www.hukumonline.com
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....... TAHUN ........ TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a.
bahwa untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa, diperlukan pengawasan yang transparan dan akuntabel terhadap peradilan dalam menjalankan tugas yudisial, administrasi, keuangan, dan perilaku hakim;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu membentuk UndangUndang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
Mengingat: 1.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun, 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor .... Tahun ... tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ......... Nomor.... Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ........);
3.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379).
Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: 1 / 15
www.hukumonline.com
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379), diubah sebagai berikut: 1.
Bagian Kedua tentang Kedudukan diubah menjadi Asas dan Kedudukan, dan di antara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 5 (lima) Pasal, yakni Pasal 1A, Pasal 113, Pasal 1 C, Pasal 1D dan Pasal 1 E sehingga berbunyi sebagai berikut: Bagian Kedua Asas dan Kedudukan
Pasal 1A Peradilan Umum menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
Pasal 1B (1)
Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
(2)
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
(3)
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang.
(4)
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana pada ayat (3) dipidana.
Pasal 1C (1)
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
(2)
Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pasal 1D (1)
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
Pasal 1E Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi/ bantuan yang diminta.
2 / 15
www.hukumonline.com
2.
Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 12A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 12A Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan.
3.
Diantara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 13A dan Pasal 13B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 13A (1)
Pengawasan terhadap perilaku Hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial
(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Pasal 13B Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional, bertakwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang hukum.
4.
Ketentuan Pasal 14 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 (1)
5.
Untuk dapat diangkat sebagai calon Hakim Pengadilan Negeri, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
warga negara Indonesia;
b.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.
berpendidikan sarjana hukum
e.
berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 45 (empat puluh lima) tahun;
f.
mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
g.
dihapus;
h.
dihapus;
i.
tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(2)
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim, harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Untuk dapat diangkat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Negeri.
Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
3 / 15
www.hukumonline.com
Pasal 15 (1)
6.
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi, seorang Hakim harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f dan huruf i.
b.
berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun;
c.
berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Ketua, Wakil Ketua Pengadilan Negeri, atau 15 (lima belas) tahun sebagai Hakim Pengadilan Negeri;
d.
lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung;
e.
tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan atau pedoman perilaku hakim.
(2)
Untuk dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi harus berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi atau 3 (tiga) tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Negeri.
(3)
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi harus berpengalaman sekurangkurangnya 4 (empat) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi atau 2 (dua) tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Negeri.
Ketentuan Pasal 16 ayat (1) diubah dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut: Pasal 16
7.
(1)
Hakim Pengadilan diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(1a)
Hakim Pengadilan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung.
(1b)
Usul pemberhentian hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) hanya dapat dilakukan apabila hakim yang bersangkutan melakukan pelanggaran pedoman kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
(2)
Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
Ketentuan Pasal 19 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 19 (1)
(2)
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: a.
atas permintaan sendiri secara tertulis;
b.
sakit jasmani atau rohani secara terus menerus;
c.
telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Negeri, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Tinggi;
d.
ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan
4 / 15
www.hukumonline.com
dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
8.
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 (1)
9.
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan: a.
dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus menerus selama 3 (tiga) bulan;
d.
melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; dan/atau
f.
melanggar kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.
(2)
Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan.
(3)
Majelis Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 21
10.
(1)
Ketua atau Wakil Ketua diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim.
(2)
Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a atau karena alasan tidak cakap dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
(3)
Hakim yang diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, huruf c, dan Pasal 20 ayat (1) dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
Dalam ketentuan Pasal 22, diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1 a) sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 22 (1)
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(1a)
Pemberhentian sementara sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial.
5 / 15
www.hukumonline.com
11.
(2)
Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(3)
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 28 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Negeri, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
12.
a.
warga negara Indonesia;
b.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.
berijazah paling rendah sarjana hukum;
e.
berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Wakil Panitera, 5 (lima) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Negeri, atau menjabat sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tinggi; dan
f.
mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 29 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tinggi, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
13.
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f;
b.
dihapus; dan
c.
berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Wakil Panitera, 5 (lima) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Tinggi, atau 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Pengadilan Negeri.
Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 31 Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Tinggi, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
14.
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf f;
b.
dihapus; dan
c.
berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Muda, 5 (lima) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi, 3 (tiga) tahun sebagai Wakil Panitera Pengadilan Negeri, atau menjabat sebagai Panitera Pengadilan Negeri.
Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 40
6 / 15
www.hukumonline.com
(1)
(2)
15.
Untuk dapat diangkat menjadi Jurusita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
warga negara Indonesia;
b.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.
berijazah paling rendah Pendidikan Menengah;
e.
berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Jurusita Pengganti; dan
f.
mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
Untuk dapat diangkat menjadi Jurusita Pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan Negeri.
Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 46 Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Negeri, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
16.
a.
warga negara Indonesia;
b.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.
berijazah paling rendah Sarjana Hukum atau Sarjana Administrasi;
e.
berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun di bidang administrasi peradilan; dan
f.
mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 47 Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tinggi, seorang calon harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
17.
a.
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, huruf b, huruf c huruf d, dan huruf f;
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun di bidang administrasi peradilan.
Diantara Ketentuan Pasal 52 dan Pasal 53 disisipkan 1 (satu) Pasal baru yakni Pasal 52A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 52A (1)
Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses persidangan.
7 / 15
www.hukumonline.com
18.
(2)
Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
(3)
Apabila pengadilan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 53
19.
(1)
Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas Hakim.
(1a)
Ketua Pengadilan selain mengadakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku Panitera, Sekretaris, dan Jurusita di daerah hukumnya.
(2)
Selain tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (1a), Ketua Pengadilan Tinggi di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat Pengadilan Negeri dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
(3)
Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (1a) dan ayat (2), Ketua Pengadilan dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu.
(4)
Pengawasan tersebut dalam ayat (1), ayat (1a), ayat (2), dan ayat (3), tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Diantara Pasal 70 dan Pasal 71 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 70A, yang berbunyi sebagai berikut Pasal 70A (1)
Dalam menjalankan tugas peradilan, Peradilan Umum dapat menarik biaya perkara.
(2)
Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(3)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan pemeriksaan yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal .............. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
8 / 15
www.hukumonline.com
Diundangkan Di Jakarta Pada Tanggal ............ MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ....... NOMOR ......
9 / 15
www.hukumonline.com
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR .......TAHUN ...... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
I.
UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga membawa konsekuensi perlunya pembentukan atau perubahan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman. Pembentukan atau perubahan peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman yang telah dilakukan adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai pengganti UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999. Sehubungan dengan hal tersebut telah diubah pula Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang selanjutnya dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor ...... Tahun ......tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum merupakan salah satu undang-undang yang mengatur lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung perlu pula dilakukan perubahan. Perubahan Kedua UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum telah meletakkan dasar kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan umum, baik menyangkut teknis yudisial maupun non yudisial yaitu urusan organisasi, administrasi, dan finansial di bawah kekuasaan Mahkamah Agung dan yang terkait dengan pengawasan terhadap perilaku hakim menjadi kewenangan Komisi Yudisial. Kebijakan tersebut bersumber dari kebijakan yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor ........ Tahun ......tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang selanjutnya dilakukan perubahan kembali dengan Undang-Undang Nomor.... Tahun Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum antara lain sebagai berikut: 1.
syarat untuk menjadi hakim dalam pengadilan di lingkungan peradilan umum;
2.
batas umur pengangkatan hakim dan pemberhentian hakim;
3.
pengaturan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim; 10 / 15
www.hukumonline.com
4.
pengaturan pengawasan terhadap hakim;
5.
akses informasi peradilan;
6.
Majelis Kehormatan Hakim; dan
7.
pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban biaya perkara.
Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum pada dasarnya untuk menyesuaikan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor ...... Tahun ......tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor .....Tahun .......tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1 Pasal 1A Cukup jelas.
Pasal 1B Ayat (1) Ketentuan yang menentukan bahwa peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" adalah sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan: a.
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;
b.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi harapan para pencari keadilan. Yang dimaksud dengan "sederhana" adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif. Yang dimaksud dengan "biaya ringan" adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Namun demikian, dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan. Ayat (3) Cukup jelas.
11 / 15
www.hukumonline.com
Ayat (4) Yang dimaksud "dipidana" dalam ayat ini adalah bahwa unsur-unsur tindak pidana dan pidananya ditentukan dalam undang-undang.
Pasal 1C Cukup jelas..
Pasal 1D Cukup jelas.
Pasal 1E Cukup jelas.
Angka 2 Pasal 12A Cukup jelas.
Angka 3 Pasal 13A Cukup jelas.
Pasal 13B Cukup jelas.
Angka 4 Pasal 14 Cukup jelas.
Angka 5 Pasal 15 Cukup jelas.
Angka 6 Pasal 16 Cukup jelas.
12 / 15
www.hukumonline.com
Angka 7 Pasal 19 Cukup jelas.
Angka 8 Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor ..... Tahun.... tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor .......Tahun ...... tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Angka 9 Pasal 21 Cukup jelas.
Angka 10 Pasal 22 Cukup jelas.
Angka 11 Pasal 28 Cukup jelas.
Angka 12 Pasal 29 Cukup jelas.
Angka 13 Pasal 31 13 / 15
www.hukumonline.com
Cukup jelas.
Angka 14 Pasal 40 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "pendidikan menengah" adalah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk pendidikan menengah lainnya. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Angka 15 Pasal 46 Cukup jelas.
Angka 16 Pasal 47 Cukup jelas.
Angka 17 Pasal 52A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. 14 / 15
www.hukumonline.com
Ayat (3) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Angka 18 Pasal 53 Cukup jelas.
Angka 19 Pasal 70A Cukup jelas.
Pasal II Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR.....
15 / 15