BAB II PENENTUAN KRIMINALISASI TERHADAP LEMBAGA PENYIARAN DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN A. Karakteristik dan Prinsip Penyiaran di Indonesia Guna mencapai keberhasilan penyelenggaraan penyiaran yang sesuai dengan haluan dasar penyiaran, UU Penyiaran telah menetapkan 4 (empat) karakteristik dalam penyiaran yang diberlakukan di Indonesia, yakni:85 Pertama, penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional. Kedua, dalam sistem penyiaran nasional tersebut, negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketiga, dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal. Adil dan terpadu yang dimaksud di sini dengan demikian adalah pencerminan adanya keseimbangan informasi antardaerah serta antara daerah
85
Asas penyiaran adalah, Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Tujuan penyiaran adalah, Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Sedangkan fungsi penyiaran yakni: Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Dalam menjalankan fungsi tersebut, penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara
dan pusat. Keempat, untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran.86 Prinsip dasar penyelenggaraan penyiaran berkaitan dengan prinsip-prinsip penjaminan dari negara agar aktivitas penyiaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran berdampak positif bagi publik. Dalam hal ini, publik harus memiliki akses yang memadai untuk dapat terlibat, memanfaatkan, mendapatkan perlindungan, serta mendapatkan keuntungan dari kegiatan penyiaran. Guna mencapai keberhasilan dari prinsip ini, juga dibutuhkan prinsip lain, yang secara melekat (embedded) menyokongnya, yakni prinsip diversity of ownership (keberagaman kepemilikan) dan diversity of content (keberagaman isi) dari lembaga penyiaran. Dengan kedua prinsip diversity ini diharapkan, negara dapat melakukan penjaminan terhadap publik melalui penciptaan iklim kompetitif antar lembaga penyiaran agar bersaing secara sehat dalam menyediakan pelayanan informasi yang terbaik kepada publik. Adapun prinsip-prinsip dimaksud sebagai berikut: 4. Prinsip keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan kontrol publik Prinsip ini membuka peluang akses bagi setiap warga negara untuk menggunakan dan mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional. Undangundang memberi hak, kewajiban dan tanggungjawab serta partisipasi masyarakat untuk mengembangkan penyiaran, seperti mengembangkan pribadi dan lingkungan 86
Lihat Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Lembaga
Penyiaran.
Universitas Sumatera Utara
sosialnya, mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi di lembaga penyiaran serta mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan untuk mengawasi dan melindungi publik dari isi siaran yang merugikan mereka. Berikut ini adalah ketentuan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2002 terkait dengan prinsip keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan kontrol publik yakni Pasal 1 ayat (8), yang berbunyi: Spektrum frekuensi adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas. Sedangkan Ayat (11) berbunyi tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antarwilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia internasional. Selanjutnya dalam rangka perlindungan dan kontrol publik penyiaran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran khususnya terhadap lembaga penyiaran diatur pada Pasal 21 ayat (1) yang berbunyi bahwa lembaga Penyiaran Komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani
kepentingan
komunitasnya.
Di
samping
itu
lembaga
penyiaran
berlangganan memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus
Universitas Sumatera Utara
kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau media informasi lainnya. Lembaga Penyiaran Berlangganan terdiri atas:87 b. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit;88 c. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel; dan lembaga Penyiaran Berlangganan melalui terestrial.89 2. Prinsip Diversity of ownership (keberagaman kepemilikan) Gelombang merupakan sumber daya alam dan bagian dari ranah publik, yang penggunaannya ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, utamanya berupa kebebasan untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Prinsip diversity of ownership ditujukan agar tidak terjadi konsentrasi kepemilikan modal (capital) dalam lembaga penyiaran, serta saat bersamaan diarahkan untuk mendorong adanya pelibatan modal dari masyarakat luas di Indonesia. Oleh karena itu prinsip diversity of ownership menjadi prinsip dasar yang harus dipegang teguh untuk menciptakan sistem persaingan yang sehat, mencegah terjadinya monopoli dan oligopoli, serta memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat luas. Berikut ini adalah ketentuan yang
87
Lihat, Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Republik Indonesia; b. memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia; c. memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia; d. menggunakan satelit yang mempunyai landing right di Indonesia; dan e. menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan. 89 Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel dan melalui terestrial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dan huruf c, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. memiliki jangkauan siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai dengan izin yang diberikan; dan b. menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan 88
Universitas Sumatera Utara
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 terkait dengan prinsip Diversity of ownership sebagai berikut:90 1. Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. 2. Kepemilikan
silang
antara
Lembaga
Penyiaran
Swasta
yang
menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi. 3. Pengaturan jumlah dan cakupan wilayah siaran lokal, regional, dan nasional, baik untuk jasa penyiaran radio maupun jasa penyiaran televisi, disusun oleh KPI bersama Pemerintah. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan kepemilikan dan penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pembatasan kepemilikan silang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
3. Prinsip Diversity of content (keberagaman isi) Prinsip ini masih terkait erat dengan prinsip diversity of ownership. Salah satu esensi dari demokrasi adalah adanya jaminan kebebasan bagi munculnya berbagai 90
lihat, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Universitas Sumatera Utara
ragam opini. Melalui prinsip diversity of content berarti menjamin keberagaman isi siaran, yang selaras dengan semangat dan eksistensi kultur bangsa Indonesia yang heterogen dan pluralis. Artinya, berbagai kelompok budaya, etnik, agama, ras dan golongan mempunyai posisi dan peluang yang sama dalam penyiaran. Berikut ini adalah ketentuan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2002 terkait dengan prinsip Diversity of content sebagai berikut:91 1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. 2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurangkurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri. 3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. 4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
91
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Universitas Sumatera Utara
B. Pengaruh Siaran Yang Disiarkan Oleh Lembaga Penyiaran Berlangganan 1. Pengaruh terhadap ekonomi nasional Sesuai dengan fungsi ekonominya, maka secara ekonomis kehadiran lembaga penyiaran dapat menggerakkan usaha dalam berbagai sektor seperti produksi, distribusi dan konsumsi jasa media massa.92 Hal yang demikian menyebabkan kemunculan siaran komersial ditangkap sebagai penggerak perputaran ekonomi yang cukup berarti. Dari segi permodalan, trilyunan rupiah telah dikucurkan dalam industri ini. Krisis ekonomi memang belum sepenuhnya pulih, akan tetapi jika melihat siaran iklan di layar kaca, siapa yang mengira bahwa negeri ini masih terlilit krisis ekonomi. Perputaran uang di dunia penyiaran sejak tahun 1995 hingga kini persentasenya tetap jauh di atas medium lainnya93. Dari catatan belanja iklan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), tahun 1996 televisi meraup 49,1 persen dari belanja iklan sebesar sekitar Rp 3,335 trilyun, yaitu sekitar Rp 1,638 trilyun. Jumlah itu terus meningkat pada tahun berikutnya, menjadi 53,2 persen dari belanja iklan (tahun 1996), 58,9 persen (tahun 1998), 62,5 persen (tahun 2000), dan tahun 2002 ini tercatat sebesar 60,3 persen atau senilai dengan Rp 8,083 trilyun.94 Angka pertumbuhan ini merupakan angka tertinggi di kawasan Asia Pasifik, diikuti Cina, Singapura, dan Thailand. Tapi meski secara persentase pertumbuhan iklan Indonesia paling tinggi, di 92
Steven H Chaffee, “The Interpersonal Context of Mass Communication” in Current Perspective in Mass Communication Reseach, ed by F Gerald Kline and Phillips J Tickenor, Sage Publication, 1972, hal. 14 93 Televisi, Tempat Favorit untuk Belanja Iklan,Kompas Cyber Media, 15 Desember 2002, diakses tanggal 23 Desember 2009 94 Ibid
Universitas Sumatera Utara
kawasan Asia Pasifik nilainya masih di bawah Cina (US$ 3,9 miliar), Korea Selatan (US$ 1,29 miliar), Australia (US$ 899 juta), dan Filipina (US$ 403 juta).95 Jumlah belanja iklan di Indonesia tahun 2005 diperkirakan sekitar Rp 25 triliun. Jumlah ini meningkat kira-kira 20 persen atau Rp 4 triliun dibandingkan dengan belanja iklan tahun 2004 yang berjumlah Rp 21 triliun.96 Begitu fantastisnya jumlah belanja iklan televisi di Indonesia disebabkan oleh jumlah televisi saat ini tersedia dilebih dari 30 juta rumah tangga, yang mewakili lebih dari dari 131 juta penduduk dan penetrasi televisi kurang lebih 61%,
97
sehingga
Indonesia tetap merupakan pangsa terbesar ketiga dalam dalam hal rumah tangga bertelevisi khususnya layanan siaran berlangganan sesudah Cina dan India.98. Begitu besarnya potensi bisnis penyiaran di Indonesia telah mengundang minat investor
asing
untuk
melakukan
investasi
pada
perusahaan
penyiaran
berlangganan baik yang hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan maupun yang bertujuan untuk memperluas imperium bisnis penyiarannya. 2. Pengaruh terhadap pembentukan opini Siaran merupakan salah satu bentuk media massa diantara lima jenis media masa yang dikenal sebagai "The big five of mass media" yaitu televisi, film, radio, majalah dan koran dengan fungsi komunikasi yang saling melengkapi yaitu Social
95
Ucok Ritonga, Belanja Iklan Indonesia Tumbuh 34 Persen, Tempo Interaktif.com, 27 November 2002, diakses tanggal 23 Desember 2009 96 Jumlah Belanja Iklan Sekitar Rp 25 Triliun,Kompas Cyber Media,17 Januari 2005, diakses tanggal 22 Desember 2009 97 PT. Surya Citra Media, Prospektus Penawaran Umum, 2002, hlm. 67 98 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Function dan Individual Function.99 Kekuatan siaran dalam mempengaruhi publik cukup besar karena selain dapat menyampaikan pesan yang sama kepada banyak orang dalam waktu yang bersamaan,100 kekuatan penyiaran tersebut berasal dari lima fungsi media yang menurut Thomas R Dye adalah: newsmaking, agenda setting, interpreting, socializing, and persuading. Uraian mengenai lima fungsi media siaran tersebut adalah sebagai berikut: 101 1) Newsmaking. Dalam membuat berita, siaran menentukan apa yang akan diberitakan, hal ini menyangkut kepentingan lembaga penyiaran terhadap suatu kejadian atau mengenai orang tertentu. Seorang jurnalis investigasi dapat merupakan ancaman bagi para politisi serta birokrat, terutama dalam investigasi untuk mengungkap adanya skandal atau terjadinya suatu ketidakefektifan dalam pelaksanaan kebijakan publik tertentu. Siaran juga menyediakan kesempatan kepada aktor-aktor politik “to gain the limelight through staging media events and providing sound bytes”. 2) Agenda Setting. Hal ini merupakan kekuatan yang sebenarnya dari siaran. Dalam melaporkan suatu berita atau informasi, siaran tidak hanya bersikap pasif. Siaran dapat memilih obyek yang akan diliput, sehingga dapat merancang suatu agenda politik tertentu. Dengan kata lain, ketidakpedulian lembaga penyiaran terhadap suatu pelaksanaan kebijakan pemerintah yang 99
Herry Kuswita, Dampak Isi Pesan Media Massa, Jurnal Teknodik, Edisi No.7/IV/Teknodik/Oktober/1999, diakses tanggal 23 Desember 2009 100 Lee Edwards, Media Politics: How the Mass Have Transformed Politics, (Washington: Catholic University of America Press, Wanshington, 2001), hal. 34 101 Thomas R Dye, Politics in America, 5th Edition, Prentice Hall Inc, 1995, hal. 155
Universitas Sumatera Utara
tidak efektif dapat membuat pemerintah meneruskan kebijaksanaan yang tidak efektif tersebut atau bahkan dapat terjadi hal-hal yang jauh lebih buruk. Dengan kekuatannya tersebut penyiaran dapat membuat isu-isu laten menjadi suatu hal yang krisis yang dapat membuat pemerintah terpaksa harus melakukan kompromi. 3) Interpreting. Siaran menterjemahkan berita eringkali dalam bentuk ceritacerita. Cerita-cerita tersebut seringkali mengenai sesuatu yang baik melawan kejahatan, atau pihak yang lemah melawan pihak yang kuat, hal-hal yang kontradiktif seperti perbedaan antara yang tampak dengan realita yang sebenarnya,
serta
kadang-kadang
memperlihatkan
suatu
“hypocrisy”
pemerintah. 4) Socializing. Yaitu pembelajaran mengenai nilai-nilai politis, hal ini dikomunikasikan tidak hanya dalam bentuk berita, namun bisa juga dalam bentuk hiburan, olah raga dan program-program iklan. Program-program tersebut meliputi pembelajaran mengenai bagaimana demoktrasi dapat berjalan, serta bagaimana kemenangan yang sah dapat dicapai dalam suatu proses pemungutan suara. 5) Persuading. Penyiaran kadangkala mencoba untuk mempengaruhi opini publik secara langsung. Hal ini berupa fitur-fitur editorial, propaganda politis
Universitas Sumatera Utara
dan bentuk lainnya (sebagai contoh, kadang-kadang dalam bentuk laporan dari hasil investigasi).102 Disisi lain Steven H. Chaffee, menyatakan bahwa siaran juga mempunyai pengaruh terhadap kegiatan fisik yaitu:103 1) Pengaruh ekonomis : Kehadiran lembaga penyiaran menggerakkan usaha dalam berbagai sektor seperti produksi, distribusi dan konsumsi jasa siaran. 2) Pengaruh sosial: Status pemilik lembaga penyiaran berlangganan secara tidak langsung meningkat dengan kepemilikan lembaga penyiaran. 3) Pengaruh pada penjadwalan kegiatan: Kegiatan sehari-hari khalayak dapat berubah dengan hadirnya lembaga penyiaran, misalnya jadwal tidur seseorang menjadi larut, karena ia selalu menonton tayangan televisi berlangganan. 4) Sebagai penyaluran perasaan tertentu: Tanpa mempersoalkan pesan yang disampaikan media massa, kita menonton televisi atau memutar gelombang radio, hanya untuk menghilangkan rasa kecewa, sedih, bosan atau perasaan lain. Menurut Skomis, dibandingkan dengan lembaga yang memanfaatkan frekuwensi tertentu, televisi sebagai sarana lembaga penyiaran berlangganan tampaknya mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar hidup (gerak/live) yang bisa bersifat politis, bisa, informatif,
102 103
Ibid, hal. 156 Steven H Chaffee, Op. cit, hal. 115.
Universitas Sumatera Utara
hiburan, pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut.104 Sebagai media
informasi, televisi memiliki kekuatan yang ampuh (powerful) untuk
menyampaikan pesan. Karena media ini dapat menghadirkan pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri dengan jangkauan yang luas (broadcast) dalam waktu yang bersamaan.105 Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan. Televisi dapat pula berfungsi sebagai media pendidikan. Pesan-pesan edukatif baik dalam aspek kognetif, apektif, ataupun psiko-motor bisa dikemas dalam bentuk program televisi. Secara lebih khusus televisi dapat dirancang/dimanfaat-kan sebagai media pembelajaran. Memang kekuatan televisi menurut Kathleen Hall Jamieson sebagai dramatisasi dan sensasionalisasi isi pesan. Begitu pula menurut pakar komunikasi Jalaluddin Rakhmat (1991), gambaran dunia dalam televisi sebetulnya gambaran dunia yang sudah diolah. Besarnya potensi media televisi terhadap perubahan masyarakat menimbulkan pro dan kotra. Pandangan pro melihat televisi merupakan wahana pendidikan dan sosialisasi nilai-nilai positif masyatrakat. Sebaliknya pandangan kontra melihat televisi sebagai ancaman yang dapat merusak moral dan perilaku desktruktif lainnya. Secara umum kontraversial tersebut dapat digolongkan dalam tiga katagori, yaitu pertama, tayangan televisi dapat mengancam tatanan nilai masyarakat yang telah ada, kedua televisi dapat menguatkan tatanan nilai yang
104
Oos M. Aswas, Antara Televisi, Anak, dan Keluarga (Sebuah Analisis), Pustekom,
www.pustekkom.go.id, diakses tanggal 24 Desember 2009 105
Ibid
Universitas Sumatera Utara
telah ada, dan ketiga televisi dapat membentuk tatanan nilai baru masyarakat termasuk lingkungan anak.106 Siaran televisi adalah media komunikasi, sedangkan komunikasi adalah suatu bisnis yang besar. Sebagai layaknya setiap bisnis motivasi dan kebutuhannya adalah untuk mendapatkan keuntungan, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.107 Sehingga dalam kaitan dengan kepemilikan media massa termasuk televisi, menurut Andrew Ó Baoill perbedaan struktur kepemilikan suatu media massa dapat menimbulkan perbedaan tujuan, maksud dan hal lainnya sehingga dapat menyebabkan perbedaan dalam konstruksi dan isi dari media karena pemilik media massa dapat saja mempengaruhi batasanbatasan informasi yang akan disampaikan oleh media miliknya tersebut.
C. Penentuan Tindak Pidana Penyiaran di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Usaha untuk mengendalikan dan menanggulangi tindak pidana di bidang penyiaran khususnya terhadap lembaga penyiaran adalah menentukan suatu perbuatan sebagai suatu tindak pidana (kriminalisasi) secara sederhana dengan melihat apakah ada kerugian bagi korban (masyarakat/Negara) atau tidak. Hal ini sesuai dengan tujuan penyiaran di Indonesia adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan berctakwa, 106
Ibid Cross, Donna Woolfolk, Media-speak, How Television Makes Up Your Mind, (New York: New Amercian Library, 1983), hal. 144 107
Universitas Sumatera Utara
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Secara langsung kegiatan penyiaran tidak merugikan orang tertentu atau perusahaan tertentu. Tidak seperti perampokan, pencurian atau pembunuhan yang ada korbannya. Guna terciptanya proses penyiaran yang sesuai dengan tujuan penyiaran berdaya guna tentunya memerlukan serangkainan upaya melalui pendekatan sistem hukum, salah satu upaya adalah menerapkan beberapa kebijakan kriminal yang mengkriminalisasi perbuatanperbuatan yang menyangkut lembaga penyiaran dan isi siaran sebagai tindak pidana dengan membuat peraturan pidana yang berisikan sanksi bagi pelaku kejahatan .
108
Penentuan terhadap tindak pidana penyiaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran diarahkan pada beberapa jenis lembaga penyiaran antara lain:109 1. Lembaga Penyiaran Publik adalah berbentuk badan hukum, didirikan oleh negara terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibu kota negara RI dan didaerah provinsi, kabupaten, atau kota dengan mendirikan lembaga penyiaran publik lokal. Adapun sumber pembiayaannya berasal dari iuran penyiaran, APBN, sumbangan masyarakat, siaran iklan dan usaha lainnya. 108
Barda Nawawi Arief, Op.cit, hal.26 bahwa Menurut Barda Nawawi Arief, usaha untuk membuat peraturan pidana yang baik pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal. Dengan kata lain jika dilihat dari sudut pandang politik kriminal, akan terlihat bahwa politik hukum pidana identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.” 109 http://www.yahoo.co.id, lembaga penyiaran, diakses tanggal 31 Desember 2009
Universitas Sumatera Utara
2. Lembaga Penyiaran Swasta adalah berbentuk badan hukum Indonesia, bersifat komersial, kepengurusan tidak boleh dilaksanakan oleh warga asing kecuali untuk bidang keuangan dan teknik. Dalam rangka penambahan dan pengembangan modal usaha, lembaga penyiaran swasta hanya diperbolehkan menerima sebanyak 20% bagi masuknya modal asing. Undang-undang membatasi pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 membatasi pula kepemilikan silang lembaga penyiaran swasta. Untuk jasa penyiaran radio/televisi pengaturan jumlah dan cakupan wilayah siaran lokal, regional dan nasional, disusun oleh KPI dan Pemerintah. Lembaga Penyiaran Swasta sumber pembiayaannya berasal dari siaran iklan dan atau usaha lain yang sah. Lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran radio/televisi, masing-masing hanya dapat menyelenggarakan satu siaran dengan saluran siaran pada satu saluran siaran pada satu cakupan wilayah siaran. 3.
Lembaga Penyiaran Komunitas, berbentuk badan hukum Indonesia, tidak bersifat komersial, didirikan oleh komunitas tertentu, memiliki daya pancar yang rendah, jangkauannya terbatas dan hanya untuk melayani komunitasnya. Lembaga ini dilarang menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana operasional dari pihak asing, serta dilarang melakukan siaran iklan.
4. Lembaga Penyiaran Berlangganan, berbentuk badan hukum Indonesia, bidang kegiatan usaha berupa jasa penyiara berlangganan setelah memperoleh izin, baik melalui radio, televisi, multimedia atau media informasi lainnya. Pelaksanaannya
Universitas Sumatera Utara
dapat melalui satelit, kabel atau terestial. Sumber pembiayaan berasal dari iuran berlangganan dan usaha lainnya yang sah. Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah mengklasifikasi perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana dalam rangka penanggulangan kejahatan yang menyangkut tentang lembaga penyiaran maupun isi siaran. Menurut Sudarto bahwa kriminalisasi merupakan pelaksanaan dari politik hukum pidana yang berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Selain itu juga, usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum pidana. Oleh karena itu sering juga dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan juga bagian dari kebijakan penegakan hukum (Law Enforcement Policy).110 Oleh karena itu, setiap masyarakat yang terorganisir memiliki sistem hukum pidana yang terdiri dari:111 2. Peraturan-peraturan hukum pidana dan sanksinya; 3. Suatu prosedur hukum; 4. Suatu mekanisme pelaksanaan (pidana).
110 111
Ibid, hal.27-28. Ibid, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
Membuat peraturan pidana yang baik tentunya terdapat dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan:112 1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan 2. Sanksi apa yang sebaliknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. Analisis terhadap masalah sentral kebijakan criminal dengan sarana penal tidak terlepas dengan kebijakan social atau kebijakan pembangunan nasional, sehingga masalah sentral tersebut harus diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan social-politik yang telah ditetapkan dan harus pula dilakukan dengan pendekatan kebijakan yang integral yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach). Disamping kebijakan hukum pidana dan politik kriminal maka fungsionalisasi hukum pidana memegang peranan penting dalam suatu penegakan hukum, Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa fungsionalisasi hukum pidana dapat berfungsi, beropersi atau berkerja dan terwujud secara nyata. Fungsionalisasi hukum pidana identik dengan operasionalisasi atau konkretisasi hukum pidana, yang hakikatnya sama dengan penegakan hukum113 Kebijakan kriminal atau politik kriminal adalah suatu kebijakan atau usaha yang rasional dari masyarakat dan negara untuk menanggulangi masalah kejahatan, khususnya penanggulangan kejahatan yang berkaitan dengan penyiaran Kebijakan hukum pidana juga merupakan bagian dari kebijakan kriminal yang dapat
112 113
Ibid, hal. 29 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.cit, hal.157.
Universitas Sumatera Utara
diterjemahkan
sebagai
suatu
kebijakan
penanggulangan
kejahatan
dengan
menggunakan hukum pidana. Kriminalisasi ini merupakan salah satu masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan pendekatan kebijakan penal, artinya upaya penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan hukum pidana yang meliputi perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaliknya dikenakan kepada si pelaku. Tujuan kriminalisai tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan tujuan kebijakan kriminal yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Kriminalisasi disebabkan juga oleh karena adanya keharusan dari asas legalitas yang antara lain bahwa suatu perbuatan yang menimbulkan permasalahan masyarakat itu harus dirumuskan terlebih dahulu untuk menjamin kepastian hukum. Artinya untuk melakukan kriminalisasi harus terlebih dahulu mempelajari hakikat perbuatan tersebut sebagai suatu perbuatan yang lebih konkrit yang sangat erat kaitannya dengan faktor yang ada dalam masyarakat. Berkaitan dengan itu terdapat syarat kriminalisai yang harus didahalui oleh pertimbanganpertimbangan:114 1. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional; 2. Penggunaan hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat. 3. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki karena perbuatan mendatangkan kerugian bagi masyarakat; 114
Soedarto, Hukum Pidana, Op-cit, hal. 160
Universitas Sumatera Utara
4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan hasil (cost and benefit principle). Dari pertimbangan tersebut diatas maka syarat kriminalisasi pada umumnya meliputi:115 a. Adanya korban; b. Kriminalisasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan; c. Harus berdasarkan asas ratio principle; dan d. Adanya kesepakatan social (public support) Berdasarkan upaya penanggulangan melalui pendekatan kebijakan kriminal di dalam sistem hukum pidana dengan meliputi beberapa syarat kriminalisasi maka penentuan tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
diklasifikasi menyangkut isi siaran dan lembaga penyiaran sebagai
berikut: 1. Tindak Pidana Menyangkut Isi Siaran di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran a. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa “dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 Tujuh tahun atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) : (1). barangsiapa denga sengaja menyiarkan melalui radio, televisi atau media elektronik lainnya hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan,
115
Muladi, Pembaharuan Hukum Pidana Yang Berkualitas Indonesia, (Semarang: Makalah Dalam Rangka HUT FH UNDIP, tanggal 11 Januari 1988), hal. 22-23
Universitas Sumatera Utara
dan/atau bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa, atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, sabagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9); atau (2). barangsiapa denga sengaja menyiarakan rekaman musik dan lagu-lagu dengan lirik yang mengungkapkan pornografi dan hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkanmartabat manusia dan budaya bangsa atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa sebagimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b”. b. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa “ barangsiapa dengan sengaja menyiarkan hal-hal yang bersifat sadisme, pornografi, dan/atau bersifat perjudian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (7), dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”. Selanjutnya Pasal 66 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 bahwa “barangsiapa dengan sengaja menyelenggarakan penyiaran tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Universitas Sumatera Utara
2. Tindak Pidana Menyangkut Lembaga Penyiaran Yang Menyelenggarakan Penyiaran Tanpa Izin Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran a. Pasal 67 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang menyatakan bahwa “ barangsiapa dengan sengaja mendirikan lembaga penyiaran asing di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama (10) tahun atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Pasal 68 menyatakan bahwa: (1). Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) : (a). barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, jo. Pasal 21; (b). barangsiapa denga sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 20 huruf c, jo. Pasal 21. (2). Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) :
Universitas Sumatera Utara
(a). barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui pemancaran telestrial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, jo. Pasal 21; (b). barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran yang khusus untuk disalurkan ke saluran radio atau televisi berlangganan atau ke penyelenggara penyiaran untuk menjadi bagian dari siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, jo. Pasal 21; (c). barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyalurkan siaran melalui satelit denga 1 (satu) saluran atau lebih, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 huruf f, jo. Pasal 21; (d). barangsiapa denga sengaja tanpa izin menyalurkan siaran dalam lingkungan terbatas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g, jo. Pasal 21; (e). barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa audiovisual berdasarkan permintaan, sebgaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h, jo. Pasal 21;
Universitas Sumatera Utara
(f). barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi multimedia, sebagJaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf k, jo. Pasal 21. (3). Dipidana dengan dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) : a. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa audiovisual secara terbatas di lingkungan terbuka, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e, jo. Pasal 21; b. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi suara dengan teks, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf i, jo. Pasal 21; c. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi gambar dengan teks, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf j, jo. Pasal 21. (4). Ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f, jo. Pasal 20, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Universitas Sumatera Utara
b. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyatakan bahwa: ”barangsiapa dengan sengaja memindahtangankan izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. Pasal 70 menyatakan ”barangsiapa tanpa izin melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dan/atau kegiatan jurnalistik asing di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan
paling
lama
1
(satu)
tahun
dan/atau
denda
paling
banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. Pasal 71 bahwa ”barangsiapa tanpa izin melakukan kerja sama pemancaran siaran dengan lembaga penyiaran asing di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua raus juta rupiah)”. Pasal 72 bahwa ”barang siapa tanpa izin menggunakan perangkat khusus penerima siaran untuk tujuan komersial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. c. Pasal 73 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang menyatakan bahwa ”barangsiapa menyiarakan iklan niaga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. Pasal 74 menyatakan ”barangsiapa menyiarakan iklan niaga, sebagaimana dimaksud
Universitas Sumatera Utara
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, dipidana dengan pidana kurungan
paling
lama
9
(senbilan)
bulan
atau
denda
paling
banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
D. Ketentuan Isi Siaran dan Lembaga Penyiaran di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Dalam kegiatan penyiaran diperlukan apa yang dinamakan dengan siaran. Siaran116 diartikan sebagai pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima. Isi siaran harus sesuai dengan asas, fungsi, tujuan dan arah penyiaran sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 32 sehingga harus: (a) mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. (b) memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri, (c) memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat (d) dijaga netralitasnya sehingga tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Isi siaran dilarang: (a) bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong, (b) menonjolkan unsur kekerasan, cabul, 116
perjudian,
penyalahgunaan
narkotika
dan
obat
terlarang;
atau
Lihat Pasal 1 ayat (1) UU No. 32 tahun 2002
Universitas Sumatera Utara
mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan, (c) memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. Siaran televisi dapat terbagi menjadi tiga bagian besar berdasarkan jenisnya yaitu: 1) Siaran informasi (berita) 2) Siaran hiburan (entertainment) 3) Siaran iklan Siaran informasi117 dibagi menjadi menjadi dua jenis yaitu berita keras (hard news) yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan dan berita lunak (soft news) yang merupakan kombinasi dari fakta, gossip dan opini. Infotainment118 juga merupakan salah satu bentuk program berita merupakan hard news. Soft news adalah segala informasi yang penting dan menarik untuk disampaikan secara mendalam (indepth), stasiun televisi menggunakan berbagai istilah untuk jenis berita ini misalnya news magazine, current affair dan lain-lain. Soft news ini dapat berbentuk perbincangan (talk show) ataupun laporan-laporan khusus (documentary) seperti perkembangan tren atau gaya hidup. Kedua jenis siaran ini memberikan banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton terhadap sesuatu hal.119 Terhadap siaran berita ini selain berlaku ketentuan Undang-Undang
117
Program informasi tidak hanya berupa presenter atau penyiar membacakan berita tetapi segala bentuk penyajian informasi termasuk juga talk show (perbincangan), misalnya dengan artis, orang terkenal atau siapa saja. 118 Yang berasal dari dua kata yaitu information dan entertainment 119 Ibid, hlm 102
Universitas Sumatera Utara
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran juga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Siaran hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk dan terbagi atas tiga kelompok besar yaitu musik120, drama, permainan (game show) dan pertunjukan. Siaran televisi yang termasuk dalam katagori drama adalah film dan sinetron, dan terhadap siaran ini selain berlaku ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran juga tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman khususnya tentang aturan mengenai film yang dapat disiarkan melalui media televisi. Termasuk dalam permainan adalah quiz show121, ketangkasan dan reality show. Terdapat beberapa bentuk reality show yaitu: hidden camera atau kamera tersembunyi122, competition show123, relation show124, fly on the wal
125
dan program
mistik. Pertunjukan adalah siaran yang menampilkan satu atau banyak pemain yang berada diatas panggung yang menunjukan kemampuannya kepada sejumlah orang atau hanya kepada audien televisi. Terhadap siaran hiburan ini berlaku ketentuan hak siar yaitu hak untuk menyiarkan program atau acara tertentu yang diperoleh secara 120
Program musik dapat dalam bentuk videoklip atau konser. Merupakan bentuk program permainan yang paling sederhana dimana sejumlah peserta saling bersaing untuk menjawab sejumlah pertanyaan. 122 Merupakan program yang paling realistis yang menunjukan situasi yang dihadapi seseorang secara apa adanya. 123 Program ini melibatkan beberapa orang yang bersaing dalam kompetisi yang berlangsung selama beberapa hari atau minggu untuk memenangkan perlombaan, game atau pertanyaan. Setiap peserta akan tersingkir satu persatu melalui pemungutan suara (voting) baik oleh peserta maupun audien. Pemenangnya adalah peserta yang paling akhir bertahan. 124 Seorang kontestan harus memilih satu orang dari sejumlah orang yang berminat menjadi pasangannya. 125 Program yang memperlihatkan kehidupan sehari-hari dari seseorang (biasanya terkenal) mulai kegiatan pribadi hingga aktivitas profesionalnya. 121
Universitas Sumatera Utara
sah dari pemilik hak cipta atau penciptanya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Siaran iklan adalah informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. Siaran iklan terbagi menjadi siaran iklan niaga126 dan siaran iklan layanan masyarakat127. Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri128dan harus sesuai dengan kode etik periklanan yang diterbitkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I). Dengan demikian berkaitan dengan siaran ini selain berlaku ketentuan undangundang penyiaran juga belaku dengan berbagai ketentuan hukum yang berhubungan dengan isi siaran seperti undang-undang pers, undang-undang perfilman, undangundang hak cipta, kode etik jurnalistik, dan kode etik periklanan. Penyelenggara penyiaran sebagaimana yang dimaksud oleh UU Nomor 32 Tahun 2002 adalah129
126
Pasal 1 ayat 6 UU No. 32 tahun 2002 : Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan. 127 Pasal 1 ayat 7 UU No. 32 tahun 2002 :Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut. 128 Yang dimaksud dengan sumber daya dalam negeri adalah pemeran dan latar belakang produk iklan, bersumber dari dalam negeri 129 Lihat Pasal 1 ayat 9 UU No. 32 tahun 2002
Universitas Sumatera Utara
lembaga penyiaran, yaitu media komunikasi massa130 yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial. Lembaga penyiaran terdiri dari lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran komunitas, lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran berlangganan. Lembaga penyiaran publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat, saat ini yang merupakan lembaga penyiaran publik adalah Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia. Lembaga penyiaran komunitas adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, tidak komersial, daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta ditujukan untuk melayani kepentingan komunitasnya. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, dengan bidang usaha hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi. Sementara lembaga penyiaran berlangganan adalah lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang
130
Media komunikasi massa dikenal dengan nama media massa terdiri dari 2 bahasa yaitu media dan massa. Media berarti alat atau sarana, sedangkan massa adalah masyarakat yang heterogen dan saling bergantung. Ketergantungan antar massa menjadi penyebab lahirnya media yang mampu menyalurkan hasrat, gagasan dan kepentingan masing-masing agar diketahui orang lain. Sam Abede Poreno, Media Massa antara Realitas dan Mimpi, (Surabaya: Papyrus, 2005), hal 7
Universitas Sumatera Utara
bidang usahanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan, dan terdiri dari: a) lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit, b) lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel, dan 3) lembaga penyiaran berlangganan melalui terestrial. Selain menggunakan istilah lembaga penyiaran, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran juga menggunakan istilah stasiun penyiaran.131 Head Sterling mendefinisikan stasiun penyiaran sebagai: an entity (individual, partnership, corporation, or non-federal governmental authority) that is licensed by the federal government to organize and schedule program for specific community in accordance with an approved plan and to transmit them over designated radio facilities in accordance with specific standards.132 Definisi ini memberikan pengertian yang menunjukan unsur elemen stasiun penyiaran yang mencakup atau meliputi: kepemilikan perijinan, fungsi, kegiatan menyiarkan, bahkan audien yang dituju.
131
Pasal 31 UU Nomor 32 Tahun 2002. Sydney W Head, Christopher H Sterling, Broadcasting In America; A Survey of Television, Radio and New Technologies, 4th Edition, (Boston: Houghton Mifflin Company, 1982), hal. 23 132
Universitas Sumatera Utara