengubah karakter yang beranggapan bahwa lingkungan adalah tempat membuang sampah sebab penting untuk merawat ekosistem.Kedua, pembangunan sektor-sektor ekonomi unggulan harus mengarusutamakan lingkungan yang semula hanya dianggap sebagai eksternalitas saja. Dari bahasa ekonomi, bila memperhitungkan ukuran-ukuran lingkungan maka harga barang akan berubah menjadi mahal. Dengan demikian, paradigma ini harus diubah.Ketiga, dimensi pemerataan antar manusia dan kelompok serta pemerataan antar kewilayahan. SDGs bisa dimaknai tidak hanya sebagai lanjutan dari MDGs tetapi juga transformasi dari MDGs. Transfromasi itu mewujud dalam perluasan goals dan target MDGs. Selain berfokus pada manusia, SDGs juga melihat bahwa pembangunan manusia dan ekonomi harus mempertimbangkan batasan-batasan lingkungan. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dan dikomunikasikan bersama temanteman.Pertama, menelaah goals yang tidak hanya berpijak pada pilar ekonomi semata.Salah satu contoh, para pelaku ekonomi harus memperhatikan batasan pembuangan limbah.Oleh karena itu, ukuran-ukuran kuantitif untuk index lingkungan harus disepakati secara rasional.Di titik ini kita sudah sangat ketinggalan. Emisi GRK, IKLH dan tutupan lahan hutan. Kedua, kami perlu menekankan ketersediaan indikator di tingkat nasional dan daerah.Belajar dari MDGs, keberhasilan di tingkat nasional merupakan cerminan dari keberhasilan di tingkat sub-nasional. Artinya, perlu ada localized indicator yang sesuai dengan prioritas nasional dan karakter masyarakat indonesia yang beragam. Ketiga, kami perlu membangun kesepakatan atas pendefinisian operasional dari SDGs agar ada penyelearasan dan perbandingan kabupaten kota agar lebih jelas. Tahapan ini perlu dilakukan ya. Keempat, kita perlu menyusun kerangka kerja sesuai dengan peran berbagai pihak. Di dalam agenda 2016, ada penyusunan bahan sosialisasi baik yang digunakan untuk kementerian dan masyarakat umum dengan bahasa yang tentu saja berbeda.Kita juga perlu mempertimbangan areal kerjasama dengan rekan-rekan filantropis.Penting untuk melakukan pemetaan tentang peran dan keterlibatan rekan LSM.Artinya, para
pilar mana mereka ingin mengambil peran.Peran yang tentu saja paling penting adalah peran-peran LSM untuk melakuan advokasi dan capacity building dalam rangka melakukan transformasi dari MDGs ke SDGs. Bapak Toferi P Sutikno, Kementerian Luar Negeri Mohon maaf karena Ibu Menteri tidak bisa datang. Begitu juga Pak Hasan Kleib tidak bisa hadir karena masih di NY. Pertama, terima kasih kepada INFID atas penyelenggaraan acara ini.Kedua, apresiasi terhadap INFID yang sangat aktif memberikan masukan substansif dalam isu pembangunan berkelanjutan ini. Dalam kaitan ini, kita semua telah mengtahui baru saja diluncurkan Agenda Baru Ada perubahan paradigma dalam agenda baru ini, dimana pembangunan tidak hanya memperhatikan soal ekonomi, soal sosial saja, tapi juga memperhatikan perlindungan bagi lingkungan. Ini adalah paradigma pembangunan baru. Tentang SDGs, baru diadopsi minggu lalu. Dalam Pidato di NY Wapres menyampaikan ada tiga pesan.Pertama, MDGs telah membawa banyak hal, tapi juga menyisakan banyak hal termasuk soal angka kematian ibu melahirkan yang masih tinggi di Indonesia.Kedua, disampaikan juga tentang capaian Indonesia, banyak kritik tapi positifnya juga disampaikan, seperti kebijakan penurunan subsidi BBM yang dialihkan untuk menambah biaya kesehatan dan pendidikan.Ketiga, diperlukan kerjasama internasional yang begitu besar, semua pihak harus mensukseskan SDGs. Sesuai dengan judulnya transforming Our World: The 2030 Agenda for Sistinable Development, perlu mentransformasi dunia. Saya pikir, Indonesia sangat kuat dalam usaha transformasi ini. Ada sumbangsih kita dalam mewujudkan Transforming Our World. Pada tahun 2030 harapannya kita mempunyai tujuan sama; pertama; agar masyarakat internasional bergerak keaarah yang sana. Ternyata poverty masih jadi tantangan besar.Kedua, bagaimana kemudian melaksanakan sustainable development.Ketiga selain unsur social, environment, pemerintah juga harus menjadi salah satu unsur dalam mewujudkan pemsbangunan berkelanjutan. Untuk mengarahkan resources guna pencapaian tujuan tersebut.Kalau secara global, wilayah mana yang diperlukan untuk mendapatakan perhatian, begitu juga dalam level nasional. Kondisi sekarang beda dengan kondisi tahun 2000. Tantangan yang terjadi semakin besar, maka agendanya juga semakin padat. Tantangan perubahan iklim, tantangan kesenjangan, termasuk di AS juga. Bahkan dalam perkembangan saat ini orang miskin juga hidup dinegara-negara yang berhasil pembangunan ekonominya. Kesenjangan masih menjadi isu besar saat ini. Agenda pembangunan kita saat ini menjadi lebih komprehensif. Tantangan kedua terbesar, meskipun telah terjadi penurunan kemiskinan, namun kemiskinan masih terjadi dimana-mana. Kemunculan negeri-negeri emerging economies yang juga mewarnai perkembangan ekonomi dunia, yang harapannya bisa mewujudkan kerjasama internasional ini semakin maju.
Ketiga, perbedaan 2000 dan 2015 yang nampak adalah tentang aktor pemerintah yang semakin aktif.CSO, akdemisi, mereke berlomba-lomba, turut aktif memberikan masukan dalam penyusunan agenda-agenda global.Terakhir, perkembangan tekhnologi informasi yang cukup tinggi, ini adalah hal baik dan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan tsb.
Hal lain, kerjasama internasional ini juga memberikan hasil. Membangun kesadaran bahwa kita tinggal di planet yang sama, jadi butuh pemahaman bersama untuk menjaga planet ini. Dalam kaitan kedepan, bersamaan dengan penyusunan MDGs, diwaktu yang sama pemerintah kita juga menyusun RPJMN. Tidak banyak negara seperti itu.Jadi ini adalah modal awal, start yang baik, tinggal kedepan bagaimana menyusun rencana di level nasional. Butuh mensosialisasikan ke kawan-kawan lain, tidak hanya yang ada diruang ini. Saya juga ingin mengajak, meski masing-masing punya interest, kita punya resources terbatas, jangan sampai kita memajukan satu hal tapi hal lainnya tidak mendapat perhatian. Pemukulan Gong pembukaan secara resmi. MC mengumumkan diskusi paralel Diskusi Pleno Dari MDGs ke SDGs Moderator : Cindy Sistyarani Naira Costa dari Beyond 2015 mepresentasikan perbedaan MDGs dan SDGs serta bagaimana bergerak dari kebijakan menuju aksi. Tujuan SDGs telah diadopsi oleh 150 negara , dengan 17 tujuan and 169 target, atau disebut agenda 2030. Banyaknya tujuan merupakan pengakuan dan tantangan yang ada pada hari ini dan untuk mengatasi masalah sampai akar-akarnya. Proses negosiasi telah terjadi selama tiga bahkan lima tahun yang lalu. Kita terlibat dan melakukan observasi bersama semua pemangku kepentingan dari seluruh dunia, maka tujuan ini adalah hasil dari banyak kepentingan dan perspektif. Proses inklusif dan transparan ini merupakan yang pertama dalam sejarah PBB, dengan adaya ruang negosiasi dan dalam outcomenya. SDGs mempunyai agenda yang lebih luas dan merupakan sebuah deklarasi politik termasuk didalamnya bagaimana implementasinya, memobilisasi sumberdaya serta kajian oleh masyarakat sipil dan pemangku kepentingan laiinnya. Dengan pengetahuan dan kepemilikan SDG, implementasi akan berhasil. Jusuf Kalla sebagai perwakilan Indonesia juga menggarisbawahi peran masyarakat sipil dalam implementasi. Perbedaan utama dari MDGs adalah partisipasi penuh secara inklusig dengan kepemilikan dan ambisinya.SDG merupakan tujuan universal yang diaplikasikan untuk semua negara.Misalnya kesetaraan merupakan tantangan besar untuk negara dengan penghasilan menengah.SDG mempunyaitiga dimensi
yaitu keberlanjutan, implementasi dan akuntabilitas. Pendekatan partisipasi menjadi sangat penting untuk mewujudkan kepemilikan dan feasibilitas. Kebijakan menuju aksi melibatkan semua pemangku kepentingan.Beyond 2015 telah mendiskusikan langkah-langkah impleetasi dan telah menyampaikan pesan pada para pemimpin dunia. Tujuh langkah ini juga dapat dipakai untuk mengawasi implementasi di Indonesia 1. Urgensi implementasi, dengan momentum politik kesepakatan baru, pemerintah memulai dengan rencana dan jadwal aksi yang jelas. 2. Mekanisme dan akuntabilitas yang jelas di tingkat nasional dan melibatkan semua kementrian terkait. 3. Alokasi dana untuk SDGs, juga dapat menjadi indicator keseriusan pemerintah 4. Komunikasi di semua tingkatan dengan penerjemahan dokumen agar semua masyarakat mengetahui agenda ini. 5. Partisipasi luas, merupakan bagian dari advokasi yang dilakukan Beyond 2015, untuk mewujudkan implementasi dan akuntabilitas 6. Komitmen akuntabilitas terutama di tingkat nasional, regional dan global. 7. Universal interlinkage, bekerja bersama dengan pendekatan multisektor dan dan mobilisasi ruang untuk mewujudkan transformasi. \ Tantangan kita adalah terus melakukan pengawasan dan mendorong implementasi, koordinasi di tingkat nasional dan kampanye SDG, mewujudkan integrasi dalam kebijakan dan keterlibatan di semua level. Kholiq Arif “Bagaimana Wonosobo Melaksanakan MDGs?” Bupati Kabupaten Wonosobo A. Kendala dan pencapaian dari pelaksanaan MDGs kabupaten/kota Pemerintah cenderung lamban dalam menangkap pengertian MDGs. Wonosobo sendiri harus didukung oleh berbagai NGO untuk memahami target dan konsep MDGs. Bila SDGs ini lebih partisipatif maka akan lebih mudah untuk mempercepat proses sosialisasi dan implementasi di daerah. B. Perencanaan MDGs Selama ini, di tingkat pemerintah pusat dan provinsi, MDGs hanya menjadi bahan pidato. Waktu itu kurang ada korelasi antara masyarakat dengan pemerintah. Maka, bila konteks dari SDGs sudah seirama sejak awal, maka berbagai pihak bisa diselarasikan. Kita memiliki kesempatan dalam UU Desa yang memungkinkan goals dalam SDGs diketahui pemerintahan desa secara lebih utuh. Sehingga ketika Bupati menerjemahkan UU Desa melalui “Surat Keputusan Bupati tentang Penggunaan Anggaran” tidak keliru. Sebab banyak pemerintah desa tidak membuat RPJMDes. Oleh sebab itu, masyarakat sipil seperti INFID dan LSM patut mendampingi proses ini. C. Hambatan dalam perencanaan MDGs Penentuan daerah itu tidak ada kesamaan. Prospek BPS dan Publik itu terlampau jauh.Ada angka-angka BPS yang
saya kira harus diperdebatkan ulang. Oleh karenanya, Wonosobo membuat Sekolah Pembaharuan Desa dengan mengarusutamakan isu dan konsepsi MDGs di banyak pihak untuk mendampingi kabupaten kota. Pengarusutamaan untuk MDGs dan sekarang adalah SDGs harus melalui konsep pembaharuan desa yang sedang hangat diputarkan.Saat ini, desa memiliki sumber daya finansial besar.Desa mampu menerima 809 juta dan terkecil 680 juta terkecil. Maka, bila tidak ada pengarusutamaan isu SDGs saya kira akan berat ya.
D. 7 poin penting adalah soal komitmen dan kerjasama semua level Kita punya p kausalitas antara pemerintah kabupaten dan desa. Saya rutin satu dua kali turun ke bawah tentang konsepsi Dana Desa. Tetapi juga harus didampingi, kelompok pemerintah desa dengan civil society. Pemerintah kabupaten kota ya jangan hanya berkomitmen saja, tetapi juga ikut mendesain dong. Isu yang kuat sekarang adalah Galian C dan deforestasi di Dieng.Ini partisipasi yang kuat untuk membangun aspek kesehatan dan deteksi dini kanker leher rahim.Kita punya penyakit yang cukup akut di Wonosobo ya yakni konsumerisme dari pembelian rokok dan pulsa sebagai isu kemiskinan tinggi dan pernikahan dini.Ini menjadi angka dan pendidikan serta sektor perempuan itu harus dihapuskan lagi.
E. MDGs ke SDGs itu apa yang harus dilakukan Desa seda mengimplementasikan banyak kebijakan publik. Mereka itu sedang bingung, punya duit banyak dan jangan sampai jadi laknat untuk kepala desa.Sejak 203 itu ada 77 juta ya ke desa, sekarang makin besar.Isu yang besar itu, pembangunan hanya urusan infrastruktur.Harus melompat mereka lebih dari sekedar infrastruktur.Nantinya bila ada RPJMD 2016-2021 dengan RPJMDes itu harus menyatu dan memasukkan pada 17 desa. Seperti apa korelasi yang mereka hadapi, isu dana besar dengan pengelolaan, tujuan dan basic need public yang kuat. Saya kebetulan habis 30 oktober besok ya.Saya kira tidak hanya INFID, Walhi dong, kita ada banyak Galian C tidak berijin.Saya tidak pernah mengeluarkan ijin galian.Ini ada upaya untuk menerjemahkan konsep mengenai pengelolaan galian C itu harus ada mediasi Walhi. Mulyadi Prayitno, Pelaksanaan MDGs di Makassar Kalau ditanya tentang pelaksanaan MDGs, versi masyarakat sipil telah jelas, bahwa MDGs adalah bahan pidato saja.Tapi saya juga harus obyektif untuk menggunakan penilaian pemerintah untuk menggambarkan soal pelaksanaan MDGs. Sebagai contoh, tentang goal1 di Kota Makassar, angkanya jauh dibawah nasional, 5% untuk Kota Makassar.Kalau menggunakan indicator BPS, bahkan bisa 3%. Namun kalau kita lihat kedalaman kemiskinan, maka ketimpangan akan menjadi kelihatan. banyak orang yang tidak makan. Jam 11 malam, kita bisa melihat orang cari segenggam beras untuk makan, sedangkan diwaktu yang sama, ada berjajar orang bawa mobil makan dengan makanan yang berlebihan. Di kota Makassar masih ada kasus busung lapar. Ada orang ditemukan busung lapar di belakang rumah Walikota Makassar, dan ini diekspos dimedia. Jika menggunakan indicator BPS, akan sulit untuk mengukur keberhasilan MDGs. Terakhir saya datang ke Bappeda, tercapai angkanya, namun dberikan tanda warna kuning dimana artinya harus ada perhatian, ini untuk Goals Nomor 1.
Goals Nomor 6 yang juga saya amati di Makassar. Tahun 2006, ada 4 orang, namun ditahun 2015 menjadi 7,725 orang. Jika melihat MDGs, harusnya masyarakat usia remaja mengetahui tentang bahaya HIV AIDS. Namun ini saja tidak terjadi.Target MDGs, tentang pemakaian kondom tidak tercapai. Karena ada anggapan bahwa kondom tabu, dan disisi lain ini tidak juga dapat diukur. Soal sanitasi air bersih.Makassar ini perkembangan pembangunannya cukup pesat, butuh sanitasi air bersih yang baik. Penduduk kota Makassar 1,6 juta, hanya 56% yang saat ini dapat menikmati air PDAM. Dan kalau hujan, airnya keruh.Kalau musim kemarau didaerah Makassar bagian timur tidak ada air. Kota yang lagi membangun seperti Makassar, korbannya pasti masyarakat marginal.Harus ada kebijakan pengamanan terhadap masyarakat marginal seperti ini. Kalau tidak dipikirkan ini yang akan menambah jumlah pengangguran. Ini untuk menjelaskan bahawa antara satu target dengan target yang lain pasti ada hubungan. Dulu di pantai Losari, banyak sekali pedagang asongan, namun sekarang kita sudah tidak melihat lagi.Bagaimana anak dari tukang asongan yang sebelumnya berjualan di pantai Losari mendapatkan akses pendidikan, ketika mereka digusur dan tidak boleh lagi berjualan. Ketika orang tuanya tidak lagi berjualan dikawasan tersebut, bagaiamana akses pendidikan anaknya, apakah Ada juga kasus dokter-dokter PTT yang harus diangkat oleh kementerian di Jakarta.Ketika pemerintah daerah mengangkat mereka, seminggu berikutnya mereka sudah tidak ada lagi di Makassar.Kebijakan yang demikian perlu diperbahurui.Agak sulit memang membayangkan satu kebijakan diputuskan dipusat, implementasinya di daerah. Di Makassar, alokasi budget sudah dibuka lebar, tidak sulit sebenarnya membangun partisipasi. Gunawan “Peran Kementrian Dalam Negeri dalam Mensosialisasikan MDGs” • Terdapat 6 Urusan pelayanan dasar yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam konteks tersebut peran Mendagri sangat penting dalam wewenang dan tugasnya untuk pencapaian otonomi daerah, pelayanan publik dan daya saing. • Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari hubungan dengan kementrian lain yang bertanggung jawab secara teknis terhadap 6 urusan tersebut dan siapa yang bertanggung jawab untuk mendanai. Jika terdapat pembiayaan diluar dari wewenangnya akan sangat beresiko untuk berurusan dengan KPK. • Kaitan yang disampaikan pak Mulyadi, ada program pusat tapi meminta pemda untuk berkontribusi itu diragukan. Saluran pem pusat ke daerah itu seperti APBD dan APBN, kalau tugas yang didelegasikan itu adalah APBN tapi dilaksanakan oleh provinsi. Bagaimana Mendagri mensosialisasikan MDGs yang saat ini telah berubah ke SDGs? • Kementrian dalam negeri sangat berkepentingan bagaimana SDGs bisa dilaksanakan oleh keseluruhan pemerintahan daerah. Bersama dengan Bappenas, Kemendagri dibutuhkan untuk membuat satu statement bersama bagaimana SDGs ini harus didukung oleh daerah. Menjelaskan tentang bagaimana dalam setiap proses pembangunan harus masuk unsure capaian dan target yang harus dicapai.
• Setiap tahun perkembangannya harus dilihat dalam RKPD. Dalam konteks RPJMD terdapat mekanisme yang harus diusulkan oleh Mendagri. • Mendagri akan memberikan dukungan secara langsung terutama ada proyek tematik yang ada kaitannya dengan wewenang kemendagri seperti program penyediaan air minum dan sanitasi. • Ada 3 kategori dari target MDG yang sudah tercapai, namun sekarang masih dalam proses. Beberapa yang lain masih sulit. Tersebut adalah data-data yang cepat tercapai, dan perlu waktu.Untuk sekarang berarti butuh upaya yang lebih besar karena sekarang targetnya lebih banyak. • Secara formal Mendagri belum mendapatkan informasi tentang ini, sehingga beberapa strategi baru bisa dibicarakan dan direncanakan kemudian. Tapi sebenarnya keterlibatan Kemendagri dalam program seperti ini ada ketika Indonesia ditunjuk sebagai pilot project untuk goal 19. • Secara internal kemendagri telah memiliki mekanisme sendiri untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah. Setiap tahun Bupati harus melaporan laporan penyelenggaraan daerah yang memiliki lebih dari 700 indikator. Indikator-indikator tersebut sangat erat kaitannya dengan SDGs seperti kesehatan dan pendidikan.Termasuk hal-hal yang cross cutting isu seperti kemiskinan.Memang hal ini tidak langsung indikator SDGs namun pelaksanaan urusan yang menjadi tanggung jawab daerah telah dilaksanakan oleh daerah. • Untuk kepastian tentang SDGs, saat ini Kemendagri akan menunggu terlebih dahulu dari Bappenas. Dan tentunya koordinasi dengan kementrian yang berkaitan dengan program SDGs ini. Dari sisi Kemendagri, akan siap untuk melakukan action terhadap kebijakan dan komitment pemerintah, seperti apa yang akan diturunkan. Diskusi Misi dari kapal perempuanmengapresiasi bupati Wonosobo yang mengakui keterlambatan MDG, sistem data menjadi masalah nasional yang harus diperbaiki, sistem pendataan top down tidak relevan tidak sesuai kenyataan BPS menjadi acuan meskipun ada indicator lokal. Untuk pencapaian SDG, basis data dikuatkan di tahun 2015.Jika INFID membuat semangat inklusif dan partisipatif, kelompok minoritas, masyarakat adat, agama minoritas, di data saja tidak masuk, bagaimana program pemerintah dapat diakses.Data tentang pencapaian MDG. Gunawan saja tidakbisa menjelaskan laporan Bappenas jadi data sangat sektoral, setiap kementrian seharusnya dapat menjelaskan evaluasi, namun mendagri tidak bisa menjelaskan. Kegagalan MDG pada angka kematian ibu melahirkan, sama dengan 1991, merupakan tamparan bagi Indonesia soal kesehatan ibu dan anak. Pernikahan dibawahumur jugatidak menjadi respon Indonesia, bahkan UU perkawinan melegitimasi 16 tahun anak perempuan bisa menikah. Bagaimana membuat data awal dan data akhir penilaian untuk menunjukkan partisipasi dan inklusivitas terutama untuk kelompok minortas dan terpiggirkan dalam masyarakat.
Migrant care Lembata NTT menjelaskan soal potret kemiskinan hanya angka bukan kualitasnya, hampir di tiap kabupaten dan propinsi. BPS menjadi rujukan akhir, pemerintah desa, bagaimana proses memulai sistem ini? PembelajaranWonosobo ini bisa direplikasi di tempat lain untuk kesadaran di tiap level.Dalam kerja tata kelola berkelanjutan, bagaimana integrasi kapasitas tertruktur sampai tngkat pemda. Sigit dari Yakkum solo mempertanyakan komitmen pemerintah, misalnya bagaimana NTT dan papua barat mengarustamakan SDG dan RPJM desa sangat signifikan agar bupati berani melawan mafia ekonomi dan politik di daerah, serta kehendak rakyat bisa diimplementasikan Apakah peran CSO dalam SDGs? Bagaimana mendampingi setiap desa karena merupakan tanggung jawab pemerintah lewat pajak, atau pemberdaya masyarakat lewat kontrol. ParadigmaMDGs berbedadengan komponen teknis dan teknokratis, kesehatan, sekarang pembangunan berkelanjutan maka koordinasi penting, apakah Depdagri bisa membuat surat edaran untuk tata kelola dana desa, agar tidak hanya digunakan seperti biasa untuk infrastruktur. Papua dan NTT sangat menyambut masukan implementasi namun kemudian hanya menjadi proyek. Kholiq menjelaskan rancang bangun identitas, kemiskinan versi BPS dan versi publik.
pemetaan di desa menunjukkan disparitas angka
Jika disepakati di level musyawarah desa, karena BPS menyebabkan kesalahan intervensi yang sangat bias. Wonosobo sudah mulai 2008 di 11 kecamatan, tapi tidak diakui. 2015 sekolah pembaharuan desa dilaksanakan untuk menentukan identitas kemiskinan menurut mereka, hasilnya ada yang diatas dan dibawah BPS. Data base menurut keyakinan mereka, intervensi terhadap penanggulangan kemiskinan lebih jelas. Tingginya angka kematian ibu dan bayi, 2012, kelas ibu hamil, per tahun hanya sekitar 10 kasus, dengan kelas ibu hamil menurunkan angka kelahiran bayi, Malaria sudah zero, HIV AiDS merupakan fenomena gunung es, kami melibatkan remaja secara aktif dalam penanggulangannya Komitmen wonosobo, menentukan format bottom up yang kuat, data, penanganan tidak hanya fisik tapi aspek lain. Upaya pendampingan, Pemerintah bersama LSM melatih desa untuk anggaran desa. Pemda mengalokasikan dana, hasilnya luar biasa, mewujudkan human right city bersama INFID dan IAIN Semarang menghasilkan raperda. Pemda kabupatenkota harus didampingi, mereka politisi dan pengusaha yang tidak paham dengan isu ini. Pendampingan dalam konsepsi, semua dikolaborasi hasilnya lebih efektif misalnya pengarusutamaan HAM, menjadi DPRD yang lebih cerdas dalam mengawasi.INFID, Walhi harus diajak. Sekolah pembaruan desa menjadi pintu masuk, serahkan dana desa oleh kelompok sipil, saya dan migrant care membuat perda TKI, analisa kebijakan dana desa langsung dintegrasikandalam isu SDG, dengan kemauan dan ketulusan
Gunawan menjelaskan mekanisme evaluasi Depdagri pada kepala daerahmisalnya memasukkan indicator angka kematian ibu dan bayi terlaporkan tiap tahun. Bersama kementrian, kita lihat lebih detail lagi, mengapa ub kesehatan kurang baik. Koneks otoda tidak scr khusus menyebut SDG, namun dr tugas dan fungsi otonomi daerah dan pemerintahan desa dengan surat instruksi dan edaran soal pemerintahan desa tapi, dana desa ada di kementrian desa . Vocal point SDG seharusnya di kabupaten, mendagri agar surat edaran tepat sasaran, namun ealuasi sebenarnya sudah berkaita dengan SDG. Indicator lebih memberi perhatian ekstra. Kita segerakan membangun komitmen Moderator : Komitmen dan komunikasi yang jelas menjadi pwerwujudan SDG di semua level.