PERSUASI Oleh: Dra. S. W. E. Handayani Staff Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - UNSA PENDAHULUAN Persuasi (bujukan) dapat diartikan sebagai penggunaan simbol-simbol (yang kadangkadang disertai dengan gambar-gambar) oleh seorang tokoh sosial untuk tujuan mengubah atau memelihara opini atau perilaku tokoh sosial yang lain. Pada kenyataanya, sebagian besar wacana persuasif dapat dilihat pada respon tiba-tiba terhadap momen kesempatan yang dirasakan. Definisi ini juga mendukung sifat sosial mendasar dari persuasi. Kita membuat upaya untuk membujuk orang lain. Frase penggunaan symbol-simbol penting bagi definisi tersebut karena hal ini menjelaskan bahwa persuasi merupakan suatu bentuk komunikasi. Masalah ini layak ditekankan karena penelitian tentang persuasi telah terjalin erat dengan penelitian tentang perubahan sikap – sebuah fenomena psikologis. Akan tetapi perubahan sikap dapat timbul dari berbagai macam proses non simbolis. Meskipun proses semacam itu menarik dan penting, mereka jatuh diluar ranah persuasi. Riwayat Singkat tentang Penelitian Persuasi Suatu riwayat tentang penelitian persuasi akan tidak lengkap tanpa suatu pengakuan tentang kontribusi-kontribusi dari retorika. Corax sering dipuji karena telah menjadi orang pertama yang harus menyamakan retorika dengan persuasi (sekitar 467 SM) dan karena telah mengajukan gagasan bahwa fungsi retorika adalah untuk membantu dalam memastikan kebenaran yang tidak mutlak melainkan yang mungkin (B. Smith, 1921). Tentu saja penelitian tentang retorika telah dan terus menerus dilakukan dengan mengunakan peralatan penelitian humanistik.
Menulis pada tahun 1916, Woolbert
mendukung perkembangan suatu bidang baru – ilmu bicara – yang terpisah dengan tradisi
humanistik dan menganut metode ilmiah. Meskipun perhatian terhadap pandangan ilmiah tentang persuasi tumbuh secara perlahan-lahan tetapi pasti dalam komunikasi, terdapat sebuah
ledakan
kegiatan
penelitian
dalam
psikologi
sosial
sesudah
munculnya
Communication and Persuasion. Pada tahun1960, Katz mempresentasikan penelitiannya tentang fungsi sikap, yang menunjukkan bahwa melayani berbagai tujuan psikologis. Setelah hampir setengah abad, banyak ide dari peneliti perubahan sikap pelopor ini yang terus memiliki dampak terhadap jenis-jenis pertanyaan yang diajukan tentang persuasi saat ini. Perspektif Teoretis tentang Persuasi TEORI FUNGSIONAL Katz menyatakan bahwa sesungguhnya semua sikap membantu menyusun sebuah pemahaman tentang lingkungan. Fungsi pengetahuan ini dilakukan oleh semua sikap. Beberapa sikap bekerja untuk memaksimalisasi penghargaan dan meminimalisasi hukuman dari obyek didalam lingkungan (fungsi utiliter), sedangkan yang lain membantu membentuk suatu hubungan dengan kelompok social (fungsi identitas sosial), sikap yang lain melayani sebuah fungsi ekspresif nilai yaitu, mereka memberikan sebuah alat untuk mengekspresikan nilai-nilai pribadi dan aspek-aspek inti dari konsep diri. Walaupun daftar fungsi bervariasi dari satu pengarang ke pengarang yang lain, semua teoretikus fungsional setuju dengan satu prinsip dasar yaitu: Mencocokkan isi pesan dengan fungsi sikap adalah alat untuk mencapai persuasi. MODEL KETIDAKSESUAIAN Penelitian dalam tradisi ini berkembang seputar asumsi bahwa persuasi merupakan hasil dari suatu proses perbandingan. Teori Penilaian Sosial. Mungkin yang laing tua dari model ketidaksesuaian, yaitu SJT menganut bahwa perubahan sikap terjadi karena suatu perbandingan antara sikap yang ada pada seseorang dengan kedudukan yang dianjurkan didalam pesan. Tingginya tingkat keterlibatan menghasilkan kebebasan penerimaan yang lebih kecil dan kebebasan penolakan yang lebih besar. Ketika sebuah pesan mengusulkan sebuah perubahan yang jatuh didalam kebebasan penerimaan, SJT memprediksikan sebuah efek asimilasi sedemikian rupa sehingga penerima
akan menganggap kedudukan tersebut lebih mirip dengan kedudukannya sendiri daripada pada kenyataannya. Hal ini akan menghasilkan lebih banyak perubahan daripada yang akan diharapkan dari sebuah persepsi yang akurat tentang kedudukan tersebut. Pendekatan Norma Sosial (SNA). Lebih merupakan sebuah ide daripada sebuah teori, SNA hanya menganut bahwa (a) perilaku dipengaruhi oleh persepsi tentang perilaku orang lain, dan (b) kebanyakan individu tinggal dalam sebuah keadaan kebodohan pluralistik lantaran mereka tidak merasakan persepsi frekuensi perilaku orang lain secara akurat. Teori Harapan Bahasa (LET). LET mengusulkan agar para individu mengembangkan harapan-harapan mengembangkan harapan tentang perilaku yang lain tentang perilaku orang lain sebagai hasil dari pengalaman budaya mereka. Para pembicara persuasif yang berangkat dari harapan tersebut dapat melakukannya dalam salah satu dari dua cara. Pelanggaran positif melebihi harapan dengan cara yang diharapkan dan meningkatkan persuasi. Pelanggaran negatif yang berasal dari harapan linguistik, merefleksikan pembicara dengan cara yang tidak menyenangkan dan menghasilkan penurunan pengaruh persuasif atau boomerang. MODEL KOGNITIF Model respon kognitif. Perspektif, yang pada awalnya diusulkan oleh Greenwald (1968), menyatakan bahwa perubahan sikap merupakan sebuah fungsi berpikir. Respon kognitif adalah pikiran yang dimiliki oleh individu dalam reaksi terhadap sebuah pesan persuasif. Sebuah indeks respon kognitif yang dominan dapat dibentuk dengan mengurangi jumlah pemikiran-pemikiran yang tidak menguntungkan (tidak mendukung) dari jumlah pemikiran yang menguntungkan (mendukung). Karena model respon kognitif menempatkan respon kognitif dominant sebagai penyebab sikap, salah satu pertanyaan yang penting adalah apakah ada dukungan empiris untu pernyataan tersebut. Berbagai bentuk bukti yang berbeda mengemukakan bahwa inilah masalahnya. Wawasan inti dari model reson kognitif adalah bahwa persuasi akan terjadi hanya pada tingkatan bahwa sebuah pesan mendorong pemikiran yang sesuai dengan dorongan utama dari daya tarik. Model Kemungkinan Elaborasi (ELM). Menurut Petty dan Cacioppo (1986), jawaban yang umum atas pertanyaan tentang apa yang menentukan jumlah dan valensi respon kognitif
adalah kemampuan dan motivasi. Penerima pesan yang baik termotivasi maupun mampu memproses pesan persuasif dikatakan terlibat dalam pengolahan pesan pusat. Jika motivasi maupun kemampuan tidak ada, maka pesan-pesan diolah melalui rute pinggiran dimana perubahan sikap tergantung kepada petunjuk-petunjuk sederhana, termasuk pembelajaran asosiastif, kesimpulan dari perilaku seseorang, keadaan motivasi negatif, keterpaparan, kualitas rendah, dan heuristik berbasis memori. Pertimbangan tentang salah satu studi awal dalam arus penelitian ini akan membantu untuk menjelaskan ciri-ciri penting dari model tersebut. Ada beberapa ciri-ciri yang perlu diperhatikan dalam penelitian, yang beberapa diantaranya menandai gerakan-gerakan yang sudah besar dalam kajian tentang perubahan sikap dan persuasi. Yang pertama, hasil untuk keterlibatan membantu untuk mengobarkan kembali perhatian kepada bentuk dan pengaruh keterlibatan yang berlanjut hingga saat ini. Yang kedua, variabel kekuatan argumen terbukti menjadi inti bagi penelitian ELM sebagai sebuah indikator yang sensitive tentang kedalam pengolahan pesan. Dari sudut pandang penelitian komunikasi, setidaknya ada dua masalah pada pendekatan ini. Yang pertama, mengelompokkan argumen sebagai kuat atau lemah akan membingungkan pengaruh dari daya tarik (yaitu perbedaan dalam respon kognitif) dengan sifat pesan (yaitu kekuatan). Masalah yang kedua terkait dengan yang pertama. Mungkin satu-satunya kontribusi yang paling penting dari ELM adalah pengamatan bahwa suatu variabel tertentu dapat mempengaruhi perubahan sikap dengan empat cara (a) dengan mempengaruhi tingkat elaborasi, (b) dengan berfungsi sebagai sebuah petunjuk, (c) dengan berfungsi sebagai argumen, atau (d) dengan membiaskan pemrosesan pesan. Kekuatan utama dari postulat banyak peran ELM adalah bahwa hal ini menjelaskan kerumitan proses persuasif. Kelemahan utamanya adalah tidakadanya arsitektur teoretis pendukung yang m,enjelaskan kondisi-kondisi yang dibawahnya suatu variabel tertentu akan menjalankan salah satu dari empat fungsi tersebut. Model
Heuristik-Sistematis
(HSM).
Model
heuristik-sistematis
(HSM)
seringkali
diperlakukan seolah-olah hal ini mirip dengan ELM. HSM menjelaskan dua jenis pengolahan pesan yaitu: heuristik dan sistematis. Kedua model pengolahan pesan ditetapkan sebagai berbeda secara kualitatif. Sebaliknya ELM mengemukakan adanya dua jelas proses pental yaitu: pusat dan tepi.
Perbedaan-perbedaan penting lainnya terkait dengan motivasi untuk pengolahan pesan. ELM menyatakan bahwa alasan utama untuk pemrosesan adalah untuk membentuk sebuah sikap yang akurat. Sebaliknya, HSM secara jelas mengakui bahwa bentuk keterlibatan yang berbeda mendasari motif pengolahan yang berbeda. Poin perbedaan yang ketiga meliputi gagasan tentang pemrosesan secara bersama-sama. Kiranya pengolahan pesan dibawah ELM terjadi pada kurun waktu tertentu pada rangkaian kemungkinan elaborasi. Unimodel. Bukti penting yang mendukung model proses ganda ini adalah pengamatan bahwa petunjuk dan argumen berinteraksi dengan faktor-faktor motivasi dengan cara sebaliknya. Singkatnya, terlalu cepat untuk mengetahui apakah unimodel memiliki kapasitas untuk mengubah bidang konseptual dari kajian tentang persuasi. Teori Inokulasi. Setelah mengamati pesan-pesan dua sisi lebih efektif saat menghasilkan perubahan sikap daripada pesan satu sisi. Karena pentingnya proses inokulasi dalam bidang terapan seperti kesehatan dan politik, maka tampak bahwa tradisi yang giat ini akan terus tidak berkurang untuk dimasa yang dapat diramalkan. TEORI KOMPUTASI Teori pada bagian ini semuanya menganut ide bahwa pikiran memiliki suatu kemiripan dengan sebuah komputer. Mereka berasumsi bahwa pengolahan pesan dapat dicontohkan dengan persamaah yang hampir sama dengan persamaan berikut ini. A = Σbiei, dimana A menyatakan sebuah sikap terhadap perilaku yang sama, b menyatakan sebuah keyakinan tentang kemungkinan konsekuensi dari perilaku itu dan e menyatakan sebuah evaluasi tentang hasilnya. Dalam hal ini, pembentukan sikap adalah sebuah proses yang logis dan kuat, walaupun bukan proses yang terjadi dengan kesadaran penuh. TEORI-TEORI PROSES YANG PANAS Meskipun teori kognitif dan penghitungan menyesuaikan peran istimewa dengan pemikiran sebagai pendahuluan bagi persuasi, pendekatan-pendekatan lain menekankan “proses yang panas” atau motivasi.
Afek Yang tidak Relevan dengan Pesan. Keadaan-keadaan afektif yang ada sebelum keterpaparan pesan dan tidak memiliki implikasi yang logis untuk evaluasi pesan telah disebut afek yang tidak relevan dengan pesan. Menurut implikasinya, para penerima pesan dapat dengan aman sesuai dengan daya tarik yang dapat mereka temui tanpa perlu mengeluarkan energi kognitif yang menilai isi argumentatif. Berbeda dengan salah satu kedudukan tersebut, model kontingensi hedonis menganut bahwa individu membuat upaya untuk menangani suasana hati mereka untuk memperoleh atau memeliharaa keadaan afektif yang mendukung. Menurut pandangan ini, pesan-pesan persuasive memiliki isi dan ciri stylistic yan memiliki konsekuensi hedonis bagi pengolah pesan. Reaktansi. Reaktansi psikologis adalah ‘keadaan motivasi yang diduga terjadi ketika sebuah kebebasan dihapuskan atau terancam dengan penghapusan”. Restorasi langsung atas kebebasan meliputi melakukan perbuatan terlarang. Selain itu, kebebasan dapat diperoleh kembali secara langsung dengan (a) meningkatkan kemungkinan untuk pilihan yang terancam, (b) menyimpangkan sumber ancaman, (c) mengingkari adanya ancaman atau (d) menjalankan suatu kebebasan yang berbeda untuk memperoleh rasa pengendalian dan pilihan. Ada empat unsur yang penting bagi teori reaktansi yaitu: kebebasan, ancaman terhadap kebebasan, reaktansi, dan restorasi kebebasan. Ketakutan dan Persuasi. Versi yang terakhir dari teori motivasi perlindungan (PMT) Roger adalah perspektif kognitif yang mengelakkan emosi secara keseluruhan. Teori ini memprediksikan interaksi tiga arah antara persepsi tentang (a) beratnya ancaman, (b) kerentanan seseorang terhadapnya, dan (c) kemungkinan bahwa perbuatan yang dianjurkan akan mengurangi atau menghapuskan ancaman. Kerangka kedua yang dipinjam dari PMT dan model pengolahan Paralel Levental adalah model pengolahan parallel yang dikembangkan Witte (EPPM). EPPM menarik karena pemampatan masalah-masalahnya yang jelas menjadi sebuah kerangka yang apdat dan menarik secara naluriah. Model Multiemosi. Pemikiran terkini tentang peran emosi dalam persuasi telah menganut ide bahwa pesan-pesan memiliki potensi untuk menimbulkan emosi dan bahwa
emosi-emosi tersebut dapat mengerahkan pengaruh yang bertentangan terhadap proses persuasif. Naratif dan eksemplar. Salah satu bidang penelitian yang semakin banyak menarik perhatian penelitian adalah penelitian tentang persuasi naratif. Para pendukung pendekatan tersebut mengungkapkan bahwa penelitian tentang narasi memegang janji besar karena pengisahan merupakan suatu modus dasar dari interaksi manusia. Ketika individu diangkut atau diserap oleh jalan cerita, maka mereka mungkin mengalami kisah seolah-olah hal itu sedang benar-benar terjadi, memiliki kemungkinan kecil untuk berpendapat meentang dalil cerita tersebut dan akan menunjukkan keterlibatan emosional yang kuat dengan karakter dan plotnya.
KAJIAN TEORI DAN ARGUMEN KRITIS I.
Kajian Teori
Dalam konteks masyarakat yang banyak kompleksitasnya, maka komunikasi harus dilakukan dengan “mengelola” proses penyesuaian diri dan memenuhi kebutuhan khalayak sebanyak mungkin. Dengan mengelola komunikasi yang baik, maka “kontrol dan pengorganisasian” akan meningkat yang memudahkan untuk mengetahui perubahan sikap dan perilaku khalayak terhadap stimuli/pesan yang masuk dalam lingkungan. De Fleur dan Ball-Rohcach mengatakan bahwa “sikap dan organisasi personal psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan dan bagaimana yang memberi makna pada stimuli tersebut. Setiap orang mempunyai potensi psikologis …..” (dalam buku psikologi komunikasi Jalaluddin R). Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa khalayak yang diwarnai dengan psikologis tertentu akan menentukan bagaimana “memilih” stimuli/pesan yang akan bermanfaat terhadap dirinya. Maka diperlukan cara persuasi agar khalayak memilih terhadap stimuli/pesan yang disampaikan. Dengan persuasi, seluruh proses komunikasi diarahkan untuk mengubah cara berfikir, pandangan, wawasan, perasaan sikap dan tindakan individu khalayak. D. Law rence Kincaid & Wilbur Schramm mengatakan bahwa “anggapan yang paling azazi dalam proses membujuk adalah peserta-peserta dengan sengaja berkomunikasi untuk saling mempengaruhi. Dan yang hendak dipengaruhi adalah makna kepercayaan, nilai dan tindakan pihak yang menjadi teman berkomunikasi. (Dalam buku Asas-asas komunikasi antar manusia, hal 150)
Selanjutnya dikatakjan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan bujukan menjadi lebih mengena, digolongkan menurut : 1. Sumber bujukan 2. Isi bujukan 3. Khalayak yang menghadapi bujukan 4. Balasan terhadap bujukan. (Dalam buku Asas-asas komunikasi antar manusia, hal 151-155) Hal senada disampaikan Newcomb, Turner dan Converse bahwa penelitian-penelitian tentang persuasi telah menjelaskan kemungkinan terjadinya perubahan sikap tergantung tidak hanya dari sifat-sifat sikap yang dibawa seseorang kedalam situasi dimana informasi yang berlawanan dimasukkan, tetapi juga dari cirri-ciri yang lebih luas dalam situasi transmisi itu sendiri. Secara khusus, dua kelompok faktor-faktor lain menjadi penting : ciri-ciri berita yang persuasi itu dan ciri-ciri dari badan yang menyampaikan informasi itu atau sumber informasi (Dalam buku psikologi sosial, hal 135). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut bahwa persuasi yang berinteraksi dengan sikap-sikap khalayak akan mempengaruhi tercapainya sasaran komunikasi dengan baik, sehingga dapat memaksimalkan fungsi sikap terhadap lingkungan sosial maupun aktualisasi diri dari khalayak. II.
Argumentasi kritis
Dalam kehidupan khalayak yang demikian kompleksnya, sikap-sikap terhadap obyek didasari faktor-faktor psikologik mulai dari kondisi mental, suasana batin, cara berpikir, keyakinan dan termasuk tradisi / kultur. “Sikap-sikap terhadap suatu obyek yang sedikit banyak sentral bagi suatu individu ada kemungkinan akan berubah sebagai reaksi terhadap informasi persuasif yang baru, sebanding dengan bagaimana eratnya hubungan antara informasi itu dengan alasan-alasan yang menyebabkan obyek itu dianggap sentral oleh individu itu” ( Newcomb, Turner, Converser, psikologi sosial, 143)
Dari beberapa teori dan model peersuasi yang dikemukakan, misalnya : 1. Teori Fungsional Teori fungsional yang mengatakan “ mencocokkan isi pesan dengan fungsi sikap adalah alat untuk mencapai persuasi”. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori komunikasi pada umumnya bahwa “komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak untuk merubah sikap dan perilakunya”. Sehingga yang terjadi bukannya untuk mencapai persuasi, tapi justru dengan pesan yang persuasive untuk merubah sikap khalayak. 2. Model multi emosi Model multi emosi yang menjelaskan bahwa pesan memiliki potensi untuk menimbulkan emosi dan bahwa emosi-emosi tersebut dapat mengerahkan pengaruh yang bertentangan terhadap proses persuasif. Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan proses pembentukan sikap, dimana pesan-pesan yang persuasif akan mempengaruhi sikap, selama pesan-pesan yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan khalayak.
DAFTAR PUSTAKA Mulyana. Dedy, Prof., Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, edisi XII, 2008, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Rahmat. Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, edisi XXVI, 2008, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Anggoro. M. Linggar, Teori & Profesi Kehumasan, 2000. Jakarta:Bumi Aksara. Santrock, John W., Psychology, 2005, Wigher.
V4 no 10 oktober 2011