URGENSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH (Studi Terhadap Implementasi Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Pada Perbankan Syariah di Kota Metro) Siti Zulaikha Abstract Sharia Supervisory Dewan (DPS) obliged to directly look at the implementation of an Islamic finance institutions in order not to deviate from the provisions of the Sharia Council has difatwakan by national (DSN) and the Council of Ulama Indonesia (MUI) which is domiciled in Jakarta. Sharia Supervisory Board should have the scientific knowledge in accordance with the criteria of a must-have. When the appointment was not based on DPS keilmuannya, then it could be ascertained, the function of supervision of DPS is not optimal, as a result of irregularities and the practice of Sharia is possible and happens all the time. It must be admitted, that Islamic banking is highly vulnerable to mistakes that are Shariahcompliant.This research aims to know and examine the existence of the Sharia Supervisory Board related to the function and its role in overseeing Sharia financial institutions in Metro City as well as knowing and analyzing the implementation of the role and function of the Sharia Supervisory Board in overseeing Sharia financial institutions in Metro City. Data collection preceded from activities identify and inventory data source a data source and data source material. After the required data are collected with a full finished, the next activity is the processing of data. The results of this research show that the role and function of the Sharia Supervisory Board is absolutely essential in order to maintain the purity of the teachings of Islam and she should deal in practice Sharia banking or financial institutions. Implementation of Syariah Supervisory Board at Islamic finance institutions in the City Metro, felt has not been optimal. Internally they are involved as a shareholder, not significantly impacting the externally linked to policies that are run by Islamic financial institutions management. Yet its optimal role of Sharia Supervisory Board allows violations of the Sharia in the Islamic finance business activities. Keywords : Implementation, the Board of Trustees of Sharia, Sharia Banking A. PENDAHULUAN Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu badan yang diberi wewenang untuk melakukan supervisi / pengawasan dan melihat secara dekat aktivitas lembaga keuangan syariah agar lembaga tersebut senantiasa mengikuti aturan dan prinsip-prinsip syariah.1 Dewan Pengawas Syariah (DPS) berkewajiban secara
Dosen tetap
[email protected]
Jurusan
Syariah
1
STAIN
Jurai
Siwo
Metro,
E-mail:
The shari’a supervisory board is entrusted with duty of directing, reviewing and supervising the activities of the Islamic financial institution in order to ensure that they are in compliance with Islamic shari’a Rules and principles. Lih. AAOIFI (Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions, 1998), h. 32,
1
langsung melihat pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkedudukan di Jakarta. DPS melihat secara garis besar dari aspek manajemen dan administrasi harus sesuai dengan syariah, dan yang paling utama sekali mengesahkan dan mengawasi produkproduk perbankan syariah agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undangundang yang berlaku. Salah satu perbedaan yang mendasar dalam struktur organisasi bank konvensional dan bank syariah adalah kewajiban memposisikan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada perbankan syariah. Demikian juga halnya di Indonesia, sedangkan di bank konvensional tidak ada aturan yang demikian. Dewan pengawas syariah merupakan satu dewan pakar ekonomi dan ulama yang menguasai bidang fiqh mu’amalah (Islamic commercial jurisprudence) yang berdiri sendiri dan bertugas mengamati dan mengawasi operasional bank dan semua produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam. Dewan pengawas syariah (The Shari’a Supervisory Board) mesti melihat secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan / akad (agrements, appointment and engagement) yang dilaksanakan oleh institusi keuangan syariah. Dewan ini sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang, dan dibolehkan menunjuk beberapa orang pakar ekonomi untuk membantu tugasnya, namun anggotanya tidak boleh merangkap sebagai director atau komisaris utama (President Commissioner atau significant shareholders) dari institusi keuangan syariah tersebut.2 Pembubaran atau penggantian anggota dewan syariah mesti mendapat rekomendasi director dan dikehendaki mendapat pengesahan dari pemegang saham (shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau general meeting. Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ayat 2 dan 3 pasal 19 tanggal 12 Mei 1999, disebutkan bahwa : Bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank (Head Office). Persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Peranan Dewan Pengawas Syari’ah sangat strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga perbankan syariah. Menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Tahun 2000-2005 bahwa DSN memberikan tugas kepada DPS untuk: 1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah, 2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN 3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran 4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.
2
Ibid.
2
Untuk melakukan pengawasan tersebut, anggota DPS harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan besar perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat DPS karena kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah. Sebagai DPS biasanya dipilihlah figur ulama karena ulama menduduki posisi penting dalam masyarakat. Ulama tidak hanya sebagai figur ilmuwan yang menguasai dan memahami ajaran-ajaran agama, tetapi juga sebagai penggerak, motivator dan dinamisator masyarakat ke arah pengembangan dan pembangunan umat. Prilaku ulama selalu menjadi teladan dan panutan. Ucapan ulama selalu menjadi pegangan dan pedoman, ulama adalah pelita umat dan memiliki kharisma terhormat dalam masyarakat. Penerimaan atau penolakan masyarakat terhadap suatu gagasan, konsep atau program banyak dipengaruhi oleh ulama. Peran ulama bukan hanya pada aspek ibadah mahdhah, memberikan fatwa atau berdoa saja, tetapi juga mencakup berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya sebagaimana dengan kelengkapan ajaran islam itu sendiri. Termasuk sebagai penentu kebijakan dalam hal sistem ekonomi islam khususnya sistem perbankan syariah. Masalahnya adalah tidak semua Dewan Pengawas Syariah mempunyai keilmuan sesuai dengan kriteria yang harus dimiliki. Masih banyak anggota DPS yang belum mengerti tentang teknis perbankan dan LKS, apalagi ilmu ekonomi keuangan Islam seperti akuntansi, akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis lainnya sangat tidak optimal. DPS juga harus memahami ilmu yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter misalnya, dampak bunga terhadap investasi, produksi, unemployment. Karena pengangkatan DPS bukan didasarkan pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastikan, fungsi pengawasan DPS tidak optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah menjadi hal yang mungkin dan sering terjadi. Harus diakui, bahwa perbankan syariah sangat rentan terhadap kesalahan-kesalahan yang bersifat syariah. Sebagaimana yang terjadi pada unit-unit keuangan syariah di Kota Metro, berdasarkan hasil wawancara mengenai keberadaan Dewan Pengawas Syariah ternyata memang belum optimal bahkan dapat dikatakan tidak berfungsi sesuai tugasnya sehingga terkesan hanya sebagai pemenuhan persyaratan yang ditetapkan undang-undang dan Bank Indonesia saja. Oleh karenanya, tidak heran, jika masih banyak ditemukannya pelanggaran aspek syari’ah yang dilakukan oleh lembagalembaga perbankan syariah. syari’ah. Salah satu hal yang patut disoroti adalah nampaknya aspek syariah baru menyentuh pada bentuk akadnya saja, ketika dalam akad telah disepakati antara nasabah dan pihak bank terkait dengan margin maka di sinilah letak legalislasi syar’inya terlepas dari lebih besar atau lebih kecil di bandingkan dengan bank
3
konvensional.3 Sebagaimana pengalaman Ibu Siti Nurjanah ketika mengajukan pembiayaan bahwa terkait margin pembiayaan di perbankan syariah atau di Lembaga Keuangan Syariah belum dapat memberikan perbedaan yang signifikan sehingga benar-benar belum dapat dirasakan atau diketahui secara jelas letak perbedaannya.4 Dengan demikian keberadaan DPS sangat diperlukan dalam rangka mengawasi pelaksanaan produk-produk perbankan syariah. Berdasarkan hal di atas, maka menarik untuk diteliti serta dikaji terkait dengan urgensi Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan peran dan fungsi pada perbankan syariah tentang bagaimana fungsi dan Peran Dewan Pengawas Syariah serta bagaimana implementasi fungsi dan Peran Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah di Kota Metro? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji keberadaan Dewan Pengawas Syariah terkait dengan fungsi dan perannya dalam mengawasi lembaga keuangan syariah di Kota Metro serta mengetahui dan menganalisis implementasi peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam mengawasi lembaga keuangan syariah di Kota Metro. Penelitian ini dibatasi pada lembaga keuangan syariah yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Kota Metro seperti BMT Fajar, BPRS Kota Metro Madani, Bank Mandiri Syariah Cabang Kota Metro, dan Bank Muamalat Cabang Kota Metro. Dengan menggunakan pendekatan hukum normatif-empiris. B. KAJIAN TEORI 1. Optimalisasi Ulama Dalam Pengembangan Bank Syariah Ulama menduduki posisi penting dalam masyarakat Islam. Ulama tidak hanya sebagai figur ilmuwan yang menguasai dan memahami ajaran-ajaran Islam,tetapi juga sebagai penggerak, motivator, dan dinamisator masyarakat ke arah pengembangan dan pembangunan umat. Perilaku ulama selalu menjadi teladan dan panutan. Ucapan ulama selalu menjadi pegangan dan pedoman. Ulama adalah pelita umat yang memilki karisma terhormat dalam masyarakat. Penerimaan atau penolakan masyarakat terhadap suatu gagasan, konsep, atau program banyak dipengaruhi oleh ulama. Peran ulama bukan hanya pada aspek ibadah mahdah, memberikan fatwa, atau berdoa saja, tapi juga mencakup berbagai bidang polotik, ekonomi, social, budaya, pendidikan dan sebagainya, sesuai dengan kelengkapan ajaran Islam itu sendiri. Membatasi peran ulama pada persoalan agama, fatwa dan akhlak saja merupakan kekeliruan besar karena hal itu dipandang sebagai ahistoris sebab dalam sejarah peran ulama sangat luas, seluas ajaran Islam yang komprehensif itu pula. Kualitas dan kapasitas keilmuan yang dimiliki para ulama telah mendorong mereka untuk aktif membimbing masyarakat dalam menjalani kehidupan seharihari. Terumuskannya sistem ekonomi Islam secara konseptual, termasuk system
3 4
Dri Santoso, Dosen Syariah STAIN Jurai Siwo Metro. Siti Nurjanah, Dosen Syariah , Kepala P3M STAIN Jurai Siwo Metro.
4
perbankan syariah, merupakan hasil ijtihad dan kerja keras intelektual para ulama, dan tentunya hal itu berkat inayah Allah Swt. Dalam memasyarakatkan perbankan syariah kepada umat, setidaknya ada sepuluh macam peran ulama5: Pertama, ulama berperan menjelaskan kepada masyarakat bahwa ajaran muammalah maliyah harus dihidupkan kembali sesuai dengan syariah Islam yang berdasarkan Alqur’an dan sunnah. Selama ini sebagian umat Islam memang melakukan aktivitas ekonomi maupun mengkaji ilmu ekonomi, tetapi sayang sekali, prakteknya banyak bertentangan dengan syariat Islam, seperti riba, maisir, gharar,dan bisnis bathil. Aktualisasi muamalah tersebut diwujudkan dalam bentuk perbankan syariah, asuransi takaful, pasar modal syariah, baitul maal wat tamwil, pasar modal syariah (obligasi dan reksadana syariah), pegadaian syariah, multi level marketing syariah, dan sebagainya. Kedua, ulama juga berperan menjelaskan bahwa keterpurukan ekonomi umat Islam selama ini di antaranya disebabkan karena umat Islam mengabaikan fikih muamalah kitab Ihya Ullumuddin Al Ghazali, misalnya hanya digali dari aspek tasawufnya saja, sedangkan aspek ekonominyatidak dikaji dan dikembangkan. Demikian pula ratusan judul kitab-kitab fikih. Hal yang menjadi bahasan prioritas para ustad di masjid, kotbah jum’atmajelis ta’lim adalah mengenai aspek ibadah saja, padahal sebagian kitab itu berbicara mengenai muamalah. Kalaupun di sekolah tertentu (pesantren misalnya) mempelajari muamalah sifatnya normative dan dogmatis, belum dikembangkansesuai dengan aplikasi perbankan. Menurut Ketua Umum MUI Pusat, KH Ali Yafie, “karena umat Islam selama delapan abad mengabaikan ajaran muamalah, kondisi ekonomi umat mengalami kemunduran, berkubang dalam kemiskinan dan keterbelakangan dalam kemiskinan dan keterbelakangan (Majalah Hidayatullah, Januari 1998). Ketiga, ulama berperan menjelaskan kepada masyarakat bahwa perbankan syariah pada dasarnya adalah pengamalan fiqih muamalah maliyah. Fikih ini menjelaskan bagaimana sesame manusia berhubungan dalam bidang harta, ekonomi, bisnis, dan keuangan. Bila umat telah menyadari bahwa membangun dan dan memasuki bank syariah merupakan ajaran muamalah, umat Islam pasti tidak mau lagi memakan riba yang sangat dikutuk Islam dan merupakan dosa besar yang diperoleh dari bank konvensional. Keempat, mengembalikan masyarakat pada fitrahnya. Menurut fitrahnya, baik fitrah alam dan maupun fitrah usaha, umat Islam adalah umat yang menjalankan syariah dalam bidang ekonomi seperti pertanian, perdagangan, investasi, dan perkebunan, dan sebagainya. Budaya demikian, kata Syafi’I Antonio, telah dirusak oleh liberalisasi dunia perbankan sehingga masyarakat tercemari oleh budaya bunga yang sebenarnya bertentangan dengan fitrah alam dan fitrah usaha. Bahkan ironisnya, karena ketidakberdayaan (maaf) ulama di masa silam, ada di antara ulama membolehkan saja bunga yang dipraktikkan di dalam perbankan. 5
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 69.
5
Fitrah alam dan usaha tidak bisa dipastikan harus berhasil karena sebuah usaha bisa menghasilkan untung besar, untung kecil, atau bahkan rugi. Sementara itu dalam konsep bunga, usaha dipastikan berhasil, padahal yang bisa memastikan hanya Alllah (Lihat QS Luqman : 34, “Seseorang tidak bisa mengetahui (secara pasti) berapa hasil usahanya besok”). Kelima, ulama menjelaskan kepada umat mengenai keunggulan-keunggulan system ekonomi Islam, termasuk keunggulan system bank syariah dari bank konvensional yang menerapkan bunga. Jadi, ulama sebenarnya mempunyai peran penting dalam pengembangan produk perbankan syariah karena para ulama umumnya menguasai dan bisa mengajarkan fikih muamalah, seperti konsep mudharabah, musyarokah, murabahah, ba’I salam, ba’I istisna, ba’I bit tsamil ajil, wakalah, kafalah, hiwalah, ijarah, qardhul hasan, dan sebagainya. Keenam, membantu menyelamatkan perekonomian bangsa melalui perkembangan dan sosialisasi perbankan syariah. Krisis ekonomi di penghujung decade 1990-an menjadikan perekonomian bangsa mengalami kehancuran. Suku bunga terpaksa dinaikkan agar dana masyarakat mengalir ke perbankan sebagai tambahan darah bagi kehidupan bank. Namun ternyata kebijakan itu semakin memperparah penyakit perbankan. Perbankan mengalami negative spread akibat bunga yang dibayar lebih tinggi dari bunga yang didapat. Kenyataan ini terjadi pada semua bank konvensional sehingga sebagiannya terpaksa tutup (likuiditas). Sebagian lagi dapat rekapitulasi dalam jumlah besar (ratusan triliunan rupiah dari pemerintahdalam bentuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI. Namun BLBI yang menggunakan instrument obligasi ternyata telah menghancurkan ekonomi bangsa karena bunga obligasi yang disumbangkan kepada bank konvensional tersebut telah menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita setiap tahun secara signifikan. Hampir sepertiga APBN kita gunakan untuk membayar bunga tersebut. Oleh karena itu, system bunga yang wajib ditinggalkan dan hijrah ke sistem syariah. Bila ulama berhasil mengajak bangsa untuk kembali ke pangkuan syariah, insya Allah, perbaikan ekonomi bangsa, melalui institusi perbankan syariah dapat terobati dan sehat. Ketujuh, mengajak umat untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh), tidak sepotong-sepotong seperti selama ini. Selama ini masih banyak kaum Muslimin yang bergumul secara langsung dengan sistem riba yang diharamkan Alqur’an dalam bank konvensional. Menabung atau membuka rekening di bank syariah merupakan sebuah upaya menuju Islam yang kaffah. Kedelapan, menjelaskan kepada masyarakat tentang dosa riba yang sangat besar, baik dari nash Alqur’an, sunnah, pendapat para filosof Yunani, pakar nonmuslim, pakar ekonomi Islam, dan sebagainya. Kesembilan, memberkan motivasi kapada masyarakat, khususnya para pengusaha kecil, menengah atau wirausaha, agar mereka memiliki etos kerja yang sangat tinggi, bekerja keras sesuai ridho Allah dan berfikir jujur (amanah) dalam mengelola uang umat.
6
Kesepuluh, mengajak para hartawan dan pengusaha muslim agar mau mendukung dan mengamalkan perbankan syariah dalam kegiatan bisnis mereka. Dengan demikian, syiar muamalah Islam melalui perbankan syariah lebih berkembang dan diminati seluruh kalangan. Ulama memilki peran strategis dalam mensosialisasikan perbankan syariah, namun harus diakui, tingkat pemahaman ulama tentang operasional bank syariah masih minim sehingga para ulama mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Mereka sebagian besar hanya memahami tentang aspek syariah (fikih), khususnya aspek normatifnya, tetapi belum memahami aplikasinya di perbankan. Untuk itu, bank-bank Islam perlu menggelar kegiatan workshop bagi ulama tentang perbankan syariah agar mereka memahami paling tidak dasar-dasar opersional perbankan syariah sehingga perannya bisa lebih optimal dalam mensosialisasikan perbankan syariah. 2. Peran Dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) Di Indonesia, Dewan Pengawas Syariah (DPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam perbankan / institusi keuangan syariah yaitu:6 1) Membuat persetujuan garis panduan operasional produk perbankan syariah tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). 2) Membuat pernyataan secara berkala pada setiap tahun tentang bank syariah yang berada dalam pengawasannya bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam laporan tahunan (annual report) institusi syariah, maka laporan dari Dewan Pengawas Syariah mesti dibuat dengan jelas. 3) Dewan Pengawas Syariah wajib membuat laporan tentang perkembangan dan aplikasi sistem keuangan syariah (Islam) di institusi keuangan syariah khususnya bank syariah yang berada dalam pengawasannya, sekurang-kurangnnya enam bulan sekali.4 Laporan tersebut diberikan kepada Bank Indonesia yang berada di Ibu kota provinsi dan atau Bank Indonesia di Ibu kota negara Indonesia-Jakarta. 4) Dewan Pengawas Syariah juga berkewajiban meneliti dan membuat rekomendasi jika ada inovasi produk-produk baru dari bank yang diawasinya. Dewan inilah yang melakukan pengkajian awal sebelum produk yang baru dari bank syariah tersebut diusulkan, diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). 5) Membantu sosialisasi perbankan / institusi keuangan syariah kepada masyarakat. 6) Memberikan masukan (in-put) bagi pengembangan dan kemajuan institusi kewangan syariah.
6
Surat Edaran dari Bank Indonesia kepada Bank-bank syariah di Indonesia pada bulan Februari 2005.
7
Dewan pengawas syariah dalam struktur organisasi bank syariah diletakkan pada posisi satu tingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap bank syariah. Posisi yang demikian bertujuan agar Dewan Pengawas Syariah lebih berwibawa dan mempunyai kebebasan pandangan (opinion) dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada semua direksi di bank tersebut dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan aplikasi produk perbankan syariah. Oleh sebab itu penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh rapat umum pemegang saham perseroan dari suatu bank syariah setelah nama-nama anggota Dewan Pengawas Syariah mendapat pengesahan dari Dewan Syariah Nasional (DSN). 3. Hubungan DPS (Dewan Pengawas Syariah) dan DSN (Dewan Syariah Nasional). Dengan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap Bank Umum Syariah yang berpusat di ibu kota negara Indonesia-Jakarta, maka tidak menolak kemungkinan timbulnya berbagai perbedaan pendapat (ijtihad) tentang beberapa produk perbankan syariah antara satu bank syariah dengan bank syariah yang lain. Hal in akan membingungkan para nasabah (customers) dan menyukarkan untuk menyatukan persepsi umat Islam terhadap perbankan syariah di Indonesia. Oleh sebab itu didirikanlah Dewan Syariah Nasional (DSN) yang mengetahui semua institusi keuangan syariah di Indonesia. Berdasarkan peraturan yang diberlakukan di negara Indonesia, Bank Umum syariah, Unit Usaha Syariah (UUS) dan BPRS wajib mempunyai dewan pengawas syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank umum syariah, UUS dan BPRS. Syarat-syarat anggota Dewan Pengawas Syariah diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan ini berfungsi mengawasi kegiatan usaha BPRS agar sesuai dengan prinsip syariah dengan berpedoman kepada fatwa Dewan Syariah Nasional.7 Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 yang merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Nasional Reksadana Syariah pada bulan Julai 1997. Majelis Ulama Indonesia telah membentuk suatu badan berdiri sendiri yang bekerja secara otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia, dipimpin oleh Ketua Umum MUI dan setiap usaha (exofficio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh Badan pelaksana harian dengan seorang ketua dan sekretaris dan beberapa orang anggota. Fungsi Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah : 1. Mengawasi semua produk-produk semua institusi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Tugas dewan ini lebih luas daripada Dewan Pengawas Syariah yang ada di setiap bank syariah atau institusi keuangan syariah di Indonesia. Dewan Syariah Nasional tidak hanya mengawasi perbankan syariah tetapi juga institusi-institusi keuangan syariah lainnya seperti asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain sebagainya. 7
Lihat Pasal 19 dan 20 Bab V Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR, tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah dan Surah Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR, tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
8
2. Untuk kesatuan dalam pelaksanan sistem syariah di setiap institusi keuangan syariah di Indonesia, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan yang dipatuhi oleh semua Dewan Pengawas Syariah yang ada pada setiap institusi keuangan Syariah untuk mengawasi jalanya sistem syariah di setiap institusi keuangan syariah tersebut. 3. Dewan Syariah Nasional juga bertugas meneliti ulang dan memberikan fatwa atas segala bentuk produk yang diusulkan dan dikembangkan oleh institusi keuangan syariah. 4. Dewan Syariah Nasional juga mengesahkan usulan nama-nama orang yang akan disahkan menjadi Dewan Pengawas Syariah yang berada di setiap institusi keuangan syariah. Selain itu, Dewan Syariah Nasional juga memberi cadangan para ulama/intelektual Muslim yang akan ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di institusi keuangan syariah. Dewan Syariah Nasional dapat memberikan teguran kepada institusi keuangan syariah jika suatu institusi keuangan syariah telah menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional setelah terlebih dahulu menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah di institusi keuangan syariah tersebut. Jika institusi keuangan syariah tidak mempedulikan teguran yang diberikan oleh Dewan Syariah Nasional, maka dapat diusulkan kepada institusi yang mempunyai kuasa untuk memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen/Jabatan Keuangan Republik Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah tersebut tidak lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. 4. Posisi Dewan Pengawas Syariah Di Indonesia. Dewan Pengawas Syariah wajib membuat laporan tentang perkembangan dan aplikasi system keuangan syariah (Islam) di lembaga keuangan syariah khususnya bank syariah yang berada dalam pengawasannya sekurang-kurangnnya enam bulan sekali.8 Laporan tersebut diberikan kepada Bank Indonesia yang berada di Ibu kota provinsi atau Bank Indonesai di Ibu kota negara Indonesia-Jakarta. Untuk peningkatan fungsi dan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada lembaga-lembaga keuangan syariah baik perbankan syariah maupun asuransi syariah, pasar modal syariah, dan lain-lain, maka kedudukan DPS seyogyanya menjadi profesi yang dijalankan secara profesional dalam rangka memajukan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Orang yang menjadi anggota DPS seharusnya memiliki kompetensi di bidang akademik dalam bidang syariah (Islam) khususnya fiqh muamalah dan juga memahami dasar-dasar ilmu ekonomi dan keuangan. Hal ini dimaksudkan agar fungsi dan peran DPS dapat ditingkatkan pada masa yang akan datang. Pemberdayaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada masa yang akan datang sangat penting dilakukan diantaranya adalah melibatkan DPS dalam 8
Surat Edaran dari Bank Indonesia kepada Bank-bank syariah di Indonesia pada bulan Februari 2005.
9
berbagai program marketing dan sosialisasi lembaga keuangan syariah. Hal ini dimaksudkan untuk mensinergikan antara DPS dengan pihak manajemen lembaga keuangan syariah dan masyarakat. Karena masih banyak pelaksanaan lembaga keuangan syariah yang masih belum benar-benar menguasai secara keseluruhan produk-produk perbankan syariah sehingga sangat sulit untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Oleh sebab itu, peran dan fungsi DPS dalam hal ini sangat diharapkan. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Implementasi Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Kota Metro Secara struktural keberadaan kantor Cabang Bank Syariah Mandiri9 dan Bank Mu’amalat10 Kota Metro hanya melaksanakan intruksi dari kantor Pusat, demikian juga terkait dengan peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah menginduk dari kantor pusat yang ada di Jakarta, oleh karena itu semua kebijakan yang diambil dan dilaksanakan oleh kantor Cabang berdasarkan instruksi dari kantor Pusat. BSM sebagai Bank Umum Syariah dalam menjalankan usahanya senantiasa diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah, sebagai perwakilan DSN – MUI pada lembaga keuangan syariah dan bersifat independent. Seluruh pedoman produk pendanaan, pembiayaan dan operasional BSM harus disetujui oleh DPS untuk menjamin kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah.11 Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki Tugas daan Tanggungjawab sebagai berikut: a. Tugas dan tanggung jawab Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) telah mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, terdiri dari: 1) Melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsipprinsip GCG (Good Corporate Governance); 2) Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank; sesuai dengan masukan yang telah dilaksanakan oleh unit kerja terkait; 3) Memberi opini syariah proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia; 4) Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya;
9
Wawancara dengan Benni, Manager BSM, tanggal 15 November 2011 Wawancara dengan Muntholib, Kepala Cabang Bank Muamalat Metro, tanggal 16 November 2011. 11 http://www.syariahmandiri.co.id/wp-content/uploads/2010/05/GCG-BSM.pdf. 10
10
5) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; dan 6) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya. b. Pengawasan DPS melakukan pengawasan terhadap pemenuhan prinsip syariah BSM setelah sebelumnya mendapat masukan dari unit kerja terkait meliputi: 1) Melakukan pengawasan terhadap proses pengembangan produk baru BSM berdasarkan masukan dari unit kerja terkait, berupa: a) Meminta penjelasan dari pejabat Bank yang berwenang mengenai tujuan, karakteristik, dan akad yang digunakan dalam produk baru yang akan dikeluarkan; b) Memeriksa apakah terhadap akad yang digunakan dalam produk baru telah terdapat fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Apabila sudah ada fatwa, maka DPS melakukan analisa atas kesesuaian akad produk baru dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia. Tetapi jika belum ada fatwa, maka DPS mengusulkan kepada Direksi untuk melengkapi akad produk baru dengan fatwa dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia. c) Mengkaji sistem dan prosedur produk baru yang akan dikeluarkan terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah dengan unit kerja terkait. d) Memberikan pendapat syariah atas produk baru yang akan dikeluarkan. 2) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan BSM berdasarkan masukan dari unit kerja terkait, berupa: a) Menganalisis laporan yang disampaikan oleh dan/atau yang diminta dari Direksi, pelaksana fungsi audit intern dan/atau fungsi kepatuhan untuk mengetahui kualitas pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah atas kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank. b) Menetapkan jumlah uji petik (sampel) transaksi yang akan diperiksa dengan memperhatikan kualitas pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah dari masing-masing kegiatan. c) Memeriksa dokumen transaksi yang diuji petik (sampel) untuk mengetahui pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dipersyaratkan dalam SOP. d) Melakukan review terhadap SOP terkait aspek syariah apabila terdapat indikasi ketidaksesuaian pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah atas kegiatan dimaksud.
11
e) Memberikan pendapat syariah atas kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank. c. Pelaporan 1) Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester berakhir. 2) Semester dimaksud adalah periode 6 (enam) bulanan yang berakhir pada bulan Juni dan Desember. 3) Laporan hasil pengawasan DPS meliputi antara lain: a) Kertas kerja pengawasan terhadap proses pengembangan produk baru Bank dan b) Kertas kerja pengawasan terhadap kegiatan Bank. 2. Pelaksanaan Tugas Dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah12 Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan badan independen yang bertugas melakukan pengarahan (directing), pemberian konsultasi (consulting)/nasihat dan atau saran, melakukan evaluasi (evaluating) dan pengawasan (supervising) kegiatan bank syariah dalam rangka memastikan bahwa kegiatan usaha bank syariah mematuhi (compliance) prinsip-prinsip syariah sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan syariah Islam. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, seluruh transaksi perbankan syariah harus dijalankan sesuai dengan fatwa yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah harus senantiasa mengawasi kegiatan usaha bank dan memberikan opini mengenai kemurnian prinsip syariah yang dianut. Hubungan kerja Dewan Pengawas Syariah, Dewan Komisaris dan Direksi adalah hubungan check and balance dengan tujuan akhir untuk kemajuan dan kesehatan Bank Muamalat serta pelaksanaan operasional Bank Muamalat yang sesuai dengan prinsip syariah dan senantiasa mematuhi (comply) peraturan dan perundang-undangan yang berlaku termasuk penerapan GCG,yaitu antara lain, Dewan Pengawas Syariah memiliki fungsi dan tugas sebagai berikut : a. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada Direksi dan pimpinan kantor cabang mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah; b. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang telah dikeluarkan Bank; c. Sebagai mediator antara bank syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran d. pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN; e. Memonitor dan memberikan opini atas pengembangan produk baru bank agar sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia;
12
http://www.muamalatbank.com/assets/pdf/gcg_report/gcg_report_2010.pdf
pada 23 Juni 2011.
12
diakses
f.
Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional (DSN) yang ditempatkan di bank syariah, DPS wajib melaporkan atas hasil pengawasannya kepada DSN dan Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan sekali; g. Pemberian opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank Muamalat secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank Muamalat; h. Melalui Shariah Compliance Unit, melakukan review secara kontinyu atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank; i. Memberikan opini aspek syariah atas temuan/penyimpangan yg dijumpai oleh IAD, dan selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Sharia Compliance Unit sebagai ex-ante; j. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya. DPS mengenai pelaksanaan tugasnya melakukan pemantauan dan kegiatan aspek syariah lainnya. ShCDep melakukan Sharing Information mengenai hasil dari opini DPS setiap semester atau 6 (enam) bulan sekali kepada unit-unit bisnis. Dalam melaksanakan tugasnya DPS telah mengadakan rapat/pertemuan yang membahas perkembangan produk maupun aktivitas kegiatan operasional di Bank Muamalat. Sebagai bahan pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya di Bank Muamalat, DPS menyampaikan Laporan Pengawasan setiap 6 (enam) bulan kepada Bank Indonesia. 3. Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah BPRS Metro Madani Kota Metro Secara struktural keberadaan BPRS Kota Metro adalah sebagai kantor pusat, karena telah memiliki beberapa cabang diantaranya kantor cabang Kalirejo Lampung Tengah dan kantor Cabang Tulang Bawang Lampung. Sebagaimana BPRS pada umumnya, dalam pelaksanaannya melayani pembiayaan berbasis syariah dengan menjangkau pembiayaan usaha menengah, kecil, dan mikro yang merupakan segmentasi terbesar dalam tata perekonomian rakyat. Berdasarkan hasil keputusan rapat Direksi, mengenai susunan pengurus Dewan Pengawas Syariah, tepilihlah Drs. H. Hadi Rahmat, MA sebagai ketua dan Agus Wibowo, S.Ag., MM sebagai anggota. Honorarium yang diterima oleh DPS sebesar 40% dari Komisaris.13 Pengurus DPS tersebut merupakan pemegang saham, maka dapat dipastikan pengawasan yang dilakukan keduanya akan benar-benar baik, sebagai bentuk usaha penyehatan kondisi BPRS, dengan demikian kinerja mereka sudah optimal sesuai dengan peraturan yang berlaku sesuai Fatwa DSNMUI.14
13 14
Wawancara dengan Suhartono Niti. Ibid.
13
4. Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Pada BMT Kota Metro Ada banyak BMT yang tumbuh di Kota Metro, namun hanya dua yang besar dan bersedia dilakukan penelitian terkait dengan keberadaan Dewan Pengawas Syariah, yaitu BMT Fajar dan BMT al-Ihsan. Pada BMT Fajar susunan Dewan Pengawas Syariah terdiri dari Prof. Dr. Zuhri, M.Pd sebagai ketua, Ir. Lukito Dwiyono sebagai anggota, dan Mashuri DN sebagai angota. Pengurus tersebut merupakan pemegang saham, dan rutin melalukan pengawasan. Di tahun 2011 telah dilakukan pengendalian intern, sejak bulan Mei dilakukan pemurnian syariah dengan meniadakan biaya administrasi, hal ini dilaksanakan bersama Dewan Pengawas Syariah. Dengan demikian terkait kinerja Dewan Pengawas Syariah pada BMT Fajar sudah optimal, ditunjang dengan honorarium yang diberikan berkisar 1 juta.15 Sedangkan Sunaryo selaku Korwil, menjelaskan kepada peneliti terkait fungsi dan peran Dewan Pengawas Syariah jika dilihat sebagaimana peraturan yang berlaku memang belum optimal. Sunaryo berpendapat demikian, sebagai Korwil tentu mengetahui keberadaan BMT-BMT di Provinsi Lampung. Selain sebagai Korwil, beliau juga sebagai kepala BMT Al-Ihsan Kota Metro. Mengenai susunan pengurus Dewan Pengawas Syariah terdiri dari Drs. Bujang Dani sebagai ketua, Mudofir sebagai anggota membidangi akutansi, dan Iqbal Syahrial sebagai anggota di bidang kesyariahan.16 5. Analisis Terhadap Implementasi Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah di Kota Metro Keberadaan Dewan Pengawas Syariah sangatlah penting, baik pada Bank Syariah, BPRS, ataupun pada Lembaga Keuangan Syariah seperti KJKS BMT, Obligasi Syariah, Asuransi Syariah, Reksadana Syariah, Pasar Modal Syariah, Sukuk, dal lain-lain. Agar tidak seperti pelabelan syariah saja, salah satunya terletak kewenangan Dewan Pengawas Syariah sebagai auditor internal dalam hal pengawasan. Sebenarnya pengawasan ini dilakukan oleh pejabat pemerintah, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Sebagaimana yang tertera dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Koperasi Jasa Keuangan Syariah Pasal 30 mengenai pembinaan pemerintah melibatkan Dewan Pengawas Syariah untuk turut mengawasi perjalanan koperasi syariah. Pada Pasal selanjutnya, Pasal 31 dan 32 dipaparkan tentang tugas dan kewewenangan masing-masing. Pengawasan pemerintah lebih kepada teknis kinerja koperasi syariah di lapangan menyangkut pertumbuhan, kesehatan, termasuk pemberian bantuan. Sedangkan peran Dewan Pengawas Syariah dititikberatkan kepada aplikasi prinsip syariah yang dijalankan oleh pengelola. Acuan yang digunakan Dewan Pengawas Syariah hingga saat ini adalah fatwa15 16
Wawancara dengan Husni, Kepala Cabang BMT Fajar Metro. Wawancara dengan Sunaryo, Kepala BMT Al-Ihsan Metro.
14
fatwa transaksi syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Pusat. Tugas Dewan Pengawas Syariah sebagai pengawas kegiatan usaha syariah agar senantiasa sejalan dengan prinsip syariah adalah sebuah tugas yang sangat berat dan semakin berat dalam pelaksanaannya, karena tidak diimbangi dengan aturan hukum yang jelas dan rinci sehingga hasil pengawasannyapun tidak jelas status hukumnya. Hal ini terkait dengan tidak adanya aturan mengenai tata hubungan yang jelas antara Dewan Pengawas Syariah, Komisaris,dan Direksi. Dasar hukum yang mengataur keberadaan Dewan Pengawas Syariah baru pada tataran sistem saja. Kompetensi dan kapabilitas seorang Dewan Pengawas Syariah tentu sangat mempengaruhi keberadaan sebuah lembaga keuangan syariah secara internal maupun eksternal. Jika menyimak kompetensi Dewan Pengawas Syariah pada Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat, sudah dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang yang luar biasa dalam bidang muamalah maupun syariahnya walaupun mungkin dalam hal akuntansi secara aplikatif masih dipertanyakan, tetapi minimal secara teori mereka memahami. Sementara Dewan Pengawas Syariah yang ada pada lembaga keuangan syariah Kota Metro seperti BPRS dan BMT juga dapat diakui secara keilmuan, kiprahnya di masyarakat juga tergolong sebagai ulama sekaligus tokoh masyarakat, terlebih lagi mereka sekaligus sebagai pemegang saham, maka secara pasti pengawasan yang dilaksanakan sangat ketat. Namun kinerja dalam bentuk pelaporan belum dapat diketahui. Hal lain yang belum terdengar geregetnya adalah peran mensosialisasikan perbankan atau lembaga keuangan syariah. Sebenarnya ajang tepat, murah dan cepat adalah pada waktu khutbah jumat dan pengajian-pengajian. Materi khutbah dan pengajian hendaknya lebih sering mengungkap tentang kebaikan dan keunggulan sistem ekonomi syariah, sehingga masyarakat akan familier dan kemudian tergerak untuk berpartisipasi aktif dalam menyemarakkan perbankan syariah. Hal ini tercermin dari hasil observasi data masih sedikitnya jumlah nasabah lembaga keuangan syariah dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional. Penyelenggaraan kepentingan perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah pada dasarnya sama dengan kepentingan bank pada umumnya, yaitu menghasilkan keuntungan ekonomis, tetapi tidak dalam semua hal. Sebagai sebuah paradigma spritualis, prinsip-prinsip syariah bertujuan untuk membantu manusia tidak hanya memperoleh kebaikan di dunia, yang terpenting adalah untuk memperoleh kebaikan di akhirat. Pada konteks ini, manusia akan mendapatkan kebaikan di akhirat apabila Tuhan ridha dengan apa yang telah dilakukan manusia itu sendiri. Oleh karena itu keberadaan Dewan Pengawas Syariah merupakan lembaga yang bertugas menjaga kemurnian ajaran Islam dalam praktek perbankan. Menurut peneliti, dalam prakteknya masih banyak kejanggalan-kejanggalan terkait dengan kemurnian syariah. Seperti yang disampaikan Dri Santoso dan Siti Nurjanah bahwa pembagian margin pada lembaga keuangan syariah ternyata lebih besar meskipun telah disepakati dalam akad. Ketika demikian,yang tercermin
15
adalah kedua belah pihak sudah merasa yakin bahwa transaksinya sah berdasarkan syari dan sudah terhindar dari maisir, gharar, dan riba. Selain itu, nasabah juga akan berfikir bahwa mereka minimal sudah ikut berpartisipasi dalam bertransaksi sesuai dengan ajaran Islam. Di sinilah, letak urgen Dewan Pengawas Syariah dalam pengawasan transaksi, tidak hanya mensahkan akad saja tetapi harus sampai pada substansi tataran praktek. D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan serta analisis dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah sangatlah penting dalam rangka menjaga kemurnian ajaran Islam dalam bermuamalah dan dalam praktik perbankan atau lembaga keuangan syariah. 2. Implementasi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah di Kota Metro, dirasakan belum optimal. Secara internal mereka terlibat sebagai pemegang saham, secara eksternal tidak berdampak signifikan terkait dengan kebijakan yang dijalankan oleh pengelola lembaga keuangan syariah. 3. Belum optimalnya peran Dewan Pengawas Syariah memungkinkan terjadinya pelanggaran aspek syariah dalam kegiatan usaha keuangan syariah. DAFTAR PUSTAKA AAOIFI (Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions, 1998. Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah, Jakarta: Erlangga, 2009. http://www.muamalatbank.com/assets/pdf/gcg_report/gcg_report_2010.pdf diakses pada 23 Juni 2011. http://www.syariahmandiri.co.id/wp-content/uploads/2010/05/GCG-BSM.pdf. Surat Edaran dari Bank Indonesia kepada Bank-bank syariah di Indonesia pada bulan Februari 2005. Surat Edaran dari Bank Indonesia kepada Bank-bank syariah di Indonesia pada bulan Februari 2005. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR, tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah dan Surah Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR, tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Informan:
16
Benni, Manager BSM, tanggal 15 November 2011 Dri Santoso, Dosen Syariah STAIN Jurai Siwo Metro. Husni, Kepala Cabang BMT Fajar Metro. Muntholib, Kepala Cabang Bank Muamalat Metro. Siti Nurjanah, Dosen Syariah , Kepala P3M STAIN Jurai Siwo Metro. Suhartono Niti. Sunaryo, Kepala BMT Al-Ihsan Metro.
17