Pertanggungjawaban Dewan Pengawas Syariah (DPS) Atas Kerugian Bank Syariah dalam Tinjauan Hukum Korporasi1 Oleh: Reza Perdana Putra Rachmat (Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Indonesia) NPM: 1106151386
Abstraksi Salah satu pilar terpenting dalam pengembangan industri perbankan syariah adalah kepatuhan terhadap syariah itu sendiri (shariah compliance). Untuk menjamin terlaksananya prinsip-prinsip syariah dalam setiap kegiatan Bank Syariah, diperlukan adanya suatu model pengawasan terhadap kepatuhan bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip syariah tersebut. Pemerintah dalam hal ini, telah mengeluarkan dua undang-undang, yakni UU. No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mengamanatkan tugas pengawasan tersebut kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hal inilah yang pada akhirnya memposisikan kedudukan DPS bersamasama dengan Direksi dan Dewan Komisaris sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan Bank Syariah. Bilamana terjadinya suatu kerugian pada Bank Syariah, dalam hal apa DPS dapat dimintai pertanggungjawabnnya untuk menanggung beban kerugian dari Bank Syariah tersebut. (Keyword: Dewan Pengawas Syariah (DPS), Sharia Compliance dan Fiduciary of Duty) Sharia Compliance dan Tujuan Umum Pembentukan DPS Secara umum fungsi dasar Bank Syariah sebagai suatu entitas berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), dapat dikatakan sama dengan dengan bank konvensional. Prinsip umum pengaturan dan pengawasan yang berlaku dalam perbankan konvensional juga berlaku dalam perbankan syariah. Akan tetapi, dalam beberapa, diberlakukan pengkhususan, mengingat pada industri perbankan syariah dalam hal pelaksanaan kegiatan usahanya memiliki karakteristik yang berbeda dengan bank konvensional. Karakteristik tersebut menurut Moh. Rivai dapat dilihat dalam hal jaminan pemenuhan ketentuan dan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitasnya, khususnya dalam hal pelarangan bunga
1
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) pada mata kuliah Hukum Perusahaan tahun ajaran 2012/2013.
1
(interest) yang diganti dengan instrumen nisbah bagi hasil. 2 Hal inilah yang pada akhirnya memberikan warna berbeda antara struktur organisasi perbankan syariah dan perbankan konvensional. Jaminan pemenuhan atas ketentuan dan ketaatan pada prinsip syariah itulah yang pada akhirnya melahirkan suatu konsep yang dikenal dengan istilah Shariah Compliance. Shariah Compliance dalam hal ini didefinisikan sebagai berikut: A system of compliance having special emphasis on Shariah aspects with relevant provisions of existing laws, rules, regulations, policies and procedures related to Islamic Banking need to be embedded in the IBI’s processes in such a manner that monitoring and reviewing of issues related to Shariah compliance forms part of internal control structure.3 Dalam pengertian di atas dapat dipahami bahwa shariah compliance dalam hal ini merupakan suatu sistem kepatuhan yang memiliki penekanan khusus pada aspek syariah yang didasarkan pada ketentuan perundang-undangan dalam hukum positif, maupun peraturan dan kebijakan internal yang terdapat dalam suatu instititusi perbankan syariah. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa sistem pengawasan bank yang berkaitan dengan kepatuhan terhadap syariah merupakan bagian dari struktur pengendalian internal bank itu sendiri. Berdasarkan atas kebutuhan adanya sistem pengendalian internal bank syariah dalam hal pelaksanaan atas prinsip-prinsip syariah, maka diaturlah suatu ketentuan yang mengatur tentang keharusan bagi suatu badan usaha (bank secara khusus maupun perseroan secara umum) yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah untuk membetuk DPS. Pada Pasal 109 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. 2
Maslihati Nur Hidayati, Dewan Pengawas Syariah Dalam Sistem Hukum Perbankan: Studi Tentang Pengawasan Bank Berlandaskan Pada Prinsip-Prinsip Islam, Lex Jurnalica, Volume 6, Nomor 1, Desember 2008, hlm. 64. 3 State Bank of Pakistan, Guidelines for Shariah Compliance in Islamic Banking Institutions, Annexure 2, IBD Circular, No. 02, March 2008, hlm. 1. Sebagai catatan, IBI dalam pengertian ini adalah singkatan dari Islamic Banking Institution.
2
(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. (3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Sejalan dengan hal tersebut, secara lebih spesifik kewajiban membentuk DPS dalam Bank Syariah juga diatur dalam ketentuan Pasal 32 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, sebagai berikut: (1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS. (2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa bagi badan usaha, dalam hal ini adalah bank secara khusus maupun perseroan terbatas (PT) secara umum yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah wajib membentuk DPS sebagai organ tambahan dalam struktur organisasi
badan usahanya -selain
daripada Direksi dan Dewan Komisaris yang lazim terdapat dalam bank atau perseroan terbatas (PT) pada umumnya- yang diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kedudukan dan Tugas DPS dalam Organisasi Bank Syariah Apabila mengacu pada ketentuan mengenai DPS sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 20074 dan Undang-undang No. 21 Tahun 20085 disebutkan bahwa DPS sebagai organ dalam Bank Syariah berbentuk PT dalam hal ini penunjukannya diangkat oleh RUPS sebagaimana yang terjadi pula pada pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris. Perbedaannya adalah untuk 4 5
Pasal 109 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Perseroan Terbatas Pasal 32 Undang-undang Perbankan Syariah
3
DPS diperlukan adanya rekomendasi MUI dalam hal pengangkatannya. Sedangkan untuk Direksi dan Dewan Komisaris tidak diperlukan adanya rekomendasi dari MUI. Berdasarkan mekanisme pengangkatan DPS sebagaimana telah disebutkan di atas, maka dapat dipahami bahwa DPS, dalam hal ini, memiliki kedudukan yang penting dalam struktur kepengurusan Bank Syariah. Berikut ini adalah bagan/struktur yang lazim digunakan dalam organisasi Bank Syariah:6 RUPS Komite Komite Dewan Pengawas Syariah
Direktur Utama
Dewan Komisaris
Komite
Direktorat
Direktorat
Direktorat
Direktorat
Direktorat
Divisi
Divisi
Divisi
Divisi
Divisi
Cabang
Cabang
Cabang
Cabang
Dari struktur organisasi perbankan syariah di atas, maka dapat diketahui bahwa kedudukan DPS dalam suatu organisai Bank Syariah diletakkan pada posisi sejajar Dewan Komisaris dan Direksi (dalam hal ini diwakili oleh Direktur Utama). Hal ini dilakukan agar DPS dalam hal menjalankan fungsi pengawas dan sekaligus penasehat direksi dalam hal penerapan prinsip-prinsip syariah pada industri perbankan syariah lebih dirasa mandiri dan berwibawa. Adapun mengenai tugas DPS dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas syariah, dalam hal ini terdiri atas: (1) Mengawasi kegiatan Bank Syariah agar sesuai dengan prinsip syariah, dalam hal pembuatan dan pelaksanaan 6
Model bagan/struktur organisasi ini merujuk pada bagan struktur organisasi PT. Bank Syariah Mandiri, Tbk. yang terdapat dalam situs web http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/organisasi/struktur-organisasi/ dan Bank Muamalat Indonesia, Tbk. dalam situs web http://www.muamalatbank.com/home/about/organization
4
pedoman operasional bank; pengembangan produk; mekanisme pelaksanaan penghimpunan dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank; serta meminta informasi terkait dari tiap satuan kerja mengenai aspek kepatuhan syariah dalam setiap pelaksanaan tugasnya; (2) Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi terkait pengelolaan Bank Syariah agar berkesusaian dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah. (3) Menjadi wakil Bank Syariah dalam berkomunikasi dan meminta fatwa atas produk kepada DSN-MUI dan menjadi wakil Bank Syariah dalam hal menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan DPS per semester kepada Bank Indonesia. 7 Dalam teori hukum korporasi, dikenal suatu doktrin fiduciary duty yakni suatu teori yang menekankan bahwa seseorang yang dalam hal menjalankan kewajibannya bertindak untuk dan atas nama pihak lain didasarkan atas suatu fiduciary atau hubungan kepercayaan. 8 Hubungan kepercayaan tersebut meliputi kepercayaan as a trustee dan kepercayaan as an agent. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa tugas DPS pada suatu Bank Syariah secara garis besar meliputi dua tugas utama yakni kewajiban dalam hal pengurusan Bank Syariah (as a trustee) yakni melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam Bank Syariah dan kewajiban dalam hal melaksanakan fungsi-fungsi perwakilan Bank Syariah (as an agent) dalam hal komunikasi fatwa dengan DSNMUI dan pelaporan kepada Bank Indonesia terkait pengawasan atas pelaksanaan shariah compliance suatu Bank Syariah. DPS sebagai sebagai pengurus atau wali Bank Syariah (as a trustee) dalam hal pengawasan pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam suatu Bank Syariah harus menjalankan tugasnya sesuai dengan
7
Disarikan dari ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan (2) Peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang Penerapan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 8 Freddi Harris dan Teddy Anggoro, 2010, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 50. Apabila melihat pada konsep awal mengenai teori fiduciary of duty sebagaimana disebutkan dalam pembahasan makalah ini, memang lebih mengarah pada pembahasan mengenai kewajiban seorang Direksi. Akan tetapi, dalam konteks ke-Indonesiaan konsep ini pun dapat diterapkan juga terhadap Dewan Komisaris maupun DPS sebagai konsekuensi atas penerapan three-tier board model pada kepengurusan Bank Syariah maupun badan usaha berbentuk PT lainnya yang menerapkan prinisp-prinsip syariah dalam menjalankan usahanya.
5
prinsip duty of care and skill, dan duty of loyalty and good faith.9 Adapun dalam hal DPS sebagai wakil Bank Syariah (as an agent) harus menjalankan tugasnya sesuai prinsip-prinsip agen berikut: (1) consent to the relation; (2) the power to act on another’s behalf; dan (3) element of control.10 Dalam hal ini Steven C. Peck menjelaskan mengenai hal-hal yang mutlak harus dipenuhi oleh penerima kepercayaan dalam hal menjalankan fiduciary duty yang dibebankan oleh si pemberi kepercayaan kepadanya: “A fiduciary is someone who has undertaken to act for and on behalf of another in a particular matter in cicumstances which give rise to a relationship of trust and confidence…”11 Menjelaskan perkataan Steven C. Peck di atas, Freddy Harris dan Teddy Anggoro menjelaskan bahwa hubungan kepercayaan tersebut mensyaratkan seseorang yang diberikan kepercayaan memiliki loyalitas yang tinggi kepada orang yang berutang kewajiban (trust) dan memiliki kapabilitas yang terdiri atas keilmuan, pengalaman dan keahlian (confidence).12 Oleh karena itu, DPS sebagai organ bank syariah yang memiliki tugas sebagai pengawas kegiatan bank dan penasehat direksi terkait pengelolaan Bank Syariah agar berkesusaian dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah (shariah compliance), dalam hal keanggotaannya diharuskan memenuhi aspek kecakapan minimal yakni: scholars of high repute with extensive experience in law, economics and banking systems and specialising in law and finance… 13 Berdasarkan hal tersebut, Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI) pada tahun 2000 kemudian mengeluarkan surat keputusan yang mengatur mengenai syaratsyarat keanggotaan DPS, sebagai berikut: (1) Memiliki akhlaq karimah; (2) Memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di 9
Ibid., hlm. 52. Sebagai catatan, dalam tulisan ini, Penulis mengambil sebuah analogi yang memposisikan DPS berkedudukan sama seperti Direksi sebagai as a trustee dalam suatu korporasi. 10 Ibid. Dalam hal ini, Penulis menganalogikan kedudukan DPS sama halnya seperti kedudukan Direksi sebagai as an agent dari suatu korporasi. 11 Steven C. Peck, The Confidence and Trust That Encompasses the Fiduciary Relationship, California Bussines Lawyer, 28 Desember, 2009 12 Freddi Harris, Op.cit., hlm. 50. 13 Dikutip dari artikel yang berjudul “Pentingnya Syariah Compliance” pada link http://www.agustiantocentre.com/?p=72
6
bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum; (3) Memiliki komitmen untuk mengembangkan keuangan berdasarkan syariah; dan (4) Memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan surat/sertifikat dari DSN.14 Pertanggungjawaban DPS Atas Kerugian Bank Syariah Bank Syariah sebagai suatu industri bisnis yang menekankan kegiatan usahanya pada suatu nilai kepercayaan (trust) masyarakat, tidaklah luput dari suatu resiko kerugian. Resiko kerugian terbesar bagi bank syariah adalah bilamana Bank Syariah kehilangan reputasinya di mata masyarakat yang disebabkan oleh adanya indikasi praktek bisnis perbankan syariah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah atau melanggar shariah compliance bank itu sendiri. Resiko reputasi ini bilamana tidak diantisipasi dengan benar pada akhirnya akan berdampak pada disclaimed risk, seperti resiko likuiditas dan resiko-resiko lainnya. Shanin A. Shayan, dalam hal ini menyatakan bahwa: The biggest risk facing the global Financial System is not a fall in its earning power but most importantly a loss of faith and credibility on how it work’s.15 Maksudnya adalah bahwa resiko terbesar dalam menghadapi sistem keuangan global bukan terletak pada ketidakmampuan dalam hal mengahsilkan laba, tetapi pada hilangannya kepercayaan masyarakat akan suatu kredibilitas bank dalam hal menjalankan kegiatan operasional bisnisnya. Lalu apa kaitannya dengan tugas DPS sebagai pengawas pelaksanaan shariah compliance pada suatu Bank Syariah. Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan di awal, DPS merupakan organ utama yang ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam setiap kegiatan Bank Syariah dan mengomunikasikan seluruh terkait penerapan dan pelaksanaan fatwa DSN-MUI dan pelaporan hasil pengawasan atas pelaksanaan shariah compliance Bank Syariah kepada Bank Indonesia. DPS 14
Ketentuan mengenai syarat keanggotaan DPS ini terdapat dalam Keputusan Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 03 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembagaa Keuangan Syari'ah 15 Dikutip dari artikel yang berjudul “Meningkatkan kualitas dan kompetensi Dewan Pengawas Syariah” pada link http://www.agustiantocentre.com/?p=830
7
dalam hal ini, harus dapat memastikan bahwa setiap produk dan sistem operasional bank syariah tersebut telah benar-benar dijalankan sesuai dengan prinsip syariah. Bilamana dalam menjalankan tugasnya DPS terbukti lalai dan/atau tidak melaksankan tugasnya tersebut dengan sebenar-benarnya, baik dalam hal pengawasan internal Bank Syariah maupun komunikasi eksternal terkait penerapan fatwa dan pelaksanaan sharia compliance tersebut sehingga dengannya mengakibatkan kerugian bagi Bank Syariah, maka DPS dalam hal ini dapat dikatakan telah melalaikan fiduciary of duty dari RUPS. Oleh karena itu, DPS dalam hal ini dapat dibebankan tanggungjawab atas kerugiannya yang terjadi dalam suatu Bank Syariah. Akan tetapi, dalam hal pembebanan kerugian tersebut, perlu pula dipisahkan antara kerugian Bank Syariah sebagai akibat dari adanya kesalahan prosedur/kebijakan manajemen dan kerugian sebagai akibat dari adanya kelalaian/kesalahan dalam hal pengawasan atas pelaksanaan prinsip-prinsip syariah. Hal ini dilakukan guna menempatkan porsi pertanggungjawaban yang proporsional kepada DPS maupun organ-organ Bank Syariah lainnya seperti Direksi dan Dewan Komisaris sesuai dengan kesalahan/kelalaian yang dilakukannya.
8
KEPUSTAKAAN Buku dan Jurnal Harris, Freddi dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010. Hidayati, Maslihati Nur, “Dewan Pengawas Syariah Dalam Sistem Hukum Perbankan: Studi Tentang Pengawasan Bank Berlandaskan Pada PrinsipPrinsip Islam”, Lex Jurnalica, Volume 6, Nomor 1, Desember 2008. Peck, Steven C., The Confidence and Trust That Encompasses the Fiduciary Relationship, California Bussines Lawyer, 28 Desember, 2009. State Bank of Pakistan, Guidelines for Shariah Compliance in Islamic Banking Institutions, Annexure 2, IBD Circular, No. 02, March 2008. Undang-Undang dan Peraturan Lainnya Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah PBI No 11/33/PBI/2009 tentang Penerapan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Keputusan DSN-MUI No. 03 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syari'ah Internet http://www.agustiantocentre.com/?p=72 http://www.agustiantocentre.com/?p=830 http://www.muamalatbank.com/home/about/organization http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/organisasi/strukturorganisasi/ .
9