RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
KOMISI III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2015
[1]
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.............TAHUN......... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia merupakan tujuan negara sebagaimana termaktib dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan negara, diperlukan penguatan Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c.
bahwa dalam pelaksanaan fungsi dan tugas Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiba masyarakat, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum, dibutuhkan reformasi kelembagaan, dukungan, dan pengawasan terhadap Polri oleh masyarakat untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitas Kepolisian;
d.
bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan ketatanegaraan Republik Indonesia sehingga perlu diubah;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 30 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
[2]
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tehun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) diubah sebagai berikut: 1.
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 RUU Dalam Undang-Undang dimaksud dengan:
UU 2/2002 ini
yang
Dalam Undang-Undang dimaksud dengan:
ini
yang
1.
Kepolisian Negara Republik Indonesia 1. selanjutnya disebut Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri;
Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.
Anggota Polri adalah pegawai negeri 2. pada Polri
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.
Kepala Polri yang selanjutnya disebut 14 Kapolri adalah perwira tertinggi yang
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
[3]
memimpin dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan fungsi Polri.
penanggung jawab fungsi kepolisian.
4.
Pejabat Polri adalah Anggota Polri yang 3. diberikan wewenang khusus berdasarkan tugas dan fungsi Polri yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.
5.
Peraturan Kepolisian adalah segala 4. peraturan yang dikeluarkan oleh Pejabat Polri sesuai dengan kewenangannya guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Polri.
Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6.
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat 5. adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, tegaknya hukum, dan terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum, dan bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentukbentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
7.
Keamanan dalam negeri adalah suatu 6. keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
8.
Kepentingan umum adalah 7. kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.
Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.
[4]
penyelenggaraan
9.
Penyelidik adalah Pejabat Polri yang 8. diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
10.
Penyelidikan adalah serangkaian 9. tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
11.
Penyidik adalah Pejabat Polri yang 10. diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
12.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah 11. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk sebagai Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundangundangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing.
13.
Penyidik Pembantu adalah Pejabat 12. Polri yang diangkat oleh Kapolri berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
14.
Penyidikan adalah serangkaian 13. tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
[5]
15.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
16.
Pemerintahan Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
17.
Komisi Kepolisian Nasional adalah lembaga negara yang berperan membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, serta memberikan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
18.
Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat yang sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
19.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan, pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah dibawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya.
20.
Kode Etik Polri adalah norma atau aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan pedoman peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal yang diwajibkan,
[6]
dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri. 21.
Komisi Kode Etik Polri adalah perangkat yang dibentuk oleh Polri untuk memantau, memeriksa, dan merekomendasikan tindakan terhadap Anggota Polri, yang diduga melanggar Kode Etik Polri.
22.
Hari adalah hari kerja.
2.
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 RUU
UU 2/2002
(1). Polri merupakan alat negara yang berfungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat;
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
(2). Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Polri bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
3.
Diantara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 2A Polri dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya berlandaskan pada asas: a.
Profesionalitas;
b.
Keterbukaan;
c.
Akuntabilitas; dan
d.
Netralitas.
[7]
4.
Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 RUU
UU 2/2002
(1). Susunan organisasi dan tata kerja Polri diatur sesuai kebutuhan pelaksanaan fungsi dan tugas Polri;
Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia disesuaikan dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
5.
Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 RUU
UU 2/2002
(1). Kapolri bertanggung jawab terhadap (1). Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, penyelenggaraan fungsi dan tugas dan mengendalikan kebijakan teknis Polri; kepolisian; (2). Penyelenggaran fungsi dan tugas (2). Kapolri memimpin Kepolisian Negara Polri sebagaimana dimaksud pada Republik Indonesia dalam melaksanakan ayat (1) terdiri dari: tugas dan tanggung jawab atas: a.
Kegiatan operasional dan
kepolisian; a.
penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b.
Pembinaan kepolisian.
b.
penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3). Penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a.
Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan operasional;
[8]
b.
Pengaturan oragnisasi;
tata
kelola
c.
Pengawasan dan kinerja organisasi;
evaluasi
d.
Melaksanakan koordinasi penegakan hukum dengan lembaga penegak hukum lain.
(4). Penyelenggaraan pembinaan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
6.
a.
Peningkatan kapabilitas kemampuan sumber daya manusia; dan
b.
Penyelenggaraan pendidikan dan letihan
Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 10 RUU
UU 2/2002
(1). Pejabat Polri yang membawahi (1). Pimpinan Kepolisian Negara Republik daerah hukum sebagaimana Indonesia di daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) 1, dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelaksanaan tugas dan wewenang dan wewenang kepolisian secara hierarki. Polri secara hierarkhi; (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai (2). Ketentuan mengenai tanggung jawab tanggung jawab atas pelaksanaan secara hierarki sebagaimana dimaksud tugas dan wewenang sebagaimana dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Keputusan Kapolri. Peraturan Kapolri.
1
Pasal 6 ayat (2) UU 2/2002: “Dalam
rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.” [9]
7.
Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 10A RUU
(1). Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR; (2). Calon Kapolri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari perwira tginggi Polri yang masih aktif dengan mendasarkan pada: a.
Integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
b.
Prestasi dan dedikasi dalam tugas;
c.
Jenjang kepangkatan dan karier;
d.
Berusian paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada saat seleksai; dan
e.
Pernah menjadi kepala Kepolisian Daerah.
(3). Sebelum mengusulkan pengangkatan Kapolri kepada DPR, Presiden terlebih dahulu mengusulkan pemberhentian Kapolri kepada DPR beserta alasan dengan memperhatikan pertimbangan dari Komisi Kepolisian Nasional; (4). Persetujuan atau penolakan DPR terhadap usul pemberitahuan Kapolri oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh DPR; (5). Dalam hal DPR tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), usul pemberhentian Kapolri dianggap disetujui oleh DPR; (6). Setelah pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Presiden mengusulkan pengangkatan Kapolri kepada DPR beserta dengan alasannya.
8.
Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11 RUU
UU 2/2002
(1). Persetujuan atau penolakan DPR (1). Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh terhadap usul Presiden sebagaimana Presiden dengan persetujuan Dewan dimaksud dalam Pasal 10A ayat (6) Perwakilan Rakyat. harus diberikan paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh DPR; (2). Dalam hal DPR tidak memberikan (2). Usul pengangkatan dan pemberhentian jawaban dalam jangka waktu Kapolri diajukan oleh Presiden kepada [10]
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh DPR;
Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3). Dalam keadaan mendesak, Presiden (3). Persetujuan atau penolakan Dewan dapat memberhentikan sementara Perwakilan Rakyat terhadap usul Kapolri dan mengangkat pelaksana Presiden sebagaimana dimaksud dalam tugas Kapolri untuk selanjutnya ayat (2) harus diberikan dalam jangka dimintakan persetujuan DPR; waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. (4). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata (4). Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak cara pengusulan atas pengangkatan memberikan jawaban dalam waktu dan pemberhentian Kapolri diatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dengan Peraturan Presiden. calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. (5). Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (6). Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier. (7). Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. (8). Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
[11]
9.
Diantara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 11A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 11A “Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (1) diatur dengan Peraturan Kapolri.”
10.
Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 RUU
UU 2/2002
(1). Dalam rangka menyelenggarakan (1). Dalam rangka menyelenggarakan tugas tugas sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Pasal 13 dan Pasal 14, Polri secara dan 14 Kepolisian Negara Republik umum berwenang: Indonesia secara umum berwenang: a.
Menerima laporan dan/atau pengaduan;
a.
Menerima pengaduan;
b.
Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menggangu ketertiban umum;
b.
Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
c.
Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d.
Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e.
Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
f.
Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
g.
Melakukan tindakan tempat kejadian;
h.
Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i.
Mencari keterangan dan barang bukti;
j.
Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional;
c.
d.
e.
f.
Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya kriminalitas dalam masyarakat; Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
g.
Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h.
Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
[12]
laporan
dan/atau
pertama
di
i.
Mencari keterangan barang bukti;
dan
k.
j.
Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l.
Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
k.
Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l.
Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; dan
m.
Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
(2). Polri sesuai dengan ketentuan (2). Kepolisian Negara Republik Indonesia peraturan perundang-undangan sesuai dengan peraturan perundanglainnya berwenang: undangan lainnya berwenang: a.
Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
b.
Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c.
Melakukan pengujian dan memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d.
Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e.
Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
f.
Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
[13]
a.
Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
b.
Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c.
Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d.
Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e.
Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
f.
Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
g.
Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
g.
Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h.
Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
i.
Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di Wilayah Negara dengan koordinasi instansi terkait;
j.
Mewakili Pemerintah dalam organisasi kepolisian internasional;
k.
Memberikan bantuan pemanggilan paksa atas permintaan lembaga negara atau instansi pemerintah;
l.
Melakukan penyadapan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana;
m.
Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
h.
Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
i.
Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j.
Mewakili pemerintah republik indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
k.
Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
(3). Ketentuan mengenai tata cara (3). Tata cara pelaksanaan ketentuan pelaksanaan sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan huruf d di atur dalam Peraturan Peraturan Pemerintah. Pemerintah.
11.
Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 16A dan Pasal 16B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 16A (1). Polri dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf e, dan huruf f memungut biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak dan menyetornya ke kas negara;
[14]
(2). Pungutan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara transpara dan akuntabel kepada masyarakat secara langsung; (3). Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah;
Pasal 16B “Pendanaan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang Polri dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.” 12.
Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 17
13.
RUU
UU 2/2002
Pejabat Polri menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 26 RUU (1). Setiap Anggota memperoleh: a. b.
UU 2/2002 Polri
berhak (1). Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh gaji dan hak-hak lainnya yang adil dan Gaji, tunjangan, dan fasilitas; layak; Cuti;
c.
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d.
Perlindungan resiko pekerjaan; dan
e.
Pengembangan kompetensi.
dalam
[15]
(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai (2). Ketentuan mengenai gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam hak Anggota Polri sebagaimana ayat (1) diatur lebih lanjut dengan dimaksud pada ayat (1) diatur Peraturan Pemerintah. dalam Peraturan Pemerintah.
14.
Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 30 RUU
UU 2/2002
(1). Anggota Polri dapat diberhentikan (1). Anggota Kepolisian Negara Republik dengan hormat atau dengan tidak Indonesia dapat diberhentikan dengan hormat; hormat atau tidak dengan hormat; (2). Usia pensiun maksimum Anggota (2). Usia pensiun maksimum anggota Polri 58 (lima puluh delapan) Kepolisian Negara Republik Indonesia tahun dan bagi anggota yang 58 (lima puluh delapan) tahun dan bagi memiliki keahlian khusus dan anggota yang memiliki keahlian khusus sangat dibutuhkan dalam tugas dan sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian dapat dipertahankan kepolisian dapat dipertahankan sampai sampai dengan 60 (enam puluh) dengan 60 (enam puluh) tahun; tahun; (3). Ketentuan lebih lanjut mengenai (3). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana pemberhentian dan usia pensiun dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur sebagaimana dimaksud dalam ayat lebih lanjut dengan Peraturan (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pemerintah. 15.
Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 RUU
UU 2/2002
(1). Pembinaan kemampuan (1). Pembinaan kemampuan profesi profesional Anggota Polri pejabat Kepolisian Negara Republik diselenggarakan melalui: Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan a. Peningkatan kapasitas pengembangan pengetahuan serta Kepolisian; pengalamannya di bidang teknis b. Pengembangan pengetahuan; kepolisian melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan secara c. Penguatan etika dan hak asasi berjenjang dan berlanjut; manusia; dan
[16]
d.
Peningkatan pengalaman di bidang tehnis Kepolisian.
kemampuan profesi (2). Pembinaan kemampuan (2). Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) profesional sebagaimana diatur lebih lanjut dengan Keputusan dimaksud pada ayat (1) Kapolri. dilaksanakan berdasarkan : a. Pendidikan, pelatihan penugasan khusus; dan
dan
b. Pendidikan yang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional.
16.
Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 34 RUU
UU 2/2002
(1). Sikap dan perilaku Anggota Polri (1). Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian terikat pada ketentuan peraturan Negara Republik Indonesia terikat pada perundang-undangan dan Kode Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Etik Polri; Republik Indonesia; (2). Kode Etik Polri dapat menjadi (2). Kode Etik Profesi Kepolisian Negara pedoman bagi pengemban fungsi Republik Indonesia dapat menjadi kepolisian lainnya dalam pedoman bagi pengemban fungsi melaksanakan tugas sesuai dengan kepolisian lainnya dalam peraturan perundang-undangan melaksanakan tugas sesuai dengan yang berlaku di lingkungannya; peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya; (3). Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
17.
Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 35 RUU
UU 2/2002
(1). Polri wajib menyusun Kode Etik (1). Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri yang berisi norma yang Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dipatuhi oleh setiap oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Anggota Polri dalam menjalankan Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode [17]
tugasnya untuk menjaga integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan sesuai dengan etika profesi Polri yang ditetapkan dalam Peraturan Kapolri;
Etik Kepolisian Indonesia;
Negara
Republik
(2). Untuk menegakan Kode Etik Polri (2). Ketentuan mengenai susunan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat dan tata kerja Komisi Kode Etik (1), dibentuk Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri yang keanggotaan terdiri diatur dengan Keputusan Kapolri. atas:
(3)
a.
2 (dua) orang perwira Polri;
b.
1 (satu) orang anggota dari unsur akademisi;
c.
1 (satu) orang dari unsur masyarakat; dan
d.
1 (satu) orang dari unsur purnawira dari perwira tinggi Polri.
Komisi Kode Etik Polri bekerja secara ad hoc dan dapat dibentuk di setiap kepolisian daerah provinsi;
(4). Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Kode Etik Polri berpedoman pada: a.
Kode Etik Polri;
b.
Tata beracara persidangan Komisi Kode Etik Polri; dan
c.
Norma dan peraturan perundang-undangan.
(5). Tata beracara persidangan Komisi Kode Etik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b memuat mekanisme penegakan Kode Etik Polri dan jenis Sanksi; (6). Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa:
[18]
a.
Teguran tertulis;
b.
Pemberhentian sementara;
c.
Sanksi administratif; atau
d.
Pemberhentian.
(7). Keanggotaan Komisi Kode Etik Polri yang berasal dari Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan berdasarkan Keputusan Kapolri; (8). Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, organisasi, dan tata beracara persidangan Komisi Kode Etik Polri diatur dalam Peraturan Presiden.
18.
Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 36 RUU
UU 2/2002
(1). Setiap Anggota Polri dan (1). Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik pengemban fungsi kepolisian Indonesia dan pengemban fungsi lainnya wajib menunjukan kepolisian lainnya wajib menunjukkan tanda pengenal sebagai tanda pengenal sebagai keabsahan keabsahan wewenang dan wewenang dan tanggung jawab dalam tanggung jawab dalam mengemban fungsinya; mengemban fungsinya; (2). Ketentuan mengenai bentuk, (2). Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, ukuran, pengeluaran, pengeluaran, pemakaian, dan penggunaan pemakaian, dan penggunaan tanda pengenal sebagaimana dimaksud tanda pengenal sebagaimana dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan dimaksud dalam ayat (1) diatur Kapolri. dengan Peraturan Kapolri.
19.
Judul Bab VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: RUU
UU 2/2002
BAB VI
BAB VI
KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL
LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL
[19]
20.
Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 37 RUU
UU 2/2002
(1). Komisi Kepolisian Nasional (1). Lembaga kepolisian nasional yang merupakan lembaga negara disebut dengan Komisi Kepolisian yang menjalankan tugas dan Nasional berkedudukan di bawah dan wewenangnya secara mandiri; bertanggung jawab kepada Presiden; (2). Komisi Kepolisian Nasional (2). Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana sebagaimana dimaksud pada dimaksud dalam ayat (1) dibentuk ayat (1) berada di bawah dan dengan Keputusan Presiden. bertanggung jawab kepada Presiden; (3). Komisi Kepolisian Nasional berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia; (4). Komisi Kepolisian Nasional dapat mendirikan perwakilan di setiap provinsi; (5). Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan dan perwakilan Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
21.
Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 38 RUU Komisi Kepolisian mempunyai fungsi: a.
UU 2/2002 Nasional (1). Komisi Kepolisian Nasional bertugas:
Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk menetapkan arah kebijakan strategis Polri sebagai landasan dalam pembuatan
a.
[20]
membantu menetapkan
Presiden dalam arah kebijakan
rencana pembangunan jangka panjang nasional dan rencana pembangunan jangka menengah nasional di bidang keamanan dalam negeri;
22.
Kepolisian Negara Indonesia; dan b.
Republik
memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
b.
Memberi pertimbangan (2). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana kepada Presiden dalam dimaksud dalam ayat (1), Komisi pengangkatan dan Kepolisian Nasional berwenang untuk: pemberhentian Kapolri; dan
c.
Pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas Polri.
a.
mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengembangan sumber daya manusia Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pengembangan sarana dan prasarana Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.
memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang profesional dan mandiri; dan
c.
menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden.
Diantara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 38A dan Pasal 38B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 38A Komisi Kepolisian Nasional bertugas: a.
Merumuskan pertimbangan rencana pembangunan jangka panjang nasional dan rencana pembangunan jangka menengah nasional di bidang keamanan dalam negeri;
[21]
b.
Mengumpulkan dan menganalisis data berkaitan dengan anggaran Polri, pengembangan sumber daya manusia Polri, dan pengembangan sarana dan prasarana Polri;
c.
Mengumpulkan dan menganalisis data sumber daya manusia Polri sebagai bahan pemberiaan pertimbangan kepada Presiden mengenai pengangkatan dan pemberhentian Kapolri;
d.
Melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja Polri; dan
e.
Menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden.
Pasal 38B Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 38A, Komisi Kepolisian Nasional berwenang:
23.
a.
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan operasional dan pembinaan Polri untuk mencapai derajat tata kelola pemerintahan yang baik;
b.
Melakukan kajian mengenai perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan kepolisian sebagai bahan pertimbangan kepada Presiden dan DPR;
c.
Melakukan koordinasi dengan Kapolri dan/atau Pejabat Polri dalam penanganan laporan/pengaduan masyarakat;
d.
Meminta data/informasi atau keterangan dari Polri atau lembaga negara lainnya, perorangan dan masyarakat dalam rangka klarifikasi dan verifikasi permasalahan yang diadukan oleh Masyarakat; dan
e.
Memberikan rekomendasi kepada Kapolri, Pejabat Polri, dan/atau Komisi Kode Etik Polri sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat.
Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 39 RUU
UU 2/2002
(1). Komisi Kepolisian Nasional (1). Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional mempunyai 9 (sembilan) ; terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris
[22]
merangkap anggota dan 6 (enam) orang anggota; (2). Keanggotaan Komisi Kepolisian (2). Keanggotaan sebagaimana dimaksud Nasional sebagaimana dalam ayat (1) berasal dari unsur-unsur dimaksud pada ayat (1) terdiri pemerintah, pakar kepolisian, dan tokoh dari: masyarakat; a.
1 (satu )orang dari menteri yang membidangi urusan koordinator bidang politik hukum dan keamanan sebagai ketua merangkap anggota;
b.
1 (satu )orang dari menteri yang membidangi urusan dalam negeri sebagai wakil ketua merangkap anggota;
c.
1 (satu )orang dari dari menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sebagai anggota;
d.
2 (dua) orang purnawira dari perwira tinggi Polri sebagai anggota;
e.
2 (dua) orang akademisi sebagai anggota;
f.
2 (dua) orang tokoh masyarakat sebagai anggota.
(3). Anggota Komisi Kepolisian (3). Ketentuan mengenai susunan organisasi, Nasional memegang jabatan tata kerja, pengangkatan dan selama 5 (lima) tahun dan pemberhentian anggota Komisi sesudahnya dapat dipilih Kepolisian Nasional diatur dengan kembali untuk 1 (satu) kali masa Keputusan Presiden. jabatan.
24.
Diantara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 39A, Pasal 39B, Pasal 39C, dan Pasal 39D yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 39A Untuk dapat dipilih sebagai anggota Komisi Kepolisian Nasional, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
[23]
a.
Warga negara Indonesia ;
b.
Beriman dan bertaqwa keapda Tuhan Yang Maha Esa;
c.
Berdomisili di Indoneia;
d.
Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
e.
Setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
f.
Berpendidikan paling rendah strata 2 (dua) atau magister;
g.
Berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam bidang hukum atau pemerintahan yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan publik;
h.
Berkomitmen terhadap penegakan hukum di Indonesia;
i.
Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih;
j.
Sehat jasmani dan rohani;
k.
Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun pada saat pendaftaraan;
l.
Telah berhenti paling singkat 5 (lima) tahun, bagi calon yang berasal dari kepolisian; dan
m.
Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 39B Anggota Komisi Kepolisian Nasional dilarang merangkap menjadi: a.
Pengusaha ;
b.
Komisaris, direksi, pengurus, karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah;
c.
Pengurus partai politik; atau
d.
Profesi lainnya.
[24]
Pasal 39C Ketentuan lebih lanjut mengenai susuanan organisasi, tata kerja, pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Kepolisian Nasional diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 39D (1). Komis Kepolisian Nasional dibantu oleh sekretariat untuk memberikan dukungan administratif dan teknis operasional; (2). Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja sekretariat diatur dalam Peraturan Presiden.
25.
Diantara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 43A Peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal................ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
JOKO WIDODO Pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA YASONNA LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN..........NOMOR.............
[25]