PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI SISWA MENURUT AL-ZARNUJI (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum)
SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh: AHMAD MUNIF NIM : 3105139
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG TAHUN 2011
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ahmad Munif
NIM
: 053111139
Jurusan/ Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 18 Juni 2011 Saya yang menyatakan,
Ahmad Munif NIM: 053111139
ii
iii
Semarang, 31 Mei 2011
NOTA PEMBIMBING Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang Assalamu’alaikum wr. wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan: Judul : Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al Thariqat AlZarnuji (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim Thariqat Al-Ta’alum) Nama : Ahmad Munif NIM : 053111139 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang munaqosyah. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
iv
ABSTRAKSI Judul : Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al Thariqat Al-Zarnuji (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim Thariqat AlTa’alum). Nama : Ahmad Munif NIM
: 053111139
Banyak sekali fenomena-fenomena negatif yang terjadi dalam pendidikan di sekolah. Selain fenomena internal siswa, juga terdapat diluar lembaga pendidikan. Peran guru sebagai pendidik juga sangat penting dalam mengarahkan peserta didik agar mampu melihat secara nyata terhadap peristiwa tersebut. Term guru dan murid merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kata lain tidak ada proses pendidikan jika tidak ada kedua unsur tersebut. Keduanya memegang peranan yang urgen. Seorang guru memegang kunci keberhasilan dan keberlangsungan pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Persyaratan mencari ilmu bagi siswa menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat alTa’alum; (2) Makna kontekstual dari enam syarat mencari ilmu bagi siswa menurut imam al-zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Skripsi ini tergolong dalam penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan kontekstual, yaitu mengkontekstualisasikan enam syarat mencari ilmu menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum (variabel 1) dengan proses mencari ilmu bagi siswa atau peserta didik (variabel 2). Dalam hal ini, upaya kontekstualisasi dalam penelitian ini dibangun berdasarkan reinterpretasi terhadap enam syarat tersebut secara kontekstual. Data yang sudah terkemupul kemudian diinterpretasikan kembali dengan menggunakan metode analisis deskriptif untuk mengetahui rumusan kontekstualisasi enam syarat mencari ilmu bagi siswa menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim alMuta’alim Thariqat al-Ta’alum. Upaya kontekstualisasi pemikiran al-Zarnuji tersebut sangatlah diperlukan oleh siswa dalam proses mencari ilmu sebagai landasan etisepistemologis. Sebab, kegiatan mencari ilmu yang didalam Islam merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang akan mencapai kesuksesan jika dilakukan berdasarkan prosedur-prosedur atau tuntunan yang telah diajarkan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam itu sendiri. Mereka adalah para ulama terdahulu (salaf) yang dapat dijadikan suritauladan oleh generasi Islam sesudahnya, sehingga kejayaan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh para ilmuwan Islam terdahulu dapat dihidupkan kembali. Hasil penelitian membuktikan bahwa pemikiran imam al-Zarnuji tentang persyaratan mencari ilmu dapat menjadi inspirasi bagi para pencari ilmu lintas zaman. v
Pemikiran al-Zarnuji tersebut meskipun telah ditulis beberapa abad yang lalu ternyata masih memiliki relevansi dengan teori-teori pendidikan kontemporer. Enam syarat yang disebutkan oleh al-Zarnuji (cerdas, kemauan keras, sabar, biaya, petunjuk guru dan waktu yang lama) merupakan tuntunan yang harus dijadikan modal oleh para pencari ilmu guna mencapai kesuksesan, yaitu mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Tuntunan tersebut diharapkan menjadi kepribadian siswa yang akan tercermin dalam setiap usaha dalam menuntut ilmu, sehingga ilmu yang telah didapatkan tidak hanya menjadi pengetahuan kognitif saja tapi juga menjadi keterampilan afektif sekaligus psikomotorik. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini bisa memperkaya khazanah keilmuan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan menjadi terobosan ilmiah yang konstruktif bagi segenap praktisi pendidikan Islam dalam rangka menciptakan satu pola pendidikan yang Islami untuk menjawab tantangan dan perkembangan zaman. Wallahu a’lam.
vi
PERSEMBAHAN Karya tulis ini saya persembahkan kepada : Keluarga saya bapak Khanafi ibu Murminah, dan kakak khafidhoh dan zaidatun nikmah yang telah memberi semangat dan kasih sayang yang tak terhingga dan yang senantiasa menghadiahkan do`a demi keberhasilan dan kesuksesanku. Sahabat-sahabat terdekatku (Sigit, Sofyan, Humam, Abadi, Mbah Din, Eko, Chepin, dan Lisin) yang selalu memberikan semangat dan dukungan sepenuhnya hingga skripsi ini dapat saya selesaikan. Sahabat-sahabatku dari berbagai kontrakan (Talenta, Irkos, Sahabat, D-max, Labiba), organisasi (TSC, PMII, Labiba,Kucing Miring, B-One) dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang selalu menemaniku dalam suka dan duka. Semoga semuanya mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amien…..
vii
MOTTO
Ëx|¡øtƒ (#θßs|¡øù$$sù ħÎ=≈yfyϑø9$# †Îû (#θßs¡¡xs? öΝä3s9 Ÿ≅ŠÏ% #sŒÎ) (#þθãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ (#θè?ρé& tÏ%©!$#uρ öΝä3ΖÏΒ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# ª!$# Æìsùötƒ (#ρâ“à±Σ$$sù (#ρâ“à±Σ$# Ÿ≅ŠÏ% #sŒÎ)uρ ( öΝä3s9 ª!$# ∩⊇⊇∪ ×Î7yz tβθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ ª!$#uρ 4 ;M≈y_u‘yŠ zΟù=Ïèø9$# Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.1(Q.S. Al Mujadillah : 11).
1
Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an dan Terjemahannya Departemen Agama RI, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1998), hlm. 1011.
viii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, bahwa atas rahmat dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al-Zarnuji (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat Al-Ta’alum)” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tentunya tidak terlepas dari bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebanyakbanyaknya kepada: 1. Dr. Sudjai, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 2. Nasirudin, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Mahfud Sidiq, L.C. selaku Dosen Wali yang selalu membimbing peneliti selama studi di bangku perkuliahan. 4. Drs. Darmuin, M.Ag dan A. Muthohar M.Pd, selaku dosen pembimbing, yang selalu menyempatkan waktunya disela-sela kesibukannya yang super padat hanya sekedar memberikan bimbingan dan arahannya. 5. Para Dosen di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, yang telah membekali berbagai pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 6. Semua kerabat saya yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Serta berbagai pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan, kepada semuanya, peneliti mengucapkan terima kasih disertai doa semoga budi baiknya diterima oleh Allah SWT, dan mendapatkan balasan berlipat ganda dari Allah SWT Amin......
ix
Pada akhirnya peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun peneliti tetap berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, 19 Juni 2011 Peneliti,
Ahmad Munif NIM: 053111139
x
DAFTAR ISI Halaman Judul .....................................................................................................
i
Pernyataan Keaslian .................................................................................................
ii
Halaman Pengesahan ...........................................................................................
iii
Halaman Nota Pembimbing .................................................................................
iv
Abstrak .. ...............................................................................................................
v
Halaman Persembahan .........................................................................................
vi
Halaman Moto ......................................................................................................
vii
Halaman Kata Pengantar . .....................................................................................
ix
Halaman Daftar Isi . ..............................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah . ...................................................................
1
B. Penegasan Istilah . .............................................................................
5
C. Rumusan Masalah ..............................................................................
8
D. Tujuan Penelitian . ..............................................................................
8
E.
Kajian Pustaka . ..................................................................................
9
F.
Metode Penelitian . .............................................................................
11
G. Sistematika Penulisan Skripsi . ...........................................................
14
BAB II KONSEPSI NORMATIF FILOSOFIS TENTANG HAKIKAT MANUSIA DAN ILMU A. Hakekat Manusia . ..............................................................................
16
B. Hakikat Ilmu . ....................................................................................
22
C. Hubungan Manusia dan Ilmu . ...........................................................
29
D. Sifat Manusia . ....................................................................................
29
E.
Kewajiban Penuntut Ilmu . .................................................................
32
F.
Pentingnya Ilmu Pengetahuan bagi Manusia .....................................
33
xi
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KITAB TA’LIM ALMUTA’ALIM THARIQAT AL TA’ALUM A. Biografi al-Zarnuji . ............................................................................
37
B. Latar Belakang Pendidikan al-Zarnuji . ..............................................
40
C. Latar Belakang Sosial Politik . ...........................................................
43
D. Hasil karya al-Zarnuji . .......................................................................
46
E.
Gambaran Umum Isi Kitab Ta’lim al Muta’alim . .............................
47
F.
Persyaratan Mencari Ilmu Dalam Kitab Ta’lim al Muta’alim . ........
49
1) Cerdas . ...........................................................................................
52
2) Rasa Ingin Tahu yang Tinggi . .......................................................
53
3) Sabar . .............................................................................................
54
4) Biaya . ............................................................................................
55
5) Petunjuk dari Guru . .......................................................................
56
6) Waktu yang Lama . ........................................................................
57
BAB IV ANALISIS KONTEKTUALISASI PERSYARATAN MENCARI ILMU DALAM KITAB TA’LIM AL MUTA’ALIM A. Cerdas . .................................................................................................
60
B. Rasa ingin tahu yang tinggi . ................................................................
64
C. Sabar .. ..................................................................................................
66
D. Biaya ... ...............................................................................................
67
E. Petunjuk dari Guru . .............................................................................
68
F. Waktu yang Lama .. .............................................................................
70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan . .......................................................................................
75
B. Saran-saran . .........................................................................................
77
C. Penutup ................................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Banyak sekali fenomena-fenomena negatif yang terjadi dalam pendidikan di sekolah. Siswa bunuh diri akibat dia tidak lulus dalam ujian akhir nasional sekolah, tawuran antar sekolah, merokok dan nongkrong di jalanan, bolos sekolah, menjajakan uang SPP untuk pesta bersama temanya dan lain-lainya. Ini merupakan contoh dari fenomena internal siswa. Lalu apa yang menyebabkan siswa melakukan hal tersebut? Tapi tidak jarang pula pendidikan memberikan kontribusi yang besar terhadap dunia. Tentunya dengan adanya teknologi-teknologi canggih yang memudahkan manusia untuk melakukan aktifitasnya. Selain fenomena internal siswa, juga terdapat diluar lembaga pendidikan. Diantaranya anggapan masyarakat yang mengatakan bahwasanya anak disekolahkan adalah untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan yang lebih baik dari orang tuanya. Sehingga yang terjadi siswa tidak peduli yang namanya pelajaran (ilmu) yang diajarkan oleh guru, yang penting ketika lulus dia mendapatkan pekerjaan dan materi yang layak. Atau selain itu ilmu sebagai batu loncatan digunakan untuk mencari pekerjaan. Fenomena tersebut merupakan hal yang wajar terjadi pada siswa apabila siswa tersebut belum mempunyai bekal yang cukup dari dirinya sendiri. Seperti pada fenomena internal yang berkenaan dengan kenakalan siswa; ketika kembali mengingat pada waktu kecil anak ditanya, nanti kalau besar mau jadi apa? banyak anak-anak yang menjawab dengan unik. Siswa pun juga sama ketika siswa masuk ke lembaga sekolah dia sebenarnya punya cita-cita yang besar, tapi karena kesulitan dan kegagalan dalam meraih cita-citanya yang terjadi adalah siswa melakukan apa yang diinginkannya.
2
Fenomena eksternal lembaga salah satunya terjadi karena adanya masyarakat. Ini terjadi karena pengetahuan masyarakat yang melihat secara nyata banyak orang yang berilmu tapi tidak mempunyai kehidupan yang layak. Layak disini diartikan mempunyai uang yang banyak. Anggapan seperti itu akan membentuk karakter siswa menjadi manusia yang materialis yang tidak mau tahu terhadap tujuan didirikannya sekolah. Padahal sekolah adalah lembaga formal untuk menimba ilmu dan pembentukan akhlak yang mulia. Inilah yang menyebabkan nilai yang ada didalam ilmu hilang. Sehingga yang terjadi ilmu tidak akan berkembang tapi akan berjalan stagnan. Fenomena tersebut terlihat jelas bahwasanya pada dasarnya manusia mempunyai keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau kepuasan untuk dirinya. Jika kepuasan yang satu tidak didapatkan maka manusia tersebut akan mencari kepuasan yang lain. Teori tersebut akan senantiasa ada pada diri manusia karena didalam diri manusia terdapat nafsu. Tapi beda ketika kepuasan tersebut dialihkan dengan objek ilmu, maka yang terjadi adalah kebaikan bagi manusia dan lingkungannya. Peran guru sebagai pendidik sangat penting dalam mengarahkan peserta didik agar mampu melihat secara nyata terhadap peristiwa tersebut. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Ho Chi Minh bapak bangsa Vietnam yaitu No teachers No education artinya tanpa guru tidak ada pendidikan. Ungkapan ini menyiratkan makna yang mendalam yaitu guru berada dalam posisi sentral dan harus terjamin
otonomi
pedagogisnya.1 Term guru dan murid merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kata lain tidak ada proses pendidikan jika tidak ada kedua unsur tersebut. Keduanya memegang peranan yang urgen. Seorang guru memegang kunci keberhasilan dan keberlangsungan pendidikan. Pendidikan mengajarkan kita untuk selalu belajar. Karena itu adalah modal awal untuk mendapatkan ilmu. Dalam proses pendidikan terdapat tiga unsur yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Yaitu pendidik, peserta didik atau 1
Mohamad Surya, Percikan Perjuangan Menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan Terlindungi, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006 ), hlm. 2
3
siswa dan realitas dunia. Pendidik dan siswa adalah subjek sadar sedangkan realitas dunia adalah objek tersadar atau disadari. Subjek sadar berarti orang yang dengan kesadarannya melakukan suatu pekerjaan secara aktif, sedangkan objek tersadar berarti sesuatu yang dikenai pekerjaan dan hanya bersifat pasif. Ketiga unsur tersebut dalam pendidikan akan selalu terkait dalam membentuk suatu struktur keilmuan. Ilmu akan mudah didapatkan dalam lembaga pendidikan apabila terdapat kerjasama yang baik antara guru dan murid dalam menangkap sebuah realitas dunia. Lembaga pendidikan dikatakan berhasil itu bukan ketika lembaga tersebut tekenal, tapi lembaga tersebut mampu menciptakan pelajar yang mempunyai ilmu sesuai dengan keinginannya. Dan ilmu yang didapatkannya mampu diaplikasikan dalam bentuk nyata, seperti pengabdian kepada masyarakat. Selain itu ilmu bila diaplikasikan dalam bentuk kesadaran diri juga akan membentuk sebuah prilaku yang mulia. Itulah yang sebenarnya inti dari adanya pendidikan. Mencari ilmu merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh seseorang semenjak lahir sampai saat-saat sebelum meninggalkan dunia. Orang yang menjalani pendidikan ini tentunya mempunyai harapan bahwasanya apa yang dia pelajari akan mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan yang nantinya akan dapat dipergunakan sebagai bekal menghadapi masa depannya. Dalam hal ini indikator yang bisa dijadikan sebagai petunjuk bahwa seseorang dianggap berhasil dalam belajar adalah daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tertinggi.2 Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Seperti kata peribahasa Perancis, mengerti berarti memaafkan segalanya, maka pengertian yang mendalam terhadap hakekat ilmu, bukan saja akan mengikatkan apresiasi kita terhadap ilmu namun juga membuka mata kita terhadap berbagai kekurangannya.3
2
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 96. 3 Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), hlm. 3.
4
Penjelasan tersebut merupakan gambaran bahwasanya manusia termasuk orang yang lemah, karena akan selalu melakukan kesalahan baik yang disadarinya maupun tidak. Karena manusia adalah mahluk yang lemah maka sudah menjadi kewajiban baginya untuk selalu mencari ilmu guna melengkapi hidupnya untuk menjadi lebih baik. Seperti firman Allah dalam surat al-Mujaadilah ayat 11:
ْ<>ُ @َ Aُ CB@ اF ِG َ ْHIَ اJُKG َ ْLMَL N ِ @ِMَOPَ ْ@ اQِL اJُKG B Hَ Rَ ْ<>ُ @َ S َ TِU ا ِإذَاJُXYَ Z [ َ Iِ\@B اMَ]I^ َأMَI <َ ْCfِ ْ@ا اJُR[ أُو َ Iِ\@B ُ><ْ وَاXِY اJُXYَ Z [ َ Iِ\@B اAُ CB@ ِ` اLَ ْaIَ ُواcd ُ eMَL ُواcd ُ e اS َ TِU َوِإذَا ( ١١ q@ دMOP@ٌ )اaTِhi َ ن َ JُCPَ ْfRَ MَPkِ Aُ CB@ت وَا ٍ Mَnَد َر Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. al-Mujaadillah: 11).4 Ayat tersebut dijelaskan bahwasanya Allah akan meninggikan derajat bagi manusia yang mempunyai ilmu. Ayat ini menjawab dari fenomena yang ada diatas bahwasanya manusia yang berilmu akan ditinggikan derajatnya baik ketika didunia maupun diakhirat. Karena Ilmu pengetahuan bagaikan cahaya penerang, kebodohan adalah kegelapan. Ilmu adalah makanan ruhani, seperti makanan yang dibutuhkan oleh badan. Pada dasarnya siswa merupakan manusia yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu. Keingitahuan siswa terbentuk menjadi sebuah impian yang ingin dicapainya. Kesulitannya adalah keingintahuan dan impian tidak bisa sesuai dengan apa yang diinginkan. Maka yang didapat adalah kegagalan dalam impiannya. Inipun juga terjadi pada siswa, fenomena kenakalan siswa, seperti bunuh diri, bolos 4
Yayasan Penerjemah Dan Penafsir Al-Qur’an Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra Semarang, 1995), hlm. 910-911.
5
sekolah, bertengkar, menjajakan uang SPP untuk pesta bersama temanya, salah satunya adalah akibat dari kesulitan dan kegagalan dalam apa yang diinginkannya. Mendapatkan ilmu bukanlah sesuatu yang mudah, butuh sebuah proses yang lama untuk bisa mendapatkannya. Karena pengetahuan dikatakan sebagai ilmu ketika ada sebuah langkah yang jelas, dengan metode yang jelas dan dapat dibuktikan keabsahan datanya. Banyak sekali buku kajian khazanah islam klasik yang membahas mengenai hal itu, tapi siswa terkadang lebih cenderung memilih orang barat sebagai pedomannya. Karena menurut siswa teori sesuatu yang sudah lama itu adalah kuno, dan telah tergantikan oleh yang baru. Pada hal itu peneliti ingin mencoba membuktikan bahwasanya khazanah islam klasik mempunyai peranan yang besar dalam kesuksesan dalam hal mencari ilmu. seperti salah satunya yang ditulis oleh alZarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Untuk menyesuaikan dengan konteks sekarang perlu adanya interpretasi baru mengenai syarat-syarat tersebut dengan cara membandingkan pengertian dari beberapa penulis dan mencoba membaca fenomena yang ada. Pada uraian tersebut, muncul sebuah gagasan untuk menyusun sebuah karya ilmiah dengan tema yang menyoroti persyaratan dalam mencari ilmu, oleh karena itu penulis memilih Skripsi dengan judul “PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI SISWA MENURUT AL-ZARNUJI (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim alMuta’alim Thariqat al-Ta’alum)”
B. Penegasan Istilah a. Persyaratan Syarat adalah segala sesuatu yang perlu (harus ada) atau ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan.5 Dalam hal ini syarat berarti merupakan suatu kemutlakan yang harus dipenuhi dalam hubungannya dengan mencari ilmu, sehingga apabila syarat tersebut tidak 5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 830.
6
dipenuhi baik itu sebagian atau secara keseluruhan maka seseorang tidak bisa menguasai suatu disiplin ilmu. b. Ilmu Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.6 Dalam hal ini kami tidak hanya membatasi ilmu dalam kajian Syar’i (ukhrowi) saja, seperti ilmu fiqih dan tauhid, tapi kami perluas kedalam kajian ilmu-ilmu umum (duniawi) seperti halnya ilmu ekonomi, fisika, kimia, dan lain-lain. Untuk selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini menuntut ilmu kami sebut juga dengan istilah belajar dan proses belajar mengajar atau interaksi antara guru dan murid kami sebut juga dengan istilah pendidikan atau pembelajaran. c. Siswa Siswa adalah Murid (anak atau orang yang sedang belajar/ bersekolah), atau pengikut suatu ajaran agama, kepercayaan. Jadi penting kiranya untuk menerapkan syarat menuntut ilmu bagi siswa, karena pada dasarnya siswa dituntut untuk selalu belajar dan harus tahu bahwa syarat tersebut memang harus dipenuhi, agar menjadi anak bangsa yang mempunyai sikap cinta bangsa dan tanah air. d. Al-Zarnuji Adalah Syaikh Burhan Al-Islam Al-Zarnuji (w 602H/ 1223M). seorang penulis dan Mushonnif beberapa kitab yang dijadikan panduan dan pegangan berbagai kalangan. Salah satu yang terkenal adalah kitab Ta’lim al-Muta’alim, yang menjelaskan metode belajar dan etika-etika mencari ilmu. Bahwasanya al-Zarnuji merupakan ahli pendidikan dan pengikut fiqih hanafi yang anak beliaulah yang telah mengarang kitab Ta’lim al-Muta’alim.
6
Ibid., hal. 371.
7
Ada orang lain lagi yang dikenal sebagai al-Zarnuji, yaitu Nu’man Ibrahim Al-Zarnuji (640 H/ 1242 H) seorang ahli bahasa dari Bukhara dan penulis kitab al-Muwadloh fi Syarhi Maqomat al-Hariri.7 e. Upaya Kontekstualisasi Upaya adalah usaha (bekerja keras) dengan akal untuk mencapai suatu maksud memecahkan persoalan, mencari jalan keluar.8 Konteks berasal dari kata kerja latin contexere yang berarti “menjalin bersama”. Kata “konteks” merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya.9 Jadi upaya kontekstualisasi adalah usaha dengan sungguh-sungguh untuk membaca makna yang sebenarnya dan mencoba menyesuaikan dengan keadaan sekarang. Seperti halnya pada siswa yang dituntut berusaha berfikir secara jelas sampai pengetahuan itu terbukti kebenarannya. f. Isi Kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum Isi adalah sesuatu yang termuat dalam sesuatu. kitab Ta’limul Muta’alimin adalah salah satu kitab yang dikarang oleh Syeih Burhanuddin al-Zarnuji bin Nu’man bin Ibrahim yang mempunyai arti “Bimbingan bagi penuntut ilmu pengetahuan”. Kitab ini muncul kurang lebih pada abad VI H, yaitu zaman kemerosotan dan kemunduran Daulah Abbasiyah atau periode kedua Dinasti Abbasyiah sekitar tahun 296-656 H. 10 Dalam skripsi ini maksudnya adalah mengambil salah satu bagian dari isi dalam kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat al-Ta’alum berkenaan dengan persyaratan mencari ilmu. Setelah itu membaca asal-asulnya dan mencoba
7
Imam Ghozali Said, Ta’limut Muta’alim Thariqat Ta’alum, (Surabaya: Diyantama, 1997), hlm.
15.
8
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 1787. 9 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching Learning. : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu Stiawan, (Bandung : Mizan, 2006), hlm. 83. 10 Aliy As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim, (Kudus: Menara Kudus, 1995), hlm. 1.
8
untuk mengaplikasikan pada saat sekarang dengan dipandu beberapa buku yang berkaitan dengan isi tersebut.
C. Rumusan Masalah a. Apa syarat mencari ilmu menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim alMuta’alim Thariqat al-Ta’alum? b. Bagaimana kontekstualisasi enam syarat mencari ilmu dalam kitab Ta’lim alMuta’alim Thariqat al-Ta’alum menurut imam al-Zarnuji?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah a. Untuk mengetahui persyaratan mencari ilmu bagi siswa menurut imam alZarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum b. Untuk mengetahui makna secara kontekstual dari enam syarat mencari ilmu bagi siswa menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim alMuta’alim Thariqat al-Ta’alum. 2. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Manfaat teoritis dalam skripsi ini adalah memberikan kontribusi dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi siswa dan pendidikan Islam. b. Manfaat praktis Diharapkan akan dapat dijadikan tuntunan bagi siswa dalam mencapai kesuksesan dalam belajar, dan dapat diaplikasikan dalam prilaku sehari-hari.
9
E. Kajian Pustaka Mencari ilmu bagi manusia adalah hal yang wajib dikarenakan adanya akal sebagai tingkat kesempurnaan manusia. Kewajiban itu akan senantiasa dilakukan karena itu merupakan tanda eksistensi dari manusia. Ketika manusia tidak berfikir berati dia tidak menyadari keberadaan dirinya atau dikatakan mati. Bagi seorang siswa mencari ilmu adalah wajib hukumnya. Tidak ada yang menolak mengenai hal seperti ini. Bagaimana keberadaan ilmu akan membuat siswa semakin cerdas dalam menangkap sebuah realitas dan menjadikan ilmu tersebut menjadi sebuah sikap dan membentuk insanul kamil Dengan adanya telaah pustaka adalah sebagai perbandingan terhadap penelitian yang ada baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang ada sebelumnya. Di samping itu, telaah pustaka juga mempunyai andil besar dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah. a. Konsep memuliakan guru menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim alMuta’alim, oleh Hildayatus Saihat, 2003, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Pembahasan dalam skripsi ini menitik beratkan hakekat memuliakan guru menurut al-Zarnuji pada posisi yang tinggi. Menurut al-Zarnuji terkait dengan pribadi guru yang ideal yaitu guru yang memenuhi kriteria dan kualifikasi kepribadian sebagai guru yang memiliki kecerdasan ruhaniah tinggi disamping kecerdasan intelektual dan mempunyai kesalehan sebagai aktualisasi keilmuan. Sehingga pemikiran al-Zarnuji berupaya membawa lingkungan belajar pada tingkat ketekunan dan kewibawaan guru dalam ilmu dan pengajarannya. b. Penyebab Hafal Dan Lupa Dalam Aktifitas Belajar (studi analisis kitab Ta’lim al-Muta’alim karya al-Zarnuji), oleh Mujibur Rahman, 1999, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Skripsi ini berisi tentang pandangan al-Zarnuji dalam penyebab hafal dan lupa. Dan juga berbicara mengenai
konsep
belajar,
jenis-jenis
belajar,
dan
faktor
yang
10
mempengaruhi belajar. Konsep belajar selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi individu berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Jenis-jenis belajar terdiri dari belajar berdasarkan praktek, belajar berdasarkan hafalan, belajar berdasarkan permasalahan dan belajar berdasarkan emosi. Dan faktor yang mempengaruhinya adalah jasmaniah, psikologis, kelelahan, non sosial, dan lingkungan. c. Adab Guru Terhadap Murid Dalam Perspektif Psikologi Pembelajaran (studi analisis kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim karya hadratus syekh Hasyim Asy’ari Jombang)” yang ditulis oleh Moh. Ali, 2005, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Yang berisi tentang sikap guru terhadap murid agar murid tersebut dapat menerima pelajaran secara nyaman. Bahwa yang harus dilakukan oleh seorang guru hendaknya bersikap sabar atau tidak menyurutkan semangat belajar siswa, dan memperlakukan siswa dengan baik dalam memberikan pengajaran dan pendidikan kepada siswa. Caranya yaitu: Pertama, Memahami dan menghormati anak didik. Kedua, menghormati bahan pelajaran yang diberikannya, artinya guru dalam mengajar harus menguasai sepenuhnya bahan pelajaran yang diajarkan. Ketiga, menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran. Keempat, menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu. Kelima, mengaktifkan siswa dalam konteks belajar.
Keenam, memberi pengertian bukan hanya kata-kata belaka.
Ketujuh, menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa. Kedelapan, mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan. Kesembilan, jangan terikat dengan satu buku teks (teks book). Kesepuluh, tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada anak didik, melainkan senantiasa mengembangkan kepribadiannya.
11
F. Metode Penelitian Seorang peneliti harus benar-benar tepat dalam menggunakan metode, kesesuaian dan ketepatan dalam mempergunakan metode adalah syarat pokok dalam pencarian data. Sebaliknya jika orang tersebut mengalami hambatan maka kemungkinan hasil penelitian tidak valid dan tidak sesuai dengan harapan. Oleh Karena itu, langkah-langkah yang harus dipenuhi dalam penelitian, karena mengingat penelitian merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dan analisis maka pelaksanaan penelitian adalah aktifitas utama. Dalam skripsi ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada upaya kontekstualisasi enam persyaratan dalam mencari ilmu bagi siswa dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum karya Imam al-Zarnuji. 2. Metode pengumpulan data. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, (library reseach) yaitu dengan mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahanya yang diambil dari dari sumber kepustakaan, dalam hal ini ada dua sumber diantaranya: a. Sumber data primer Data ini meliputi bahan yang lansgsung berkaitan dengan pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian ini, berupa kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum yang di tulis oleh syekh Ibrahim bin ismail. b. Sumber data sekunder Adapun sumber data sekunder yaitu adalah informasi yang tidak secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab
12
terhadap informasi yang ada padanya.11 Sumber ini diperoleh dari berbagai data, buku-buku yang secara tidak langsung berkait erat dengan pokok permasalahan misalnya, pertama, Islam Berbagai Perspektif, didedikasikan untuk 70 tahun Prof. Dr. H. Munawir Sadzali.
Didalamnya
membahas
biografi
al-Zarnuji
dan
pemikirannya terhadap pendidikan. Kedua, Metode belajar dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, Yundri Akhyar, Pusat Bahasa Uin Suska Riau. Yang didalamnya membahas mengenai biografi beliau dan metode belajar yang ditulis dalam 13 pasal. Isi dalam pasal tersebut mendeskripsikan tentang hakekat ilmu dan keutamaannya. 3. Metode Analisis Data. Metode analisis data yang penulis gunakan yaitu metode deskripsi. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara non statistik, adapun data yang terkumpul berupa data deskriptif. Menurut Sanapiah Faisal, metode deskriptif yaitu usaha untuk mendeskripsikan apa yang ada, pendapat yang sedang tumbuh. Prosedur yang sedang berlangsung yang telah berkembang.12 Dalam skripsi ini peneliti memaparkan dan menginterpretasikan persyaratan mencari ilmu bagi siswa dalam upaya membaca makna secara kontekstual. Adapun metode yang digunakan seperti di bawah ini: a. Metode Interpretasi Menurut Anton Bakker, interpretasi yaitu menyelami buku-buku untuk dengan setepat mungkin mampu mengungkapkan arti dan makna, uraian yang disajikan.13 Metode ini digunakan untuk 11
Mohammad Ali, Penelitian Analisis Kependidikan, Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 42. 12 Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hlm 119. 13 Anton Baker, Metodologi Penelitian Filsafat, ( Yogyakarta : Kanisius, 1999), hlm 69.
13
mengungkapkan makna dan arti isi kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. b. Metode Content Analysis Menurut
Soejono
content
analysis
yaitu
usaha
untuk
mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penulis dan
masyarakatnya
pada
waktu
buku
itu
ditulis.14
Dengan
menggunakan metode content analysis, peneliti mengungkapkan isi pemikiran tokoh yang diteliti dengan memaparkan kerangka berfikir al-Zarnuji. Dan content analysis ini terbagi menjadi beberapa langkah: 1. Pengumpulan data Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan data sebanyakbanyaknya berkenaan dengan al-Zarnuji, meliputi biografi beliau, situasi sosial, karya-karyanya dan pemikiran pendidikan beliau. Data yang diambil dari beberapa buku yang menulis tentang beliau, misalnya islam berbagai perspektif, ditulis oleh Menawir Sadzali, pemikiran para tokoh pendidikan islam, metode belajar dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, dan bukubuku yang terkait lainnya. Dengan data yang sudah terkumpul akan memudahkan peneliti dalam memahami isi dari kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum dan melakukan penelitian. 2. Interpretasi bahasa Langkah ini dimaksudkan untuk memahami isi dari buku. Dengan cara memahami arti perkata dari kitab Ta’lim alMuta’alim Thariqat al-Ta’alum. Kata-kata tersebut dibedah secara etimologis. Dengan interpretasi ini akan memudahkan peneliti dalam memahami arti perkata dalam sebuah tulisan. Seperti kata ilmu, cerdas, bersungguh-sungguh, sabar, biaya, petunjuk guru, 14
Soedjono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), hlm 14.
14
waktu yang lama dan lain-lainya. Selain itu yang dianalisis adalah pemikiran konsep persyaratan mencari ilmu bagi siswa menurut Imam al-Zarnuji dengan tetap memperhatikan konteks dan latar belakang historis, kultural serta segala sesuatu yang mempengaruhi munculnya pemikiran tersebut. 3. Metode deduktif Penelitian ini menggunakan metode deduktif artinya pola berfikir bertolak dari hal-hal yang sifatnya umum menuju kepada hal-hal bersifat khusus. Dengan metode ini kitab Ta’lim alMuta’alim yang berisi tentang enam persyaratan mencari ilmu dijadikan sebagai pedoman atau teori untuk memecahkan suatu masalah atau kasus tertentu. Jadi skripsi ini berupaya untuk interpretasi secara kontekstual mengenai enam persyaratan mencari ilmu tersebut. Sehingga dengan mengetahui persyaratan mencari ilmu bagi siswa, itu merupakan sebagai cerminan diri dalam motivasi pembelajaran, maka proses kegiatan belajar akan semakin bermakna dan akan terciptalah hubungan yang harmonis antara siswa dan lingkungan sekitarnya. Yang pada akhirnya akan membentuk siswa yang mempunyai sikap yang mulia dan dapat memberikan contoh kepada siswa lain.
G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memberikan gambaran secara jelas agar pembaca segera mengetahui pokok-pokok pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut: Pada bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
15
Pada bab kedua berisi landasan teori yang menderkripsikan konsepsi normative-filosofis tentang hakekat manusia dan ilmu. dalam bab ini terbagi menjadi tiga sub, sub pertama adalah hakekat manusia, kedua hakekat ilmu dalam tinjauan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, ketiga hubungan manusia dan ilmu, yang mendeskripsikan sifat dasar manusia, kewajiban menuntut ilmu, dan pentingnya ilmu bagi manusia. Pada bab ketiga berisi tentang gambaran umum al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, yang meliputi : pertama biografi al-Zarnuji, latar belakang pendidikan, amal dan perjuanganya, serta karyakarya beliau, kedua tentang isi kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat alTa’alum, yang meliputi latar belakang penyusunan, sistematika pembahasan, isi kitab, persayaratan mencari ilmu dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Pada bab keempat berisi tentang analisis persyaratan mencari ilmu bagi siswa dan upaya kontekstualisasi dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Dalam bab ini mendeskripsikan tentang makna enam persyaratan mencari ilmu menurut al-Zarnuji dikaitkan dengan konteks kekinian yang meliputi cerdas, sungguh-sungguh, sabar, biaya, petunjuk guru dan waktu yang lama.
16
BAB II KONSEPSI NORMATIF-FILOSOFIS TENTANG HAKEKAT MANUSIA DAN ILMU
A. Hakekat Manusia Secara sederhana hakekat sering disamakan sebagai sesuatu yang mendasar, suatu esensi, yang substansial, yang hakiki, yang penting, yang diutamakan dan berbagai makna sepadan dengan pengertian itu. Dengan ringkas diformulasikan, hakikat merupakan syarat eksistensi, dalam bahasa lebih luas dapat dinyatakan dengan hakikat tidak lain adalah sesuatu yang mesti ada pada sesuatu yang jikalau sesuatu itu tidak ada maka sesuatu itu pun tidak wujud.1 Seperti halnya pengertian dari hakikat manusia, yang diambil dari buku manusia dalam al-Qur’an yaitu: Banyak para pakar pengetahuan mendefinisikan manusia dengan istilah bermacam-macam seperti Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi (akal), Animale Rasional yaitu binatang yang berpikiran. Revesz menyebut manusia Homo Loquen yaitu makhluk yang pandai menciptakan bahasa, menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun. Bergson menyebut manusia sebagai Homo Faber yaitu makhluk yang “tukang”, dia pandai membuat alat perkakas. Aristoteles sendiri mengatakan manusia Zoon Politicon atau Animal Ridens, makhluk yang bisa humor. Homo Economicus yaitu manusia itu makhluk pada undang-undang ekonomi dan dia bersifat ekonomis, Homo Religious yaitu manusia pada dasarnya beragama.2 Manusia dalam islam adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki fitrah, akal, kalbu, kemauan serta amanah. Manusia dengan segenap potensi (kemampuan) kejiwaan naluriah, seperti akal pikiran, kalbu kemauan yang ditunjang dengan kemampuan jasmaniahnya, manusia akan mampu 1 2
16.
Juraid Abdul Latif, Manusia, Filsafat Dan Sejarah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 14. Syahid Mu’ammar Pulungan, Manusia Dalam al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), hlm. 15-
17
melaksanakan amanah Allah dengan sebaik-baiknya sehingga mencapai derajat manusia yang sempurna (beriman, berilmu dan beramal) manakala manusia
memiliki
kemaunan
serta
kemampuan
menggunakan
dan
mengembangkan segenap kemampuan. Manusia juga dianggap sebagai khalifah di bumi yang mengemban tanggung jawab sosial yang berat. Sebagai khalifah Allah, manusia merupakan mahluk sosial yang multi-interaksi, yang memiliki tanggung jawab baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Hubungan dengan Allah merupakan hubungan yang harus dibina manusia dimanapun ia berada. Hubungan manusia dengan manusia harus dibangun atas dasar saling menghargai atau menghormati agar tercipta suasana yang ideal. Karena manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya.3 Dengan kebesaran-Nya, Allah SWT menciptakan segalanya dari tiada menjadi ada. Kehendaknya adalah sumber ciptaan dan setiap unsur dalam ciptaan memanifestasikan kekuasaan Allah SWT. Karena itu setiap objek dalam ciptaan menunjukkan kualitas dan sifat-sifat Tuhan. Dalam manusia terdiri dari tiga unsur, Seperti segitiga yang sama panjang sisinya, yaitu: 1. Badan Badan sama artinya dengan jasmani dan merupakan lawan dari ruhani. merupakan bagian paling luar dalam diri manusia, dapat dilihat dengan panca indera yang mempunyai fungsi untuk menangkap dan merasakan apa yang ada diluar manusia. Sedangkan ruhani merupakan keakuan dan tidak dapat dilihat dengan panca indera. Jasmani merupakan tempat ruh bergantung. Eksistensi badan berupaya untuk menangkap sesuatu dan menyampaikanya kepada akal. Akal berusaha merekam segala apa yang telah ditangkap oleh badan dan mengolah menjadi sebuah data pengetahuan. 3
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 185-186.
18
Jasmani manusia terdapat susunan syaraf yang mengandung beragam nukleus. Nukleuslah yang membentuk susunan anggota tubuh dan fungsinya secara umum. Nekleus merupakan bagian dari sel yang dianggap penting untuk melangsungkan kehidupan. Dalam tubuh manusia terdapat banyak sel-sel yang sangat besar yang mempunyai peran pembentukan protein. Dan protein yang telah terbentuk didalam sel ini lalu terbagi menjadi protein pembangun jaringan dan protein aktivitas atau yang
disebut
dengan
enzim.
Protein
pertama
berfungsi
untuk
merekontruksi sel dan protein kedua berfungsi untuk lancarnya aktivitas yang ada dalam sel. 4 Sesungguhnya jasmani manusia sangat kecil bila dibanding dengan beragam aktivitas internal yang ada dalam tubuh. Apabila satu aktivitas tersebut harus ditangani oleh satu anggota tubuh, maka tentunya bentuk tubuh manusia akan sangat besar dari bentuknya saat ini. Namun ternyata bentuk tubuh mampu mengatasi problematika ini, yakni tetap kecil walau memiliki beragam fungsi dengan anggota tubuh yang terbatas. Kolaborasi semua anggota tubuh ini mampu merealisasikan tujuan tersebut.5 Proses saling menyempurnakan antarinternal dan eksternal tubuh menghasilkan dua hal terbesar bagi manusia yaitu: a. Membuatnya mampu memprosuksi kebutuhan hidupnya sendiri serta mampu mempertahankan hidup melalui dua proses tubuh, yakni memberikan nutrisi dan menjaga ketahanan tubuh. b. Memberikannya kemampuan untuk bergerak dan bekerja dengan segala hal yang didinginkannya sesuai dengan intruksi akal.6
4
Muhamad Izzudin Taufiq, Panduan Praktis dan Lengkap Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani press, 2006), hlm. 186-187. 5 Ibid., hlm. 187. 6 Ibid., hlm. 188.
19
Jadi jasmani yang sehat akan membantu akal dalam melakukan aktifitasnya baik menangkap sebuah objek dan membentuk pengetahuan ataupun dalam tingkah laku dalam keseharian. 2. Akal Akal pikiran merupakan potensi sentral manusia. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam buku yang berjudul Manusia dan Pendidikan menyatakan bahwa; akal dalam pandangan Islam adalah substansi rohaniyah yang dengannya ruh berfikir dan membedakan yang baik dari yang bathil.7 Menurut Abdul Fattah Jalal sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir bahwa, kata ‘Aqala dalam al-Qur’an kebanyakan dalam bentuk fi’il (kata kerja); hanya sedikit dalam bentuk ism (kata benda)”8. Lebih lanjut Abdul Fattah Jalal mengatakan bahwa, “kata ‘aqal menghasilkan ‘aqaluhu, ta’qilana, na’qilu, ya’qiluha dan ya’qiluna dimuat dalam alQuran di 49 tempat. Kata albab, jamak kata lubbun yang berari akal terdapat di 16 tempat dalam al-Quran”.9 Akal merupakan aspek manusia yang terpenting yang digunakan untuk berfikir, menimbang dan membedakan perkara yang baik dari yang buruk. Al-Qur’an menekankan pentingnya penggunaan akal fikiran. Dalam QS. Al-Anfal ayat 22 disebutkan :
(٢٢ لBCDEن )ا َ "ُ$ِ ْ&'َ (َ ) َ 'ِ*,+ ا.ُ ْ/0ُ ْ, ا.1 2 1 , ا3ِ "ّ, ا5َ 6ِ7 ب 8 وَا5+ ,; ا+ < َ ن + ِإ Sesungguhnya binatang (manusia) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa. (Q.S. al-Anfal 22).10 Ayat ini menandakan bahwasanya akal sangat penting dan yang membedakan secara jelas antara manusia dan binatang. Manusia dengan 7
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta : Al Husna Zikra, 1995), hlm. 93. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 39. 9 Ibid., hlm. 53. 10 Soenarjo, S.H.dkk. Al Qur’an dan Terjamahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah alQur’an, hlm. 263. 8
20
mempergunakan akalnya akan mampu memahami dan mengamalkan wahyu Allah serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak. Peranan akal juga membentuk adanya kesadaran diri (selfconscousness). Kesadaran diri dimaksudkan kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa latin dan bahasa-bahasa yang ditunjukan daripadanya, dipakai kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con(bersama dengan, turut). Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “ turut mengetahui” dan mengingatkan kita pada gejala “penggandaan”11 Seperti contoh: dalam kebun binatang ada anak kecil berumur empat tahun bertanya pada ibunya “mami, apakah gajah ini tahu bahwa dia seekor gajah” artinya gajah tidak bias berefleksi terhadap dirinya sendiri. Sedangkan ketika manusia melihat pohon yang ada di taman, bukan saja manusia melihat pohon itu tapi manusia itu juga menyadari bahwa dialah yang melihatnya.12 Adanya akal dan kesadaran merupakan suatu inti bahwa manusia dikatakan mahluk yang sempurna diantara mahluk-mahluk lainnya. Akal dan kesadaran manusia akan selalu mengolah apa yang ditangkap oleh indera dan akan membentuk sebuah pengetahuan. Pengetahuan akan bertambah banyak ketika rasa keingintahuan manusia meningkat. Seperti halnya ketika bayi baru lahir, dia tidak tahu apa-apa, yang dia tahu hanya menangis karena rasa sakit sebab lapar. Tapi setelah di kasih asi (air susu ibu) rasa lapar itu pun hilang. Bayi yang berumur satu tahun ketika melihat suatu api ada sebuah respon dari tangan (panca indera) yang ingin mencoba mengetahui benda apa itu. Dari contoh-contoh tadi
11
Penggandaan adalah bahwa dalam proses pengenalan bukan saja manusia berperan sebagai subjek, melainkan juga sebagai objek. 12 K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 52-53.
21
menunjukkan bahwasanya bayi mempunyai keingintahuan yang begitu besar terhadap apa yang dia lihat dan rasakan. 3. Ruh Ruh atau jiwa sering dijelaskan dalam proses kejadian manusia yang terjadi dalam dua tahap yaitu penyempurnaan fisiknya dan penghembusan ruh ilahi kepadanya. Dalam QS. al-Mu’minun :12 dijelaskan proses reproduksi manusia: dari saripati tanah, kemudian pertemuan sperma dan ovum, kumudian berdempetnya zyghote ke dinding rahim, kemudian menggumpal menjadi daging dan tulang. Dan kemudian dijadikan oleh Allah mahluk yang berbeda dengan mahluk yang lain yaitu dengan jalan ditiupkannya ruh ilahi kepadanya. 13 Peniupan
ruh
tersebut
menunjukkan
bahwa
manusia
telah
menyempurnakan sisi kemanusiaanya sebelum ia keluar ke dunia. Disaat ia keluar, ia telah menyempurnakan karakteristik kemanusiaannya. Bentuk tubuhnya tidak akan serupa dengan tubuh lainnya dalam genetik yang diturunkan padanya. Manusia pun menjadi leih khas dengan ruh yang dimilikinya. Tidak seorang pun dapat memindahkannya atau pun menghilangkannya. 14 Ruh dalam perpektif islam adalah sisi non-visual dalam diri/ ghaib dalam diri manusia. Dengan ruh inilah manusia berkorelasi dengan alam gaib sebagaimana dengan jasadnya ia berkorelasi dengan alam nyata. Ruh ilahi mengantarnya berhubungan dengan penciptanya, karena jiwa tersebut bersumber langsung dari-Nya. Ruh ilahi adalah adalah daya tarik yang mengangkat manusia ke tingkat kesempurnaan, ahsan taqwim. Apabila manusia melepaskan diri dari daya tarik tersebut, ia akan jatuh meluncur
13 14
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati,2005), hlm. 381. Muhammad Izzudin Taufik, op. cit., hlm. 188.
22
ke tempat sebelum daya tarik tadi berperan dan ketika itu terjadilah kejatuhan manusia.15 Jiwa manusia terdapat dua kekuatan yaitu: a. Spirit sebagai kekuatan penggerak kehidupan pribadi manusia. Spirit adalah kekuatan untuk menjalankan gagasan-gagasan yang telah diputuskan oleh akal melalui pemilihan berbagai alternatip gagasan. b. Nafsu sebagai stimuli gerakan fisis dan kejiwaan dan merupakan kekuatan paling kongkrit dalam diri manusia. Nafsu ini terbentuk dari segenap kekuatan keinginan dan selera yang sangat erat berhubungan dengan fungsi-fungsi jasmaniah. 16 Hakikat jiwa manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta aktivitas-aktivitas jiwa dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih sempurna dari pada makhluk-makhluk lain. Tiga unsur ini adalah unsur pokok dalam kepribadian insan. Kemajuan, kebahagiaan dan kesempurnaan. Kepribadian insan banyak bergantung kepada keselarasan dan keharmonisan antara tiga unsur pokok tersebut.17 Jadi manusia membentuk dirinya ketika terjadi perpaduan seimbang antara badan, akal dan ruh, antara kebutuhan fisik dan jiwa. Dan apabila hanya memperhatikan dan melayani kebutuhan-kebutuhan jasmaninya saja, maka ia akan kembali atau dikembalikan kepada proses awal kejadiannya, sebelum ruh ilahi itu menyentuh fisiknya. B. Hakekat Ilmu 1. Ilmu dalam tinjauan ontologis
15
Ibid., hlm. 381. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), hlm. 12. 17 Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1979), hlm. 132.
16
23
Ontologi adalah membahas tentang apa yang ingin diketahui, seberapa jauh ingin tahu atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.18 Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliranaliran
materialisme,
idealisme,
atau
naturalisme.
Lorens
Bagus
memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik. Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Lorens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan yang inhern dengan pengetahuan ilmiah yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana. Secara ontologism, artinya secara metafisis umum, objek materi yang dipelajari di dalam pluralitas ilmu pengetahuan bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti 18
Lorens Bagus, Kamus Filsafat , (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005). 347.
24
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai mahluk. Dengan kata lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya. Disamping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih ditentukan oleh objek forma. Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang (point of view), yang selajutnya menentukan ruang lingkup studi (scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi plural, berbedabeda dan cenderung saling terpisah antara satu degan yang lain. Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya, ilmu pengetahuan mempersoalkan kebenaran secara khusus, konkret dan objektif, yang selanjutnya disebut kebenaran objektif. Dalam hubungannya dengan prilaku, kebenaran objektif memberikan landasan yang stabil dan establish, sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya, dan bisa dipakai sbagai pedoman bagi semua pihak.19 Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris. Objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Melalui pendekatan kualitatif, aspek ontologi ilmu pengetahuan dengan hakikat keberadaan pluralitas ilmu pengetahuan, dapat digolongkan kedalam tingkat-tingkat; abstrak universal, teoretis potensial dan konkret fungsional. Pada tingkat abstrak universal, pluralitas ilmu pengetahuan tidak tampak, yang menampak adalah bahwa ilmu pengetahuan itu satu dalam jenis, sifat, dan bentuknya di dalam ilmu pengetahuan filsafat. Dari keseluruhan segi itulah filsafat mempersoalkan nilai kebenaran hakiki objek materinya, yaitu kebenaran universal yang
19
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2005), hlm.154-155.
25
berlaku bagi semua ilmu pengetahuan yang berbeda dalam jenis, sifat, dan dalam bentuk yang bagaimanapun. Selanjutnya
pada
tingkat
teoritis
potensial,
pluralitas
ilmu
pengetahuan mulai tampak. Pada tingkat teoretis suatu teori berlaku bagi banyak jenis ilmu pengetahuan serumpun, tetapi tidak berlaku bagi jenis ilmu pengetahuan yang tidak serumpun. Seperti teori ilmu pengetahuan sosial, cenderung tidak dapat digunakan dalam rumpun ilmu pengetahuan alam, karena perbedaan objek materi. Karena kondisi teoritis potensial ilmu pengetahuan ditentukan oleh sifat dan watak khusus objek materi, maka sifat kebenaran ilmiahnya juga cenderung relative berbeda-beda menurut kondisi objek materi.20 Kemudian
pada
tingkat
praktis
fungsional,
pluralitas
ilmu
memberikan kontribusi praktis secara langsung terhadap upaya reprduksi demi kelangsungan eksistensi kehidupan manusia. Pada tingkat praktis fungsional ini, pluralitas dalam hal perbedaan dan keterpisahan ilmu pengetahuan, tersatukan dalam satu system teknologi, yang semata-mata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan eksistensi kehidupan. 2. Ilmu dalam tinjauan epistemologi Epistemologi merupakan sejarah mengenai pengenalan cabang ilmu pengetahuan yang menitik beratkan terhadap timbulnya pengertianpengertian atau konsep-konsep waktu, ruang kualitas, kesadaran keabsahan pengetahuan.21 Epistemologi secara etimologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori.22 Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Jadi pertanyaan yang mendasar 20
Ibid., hlm. 156. Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 73. 22 Tim dosen filsafat ilmu, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003), hlm. 32. 21
26
mengenai epistemologi ilmu adalah apakah ilmu itu? Apa yang menyebabkan asal mula ilmu itu? Bagaimanakah cara mengetahui bahwa ketika mendapatkan ilmu itu? Bagaimana cara memperoleh ilmu?23 Pengetahuan manusia itu terbagi menjadi tiga kategori yaitu: pengetahuan indera, pengetahuan ilmu, dan pengetahuan filsafat. Pengetahuan adalah hasil dari pekerjaan tahu. Hasil dari pekerjaan tahu adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, pandai.24 Jadi dapat disimpulkan, semua milik atau isi pikiran ialah pengetahuan. Ilmu (science; belanda: watenschap), lengkapnya pengetahuan ilmu. Seperti halnya contoh dari proses terjadinya hujan, ilmu bertugas menjangkau apa yang berada dibalik pengetahuan indera. Kenapa awan berubah menjadi titik-titik air?, dari mana datangnya awan? Kenanap titiktitik air itu mula-mula menghilang sampai di tanah? Kemana arus-arus air itu akhirnya sampai? Apa sebabnya titik-titik air itu jatuh ke tanah (ke bumi) dan tidak ke langit. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran lainnya. Ditinjau dari pengetahuan, ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar produk yang siap dikonsumsikan. Kata sifat “keilmuan” lebih mencerminkan hakekat ilmu daripada istilah “ilmu” sebagai kata benda. Kegiatan ilmu juga tidak dinamis dan statis. Kegiatan dalam mencari pengetahuan, selama itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan diperoleh dengan menggunakan keilmuan, adalah syah untuk disebut keilmuan. Orang bisa membahas sesuatu kejadian sehari-hari secara keilmuan, asalkan dalam proses pengkajian masalah tersebut dia mempunyai persyaratan yang telah digariskan. Sebaliknya tidak semua tidak semua 23 24
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tim Wacana Yogya, 2004), hlm. 74. Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: PT Bulan Bintang), 1992, hlm. 4.
27
yang diasosiasikan dengan eksistensi ilmu adalah keilmuan. Seorang sarjana mempunyai profesi bidang ilmu belum tentu mendekati masalah ilmunya secara keilmuan. Hakekat ilmu tidak berhubungan dengan title, profesi atau kedudukan. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan.25 Ilmu itu terdiri dari tiga kategori: hipotesa, teori, dan dalil hukum. Ilmu haruslah sistematis dan berdasarkan metodologi dan ia berusaha mencapai generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data yang baru terkumpul sedikit atau belum cukup, maka ilmuwan membina hipotesa. Hipotesa adalah dugaan pikiran berdasarkan sejumlah data. Hipotesa memberi arah kepada penelitian dalam menghipun data. Data yang cukup sebagai hasil penelitian dihadapkan kepada hipotesa. Kalau data itu mensahihkan (valid) hipotesa, maka hipotesa menjadi tesis, atau hipotesa menjadi teori. Kalau teori mencapai generalisasi yang umum, menjadi dalil. Dan kalau teori memastikan hubungan sebab akibat yang serba tetap, maka ia menjadi hukum. 3. Aksiologis ilmu Aksiologi, membahas tentang masalah nilai. Istilah axiologi berasal dan kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran filsafat Yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran Plato mengenai ide tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan Summum Bonum (Kebaikan tertinggi). Tokoh zaman pertengahan, Thomas
Aquinas,
membangun
pemikiran
tentang
nilai
mengidentifikasi fllsafat Aristoteles tentang nilai tertinggi
25
Jujun Suparjan Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 9.
dengan dengan
28
penyebab final (causa prima) dalam diri Tuhan sebagai keberadaan kehidupan, keabadian, dan kebaikan tertinggi.26 Dalam buku k. Bertens dijelaskan mengenai maksud dari nilai, yaitu: Tidak mudah untuk menjelaskan apa itu suatu nilai. Setidak-tidaknya dapat dikatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. Menurut perkataan filsuf jerman-amerika, Hans Jonas, nilai adalah the addressee of a yess, artinya sesuatu yang ditujukan dengan ‘ya’.27 Berarti nilai mempunyai konotasi positif sedangkan sesuatu yang kita jauhi, yang membuat melarikan diri, seperti penderitaan, penyakit, atau kematian adalah lawan dari nilai, yaitu non nilai. Salah satu cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai adalah memperbandingkannya dengan fakta. Jika kita berbicara tentang nilai, kita maksudkan sesuatu yang berlaku sesuatu yang memikat atau mengimbau kita. Perbedaan antara fakta ini kiranya dapat diilustrasikan dengan contoh berikut ini. Ada gunung berapi meletus. Hal itu merupakan suatu fakta yang dapat dilukiskan secara objektif. Karena bisa mengukur tingginya awan, menentukan kekuatan gempa bumi beserta letusan, dan seterusnya. Serentak juga letusan gunung berapi bisa dilihat sebagai nilai atau justru disesalkan sebagai non nilai. Untuk petani dan sekitarnya debu panas yang dimuntahkan gunung bisa mengancam hasil pertanian yang sudah hampir panen (non nilai), tapi dalam jangka waktu panjang tanah bisa bertambah subur akibat kejadian itu (nilai). Contoh ini kiranya cukup jelas untuk memperlihatkan perbedaan antara fakta dan nilai. Nilai selau berkaitan dengan penilaian seseorang, sedangkan fakta menyangkut ciriciri objektif saja. Dan fakta selalu mendahului nilai. Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga cara berikut ini: 26 27
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 26. K. Bertens, op. cit., hlm. 139.
29
1. Nilai berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap meletus. Tapi untuk dapat dinilai sebagai indah atau merugikan memerlukan subjek yang menilai. 2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat sesuatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat sesuatu. 3. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “yang ditambah” oleh subjek pada subjek yang dimiliki oleh objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek pada dirinya.28 Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukan oleh aksiologi ini sebagai suatu yang wajib dipatuhi dalam kegiatan berfikir, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu. Keberadaan aksiologis dari ilmu adalah analisis tentang penerapan hasil-hasil temuan ilmu pengetahuan. Penerapan
ilmu
pengetahuan
dimaksudkan
untuk
memudahkan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan keluhuran hidup manusia. C. Hubungan Manusia dengan Ilmu: 1. Sifat Manusia Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga komponen jiwa yang menggerakkan aktifitas jiwa-raga. Tiga syaraf tersebut meliputi: syaraf pertumbuhan, perasaan dan intelek. Oleh karena itu dikatakan, bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar, yaitu: 28
Ibid., hlm. 140-141.
30
1. Sifat biologis; sifat ini telah membuat manusia tumbuh secara alami dengan prinsip-prinsip biologis dengan menggunakan lingkungannya. 2. Sifat hewani; dengan adanya perasaan-perasaan hakiki, manusia mengalami desakan-desakan internal untuk mencari keseimbangan hidup. Melalui peralatan inderanya, manusia menjadi sadar dan menuruti keinginan-keinginan dan seleranya. 3. Sifat intelektual; dengan sifat ini, manusia mampu menemukan benar atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik dan buruknya objek, serta dapat mengarahkan keinginan dan emosinya. Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini, manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk lain.29 Penjelasan tersebut sangat jelas bahwasanya manusia secara hakiki mempunyai
dorongan-dorongan
keinginan
yang
sulit
dibendung.
Keinginan adalah kekuatan untuk mendapatkan objek yang menurut idenya menyenangkan dan menolak objek yang menurut idenya tidak menyenangkan.30 Keinginan terbagi menjadi dua macam yakni: 1. Keinginan yang tidak dipelajari; bersifat instinsif dan berasal dari rasa cinta diri dan kasih saying. 2. Keinginan yang dipelajari; bersifat cultural dan berasal dari interaksi serta pengalaman sosial.31 Keinginan-keinginan tersebut merupakan dorongan rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang akibatnya manusia merasa senang atau tidak terhadap hasil dari keingintahuan tersebut. Apabila manusia merasakan
29
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), hlm. 10. Ibid., hlm. 14. 31 Ibid. 30
31
senang maka manusia tersebut akan melakukannya. Sedangakan apabila tidak maka manusia tersebut akan menjahuinya. Sepeti telah diketahui pada saat manusia dilahirkan dari rahim ibunya, manusia merupakan mahluk yang paling lemah dan tak berdaya. Kelemahan itu ditandai dengan tidak adanya pengetahuan dalam dirinya yang membuatnya harus dituntun dan diperkenalkan mengenai alam sekitar (sesuatu yang ada diluar manusia). Berdasarkan dorongandorongan keinginan dari bayi tersebut maka manusia menjadi semakin tahu apa yang harus dilakukannya. Banyak sekali sesuatu yang ada diluar manusia dan tidak akan pernah habis untuk diketahui dan dipahami. Dan itu merupakan pondasi awal untuk mendapatkan pengetahuan. Sifat dasar ketiga pada manusia yaitu intelektual manusia, sifat ini berperan untuk mampu menemukan benar atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik dan buruknya suatu objek. Sesuatu pengetahuan yang benar harus dicari dengan cara yang benar. Inilah yang menyebabkan manusia harus menggunakan akalnya dengan bersungguh-sungguh untuk mencari tahu sebuah kebenaran. Karena setiap pengetahuan yang ada akan membentuk sikap dan tingkah laku bagi yang mengetahuinya. Keingintahuan yang kuat terhadap objek dapat menjadi pemicu kreatifitas yang efektif. Banyak penemuan penting yang berawal dari rasa ingin tahu penemunya. Issac Newton menemukan teori gravitasi. Yang sangat penting itu, dari rasa ingin tahunya penyebab terjadinya buah apel jatuh dikepalanya. Pada usia tiga sampai lima tahun, anak-anak selalu menanyakan penyebab segala hal yang dilihatnya. Kenyataan itu menegaskan bahwa rasa ingin tahu merupakan hakikat dasar manusia.32
32
Bije Widjajanto, Cara Aman Memulai Bisnis, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 17.
32
Untuk menjawab keingintahuan tersebut terjadi sebuah pertempuran akal dan indera dan proses tersebut disebut berfikir. Berfikir merupakan ciri manusia dan karena berfikirlah dia menjadi manusia. Berfikir pada dasarnya merupakan sebuah proses membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Proses berpikir merupakan sebuah akibat adanya rasa ingin tahu terhadap objek. Dan menjadi sebab terbentuknya sebuah pengetahuan baru. Pengetauan baru akan bermunculan menggantikan pengetahuan yang lama. Proses ini akan senantiasa berjalan selama manusia masih mempunyai akal yang sehat. Dan akan dikatakan mati ketika manusia tidak ingin tahu terhadap sesuatu. Konsepsi manusia tersebut sangat penting artinya dalam suatu sistem pemikiran dan di dalam kerangka berfikir seorang pemikir, karena itu termasuk bagian dari pandangan hidup.33 Karenanya meskipun manusia tetap diakui sebagai misteri yang tidak pernah tuntas, keinginan untuk mengetahui hakikatnya ternyata tidak pernah berhenti. Pandangan manusia mengenai ilmu sangat berkaitan erat dan bahkan merupakan bagian dari sistem kepercayaan yang akhirnya akan memperlihatkan corak peradabannya. 2. Kewajiban menuntut ilmu Manusia dibedakan dengan makhluk hidup yang lain seperti hewan. Bumi diserahkan kepada hewan-hewan itu sudah siap pakai. Akan tetapi manusia tidak demikian, bumi diserahkan kepada manusia itu sudah siap olah, manusia berkewajiban mengolah. Yang berarti manusia dituntut
33
M. Yasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghazali, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm. 01.
33
berupaya, berusaha, dan bekerja keras. Dalam arti belajar dengan tekun bagi para penuntut ilmu untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan. Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan. Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu. Manusia dalam pandangan al-Qur’an memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya atas izin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang
memerintahkan
manusia
menempuh
berbagai
cara
untuk
mewujudkan hal tersebut. Rasulullah Saw bersabda; dua keinginan yang tidak pernah puas, keinginan menuntut ilmu dan keinginan menuntut harta. Dari sini jelas bahwasanya manusia memiliki naluri haus akan pengetahuan. Dan akan senantiasa untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. 3. Pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia Ilmu pengetahuan merupakan ciri yang membedakan antara makhluk manusia dengan makhluk lain. Setidak-setidaknya ada alasan mengapa manusia harus berilmu pengetahuan agar menghadapi kehidupannya secara optimal. Manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukan adalah bentuk penghambaan manusia karena telah diberikannya nikmat yang begitu besar. Dan cara untuk beribadah kepada Allah itu adalah memamahami apa yang telah diturunkannya yaitu alQur’an. Dalam memahami al-Qur’an membutuhkan ilmu. jadi peranan ilmu dalam membentuk umat yang saleh adalah sangat penting karena itu
34
bagian dari ibadah syukur karena telah diberikannya nikmat berupa alQur’an tersebut. Begitu pentingnya ilmu dimata Allah dan Nabi-Nya, sehingga ia memerintahkan Nabinya berdoa agar memperoleh lebih banyak ilmu, do’a itu berbunyi: “ya Tuhanku perbanyaklah ilmuku”. Oleh karena itu, nabi memerintahkan semua orang yang beriman agar mencari ilmu dan pergi ke Cina. Selanjutnya dapat dicatat bahwa islam mengutamakan baik ilmu rasiona maupun ilmu empiris.34 Ilmu pengetahuan amatlah luas, jika di pelajari tidak akan pernah selesai, selama bumi masih berputar, selama hayat di kandung badan selama itu pula manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Islam tidak cukup pada perintah menuntut ilmu, tetapi menghendaki agar seseorang itu terus menerus melakukan belajar, karena manusia hidup di dunia ini perlu senantiasa menyesuaikan dengan alam dan perkembangan zaman. Jika manusia berhenti belajar sementara zaman terus berkembang maka manusia akan tertinggal oleh zaman sehingga tidak dapat hidup layak sesuai dengan tuntutan zaman, terutama pada zaman sekarang ini, zaman yang di sebut dengan era globalisasi, orang di tuntut untuk memiliki bekal yang cukup banyak, berupa ilmu pengetahuan. Bahkan kalau perlu menuntut ilmu di lakukan tidak hanya di tempat yang dekat tetapi kalau perlu harus mengembara untuk menuntut ilmu di tempat yang jauh. Di negara-negara maju dalam perkiraan komite tetap oraganisasi konferensi islam (OIC), menghabiskan sekitar 97 persen dari seluruh anggaran belanja mereka untuk keperluan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mereka mencapai kemajuan-kemajuan yang sangat besar
dalam
bidang
tersebut.
Sedangkan
dunia
muslim
hanya
menggunakan sekitar 2 persen saja dari keseluruhan anggaran belanja 34
C. A. Qodir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Islam, 1991), hlm. 16-17.
35
untuk keperluan yang sama, dan tergolong bangsa-bangsa non-ilmiah, artinya terbelakang.35 Ilmu pengetahuan sangat penting bagi manusia, segala jenis pekerjaan yang dilakukan selalu memerlukan ilmu pengetahuan, dalam kehidupan sehari-hari misalnya, panen padi membumbung tinggi karena tahu cara menanam padi yang benar, menyelesaikan tugas secara cepat, dll. Dapat dilihat bahwa pada umumnya orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi, taraf kehidupannya lebih baik dari pada orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan atau orang ilmu pengetahuannya rendah, baik ilmu agama maupun ilmu umum biasanya mengalami kesulitan dalam memenuhi atau menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya untuk makan, pakaian, obat-obatan dan tempat tinggal. Ilmu telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Indikasi untuk itu adalah munculnya ilmu-ilmu tokoh-tokoh yang baru dalam keilmuannya. Seperti semakin bertambahnya cabang-cabang dari ilmu tertentu yang telah ada, serta ditemukannya teori-teori ilmiah dalam berbagai bidang oleh tokoh-tokoh tertentu. Berkembangnya ilmu membawa keuntungan dan kemudahan bagi kehidupan manusia yaitu banyaknya persoalan yang dapat terpecahkan dan banyaknya pekerjaan yang dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu beserta penerapannya, yaitu teknologi, merupakan unsur kebudayaan yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Dampak negatif dari keilmuan tersebut adalah tidak adanya dalam keilmuan tersebut. Berkembangnya ilmu yang demikian pesat tidak selalu mendatangkan keuntungan bagi umat manusia. Sejarah telah mencacat tragedi kemanusiaan yang luar biasa dasyat diantaranya dijatuhkannya bom atom 35
Ibid., hlm. 191.
36
di Hirozima dan Nagasaki dalam perang dunia II, kebocoran reaktor nuklir di Chernobyl, dan penggunaan bom biologis dalam peperangan di beberapa tempat. Ilmu tidak terlepas dari sistem nilai. Kebenaran ilmiah yang berusaha ditemukan melalui kegiatan keilmuan merupakan nilai. Nilai kebenaran ilmiah juga dijadikan acuan dalam kegiatan tersebut. Jadi ketika tidak memberikan kesejahteraan bagi umat manusia maka ilmu tersebut dianggap non nilai. Karena bahwasanya ilmu dikembangkan demi mencari dan memperoleh penjelasan tentang berbagai persoalan dalam alam semesta ini dan memudahkan manusia dalam kehidupannya.
37
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG KITAB TA’LIM AL MUTA’ALLIM THARIQAT AL TA’ALUM A. Biografi al-Zarnuji Al-Zarnuji adalah orang yang diyakini sebagai satu-satunya pengarang kitab Ta’lim Muta’alim akan tetapi nama beliau tidak begitu dikenal dari apa yang telah ditulisnya. Dalam hal ini terdapat perbedaan pada penelitian dengan memberikan nama lengkap (gelar) kepada Syekh al-Zarnuji. Sebagaimana dipaparkan oleh Awaludin Pimay, dalam tesisnya tentang perbedaan nama lengkap (gelar) dari pengarang kitab Ta’lim Muta’alim ini, sebagi berikut: Khairudin al-Zarkeli menuliskan nama al-Zarnuji dengan Nu’man bin Ibrahim bin Khalil Al-Zarnuji Tajuddin. Seperti dikutip oleh Tatang M. Amirin, M. Ali Chasan Umar dalam kulit sampul buku al-Zarnuji yang diterjemahkannya, menyebutkna nama lengkap al-Zarnuji sebagai Syeh Nu’man bin Ibrahim bin Al-Khalil Al-Zarnuji, sementara dalam kata alKhalil al-Zarnuji. Busyairi Madjidi yang mengutip dari buku Fuad alAhwani menyebutkan al-Zarnuji isinya. Nama dengan Burhanudin alZarnuji. Demikian juga Muchtar Affandi dan beberapa literature yang dikutip dalam atau Burhan al-Din al-Zarnuji. Kecuali itu ditemukan pula sebutan lain untuk al-Zarnuji yaitu Burhan al-Islam al-Zarnuji.1 Sedangkan berkaitan dengan pertanyaan dimana al-Zarnuji hidup, Van Grunebaum dan Abel memberikan informasi, sebagaimana dikutip oleh Maemonah dalam tesisnya,2 mereka berpendapat bahwa al-Zarnuji adalah seorang sarjana muslim yang hidup di Persia. Lebih lanjut dia menyatakan bahwa al-Zarnuji ahli hukum dari sekolah imam Hanafi yang ada di Khurasan 1
Awaludin Pimay, Konsep Pendidik Dalam Islam (Studi Komparasi Pandangan Al-Ghazali Dan Al-Zarnuji), tesis PPS IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 1999), hlm. 29-30, t.d. 2 Muchtar Affandi dalam Maemonah, Reward And Punishment Sebagai Metode Pendidikan Anak Menurut Ulama’ Klasik (Study Pemikiran ibnu Maskawaih al-Ghazali dan al-Zarnuji (Semarang: Tesis program Pasca sarjana IAIN Walisongo 2009), hlm. 52, t.d.
38
dan Transoxiana, sayangnya tidak tersedia fakta yang mendukung informasi ini. Meskipun begitu seorang penulis muslim membuat spekulasi bahwa alZarnuji aslinya berasal dari daerah Afganistan, kemungkinan ini diketahui dengan adanya nama Burhan al-Din, yang memang disetujui oleh penulis bahwa hal itu biasanya digunakan di negara ini. Terkait dengan hal tersebut, beberapa peneliti berpendapat bahwa dilihat dari nisbahnya nama al-Zarnuji diambil berdasar pada daerah dari mana ia berasal yaitu “daerah Zarand”3 Zarand adalah salah satu daerah diwilayah Persia yang pernah menjadi ibu kota Sidjistan yang terletak disebelah selatan heart. Dalam masalah riwayat hidup penulis kitab Ta’lim ini juga terjadi ketidak jelasan seperti dikemukakan oleh Abdul Qadiri Ahmad, bahwa sedikit sekali dan dapat dihitung dengan jari kitab yang menulis riwayat hidup penulis kitab tersebut.4 Dan beberapa kajian terhadap kitab Ta’lim, tidak dapat menunjukkan secara pasti mengenai waktu kehidupan dan karir yang dicapainya. Sehingga pengetahuan kita tentang al-Zarnuji sementara ini berdasar pada studi M. Plessner yang dimuat dalam Encyclopedia of Islam.5 Dalam buku “Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70 Tahun Prof. H. Munawir Sadzali, MA.” Affandi Muchtar mendapat informasi lain tentang al-Zarnuji berdasar pada data dari Ibn Khalikan.6 Yaitu: Menurutnya imam al-Zarnuji adalah salah seorang guru imam Rukn Addin Imam Zada (wafat 573/ 1177-1178) dalam bidang fiqih. Imam Zada juga berguru pada syekh Ridau al-Din an Nishapuri (wafat antara Tahun 550 dan 600) dalam bidang mujahadah. Kepopuleran imam Zada diakui karena prestasinya dalam bidang ushuluddin bersama dengan kepopuleran ulama lain yang juga 3
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam), cet. 2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm 104. 4 Abdul Qadir Ahmad dalam Awaludin, op. cit., hlm. 30. 5 M. Plessner, Al-Zarnuji dalam First Encyclopedia of Islam, vol VIII, (London: New York: E.J Brill’s, 1987), hlm. 1218. 6 Sudarnoto Abdul Hakim, dkk, Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70 tahun prof. Dr. H. Munawir Sadzali, MA, (Yogyakarta: LPMII, 1995), hlm. 20.
39
mendapat gelar rukn (sendi). Mereka antara lain Rukn ad-Din al-Amidi (wafat:615) dan Rukn ad-Din at-Tawusi (wafat: 600). Dari data ini dapat dikatakan bahwa al-Zarnuji hidup sezaman dengan syaikh Rida ad-Din anNisaphuri. Sehingga tokoh mengenai kelahiran atau masa hidup al-Zarnuji hanya dapat diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H.7 sedangkan tentang kewafatan al-Zarnuji terdapat perbedaan, ada yang menyatakan al-Zarnuji wafat pada tahun 591 H (1195 M).8 Dan menurut keterangan Plessner, bahwasanya ia telah menyusun kitab tersebut setelah tahun 593 H (1197),9 perkiraan tersebut berdasar adanya fakta bahwa al-Zarnuji banyak mengutip pendapat dari guru beliau yang ditulis dalam kitab Ta’lim, dan sebagian guru beliau yang ditulis dalam kitab tersebut meninggal dunia pada akhir abad ke-6 H, dan beliau menimba ilmu dari gurunya saat masih muda, selain itu ditemukan bukti yang memperkuat pendapat ini yakni tulisan dalam bukunya al-Jawahir yang menyebutkan al-Zarnuji merupakan ulama’ yang hidup satu periode dengan Nu’man bin Ibrahim al-Zarnuji yang meninggal pada tahun yang sama, beliaupun meninggal tidak jauh dari tahun tersebut karena keduanya hidup dalam satu periode dan generasi.10 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa al-Zarnuji wafat sekitar tahun 620 H.11 atau dalam kata lain al-Zarnuji hidup pada seperempat akhir abad ke-6 sampai pada dua pertiga dari abad ke-7 H.
7
Ghazali Said, op. cit., hlm. 19. Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), hlm. 31. 9 M. Plessner, loc. cit. 10 Ghazali Said, op. cit., hlm. 18-19. 11 Ibid., hlm. 18-19. 8
40
B. Latar Belakang Pendidikan al-Zarnuji Adapun guru-gurunya atau yang pernah hubungan langsung dengan alZarnuji yaitu sebagai berikut: 1) Imam Burhan al-Din Ali bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani (w. 593 H/ 1195 M). 2) Imam Fakhr al-Islam Hasan bin Mansur al-Farghani Khadikan (w. 592 H/ 1196M). 3) Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali al-Marghinani (w. 600 H/ 1204 M). 4) Imam Fakhr al-Din al-Khasani (w. 587 H/ 1191 M) dan Imam rukn al-Din Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade (491-576 H).12 Sedangkan menurut para peneliti mengemukakan, bahwa al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Sar Khan, yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan Ta’lim yang diasuh antara lain
oleh
Burhanudin
al-Marghinani,
Syamsuddin
Abd.
al-Wadjdi,
Muhammad bin Muhammad al-Abd as-Sattar al-Amidi dan lain-lainnya.13 Selain itu al-Zarnuji belajar dari ulama’-ulama lain seperti Ali bin Abi Bikr bin Abdul Jalil al-Farghani al-Marghinani al-Rustami Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar (W. 573/ 1177), Hammad bin Ibrahim (W. 587/ 1180), Taruddin al-Hasan bin Mansyur atau Qadhikhan (W. 592/ 1196), Ruknuddin al-Farghani (W. 594/ 1098) dan al-Imam Sadiduddin al-Shirazi.14 Dengan demikian berdasar keterangan tersebut dapat diidentifikasi bahwa pemikiran dan intelektualitas al-Zarnuji sangat banyak dipengaruhi oleh faham fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham yang dikembangkan oleh para gurunya, yakni fiqih aliran Hanafiyah.
12
http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009/11/nilai-etika-kitab-talim-al-mutaallim.html Djudi, Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji, (Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo, 1997), hlm. 10. 14 Awaludin, op. cit., hlm. 31. 13
41
Sebagaimana dikemukakan oleh Muid Khan, dalam studinya tentang kitab Ta’lim yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris, mengenai karakter pemikiran al-Zarnuji, yang dikutip oleh Affandi Muchtar bahwa dalam kajian tersebut, Muid Khan memasukkan pemikiran al-Zarnuji kedalam garis pemikiran madzhab hanafiyah, yang dikuatkan dengan bukti banyaknya ulama’ hanafiyah yang dikutip oleh al-Zarnuji, termasuk imam Abu Hanifah sendiri. Dari sekitar 50 ulama’ yang disebut al-Zarnuji, hanya ada dua saja yang bermadzhab Syafi’iyah, yakni imam Syafi’i sendiri dan imam Yusuf alHamdani (wafat : 1140). Menurut Muid Khan ide-ide mazhab yang dianutnya mempengaruhi pemikirannya tentang pendidikan.15 Sehingga Mahmud bin Sulaiman al-Kaffawi yang wafat tahun 990 H/ 1562 M, dalam kitabnya alA’lamul
Akhyar
min
Fuqaha’i
Madzhab
al-Nu’man
al-Mukhtar,
menempatkan al-Zarnuji dalam peringkat ke-12 dari daftar madzhab Hanafi.16 Disamping ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, sangat dimungkinkan, bahwa al-Zarjuji juga menguasai bidang sastra, fiqih, ilmu kalam, dan lainlain.17 Sejarah peradaban Islam terdapat lima tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pendidikan pada masa nabi Muhammad SAW (571-632 M); kedua pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661M); ketiga pendidikan pada masa bani umayyah di Damsyik (661-750); dan kelima pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-sekarang).18 Untuk memahami al-Zarnuji sebagai seorang pemikir, maka harus dipahami ciri zaman yang menghasilkannya, yaitu zaman Abbasiyah yang menghasilkan pemikir-pemikir ensiklopedik yang sukar ditandingi oleh
15
Sudarnoto, op.cit., hlm. 25. M. Plessner, op. cit., hlm. 1281. 17 Abudin Nata, op. cit., hlm. 105. 18 Fazlur Rahman, Islam terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka 1997), hlm. 267. 16
42
pemikir-pemikir yang datang kemudian.19 Sebagaimana dijelaskan di atas, alZarnuji hidup pada awal pemerintahan Abbasiyah di Baghdad yang berkuasa selama lima abad berturut-turut.20 Dengan demikian al-Zarnuji hidup pada masa ke-empat dari periode pendidikan dan perkembangan pendidikan Islam, yakni antara tahun 750-1250 M. sehingga beliau sangat beruntung mewarisi banyak peninggalan yang ditinggalkan
oleh
para pendahulunya dalam
berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Sebab dalam catatan sejarah periode ini merupakan zaman kejayaan peradaban Islam pada umumnya dan pendidikan Islam pada masa khususnya. Menurut Hasan Langgulung bahwa, “zaman keemasan tersebut mengenai dua pusat, yaitu kerajaan abbasiyah yang berpusat di Baghdad, berlangsung kurang lebih lima abad (750-1258 M) dan kerajaan umayah di Spanyol kurang lebih delapan abad (711-1492)”.21 Abudin Nata, dalam bukunya pemikiran para tokoh pendidikan Islam menggambarkan bahwa dalam masa tersebut, kebudayaan Islam berkembang dengan pesat yang ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan, mulai dari tingkat perguruan tinggi. Diantara lembaga-lembaga tersebut adalah madrasah nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk (457 H/ 106 M), madrasah an-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki pada tahun 563 H/ 1167 M. dengan cabangnya yang amat banyak di kota Damascus; madrasah al-Mutansiriyah yang didirikan oleh khalifah abbasiyah, al-Muntansyir Billah di Baghdad pada tahun 631 H/ 1234 M. sekolah yang disebut terakhir ini dilengkapai dengan berbagai fasilitas yang memada seperti gedung berlantai II, aula, perpustakaan dengan kurang lebih 80.000 buku koleksi, halaman dan lapangan yang luas, masjid balai pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya madrasah yang 19
Hasan Langgulung, Pendidikan Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna,1988), hlm. 99. Ibid., hlm. 98. 21 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Utama, 1989), hlm. 13. 20
43
disebut terakhir ini adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam empat madzhab (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Ahmad Ibnu Hambal).
22
Sebagai
seorang filosof muslim al-Zarnuji lebih condong kepada al-Ghazali, sehingga banyak jejak al-Ghazali dalam bukunya dengan konsep epistemologi yang tidak lebih dari buku pertama dalam ihya ulum al-din akan tetapi al-Zarnuji memiliki sistem tersendiri, yang mana pada setiap bab dengan bab yang lain, atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan kata yang lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi mosaic kepribadian al-Zarnuji sendiri.23
C. Latar Belakang Sosial Politik Dalam waktu yang diperkirakan sebagai masa hidup al-Zarnuji yakni abad VI H dan memasuki abad VII H atau abd 12-13 M merupakan zaman kemunduran dan kemerosotan daulah Abbasiyah sekitar tahun 292-656 H.
24
Pada masa ini dunia Islam telah mengalami kontak senjata dengan orangorang Kristen dalam perang salib sejak tahun 1097 M.25 sampai dengan tahun 1291 M26 dimana kaum muslimin dapat merebut kembali akka. Pada periode yang sama daulah Abbasiyah sedang memasuki periode ke empat (447 H/ 1055 M-590 H/1194 M), masa kekuasaan bani saljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah yang disebut masa pengaruh Turki kedua, dan periode ke lima (590 H/ 1194 M-656 H/ 1258), pada masa ini kekuasaan khalifah telah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaan khalifah hanya efektif disekitar kota Baghdad.27
22
Abudin Nata, op. cit., hlm. 106. Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, op. cit., hlm. 59. 24 Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filosouf Muslim, (Yogyakarta: Amin Press, 1997), hlm. 101. 25 Muhammad Sayid al-Wakil, Wajah Dunia Islam dan Dinasti Bani Ummayah Hingga Imperealisme Modern, (Jakarta: Pustak al-Kautsar, 1999), hlm. 173. 26 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 79. 27 Ibid., hlm. 150. 23
44
Menurut Luthfi Jum’ah dalam bukunya “Tarikh Falsafatil Islam fil Masyriq wal Maghrib” yang dikutip oleh Busyairi Madjidi, menyatakan bahwa pemimpin-pemimpin militer yang berkebangsaan Turki zaman ini memegang kekuasaan dalam pemerintahan, sedangkan kekuasaan khalifah semakin lemah. Karena itu banyak amir-amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat (Baghdad) dan mendirikan daulat-daulat (kesultanan) yang berdiri sendiri-sendiri.28 Hal senada juga dikemukakan oleh Philip K. Hitti, bahwa dunia Islam waktu itu sedang mengalami disintegrasi politik. Baghdad sebagai pusat pemerintahan Islam tidak dapat mengendalikan kekuasaannya di daerahdaerah. Hal ini diikuti oleh sikap penguasa daerah yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat.29 Akan tetapi bahkan ada yang kemudian menguasai pemerintahan pusat (Baghdad), diantaranya dinasti Buwaihiyyah (320-447 H/ 932-1055 M), dinasti saljuk (saljuk besar) didirikan oleh Rukh al-Din Abu Thalib Thughrul Bek ibn Mika’il ibn Saljuk ibn Tuqa, yang menguasai Baghdad dan memerintah selama 93 tahun (429-522 H/ 1037-1127).30 Dua dinasti ini yang memerintah pada masa al-Zarnuji serta dinasti ayubiyah (564648 H/ 1167-1250 M).31 Di zaman kaum saljuk, kota Baghdad mendapatkan kembali sebagian dari daerah kedudukannya yang semula sebagai ibukota kerohanian tempat persemayaman khalifah abbasiyah yang menikmati pengaruh keagamaan, dan menikmati kembali kehebatan serta keagungan yang pernah dinikmati sebelumnya. Hal ini mungkin dikarenakan kesendirian di Baghdad serta mendapat kehormatan dan sanjungan dari sultan-sultan kaum saljuk. Dan
28
Busyairi Madjidi, loc. cit. Awaludin Pimay, op. cit., hlm. 33. 30 Badri Yatim, op. cit., hlm. 65-66. 31 Ibid. 29
45
pengaruh politik terus berada di ibukota kaum saljuk di nisabur kemudian di Raiyi.32 Dalam zaman inilah para ulama’ dengan dukungan penguasa mulai dengan keras mengecam filsafat dan failosof bahkan dengan ilmu hikmah (ilmu pengetahuan umum) pada umumnya. Akan tetapi pandangan mereka terhadap filsafat dan mantiq terbalik arah, semula ilmu hikmah diabadikan kepada agama tetapi pada akhirnya hampir saja agama itu dibunuhnya ibnu Khaldun sendiri mengatakan bahwa filsafat itu besar mudharatnya terhadap agama. 33 Fazlur Rahman dalam bukunya Islam dan modernitas, menggambarkan kegiatan intelektual yang dilakukan pada umumnya waktu itu dengan pernyataan sebagai berikut: Suatu perkembangan besar yang efeknya sangat merugikan kualitas ilmu pengetahuan pada abad-abad pertengahan Islam adalah penggantian naskah-naskah mengenai teologi, filsafat, yurisprudensi dan sebagainya. Sebagai materi-materi pengajaran tertinggi, dengan komentar-komentar dan superkomentar-superkomentar. Proses pengkajian komentar-komentar menghasilkan keasikan dengan detil-detil yang pelik dengan mengesampingkan masalah-masalah pokok dalam obyek yang dikaji. Perselisihan pendapat (jadal) menjadi prosedur yang paling digemari untuk memenangkan suatu poin, dan hampir-hampir menggantikan upaya intelektual yang asli untuk membangkitkan dan menangkap masalahmasalah yang riil dalam obyek yang dikaji.34 Prof. Dr. Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa zaman kaum saljuk banyak terjadi kebangkitan pikiran yang pesat, yang dasarnya telah dirintis oleh Nizamul Mulk wazir kepada Alb Arislan dan Malik Syah. Wazir yang berilmu pengetahuan ini telah mendirikan sekolah-sekolah yang menggunakannya, yaitu Nizamiyah. Sekolah-sekolah tersebut terdapat ditempat-tempat sebagai 32
Ahmad Salabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, terj. Labib Muhammad, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1997), hlm. 340. 33 Busyairi Madjid, op. cit., hlm. 101-102. 34 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung: Pustaka, 2000), hlm. 43.
46
berikut: Baghdad, Balkan, Nisabur, Haraf, Afghan, Basrah, Marwqa, Amal dan Mausil. Menurut as-Subki, Nizamul Mulk mempunyai sekolah di setiap kota di Iraq dan Khurasan.35 Pada zaman pemerintahan bani saljuk dan bani ayyub, aliran syi’ah dan mu’tazilah mulai redup. Karena kedua pemerintahan ini lebih condong ke sunni. Kecenderungan itu tampak dengan adanya pemberian dukungan kepada lembaga-lembaga pendidikan sunni.36
D. Hasil Karya al-Zarnuji Peneliti tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah kitab yang telah ditulis oleh al-Zarnuji. Peneliti hanya mengetahui kitab Ta’lim al-Muta’alim adalah satu-satunya karya imam al-Zarnuji yang dapat dijumpai sampai sekarang dan tanpa keterangan tahun penerbitan. Peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi beberapa referensi yang peneliti dapatkan menyebutkan bahwa hanya kitab Ta’lim al-Muta’alim karya al-Zarnuji. Apakah dia hanya menulis sebuah kitab saja, ataukah juga menulis kitab-kitab yang lainnya tidak ditemukan catatan yang melaporkan hal itu, tetapi ada indikasi bahwa al-Zarnuji menulis kitab lain namun sudah musnah karena termasuk yang termusnahkan akibat tragedi sejarah. Sejarah menyebutkan tokoh Jengis Khan dan pasukannya selama 5 tahun (1220-1225 M/ 1617-1622 H) menaklukan dan menghancurkan Persia timur. Ada kemungkinan karya alZarnuji lainnya ikut musnah kecuali kitab Ta’lim al-Muta’alim sebagai satusatunya karya yang terselamatkan, namun Djudi al-Falasany penulis yang berpendapat demikian tidak dapat menguatkan pemikirannya yaitu tentang bagaimana kitab Ta’lim al-Muta’alim itu bisa terselamatkan.37
35
Ahmad Syalabi, op.cit., hlm. 351. Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 267. 37 Awaludin Pimay, op. cit., hlm. 29-30. 36
47
Maemonah dengan mengutip pendapatnya Ghazali Said menyatakan bahwa karya al-Zarnuji adalah kitab Ta’lim al-Muta’alim merupakan bagian dari karya al-Zarnuji yang masih ada sampai sekarang ini. E. Gambaran Umum Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim Kitab Ta’lim al-Muta’alim diterbitkan pada tahun 996 H, kitab ini juga diterjemahkan kedalam bahasa Turki oleh abd. Al-Majid bin Nusuh bin Isra’il dengan judul Irshad al-Ta’lim fi Ta’lim al-Muta’allim. Menurut informasi dari Gesechiehteder Arabschen litteratur, yang biasa dikenal dengan singkatan G.A.L karya Cart Brockelmann,38 Menginformasikan berdasarkan data yang ada di perpustakaan, bahwa kitab Ta’lim pertama kali diterbitkan di mursid abad pada tahun 1265 M, kemudian ditulis tahun 1286, 1873, di Kairo 1281, 1307, 1418, di Istambul 1292, dan di Kasan 1898, selain itu kitab Ta’lim menurut G.A.L. telah diberi catatan atau komentar (syarah), dalam tujuh penerbitan masing-masing atas nama 1. Nau’i, tanpa keterangan tahun penerbitan, 2. Ibrahim bin Isma’il pada tahun 996 H/ 1588, 3. As-Sa’rani 710/711, 4. Ishaq ibn. Ar-Rumi Qili’ 720 dengan judul Mir’atu Atholibin, 5. Qadi B. Zakariya al-Anshari A’saf, 6. Otman Pazari 1986 dengan judul Tafhim al-Mutafahhim, dan 7. H.B. al-Faqir, tanpa keterangan tahun penerbitan. Kitab Ta`lim al-Muta`allim Thariqat al-Ta`alum dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern, karena Pada dasarnya ada beberapa konsep pendidikan Zarnuji yang banyak berpengaruh dan patut diindahkan, yakni : 1. Motivasi dan penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan ulama 2. Konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama
38
Ibid.
48
3. Pendekatan-pendekatan teknis pendayagunaan potensi otak, baik dalam terapi alamiyah atau moral-psikologis.39 Sedangkan cara berpikir al-Zarnuji, dapat dikatakan bercorak spiritual atau bersifat metafisis. Hal itu disebabkan oleh pengaruh sosial-politik yang berlangsung pada saat al-Zarnuji hidup, di mana di zaman kaum saljuk kota Baghdad kembali menjadi ibukota kerohanian sebagai tempat persemayaman khalifah Abbasiyah yang sanngat kental dengan dogma-dogma keagamaan. Jadi, corak pemikiran al-Zarnuji banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran ulama Islam seperti al-Ghazali yang hidup pada masa Abbasiyah. Secara umum dalam kitab tersebut berisi: 1. Pendahuluan Pada pendahuluan beliau menuliskan pujian dan rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan melebihkan nikmatnya atas ilmu dan amal atas semesta alam, dan mengucapkan shalawat kepada Muhammad, tokoh arab, dan keluarga, sahabat-sahabat beliau yang merupakan sumber ilmu pengetahuan dan hikam. Kemudian al-Zarnuji menuliskan kegelisahan beliau terhadap penuntut ilmu yang tekun tapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan buahnya. Yaitu mengamalkan dan menyiarkannya. Karena penuntun tadi salah jalan dan meninggalkan persyaratan yang menjadi keharusan untuk dilakukan. Manusia yang salah jalan akan tersesat dan gagal dalam tujuannya baik besar atau kecil. Maka dengan adanya kitab ini akan memberikan jalan bagi penuntut ilmu, agar mereka tidak tersesat. Kemudian al-Zarnuji mengharapkan doa dari gurunya yang alim dan arif itu untuk para pecinta ilmu semoga diberikannya kebahagiaan di hari kemudian, setelah belajar dari kitab Ta’lim al-Muta’alim tersebut
39
http://www.masterfajar.co.cc/2010/02/analisis-kritis-terhadap-kitab-talimul.html
49
2. Isi Kitab ini terdiri dari 13 bab, yaitu: a. Fasal tentang pengertian ilmu dan fiqh serta keutamaannya. b. Fasal tentang niat di waktu belajar c. Fasal tentang memilih ilmu, guru, teman, dan mengenai ketabahan. d. Fasal tentang menghormati ilmu dan ulama’ e. Fasal tentang tekun, kontinuitas dan minat f. Fasal tentang permulaan, ukuran dan tata tertib belajar. g. Fasal tentang tawakal h. Fasal tentang masa pendapatan buah hasil ilmu. i. Fasal tentang kasih sayang dan nasehat. j. Fasal tentang istifadah. k. Fasal tentang wara’ dikala belajar l. Fasal tentang penyebab hafal dan lupa m. Fasal tentang pendatang dan penghalang rizki, serta pemanjang dan pengurang umur. 3. Penutup Kitab Ta’lim al-Muta’alim diakhiri dengan bab yang ke 13 berisi tentang fasal pendatang dan penghalang rizki, serta pemanjang dan pengurang umur. Setelah itu beliau mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahuinya, yang memberikan nikmat dan kemulyaannya dengan adanya petunjuk. Dan dengan adanya kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum yang ditulis oleh syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji semoga dapat memberi manfaat kepada para penuntut ilmu.
F. Persyaratan Mencari Ilmu Dalam Kitab Ta’lim Muta’alim Kemulyaan ilmu sudahlah jelas dapat diketahui oleh setiap orang, sebab ilmu itu khusus dimiliki manusia. Dan dengan ilmu pula, Allah
50
mengunggulkan Adam as. Diatas malaikat dan bahkan kepada Adam pula ia diperintah agar sujud menghormati kepadanya. Karena ilmu ditafsiri dengan sifat yang kalau dimiliki oleh seseorang maka menjadi jelaslah apa yang terlintas didalam pengertiannya.40 Dikatakan tidak ada ilmu kecuali dengan diamalkan, hal tersebut adalah adalah meninggalkan tujuan duniawi menuju tujuah ukhrawi. Setiap orang seharusnya tidak sampai melupakan dirinya dari hal-hal yang berguna, agar akal dan ilmu tidak menjadi dalih dan menyebabkannya bertambah maksiyat.41 Menurut al-Zarnuji, mencari ilmu bernilai ibadah dan mengantarkan seseorang untuk kebahagian duniawi dan ukhrawi. Kebahagian duniawi yang dimaksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran ahli pendidikan yakni proses belajar hendaknya mampu untuk ilmu yang mencakup tiga ranah yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan dimensi ukhrowi adalah sebagai perwujudan rasa syukur manusia sebagai hamba Allah yang telah mengaruniai akal.42 Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan atmosfir akademik dan nilai estetik relasi antara guru dan murid sebagaimana dituangkan dalam Ta’lim al-Muta’allim, yakni pertama, titik tolak pemikiran pendidikan al-Zarnuji bermula dari pembicaraan tentang substansi dan esensi kehidupan. Dia cenderung menggunakan term-term tasawuf dalam pemikiran pendidikannya. Oleh karena itu, al-Zarnuji sangat menekankan pendidikan akhlak. Baginya, pendidikan yang utama adalah berangkat dari hal-hal yang substansial, yakni masalah moral (akhlak). Dengan kata lain, dari masalah yang substansi dan esensi ini akan melahirkan perform yang sejati.43
40
Aliy As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan terj. Ta’lim al-Muta’alim, (Kudus: Menara Kudus), hlm. 5-9. 41 Ibid. 42 http://hilmanswork.wordpress.com/2009/04/15/teori-belajar-menurut-islam/ (24 Maret 2010). 43 http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009_11_01_archive.html.
51
Persyaratan dalam mencari ilmu demi mendapat kesuksesan juga ditulis al-Zarnuji dalam bentuk syair. Syair tersebut berbunyi:
نQ_ZX Qba cdef `a ^_Z[ ءQ] 44
*
UVWX T اKLMN ل اQRS T Tا
نQf ل زct ذ وQV] د اQv ٭ و ا رUpLX ر وQZno ص واjk ء وQذ آ
Tidak akan berhasil seseorang dalam mencari ilmu kecuali dengan enam syarat maka akan aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut dengan jelas, cerdas, rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya, adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama.45 Syair tersebut diambil al-Zarnuji dari sahabat Ali bin Abi Thalib. Syair ini muncul pada saat Islam sedang dalam masa perkembangannya, dimana orang Islam sedang dalam kondisi ingin memaknai Islam agar menjadi agama yang diakui oleh masyarakat luas di seluruh penjuru dunia. Pada saat itu agama Islam sudah mulai maju dan kekuasaan kekhalifahan Islam juga sudah makin luas sehingga pengembangan agama Islam sudah tidak begitu terfokus pada pengembangan dan perluasan wilayah Islam, akan tetapi lebih terfokus pada pengembangan sumber daya manusianya, hal ini bertujuan untuk lebih menguatkan Islam dari dalam supaya tidak mudah hancur apabila menghadapi serangan baik dari dalam maupun dari luar Terkait alasan al-Zarnuji mengapa mengutip syair Ali Bin Abi Thalib, penulis tidak menemukannya dalam isi kitab Ta’limul Mutaallim karena hal itu memang tidak dijelaskan oleh al-Zarnuji dalam kitab tersebut. Namun, sebagaimana dijelaskan di atas bahwa al-Zarnuji hidup pada abad ke-6 H yang sangat dekat dengan masa khulafaurrasyidin, adalah hal yang lazim jika pemikiran-pemikirannya
banyak
dipengaruhi
oleh
ajaran-ajaran
khulafaurrasyidin utamanya oleh Ali Bin Abi Thalib, mengingat sahabat Ali
44
Muhammad bin Ahmad Nubhan, Sarah Ta’limul Muta’alim, (Surabaya: Darul Kitab Islami), hlm. 15. 45 Syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: CV Toha Putra), hlm. 15.
52
merupakan khalifah yang banyak mengeluarkan ajaran-ajaran tentang pendidikan atau mencari ilmu. Keenam syarat sukses yang ditulis al-Zarnuji antara lain: 1. Cerdas ( ءQ)ذ آ Cerdas dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum berarti URnwN اUaj]46 yang berati kecepatan dalam berfikir. Hal ini adalah kecerdasan akal (intelligence).47 Cerdas bisa diartikan sebagai sempurna dalam perkembangan akal dan budi (untuk berfikir, mengerti). Jadi cerdas bukan hanya menguasai banyak informasi tetapi juga mampu mengolah informasi menjadi sesuatu hal yang baru atau teori baru. Anak yang cerdas juga bisa diartikan sebagai anak yang tajam pikirannya. Sehingga anak tersebut dapat mengingat, menghafal dan memahami segala sesuatu dengan cepat. Dalam definisi yang lain, kecerdasan adalah kemampuan untuk memahami keterkaitan antara berbagai hal, kemampuan untuk memahami keterkaitan antara berbagai hal, kemampuan untuk mencipta memperbaharui, mengajar, berfikir, mamahami, mengingat, merasakan, dan berimajinasi, memecahkan permasalahan, dan kemampuan untuk mengerjakan berbagai pekerjaan dalam berbagai tingkat kesulitan.48 Oleh karena itu kecerdasan menduduki urutan pertama dalam proses pembelajaran yang terjadi di lembaga pendidikan. Jika seorang anak memiliki suatu tingkat kecerdasan yang tinggi maka anak tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam menyerap suatu ilmu dan dia akan
46
Penjelasan ditulis oleh al Imam al Alim al Alamah al Jalil al Syekh Ibrahim bin Isma’il, atas karya imam al-Zarnuji yang bernama Sarah Ta’lim al Muta’alim Thariqat al Ta’alum, hlm. 15. 47 Ilyas al Ashri, Kamus Arab Inggris, (Beirut : Darul Jail, 1979), hlm. 232. 48 Hasan Sadily, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1997), hlm. 186.
53
cenderung membutuhkan waktu yang lebih cepat apabila ingin menguasai suatu ilmu. 2. Rasa ingin tahu yang tinggi ( صjk ) Rasa ingin tahu yang tinggi dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum
49
xL_yzS {La ص ايjk
berati yang
dihasilkan dari kecerdasan. Hal ini diartikan sebagai kemauan keras untuk bisa mengetahui suatu ilmu pengetahuan yang belum diketahui (dikuasai), sehingga dengan kemauan tersebut akan membuat seseorang
menjadi
termotivasi
untuk
bisa
menguasai
ilmu
pengetahuan tersebut dan nantinya akan menjadikan dirinya menjadi giat dan gigih serta ulet dalam menghadapi problem-problem yang ada selama proses belajar. Rasa ingin tahu yang tinggi akan menimbulkan suatu unsur dalam diri yang disebut kemauan. Kemauan disebut juga sebagai kekuatan, kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk memilih dan merealisasi tujuan, dan untuk merealisasikan suatu tujuan memerlukan suatu kekuatan yang disebut kemauan.50 Seseorang yang menginginkan kesuksesan dalam mencari ilmu haruslah memenuhi syarat صjk (rasa ingin tahu yang tinggi). Pada dasarnya rasa ingin tahu yang tinggi mempunyai dual elemen, yaitu elemen
dalam
(inner
component)
dan
elemen
luar
(outer
componenet).51 a. Elemen dalam (inner cmponent) Elemen ini berupa perubahan yang terjadi didalam diri seseorang, berupa keadaan tidak puas atau ketegangan psikologis. Rasa tidak puas 49
ini
bisa
timbul
karena
keinginan-keinginan
untuk
Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit. Wasty Soemanto, Psikologi Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 40. 51 Ibid., hlm. 27. 50
54
memperoleh penghargaan, pengakuan serta berbagai macam kebutuhan lainnya. b. Elemen luar (outer componenet) Elemen luar dari motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang. Tujuan itu sendiri berada di luar diri seseorang, namun mengarahkan tingkah laku orang itu untuk mencapainya. Seseorang
yang
diasumsikan
mempunyai
kebutuhan
akan
penghargaan dan pengakuan, maka timbullah tujuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 3. Sabar (ر
QZno ) ا
Sabar yang mempunyai arti
xS Q_LX وxRzf {La رQZnoوا52
berarti atas rintangannya dan cobaannya. Tahan dalam menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak patah hati).53 Seorang manusia yang sabar akan terus berupaya untuk selalu mempertahankan dorongan keagamaan yang ada pada dirinya, walaupun terkadang dorongan keagamaan tersebut terkesan sulit untuk bisa diperjuangkan. Antara sabar dan syukur ada keterkaitan seperti keterkaitan antara nikmat dan cobaan. Setiap orang tidak dapat terlepas dari nikmat dan cobaan itu dalam menjalankan kehidupan di dunia. Kesabaran itu dibagi menjadi tiga macam: a. Sabar dalam ketaatan kepada allah. b. Sabar dari kemaksiatan. c. Sabar ketika mendapat cobaan. Semua itu (ketaatan, kemaksiatan dan cobaan) merupakan gambaran sebuah kehidupan. Oleh karenanya, sabar adalah
52 53
Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit. Ilyas al-Asri, op. cit., hlm. 364.
55
separuh keimanan karena setiap cabang-cabang iman memerlukan sifat sabar. 54 Sabar dan tabah itu pangkal keutaman dalam segala hal, tetapi jarang yang bisa melakukan. Maka sebaiknya siswa mempunyai hati tabah dan sabar dalam belajar kepada sang guru, dalam mempelajari suatu kitab jangan sampai ditinggalkan sebelum sempurna dipelajari, dalam suatu bidang ilmu jangan sampai berpindah bidang lain sebelum memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan sampai berpindah ke lain daerah kecuali karena terpaksa.55 4. Biaya
( UpLX ) j_pN{ اN رزق اjf { اVz T }_zX ~_MN` اf U Qw اي آUpLX 56
KLMN اyzS `d
LNس اcW جQ_Vk T ن اQ
Yang berati kepeluan hidup sehingga tidak membutuhkan urusanusrusan rizki atau yang lain, maka sesungguhnya kebutuhan akan hal itu akan mengganggu hati maka kemungkinan ilmu itu tidak didapatkan. Biaya disini diartikan sebagai ongkos yang mencukupi untuk biaya hidup, sekiranya orang tersebut (yang menuntut ilmu) tidak lagi membutuhkan pertolongan dari orang lain dalam masalah rejeki.57 Jadi seumpama pencari ilmu juga dilibatkan dalam mencari biaya pendidikan menyebabkan adanya gangguan dan menyebabkan tidak konsentrasinya dalam mencari ilmu. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Hampir tidak ada pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat
54
Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs Intisari, Ihya Ulumunddin, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005), hlm. 386. 55 Aliy As’ad, op. cit., hlm. 18-19. 56 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit. 57 Ibid.
56
dikatakan dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak akan berjalan. Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya, iuran siswa adalah jelas merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku sekolah dan guru juga adalah biaya. Bagaimana biaya-biaya itu direncanakan, diperoleh, dialokasikan, dan dikelola merupakan persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan58 5. Petunjuk dari guru (
ذQV] د اQv) ا ر 59 ابcyN اx{ وLa ذQV] اUNT ذ دQV] د اQvوار
Yang berarti arahan guru atas sisi yang benar. Arahan guru disini adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan, sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya baik khalifah maupun ‘abd.60 Oleh karena itu guru mempunyai peran yang sangat penting bagi seorang murid. Guru bertanggung jawab tidak sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Hal ini mau tidak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku guru, dan perbuatan anak didiknya tidak hanya di lingkungan sekolah, tapi juga di luar sekolah. Dengan kata lain tugas guru adalah melahirkan atau membentuk manusia yang pandai tetapi berakhlak mulia dan bertakwa kepada Allah. Selain persyaratan diatas, seorang guru yang ideal seharusnya juga mempunyai sifat dan sikap seperti halnya berikut, antara lain: 58
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 3-4. 59 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit. 60 H. Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 42.
57
a) Adil Yaitu tidak membeda-bedakan dalam memperlakukan anak didik. b) Percaya dan suka kepada murid-muridnya Percaya dalam hal ini guru harus mengakui bahwa anak-anak mempunyai suatu kemauan dan mempunyai kata hati untuk selalu berbuat yang terbaik bagi dirinya. Sedangkan suka kepada muridmuridnya berarti seorang guru akan selalu setia mendampingi dan membimbing anak didiknya dalam berbagai macam situasi. c) Sabar dan rela berkorban d) Memiliki wibawa terhadap anak didiknya e) Benar-benar menguasai pelajarannya Apabila seorang guru memiliki pengetahuan yang luas (sesuai dengan mata pelajarannya/ bidangnya) maka akan mempunyai dampak yang sangat besar pada anak didiknya, hal ini dikarenakan guru tersebut akan dapat memberikan petunjuk dan penjelasan yang sejelas-jelasnya dan secara mendalam kepada anak didiknya sehingga anak tersebut akan betul-betul memahami pelajarannya.61 6. Waktu yang lama ( نQf ل زct ) Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah
اي ل ز ن ا ن و 62
ة " ! اد ن ا ن$%آ
Wajib membutuhkan waktu yang lama sehingga menghasilkan atau mendapatkan ilmu karena sesungguhnya dasar-dasarnya ilmu sangat banyak sehingga ilmu tidak bisa didapatkan dalam waktu yang cepat. Waktu yang lama suatu proses agar benar-benar menguasai
61
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 84-85. 62 Syek Ibrahim bin Ismail, loc. cit.
58
suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut, Sebab hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat banyak sehingga tidak bisa ditempuh dalam waktu yang singkat.63 Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang sangat erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan pernah habis apabila dipelajari terus menerus. Contoh yang berhubungan dengan al-Qur’an yaitu bahasa arab, sedangkan orang yang ingin menguasai bahasa arab harus mempelajari ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan lain-lain. Apabila ilmu tersebut sudah terkuasai, maka orang tersebut masih harus menguasai ilmu tafsir lengkap dengan asbabul nuzul. Singkatnya selesaikanlah pendidikan itu sampai tuntas, jangan sampai berhenti di tengah jalan. Belajar adalah proses mencari tahu terhadap sesuatu yang ditangkap oleh indera, dan mampu melakukan apa yang diketahuinya. Belajar tidak akan pernah berhenti, karena itu dimaknai dengan waktu yang lama dan tidak akan pernah selesai bagi orang yang ingin ditinggikan derajatnya oleh Allah. Manusia yang semakin tahu terhadap sesuatu maka semakin kecil pengetahuan yang mereka punya.
63
Ibid.
59
59
BAB IV ANALISIS KONTEKSTUALISASI PERSYARATAN MENCARI ILMU DALAM KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM A. Kontekstualisasi Persyaratan Mencari Ilmu Belajar merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh seseorang apabila menginginkan suatu kesuksesan dalam pendidikan, Belajar yang dimaksudkan adalah belajar dengan giat dan gigih demi untuk mencapai tujuan. Belajar diartikan sebagai rasa ingin tahu
yang tinggi, dan mampu
mengaplikasikan dalam bentuk tingkah laku berkenaan dengan apa yang dia ketahui. Jadi letak kesuksesan dalam belajar adalah ketika seseorang mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut. Proses pembelajaran terdapat tiga unsur yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Yaitu pendidik, siswa dan realitas dunia. Pendidik dan siswa adalah subjek sadar sedangkan realitas dunia adalah objek tersadar atau disadari. Subjek sadar berarti orang yang dengan kesadarannya melakukan suatu pekerjaan secara aktif, sedangkan objek tersadar berarti sesuatu yang dikenai pekerjaan dan hanya bersifat pasif.
Ketiga unsur tersebut dalam
pendidikan akan selalu terkait dalam membentuk suatu struktur keilmuan. Ilmu akan mudah didapatkan dalam lembaga pendidikan apabila terdapat kerjasama yang baik antara guru dan murid dalam menangkap sebuah realitas dunia. Dalam psikologi terdapat dua sarana dalam belajar yang perlu diperhatikan yakni: 1. Sarana fisik Sarana fisik tersebut adanya dua panca indera manusia yang membantunya untuk melakukan kegiatan belajar yakni mata dan telinga. Tidak bisa dipungkiri kedua panca indera ini menjadi sesuatu yang mutlak digunakan ketika belajar.
60
2. Sarana psikis Akal dan qalb yang merupakan bagian dari sarana psikis. Akal dapat diartikan sebagai daya pikir atau potensi intelegensi. Akal identik dengan daya pikir otak yang mengantarkannya pada pemikiran logis dan rasional. Sedangkan qalb mempunyai dua arti jantung dan karunia Tuhan yang halus yang bersifat rohaniah.1 Sarana tersebut adalah proses seperti halnya syarat-syarat menuntut ilmu dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim yang di tulis al-Zarnuji yang merupakan sesuatu yang harus dipegang kalau siswa ingin mendapatkan kesuksesan, walaupun cara pandang akan nilai suatu ilmu telah mengalami pergeseran, tapi syarat ini masih tetap relevan dengan kondisi sekarang. Syarat tersebut yaitu: 1. Cerdas Kecerdasan merupakan anugerah dari Tuhan YME yang berkaitan dengan keturunan, kesehatan jiwa dan fisik. Seorang anak yang mampu memahami suatu permasalahan dan mampu menyelesaikannya dengan baik dikatakan sebagai anak yang cerdas, sedangkan pada jaman dahulu cerdas diartikan hanya sebagai kecerdasan akal yang pada masa kini dikenal dengan istilah IQ (intelligence Quotion). Anak yang mempunyai IQ tinggi bukan menjadi tolak ukur bahwa anak itu dikatakaan anak yang cerdas. Tapi kecerdasan anak terletak pada peran akal dalam menangkap informasi setelah itu mampu mengolah informasi tersebut menjadi sebuah pengetahuan yang baru atas dasar pengetahuan yang memahamkan. Kecerdasan merupakan ranah kognitif siswa yang menekankan tujuan intelektual, yang terbagi menjadi enam tingkatan yaitu: 1. Pengetahuan Pengetahuan didefinisikan sebagai suatu ingatan terhadap materi yang telah dipelajari. Hal itu meliputi ingatan terhadap jumlah materi
1
http://fisikaumm.blogspot.com
61
yang banyak, dari fakta-fakta yang khusus hingga teori-teori yang lengkap. Pengetahuan didasarka dalam tiga komponen, yaitu IQ (inteligent Quotion), EQ (Emotional Quotion), dan SQ (Spiritual Quotion). Yang mana ketiga komponen itu saling berkaitan. Seseorang dengan IQ yang tinggi tanpa dibarengi dengan pengolahan emosi yang baik akan cenderung memiliki sifat-sifat penuh ambisi dan produktif. Sebaliknya, orang yang tinggi kecerdasan emosionalnya secara social mantap, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah, mereka berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang lain untuk memikul tanggung jawab , mempunyai pandangan moral, simpatik, dan hangat dalam berhubungan. Kehidupan sosialnya akan matang, yang mana orang ayang ada di sekelilingnya akan merasa nyaman. 2. Pemahaman Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menangkap makna suatu bahan ajar. Hal itu dapat diperlihatkan dengan cara menerjemahkan bahan dari bentuk satu ke bentuk yang lain. 3. Penerapan Penerapan yang dimaksudkan menunjuk pada kemampuan menggunakan bahan ajar yang telah dipelajari pada situasi yang baru dan konkret. Hal itu meliputi hal-hal seperti penerapan aturan, metode, konsep, prinsip, hukum, dan teori-teori. 4. Analisis Analisis menuntut suatu kemampuan memilah-milah suatu bahan pada bagian-bagian komponennya sehingga sturuktur bahan tersebut dapat dipahami. Hal itu meliputi identifikasi bagian-bagiannya, analisis hubungan antara bagian-bagian, dan pengenalan terhadap prinsip-prinsip pengorganisasian unsur yang terkait. 5. Sintesis
62
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk menghimpun atau menyatukan bagian-bagian atau elemen-elemen untuk membentuk pola baru. Seperti bentuk komunikasi yang unik, rancangan operasional atau skema yang mengklasifikasikan informasi. 6. Evaluasi Evaluasi merujuk pada kemampuan untuk memutuskan atau menentukan nilai suatu materi untuk satu tujuan yang telah ditentukan. Putusanputusan tersebut tentu saja harus didasari kriteria yang pasti.2 Dalam kajian ilmu modern, terdapat delapan kecerdasan yaitu: a. kecerdasan linguistik, yaitu bakat dalam kemampuan berbahasa. b. kecerdasan matematis/logis, yaitu kemampuan dalam menangani angka dan berpikir logis. c. Kecerdasan visual, yaitu kecerdasan untuk membayangkan sesuatu dalam pikiran. d. Kecerdasan
musical,
yaitu
kecerdasan
dalam
menciptakan
dan
menafsirkan music. e. Kecerdasan fisik, yaitu kemampuan dalam melakukan gerakan-gerakan yang bagus. f. Kecerdasan inter-personal, yaitu kemampuan berkomunikasi dan bergaul dengan baik. g. Kecerdasan intra-personal, yaitu kemampuan melakukan analisis diri. h. Kecerdasan naturalis, yaitu kemampuan dalam mengenali unsur-unsur alam.3 Kecerdasan-kecerdasan
tersebut
terbentuk
dari
pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil dari keingintahuan manusia. Manusia merupakan mahluk yang berfikir. Dan dalam proses mendapatkan sebuah 2
Hisyam Zaini, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hlm. 69-70. 3 Collin rose, Kuasai Lebih Cepat, (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 24-25
63
pengetahuan perlu adanya langkah-langkah yang sistematis agar membentuk sebuah ilmu pengetahuan benar. Oleh karena itu pengetahuan yang benar apabila didapatkan dengan cara yang benar pula. Maka, pengetahuan bukan dijadikan sebagai informasi saja, yang bisa disahkan kebenaranya, tanpa mengetahui bagaimana pengetahuan itu terbentuk. Selain itu pengetahuan harus menjadi pijakan awal dalam melangkah untuk menemukan pengetahuan yang baru, bukan sekedar menjadi sebuah informasi yang benar yang tidak dapat disalahkan. Jadi Kecerdasan tidak hanya dilihat dari banyaknya informasi yang didapatkan, tapi ada peranan akal dalam berfikir untuk membangun informasi baru. Cerdas bagi seorang siswa dalam pembelajaran adalah mampu untuk menangkap pelajaran secara clear and distint. Yakni tahu dasar-dasar pengetahuan itu didapatkan dan bisa membedakan antara ilmu satu dengan yang lain. Selain itu siswa juga harus membentuk pengetahuan yang didapatkan menjadi sebuah prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ini siswa akan menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi masyarakat. Cerdas dalam pembelajaran sekolah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Kemampuannya dalam menelaah dan memahami sesuatu lebih kuat dari pada anak yang lain. b. Kemampuannya dalam belajar dan menyerap berbagai pemikiran serta pengetahuan sangat cepat. c. Selalu dapat menyikapi dan memecahkan permasalahan belajar dengan tepat. d. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam memahami keterkaitan antara berbagai hal, angka-angka dan antara kalimat-kalimat. e. Kreativitasnya tinggi, mampu untuk berbuat perencanaan dan upaya untuk mencapai suatu tujuan. f. Pandai beradaptasi dengan berbagai lingkungan yang berbeda dan berubah.
64
g. Memiliki sifat dan kemauan yang keras.4 Cerdas sebagai siswa bukan hanya membentuk dalam sekolah formal tapi juga akan terbentuk dalam hal non formal seperti sikap terhadap teman, terhadap guru, orang tua dan masyarakat, kemudian ketika menghadapi masalah belajar siswa yang cerdas tidak akan lari dari masalah tersebut tapi akan mencoba menyelesaikan masalah tersebut. Cerdas disini tidak hanya diperuntukan untuk siswa, tapi sebagai pendidik juga harus memegang prinsip ini. Cerdas bagi seorang pendidik bukan hanya mampu mentransfer pengetahuannya saja tapi juga mampu mampu memberikan metode yang cocok guna mempermudah siswa dalam pemahaman dan membimbing mereka sampai anak tersebut sukses dalam belajar. 2. Rasa ingin tahu yang tinggi Rasa ingin tahu merupakan merupakan motif naluriah yang mempunyai urgensitasnya tersendiri dalam kehidupan manusia dan demikian pula membentuk motif kognitif. Motif kognitif yang dapatkan dalam proses pembelajaran adalah salah satu keistimewaan manusia dan merupakan motivasi
tertinggi
atau
motivasi
yang
membuat
manusia
mampu
mendapatkan semua hak-haknya. Motif kognitif merupakan motif mandiri yang berinterrelasi dengan penciptaan kedua dalam diri manusia, yakni ruhnya, yang dari hal tersebutlah timbul kehidupan berpikir dan berintegrasi.5 Rasa ingin tahu merupakan lanjutan dari seorang yang cerdas. Orang yang cerdas apabila tidak disertai dengan rasa ingin tahu yang tinggi, maka dalam keadaan yang merugi. Karena landasan dasar orang mendapatkan
4
Muhammad Said Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, terj. Ali Yahya, (Jakarta : CV. Cendekia Centra Muslim, 2001, hal. 234. 5 Muhammad Izzudin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 692.
65
pengetahuan adalah rasa ingin tahu yang tinggi. Begitu juga siswa rasa keingintahuan akan membentuk sikap siswa dalam pengetahuan. Rasa ingin tahu atau kemauan mengandung pengertian bahwa seseorang apabila
menginginkan
kesuksesan
dalam
mencari
ilmu
diharuskan
mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sehingga akan membuat dirinya menjadi semangat dan tekun dalam belajar, artinya siswa tersebut harus mempunyai motivasi yang kuat untuk terus belajar tanpa kenal menyerah dalam menuntut ilmu. Dalam hal ini berarti siswa harus selalu belajar sendiri dengan mengulang-ulang materi pelajaran yang telah dipelajarinya disekolah agar informasi yang telah diterimanya tidak akan hilang dan selalu melekat kuat didalam memorinya. Pada dasarnya terdapat dua prinsip dasar tentang bagaimana cara sukses untuk belajar, pertama bagaimana cara menyerap informasi dengan benar (modalitas), dan yang kedua bagaimana mengatur dan mengolah informasi tersbut (dominasi otak).6 Seseorang siswa walaupun mempunyai IQ rendah akan tetapi mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan berusaha dengan giat, tekun belajar secara terus menerus (continue), maka lama kelamaan kemampuannya dalam menguasai suatu bidang keilmuan akan terus bertambah sehingga akhirnya akan bisa mengejar ketertinggalan dari temantemannya. Dengan belajar secara continue maka lama kelamaan apa yang dulunya sulit untuk dipelajari dan dipahami maka sedikit demi sedikit akan dapat dimengerti sehingga akhirnya akan dapat dipahami secara keseluruhan. Prinsip tersebut akan membentuk anak yang cerdas dan tangguh dalam meraih kesuksesannya. Orang yang memiliki ketekunan akan selalu giat dalam berusaha dan belajar dari kegagalan yang pernah dirasakannya, yang dengan kegagalan tersebut akan menjadikannya suatu bahan acuan yang nantinya menjadi pedoman untuk terus berusaha mengatasi kegagalan6
Bobby de Porter dan Mike Hernacki, Quantum learning, (Bandung: Kaifa, 1999), hlm. 110
66
kegagalan yang pernah dirasakannya, dengan adanya penjelasan “ingin tahu” seperti diatas, maka bisa dikatakan bahwasanya “ingin tahu” merupakan salah satu bagian dari kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi yang ada pada dirinya dan menjadikannya sebagai motivasi yang mendorong menuju keberhasilan, seperti pepatah :
Eَ C َ َوEَ C َ FْHَ Artinya: “siapa yang berusaha (dengan keras) maka akan mendapatkannya”.7 Dengan terus berusaha, maka orang akan belajar dari kesalahnnya untuk kemudian memperbaiki kesalahan tersebut, sehingga lama kelamaan dia akan bisa mengatasi masalah yang dihadapi dan akhirnya bisa mendapatkan keinginannya. 3. Sabar Lawan dari sifat sabar adalah keluh kesah (jaza’), yang merupakan perbuatan tercela, atau kufur yang akan membawa kepada kehancuran.8 Sedangkan sabar yaitu mengetahui konsekuensi dan mau melakukan konsekuensi. Artinya tahu apa yang harus dilakukan dan mau melakukan apa yang harus dilakukan. Seperti contoh, siswa bodoh, dikatakan bodoh karena siswa belum mengetahui pelajaran. Siswa yang bodoh tahu bahwasanya belum tahu (bodoh) itu harus mencari tahu atau belajar kalau siswa tersebut ingin sukses. Maka konsekuensi siswa tersebut adalah belajar. Manusia dalam belajar itu ada tingkatan yaitu tahu, mau dan mampu. Apabila ketiga tingkatan tersebut terpenuhi maka siswa tersebut akan sukses dalam mencari ilmu. Sabar terbagi menjadi dua bentuk: a. Sabar yang berkaitan dengan tubuh, yaitu menanggung beban yang berat dengan anggota tubuh, baik secara pekerjaan seperti 7 8
Imam Muhyiddin An-Nawawi, Al Addzkar, Darul Ihya’, Indonesia, tth, hal. 4 ibid., Hlm. 386.
67
mengerjakan pekerjaan yang berat dalam beribadah dan lainnya maupun menanggung beban yang berat dengan ketabahan (hati). b.
Kesabaran yang paling sempurna, yaitu sabar dalam menghadapi keinginan syahwat dan hawa nafsu. Sabar dalam menghadapi syahwat perut dan kemaluan disebut dengan iffah (menjaga diri).9
Bagi seorang siswa, dalam belajar terdapat rintangan yang berasal dari dua sisi, yaitu internal (dalam diri) dan eksternal (dari luar). Rintangan dari dalam diantaranya adalah kesulitan dalam memahami suatu kajian dalam mata pelajaran. Apabila seseoarang mampu bersabar dengan tidak menyerah pada dirinya sendiri yang agak kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang diterimanya dan terus berusaha mengatasi ketidakmampuannya dengan terus menerus belajar dan berusaha, maka lama kelamaan kesulitan tersebut akan bisa diatasi. Sedangkan rintangan dari luar, misalnya berupa kesulitan seperti contoh transportasi dan komunikasi. Dengan adanya faktor transportasi dan komunikasi yang tidak lancar maka akan mengganggu kondisi siswa dalam berkonsentrasi untuk menuntut ilmu. Apabila anak tersebut menyerah pada situasi yang demikian maka akan berakibat pada kecenderungan untuk malas dalam menuntut ilmu dan akhirnya akan menghalangi kesuksesan dalam belajar. Akan tetapi apabila anak tersebut bersabar dan berusaha untuk tidak menyerah dengan berusaha mencari solusi yang terbaik dari rintangan yang menghalanginya, maka hal ini akan berbuah pada kesuksesan dalam belajar. 4. Biaya Biaya merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah. Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan baik tujuan-tujuan yang yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peranan yang menentukan. Hampir 9
ibid., Hlm. 388.
68
tidak ada upaya pendidikan tanpa yang dapat mengabaikan peranan biaya. Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya, iuran siswa adalah jelas merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku sekolah dan guru juga adalah biaya. Bagaimana biaya-biaya itu direncanakan, diperoleh, dialokasikan, dan dikelola merupakan persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan.10 Belajar melalui guru dalam bentuk formal (sekolahan) atau non formal (ngaji) jelas membutuhkan biaya. Baik biaya transportasi ataupun biaya administrasi. Biaya disini diartikan sebagai ongkos yang mencukupi untuk biaya hidup. Biaya disini mempunyai relevansi yang sangat kuat dengan prinsip pendidikan modern. Hal ini dikarenakan biaya merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang ingin sekolah. Seperti yang kita ketahui bahwasanya proses belajar yang baik adalah disekolahan. Bisa dibayangkan apabila orang tidak mempunyai sedikitpun biaya pendidikan. Maka siswa pun tidak bisa bersekolah atau belajar. Permasalahanya adalah bagaimana dengan nasib siswa yang tidak punya biaya dalam sekolah, apakah siswa tidak bisa sukses? Biaya (ongkos) tidak hanya diartikan sebagai materi saja tapi diartikan sebagai modal atau usaha untuk mendapatkan pengetahuan. Ongkos itu bisa berupa kesabaran, ketekunan, keyakinan. Bekenanaan dengan biaya dalam administrasi dan transportasi dalam pendidikan itu bisa dicari dengan modal ketekunan, semangat dan kesabaran. Jadi letak dari penekanan biaya disini diartikan sebagai ongkos diri dalam mengatasi masalah pendidikan. Bukan melemahkan siswa karena tidak punya biaya.
10
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: PT Remaja rosdakarya, 2006), hlm. 3-4.
69
Biaya dalam pendidikan tidak akan menjadi kendala bagi siswa yang ingin menjadi sukses dalam menuntut ilmu. Karena yang ada di benaknya adalah bagaimana siswa tersebut mendapatkan ilmu. Dari keyakinan tersebut akan membentuk mental yang kuat dari siswa ketika terdapat rintangan yang membentang dan terbuka jalan bagi siswa untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan. 5. Petunjuk guru Guru
adalah
orang
yang
bertanggung
jawab
terhadap
upaya
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan, sehingga ia mampu menuanaikan tugas-tugas kemanusiaannya baik khalifah maupun ‘abd.11 Oleh karena itu guru mempunyai peran yang sangat penting bagi seorang siswa, Guru bertanggung jawab tidak sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Hal ini mau tidak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku guru, dan perbuatan anak didiknya tidak hanya di lingkungan sekolah, tapi juga di luar sekolah. Dengan kata lain tugas guru adalah melahirkan atau membentuk manusia yang pandai tetapi berakhlak mulia dan bertakwa kepada Allah. Dalam pembelajaran di sekolah seorang guru mempunyai peranan penuh dalam mewujudkan kesuksesan siswa. Seorang guru mempunyai peran sangat penting bagi perkembangan pemikiran siswanya. Guru berperan sebagai motivator yang selalu memberikan semangat bagi muridnya untuk terus belajar dan berusaha dan juga berfungsi sebagai pembimbing bagi siswa-siswa apabila apa yang mereka lakukan seakan mengalami jalan buntu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Bagaimanapun seorang guru dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya akan dapat membantu siswa dengan baik apabila siswa tersebut mengalami kebuntuan dalam berpikir. 11
H. Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 42.
70
Selain itu guru juga mampu mengarahkan siswa menuju belajar yang efektif dan efisien. Artinya belajar secara cepat yang memahamkan dan tidak membuang waktu yang lama. Karena sekarang ilmu telah terbagi menjadi banyak kelompok, dan bagi seorang siswa, mereka merupakan manusia yang tidak tahu apa-apa. Walaupun terdapat buku atau media lain, hal tersebut belumlah cukup untuk menggantikan seorang guru. Tugas guru yang begitu berat harus didukung dengan peran siswa yang harus mematuhi dan melaksanakan, agar terjadi kesinambungan antara guru dan siswa. Dalam agama arahan guru sangatlah penting karena dalam zaman globalisasi banyak pemikiran agama yang liberal, yang menuntut siswa untuk berfikir rasional. Kerasionalan tanpa didukung dari arahan guru akan membuat siswa tersesat. 6. Waktu yang lama Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah bahwasanya di dalam mencari ilmu apabila seseorang menginginkan agar benar-benar menguasai suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut dalam waktu yang relatif lama, sebab hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat banyak sehingga tidak bisa ditempuh dalam waktu yang singkat.12 Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang sangat erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan pernah habis apabila dipelajari terus menerus. Contoh yang berhubungan dengan al-Qur’an yaitu bahasa arab, sedangkan orang yang ingin menguasai bahasa arab harus mempelajari ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan lain-lain. Apabila ilmu tersebut sudah terkuasai, maka orang tersebut masih harus menguasai ilmu tafsir lengkap dengan asbabul nuzul. Singkatnya selesaikanlah pendidikan itu sampai tuntas, jangan sampai berhenti di tengah jalan.
12
Syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: CV Toha Putra), hlm. 15.
71
Dijaman globalisasi seperti sekarang ini persaingan dalam segala bidang semakin ketat sehingga menuntut adanya suatu kecenderungan untuk melakukan segalanya dengan cepat dan efektif, begitu pula dalam dunia pendidikan, seseorang dituntut untuk menguasai suatu keterampilan (penguasaan dalam materi pelajaran) secara tepat dan efektif, sehingga tidak ada waktu yang terbuang secara sia-sia karena waktu seakan berjalan dengan cepat sehingga seseorang tidak boleh berlama-lama dalam menguasai segala macam sesuatunya yang ia butuhkan dalam menghadapi masa depannya. Seseorang tetap membutuhkan waktu yang relative lama untuk dapat benar-benar menguasai suatu disiplin ilmu dikarenakan banyaknya cabang ilmu yang harus dikuasai (seperti contoh diatas), hanya saja dengan adanya metode yang ada sekarang ini dengan dibantu adanya media pembelajaran yang semakin canggih dan lengkap akan mampu paling tidak lebih mempercepat waktu yang dibutuhkan dalam upaya untuk menguasai ilmu yang diinginkan. Maksud dari cepat dan efektif dimaksudkan agar siswa mampu untuk memanage waktu sebaik mungkin dalam belajar. Bukan diartikan sebagai waktu yang singkat dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu bagi siswa tidak akan pernah berhenti, Karena itu merupakan anjuran dari agama. Jadi waktu yang lama ini diartikan proses belajar tidak akan pernah berhenti walaupun sudah menyelesaikan study di sekolah. Barang siapa yang tidak belajar maka siswa tersebut akan tersesat di jalan dunia. Karena ilmu cahaya penerang dalam dunia. Keenam syarat mencari ilmu diatas memiliki korelasi dengan aspek sosiologis dan psikologis. Dalam hubungannya dengan aspek sosiologis keenam syarat tersebut terdapat dua syarat yang sebenarnya berhubungan dan relevan dengan teori-teori dalam ilmu sosial, salah satunya adalah teori sosiologi pengetahuan.
72
Pada hakekatnya, dapat dikatakan bahwa sosiologi pengetahuan merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu sosiologi. Dalam bidang ini dipelajari bagaimana hubungan antara pengetahuan dan masyarakat, yaitu bagaimana pengetahuan diproduksi, didistribusi dan direpoduksi di tengah masyarakat melalui relasi-relasi sosial.13 Dalam konteks ini, produksi, distribusi, dan reproduksi pengetahuan melalui relasi-relasi sosial perlu dibangun berdasarkan kecerdasan (dzakain) dan kemauan keras (hirshin) masyarakat itu sendiri. Demikian pula dalam hubungannya dengan aspek psikologis, di mana beberapa dari enam syarat di atas juga memiliki korelasi yang signifikan dengan teori-teori psikologi, salah satunya tori behavior. Teori belajar behavior menerangkan adanya perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulan),
yang
menimbulkan
hubungan
perilaku
reaktif
(respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik.14 Stimulan tersebut seperti adanya peran guru dan biaya yang merupakan sebuah proses pembentukan siswa di lingkungan sekolah. Dan respon yang terjadi adanya kesabaran, kemauan keras dan sikap cerdas.
13
http://kuliahsosiologi.blogspot.com/2011/05/konsep-dan-teori-sosiologipengetahuan.html http://www.scribd.com/doc/26566908/Teori-Psikologi-Belajar-Dan-Aplikasinya-DalamPendidikan 14
73
73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan dari bab pertama sampai bab keempat maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Syarat mencari ilmu yang ditulis al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat al-Ta’alum yang diambil dari sahabat Ali bin Abi Thalib terdapat enam syarat : yaitu, cerdas, rasa ingin tahu, sabar, biaya, petunjuk dari guru dan waktu yang lama. Syarat tersebut merupakan hal yang diperuntukkan bagi siswa agar mencapai kesuksesan dalam hal pembelajaran baik formal maupun non formal. 2. Kontekstualisasi syair dari enam syarat mencari ilmu yang ditulis alZarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat al-Ta’alum adalah : a. Cerdas Cerdas bagi seorang siswa dalam pembelajaran adalah mampu untuk menangkap pelajaran secara clear and distint. Yakni tahu dasar-dasar pengetahuan itu didapatkan dan bisa membedakan antara ilmu satu dengan yang lain. Selain itu siswa juga harus membentuk pengetahuan yang didapatkan menjadi sebuah prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ini siswa akan menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi masyarakat. Cerdas disini tidak hanya diperuntukan untuk siswa, tapi sebagai pendidik juga harus memegang prinsip ini. Cerdas bagi seorang pendidik adalah mampu memberikan metode yang cocok guna mempermudah siswa dalam pemahaman. b. Rasa ingin tahu yang tinggi Ingin tahu merupakan proses dasar bagi orang yang ingin mendapatkan ilmu pengetahuan. Kesalahan dan kebenaran dalam pengetahuan dapat diketahui ketika ada rasa keingintahuan. Dalam
74
pembelajaran siswa dituntut untuk selalu ingin tahu agar mencapai kesuksesan. Pengetahuan dari guru tidak mungkin bisa memahamkan semua siswa secara menyeluruh. Jadi keikutsertaan siswa yang aktif akan memperjelas dan membantu siswa dalam mendukung kesuksesan belajar mereka. c. Sabar Sabar adalah tahu konsekwensi dan mau melakukan konsekwensi tersebut. Dalam pembelajaran siswa tahu apa yang harus dilakukan itu merupakan konsekwensi. Tapi kalau tidak ada peran aktif dari siswa untuk melakukan maka hal tersebut tidak bisa dinamakan sabar. Kesabaran akan mendukung siswa dalam sukses. d. Biaya Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Hampir tidak ada pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak akan berjalan. Peranan biaya sangat membantu siswa dalam belajar jadi siswa tersebut dapat fokus tanpa memikirkan biaya yang harus didapat untuk belajar e. Petunjuk guru Petunjuk guru menjadi hal yang penting dalam belajar, karena guru akan memberikan pemahaman dan mentransfer ilmu pengetahuan nya apabila tidak ada kepahaman dari siswa tersebut. Fungsi guru juga akan membimbing bukan hanya dalam segi ilmu tapi juga secara pengalaman ketika guru tersebut ingin mendapat kesuksesan dalam hal ilmu. f. Waktu yang lama Waktu yang lama memiliki pengertian bahwa suatu ilmu hanya akan bisa dikuasai secara sepenuhnya apabila dipelajari dalam waktu yang
75
lama. Dalam pembelajaran siswa harus sabar dalam memahami satu ilmu, karena satu macam ilmu mempunyai cabang ilmu yang lain apabila ingin mengetahui satu cabang ilmu tersebut. tidak ada kata selesai dalam belajar, karena semakin banyak ilmu yang didapat semakin bodohlah kita. B. SARAN-SARAN 1. Setiap siswa dianjurkan untuk mengamalkan enam persyaratan yang ditulis al-Zarnuji karena enam persyaratan tersebut merupakan hal yang pokok apabila siswa ingin mendapatkan kesuksesan. Selain itu enam persyaratan tersebut masih relevan apabila dipraktekan pada zaman sekarang. 2. Sebagai penuntut ilmu hendaklah terus belajar dan mengkaji buku-buku yang ada agar terdapat pengetahuan-pengetahuan baru baik yang sifatnya modern ataupun yang klasik. Karena dengan belajar akan meningkatkan kemampuan siswa dan menjadikan siswa tersebut menjadi manusia yang sempurna. 3. Kepada pakar pendidikan hendaknya tidak acuh terhadap kitab-kitab zaman dahulu, dan mencoba mengkaji dan memperdalam dan memberikan semangat kepada siswa sebagai generasi muda Indonesia. 4. Ada kesinambungan antara guru dan murid dalam mengembangkan pengetahuan.
C. Penutup Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skirpsi ini dengan baik. Tulisan tentang persyaratan menuntut ilmu bagi siswa menurut al-Zarnuji (upaya kontekstualisasi kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum),
76
sebenarnya masih dapat ditingkatkan, dikembangkan atau disempurnakan lagi. Namun apa yang dituangkan dalam skripsi ini adalah hasil maksimal dan keterbatasan penulis. Skripsi ini diharapkan menjadi pelengkap dari tulisan-tulisan yang telah ada selama ini. Dan tidak menutup mata, karya ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang perlu disempurnakan oleh karena itu masih diperlukan saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca pada umumnya. Semaoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan taufik dan hidayahnya serta meridhoi cita-cita yang mulia kepada umatnya yang selalu gigih dalam berusaha.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Muchtar, Reward And Punishment Sebagai Metode Pendidikan Anak Menurut Ulama’ Klasik (Study Pemikiran ibnu Maskawaih al-Ghazali dan alZarnuji Semarang: Tesis program Pasca sarjana IAIN Walisongo 2009. Al Ashri, Ilyas, Kamus Arab Inggris,Beirut : Darul Jail, 1979. Ali, Mohammad, Penelitian Analisis Kependidikan, Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa, 1987. Al-Wakil, Muhammad Sayid, Wajah Dunia Islam dan Dinasti Bani Ummayah Hingga Imperealisme Modern, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999. Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha Putra. Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha Putra.As’ad, Aliy Terjemah Ta’limul Muta’allim, Kudus: Menara Kudus, 1995. Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha Putra. An-Nawawi, Imam Muhyiddin, Al Addzkar, Darul Ihya’, Indonesia. As’ad, Aliy, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan terj. Ta’lim al-Muta’alim, Kudus: Menara Kudus. Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005. Baker, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius, 1999. Bertens, K, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Djudi, Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji, Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo, 1997.
Faisal, Sanapiah, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional, 1982. Fajar, Master, http://www.masterfajar.co.cc/2010/02/analisis-kritis-terhadap-kitabtalimul.html. Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992. Hakim, Sudarnoto Abdul dkk, Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70 tahun prof. Dr. H. Munawir Sadzali, MA, Yogyakarta: LPMII, 1995. Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hawwa, Sa’id, Tazkiyatun Nafs Intisari, Ihya Ulumunddin, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005. http://hilmanswork.wordpress.com/2009/04/15/teori-belajar-menurut-islam/ Maret 2010)
(24
Johnson, Elaine B, Contextual Teaching Learning. : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu Stiawan, Bandung : Mizan, 2006. Kattsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tim Wacana Yogya, 2004. Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, Jakarta: Pustaka alHusna, 1988. , Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Utama, 1989. , Manusia dan Pendidikan, Jakarta : Al Husna Zikra, 1995. , Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1979. Latif, Juraid Abdul, Manusia, Filsafat Dan Sejarah, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006. Madjidi, Busyairi, Konsep Pendidikan Para Filosouf Muslim, Yogyakarta: Amin Press, 1997. Mursi, Muhammad Said, Melahirkan Anak Masya Allah, terj. Ali Yahya, Jakarta : CV. Cendekia Centra Muslim, 2001.
Mustagfirin, http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009/11/nilai-etika-kitabtalim-al-mutaallim.html. Mustaghfirin, http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009_11_01_archive.html Mustansyir, Rizal dan Misnal, Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Nasution, M. Yasir, Manusia Menurut al-Ghazali, Jakarta: Rajawali Press, 1988. Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam), cet. 2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001. Nubhan, Muhammad bin Ahmad, Sarah Ta’limul Muta’alim, Surabaya: Darul Kitab Islami. Pimay, Awaludin, Konsep Pendidik Dalam Islam (Studi Komparasi Pandangan AlGhazali Dan Al-Zarnuji), tesis PPS IAIN Walisongo Semarang, Semarang: Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 1999. Plessner, Al-Zarnuji dalam First Encyclopedia of Islam, vol VIII, (London: New York: E.J Brill’s, 1987. Porter, Bobby de dan Hernacki, Mike, Quantum learning, Bandung: Kaifa, 1999. Pulungan, Syahid Mu’ammar, Manusia Dalam al-Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu, 1984. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Qodir, C. A, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Islam, 1991. Rahman, Fazlur, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, Bandung: Pustaka, 2000. Rahman, Fazlur, Islam terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka 1997. Rizal, H. Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Rose, Collin, Kuasai Lebih Cepat, Bandung: Kaifa, 2002. Sudrajat, Ahmad, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikankarakter-di-smp/.
Sadily, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1997. Said, Imam Ghozali, Ta’limut Muta’alim Thoriqut Ta’alum, Surabaya: Diyantama, 1997. Salabi, Ahmad, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, terj. Labib Muhammad, Jakarta: AlHusna Zikra, 1997. Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2005. Soedjono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan, Jakarta : Rineka Cipta, 1999. Soemanto, Wasty, Psikologi Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990. Soenarjo, S.H.dkk. Al Qur’an dan Terjamahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an. Supriadi, Dedi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Suriasumantri, Jujun S, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009. Surya, Mohamad Percikan Perjuangan Menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan Terlindungi, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990. Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993. Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2005. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1994.
Taufiq, Muhammad Izzudin, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, Jakarta: Gema Insani, 2006. Tim dosen filsafat ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998. Yayasan Penerjemah Dan Penafsir Al-Qur’an Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra Semarang, 1995. Widjajanto, Bije, Cara Aman Memulai Bisnis, Jakarta: Grasindo, 2007. Zaini, Hisyam, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ahmad Munif
Tempat tanggal lahir
: Semarang, 25 Februari 1987
Alamat
: Pedurungan Lor RT. 08 RW. 01 Kec. Pedurungan, Semarang
Phone
: 081390531098
Pendidikan Formal
: SD N Pedurungan lor 03 (lulus 1999) MTs Futuhiyyah (Lulus 2002) MA Futuhiyyah (Lulus 2005) S1 IAIN Walisongo Semarang 2005 - 2011
Non formal
: Komputer
Pengalaman Organisasi
:
Sekretaris TSC
Tahun 2007
Pengurus PMII Rayon Tarbiyah
Tahun 2007
Sekretaris MPM Tarbiyah
Tahun 2008
Pengurus PMII komisariat Walisongo Semarang
Tahun 2008
Pengurus DEMA IAIN Walisongo Semarang
Tahun 2009
Pengurus LABIBA
Tahun 2005- 2011
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 19 Juni 2011
Ahmad Munif NIM : 053111139