PERTAMINA BUTUH RP 520 TRILIUN DALAM 10 TAHUN UNTUK BANGUN KILANG
Detik.com
PT
Pertamina
(Persero)
menempatkan
pembangunan
kilang
pada
rencana
pengembangan jangka panjang perusahaan untuk mendukung program ketahanan energi nasional. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, butuh sedikitnya Rp520 triliun untuk memuluskan rencana tersebut. "Di kilang kita butuh US$ 40 miliar (Rp520 triliun. Kurs Rp13.000) dalam 10 tahun ke depan," kata Dwi Soetjipto. Dengan dana Rp520 triliun tersebut, setidaknya ada 4 kilang eksisting yang akan ditingkatkan kapasitas dan kemampuan produksinya alias di-upgrade. "4 kilang, Cilacap dan Balikpapan yang sekarang sudah jalan. Next-nya Balongan dan Dumai. Masing-masing butuh US$ 5 miliar (Rp65 triliun)," sambung Dwi Soetjipto. Selain itu, ada pembangunan kilang baru, salah satunya yang saat ini akan berjalan adalah Kilang Tuban yang pembangunannya menggandeng raksasa migas Rusia, Rosneft senilai US$13 miliar atau Rp169 triliun. Lalu ada juga kilang baru yang akan dibangun di Bontang. "Itu juga butuh sekitar US$ 12-13 miliar (Rp156-169 triliun). Selain itu, kami akan sangat terbuka kalau ada swasta mau bangun (kilang) apakah di Arun, mau bangun di Sumatera dan sebagainya welcome saja. Nanti kita kerja sama sehingga potensi produksi nasional meningkat cukup tajam," tutur Dwi Soetjipto. Namun Dwi Soetjipto menyadari kebutuhan dana tersebut tidak akan bisa terpenuhi bila hanya mengandalkan kas internal Pertamina saja. "Biasanya 60% kebutuhan investasi itu dalam bentuk pinjaman," kata Dwi Soetjipto.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Untuk itu, Perusahaan berencana menerbitkan surat utang dalam bentuk obligasi dan instrumen pinjaman lainnya. Penerbitan surat utang ini sendiri diharapkan juga dapat menyerap dana orang Indonesia yang 'pulang' alias repatriasi berkat adanya kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. "Bisa obligasi,i project loanii dan sebagainya. Nanti kita lihat momen mana yang lebih baik," pungkas Dwi Soetjipto. Untuk pembangunan kilang, sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri. Di dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) diatur bahwa pembangunan kilang minyak dapat dilakukan oleh pemerintah atau badan usaha dengan cara kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau penugasan. Kemudian, pembangunan kilang minyak dengan cara penugasan bisa dilakukan melalui pembiayaan pemerintah atau pembiayaan korporasi. Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan, menilai pengaturan mengenai pembangunan kilang minyak tersebut membuka kesempatan lebih luas bagi para pihak untuk bisa berpartisipasi. Genades Panjaitan mengatakan bahwa dalam ketentuan-ketentuan sebelumnya hanya pemerintah yang bisa melakukan. Kini, dengan terbitnya Perpres itu pihak swasta juga bisa membangun kilang. Dia mengakui bahwa pembangunan kilang minyak membutuhkan investasi besar. Dengan demikian, secara umum investasi tersebut melibatkan negara asing. Biasanya, negara yang menjadi investor juga lebih memilih untuk mempergunakan produk atau jasa yang dari negara asalnya. Kendati demikian, menurut Genades Panjaitan partisipasi asing tidak bisa sepenuhnya melepaskan penggunaan produk dalam negeri. Genades Panjaitan mengatakan bahwa investor asing tidak boleh seratus persen menggunakan barang dan jasa dari negara asalnya saja. Bahkan, menurut Genades Panjaitan wajar jika ada kewajiban untuk menggunakan produk maupun tenaga kerja asal Indonesia. “Biasanya asing juga mau mempergunakan produk atau jasa dari mereka. “Tapi ya tidak boleh begitu juga. Boleh partisipasi asing, tapi penggunaan barang dalam negeri juga harus,” tambah Genades Panjaitan. Dia juga tidak mempermasalahkan klausula mengutamakan produk dalam negeri yang digunakan di dalam Perpres. Menurutnya, meskipun rumusan norma yang diatur tidak bersifat imperatif tetapi hal itu sudah ada manajemen dalam pengadaan barang dan jasa. Dengan Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
demikian, ketentuan tersebut menurutnya tetap harus dipatuhi. “Saya sepakat, barang-barang dalam negeri juga bagus,” kata Genades Panjaitan. Genades Panjaitan juga optimis aturan yang memuat ketentuan untuk mengutamakan produk dalam negeri tidak akan membawa dampak negatif bagi investor asing. “Sepanjang rasional dan merepresentasikan kemampuan kita, saya pikir investor tidak akan mundur. Kalau kualitasnya kompetitif, saya pikir itu untuk kepentingan mereka juga kan,” pungkas Genades Panjaitan.
Sumber berita: 1. Detik.com, “Pertamina Butuh Rp 520 T dalam 10 Tahun untuk Bangun Kilang,” Rabu, 13 Juli 2016. 2. www.hukumonline.com, Untuk Bangun Kilang Minyak, Korporasi Butuh Insentif, Kamis, 21 April 2016.
Catatan: Berdasarkan Perpres Nomor 146 Tahun 2015, dalam Pasal 6 dinyatakan bahwa Pembangunan Kilang Minyak dapat dilakukan oleh Pemerintah atau Badan Usaha. Pembangunan Kilang Minyak oleh Pemerintah dapat dilakukan dengan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau penugasan. KPBU adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. Pembangunan Kilang Minyak melalui KPBU akan diberikan jaminan dan dukungan oleh Pemerintah. Jaminan diberikan oleh Menteri Keuangan atas risiko infrastruktur sesuai dengan alokasi risiko sebagaimana disepakati dalam perjanjian KPBU, sementara dukungan diberikan berupa pembebasan pajak dan/atau pembebasan bea masuk terhadap barang impor dan insentif lainnya.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Dalam pelaksanaan pembangunan kilang minyak melalui KPBU, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK). Sebagai PJPK, PT Pertamina melakukan perencanaan, penyiapan transaksi, dan penandatanganan transaksi serta mengawasi pelaksanaan proyek KPBU. Badan Usaha Pelaksana KPBU diberikan Izin Usaha Pengolahan selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pada saat berakhirnya Izin Usaha Pengolahan termasuk perpanjangannya,
Badan Usaha Pelaksana
wajib menyerahkan tanah serta seluruh aset kilang minyak dan fasilitas penunjang dalam kondisi laik operasi kepada Pemerintah. Pembangunan Kilang Minyak oleh Pemerintah melalui penugasan dilakukan melalui pembiayaan Pemerintah atau pembiayaan korporasi. Pembangunan Kilang Minyak melalui penugasan dengan pembiayaan Pemerintah dilakukan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang pembiayaannya dilakukan berdasarkan tahun jamak. Penugasan diberikan kepada PT Pertamina (Persero) selaku Penanggung Jawab Kegiatan (PJK). PT Pertamina (Persero) sebagai PJK menjamin: a. terselesaikannya seluruh tahapan pembangunan kilang minyak sesuai dengan jangka waktu serta alokasi anggaran yang telah ditentukan; b. ketersediaan sumber daya manusia selama proses pembangunan kilang minyak; dan c. pemenuhan kaidah keteknikan yang baik selama proses pembangunan kilang minyak. Setelah kilang minyak selesai dibangun, PT Pertamina (Persero) bertindak sebagai pengelola kilang minyak. Dalam pelaksanaan penugasan sebagai pengelola kilang minyak, PT Pertamina (Persero) menjamin: a. ketersediaan bahan baku selama masa operasi kilang minyak; dan b. ketersediaan fasilitas pendistribusian dan pemasaran Bahan Bakar Minyak dan produk lainnya sampai kepada konsumen. Dalam melaksanakan penugasan melalui pembiayaan korporasi, PT Pertamina (Persero) dapat melakukan pembangunan kilang minyak sendiri atau bekerja sama dengan Badan Usaha lain. Untuk melakukan tugas tersebut, PT Pertamina (Persero) diberikan fasilitas pendanaan, berupa: a. penyertaan modal negara; b. laba yang ditahan; Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
c. pinjaman PT Pertamina (Persero) yang berasal dari dalam negeri dan/ atau luar negeri; termasuk di dalamnya jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar negeri, termasuk lembaga keuangan multilateral; dan/atau e. penerbitan obligasi oleh PT Pertamina (Persero).
i
Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi (wikipedia) ii Project loan adalah pinjaman untuk proyek
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum