PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN
SKRIPSI
Oleh : RIZKY DWI PRADANA
NIM : 107043203085
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H / 2011 M
PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: Rizky Dwi Pradana NIM: 107043203085 Di Bawah Bimbingan Pembimbing
Dr. M. Asrorun Ni’am, MA NIP. 19760531200001001
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H / 2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum. Jakarta, 24 Agustus 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM NIP. 195505051982031012 PANITIA UJIAN 1. Ketua
: Dr. H. Muhammad Taufiki, M.A. NIP. 196511191993031002
2. Sekretaris
: Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. NIP. 197412132003121002
3. Pembimbing I
: Dr. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA.
NIP. 19760531200001001 4. Penguji I
: Dr. Jaenal Aripin, M.Ag. NIP. 197210161998031004
5. Penguji II
: Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lc., MA. NIP. 196304141993031002
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta..
Ciputat, 25 Sya’ban 1432 H 26 Juli 2011 M
Rizky Dwi Pradana
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, saya panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga segala proses penulisan menjadi mudah dan skripsi ini dapat saya selesaikan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada suri tauladan umat Islam, pemimpin revolusi umat Islam, baginda Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarganya, sahabat, para pengikutnya yang telah memberikan tuntunan menuju jalan yang terang (ilmu pengetahuan) dengan akhlak yang mulia. Suksesnya penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa banyak pihak yang telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi penulis baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada : 1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembantu Dekan I, II dan III yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis. 2. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) telah memberikan pengarahan serta waktu kepada penulis disela-sela kesibukan beliau. Dan, Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum i
(PMH) yang juga membimbing, meluangkan waktu dan mengarahkan segenap aktivitas yang berkenaan dengan jurusan. 3. Dr. M Asrorun Ni’am Sholeh, MA selaku pembimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 4. Dr. Jaenal Aripin, M.Ag, selaku penguji I dan Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lc., MA, selaku penguji II yang telah berbaik hati mengarahkan penulis. 5. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta kepada karyawan dan staf perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Yang sangat penulis cintai, hormati dan begitu banggakan Ibunda (Tati Iryanti, S.Pd) dan Ayahanda (Djoko Suparto), Kakak (Irmal Darmawan dan al-Qoyatus Saaqinah), Adik (Singgih Pramono dan Ummu Hani Saputri), Paman (Ir. Muhammad Erwin, SY) yang selalu memberikan dorongan motivasi serta doa yang tiada henti kepada Allah SWT. Dan seluruh keluarga besar penulis. 7. Ucapan terima kasih ini khusus penulis berikan kepada nenek (Hj. Syamsiah Rogayah) yang telah membina penulis tentang sebuah arti kehidupan dalam berjuang, dan yang telah memperkenalkan penulis dengan huruf-huruf hijaiyyah pertama kali. 8. Kepada kawan-kawan seperjuangan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN Syarif Hidayatullah dan Pengurus Daerah Tangerang Selatan. Dimanapun kita berada Ukhuwwah Islamiyah ii
tetap mengalir dalam raga ini. Salam Perjuangan, Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia, Allahu Akbar. 9. Seluruh kawan-kawan seperjuangan di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) Konsenterasi Perbandingan Hukum (PH), angkatan 2007 yang penulis cintai dan hormati. Thank’s For All, You All The Best 10. Kepada seluruh Kakak-kakak seperjuangan pengurus di LBH Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia dan Jakarta, terkhusus untuk Nasrulloh Nasution, SH (Bang Acun) yang banyak membimbing penulis dalam memberikan arti hukum dalam kehidupan, kemudian : bang Heri, SH, bang Harry Kurniawan, SH, bang Iwan SHI, kak Syah Fitri Hani Harahap, SH, kak Liza Elfitri, SH, Mas Rozak, SH., MH dan yang lainnya. 11. Kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Kepala Subbag Pengaduan Ibu Dra. Sinar Ria Bellawati dan juga Assisten Ibu Sri Lilih Harjanti, atas kerjasamanya untuk membantu penulis dalam memberikan informasi dan data untuk sempurnanya skripsi ini. Dan akhirnya, penulis dengan segala kerendahan hati, terhadap jasa dan bantuan segala pihak atas kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Tangerang Selatan : 8 Ramadhan 1432 H 8 Agustus 2011 M
Penulis iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................…......
ii
DAFTAR ISI ......................................……………………………………………
v
DAFTAR TABEL ..................................................................................................
vi
BAB I
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................
9
D. Tinjauan Kajian Terdahulu ......................................................... 10 E. Metode Penelitian ....................................................................... 13 1. Jenis Penelitian ...................................................................... 13 2. Jenis Data .............................................................................. 14 3. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 14 4. Teknik Analisis Data ............................................................ 15 5. Teknik Penulisan .................................................................. 15 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 15
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA ................................................. 17 A. Pengertian dan Fungsi Media Massa ......................................... 17 1. Berita .......................................................................................... 18 a. Pengertian Berita ............................................................ 18 b. Jenis-Jenis Berita ............................................................ 21
iv
c. Nilai Berita Dalam Media Massa .................................... 24 d. Kategori Berita dan Unsur-Unsur Layak Berita dalam Media Massa ................................................................... 26 e. Karakteristik Ekspose Berita Kriminal ........................... 29 f. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kriminal ................ 32 2. Media Massa ............................................................................... 34 a. Cetak ............................................................................... 34 b. Elektronik ....................................................................... 34 c. Online .............................................................................. 34 B. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Media Massa ............... 35
BAB III
PEDOMAN PERILAKU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN HUKUM ISLAM .................... 37 A. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Undang-Undang Penyiaran 37 B. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers Menurut UndangUndang Penyiaran ………………............................................... 40 C. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Hukum Islam ................... 46 D. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers Menurut Hukum Islam . 60
BAB IV
PUBLIKASI KASUS KRIMINAL OLEH MEDIA MASSA ...
80
A. Perspektif Hukum Islam ...........................................................
80
Pandangan Hukum Islam Mengenai Bingkai Etika Komunikasi Massa .................................................................... B. Perspektif Undang-Undang Penyiaran .....................................
v
80 99
C. Analisis Kaidah Sadd al-Dzari’ah dalam Etika Penyiaran ....... 125 BAB V
PENUTUP .................................................................................... 131 A. Kesimpulan ................................................................................ 131 B. Saran-Saran ................................................................................ 133
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 135 LAMPIRAN I
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS
II
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
III
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/12/2009 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
IV
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03/P/KPI/12/2009 Standar Program Siaran (SPS)
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut dengan hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat manusia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apa pun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia tanpa terkecuali. Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut, tercermin dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan dan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan 1
lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.1 Dalam penjelasan di atas tersirat tentang penegasan atas pemberian kebebasan hak asasi manusia di Indonesia tidak terkecuali dengan “Kebebasan PERS” yang telah di jamin dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dan pasal 19 Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB yang berbunyi : “Setiap orang berhak atas kebebasan memiliki dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima serta menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dengan tidak memandang batas.” Maka, dalam era reformasi sekarang ini, teknologi informasi dan penyiaran berkembang sedemikian pesatnya. Berbagai temuan dan perkembangan Informasi dan Teknologi (IT) yang tidak pernah terbayangkan oleh generasi manusia sebelumnya kini berada di depan mata. Kemajuan teknologi jarak jauh seperti televisi, telepon seluler, komputer, dan kamera yang semuannya telah dapat memanfaatkan teknologi internet membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah sehingga, tak ada lagi jarak pembatas di bumi ini. Semuanya dapat dijangkau tanpa harus berada di tempat yang dikehendaki. Dalam komunikasi, ada lima jenis media massa yang biasa dikenal sebagai “The big of media massa”, yaitu : televisi, film, radio, majalah dan koran2. Dalam hal
1
Republik Indonesia, Tentang Hak Asasi Manusia.
Penjelasan Umum atas Undang-undang, Nomor 39 Tahun 1999,
2
ini media informasi yang paling berpengaruh di masyarakat dan memiliki peran besar dalam memberikan informasi
tiada lain adalah : Televisi yang merupakan Icon
pemberitaan informasi yang paling sering dijadikan oleh masyarakat selaku pemirsa untuk menghabiskan waktu yang lama baik bersama keluarga maupun sendiri menikmati tontonan televisi yang disajikan oleh statiun televisi swasta. Pengaruh dari berbagai tayangan informasi yang dihadirkan tersebut tidak semuanya membawa manfaat bagi para pemirsanya. Seperti stasiun Indosiar dengan menyajikan produk berita khusus kriminal dengan judul acara Patroli yang ditayangkan setiap seninjum’at pukul 11.30 WIB. Pengemasan tayangan kekerasan ini dibuat dengan sangat detail mengenai penyebab suatu peristiwa yang divisualisasikan dalam bentuk gambar-gambar adegan kejadian yang diperankan oleh para tersangka dan orang yang terlibat di dalam peristiwa kriminal tersebut.3 Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya. Hasil penelitian itu menyebutkan bahwa pelaku kejahatan seperti pencurian, pembunuhan dan pemerkosaan mencontek kejahatan yang dilakukan sebelumnya. Salah satunya, melalui referensi dari tayangan tindak kriminalitas di televisi yang akhirnya membuat pola imitasi di masyarakat.
2
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka Press, 1999),
h.32. 3
Sumber dari “Penelitian Dampak Tayangan Pornografi dan Kekerasan di Televisi”, Pusat Litbang Aptel, SKDI, Badan Litbang SDM, Depkominfo, 2006, hal.3.
3
Menurut salah satu peneliti, Catur Suratnoaji, penelitian itu dilakukan pada 13 orang narapidana yang ada di Sidoarjo dan Malang. Ke-13 narapidana itu mendapat ilham melakukan tindak pidana dari tayangan di televisi. Mereka memodel dari apa yang ditayangkan televisi, sebut Catur dalam pemaparannya. Sebagian narapidana itu mengaku mendapat cara menghapus jejak atau melakukan penipuan berdasarkan apa yang mereka lihat di televisi. Dalam pemaparannya lebih lanjut, ia juga menemukan bahwa berita kriminal justru menimbulkan rasa khawatir yang berlebihan pada masyarakat. Karena itu, ia menyebut perlunya upaya untuk memperbaiki berita kriminalitas yang ada saat ini. Penelitian yang dilakukan ini memang belum mewakili sebagian besar masalah pertelevisian. Perlu kajian lebih jauh apakah efek buruk itu semata karena pengaruh televisi, atau juga hal lain, seperti lingkungan? Yang jelas, apapun tayangannya, kita sendirilah yang berkemampuan untuk menyaring, mana yang baik dan buruk.4 Kemudian juga, sebuah survei yang pernah dilakukan salah satu harian di negara bagian Amerika Serikat menyebutkan, empat dari lima orang Amerika menganggap kekerasan di televisi mirip dengan dunia nyata. Oleh sebab itu sangat berbahaya kalau anak-anak sering menonton tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. Kekerasan di televisi membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah.
4
http://www.andriewongso.com/awartikel-460-AW_CornerDampak_Negatif_Tayangan Televisi.Diakses pada tanggal 21 Juni 2011.
4
Sementara itu sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat yang dilakukan selama lebih dari tiga tahun terhadap 200 anak usia 2-7 tahun, menemukan bahwa anak-anak yang banyak menonton program hiburan dan kartun terbukti memperoleh nilai lebih rendah dibanding anak yang sedikit menghabiskan waktunya menonton tayangan yang sama. Dua survei itu sebenarnya bisa menjadi pelajaran. Di Indonesia suguhan tayangan kekerasan dan kriminal seperti Patroli, Buser, TKP dan sebagainya, tetap saja dengan mudah bisa ditonton oleh anak-anak. Bahkan tayangan program yang berbau kriminal itu terkesan sengaja diblow-up untuk menggambarkan pada masyarakat dan atasan seakan-akan aparat betul-betul bekerja dan berhasil mengungkap suatu kasus. Dan bukan rahasia lagi kalau ada kasus yang berhasil diungkap oleh aparat, direkayasa ulang lagi seakan-akan penangkapan yang ditayangkan murni bukan rekayasa. Padahal kalau saja mau jujur, kameramen televisi tidak akan mau mempublikasikan tetapi daripada tidak dapat berita liputan, rekayasa pun bolehlah.5 Dengan melihat aksi kejahatan yang sudah merupakan suatu fenomena yang kompleks. Banyak aksi kejahatan yang sering kita lihat dalam kehidupan zaman sekarang ini. Oleh sebab itu dampak dari suatu peristiwa kejahatan yang berbedabeda, mulai dari kejahatan yang sangat kecil sekali sampai yang besar. Akhir-akhir ini kasus pembunuhan dengan cara di mutilasi di Indonesia seolah terus meningkat. Bagian penelitian dan pengembangan (Litbang) koran Kompas
5
http://www.indojaya.com/teknologi/gadget/1016-dampak-negatif-tayangan-televisi.html. Diakses pada tanggal 23 Juli 2011.
5
mencatat bahwa sejak Januari hingga November 2008 ada 13 peristiwa pembunuhan dengan mutilasi di Indonesia. “Saya memutilasi Pak Hendra karena meniru Ryan, terutama dari tayangan televisi selain dari koran yang saya beli di angkutan kota”. (Sri Rumiyati, 48 tahun). Itulah kata-kata yang diucapkan Sri ketika diintrogasi oleh polisi berkenaan dengan kasus pembunuhan suaminya Hendra dengan cara dipotong-potong tubuhnya (mutilasi). Pelaku tanpa ragu menyebutkan bahwa perbuatannya mencontoh kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ryan sang algojo dari Jombang yang ditayangkan televisi. Pengakuan Sri diatas seolah memperingatkan masyarakat tentang adanya hubungan antara tayangan kekerasan di televisi dengan prilaku kekerasan di masyarakat. Perbuatan kekerasan yang terinspirasi oleh tayangan televisi dibenarkan baik oleh polisi maupun dokter yang memeriksa tersangka. Komisaris Jarius Saragih, dari kepolisian Jakarta, misalkan mengakui bahwa selama memeriksa pelaku mutilasi mereka mengaku terinspirasi dan mencontoh tayangan televisi. Dokter ahli forensik Mun’im Idris juga sepakat bahwa kasus mutilasi sudah ada sejak tahun 1970-an, namun tahun ini meningkat tajam karena seringnya peristiwa ini ditayangkan televisi.6 Fenomena acara televisi yang akhir-akhir ini amat sangat meresahkan dan membahayakan moral generasi bangsa ini ternyata memang haruslah diperingatkan
6
http://alinur.wordpress.com/2008/12/17/tayangan-televisi-dan-kekerasan. tanggal 4 april 2011.
6
Diakses
pada
agar tidak kebablasan dalam menyusun program yang menyesatkan seperti pada tayangan kekerasan yang berbau kriminalitas. Belakangan ini tayangan berita kriminal di televisi mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat dan sebagainya, menyajikan tayangan-tayangan seaktual mungkin, tanpa disadari yang menyaksikan adalah masyarakat luas dari berbagai usia mulai dari anak-anak sampai orang kalangan orang dewasa. Apabila dicermati tayangan berita kriminal yang ditayangkan langsung melalui layar kaca tersebut dikemas secara rapi dan dapat menjadi salah satu rangsangan anak untuk bersikap kasar atau nakal, seperti kemungkinan ditirunya adegan-adegan yang tidak baik dalam tayangan berita kriminal tersebut. Adanya pengaruh tayangan berita kriminal di televisi terhadap kenakalan remaja, karena sekarang ini banyak stasiun-stasiun televisi yang menayangkan tayangan berita kriminal seperti : Patroli (Indosiar), Sergap (RCTI), Buser (SCTV), TKP, dan lain sebagainya. Paul De Massenner dalam buku Here’s the Unesco Assosiate menyatakan News atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak atau pedengar. Charnley & James M. Neal menuturkan berita adalah laporan tentang situasi, kondisi, interprestasi yang penting, menarik, masih baru, dan kasus yang penting disampaikan kepada khalayak.7 Maraknya
pengetahuan
dan
penemuan
baru
ilmu
teknologi
telah
menimbulkan kesesatan, kebimbangan, kegelisahan dan bahkan membahayakan
7
AS Haris Sumadirian, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature : Panduan Praktis Jurnalistik Profesional, (Bandung, Simbioasa Rekatama Media, 2006), h. 64.
7
kehidupan manusia bila tidak
dapat diimbangai dengan agama yang menuntun
manusia. Kemajuan teknologi yang rumit pada abad ini merupakan aktifitas intelektual manusia. Ketakjuban paling baru dalam peradaban manusia abad ini muncul ketika globalisasi teknologi informasi merusak keseluruhan aspek kehidupan manusia bisa disaksikan lewat siaran televisi.8 Dari latar belakang inilah penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini menjadi skripsi yang kemudian diberi judul “Perspektif Hukum Islam Tentang Ekspose Berita Kriminal di Media Massa Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran”, yang kemudian disebut dengan Undang-undang Penyiaran. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah kedalam tinjauan hukum Islam, yang dimaksud ialah fiqh sebagai usaha para fuqaha dalam menetapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat, kemudian terhadap ekspose berita kriminal di media masa, yaitu televisi dalam Pasal 48 Ayat 2 dan 4 poin d didalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Objek yang akan di teliti adalah tayangan berita kriminal Patroli yang ditayangkan setiap hari senin-jum’at pukul. 12.30 WIB, stasiun televisi Indosiar. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
8
Wawan Kusnadi, komunikasi Masa Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta : PT. Rineka Cipta), h. 9.
8
1.
Bagaimanakah perspektif tentang hukum Islam dan Undang-undang Penyiaran terhadap ekspose berita kriminal di media massa?
2.
Bagaimanakah persamaan dan perbedaan antara hukum Islam dan Undangundang Penyiaran terhadap ekspose berita kriminal di media massa?
3.
Adakah pengaruhnya tayangan berita kriminal terhadap pelaku tindak kriminalitas di masyarakat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian A.
Adapun tujuan yang ingin yang dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan Undang-undang Penyiaran tentang ekspose berita kriminal di media massa.
2.
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pandangan antara hukum Islam dan Undang-undang Penyiaran terhadap ekspose berita kriminal di media massa.
3.
Untuk mengetahui pengaruh berita kriminal terhadap kriminalitas yang terjadi di masyarakat.
B.
Manfaat Penelitian 1. Secara Akademis Dilihat dari akademis manfaat penulisan ini adalah dapat memberikan
tambahan khazanah keilmuan dalam bidang perbandingan hukum antara Undangundang dan Hukum Islam. 2. Secara Praktis
9
Dilihat dari segi praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat luas tentang pemberitaan kriminal di media massa dalam perbadingan hukum antara Undang-undang dan Hukum Islam. D. Tinjauan Kajian Terdahulu Sejauh penulis melakukan tinjauan terhadap kajian terdahulu belum ditemukan kajian-kajian yang pembahasannya memiliki kesamaan fokus dalam ringkasan pembahasan dengan skripsi yang akan penulis buat. Kajian-kajian yang telah ada hanya memiliki kesamaan tema yaitu tentang Pengaruh atau Dampak dari Tayangan Berita Kriminal di Televisi dan Kebebasan Pers dalam kajian yang berbeda dengan penulis. Seperti yang berjudul : “Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Televisi terhadap Kenakalan Remaja Pada Usia 14 – 15 Tahun (Studi Kasus Pada Siswa Kelas III SMP PUSPITA BANGSA Ciputat Tangerang).” Skripsi tersebut membahas, perbedaan yang signifikan antara siswa yang suka dan siswa yang tidak suka menyaksikan tayangan berita kriminal terhadap kenakalan remaja. Artinya tayangan berita kriminal di televisi cukup berpengaruh secara nyata terhadap kenakalan remaja dalam kehidupan sehari-hari. Sikap kenakalan remaja pada diri remaja tersebut memang tidak sepenuhnya diakibatkan dari tontonan tayangan berita kriminal sehari-hari, namun besar kemungkinan kenakalan yang ada dalam tayangan berita tersebut dapat menjadi salah satu rangsangan siswa untuk bersikap kasar/nakal.9
9
Kurniawati. “Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Televisi terhadap Kenakalan Remaja Pada Usia 14 – 15 Tahun (Studi Kasus Pada Siswa Kelas III SMP PUSPITA BANGSA Ciputat
10
Selain itu terdapat juga skripsi yang berjudul “Pencemaran Nama Baik Oleh Media Massa (Pers) Kajian Hukum Pidana dan Perdata.” Pembahasan tentang Seorang wartawan atau jurnalis media cetak dalam melaksanakan pemberitaan harus mentaati ketentuan-ketentuan dan yang telah diatur oleh KUHP, KUHPer, dan ditambah UU No. 40 Tahun 1999 Tentang PERS. Pers kita pada era reformasi ini adakalanya terlalu cepat melemparkan tuduhan, tanpa melakukan upaya serius untuk tegaknya prinsip check and balanced. Hanya Karena seorang Jenderal berada di Bali pada saat bom Bali meledak, sejumlah penerbit pers serta-merta menurunkan berita yang menggiring pembaca untuk mengaitkan kedua peristiwa ini. Jelas, ini sebuah berita yang ngawur dan wartawan yang meramunya boleh dikatakan telah menyelewengkan makna kebebasan pers yang sesungguhnya.10 Kemudian skripsi yang membahas tentang “Kebebasan Berekspresi Dalam Dunia Pres Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif (Kontroversi Akibat Pemuatan Karikatur Nabi Muhammad SAW).” Dalam pembahasan tersebut mengenai, Pemuatan karikatur Nabi Saw di surat kabar Jyllands-Posten, Denmark edisi 30 September 2005 yang pada mulanya dimaksudkan untuk mengilustrasikan secara satir artikel yang membahas penyensoran diri (self-censorship) dan kebebasan berpendapat (freedom of speech) merupakan penghinaan (liberal) bagi umat Islam. Karena Islam melarang penggambaran Nabi Muhammad Saw untuk mencegah Tangerang).” Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. 10 Muhammad Handrio Akbarullah. “Pencemaran Nama Baik Oleh Media Massa (Pers) Kajian Hukum Pidana dan Perdata.” Skripsi S1 Program Studi Pidana Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
11
pemujaan berhala. Persamaan pandangan hukum positif dengan hukum Islam tentang kebebasan berekspresi dalam dunia pers adalah tuntutan profesionalisme yang bertanggungjawab. Di dalam hukum Islam kebebasan pers tidak secara gamblang, tetapi lebih kepada etika individu-individu sendiri.11 Kemudian dengan judul skripsi, “Pengaruh Tayangan Berita di Televisi Terhadap Kenakalan Remaja (Studi Kasus di SMP DARUN NURJATI Bekasi Utara).” Skripsi ini mengkaji Tayangan berita kriminal di televisi mempunyai pengaruh yang sedang atau cukup terhadap kenakalan remaja contohnya seperti tawuran antara pelajar, memakai obat-obatan terlarang. Kenakalan yang ada pada diri remaja tersebut memang tidak hanya diakibatkan dari tontonan tayangan berita kriminal sehari-hari, namun besar kemungkinan kenakalan yang ada dalam tayangan tersebut dapat menjadi salah satu rangsangan siswa untuk bersikap kasar atau nakal. Itu terbukti dengan semakin banyaknya kasus-kasus kenakalan remaja dilingkungan sekolah ada tindakan kriminalitas di dalam sekolah.12 Kemudian yang terakhir ialah dengan judul “Analisis isi berita kriminal pada Koran Lampu Hijau (dulu Koran Lampu Merah) edisi Februari 2009” Dalam kesimpulan skripsi tersebut tergambarkan bahwa Koran Lampu Hijau dalam menyajikan berita-berita yang murni kriminal. Namun, dalam penulisan tersebut
11
Zaenal Muttaqin. “Kebebasan Berekspresi Dalam Dunia Pres Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif (Kontroversi Akibat Pemuatan Karikatur Nabi Muhammad SAW).” Skripsi S1 Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. 12 Eka Rianti. “Pengaruh Tayangan Berita di Televisi Terhadap Kenakalan Remaja (Studi Kasus di SMP DARUN NURJATI Bekasi Utara).” Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
12
masih banyak menggunakan kata-kata yang seronok, bombastis dan sensasional yang juga dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap para pembacanya. Dalam penulisan berita di Koran Lampu Hijau belum memenuhi syarat-syarat penulisan yang baik dan benar yang sesuai dengan tatanan bahasa Indonesia dan kaidah tata cara penulisan berita di media cetak, seperti yang dijelaskan dalam buku-buku ilmu jurnalistik.13 Sedangkan pada skripsi ini, penulis membedakan pembahasan penelitian dari skripsi yang sudah ada di atas dengan titik singgung yang berbeda, yaitu terkait dampak yang ditimbulkan oleh pemberitaan media massa mengenai berita-berita kriminal yang sering di beritakan oleh media massa setiap hari dengan menganalisis perbandingan hukum dalam Undang-undang Penyiaran dan Hukum Islam sebagai perbandingan yang relevan dengan kondisi sekarang dari aspek hukum. E. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library
research), yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literatur, karena memang pada dasarnya sumber data yang hendak digali lebih terfokus pada studi pustaka. Penelitian ini menggunakan metode “deskriptif kualitatif”, dalam bentuk desain deskriktif dan metode pengumpulan datanya dengan cara observasi. Deskriftif 13
Irma Fauziah. “Analisis isi berita kriminal pada Koran lampu hijau edisi februari 2009” Skripsi S1 Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2009.
13
menurut pengertiannya merupakan pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat14. Kualitatif adalah penelitian yang berupa kata-kata atau gambar bukan angka-angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang. Penelitian deskriktif kualitatif adalah suatu penelitian yang berdasarkan faktafakta atau kejadian yang tidak direkayasa dan penelitian menggunakan kata-kata atau tulisan-tulisan ataupun gambar-gambar yang sesuai dengan fakta dan bukan penelitian yang menggunakan angka sebagai penjelasannya.15 2.
Jenis Data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data, yaitu :
a.
Data Primer Data yang diperoleh bersumber dari studi dokumentasi dengan penelitian
kepustakaan, yakni penelitian terhadap dokumen-dokumen atau referensi dari berbagai literatur yang dipandang mewakili (representatif) dan berkaitan (relevant) dengan objek penelitian. b.
Data Sekunder Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Data yang diperoleh bersumber dari literatur-literatur kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, internet, artikel lepas, serta sumber-sumber data lainnya yang mempunyai relevansi dengan penulisan skripsi ini. 3.
Teknik Pengumpulan Data
14 15
Moh Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), cet ke 5,h. 54. Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung : CV, Pustaka Setia, 2002), h. 51.
14
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, dalam pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan penelitian Kepustakaan (Library research), yaitu : penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data-data dan bahan-bahan dari berbagai literatur, misalnya :
buku-buku, sumber dokumen
perusahaan, majalah, surat kabar, internet, artikel dan kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. 4.
Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan jenis penelitian kualitatif
yang bersifat deskriktif-analisis, yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis dan menginterprestasikan data dengan tujuan memberikan gambaran yang sistematis, akurat, faktual dan aktual mengenai “Ekspose Berita Kriminal di Media Massa Perspektif Hukum Islam dalam Undang-Undang Penyiaran”. 5.
Teknik Penulisan Adapun dalam teknik dan penyusunan penulisan skripsi ini penulis
berpedoman pada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang disusun oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. F. Sistematika Penulisan Sebagai bahan pertimbangan untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini penulisan skripsi ini, penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu :
15
Bab I
Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II
Merupakan tinjauan umum terhadap ekspose berita kriminal di media massa, pengertian dan fungsi media massa, pengertian berita, media massa, pengaruh tayangan berita kriminal di media massa.
Bab III
Merupakan pedoman perilaku penyiaran perspektif undangundang penyiaran dan hukum Islam, pedoman perilaku penyiaran dalam undang-undang penyiaran, pemberitaan pers dan kebebasan pers menurut undang-undang penyiaran, pedoman perilaku penyiaran dalam hukum Islam, pemberitaan pers dan kebebasan pers menurut hukum Islam.
Bab IV
Merupakan publikasi kasus kriminal oleh media massa, perspektif hukum Islam, dan perspektif undang-undang penyiaran.
Bab V
Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran terhadap pembahasan di atas.
16
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA A. Pengertian dan Fungsi Media Massa Secara harfiah kata media memiliki arti “perantara” atau “pengantar”. Association for Education and Communication Tecnology (AECT) mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan National Education Association (NEA) mendefinisikan sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan, beserta instrumen yang dipergunakan, dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat dipengaruhi efektifitas program instruksional.1 Media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima.2 Pengertian lain menyebutkan bahwasannya media adalah medium yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan sesuatu pesan dimana medium ini merupakan jalan atau alat dengan suatu pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan.3 Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.4
1
Asnawir, dan Usman, M Basyarudin. Media Pembelajaran. (Jakarta : Ciputat Pers. 2002). Cet ke-1,hal. 11. 2 Santoso S. Hamijaya. Pengertian Media. www.google.com 3 Blake and Haralsen. Pengertian Media.www.google.com 4 Canggara Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta : Rajawali Pers. 2007).hal. 123.
17
Media massa secara sempit diartikan sejak awal historisnya, yaitu ketika ditemukan mesin cetak abad 15. Pengertian media massa jadi hanya terbatas pada media cetak saja (pers). Terutama Koran dan majalah. Secara luas, media massa kini sudah diartikan sebagai segala bentuk saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada orang banyak atau khalayak, baik media cetak seperti surat kabar, majalah dan buku, maupun media elektronik seperti radio, televisi, film, dan komputer. Komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana yaitu televisi. Komunikasi massa media televisi bersifat periodik.5 1. Berita a. Pengertian Berita Istilah “berita” berasal dari bahasa sansekerta, yakni Vrit yang kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi Write, yang memiliki arti “ada” atau “terjadi”. Sebagian ada yang menyebutnya Vritta artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta masuk dalam bahasa Indonesia menjadi “berita” atau “warta”6 Menurut buku Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, seperti ungkapan Edward Jay Friedlander dkk dalam bukunya Excelence in Reporting menyatakan :
5 6
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa Media Televisi. (Jakarta : Rineka Cipta. 1996). Totol Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000),h.
46.
18
“News is what you should know that you don’t know. News is what has happened recently that is important to you in tour daily life. News is what fascinates you, what excites you enough to say to afriend, “hey”, did you hear about…? News is what local, national, and international shaker and movers are doing to affect your life. News is the unexpected event that, fortunately or unfortunately, did happened”.7 Sedangkan menurut Micthel V. Charnley dalam bukunya Reporting edisi III (Holt-Reinhart & Winston, New York, 1975 halaman 44) menyebutkan : “Berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas”.8 Williard C. Bleyer dalam Newspaper Writing and Editing menulis, berita adalah sesuatu yang termasuk yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar atau karena dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut.9 Banyak juga para ahli lainnya yang mendefinisikan sebuah berita dengan beragam pendapat. Dari sekian macam pengertian itu, belum ada satupun definisi berita yang dapat dijadikan patokan secara mutlak. Namun, sebagai pegangan, pengertian berita dapat dikemukakan seperti berikut :
7
Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2005) h. 39. “Berita adalah apa yang harus anda ketahui. Berita adalah apa yang terjadi belakangan ini yang penting bagi anda dalam kehidupan anda sehari-hari. Berita adalah apa yang menarik bagi anda, apa yang cukup menggairahkan anda untuk mengatakan kepada seorang teman, “hey, apakah kamu sudah mendengar…?” Berita adalah apa yang dilakukan oleh pengguncang tingkat lokal, nasional, dan internasional untuk mempengaruhi kehidupan anda. Berita adalah kejadian yang tidak disangka-sangka yang untungnya atau sayangnya telah terjadi”. 8 Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 2. 9 A.S. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia : Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional (Bandung : PT Simbiosa Rekatama Media, 2006),h. 64.
19
Berita ialah laporan yang terkini tentang fakta atau pendapat atau ide terbaru yang aktual, benar, penting atau menarik bagi khalayak dan disebarluaskan melalui media massa periodik seperti : Surat kabar, Televisi, Radio, maupun Media online atau Internet. Kemudian menurut Djaffar H. Assegaff, “Berita adalah laporan tentang fakta atau ide terkini yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan yang dapat menarik perhatian pembaca entah karena ia luar biasa atau karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor dan ketegangan”.10 Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet.11 Berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang. Ketentuan yang ditetapkan oleh kode etik jurnalistik pasal 5 berbunyi : “Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketetapan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interprestasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya”. Dengan demikian berita pertama-tama harus cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain cermat dan tepat berita juga harus lengkap
10
Djaffar Assegaff, Jurnalistik Masa Kini Pengantar ke Praktek Kewartawanan (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1991),h. 24. 11 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2005),h. 64.
20
(complate), adil (fair), dan berimbang (balanced). Kemudian beritapun tidak boleh mencampurkan antara fakta dan opini atau dalam bahasa akademis di sebut objektif.12 Berita dapat dibagi ke dalam beberapa macam, tergantung dari segi melihatnya, seperti : 1. Sifat kejadian 2. Cakupan isi berita, dan 3. Bentuk penyajian berita Dilihat dari segi bentuk kejadiannya berita dibedakan antara berita yang terduga, seperti perayaan hari nasional, dan berita yang tak terduga, seperti ledakan bom, kebakaran, kecelakaan lalu lintas, pembunuhan, dan sebagainya. Berita juga dapat dibedakan dari bentuk penyajiannya, seperti berita langsung (Sportnews), berita komprehensif (Comprehensive news), dan Feature.13 b. Jenis-Jenis Berita Berita pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu Hard news (berita berat), Soft news (berita ringan), Investigative reports (laporan penyelidikan). Ketiga kategori berita tersebut didasarkan pada jenis peristiwa. 1).
Hard News (berita berat) artinya berita tentang peristiwa yang dianggap
penting bagi masyarakat baik sebagai individu, kelompok, maupun organisasi. Berita tersebut misalnya mengenai mulai diberlakukannya suatu kebijakan atau peraturan
12
Hikmat Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya),h. 47. 13 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat : Kalam Indonesia, 2005),h. 56.
21
baru pemerintah. Ini tentu saja akan menyangkut hajat orang banyak sehingga orang ingin mengetahuinya. Karena itu harus segera diberitakan. 2)
Soft News (berita ringan) seringkali di sebut dengan feature, yaitu berita yang
tidak terkait dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya. Beritaberita semacam ini seringkali menitikberatkan pada hal-hal yang dapat menakjubkan dan mengherankan pemirsa. Ia juga dapat menimbulkan kekhawatiran bahkan ketakutan pada manusia, hewan, benda, tempat, atau apa saja yang dapat menarik perhatian pemirsa. 3)
Investigative Reports (Laporan penyelidikan) adalah jenis berita yang ekslusif.
Datanya tidak bisa diperoleh dipermukaan, tetapi harus dilakukan penyelidikan. Sehingga penyajian berita seperti ini harus membutuhkan waktu yang lama. Berita penyelidikan untuk media televisi akan lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan berita yang sama untuk media cetak. Televisi membutuhkan gambar bahkan wajah orang yang diwawancarai. Namun teknologi elektronika kini memungkinkan untuk mengaburkan wajah orang yang diwawancarai agar dapat terhindar dari kemungkinan bahaya atas apa yang ia sampaikan dalam wawancara televisi.14 Salah satu persoalan kriminal yang sering muncul ke permukaan dalam kehidupan masyarakat adalah kejahatan pada umumnya, terutama mengenai kejahatan dengan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan masalah abadi dalam
14
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi “Menjadi Reporter Profesional” (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2008), Cet ke-3,h. 40.
22
kehidupan umat manusia. Karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat sebelumnya selama dan sesudah abad pertengahan. Berkaitan dengan masalah kejahatan, maka kekerasan sering merupakan perlengkapan dari bentuk kejahatan itu sendiri.15 Di zaman sekarang ini kejahatan sudah merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai isi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Kriminal ataupun kriminal adalah kegiatan berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat di hukum menurut undang-undang atau pidana. Kriminalitas adalah hal-hal yang bersifat kriminal, perbuatan yang melanggar hukum kejahatan.16 Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang memperlajari tentang kejahatan. Nama kriminologi ditemukan oleh P.Topi Hard (1830-1911) seorang ahli Antropologi Perancis. Menurut etimologi kriminal berasal dari kata “Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “Logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat diartikan ilmu tentang kejahatan atau penjahat.17 Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai bagian ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki sebab-sebab dan gejala kejahatan seluas-luasnya., yang dimaksud dengan mempelajari gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya 15
yaitu
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung : PT Rafika Adimata, 2007), Cet ke-2,h. 63. 16 Topo Santoso, dan Eva Achjani, Kriminologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2006), Cet ke1,h. 1. 17 Ibid., h. 9.
23
mempelajari penyakit sosial seperti pelacuran, gelandangan, dan alkoholisme. Sedangkan Sutherland merumuskan kriminologi sebagai seluruhan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial (a body of knowledge regarding crime as a social phenomenon). Menurut Sutherland kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum dan anarkis atas pelanggaran hukum.18 Kriminologi dalam arti sempit adalah mempelajari kejahatan. Sedangkan dalam arti luas, kriminologi mempelajari penologi (ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman) dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah prevensi dengan kejahatan dengan tindakan-tindakan yang bersifat nonpunitif. Secara tegas dapat dikatakan bahwa batasan kejahatan dalam arti yuridis adalah : tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana.19 c. Nilai Berita dalam Media Massa Dalam berita ada beberapa karakteristik instrinsik yang dikenal sebagai nilai berita (News value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang biasa diterapkan, untuk menentukan layak berita (News worthy).20 Suatu peristiwa dikatakan memiliki nilai berita jika peristiwa tersebut mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan, human interst, seks, dan aneka nilai lainnya.21 18
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, …, h. 19. , Bunga Rampai Kriminologi, (Bandung : CV Rajawali, 1984), Cet ke-1,h. 5. 20 Luwi Iswara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta : Kompas, 2007), cet. Ke III,h. 19
53.
24
Nilai berita merupakan salah satu produk dari konstruksi yang dibuat oleh wartawan. Setiap hari ada jutaan peristiwa, jutaan peristiwa tersebut potensial untuk membentuk berita. Ada sebuah pertanyaan, kenapa hanya peristiwa yang diberitakan? dan kenapa dari sisi tertentu saja ditulis oleh wartawan? semua proses itu ditentukan oleh apa yang disebut sebagai nilai berita.22
Immediacy
Proximity
Consequence Conflik
Oddity Sex
Emotion
Prominence
Suspense
Table 1 Nilai Berita23 Immediacy disebut juga timeless (waktu). Terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita sering dinyatakan sebagai laporan dari apa yang baru saja terjadi. Peristiwa yang terjadi dekat lokasinya dengan khalayak pembaca, dalam kehidupan sehari-hari mereka. Orang-orang yang tertarik dengan berita-berita yang menyangkut kehidupan mereka, tempat tinggal mereka, dan sahabat. Berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah berita yang mengandung nilai konsekuensi. Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi, kriminal, bentrokan antar kelompok dan konflik antar negara, merupakan contoh elemen konflik dalam pemberitaan. Peristiwa yang tidak biasa terjadi ialah sesuatu yang akan diperhatikan segera oleh masyarakat. Seks kerap dijadikan sutu elemen utama dari sebuah pemberitaan. Tapi, seks juga bisa sebagai elemen tambahan dalam sebuah berita. Misalnya, skandal seks anggota dewan rakyat, dan skandal seks seleberitis. Elemen ini disebut juga human interst. Elemen ini menyangkut nilai kesedihan, kemarahan, simpati, ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, humor dan tragedi. Menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca. Seperti nama-nama tokoh, pemimpin politik, petuah, hidup dan hari raya. Elemen ini merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu, terhadap sebuah peristiwa. Misalnya, masyarakat menunggu
21
Luwi Iswara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, ….. h. 53. Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Idiologi dan Politik Media, (Yogyakarta, LKIS, 2002),h. 106. 23 Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2005), ed. 1,h. 18. 22
25
Progress
pecahnya perang (invansi) AS ke Irak. Elemen ini merupakan elemen “Perkembangan” peristiwa yang ditunggu-tunggu masyarakat. Misalnya, setelah terjadinya invansi AS ke Irak, masyarakat tetap menunggu bagaimana pemerintahan selanjutnya yang akan dijalankan.
d. Kategori Berita dan Unsur Layak Berita dalam Media Massa Prinsip lain dalam proses produksi berita adalah kategori berita. Proses produksi berita adalah sebuah konstruksi. Sebagai sebuah konstruksi, ia menentukan mana yang penting dan mana yang tidak penting. Artinya, peristiwa itu penting dan bernilai berita, bukan karena secara inheren peristiwa itu penting.24 Media dan wartawanlah yang mengkonstruksi sedemikian rupa sehingga peristiwa penting dinilai penting. Kategori berita diantaranya :
Hard news
Feature news
Sport news
Social news Interpretive
24
Tabel 2 Kategori Berita25 Desain utama dari sebuah pemberitaan. Isinya menyangkut halhal penting yang langsung terkait dengan kehidupan pembaca, pendengar, atau pemirsa. Berita feature adalah peristiwa atau situasi yang menimbulkan kegemparan (pencitraan). Peristiwanya bisa jadi bukan teramat penting harus diketahui oleh masyarakat, bahkan mungkin halhal yang terjadi beberapa waktu lalu. Berita ini didesain untuk menghibur, namun tetap terkait dengan hal-hal yang menjadi perhatian pembaca. Subjek utamanya beritanya mungkin hanya mengisahkan kegemaran orang-orang, tempat bersejarah. Berita seputar olah raga bisa masuk dalam hard news dan feature. Memberitakan hasil pertandingan, tokoh olah ragawan dengan kehidupan pribadinya. Kisah-kisah kehidupan sosial, bisa masuk ke dalam hard news dan feature, seperti perkawinan. Wartawan berupaya untuk memberikan kedalaman analisis, dan melakukan survey terhadap berbagai hal yang terkait dengan
Erisyasnto, Analisis Framing, Kontruksi Idiologi dan Politik Media, ….. h. 108. Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, ….. h. 21.
25
26
Science Consumer
Financial
peristiwa yang hendak dilaporkan. Wartawan memberitakan seputar ilmu pengetahuan dan teknologi. Para penulis adalah a consumer story, para pembantu khalayak untuk menginformasikan seputar barang-barang kebutuhan sehari-hari. Wartawan memberikan fokus perhatiannya pada bidang bisnis, komersial atau investasi.
Selain kategori berita, juga dikenal adanya unsur layak dalam sebuah berita. Tidak semua peristiwa dapat dijadikan berita oleh seorang wartawan, oleh karena itu diperlukan unsur-unsur tertentu, peristiwa apa yang layak untuk dimuat dalam sebuah surat kabar, diantara unsur-unsur tersebut adalah : 1. Berita harus akurat Wartawan harus hati-hati dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak yang luas yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya. Mulai dari kecermatan dalam menuliskan ejaan, baik nama, angka, tanggal, dan selalu melakukan chek and recheck sebelum berita tersebut dipublikasikan. Akurasi berarti benar dalam memberikan kesan umum, benar dalam sudut pandang pemberitaan yang dicapai oleh penyajian detail-detail fakta dan oleh tekanan yang diberikan oleh fakta-faktanya. 2. Berita harus lengkap, adil dan berimbang. Keakuratan fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti. Fakta-fakta yang akurat dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit memberikan tekanan, dengan menyisipkan fakta-fakta yang tidak relevan atau dengan
27
menghilangkan yang seharusnya ada, pembaca mungkin mendapatkan kesan yang palsu. Yang dimaksud dengan sikap adil dan berimbang adalah bahwa wartawan harus melaporkan apa yang sesungguhnya yang terjadi. 3. Berita harus objektif Seorang wartawan dituntut untuk bersikap objektif dalam menulis berita. Dengan sikap objektifnya, berita yang ia muat pun akan objektif, artinya berita yang dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Lawan objektif adalah subjektif, yaitu sikap yang diwarnai prasangka pribadi, dalam pengertian objektif ini, termasuk pula keharusan wartawan menulis dalam konteks peristiwa secara keseluruhan, tidak dipotong-potong oleh kecenderungan objektif. 4. Berita harus jelas dan ringkas Berita yang disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu tulisan yang ringkas, jelas dan sederhana. Tulisan berita harus tidak banyak menggunakan kata-kata, harus padu dan langsung. Penulisan berita yang efektif memberikan efek mengalir, ia memiliki warna alami tanpa berkelok-kelok atau tanpa kepandaian bertutur yang berlebihan. Bahasa berita, ringkas, terarah dan menggugah. 5. Berita harus hangat Peristiwa-peristiwa bersifat tidak kekal, dan apa yang nampak benar pada hari ini belum tentu benar esok hari. Karenanya konsumen berita menginginkan informasi
28
yang segar, informasi hangat dan terbaru. Media bercerita sangat spesifik tentang fakta waktu ini.26 e. Karakteristik Ekspose Berita Kriminal Sekitar tahun 2001 acara kriminal yang dikemas menjadi sebuah acara yang berisi tantang berita peristiwa-peristiwa kriminal dari berbagai penjuru tempat di negeri ini menjadi mata acara yang hampir diproduksi oleh tv swasta di Indonesia. Pada awalnya berita kriminal hanya menjadi salah satu isi berita dari tayangan berbagai berita lain, namun pada perkembangannya seluruh stasiun televisi merasa perlu untuk menyediakan tempat tersendiri untuk menayangkan berita-berita khusus kriminal. Mengemas peristiwa kriminal menjadi sebuah berita yang disebar luaskan melalui media memang bukan hal baru. Sebelum industri televisi marak seperti belakangan ini, media massa cetak sudah lebih dahulu berkembang dan ada beberapa di antaranya yang mengkhususkan diri dengan memuat berbagai berita kriminal yang terjadi. Sebut saja misalnya Pos Kota, sebuah surat kabar harian yang terbit di Jakarta ini merupakan media cetak yang sudah sejak tahun 70an memuat berita-berita kriminal, dan masih banyak media harian lokal yang serupa seperti Koran Merapi, dan Meteor. Berita kriminal yang dikemas dalam media messa cetak umumnya menampilkan foto pelaku atau korban serta dicetak dengan halaman berwarna di halaman pertama dan halaman terakhir. Selain berita kriminal umumnya juga disertai dengan rubrik yang berisi tentang persoalan seksual, hal-hal ghaib, serta penuh
26
Ibid., 21-22.
29
dengan iklan-iklan obat penambah daya kekuatan seksual, serta pengobatan alternatif.27 Menurut Totok Djuroto, berita kriminal adalah berita atau laporan yang diperoleh dari pihak kepolisian.28 Sedangkan menurut W.A. Bonger mengenai kejahatan maka yang di sebut berita kejahatan ialah berita yang bersangkutan. Dalam hal ini yang termasuk berita kejahatan ialah hal yang aktual dan menarik perhatian khalayak tentang perbuatan dan tingkah laku anti sosial yang memiliki kelemahan organik dan sentimen-sentimen moral dasar.29 Dari kejahatan berupa ketidakjujuran dan kepatuhan dan sangat merugikan, baik bagi si penderita maupun masyarakat. Hilangnya keseimbangan, ketentraman, dan ketertiban. Perbuatan ini secara sadar akan mendapat reaksi dari negara berupa pemberian hukuman, seperti : pembunuhan, penodongan, perampokan, pencurian, perkosaan, dan sebagainya yang melanggar undang-undang negara. Pada dasarnya, secara sosiologis, kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat dalam setiap kali kesempatan dan keinginan, karena kejahatan tersebut belum tentu datang dari orang berbuat jahat, bisa jadi karena masyarakat yang memancing (memicu) seseorang untuk berbuat jahat. Misalnya saja wanita yang memakai perhiasaan yang berlebih-lebihan hanya untuk pergi ke pasar, tidaklah mudah untuk menahan keinginan yang dimiliki apalagi dalam 27
http://etnojurnal.blogspot.com/2010/04/tayangan-berita-kriminal-di-televisi.html. Diakses pada tanggal 26 Juli 2011. 28 Totok Djuroto, Teknik Mencari dan Meliput Berita (Semarang : Dahara Prize, 2003),h. 6. 29 W.A Bonger diterjemahkan oleh RA Koesnoen, Pengetahuan Tentang Kriminologi (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1977).
30
keadaan mendesak. Kejahatan dilakukan oleh penjahat memiliki motif yang beraneka ragam. Entah itu kebiasaan yang sulit dihilangkan, seperti sekedar kecanduan untuk berbuat kriminal meskipun dalam segi ekonomi yang dimiliki lebih dari cukup. Ada juga karena tuntutan hidup, orang yang serba kekurangan dalam segi ekonomi dan tidak mempunyai pekerjaan dapat melakukan tindakan kriminal. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berita kriminal adalah laporan berupa fakta terkini mengenai tindakan maupun perbuatan kriminal atau yang melanggar hukum, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, tingkah laku yang merugikan masyarakat dan dapat menarik perhatian umum. Dari sisi bentuknya, berita kejahatan itu ada yang merupakan berita pemerkosaan, berita perampokan, berita pembunuhan dan lain sebagainya. Termasuk dalam bentuk pelanggaran peraturan dan perundang-undangan negara. Karena itu sumber beritanya pun akan terpusat pada lembaga-lembaga hukum yang fungsinya menyelesaikan setiap bentuk kejahatan.30 Ada beberapa penggolongan terhadap tindakan kriminal antara lain : 1. Tindak kriminal terhadap ketertiban umum diantaranya : pemerasan, pencurian, tawuran / perkelahian dan merusak barang orang. 2. Tindak kriminal terhadap nyawa orang atau badan orang. Yang termasuk kategori ini adalah pembunuhan dan penganiayaan.
30
Partowisastro, Dinamika Psikologi,….. h. 139.
31
3. Tindak kriminal atau kejahatan asusila yakni mengenai hal-hal yang menyangkut Exses sexual seperti perzinahan, pelacuran, pemerkosaan dan sebagainya termasuk adalah kesopanan, dan pornografi.31 kejahatan bukanlah terletak pada tingkah lakunya, melainkan pada reaksi yang muncul terhadapnya, karena kejahatan tersebut belum tentu datang dari orang yang berbuat jahat, bisa jadi karena masyarakat yang memancing (memicu) seseorang untuk berbuat jahat.32 Contohnya seorang bapak yang tidak mempunyai pekerjaan sedangkan ia harus memenuhi kebutuhan keluarga seperti memberi makan anak dan isterinya, dengan kondisi seperti itu akhirnya bapak tersebut mencuri. Tidaklah mudah untuk menahan dengan kondisi tersebut dalam keadaan yang mendesak. Reaksi terhadap penjahat akan menghasilkan cap sebagai penjahat. Seseorang yang di cap sebagai penjahat dengan sendirinya akan termasuk kelompok penjahat. Kejahatan dilakukan oleh penjahat memiliki motif yang beraneka ragam entah itu kebiasaan yang sulit dihilangkan, seperti kecanduan untuk berbuat jahat atau berbuat kriminal meskipun dalam segi ekonomi yang dimiliki lebih dari cukup ada juga karena tuntutan hidup orang yang serba kekurangan dalam segi ekonomi dan tidak mempunyai pekerjaan dapat melakukan tindakan kriminal. f. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kriminal Faktor timbulnya kejahatan yang ada di masyarakat di karenakan faktor biologis, psikologis, dan sosiologis. 31
Gerson WB, Hukum Pidana dalam Teori dan Praktek (Jakarta : Pradya Paramitha, 1983), h. 138-160. 32 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, …, h. 56.
32
1. Faktor Biologis : Para tokoh genetika berargumen bahwa kecendrungan untuk melakukan tindakan kriminal pada situasi tertentu kemungkinan dapat diwariskan, karena terpengaruh oleh lingkungan, kerusakan otak dan sebagainya, terhadap tingkah laku kriminal. Misalkan cendrung ingin melakukan kekerasan tanpa sebab, senang mengumpulkan barang orang lain (koleksi) tanpa izin (klepto).33 2. Faktor Psikologis (kejiwaan) : Para psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari kemungkinan cacat kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi, yang tidak memadai di masa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu, perkembangan moral yang lemah.34 3. Faktor Sosiologis : Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu prilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam prilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang sama. Keadaan ini dimungkinkan oleh karena adanya sistem kaidah dalam masyarakat. Gejala yang dinamakan kejahatan pada dasarnya terjadi di dalam proses dimana ada interaksi sosial antara bagian-bagian dalam masyrakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan pihak-pihak yang memang melakukan kejahatan.35 4. Ada juga tindak kriminal yang didorong oleh konflik batinnya sendiri. Jadi mereka mempraktekkan konflik untuk mengurangi beban tekanan jiwa sendiri lewat tingkah laku agresifnya, karena itu kejahatan mereka pada umumnya erat berkaitan 33
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, …, h. 26. Ibid. h. 26. 35 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, …, h. 15. 34
33
dengan konstitusi jiwa yang galau semerawut, konflik batin dan frustasi yang akhirnya ditampilkan secara spontan keluar begitu saja.36 2. Media Massa Media massa pada masyarakat luas pada saat ini dapat dibedakan atas tiga kelompok, meliputi media cetak, media elektronik, dan media online. 1. Media Cetak Media cetak merupakan media tertua yang ada di muka bumi. Media cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta Senatus di kerajaan Romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti Surat kabar (koran), Tabloid, dan Majalah. 2. Media Elektronik Media elektronik muncul karena perkembangan teknologi modern yang berhasil memadukan konsep media cetak, berupa penulisan naskah dengan suara (radio), bahkan kemudian dengan gambar, melalui layar televisi. Maka kemudian, yang disebut dengan media massa elektronik adalah Radio dan Televisi. 3. Media Online Media online merupakan media yang menggunakan internet. Sepintas lalu orang akan menilai media online merupakan media elektronik, tetapi para pakar memisahkannya dalam kelompok tersendiri. Alasannya, media online 36
Ibid., h. 26.
34
menggunakan gabungan proses media cetak dengan menulis infromasi yang disalurkan melalui sarana elektronik, tetapi juga berhubungan dengan komunikasi personal yang terkesan perorangan.37 B. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Media Massa Televisi merupakan audio visual yang mempunyai kelebihan dibandingkan media informasi lainnya. Seperti tayangan berita krminal yang didalamnya terdapat kekerasan seperti pemerkosaan, pergaulan bebas, pemakai obat-obatan terlarang dan pembunuhan yang menjamur di televisi kita. Semua ini sangat mempengaruhi terhadap kehidupan di masyarakat. Misal tawuran antar pelajar, penodongan hamil pranikah, pelecehan seksual, pembunuhan, pergaulan bebas, perampokan, dan lain sebagainya adalah fakta yang tak terbantahkan lagi. Yang menjadi masalah, mengapa kekerasan menjadi menu pilihan yang di tayangkan di TV? Tak bisa dipungkiri, persaingan penyelenggara siaran di layar kaca dalam memperebutkan kue iklan yang makin terbatas sangatlah ketat. Demikian pula dengan pengiklanan suatu acara. Dengan durasi terbatas, kail yang dilemparkan ke pemirsa harus bisa menohok langsung kebenak. Kalau kita rajin memperhatikan berita yang ditayangkan di televisi, seperti patroli, buser, fakta, sergap, dan berita-berita kriminal lainnya, tentu unsur seks dan kekerasannya itu lebih besar porsinya. Tayangan berita ini membuat semenarik mungkin dalam berbagai macam cara dalam mempromosikannya, sampai-sampai
37
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), Cet
ke-1,h. 10.
35
dalam menggambarkan korban kekerasan, misalnya dengan ceceran darah atau mengclose korban. Kekerasan dalam program televisi dapat menimbulkan perilaku agresif pada masyarakat/pemirsa yang ditontonnya. Karena pada dasarnya setiap manusia itu mempunyai sifat agresif sejak lahir, sifat ini berguna dalam bertahan hidup. Ada yang melihat, proses dari sekedar tontonan sampai menjadi perilaku perlu waktu yang cukup panjang. Namun, merepotkan bila tontonan kekerasan sudah menjadi suguhan sehari-hari, sehingga sudah menjadi hal yang biasa, apalagi lingkungan sekitar juga mendukung. Bayangkan, bila dalam sehari disuguhkan 100 adegan kekerasan berapa yang diterima dalam seminggu, sebulan, atau setahun? Mungkinkah akhirnya menjadi keseharian yang biasa di masyarakat. Oleh karena itu dampak atau pengaruh yang timbul dari tayangan berita kriminal di televisi sangatlah besar.
36
BAB III PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DALAM PRESPEKTIF UNDANGUNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN HUKUM ISLAM A. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Undang-Undang Penyiaran Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberi efek lain di luar fungsinya itu. Efek media massa tidak saja memengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa cepat dapat memengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat. Efek media massa dapat pula memengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga dengan cepat memengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu yang lama. Hal tersebut karena efek media massa terjadi secara disengaja, namun juga ada efek media yang diterima masyarakat tanpa disengaja.1 Maraknya tayangan kekerasan melalui media televisi, baik dengan berita kriminal maupun dari sinetron-sinetron yang tidak mendidik, dianggap telah memberi dampak negatif kepada pemirsanya. Berbagai berita kriminal, dianggap justru menginspirasi dan mendorong makin maraknya tindakan kriminal lain di masyarakat. Sementara, tontonan yang mengandung unsur kekerasan, juga ditengarai mendorong orang berbuat yang sama.
1
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “ Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat” (Jakarta : KENCANA, 2008), Edisi Pertama, Cet. Ke-3,h. 317.
37
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran (Pasal 1 Ayat 4).2 Peraturan pedoman perilaku penyiaran yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut penyiaran dan regulasinya siaran sudah tercantum dalam UndangUndang Penyiaran di Pasal 48 Ayat 1 sampai dengan 5, namun secara spesifik terdapat dalam Ayat 2 dan 4. Seperti : (2) Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dan bersumber pada : a. nilai-nilai norma agama, moral, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan b. norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran. (4) Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurangkurangnya berkaitan dengan : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
2 3
rasa hormat terahadap pendangan keagamaan; rasa hormat terhadap hal pribadi; kesopan dan kesusilaan; pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme; perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan; penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak; penyiaran program dalam bahasa asing; ketepatan dan kenetralan program berita; siaran langsung; dan siaran iklan.3
Undang-undang Penyiaran, nomor. 32 tahun 2002. Undang-Undang Penyiaran, nomor 32 tahun 2002.
38
Begitu juga yang di atur dalam peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagaimana yang di amanatkan dalam undang-undang penyiaran pasal 48 ayat 1. Bahwa “pedoman perilaku penyiaran bagi penyeleggaraan siaran ditetapkan oleh KPI”. Dalam pasal 1 ayat 13 peraturan KPI yang berbunyi : “Yang dimaksud dengan program yang mengandung muatan kekerasan adalah program yang dalam penyajiannya memunculkan efek suara berupa hujatan, kemarahan yang berlebihan, pertengkaran dengan suara seolah orang membanting atau memukul sesuatu, dan atau visualisasi gambar yang nyata-nyata menampilkan tindakan seperti pemukulan, pengerusakan secara ekplisit dan vulgar”. Dalam pasal 5 ayat poin d peraturan KPI yang berbunyi : “Pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme”; Dalam pasal 10 ayat 1 sampai 5 peraturan KPI yang berbunyi : (1)
Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila
sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan secara terus-menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan
senjata
tajam,
darah,
korban
dalam
kondisi
mengenaskan,
penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi). (2) Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar prikemanusiaan atau sadistis. 39
(3)
Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan
sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. (4) Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan. (5)
Program atau promo program yang mengandung mautan kekerasan secara
dominan dan jelas, dibatasi waktu penayangannya.4 B. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers Menurut Undang-Undang Penyiaran. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pendapat (berekspresi) dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28. Dimana keberadaan pers dijamin oleh pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 (amademen kedua) bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pada masa Orde Baru kita mengenal Undang-Undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, yang di ubah dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1967 tentang Penambahan Undang-Undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, dimana setiap media cetak harus memiliki Surat Izin Terbit (SIT) yang dikeluarkan oleh Departemen Penerangan dan harus pula
4
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran.
40
dilengkapi dengan Surat Izin Cetak (SIC) dari Kodam. Diubah dengan UndangUndang No. 21 tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1967. Dalam Undang-Undang tersebut dikeluarkan Peraturan Menteri Penerangan tahun 1984 tentang Perizinan. Izin tersebut berupa Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Didalam Pasal 33 dinyatakan bahwa SIUPP dapat dibatalkan jika oleh pemerintah yang bersangkutan dianggap telah melakukan pelanggaran.5 Memasuki era reformasi, Undang-Undang tersebut diganti menjadi UndangUndang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam Undang-Undang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers, kemerdekaan pers diakui sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat, yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum6 (Pasal 2). Kemerdekaan pers dijamin sebagai Hak Asasi warga negara (Pasal 4 ayat (1)). Dimana pers nasional tidak lagi dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat (2)). Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat (3)). Dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan didepan hukum, wartawan mempunyai hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak 5
www.dewankehormatanpwi.com.Diakses pada tanggal 7 Februari 2003. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. Penjelasan Atas UndangUndang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers. 6
41
menyebutkan identitas sumber informasi7 (Pasal 4 ayat (4)). Di lain pihak, pers wajib melayani hak jawab (Pasal 5 ayat (2)), dan wajib pula melayani hak koreksi (Pasal 5 (3)). Disamping itu, penjelasan Undang-Undang Pers pada bagian umum, mempertegas posisi Undang-Undang Pers. Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, Undang-Undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Delik pers hanyalah diatur dalam pasal-pasal KUH Pidana.8 Delik pers adalah buah pikiran atau perasaan yang isinya mengandung suatu tindakan yang diancam dengan pidana. Delik pers bukanlah tindak pidana khusus tetapi merupakan kejahatan biasa.9 Dengan demikian pemidanaan terhadap pelanggaran Undang-Undang Pers berpegang ketentuan KUHP. Adapun bila terjadi delik pers, sistem pertanggungjawaban pidana menurut Pasal 12 Undang-Undang Pers berserta penjelasannya menganut Stair System (sistem bertangga), sebagai lawannya adalah Waterfall System (sistem air terjuan). Stair System
biasa
pula
disebut
fiksi
pertanggungjawaban
redaksi.
Artinya,
pertanggungjawaban yang dipikul oleh pimpinan redaksi (pemred) adalah fiktif karena yang melakukan perbuatan (delik pers) bukan dia, melainkan orang lain (wartawan), tetapi ia harus bertanggungjawab. Implikasi atau konsekuensinya adalah, 7
Hak tolak dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan. Penjelasan Atas UndangUndang Nomor : 40 tahun 1999 tentang Pers. 8 Andi Muis, Pencemaran Nama Baik dan Komunikasi Massa, dalam DICTUM, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan, edisi 3, 2004 (Jakarta : LeIP, 2004),h. 79. 9 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996),h. 376.
42
wartawan bawahan bisa bebas dari posisi sebagai terdakwa, sehingga Pasal 55-56 KUH Pidana (tentang penyertaan dalam perbuatan pidana) tidak berlaku.10 Sebaliknya, dalam sistem Waterfall system, pemred dapat mengalihkan tanggung jawab hukum kepada anggota redaksi yang lain dan seterusnya hingga kepada wartawan yang mungkin memang adalah pelaku delik pers (penulis yang sebenarnya). Tetapi sistem air terjun bisa pula menjadi sistem bertangga apabila pemred merangkap penanggung jawab atau ia tidak mau menyorongkan tanggung jawab kepada angota redaksi lain atau wartawan yang menulis berita yang melanggar delik pidana tersebut. Jadi dalam sistem air terjun dapat pula berlaku fiksi pertanggungjwaban redaksi (Responsible editor). Ketentuan inilah yang bisa merupakan Lex Specialis terhadap Pasal 55-56 KUH Pidana.11 Sistem air terjun dapat menyebabkan wartawan bawahan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya agar tidak mudah terjebak dalam delik pers. Sebaliknya sistem bertangga dapat menyebabkan wartawan bawahan kurang berhatihati dalam menjalankan tugas karena apabila ia melakukan delik pers, maka bukan dia yang wajib bertanggung jawab. Sistem ini juga mengecualikan pemberlakuaan Pasal 55-56 KUH Pidana (Lex generalis). Tetapi, secara umum Lex specialis ini tidak ada manfaatnya bagi Undang-Undang Pers untuk dijadikan Pasal-pasal delik pers. Baik Stair system maupun Waterfall system memerlukan dewan redaksi atau rapat-
10
Andi Muis, Pencemaran Nama Baik dan Komunikasi Massa, dalam DICTUM, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan,….. h. 82. 11 Ibid., h. 82.
43
rapat redaksi untuk mengambil keputusan bersama apabila ada kejadian-kejadian penting yang perlu diberitakan (News worthy events) agar para wartawan tidak terlalu bebas dan tidak terlalu berhati-hati dalam menjalankan tugas jurnalistik yang semuanya bisa berdampak buruk terhadap kebebasan pers. Isi pemberitaan pers yang tak lagi mengenal rambu-rambu SARA, juga berkaitan dengan prosedur perolehan SIUPP yang tergolong cepat dan tak lagi sepolitis seperti di era rezim Orde Baru Suharto. SIUPP kini tak lagi dijadikan instrumen politik, namun sekadar persyaratan birokrasi usaha. Sama seperti ketika seorang warga hendak membuka usaha tertentu. Akibatnya jumlah penerbitan bertambah secara signifikan. Menurut hasil penelitian Dewan Pers, pada tahun 1999, Deppen, sebelum dibubarkan, telah mengeluarkan SIUPP baru sebanyak 1.687 buah. Kemudian pada tahun 2000 dan 2001 terdapat penambahan 500 SIUPP baru lagi. Namun dalam prakteknya, tidak semua pemilik SIUPP memiliki usaha penerbitan. Tahun 1999 misalnya dari 1.687 buah SIUPP baru, hanya 1.381 buah yang terbit. Selama tahun 1999, satu per satu penerbitan baru mulai rontok, hingga akhirnya tinggal 551 penerbitan yang bertahan. Menguatnya fenomena pers industri, yang merupakan konsekuensi dari proses industrialisasi di bidang media massa. Fenomena pers industri, membuat media massa memiliki dua wajah, sebagai institusi bisnis dan institusi sosial. Kedua sifat institusional ini membawa implikasi dalam orientasi keberadaannya. Sebagai institusi bisnis media massa sama halnya dengan setiap korporasi, yaitu menjalankan operasinya dengan orientasi ke dalam (inward looking), untuk kepentingan sendiri. 44
Sedang dalam menjalankan fungsi sebagai institusi sosial, berorientasi ke luar (outward looking) untuk kepentingan masyarakat. Pertentangan dua wajah ini menjadi perdebatan yang kunjung usai, menandai keberadaan media dalam masyarakat. Sementara ke dalam pertentangan orientasi ini membawa implikasi terhadap opersi kerja kaum jurnalis. Di satu pihak, dari dalam, jurnalis yang dituntut untuk menghasilkan informasi untuk memenuhi orientasi bisnis, pada pihak lain, dari luar, ada harapan agar menjalankan fungsi sosial. Sehingga media dan jurnalis berada di antara dua dunia, sebagai pekerja dalam konteks institusi bisnis ataukah sebagai pelaku profesi yang menjalankan fungsi sosial. Kebebasan pers karenanya tidak menjadi concern atau monopoli orang-orang pers saja, tetapi juga menjadi urusan warga masyarakat. Soalnya, kebebasan pers bisa disalah gunakan oleh orang-orang pers itu sendiri. Yaitu ketika pers, baik pada arah individu jurnalis atau pemilik media, berselingkuh dengan kekuasaan politik, ekonomi dan komunalisme/budaya. 12 Kebebasan pers di suatu negara demokratis pada hakekatnya adalah bagian dari kebebasan bersuara bagi masyarakat. Keterbukaan untuk menyebarkan informasi menjadi bagian yang sangat penting dalam sebuah negara demokrasi. Sehingga, upaya mendirikan media pers pada dasarnya merupakan hak mendasar bagi setiap warga negara agar dapat mengumandangkan suaranya. Benar, hak setiap warga,
12
http://buntomijanto.wordpress.com/2007/07/17/menyoal-kebebasan-pers-pers-bebas-dankeblabasan-pers.Diakses pada tanggal 9 Maret 2011.
45
bukan semata-mata hak wartawan dan pengelola media pers yang saat ini telah menggurita. Kemampuan pers dalam menjalankan peranannya tersebut banyak bergantung kepada seberapa jauh kemerdekaan dari negara dan kekuatan-kekuatan lainnya “direbut” oleh kalangan praktisi media. Hanya pers yang bebas yang dapat melayani masyarakat yang demokratis. Ia harus bebas mengkritik segala kebijakan, tingkah laku para pejabat yang menyimpang dan pers harus mempunyai hak untuk mengetahui aktivitas pemerintahan yang sedang berjalan demi menjaga kepentingan publik. Oleh karena itu, kebebasan pers pada dasarnya merupakan hak yang sifatnya korelatif, yaitu hak untuk terealisasinya hak lain, yakni; hak warga untuk mendapat informasi serta hak menyatakan pendapat dan mengontrol kekuasaan, kekuatan negara atau pemerintah, tetapi juga kekuasaan masyarakat, termasuk kekuasaan pers sendiri.13 Begitu juga dengan “penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil, dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab”(Pasal 2).14 C. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Hukum Islam
13 14
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2003),h. 190. Undang-Undang, Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
46
Media komunikasi massa akan menghantarkan perubahan transpormasi budaya masyarakat. Umat Islam merupakan salah satu produk dunia dan merupakan salah satu konsumen dari berbagai produk media massa. Oleh karena itu, peranan kita sebagai pembeli atau pengguna jelas terlihat dalam bidang komunikasi. Sejalan dengan itu, perubahan-perubahan besar telah dan akan terjadi dalam perkembangan media massa kita, baik media massa cetak maupun elektronik. Persoalan yang kita hadapi adalah bagaimana kita melafalkan hal itu dengan sebaik-baiknya bagi pembangunan dan transpormasi budaya bangsa kita.15 Bagi umat Islam kehadiran aneka macam media komunikasi massa dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan dan sarana takwa disamping lebih meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam menjalankan pekerjaan bidang komunikasi massa, seseorang haruslah tunduk pada etika dan norma yang berlaku, terutama dalam peliputan berita yang berlebihan, dengan tujuan membuat berita yang sensasional dan menarik perhatian pembaca.16 Perbuatan yang dilakukan (insan pers), harus disertai dengan tanggung jawab. Sebab, menurut Islam, tidak ada perbuatan yang hilang begitu saja tanpa ada pertanggungjawabannya. Allah SWT berfirman :
15
Alfian, Transpormasi Sosial Budaya dalam Pembangunan Nasional, (UI Press, 1986),h.
167. 16
William L Rivers dan Cleve Methews, Ethic for Media, terj. Arwah Setiawan dan Danan Priyatmoko, (Jakarta : Gramedia, 1994),h. 60.
47
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)Nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)Nya” (QS. Az-Zalzalah 99 : 7-8) Tanggung jawab diberikan kepada setiap muslim dewasa (mukallaf) karena mereka dinilai sebagai orang merdeka. Bahkan disebut sebagai pemimpin, minimal untuk diri sendiri. Atas dasar kemerdekaan itulah, manusia dimintai tanggung jawab untuk setiap perbuatannya. Rasulullah bersabda :
اال كهكم راع و كهكم مسىل عه ر: عه ابه عمر عه انىبً صهً اهلل عهيه و سهم اوه قال .عيته “Dari Ibn Umar bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, „Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dipertanyakan tentang kepemimpinannya” (HR. Muslim). Dengan demikian, setiap manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan perbuatannya itu harus disertai tanggung jawab. Bila hal ini dikaitkan dengan pers maka pers memiliki kebebasan untuk memperoleh dan menyampaikan berita, dengan syarat akurasi dan akibat berita itu harus diperhatikan. Menurut konsep Islam, dalam menjalankan tugasnya pers tidak semata-mata bertanggung jawab pada manusia baik itu pemerintah atau masyarakat, maupun lembaga pers sendiri, tetapi lebih dari itu, pers harus bertanggung jawab kepada Allah SWT. Segala yang ditulis, diinformasikan, dan dikomunikasikan oleh pers tidak hanya berdampak duniawi tapi
48
juga ukhrawi, sebab semua aktivitas pers termasuk kategori amal sebagaimana disebutkan dalam surat az-Zalzalah, 99 : 7-8 diatas.17 Pers bebas yang tidak disertai tanggung jawab akan membawa pada eksesekses negatif dan destruktif, bagian dari ulah manusia penyebab kerusakan di muka bumi. Allah SWT berfirman dalam surat ar-Rum 30 : 41 :
Artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, oleh manusia Islam, termasuk insan pers, tidak diberi beban di luar kemampuannya. Setiap mereka dipersilahkan berbuat sesuai kemampuannya itu. Islam tidak pernah memaksa seseorang berbuat sesuatu, segala sesuatu dilakukan sesuai dengan kesadaran dan kebebasannya, tetapi dengan konsekuwnsi bahwa semua perbuatan itu harus dipertanggungjawabnkan di dunia maupun akhirat. Firman Allah SWT dalam surat al-An‟am : 6 : 137
17
Idri Shaffat, Kebebasan Tanggung Jawab, dan Penyimpangan PERS (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2008),h.146.
49
Artinya : “Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.” Menurut Al-Qur‟an, dalam hal tanggung jawab terhadap perbuatannya, manusia tidak mempunyai ketergantungan satu sama lain. Seseorang tidaklah bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain selama perbuatan itu tidak ada hubungan dengan dirinya.18 Bagi umat Islam etika yang dijadikan dasar adalah nilai-nilai moral yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadits, sebagai wahyu Allah SWT yang telah memberikan prinsip-prinsip dasar yang mendasari etika komunikasi, termasuk komunikasi massa. Tanpa memperhatikan tata nilai Islam dalam menjalankan tugas maka pekerja komunikasi massa yang beragama Islam akan menebarkan dusta dan kebohongan ditengah masyarakat. Ada beberapa aspek moral yang atau etika, diantaranya : 1. Fairness Wartawan harus jujur dalam mencari, mengumpulkan dan mengelolah berita. Bersifat objektif terhadap data dan fakta yang dikumpulkan. Tidak memutarbalikkan fakta, dituntut sportif mengakui bila mengalami kekeliruan. Adil tidak memihak, kecuali kepada kebenaran yang ditemui di lapangan. Bersikap wajar dan patut, sesuai yang dipublikasikan tidak boleh terlepas dari unsur kepatuhan dari etika yang berlaku. Bersikap memegang perasaan pembaca,
18
Ibid, h, 148.
50
terutama dalam suatu kelompok masyarakat dimana media massa diharuskan menjadi penopang masyarakat.19 Unsur objektifitas atau kejujuran dalam menyampaikan informasi menjadi salah satu kunci sukses seseorang wartawan dan juga kunci sukses institusi tempat bekerja. Masyarakat pembaca, tidak kehilangan kepercayaan dari informasi yang dipublikasikan. Sekali lagi masyarakat merasa dibohongi, maka boleh jadi selamanya kepercayaan akan hilang.20 Jika mayoritas sumber informasi masyarakat berperilaku tanpa mengindahkan komunkasi yang jujur, maka semua komunikasi melemah kepercayaan kepada sumber merupakan syarat yang dibutuhkan komunikasi verbal. Selama kepercayaan itu hilang, maka bahasa itu sendiri menjadi runtuh.21 Etika kejujuran dan objektifitas menjadi dasar paling pokok bagi komunikasi massa. MC. Donald menyatakan “para wartawan yang serius dalam mencapai suatu objektifitas yang akan meningkatkan upaya mereka untuk menyampaikan suatu gambaran yang akurat mengenai dunia”.22 2. Accuracy Ketepatan data atau informasi yang disiarkan kepada khalayak. Akurasi datang hanya bisa didapatkan apabila seseorang melakukan penelitian dengan cermat
19
William L Rivers dan Cleve Methews, Ethic for Media, terj. Arwah Setiawan dan Danan Priyatmoko,..... h. 22. 20 Ibid., h. 22. 21 J. Micheal Sproule, Argumen, (New York : MC. Gray Hill, 1980),h. 282. 22 William L Rivers dan Cleve Methews, Ethic for Media, terj. Arwah Setiawan dan Danan Priyatmoko,..... h. 106.
51
terhadap info dan data yang ditemui dilapangan (Check and Recheck), dengan cara komunikasi kepada nara sumber.23 Penelitian juga dilakukan terhadap unsur rasionalitas informasi, karena adanya kemungkinan sumber salah menyampaikan informasi atau kesalahan juga bisa terjadi pada wartawan, oleh karena itu diperlukan ketelitian dan kecermatan, faktor dead line bukan alasan untuk mengecek informasi. Dalam meneliti kebenaran berita, kode etik jurnalistik PWI menegaskan pada pasal 12 : “Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas sumber berita”. Hal itu berarti bahwa sumber berita merupakan jaminan kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu wartawan perlu memastikan kebenaran bahan berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat atau outentik. Upaya dan proses memastikan kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud itikad, sikap dan prilaku jujur dan adil setiap wartawan professional. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat : kesaksian langsung, ketokohan atau keterkenalan, pengalaman, jabatan, dan keahlian.24 3. Bebas dan bertanggung Jawab Terhadap pemberitaan yang dipublikasikannya, hati-hati dalam menyajikan berita dan mempertimbangkan pula efek yang timbul. 4. Kritik konstruktif
23
Richard L Johannesen, Ethics in Human Communication, terj. Dedy Djamaluddin dan Deddy Mulyana, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1996), h. 10. 24 Kode Etik Jurnalistik PWI yang diberlakukan sejak 11 Januari 1995.
52
Wartawan memiliki sifat kritik atas kekeliruan yang terjadi, apabila diketahui terjadi penyimpangan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang, maka tanggung jawab wartawan untuk melakukan perbaikan. Wartawan harus memiliki etika kepekaan dan keperdulian demi keselamatan orang banyak. Wartawan harus bersama membela kebenaran, menyampaikan berita yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Tulisan yang ada di media massa disamping sebagai sarana Dakwah bil Qalam, juga dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif dengan khalayak untuk mempublikasikan ide-ide, opini atau pemikiran tentang berbagai masalah. Melalui tulisan di media massa, seseorang dapat menciptakan opini publik, mempengaruhi massa, bahkan melakukan “propaganda”. Namun tentunya tak lepas dari batasan-batasan yang telah ditetapkan, seperti yang terdapat dalam Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia pasal 5 yang berbunyi : “wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan kerapihan, serta tidak mencampuradukan antara fakta dengan opini sendiri.25 Sebuah pesan yang disampaikan oleh Zainuddin Sardar dari (Center for Police and Future Studies) di Chicago bahwa seorang wartawan muslim hendaknya mampu berperan sebagai penjaga kebudayaan Islam yang handal sekaligus mampu menjadi Creator budaya yang dinamis. 25
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktek,h. 47. (Kode Etik Jurnalisme) pertama kali dibuat tahun 1947 di Yogyakarta, disusun kembali dan ditetapkan oleh persatuan wartawan Indonesia (PWI) tahun 1995 di Prapat Sumatra Utara dan mengalami penyempurnaan kongres kerja nasional PWI tahun 1994 di Batam Riau, dalam kongres XXI PWI di Palangkaraya, Kalimantan Tengah 2-5 Oktober 2003 kode etik ini lebih disempurnakan lagi.
53
Selain itu ada lima peran jurnalis muslim, yakni : 1. Sebagai pendidik (Muaddab), yakni melaksanakan fungsi edukasi yang Islami, dengan cara memahami kata dan kalimat yang teradapat di media massa. 2. Sebagai pelurus informasi (Musaddid), yakni ada tiga hal yang harus dilakukan oleh jurnalis Islam, yakni : memberikan informasi tentang ajaran Islam, menghasilkan karya yang Islami, serta melakukan Investigation reporting dari hasil pemberitaan yang diperoleh. 3. Sebagai pembaharu (Mujaddid), yakni sebagai juru bicara yang menyebarkan ajaran Islam serta pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari. 4. Sebagai pemersatu (Muwaddid), yakni sebagai penghubung antara umat Islam dan non-Islam demi terwujudnya persatuan umat. 5. Sebagai penjuang (Mujahid), yaitu pejuang pembela Islam.26 Pada dasarnya, dalam setiap pemberitaan sebuah media mempunyai Frame tertentu. Surat kabar dapat menyampaikan suatu isu yang berkembang dalam masyarakat dengan sangat cepat. Karena surat kabar dapat langsung dikonsumsi oleh khalayak, maka surat kabar dapat membentuk opini publik yang bersifat Cash, cepat dan dapat berubah atau bergeser pada saat yang singkat dari suatu kesimpulan yang satu kepada kesimpulan yang lain. Karena itu, selain surat kabar menyampaikan pemberitaan, ia juga berfungsi sebagai media dakwah.
26
Aep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2005), h. 122-123.
54
Media sering kali menampilkan lingkungan sosial yang tidak sebenarnya. Dengan cara itu media membentuk cerita khalayak ke arah yang dikehendaki media tersebut. Tapi pengaruh media massa tidak terhenti sampai disitu, media juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayak.27 Menurut Mafri Amir, dalam buku yang berjudul Etika komunikasi massa dalam pandangan Islam. Bahwa ada beberapa unsur dalam ilmu komunikasi yang meliputi beberapa etis. Misalnya menterapkan etika kejujuran atau objektivitas berdasarkan fakta, berlaku adil atau tidak memihak dengan menulis berita secara berimbang, serta menerapkan etika kepatutan atau kewajaran.28 1. Kejujuran Informasi, Aspek kejujuran atau objektivitas dalam komunikasi merupakan etika yang didasarkan kepada data dan fakta. Faktualisasi menjadi kunci dari etika kejujuran. Menulis dan melaporkan dilakukan secara jujur, tidak memutarbalikkan fakta yang ada. Dalam istilah lain adalah informasi yang teruji kebenarannya dan orangnya terpercaya atau dapat diakui integritas dan kredibelitasnya. Dalam al-Qur‟an kejujuran ini dapat diistilahkan dengan amanah ()اماوة, ghair al-takdzi,( )غير انثكد يب, shid ( ) صدق, al-haq ( ) انحق. Dengan dasar ketika istilah-istilah tersebut, maka seseorang pekerja komunikasi massa dalam pandangan Al-Qur‟an tidak akan
27
Jalaludin Rachmat, Psikologi Komunikasi (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h.
28
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam (Ciputat : Logos,
226. 1999),h.66.
55
berkomunikasi secara dusta, atau dengan istilah lahw al-hadits ( ) نهى انحد يثdan al-ifk ( ) اال فك.29 2. Adil, Tidak Memihak Dalam praktek jurnalistik berlaku prinsip etis adil dan berimbang. Artinya tulisan harus disajikan secara tidak memihak. Menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masingmasing terhadap suatu kasus berdasarkan prinsip berimbang dan adil. Berlaku adil adalah ajaran Islam. 3. Kewajaran dan Kepatutan Dalam komunikasi massa, wartawan wajib mempertimbangan patut tidaknya menyiarakan berita, tulisan atau gambar dengan tolok ukur, yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara dan bangsa. Dalam hal ini tidak boleh menyiarakan berita rahasia meliter atau negara. Atau berita yang dapat menyinggung perasaan umat beragama, suku, ras, dan golongan tertentu.30 Peran jurnalis muslim dimaknai sebagai proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat muatan dan sosialisasi nilai-nilai Islam. Jurnalis Islam dapat
dikatakan
sebagai
Crousade
journalisme,
yakni
jurnalisme
yang
memperjuangkan nilai-nilai tertentu, dalam hal ini nilai-nilai Islam. Jurnalistik Islam mengemban misi amar ma‟ruf nahi mungkar.
29 30
Ibid, h.66. Ibid, h. 84.
56
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar : merekalah orang-orang yang beruntung.” Jurnalis Islami adalah jurnalis dakwah, maka setiap jurnalis muslim, yakni wartawan dan penulis yang beragama Islam, berkewajiban menjadikan jurnalistik Islami sebagai ideologi dalam profesinya. Baik bekerja pada media massa umum maupun pada media massa Islam. Karena dakwah memang merupakan kewajiban yang melekat dalam diri setiap muslim. Jurnalis muslim adalah sosok juru dakwah (dai‟) di bidang pers, yakni mengemban dakwah bil Qalam (dakwah melalui pena). Ia adalah khalifah atau wakil Allah SWT, di dunia media massa yang terkait dengan dan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai norma dan etika Islam (Syariat Islam). Ia bertanggung jawab terhadap kode etik Islam serta aktual dalam kehidupan jurnalis muslim. Jurnalis muslim tidak boleh tinggal diam jika ada kemungkaran dalam dunia yang digelutinya. Dakwah bil Qalam memiliki beberapa fungsi, seperti yang diungkapkan oleh Hartono A. Jaiz, yakni : 1. Melayani kebutuhan masyarakat akan informasi Islam. Informasi yang dimaksud adalah informasi yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. 2. Berupaya mewujudkan atau menjelaskan seruan Al-Qur‟an secara cermat melalui berbagai media cetak untuk mengembalikannya kepada fikrah keuniversalannya serta menyajikan produk-produk Islam yang selaras dengan pemikirannya.
57
3. Menghidupkan dialog-dialog bernuansa pemikiran, politik, budaya, sosial, dan lain-lain. Media massa cetak memiliki keunggulan, terutama dalam hal Dakwah bil Qalam, seperti sebuah ilustrasi yang diungkapkan oleh Hasan al-Banna bahwa juru dakwah ibarat gardu listrik yang menyebarkan aliran listik untuk menerangi setiap sudut dan pelosok kota. Adalah tugas dan tanggung jawab jurnalis muslim (dai‟) menyampaikan sinar nilai-nilai Islam ke segenap lapisan masyarakat. 1. Lebih dalam pengaruhnya dari gelombang lisan ahli pidato. Pidato lisan dari sang orator dapat memikat jutaan massa rakyat dalam sesaat. Tapi tidak meninggalkan bekas dan menyerap dalam hati. Itulah sebabnya sang orator kembali mengulang pidatonya dihadapan massa. 2. Tulisan atau sari pena seorang pengarang cukup berbicara satu kali akan melekat terus menerus dalam hati serta bisa menjadi buah tutur setiap hari. 3. Bahasa tulisan lewat media cetak lebih rapi dan teratur. 4. Pembaca bisa membawa berulang-ulang hingga meresapi. 5. Terekam. Nasihat-nasihat yang disiarkan di media massa cetak tersusun dalam alinea, kalimat dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf yang dicetak pada kertas. Dengan demikian, setiap pesan-pesan yang diberitakan “terekam” sedemikian rupa sehingga dapat dibaca setiap saat dan dapat diulangi untuk dikaji, bisa dijadikan dokumentasi dan dapat pula dipakai sebagai keperluan tertentu.
58
6. Dapat diproduksi. Dapat digunakan kembali sehingga memudahkan mereka yang tidak berlanganan untuk memperolehnya. Kelemahannya hanya pada segi kecepatan penyampaian informasi.31 Dalam hal, menyampaikan informasi secara tepat merupakan landasan pokok untuk tidak mengakibatkan masyarakat, pembaca, pendengar, dan pemirsa mengalami kesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan oleh kesesatan informasi pada media massa, tentu bisa diperkirakan betapa besar bahaya dan kerugian yang diderita masyarakat banyak.
32
Stasiun TV harus berhati-hati dalam menayangkan berita kriminalitas.
Dalam hal ini P3SPS menentukan bahwa gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan (termasuk bencana alam) tidak boleh disorot secara close up (big close up, medium close up, extreme close up). Gambar-gambar lain yang tidak boleh disorot secara close up adalah gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan dan bencana, harus disamarkan serta durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi. Selain itu, gambar saat-saat kematian dan adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan. Adegan rekontruksi kejahatan tidak boleh disiarkan secara rinci dan harus memperoleh izin dari korban kejahatan atau pihak-pihak yang dapat dipandang 31
Suf Kasman, Jurnalisme Universal Menelurusi Prinsip-Prinsip Dakwah Bil Qalam dalam Al-Qur‟an, (Bandung : TERAJU, 2004), h. 124-129. 32 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa, .... h. 96.
59
sebagai wakil korban. Namun, untuk adegan rekontruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan
tidak
boleh
disiarkan.
Selain
itu,
siaran
rekontruksi
yang
memperlihatkan modus kejahatan secara rinci dilarang. Larangan juga berlaku bagi adegan rekontruksi yang memperlihatkan cara pembuatan alat kejahatan. Stasiun TV dilarang menyajikan isi siaran yang memberikan gambaran eksplisit dan rinci tentang cara membuat bahan peledak serta menyiarkan gambar secara eksplisit dan rinci adegan bunuh diri.33 D. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers dalam Hukum Islam Didalam hukum Islam (Al-Qur‟an dan Hadits) tidak terdapat keterangan tentang kebenaran pers. Tetapi, kalau kita mengutip pernyataan PK Ojong34 dan Mochtar Lubis,35 agar pers berfungsi sebagaimana mestinya, pers mutlak membutuhkan kebebasan. Kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dan kebebasan memiliki pendapat tanpa ganguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan infromasi, serta bebas dari penangkapan dengan secara sewenangwenang, bebas dari ketakutan dibredel, dan juga bebas dari rintangan batin yang diakibatkan fraternization antara pers dan pemerintah.
33
Morissan, jurnalistik televisi mutakhir, (Jakarta : Kencana, 2008), Cet, ke-1, h. 255-256 PK Ojong, Kompasiana (Jakarta : Gramedia, 1981),h. 8. 35 Mochtar Lubis, Catatan Subversif (Jakarta : Sinar Harapan, 1980), h. 15. 34
60
Menurut DR. Muhammad Ibrahim Nashr,36 yang harus dimiliki oleh seorang insan informasi (pers) Islam dalam mencari, menerima, dan menyampaikan informasi adalah : 1. Jujur Kejujuran dalam menyiarakan berita, dalam menulis pembicaraan dan membicarakan apa yang disiarkan. Firman Allah Swt.
Artinya : “Supaya Allah memberikan Balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 33 (Al-ahzab) : 24). Allah benar-benar menjanjikan siksaan bagi orang-orang yang berdusta, mengancam, akan menyiksa mereka di dunia dan di akhirat, menjelaskan bahwa mereka adalah manusia terberat penganiayaannya serta memastikan bahwa mereka harus mendapat siksa karenanya.37 Firman Allah Swt :
36
Muhammad Ibrahim Nashr, Al-I‟laam Wa Atsaruhu Fi Nasyri Al-Qur‟an Wa Himayatiha, terj. S. Agil Husin Al-Munawar dan Hadri Hasan (Semarang : CV. Toha Putra Semarang, 1993), h. 30. 37 Ibid., h. 33.
61
Artinya : “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?” (QS. 39 (Az-Zumar) : 32). Berdusta itu tidak diperbolehkan kecuali pada tempat-tempat tertentu, sesuatu dusta yang kami sebutkan dengan dusta putih (terutama pada masa perang agar sterategi orang-orang Islam tidak diketahui musuh, atau antara dua orang yang berselisih agar keduanya bisa akur kembali, atau dustanya seseorang terhadap isterinya bila diperkirakan ia akan mendapat keburukan).38 Diantara arti kata jujur (ُ )اَلصً ْدقyang ditunjukan oleh peneliti-peneliti bahasa, adalah keras dan kuat. Pengertian yang sesungguhnya ialah bahwa seseorang yang jujur itu pasti kuat kepribadiannya, kuat imannya. Dikatakan kuat, karena ia tidak pernah menyebutkan kecuali kebenaran yang hakiki dan ia tidak melihat pentingnya atau alsan berdusta. Dan diantara kamus, jujur (ٌ )اَلصَدْقitu (dengan harakat kasrah pada huruf shad) berarti super, sedangkan
ٌاَلصَدْق
(dengan harakat fathah pada huruf shad)
berarti tingkat kematangan, baik bagi anak panah maupun bagi manusia dan berarti juga segala sesuatu yang sempurna. 2. Mencari Kebenaran yang Hakiki
38
Ibid., h. 34.
62
Sikap mencari dan menetapkan kebenaran yang hakiki itu memang dianjurkan didalam Al-Qur‟an Al-Karim, dan dijelaskan pula efek-efek negatif yang mungkin terjadi jika sikap tersebut diabaikan. Firman Allah Swt :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengatahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.” (Q.S. 49 (Al-Hujuraat) : 6) Turunnya ayat ini untuk mengajarkan kepada kaum muslimin agar berhati-hati dalam menerima berita dan informasi. Sebab informasi sangat menentukan mekanisme pengambilan keputusan, dan bahkan entitas keputusan itu sendiri. Keputusan yang salah akan menyebabkan semua pihak merasa menyesal. Pihak pembuat keputusan merasa menyesal karena keputusannya itu menyebabkan dirinya mendzhalimi orang lain. Pihak yang menjadi korban pun tak kalah sengsaranya mendapatkan perlakuan yang dzhalim. Maka jika ada informasi yang berasal dari seseorang yang integritas kepribadiannya diragukan harus diperiksa terlebih dahulu.39
39
http://bud1prasety0.wordpress.com/2010/06/09/selektif-menerima-informasitafsir-surat-alhujurat-ayat-6.Diakses pada tanggal 22 Juni 2011.
63
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (Q.S. 24 (An-Nuur) : 19) 3. Kekuatan Argumentasi Seorang penulis (pers) Islam mau tidak mau harus melatih diri menggunakan gaya dan pola bahasa Al-Qur‟an, Hadits Nabi Saw serta bahasa Arab klasik. Karena Nabi Muhammad Saw berbuat demikian, ketika menyampaikan dakwah Islam kepada penentang-penentangnya yang mencoba untuk memastikan dakwah Islam ketika Islam masih di dalam masa awal perkembangannya dengan beraneka ragam cara dan gaya. Lalu Nabi Saw dipersenjatai oleh Allah Swt dengan kekuatan argumentasi yang dapat menundukkan perbuatan mereka yang tidak benar serta menutup semua jalan mereka. Al-Qur‟an Al-Karim mengandung semua jenis argumentasi dan dalil-dalil yang membuat orang-orang yang takabur dan menentang itu bertekuk lutut. Firman Allah Swt :
Artinya : “Katakanlah “Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat: maka jika dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.” (Q.S. 6 (AlAn‟am) : 149) Celaan Allah Swt terhadap orang-orang yang berbantah-bantahan mengenai Allah Swt tanpa argumentasi ini menunjukkan secara pasti atas perlunya setiap orang
64
yang mempunyai masalah mempersenjatai dirinya dengan argumentasi yang kuat. Ia tidak boleh mempropagandakan suatu ide atau pendapat kecuali jika semua argumentasi dan dalil yang mendukung menguatkannya telah dikuasai.40 Di dalam al-Qur‟an banyak ayat yang menunjukkan bahwa berdebat dengan cara yang tidak benar tidak disukai Allah Swt dengan sekaligus menjelaskan bahwa orang-orang yang suka berdebat seperti itu perlu dijauhi. Firman Allah Swt :
Artinya : “Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu).” (Q.S. 8 (Al-Anfal) : 6) 4. Kebijaksanaan dalam menyebarkan berita Allah Swt telah memuji para Nabi dan Wali-NYA karena kebijaksaaan yang mereka miliki. Firman Allah Swt :
Artinya : “Allah menganugrahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang AlQur‟an dan as-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya 40
Muhammad Ibrahim Nashr, Al-I‟laam Wa atsaruhu Fi Nasyri al-Qur‟an Wa Himayatiha, terj., (Semarang : CV Toha Putera Semarang, 1993),h. 39.
65
orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah Swt).” (Q.S. 2 (Al-Baqarah) : 269)
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. 16 (An-Nahl) : 125) Di dalam kamus Al-Muhith, tentang materi حكمdisebutkan : ُ( اَ َنحِكـْمَهyang selalu diterjemahkan dengan “kebijaksanaan”) dengan kashrah huruf
انحاءsinonim
dengan ُ( اَ ْن َعدْلkeadilan), ُ( اَ ْنعِ ْهمilmu pengetahuan), ُ( اَ ْنحِ ْهمsantun), ( اَنْىُبُىkenabian),
( انَقُرْاَنAl-Qur‟an), dan ( االوجيمInjil).41 ْ َاberarti : ُسثَحْكُمْ َاثْ َقىَه ْ ( فَاia kerjakan dengan tekun dan cermat Dan kata َحكَمَه maka karena itu ia mendapat kepastian) dan menjaga dia dari kebinasaan atau kerusakan. Dan kata َح َكم َ َ( اَنْقَ َرسdia kuasai kuda itu) sama dengan :َجعَم َ
ِنِِهجَامِه
(dia jadikan tali kekangnya sebagai pengedali).42 Dengan melihat kepada arti-arti yang dikemukakan ini, jelaslah oleh kita sifat kebijaksanaan yang kita inginkan dalam menyebarkan berita dan kebijaksanaan yang
41 42
Ibid., h. 44. Ibid., h. 45.
66
merupakan sifat bagi seorang insan informasi (pers) Islam yang sekaligus merupakan ciri khasnya. Setiap insan informasi (pers) berkompetisi mengejar yang paling baru, baik itu berita pendapat atau artikel sehingga terkenalah istilah “prioritas jurnalistik”. Prioritas jurnalistik itu adalah satu tuntutan yang tak dapat dihindari oleh insan informasi (pers). Tetapi prioritas ini, jika tidak dipagari oleh kebijaksanaan, akan merusak bahkan mungkin membinasakan media informasi pemegang prioritas (pers) tersebut atau membinasakan media informasi tempat ia bekerja.43 5. Teknik pemilihan gaya bahasa Dalam menulis artikel atau apa saja yang disebarkan dan disiarkan, maka memilih gaya bahasa yang cocok untuk disiarkan oleh insan informasi (pers) kepada pendengar atau untuk dituliskan kepada para pembaca. Mengambil contoh dari suratsurat yang pernah dikirim oleh Rasulullah Saw kepada raja dan kepala-kepala suku dalam hal perbedaan model bahasa dan pertimbangan tuntutan situasi. Dalam suratsurat yang ditulis Rasulullah Saw, model bahasa yang digunakan beliau berbeda-beda sesuai dengan orang-orang yang ditujukan, dan perbedaan tingkat budaya mereka. Fiqh dalam tradisi ahli-ahli hukum Islam sama dengan istilah „ilm al-syari‟ah (ilmu syari‟ah) yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum perbuatan mukallaf secara
43
Ibid., h. 47.
67
terperinci berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur‟an dan Sunnah dengan cara istinba‟th al-ahka‟m, yakni penggalian, penjelasan dan penerapan hukum.44 Dalam hukum Islam ada dua istilah yang kerap digunakan untuk tindak pidana yaitu Jinayah dan Jarimah. Dapat dikatakan bahwa kata „Jinayah‟ yang digunakan para fuqaha adalah sama dengan istilah „Jarimah‟ yang mendefinisikan larangan-larangan hukum yang diberikan Allah Swt, yang pelarangannya membawa hukuman yang ditentukan-Nya. Larangan hukum berarti melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan suatu perbuatan yang tidak diperintahkan.45 Didalam hukum Islam kebebasan pers tidak dijelaskan secara gamblang, tapi lebih kepada etika individu-individu pers itu sendiri. Apabila terjadi pelarangan yang berkaitan dengan pers maka didalam hukum Islam masuk kepada Jarimah Ta‟zir yaitu landasan dan penentuan hukumanya didasarkan pada ijma‟ (konsensus) berkaitan dengan hak negara muslim untuk melakukan kriminalisasi dan menghukum semua perbuatan yang tidak pantas, yang menyebutkan kerugian/kerusakan fisik, sosial, politik, finansial atau moral bagi individu atau masyarakat secara keseluruhan.46 Jarimah Ta‟zir ini terbagi menjadi tiga bagian : 1) Jarimah hudud atau qisas yang subhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat. 2) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Al-Qur‟an dan Al-Hadits, namun tidak 44
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam (Bandung : Pusat Penerbitan Universitas LPPM Universitas Islam Bandung, 1995),h. 12. 45 Topo Santoso, Mengagas Hukum Pidana Islam : Penerapan Syariat Islam Dalam Konteks Modernitas (Bandung : asy Syaamil Press & Grafika, 2001), h. 132. 46 Ibid., h. 145.
68
ditentukan sanksinya. Dan 3) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulil Amri (pemerintah) untuk kemaslahatan umum.47 Pelaksanaan konsep kebebasan pers akan selalu dipengaruhi berbagai faktor yang melingkupinya. Artinya, pelaksanaan kebebasan pers, baik di Amerika maupun di Indonesia, bukanlah sesuatu yang bebas dari pengaruh nilai-nilai yang berlaku dan berkembang pada saat konsep kebebasan itu dilaksanakan. Begitu pula pelaksanaan konsep kebebasan pers amat tergantung kepada masalah-masalah teknis hukum, sehingga dapat saja terjadi dalam praktiknya justru menjadi kabur. Faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan konsep kebebasan pers adalah sikap per-situ sendiri. citra pemakaian kebebasan pers akan memberikan dampak luas terhadap pelaksanaan kebebasan pers. Dengan kata lain, pelaksanaan kebebasan pers pada akhirnya ditentukan oleh hasil interaksi faktor-faktor yang melingkupi kebebasan itu sendiri. Kebebasan pers mencakup kebebasan berpikir, kebebasasan berbicara, dan kebebasan mengungkapkan sesuatu. Pengungkapan suatu peristiwa, atau pendapat bisa diekspresikan melalui lisan, pena, atau tindakan (action). Diantara tujuan juranalistik adalah mentransfer, dalam bentuk informasi, tentang perilaku, perasaan dan pikiran manusia. Adanya kebebasan berbicara tersebut terjadi setelah kebebasan berpikir terjamin. Karena itu, tatkala membicarakan kebebasan pers dalam Islam, kita
47
Ibid., h. 146.
69
perlu menbicarakan tentang kebebasan berpikir dan kebebasan mengeluarkan pendapat (mengekspresikan pendapat dan kritik), menurut perspektif Islam. Islam menjamin kebebasan berpikir secara konkrit dan nyata. Karena kebebasan ini diatur oleh akhlak dan diawasi setiap saat oleh pantauan Allah SWT. Lebih dari itu, dalam Islam berpikir, melakukan riset dan penelitian di anjurkan dan merupakan suatu ibadah dan metode yang sah untuk mencapai keimanan kepada Allah. Juga mengungkap keagungan kekuasaan dan ciptaanNYA.48 Karena Islam menolak setiap klaim yang tidak berdasar pada dalil dan bukti, maka berpikir, tadabbur, meneliti dan mengkaji merupakan kewajiban seluruh umat manusia. Allah berfirman dalanm surah An-Naml ayat 64:
Artinya : “Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), Kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?. Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.” (Q.S. 27 (An-Naml) : 64) Islam juga mewajibkan kepada kaum muslimin untuk mengekpresikan pendapatnya dan melakukan kritik terhadap kesalahan yang terjadi. Ketika hak dirampas, kebenaran diabaikan, dan makin nampak saja penyimpangan di tengah masyarakat, individu muslim tanpa terkecuali, wajib mengambil langkah tegas dan
48
Faris Khoirul Anam, Fikih Jurnalistik ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), h. 12.
70
aktif dalam memeranginya. Inilah konsep amar makruf nahi mungkar yang dikenal dalam Islam.49 Seorang wartawan juga dituntut untuk melakukan amar makruh nahi mungkar, pemberitaan tentang suatu kejadian yang dinilai sebagai bentuk kemungkaran, harus didasari oleh niat dan misi ber-amar makruh nahi mungkar (melarang kemungkaran), dengan menggunakan metode dan proses tertentu. Begitu pula sebaliknya, jika kejadian tersebut dinilai sebagai bentuk makruf (kebaikan) yang ditinggalkan atau tidak diindahkan masyarakat.50 Semua usaha ini, bagi seluruh individu muslim, baik wartawan maupn bukan, merupakan kewajiban dan tanggung jawab, bukan sekedar anjuran atau hak belaka Kebebasan pers menurut pandangan Islam bukan bebas tanpa batasan tetapi harus sesuai dengan azas atau norma yang berlaku jangan sampai pers tersebut menyimpang dari azas atau norma tersebut. Sekarang ini kita liat realitanya banyak pers yang menyimpang dari ajaran-ajaran norma yang berlaku misalnya maraknya pers majalah yang bersifat negatif porno aksi, hal tersebut menyimpang dari ajaran agama Islam. . Adapun azas atau norma dalam kebebasan pers sebagai berikut: 1. Bebas dan bertanggung jawab Seorang wartawan harus bebas dari tekanan orang lain dalam mencari dan mengumpulkan
serta
menyampaikan
pendapatnya
49
melalui
media.
Dalam
Ibid., h. 16. http://media.kompasiana.com/new-media/2011/04/23/kebebasan-pers-perspektif-islam. Diakses pada tanggal 13 Juni 201. 50
71
mendapatkan dan menyampaikan kebenaran tersebutlah wartawan harus memiliki kebebasan. Tidak seorang pun bisa menghalangi selama sesuai dengan koridor dan etika dalam Islam. Kebebasan dalam Al-Quran terutama dalam memeluk agama.51 Seperti Firman Allah di Madinah dalam surah Al-Baqarah ayat 256:
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (syaitan) dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. 2 (Al-Baqarah) : 256) Pernyataan tersebut memberikan pengertian, manusia bebas memilih mana agama yang akan dianutnya karena ia sudah dibekali dengan akal untuk memilih dan memilah mana agama yang akan mampu menyelamatkan dia. Meskipun Allah SWT memberikan kebebasan untuk memeluk agama, namun koridor kebebasan tersebut dibatasi oleh adanya kalimat qad tabayyana al-rusd min al-grayyi (Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat), dan aspek kebenaran yang disebut Allah dengan ungkapan al-„urwat al-wutsqa (buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus).52 Kebebasan pers (berpikir dan mengungkapkan), juga kebebasan-kebebasan lain pada umumnya, tidak mutlak tanpa batas. Adanya batasan-batasan, bukan untuk 51 52
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa,..... h. 107. Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa,..... h. 108.
72
mengebiri kreatifitas dan kebebasan, namun untuk menghormati hak dan kebebasan pihak lain, namun untuk menghormati dan hak dan kebebasan pihak lain. Islam melarang pelecehan atau perbuatan yang dapat menjatuhkan nama baik seseorang. Sebagaimana Islam juga melarang perbuatan-perbuatan yang tidak mengindahkan etika umum, menyebarkan kemungkaran melalui berita atau yang lain, atau tindakan permusuhan terhadap syiar-syiar agama. Kebebasan yang diberikan kepada pers untuk menerima dan menyebarluaskan informasi tersebut harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab. Dalam arti informasi yang disampaikan harus benar serta mewujudkan maslahat bagi kehidupan manusia.53 Karenanya kebebasan yang diberikan harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Bebas satu sisi dan tanggungjawab sisi yang lain tidak mungkin dipisahkan. Pers bebas dalam menyiarkan sesuatu tetapi harus mempertanggungjawabkan apa yang disiarkannya, ia harus menjamin kebenaran yang disampaikan kepada khalayak. Setiap jiwa memang tidak pernah diberi tugas dan tanggung jawab di luar kemampuannya. Namun apa yang ia kerjakan akan dipertanggungjawabkan tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang diusahakannya: Firman Allah surat Al-Thur ayat 21:
Artinya : “tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Q.S. 52 (AlThur) : 21) Dapat dipahami bahwa tidak satupun amalan manusia yang bisa lepas dari tanggungjawab.
53
Meskipun
diberikan
kebebasan,
namun
semuanya
Syukur Kholil, Komunikasi Islami (Bandung: Citapustaka Media, 2007), h. 28.
73
harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Demikian pula lah terhadap insan pers yang harus mempertanggungjawabkan setiap kegiatan jurnalistiknya. Disamping ia bertanggungjawab pada Allah selaku makhluk, orang-orang pers juga harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kepada publik pembaca, pendengar. Dan para pemirsa.54 2. Kejujuran Komunikasi Dalam Al-Quran, jujur itu identik dengan amanah, yaitu kepercayaan yang lebih berkonotasi kepada kepercayaan kepada Tuhan. Komunikator dituntut untuk menjaga amanah, tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui, tidak bertentangan antara ucapan dan perbuatan, serta mempertimbangkan kewajaran dan kelayakan suatu informasi untuk disiarkan.55 Kebohongan merupakan kejahatan yang dilarang oleh Allah. Banyak ayat Al-Quran yang melaknat pembohong. Dalam surat An-Nahl ayat 105 disebutkan:
Artinya : “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta.” (Q.S. 16 (An-Nahl) : 105) Dengan jelas dalam ayat tersebut Allah sangat melarang perbuatan dusta. Dalam konteks komunikasi massa seperti seorang wartawan, maka berbohong merupakan sifat tercela, karena sangat berbahaya. Kebohongan dalam komunikasi 54 55
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa,..... h. 110. Syukur Kholil, Komunikasi Islami,..... h. 27
74
massa akan menyesatkan masyarakat disebabakan telah menyerap informasi yang salah. Tentu komunikasi seperti itu menyalahi etika komunikasi dan ajaran Islam berdasarkan Al-Quran. 3. Adil, Tidak Memihak Dalam praktek jurnalistik berlaku prinsip etis adil dan berimbang. Artinya tulisan atau suatu berita harus disajikan secara tidak memihak. Belaku adil adalah ajaran Islam, kata al-adl dalam istilah Islam berarti memberikan sesuatu yang menjadi hak seseorang, atau mengambil sesuatu dari seseorang yang menjadi kewajibannya. Adil juga berarti sama dan seimbang dalam memberi balasan.56 Dalam surat An-An‟am ayat 152 Allah berfirman:
Artinya : “Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (Q.S. 6 (An-An‟am) : 152) Yang menjadi topik kita adalah soal berkata-kata dengan adil. Ini berarti umat Islam diperintahkan untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan adil, artinya harus berkomunikasi dengan benar, tidak memihak, berimbang, dan tentunya dengan sesuai dengan haknya seseorang. Khusus dalam menyebarkan informasi kepada publik seorang insan pers tidak boleh memberi pengaruh terhadap rasa sayang atau rasa benci kepada seseorang atau golongan, sehingga informasi yang disampaikan dalam media massa tidak memenuhi etika keadilan atau azas berimbang.
56
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa,..... h. 80.
75
4. Keakuratan Informasi Keakuratan informasi dalam komunikasi massa atau bagi seorang wartawan bisa dilihat dari sejauh mana informasi tersebut telah diteliti dengan cermat dan seksama,
sehingga
informasi
yang
disajikan
telah
mencapai
ketepatan.
Menyampaikan informasi secara tepat merupakan landasan pokok untuk tudak mengakibatkan masyarakat pembaca, pendengar, pemirsa mengalami kesalahan.57 Kesalahan yang ditimbulkan oleh kesesatan informasi pada media massa, tentu bisa diperkirakan betapa besar bahaya dan kerugian yang diderita masyarakat banyak. Untuk mencapai ketepatan data dan fakta sebagai bahan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat diperlukan penelitian yang seksama oleh kalangan pers, terutama wartawan. Ajaran Islam mengakomodasikan etika akurasi informasi tersebut melalui beberapa ayat seperti dalam surat Al-Hujarat ayat 6:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. 49 (Al-Hujarat) : 6) Al-Quran mengisyaratkan adanya orang-orang yang ingin dan berusaha agar sesuatu informasi yang buruk itu tersebar di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, seseorang yang terlibat dalam kegiatan komunikasi, harus melakukan check and recheck terhadap kebenaran sesuatu inforamasi yang diterimanya sebelum 57
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa,..... h. 80.
76
disampaikan kepada orang lain.58 Selain meneliti materi informasi yang diterima, etika jurnalistik mengisyaratkan untuk meneliti integritas dan kredibilitas sumber yang memberikan informasi, keterpercayaan sumber merupakan prasyarat dalam jurnalistik. Wartawan sebagai seorang yang mempunyai akal sebagai pisau analisisnya akan selalu selektif dalam menerima informasi sebelum menyiarkan kepada orang lain. Dalam surat Al-Dzumar ayat 18 Allah berfirman:
Artinya : “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. 39 (Al-Dzumar) : 18) Ayat ini mengungkapkan ciri orang yang disebut dengan ulu al-albab. Ciri orang ini ialah bersifat menganalisis informasi, maksudnya ialah berusaha mengetahui sesuatu dengan cara mengarahkan pikirannya kepada sesuatu itu secara serius.59 Berusaha mendengar sesuatu berarti memikirkan dan menganalisisnya secara seksama. Ia membedakan informasi mana yang baik dan mana yang buruk dan menggunakan ilmunya secara kritis. 5. Kritik Kontruktif Salah satu etika komunikasi massa adalah melakukan kritk yang membangun terhadap hal-hal yang berjalan tidak menurut semestinya, baik di lihat dari sudut 58 59
Syukur Kholil, Komunikasi Islami (Bandung: Citapustaka Media, 2007), h. 28. Abu Al-Hilal Al-Asykari, al-faruq fi al-lughat ( Beirut: Dar al-Araq al-Jadidat, 1973),h. 81.
77
Undang-undang yang berlaku maupun menurut etika dan norma yang hidup di tengah masyarakat lingkungannya.60 Pers adalah penjaga gawang kebenaran di tengah pembacanya. Segala penyimpangan tidak boleh dibiarkan, dengan caranya pers melakukan kritik agar penyimpangan tidak berlangsung lagi. Cara pers dalam melaksanakannya bisa macam-macam bentuknya. Kadang ia menulis dalam bentuk tajuk komentar, ulasan, kritik dan kadang juga berbentuk pembeberan penyimpangan dalam bentuk laporan atau penulisan berita. Dalam AlQuran. Pesan- pesan komunikasi yang bersifat membangun sangat ditekankan dalam komunikasi Islam. Kritik membangun yang disampaikan oleh komunikator atupun komunikan, dapat menjadi bahan untuk perbaikan pada masa depan, dan dapat menghindari penggulangan kesalahan. Dalam Al-Quran, orang beriman diminta untuk melaksanakan suatu kewajiaban berupa pekerjaan mengajak orang lain untuk berbuat baik, menyuruh orang lain melaksanakan kebaikan, dan melarang orang untuk menjauhi kemungkaran, seperti dicantumkan dalam surat Ali Imran ayat 104:
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar,merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. 3 (Ali Imran) : 104) 60
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa ( Jakarta: PT logos Wacana Ilmu, 1999), h. 107.
78
Dalam ayat ini memang bukan setiap pribadi orang beriman dituntut untuk melaksanakan perintah ini, karena adanya perbedaan kemampuan.61 Tetapi pada hakikatnya setiap individu punya kewajiban untuk berdakwah sesuai dengan kemampuannya.
Kritik
konstruktif
dalam
komunikasi
massa,
kritik
yang
dimaksudkan untuk pembangunan, bukan untuk menjatuhkan seseorang atau institusi lain.
61
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa,..... h. 1.
79
BAB IV PUBLIKASI KASUS KRIMINAL OLEH MEDIA MASSA A. Prespektif Hukum Islam a. Pandangan Hukum Islam Mengenai Bingkai Etika Komunikasi Massa Etika komunikasi seakan tak berdaya menghadapi maraknya kekerasan dalam media massa. Pornografi, kekerasan naratif, agresivitas, kekerasan virtual, kekerasan simbolik, dan kekerasan lembut yang manipulatif merajalela tanpa ada struktur kuat yang melawannya. Bahkan kekuatan moral, termasuk agama, seperti kehabisan akal untuk menangkalnya. Ketidakperdulian, ketidaktahuan atau keengganan terlibat dari pendidik, agamawan, orang tua, politikus atau organisasi profesi semakin melemahkan perjuangan etika komunikasi. Sebagai wacana normatif, etika komunikasi membutuhkan topangan hukum, deontologi profesi, analisis kritis, militansi asosiasi perlindungan pemirsa, pembaca atau pendengar untuk mengusung cita-cita terwujudnya informasi yang sehat dan benar.1 Komunikasi
massa merupakan sejenis
kekuatan sosial
yang dapat
mengerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Akan tetapi untuk mengetahui secara tepat dan terperinci mengenai kekuatan sosial yang dimiliki oleh komunikasi massa dan hasil yang dapat dicapainya dalam menggerakkan proses sosial tidaklah mudah. Oleh karena itu, efek atau hasil yang
1
Haryatmoko, Etika Komunikasi “Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), Cet, Ke-5, h. 119.
80
dapat dicapai oleh komunikasi yang dilaksanakan melalui berbagai media (lisan, tulisan, visual/audio visual) perlu dikaji melalui berbagai media tertentu yang bersifat analisis sosial. Yang dimaksud dengan analisis psikologi adalah kekuatan sosial yang merupakan hasil kerja dan berkaitan dengan watak serta kodrat manusia. Sedangkan analisis sosial adalah peristiwa sosial yang terjadi akibat komunikasi massa dengan penggunaan media massa yang sangat unik serta kompleks.2 Menurut Assegaff seperti yang di kutip oleh Mondry dalam bukunya yang berjudul “Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik” bahwa Informasi di media massa secara umum terdiri atas berita dan opini, yang tentu saja dilengkapi dengan foto bagi media cetak atau gambar bagi media elektronik dan iklan. Berita dikatakan sebagai informasi yang menarik perhatian masyarakat (pembaca atau pendengar) yang disusun sedemikian rupa dan disebarluaskan secepatnya sesuai periodisasi media.3 Kemampuan menarik perhatian massa itulah yang sering menjadi masalah. Tidak semua informasi dapat menarik perhatian pembaca media tertentu sehingga media tersebut akan memilih informasi yang diminati pembacanya dengan dasar perhitungan ekonomis. Bungin (2006) seperti yang di kutip oleh Mondry dalam bukunya yang berjudul “Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik” menyebutkan, media massa
2
Elvinaro, Lukiati. dkk. Komunikasi Massa “Suatu Pengantar”, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2007), Cet, Ke-1 Edisi revisi, h. 49. 3 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), Cet, Ke-1, h. 83.
81
merupakan institusi yang berperan sebagai agent of change yang menjadi lembaga pelapor perubahan ini merupakan paradigma utama media massa. Dalam menjalankan paradigma tersebut, media massa berperan sebagai berikut : 4 a. Institusi pencerahan masyarakat; melalui perannya sebagai media edukasi. Media massa menjadi yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya dan menjadi masyrakat maju. b. Media massa juga menjadi media informasi kepada masyarakat. Dengan informasi yang terbuka, jujur, dan benar yang disampaikan media massa kepada masyarakat, akan menjadikan masyarakat kaya terhadap informasi, masyarakat menjadi terbuka dengan informasi. Sebaliknya pula, masyarakat akan menjadi masyarakat informatif, masyarakat yang dapat menyampaikan informasi dengan jujur kepada media massa. Selain itu, dengan banyaknya informasi yang dimiliki masyarakat, menjadikan mereka sebagai masyarakat dunia dapat berpartisipasi dengan berbagai kemampuannya. c. Media massa sebagai media hiburan. Sebagai agent of change, media massa juga menjadi institusi budaya; merupakan institusi yang setiap saat menjadi corong kebudayaan dan kasalisator perkembangan budaya masyarakat. Sebagai agen perubahan itu, media massa juga mendorong agar perkembangan budaya itu bermanfaat bagi kepentingan manusia bermoral dan masyarakat madani. Dengan demikian, media massa juga berperan mencegah berkembanganya budaya-budaya yang justru merusak peradaban manusia dan masyarakat. 4
Ibid, h. 86.
82
Secara lebih spesifik, peran media massa saat ini lebih menyentuk persoalanpersoalan yang terjadi di masyarakat secara aktual, yaitu seperti berikut ini. a.
Harus lebih spesifik dan proposional dalam melihat sebuah persoalan
sehingga mampu menjadi media edukasi dan media informasi sebagaimana diharapkan masyarakat. b.
Dalam memotret realitas, media massa harus fokus pada realitas
masyarakat, bukan potret kekuasaan yang ada di masyarakat itu sehingga informasi tidak menjadi propaganda kekuasaan, potret figur kekuasaan. c. Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan pencerahan dan kepentingan media massa sebagai lembaga-lembaga produksi sehingga kasus-kasus pengaburan berita dan iklan tidak harus terjadi dan merugikan masyarakat. d. Media massa juga harus menjadi early warning system. Hal ini terkait dengan peran media massa sebagai media informasi, misalnya yang saat ini tidak teraganya kelestarian lingkungan bisa menjadi sumber ancaman. Media massa menjadi sebuah sistem dalam sistem besar peringatan terhadap ancaman lingkungan, bukan hanya memberikan informasi setelah terjadi bahaya dari lingkungan tersebut. e.
Dalam menghadapi ancaman masyarakat yang lebih besar. Seperti
terorisme, media massa lebih banyak menyoroti aspek fundamental pada terorisme, seperti men-gap terorisme untuk terjadi, bukan hanya sekedar menyampaikan berita aksi-aksi terorisme tersebut.
83
Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan, dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberi efektif lain di luar fungsinya itu. Efek media massa dapat pula mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga dengan cepat mempengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu yang lama. Hal tersebut karena efek media massa terjadi secara disengaja, namun juga ada efek media yang diterima masyarakat tanpa disengaja.5 Ade Erlangga Masdiana, kriminolog dari Universitas Indonesia yang juga mengajar mata kuliah Media Massa dan Kejahatan,
menjelaskan, mekanisme
peniruan atau imitasi terjadi baik secara langsung (direct effect) maupun tertunda (delayed effect). Pada anak-anak, media memberikan dampak langsung, seperti kasus tayangan Smackdown di televisi. Bagi orang dewasa, dampaknya tertunda. ”Orang dewasa bisa melakukan hal yang sama seperti di televisi ketika ia berada pada kondisi yang serupa seperti peristiwa di televisi itu,”.6 Bahaya kekerasan dalam media mempunyai alasannya yang kuat, meskipun sering lebih mencerminkan bentuk ketakutan daripada ancaman riil. Apa yang ditakutkan ialah skenario penularan kekerasan dalam media menjadi kekerasan sosial riil. Informasi tentang kekerasan juga bisa menambah kegelisahan umum sehingga
5
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat”, (Jakarta : Kencana, 2008), Cet, Ke-3, h. 137. 6 http://www.siaga24.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=62. Diakses pada tanggal 4 April 2011.
84
membangkitkan sikap represif masyarakat, alat penegak hukum. Politikus sering mengeksploitasi perasaan tidak aman untuk kepentingannya. Ketika kekerasan dalam media berfungsi seperti nilai barang, ia digunakan menjadi alat untuk menormalisir situasi, sarana untuk memecah belah dan alat efektif untuk demoralisasi individu atau kelompok tertentu.7 Media massa cenderung kian menginspirasi orang dalam melakukan kejahatan. Pelaku kriminalitas cenderung meniru praktik kejahatan lainnya melalui media massa. Indikasinya adalah munculnya gejala kemiripan kasus-kasus kriminalitas.8 Tabel 3 Beberapa kasus mutilasi yang pernah terjadi di Indonesia:9 Juli 2005 Tubuh seorang pria berusia 29 tahun ditemukan terpotong menjadi tiga bagian di depan warung nasi Kampung Jembatan, Kebon Nanas, Jakarta Timur. Potongan mayat dalam sebuah karung plastik itu teridentifikasi bernama Yulius Alexander Matital, beralamat Jalan Warakas, Tanjung Priuk, Jakarta Utara. 19 Januari 2006 Dua potong tubuh korban pemutilasian yang sudah membusuk ditemukan terapung hanyut di Kali Baru, Kompleks Perumahan Harapan Baru II, Kota Baru, Bekasi Barat. 10 Agustus 2006 Korban mutilasi tanpa kepala teridentifikasi bernama Samini ditemukan warga di pinggiran Kali Sasak, Kelurahan Teluk Pucung. Saat ditemukan sosok jazadnya dibungkus selimut dan karpet. Jenazah perempuan yang diduga sedang hamil itu dimutilasi pacarnya sendiri, Ibnu. 19 Mei 2007 Seorang laki-laki korban mutilasi. Korban adalah seorang waria bernama Ismail. 5 Juni 2007 Enam potongan tubuh Sofa Rianti (28), warga Desa Wonoyoso, 7
Haryatmoko, Etika Komunikasi “Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi,..... h. 124. http://www.siaga24.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=62. Diakses pada tanggal 4 April 2011. 9 http://www.berita-indonesia.com/nasional/mutilasi-dan-media-massa. Diakses pada tanggal 4 April 2011. 8
85
14 Januari 2008
18 Januari 2008
17 April 2008
Awal Mei 2008
15 Mei 2008 30 Agustus 2008
12 Juli 2008
29 September 2008
Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang ditemukan di tempat pembuangan akhir sampah Jatibarang, Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Semarang. Seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun ditemukan tewas dengan kondisi terpotong-potong menjadi beberapa bagian di tepi Jalan HM Joyomartono, tidak jauh dari pusat perbelanjaan Bekasi Trade Center. Seorang janda beranak satu bernama Atika Septiani warga Jakarta Utara ditemukan tewas tanpa kepala di sebuah Hotel Bulan Mas, Rawa Badak, Jakarta Utara. Empat hari kemudian kepala korban ditemukan petugas dinas kebersihan yang lokasinya tidak jauh dari losmen itu. Pelaku tak lain adalah kekasihnya sendiri Zaki Afrizal. Di pinggir Jalan Letnan Aswan, Margahayu, Bekasi Timur ditemukan 10 potongan tubuh wanita tanpa kepala yang teridentifikasi bernama Eka Putri, warga Losari Brebes, Jawa Tengah. Korban mutilasi terjadi di Cigegol Purwakarta, Jawa Barat. Korbannya adalah seorang Ustad bernama Eman. Jazad Eman ditemukan tanpa kepala di sebuah Mushollah. Kepala korban ditemukan dalam sumur yang tidak jauh dari lokasi kejadian. Eman dibunuh Dani, tetangganya. Dari hasil pemeriksaan, polisi menduga pelaku mengalami gangguan jiwa. Ditemukan mayat bocah laki-laki tanpa kepala di Terminal Pulo Gadung. Korban mutilasi tidak diketahui identitasnya. Sri Magdalena (45) ditemukan dalam kondisi terpotong menjadi empat bagian di rumahnya Jalan Kompleks Citra Graha Blok C No.6. Kelurahan Cicendo, Sukajaya, Bandung, Jawa Barat. Pelaku mutilasi adalah Firman Huda, pembantu korban. Potongan tubuh pria bernama Heri Santoso ditemukan di kawasan Ragunan. Pemutilasi adalah Very Idam Henyansyah alias Ryan. Ryan mengaku memutilasi pria berusia 40 tahun itu karena cemburu. Kekasihnya, Novel Andreas (cinta sesama jenis) ditaksir korban. Ryan menghabisi Heri di Apartemen Margonda Residence, Depok. Ditemukan potongan tubuh tanpa kepala dalam 2 tas kresek warna merah di bus Mayasari Bakti jurusan Kalideres-Pulo Gadung. Korban adalah Hendra yang dibunuh istrinya sendiri, Sri Rumiyati. Kepada polisi Yati mengaku kesal karena korban kerap menganiayanya.
86
Pemberitaan media massa tentang kekerasan dan kriminal, seperti, Derap hukum, Tikam, Patroli dan sebagainya, sekilas dalam waktu pendek tak bermasalah, orang yang menonton acara itu tidak langsung melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilihatnya di televisi atau media massa lain. Namun dalam waktu yang lama, tanpa disadarinya, acara-acara macam itu akan menciptakan “jalan keluar” yang tak dikehendaki oleh dirinya sendiri, apabila ia mengalami masalah yang sama dengan yang dilihatnya di televisi. Jadi, efek media massa ini telah menciptakan “peta analog” mengenai jalan keluar dari masalah yang akan dihadapi di waktu yang akan datang. Sehingga apabila orang itu terkena musibah, maka dengan gampang saja ia menggunakan racun nyamuk untuk menghabisi hidupnya, karena “peta analog” penyelesaian masalah seperti itu telah lama hidup dalam “theater of the mind”-nya. Menurut Steven M. Chaffee, ada lima jenis efek kehadiran media massa sebagai benda fisik, yaitu : efek ekonomis, efek sosial, efek pada penjadwalan kegiatan efek penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan efek pada perasaan orang terhadap media. a. Efek Ekonomi Kehadiran media massa di tengah kehidupan manusia dapat menumbuhkan berbagai usaha produksi, distribusi dan konsumsi jasa media massa. Kehadiran surat kabar berarti menghidupkan pabrik yang mensuplai kertas koran; menyuburkan pengusaha percetakan dan grafika; membuka lapangan kerja bagi wartawan, perancang grafis, pengedar, pengecer, pencari iklan; dan sebagainya. 87
b. Efek Sosial Efek sosial berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat dari kehadiran media massa. Sebagai contoh, misalnya kehadiran televisi dapat meningkatkan status sosial dari pemiliknya. c. Penjadwalan kegiatan sehari-hari Sebelum pergi ke kantor, masyarakat kota pada umumnya membaca koran terlebih dahulu. Anak-anak sekolah dasar yang biasanya selalu mandi pagi pada hari minggu, setelah kehadiran acara televisi untuk anak-anak pada pagi hari, mengubah jadwal mandi pagi menjadi jadwal menonton televisi. Pada waktu magrib, anak-anak yang biasanya mengaji setelah shalat menjadi lebih senang menonton televisi setelah stasiun televisi menyajikan acara hiburan tertentu pada waktu tersebut. d. Efek Hilangnya Perasaan Tidak Nyaman Orang menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman, misalnya untuk menghilangkan perasaan kesepian, marah, kesal, kecewa dan sebagainya. e. Efek Menumbuhkan Perasaan Tertentu Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilangkan perasaan tidak nyaman
pada
diri
seseorang,
tetapi
dapat
juga
menumbuhkan
perasaan
tertentu.Terkadang seseorang akan mempunyai perasaan negatif atau positif terhadap media tertentu.10
10
Elvinaro, Lukiati. dkk. Komunikasi Massa “Suatu Pengantar”,..... h. 50.
88
Dari tingkat kekuatan dan kerusakan sosial yang diakibatkan oleh efek media massa maka dapat dijelaskan bahwa kerusakan sosial akibat efek media massa ini menjadi berikut : Tahap satu, efek merusak yang paling mudah terjadi adalah pada tahanan fisik dan perilaku individual (perilaku organisme) yang berdampak pada perilaku kelompok dan masyarakat. Efek ini terlihat dengan berbagai perilaku mulai dari perilaku menolak, menahan diri sampai dengan perilaku menerima. Ada juga efek emosional seperti kekuatan pobia, sampai dengan efek melawan. Tahap dua, efek merusak pada tahanan sikap (normal personal) dan norma-norma lain di sekitar sikap seperti merusak sistem sosial sampai dengan merusak sistem budaya serta lingkungan yang lebih bagus. Kerusakan tahap satu merupakan kerusakan pada medium pertama, yang secara teori dapat diatasi dalam waktu yang cepat. Efek media massa pada tahap ini kadang bersifat dasyat, namun akan mudah dilupakan orang seirama dengan berkurangnya pemberitaan tersebut di media massa. Namun apabila efek itu sudah menyentuh tahap dua, maka diperkirakan efek kerusakan yang diakibatkan oleh media massa terjadi pada dua atau tiga generasi masyarakat, di mana sistem sosial dan sistem budaya bahkan lingkungan yang lebih luas telah rusak akibat dari efek media yang terjadi dalam waktu yang cukup lama.11
11
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat”, ..... h. 321.
89
GAMBAR KERUSAKAN SOSIAL AKIBAT EFEK MEDIA MASSA12
Kerusakan Tahap Satu Efek Media Massa
→
Merusak Sistem Merusak Sistem Perilaku
↔
→ ↔
Merusak Perilaku Kelompok Perilaku Masyarakat
Kerusakan Tahap Dua
Efek Media Massa
→ ↔
Merusak Sikap dan Sistem Kepribadian
→
↔
Merusak Sistem Sosial, Sistem Budaya, dan Lingkungan yang lebih luas
Dalam kode etik jurnalis televisi ditegaskan bahwa dalam menayangkan sumber dan bahan berita secara akurat, jujur, dan berimbang bagi jurnalis televisi Indonesia. Selalu mengevaluasi informasi semata-mata berdasarkan kelayakan berita, menolak sensasi, berita menyesatkan, memutarbalikan fakta, fitnah, cabul, dan sadis. Tidak merekayasa peristiwa, gambar maupun suara untuk dijadikan berita. Berita, melalui media apapun pada era informasi ini merupakan makan pagi, sarapan bagi tiap orang di rumah sampai di tempat kerja, di warung tegal sampai warung texas. Dari supir di darat sampai supir di udara, dari pegawai rendah sampai pegawai tinggi, dari rakyat sampai pejabat, dari pencari kerja sampai pemberi kerja.
12
Ibid, h. 322.
90
Berita apa saja, sesuai daya nalar mereka. Dari berita ringan sampai berita berat; dari berita politik, ekonomi regional sampai berita kriminal & sensasional; dari berita ekologi sampai astrologi; dari berita kabar burung sampai berita kabur si buyung ke luar negeri sambil bawa lari uang hasil KKN. Kalau kebebasan pers yang dituntut itu adalah kebebasan tanpa batas-batas yang disepakati bersama dikhawatirkan kelak umat ini akan mendapatkan makanan (berupa berita, informasi) yang terlihat enak menggiurkan tapi ternyata beracun, merusak, menghancurkan dan mematikan. Contoh, penjarahan pada 17 May yang disiarkan oleh media tv, dimana terlihat para penjarah itu melakukannya dengan cara terang-terangan, sukaria, baik anak kecil maupun dewasa tanpa ada satuan petugas keamanan yang bertindak (padahal ditunjukkan saat itu ada petugas kemanan di sana). Berita ini kelihatannya berpengaruh pada pemirsa tv dimana seolah-olah penjarahan itu direstui oleh petugas, sehingga sampai esoknya penjarahan masih berlangsung dan malah menjalar ke beberapa tempat, baik di Jabotabek maupun di kota lain. Itulah salah satu bahaya bila pemberitaan pers itu tidak disaring dulu. Mungkin maksudnya baik yaitu menyampaikan berita hangat, aktual sesuai fakta yang ada, tetapi karena daya nalar, daya analisa serta kwalitas iman & taqwa yang rendah ditambah pula dengan kondisi krismon (krisis moneter) dari si penerima, maka berita yang seharusnya diterima hanya sebatas sebagai informasi itu berubah menjadi stimulus (rangsangan), menjadi bahan acuan bagi mereka untuk berbuat hal yang sama. 91
Apalagi kalau pembawa berita itu adalah orang fasik yang bermaksud mengacau suasana stabil, tentu sangat berbahaya akibatnya. Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu orang fasik dengan suatu berita, maka selidikilah agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (Al Hu-juraat : 6). Itulah sebabnya karena berita itu berdampak langsung kepada si penerima maka diperlukan batas-batas (etika pers) yang harus disepakati, dipatuhi oleh kalangan pers. Peran Jurnalistik Pers Islam Para jurnalistik Muslim yang bekerja pada media massa pers Islam maupun media pers umum, mempunyai beberapa tugas tambahan selain tugas dan peran yang umum dimainkan para jurnalis lainnya. Tugas dan peran tersebut dengan visi dan misi serta kewajiban agama Islam serta profesi yang melekat pada dirinya berhadapan langsung dengan kondisi faktual keterbelakangan umat Islam dalam penguasaan informasi dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Beberapa peran dan tugas para jurnalis Islam yang penting antara lain : 1. Mendidik masyarakat Islam. Dengan berbagai informasi yang dimilikinya, para jurnalis Muslim secara tidak langsung dapat mendidik dan mencerdaskan umat. 2. Mencari dan menggali informasi / pengetahuan serta memberi dan menyebarkan informasi yang benar dan bermanfaat.
92
3. Melakukan seleksi, filterisasi dan chek terhadap informasi global untuk membentengi umat Islam dari pengaruh buruk informasi. 4. Mengajak dan menasehati umat dengan cara yang baik untuk mengikuti jalan hidup Islam yang diridhoi Allah SWT. 5. Menyampaikan dan membela kebenaran. 6. Membela dan menegakkan keadilan sosial bagi umat Islam dan bagi seluruh rakyat Indonesia dan dunia. 7. Memberi kesaksian / mengungkap fakta dengan adil. 8. Memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. 9. Menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. 10. Memberi peringatan kepada pelaku kejahatan, memberi kabar gembira kepada pelaku kebaikan. 11. Membela kepentingan kaum yang lemah, dan membebaskan umat dari beban yang memasung mereka. 12. Memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam.13 Secara historis Hukum Islam sering mengalami format yang berbeda untuk objek tertentu. Perbedaan ini, antara lain, disebabkan karena terjadinya perubahan sosial. Ziarah kubur dilarang Rasulullah saw., kemudian dianjurkan. Umar bin al-Khaththab adalah figur yang sering melakukan modifikasi hukum Islam terkait dengan terjadinya perubahan sosial. Sejalan dengan terjadinya perubahan sosial yang semakin drastis sekarang ini menuntut umat Islam harus arif. Produk hukum yang ditetapkan tidak boleh hanya berfokus pada legal formal suatu tindakan, tetapi antisipasi terhadap dampak dari tindakan tersebut juga harus dipertimbangkan. Pengambilan keputusan dengan menitikberatkan pada akibat suatu tindakan dalam teori hukum Islam disebut sadd aldzarî‟ah.14
13
Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islami Paduan Praktis Bagi Para Aktivis Muslim, (Bandung : Mizan, 2002), h. 66. 14 http://fuadiqudwah.blogspot.com/2010/04/metode-sadd-al-dzariah-dalam-penetapan.html. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011.
93
Sadd al-Dzari’ah diartikan sebagai upaya mujtahid untuk menetapkan larangan terhadap satu kasus hukum yang pada dasarnya mubah. Larangan itu dimaksudkan untuk menghindari perbuatan atau tindakan lain yang dilarang. Nampaknya metode ini lebih bersifat preventif. Artinya, segala sesuatu yang mubah tetapi akan membawa kepada perbuatan yang haram maka hukumnya menjadi haram. Diantara kasus yang ditetapkan berdasarkan dalil ini adalah kasus pemberian hadiah kepada hakim. Seorang hakim dilarang menerima hadiah dari para pihak yang sedang berperkara sebelum perkara itu diputuskan, karena dikhawatirkan akan membawa kepada ketidakadilan dalam menetapkan hukum mengenai kasus yang tengah ditanganinya. Pada dasarnya menerima pemberian dari orang lain adalah mubah, tetapi, dalam kasus ini menjadi dilarang (haram).15 Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai penutup para Nabi dan Rasul dengan berbagai keistimewaah risalah-Nya(al-Islam). Diantara karakteristik atau keistimewaan tersebut adalah bahwa Islam merupakan agama yang universal. Sebagaimana dalam firman-Nya :
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (QS. Saba : 34 : 28).
15
Lihat Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul, (Beirut : Dar al-Fikr, t.th), h. 246; dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, I‟lam al-Muwaqqi‟in „an Rabb al-Alamin, (Beirut : dar al-Fikr, 1990), Jilid ke-3, h. 142, dan Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h. 290.
94
Kemudian, agama Islam juga adalah agama yang menyeluruh, ajaran yang mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan manusia; aspek ruh, jasad, dan akal.
Artinya : “Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS. An-Nahl : 16 : 89). Selain itu juga Islam adalah agama yang fleksibel. Mampu menjawab tantangan dan pernyataan seiring dengan lajunya perkembangan zaman (Shalihun likulli zaman wa makan). Sebagai salah satu upaya dalam merealisasikan aspek fleksibelitas Islam, maka Rasulullah Saw membolehkan kepada para sahabat untuk berijtihad. Hal inilah yang dijadikan salah satu landasan para mujtahid dalam berijtihad mengenai suatu hukum yang tidak terdapat dalam nash shorih mengenai penetapan hukumnya. Sebagaimana yang telah di ketahui bahwa Al-Qur’an, Sunah, Ijma, dan Qiyas merupakan sumber hukum Islam yang muhtalaf fiha yang merupakan produk ijtihad. Satu dari adillah mukhtalaf tersebut adalah sadd adz dzarai’ 16 Imam Syatibi mendefinisikan dzari‟ah dengan : “Melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan untuk menuju kepada suatu kerusakan (kemafsadatan)”. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sadd adz-
16
http://pwkpersis.wordpress.com/2008/03/22/sadd-adz-dzarai-dan-keabsahannya-sebagaidalil/. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011.
95
dzari’ah adalah perbuatan yang dilaksanakan seseorang yang sebelumnya mengandung kemaslahatan, tetapi berakhir dengan suatu kerusakan. Menurut Imam Syatibi, ada tiga kriteria yang menjadikan suatu perbuatan itu dilarang, yakni : 1). Perbuatan yang tadinya boleh dilakukan itu mengandung kerusakan. 2). Kemafsadatan lebih kuat dari pada kemaslahatan. 3). Perbuatan yang dibolehkan syara’ mengandung lebih banyak unsur kemafsadatan.17 Beberapa ulama yang mendefinisikan dzarai’ secara terminologi khusus, yaitu: a. al-Qadli Abdul Wahab, al-Baji’, dan Ibnu Rusyd mendefiniskan bahwa dzarai’ ialah sesuatu yang hukumnya boleh, tapi jika dilakukan kemungkinan besar akan mengantarkan kepada sesuatu yang haram. b.
Menurut al-Qurthubi dzarai’ ialah sesuatu yang hukumnya boleh, tapi jika
dilakukan khawatir akan menjerumuskan kepada hal yang haram. c.
Sementara menurut Imam Syathibi hakikat dzarai’ ialah bertawasul dengan
sesuatu yang maslahat kepada hal yang mengandung unsur mafsadat. Dari ketiga definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa para ulama sepakat dengan istilah dzarai’ secara terminologi khusus adalah suatu perantara yang hukum
17
http://citrariski.blogspot.com/2010/12/sadd-adz-dariah.html. Diakses pada tanggal 2 Juli
2011.
96
asalnya boleh. Adapun perantara yang hukumnya haram, bukanlah dzarai’ yang dimaksud dalam definisi ini.18 Secara terminologi umum, menurut al-Qarafi, sadd adz-dzari‟ah adalah memotong jalan kerusakan(mafsadah) sebagai cara untuk menghindari kerusakan tersebut. Meski suatu perbuatan bebas dari unsur kerusakan (mafsadah), namun jika perbuatan itu merupakan jalan atau sarana terjadi suatu kerusakan (mafsadah), maka kita harus mencegah perbuatan tersebut. Dengan ungkapan yang senada, menurut asy-syaukani, adz-dzari‟ah adalah masalah atau perkara yang pada lahirnya dibolehkan namun akan mengantarkan kepada perbutan yang dilarang (al-mahzhur). Kata sadd adz-dzari‟ah ( )سد الذريعةmerupakan bentuk frase (idhafah) yang terdiri dari dua kata, yaitu sadd ( )سَدdan adz-dzari‟ah ()الذَرِ ْيعَة. Secara etimologis,
َ )الmerupakan kata benda abstrak (mashdar) dari سدًا َ ُّسد ُ سدَ َي َ . Kata kata as-sadd (ّّسد as-sadd tersebut berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak dan menimbun lobang. Sedangkan adz-dzari‟ah ( )الذَرِ ْيعَةmerupakan kata benda (isim) bentuk tunggal yang berarti jalan, sarana (wasilah) dan sebab terjadinya sesuatu. Bentuk jamak dari adz-dzari‟ah ( )الذَرِ ْيعَةadalah adz-dzara‟i ()الذَرَائِع. Karena itulah, dalam beberapa kitab usul fikih, seperti Tanqih al-Fushul fi Ulum al-Ushul karya al-Qarafi, istilah yang digunakan adalah sadd adz-dzara‟i.19
18
http://pwkpersis.wordpress.com/2008/03/22/sadd-adz-dzarai-dan-keabsahannya-sebagaidalil/. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011. 19 http://racheedus.wordpress.com/makalahku/makalah-nyoba/. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011.
97
Para ulama ushul fiqh membagi dzari’at menjadi empat kategori. Pembagian ini punya signifikansi manakala dihubungkan dengan kemungkinan membawa dampak negatif (mafsadah) dan membantu tindakan yang telah diharamkan. Adapun pembagian itu adalah sebagai berikut :20 a.
Dzari’ah yang secara pasti dan meyakinkan akan membawa kepada mafsadah.
Misalnya, menggali sumur di tengah jalan umum yang situasinya gelap. Terhadap dzariah semacam ini, para ulama ushul fiqh juga telah bersepakat menetapkan keharamannya; b.
Dzari’ah yang berdasarkan dugaan kuat akan membawa kepada mafsadah.
Misalnya, menjual buah anggur kepada orang atau perusahaan yang biasa memproduksi minuman keras. Terhadap dzari’ah semacam ini, para ahli ushul fiqh juga telah bersepakat menetapkan keharamannya; c.
Dzari’ah yang jarang/kecil kemungkinan membawa kepada mafsadah, seperti
menanam dan membudidayakan tanaman anggur. Terhadap dzari’ah semacam ini, para ahli ushul fiqh bersepakat menetapkan kebolehannya; d.
Dzari’ah, yang berdasarkan asumsi biasa (bukan dugaan kuat), akan
membawa kepada mafsadah. Misalnya, transaksi jual-beli secara kredit. Berdasarkan asumsi biasa transaksi demikian akan membawa kepada mafsadah, terutama bagi debitur. Mengenai dzari’ah semacam ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang
20
Lihat Al-Syaukani, ibid. ; dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, ibid. ; dan Muhammad Abu Zahrah, ibid.
98
berpendapat, perbuatan tersebut harus dilarang atau menjadi haram atas dasar sadd al-Dzari‟ah; dan ada juga yang berpendapat sebaliknya. Terlepas dari kategori mana dzari’ah yang harus dilarang/diharamkan, yang jelas dapat dipahami ialah dalil Sadd al-Dzari’ah secara berhubungan dengan memelihara kemaslahatan dan sekaligus menghindari mafsadah. B. Perspektif Undang-Undang Penyiaran Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen. Dengan independensinya ini diharapkan semangat dari Undang-undang 32 Tahun 2002 ini berbeda dengan undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk sematamata bagi kepentingan pemerintah. Dalam Undang-undang Penyiaran, sudah diatur mengenai pedoman perilaku penyiaran yang terdapat dalam pasal 48 ayat 4 yaitu : Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan : a. rasa hormat terhadap pendangan keagamaan; b. rasa hormat terhadap hal pribadi; c. kesopanan dan kesusilaan; 99
d. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme; e. perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan; f. penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak; g. penyiaran program dalam bahasa asing; h. ketepatan dan kenetralan berita; i. siaran langsung; dan j. siaran iklan.21 Kemudian, dalam pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Penyiaran juga mengatur tentang etika penyiaran yang berbunyi : “KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran”. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan lembaga negara yang bersifat independen. Dalam Bab II mengenai dasar dan tujuan pasal 2 dalam pedoman perilaku penyiaran (P3) KPI Nomor 02/P/KPI/12/2009. Berbunyi : “Pedoman perilaku penyiaran ditetapkan oleh KPI berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, nilai-nilai agama, norma-norma yang berlaku dan diterima dalam masyarakat, kode etik, serta standar profesi dan pedoman profesi dan pedoman profesi yang dikembangkan masyarakat penyiaran”. Kemudian, diteruskan dalam Bab III mengenai isi, pasal 5 ayat h yaitu : “Pembatasan materi program siaran terkait kekerasan dan sadisme”. Dalam Bab XI, mengenai pembatasan materi program siaran kekerasan dan sadisme. Pasal 14 dalam peraturan yang sama menyebutkan bahwa : “Lembaga penyiaran wajib melakukan pembatasan adegan kekerasan, sesuai dengan penggolongan adegan siaran.” 21
Republik Indonesia, Undang-Undang. Nomor 32 Tahun 2002, Tentang Penyiaran.
100
Berikut ini adalah peraturan KPI yang juga mengatur mengenai etika penyiaran tayangan berita kriminal. BAB XI PEMBATASAN DAN PELARANGAN KEKERASAN DAN SADISME Bagian Pertama Pembatasan Program Kekerasan Pasal 25 (1) Program siaran atau promo program siaran yang mengandung muatan kekerasan, baik berupa percakapan dan/atau adegan kekerasan secara eksplisit hanya dapat disiarkan pada pukul 22.00–03.00 waktu setempat. (2) Program siaran non-faktual yang ber-genre laga dapat bermuatan kekerasan sesuai dengan klasifikasi program siaran. Bagian Kedua Pelarangan Program Siaran Kekerasan Pasal 26 (1) Program siaran dilarang membenarkan kekerasan dan sadisme sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. (2) Lagu-lagu atau klip video yang mengandung muatan pesan mendorong atau memicu kekerasan dilarang disiarkan. (3) Adegan kekerasan dan sadisme dilarang sebagai berikut: a. menampilkan secara detil (big close up, medium close up, extreme close up) korban yang berdarah-darah, korban/mayat dalam kondisi tubuh yang terpotongpotong, dan kondisi yang mengenaskan lainnya; b. menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pentungan/pemukul, setrum, benda tajam) secara nyata, terkesan sadis dan membuat pemirsa merasa ngeri, seperti: menusuk dengan pisau, jarum atau benda lain, sehingga darah menyembur dan mengeluarkan isi tubuh, serta menembak dari dekat; c. pembunuhan yang dilakukan dengan sadis baik terhadap manusia maupun hewan, seperti: memotong-motong bagian tubuh, menggantung dengan maksud menyiksa/membunuh; d. memakan manusia dan/atau hewan yang tidak lazim untuk dikonsumsi; e. adegan bunuh diri secara detil, seperti: menembak kepala dengan pistol atau menusuk dengan pisau/pedang; dan/atau f. menampilkan wajah pelaku bunuh diri secara detil. Bagian Ketiga Kata-kata Kasar dan Makian Pasal 27 (1) Program siaran dilarang menggunakan kata-kata kasar dan makian baik diungkapkan secara verbal maupun non-verbal yang mempunyai kecenderungan
101
menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan. (2) Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. (3) Ketentuan mengenai kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) digolongkan pada program faktual, non-faktual laga, dan non-faktual non-laga. (4) Kata-kata kasar dan makian pada program faktual yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut: a. kata-kata kasar ataupun umpatan, seperti: anjing, babi, monyet, bajingan, goblok, tolol, dungu, brengsek atau kata lain yang mempunyai makna yang sama. b. kata-kata yang bermakna kelamin laki atau kelamin perempuan; c. kata-kata yang bermakna hubungan seks/persetubuhan; dan/atau d. kata-kata yang bermakna kotoran manusia atau hewan. (5) Kata-kata kasar dan makian pada program non-faktual laga yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut: a. kata-kata yang bermakna kelamin laki atau kelamin perempuan; dan/atau b. kata-kata yang bermakna hubungan seks/persetubuhan. (6) Kata-kata kasar dan makian pada program non-faktual non-laga yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut: (a) kata-kata yang bermakna kelamin laki atau kelamin perempuan; (b) kata-kata yang bermakna hubungan seks/persetubuhan; dan/ atau (c) kata-kata yang bermakna kotoran manusia atau hewan. Bagian Keempat Pembatasan Pemberitaan Kekerasan dan Kejahatan Pasal 28 (1) Program siaran pemberitaan kekerasan secara eksplisit dan rinci dibatasi. (2) Pembatasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berupa; a. tindakan kekerasan dan sadisme yang dilakukan secara massal harus disamarkan. b. wajah dan/atau suara pelaku maupun korban tindakan kekerasan dan sadisme yang dilakukan secara individu dan/atau kelompok harus disamarkan. Bagian Kelima Pelarangan Pemberitaan Kekerasan dan Kejahatan Pasal 29 Pemberitaan kekerasan dan kejahatan dilarang sebagai berikut: a. menyajikan rekonstruksi yang memperlihatkan secara rinci modus dan cara-cara pembuatan alat kejahatan atau langkah-langkah operasional aksi kejahatan; b. menampilkan gambaran eksplisit dan rinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak; c. menyajikan rekaman secara penuh hasil interogasi polisi terhadap tersangka tindak kejahatan;
102
d. menyajikan materi pemberitaan yang dalam proses produksinya diketahui mengandung muatan rekayasa yang mencemarkan nama baik dan membahayakan objek pemberitaan; e. memberitakan secara rinci adegan rekonstruksi kejahatan pembunuhan, kejahatan seksual dan pemerkosaan; f. menayangkan langsung gambar wajah, nama pelaku, dan korban pemerkosaan kepada publik; dan/atau g. menayangkan secara eksplisit dan rinci adegan dan rekonstruksi bunuh diri.22 Era demokratisasi yang sedang terjadi di Indonesia ini menempatkan publik sebagai pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Karena terbatasnya jumlah frekuensi, maka peran penting media penyiaran dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan serta kontrol dan perekat sosial bagi masyarakat. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undangundang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).23 Setiap
penyampain
informasi
selayaknya
harus
dapat
dimintakan
pertanggungjawabannya ketika efek komunikasi itu ternyata merugikan atau berpengaruh buruk kepada kepentingan hukum individual manusia (HAM) dan juga kepada norma dan ketertiban masyarakat (protected communication dan protected community). Jadi selain adanya apresiasi yang diberikan oleh hukum, ia juga harus mampu mengemban tanggung jawab dari setiap hal yang telah ditimbulkannya. 22
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03/P/KPI/12/2009 tentang Standar Program Siaran (SPS). 23 http://kpid.jatengprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1&Itemid=2. Diakses pada tanggal 10 Juli 2011.
103
Singkatnya, penyajian informasi kepada publik diharuskan seobjektif mungkin meskipun secara naturalisasinya ia tetap bersifat subjektif karena sebenarnya terlahir dari ekspresi ide dari seseorang. Perspektifnya terhadap sesuatu peristiwa tentu akan tetap melekat dalam penyajian informasi yang disampaikannya. Oleh karena itu, suatu informasi (baik itu karya cipta buku, karya cipta jurnalistik, karya siaran atau film) tidak dapat dikatakan objektif dari awalnya sehingga dengan sendirinya ia tidak bebas nilai atau tidak bebas dari kepentingan subjektif orang atau pihak-pihak yang menuliskannya.24 Dalam rangka memenuhi nilai-nilai objektifitas itu, sebagai upaya preventif, perlu ada mekanisme prosedural terhadap suatu informasi (dalam bentuk karya apapun) sebelum ia disampaikan kepada publik. Selayaknya secara internal perlu diinteraksikan dengan pihak-pihak yang turut bertanggung jawab atasnya dan/atau paling tidak yang bersangkutan dapat menjelaskan dan menjamin bahwa informasi yang diberikannya telah berdasarkan atas data atau fakta yang diperolehnya secara halal dan benar serta disajikannya secara fair dan/atau telah memenuhi standarstandar objektifitas tertentu. Di sinilah konsekuensinya suatu penyelenggara media harus dianggap ikut bertanggung jawab untuk menanggung akibat/dampak yang penyampaian suatu informasi kepada publik karena atas kuasanya informasi itu
24
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika “Suatu Kompilasi Kajian”, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2005),h. 214.
104
dikomunikasikan kepada publik. Lain halnya jika memang tidak ada satu pun kontrol ataupun kewenangan untuk melakukan hal itu.25 Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang no. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan. Maka sejak disahkannya Undang-undang no. 32 Tahun 2002 terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia, dimana pada intinya adalah semangat untuk melindungi hak masyarakat secara lebih merata. Perubahan paling mendasar dalam semangat UU ini adalah adanya limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang selama ini merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen yang dimaksudkan adalah untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan. Belajar dari masa lalu dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada ditangan pemerintah (pada masa rezim orde baru), sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem penyiaran pada waktu itu tidak 25
Ibid, h. 215.
105
hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rezim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha.26 Paling tidak terdapat tiga alasan kuat lahirnya UU Penyiaran di Indonesia :27 Pertama, tuntutan demokratisasi penyiaran dan/atau dijaminnya kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran di indonesia; Kedua, sebagai suatu jawaban atas dinamika history yang spesifik yaitu menempatkan sistem penyiaran sebelumnya pada konfigurasi khas pelayan kekuasaan. Represif yang tunduk pada keinginan penguasa atau pemerintah (intrumentalisme represif) yang muaranya menjadi instrument atau corong pemerintah; Ketiga, adalah bentuk respon terhadap liberalisasi ekonomi yang telah merubah struktur pasar dan pertumbuhan pesat industri media penyiaran di Indonesia. Pemberitaan kriminal di televisi yang akhir-akhir ini begitu marak ditayangkan. Ada sesuatu yang melenceng dari perilaku pengelola media dalam menyampaikan berita-berita kriminal di televisi kita. Jurnalistik yang semestinya menjadi sebuah alat untuk menyampaikan kebenaran, kini telah disalah tafsirkan oleh pengelola pemberitaan di televisi. Hanya karena ingin secepat-cepatnya menayangkan sebuah peristiwa ke hadapan publik, unsur terpenting dari Jurnalistik, yakni
26
http://kpid.jatengprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1&Itemid=2. Diakses pada tanggal 10 Juli 2011. 27 M. Riyanto, Latar Belakang dan Arah Revisi UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, h. 1.
106
akurasi fakta tidak diperhatikan.28 Menurut mantan Menteri Komunikasi dan Informasi Sofjan Djalil dalam Seminar Media Penyiaran di Yogyakarta (12 Maret 2005) menyatakan: “Berbagai tayangan kriminal dan misteri sudah melampaui ambang etis, dan karenanya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hendaknya bersikap tegas terhadap stasiun-stasiun televisi yang telah melampaui ambang ini. Sejak lama berbagai tayangan televisi telah menuai reaksi keras dari banyak kalangan, baik dari ormas Islam, kalangan pendidik maupun kalangan masyarakat lainnya. Tayangan dengan berbagai kemasan tersebut antara lain berupa tayangan-tayangan yang bernuansa mistik, pornografi, kekerasan dan, tema remaja (terutama yang direpresentasikan dalam dunia sekolah). Hal ini bisa dimaklumi karena tayangan-tayangan tersebut memang sudah sangat mengkhawatirkan bahkan boleh dibilang keterlaluan”. Lalu pada tayangan yang lain seperti film atau sinetron yang bertema kekerasan maupun acara yang mengemas fakta-fakta perilaku kriminal yang merupakan hasil investigasi disajikan dengan detail dan sangat "telanjang". Sering kali dalam mengilustrasikan kasus pembunuhan, misalnya, di samping diperagakan juga senjata tajam yang berlumuran darah pun kerap diperlihatkan dengan jelas. Atau, tubuh korban yang rusak dan berdarah-darah disorot dengan sangat fokus, menimbulkan kengerian yang tak terkira. Demikian pula ketika mengilustrasikan
28
Dede Mulkan, Kualitas Pemberitaan Media Terhadap Tingkat Pendidikan “ Sebuah Analisis Kritis terhadap Kualitas Pemberitaan di Media Massa Indonesia dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan” (Bandung : FIK Universitas Padjadjaran, 2007),h. 15. Makalah Ilmiah (PDF) Diakses melalui internet.
107
kasus
perkosaan,
perdagangan
wanita
dan
sebagainya.
Bukankah
untuk
mengilustrasikan kasus-kasus serupa itu bisa ditampilkan dengan bahasa gambar yang lebih santun, lebih filmis, dan mengarah pada substansinya, bukan mengeksploitasi kekerasan. Kekerasan terasa makin sempurna ketika kemudian menonton sinetron tema remaja dengan setting dunia sekolah. Ternyata perilaku murid-murid di sekolah yang tergambar hanyalah konflik-konflik percintaan yang penuh intrik. Tidak ada tampilan mereka yang tengah serius beraktivitas dan berkreativitas dalam belajar, umpamanya. Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompokkelompok baik yang diberi hak maupun tidak seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.29 Perilaku kekerasan semakin hari semakin nampak, dan sungguh sangat mengganggu ketentraman hidup kita. Jika hal ini dibiarkan, tidak ada upaya sistematik untuk mencegahnya, tidak mustahil kita sebagai bangsa akan menderita rugi oleh karena kekerasan tersebut. Kita akan menuai akibat buruk dari maraknya perilaku kekerasan di masyarakat baik dilihat dari kacamata nasional maupun internasional.
29
http://el-nashfi.blogspot.com/2010/12/efek-tayangan-kekerasan-di-tv.html. Diakses pada tanggal 10 juli 2011.
108
Tayangan kekerasan merupakan tayangan yang paling sering muncul di televisi. Jadi, bisa dikatakan televisi merupakan media yang paling berperan dalam perkembangan tindak kekerasan. Dalam perkembangannya, televisi menjadi media massa yang sangat mudah untuk mempengaruhi masyarakat. Dalam teori komunikasi dua tahap dan pengaruh antar pribadi, memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. 2. Respon dan reaksi terhadap dari media tidak akan terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial tersebut. 3. ada dua proses yang berlangsung, yang pertama mengenai penerimaan dan perhatian, dan yang kedua berkaitan dengan respon dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian informasi. 4. Individu tidak bersikap sama terhadap pesan media, melainkan memiliki berbagai peran yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya dapat dibagi atas mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan gagasan dari media, dan mereka yang semata-mata hanya mengandalkan hubungan personal dengan orang lain sebagai panutannya. 5. Individu-individu yang berperan lebih aktif ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa dirinya
109
berpengaruh terhadap orang lain, dan memiliki peran sebagai sumber informasi dan panutan.30 Tayangan kekerasan di televisi dapat memberi efek yang tidak baik bagi masyarakat. Beberapa efek tayangan kekerasan di televisi diantaranya : 1. Pelajaran baru tindakan kekerasan Anak-anak dapat belajar tindakan-tindakan yang agresif dan kompleks yang baru benar-benar melalui pengamatan terhadap tindakan yang ditampilkan oleh seorang model dalam sebuah tayangan televisi. 2. Dorongan perbuatan agresi Teori pembelajaran sosial (dan akal sehat) menyatakan bahwa kita tidak benar-benar menampilkan sesuatu yang kita pelajari dari peniruan. Penampilan perilaku akibat belajar itu tergantung pada banyak faktor, keterampilan motorik dari orang yang belajar, peluang untuk menampilkan tindakan itu, dan motivasi. Agresi dalam kehidupan sesungguhnya tidak sama dengan agresi atau kekerasan yanng meyakinkan di televisi. Dorongan terjadi dengan adanya penguatan untuk tindakan kekerasan itu. Oleh karena itu, penguatan akan mempermudah agresi ini. Penguatan agresi dapat terjadi karena individu mengamati seorang model ; hal ini dapat juga karena demi orang lain dengan melakukan tindakan agresi yang ditayangkan di televisi yang diamatinya diberikan alasan pembenar atau diberikan ganjaran. 3. Penguatan sebelum pengamatan 30
http://el-nashfi.blogspot.com/2010/12/efek-tayangan-kekerasan-di-tv.html. Diakses pada tanggal 10 juli 2011.
110
Prinsip umum dari teori pembelajaran adalah bahwa kita lebih mungkin melakukan tindakan-tindakan yang pernah diberikan ganjaran di masa lalu, sementara tindakantindakan yang pernah dihukum cenderung tidak dilakukan. Anak-anak yang terdorong agresif lebih condong telah diperkuat atas tindakannya itu di masa lalu atau mereka mungkin berasal dari lingkungan sosial yang memberikan kelonggaran terhadap agresi. 4. Penguatan karena orang lain Menurut teori pembelajaran sosial, kita mempelajari perilaku tidak hanya ketika kita secara langsung diberikan penguatan terhadap dilakukannya perilaku itu melainkan juga karena pengamatan terhadap akibat-akibatnya bila orang lain melakukan tindakan itu. 5. Penguatan setelah pengamatan Sebuah prinsip dasar teori pembelajaran sebagaimana yang kita lihat adalah bahwa tanggapan-tanggapan cenderung dilakukan dan dipelajari bila hal itu diberikan ganjaran. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa anak-anak lebih cenderung menampilkan tanggapan agresif yang dipelajari ketika mereka dijanjikan ganjaran atau ketika mereka benar-benar memperoleh ganjaran terhadap dilakukannya tanggapan itu. Mungkin ada baiknya kita belajar dari sebuah survey, yang salah satunya mengkaji tentang dampak penayangan kekerasan di TV yang akhir-akhir menjadi santapan sehari-hari.
111
Seperti yang dilansir Dyah A.M pengamat Televisi dari Semarang. Mulai pagi, siang, malam, hingga pagi lagi, kekerasan itu berderet-deret seperti barisan prajurit TNI apel pagi. Ada hasil riset yang menyebutkan, 9 di antara 10 acara TV mengandung kekerasan! Menurutnya, survei yang lain menunjukkan bahwa menonton tayangan kekerasan akan meningkatkan perilaku agresif dan prokekerasan. Bukan satu atau dua survei, tapi ribuan riset menyimpulkan: menonton tayangan kekerasan meningkatkan perilaku agresif! Penahapan dalam ”belajar kekerasan” itu bisa dijabarkan sebagai berikut. Pertama, berlangsung tahap belajar metode agresi (observational learning). Setelah terbiasa pada hal itu, kemampuan mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition) dan akhirnya tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi (desensitization, penumpulan perasaan). Kekerasan pun menjadi hal yang dianggap biasa karena berlangsung rutin. Menurut guru besar komunikasi Stephen Kline, hanya diperlukan waktu sejam untuk merasakan efek desensitization, penumpulan perasaan. Sebuah survei menunjukkan, 800 anak usia 8 tahun “yang banyak nonton kekerasan di TV” cenderung lebih agresif ketika mencapai usia 19-30 tahun serta membuat masalah lebih besar seperti kekerasan dalam rumah tangga atau pelanggaran lalu lintas.
112
Meski seseorang tidak agresif pada usia 8 tahun, jika menonton kekerasan di TV dalam jumlah cukup banyak, dia akan menjadi lebih agresif pada usia 19 tahun dibanding yang tidak menonton. Berikut ini adalah data pengaduan masyarakat melalui E-mail dan SMS yang diterima oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dari bulan Januari – Juli 2011. Tabel 3 Data Pengaduan ke KPI Terhadap Tayangan Kriminal31 Subject: From: Date: To: Priority: Options:
Pengaduan kpi.go.id :berita ttg tawuran
[email protected] Thu, January 6, 2011 12:48 pm
[email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Nama : shafix Jenis Kelamin : Pria Umur : 30 Pendidikan : 3. SMA/Setingkat Lokasi : Jawa Barat Topik : berita ttg tawuran Isi : saya mengeluhkan ttg pemberitaan yang secara langusng menayangkan adegan perkelahian antar pelajar/kleompok.karena tindakan itu secara langsung menayangkan adegan kekerasan,,dan sangat berbahaya karna srg di tiru sama anak kecil..klo bisa tayangan perkelahiannya di sensor aja jgn di tampilkan,trims
Subject: Pengaduan kpi.go.id :Tayangan kekerasan di program Patroli Indosiar From:
[email protected] Date: Thu, January 6, 2011 8:36 pm To:
[email protected] Priority: Normal Options: View Full Header | View Printable Version | Download this as a file Nama : Adi Asmariadi 31
Komisi Penyiaran Indonesia, Subbag Pengaduan, Januari – Juli 2011.
113
Jenis Kelamin : Pria Umur : 25 Pendidikan : 4. Perguruan Tinggi Lokasi : Lampung Topik : Tayangan kekerasan di program Patroli Indosiar Isi : Pada program Patroli di stasiun televisi Indosiar yg ditayangkan pada siang hari tgl 6 Jan 2011, acara tersebut menayangkan kekerasan yg berupa tawuran pelajar. Kejadian tawuran pelajar di jakarta tsb ditayangkan dgn memperlihatkan seorang pelajar yg terkena sabetan senjata tajam di kepalanya dan kemudian digotong oleh teman2nya dgn darah yg mengucur tanpa disensor sedikit pun. Mohon tindakan KPI kepada stasiun tv tsb.
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): Isi berita yg tidak seimb... "David" <
[email protected]> Wed, February 9, 2011 5:59 pm
[email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 223.255.224.7 Lokasi: DKI Jakarta Dari: David E-mail:
[email protected] Tanggal: Rabu, 09 Pebruari 2011 10:59 Topik: Isi berita yg tidak seimbang dan provokatif Nama Program: Dialog Metro Hari Ini (Sore) Tanggal Tayang Program: 9 Februari 2011 Jam Tayang Program: 17.00 WIB Stasiun TV: Metro TV Pesan: Langsung saja..semenjak kejadian cikeusik dan temanggung,semua isi metro tv tidak berimbang. Mereka hanya mengundang pihak2 yg pro thdp ahmadiyah.Seperti yg diundang adalah usman hamid dr komnas HAM,dimana ia menyerang persyariat yg notabene dibuat untuk menjaga akhlak umat islam,bukan utk mediskriditkan umat lain. Semua berpihak dp ahmadyah,tp tidak ada dr pihak muslim yg diundang yg dapat memberikan keterangan yg seimbang.Seolah-olah acara tersebut ingin menggiring opini publik bahwa ajaran islam itu salah,yg benar adalah demokrasi.HAM dan demokrasi menjadi tuhan mereka. Secara keseluruhan isi berita metro tv cenderung provokatif dan menyudutkan pihak tertentu (umat islam). Tolong KPI menegur isi berita metro tv dan juga narasumber yg diundang agar berimbang dan
114
proporsional, begitu juga dg acara berita lainnya. Tidak hanya ini saja,secara keseluruhan juga saya melihat isi berita metro tv provokatif,menggiring opini publik ke arah paham tertentu,menjelek2an tanpa memberi solusi yg sejuk dan mendamaikan. Semoga KPI dapat menegur metro tv agar lebih bisa menyajikan berita dan dialog yg menyejukkan dan tidak berpihak.
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): berita kerusuhan "agus"
Fri, February 11, 2011 7:00 am [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 125.163.26.199 Lokasi: Jawa Barat Dari: agus E-mail: [email protected] Tanggal: Jumat, 11 Pebruari 2011 00:00 Topik: berita kerusuhan Nama Program: berita Tanggal Tayang Program: Jam Tayang Program: Stasiun TV: Pesan: Mohon KPI tertibkan mengenai berita,tolkshow atau yang lainnya mengenai penayangan kerusuhan, SKB,Pembubaran Organisasi,dikarenakan saat ini banyak tayangan yang tidak proposional/independen,ada yang mengaku tokoh agama bahkan sampai menunjuk mentri agama yang tidak mengerti agama dengan pernyataanpernyatan yang tidak fair mungkin bisa membuat pemirasa bngung dan resah. terima kasih atas perhatiaannya
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): Berita Cikeusik & Temangg... "Zaki" <[email protected]> Sat, February 12, 2011 7:05 pm [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
115
Aspirasi Masyarakat IP: 223.255.224.3 Lokasi: DKI Jakarta Dari: Zaki E-mail: [email protected] Tanggal: Sabtu, 12 Pebruari 2011 12:05 Topik: Berita Cikeusik & Temanggung Nama Program: Metro Highlights Tanggal Tayang Program: 12 Februari 2011 Jam Tayang Program: 18:30 Stasiun TV: Metro TV Pesan: Walau belum ada kepastian hukum yang sudah jelas dari pihak berwenang,media ini menyatakan bahwa ormas keagamaan ada di balik kerusuhan di Cikeusik & Temanggung. Dengan asiknya mereka memfitnah dan mencuci otak masyarakat kita. Harap diawasi pak!
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): TVONE "selamet hariadi" <[email protected]> Sun, February 20, 2011 6:18 pm [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 222.124.156.242 Lokasi: Jawa Timur Dari: selamet hariadi E-mail: [email protected] Tanggal: Minggu, 20 Pebruari 2011 11:18 Topik: TVONE Nama Program: berita di TVONE Tanggal Tayang Program: 20 ferbruari 2011 Jam Tayang Program: 17.30 WIB Stasiun TV: Pesan: maaf, saya dulu SANGAT APRESIASI SEKALI TVONE. namun akhir2 ini BERITA TVONE kurang berimbang... contoh saja: 1. kasus ahmadiyah yang LEBIH MENYERANG MUI atau pihak penentang ahmadiyah daripada KEBENARAN AKSI ahmadiyah di cikeusik yang sebenarnya dan memang benar adalah dari ahmadiyah sendiri. 2. KASUS PSSI, ikhwal berita PSSI selalu saja memberatkan dan membela PSSI. Kurang melihat dari sisi yang lain.
116
3. semua berita yang menyangkut BAKRIE sepertinya menjadi pemantapan FIGUR BAKRIE atau afiliasinya seperti PSSI. MOHON dengan SANGAT MEDIA TVONE, VIVANEWS.COM, ANTV lebih NETRAL... salam...
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): BOIKOT TVONE DAN METRO TV... "HENDRI, S.ST" Tue, February 22, 2011 2:32 pm [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 182.4.194.101 Lokasi: Riau Dari: HENDRI, S.ST E-mail: [email protected] Tanggal: Selasa, 22 Pebruari 2011 07:32 Topik: BOIKOT TVONE DAN METRO TV !!!!! Nama Program: KABAR SIANG Tanggal Tayang Program: 22 Februari 2011 Jam Tayang Program: 12.00 wib Stasiun TV: TVONE Pesan: Sudah lama saya tidak menonton TV one dan metro tv. Saya menilai kedua TV ini memang menyebarkan kebencian dan cenderung membenturkan pemerintah ke penonton. Memangnya TV one dan Metro TV....isi beritanya menjelekan pemerintah dan setiap kebijaksanaan pemerintah pasti diberitakan tidak ada yang bagus....rakyat indonesia nggak perlu TV kaya mereka. TV one memang dari dulu saya lihat sudah tidak bermutu. Apalagi sekarang. Dengan pembawa2 acaranya yg terlihat tidak teredukasi bagus. Sekarang Metro TV pun juga sudah kehilangan kelasnya. Dulu awal keluar saya lihat mereka masih ok, tapi sekarang betul apa yg dikatakan pak Dipo. kalo setahu saya media yang slalu memprovokasi dan meng olok-olok pemerintah yah dua stasiun tv itu...alih2 itu kebebasan pers..... wajarlah karena ke dua stasiun tv itu pemiliknya adalah politikus yang keduanya memiliki syarat kepentingan politik......yah biarlah masyarakat akan tau sendiri... Ini membahayakan. Membuat negara pesimis. Dua-duanya terlalu banyak dialog-dialog murahan dan opini. Tv berita seharusnya tidak memberi opini. setuju boikot TV One dan Metro TV
117
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): METRO TV DAN TVONE TAK TA... "alwi arsenal" Tue, February 22, 2011 2:35 pm [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 182.4.194.101 Lokasi: Sumatera Barat Dari: alwi arsenal E-mail: [email protected] Tanggal: Selasa, 22 Pebruari 2011 07:35 Topik: METRO TV DAN TVONE TAK TAHU DIRI Nama Program: KABAR SIANG Tanggal Tayang Program: 22 Februari 2011 Jam Tayang Program: 12.00 wib Stasiun TV: TVONE Pesan: SETUJU BANGET PAK DIPO REFORMASI MEDIA !!!!!! DEWAN PERS harus lebih TANGGAP!! Gua uda benci banget sama tayangan tipi2 pemberitaan di tipi2 kita. semua tayangan pemberitaan kekerasan, semua pemberitaan negatif, berita sampah semua, gak ada yang positif, gimana mental yang nonton bisa merasa TENANG ?! jika yang diberitakan adalah kekacauan ??? F*CK media. asal-asalan nyari nara sumber untuk memberi pendapat, sotoloyo! sukur2 si pemberi pendapat membawa aura positif, yang ada malah kebanyakan asbun !! media makin sinting ! MUI akan keluarkan fatwa, menonton TV One dan Metro TV haram hukumnya
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): Metro TV "Nugroho Mulyo" Sun, February 27, 2011 8:24 am [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 182.4.46.145
118
Lokasi: Jawa Barat Dari: Nugroho Mulyo E-mail: [email protected] Tanggal: Minggu, 27 Pebruari 2011 01:24 Topik: Metro TV Nama Program: Running Text Tanggal Tayang Program: Sejak 20 Februari 2011 Jam Tayang Program: headlines News Stasiun TV: Metro TV Pesan: Sejak seminggu ini Metro TV selalu memunculkan running text terkait somasi terhadap Dipo Alam karena instruksi Dipo Alam yang memerintahkan instansi Pemerintah memboikot dua media TV dan satu media cetak. Jelas2 ini adalah upaya penggiringan opini publik yang seakan menyalahkan Dipo Alam atas ucapannya. Perhatikanlah bahwa di facebook sudah sejak lama ada gerakan boikot metrotv dan tv One , jadi sebenarnya kedua tv tersebut memang selalu tidak memberikan pemberitaan yang berimbang dalam siaran2nya. Bahkan cenderung memihak kepada pengeritik kebijakan Pemerintah yang menampilkan narasumber yang aneh contoh Ichsanoordin Nursy kadang sebagai pengamat politik,lalu pengamat budaya, pengamat ekonomi, bahkan effendy ghazaly bertindak disebut sebagai pengamat pers ketika diminta tanggapan tentang instruksi dipo alam. Mohon KPI mengedepankan independensinya selalu dan pasti ! Salam. Nugroho Mulyo Puri Matahari Persada Blok C 17 Laladon Bogor 16610
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): MEDIA YANG NETRAL "RIZKY" Sun, February 27, 2011 10:10 am [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 114.79.19.187 Lokasi: DKI Jakarta Dari: RIZKY E-mail: [email protected] Tanggal: Minggu, 27 Pebruari 2011 03:10 Topik: MEDIA YANG NETRAL Nama Program: Tanggal Tayang Program: Jam Tayang Program: Stasiun TV: SEMUA TELEVISI
119
Pesan: Sesuai UU media harus bersfat netral dalm setiap pemberitaannya,tetapi sekarang ini ke netralan itu sangat mahal harganya.Ini terbukti dengan di kuasainya media oleh orang yang punya modal besar.Salah satu conto TV ONE tidak akan pernah memberitakan tentang kesengsaraan korban LAPINDO atau 3 perusahaannya yang di duga terlibat mafia pajak karena kita tahu TV ONE adalah milik BAKRIE GROUP.Atau yang baru2 ini mengenai PSSI TV ONE DAN ANTV hanya memberitakan yang baik2 mengenai PSSI karena ada kepentingan BAKRIE disitu.Begitu juga yang lainnya ,RCTI tidak akan netral memberitakan mengenai kelompok SOEDIBYO karena kita tahu RCTI milik MNC seta kita tahu siapa bossnya.Mohon KPI mewujudkan keinginan Masyrakat untuk memperoleh informasi yang benar dan netral sesua amanat UU.Terima Kasih
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): MetroTV penyebar benih ke... "setiawan" <[email protected]> Sun, February 27, 2011 11:12 am [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 114.199.101.252 Lokasi: DKI Jakarta Dari: setiawan E-mail: [email protected] Tanggal: Minggu, 27 Pebruari 2011 04:12 Topik: MetroTV penyebar benih kebencian Nama Program: runnning text Tanggal Tayang Program: 27 Februari 2011 Jam Tayang Program: 11.03 Stasiun TV: Metro TV Pesan: MetroTV menyebar kebencian melalaui running text. saya melihat kejadian ini sejak Metro tv akan mengadukan DA. bisa dilihat running text untuk DIPO bisa sampai 3 sementara untung berita yg lain hanya 1. Sebagai penonton saya tidak melihat hal perlu apalagi untuk kepentingan bangsa. informasi dlm running text inisepertinya terlalu menyerang personal seseorang dan saya anggap bukan produk jurnalis. ini saya perhatikan sejak tgl 26 februari 2011 dimana secara berlebihan metrotv menyiarkan berita DA dari pagi sampai sekarang, bahkan masalah DA di jadikan Breaking News seolah-olah diperakuakn seperti berita teoris. saya sangat menjunjung tinggi kenenasan pers, tp jika pers melakukan YELLOW JURNALISM dan HATE CRIME sungguh suatu perbuatan tidak
120
terpuji. mohon segera di tindak krn sayan sangat tidak yakin kita bisa membangun negeri ini dengan rasa kebencian dan kedengkian. terima kasih
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): gambar pada tayangan beri... "Nurul" Tue, March 15, 2011 9:37 pm [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 182.6.171.145 Lokasi: Jawa Barat Dari: Nurul E-mail: [email protected] Tanggal: Selasa, 15 Maret 2011 14:37 Topik: gambar pada tayangan berita Nama Program: Seputar Indonesia Tanggal Tayang Program: 15 maret 2011 Jam Tayang Program: 17.00 WIB Stasiun TV: RCTI Pesan: Sore ini saya menonton acara Seputar Indonesia sore. Ada berita tentang bom yang ditujukan untuk Ulil. Disitu diberitakan seorang polisi terluka karena tangannya putus. Yang saya sesalkan adalah RCTI menayangkan gambar luka-luka pada tangan polisi itu dengan sangat jelas (tanpa mengeditnya). kenapa ini bisa terjadi? saya sendiri sangat shock sewaktu menonton berita itu.Tolong KPI menegur keras pihak RCTI. terima kasih
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): Berita Bom "Andi" Sat, March 19, 2011 12:25 am [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 114.56.55.81
121
Lokasi: Pilih Provinsi Dari: Andi E-mail: [email protected] Tanggal: Jumat, 18 Maret 2011 17:25 Topik: Berita Bom Nama Program: Berita Malam Tanggal Tayang Program: 19 Maret 2011 Jam Tayang Program: 00:00 WIB Stasiun TV: Metro TV Pesan: kok yg bukan bom dibilang teror bom..padahal itu kan hanya dugaan si pelapor..kesannya benar2 bom padahal hanya benda mencurigakan saja..seharusnya klo sudah tau bukan bom ketika diberitakan lagi jgn dibilang bom..terus terang dgn mengatakan teror bom saya merasa negara ini sudah gawat seperti bencana di jepang..terorisme harus diwaspadai tetapi juga informasi harus 100% akurat dan tepat penyampaiannya
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): berita kriminal "supriyanto" <[email protected]> Thu, March 31, 2011 11:25 am [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 180.214.232.84 Lokasi: Jawa Barat Dari: supriyanto E-mail: [email protected] Tanggal: Kamis, 31 Maret 2011 04:25 Topik: berita kriminal Nama Program: Tanggal Tayang Program: Jam Tayang Program: Stasiun TV: TransTV, MNCTV,Indosia, RCTI, SCTV, ANTV, Trans7, Global, TVOne, MetroTV Pesan: Mohon segera dikeluarga pelarangan penyiaran/penayangan berita kriminal terutama berita tentang pembunuhan dan bunuh diri, Berita-berita tersebut menyebabkan sering ditiru oleh orang lain untuk mencari jalan pintas..
122
mohon segera bekukan penayangannya
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): Maria Menebar KENGERIAN R... "iwan setiawan" Tue, June 21, 2011 9:09 pm [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 120.164.30.0 Lokasi: Pilih Provinsi Dari: iwan setiawan E-mail: [email protected] Tanggal: Selasa, 21 Juni 2011 14:09 Topik: Maria Menebar KENGERIAN RUYATI berbalut berita terkini Nama Program: Apa Kabar Indonesia, Siang & Malam Tanggal Tayang Program: 20-21 Junin 2011 Jam Tayang Program: 18.00/21.00 Stasiun TV: TV-One Pesan: Mari Menebar Kengerian Ruyati ... Tragedi Ruyati menyisakan kepiluan atas hukuman mati yang diterimanya. Bukan TV-One kalau tidak paling dulu mengabarkan kasus ini. Dengan judul berita “TKW DIPANCUNG”, yang terbayang oleh saya adalah si penerima hukuman diminta menunduk kemudian ditebas dengan pedang tajam, leher lepas dari badan, darah mengucur kemanan-mana. TV-One (dan TV lainnya) sama sekali tidak peduli, bagaimana menjelaskan KENGERIAN ini kepada anak-anak kami. Sulit menjelaskan “DIPANCUNG” kepada anak kami yang baru berusia 7 tahun. Kenapa tidak dipilih judul “DIHUKUM MATI, sehingga lebih mudah menjelaskan kepada anak-anak kami. Belum lagi bagi keluarga korban..judul malah menambah kegetiran dengan berulang-ulang menayangkan berita denga tajuk TKW DIPANCUNG. “Mari kita menebar kengerian dibalut berita utama dari yang mengaku selalu terdepan mengabarkan. Jangan pedulikan anak-anak kita, yang penting rating tinggi, iklan banyak..”
123
Subject: From: Date: To: Priority: Options:
(Aspirasi Masyarakat): kekerasan terhadapan pela... "Barnabas Harriyanto" Mon, July 18, 2011 10:15 pm [email protected] Normal View Full Header | View Printable Version | Download this as a file
Aspirasi Masyarakat IP: 110.138.154.40 Lokasi: DKI Jakarta Dari: Barnabas Harriyanto E-mail: [email protected] Tanggal: Senin, 18 Juli 2011 15:15 Topik: kekerasan terhadapan pelajar Nama Program: Topik Terkini Tanggal Tayang Program: 18 Juli 2011 Jam Tayang Program: 22.12 WIB Stasiun TV: ANTV Pesan: sekolah SMAK 4 Dago Bandung terjadilah kekerasan pada pelajar tersebut insiden terjadi merebut sengkenta lahan sekolah tersebut dan harus tindak pindana.
Mengingat dampak buruk dari yangan televisi ini, memang kita berharap banyak kepada KPI untuk terus bersikap tegas kepada televisi yang membandel, yang kadang hanya mengutamakan keuntungan materi semata tanpa mempedulikan kehancuran generasi bangsa ini karena keburukan akhlak yang disebabkan menonton tayangannya yang disuguhkan. Sembari dengan itu sikap tegas KPI bukan hanya satusatunya solusi, kita sendiri juga harus tegas memberikan arahan kepada orang-orang yang kita sayangi dalam hal memproteksi dampak buruk ini. Mungkin memulai dari diri, keluarga dan orang sekitar kita sebagai wujud kita peduli adalah satu langkah yang tepat untuk mengatasi masalah ini.
124
Tayangan televisi merupakan media massa yang paling banyak dipergunakan oleh masyarakat. Tidak mengherankan jika banyaknya tindak kekerasan yang ditayangkan di televisi mempengaruhi perilaku seseorang. Efek tayangan kekerasan sangatlah berbahaya bagi orang-orang yang kurang bisa menganalisis32 dan mengidentifikasi tayangan-tayangan kekerasan di televisi. Seiring dengan semakin banyaknya tayangan yang mengandung unsur kekerasan maka kemungkinan seseorang untuk meniru perilaku itu semakin besar. Dampak tayangan kekerasan di televisi paling sering melanda anak-anak. Dimana anak-anak menganggap adegan kekerasan tersebut sebagai hiburan. Hal itu akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak ketika telah menjadi lebih dewasa. Dia akan merasa sudah terbiasa dengan tindakan kekerasan dan tidak merasa takut untuk melakukannya. Sampai saat ini upaya untuk menanggulangi penyimpangan perilaku karena tayangan kekerasan di televisi masih sulit untuk dilakukan. Kita sebagai seorang penonton televisi seharusnya lebih pandai untuk tidak meniru adegan-adegan kekerasan yang ada di televisi. C. Analisis Kaidah Sadd al-Dzari’ah dalam Etika Penyiaran Sebagai salah satu upaya dalam merealisasikan aspek fleksibilitas Islam, maka Rasulullah sallalâhu alahi wasallam membolehkan kepada para sahabat untuk berijtihad. Hal inilah yang dijadikan salah satu landasan para mujtahid dalam 32
http://el-nashfi.blogspot.com/2010/12/efek-tayangan-kekerasan-di-tv.html. Diakses pada tanggal 10 juli 2011.
125
berijtihad mengenai suatu hukum yang tidak terdapat dalam nash shorih mengenai penetapan hukumnya.33 Hukum Islam tidak hanya mengatur tentang perilaku manusia yang sudah dilakukan tetapi juga yang belum dilakukan. Hal ini bukan berarti bahwa hukum Islam cenderung mengekang kebebasan manusia. Tetapi karena memang salah satu tujuan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan (mafsadah). Jika suatu perbuatan yang belum dilakukan diduga keras akan menimbulkan kerusakan (mafsadah), maka dilaranglah hal-hal yang mengarahkan kepada perbuatan tersebut. Metode hukum inilah yang kemudian dikenal dengan sadd adz-dzari‟ah. Sebaliknya, jika suatu perbuatan diduga kuat akan menjadi sarana terjadinya perbuatan lain yang baik, maka diperintahkanlah perbuatan yang menjadi sarana tersebut. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah fath adz-dzariah. Guna menentukan apakah suatu perbuatan dilarang atau tidak, karena ia bisa menjadi sarana (adz-dzariah) terjadinya suatu perbuatan lain yang dilarang, maka secara umum hal itu bisa dilihat dari dua hal, yaitu:34 1.
Motif atau tujuan yang mendorong seseorang untuk melaksanakan suatu perbuatan, apakah perbuatan itu akan berdampak kepada sesuatu yang dihalalkan atau diharamkan. Misalnya, jika terdapat indikasi yang kuat bahwa
33
http://pwkpersis.wordpress.com/2008/03/22/sadd-adz-dzarai-dan-keabsahannya-sebagaidalil/. Diakses pada tanggl 12 Agustus 2011. 34 http://racheedus.wordpress.com/makalahku/makalah-nyoba/. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011.
126
seseorang yang hendak menikahi seorang janda perempuan talak tiga adalah karena sekedar untuk menghalalkan si perempuan untuk dinikahi oleh mantan suaminya terdahulu, maka pernikahan itu harus dicegah. Tujuan pernikahan tersebut bertentangan dengan tujuan pernikahan yang digariskan syara’ yaitu demi membina keluarga yang langgeng. 2. Akibat yang terjadi dari perbuatan, tanpa harus melihat kepada motif dan niat si pelaku. Jika akibat atau dampak yang sering kali terjadi dari suatu perbuatan adalah sesuatu yang dilarang atau mafsadah, maka perbuatan itu harus dicegah. Misalnya, masalah pemberian hadiah (gratifikasi) yang diawasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan beberapa peristiwa yang sebelumnya terjadi, seorang pejabat yang mendapat hadiah kemungkinan besar akan mempengaruhi keputusan atau kebijakannya terhadap si pemberi hadiah. Karena itulah, setiap pemberian hadiah (gratifikasi) dalam batasan jumlah tertentu harus dikembalikan ke kas negara oleh pihak KPK. Menurut Ibnu Qayyim Aj-Jauziyah, pembagian dari segi ini antara lain sebagai berikut :35 a.
Perbuatan yang membawa kepada suatu kemasfsadatan, seperti meminum minuman keras yang dapat mengakibatkan mabuk, sedangkan mabuk adalah perbuatan yang mafsadat.
35
Rahmat, Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih “Untuk UIN, STAIN, dan PTAIS, (Bandung : PUSTAKA SETIA, 2010), h. 135.
127
b.
Suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan atau dianjurkan tetapi dijadikan sebagai jalan untuk melakukan suatu perbuatan yang haram, baik disengaja maupun tidak, seperti seorang laki-laki menikahi perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada suaminya yang pertama (nikah at-tahlil). Menurut Ibnu Qayyim, kedua bagian di atas terbagi lagi dalam :
1.
Kemaslahatan suatu perbuatan lebih kuat dari kemafsadatan-nya.
2.
Kemafsadatan suatu perbuatan lebih kuat daripada kemanfaatannya; Kedua pembagian inipun, menurutnya dibagi lagi menjadi empat bentuk :
a.
Sengaja melakukan perbuatan yang mafsadat, seperti minum arak, perbuatan
ini dilarang syara’. b.
Perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan atau dianjurkan, tetapi dijadikan jalan untuk melakukan suatu perbuatan yang haram baik disengaja maupun tidak, seperti seorang laki-laki menikahi perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada suaminya yang pertama (nikah al-
tahlil). c.
Perbuatan yang hukumnya boleh dan pelakunya tidak bertujuan untuk melakukan
suatu
kemafsadatan,
kemafsadatan,
seperti
mencaci
tetapi maki
berakibat
timbulnya
persembahan
orang
suatu
musyrik
mengakibatkan orang musyrik juga mencaci maki Allah. d.
Suatu pekerjaan yang pada dasarnya dibolehkan tetapi adakalanya menimbulkan kemafsadatan, seperti melihat wanita yang dipinang. Menurut 128
Ibnu Qayyim, kemaslahatannya lebih besar, maka hukumnya dibolehkan sesuai kebutuhan.
Maka menurut hemat penulis dalam konteks kaidah sadd adz-dzari‟ah menentukan hukum dalam hal perbuatan atau etika penyiaran dalam perihal ekspose berita kriminal di media massa, dapat dibagi menjadi dua pembagian hukumnya yaitu: 1.
Mubah Apabila perbuatan itu dilakukan untuk memberikan informasi kepada khalayak dengan kehati-hatian dan mempertimbangkan segala kemungkinan dampak
yang
akan
dihasilkan
dari
tayangan
yang
disiarkan
dan
mengedepankan edukasi (pendidikan) bagi penontonnya untuk lebih waspada dengan lingkungan sekitar yang kurang aman sebagai langkah preventif (pencegahan) 2.
bagi
para
pemirsa
untuk
lebih
berhati-hati.
Haram Ketika dalam mengabarkan sebuah peristiwa dengan tujuan ataupun maksud-
maksud tertentu demi kepentingan sendiri dengan mengejar rating siaran yang laku ditonton oleh masyarakat dengan memberikan suatu informasi atau berita bohong yang jelas-jelas melanggar kode etik jurnalistik. Kemudian dalam siaran tidak melakukan suatu tampilan yang vulgar, bombastis, dan lainnya dalam penyiaran suatu berita atau informasi kepada pemirsa, karena ada beberapa masyarakat yang bisa terpengaruh dengan berita-berita yang ditampilan secara vulgar, bombastis dan tidak 129
menjaga aturan dalam kode etik jurnalistik yang baik. Hampir setiap hari tayangan berita kriminal dengan porsi sadisme, kekerasan, pemerkosaan dan lainnya ditampilkan dilayar kaca secara berkesinambungan atau terus-menerus tanpa jeda, di waktu pagi, siang, sore, dan malam dihampir semua stasiun TV menyiarkan berita kriminal tanpa mempertimbangkan dampak ataupun efek negatif yang dihasilakan dari berita yang ditayangkan tersebut. Apalagi ketika anak-anak juga ikut menyaksikan adegan kriminal yang secara jelas tampil atau reka ulang rekontruksi adegan-adegan pembunuhan, mutilasi, pemerkosaan, tawuran, perkelahian dan lainlainnya yang pasti seorang anak atau anak-anak akan meniru apa-apa yang dilihatnya.
130
BAB V PENUTUP A.
KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil data dan penelitian pada bab-bab sebelumnya, maka
penulis dapat memberikan kesimpulan ini, yaitu : 1).
Dalam hal ekspose berita kriminal di media massa, baik Hukum Islam dan
Undang-Undang Penyiaran memiliki aturan yang sangat jelas mengenai etika yang seharusnya dimiliki oleh para jurnalis, wartawan, reporter ataupun pekerja pers lainnya yang seharusnya lebih mengutamakan terlebih dahulu akan kebenaran, keakuratan dan fakta yang sesungguhnya suatu peristiwa yang akan di tayangkan. Karena peran media begitu strategis dibelahan dunia manapun. Hukum Islam juga mengajarkan kepada manusia untuk tidak mudah mempercayai suatu informasi atau kabar berita. Ekspose berita kriminal di media massa, harus kita sadari bahwa selain memiliki informasi yang bermanfaat bagi pemirsanya namun juga harus kita selalu perhatikan dampak-dampak atau efek yang akan timbul kepada para pemirsa yang menonton tayangan kekerasan dalam kabar berita itu. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah ada bahwa efek negatif dari tayangan ekspose berita kriminal yang memperlihatkan kekerasan hampir selalu di prioritaskan dan tampak vulgar, masyarakat luas dalam hal ini pemirsa yang menyaksikan atau menonton adegan peristiwa itu. Hasilnya masyarakat merasa was-was (ketakutan) karena begitu banyak kejahatan disekelilingnya dan tayangan kriminal kekerasan itu akan menjadi pelajaran
131
untuk ditiru (praktekan) oleh pemirsa dalam menginspirasi kejahatan-kejahatan ataupun kekerasan selanjutnya. 2.)
Persamaan dalam Hukum Islam dan Undang-Undang Penyiaran terletak
pada kode etik atau etika dalam peliputan suatu peristiwa sampai penyiaran berita tersebut kepada jurnalis, wartawan, reporter atau pekerja pers lainnya untuk selalu mengedepankan keakuratan atau objektifitas dalam menyampaikan suatu berita. kemudian, mengutamakan pelindungan kepada para penonton dalam hal pemberitaan kekerasan fisik, kekerasan asusila (pemerkosaan) ataupun kekerasan lainnya sampai adegan rekontruksi pembunuhan yang utamanya pembunuhan dengan cara memotong-motong tubuh korban yang biasa dikenal dengan mutilasi selalu tampak jelas terlihat dan lepas dari sensor pemberitaan yang seharusnya tidak diperlihatkan karena melihat faktanya ada beberapa masyarakat yang memiliki kecenderungan meniru apa yang dilihat, dibaca dan didengarnya demi mengatasi permasalahan yang dihadapinya secara singkat. Tayangan ekspose berita kriminal, yang begitu sering hadir dalam layar kaca di hampir setiap hari dan waktu, seperti : pagi, siang, sore hingga malam tidak luput dari pemberitaan yang bersifat kriminal. Maka kalau dilihat dari seringnya ekspose berita kriminal tayang secara berkesinambungan atau terusmenerus dapat mempengaruhi penonton yang sering menyaksikannya berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu dan data pengaduan yang diterima oleh KPI Pusat dari peran serta aktif masyarakat melaporkan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh stasiun televisi demi menaikan rating siaran, citra dan keuntungan dari masyarakat. Kemudian Hukum Islam selalu mengatur unsur-unsur 132
kebaikan kepada umat dan penyampaian dakwah, mengajak untuk selalu melakukan kebaikan dan menjauhi kejahatan. Maka, seorang jurnalis, wartawan, reporter ataupun pekerja pers yang muslim haruslah mentaati aturan-aturan sesuai dengan ajaran agamanya, untuk tidak mengabarkan unsur-unsur yang berbau firnah, perstiwa fiktif dan informasi penipuan lainnya kepada masyarakat. 3).
Seorang wartawan, jurnalis, reporter ataupun yang lainnya hendaklah selalu
mengedepankan jiwa profesionalisme dalam berkerja mencari informasi yang hendak dikabarkan untuk masyarakat menjadi sebuah berita. Berdasarkan penelitian, data dan fakta yang terjadi di masyarakat bahwa ketika adanya suatu adegan rekontruksi ulang kasus pembunuhan ataupun mutilasi, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, tawuran, perkelahian dan lain sebagainya cenderung diikuti oleh para calon tindak kriminal lainnya dengan terinspirasi.
B.
SARAN – SARAN
1).
Kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat maupun Daerah, hendaknya
selalu mengawasi setiap tayangan-tayangan berita kriminal yang meresahkan bagi masyarakat dan memenuhi unsur-unsur dalam pasal 48 ayat 4 poin d dalam UndangUndang Penyiaran yang telah mengamanatkan KPI untuk mengatur semua tayangantayangan program siaran televisi dan media massa lainnya baik cetak, elektronik dll. 2).
Kepada para pemilik perusahaan stasiun televisi dan media massa di
Indonesia atau pimpinan redaksi suatu program tayangan berita agar hendaknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan segala sesuatu baik dan buruknya
133
informasi suatu program tayangan berita yang akan masyarakat luas, (orang dewasa dan anak-anak) nikmati dari tayangan tersebut. Berita kriminal utamanya disiarkan tengah malam disaat jam tidur masyarakat dan yang terpenting tidak ada anak-anak yang bisa menyaksikan adegan-adegan kekerasan, sebagai langkah preventif (pencegahan) ini perlu dilakukan untuk tidak kembalinya terulang perbuatan kriminal baik kekerasan, pemerkosaan, pembunuhan, tawuran, perkelahian, perampokan dan kejahatan-kejahatan lain sebagainya. 3).
Kepada semua orang tua yang memiliki televisi di rumah atau akses internet
mudah di rumah hendaknya selalu memantau kegiatan atau aktivitas anak-anaknya sehari-hari. Selalu pastikan bahwa anak-anak tidak menonton televisi atau mengakses internet sendirian mengingat begitu mudahnya untuk disaksikan oleh anak-anak.
134
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI. A Djazuli. Kaidah-kaidah fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah yang praktis. Jakarta: Kencana, 2007. Arfan, Abbas. Genelogi pluralitas mazhab dalam hukum Islam. Malang: UIN Malang Pers, 2008. Arifin, Anwar. Ilmu komunikasi : sebuah pengantar ringkas. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006 Asnawir dan M Basyiruddin. Media pembelajaran. Tangerang: Ciputat Pers, 2002 Assegaf, Djafar. Jurnalistik Masa Kini Pengantar Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991.
ke Praktek Kewartawanan.
Darmawan, Kernal dan Kurniati. Mazhab dan Penggolongan Teori Dalam Kriminologi. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1991. Djamil, Fathurrahman. Filsafat hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. Djazuli, Ahmad. Fiqh Jinayah. cet.III. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000. Djuarsa, Sasa, Sistem Media Massa yang Adil, Demokrasi, Komunikasi dan Demokratisasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1998, Vol. 1. Effendi, Heru. Industri televisi Indonesia : sebuah kajian. Jakarta: Erlangga, 2009. Haryatmoko. Etika komunikasi manipulasi media : kekerasan dan pornografi. cet.v. Yogyakarta: Kanisius, 2007. J.B. Wahyudi. Dasar-dasar manajemen penyiaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994. Johannesen, Richard L. Etika komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.
135
Kusuma, W, Mulyana. Kejahatan dan penyimpangan (suatu perspektif kriminologi). Jakarta: Yayasan LBH, 1998. Mc Quail, Denis. Teori komunikasi massa : suatu pengantar. Jakarta: Erlangga, 1989. Michael Bland, Alison Theaker dan David Wrags. Hubungan media yang efektif. Jakarta: Erlangga, 2004. Moleong, J. Lexi. Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Mufid, Muhammad. Komunikasi dan regulasi penyiaran. Jakarta: Kencana, 2007. Muslih, Wardi Ahmad. Hukum pidana Islam. cet.I. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Mustofa, Muhammad. Kriminologi : kajian sosiologi terhadap kriminalitas, perilaku menyimpang dan pelanggaran hukum. Depok: FISIP UI Press, 2007. Putra Sareb, R Masri. Media cetak bagaimana merancang dan memproduksi. Jakarta: Graha Ilmu, 2007. Syafe’i, Rahmat. Ilmu Ushul Fiqih : Untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung : PUSTAKA SETIA, 2010. Saefullah, Ujang. Kapita selekta komunikasi : pendekatan budaya dan agama. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Santoso, Topo. Mengagas hukum pidana Islam; Penerapan syari’at dan Islam dalam konteks mordenitas. Bandung: Asy Syaamil Press & Grafika, 2001. Schechter, Danny. Matinya media : perjuangan penyelamatan demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007. Simorangkir, JTC. Hukum dan kebebasan pers. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1980. Sunarto. Televisi, kekerasan dan perempuan. Jakarta: Kompas, 2009. Tebba, Sudirman. Hukum media massa nasional. Tangerang: Pustaka Irvan, 2007. . Etika media massa Indonesia. Tangerang: Pustaka Irvan, 2008.
136
Thamrin, Dahlan. Filsafat hukum Islam : filsafat hukum keluarga dalam Islam. Malang: UIN Malang Pres, 2007.
Sumber Artikel dari Internet http://www.andriewongso.com/awartikel-460AW_CornerDampak_Negatif_Tayangan Televisi.Diakses pada tanggal 21 Juni 2011. http://www.indojaya.com/teknologi/gadget/1016-dampak-negatif-tayangantelevisi.html. Diakses pada tanggal 23 Juli 2011. http://alinur.wordpress.com/2008/12/17/tayangan-televisi-dan-kekerasan. Diakses pada tanggal 4 april 2011. http://etnojurnal.blogspot.com/2010/04/tayangan-berita-kriminal-ditelevisi.html. Diakses pada tanggal 26 Juli 2011. www.dewankehormatanpwi.com.Diakses pada tanggal 7 Februari 2003. http://buntomijanto.wordpress.com/2007/07/17/menyoal-kebebasan-pers-persbebas-dan-keblabasan-pers.Diakses pada tanggal 9 Maret 2011. http://bud1prasety0.wordpress.com/2010/06/09/selektif-menerimainformasitafsir-surat-al-hujurat-ayat-6.Diakses pada tanggal 22 Juni 2011. http://media.kompasiana.com/new-media/2011/04/23/kebebasan-persperspektif-islam. Diakses pada tanggal 13 Juni 201. http://www.siaga24.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=62 . Diakses pada tanggal 4 April 2011. http://www.berita-indonesia.com/nasional/mutilasi-dan-media-massa. Diakses pada tanggal 4 April 2011.
137
http://fuadiqudwah.blogspot.com/2010/04/metode-sadd-al-dzariah-dalampenetapan.html. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011. http://pwkpersis.wordpress.com/2008/03/22/sadd-adz-dzarai-dankeabsahannya-sebagai-dalil/. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011. http://citrariski.blogspot.com/2010/12/sadd-adz-dariah.html.
Diakses
pada
Diakses
pada
tanggal 2 Juli 2011. http://racheedus.wordpress.com/makalahku/makalah-nyoba/. tanggal 2 Juli 2011. http://kpid.jatengprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id =1&Itemid=2. Diakses pada tanggal 10 Juli 2011. http://el-nashfi.blogspot.com/2010/12/efek-tayangan-kekerasan-di-tv.html. Diakses pada tanggal 10 juli 2011.
138
LAMPIRAN-LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin; b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa; c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaikbaiknya berdasarkan kemer- dekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun; d. bahwa pers nasiona1 berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadiJan sosiaJ; e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d. dan e pelu dibentuk Undang-undang tentang Pers; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang- Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia; Dengan persetujuan DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini. yang dimaksud dengan : 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurna1istik meliputi mencari, mempeloleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik.dan segala jenis saluran yang tersedia. 2. Perusahaan pers ada1ah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi. 4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. 5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. 6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia. 7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers asing. 8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik. 9. Pembredelan atau peIarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum. 10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena ptofesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. 11. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. 12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. 13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. 14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. BAB II ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJlBAN DAN PERANAN PERS Pasal 2 Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pasal 3 (1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. (2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Pasal 4 (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. (2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, mempero1eh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. (4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak To1ak. Pasal 5 (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati normanorma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (2) Pers wajib melayani Hak Jawab. (3) Pers wajib melayani Hak Koreksi. Pasal 6 Pers nasional me1aksanakan peranan sebagai berikut : a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum. dan Hak Asasi Manusia. serta menghormati kebhinekaan:
c. mengembangkan pendapat wnwn berdasarkan informasi yang tepat. akurat. dan benar; d. melakukan pengawasan, kritik. koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran. BAB III WARTAWAN Pasal 7 (1) Wartawan bebas mernilih organisasi wartawan. (2) Wartawan merniliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Pasal 8 Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. BAB IV PERUSAHAAN PERS Pasal 9 (1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. Pasal 10 Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya. Pasal 11 Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal. Pasal 12 Perusahaan Pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan. Pasal 13 Perusahaan pers dilarang memuat iklan: a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok. Pasal 14 Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita. BAB V DEWAN PERS Pasal 15 (1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan persdan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. (2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; g. mendata perusahaan pers. (3) Anggota Dewan Pers terdiri dari: a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; (4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota. (5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya. (7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari: a. organisasi pers; b. perusahaan pers; c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat. BAB VI PERS ASING Pasal 16 Peredaran pers asing dan pendiri perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 17 (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 (1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan
fungsinya sepanjang tidak bertantangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini. (2) Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat undang-undang ini mulai berlaku : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3235); 2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala; dinyatakan tidak berlaku. Pasal 21 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 MENTERI NEGARA SELKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 166
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS I. UMUM Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud. Pers yang merniliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi : " Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah ". Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain: oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara. Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi , agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya. Pasa1 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk mempero1eh informasi terjamin. Kemerdekaan pers ada1ah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan da1am Kode Etik Jurna1istik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. Ayat (2)
Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada media cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Tujuan utama Hak Tolak ada1ah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi . Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Hak Tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan kese1amatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan. Pasa1 5 Ayat (1) Pers nasional da1am menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Kode Etik Jurnalistik" adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Pasal 8 Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" adalah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 9 Ayat (1) Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis dalam kehidupan bennasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk 1embaga atau badan usaha untuk menye1enggarakan usaha pers. Ayat (2) Cukup jelas Pasa1 10 Yang dimaksud dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi dan lain-lain. Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers. Pasal 11 Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 Pengumuman secara terbuka di1akukan dengan cara :
a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung jawab penerbitan serta nama dan alamat percetakan; b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik; c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk. sifat dan karakter media yang bersangkutan. Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan. Yang dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Tujuan dibentuknya Dewan Pers ada1ah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kua1itas serta kuantitas pers nasional. Ayat (2) Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan dugaan pe1anggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana di- maksud dalanl ayat ini dapat dibentuk lembaga atau organisasi pemantau media (media watch). Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 12. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3887
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a ) bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; c) bahwa untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk sistem penyiaran nasional yang menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; d) bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial; e) bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; f)
Mengingat
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e maka Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu dicabut dan membentuk Undang-undang tentang Penyiaran yang baru;
: 1. Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 21 ayat (1), Pasal 28F, Pasal 31 ayat (1), Pasal 32, Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 36 Undang-
Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3473); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); 7. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886); 8. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3887); 9. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220); Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. 3. Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. 4. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. 5. Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. 6. Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan. 7. Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut. 8. Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas. 9. Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 10. Sistem penyiaran nasional adalah tatanan penyelenggaraan penyiaran nasional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku menuju tercapainya asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran nasional sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 11. Tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antarwilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia internasional. 12. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden atau Gubernur. 13. Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undangundang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran. 14. Izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.
BAB II ASAS, TUJUAN, FUNGSI, DAN ARAH Pasal 2 Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Pasal 3 Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Pasal 4 (1)
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
(2)
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Pasal 5 Penyiaran diarahkan untuk : a.
menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;
c.
meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
d.
menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;
e.
meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;
f.
menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup;
g.
mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran;
h.
mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi;
i.
memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;
j.
memajukan kebudayaan nasional.
BAB III PENYELENGGARAAN PENYIARAN Bagian Pertama Umum Pasal 6 (1)
Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional.
(2)
Dalam sistem penyiaran nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(3)
Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal.
(4)
Untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran.
Bagian Kedua Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 7 (1)
Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI.
(2)
KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.
(3)
KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi.
(4)
Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Pasal 8 (1)
KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.
(2)
Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang: a. menetapkan standar program siaran; b. menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran; c.
mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; e. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Peme-rintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. (3)
KPI mempunyai tugas dan kewajiban : a. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; b. ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; c.
ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait;
d. memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang; e. menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sang-gahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye-lenggaraan penyiaran; dan f.
menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran. Pasal 9
(1)
Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan KPI Daerah berjumlah 7 (tujuh) orang.
(2)
Ketua dan wakil ketua KPI dipilih dari dan oleh anggota.
(3)
Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(4)
KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh negara.
(5)
Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dapat dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.
(6)
Pendanaan KPI Pusat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pendanaan KPI Daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 10 (1)
Untuk dapat diangkat menjadi anggota KPI harus dipenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Republik Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c.
berpendidikan sarjana atau memiliki kompetensi intelektual yang setara;
d. sehat jasmani dan rohani; e. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; f.
memiliki kepedulian, penyiaran;
pengetahuan
dan/atau
pengalaman
dalam
bidang
g. tidak terkait langsung atau tidak langsung dengan kepemilik-an media massa; h. bukan anggota legislatif dan yudikatif;
i.
bukan pejabat pemerintah; dan
j.
nonpartisan.
(2)
Anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.
(3)
Anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
(4)
Anggota KPI berhenti karena: a. masa jabatan berakhir; b. meninggal dunia; c.
mengundurkan diri;
d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap; atau e. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 11 (1)
Apabila anggota KPI berhenti dalam masa jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, yang bersangkutan digantikan oleh anggota pengganti sampai habis masa jabatannya.
(2)
Penggantian anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara penggantian anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPI. Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian kewenangan dan tugas KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pengaturan tata hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah, serta tata cara penggantian anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ditetapkan dengan Keputusan KPI Pusat. Bagian Ketiga Jasa Penyiaran Pasal 13 (1)
Jasa penyiaran terdiri atas: a. jasa penyiaran radio; dan b. jasa penyiaran televisi.
(2)
Jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselengga-rakan oleh: a. Lembaga Penyiaran Publik;
b. Lembaga Penyiaran Swasta; c. Lembaga Penyiaran Komunitas; dan d. Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Bagian Keempat Lembaga Penyiaran Publik Pasal 14 (1)
Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
(2)
Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia.
(3)
Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal.
(4)
Dewan pengawas dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)
Dewan pengawas ditetapkan oleh Presiden bagi Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; atau oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota bagi Lembaga Penyiaran Publik lokal atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka atas masukan dari pemerintah dan/atau masyarakat.
(6)
Jumlah anggota dewan pengawas bagi Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia sebanyak 5 (lima) orang dan dewan pengawas bagi Lembaga Penyiaran Publik Lokal sebanyak 3 (tiga) orang.
(7)
Dewan direksi diangkat dan ditetapkan oleh dewan pengawas.
(8)
Dewan pengawas dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya.
(9)
Lembaga Penyiaran Publik di tingkat pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Lembaga Penyiaran Publik di tingkat daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyiaran Publik disusun oleh KPI bersama Pemerintah. Pasal 15 (1)
Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari : a. iuran penyiaran; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c.
sumbangan masyarakat;
d. siaran iklan; dan e. usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
(2)
Setiap akhir tahun anggaran, Lembaga Penyiaran Publik wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya diumumkan melalui media massa. Bagian Kelima Lembaga Penyiaran Swasta Pasal 16
(1)
Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.
(2)
Warga negara asing dilarang menjadi pengurus Lembaga Penyiaran Swasta, kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik. Pasal 17
(1)
Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) didirikan dengan modal awal yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
(2)
Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing, yang jumlahnya tidak lebih dari 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan minimum dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham.
(3)
Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan. Pasal 18
(1)
Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi.
(2)
Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi.
(3)
Pengaturan jumlah dan cakupan wilayah siaran lokal, regional, dan nasional, baik untuk jasa penyiaran radio maupun jasa penyiaran televisi, disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan kepemilikan dan penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pembatasan kepemilikan silang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah. Pasal 19 Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Swasta diperoleh dari: a. siaran iklan; dan/atau
b. usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Pasal 20 Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masingmasing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.
Bagian Keenam Lembaga Penyiaran Komunitas (1) Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. (2)
Lembaga Penyiaran diselenggarakan :
Komunitas
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
(1)
a. tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata; dan b. untuk mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidikan, dan informasi yang menggam-barkan identitas bangsa. (3)
Lembaga Penyiaran Komunitas merupakan komunitas nonpartisan yang keberadaan organisasinya: a. tidak mewakili organisasi atau lembaga asing serta bukan komunitas internasional; b. tidak terkait dengan organisasi terlarang; dan c.
tidak untuk kepentingan propaganda bagi kelompok atau golongan tertentu.
Pasal 22 (1)
Lembaga Penyiaran Komunitas didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut.
(2)
Lembaga Penyiaran Komunitas dapat memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pasal 23
(1)
Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana operasional dari pihak asing.
(2)
Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang melakukan siaran iklan dan/atau siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan masyarakat.
Pasal 24 (1)
Lembaga Penyiaran Komunitas wajib membuat kode etik dan tata tertib untuk diketahui oleh komunitas dan masyarakat lainnya.
(2)
Dalam hal terjadi pengaduan dari komunitas atau masyarakat lain terhadap pelanggaran kode etik dan/atau tata tertib, Lembaga Penyiaran Komunitas wajib melakukan tindakan sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku.
Bagian Ketujuh Lembaga Penyiaran Berlangganan Pasal 25 (1)
Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.
(2)
Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multi-media, atau media informasi lainnya. Pasal 26
(1)
Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 terdiri atas: a. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit; b. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel; dan c. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui terestrial.
(2)
Dalam menyelenggarakan siarannya, Lembaga Penyiaran Ber-langganan harus: a. melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan; b. menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta; dan c. menyediakan 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri paling sedikit 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri.
(3)
Pembiayaan Lembaga Penyiaran Berlangganan berasal dari : a. iuran berlangganan; dan b. usaha lain yang sah dan terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Pasal 27 Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Republik Indonesia; b. memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia;
c.
memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia;
d. menggunakan satelit yang mempunyai landing right di Indonesia; dan e. menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan. Pasal 28 Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel dan melalui terestrial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dan huruf c, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. memiliki jangkauan siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai dengan izin yang diberikan; dan b. menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan. Pasal 29 (1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (7), Pasal 34 ayat (4) dan ayat (5) berlaku pula bagi Lembaga Penyiaran Berlangganan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Bagian Kedelapan Lembaga Penyiaran Asing Pasal 30 (1)
Lembaga penyiaran asing dilarang didirikan di Indonesia.
(2)
Lembaga penyiaran asing dan kantor penyiaran asing yang akan melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia, baik yang disiarkan secara langsung maupun dalam rekaman, harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kegiatan peliputan lembaga penyiaran asing disusun oleh KPI bersama Pemerintah. Bagian Kesembilan Stasiun Penyiaran dan Wilayah Jangkauan Siaran Pasal 31
(1)
Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun penyiaran lokal.
(2)
Lembaga Penyiaran Publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
(3)
Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem stasiun jaringan disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
(5)
Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada lokasi tersebut.
(6)
Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal diutamakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal itu berada.
Bagian Kesepuluh Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran (1)
Setiap pendirian dan penyelenggaraan penyiaran wajib memenuhi ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun lebih lanjut oleh KPI bersama Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kesebelas Perizinan Pasal 33 (1)
Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
(2)
Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undangundang ini.
(3)
Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik.
(4)
Izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh: a. masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI; b. rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI; c. hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan d. izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.
(5)
Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI.
(6)
Izin penyelenggaraan dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran wajib diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ada kesepakatan dari forum rapat bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c.
(7)
Lembaga penyiaran wajib membayar izin penyelenggaraan penyiaran melalui kas negara.
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama Pemerintah. Pasal 34
perizinan
(1)
Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut: a. izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun; b. izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b masing-masing dapat diperpanjang.
(3)
Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun.
(4)
Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain.
(5)
Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena : a. tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan; b. melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan; c. tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI; d. dipindahtangankan kepada pihak lain; e. melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau f. melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
(6)
Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis masa izin dan tidak diperpanjang kembali.
BAB IV PELAKSANAAN SIARAN Bagian Pertama Isi Siaran Pasal 35 Isi siaran harus sesuai dengan asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5. Pasal 36 (1)
Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
(2)
Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurangkurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
(3)
Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu
yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. (4)
Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
(5)
Isi siaran dilarang : a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau c.
(6)
mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.
Bagian Kedua Bahasa Siaran
Pasal 37 Bahasa pengantar utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pasal 38 (1)
Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan, apabila diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.
(2)
Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran. Pasal 39
(1)
Mata acara siaran berbahasa asing dapat disiarkan dalam bahasa aslinya dan khusus untuk jasa penyiaran televisi harus diberi teks Bahasa Indonesia atau secara selektif disulihsuarakan ke dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan mata acara tertentu.
(2)
Sulih suara bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah mata acara berbahasa asing yang disiarkan.
(3)
Bahasa isyarat dapat digunakan dalam mata acara tertentu untuk khalayak tunarungu.
Bagian Ketiga Relai dan Siaran Bersama Pasal 40
(1)
Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain, baik lembaga penyiaran dalam negeri maupun dari lembaga penyiaran luar negeri.
(2)
Relai siaran yang digunakan sebagai acara tetap, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dibatasi.
(3)
Khusus untuk relai siaran acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran luar negeri, durasi, jenis dan jumlah mata acaranya dibatasi.
(4)
Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain secara tidak tetap atas mata acara tertentu yang bersifat nasional, internasional, dan/atau mata acara pilihan. Pasal 41 Antar lembaga penyiaran dapat bekerja sama melakukan siaran bersama sepanjang siaran dimaksud tidak mengarah pada monopoli informasi dan monopoli pembentukan opini.
Bagian Keempat Kegiatan Jurnalistik Pasal 42 Wartawan penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kelima Hak Siar Pasal 43 (1)
Setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki hak siar.
(2)
Dalam menayangkan acara siaran, lembaga penyiaran wajib mencantumkan hak siar.
(3)
Kepemilikan hak siar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disebutkan secara jelas dalam mata acara.
(4)
Hak siar dari setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Bagian Keenam Ralat Siaran Pasal 44 (1)
Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan/atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan, atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan/atau berita.
(2)
Ralat atau pembetulan dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam berikutnya, dan apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan, ralat dapat dilakukan pada kesempatan pertama serta mendapat perlakuan utama.
(3)
Ralat atau pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak membebaskan tanggung jawab atau tuntutan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
Bagian Ketujuh Arsip Siaran Pasal 45 (1)
Lembaga Penyiaran wajib menyimpan bahan siaran, termasuk rekaman audio, rekaman video, foto, dan dokumen, sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 1 (satu) tahun setelah disiarkan.
(2)
Bahan siaran yang memiliki nilai sejarah, nilai informasi, atau nilai penyiaran yang tinggi, wajib diserahkan kepada lembaga yang ditunjuk untuk menjaga kelestariannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedelapan Siaran Iklan Pasal 46 (1)
Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.
(2)
Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
(3)
Siaran iklan niaga dilarang melakukan: a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain; b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif; c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok; d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
(4)
Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI.
(5)
Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran.
(6)
Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.
(7)
Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan masyarakat.
(8)
Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak 20% (dua puluh per seratus), sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran.
(9)
Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari siaran iklannya.
(10) Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan. (11) Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri. Bagian Kesembilan Sensor Isi Siaran Pasal 47 Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang. BAB V PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN Pasal 48 (1)
Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI.
(2)
Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dan bersumber pada : a. nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan b. norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran.
(3)
KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku penyiaran kepada Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum.
(4)
Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurangkurangnya berkaitan dengan: a. rasa hormat terhadap pandangan keagamaan; b. rasa hormat terhadap hal pribadi; c.
kesopanan dan kesusilaan;
d. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme; e. perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan; f.
penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak;
g. penyiaran program dalam bahasa asing; h. ketepatan dan kenetralan program berita;
(5)
i.
siaran langsung; dan
j.
siaran iklan.
KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyiaran. Pasal 49 KPI secara berkala menilai pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan perkembangan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pasal 50 1) KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran. 2) KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang mengetahui adanyapelanggaran terhadap pedoman perilaku penyiaran. 3) KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e. 4) KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab. 5) KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang terkait. Pasal 51
1) KPI dapat mewajibkan Lembaga Penyiaran untuk menyiarkan dan/atau menerbitkan pernyataan yang berkaitan dengan aduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) apabila terbukti benar.
2) Semua Lembaga Penyiaran wajib menaati keputusan yang dikeluarkan oleh KPI yang berdasarkan pedoman perilaku penyiaran. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 52
1) Setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional.
2) Organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan Lembaga Penyiaran.
3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan.
BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 53
1) KPI Pusat dalam menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
2) KPI Daerah dalam menjalankan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Gubernur dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Pasal 54
Pimpinan badan hukum lembaga penyiaran bertanggung jawab secara umum atas penyelenggaraan penyiaran dan wajib menunjuk penanggung jawab atas tiap-tiap program yang dilaksanakan.
BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 55 1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 20, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26 ayat (2), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 33 ayat (7), Pasal 34 ayat (5) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf f, Pasal 36 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (11), dikenai sanksi administratif. 2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : a) teguran tertulis; b) penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu; c) pembatasan durasi dan waktu siaran; d) denda administratif; e) pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu; f) tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; g) pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
BAB IX PENYIDIKAN Pasal 56 1) Penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Undang-undang ini dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 2) Khusus bagi tindak pidana yang terkait dengan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) huruf b dan huruf e, penyidikan dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku.
BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 57 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang: a. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (3);
b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2);
c. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (1);
d. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (5);
e. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (6).
Pasal 58 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang: a. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1);
b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1);
c.
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (4);
d. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (3).
Pasal 59 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (10) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk penyiaran televisi. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 60 1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, segala peraturan pelaksanaan di bidang penyiaran yang ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. 2) Lembaga Penyiaran yang sudah ada sebelum diundangkannya Undang-undang ini tetap dapat menjalankan fungsinya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini paling lama 2 (dua) tahun untuk jasa penyiaran radio dan paling lama 3 (tiga) tahun untuk jasa penyiaran televisi sejak diundangkannya Undangundang ini. 3) Lembaga Penyiaran yang sudah mempunyai stasiun relai, sebelum diundangkannya Undang-undang ini dan setelah berakhirnya masa penyesuaian, masih dapat menyelenggarakan penyiaran melalui stasiun relainya, sampai dengan berdirinya stasiun lokal yang berjaringan dengan Lembaga Penyiaran tersebut dalam batas waktu paling lama 2 (dua) tahun, kecuali ada alasan khusus yang ditetapkan oleh KPI bersama Pemerintah.
BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 61
1) KPI harus sudah dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah diundangkannya Undang-undang ini.
2) Untuk pertama kalinya pengusulan anggota KPI diajukan oleh Pemerintah atas usulan masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 62
1) Ketentuan-ketentuan yang disusun oleh KPI bersama Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (10), Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (3), Pasal 31 ayat (4), Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 ayat (8), Pasal 55 ayat (3), dan Pasal 60 ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditetapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah selesai disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 63 Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3701) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 64 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2002 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 139
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN UMUM Bahwa kemerdekaan menyatakan pendapat, menyampaikan, dan memperoleh informasi, bersumber dari kedaulatan rakyat dan merupakan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis. Dengan demikian, kemerdekaan atau kebebasan dalam penyiaran harus dijamin oleh negara. Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui, menjamin dan melindungi hal tersebut. Namun, sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, maka kemerdekaan tersebut harus bermanfaat bagi upaya bangsa Indonesia dalam menjaga integrasi nasional, menegakkan nilai-nilai agama, kebenaran, keadilan, moral, dan tata susila, serta memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini kebebasan harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah melahirkan masyarakat informasi yang makin besar tuntutannya akan hak untuk mengetahui dan hak untuk mendapatkan informasi. Informasi telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut telah membawa implikasi terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di Indonesia. Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin sangat strategis, terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara kita. Penyiaran telah menjadi salah satu sarana berkomunikasi bagi masyarakat, lembaga penyiaran, dunia bisnis, dan pemerintah. Perkembangan tersebut telah menyebabkan landasan hukum pengaturan penyiaran yang ada selama ini menjadi tidak memadai.
Peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan sebagian tugas-tugas umum pemerintahan, khususnya di bidang penyelenggaraan penyiaran, tidaklah terlepas dari kaidah-kaidah umum penyelenggaraan telekomunikasi yang berlaku secara universal. Atas dasar hal tersebut perlu dilakukan pengaturan kembali mengenai penyiaran. Undang-undang ini disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut: 1. penyiaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, termasuk menjamin kebebasan berkreasi dengan bertumpu pada asas keadilan, demokrasi, dan supremasi hukum; 2. penyiaran harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah, termasuk hak asasi setiap individu/orang dengan menghormati dan tidak mengganggu hak individu/orang lain; 3. memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, juga harus mempertimbangkan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang penting dan strategis, baik dalam skala nasional maupun internasional; 4. mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran; 5. lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial dan berpartisipasi dalam memajukan penyiaran nasional; untuk itu, dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia yang menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik akan penyiaran; 6. penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien; 7. pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang
berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan aspirasi masyarakat yang beraneka ragam, untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai budaya asing. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan pola jaringan yang adil dan terpadu adalah pencerminan adanya keseimbangan informasi antardaerah serta antara daerah dan pusat. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan diawasi adalah pelaksanaan tugas KPI dipantau dan dikontrol agar sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Pedoman perilaku penyiaran tersebut diusulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI. Huruf c Yang dimaksud dengan mengawasi pelaksanaan peraturan adalah mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh KPI. Huruf d Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Huruf e Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud memberikan kesempatan kepemilikan saham adalah pada saat-saat penjualan saham kepada publik. Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan komunitasnya adalah komunitas yang berada dalam wilayah jangkauan daya pancar stasiun komunitas yang diizinkan. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas
Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kode etik adalah pedoman perilaku penyelenggaraan penyiaran komunitas. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Yang dimaksud dengan diutamakan ialah diberikan prioritas kepada masyarakat di daerah itu atau yang berasal dari daerah itu. Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun hanya dapat diberikan kepada pihak dari luar daerah apabila masyarakat setempat tidak ada yang berminat. Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33
Cukup jelas Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan kepada pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan penyiaran yang diberikan kepada badan hukum tertentu, dijual, atau dialihkan kepada badan hukum lain atau perseorangan lain. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Mata acara siaran yang berasal dari luar negeri diutamakan berkaitan dengan agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, budaya, olahraga, serta hiburan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1) Yang dimaksud dengan harus diberi teks bahasa Indonesia, hanya berlaku bagi jasa penyiaran televisi.
Ayat (2) Pengaturan tentang film yang boleh disiarkan melalui media televisi disesuaikan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku tentang perfilman. Ayat (3) Yang dimaksud dalam ayat ini, hanya berlaku bagi jasa penyiaran televisi. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan pembatasan jenis siaran acara tetap adalah acara siaran warta berita, siaran musik yang penampilan tidak pantas, dan acara siaran olahraga yang memperagakan adegan sadis. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan hak siar adalah hak yang dimiliki lembaga penyiaran untuk menyiarkan program atau acara tertentu yang diperoleh secara sah dari pemilik hak cipta atau penciptanya. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Perlakuan eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Ayat (10) Cukup jelas Ayat (11) Yang dimaksud dengan sumber daya dalam negeri adalah pemeran dan latar belakang produk iklan, bersumber dari dalam negeri. Pasal 47 Tanda lulus sensor yang dimaksud dalam Pasal ini, hanya berlaku bagi jasa penyiaran televisi. Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan hak jawab pada ayat ini sudah termasuk di dalamnya hak koreksi dan hak pembetulan atas kesalahan. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan pemantauan Lembaga Penyiaran adalah melakukan pengamatan terhadap penyelenggaraan siaran yang dilakukan oleh lembagalembaga penyiaran. Yang dimaksud dengan kegiatan literasi adalah kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan sikap kritis masyarakat. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 53 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban kepada Presiden mengenai pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajiban disampaikan secara berkala sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan titik berat pada aspek administrasi dan keuangan; laporan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia meliputi pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajiban KPI. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban kepada Gubernur mengenai pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajiban disampaikan secara berkala sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan titik berat pada aspek administrasi dan keuangan; laporan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi meliputi pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajiban KPI Daerah. Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58
Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4252
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA Nomor 02/P/KPI/12/2009 tentang
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN Menimbang: a. bahwa dalam rangka pengaturan perilaku lembaga penyiaran dan lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam dunia penyiaran di Indonesia dibutuhkan suatu pedoman yang wajib dipatuhi agar pemanfaatan frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam terbatas dapat senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya; b. bahwa dengan munculnya stasiun-stasiun televisi dan radio baru di seluruh pelosok Indonesia, harus disusun standar baku yang mampu mendorong lembaga penyiaran untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada huruf a dan huruf b Komisi Penyiaran Indonesia memandang perlu untuk menetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran. Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817); K omisi Penyiar an Indonesia
|1
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008
2|
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 12. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928); 14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 15. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5060); 16. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4565);
K omisi Penyiar an Indonesia
|3
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
19. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568); 22. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Penetapan Pengangkatan Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat untuk Masa Jabatan Tahun 2007 – 2010; 23. Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 001 Tahun 2007 tentang Penetapan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat untuk Masa Jabatan 2007 – 2010; 24. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03/P/KPI/12/2009 tentang Standar Program Siaran. Memperhatikan: a. Usulan dan masukan dari organisasi dan asosiasi masyarakat penyiaran; b. Usulan dan masukan dari berbagai kelompok masyarakat ; c. Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional ke-6 Komisi Penyiaran Indonesia di Batam, Tanggal 17 Juli 2008; d. Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional ke-7 Komisi Penyiaran Indonesia di Solo, Tanggal 14 Mei 2009; dan 4|
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
e. Hasil Sidang Tim Penyusunan dan Penyempurnaan Peraturan KPI Bidang Isi Siaran Tanggal 4 Juli 2009 di Bogor. MEMUTUSKAN Menetapkan: PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TENTANG PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan bagi Lembaga Penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk menjadi panduan tentang batasan apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam menyelenggarakan penyiaran dan mengawasi sistem penyiaran nasional Indonesia. (2) Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. (3) Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
K omisi Penyiar an Indonesia
|5
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
(5) Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. (6) Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. (7) Program siaran adalah program yang berisi pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak yang disiarkan oleh lembaga penyiaran. (8) Siaran langsung adalah program siaran yang ditayangkan dengan waktu dan lokasi yang sama. (9) Siaran tidak langsung adalah program siaran yang direkam untuk ditayangkan pada waktu yang berbeda. (10) Program faktual adalah program siaran yang menyajikan fakta non-fiksi, seperti: program berita, features, dokumentasi, infotainment, program realita (reality show), konsultasi on-air, diskusi, bincang-bincang (talkshow), jajak pendapat, pidato, ceramah, editorial, kuis, perlombaan, pertandingan olahraga, dan program sejenis yang bersifat nyata dan terjadi tanpa rekayasa. (11) Program non-faktual adalah program siaran yang berisi ekspresi, pengalaman situasi dan/atau kondisi individual dan/atau kelompok yang bersifat rekayasa atau imajinatif dan bersifat menghibur, seperti: drama yang dikemas dalam bentuk film, program musik, seni, dan/atau program sejenis yang bersifat rekayasa dan bertujuan menghibur. (12) Program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal, baik program faktual maupun non-faktual, yang mencakup peristiwa, isu-isu, latar belakang cerita, dan sumber daya manusia, dalam rangka pengembangan budaya dan potensi daerah setempat. 6|
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
(13) Program asing adalah program siaran yang diproduksi dan diimpor secara utuh dari luar negeri. (14) Program kuis dan undian berhadiah adalah program siaran hiburan yang disiarkan oleh lembaga penyiaran berupa perlombaan, adu ketangkasan, adu cepat menjawab pertanyaan, dan undian yang menjanjikan hadiah. (15) Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. (16) Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan. (17) Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut. (18) Progam siaran berlangganan adalah program yang berisi pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, dan karakter yang disiarkan oleh lembaga penyiaran berlangganan. (19) Program penggalangan dana adalah program siaran yang bertujuan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial. (20) Pencegatan adalah tindakan menghadang narasumber tanpa perjanjian untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya.
K omisi Penyiar an Indonesia
|7
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
(21) Hak privasi adalah hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari subyek dan obyek dari suatu program siaran. (22) Kunci Parental adalah alat otomatis yang berfungsi untuk mengunci program-program tertentu yang disediakan oleh lembaga penyiaran berlangganan.
BAB II DASAR DAN TUJUAN Pasal 2 Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan oleh KPI berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, nilai-nilai agama, norma-norma yang berlaku dan diterima dalam masyarakat, kode etik, serta standar profesi dan pedoman profesi yang dikembangkan masyarakat penyiaran. Pasal 3 Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan asas kepastian hukum, asas kebebasan dan bertanggung jawab, asas manfaat, asas adil dan merata, asas keberagaman, asas kemandirian, asas kemitraan, asas keamanan, dan etika profesi. Pasal 4 Pedoman Perilaku Penyiaran bertujuan agar lembaga penyiaran: a. menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia; 8|
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
c. menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural; d. menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi; e. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia; f. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak dan kepentingan publik; g. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak anak, remaja, dan perempuan; h. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak kelompok masyarakat minoritas dan marginal; i. menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik.
BAB III ISI Pasal 5 Pedoman Perilaku Penyiaran adalah dasar bagi penyusunan Standar Program Siaran yang berkaitan dengan: a. penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan, agama, ras, dan antargolongan; b. penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan; c. penghormatan terhadap hak privasi dan pribadi; d. perlindungan terhadap hak-hak anak-anak, remaja, dan perempuan; e. perlindungan terhadap hak-hak kelompok masyarakat minoritas dan marginal; K omisi Penyiar an Indonesia
|9
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
f. perlindungan terhadap kepentingan publik; g. pembatasan materi program siaran terkait seksualitas; h. pembatasan materi program siaran terkait kekerasan dan sadisme; i. pembatasan materi program siaran terkait narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), alkohol, dan perjudian; j. pembatasan materi program siaran terkait mistik dan supranatural; k. penggolongan program siaran; l. prinsip jurnalistik; m. bahasa, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan; n. sensor dalam program siaran; o. lembaga penyiaran berlangganan; p. siaran iklan; q. siaran asing; r. siaran lokal dalam sistem stasiun jaringan; s. siaran langsung; t. program siaran kuis, undian berhadiah, dan penggalangan dana; u. peliputan bencana alam; v. siaran pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah; w. narasumber; x. privasi;
10 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
y. pembawa acara; z. siaran pembuka dan penutup; dan aa. pengawasan, pengaduan, dan penanggung jawab.
BAB IV PENGHORMATAN TERHADAP SUKU, AGAMA, RAS, DAN ANTARGOLONGAN Pasal 6 Lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, antargolongan, dan hak pribadi maupun kelompok, yang mencakup keragaman budaya, usia, gender, dan kehidupan sosial ekonomi. Pasal 7 Lembaga penyiaran dilarang merendahkan suku, agama, ras, antargolongan dan/atau melecehkan perbedaan individu dan/atau kelompok, yang mencakup, usia, gender, dan kehidupan sosial ekonomi.
BAB V PENGHORMATAN TERHADAP NORMA KESOPANAN DAN KESUSILAAN Pasal 8 (1) Lembaga penyiaran harus berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, gender dan/atau latar belakang ekonomi. (2) Lembaga penyiaran wajib menghormati norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. K omisi Penyiar an Indonesia
| 11
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
BAB VI PENGHORMATAN TERHADAP HAK PRIVASI DAN PRIBADI Pasal 9 Lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan menghormati hak privasi dan pribadi dari narasumber.
BAB VII PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK-ANAK, REMAJA, DAN PEREMPUAN Pasal 10 Lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anakanak, remaja dan/atau perempuan.
BAB VIII PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK MASYARAKAT MINORITAS DAN MARGINAL Pasal 11 Lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi hak dan kepentingan kelompok masyarakat minoritas dan marginal yang mencakup: a. kelompok pekerja yang dianggap marginal; b. kelompok masyarakat yang kerap dianggap memiliki penyimpangan orientasi seksual; c. kelompok masyarakat dengan ukuran fisik di luar normal; d. kelompok masyarakat yang memiliki cacat fisik; 12 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
e. kelompok masyarakat yang memiliki keterbelakangan mental; dan/atau f. kelompok masyarakat dengan pengidap penyakit tertentu.
BAB IX PERLINDUNGAN TERHADAP KEPENTINGAN PUBLIK Pasal 12 Lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan publik.
BAB X PEMBATASAN MATERI PROGRAM SIARAN SEKSUALITAS Pasal 13 Lembaga penyiaran wajib melakukan pembatasan adegan seksual, sesuai dengan penggolongan program siaran.
BAB XI PEMBATASAN MATERI PROGRAM SIARAN KEKERASAN DAN SADISME Pasal 14 Lembaga penyiaran wajib melakukan pembatasan adegan kekerasan, sesuai dengan penggolongan program siaran.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 13
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
BAB XII PEMBATASAN MATERI PROGRAM SIARAN NAPZA, ALKOHOL, DAN PERJUDIAN Pasal 15 Lembaga penyiaran wajib membatasi muatan program siaran yang berkenaan dengan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), alkohol, rokok, dan perjudian.
BAB XIII PEMBATASAN MATERI PROGRAM SIARAN MISTIK DAN SUPRANATURAL Pasal 16 Lembaga penyiaran wajib membatasi muatan program mistik dan supranatural.
BAB XIV PENGGOLONGAN PROGRAM SIARAN Pasal 17 (1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara. (2) Penggolongan program siaran diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelompok usia, yaitu: a. Klasifikasi A: Tayangan untuk Anak, yakni khalayak berusia di bawah 12 tahun; b. Klasifikasi R: Tayangan untuk Remaja, yakni khalayak berusia 12 – 18 tahun; 14 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
c. Klasifikasi D: Tayangan untuk Dewasa, yakni khalayak di atas 18 tahun dan/atau sudah menikah; dan d. Klasifikasi SU: Tayangan untuk Semua Umur. (3) Lembaga penyiaran wajib menayangkan klasifikasi program siaran sepanjang penyiaran program siaran. (4) Lembaga penyiaran dalam menyiarkan program siaran yang berklasifikasi A dan/atau R harus memberikan peringatan dan himbauan tambahan tentang arahan dan bimbingan orangtua (BO) terhadap anak dan/atau remaja yang akan menonton program dan isi siaran tersebut.
BAB XV PRINSIP-PRINSIP JURNALISTIK Bagian Pertama Umum Pasal 18 (1) Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur sadistis, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, tidak membuat berita bohong, fitnah, dan cabul. (2) Lembaga penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk kepada peraturan perundang-undangan dan berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 15
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
Bagian Kedua Pencegatan Pasal 19 (1) Lembaga penyiaran dapat melakukan pencegatan di ruang publik maupun ruang privat. (2) Pencegatan yang dilakukan di ruang privat (rumah atau kantor), harus dilakukan hanya apabila telah mendapatkan persetujuan dari narasumber dan/atau keluarga narasumber. (3) Narasumber berhak menolak untuk berbicara saat terjadi pencegatan, dan lembaga penyiaran dilarang menggunakan penolakan tersebut sebagai alat untuk menjatuhkan narasumber atau obyek dari suatu program siaran. (4) Lembaga penyiaran dilarang melakukan pencegatan dengan tujuan menambah efek dramatis pada program faktual. Bagian Ketiga Peliputan Terorisme Pasal 20 Dalam meliput dan/atau menyiarkan program berita tentang terorisme, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan publik, keamanan, dan rahasia negara.
16 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
BAB XVI BAHASA, BENDERA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN Pasal 21 (1) Lembaga penyiaran wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik tulisan atau lisan, kecuali bagi program siaran atau berita yang disajikan dalam bahasa daerah atau asing. (2) Lembaga Penyiaran yang menggunakan bahasa asing dalam program siaran faktual, hanya boleh menyiarkan paling banyak 30% dari total siaran. Pasal 22 Lembaga penyiaran dalam menggunakan Bendera Negara, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan wajib berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVII SENSOR PROGRAM SIARAN Pasal 23 (1) Lembaga penyiaran sebelum menyiarkan program siaran film atau iklan wajib terlebih dahulu memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang. (2) Lembaga penyiaran televisi wajib melakukan sensor internal atas siaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan materi siaran non-berita, seperti: program komedi, program musik, klip video, program realita, drama realita, features, dan dokumenter.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 17
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
BAB XVIII LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN Bagian Pertama Sensor untuk Lembaga Penyiaran Berlangganan Pasal 24 Lembaga penyiaran berlangganan wajib melakukan sensor internal atas program siarannya. Pasal 25 Kunci Parental dan Buku Panduan (1) Lembaga penyiaran berlangganan wajib menyediakan kunci parental untuk setiap program siaran yang disiarkan. (2) Petunjuk penggunaan kunci parental wajib diberikan pada buku panduan program siaran yang diterbitkan secara berkala oleh lembaga penyiaran berlangganan. Bagian Kedua Bahasa Siaran Pasal 26 Lembaga Penyiaran Berlangganan yang menyiarkan program-program asing melalui saluran-saluran asing yang ada dalam paket siaran, harus membuat terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dalam bentuk teks atau sulih suara.
18 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
Bagian Ketiga Saluran Program Siaran Pasal 27 Lembaga penyiaran berlangganan wajib memuat paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari kapasitas saluran untuk menyalurkan program siaran produksi dalam negeri dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta. Bagian Kempat Penggolongan Program Siaran Pasal 28 Lembaga penyiaran berlangganan dapat menyiarkan program acara sesuai dengan waktu penyiaran dari tempat asal stasiun penyiaran program acara.
BAB XIX SIARAN IKLAN Pasal 29 (1) Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia. (2) Lembaga penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 19
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
BAB XX SIARAN ASING Pasal 30 Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program siaran asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XXI SIARAN LOKAL DALAM SISTEM STASIUN JARINGAN Pasal 31 Lembaga penyiaran wajib menyiarkan program siaran lokal dalam sistem stasiun jaringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XXII SIARAN LANGSUNG Pasal 32 Lembaga penyiaran dalam memproduksi dan/atau menyiarkan berbagai program siaran dalam bentuk siaran langsung wajib berpedoman pada penggolongan program siaran, durasi program, dan waktu siar program sesuai usia khalayak penonton.
20 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
BAB XXIII PROGRAM SIARAN KUIS, UNDIAN BERHADIAH, DAN PENGGALANGAN DANA Pasal 33 Lembaga penyiaran dalam memproduksi dan menyiarkan program siaran kuis, undian berhadiah, dan penggalangan dana wajib terlebih dahulu mendapatkan izin lembaga yang berwenang.
BAB XXIV PELIPUTAN BENCANA ALAM Pasal 34 Dalam meliput dan/atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena musibah, lembaga penyiaran wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. melakukan peliputan subyek yang tertimpa musibah mempertimbangkan proses pemulihan korban dan keluarganya;
harus
b. tidak menambah penderitaan ataupun trauma orang dan/atau keluarga yang berada pada kondisi gawat darurat, korban kecelakaan atau korban kejahatan, atau orang yang sedang berduka dengan cara memaksa, menekan, mengintimidasi korban dan/atau keluarganya untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya; dan/atau c. menyiarkan gambar korban dan/atau orang yang sedang dalam kondisi menderita hanya dalam konteks yang dapat mendukung tayangan;
K omisi Penyiar an Indonesia
| 21
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
BAB XXV SIARAN PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH Pasal 35 (1) Lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. (2) Lembaga penyiaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. (3) Lembaga penyiaran dilarang bersikap partisan terhadap salahsatu peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. (4) Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.
BAB XXVI NARASUMBER Bagian Pertama Penjelasan kepada Narasumber Pasal 36 (1) Lembaga penyiaran harus menjelaskan terlebih dahulu secara jujur, dan terbuka kepada narasumber dan/atau semua pihak yang akan diikutsertakan dalam suatu program, tentang sifat, bentuk, dan tujuan dari program untuk memastikan narasumber dan/atau semua pihak yang diikutsertakan mengetahui secara baik dan benar tentang acara yang melibatkan mereka. (2) Jika narasumber diundang dalam sebuah program faktual, wawancara di studio, wawancara melalui telepon atau terlibat dalam program diskusi, lembaga penyiaran wajib: 22 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
a. memberitahukan tujuan program siaran, topik, dan para pihak yang terlibat dalam acara tersebut serta peran dan kontribusi narasumber; dan/atau b. menjelaskan kepada narasumber tentang sifat program siaran langsung atau siaran tidak langsung. Jika merupakan program siaran tidak langsung, maka lembaga penyiaran harus menjelaskan perihal pengeditan yang dilakukan, kepastian dan jadwal penayangan program siaran. (3) Lembaga penyiaran wajib memperlakukan narasumber dengan hormat dan santun.
Bagian Kedua Persetujuan Narasumber Pasal 37 (1) Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan materi program siaran langsung maupun tidak langsung yang diproduksi tanpa persetujuan terlebih dahulu dan konfirmasi narasumber, diambil dengan menggunakan kamera dan/ atau mikrofon tersembunyi, atau merupakan hasil rekaman wawancara di telepon, kecuali materi siaran yang memiliki nilai kepentingan publik yang tinggi. (2) Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan materi siaran yang mengandung tindakan intimidasi terhadap narasumber. (3) Lembaga penyiaran wajib menghormati hak narasumber yang tidak ingin diketahui identitasnya terkait dengan keterangan atau informasi dalam rangka menjaga keselamatan jiwanya atau keluarganya.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 23
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
Bagian Ketiga Anak dan Remaja sebagai Narasumber Pasal 38 Dalam menyiarkan program yang melibatkan anak dan remaja sebagai narasumber, lembaga penyiaran harus mematuhi ketentuan sebagai berikut: a. dilarang mewawancarai anak dan remaja berusia di bawah umur 18 tahun, mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya, seperti: kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga, serta kekerasan yang menimbulkan dampak traumatik; b. harus mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak dan remaja yang menjadi narasumber; dan/atau c. harus menyamarkan identitas anak dan remaja yang terkait permasalahan dengan polisi atau proses peradilan, terlibat kejahatan seksual atau korban kejahatan seksual. Bagian Keempat Hak Narasumber Menolak Berpartisipasi Pasal 39 (1) Setiap orang berhak menolak berpartisipasi dalam sebuah program acara yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran. (2) Apabila ketidakhadiran seseorang itu disebut atau dibicarakan dalam acara tersebut, lembaga penyiaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. dapat memberitahukan kepada khalayak secara proposional tentang alasan ketidakhadiran narasumber yang sebelumnya telah menyatakan kesediaan akan hadir; dan/atau b. dilarang menyiarkan pernyataan yang bersifat menafsirkan penolakan atau ketidakhadiran narasumber tersebut. 24 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
Bagian Kelima Wawancara Telepon dan Rekaman Telepon Pasal 40 Dalam menyiarkan hasil wawancara telepon baik langsung maupun rekaman, lembaga penyiaran harus mematuhi ketentuan sebagai berikut: a. memperkenalkan diri, menyatakan tujuan wawancara, jenis program siaran, dan persetujuan narasumber sebelum melakukan wawancara; b. memberitahukan apakah program siaran merupakan siaran langsung atau siaran tidak langsung; dan/atau c. memberitahukan penyuntingan yang dilakukan atas wawancara yang disiarkan sebagai siaran tidak langsung. Pasal 41 Dalam menyiarkan percakapan langsung dengan penelepon dari luar, lembaga penyiaran harus mematuhi ketentuan sebagai berikut: a. memperoleh identitas lengkap si penelepon, sebelum wawancara disiarkan; dan/atau b. pembawa acara harus bertanggung jawab untuk mengingatkan penelepon dan/atau menghentikan pembicaraan apabila saat percakapan berlangsung, penelepon menyampaikan hal-hal yang tidak layak disiarkan secara langsung kepada publik.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 25
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
Bagian Keenam Perekaman Tersembunyi Pasal 42 Lembaga penyiaran yang melakukan peliputan dengan menggunakan rekaman tersembunyi wajib mematuhi ketentuan sebagai berikut : a. memiliki nilai kepentingan publik yang tinggi dan kepentingannya jelas, yakni tidak untuk merugikan pihak tertentu; b. dilakukan di ruang publik; c. digunakan untuk tujuan pembuktian suatu isu dan/atau pelanggaran; d. usaha untuk mendapatkan informasi dengan pendekatan terbuka tidak berhasil; e. jika usaha perekaman tersembunyi diketahui oleh orang atau obyek yang dituju, maka perekaman tersembunyi harus dihentikan sesuai dengan permintaan; f. tidak disiarkan secara langsung; g. tidak melanggar privasi orang-orang yang kebetulan terekam; dan/atau h. tidak disiarkan apabila orang atau obyek yang dituju dalam perekaman menolak hasil rekaman untuk disiarkan.
BAB XXVII PRIVASI Pasal 43 Lembaga penyiaran wajib menghormati hak privasi seseorang dalam memproduksi dan/atau menyiarkan suatu program siaran, baik siaran langsung maupun siaran tidak langsung.
26 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
BAB XXVIII PEMBAWA ACARA Pasal 44 Pembawa acara suatu program acara faktual atau non-faktual wajib mematuhi ketentuan sebagai berikut: a. wajib bersikap netral; b. tidak menuangkan opini pribadi; c. tidak menyudutkan narasumber dalam wawancara dan memberikan waktu yang cukup untuk menjawab; d. tidak memprovokasi atau menghasut; dan/atau e. tidak merangkap sebagai narasumber.
BAB XXIX SIARAN PEMBUKA DAN PENUTUP Pasal 45 Lembaga penyiaran wajib membuka dan menutup program siaran dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. BAB XXX PENGAWASAN, PENGADUAN DAN PENANGGUNGJAWAB Bagian Pertama Pengawasan Pasal 46 KPI wajib mengawasi pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran. K omisi Penyiar an Indonesia
| 27
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
Bagian Kedua Sosialisasi Pasal 47 Lembaga penyiaran wajib mensosialisasikan isi Pedoman Perilaku Penyiaran kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengolahan, pembuatan, pembelian, penayangan, dan pendanaan program siaran lembaga penyiaran bersangkutan. Bagian Ketiga Pengaduan Pasal 48 Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dapat mengadukan ke KPI Pusat dan/ atau KPI Daerah. Pasal 49 KPI wajib menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap perilaku lembaga penyiaran. Pasal 50 Dalam hal KPI memutuskan untuk mempertimbangkan keluhan dan/atau pengaduan, lembaga penyiaran yang diadukan diundang untuk didengar keterangannya guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut tentang materi program yang diadukan.
28 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
Bagian Keempat Hak Jawab Pasal 51 (1) Lembaga penyiaran mempunyai hak untuk melakukan klarifikasi berupa hak jawab baik dalam bentuk tulisan maupun lisan atas pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran yang dilakukan sebelum maupun sesudah keputusan sanksi administrasi ditetapkan. (2) Lembaga penyiaran dapat menunjuk seorang kuasa untuk melaksanakan hak jawab sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas. Bagian Kelima Materi Rekaman Siaran dan Keputusan Pasal 52 (1) Lembaga penyiaran wajib menyimpan rekaman bahan siaran, dan menyimpannya secara baik dan benar selama minimal satu tahun. (2) Untuk kepentingan pengambilan keputusan, KPI berwenang meminta kepada lembaga penyiaran untuk memperlihatkan rekaman bahan siaran yang diadukan secara lengkap dengan penjelasan-penjelasan tertulis dari penanggungjawab program lembaga penyiaran tersebut.
Bagian Keenam Penanggungjawab Pasal 53 (1) Bila terjadi pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran, maka yang bertanggung-jawab adalah lembaga penyiaran yang menyiarkan program yang mengandung dugaan pelanggaran tersebut.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 29
2009 | Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis program, baik faktual maupun non-faktual, program yang diproduksi sendiri maupun yang dibeli dari pihak lain, program yang dihasilkan dari suatu kerjasama produksi maupun yang disponsori. Bagian Ketujuh Pencatatan Pelanggaran Pasal 54 Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran akan dicatat dan direkam oleh KPI untuk menjadi bahan pertimbangan bagi KPI dalam hal memberikan keputusan-keputusan yang menyangkut lembaga penyiaran, termasuk keputusan dalam hal perpanjangan izin siaran.
BAB XXXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 55 Pedoman Perilaku Penyiaran secara berkala dinilai kembali oleh KPI sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan perkembangan norma-norma yang berlaku, serta pandangan dari masyarakat. Pasal 56 Pada saat Peraturan KPI ini mulai berlaku, maka Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran, dinyatakan tidak berlaku.
30 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)
| 2009
Pasal 57 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal 10 Desember 2009 Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat,
Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, Ph.D
K omisi Penyiar an Indonesia
| 31
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA Nomor 03/P/KPI/12/2009 tentang
STANDAR PROGRAM SIARAN Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia harus melindungi hak warga negara untuk mendapatkan informasi yang tepat, akurat, bertanggungjawab, dan hiburan yang sehat; b. bahwa perkembangan industri televisi dan radio di seluruh Indonesia membuat tingkat kreativitas dan persaingan antar lembaga penyiaran semakin tinggi, sehingga program siaran menjadi tolok ukur keberhasilan meraih keuntungan; c. bahwa tingkat persaingan antar lembaga penyiaran berpotensi untuk memunculkan program siaran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan diyakini oleh masyarakat; d. bahwa program siaran harus mampu memperkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, Komisi Penyiaran Indonesia memandang perlu untuk menetapkan Standar Program Siaran.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 33
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 34 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 12. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928); 14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 15. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5060); 16. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28);
K omisi Penyiar an Indonesia
| 35
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
18. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4565); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568); 22. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Penetapan Pengangkatan Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat untuk Masa Jabatan Tahun 2007 – 2010; 23. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 43/ PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi; 24. Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 001 Tahun 2007 tentang Penetapan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat untuk Masa Jabatan 2007 – 2010; 25. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/12/2009 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran.
36 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
Memperhatikan: a. Usulan dan masukan dari asosiasi dan masyarakat penyiaran; b. Usulan dan masukan dari berbagai kelompok masyarakat dari berbagai daerah; c. Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional ke-6 Komisi Penyiaran Indonesia di Batam pada Tanggal 17 Juli 2008; d. Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional ke-7 Komisi Penyiaran Indonesia di Solo, pada Tanggal 14 Mei 2009; dan e. Hasil Sidang Tim Penyusunan dan Penyempurnaan Peraturan KPI Bidang Isi Siaran Tanggal 4 Juli 2009 di Bogor.
MEMUTUSKAN Menetapkan: PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TENTANG STANDAR PROGRAM SIARAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1)
Standar Program Siaran adalah panduan yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia tentang batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh ditayangkan pada suatu program siaran.
(2) Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. K omisi Penyiar an Indonesia
| 37
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
(3) Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. (5)
Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
(6) Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. (7)
Program siaran adalah program yang berisi pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak yang disiarkan oleh lembaga penyiaran.
(8) Siaran langsung adalah program siaran yang ditayangkan dengan waktu dan lokasi yang sama. (9) Siaran tidak langsung adalah program siaran yang direkam untuk ditayangkan pada waktu yang berbeda. (10) Sistem stasiun jaringan adalah tata kerja yang mengatur relai siaran secara tetap antar lembaga penyiaran. (11) Program faktual adalah program siaran yang menyajikan fakta non-fiksi, seperti: program berita, features, dokumentasi, infotainment, program realita (reality show), konsultasi on-air, diskusi, bincang-bincang
38 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
(talkshow), jajak pendapat, pidato, ceramah, editorial, kuis, perlombaan, pertandingan olahraga, dan program sejenis yang bersifat nyata dan terjadi tanpa rekayasa. (12) Program non-faktual adalah program siaran yang berisi ekspresi, pengalaman situasi dan/atau kondisi individual dan/atau kelompok yang bersifat rekayasa atau imajinatif dan bersifat menghibur, seperti: drama yang dikemas dalam bentuk film, program musik, seni, dan/atau program sejenis yang bersifat rekayasa dan bertujuan menghibur. (13) Program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal, baik program faktual maupun non-faktual, yang mencakup peristiwa, isu-isu, latar belakang cerita, dan sumber daya manusia, dalam rangka pengembangan budaya dan potensi daerah setempat. (14) Program asing adalah program siaran yang diproduksi dan diimpor secara utuh dari luar negeri. (15) Program kuis dan undian berhadiah adalah program siaran hiburan yang disiarkan oleh lembaga penyiaran berupa perlombaan, adu ketangkasan, adu cepat menjawab pertanyaan, dan undian yang menjanjikan hadiah. (16) Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. (17) Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan. (18) Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada
K omisi Penyiar an Indonesia
| 39
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut. (19) Progam siaran berlangganan adalah program yang berisi pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, dan karakter yang disiarkan oleh lembaga penyiaran berlangganan. (20) Program penggalangan dana adalah program siaran yang bertujuan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial. (21) Blocking time adalah pembelian waktu siar untuk dimanfaatkan bagi penyebarluasan maksud dan kepentingan pihak tertentu selain program siaran iklan. (22) Adegan kekerasan adalah adegan yang menampilkan tindakan verbal dan/atau non-verbal yang menimbulkan rasa sakit secara fisik, psikis, dan/atau sosial bagi korban kekerasan. (23) Adegan sadisme adalah adegan yang menampilkan tindakan verbal dan/ atau non-verbal yang menimbulkan rasa sakit secara fisik dan/atau psikis di luar batas perikemanusiaan. (24) Adegan seksual adalah adegan yang menampilkan tindakan verbal dan/ atau non-verbal yang menunjukkan atau melampiaskan hasrat seksual. (25) Adegan mistik dan supranatural adalah adegan yang menampilkan tindakan verbal dan/atau non-verbal yang dimaksud untuk menunjukkan kondisi dan/atau keadaan di luar batas kemampuan manusia.
40 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
BAB II DASAR, TUJUAN, FUNGSI, DAN ARAH Pasal 2 Standar Program Siaran ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, nilai-nilai agama, norma-norma yang berlaku dan diterima dalam masyarakat, kode etik, standar profesi dan pedoman perilaku yang dikembangkan masyarakat penyiaran. Pasal 3 Standar Program Siaran ditetapkan untuk: a. memperkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera; b. mengatur program siaran untuk kemanfaatan sebesar-besarnya bagi masyarakat; dan c. mengatur program siaran agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pasal 4 Standar Program Siaran ditetapkan agar lembaga penyiaran dapat menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol, perekat sosial, dan pemersatu bangsa. Pasal 5 Standar Program Siaran diarahkan agar program siaran: a. menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia; K omisi Penyiar an Indonesia
| 41
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
b. meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia; c. menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural; d. menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi; e. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia; f. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak dan kepentingan publik; g. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak anak, remaja, dan perempuan; h. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak kelompok masyarakat minoritas dan marginal; dan i. menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik.
BAB III ISI Pasal 6 Standar Program Siaran menentukan standar isi siaran yang berkaitan dengan: a. penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan, keagamaan, ras dan antargolongan; b. penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan; c. perlindungan kepentingan publik; d. penghormatan terhadap hak-hak privasi dan pribadi;
42 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
e. perlindungan bagi hak-hak anak-anak, remaja, dan perempuan; f. perlindungan bagi hak-hak kelompok masyarakat minoritas dan marginal; g. pembatasan dan pelarangan seksualitas; h. pembatasan dan pelarangan kekerasan, dan sadisme; i. pembatasan dan pelarangan materi siaran narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), alkohol, rokok, dan perjudian; j. pembatasan dan pelarangan program siaran mistik dan supranatural; k. penggolongan program siaran; l. prinsip-prinsip jurnalistik; m. bahasa, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan; n. sensor dalam program siaran; o. program siaran berlangganan; p. siaran iklan; q. program asing; r. program lokal dalam sistem stasiun jaringan; s. program kuis, undian berhadiah, dan penggalangan dana; t. peliputan bencana alam; u. pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah; v. peliputan sidang pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan hukuman mati; w. pengawasan, pengaduan, dan penanggungjawab; K omisi Penyiar an Indonesia
| 43
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
x. sanksi dan penanggungjawab; dan y. sanksi administratif.
BAB IV PENGHORMATAN TERHADAP NILAI-NILAI KESUKUAN, AGAMA, RAS DAN ANTARGOLONGAN Pasal 7 (1) Program siaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, antargolongan, dan hak pribadi maupun kelompok, yang mencakup keragaman budaya, usia, gender, dan kehidupan sosial ekonomi. (2) Program siaran dilarang bermuatan yang merendahkan dan/atau melecehkan: a. suku, agama, ras, atau antargolongan; dan/atau b. individu atau kelompok karena perbedaan suku, agama, ras, antargolongan, usia, budaya dan/atau kehidupan sosial ekonomi. Pasal 8 Program siaran dapat memuat materi agama pada program acara agama, non-agama, faktual, dan non-faktual dengan ketentuan sebagai berikut: a. tidak menyiarkan program yang mengandung serangan, penghinaan atau pelecehan terhadap pandangan dan keyakinan keagamaan tertentu; b. menghargai etika hubungan antar umat beragama; c. tidak menyajikan kontroversi mengenai pandangan/paham dalam agama tertentu secara tidak berimbang; d. tidak menyajikan program berisi penyebaran ajaran dari suatu sekte, 44 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
kelompok atau praktek agama tertentu yang dinyatakan secara resmi oleh pihak berwenang sebagai terlarang; e. tidak menyajikan program berisikan perbandingan antar agama; dan/ atau f. tidak menyajikan informasi tentang perpindahan agama seseorang atau sekelompok orang secara rinci dan berlebihan, terutama menyangkut alasan perpindahan agama.
BAB V PENGHORMATAN TERHADAP NORMA KESOPANAN DAN KESUSILAAN Pasal 9 (1) Program siaran wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik terkait agama, suku, budaya, usia, dan latar belakang ekonomi. (2) Program siaran wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh keberagaman masyarakat.
BAB VI PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PUBLIK Pasal 10 (1) Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan publik. (2) Perlindungan kepentingan publik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah larangan terhadap program siaran yang merupakan Blocking Time atau sejenisnya kecuali untuk siaran iklan. K omisi Penyiar an Indonesia
| 45
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
BAB VII PENGHORMATAN TERHADAP HAK PRIVASI DAN PRIBADI Bagian Pertama Kehidupan Pribadi Pasal 11 Program siaran langsung atau rekaman wajib menghormati privasi sebagai hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari subyek dan obyek berita. Bagian Kedua Konflik dalam Keluarga Pasal 12 Informasi dan/atau berita mengenai masalah kehidupan pribadi dan hal-hal negatif dalam keluarga, seperti: konflik antar-anggota keluarga, perselingkuhan, dan perceraian disiarkan dengan mengikuti syarat-syarat sebagai berikut: a. tidak dilakukan dengan niat merusak reputasi obyek yang diberitakan; b. tidak dilakukan dengan cara yang justru memperburuk keadaan, atau memperuncing konflik yang ada; c. tidak dilakukan dengan cara yang mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci aib dan/atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik; d. tidak menimbulkan dampak buruk akibat pemberitaan terhadap keluarga, terutama bagi anak-anak dan remaja; e. tidak dilakukan tanpa dasar fakta dan data yang akurat; f. jika bersifat rekayasa, reka-ulang atau diperankan oleh orang lain, wajib untuk dinyatakan secara eksplisit;
46 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
g. pembawa acara dan narator tidak menjadikan konflik dalam keluarga yang diberitakan sebagai bahan tertawaan dan/atau bahan cercaan; h. pembawa acara dan narator tidak mengambil kesimpulan secara tidak proporsional, menghakimi, dan/atau mengambil sikap berpihak kepada salah satu pihak yang berkonflik; dan/atau i. pembawa acara dan narator tidak boleh menggiring opini masyarakat ke arah yang menjatuhkan martabat obyek yang diberitakan.
BAB VIII PERLINDUNGAN BAGI HAK ANAK-ANAK, REMAJA, DAN PEREMPUAN Pasal 13 (1) Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anakanak, remaja, dan perempuan. (2) Program siaran khusus untuk orang dewasa dilarang melibatkan anakanak. Pasal 14 (1) Program siaran yang mengambil lokasi dan situasi sekolah wajib mematuhi norma dan nilai yang berlaku, tidak melecehkan, tidak menghina atau merendahkan sekolah sebagai lembaga pendidikan. (2) Penggambaran tentang sekolah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a. tidak menggambarkan atau memperolok-olok guru sebagai sosok yang buruk; b. tidak menampilkan cara berpakaian yang bertentangan dengan etika yang berlaku dalam dunia pendidikan;
K omisi Penyiar an Indonesia
| 47
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
c. tidak menampilkan minum minuman keras, konsumsi rokok dan narkoba; d. tidak memaki dengan kata-kata kasar; e. tidak menampilkan aktivitas berjudi; dan/atau f. tidak menonjolkan tindakan kriminal.
BAB IX PERLINDUNGAN BAGI KELOMPOK MASYARAKAT MINORITAS DAN MARGINAL Pasal 15 (1) Program siaran tidak boleh melecehkan, menghina, atau merendahkan kelompok masyarakat minoritas dan marginal, seperti: a. kelompok dengan pekerjaan tertentu, seperti: pekerja rumah tangga, hansip, atau satpam; b. kelompok yang kerap dianggap memiliki penyimpangan, seperti: waria, laki-laki yang keperempuan-perempuanan, atau perempuan yang kelaki-lakian; c. kelompok lanjut usia, janda, dan duda; d. kelompok dengan ukuran dan bentuk fisik di luar normal, seperti: gemuk, cebol, memiliki gigi tonggos, atau mata juling; e. kelompok yang memiliki cacat fisik, seperti: tuli, buta, atau bisu; f. kelompok yang memiliki cacat atau keterbelakangan mental, seperti: embisil, idiot, atau autis; atau g. kelompok pengidap penyakit tertentu, seperti penderita: HIV/ AIDS, kusta, epilepsi, alzheimer, atau latah. 48 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
(2) Dalam menyiarkan program siaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilarang: a. mengandung muatan yang dapat menimbulkan atau memperkokoh stereotip negatif mengenai kelompok-kelompok tersebut; b. menjadikan kelompok-kelompok tersebut sebagai bahan olokolok atau tertawaan; dan/atau c. mengekploitasi kelompok-kelompok tersebut untuk mendapatkan sebesar-besarnya keuntungan bagi lembaga penyiaran tanpa memikirkan dampak buruk bagi pemirsa.
BAB X PEMBATASAN DAN PELARANGAN SEKSUALITAS Bagian Pertama Pembatasan Adegan Seksual Pasal 16 (1) Program siaran wajib memiliki pembatasan terhadap adegan seksual, sesuai dengan penggolongan program siaran. (2) Adegan seksual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas diperbolehkan dalam konteks kasih sayang dalam keluarga dan persahabatan, termasuk didalamnya: mencium pipi, mencium kening/ dahi, mencium tangan, sungkem, bergandengan tangan, dan/atau berpelukan.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 49
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Bagian Kedua Pelarangan Adegan Seksual Pasal 17 Program siaran yang bermuatan adegan seksual dilarang sebagai berikut: a. mengeksploitasi bagian-bagian tubuh yang lazim dianggap dapat membangkitkan birahi, seperti: paha, bokong, payudara, dan/atau alat kelamin; b. menayangkan penampakan alat kelamin, ketelanjangan dan/atau kekerasan seksual; c. adegan gerakan tubuh atau tarian yang dapat membangkitkan gairah seks, khususnya bagian tubuh sekitar dada, perut, pinggul/bokong; d. adegan berpelukan mesra sambil bergumul antara lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat membangkitkan libido; e. adegan menyentuh, meraba, atau meremas bagian tubuh yang dapat membangkitkan birahi, seperti: paha, selangkangan, bokong, payudara, atau perut; f. adegan ciuman bibir penuh nafsu dan adegan ciuman pada bagianbagian tubuh yang dapat membangkitkan birahi, seperti: pada leher, payudara, telinga, atau perut; g. adegan yang mengesankan ciuman bibir secara samar-samar; h. adegan masturbasi secara terbuka; i. adegan yang mengesankan masturbasi secara samar-samar; j. percakapan atau adegan yang menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks dan/atau persenggamaan; k. menampilkan persenggamaan atau hubungan seks heteroseksual, 50 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
homoseksual/lesbian, atau benda tertentu yang menjadi simbol seks secara terbuka atau samar-samar; l. suara-suara atau bunyi-bunyian yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks dan/atau persenggamaan; m. adegan yang menggambarkan hubungan seks antar binatang secara vulgar, antara manusia dan binatang atau alat peraga lainnya; n. adegan pemerkosaan atau kekerasan seksual secara vulgar; o. adegan yang menunjukkan terjadinya pemerkosaan atau kekerasan seksual secara samar-samar; p. lirik lagu yang secara eksplisit dapat membangkitkan hasrat seksual; dan/ atau q. pembicaraan mengenai hubungan seksual secara vulgar. Bagian Ketiga Seks di Luar Nikah dan Praktek Aborsi Pasal 18 (1) Program siaran dilarang memuat pembenaran hubungan seks di luar nikah. (2) Program siaran dilarang memuat praktek aborsi akibat hubungan seks di luar nikah sebagai hal yang lumrah dan dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat. (3) Program siaran dilarang memuat pembenaran bagi terjadinya perkosaan atau yang menggambarkan perkosaan sebagai bukan kejahatan serius.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 51
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Bagian Keempat Muatan Seks dalam Lagu dan Klip Video Pasal 19 (1) Program siaran lagu atau klip video dilarang berisikan lirik bermuatan seks, baik secara eksplisit atau vulgar. (2) Program siaran dilarang bermuatan adegan tarian, gerakan tubuh dan/ atau lirik yang dapat dikategorikan cabul atau membangkitkan gairah seks. (3) Program siaran dilarang bermuatan adegan dan/atau lirik yang dapat dipandang merendahkan perempuan sebagai obyek seks. (4) Program siaran dilarang menjadikan anak-anak dan remaja sebagai obyek seks, termasuk didalamnya adalah adegan yang menampilkan anak-anak dan remaja berpakaian seronok, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh tertentu dan/atau melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya tarik seksual. Bagian Kelima Program Bincang-bincang Seks Pasal 20 (1) Program siaran yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks harus disajikan secara santun, berhati-hati, dan ilmiah. (2) Program siaran tentang pendidikan seks untuk remaja yang bertujuan membantu remaja memahami kesehatan reproduksi harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan perkembangan usia remaja. (3) Program siaran bermuatan dialog seks dilarang menjadi ajang pembicaraan mesum, cabul, dan/atau ajang bertukar pengalaman seks.
52 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
Bagian Keenam Pemberitaan Kekerasan Seksual Pasal 21 Pemberitaan kekerasan seksual dilarang dilakukan secara eksplisit dan vulgar. Bagian Ketujuh Pemberitaan Pekerja Seks Komersial Pasal 22 Pemberitaan yang membahas atau mengandung muatan cerita tentang pekerja seks komersial harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut: a. tidak mempromosikan dan mendorong agar pelacuran dapat diterima oleh agama dan masyarakat; dan b. dalam program faktual, wajah dan identitas pekerja seks komersial wajib disamarkan. Bagian Kedelapan Pemberitaan Homoseksualitas dan Lesbian Pasal 23 Pemberitaan yang membahas atau mengandung muatan homoseksualitas dan lesbian tidak mempromosikan dan menggambarkan bahwa homoseksualitas dan lesbian adalah suatu kelaziman.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 53
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Bagian Kesembilan Pemberitaan Perilaku Seks yang Menyimpang Pasal 24 (1) Pemberitaan dapat membahas atau bertemakan berbagai perilaku seksual menyimpang dalam masyarakat, seperti: a. hubungan seks antara orang dewasa dan anak-anak/remaja; b. hubungan seks sesama anak-anak atau remaja di bawah umur; c. hubungan seks sedarah; d. hubungan manusia dengan hewan; e. hubungan seks yang menggunakan kekerasan; f. hubungan seks berkelompok; dan/atau g. hubungan seks dengan menggunakan peralatan. (2) Dalam memberitakan perilaku seks menyimpang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut: a. tidak membenarkan perilaku seksual menyimpang tersebut; dan/ atau b. tidak membicarakan, menyajikan dan menampilkan adegan perilaku seksual tersebut secara rinci dan vulgar.
54 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
BAB XI PEMBATASAN DAN PELARANGAN KEKERASAN DAN SADISME Bagian Pertama Pembatasan Program Kekerasan Pasal 25 (1) Program siaran atau promo program siaran yang mengandung muatan kekerasan, baik berupa percakapan dan/atau adegan kekerasan secara eksplisit hanya dapat disiarkan pada pukul 22.00–03.00 waktu setempat. (2) Program siaran non-faktual yang ber-genre laga dapat bermuatan kekerasan sesuai dengan klasifikasi program siaran. Bagian Kedua Pelarangan Program Siaran Kekerasan Pasal 26 (1) Program siaran dilarang membenarkan kekerasan dan sadisme sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. (2) Lagu-lagu atau klip video yang mengandung muatan pesan mendorong atau memicu kekerasan dilarang disiarkan. (3) Adegan kekerasan dan sadisme dilarang sebagai berikut: a. menampilkan secara detil (big close up, medium close up, extreme close up) korban yang berdarah-darah, korban/mayat dalam kondisi tubuh yang terpotong-potong, dan kondisi yang mengenaskan lainnya; b. menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pentungan/pemukul, setrum, benda tajam) secara nyata, terkesan sadis dan membuat pemirsa merasa ngeri, seperti:
K omisi Penyiar an Indonesia
| 55
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
menusuk dengan pisau, jarum atau benda lain, sehingga darah menyembur dan mengeluarkan isi tubuh, serta menembak dari dekat; c. pembunuhan yang dilakukan dengan sadis baik terhadap manusia maupun hewan, seperti: memotong-motong bagian tubuh, menggantung dengan maksud menyiksa/membunuh; d. memakan manusia dan/atau hewan yang tidak lazim untuk dikonsumsi; e. adegan bunuh diri secara detil, seperti: menembak kepala dengan pistol atau menusuk dengan pisau/pedang; dan/atau f. menampilkan wajah pelaku bunuh diri secara detil. Bagian Ketiga Kata-kata Kasar dan Makian Pasal 27 (1) Program siaran dilarang menggunakan kata-kata kasar dan makian baik diungkapkan secara verbal maupun non-verbal yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan. (2) Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. (3) Ketentuan mengenai kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) digolongkan pada program faktual, non-faktual laga, dan non-faktual non-laga. (4) Kata-kata kasar dan makian pada program faktual yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut:
56 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
a. kata-kata kasar ataupun umpatan, seperti: anjing, babi, monyet, bajingan, goblok, tolol, dungu, brengsek atau kata lain yang mempunyai makna yang sama. b. kata-kata yang bermakna kelamin laki atau kelamin perempuan; c. kata-kata yang bermakna hubungan seks/persetubuhan; dan/atau d. kata-kata yang bermakna kotoran manusia atau hewan. (5) Kata-kata kasar dan makian pada program non-faktual laga yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut: a. kata-kata yang bermakna kelamin laki atau kelamin perempuan; dan/atau b. kata-kata yang bermakna hubungan seks/persetubuhan. (6) Kata-kata kasar dan makian pada program non-faktual non-laga yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut: (a) kata-kata yang bermakna kelamin laki atau kelamin perempuan; (b) kata-kata yang bermakna hubungan seks/persetubuhan; dan/ atau (c) kata-kata yang bermakna kotoran manusia atau hewan. Bagian Keempat Pembatasan Pemberitaan Kekerasan dan Kejahatan Pasal 28 (1) Program siaran pemberitaan kekerasan secara eksplisit dan rinci dibatasi. (2) Pembatasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berupa; K omisi Penyiar an Indonesia
| 57
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
a. tindakan kekerasan dan sadisme yang dilakukan secara massal harus disamarkan. b. wajah dan/atau suara pelaku maupun korban tindakan kekerasan dan sadisme yang dilakukan secara individu dan/atau kelompok harus disamarkan. Bagian Kelima Pelarangan Pemberitaan Kekerasan dan Kejahatan Pasal 29 Pemberitaan kekerasan dan kejahatan dilarang sebagai berikut: a. menyajikan rekonstruksi yang memperlihatkan secara rinci modus dan cara-cara pembuatan alat kejahatan atau langkah-langkah operasional aksi kejahatan; b. menampilkan gambaran eksplisit dan rinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak; c. menyajikan rekaman secara penuh hasil interogasi polisi terhadap tersangka tindak kejahatan; d. menyajikan materi pemberitaan yang dalam proses produksinya diketahui mengandung muatan rekayasa yang mencemarkan nama baik dan membahayakan objek pemberitaan; e. memberitakan secara rinci adegan rekonstruksi kejahatan pembunuhan, kejahatan seksual dan pemerkosaan; f. menayangkan langsung gambar wajah, nama pelaku, dan korban pemerkosaan kepada publik; dan/atau g. menayangkan secara eksplisit dan rinci adegan dan rekonstruksi bunuh diri.
58 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
BAB XII PEMBATASAN DAN PELARANGAN MATERI SIARAN NAPZA, ALKOHOL, ROKOK, DAN PERJUDIAN Bagian Pertama Pembatasan NAPZA, Alkohol, Rokok, dan Perjudian dalam Program Siaran Pasal 30 Program siaran dapat memuat pemberitaan, pembahasan, atau penggambaran penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), alkohol, rokok, dan perjudian dengan pembatasan sebagai berikut: a. tidak menggambarkan penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, rokok, atau melakukan kegiatan perjudian sebagai hal yang dapat diterima secara luas oleh masyarakat; b. tidak mendorong anak-anak atau remaja untuk menggunakan narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, rokok, atau melakukan kegiatan perjudian; c. tidak mengandung adegan penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, rokok, atau melakukan kegiatan perjudian secara dominan; dan/atau d. tidak memuat cara penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif dengan eksplisit dan rinci. Bagian Kedua Pelarangan NAPZA, Alkohol, Rokok, dan Perjudian dalam Program Siaran Pasal 31 Program siaran dilarang membenarkan penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), alkohol dan rokok, atau kegiatan perjudian sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. K omisi Penyiar an Indonesia
| 59
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
BAB XIII PEMBATASAN DAN PELARANGAN PROGRAM SIARAN MISTIK DAN SUPRANATURAL Bagian Pertama Pembatasan Program Siaran Mistik dan Supranatural Pasal 32 Program siaran fiksi, seperti: drama, film, sinetron, komedi, atau kartun, yang menyajikan kekuatan atau makhluk supranatural dalam bentuk fantasi dapat disiarkan sesuai dengan klasifikasi program siaran. Pasal 33 (1) Program siaran mistik dan supranatural yang menampilkan narasumber yang mengaku memiliki kekuatan atau kemampuan supranatural khusus atau kemampuan menyembuhkan penyakit dengan cara supranatural harus menjelaskan kepada pemirsa tentang: a. program siaran tersebut adalah bersifat mistik dan supranatural; b. perihal ada atau tidaknya landasan faktual dan bukti empirik; dan c. perihal perbedaan pandangan di tengah masyarakat terkait dengan kekuatan atau kemampuan supranatural tersebut. (2) Penjelasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pembawa acara dan/atau dalam bentuk teks berjalan (running text) yang ditayangkan berulang-ulang.
60 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
Bagian Kedua Pelarangan Program Siaran Mistik dan Supranatural Pasal 34 (1) Program siaran dilarang membenarkan mistik dan supranatural sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. (2) Program siaran mistik dan supranatural dilarang sebagai berikut: a. mayat bangkit dari kubur; b. mayat digerayangi belatung; c. mayat/siluman/hantu yg berdarah-darah; d. mayat/siluman/hantu dengan panca indera yang tidak lengkap dan kondisi mengerikan; e. orang sakti makan sesuatu yang tak lazim, seperti: benda tajam, binatang, batu, atau tanah; f. memotong anggota tubuh, seperti: lidah, tangan, kepala, dan lain-lain; dan/atau g. menusukkan atau memasukkan benda, seperti: jarum, paku, benang ke anggota tubuh. (3) Program siaran mistik dan supranatural yang merupakan suatu pertunjukan seni dan budaya asli suku/etnik bangsa Indonesia dikecualikan dari ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2). Pasal 35 Program siaran dilarang menampilkan mistik dan supranatural dengan manipulasi gambar, suara, ataupun audiovisual tambahan untuk tujuan mendramatisasi isi siaran yang menimbulkan interpretasi yang salah. K omisi Penyiar an Indonesia
| 61
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
BAB XIV PENGGOLONGAN PROGRAM SIARAN Pasal 36 (1) Program siaran digolongkan ke dalam 4 (empat) kelompok usia, yaitu: a. Klasifikasi A: Tayangan untuk Anak, yakni khalayak berusia di bawah 12 tahun; b. Klasifikasi R: Tayangan untuk Remaja, yakni khalayak berusia 12 – 18 tahun; c. Klasifikasi D: Tayangan untuk Dewasa, yakni khalayak di atas 18 tahun dan/atau sudah menikah; dan d. Klasifikasi SU: Tayangan untuk Semua Umur. (2) Klasifikasi program siaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus ditayangkan secara eksplisit sepanjang acara berlangsung untuk memudahkan khalayak penonton mengidentifikasi program siaran. (3) Klasifikasi program siaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk penayangan ulang program siaran. Pasal 37 (1) Program siaran dengan klasifikasi A dan/atau R harus disertai dengan himbauan atau peringatan tambahan tentang arahan dan bimbingan orangtua. (2) Himbauan atau peringatan tambahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas adalah kode huruf BO (Bimbingan Orangtua) dan harus ditayangkan secara eksplisit selama program siaran tersebut disiarkan.
62 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
Bagian Pertama Klasifikasi A Pasal 38 (1) Program siaran klasifikasi A khusus dibuat dan ditujukan untuk anakanak serta mengandung muatan, gaya penceritaan, dan tampilan sesuai dengan perkembangan jiwa anak. (2) Program siaran klasifikasi A berisikan nilai-nilai pendidikan, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu anak tentang lingkungan sekitar. (3) Program siaran klasifikasi A dapat menampilkan nilai-nilai dan perilaku anti-sosial sepanjang menggambarkan sanksi dan/atau akibat atas perilaku anti-sosial tersebut. (4) Program siaran klasifikasi A dilarang menampilkan: a. adegan kekerasan dan/atau membahayakan yang mudah ditiru anak-anak; b. muatan yang mendorong anak belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari; c. muatan yang mendorong anak percaya sepenuhnya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis, dan/atau mistik; d. materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis anak, seperti: informasi dan/atau berita perceraian, perselingkuhan, bunuh diri, pemerkosaan, dan/atau penggunaan obat bius; e. produk minuman keras, jasa pelayanan seksual, alat bantu seksual; dan/atau f. obat-obatan untuk meningkatkan kemampuan seksual, iklan K omisi Penyiar an Indonesia
| 63
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
produk rokok, iklan pakaian dalam yang menampilkan visualiasi pakaian dalam, iklan kondom dan/atau alat pencegah kehamilan lain, iklan film yang diperuntukkan bagi penonton dewasa, iklan majalah dan tabloid yang ditujukan bagi pembaca dewasa, dan iklan alat pembesar payudara dan alat vital. Bagian Kedua Klasifikasi R Pasal 39 (1) Program siaran klasifikasi R mengandung muatan, gaya penceritaan, dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. (2) Program siaran klasifikasi R berisikan nilai-nilai pendidikan, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar. (3) Program siaran klasifikasi R dapat mengandung pembahasan atau penggambaran adegan yang terkait dengan seksualitas serta pergaulan antar pria-wanita sepanjang disajikan dalam konteks pendidikan fisik dan psikis remaja. (4) Program siaran klasifikasi R dapat menampilkan adegan kekerasan dan/ atau yang membahayakan jiwa, sepanjang ada penjelasan mengenai akibat dari hal tersebut. (5) Program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan: a. muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari; b. muatan yang mendorong remaja percaya sepenuhnya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis, dan/atau mistik;
64 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
c. materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis remaja, seperti: seks bebas, gaya hidup konsumtif, dan hedonistik; d. produk minuman keras, jasa pelayanan seksual, alat bantu seksual; dan/atau e. obat-obatan untuk meningkatkan kemampuan seksual, iklan produk rokok, iklan pakaian dalam yang menampilkan visualiasi pakaian dalam, iklan kondom dan/atau alat pencegah kehamilan lain, iklan film yang diperuntukkan bagi penonton dewasa, iklan majalah dan tabloid yang ditujukan bagi pembaca dewasa, dan iklan alat pembesar payudara dan alat vital. Bagian Ketiga Klasifikasi D Pasal 40 (1) Program siaran klasifikasi D hanya dapat disiarkan antara pukul 22.00 – 03.00 waktu setempat. (2) Program siaran klasifikasi D dapat menampilkan: a. tema yang membahas secara mendalam persoalan-persoalan keluarga, seperti: intrik, kekerasan dalam keluarga, perselingkuhan, dan perceraian; b. muatan kekerasan sepanjang tidak mengandung unsur sadistis dan di luar batas perikemanusiaan; dan/atau c. pembicaraan, pembahasan atau tema mengenai masalah seks dewasa;
K omisi Penyiar an Indonesia
| 65
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Bagian Keempat Klasifikasi SU Pasal 41 Program siaran klasifikasi SU adalah program siaran yang tidak secara khusus ditujukan untuk anak-anak dan remaja, namun dinilai layak ditonton oleh anakanak dan remaja, sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 38 dan Pasal 39.
BAB XV PRINSIP-PRINSIP JURNALISTIK Pasal 42 (1) Program siaran pemberitaan wajib memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai berikut: a. tunduk pada peraturan perundang-undangan dan berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers; b. akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, serta tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul; dan c. melakukan ralat atas informasi yang tidak akurat. (2) Program siaran pemberitaan dan yang bersifat informatif tentang rekonstruksi suatu peristiwa wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. menyertakan penjelasan yang eksplisit bahwa apa yang disajikan tersebut adalah hasil rekonstruksi dengan menampilkan kata ”rekonstruksi”, “ilustrasi” atau “rekayasa” di pojok gambar dan pernyataan verbal di awal siaran; dan 66 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
b. dilarang melakukan perubahan atau penyimpangan terhadap fakta atau informasi yang dapat merugikan pihak yang terlibat. Pasal 43 Program siaran yang menggunakan footage/potongan gambar dan/atau potongan suara dari program siaran lain harus disebutkan sumbernya dan ditempatkan dalam konteks yang tepat dan adil serta tidak merugikan pihakpihak yang menjadi subyek pemberitaan.
BAB XVI BAHASA, BENDERA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN Pasal 44 (1) Program siaran harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar baik tertulis atau lisan, kecuali bagi program siaran atau berita yang disajikan dalam bahasa daerah atau asing. (2) Program siaran berbahasa asing dapat disiarkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. bahasa asing dalam pemberitaan hanya boleh disiarkan sebanyak 30% (tiga puluh persen) dari total siaran; b. harus menyertakan teks dalam Bahasa Indonesia, dengan pengecualian program khusus berita bahasa asing, pelajaran bahasa asing, berita bahasa daerah, pelajaran bahasa daerah, atau pembacaan kitab suci; c. sulih suara paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah mata acara berbahasa asing yang disiarkan per hari; d. program yang disajikan dengan teknologi bilingual tidak termasuk sebagai program yang disulihsuarakan. K omisi Penyiar an Indonesia
| 67
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Pasal 45 Program siaran yang bermuatan penggunaan Bendera Negara, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVII SENSOR Pasal 46 (1) Program siaran dalam bentuk film wajib memperoleh dan menampilkan tanda lulus sensor yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. (2) Program siaran dalam bentuk promo film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. (3) Tanda lulus sensor yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang tidak serta-merta membuktikan kesesuaian program siaran dengan Standar Program Siaran.
BAB XVIII PROGRAM SIARAN BERLANGGANAN Pasal 47 (1) Program siaran berlangganan yang diproduksi sendiri dan/atau berasal dari saluran lokal atau nasional wajib mematuhi semua ketentuan yang diatur dalam peraturan ini. (2) Program siaran berlangganan yang berasal dari saluran-saluran asing wajib melakukan: 68 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
a. sensor internal; dan b. penggolongan sesuai kelompok usia dengan mencantumkan klasifikasi program siaran. Pasal 48 Program siaran berlangganan yang berasal dari saluran-saluran asing sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan Pasal 47 ayat (2) dilarang: a. menampilkan adegan ketelanjangan; b. menampilkan adegan hubungan kelamin atau intim; c. menampilkan adegan ciuman bibir penuh nafsu; dan/atau d. menampilkan adegan sadisme.
BAB XIX SIARAN IKLAN Pasal 49 (1) Program siaran iklan wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia (2) Program siaran iklan terdiri dari siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat. (3) Program siaran iklan dilarang menayangkan: a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/ atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, gender atau kelompok lain;
K omisi Penyiar an Indonesia
| 69
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
b. promosi minuman keras atau sejenisnya; c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok; d. adegan seksual sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 17; e. adegan kekerasan dan sadisme sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 26 ayat (3); f. upaya menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi masyarakat tentang kualitas, kinerja, harga sebenarnya, ketersediaan dari produk dan/atau jasa yang diiklankan; g. eksploitasi anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun; dan/atau h. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama. Pasal 50 (1) Program siaran iklan rokok hanya dapat disiarkan pada pukul 21.30 – 05.00 waktu setempat. (2) Program siaran iklan produk dan jasa untuk dewasa yang berkaitan dengan obat dan alat kontrasepsi, serta vitalitas seksual hanya dapat disiarkan pada 22.00 – 03.00 waktu setempat.
BAB XX PROGRAM ASING Pasal 51 Program siaran asing dapat disiarkan dengan ketentuan tidak melebihi 30% (tigapuluh per seratus) dari total jam siaran lembaga penyiaran per hari. 70 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
BAB XXI PROGRAM LOKAL DALAM SISTEM STASIUN JARINGAN Pasal 52 (1) Program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi minimal 10% (sepuluh per seratus) dari total durasi siaran berjaringan per hari. (2) Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh per seratus) diantaranya wajib ditayangkan pada waktu prime time waktu setempat. (3) Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) secara bertahap wajib ditingkatkan hingga 50% (lima puluh per seratus) dari total durasi siaran berjaringan per hari.
BAB XXII PROGRAM KUIS, UNDIAN BERHADIAH DAN PENGGALANGAN DANA Bagian Kesatu Kuis dan Undian Berhadiah Pasal 53 (1) Program siaran kuis dan undian berhadiah terlebih dahulu wajib mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang. (2) Program siaran kuis dan undian berhadiah dilarang menjadi perjudian dan penipuan yang merugikan masyarakat. (3) Dalam program siaran yang melibatkan penggunaan fasilitas telepon atau Short Message Services (SMS) wajib memberitahukan secara eksplisit tarif pulsa yang dikenakan untuk keikutsertaan dalam kuis atau undian berhadiah.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 71
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Bagian Kedua Program Penggalangan Dana dan Bantuan Pasal 54 Program siaran penggalangan dana dan bantuan wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. kegiatan pengumpulan dana kemanusiaan atau bencana alam yang diselenggarakan tersebut harus terlebih dahulu memperoleh izin dari lembaga yang berwenang; dan b. hasil dari kegiatan penggalangan dana kemanusiaan atau bencana alam yang dilakukan oleh lembaga penyiaran wajib dipertanggungjawabkan kepada publik secara transparan.
BAB XXIII PELIPUTAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH Pasal 55 Program siaran peliputan bencana alam atau musibah wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga dan/atau masyarakat yang terkena bencana alam. Pasal 56 Program siaran peliputan bencana alam atau musibah dilarang: a. menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga dan masyarakat yang terkena bencana alam dengan cara memaksa, menekan, mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya; b. menampilkan saat-saat menjelang kematian; 72 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
c. mewawancara anak dibawah umur sebagai narasumber dalam kejadian bencana alam; d. menampilkan gambar korban atau mayat secara detil (big close up, medium close up, extreme close up); dan/atau e. menampilkan gambar luka tingkat berat, darah, dan/atau potongan organ tubuh.
BAB XXIV SIARAN PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH Pasal 57 (1) Siaran Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah meliputi siaran berita, sosialisasi pemilihan, dan siaran kampanye tentang Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Pusat dan Daerah, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan Kepala Daerah. (2) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. (3) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. (4) Program siaran dilarang bersikap partisan terhadap salah satu peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. (5) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 73
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
BAB XXV PELIPUTAN SIDANG PENGADILAN, LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN HUKUMAN MATI Pasal 58 Program siaran langsung atau siaran tidak langsung pada sidang pengadilan wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia dan berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers. Pasal 59 Wawancara dengan terpidana yang dilakukan di dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan wajib memperhatikan: a. tidak menyebarkan ideologi terpidana yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau b. tidak menyebarkan pola kejahatan yang dilakukan terpidana. Pasal 60 Peliputan pelaksanaan eksekusi hukuman mati dilarang disiarkan.
BAB XXVI PENGAWASAN, PENGADUAN DAN PENANGGUNGJAWAB Bagian Pertama Pengawasan Pasal 61 KPI wajib mengawasi pelaksanaan Standar Program Siaran. 74 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
Bagian Kedua Sosialisasi Pasal 62 Lembaga penyiaran wajib mensosialisasikan isi Standar Program Siaran kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengolahan, pembuatan, pembelian, penayangan, penyiaran, dan pendanaan program siaran lembaga penyiaran yang bersangkutan. Bagian Ketiga Pengaduan Pasal 63 Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap Standar Program Siaran dapat mengadukan ke KPI Pusat dan/atau KPI Daerah. Pasal 64 KPI wajib menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Pasal 65 Dalam hal memutuskan untuk mempertimbangkan keluhan dan/atau pengaduan, KPI dapat mengundang lembaga penyiaran untuk didengar keterangannya guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut tentang materi program yang diadukan tersebut.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 75
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Bagian Keempat Materi Rekaman Siaran Pasal 66 (1) Rekaman program siaran wajib disimpan secara baik dan benar minimal selama satu tahun setelah disiarkan. (2) Untuk kepentingan pengambilan keputusan, KPI berwenang meminta kepada lembaga penyiaran rekaman program siaran yang diadukan.
BAB XXVI SANKSI DAN PENANGGUNGJAWAB Pasal 67 (1) Penetapan sanksi bagi lembaga penyiaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. (2) Sanksi administratif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu; c. pembatasan durasi dan waktu siaran; d. denda administratif; e. pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
76 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
f. tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; g. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. Pasal 68 (1) Setiap pelanggaran yang terbukti dilakukan oleh lembaga penyiaran akan tercatat secara administratif dan akan mempengaruhi keputusan KPI berikutnya, termasuk dalam hal perpanjangan izin lembaga penyiaran yang bersangkutan. (2) Bila KPI menemukan bahwa terjadi pelanggaran oleh lembaga penyiaran, KPI akan mengumumkan pelanggaran itu kepada publik. Pasal 69 (1) Bila terjadi dugaan pelanggaran atas Standar Program Siaran, maka yang bertanggungjawab adalah lembaga penyiaran yang menyiarkan program yang mengandung dugaan pelanggaran tersebut. (2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis program, baik program yang diproduksi sendiri, yang dibeli dari pihak lain, yang merupakan kerjasama produksi, maupun yang disponsori.
K omisi Penyiar an Indonesia
| 77
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
BAB XXVII SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Teguran Tertulis Pasal 70 (1) Lembaga penyiaran yang melanggar sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 huruf a, c, g, i, j, l, o, p, dan q, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 ayat (2), Pasal 25, Pasal 26 ayat (1), (2), dan (3) huruf f, Pasal 27 ayat (2), (4) huruf a, c dan d, (5 ) huruf b, dan (6) huruf b dan c, Pasal 28 ayat (2), Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, b, c, d, e, dan g, Pasal 35, Pasal 36 ayat (2) dan (3), Pasal 37, Pasal 38 ayat (4), Pasal 39 ayat (4) dan (5), Pasal 40 ayat (1), Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46 ayat (1) dan (2), Pasal 47 ayat (2), Pasal 48, Pasal 49 ayat (3) huruf f, g, dan h, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56 huruf a dan c, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 66 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh KPI. (2) Jangka waktu pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama dan kedua untuk lembaga penyiaran minimal selama 7 (tujuh) hari kalender. (3) Apabila lembaga penyiaran tidak memperhatikan teguran pertama dan kedua, KPI akan meningkatkan sanksi administratif sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 67 ayat (2). Bagian Kedua Penghentian Sementara Pasal 71 (1) Lembaga penyiaran yang melanggar sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 17 huruf b, d, e, f, h, k, m, dan n, Pasal 19, Pasal 26 ayat (3) huruf a, b, c, d dan e, Pasal 27 ayat (1), (4) huruf b, (5) huruf a, dan (6) huruf a, 78 |
K omisi Penyiar an Indonesia
Standar Program Siaran (SPS)
| 2009
Pasal 34 ayat (2) huruf f, Pasal 49 ayat (3) huruf a, b, dan c, Pasal 56 huruf b, d dan e, Pasal 60, dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu. (2) Tahap tertentu dalam penghentian sementara mata acara yang bermasalah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a. tahap pemeriksaan bukti pelanggaran; b. tahap penelitian dan penilaian pelanggaran; c. tahap klarifikasi; d. tahap pemutusan sanksi adminstratif. Bagian Ketiga Hak Jawab Pasal 72 (1) Lembaga penyiaran mempunyai hak untuk melakukan klarifikasi berupa hak jawab baik dalam bentuk tulisan maupun lisan atas pelanggaran Standar Program Siaran yang dilakukan sebelum maupun sesudah keputusan sanksi administrasi ditetapkan. (2) Lembaga penyiaran dapat menunjuk seorang kuasa untuk melaksanakan hak jawab sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1).
BAB XXVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 73 Standar Program Siaran secara berkala dinilai kembali oleh KPI sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan perkembangan norma-norma yang berlaku, serta pandangan dari masyarakat. K omisi Penyiar an Indonesia
| 79
2009 | Standar Program Siaran (SPS)
Pasal 74 Pada saat Peraturan KPI ini mulai berlaku, maka Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran dinyatakan tidak berlaku. Pasal 75 Peraturan KPI ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal 10 Desember 2009 Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat,
Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, Ph.D
80 |
K omisi Penyiar an Indonesia