BAB VI PENUTUP
A.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai hasil temuan penelitian ini.
Pertama, baik KUHP RII maupun QAHJ disusun dan dirumuskan berdasarkan ajaran Islam dan menggunakan istilah-istilah fikih Islam. Perbedaannya, KUHP RII menganut model fiqh al-madhabī, sedangkan QAHJ memilih model fiqh al- minhājī. Selanjutnya, Asas keberlakuan hukum yang dianut KUHP RII adalah asas teritorial yang dikembangkan berdasarkan prinsip teknis-yuridis, proteksi, dan kewarganegaraan. Sedangkan QAHJ menganut asas penundukan diri dan asas teritorialitas terbatas. Asas penundukan diri berlaku bagi pelaku delik bukan Islam yang melakukan delik bersama orang Islam. Dalam konteks ini, bagi pelaku bukan Islam diberikan kebebasan untuk memilih dihukum dengan QAHJ atau peraturan perundang-undangan Indonesia lainnya. Selanjutnya, dikatakan asas teritorialitas terbatas, karena diberlakukan juga bagi orang bukan Islam, selama delik yang dilakukan terhadap qanun ini tidak diatur dalam KUHPidana atau peraturan di luar KUHPidana. KUHP RII menformulasikan delik berdasarkan kategori ḥudūd, qiṣāṣ-
diyat, dan ta’zīr. Sedangkan QAHJ menformulasikan delik menjadi ḥudūd dan ta’zīr saja. Jika terjadi delik qiṣāṣ seperti pembunuhan, maka kepada pelaku diberlakukan hokum pidana nasional. Selain itu, ditemukan ada perbedaan formulasi delik zina antara kedua peraturan pidana ini. Di antara jenis delik zina
367
368
yang tidak diatur dalam QAHJ dan fikih pada umumnya adalah zina laki-laki dan perempuan yang sudah menikah tapi belum melakukan hubungan seksual dengan isteri/ suaminya, zina laki-laki dan perempuan yang tidak dapat mengakses pasangannya, zina laki-laki dengan perempuan dalam masa tunggu (‘iddah), dan zina pada saat peringatan hari besar Islam dan di masjid. KUHP RII mengatur 242 jenis delik dan 20 bentuk pidana serta tindakan. Dalam QAHJ ditemukan pengaturan terhadap 56 jenis delik dan 12 bentuk pidana dan tindakan. Dari semua bentuk pidana tersebut 8 (delapan) di antaranya belum dikenal dalam RUU KUHP Indonesia, yaitu rajam, cambuk, mencukur rambut, amputasi, pemenggalan, penyaliban, pembuangan, dan qiṣaṣ-diyat. Selanjutnya, kadar pidana tertinggi dalam KUHP RII adalah mati (pemenggalan, rajam, gantung, dan penyaliban), penjara seumur hidup, dan denda 18.000.000 reals. Sementara kadar pidana tertinggi dalam QAHJ adalah cambuk 200 kali, penjara 200 bulan, dan denda 2.000 gram emas murni. Batas pidana/ hukuman yang dianut kedua peraturan ini terdiri dari 1 (satu) batas, 2 (dua) batas, dan tunggal. KUHP RII dan QAHJ menganut sifat pidana alternatif, definitif, komulatif, dan alternatifkomulatif.
Kedua, untuk menghindari potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), baik HAM Muslim maupun bukan Muslim dalam pemberlakuan hukum pidana, maka membutuhkan obyektifikasi dan uji universalisalitas. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya menerjemahkan bahasa agama kedalam bahasa universal yang bisa diterima oleh semua pihak. Mengingat hukum pidana ini adalah hukum publik yang diberlakukan dalam konteks masyarakat plural baik dari segi etnis
369
maupun agama, maka ia harus diobyektifkan melalui uji universalitas. Dengan demikian, hukum yang dihasilkan oleh negara dapat menjamin HAM sekaligus keadilan bagi semua, termasuk umat Islam sendiri. Selanjutnya, antara KUHP RII dan QAHJ memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya meliputi; (1) sama-sama bersumber dari sumber ajaran
Islam
dan
memberlakukannya
menggunakan kepada
umat
istilah-istilah bukan
hukum
Muslim.
(2)
Islam,
serta
Kedua-duanya
menformulasikan delik berdasarkan kualifikasi ḥudūd, qiṣāṣ-diyat, dan ta’zīr. (3) Sama-sama masih memberlakukan hukuman badan. Sedangkan perbedaannya meliputi; (1) asas keberlakuan hukum yang dianut KUHP RII adalah asas teritorialitas, sedangkan QAHJ menganut asas penundukan diri dan teritorialitas terbatas. (2) Materi hukum pidana yang diatur dalam KUHP RII lebih komprehensif meliputi ḥudūd, qiṣāṣ-diyat, dan ta’zīr, sedangkan QAHJ hanya mengatur tentang ḥudūd dan ta’zīr saja. (3) Iran masih banyak mempertahankan pidana badan, sementara QAHJ didominasi oleh sanksi tindakan. (4) Formulasi delik zina dalam KUHP RII berbeda dengan QAHJ dan pendapat jumhur ulama, (5) KUHP RII juga mengatur tentang pertaubatan pelaku delik sebagai alasan pemaaf, sementara dalam QAHJ tidak, dan (6) QAHJ menganut pola kesetaraan yang konsisten dan denda dengan menggunakan emas, sementara KUHP RII tidak memiliki pola kesetaraan antar pidana yang konsisten dan menggunakan dan menggunakan denda dengan uang. Berdasarkan kajian terhadap dua peraturan perundang-undangan ini, ditemukan ada 26 (dua puluh enam) bentuk pidana dan tindakan. Bentuk
370
pidananya dapat dikategorisasikan menjadi pidana badan, jiwa, kemerdekaan, harta, dan pidana yang berkaitan dengan administrasi/ sanksi tindakan. Di antara bentuk pidana yang terkandung dalam kedua peraturan pidana di atas, ditemukan 8 (delapan) bentuk pidana yang belum dikenal dalam KUHP Indonesia, RUU KUHP dan peraturan perundang-undangan di luar KUHP, yaitu rajam, cambuk, mencukur rambut, amputasi, pemenggalan, penyaliban, pembuangan, dan qiṣāṣ. Dari semua bentuk pidana ini, maka pidana rajam tidak memiliki validitas dan eksistensi sebagai salah satu bentuk pidana yang fungsional dilaksanakan di era sekarang. Hal ini didasarkan pada alasan normatif-teologis, filosofis, dan sosiologis. Dari berbagai bentuk pidana yang dikenal dalam kedua peraturan perundang-undangan pidana, dapat digali dan ditemukan nilai-nilai filosofis dan prinsip-prinsip penting. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip tersebut adalah (1) prinsip keseimbangan, (2) perlindungan dan penegakan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan, (3) mejunjung tinggi nilai moral, (4) nilai reformatif dan restoratif, (5) perlindungan dan pelestarian lembaga perkawinan, (6) mengutamakan nilai preventif daripada represif, (7) melestarikan kehidupan, (8) pertaubatan sebagai alasan pemaaf, dan (9) semakin berat pidana yang diancamkan, semakin ketat pula pembuktian yang dibutuhkan. Nilai-nilai inilah yang perlu diobyektifkan kedalam rumusan materi hukum pidana nasional Indonesia. Ada 2 (dua) bentuk pidana yang akan ditawarkan bagi upaya pembaruan KUHP nasional yaitu pidana cambuk dan filosofi pidana qiṣāṣ. Keduanya dipandang lebih manusiawi, bermartabat, menjamin perlindungan HAM dan lebih mampu mewujudkan tujuan
371
pemidanaan dalam Islam. Pidana cambuk memiliki efektifitas secara teologis, yuridis, psikologis, sosiologis, dan ekonomis. Sedangkan sketsa qiṣāṣ-diyat mengandung nilai preventif, reformatif dan keadilan restoratif. Dengan demikian sketsa qiṣaṣ-diyat menawarkan peradigma baru dalam teori pemidanaan yang memposisi korban sebagai subyek dalam penyelesaian pidana. Menjadikan pertaubatan pelaku delik sebagai alasan pemaaf.
Ketiga, hasil temuan ini dapat berkonstribusi dalam upaya pembaruan hukum pidana nasional, baik secara umum maupun khusus. Secara umum, penelitian ini memberikan sumbangan penting tentang dasar filosofis hukum pidana Islam. Dasar filosofis ini digali dan dipahami dari hakikat dan sumber hukum Islam itu sendiri. Pada hakikatnya hukum Islam berdimensi ganda, yaitu dimensi ilāhiyyah dan insāniyyah, duniawi dan ukhrawi, sakral dan profan, serta berdimensi absolut dan relatif. Karena dimensi ganda inilah yang menjadikan hukum Islam senantiasa dinamis dan sesuai dengan setiap ruang dan waktu. Di samping itu, karena hukum Islam bersumber kepada sumber ajaran Islam, maka hukum yang dirumuskan berdasarkan sumber ajaran agama memiliki dimensi religiusitas, sehingga setiap orang yang tidak melakukan suatu kejahatan/ pelanggaran yang dilarang oleh hukum tidak digerakkan oleh dorongan eksternal (ketakutan akan ancaman pidana), melainkan oleh kekuatan internal, yaitu motivasi untuk menjalankan ajaran agama.
Bagi yang sudah melakukan
kejahatan dan dihukum dapat terbebas dari rasa bersalah atau berdosa. Sedangkan secara khusus relevansinya dengan fokus penelitian ini, konstribusi penting penelitian ini adalah tentang asas pidana, model formulasi delik dan
372
konsep pemidanaan. Dalam Islam, suatu perbuatan atau tindakan dikategorikan sebagai kejahatan bukan berdasarkan pandangan masyarakat yang relatif dan berubah-rubah, melainkan berdasarkan dasar normatif Al-Qur’an dan hadis serta pertimbangan untuk mewujudkan prinsip maḥlaḥah dan menghindari mafsadah (kerusakan). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kualifikasi tindak pidana dikonsepsikan lebih sederhana ke dalam dua kelompok kategori saja, yaitu; (1) formulasi jenis delik yang dinilai sangat mendasar karena dapat menghancurkan dan atau mengancam visi dan misi hukum Islam (delik ḥudūd dan qiṣaṣ-diyat) serta bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam, dan (2) jenis delik di luar kategori pertama di atas yang dikenal dengan delik ta’zīr. Perumusan kualifikasi delik ini bisa ditetapkan oleh negara melalui positivisasi hukum (seperti Undangundang atau Qanun) dan bisa juga melalui hukum tak tertulis yaitu dengan mengacu pada visi, misi dan nilai-nilai dasar Islam. Berkaitan dengan konstribusi hukum pidana Islam tentang konsep pidana meliputi nilai-nilai filosofis/ prinsip yang terkandung dalam berbagai bentuk pidana dan kesetaraan antar bentuk pidana. Nilai-nilai yang terkandung dalam berbagai bentuk pidana Islam yang konstributif dan dapat ditransformasikan dalam proses pembaruan hukum pidana nasional adalah nilai keseimbangan (ilāhiyyah dan insāniyyah, duniawi-ukhrawi, perlindungan pelaku-korban, beratnya hukuman-ketatnya pembuktian), keadilan, kemanusiaan, preventif, reformatif, keadilan restoratif, perlindungan dan pelestarian lembaga perkawinan, moral (kejujuran dan tanggung jawab), dan pertaubatan. Sementara filosofi
qiṣāṣ-diyat mengandung prinsip preventif, dan keadilan restoratif. Filosofi qiṣāṣ-
373
diyat memberikan perhatian yang seimbang antara hak pelaku dan korban. Hal ini sejalan dengan perspektif viktimologi dan kecenderungan internasional yang dewasa ini ikut mewarnai konsep hukum pidana modern. Karena itu, RUU KUHP idealnya juga harus beradaptasi dengan kecenderungan internasional tersebut. Kedua bentuk pidana di atas tidak hanya dapat mencapai tujuan pemidanaan, melainkan juga dalam mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat, termasuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). HAM dalam perspektif Islam dan konteks pidana tidak semata-mata berkaitan dengan hak asasi pelaku, melainkan juga hak asasi korban kejahatan dan masyarakat, tidak hanya berdimensi antroposentris, tetapi juga teosentris. Dengan demikian, lebih menjamin terwujudnya keseimbangan dan sekaligus kemaslahatan manusia dunia dan akhirat sebagai visi sejati hukum Islam.
B.
Rekomendasi Berdasarkan temuan hasil penelitian ini, maka berikut akan dikemukakan
beberapa rekomendasi:
Pertama,
transformasi hukum pidana yang bersumber dari agama
tertentu, termasuk Islam kedalam hukum negara dalam konteks masyarakat plural memerlukan proses penerjemahan nilai dan bahasa agama ke dalam bahasa universal yang dapat diterima semua pihak. Karena itu butuh obyektivikasi dan uji universalitas, sehingga hukum pidana yang dihasilkan tidak melangaar hakhak minoritas bukan Islam dan juga hak umat Islam sendiri.
374
Kedua,
dalam
rangka
pembaruan
hukum
pidana
Indonesia
direkomendasikan untuk memasukkan dasar dan nilai-nilai filosofis, serta konsep pemidanaan dalam hukum pidana Islam ke dalam rumusan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia yang baru. Konsep pemidanaan yang dimasukkan meliputi formulasi delik, sketsa qiṣāṣ-diyat, dan pertaubatan sebagai alasan pemaaf. Dengan demikian, KUHP Indonesia yang baru diharapkan akan melahirkan kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat yang bersifat intrinsik dan teologis, sehingga seseorang/ kelompok tidak melakukan suatu perbuatan bukan karena ketakutan kepada ancaman pidana di dunia melainkan karena ketakutan kepada ancaman hukuman Allah di akhirat. Kesadaran hukum yang bersifat intrinsik-teologis ini sangat relevan dengan bangsa Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai falsafah negara dan sumber dari segala sumber hukum. Salah satu mata hari nilai terpenting dari Pancasila adalah Ketuhanan.
Ketiga, konstribusi pemikiran dalam bentuk hukuman badan, termasuk hukuman cambuk terutama tentang efektifitasnya dalam mencapai tujuan pemidanaan, membutuhkan penelitian lebih lanjut yang komprehensif dengan pendekatan multidisiplin. Hal ini dapat dilakukan melalui penelitian terhadap pengalaman Aceh dan negara lain dalam menerapkan bentuk hukuman semacam ini.
Keempat, meskipun penelitian ini menfokuskan diri pada aspek hukum material, namun konsekuensinya juga berdampak kepada pembaruan hukum pidana formal (KUHAP). Terutama jika dikaitkan dengan pendekatan paradigma keadilan restoratif (restorative justice) yang diintrodusir Islam dalam skema
375
qiṣāṣ-diyat. Skema qiṣāṣ-diyat ini mencerminkan penerapan restorative justice, sehingga korban tidak hanya dilihat sebagai obyek semata sebagaimana sistem peradilan pidana yang berlaku saat ini. Melainkan ia diposisikan sebagai subyek yang menentukan jalan penyelesaian. Di samping itu, pembaruan hukum pidana formal juga diperlukan jika pertaubatan yang ditawarkan Islam sebagai salah satu alasan pemaaf diakomodir dalam hukum material (KUHP).
376
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abidin, Z., 2005. Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP. Cet. I, Jakarta: ELSAM. Abubakar, A., 2007. “Beberapa Catatan Akademis atas Perubahan Qanun Propinsi Nomor 12, 13, dan 14 Tahun 2003 dan Penggabungannya Menjadi Satu Qanun”. Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam. _____, 2005. Bunga Rampai Pelaksanaan Syari’at Islam. Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Propinsi NAD. Achmad, A., 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicial Prudence) Termasuk Intepretasi Undang-undang (Legis Prudence). Jakarta: Kencana. Ali, 2014. “Hubungan Al-Qur’an dan Hadis; Kajian Metodologis terhadap Hukuman Rajam”. Disertasi, Banda Aceh: UIN Ar-Raniry. Amir, ‘A. ‘A., 1969. al-Ta’zīr fi al-Syarī’at al-Islāmiyyah. Beirut: Dār al-Fikr al‘Arabī. Andenaes, J., 1974. Punishment and Deterrence. Michigan: The University of Michigan Press. Anderson, J. N. D., 1976. Law Reform in The Muslim World. London: University of London. Angkasa, 2010. “Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, Faktor Penyebab, Implikasi Negatif, serta Solusi dalam Upaya Optimalisasi Pembinaan Narapidana”. Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10, No. 3: 212220. Harahab, Y., 2008. Hukum Islam; Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Kreasi Total Media.
Anshori, A. G. and
Anwar, S., 2007. Studi Hukum Islam Kontemporer. Cet. I, Jakarta: RM Book. _____, 2013. “Metode Usul Fikih untuk Kontekstualisasi Pemahaman Hadishadis Rukyat”. dalam Jurnal Tarjih dan Tajdid, Vol. 11, Nomor 1. Arief, A. S., 2014. Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Suka Press. Arief, B. N., 2006. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
377
______, 2011. Pembaruan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan. Cet. II, Bandung: Citra Atya Bakti. ______, 1994. “Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana; Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia”. makalah yang disampaikan dalam acara Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universias Diponegoro, Semarang. ______, 1985. “Kebijakan Legislasi mengenai Pidana Penjara dalam Rangka Usaha Penanggulangan Kejahatan”. Disertasi, Bandung: Universitas Padjajaran. ______, 2014. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum PIdana dalam Penanggulangan Kejahatan. Cet. IV, Jakarta: Kencana. 1993. “Sistem Pemidanaan menurut Konsep KUHP Baru dan Latar Belakang Pemikirannya”. makalah yang disampaikan dalam penataran Hukum Pidana dan Kriminologi Dosen Fakultas Hukum PTN/ PTS seIndonesia, Semarang.
_______,
al-Asqalāny, A. ‘A. H., 1379 H. Fatḥ al-Bāri Syarḥ Ṣaḥiḥ al-Bukhāry.Beirut: Dār al-Ma’rifah. al-‘Asqalāny, S. D. A. A., 2006. Ibānat al-Aḥkām; Syarḥ Bulūgh al-Marām. Beirut: Dār al-Fikr, IV. Asshiddiqie, J., 1996. Pembaruan Hukum Pidana Indonesia. Cet. 2, Bandung: Angkasa. al-Syaukānī, M., t.th.. Nail al-Auṭār. Saudi Arabia: Idārah al-Buhūth al‘Ilmiyyah. ‘Asyūr, I. M. T., 2006. Maqāṣid al-Syarī’ah al-Islāmiyah. Tunisia: Dār al-Salām. _____, 1984. al-Taḥrīr wa al-Tanwīr. Tunisia: Dār al-Tunīsiyyah li al-Nasyr. Audah, ‘A. Q., 2000. al-Tasyrī’ al-Janā’ī al-Islāmī. Beirut: Mu’assasah alRisālah. ‘Azzām, A. A. M., 2005. al-Qawā’id al-Fiqhiyyah. Kairo: Dār al-Hadīth. al-Ayyūbī, M. S. A. M., 1998. Maqāṣid al-Syarī’ah al-Islāmiyyah. Riyāḍ: Dār alHijrah li al-Nasyr al-Tawzī’.
378
Bahanthi, A. F., 1980. al-‘Uqūbah fi al-Fiqh al-Islāmī.Cet. III, Kairo: Maktabah al-Wa’ī al-‘Arabī. Bakhri, S., 2011. Sejarah Pembaruan KUHP dan KUHAP. Cet. I, Yogyakarta: Total Media. _____, 2014. Perkembangan Stelsel Pidana Indonesia. Yogyakarta: Total Media. Baltaji, M., 2003. Manhaj ‘Umar ibn al-Khaṭṭāb fī al-Tasyrī’; Dirāsah Mustau’ibah li Fiqh ‘Umar wa Tanẓīmatih. terj. Masturi Irham, Cet. II, Jakarta: Khalifa. al-Bāqī, M. F. A., 2009. Lu’lu’ wa Marjān. t.t.: ‘Isā al-Bābi al-Ḥalabī. Basri, C. H., 2004. Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial. Cet. I, Jakarta: Grafindo Persada. ______, C. H., 1999. Metode Penelitian Fiqh I. Cet. I, Jakarta: Grafindo Persada. Bentham, J., 2010. The Theory of Legislation. terj. Nurhadi, Cet. I, Bandung: Nusa Media. Bukhari, I., t.th.. Saḥiḥ al-Bukhārī. Beirut: Dār al-Fikr: t.th., IV. al-Būṭi, M. S. R., t.th.. Ḍawābiṭ al-Maṣlaḥah fī al-Syarī’ah al-Islāmiyyah. Kairo: Mu’asasah al-Risālah. Constanzo, M., 2006. Psychology Applied to Law. terj. Helly Prajitno Soetjipto dan Elly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, Cet. 1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Convention on The Elimination of Discrimination Against Women. 2004, New Delhi: UNIFEM. Cross, S. R., 1971. Punishment. t.tp.: Prison and the Publik. Cruz, D. P., 1999. Comparative Law in The Changing World. Ed. II, London: Cavendis Publishing Limited. Danial, 2011. “Efektifitas ‘Uqūbat dalam Qanun Nomor 14/ 2003 dan DQHR tentang Khalwat dan Ikhtilath”. Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 45, No. 2: 9791014. _____, 2010. “Efektifitas ‘Uqubat dalam Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat”. dalam Jurnal Penelitian KeIslaman, Vol. 6, No. 2: 267-292.
379
_____, 2012. “Qanun Jinayah Aceh dan Perlindungan HAM; Kajian YuridisFilosofis”. Jurnal Kajian Hukum Islam al-Manahij, Vol. 6, No. 1: 85-98. Dinas Syari’at Islam Propinsi NAD, 2005. Himpunan Undang-undang,
Keputusan Presiden, Peraturan daerah dan Qanun, Instruksi Gubernur, dan Edaran Gubernur. Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Propinsi NAD. Djazuli, H. A., 1996. Fiqh Jinayah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Duff, A., 2003. “Restoration and Restribution”. dalam Andrew von Hirsch, Julian v. Roberts, Anthony Bottoms, Ken Roach, and Mara Chiff,
Restorative Justice and Criminal Justice; Competing or Reconcilable Paradigms? Oregon: Hart Publishing Oxford and Porland. Effendi, E., 2011. Hukum Pidana Indonesia; Suatu Pengantar. Cet. I, Bandung: Refika Aditama. Entessar, N., 1988. “Criminal Law and The Legal System in Revolutionary Iran”. dalam Third World Law Journal, Vol. 8, No.1: 91-102. Erwin, M., 2012. Flsafat Hukum; Refleksi Kritis terhadap Hukum. Cet. II, Jakarta: Rajawali Press. Esma’ili, M., 2013. “Demokrasi Religius dan Kedaulatan Nasional”. dalam Mohammad Bagher Khorramshad. Demokrasi Religius, terj. Andayani an Mustajib, Cet. I, Yogyakarta: Rausyan Fikr Institute. Esposito, J. L., and Voll, O. J., 1999. Islam and Democracy. terj. Rahmani Astuti, Bandung: Mizan. Fajar, A. M., 2008. Teori-teori Hukum Kontemporer. Cet. I, Malang: In-Trans Publishing.
Fifth United Nation Congress on The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders. 1976. New York: Departement of Economic and Social Affairs, UN. Friedman, L. M., 2009. The Legal System; A Social Science Perspective. terj. Muhammad Khozim, Bandung: Nusa Media. Global Initiative to End All Corporal Punishment of Children, 2012. Iran Country Report. UNICEF.
380
Habibzadeh, M. J., 2006. “Legality Principles of Crimes and Punishment in Iranian Legal System”. Academic Journal of Educational Research and Review,Vol. 1 No. 3: 108-114. Hamzah, A., 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Cet. III, Jakarta: Rineka Cipta. Hardiman, F. B., 2009. Demokrasi Deliberatif; Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publik dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Cet. I, Yogyakarta: Kanisius. Hermansyah, A., 2008. “Kebijakan Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Badan (Corporal Punishment) di Indonesia; Studi Kasus di Nanggroe Aceh Darussalam”. Tesis, Semarang: UNDIP. Hilāl, H., 2003. Mu’jam Muṣṭalaḥ al-Uṣūl. Beirut: Dār al-Jīl. Hiraeij, E. O. S., 2009. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Jakarta: Erlangga. _____, 2014. Prinsip-prinsip Hukum Pidana. Cet. 1, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. Hutauruk, R. H., 2014. Penanggulangan Kejahatan Korporasi melalui Pendekatan Restoratif. Cet. II, Jakarta: Sinar Grafika. Ibrahim, J., 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cet. II, Malang: Bayu Media Publishing.
International Committee Againts Execution, 2010. “Figur and Statistic Report on Stoning in Iran 1980-2010”.
International Conference on Social Science and Humanity. 2011. “The Viel and Veiled Identities in Iranian Diasporic Writings”. Zalipour, A. Z., Hashim, S., Raihanah, M., Yusof, N. M, Singapore: IACSIT Press.
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). International Federation of Human Right, 2009. “Death Penalty; A State Terror Policy”.
Iran Constitution. Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Jakarta. Isa, A. G., 2012. “Formalisasi Syari’at Islam dan Perwujudannya dalam Sistem Hukum Indonesia”. Disertasi, Banda Aceh: Pascasarjana IAIN Ar-Raniry.
Islamic Penal Code of Iran. Dokumen Resmi Pemerintah Iran.
381
al-Jauzy, I. Q., 1953. al-Ṭurūq al-Ḥukmiyah fī al-Siyāsah al-Syar’iyyah. Kairo: Maṭba’ah as-Sunnah al-Muḥammaddiyah. _____, t.th.. I’lām al-Mawāqi’īn ‘an Rabb al-‘Ālamīn. t.tp.: Dār al-‘Arabī. Al-Jurjāwī, t.th.. Ḥikmat al-Tasyrī’ wa Falsafatuh. Beirut: Dār al-Fikr. Karoubi, T. M., 2011. “How Does Iranian’s Legal System Protect Human Vulnerability and Personal Integrity in Medical Research”. Avicenna Journal of Medical Biotechnology, Vol.3, No. 2: 51-59. Al-Khafāwī, M. I., 2009. Mu’jam Gharīb al-Fiqh wa al-Uṣūl. Kairo: Dār alHadīth al-Ḥalabī wa Aulāduh. Khāṭib, S., 1958. Mughnī al-Mukhtāj. Mesir: Dār al-Bābī al-Ḥalabī. Kholiq, M. A., 2002. “Prospek Hukum Pidana Islam dalam Memberikan Konstribusi bagi Penyusunan RUU KUHP Indonesia”. Logika, Vol. 7, No. 8. Khorramshad, M. B., 2013. Religious Democracy. Terj. Andayani dan Mustajib, Yogyakarta: Rausyan Fikr Institute. Kīhal, ‘I. D., 2012. “al-‘Uqūbah bi al-Jild fi al-Fiqh al-Islāmī wa Imkān Taṭbīquhā fī al-Anẓamah al-Jazā’iyyah al-Hadīthah”. makalah.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia. Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 2004. New Delhi: UNIFEM. Kurdi, L., 2003. ”Evaluating Restorative Justice Practices”. dalam Andrew von Hirsch, Julian v. Roberts, Anthony Bottoms, Kent Roach, and Mara Sciff,
Restorative Justice and Criminal Justice; Competing or Reconcilable Paradigms? Oregon: Hart Publishing Oxford and Porland. Kusumohamidjojo, B., 2011. Filsafat Hukum ; Problematika Ketertiban yang Adil. Cet. I, Bandung: Mandar Maju. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2005. “Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan dalam Rancangan KUHP”. Jakarta.
382
Maftei, C. M., 2010. “The Sanctions of The Islamic Criminal Law Aspects Regarding Penalties of The Islamic Criminal Law of The Islamic Republic of Iran; Religion and Tradition Vs Observing Human Rights”. Manan, A., 2005. Aspek-aspek pengubah Hukum. Cet. 1, Jakarta: Prenada Media. Majah, I., 1952. Sunan Ibn Mājah. Kairo: Dār al-Iḥyā’ al-Kutub al-‘Arabiyah. Marzuki, P. M., 2005. Penelitian Hukum. Cet. I, Jakarta: Prenada Media. al-Mawardi, 1966. al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah. Beirut: Dār al-Fikr. Mehra, N. and Hajitabar, H., 2011. “Prevention of Victimization of Children in Danger in Iran’s Legal System”. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, Vol. 5, No. 8: 921-929. Melani, 2005. “Membangun Sistem Hukum Pidana dari Retributif ke Restoratif”. Litigasi, Volume 6 Nomor 3: 222-235. Menski, W., 2006. Comparative Law in A Global Context. New York: Cambridge University Press. Modjab, S. D. M. and Habibzadeh, M. J., 2006. “A Review of Parliamentary Privilege with An Approach to Iranian Legal System”. Educational Research and Review, Vol. 1, No. 7: 201-205. Moeljatno, 2002. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. Moschtaghi, R., 2010. “Role of Law in Iran”. h. 1-10,
383
Munajat, M., 2009. Hukum Pidana Islam di Indonesia. Cet. I, Yogyakarta: Teras. Mushlich, A. W., 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Cet. I, Jakarta: Sinar Grafika Offset. Muslim, I., t.th.. Ṣaḥīḥ Muslim. Singapura-Pineng: Sulaiman Mar’i. Mudzakkir, 2004. “Kajian terhadap Ketentuan Pemidanaan dalam Draft Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 1, No. 2: 65-84. Nadernejad, G., and Mohsen, M., 2011. “The Development in The Legal System of The Press in Iran from Beginning in 1906 to Domination of Reza-Khan in 1921”. Europen Journal of Social Sciences, Vol. 23, No. 2: 237-245. An-Na’im, A. A., 2004. Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Right, and International Law. terj. Ahmad Suaedy dan Amiruddin ArRany, Cet. IV, Yogyakarta: LKiS. al-Nasā’ī, I., 2002. Sunan al-Nasā’ī. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Nashir, H., 2007. Gerakan Islam Syari’at; Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia. Jakarta: PSAP. an-Nawāwī, I., t.th.. Saḥīh Muslim bi Syarḥ an-Nawāwī, Beirut: Dār al-Fikr, XI. Nayyeri, M. H., 2012. “New Islamic Penal Code of The Islamic Republic of Iran; An Overview”. dalam Human Rights in Islam Unit, Inggris: University of Essex. Nway, A. U., 2008. “Hukum Adat vis a vis Hukum Islam di Aceh; Tinjauan Sejarah Hukum di Kesultanan Aceh Tahun 1116-1688”. Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-38, No. 2: 237-276. Octoberrinsyah, 2011. “Hukuman Mati dalam Islam dan Relevansinya dengan Hukum Pidana Indonesia”. Disertasi, Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Peraturan Gubernur Aceh nomor 5 tahun 2005 tentang Teknis Pelaksanaan Hukuman Cambuk. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Pembatasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
384
Prasetyo, T., dan Purnomosidi A. 2014. Membangun Hukum Berdasarkan Pancasila. Bandung: Nusa Media. al-Qāhirī, A. ‘A. H. K. ‘A., t.th.. Subūl al-Salām. IV, Bandung: Dahlan. Qanun Nomor 12 Tahun 2003 tentang Khamar. Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir. Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat. Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Qarāmalikī, M, H, Q., 2011. Al-Qur’an dan Pluralisme Agama. terj. Abdurrahman Arfan, Cet. I, Yogyakarta: Sadra Institute. Rafiei, M. T., 2011. “A Critical Study of The Effect of Gender on Prohibition of Women Employment in Iranian Law”. European Journal of Social Sciences, Vol. 25, No. 3: 372-385. Rani, F. A., 2006. “Pembentukan Qanun Anti Korupsi Perspektif Prinsip dan Norma Syari’ah”. Banda Aceh: Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias.
Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor...Tahun 2013 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Hasil Rapat Bulan Mei, Jakarta: Departemen Hukum dan HAM R. I. Reksodiputro, M., 2004. “Catatan-catatan Sekilas tentang Bab Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan Bab III Buku I Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana”. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 1, No. 2: 57-64. Sābiq, S., 1365 H. Fiqh al-Sunnah. t.tp.: Dār al-Thaqāfah al-Islāmiyyah, II. al-San’ānī, I. M. I., t.th.. Subūl al-Salām. Bandung: Dahlan, IV. Santoso, T., 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam; Penegakan Syari’at dalam Wacana dan Agenda. Jakarta: Gema Insani Press. Ash-Shadr, S. M. B., 2009. Introduction to Islamic Political System. terj. Arif Mulyadi, Cet. II, Jakarta: Lentra.
385
Shevlin, N., 2012. “Velayat E-Faqih in The Constitution of Iran; The Implementation of The Theocracy”. dalam Jurnal of Constitution Law, Vol. 1, No. 2: 358-382. Ash-Shiddiqie, J., 2003. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. Cet. II, Bandung: Angkasa. Shihab, M. Q., 2005. Tafsir al-Misbah. Cet. III, Jakarta: Lentera Hati, 2005, III. Sholehhuddin, M., 2004. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana. Cet. II, Jakarta: Radja Grafindo Persada. Sirajuddin, M., 2010. “Pemberlakuan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam Pasca Reformasi”. Disertasi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Sixth United Nation Congress on The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders, 1981. New York: Departement of Economic and Social Affairs, UN. Sodikin, A., 2010. Hukum Qisas; Dari Tradisi Arab menuju Hukum Islam. Cet. I, Yogyakarta: Tiara Wacana. Soeharno, 2012. “Benturan antara Hukum Pidana Islam dengan Hak-hak Sipil dalam Perspektif Hak Asasi Manusia”. dalam Jurnal Lex Crimen, Vol. 1, No. 2: 83-104. Suparni, N., 2007. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan. Cet. II, Jakarta: Sinar Grafika. Sudarto, 2007. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Suhariyono, 2011. Pengaturan Pidana Anak dalam RUU KUHP. makalah disampaikan dalam FGD KUHP Kemkumham, Jakarta. Suseno, F. M., 1999. Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. _____, 1999. Berfilsafat dari Konteks. Cet. III, Jakarta: Gramedia. _____, 1987. Etika Dasar; Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. Suseno, S., Putri, N. S., (ed.), 2013. Hukum Pidana Indonesia; Perkembangan dan Pembaruan. Cet. I, Bandung: Remaja Rosda Karya.
386
Sutanto, T., 2007. “Melampaui Toleransi; Merenung Bersama Walzer”. dalam Ihsan Ali Fauzi, Syafiq Hasyim, dan J. H. Mamardy, Demi Toleransi, Demi luralisme, Cet. I, Jakarta: Paramadina. Syah, R., 2012. “Penghukuman dan Perlindungan HAM dalam Hukum Pidana Islam”. Disertasi, Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry. Syaltūt, M., 1966. al-Islām; ‘Aqīdah wa Syarī’ah. Cet. III, T.tp.: Dār al-Qalam. Al-Syāṭibī, A. I.., 1988. al-Muwāfaqāh fī Uṣūl al-Aḥkām. Jilid I dan II, Beirut: Dār al-Fikr. Asy-Syaukānī, M. A., t.th.. Nail al-Awtār. Saudi ‘Arabia: Idārat al-Buhūth al‘Ilmiyyah, t.th., VII. Taimiyah, I., t.th.. Majmū’ al-Fatāwā. Beirut: Maktabah al-Ma’rifah. _____,
1961. al-Siyāsah Muḥammadiyyah.
al-Syar’iyyah.
Kairo:
Maktabah
Anṣār
al-
Tanya, B. L., Parera T. Y, dan Lena S. F., 2015. Pancasila Bingkai Hukum Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing. Teguh Prasetyo dan Arie Purnomosidi, 2014. Membangun Hukum Berdasarkan Pancasila. Cet.1, Bandung: Nusa Media. Terman, R., and Mufuliat F., 2010. Stoning is Not Our Culture; A Comparative
Analysis of Human Rights and Religious Discourses in Iran and Nigeria. T.tp.: The Global Compaign to Stop Killing ang Stoning Women.
The Constitution of the Islamic Republic of Iran, 1979. as Amended in 1989. Ujan, A. A., 2008. Filsafat Hukum; Membangun Hukum, Membela Keadilan. Yogyakarta: Kanisius.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat manusia) terbitan Direktorat Hak Asasi Manusia, Kemanusiaan dan Sosial Budaya Departemen Luar Negeri, Jakarta, cet. 2, 2005.
387
Undang-undang Nomor 08 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang tentang Pelaksanaan Hak Asasi Manusia tahun 2000 dan Undang-undang HAM, 2001, Bandung: Citra Umbara. Universal Declaration of Human Rights. Uthmān, M. H., 2002. al-Qāmūs al-Mubīn fī Iṣtilāhāt al-Uṣūliyyīn. Riyaḍ: Dār al-Zahim. Waluyo, B., 2004. Pidana dan Pemidanaan. Cet. II, Jakarta: Sinar Grafika. Waṣil, N. F., 1999. Fiqh al-Jināyah wa al-‘Uqūbah fi al-Syarī’ah al-Islāmiyyah. Kairo: Maktabah al-Ṣafa. www.kemenkumham/ public/grl/ current/ mountly, diakses 12 Desember 2014. www.bbc.co.uk/ Indonesia/ berita_indonesia/ 2014/ 1400925_amnesty_qanun_aceh, diakses 28 September 2014.
09/
www.repulika.co.id/ berita/ regional/ nusantara/ 11/ 05/ 22/ 1113uo.amnestyinternasional-minta-hukum-cambu-di-aceh-dicabut, diakses 22 Mei 2011. www.okezone.com/ read/ 2011/ 05/ 27/ 337/461865/ large/ diakses 27 Mei 2011. www.acehinstitute.org/id/ pojok-publik/ sosial-budaya/ item/ 138mendialogkan-syari’at-dalam-bingkai-demokratis-dilematis.html, diakses 12 September 2013. Yuherawan, D. S. B., 2014. Dekonstruksi Asas Legalitas Hukum Pidana; Sejarah Asasegalitas dan Gagasan Pembaruan Filosofis Hukum Pidana. Malang: Setara Press. Yulia, R., 2012. “Penerapan Keadilan Restoratif dalam Putusan Hakim; Upaya Penyelesaian Konflik melalui Sistem Peradilan Pidana”. dalam Jurnal Yudisial, Vol. 5, No. 2: 224-240. al-Zabīdī, M. M. H., 1985. Tāj al-‘Urūs min Jawāhir al-Qāmūs. Kuwait: Maṭba’ah Ḥukūmah, XXII. Zahrah, M. A., t.th.. al-Jarīmah wa al-’Uqūbah fī al-Fiqh al-Islāmī. Kairo: Dār al-Fikr al-‘Arabī. Zuhaili, W., 1989, al-Fiqh al-Islāmy wa Adillatuh, Juz VI, Beirut: Dār al-Fikr.
388
GLOSARIUM
Diyat: Sejumlah uang yang dibayarkan oleh pelaku delik kepada korban atau keluarga korban sebagai ganti dari hukuman qiṣaṣ. Dukhūl: melakukan hubungan seksual antara pasangan suami-isteri dalam perkawinan. Fikih: Ilmu tentang hukum syari’at Allah yang bersifat praktis dan digali oleh para mujtahid dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ketika fikih ditransformasikan atau dipositifkan menjadi peraturan perundangundangan/ Qanun, maka ia berubah menjadi fikih mazhab negara/ undangundang. Ḥudūd: Jenis ‘Uqubat yang bentuk dan besarannya telah ditentukan di dalam Qanun secara tegas. Ikhtilāṭ: Perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan, berpelukan dan berciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat tertutup atau terbuka. Iṣlāh: Teori pemidanaan yang berpandangan bahwa tujuan pemberian pidana adalah untuk memperbaiki pelaku kejahatan menjadi orang baik (restoratifrehabilitatif). Al-Itlāf: Penghancuran terhadap benda hasil suatu kejahatan. Jarīmah: Perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam yang dalam Qanun ini diancam dengan ‘Uqubat Hudud dan/atau Ta’zir. Jawābir: Teori pemidanaan yang berpandangan bahwa pemberian pidana bertujuan sebagai balasan terhadap perbuatan jahat dan pembebasan pelaku dari rasa bersalah/ berdosa (retributif). Jawāzir: Teori pemidanaan yang berpandangan bahwa tujuan pemberian pidana adalah untuk mencegah pelaku dan orang lain untuk melakukan kejahatan (preventif). Khalwat: Perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara 2 (dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan Mahram dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang mengarah pada perbuatan Zina. Khamar: Minuman yang memabukkan dan/atau mengandung alkohol dengan kadar 2% (dua persen) atau lebih. Liwaṭ: Perbuatan seorang laki-laki dengan cara memasukkan zakarnya kedalam dubur laki-laki yang lain dengan kerelaan kedua belah pihak. Maḥram: Orang yang haram dinikahi selama-lamanya yakni orang tua kandung dan seterusnya ke atas, orang tua tiri, anak dan seterusnya ke bawah, anak tiri dari istri yang telah disetubuhi, saudara (kandung, seayah dan seibu), saudara sesusuan, ayah dan ibu susuan, saudara ayah, saudara ibu, anak saudara, mertua (laki-laki dan perempuan), menantu (laki-laki dan perempuan).
389
Maisir: Perbuatan yang mengandung unsur taruhan dan/atau unsur untunguntungan yang dilakukan antara 2 (dua) pihak atau lebih, disertai kesepakatan bahwa pihak yang menang akan mendapat bayaran/keuntungan tertentu dari pihak yang kalah baik secara langsung atau tidak langsung. Maqāṣid al-Syarī’ah:Tujuan syari’at Islam yang meliputi memelihara agama, jiwa, harta, akal, keturunan, dan kehormatan.
Musāhaqah: Perbuatan dua orang wanita atau lebih dengan cara saling menggosok-gosokkan anggota tubuh atau faraj untuk memperoleh rangsangan (kenikmatan) seksual dengan kerelaan kedua belah pihak. Qadhaf: Menuduh seseorang melakukan Zina tanpa dapat mengajukan paling kurang 4 (empat) orang saksi. Qiṣaṣ: memiliki dua makna sebagai salah satu jenis delik atau salah satu bentuk hukuman dalam hukum pidana Islam. Sebagai salah satu bentuk hukuman, qisas adalah hukuman yang setimpal yang diberikan kepada pelaku delik pembunuhan atau pelukaan sengaja. Qiyām al-Asāsī:Nilai-nilai dasar hukum Islam. Rajam: Salah satu bentuk hukuman mati yang dilaksanakan dengan cara dilempari batu sampai mati. Hukuman ini diancamkan kepada pelaku zina yang sudah menikah. Restitusi: Sejumlah uang atau harta tertentu, yang wajib dibayarkan oleh pelaku Jarimah, keluarganya, atau pihak ketiga berdasarkan perintah hakim kepada korban atau keluarganya, untuk penderitaan, kehilangan harta tertentu, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu. Restorative Justice: Model penyelesaian perkara pidana yang mengedepankan pemulihan korban, pelaku, dan masyarakat. Al-Taghyīr: perubahan barang atau benda hasil atau tempat melakukan kejahatan menjadi fungsional dan bermanfaat. Contoh; merubah tempat berjudi menjadi panti asuhan atau perkantoran. Tahzīb: Teori pemidanaan yang menjelaskan bawa tujuan pemberian pidana adalah untuk mendidik pelaku kejahatan dan masyarakat agar menjadi orang baik (edukatif). Al-Tamlīk: Pemilikan negara terhadap benda atau barang hasil suatu kejahatan. Al-Tasyhīr: mengumumkan kesalahan yang dilakukan seseorang/ kelompok secara terbuka. Strict liability: Asas penerapan hokum pidana yang memandang bahwa pelaku delik telah dapat dipidana hanya karena telah dipenuhinya unsur-unsur delik oleh perbuatannya. vicarious liability. sementara yang kedua tanggung jawab pidana seseorang dipandang patut diperluas sampai kepada tindakan bawahannya yang melakukan perbuatan atau pekerjaan untuknya atau dalam batas-batas perintahnya.
390
Ta’zir: Jenis ‘Uqubat yang telah ditentukan dalam qanun yang bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam batas tertinggi dan/atau terendah. ’Uqūbah: Hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku Jarimah. Al-‘Uqūbah al-Aṣliyyah: Hukuman/ pidana pokok yang ditetapkan oleh hakim untuk delik yang bersangkutan. Al-‘Uqūbah al-Badaliyyah: Hukuman/ pidana pengganti yang menggantikan hukuman/ pidana pokok karena alasan yang sah. Al-‘Uqūbah ghair al-Muqaddarah: Pidana yang belum ditentukan kadarnya. Al-‘Uqūbah al-Muqaddarah: Pidana yang sudah ditentukan kadarnya. Al-‘Uqūbah al-Tabā’iyyah: Hukuman/ pidana tambahan terhadap pidana pokok, seperti larangan menerima warisan bagi pembunuh ahli waris. Al-‘Uqūbah al-Takmīliyyah: Hukuman/ pidana yang mengikuti pidana pokok dengan syarat harus ada keputusan tersendiri oleh hakim. Syarat ini yang membedakannya dengan pidana tambahan. Vicarious liability. Asas penerapan hukum pidana yan memandang bahwa tanggung jawab pidana seseorang dipandang patut diperluas sampai kepada tindakan bawahannya yang melakukan perbuatan atau pekerjaan untuknya atau dalam batas-batas perintahnya. Wilāyāt al-Faqīh: Salah satu institusi negara yang terdiri dari sejumlah ulama terkemuka yang memiliki wewenang tertinggi di dalam sistem pemerintahan RII. Di antara wewenang yang diberikan konstitusi RII kepada lembaga ini adalah menentukan atau menguji sesuai tidaknya suatu produk hukum yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga lain di RII dengan sumber ajaran Islam. Selain itu, lembaga ini juga berhak memecat presiden, dewan, majelis tinggi.
391
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Danial, M.A., Dilahirkan di Dayah Mesjid, Bireuen, 26 Pebruari 1976 dari pasangan Murdani Ahmad dan Nurhayati Umar (almh.). Pendidikan formal dimulai dari Madrasah Ibtidaiyyah Negeri (MIN) Pulosiron tamat 1987, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Matang Glumpang Dua, tamat 1990, Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus (MANPK) Banda Aceh, tamat 1993. Gelar sarjana S1 Perbandingan Mazhab diperoleh tahun 1998 di Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan S2 di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2008. Tahun 2010 tercatat sebagai mahasiswa Program Doktoral (S3) Program Studi Agama dan Lintas Budaya Minat Kajian Timur Tengah Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta. Sehari-hari berprofesi sebagai Dosen tetap pada Jurusan Syari’ah Program Studi Hukum Keluarga Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Malikussaleh Lhokseumawe. Profesi di dunia pendidikan dimulai tahun 1999-2000 dengan Dosen luar biasa di IAIN Ar-Raniry dan Sekolah Tinggi Agama Islam Tgk. Chik Pante Kulu Banda Aceh. Di samping itu juga mengajar di beberapa perguruan tinggi lain seperti STIKES Muhammaddiyah Lhokseumawe 2008-sekarang dan Akademi Keperawatan KESREM sejak 2012 sampai sekarang. Riwayat pekerjaan dimulai dari staf Kantor Urusan Agama Kec. Peusangan Kab. Bireuen dan Guru MIN Tanoh Mirah Kec. Peusangan. Di masa konflik dan darurat militer bertugas sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Jangka Kab. Bireuen 2002-2005. Sejak 2005 bertugas sebagai dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malikussaleh Lhokseumawe. Beberapa jabatan yang pernah dipangkunya di STAIN Malikussaleh adalah Kepala Pusat Studi Agama Islam 2004-2005, Kepala Lembaga Pengembangan dan Penjamin Mutu STAIN Malikussaleh Lhokseumawe 2005-2006, Pembantu Ketua II Bidang Administrasi dan Keuangan STAIN Malikussaleh Lhokseumawe 2006-2007. Pengalaman organisasi dimulai sejak S1 sebagai Wakil Ketua Lembaga Penelitian Hukum Islam Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 19941995. Beberapa jabatan yang pernah dipercayakannya adalah Deputi Direktur Lakasspia (Aceh Institute for Social and Political Studies) 1999-2002. Peneliti Aceh Institute, 2006-2008. Direktur Tazkiya Institute for Islamic and Humanity Studies 2007-2010. Direktur Eksekutif The Finiqas Institute for Islamic and Humanity Studies, 2010-sekarang. Pengurus Ikatan Dakwah Islam Kota Lhokseumawe 2007-sekarang. Penasehat Badan Kontak Majelis Taklim Kota Lhokseumawe 2008-sekarang. Anggoda Dewan Pengawas Flower Aceh, 20082014. Pengurus Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana Aceh Yogyakarta 2010Sekarang. Ketua Majelis Pendidikan Muhammadiyyah Kabupaten Aceh Utara. Membina beberapa komunitas kajian Islam di Kota Lhokseumawe, di antaranya Forum Kajian Ihya’ an-Nisa’, Raudhatul Jannah, Forum Kajian Islam PASUTRI (Pasangan Suami-Isteri) Mesjid Agung Baiturrahman Lhokseumawe, dll. Aktivitas Ilmiah dan Pelatihan yang pernah diikuti antara lain Pelatihan Pergerakan Sipil di Bandung tahun 2000, Pelatihan Gender Budgeting, Banda
392
Aceh, 2001, Pelatihan Format Pemberdayaan Ulama Perempuan, Medan, 2001, Narasumber untuk isu Hukum Islam dan Gender, Pelatihan Orientasi Kepemimpinan Kantor Urusan Agama, Medan, 2004, Peserta Pusat Jaringan Penelitian Seluruh Indonesia, NTB, 2005, Fasilitator Islam dan Traffiking, Lhokseumawe, 2006, Pelatihan Manajemen Strategis, Jakarta, 2006, Seminar Internasional, Banda Aceh, 2006, Pelatihan Strategi Penyusunan Anggaran, Bogor, 2006, Konferensi CEDAW di Bangkok, Thailand, 2007, Human Resource untuk ToT, Malaysia, 2008, Pelatihan Legal Drafting I dan II, Banda Aceh, 2007, Training CEDAW I, II, dan III, Medan, 2007 dan 2008, Presenter Hasil Penelitian tentang Pelaksanaan Syari’at Islam dan Kekerasan di NAD, di Annual Conference Kontribusi Ilmu-ilmu KeIslaman dalam Memecahkan Problemproblem Kemanusiaan, Pekan Baru, 2007, narasumber beberapa Media Elekronik lokal untuk isu Islam dan Gender, Hukum Jinayah, Hukum Islam, Hukum Keluarga, dan Psikologi Perkawinan 2000-sekarang, penelitian Penerapan Prinsip Kesetaraan Gender dalam Kebijakan Pemerintah, Marokko, 2008. Di samping itu juga sering bertindak sebagai narasumber, fasilitator, dan peserta untuk berbagai training, baik tingkat lokal maupun nasional, seperti Training Gender Basic, Meulaboh, 2008, Leadership Sensitif Gender, Meulaboh, 2008, Training Hukum Kritis bagi Faskom, 2008-2009, Narasumber Penguatan Komunitas tentang Hakhak Perempuan dalam Islam 2007-2008, Pelatihan Penelitian Kualitatif untuk Dosen STAIN, 2009, Pelatihan Legal Drafting, Lhokseumawe, 2009, Peserta Pertemuan dan Konsultasi Nasional Hukum Keluarga, oleh KOMNAS Perempuan, Jakarta 2009, Menjadi Narasumber di berbagai seminar regional dan nasional, Vocal Point LBH APIK Aceh untuk Isu Islam dan Gender, 2008-2009, Presenter seminar internasional di Kuala Lumpur Malaysia tahun 2012, narasumber Training Hukum Keluarga dan Gender di Kuala Lumpur Malaysia 2011 dan 2012, narasumber seminar internasion al di Yogyakarta, 28 Pebruari 2015, dan Tim reviewer Penelitian tentang hukum dan penghukuman KOMNAS Perempuan Maret 2015. Beberapa karya ilmiah yang pernah dimuat di beberapa jurnal terakreditasi nasional adalah Efektifitas ’Uqubat dalam Qanun No. 14/ 2003 tentang Khalwat, Jurnal Penelitian KeIslaman, IAIN Mataram NTB (2010), Efektifitas Penegak Hukum dalam Qanun No. 14/ 2003 tentang Khalwat dan Qanun Hasil Revisi tentang Khalwat dan Ikhtilath, Jurnal Syir’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2011), Pelaksanaan Syari’at Islam dan Perlindungan HAM, Jurnal Al-Manahij STAIN Purwokerto (2011), dan Pelaksanaan Syari’at Islam dan Minoritas Non-Muslim di Aceh, Jurnal Analisis IAIN Lampung (2012). Karya-karyanya yang lain adalah Hak-hak Politik Perempuan dalam Perspektif Syeikh Abdurrauf Syiah Kuala (1997), Perempuan dan Harta Peunulang Adat: Studi Kasus di Aceh Besar (2001), JoU dan Agresifitas Masyarakat, Serambi Indonesia (2000), Pemberdayaan Politik Perempuan, Serambi Indonesia (2001), Membangun Visi Humanis Syari’at Islam, Aceh Ekspress (2001), Konflik Aceh dan Upaya Penyelesaiannya, Serambi Indonesia (2001), Islam dan Mitos tentang Perempuan, Buku (2004), Prinsip-prinsip Kesetaraan Gender dalam Islam (2005), Teo-Kosmologi Kesepasangan dalam
393
Islam (2005), Syari’at Islam dan Kekerasan terhadap Perempuan (2006), Orientasi Politik Ulama Dayah Aceh (2006), Dimensi-dimensi Dakwah dalam Seni Tarian Aceh (2006), Menggagas Fiqh Sensitif Perempuan (2006), Efektifitas Pelaksanaan Syari’at Islam di NAD (2007), KDRT dalam Perspektif Hukum Islam (2007), Perempuan di Hadapan Hukum Adat (2007), Islam, CEDAW dan Perlindungan terhadap Hak-hak Perempuan, Monograf UNIFEM (2007), Hijrah dari Nafsu Dhulmani menuju Hati Nurani, Majalah Al-Afaq (2007), Perempuan dalam Literatur Islam Klasik (2007), Perempuan dalam Ranah Publik Perspektif Islam (2008), Gender dalam Islam (2008), Metodologi Penalaran Fiqh Sensitif Gender (2008), Perempuan dan Keluarga Perspektif Islam (2008), Perempuan dan Kesehatan Perspektif Islam (2008), Perempuan dan Politik Perspektif Islam (2008), Psikologi Perkawinan Islam (2008), Perlindungan Hak-hak Anak dalam Islam (2009), Hermeneutika Al-Qur’an tentang Ayat-Ayat Gender (2010), Paradigma Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh, Proseding STAIN Malikussaleh, (2011), Pergulatan Budaya Aceh dan Tantangan Post-Modernisme Proseding Internasional, Kuala Lumpur (2012), Hukum Islam dan HAM (2010), Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Kaukaba, 2014, Filsafat Hukum Islam (buku), Hermeneutika Hukum Islam (akan terbit). Lhokseumawe, 10 Agustus 2015 Ttd., Danial Murdani Ahmad