PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN YURIDIS PEROLEHAN HAK PEMAKAIAN TEMPAT USAHA MELALUIPERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK PEMAKAIAN TEMPAT USAHA ANTARA PEDAGANG DENGAN BANK DI PASAR PERUSAHAAN DAERAH PASAR JAYA
Disusun Oleh: PUTU KRISNA ADI PERDANA NIM : E. 0004035
Disetujui untuk dipertahankan Dosen Pembimbing
TUHANA, S.H, M.Si NIP. 132 162 557
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena kebaikan dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul ”KAJIAN YURIDIS PEROLEHAN HAK PEMAKAIAN TEMPAT USAHA MELALUI PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK PEMAKAIAN TEMPAT USAHA ANTARA PEDAGANG DENGAN BANK DI PASAR PERUSAHAAN DAERAH PASAR JAYA” yang diajukan sebagai syarat tugas akhir dalam menempuh gelar Sarjana Hukum (SH) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS). Dengan segala keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis dalam menyusun penulisan hukum (skripsi) ini selain bahan-bahan yang erat kaitannya dengan penyusunan skripsi ini, tidak luput pula dengan adanya bimbingan, dorongan serta doa dari berbagai pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Moh Yamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Tuhana, S.H, M.Si, selaku Pembimbing penulisan hukum (skripsi) Penulis yang telah banyak membantu memberikan pengarahan, bimbingan, serat saran dari awal hingga akhir penulisan hukum ini 3. Bu Ambar Budhi S., S.H., M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang juga telah banyak membantu dalam penulisan hukum (skripsi) ini. 4. Bapak Bambang Joko S, S.H, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta jajaran staf Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu, membimbing Penulis dan membantu kelancaran sehingga dapat menjadi bekal bagi Penulis dalam penulisan hukum ini dan semoga dapat Penulis amalkan dalam kehidupan masa depan penulis.
vi
6. Bapak Wayan Dharma Jaya, S.H., M.H, selaku Manager Area Pasar Jaya cabang Pasar Rumput dan seluruh karyawan Perusahaan Daerah Pasar Jaya yang telah membantu selama penelitian dan penulisan hukum (skripsi) berlangsung. 7. Bapak Wayan Dharma Jaya dan keluargaku tercinta (mama, Ari adikku), terima kasih atas kasih sayang, perhatian, dukungan, semangat dan doa yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini .Terima kasih telah sabar menunggu dan memberikan semangat dan keceriaan serta membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 8. Ayusitta Damayanti, S.H. beserta keluarga, terima kasih telah memberikan semangat, dukungan, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) dan terima kasih karena telah menemani dalam suka duka penulis sehingga akhiraya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi). 9. Sahabat-sahabatku yang terindah dalam hidupku 10. Rekan-rekan angkatan 2004 tak terkecuali, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala dukungan dan motivasinya. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya bagi penulis.
Akhir kata mengingat banyaknya bantuan yang telah penulis terima dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,, sekali lagi, penulis mengucapkan terima kasih banyak, semoga Allah membalas semua kebaikan kalian semua yang telah diberikan kepada penulis.
Surakarta, 11 April 2009 Penulis
PUTU KRISNA ADI vii
ABSTRAK PUTU KRISNA ADI PERDANA, E. 0004035, ”KAJIAN YURIDIS PEROLEHAN HAK PEMAKAIAN TEMPAT USAHA MELALUI PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK PEMAKAIAN TEMPAT USAHA ANTARA PEDAGANG DENGAN BANK DI PASAR PERUSAHAAN DAERAH PASAR JAYA” Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tahun 2009. Penelitian dalam penulisan hukum (skripsi) ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha di Perusahaan Daerah Pasar Jaya, hambatan yang dihadapi dan penyelesaiannya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini merupakan penelitian hukum empirik yang bersifat deskriptif, data penelitian meliputi data primer dan data sekunder, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah studi lapangan dan studi dokumen, teknik analisis data ini dilakukan dengan teknik analisis data yang kualitatif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh dua kesimpulan, yaitu pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha dimulai dengan membuat Perjanjian Kerjasama antara Perusahaan Daerah Pasar Jaya, pedagang, bank. Mengajukan syarat-syarat sesuai dengan perjanjian kerjasama kepada bank, Bank meneliti kelengkapan untuk selanjutnya dibuatkan perjanjian kredit,Kreditur memperoleh Nota Realisasikredit dengan nilai 80% dari harga penjualan Hak Pemakaian Tempat Usaha dengan syarat 20% dari harga penjualan telah dilunasi, penyerahan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha sebagai Agunan paling lambat 30 hari setelah pencairan kredit, pengembalian kredit oleh pedagang kepada bank, Hambatan yang dihadapi adalah bagaimana pemenuhan pengembalian kredit apabila debitur meninggal dunia, Barang yang menjadi objek perjanjian musnah karena Force Majure , Debitur melakukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku yang mengakibatkan hilangnya Hak Pemakaian Tempat Usaha, terjadi kredit macet. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut adalah mengharuskan calon kreditur untuk memiliki asuransi jiwa kreditur, mengkoordinasikan dengan pihak Perusahaan Daerah Pasar Jaya untuk mengasuransikan bangunan yang menjadi objek perjanjian kredit, meminta ke aktifan Perusahaan Daerah Pasar Jaya untuk turut serta bertanggung jawab dalam hal terjadinya kredit macet dan pelanggaran berat yang mengakibatkan kreditur kehilangan Hak Pemakaian Tempat Usaha sehingga pengembalian kredit dapat berjalan lancar. Implikasi teoritis penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha harus selalu berpedoman pada Peraturan Daerah Khusus Ibukota (OKI) Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 Tentang Pengurusan Pasar dan Keputusan Direksi Perusahan Daerah (PD) Pasar Jaya Nomor: 450 Tahun 2003 dan ketentuan perbankan dan pelaksanaanya harus berpedoman pada perjanjian pokok. Implikasi praktis dari penelitian dan penulisan hukum (skripsi) ini adalah menjadi rujukan bagi pihak yang melaksanakan perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian viii
Tempat Usaha agar memahami prosedur dan pelaksanaan perjanjian kredit baik dan benar supaya dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
PERSEMBAHAN
iv
KATAPENGANTAR
vi
ABSTRAK
viii
DAFTAR ISI
xi
BAB I
BAB II
:
:
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Perumusan Masalah
5
C. TujuanPenelitian
5
1. Tujuan Obyektif
5
2. Tujuan Subyektif
5
D. Manfaat Penelitian
6
1. Manfaat Teoritis
6
2. Manfaat Praktis
6
E. Metode Penelitian
6
1. Jenis Penelitian & Sifat Penelitian
7
2. Jenis Data
8
3. Sumber Data
9
4. Teknik Pengumpulan Data
9
5. Teknik Analisis Data
10
F. Sistematika Penulisan Hukum (skripsi)
11
TINJAUAN PUSTAKA
13
A. Kerangka Teoritis
13
1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
13
2. Tinjauaan Umum Tentang Kredit
24
3. Tinjauan Umum Tentang Jaminan
30
4. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi
31
ix
5.
Tinjauan Umum Tentang Pasar, Hak
pemakaian Tempat Usaha Pemakai Tempat Usaha 42
BAB III :
B. KerangkaPemikiran
44
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
48
A. Deskripsi
Umum
Perusahaan
Daerah
(PD)
Pasar Jaya
48
1. Sejarah dan Dasar Hukum Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya 2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
48 52
B. Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha di Pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya C.
59
Hambatan yang Timbul Dalam Pelaksanaa Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha di Pasar Perusahaan Daerah Pasar Jaya
BAB IV :
PENUTUP
98
A. Kesimpulan
98
B. Saran
100
DAFTARPUSTAKA LAMPIRAN
85
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah, namun bukan merupakan suatu jaminan bahwa suatu negara yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah berarti masyarakatnya makmur dan sejahtera. Seperti yang tertulis di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat Indonesia merupakan tujuan luhur bangsa Indonesia. Menyadari akan pentingnya pengelolaan sumber daya alam terutama terkait dengan kegunaan serta manfaatnya bagi kemakmuran bangsa Indonesia maka pemerintah menggunakan Pasal 33 UUD 1945 amandemen ke-4 sebagai landasan
konstitusional
perekonomian
bangsa,
sehingga
dalam
hal
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dapat semaksimal dan seefektif mungkin berguna bagi kemakmuran rakyat, yang dinyatakan bahwa: ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dalam rangka pemerataan pembangunan dengan tidak mengurangi pengawasan dari pemerintah pusat maka pemerintah membuat suatu sistem pengelolaan terpadu dan terstruktur dengan jelas yaitu dengan pembentukan perusahaan daerah. Atas dasar landasan konstitusional yang tdah diatur dalam Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945 maka terbit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Secara keseluruhan pada intinya Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1962 mengatur perusahaan daerah, dengan salah satu isinya meliputi pengertian Perusahaan Daerah, Perusahaan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1962 adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggarakan
kemanfaatan umum dan memupuk pendapatan. Menurut Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah disebutkan bahwa: ”Perusahaan Daerah bergerak dalam bidang usaha yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut peraturan yang mengatur tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah”. ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di daerah yang bersangkutan diusahakan oleh Perusahaan Daerah yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.” Dalam rangka menjalankan fungsi dan tugasnya serta agar memenuhi asas kemanfaatan umum seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah maka merupakan suatu tuntutan bahwa perusahaan daerah harus memprotek segala urusan rumah tangganya dengan hukum yang berlaku agar dapat memberikan kepastian hukum. Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (OKI) Jakarta didirikan dengan maksud dan tujuan untuk melakukan pengurusan pasar dan fasilitas perpasaran lainnya dalam rangka pengembangan perekonomian daerah serta menunjang Anggaran Daerah dan pertumbuhan ekonomi nasional (Pasal 5 Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: 12 Tahun 1999). Perusahaan Daerah Pasar Jaya merupakan perusahaan daerah yang seluruh modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, maka dalam hal pengelolaan kekayaan milik daerah yang terdapat di pasar-pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya berlaku ketentuan Menteri Dalam Negeri Nomor; 153 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah yang dipisahkan Jo Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (OKI) Jakarta Nomor; 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah. Barang yang dipisahkan diartikan sebagi barang milik daerah baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang dikelola oleh badan usaha milik daerah.
Tanah dan bangunan pasar milik Perusahaan Daerah Pasar Jaya merapakan kekayaan daerah yang dipisahkan dimana pengurusannya diserahkan untuk dikelola berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor; 6 Tahun 1992 tertanggal 21 Juli 1992 tentang Pengurusan Pasar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor; 6 Tahun 1992 disebutkan bahwa untuk dapat menggunakan tempat-tempat usaha harus mendapatkan ijin pemakaian tempat usaha secara tertulis dari Gubernur Kepala Daerah agar pemakaian tempat mempunyai hak memakai tempat di pasar (Pasal 1 huruf 9). Menurut Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun 1992 juga disebutkan bahwa Pemakai Tempat Usaha adalah orang atau badan hukum yang berdasarkan izin penghunian tempat mempunyai hak memakai tempat di pasar untuk memperdagangkan barang dan jasa (Pasal 1 huruf e). Berdasarkan pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa untuk dapat dikatakan sebagai pemakai tempat usaha (pedagang) di pasar pasar Perusahaan Daerah Pasar Jaya haruslah terlebih dahulu memiliki ijin berupa kepemilikan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU). Pengertian Hak Pemakaian Tempat Usaha terdapat dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun 1992 menambahkan bahwa Hak Pemakaian Tempat Usaha di pasar ditetapkan oleh Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, untuk jangka waktu selama-lamanya 20 tahun. Untuk itu sebagai pelaksanaaan Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun 1992 Jo. Peraturan Daerah Nomor: 12 Tahun 1999 maka ditetapkan Keputusan Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Nomor; 450 Tahun 2003 tentang Hak Pemakaian Tempat Usaha dan Ketentuan Pemakaian Tempat Usaha di pasarpasar Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Hak pemakaian tempat usaha di pasar-pasar Perusahaan Daerah Pasar Jaya sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 merupakan suatu hak untuk memakai atas kebendaan berwujud dan tempat usaha pada bangunan pasar yang dapat dimiliki dan dialihkan serta dapat dijadikan jaminan kredit,
baik kredit modal kerja maupun kredit pemilikan Hak Pemakaian Tempat Usaha. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) dan (2) Keputusan Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Nomor 450 Tahun 2003, yaitu : ”Pemakaian tempat usaha dapat menjaminkan Hak Pemakaian Tempat Usahanya yang berupa sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha dan Surat Perjanjian Pemakaian Tempat Usaha untuk memperoleh kredit bank setelah terlebih dahulu mendapatkan ijin tertulis / referensi dan direksi atau pejabat yang ditunjuk.” Penggunaan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) sebagai jaminan dalam pemberian kredit oleh bank untuk mendapatkan kepemilikan hak pemakaian tempat usaha tentunya mengakibatkan adanya hubungan hukum baik antara Bank dengan Penjamin atau orang yang menjaminkan sertifikat. Adanya hubungan hukum antar para pihak maka timbullah hak dan kewajiban para pihak. Pada dasarnya penggunaan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha sebagai jaminan kredit dalam rangka untuk memberikan kemudahan bagi pedagang dalam hal pembayaran pelunasan sertifikat hak pemakaian tempat usaha itu sendiri. Dalam rangka untuk mengetahui dengan jelas mengenai Pengadaaan hak pemakaian tempat usaha terkait dalam hal pemilikan Hak Pemakaian Tempat Usaha dengan jaminan sertifikat hak pemakaian tempat usaha maka penyusun berniat untuk membuat penulisan hukum dengan judul ”KAJIAN YURIDIS
PEROLEHAN
HAK
PEMAKAIAN
TEMPAT
USAHA
MELALUI PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK PEMAKAIAN TEMPAT USAHA ANTARA PEDAGANG DENGAN BANK DI PASAR PERUSAHAAN DAERAH PASAR JAYA”.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana prosedur yang harus dilaksanakan untuk mendapatkan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha melalui perjanjian kredit dengan bank? 2. Bagaimana hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian kredit untuk memperoleh Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha dan solusinya? C. Tujuan Penelitian Suatu kegiatan penelitian sudah tentu mempunyai suatu tujuan yang jelas dan pasti sebagai sarana yang akan dicapai untuk pemecahan masalah yang dihadapi. maka berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan oleh penyusun, tujuan penelitian penulisan hukum ini adalah : 1. Tujuan Obyektif: a. Untuk meneliti lebih terperinci tentang prosedur yang harus dilaksanakan untuk mendapatkan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha melalui perjanjian kredit dengan bank. b. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjnajian kredit untuk memperoleh Sertifikat hak Pemakaian Tempat Usaha dan solusi yang diberikan dalam hal terjadinya hambatan berdasarkan aturan hukum yang berlaku. 2. Tujuan Subyektif: a. Untuk mengetahui segala sesuatu mengenai pelaksanaan perjanjian kredit dalam hal untuk memperoleh kepemilikan sertifikat hak pemakaian tempat usaha di pasar Perusahaan Daerah Pasar Jaya. b. Untuk melatih kemampuan dan ketrampilan penulis agar siap terjun di dalam masyarakat. c. Untuk menambah wawasan, pengalaman, pengetahuan penulis sebagai mahasiswa guna melengkapi persyaratan untuk mencapai dan meraih
gelar kesarjanaan (S-l) pada bidang Hukum di Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritisa. a. Dapat
digunakan
sebagai
sumbangan
karya
ilmiah
dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. b. Salah satu usaha memperbanyak wawasan dan pengalaman serta menambah pengetahuan tentang Hukum Perdata, Hukum Perjanjian dan khususnya Hukum Jaminan. c. Dapat bermanfaat dalam mengadakan penelitian yang sejenis berikutnya disamping itu sebagai pedoman penelitian yang lain. 2. Manfaat Praktis a. Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat pada umumnya dan pengguna tempat usaha di pasar dibawah kebijakan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam menyelesaikan hambatan-hambatan yang timbul dalam pengadaan dan pelaksanaan pemberian kredit dalam rangka pengadaan modal usaha bagi pedagang. c. Pelaksanaan hasil penelitian dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan serta pengalaman bagi penulis dalam pemberian kredit untuk pengadaaan modal usaha terkait dengan produk hukum baru. E. Metode Penelitian Untuk memperoleh kebenaran yang dapat dipercaya keabsannya suatu penelitian harus menggunakan suatu metode yang tepat dengan tujuan yang hendak dicapai sebelumnya, sedangkan dalam penentuan metode mana yang akan digunakan penyusun harus cermat agar metode yang dipilih nantinya tepat dan jelas sehingga untuk mendapatkan hasil dengan kebenaran yang
dapat dipertanggungjawabkan dapat tercapai. Metode penelitian merupakan satu faktor yang penting dan menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang dibahas, di mana metode merupakan cara utama yang digunakan dengan suatu tujuan mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis yang dihadapi dengan mengadakan klasifikasi yang didasarkan pada pengamatan, dapat ditentukan jenis-jenis metode penelitian (Winarno Surakhmad, 1992: 130). Pengertian
metode
sendiri
adalah
usaha
untuk
menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1994 :4). Pengertian metode sebenarnya adalah cara bagaimana penelitian akan dijalankan. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang akan dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sistematis adalah berdasarkan suatu sistem sedangkan konsisten adalah tidak adanya hak-hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 1991 :42). Guna mendapatkan data dan pengolahan data yang diperlukan dalam rangka penulisan hukum ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum yang empiris, yaitu penelitian yang mengkaji hukum dalam realitas kenyataan di dalam masyarakat Penulis mencari data dan informasi secara langsung ke lapangan dan sumbernya yaitu di Pasar Perusahaan Daerah Pasar Jaya . 2. Sifat Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian yang deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia , keadaan atau gejala-gejala lainnya
(Soerjono Soekanto, 1984 :10). Penelitian dalam hukum ini diharapkan dapat memberikan data yang seteliti mungkin mengenai pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha. 3. Pendekatan Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. 4. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Pasar Daerah Pasar Jaya. 5. JenisData Penulis dalam penelitian ini menggunakan jenis data sebagai berikut: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian lapangan dengan cara mengumpulkan data-data yang berguna dan berhubungan dengan judul penulisan hukum dan permasalahan yang diangkat, dalam hal ini data diperoleh secara langsung dari sumber pertama di lapangan. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan (Soerjono & Sri Mahmudji, 2003 :13). Data sekunder adalah sejumlah keterangan fakta-fakta yang tidak diperoleh secara langsung dari sumber pertama dan dapat melalui bahan dokumen mengenai pengangkutan, peraturan perundang-undangan, laporan, buku-buku kepustakaan, dan sebagainya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
6. Sumber Data Sumber data adalah tempat dimana suatu data atau tempat data yang dibutuhkan dalam penelitian ditemukan atau digali sesuai dengan jenis data yang akan dipergunakan, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini yakni: a. Sumber data primer Sumber data primer yaitu data atau keterangan yang diperoleh dari semua pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder, yakni data yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer meliputi Kitab Undang-Undang beserta peraturan perundang-undangan yang terkait bahan hukum sekunder yaitu buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, dan buku-buku penunjang lainnya. Sedangkan bahan hukum tersier berupa bahan hukum yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus ensiklopedia, dan lain-lain (Burhan Ashofa, 2001 : 104). 7. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara untuk memperoleh data dalam penelitian yang mendukung dan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi Lapangan Studi lapangan yaitu pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke obyek penelitian yaitu di Pasar Daerah Pasar Jaya dan
selanjutnya penulis melakukan pengamatan secara langsung. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh data yang valid. b. Wawancara Wawancara merupakan proses tanya jawab secara lisan dimana satu pihak berfungsi sebagi pencari informasi atau penanya sedangkan pihak lain berfungsi sebagai sumber informasi atau informan. Dalam penulisan hukum ini, penyusun menggunakan metude wawancara berencana dan wawancara tidak berencana, yang dimaksud dengan wawancara berencana yaitu dimana sebelum dilakukan wawancara telah dipersiapkan suatu daftar pertanyaan yang sistematis, sehingga pewawancara berpatokan pada pertanyaan yang telah disusun dan pokok pembicaraan tidak boleh menyimpang dari apa yang telah ditentukan.Alat bantu yang digunakan berupa daftar pertanyaan, alat tulis, dan alat perekam, sedangkan dalam wawancara tidak berencana, disini tidak berarti bahwa peneliti tidak terlampau terikat pada aturanaturan yang ketat. Alat yang digunakan berupa pedoman wawancara yang memuat hal-hal pokok secara garis besar yang ditanyakan, alat tulis, dan alat perekam. Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan narasumber bapak Wayan Dharma Jaya S.H,M.H selaku Manager area Perusahaan Daerah Pasar Jaya cabang Pasar Rumput c. Studi Dokumen (bahan pustaka) Teknik ini merupakan cara mengumpulkan data dengan cara mengkaji
substansi atau isi suatu bahan hukum yang berupa buku,
seperti literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen serta tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 8. Teknik Analisis Data Dalam suatu penelitian, teknik analisis data merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menguraikan dan memecahkan masalah yang
diteliti berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan. Pada tahap ini seluruh data yang telah terkumpul diolah sedemikian rupa sehingga tercapai sebuah kesimpulan yang nantinya akan menjadi hasil akhir dari penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data yang bersifat kualitatif. Menurat Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memehami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengad cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa. Pada konteks khustis yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (2007:6). F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) Sistematika penulisan hukum (skripsi) ini dibuat agar gambaran keseluruhan dari isi penulisan hukum ini jelas ruang lingkupnya, sistematika penulisan hukum ini meliputi empat bab yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang menjadi alasan pemilihan judul, perumusan masalah yang menjadi dasar penulisan skripsi, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan hukum (skripsi). BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori diuraikan mengenai Tinjauan Umum Tentang Perjanjian, tinjauan mengenai kredit pada umumnya, tinjauan mengenai jaminan, tinjauan tentang wanprestasi, Tinjauan Umum tentang pasar, Hak Pemakaian Tempat Usaha, Pemakai Tempat Usaha
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengertian sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha sebagai hak kebendaaan yang dapat dijadikan jaminan kredit ditinjau dari hukum perdata di Indonesia, proses dan tata cara pelaksanaan pemberian kredit dengan sertifikat hak pemakaian tempat usaha sebagai jaminan di Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Pandangan hukum yang berlaku terkait dengan wanprestasi dan penyelesaian menurut hukum yang berlaku apabila terjadi wanprestasi BAB IV:PENUTUP Dalam bab ini terbagi dalam dua bagian yaitu simpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab UndangUndang Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1313 yang berbunyi ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatnya dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan yang diberikan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut merupakan pengertian yang tidak sempurna dan kurang memuaskan, karena terdapat beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut menurut pendapat Abdulkadir Muhammad, yaitu 1) Hanya menyangkut sepihak saja Hal ini diketahui dari perumusan satu orang atau lebih mengikatkan diri nya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Kata kerja mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja ,tidak kedua belah pihak. Seharusnya peruumusan itu adalah saling mengikatkan diri. 2) Kata perbuatan mencangkup juga tanpa konsensus Pengertian
”perbuatan”
termasuk
juga
tindakan
melaksanakan tugas tanpa causa,tindakan melawan hukum yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai kata ”persetujuan”. 3) Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas, dapat juga mencangkup pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. 13
Hubungan yang diatur dalam pengertian perjanjian dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata adalah hubungan antara debitur dengan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki dalam Buku Ketiga Kitab UndangUndang Hukum Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal. 4) Tanpa menyebutkan tujuan Pengertian
perjanjian
dalam
pasal
tersebut
tidak
menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian ,sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. Perjanjian menurut Abdulkadir Muhammad adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan (1992:78). Menurut Prof. Subekti, SH. “Perjanjian adalah suatu perikatan di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (1990:1). Prof.Subekti, S.H. juga menyatakan dalam bukunya “hukum perjanjian” bahwa kata sepakat berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak (1990:26). Berdasarkan pengertian perjanjian diatas dapat dirumuskan bahwa perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakan itu timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu.
b. Syarat Sahnya Perjanjian Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yang terdiri dari 4 (empat) empat syarat yaitu: 1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri Para pihak yang mengadakan perjanjian harus sepakat, setuju atau sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh salah satu pihak, juga harus dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka mehendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Maksud dari kata sepakat yaitu harus ada kemauan diantara para pihak yang mengadakan perjanjian mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan tersebut, maka kedua - belah pihak harus mempunyai kebebasan kehendak. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1321 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang menyebutkan tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena khekilafan atau diperoleh karena paksaan atau penipuan. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak dengan bebas, artinya tidak mengandung cacat dalam kehendak, tidak boleh ada kekhilafan atau kesesatan (dwaling) paksaan (dwang), dan penipuan (bedrog). 2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Dalam ketentuan Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap untuk bertindak kecuali apabila oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang disebut sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah: a) Orang-orang yang belum dewasa b) Mereka yang ditaruh di dalam pengampunan
c) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan sernua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu. Menurut Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kriteria orang belum dewasa adalah orang-orang yang belum berumur 21 tahun dan sebelumnya belum pernah kawin. Berdasarkan kriteria tersebut dapat ditafsirkan bahwa orang dewasa adalah orang yang telah mencapai umur 21 tahun, tetapi berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya. Orang tua akan mewakili anak tersebut dalam melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor: 1 UndangUndang Tahun 1974 maka yang disebut orang dewasa adalah orang yang sudah mencapai umur 18 tahun. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan adalah setiap orang dewasa yang selalu dalam keadaan sakit ingatan (gila), dungu, boros dan lemah akalnya, seperti yang disebutkan dalam Pasal 1433 Kitab Hukum Perdata.
Pembentuk
undang-undang
memandang
bahwa
yang
bersangkutan tidak mampu menyadari tanggung jawabnya sehingga tidak cakap untuk mengadakan perjanjian. Mengenai kecakapan seorang istri yang bersuami diatur dalam Pasal 108 dan Pasal 110 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan ketidakcakapan seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan suaminya, sedangkan Pasal 110 Kitab UndangUndang Hukum Perdata menyebutkan mengenai ketidakcakapan seorang istri menghadap di muka sidang pengadilan, tetapi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dinyatakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dalam pergaulan masyarakat perbuatan hukum dan menghadap di muka
pengadilan tanpa bantuan suaminya. Istri mempunyai kedudukan yang sama dengan suami dalam melakukan perbuatan hukum atau melakukan tindakan hukum. 3) Mengenai hal tertentu Syarat ketiga untuk sahnya perjanjian disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu. Suatu perjanjian harus ada suatu objek tertentu. Objek perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus ditentukan jenisnya. Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat
menjadi
objek
perjanjian,
sedangkan
barang-barang
yang
dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat dijadikan objek perjanjian. 4) Suatu sebab yang halal Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditetapkan sebagai syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah suatu sebab yang halal. Dengan sebab (causa) ini dimaksudkan tiada lain adalah isi perjanjian. Undang-Undang tidak memberikan pengertian tentang sebab (oorzak causa). Yurisprudensi causa ditafsirkan sebagai isi atau maksud dari perjanjian, tetapi sebab yang mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian. Maksud suatu sebab yang halal adalah sebab yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan kepentingan umum. c. Asas-asas Perjanjian Dalam
hukum
perjanjian
terdapat
beberapa
asas
yaitu:
(Mariam Darus Badrulzaman, 1998: 108). 1) Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebesan berkontrak merupakan salah satu asas yang penting dalam hukum perjanjian. Asas ini merupakan perwujudan manusia
yang bebas, pancaran hak asasi manusia. Asas kebebasan berkontrak berhubungan erat dengan isi perjanjian, yakni kebebasan untuk menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian diadakan. Asas tersebut tersimpul dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Perdta yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah
berlaku
sebagai
undang-undang
bagi
mereka
yang
membuatnya.” Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa untuk sahnya perjanjian deiperlukan syarat-syarat; sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan membuat perjanjian, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuat perjanjian. Terhadap asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. 2) Asas konsensualisme Asas konsensualisme dapat ditemukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata disebutkan secara tegas bahwa untuk sahnya perjanjian harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditemukan dalam perkataan “semua” menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan kehendak yang dirasakan baik untuk menciptakan perjanjian, Asas ini menentukan adanya perjanjian. Menurut asas ini perjanjian lahir sejak tercapai kesepakatan antara para pihak dalam perjanjian, 3) Asas kepercayaan Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain, menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain
akan memegang janjinya untuk memenuhi prestasi di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian tidak mungkin diadakan para pihak. Adanya kepercayaan ini, para pihak akan mengikatkan diri dan perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat seperti undang-undang. 4) Asas keseimbangan Asas keseimbangan menghendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian yang mereka buat. Kreditur mempunyai hal untuk menuntut pelaksanaan prestasi dengan melunasi utang melalui kekayaan debitur, namun kreditur juga mempunyai beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, sehingga dapat dikatakan bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. 5) Asas kebiasaan Asas kebiasaan diatur dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jo Pasal 1347 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa suatu persetujuan tidak hanya mengikat hal-hal yang secara tegas dinyatakan dari dalamnya tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dalam Pasal 1347 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatakan
bahwa
hal-hal
yang
menurut
kebiasaan
selamanya
diperjanjikan dianggap secara diarn-diam dimasukkan dalam perjanjian meskipun tidak secara tegas dinyatakan. Kebiasaan yang dimaksud dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah kebiasaan pada umumnya dan kebiasaan yang dimaksud dalam Pasal 1347 Kitab UndangUndang Hukum Perdata adalah kebiasaan setempat (khusus) atau kebiasaan yang lazim berlaku di dalam golongan tertentu.
d. Akibat Hukum Perianiian yang Sah Suatu perjanjian yang telah dibuat secara sah sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menimbulkan akibat hukum yaitu: 1) Berlaku sebagai undang-undang Para pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan undangundang. Apabila salah satu pihak melanggar perjanjian yang dibuat, maka dianggap telah melanggar undang-undang. Pihak yang melakukan pelanggaran tersebut akan mendapat hukuman seperti yang telah ditetapkan undang-undang. Dalam perkara perdata, hukuman bagi pelanggar perjanjian ditetapkan oleh hakim berdasarkan undang-undang atas permintaan pihak lainnya. Menurut undang-undang pihak yang tidak memenuhi isi perjanjian diharuskan: a) Membayar ganti kerugian; b) Perjanjian dapat diputuskan; c) Menanggung beban resiko; d) Membayar biaya perkara jika sampai diperkarakan di pengadilan. 2) Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak Perjanjian yang mengikat para pihak, tidak boleh ditarik atau dibatalkan secara sepihak. Para pihak yang ingin menarik kembali atau membatalkan perjanjian tersebut, harus mendapat persetujuan dari pihak yang lain, jadi diperjanjikan lagi, tetapi apabila ada alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak. Alasan-alasan yang diberikan oleh undang-undang dapat diketahui dalam pasal-pasal undang-undang sebagai berikut:
a) Perjanjian yang bersifat terus-menerus, berlakunya dapat dihentikan secara sepihak. Misalnya Pasal 1571 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang sewa-menyewa yang dibuat secara tidak tertulis dapat diberhentikan dengan memberitahukan kepada penyewa. b) Perjanjian sewa suatu rumah yang diatur dalam Pasal 1587 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata setelah setelah berakhir waktu sewa seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian tertulis, penyewa tetap menguasai rumah tersebut tanpa ada teguran dari pemilik yang menyewakan, maka penyewa tetap dianggap meneruskan penguasaan rumah atas dasar sewa-menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan menurut kebiasaan setempat. Jika pemilik ingin menhentikan sewa-menyewa tersebut ia harus memberitahukan kepada penyewa menurut kebiasaan setempat. c) Perjanjian memberi kuasa (lastgeving) yang diatur dalam Pasal 1814 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya, apabila ia menhendakinya. d) Perjanjian penerima kuasa (lasgeving) yang diatur dalam pasal 1817 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penerima kuasan dapat membebaskan
diri
dari
kuasa
yang
diterimanya
dengan
memberitahukan kepada pemberi kuasa. 3) Pelaksanaan dengan itikad baik Menurut Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (tegoeder trouvi). Norma ini merupakan salah satu sendi yang terpenting dari hukum perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam pengertian yaitu sebagai ukuran subjektif dan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian itu. Hal tersebut mengandung arti bahwa pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Setiap perjanjian
harus dilengkapi dengan aturan-aturan, undang-undang dan adat kebiasaan di suatu tempat di samping kepatutan.Perjanjian tidak hanya mengikat terhadap hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang. Atas dasar hal ini, kebiasaan juga ditunjuk sebagai sumber hukum disamping undang-undang. Kebiasaan tersebut ikut menentukan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian, tetapi kebiasaan tersebut tidak boleh mengesampingkan undang-undang.
Dengan
kata
lain
undang-undang
tidak
dapat
dikesampingkan oleh adapt kebiasaan yang menyimpang dari ketentuan undang-undang tersebut. Hal yang diperjanjikan untuk dilaksanakan, dinamakan prestasi. Prestasi dapat diartikan sebagai pemenuhan kewajiban bila dilaksanakan membuat suatu janji (promise) untuk memenuhi prestasi. e. Berakhirnya Perjanjian Dalam suatu perjanjian kita harus tahu kapan perjanjian itu berakhir. Perjanjian dapat berakhir karena: 1) Ditentukan dalam perjanjian oleh pihak, misalnya persetujuan yang berlaku untuk waktu tertentu. 2) Ditentukan oleh undang-undang mengenai batas berlakunya suatu perjanjian, misalnya menurut Pasal 1066 ay at (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa para ahli waris dapat mengadakan perjanjian untuk selama waktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan, tetapi waktu persetujuan tersebut oleh ayat (4) dibatasi hanya dalam waktu limatahun. 3) Ditentukan oleh para pihak atau undang-undang bahwa perjanjian akan hapus dengan terjadinya peristiwa tertentu. Misalnya jika salah satu pihak meninggal dunia, maka perjanjian tersebut akan berakhir. Hal ini terdapat dalam:
a) Perjanjian perseroan, Pasal 1646 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; b) Perjanjian pemberian kuasa,
Pasal
1813
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata; c) Perjanjian kerja, Pasal
1603
Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. 4) Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging). Opzegging dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak. Opzegging hanya ada pada perjanjian-perjanjian yang bersifat sementara, misalnya: a) Perjanjian kerja; b) Perjanjian sewa-menyewa. c) Perjanjian hapus karena putusan hakim. d) Tujuan perjanjian telah tercapai. e) Berdasarkan kesepakatan para pihak
(heroeping)
(R.Subekti,
1995:56). 2. Tinjauan tentang Kredit a. Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari bahasa Romawi “creder” yang berarti percaya. Dasar dari kredit adalah adanya kepercayaan. Pihak bank selaku pemberi kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktu, prestasi maupun kontraprestasinya (Muhamad Djumhana, 1996:229). Pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal 1 butir (1) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga. b. Unsur-unsur Kredit Unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut: 1) Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya, baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2) Tenggang Waktu Tenggang waktu adalah suatu inasa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 3) Degree of risk Degree of risk yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan dengan adanya unsur risiko maka timbul jaminan dalam pemberian kredit. 4) Prestasi Prestasi atau objek kredit jumpai dalam praktek perkreditan adalah dalam bentuk uang (Thomas Suyatno, 1995:12-13).
c.
Tujuan dan Fungsi Kredit Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai yang tentunya tergantung dari tujuan bank itu sendiri. Tujuan pemberian kredit juga tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan. Dalam prakteknya tujuan pemberian suatu kredit sebagai berikut: 1) Mencari keuntungan 2) Membantu usaha debitor 3) Membantu pemerintah Selain memiliki tujuan, pemberian suatu fasilitas kredit juga memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Fungsi kredit tersebut antara lain : 1) Meningkatkan daya guna uang 2) Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang 3) Meningkatkan daya guna barang 4) Meningkatkan peredaran barang 5) Sebagai alat stabilitas ekonomi 6) Meningkatkan kegairahan berusaha 7) Meningkatkan pemerataan pendapatan 8) Meningkatkan hubungan internasional (Kasmir, 2004:105-109)
d. Jenis-jenis Kredit Secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi: 1) Dilihat dari segi Kegunaan a) Kredit Investasi Kredit yang digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin.
b) Kredit Modal Kerja Kredit yang digunakan untuk meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. 2) Dilihat dari segi Tujuan Kredit a) Kredit Produktif Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa, contoh kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang, kredit pertanian menghasikan produk pertanian dan kredit pertambangan menghasilkan bahan tambang. b) Kredit Konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang atau jasa yang dihasilkan, karena memang untuk dipakai oleh seseorang atau badan usaha, contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga. c) Kredit Perdagangan Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar, contoh kredit ekspor dan impor. 3) Dilihat dari segi Jangka Waktu a) Kredit Jangka Pendek
Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja, contoh untuk peternakan misal kredit peternakan ayam, untuk pertanian misal tanaman padi. b) Kredit Jangka Menengah Jangka waktu kreditnya antara 1 tahun sampai 3 tahun dan biasanya untuk investasi, contoh kredit untuk pertanian, misal tanamanjeruk. c) Kredit Jangka Panjang Kredit yang masa pengembaliannya paling panjang, yakni di atas 3 tahun atau 5 tahun dan biasanya untuk investasi Jangka panjang, contoh untuk tekstil berupa pembelian mesin, kredit konsumtif untuk perumahan. 4) Dilihat dari segi Jaminan a) Kredit Dengan JaminanKredit yang diberikan dengan suatu Jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan calon debitur.b) Kredit Tanpa JaminanKredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik calon debitur selama ini. 5) Dilihat dari segi Sektor Usaha a) Kredit Pertanian Kredit untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang. b) Kredit Peternakan
Kredit jangka pendek untuk peternakan ayam, kambing dan sebagainya. c) Kredit Industri Kredit untuk membiayai industri kecil, menengah dan besar. d) Kredit Pertambangan Kredit untuk jenis usaha tambang yang dibiayainya dalam bentuk kredit jangka panjang seperti tambang emas, minyak atau timah. e) Kredit Pendidikan Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa. f) Kredit Profesi Kredit yang diberikan kepada para profesional, seperti dosen, dokter atau pengacara. g) Kredit Perumahan Kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan. h) Sektor-sektor lainnya (Johannes Ibrahim, 2004:96-98) e. Prinsip-nrinsip Pemberian Kredit Sebelum suatu kredit diberikan, pihak bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 1998). Keyakinan tersebut dapat diperoleh dengan melakukan analisa kredit dengan memintakan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon penerima kredit
3. Tinjauan Umum Tentang Jaminan a. Pengertian Jaminan Secara umum hukum jaminan adalah keselurahan dari ketentuanketentuan yang mengatur tentang jaminan di dalam pemberian kredit. Sedangkan jaminan ialah sesuatu yang menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan (Hartono Hadi Soeprapto, 1984:50). Berdasarkan pengertian di atas, jaminan merupakan sesuatu yang mempunyai nilai mudah diuangkan yang dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari kewajiban debitur yang ada. Adanya jaminan tersebut memang diperlukan oleh kreditur. Kredit yang diberikan akan lebih aman dalam pelunasannya bila disertai adanya suatu jaminan, dengan demikian fungsi jaminan dalam pemberian kredit adalah penting sekali karena memberikan hak dan kekuasaan pada bank (kreditur) untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang kaminan tersebut bila debitur ingat janji dalam membayar kembali hutang pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. b. Bentuk-bentuk Jaminan Bentuk jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: 1) Jaminan yang timbul dari undang-undang, dan 2) Jaminan
yang
timbul
dari
atau
perjanjian
(Hartono
Hadisoeprapto, 1984:5) Jaminan yang timbul dari undang-undang dimaksudkan adalah bentuk-bentuk jaminan yang adanya telah ditentukan oleh suatu undangundang. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut: ”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah maupun baru akan ada di kemudian
hari,
menjadi
tanggungan
untuk
segala
perikatan
perseorangan.” Dengan ketentuan undang - undang seorang kreditur telah
diberikan jaminan yang berupa harta benda dari milik debitur tanpa khusus diperjanjikan terlebih dahulu, namun dengan jaminan semacam itu kedudukan kreditur hanyalah merupakan kreditur konkoren saja terhadap seluruh kekayaan debitur. Jaminan yang timbul dari undang-undang juga diatur dalam Pasal 1131 kitab Undang-Undang Hukuni Perdata adalah sebagai berikut: ”Kebendaan terebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan kepadanya pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasanalasan yang sah untuk didahulukan.” Berdasarkan ketentuan-ketentuan Pasal 1131 pada kalimat terakhir yang berbunyi kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasanalasan yang sah untuk didahulukan, maka antara kreditur dan debitur dapat membuat perjanjian jaminan secara khusus, sehingga dapat memberikan
alas
an
bagi
kreditur
untuk
mendapatkan
hak
didahulukan/preferensi dalam pembayaran piutangnya. Bentuk jaminan yang timbul karena perjanjian yang dibuat khusus dengan kreditur dan debitur itu dapat dibedakan antara bentuk jaminan yang bersifat kebendaan dan yang bersifat perorangan. 1) Jaminan yang bersifat kebendaan Jaminan yang bersifat kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya, tetapi juga dapat dibedakan antara kreditur dengan seseorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang (debitur) (R. Subekti, 1996: 17). Jaminan yang bersifat kebendaan berupa hak mutlak atas suatu benda tertentu dari debitur yang dapat dipertahankan pada setiap orang. Jaminan ini mempunyai ciri-ciri: a) Mempunyai hubungan langsung atas bendanya;
b) Dapat dipertahankan kepada siapapun; c) Selalu mengikuti bendanya (droit de surte); d) Yang lebih tua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi; e) Dapat diperalihkan kepada orang lain. (J. Satrio, 1993:13). Atas dasar ciri-ciri tersebut maka jaminan pada jaminan kebendaan harus benda yang dapat dialihkan dan mempunyai nilai jual (ekonomis),
pemberian
jaminan
kebendaan
selalu
berupa
menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang si pemberi jaminan dan menyediakan guna pemenuhan pembayaran hutang seorang debitur tersebut dapat berupa kekayaan sendiri (debitur) atau kekayaan seorang ketiga. Penyendirian atau penyidiaan secara khusus itu diperuntukan bagi keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah memintanya, karena apabila tidak ada penyendirian atau penyediaan secara khusus bagian dari kekayaan tadi, seperti halnya dengan seluruh kekayaan si debitur dijadidkan jaminan untuk pembayaran semua hutang debitur, dengan demikian, pemberian jaminan kebendaan pada seorang kreditur tertentu memberikan kepada kreditur tersebut suatu preferensi atau hak didahulukan terhadap para kreditur lainnya. Jaminan kebendaan meliputi barang bergerak, barang tetap (tak bergerak), barang tak berwujud (piutang). Memberikan suatu barang dalam jaminan berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang itu. Pada asasnya yang harus dilepaskan adalah kekuasaan untuk memindahkan hak milik atas barang itu dengan cara apapun juga (menjual,
menukarkan,
menghibangkan.
Untuk
barang-barang
bergerak cara paling efektif untuk mencegah barang itu dipindahkan hak miliknya oleh debitur adalah menarik barang itu dari kekuasaan fisik debitur maka dalam gadai (pand) telah ditetapkan oleh Pasal 1152
ayat(2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, bahwa barang yang diberikan dalam gadai harus ditarik dari kekuasaan (fisik) si debitur). Untuk barang tetap (tak bergerak) penguasaan fisik atas barangnya tidak relevan untuk pemindahan hak milik, tetapi menentukan untuk itu adalah suatu perbuatan adminstratif yang memindahkan hak milik ini. 2) Jaminan yang bersifat perorangan Jaminan yang bersifat perorangan adalah selalu suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang (debitur) (R.Subekti, 1996: 4), ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) pengetahuan si berhutang tersebut, atau juga dapat berarti pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan diri untuk memenuhi hutang dari debitur, manakala debitur tidak memenuhi janjinya. Dalam Jaminan perorangan selalu dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan
kewajiban-kewajiban
si
berhutang
yang
dijamin
pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian (jumlah) tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan-ketentuan pelaksanaan (eksekusi) putusan-putusan pengadilan. Mengingat pada sifatnya yang assesoir maka seorang penanggung diberikan hak istimewa untuk supaya si berhutang utama (debitur) terlebih dahulu dilelang sita harta kekayaannya, meskipun hak istimewa boleh ditiadakan dan memang dalam praktik sering ditiadakan.
Juga
menganggung
kepada
pembayaran
seorang satu
penanggung hutang,
untuk
bersama-sama diadakannya
”pemecahan” atau pembagian beban tanggungannya. Dalam hal beberapa orang itu bersama-sama menanggung pemenuhan hutang tersebut sepenuhnya, dapat dituntut pembagian sama rata dalam hal kewajiban penanggungan dibatasi sampai suatu jumlah tertentu dapat dituntutnya pembagian menurut imbangan jumlah-jumlah pembatasan
tersebut. Hal ini seringkali dalam praktik sering ditiadakan jika hakhak istimewa untuk menuntut ditiadakarmya pembagian atau pemecahan ini ditiadakan maka semua penanggung berkedudukan seperti seorang debitor tanggung-menanggung sehingga masingmasing dapat dituntut untuk membayar seluruh hutang yang ditanggungnya. Lembaga jaminan perorangan ini dari dulu sampai sekarang tidak mengalami perkembangan. Oleh karena tuntutan kreditur terhadap seorang penanggung tidak diberikan suatu privilege atau kedudukan istimewa di atas tuntutan-tuntutan kreditur lainnya dari si penanggung, maka jaminan perorangan ini tidak banyak berguna bagi dunia perbankan. c. Macam-macam Jaminan Dalam praktik perbankan di Indonesia jaminan yang sering dipakai adalah jaminan kebendaan yang meliputi: 1) Gadai atau Pand Dasar hukum dari pand adalah terdapat di dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata Buku II tentang Pasal 1150 sampai dengan 1160 butir ke-20. Pengertian pand sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal 1150 KUHPerdata adalah sebagai berikut: ”Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang (kreditur) atas suatu benda bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang (debitur) atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutan itu untuk mengambil pelunasan barangbarnag bergerak tersebut secara didahulukan dari ada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara barang itu. Biaya-biaya mana harus didahulukan”. Objek gadai adalah benda bergerak baik itu benda yang berwujud maupun tidak berwujud sehingga cara untuk mengadakan pengikatan gadai juga berbeda persyaratannya tergantung pada jenis benda apa yang digadaikan itu. Namun demikian, ada persyaratan umum yang harus
dipenuhi pada setiap penggadaian benda-benda yaitu harus ada perjanjian gadai dengan benda yang digadaikan itu harus diserahkan oleh debitur (pemberi gadai) kepada kreditur pemegang gadai. Hapusnya hak gadai dapat terjadi karena: a) Hapusnya perikatan pokok; b) Karena benda gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai; c) Karena musnahnya benda gadai; d) Karena penyalahgunaan benda gadai; e) Karena pelaksanaan eksekusi; f) Karena kreditur melepaskan benda gadai secara sukarela; g) Percampuran. 2) Fidusia Menurut sejarahnya fidusia berasal dari Belanda, yaitu dengan adanya arrest 25 Januari 1929. Arrest ini kemudian menjadi dasar hukum dalam arrest berikutnya, seperti keputusan HR 3 Januari 1941, NJ. 1941,470. Dari arrest ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian di mana salah satu pihak mengikatkan diri untuk menyerahkan barang miliknya sebagai jaminan merupakan title yang sempurna dari penyerahan, walaupun penyerahan nyata tidak terjadi. Penyerahan di sini bersifat abstrak. Perjanjian ini tidak berlaku jika diselubungi dengan perjanjian jual beli. Selanjutnya yurisprudensi yang pertama di Indonesia mengenai fidusia ialah dengan adanya arrest Hoogee recht shop tanggal 18 Agustus 1932. Yurisprudensi ini sebagai jalan keluar yang ditempuh pengadilan untuk mengatasi masalah yang terdapat dalam hak gadai menurut KUHPerdata dalam hubungannya dengan esensi penguasaan benda oleh pemegang gadai.
Dalam perkembangan selanjutnya timbul kebutuhan-kebutuhan baru dalam masyarakat yang belum diatur dalam undang-undang. Khususnya kebutuhan akan jaminan fidusia, di mana benda yang dijaminkan masih dibutuhkan untuk mengembangkan dan melanjutkan usahanya. Maka untuk Itu kemudian dibentuk Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa fidusia adalah pengaliahan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Lembaga jaminan fidusia dibentuk dengan maksud bahwa peminjam menyerahkan hak miliknya atas benda jaminan itu secaa kepercayaan. Dengan adanya jaminan fidusia maka hubungan hukum yang terjadi antara debitur pemberi fidusia dan kreditur penerima fidusia merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa penerima fidusia mau mengembalikan hak miliknya yang diserahkan kepadanya setelah debitur melunasi hutangnya.Kreditur sebagai penerima fidusia juga percaya bahwa pemberi fidusia tidak akan menyalahgunakan barang jaminan yang ada dalam kekuasaannya. Sifat-sifat hukum fidusia adalah sebagai berikut: a) Fidusia adalah hak kebendaan Hak kebendaan ini adalah absolut, artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Pemegang hak itu berhak menuntut setiaporang yang mengganggu haknya. Setiap orang berhak menghormati hak itu. Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg (droit de suite), artinya hak itu mengikuti bendanya di dalam tangan siapapun benda itu berada. Di dalam karakter ini terkandung asas hak yang tua didauhulukan dari hak yang muda (droit de
preference). Karena ada beberapa hak kebendaan yang diletakkan di atas suatu benda maka kekuatan hak itu ditentukan oleh urutan waktu. Hak kebendaan memberikan wewenang yang luas kepada pemiliknya dan hak kebendaan jangka waktunya tidak terbatas (Mariam Darus Badrul Zaman, 1984: 5). Hak fidusia yang diperoleh kreditur merupakan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan yang dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Tujuan sifat kebendaan di sinilah untuk memberikan jaminan bagi pemegang fidusia bahwa di kemudian hari piutangnya past! dibayar dari nilai barang jaminan. b) Fidusia adalah hak accessoir Fidusia ini adalah bersifat accessoir adanya tergantung kepada perjnjian pokok yang biasanya berupa perjanjian peminjaman uang pada bank. Di dalam praktik perbankan perjanjian fidusia ini sering diadakan sebagai tambahan jaminan pokok manakala jaminan pokok itu dianggap kurang memenuhi. Adakalanya fidusia juga diadakan secara tersendiri dalam arti tidak sebagai tambahan jaminan pokok, yaitu sebagaimana yang sering dipakai oleh pedagang kecil atau pengecer sebagai jaminan kredit mereka yang dimintakan pada bank (Sri Soedewi M.S, 1982:26). Fidusia ini bukan merupakan hak yang berdiri sendiri, tetapi adanya dan hapusnya tergantung pada perjanjian pokok. Lahir dan berakhirnya penyerahan hak milik secara fidusia tergantung dari perjanjian pokok, misalnya perjanjian pinjam uang.
c) Fidusia adalah hak preference Pemilik fidusia mempunyai hak preferensi jika pemberi jaminan fidusia pailit maka benda fidusia tidak jatuh ke dalamboedel pailit. Pemilik jaminan fidusia untuk pelunasan hutangnya (Mariam Darus Badrulzaman, 1984: 98). Untuk
pelunasan
hutangnya,
kreditur
fidusia
mempunyai hak untuk lebih didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya. Mengenai hak yang didahulukan ini dapat dita lihat dalam Pasal 1133 KUHP Perdata, yaitu hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa. d) Parate eksekusi Hak melakukan parate eksekusi yaitu wewenang yang diberikan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari kekayaan debitur tanpa memiliki eksekutornya title atau hak seseorang kreditur untuk melakukan parate eksekusi dengan menjalankan sendiri apa yang menjadi haknya tanpa perantara hakim. Sebagai konsekuensinya dari penyerahan hak milik secara fidusia sebagai jaminan oleh Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Nomor: 42 Tahun 1999 diakui sebagai hukum jaminan kebendaan yang baru, maka pemilik fidusia mempunyai hak melakukan parate eksekusi (menjual dengan kekuasaan sendiri dengan benda yang menjadi jaminan fidusia apabila debitur cidera janji). la berhak menagih piutangnya dari hasil penjualan benda fidusia tanpa eksekutorial title. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemilik fidusia tidak boleh mengadakan perjanjian untuk mendaku 1984:98).
benda
fidusia
(Mariam
Darus
Badrulzaman,
e) Luas hak milik fidusia Ada 2 aliran atau pendapat mengenai luas hak milik fidusia.Aliran yang pertama menyatakan bahwa hak milik fidusia bersifat sempurna, sedangkan aliran yang kedua menyatakan bahwa pemilik fidusia terbatas. 1) Pendirian kuno Dikemukakan dalam pendirian kuno bahwa hak milik fldusia adalah hak milik yang sempurna, berdasarkan perjanjian fidusia itu merupakan perjanjian yang bersifat obligator. Pendirian ini dianut pada zaman romawi yang disebut fidusia com credit ore.Veenhoven menerima pendirian ini dengan catatan bahwa hak milik disini bersifat sempurna yang terbatas yakni digantungkan kepada syarat tertentu.
Untuk
memiliki
fidusia
hak
miliknya
digantungkan kepada syarat putus. Hak milik yang sempurna baru lahir jika pemberi fidusia tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Bagi pemberi fidusia hak miliknya yang sempurna digantungkan pada syarat tangguh jika ia memenuhi hutangnya demi hukum benda fidusia kembali menjadi hak miliknya. 2) Pendirian modern Mengemukakan bahwa perjanjian penyerahan hak milik secara fidusia sebagai jaminan merupakan hak milik terbatas. Perjanjian ini hanya melahirkan hak jaminan dan bukan hak milik. Perbedaan kedua pendirian ini akan menjadi jelas dalam hal pemilik fidusia jatuh pailit. Menurut pendirian pertama jika pemilik fidusia pailit seluruh kekayaan pemilik fidusia termasuk benda fidusia jatuh ke dalam boedel pailit. Sedangkan menurut pendirian
modern jika pemegang fidusia pailit benda fidusia tidak termasuk ke dalam boedek pailit. Terhadap kedua pendirian ini, pendirian kedua yakni pendirian modern lebih disetujui sebab tujuan pihak-pihak dalam perjanjian fidusia bukan menciptakan hak milik, akan tetapi jaminan saja. 3) Hak Tanggungan Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 1996 Tentang Hak tanggungan. Undang-undang ini ditetapkan untuk memenuhi ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang dikenal sebagai Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).Berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, maka ketentuan tentang Hipotik yang diatur dalam buku II KUHP Perdata sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, serta ketentuan tentang crediet verband diatur dalam staatsblad 908: 542 jo staatsblead 1909.586 dan staatsblad 1937; 190 jo staatsblad 1937: 191 dinyatakan tidak berlaku lagi. 3. Tinjauan Tentang Wanprestasi a. Pengertian Wanprestasi Dalam pelaksanaan perjanjian, dapat terjadi wanprestasi yang berarti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan bersama dalam perjanjian. Menurut Prof. Dr. Mariam Daus Badrulzaman, SH. yang disebut dengan wanprestasi adalah ”debitur” karena kesalahan tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan” (Mariam Daus Badrulzaman, 1983:108). Tidak dipenuhinya kewajiban itu dapat terjadi karena dua hal, yaitu:
1) Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian, 2) Karena keadaan memaksa (force majour), di luar kemampuan debitur. b. Bentuk dan wujud wanprestasi Menurut Subekti wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa: 1) Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi 2) Debitur
memenuhi
prestasi,
tetapi
tidak
sebagaimana
yang
diperjanjikan, 3) Debitur memenuhi presatsi tetapi tidak tepat waktunya (terlambat), 4) Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan (Subekti, 1993: 49). Pada kenyataannya, sangat sulit untuk menentukan apakah debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan, karena pada saat mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan waktu untuk melakukan suatu prestasi tersebut. c. Akibat hukum yang timbul dari wanprestasi Adapun akibat hukum bagi debitur yang lalai atau melakukan wanprestasi, dapat menimbulkan hak bagi kreditur, yaitu: 1) Menuntut pemenuhan perikatan, 2) Menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan tersebut bersifat timabal balik, menuntut pembatalan perikatan, 3) Menuntut ganti rugi, 4) Menuntut pemenuhan perikatan dengan disertai ganti rugi, 5) Menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.
Akibat hukum yang timbul dari wanprestasi dapat juga disebabkan karena keadaan memaksa (force majour). Keadaan memaksa (force majour) yaitu salah satu alasan pembenar untuk membebaskan seseorang dari kewajiban untuk mengganti kerugian (Pasal 1244 dan 1445 Kitab UndangUndang Hukum Perdata). Menurut undang-undang ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk adanya keadaan memaksa, yaitu: 1) Tidak memenuhi prestasi, 2) Ada sebab yang terletak di luar kesalahan debitur, 3) Faktor penyebab
itu tidak
terduga
sebelumnya
dan tidak
dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur. Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi jika ada alasan untuk itu, si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga, apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa hal tidak dilaksanakan atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perjanjian itu, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itupun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan memaksa adalah suatu kejadian yang tak terdua, di luar kesalahan pihak debitur tetapi segala akibat peristiwa itu harus dipikulkan
kepadanya
karena
ia
telah
menyanggupi
atau
karena
penganggungan dengan segala akibat itu termasuk dalam sifat perjanjiannya. Dalam soal ganti rugi dan keadaan memaksa itu suatu soal yang mendahuluinya adalah menetapkan maksud dari kedua belah pihaktentang apakah yang menjadi kesanggupan masing-masing dan apakah suatu peristiwa dapat diangap sebagai suatu keadaan memaksa atau tidak adalah soal yang mengenai penilaian hasil pembuktian yang induk pada pemeriksaan kasasi (Subekti, 1993: 57).
4. Tinjauan
Umum tentang pasar, Hak Pemakaian
Tempat Usaha,
Pemakai Tempat Usaha Tanah dan bangunan pasar milik Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan yang pengurusannya diserahkan untuk dikelola berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota (OKI) Jakarta Nomor 6 Tahun 1992 tanggal 21 Juli 1992. Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun 1992 tentang pengurusan pasar di Daerah Khusus Ibu Kota Pasal 1 huruf a menyatakan : ”Pasar adalah suatu tempat transaksi jual beli umum milik pemerintah daerah, tempat pedagang secara teratur dan langsung mernperdagangkan barang dan jasa.” Sedangkan dalam Pasal 1 huruf c dinyatakan bahwa ”pemakai tempat usaha adalah orang atau badan hukum yang berdasarkan ijin penghunian tempat mempunyai hak memakai tempat di pasar untuk memperdagangkan barang dan jasa.” Ijin pemakaian tempat usaha adalah ijin tertulis dari Gubernur atau kepala daerah atas pemakaian tempat di pasar. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun 1992 ditegaskan bahwa Hak Pemakaian Tempat Usaha di pasar ditetapkan oleh direksi untuk jangka waktu 20 tahun, Adapun asas-asas umum hukum benda dalam KUH Perdata menurut Prof Subekti antara lain; a. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan baru selain yang telah disebut secara limitatif dalam Undang-Undang. b. Asas Absolut, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Setiap orang harus menghormati hak tersebut. c. Dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk menyerahkan bendanya.
d. Asas mengikuti, bahwa hak kebendaan akan mengikuti bendanya di tangan siapapun berada. e. Asas
Publisitas,
bahwa
pendaftaran
benda
merupakan
bukti
kepemilikan. f. Asas Individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terdapat benda yang dapat ditentukan. g. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara totalitas atau secara keseluruhan dan tidak pada bagian-bagian benda. h. Asas Pelekatan (asorsi), yaitu asas yang melekatkan benda pelengkap pada benda pokoknya. i. Asas besit merupakan title sempurna, berlaku bagi benda bergerak dan secara letak dalam Pasal 1977 KUH Perdata. Asas ini dewasa ini hanya dapat berlaku bagi benda bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar. Hak pemakaian diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Perda OKI Jakarta No. 6 Tahun 1992 tentang pengurusan pasar di daerah kliusus ibu kota dengan jangka waktu kurang lebih 20 tahun, Merupakan suatu hak untuk memakai atas kebendaan berwujud dari tempat usaha dan bangunan pasar yang dapat dimiliki dan dialihkan serta dapat dijadikan jaminan kredit, baik kredit modal usaha, maupun kredit kepemilikan hak pemakaian tempat usaha. B. Kerangka Pemikiran Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya mengeluarkan Keputusan Direksi Nomor: 450 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Khusus Ibukota (OKI) Jakarta Nomor; 6 Tahun 1992 Tentang Pengelolaan dan Pengembangan Pasar. Di dalam Peraturan Daerah Khusus Ibukota (OKI) Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 disebutkan mengenai Hak Pemakaian Tempat Usaha sebagai ijin untuk memakai tempat usaha di kios yang terdapat pada pasar di Jakarta. Hal ini terdapat pada Pasal 1 huruf f Disebutkan ”Pemakai Tempat Usaha adalah orang atau badan hukum yang berdasarkan ijin
penghunian tempat mempunyai hak memakai tempat di pasar untuk memperdagangkan barang dan jasa”. Hak pemakaian tempat usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 2 Peraturan Daerah Khusus Ibukota (OKI) Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 Tentang Pengelolaan dan Pengembangan Pasar merupakan suatu hak untuk memakai atas kebendaan berwujud dari tempat usaha pada bangunan pasar yang dimiliki dan dapat dialihkan serta dapat dijadikan jaminan kredit baik kredit modal kerja maupun kredit pemilikan Hak Pemakaian Tempat Usaha. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat 1 dan ayat 2 Keputusan Direksi Peraturan Daerah Pasar Jaya Nomor: 450 Tahun 2003 yaitu: ”Pemakai tempat usaha dapat menjaminkan Hak Pemakaian Tempat Usahanya yang berapa Sertiflkat Hak Pemakaian Tempat usaha dan surat perjanjian pemakaian tempat usaha untuk memperoleh Kredit bank setelah terlebih dahulu mendapat ijin tertulis dari Direksi atau pejabat yang ditunjuk”. Perolehan Sertiflkat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) dengan cara mengajukan permohonan kredit pada bank dimulai melalui pembuatan Perjanjian Kerjasama tiga pihak yaitu pedagang, bank, Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Perjanjian kerjasama ini merupakan perjanjian awal untuk memulai pengadaaan fasilitas pemberian kredit bagi pedagang untuk memperoleh Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha untuk selanjutnya menjadi dasar pembuatan perjanjian kredit. Terkait dengan hal tersebut maka pedagang yang hendak memiliki sertiflkat hak pemakaian tempat usaha sebagai bentuk kepemilikan hak untuk menggunakan tempat di pasar, dapat melakukan perjanjian kredit dengan bank dengan catatan apabila bank telah mambayar lunas sisa pembayaran yang belum dilakukan oleh pedagang dalam rangka untuk memperoleh sertifikat hak pemakaian tempat usaha maka sertiflkat hak akan terlebih dahulu di tahan oleh bank hingga utang pedagang lunas. Namun sebelum hal itu dilakukan harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak yang tertuang dalam bentuk perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan notaris.
Apabila perjanjian itu baik dari segi formal maupun segi materialnya telah sah menurut hukum yang berlaku maka dilakukanlah pelaksanaan pemberian kredit sesuai dengan waktu dan cara yang telah di sepakati dalam perjanjian pemberian kredit dengan bank. Kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian yang dalam hal ini antara lain adalah pedagang (debitur) dan bank (kreditur) harus menjalankan hak dan kewajibannya masing masing yang telah tertuang dan disepakati dalam perjanjian kredit apabila hak dan kewajiban para pihak telah dipenuhi maka selesailah pelaksanaan pemberian kredit. Tetapi apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi maka diperlukan solusi dan penyelesaian dimana ternyata penyelesaian itu tidak hanya melihat ke perjanjian pokok yaitu perjanjian pemberian kredit tetapi juga harus melihat menurut hukum dan aturan yang berlaku dimana hukum itu terdapat didalam KUH Perdata sebagai sumber hukum perdata di Indonesia dan juga Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia khususnya. Mengingat bahwa Hak Pemakaian Tempat Usaha merupakan produk hukum dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya maka mengenai pelaksanaan eksekusi maupun penyelesaian perkara harus melihat juga dari Peraturan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 Tentang Pengelolaan dan Pengembangan Pasar juga dari Keputusan Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Nomor: 450 Tahun 2003 tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Nomor: 6 Tahun 1992 Tentang Pengelolaan dan Pengembangan Pasar. Sehingga solusi yang didapatkan dapat bersinergis dengan hukum yang ada dan ganti kerugian dapat mencerminkan prinsip keadilan. Untuk lebih jelasnya lihat bagan dibawah ini:
Hak Pemakaian Tempat Usaha
Syarat penggunaan tempat usaha di pasar di PD Pasar Jaya Sertifikat hak pemakaian tempat usaha
Di bayar lunas oleh pedagang
-
Perda DKI No. 6 Th. 1992 tentang pengelolaan dan pengembangan pasar Kep. Direksi PD Pasar Jaya No. 450 Th. 2003 tentang pelaksanaan Perda DKI No. 6 Tahun 1992 tentang pengelolaan dan pengembangan pasar
Di bayar sementara oleh bank
Perjanjian kerjasama
Perjanjian Pemberian kredit
Pelaksanaan perjanjian
Hambatan pelaksanaan
Solusi Gambar 1 Alur Kerangka Pemikiran
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya 1. Sejarah dan Dasar Hukum Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya a. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, pada awalnya adalah perusahaan pasar hasil reorganisasi di lingkungan Djawatan Perekonomian Rakyat Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor lb.3/2/15/66 Tanggal 24 Desember 1966, dan kemudian disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Ekbang 8/8/13305 Tanggal 23 Desember 1967. Seiring dengan perkembangan kota Jakarta menjadi kota metropolitan dan persaingan usaha yang makin kompetitif, status dan kedudukan hukum Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya ditingkatkan dengan Peraturan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 7 Tahun 1982 dan disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 511.2331 - 181 Tanggal 19 April 1983. Dalam upaya meningkatkan peranan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sebagai perusahaan daerah yang lebih profesional serta mengantisipasi tuntutan perkembangan bisnis perpasaran di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang makin kompetitif dan untuk meningkatkan fungsi dan peranannya maka Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya ditetapkan kembali dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 12 Tahun 1999 Tanggal 30 Desember 1999, dengan bergulirnya waktu pasar terus berkembang. Pada mulanya pasar merupakan tempat bertemunya pedagang dan pembeli dan terjadinya transaksi langsung, namun dari waktu ke waktu, dan tuntutan konsumen pasar yang terus berubah maka pasar tidak hanya sekedar menjadi tempat bertemunya pedagang dan konsumen serta terjadi transaksi barang riil di
pasar, tetapi pasar merupakan entity business yang lengkap dan kompleks dimana kenyamanan dan kepuasan pelanggan (consumer satisfaction) yang menjadi tujuan utama. Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya mengelola 151 (seratus lima puluh satu) pasar yang tersebar di seluruh wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Total nilai asset perusahaan lebih dari 3 (tiga) triliun Rupiah. Pasar-pasar yang dikelola banyak berlokasi di tempat yang strategis antara lain Pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Jatinegara, Pasar Burung, Pasar Pramuka, Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Pagi, Pasar Blok M, Pasar Cipulir, Pasar Mayestik dan puluhan pasar milik Perusahaan Daerah Pasar Jaya lainnya. Omset bisnis yang diperdagangkan diseluruh pasar yang dikelola Perusahaan Daerah Pasar Jaya lebih dari 150 Triliun Rupiah/Tahun dengan jumlah tempat usaha 98.507 Tempat Usaha. Berdasarkan survei yang didukung dengan hasil wawancara denagan Bapak Wayan Dharma Jaya S.H,M.H selaku Manager Hukum Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya setiap hari pasar dikunjungi lebih dari 2 (dua) juta pengunjung atau kurang lebih dua puluh persen penduduk Jakarta. Hal ini merupakan satu kekuatan ekonomi bagi kota Jakarta. Menyadari akan pentingnya peranan pasar bagi laju perekonomian daerah maka Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya membuat berbagai produk hukum sebagai langkah kebijakan dalam rangka melindungi kepentingan pedagang dan pembeli. Menciptakan fasilitas yang mendukung serta menciptakan kestabilan harga dan kelancaran distribusi barang atau jasa dalam rangka menunjang anggaran daerah dan petumbuhan perekonomian nasional merupakan tugas pokok Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Mengacu pada Pasal 9 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Jaya, modal dasar Pasar Jaya ditetapkan sebesar Rp. 500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah ). Modal dasar tersebut yang disetor dan dipisahkan dari kekayaan daerah sebesar Rp.327.175.929.293.09(tiga ratus
dua puluh tujuh miliar seratus tujuh puluh lima juta sembilan ratus dua puluh tiga rupiah sembilan cen)adalah merupakan modal Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya yang saat pendirian ditambah Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dan modal yang berasal dari kekayaan pasar Inpres yang dialihkan kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dan penyertaan modal dapat disediakan berupa aset. b. Landasan Hukum Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya a) Landasan Hukum Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya didirikan dengan mengacu pada Peraturan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 12 Tahun 1999 Tanggal 30 Desember 1999 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Jaya Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Landasan hukum ini penting dalam rangka memberikan acuan dan dasar hukum yang jelas untuk memenuhi kepastian hukum dan memberikan kewenangan yang legal menurut hukum yang berlaku bagi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya untuk melakukan tindakan hukum dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. b) Landasan Operasional perusahaan Daerah Pasar Jaya Dalam rangka terpenuhinya tujuan pendirian Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya maka Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya membutuhkan landasan hukum yang memberikan kewenangan beroperasi yaitu Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 Tanggal 21 Juli 1992 Tentang Pengurusan Pasar di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta (disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan Nomor 511.231-234 Tanggal 2 Maret 1993 dan SK Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 54 Tahun 2000 Tanggal 5 Mei 2000 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
c. Visi,Misi, Fungsi Perusahaan Daerah (DKI) Pasar Jaya a) Visi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya "Menjadikan pasar tradisional dan modern sebagai sarana unggulan dalam penggerak perekonomian daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta". b) Misi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya "Menyediakan pasar tradisional dan modern yang bersih, aman, nyaman dan berwawasan lingkungan serta memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang lengkap, segar, murah dan bersaing". Pelayanan terbaik adalah kata kunci yang menjadi obsesi pada setiap karyawan Perusahaan Daerah Pasar Jaya di semua lini organisasi. Setiap karyawan menyadari bahwa apa pun yang dilakukannya melaksanakan tugas adalah bagian dari pelayanan kepada masyarakat. c) Tugas pokok Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Mengacu pada Pasal 9 Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Perusahaan Daerah (PD) Pasar jaya, maka yang menjadi tugas pokok melaksanakan pelayanan umum dalam bidang perpasaran, meliputi : 1) Membina pedagang pasar 2) Ikut menciptakan stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa. d) Fungsi Peusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Mengacu pada ketentuan Pasal 7 Peraturan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 12 Tahun 1999 tentang Perusahaan Daerah Pasar Jaya dalam melaksanakan tugas pokok memiliki fungsi :
1) Melakukan
perencanaan,
pembangunan,
pemeliharaan
dan
pengawasan bangunan pasar. 2) Melakukan pengelolaan pasar dan fasilitas perpasaran. 3) Melakukan pembinaan pedagang pasar. 4) Membantu menciptakan stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa. Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dapat mengadakan kerjasama dengan badan hukum lain baik pemerintah maupun swasta. Terkait dengan hal tersebut Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dapat melakukan diversifikasi usaha dengan persetujuan Dewan. 2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan asset terpenting bagi perusahaan, maju mundurnya perusahaan sangat tergantung dengan kualitas SDM, teamwork, dan komitmen dalam berorganisasi serta strategi jitu perusahaan dalam menangkap peluang dan memenangkan setiap persaingan yang dihadapi. Salah satu program utama dalam bidang organisasi adalah restrukturisasi dan pengurangan jumlah karyawan serta pendelegasian tugas dan tanggung jawab secara tepat dan proporsional. Sistem pengelolaan pasar yang semula berdasarkan pendekatan wilayah kotamadya (5 wilayah) diubah menjadi berdasarkan letak geografis yaitu (20 Area). Program restrukturisasi berjalan mulus dan dapat mengurangi beban operasional serta meningkatkan kesejahteraan karyawan yang diimbangi dengan meningkatnya produktivitas kerja. Pada awal tahun 2007 jumlah karyawan 1.876 orang, seiring dengan adanya karyawan yang pensiun, meninggal dunia atau yang mundur atas permintaan sendiri. Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dipimpin oleh 4 (empat) orang Direktur yang terdiri atas Direktur Utama, Direktur Administrasi,
Direktur Operasi dan Direktur Perencanaan & Hukum yang masingmasing bertanggung jawab kepada Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta melalui Badan Pengawas Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari dibantu oleh Kepala Satuan Pengawasan Intern, 7 (tujuh) Manager Divisi dan 19 (sembilan belas) Manager Area serta 1 (satu) Unit Strategic Business Unit / Unit Usaha Perpakiran. Struktur Organisasi Perusahaan Daerah Pasar Jaya dapat dijelaskan dalam bagan di bawah :
Bagan 1
Struktur
organisasi
Perusahaan
Daerah
(PD)
Pasar
Jaya
menunjukkan kedudukan, wewenang dan tanggung jawab masing-masing bagian (bagan struktur organisasi terdapat dalam lampiran). Adapun struktur organisasi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya terdiri dari : a. Dewan Pengawas 1) Dewan Pengawas mengadakan pengawasan terhadap semua kegiatan pelaksanaan tugas Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. 2) Pengawasan dapat dilakukan dengan cara : a) Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. b) Sewaktu-waktu dipandang perlu menurut pertimbangan Dewan Komisaris dalam menjalankan tugasnya. 3) Memberikan saran pendapat kepada Direksi mengenai rencana kerja dan anggaran Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya serta perubahannya. 4) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya serta menyampaikan hasil penilaian kepada Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dengan tembusan Direksi. 5) Menyampaikan laporan kepada Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sesuai dengan pedoman penyusunan. 6) Menyelenggarakan rapat Dewan Pengawas dengan Direksi. Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dan dengan ketentuan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan paling banyak 4 (empat) orang. b. Direksi 1) Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dipimpin oleh Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama, Direktur Administrasi, Direktur Operasi dan Direktur Perencanaan dan Hukum. Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Rapat Umum
Pemegang Saham untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali. 2) Sebelum surat pengangkatan Direksi ditetapkan terlebih dahulu dimintakan pertimbangan dari Gubernur. 3) Permintaan pertimbangan dimaksud dilampirkan persyaratanpersyaratan sesuai ketentuan yang berlaku. 4) Menetapkan tata tertib Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku 5) Menyampaikan laporan kepada gubernur sesuai dengan pedoman penyusunan laporan. 6) Memimpin, mengelola Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dan bertanggung jawab atas kekayaannya. 7) Menyelenggarakan ketatalaksanaan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 8) Membuat rencana kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja. 9) Mewakili perusahaan ke luar dan ke dalam pengadilan secara bersama-sama atau dapat menunjuk salah satu anggota direksi. 10) Membina kerja sama yang baik dengan instansi yang baik dengan instansi lain. 11) Mengangkat dan memberhentikan karyawan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. 12) Direktur utama bertanggung jawab kepada gubernur 13) Direktur Administrasi dan Direktur Operasi serta direktur perencanaan dan hukum bertanggung jawab kepada Direktur Utama Dalam melaksanakan tugasnya Direksi dibantu oleh:. a) Satuan Pengawasan Intern (SPI) Tugasnya antara lain : 1. Melakukan audit atas keuangan dan kekayaan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya.
2. Meneliti
pembenaran
laporan
keuangan,
neraca
dan
perhitungan laba rugi. 3. Melakukan pengawasan-pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tata kerja organisasi. 4. Mengadakan pengawasan-pengawasan terhadap operasional terutama yang menyangkut solvabilitas, liquiditas, atau rehabilitas dan rasio-rasio keuangan yang lain dalam rangka selalu menjaga nilai kesehatan perusahaan yang optimal. 5. Membuat laporan hasil pemeriksaan kepada Direktur Utama. 6. Mengurus
dan
mengelola
piutang-piutang
yang
telah
diputuskan direksi. 7. Menyampaikan saran dan pendapat kepada direksi. 8. Mengadakan pengawasan, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja. 9. Mengadakan
pengawasan-pengawasan
terhadap
kegiatan-
kegiatan umum terutama yang menyangkut liquiditas dan ketaatan terhadap perundang-undangan yang berlaku. b) Manager Area Manager Area adalah pejabat yang ditunjuk oleh direksi untuk mengurusi keperluan pasar-pasar yang termasuk kedalam pengurusan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dalam rangka untuk membantu hal-hal yang diperlukan direksi. Menager area diletakkan dan ditempatkan di masing-masing pasar yang ada di Jakarta. Fungsinya adalah memberikan laporan mengenai perkembangan pasar dan mengembangkan pasar.
c) Manager Divisi Manager Divisi adalah kepala masing-masing divisi ,yang merupakan bagian/ komponen dari setiap bagian satuan kerja yang di kepalai direktur bagian yang bertanggung jawab kepada direktur utama. 1. Direktur
bagian
administrasi
adalah
kepala
dari
satuan
Administrasi yang terdiri atas: a. Divisi hukum dan humas b. Divisi sumber daya manusia c. Divisi keuangan 2. Direktur opersaional adalah kepala dari satuan Operasional yang terdiri dari: a. Divisi Usaha b. Divisi Tekhnik 3. Direktur Perncanaan dan hukum adalah kepala dari satuan perencanaan dan hukum yan tediri atas: a. Divisi Perencanaan b. Divisi Hukum dan Kantib Ketentuan hukum yang ada yaitu Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor: 6 tahun 1992 Tentang Pengurusan Pasar di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menetapkan bahwa dalam hal wewenang pengurusan pasar adalah direksi. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1992 butir kesatu disebutkan bahwa direksi adalah Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Direksi bertugas untuk menetapkan tempat-tempat sebagai pasar, pembagian tempat dalam pasar, penggunaan areal dalam pasar, jam buka dan tutupnya pasar dan batas wilayah pasar.
Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya mengelola 151 (seratus lima puluh satu) pasar yang tersebar di seluruh wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Total nilai asset perusahaan lebih dari 3 (tiga) triliun Rupiah. Pasar pasar yang dikelola banyak berlokasi di tempat yang strategis antara lain Pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Jatinegara, Pasar Burung, Pasar Pramuka, Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Pagi, Pasar Blok M, Pasar Cipulir, Pasar Mayestik dan puluhan pasar milik Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya lainnya. B. Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha Di Lingkungan Perusahaan Daerah (PD) Pasar jaya Perjanjian kredit merupakan perikatan antara dua pihak atau lebih yang menggunakan uang sebagai objek dari perjanjian, jadi dalam perjanjian kredit ini titik beratnya adalah pemenuhan prestasi antara para pihak yang menggunakan uang sebagai objek atau sesuatu yang dipersamakan dengan uang. Kredit menurut ketentuan Undang-undang Perbankan yaitu UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan), adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam unluk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit bank dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) merupakan bentuk jenis kredit yang diberikan oleh Pihak Bank kepada para pedagang yang hendak memiliki kios dipasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Jenis kredit ini diadakan dan direkomendasikan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan pihak bank dalam rangka memberikan kemudahan bagi pedagang untuk mendapatkan Sertifikat Hak Pemakaian
Tempat
Usaha
(SHPTU),
sebagai
syarat
mutlak
untuk
mendapatkan hak pemakaian kios sebagai tempat usaha dipasar dibawah pengurusan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Kredit ini akan digunakan untuk melunasi pembelian Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) sebagai bukti kepemilikan kios. Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) merupakan hak untuk memakai atas kebendaan berwujud dari tempat usaha pada bangunan pasar, sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Nomor 450 Tahun 2003 bahwa Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) dapat dijaminkan oleh Pemakai Tempat kepada Bank untuk memperoleh kredit, setelah terlebih dahulu mendapat ijin tertulis/ referensi dari Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Referensi ini diperlukan karena baik tanah dan bangunan atas obyek hak tersebut merupakan milik Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sehingga apabila pada suatu saat terjadi wanprestasi atas pelaksanaan pengembalian kredit diperlakukan tetentuan-ketentuan perpasaran yang berlaku oleh pemilik asset. Perjanjian pemakaian tempat usaha antara Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan para pedagang, mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak yang berkaitan dengan Hak Pemakaian Tempat Usaha, baik pada bangunan yang baru dibangun maupun bangunan lama yang sudah ada dan salah satu diantaranya yang diatur adalah mengenai pembelian/penebusan harga hak pemakaian tempat usaha untuk jangka waktu tertentu dan atau selamalamanya untuk masa pemakaian 20 (dua puluh) tahun. Kredit dengan jaminan Sertikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) hanya diberikan bagi calon pedagang yang hendak berdagang di pasar Perusahan Daerah (PD) Pasar Jaya. Artinya bahwa kredit ini hanya diberikan kepada pedagang yang hendak melunasi pembayaran Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) sebagai bukti kepemilikan kios di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Dengan mengajukan permohonan kredit kepada bank maka Pedagang akan mendapatkan bantuan kredit untuk melunasi pembelian Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU)
karena tanpa melunasi Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) maka pedagang tidak dapat melakukan kegiatan perdagangan di pasar-pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Setelah pedagang memperoleh kredit dari bank maka pedagang dapat langsung menggunakan kredit yang diberikan oleh Bank untuk melunasi pembelian Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU). Pelunasan pembayaran tersebut selanjutnya akan di tindak lanjuti oleh pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan mengeluarkan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU), tetapi oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) tersebut akan diberikan langsung kepada bank karena berdasarkan perjanjian kerjasama dan perjanjian kredit dinyatakan bahwa dengan adanya perjanjian kredit maka Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) akan di pegang oleh Bank sebagai jaminan. Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) akan dipegang kembali oleh pedagang jika sudah melunasi kredit yang telah diberikan oleh bank sesuai dengan mengikuti aturan yang tertuang didalam perjanjian kredit. Kredit yang diberikan oleh bank sebagai kreditur kepada pedagang sebagai debitur selalu dilakukan dengan membuat suatu perjanjian. Mengenai bentuk perjanjian ini tidak ada bentuk yang pasti, karena tidak ada peraturan yang mengaturnya, tapi yang jelas perjanjian kredit selalu dibuat dalam bentuk tertulis dan mengacu pada Pasal 1320 Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUHPdt) tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Bank selaku kreditur dalam memberikan fasilitas kredit kepada para pemakai tempat usaha / pedagang pasar selalu didahului dengan adanya ikatan hukum berupa perjanjian pemberian kredit atau perjanjian kredit dengan berpedoman pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Mengingat belum ada peraturan yang secara khusus mengatur tentang perjanjian kredit. Asas yang melandasi timbulnya perjanjian kredit adalah asas kebebasan berkontrak. Dalam penulisan hukum (skripsi) ini penulis
menggunakan Bank DKI sebagai bank daerah yang berperan menjadi mitra Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dalam hal pemberian faslitas kredit. Selanjutnya Bank Daerah Khusus Ibukota Jakarta akan di sebut sebagai Bank DKI. Sesuai ketentuan Pasal 6 Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya ditetapkan bahwa tugas Pokok Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya adalah melaksanakan pelayanan umum dalam bidang perpasaran, membina pedagang pasar, ikut membantu menciptakan stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa di pasar. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa salah satu fungsi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya adalah melakukan pembinaan pedagang pasar (Pasal 7 butir C Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor: 12 Tahun 1999). Pembinaan pedagang ini dilakukan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, membantu mendapatkan fasilitas kredit perbankan, baik untuk modal usaha maupun kredit investasi pemilikan tempat usaha. Pembangunan pasar untuk penyediaan tempat usaha pedagang pasar dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, baik dengan dana Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya maupun melalui kerjasama dengan Pihak Ketiga (Pengembang Swasta). Dalam praktek perbankan setiap pemberian kredit, Bank DKI sebagai kreditur selalu meminta benda sebagai jaminan atas pemberian kredit tersebut yaitu untuk memberikan rasa aman bagi kreditur yaitu bank dalam hal pengembalian kredit yang dipinjam. Rasa aman ini sangat penting untuk memberikan keyakinan bagi pemberi modal bahwa minimal modal yang diberikan tidak hilang begitu saja. Dilihat dari ketentuan perbankan, pemberian kredit oleh Bank DKI mengandung suatu resiko, oleh sebab itu dalam pemberian kredit perlu adanya jaminan unluk memberikan
keyakinan bagi kreditur akan kemampuan debitur di dalam melunasi kredit sesuai dengan persyaratan yang telah diperjanjikan. Pedagang sebagai calon debitur yang hendak mengajukan permohonan kredit kepada bank, harus melalui suatu prosedur yang telah ditetapkan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Prosedur ini menurut Bapak Wayan Dharma Jaya ,S.H.,M.H melalui wawancara pada hari Senin tanggal 6 Oktober 2008 pukul 09.00 WIB disebutkan bahwa prosedur berdasarkan atas kesepakatan antara para pihak yang tertuang dalam perajanjian kerjasama adalah tergantung pada dengan siapa saja Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya mengadakan perjanjian kerjasama dalam hal pengadaan kredit untuk pedagang. Perjanjian kerjasama merupakan perjanjian awal yang berfungsi sebagai aturan utama yang harus di ikuti oleh para pedagang jika ingin mengajukan permohonan kredit pada bank–bank tertentu seperti salah satunya yaitu Bank DKI. Perjanjian kerjasama diadakan karena Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya ingin memfasilitasi pedagang agar memperoleh kemudahan dalam hal pelayanan untuk mendapatkan kredit untuk memperoleh Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha. Menurut pendapat Bapak Wayan Dharma Jaya,S.H.,M.H. sebagian besar bank ingin memperoleh kepastian hukum dan kejelasan calon debitur yang ingin memperoleh Kredit pinjaman dari bank, sedangkan mayoritas pedagang yang ada dipasar adalah pedagang kecil yang kebanyakan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan belum memiliki Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) yang jelas. Kekhususan yang turut menambah keragaman prosedur kredit kepemilikan hak pemakaian tempat usaha juga menurut Bapak Wayan Dharma Jaya ,S.H.,M.H. yaitu berasal dari manakah dana pembangunan pasar. Dalam hal dana dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, maka harga pembelian Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) yang akan dibayar calon pemakai tempat akan masuk dan menjadi hak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sehingga dalam hubungan dengan Kredit Pemilikan tempat Usaha / Kios, Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya bertindak selaku
avalis para calon debitur yang akan memperoleh kredit dari Bank DKI. Bank tetap diperlukan karena dapat mempermudah Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dalam pengelolalan keuangan yang masuk dari pembayaran Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha dan Perusahaan Daerah Pasar Jaya dalam hal memperoleh dana pembangunan pasar selalu menggunakan kredit dengan bank untuk memperepat pembangunan. Dalam hal biaya pembangunan berasal dari kerjasama Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan Pihak Ketiga. Pihak ketiga turut terlibat karena pihak ketiga sebagai pihak yang menyediakan dana pembangunan atau dapt juga bertindak sebagai pihak debitur kepada bank DKI untuk memperoleh dana pembangunan pasar. Kompensasi berupa hak pemasaran tempat usaha merupakan hak Pihak Ketiga (pengembang), maka harga Hak Pemakaian Tempat Usaha juga merupakan hak Pihak Ketiga (pengembang) sehingga dalam hubungan dengan kredit pemilikan tempat usaha, Pihak Ketiga (pengembang) bertindak sebagai avalis. Prosedur yang di berikan adalah sebagai berikut: a. Prosedur Kredit Kepemilikan Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) di Pasar-Pasar yang Dibangun dengan Dana Pihak Developer Dasar hukumnya adalah Perjanjian Kerjasama (PKS) tiga pihak antara Bank DKI, Perusahaan Daerah Pasar Jaya, dan developer. Hal ini didasarkan karena dalam pembangunan pasar dana yang digunakan adalah dana pribadi pihak Developer. Sehingga prosedurnya adalah sebagai berikut: 1) Para pedagang (para pembeli HPTU) dikordinir atas rekomendasi Developer /pengembang mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan melampirkan syarat-syarat yang ditetapkan Bank DKI sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) 2) Kemudian Bank DKI meneliti permohonan tersebut disetujui atau tidak (ditolak)
3) Permohonan kredit yang disetujui selanjutnya dibuat perjanjian kredit antara pedagang/pembeli HPTU/Debitur dengan Bank DKI sebagai Kreditur dengan nilai plafon kredit debesar 80% dari harga jual Hak pemakaian tempat usaha karena uang muka (DP) sebesar 20% telah dibayar lunas oleh pedagang /pembeli HPTU kepada Developer /pengembang selama masa pembangunan. 4) Jaminan (agunan) kredit adalah Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) atas nama debitur, penyerahan SHPTU dilakukan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya melalui Developer /pengembang kepada bank pemberi kredit bersamaan dengan pencairan kredit atau paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pencairan kredit sesuai dengan PKS atau Cover Note yang diterbitkan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. 5) Pencairan kredit /nilai kredit sebesar 80% dari harga jual HPTU setelah dikurangi dana pinjaman (ascrow account) sebesar 10% langsung dipindah bukukan ke rekening Developer atau pengembang. 6) Dana penjaminan dalam rekening penjaminan sebesar 10% atas nama developer harus tetap dijaga oleh Developer selama jangka waktu /masa kredit karena pihak developer bertindak sebagai Avalis (penjamin), sedangkan pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya akan membantu dalam hal pengamanan pengembalian angsuran kredit dari pedagang (debitur) apabila debitur wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kredit. 7) Apabila debitur wanprestasi tidak melaksanakan kewajiban angsuran kredit kepada bank atau tidak melaksanakan kewajiban kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sesuai ketentuan perpasaran (peraturan daerah), setelah diberikan peringatan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya (atas permohonan bank atau pengembang) sesuai ketentuan Perjanjian Kerjasama (PKS) dan perjanjian kredit dan tempat usahanya telah dilakukan penutupan sementara serta HPTUnya dibatalkan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, maka sisa
tunggakkan kredit debitur kepada Bank DKI sebagai kreditur akan ditutup dari dana penjaminan yang ada pada rekening penjamin milik pengembang dengan cara pendebetan oleh Bank (DKI) . 8) Rekening Ascrow /penjaminan harus tetap dijaga jumlahnya oleh Developer /pengembang sebesar 0% selama masa /jangka waktu kredit (3 -5 tahun sesuai dengan perjanjian kredit). 9) Apabila terjadi pendebetan rekening penjaminan oleh Bank DKI maka barang jaminan (SHPTU) harus dikembalikan dan diserahkan kepada Developer selanjutkan akan dipasarkan /dijual kepada peminat lain. 10) Tempat usaha yang HPTU nya telah dibatalkan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya harus dikosongkan oleh pedagang /debitur secara sukarela atau secara paksa oleh dan atas instruksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya jika tidak juga mengosongkan tempat usahanya. b. Prosedur Pemberian Kredit (Pasar yang Dibangun dengan Dana Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya ) Dasar hukum yang digunakan adalah Perjanjian Kerjasama Antara Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan Bank yaitu yang dalam penulisan hukum (skripsi) ini adalah Bank DKI (PKS) 1) Pedagang (pembeli Hak Pemakaian Tempat Usaha ) dikoordinir atas rekomendasi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya mengajukan permohonan kepada Bank DKI dengan melampirkan syarat-syarat yang ditetapkan bank sesuai dengan perjanjian kerjasama (PKS). 2) Kemudian Bank DKI meneliti Permohonan kredit tersebut untuk di setujui atau di tolak . 3) Permohonan Kredit yang di setujui selanjutnya dibuat perjanjian kredit antar pedagang /pembeli hak pemakaian tempat usaha (debitur) dan Bank DKI (kreditur) dengan nilai plafon kredit sebesar 80% dari harga jual Hak Pemakaian Tempat Usaha karena uang muka sebesar 20 %
telah dibayar lunas oleh pedagang /pembeli hak kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya selama masa pembangunan . 4) Agunan atau jaminan kredit adalah Sertifikat Hak pemakaian Tempat usaha (SHPTU) atas nama debitur, penyerahan SHPTU oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya kepada Bank DKI bersamaan dengan pencairan kredit (paling lambat 30 hari setelah pencairan kredit sesuai PKS). 5) Nilai kredit sebesar 80% dari harga jual HPTU setelah dikurangi Ascrow Account (dana penjaminan )10 % langsung dipindahbukukan ke rekening Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya . 6) Dana penjaminan dalam rekening penjamin sebesar 10 % atas nama Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya harus tetap dijaga oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya karena Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya bertindak sebagai penjamin /avalis sesuai dengan kesepakatan yang terdapat didalam PKS. 7) Apabila
Debitur
melakukan
Wanprestasi
yang
artinya
tidak
melaksanakan kewajibannya untuk mmbayar angsuran kredit pada bank atau tidak melaksanakan kewajibannya pada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya setelah diberikan peringatan oleh Perusahaaan Daerah (PD) Pasar Jaya maka sesuai dengan ketentuan PKS dan Perjanjian Kredit, tempat usaha akan ditutup sementara serta HPTU nya akan dibatalkan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, maka sisa tunggakan Debitur kepada bank akan ditutup dari Rekening Penjaminan melalui pendebetan oleh Bank DKI. 8) Rekening Ascrow harus tetap dijaga jumlahnya oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sebesar 10 % selama jangka waktu kredit yaitu 3 s/d 5 tahun. 9) Apabila terjadi pendebetan rekening penjaminan oleh Bank DKI, maka barang jaminan (SHPTU) harus diserahkan kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dan selanjutnya akan di pasarkan /dijual kepada peminat lainnya .
10) Tempat usaha yang HPTU nya telah dibatalkan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya harus dikosongkan baik secara paksa ataupun sukarela oleh debitur yang telah terbukti melakukan wanprestasi atau pelanggaran tertentu. Prosedur yang telah dilakukan dan dipenuhi dapat memberikan hak dan diatur lebih lanjut dalam ketentuan pedoman pengurusan pasar. Ketentuan dan hak itu antara lain: a. Ketentuan pemakaian tempat usaha di pasar atas dasar pemakaian tempat secara harian, secara bulanan atau jangka waktu tertentu, ditetapkan oleh Direksi. b. Hak pemakaian tempat usaha di pasar ditetapkan oleh Direksi, untuk jangka waktu selama - lamanya 20 ( dua puluh ) tahun. c. Pemakai tempat usaha dapat memperoleh dan mempergunakan tempat dipasar menurut jumlah yang ditetapkan oleh Direksi. d. Pasar - pasar yang hak pemakaiannya telah berakhir dapat diberikan perpanjangan hak pemakaian selama jangka waktu tertentu dengan harga yang ditetapkan oleh Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sambil menunggu peremajaan / renovasi. Pengadaan Prosedur dan jaminan didasarkan pada Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa kebendaan menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan (kreditur) . Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat diketahui bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh debitur dijamin dengan seluruh harta kekayaan baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sekarang ada maupun yang akan ada di kemudian hari yang menjadi milik debitur. Jaminan ini sifatnya umum dan kedudukan semua kreditur di sini semua sama, tidak ada yang diistimewakan. Penyerahan benda sebagai jaminan pada dasarnya tidak untuk dimiliki oleh
Bank, tetapi penyerahan tersebut semata-mata untuk melunasi hutang debitur. Jika debitur wanprestasi dalam pelunasan kredit yang diterima. Bagi kreditur di dalam penulisan hukum ini adalah Bank DKI, sebagai pihak yang memberikan kredit dalam menjalankan fungsinya harus berpedoman kepada prinsip kehati-hatian, sebab kredit yang diberikan mengandung resiko yang sangat besar bagi kreditur itu sendiri. Hal ini mendorong Pihak Bank DKI perlu mengadakan suatu mekanisme prosedural, dimana mekanisme ini harus ditempuh oleh pihak debitur yang hendak mengajukan permohonan kredit. Tujuan dari adanya prosedur tersebut adalah untuk mengetahui letak kesalahan yang dapat timbul apabila terjadi masalah dalam pemberian kredit. Pemberian fasilitas kredit kepada para pedagang pasar untuk penebusan harga jual Hak Pemakaian Tempat Usaha sangat beresiko, mengingat adanya kemungkinan debitur tidak dapat memenuhi berbagai kewajiban pengembalian kredit sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit yang mengikat para pihak akan berjalan sebagaimana mestinya, apabila kreditur dan debitur menepati isi / materi yang diperjanjikan. Suatu masalah akan timbul apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi atas perjanjian kredit yang kemungkinan dapat menimbulkan kredit macet. Kondisi tersebut memaksa pihak Bank DKI sebagai kreditur melakukan upaya penyelamatan dan pengamanan kredit yang telah diberikan kepada debitur sesuai dengan sanksi-sanksi yang diatur dalam perjanjian kredit. Biasanya dalam praktek perbankan upaya-upaya eksekusi benda jaminan dalam praktek merupakan upaya terakhir. Melalui penelitian di Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya pada dasarnya perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) dilakukan dalam rangka untuk mempermudah pedagang untuk dapat memiliki Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) sebagai bukti kepemilikan kios di pasar Perusahaan Daerah (PD)
Pasar Jaya. Perjanjian kredit sebagaimana diketahui tidak berdiri sendiri, karena dalam hal pelaksanaan perjanjian kredit mengacu pada perjanjian kerjasama sebagai perjanjian pokok dalam pemberian kredit dari Bank DKI kepada Debitur. Perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) selalu diikuti dengan perjanjian pemberian jaminan oleh debitur kepada Bank DKI dimana dalam hal ini debitur akan mengajukan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) sebagai jaminan. Pemberian Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) dalam pelaksanaan pemberian kredit sebagai jaminan merupakan syarat utama karena mengacu pada ketentuan dalam perjanjian kerjasama, memiliki keistimewaaan yaitu pedagang tetap dapat menggunakan kios hingga
kredit
dilunasi
oleh
pedagang.
Perjanjian
kredit
dengan
menggunakan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dilaksanakan berdasarkan kepercayaan karena dalam Perjanjian Kerjasama (PKS) disebutkan bahwa Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dalam hal pelaksanaan perjanjian kerjasama bertindak sebagai avalis atau penjamin. Kedudukan pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sebagai penjamin didasarkan karena mayoritas pedagang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pembukuan yang jelas, sehingga mengacu pada ketentuan pendirian Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dimana salah satu fungsi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya adalah mensejahterakan pedagang. Pihak Bank DKI menginginkan kepastian akan dilunasinya pinjaman yang diberikan oleh Bank DKI. Perjanjian kerjasama ini berdasarkan kepercayaan karena tidak membutuhkan lembaga khusus untuk melakukan eksekusi dan juga tidak ada tindakan menahan barang yang menjadi objek jaminan perjanjian kredit, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang ditahan sementara oleh Bank DKI sebagai jaminan adalah bukti kepemilikan hak milik penggunanaan kios yaitu Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU). Pedagang tetap
dapat menggunakan kios untuk melakukan kegiatan perdagangan, karena itu dalam menyalurkan dana tersebut Bank harus melaksanakan asas-asas perkreditan yang sehat, dan asas kehati-hatian serta perlu penilaian yang seksama dari berbagai faktor dalam setiap pertimbangan permohonan kredit, dengan maksud agar sejak awal telah ada upaya pencegahan dan pengurangan resiko itu. Dalam setiap permohonan pemberian kredit biasanya Bank DKI akan melakukan penilaian dari berbagai aspek antara lain yang lazim adalah dari segi watak debitur (character), dari segi kemampuan debitur (capacity), modal (capital), jaminan atau dalam istilah Bank DKI disebut agunan (collateral) dan prospek usaha debitur (condition of economic). Karakter atau watak debitur (character) merupakan faktor terpenting didalam penilaian pemberian kredit. Penilaian terhadap aspek karakter calon debitur terutama dari segi keuangannya memang sangat sulit dan sulit untuk mendapatkan datanya, penilaian karakter ini akan memudahkan pihak Bank DKI apabila calon debitur tersebut merupakan nasabah Bank DKI. Dalam pemberian fasilitas kredit pemilikan tempat usaha/kios, pihak perbankan memerlukan adanya agunan pokok yaitu berupa benda yang dapat menjadi jaminan kredit. Dalam hal ini agunan pokok tersebut berupa Hak Pemakaian Tempat Usaha sebagaimana yang dijelaskan diatas, merupakan benda bergerak yang tidak berwujud. Dalam rangka penerapan asas-asas kehati-hatian tersebut, maka penyaluran fasilitas kredit Hak Pemakaian Tempat Usaha di bangunan pasar kepada para pedagang pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, didahului dengan Perjanjian Kerjasama (Perjanjian Induk) antara Bank Pemberi Kredit yaitu Bank DKI dan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya (avalis) atau antara Bank Pemberi Kredit yaitu Bank DKI, Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya (pemilik dan pengelola gedung) dan pengembang. Perjanjian kerjasama ini merupakan perjanjian induk / awal dari perjanjian kredit antara para pedagang (calon debitur) dan Bank pemberi kredit.
Perjanjian kredit dengan jaminan Serifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) berasal dari suatu perjanjian kerjasama antara beberapa pihak yang terkait seperti Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya selaku pihak yang berinisiatif untuk menyediakan fasilitas kredit untuk pedagang dalam rangka untuk melunasi pembayaran Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha, Pihak Bank dalam penulisan hukum (skripsi) ini adalah Bank DKI, dan pihak ketiga seperti developer selaku pihak pembangun jika ikut memberikan dan pembangunan pasar. Dalam kaitan dengan masalah Kredit Pemilikan Tempat Usaha / Kios terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara pembangunan dengan dana sendiri Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dan yang berasal dari kerjasama Pihak Ketiga, yaitu : a. Dalam hal dana dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, maka harga Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) yang akan dibayar calon pemakai tempat masuk dan menjadi hak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sehingga dalam hubungan dengan Kredit Pemilikan tempat Usaha / Kios, Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya bertindak selaku avalis para calon debitur yang akan memperoleh kredit dari Bank DKI. b. Dalam hal biaya pembangunan berasal dari kerjasama Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan Pihak Ketiga, karena kompensasi berupa Hak Pemasaran Tempat Usaha merupakan hak Pihak Ketiga (pengembang), maka harga Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) juga merupakan hak Pihak Ketiga (pengembang) sehingga dalam hubungan dengan kredit pemilikan tempat usaha Pihak Ketiga (pengembang) bertindak sebagai avalis. Dalam perjanjian kerjasama pada dasamya diatur hal-hal antara lain : a. Tujuan pemberian fasilitas kredit b. Syarat-syarat calon Debitur
c. Referensi / rekomendasi dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya terhadap calon debitur yang dianggap layak mendapatkan fasilitas kredit di Bank DKI. d. Penempatan dana Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya atau pengembang di Bank DKI (avalis). e. Agunan/ jaminan. f. Pembukaan rekening escrow account yang dapat digunakan untuk menutupi tunggakan apabila terjadi tunggakan oleh debitur. g. Ketentuan dan syarat kredit. h. Eksekusi barang jaminan apabila terjadi kredit macet. Perjanjian kerjasama antara Bank DKI dan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya (pemilik dan pengelola pasar) dan atau dengan pengembang merupakan perjanjian yang mengawali Perjanjian Kredit antara Bank DKI (kreditur) dan pedagang / pembeli Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU). Perjanjian kerjasama dimaksud merupakan salah satu upaya pencegahan atau upaya preventif dalam perjanjian kredit pemakaian tempat usaha di bangunan pasar yang sangat beresiko tinggi disamping adanya jaminan / agunan, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Perjanjian Kerjasama (induk) dalam pemberian fasilitas kredit dengan jaminan Sertifikat
Hak
Pemakaian
Tempat
Usaha
dibuat
terutama
untuk
mengantisipasi timbulnya kredit macet dan untuk pelaksanaan eksekusi barang jaminan apabila debitur wanprestasi tidak melaksanakan isi perjanjian kredit yaitu tidak memenuhi kewajiban pengembalian angsuran kredit pada waktunya. Eksekusi barang jaminan melalui ketentuan Peraturan Daerah yang mendasari terbitnya Hak Pemakaian Tempat Usaha di bangunan pasar, jauh lebih efisien dan cepat. Didalam perjanjian kerjasama ini memuat berbagai ketentuan yang sebelumnya telah disepakati oleh para pihak yang terlibat langsung dalam pemberian kredit yaitu Bank DKI (Kreditur), Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya selaku pihak yang mewakili bank untuk melakukan pengawasan pemenuhan Kredit, dan pihak developer
(apabila biaya pembangunan pasar dan kios berasal dari dana pihak developer). Selain berisi hak dan kewajiban para tersebut pihak dalam pelaksanaan perjanjian kredit, di dalam perjanjian kerjasama juga terdapat ketentuan dasar yang harus dipenuhi oleh pedagang jika hendak ingin mengajukan kredit. Artinya bahwa apabila persyaratan tersebut telah dipenuhi maka setidaknya pedagang telah memenuhi persyaratan awal. Perjanjian kerjasama memuat syarat untuk mendapatkan rekomendasi sebagai pedagang terdaftar di lingkungan (pasar) Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Apabila ketentuan tersebut telah dipenuhi dan dilengkapi maka pedagang dapat mengajukan permohonan kredit pada Bank DKI. Perjanjian Kerjasama (induk) dalam pemberian fasilitas kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) dibuat terutama untuk mengantisipasi timbulnya kredit macet dan untuk pelaksanaan eksekusi barang jaminan apabila debitur wanprestasi tidak melaksanakan isi perjanjian kredit yaitu tidak memenuhi kewajiban pengembalian angsuran kredit pada waktunya. Eksekusi barang jaminan melalui ketentuan Peraturan Daerah yang mendasari terbitnya hak pemakaian tempat usaha di bangunan pasar, jauh lebih efisien dan cepat. Perjanjian kerjasama menyebutkan bahwa untuk mendapatkan rekomendasi
dan
diakui
sebagai
pedagang
adalah
selain
harus
menandatangani perjanjian pemakaian tempat usaha juga harus memenuhi kriteria yaitu: a.
Memiliki kekayaan bersih sebesar paling banyak Rp.200.000.000,(Dua Ratus Juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan .
b.
Memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
c.
Warga Negara Indonesia
d.
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar .
e.
Berbentuk badan usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum .
f.
Telah melakukan kegiatan usaha menimal satu tahun serta mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan. Selain itu pedagang yang hendak mengajukan permohonan kredit
harus melengkapi persyaratan–persyaratan tertentu yang di wajibkan oleh Bank DKI sebagai persyaratan umum yaitu: a.
Memberikan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
b.
Fotokopi Kartu keluarga (KK)
c.
Laporan penjualan perhari /perbulan (boleh tulis tangan)
d.
Surat pernyataan /cover note dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya akan menyerahkan asli Surat Ijin Pemakaian Tempat Usaha dan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) kepada bank pemberi kredit paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Bank mencairkan kredit debitur yaitu pedagang.
e.
Data diri
f.
Foto kios
g.
Bukti retribusi pasar
h.
Buku Tabungan tiga bulan terakhir (kalo ada)
i.
Denah Kios
j.
Surat Rekomendasi dari Manager Area Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya
k.
Foto kopi Bukti Pembayaran Uang Muka sebesar 20% kepada Perusahaan
Daerah
Pasar
Jaya
atau
developer
jika
dalam
pembangunan pasar dana berasal dari dana pihak developer (sesuai dengan perjanjian kerjasama ).
l.
Surat Pemesanan Perpanjangan Hak Sewa / Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU).
m.
Menyerahkan asli surat penunjukan tempat kios yang akan ditempati debitur yang diterbitkan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya kepada Kreditur sebagai jaminan awal sebelum Surat Ijin Pemakaian Tempat Usaha dan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) diterbitkan .
n.
Fotocopy Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP) untuk nilai kredit diatas 50 juta. Pihak bank sebagai kreditur sesuai dengan aturan Undang-Undang
Perbankan dan untuk memenuhi asas prisip kehatihatian ,maka akan menindak lanjuti permohonan kredit pedagang dengan melakukan analisis kredit. Pihak Bank DKI dalam hal ini akan melakukan penilaian beberapa aspek seperti aspek manajemen dan organisasi, aspek hukum dan aspek ekonomi jika permohonan kredit disetujui oleh Bank DKI untuk dilaksanakan. Analisis kredit ini penting guna menyusun laporan analisis kredit. Laporan analisis kredit berisi tentang penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternatif sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan sebagai bahan informasi yang akurat. Laporan analisis kredit akan menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Bank DKI untuk memutuskan disetujui atau tidak permohonan kredit yang diajukan oleh pihak pedagang. Disetujuinya permohonan bantuan kredit pedagang ditandai dengan diterbitkannya Surat
Persetujuan Pemberian Kredit
(SP2K). Surat
Persetujuan Pemberian Kredit merupakan suatu prosedur yang diterapkan oleh bank karena SP2K adalah komunikasi pertama antara Pihak Bank DKI dengan pedagang sebagai calon Debitur yang beris beberapa keterangan yang merupakan syarat-syarat utama yang akan dituangkan dalam perjanjian kredit diikuti syarat tambahan lainnya yang bersifat tekhnis. Dalam SP2K
akan dijelaskan beberapa hal yang penting untuk diketahui oleh pedagang yang hendak menjadi calon debitur yaitu: a.
Jenis Kredit
b.
Platfont Kredit
c.
Penggunaan Kredit
d.
Angsuran kredit
e.
Bunga Kredit
f.
Provisi
g.
Jaminan kredit
h.
Pengikatan
i.
Akad kredit
j.
Biaya-biaya Lainnya Pihak pedagang sebagai calon debitur akan dibuatkan perjanjian
kredit dengan pihak Bank DKI dengan bantuan Notaris. Notaris diperlukan mengingat bahwa perjanjian kredit ini merupakan perjanjian kredit yang bersifat khusus yang timbul dari perjanjian kerjasama yang sebelumnya dibuat oleh para pihak yang terkait dengan pengadaan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU), yaitu Bank DKI, Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya ,dan pihak pengembang jika melibatkan pihak Developer dalam hal pengadaan dana pembangunan Kios. Perjanjian kredit dibuat dihadapan notaris dengan beberapa pertimbangan yaitu perjanjian kredit merupakan salah satu aspek terpenting dalam pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani oleh pihak Bank DKI dan debitur maka tidak ada pemberian kredit itu. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara bank dengan debitur yang isinya menentukan dan mengatur mengenai hak dan kewajiban antara kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian kredit. Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian jaminan maka dapat diketahui bahwa perjanjian kredit adalah pokok atau prinsip sedangkan perjanjian jaminan merupakan
perjanjian ikutan atau accessoir artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit. Perjanjian kredit dalam hal dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) merupakan perjanjian yang bersifat accessoir artinya perjanjian kredit berasal dari perjanjian induk yaitu perjanjian kerjasama. Perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) tidak seperti perjanjian kredit Bank DKI pada umumnya, karena perjanjian kredit yang dikeluarkan oleh Bank DKI pada umumnya bersifat perjanjian standar /perjanjian baku. Perjanjian baku atau perjanjian standar adalah jenis perjanjian yang berisikan klausula baku ,dimana klausula baku adalah bagian dari perjanjian baku yang bertentangan dengan asas kesepakatan dan asas itikad baik. Klausula baku adalah bagian dari perjanjian standart yang dibuat tanpa ada kesepakatan dari pihak debitur, sehingga biasanya perjanjian baku dibuat dalam bentuk sudah jadi berupa formulir. Perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha memiliki perbedaan. Perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha dibuat dihadapan notaris, sehingga terbuka adanya perundingan dengan pihak bank untuk tercapainya kesepakatan para pihak. Hal yang menguatkan pendapat penulis bahwa perjanjian permberian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha tidak termasuk kedalam perjanjian baku adalah bahwa perjanjian kredit diawali dengan perjanjian kerjasama antara Bank DKI, pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya atau pengembang jika ada campur tangan pihak developer dalam hal pembangunan pasar, dan pihak pedagang sebagai calon debitur yang diwakilkan. Perjanjian kredit dengan jaminan sertifikat hak pemakaian tempat usaha dibuat dihadapan notaris dengan rincian sebagai berikut:
a. Nomor perjanjian kredit b. Waktu pembuatan perjanjian kredit,meliputi hari, tanggal, bulan, dan tahun c. Identitas para pihak d. Ketentuan umum e. Jumlah pokok kredit f. Pencairan kredit g. Jangka waktu kredit h. Suku bungan dan provisi i. Pembayaran kembali kredit j. Denda tunggakan k. Agunan l. Biaya-biaya m. Penyerahan tagihan bank kepada pihak lain n. Lain-lain o. Ketentuan lain-lain p. Tanda tangan para pihak ,saksi-saksi dan suami istri. Para pihak dengan disasikan para saksi dan notaris setelah menyetujui perjanjian kredit maka perjanjian kredit ditandatangani oleh kedua belah pihak diatas materai enam ribu. Perjanjian kredit dengan jaminan Sertikat Hak Pemakaian Tempat Usaha disepakati dengan nilai paltfond kredit sebesar 80% dari harga jual Hak Pemakaian Tempat Usaha karena uang muka sebesar 20% telah dibayar lunas oleh pedagang /pembeli hak kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya selama masa pembangunan. Nilai kredit sebesar 80% dari harga jual Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) setelah dikurangi Ascrow Account (dana penjaminan) 10% langsung dipindah bukukan kerekening Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, setelah perjanjian disepakati. Ascrow account adalah rekening giro atas nama pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar jaya yang disimpan oleh bank untuk menampung dana penjaminan dari pihak
kedua terhadap fasilitas kredit yang diberikan kepada Debitur yang besarnya 10% dari nominal kredit yang diberikan pihak Bank DKI kepada debitur. Diberikan atas nama pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya karena berdasarkan perjanjian kerjasama dan perjanjian kredit pihak Perusahan Daerah (PD) Pasar Jaya bertindak sebagai avalis (penjamin) mengingat jumlah kredit yang diberikan dalam jumlah besar dan untuk memberikan kepastian dipenuhinya hak bank sebagai kreditur maka pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya bertindak sebagai avalis pedagang. Syarat lain dalam hal pelaksanaan pejanjian kredit yang harus dipenuhi oleh pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya adalah bahwa dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pencairan kredit sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya harus menyerahkan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) sebagai jaminan . Pejanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) yang dilakukan oleh pedagang
sebagai pihak debitur
dengan pihak Bank DKI sebagai pihak kreditur dengan melalui persetujuan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, jika dilihat dari jenis perjanjiannya temasuk perjanjian timbal balik yaitu para pihak mendapatkan haknya masing-masing juga menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Hak dan kewajiban yang timbul dalam perjanjian kredit dengan Jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) di pasar Perusahaan Daerah Pasar Jaya antara lain: a. Hak dan kewajiban Bank yang dalam penulisan hukum (skripsi) ini adalah Bank DKI selaku kreditur 1) Hak kreditur a) Menentukan dan menetapkan persyaratan dalam pemberian kredit kepada debitur sesuai ketentuan yang berlaku di pihak pertama
b) Menyetujui diterimanya atau ditolaknya suatu permohonan kredit yang diajukan oleh debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku di pihak pertama c) Mendebet Escrow Account Dana Penjaminan sebesar sisa kewajiban debitur berdasakan kuasa dari pihak Perusahaaan Daerah (PD) Pasar Jaya (apabila biaya pembangunan berasal dari dana Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya) atau pihak developer (apabila pembangunan berasal dari dana pihak developer) ,untuk pelunasan kewajiban debitur apabila Debitur wanprestasi setelah melalui proses penyelesaian kredit sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama dan perjanjian kredit d) Mendebet Ascrow Account / Dana Penjaminan sebesar sisa kewajian debitur berdasarkan kuasa dari pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya /developer untuk pelunasan kewajiban debitur apabila pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya /developer membatalkan Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) atas nama debitur secara sepihak akibat debitur tidak memenuhi ketentuan perjanjian pemakaian tempat usaha dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku. e) Menerima pembayaran biaya administrasi dan provisi dan mendapatkan keuntungan dari bunga yang ditetapkan, asalkan selama sesuai dengan aturan yang belaku pada pihak bank sebagai kreditur dan dicantumkan dalam isi perjanjian kredit. 2) Kewajiban Kreditur (Bank DKI) a) Menjelaskan kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dan calon debitur mengenai ketentuan dan syarat dalam pemberian kredit yang berlaku di pihak Bank DKI. b) Memproses permohonan kredit calon Debitur yang telah mendapatkan rekomendasi dari pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya setelah seluruh kelengkapan persyaratan kredit telah dipenuhi oleh calon debitur yaitu pedagang.
c) Melakukan pengawasan pemeriksaan dan kordinasi dengan pihak perusahaan Daerah (PD) Pasar jaya. d) Menyampaikan kepada pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Daftar Debitur yang permohonan kreditnya disetujui oleh pihak Bank sebagai Kreditur. e) Melakukan realisasi kredit (pencairan kredit) sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada pihak Bank DKI yang bertindak sebagai kreditur. f) Mencantumkan dalam perjanjian kredit perihal ketentuan dalam penyelesaian tunggakan kredit sebagaimana yang telah diatur dan disepakati dalam perjanjian kerjasama. g) Menyimpan
Dokumen
kredit
sampai
seluruh
kewajiban
pedagang sebagai debitur ,kepada pihak Bank DKI sebagai kreditur terpenuhi / dilunasi. h) Menyerahkan dokumen kredit sesuai dengan ketentuan yang belaku pada pihak Bank DKI kepada pihak debitur (pedagang), apabila yang melunasi kewajiban Debitur kepada pihak Bank DKI adalah debitur yang bersangkutan. i) Menyerahkan dokumen kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada pihak Bank DKI sebagai kreditur, kepada pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya apabila yang melunasi kewajiban Debitur (pedagang) yaitu Perusahaan Daerah Pasar Jaya. j) Mentaati apa yang disebutkan dalam perjanjian kredit.
b. Hak dan kewajiban Debitur (Pedagang) 1) Hak Debitur a) Memperoleh kredit sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit b) Menggunakan Kredit untuk melunasi pembelian Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha.
c) Menerima
kembali
objek
jaminan
yaitu
Sertifikat
Hak
Pemakaian Tempat Usaha jika kredit telah dilunasi oleh debitur. 2) Kewajiban Debitur a) Membayar angsuran kredit setiap bulan dengan disertai bunga sesuai dengan apa yang telah disepakati dalm perjanjian kredit dengan cara dan jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kredit. b) Membayar angsuran kredit tiap bulan tepat waktu sesuai dengan tanggal perjanjian kredit c) Membayar denda-denda sesuai dengan ketentuan yag telah ditetapkan dalam perjajian kredit apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran kredit. d) Menyerahkan barang jaminan dengan melalui perusahaan daerah pasar jaya karena Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya memiliki kewenangan untuk itu berdasarkan aturan yang belaku dan ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama. e) Mentaati apa saja yang disebukan dalam perjanjian kredit f) Mentaati peraturan yang berlaku di Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dan di Bank DKI yang bertindak sebagai kreditur ,karena pelanggaran dapat berakibat batalnya pelaksanaan perjanjian kredit dan debitur dapat dianggap wanprestasi. Pelaksanaan perjanjian kredit dengan Jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dalam rangka memperoleh bantuan pelunasan pembelian sertifikat oleh pedagang, memiliki kekhususan sendiri yaitu adanya peran serta aktif pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian kredit. Keterlibatan pihak lain itu didasarkan karena dalam hal pembangunan pasar, dana pembangunan berasal dari dana Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya atau dapat juga berasal dari pihak Developer. Berdasarkan hal tersebut maka dibuatlah perjanjian kerjasama ,didalama perjanjian kerjasama turut juga
disebutkan hak dan kewajiban pihak Pasar Jaya /Developer terkait dengan pemenuhan hak dalam hal pembangunan pasar, hak dan kewajiban itu antaralain: 1) Hak pihak Perusahaan Daerah Pasar Jaya/Developer a) Menentukan calon pembeli Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) untuk diproses lebih lanjut oleh pihak Bank DKI untuk dijadikan sebagai calon debitur. b) Mendapatkan daftar nama calon debitur yang permohonan kreditnya telah disetujui oleh pihak Bank DKI. c) Menerima hasil pencairan kredit Debitur sebagai pelunasan pembelian Hak Pemakaian Tempat Usaha atas nama debitur sebagai timbal balik dari dikeluarkannya dana pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar jaya atau Pihak Developer untuk biaya pembangunan kios. 2) Kewajiban Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya /Developer a) Menyerahkan kepada pihak Bank DKI daftar calon debitur yang telah mendapat rekomendasi dari pihak Perusahaaan Daerah (PD) Pasar Jaya yang memerlukan fasilitas kredit dari Bank DKI untuk pembelian Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU). b) Memberikan keterangan dan data yang diperlukan Bank DKI dalam proses pemberian kredit kepada debitur . c) Bertindak sebagai penjamian atas fasilitas kredit yang diberikan Bank DKI kepada debitur dengan menempatkan Escrow Account Dana Panjaminan pada Bank DKI sebesar 10% dari nominal kredit yang diberikan pihak Bank DKI kepada debitur. d) Memproses penerbitan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) atas nama Debitur yang permohonan kreditnya telah disepakati oleh Bank DKI. e) Menyerahkan asli Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) atas nama Debitur kepada pihak Bank DKI setelah ada
penetapan masa Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) untuk pasar yang baru dibangun dan paling lambat dua minggu setelah realisasi kredit untuk pasar-pasar yang hanya direnovasi. f)
Mencantumkan syarat dalam Perjanjian Pemakaian Tempat Usaha antara pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya atau Developer dengan pihak Debitur, bahwa pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dapat membatalkan Hak pemakaian Tempat Usaha (HPTU) apabila debitur Wanprestasi atas kewajibannya terhadap pihak Bank DKI.
g) Melunasi sisa kewajiban debitur kepada pihak Bank DKI baik karena debitur wanprestasi maupun karena pembatalan Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) secara sepihak oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya atau pihak Developer karena tidak terpenuhinya kewajiban Debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya . h) Memberitahukan secara tertulis kepada pihak Bank DKI paling lambat tujuh hari tentang pembatalan Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) secara sepihak oleh pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya akibat tidak dipenuhinya kewajiban debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. i)
Menjaga tersedianya dana pada Escrow Account Dana Penjaminan sebesar 10% dari nominal kredit yang diberikan oleh pihak Bank DKI kepada Debitur setelah terjadinya pendebetan oleh Bank DKI.
C. Hambatan yang Timbul Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya serta Cara Penyelesaiannya Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Wayan Dharma Jaya, S.H.,M.H. selaku Manager Area Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya pada
hari Senin tanggal 6 Oktober 2008 pukul 09.00 WIB. Dalam rangka pengurusan pasar, maka Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya menetapkan berbagai aturan yang mengacu pada aturan umum yang terdapat dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1992 mengenai Pengurusan Pasar. Aturanaturan tersebut terdapat dalam Pasal 8 hingga Pasal 17 Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 6 tahun 1992 Tentang Pengurusan Pasar di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Apabila ketentuan tersebut dilanggar maka dapat mengakibatkan hilangnya Hak Pemakaiaan Tempat Usaha (HPTU) seperti Syarat-syarat Ketentuan Pemakaian Tempat Usaha antara lain: a. Memiliki Surat Izin Pemakaian Tempat Usaha dan Surat Izin Usaha Perdagangan. b. Memakai sendiri tempat usaha tersebut sesuai dengan izin yang diterbitkan. c. Pengalihan hak pemakaian tempat usaha dan perubahan jenis jualan harus memiliki izin terlebih dahulu dari Direksi. d. Izin sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 harus terlebih dahulu diajukan kepada Direksi. e. Memiliki Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha ( SHPTU ) dan Perjanjian Pemakaian Tempat Usaha ( PPTU ). Perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) adalah cara terbaru yang diberikan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya untuk mempermudah pedagang yang mengalami kesulitan dalam hal untuk melunasi pembelian Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU). Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya mengerti bahwa mayoritas pedagang yang melakukan kegiatan jual beli di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya adalah pedagang sektor usaha kecil, karena pasar yang di bawah pengawasan dan pembinaan serta pengembangan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya adalah pasar tradisional. Perjanjian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) memiliki
kelebihan yaitu dengan adanya perolehan kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) adalah pedagang dapat memperoleh dana yang cepat untuk membeli Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) karena dengan dimilikinya Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) oleh pedagang maka pedagang telah sah menurut hukum memiliki hak untuk dapat berdagang dipasar-pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Diharapkan dengan adanya kerjasama pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan Bank DKI untuk mengadakan fasilitas pemberian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU), maka pedagang dapat berdagang di kios pasar secepatnya karena kebanyakan pedagang pasar adalah pedagang sektor usaha kecil yang meggantungkan hidupnya pada usaha perdagangan. Pedagang menurut Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor :6 Tahun 1992 Tentang Pengurusan Pasar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Peraturan tersebut menegaskan dalam Pasal 1 huruf e bahwa pemakai tempat usaha adalah orang atau badan hukum yang berdasarkan izin penghunian tempat mempunyai Hak Pemakaian Tempat di pasar untuk memperdagangkan barang atau jasa. Menurut keputusan direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Nomor: 450 Tahun 2003 turut menegaskan bahwa pedagang untuk dapat melakukan kegiatan perdagangan di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya harus memiliki Surat Ijin Pemakaian Tempat Usaha dan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (Pasal 1 huruf k). Dengan adanya fasilitas pemberian kredit dengan jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) maka pedagang dapat melakukan kegiatan perdagangan dengan bantuan kredit bank, meskipun Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) dipegang oleh bank sebagai jaminan. Hal ini akan menguntungkan pedagang yang hendak berdagang di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dan akan memberikan masukan terhadap pendapatan daerah karena pendapatan daerah Jakarta banyak dihasilkan dari kegiatan ekonomi pasar.
Dengan berbagai prosedur yang tentunya ketat demi menjaga kepentingan bank sebagai kreditur tentunya diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dalam hal pelaksanaan pemberian kredit. Permasalahan yang timbul dan cara penyelesaian yang akan digunakan antara lain:. a. Debitur meninggal dunia Masalah mengenai meninggal dunianya seorang debitur merupakan hal
yang
harus
diperhatikan
secara
serius,
agar
pihak
bank
mempersiapkan solusi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal tersebut. Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya telah memperhatikan hal tersebut dengan serius mengingat posisi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya bertindak selaku Avalis debitur berdasarkan kesepakatan yang terdapat dalam perjanjian kerjasama. Pihak Bank DKI dalam perjanjian kredit mengantisipasinya dengan menggunakan asuransi diri debitur untuk pelunasan kredit. Debitur meninggal dunia, maka pihak keluarga yang ditinggalkan wajib melapor ke Bank yang terkait yaitu Bank DKI. Dengan melampirkan Surat Keterangan Kematian dari aparat setempat maka pihak keluarga dapat mengajukan klaim asuransi kematian atas nama debitur, dengan demikian pihak bank akan mendapatkan pelunasan pinjaman dari klaim asuransi tersebut dan pihak keluarga dan ahli waris yang ditinggalkan dapat membayar sisa pinjamannya saja atau dapat terhindar dari tanggungan pelunasan hutang debitur jika ternyata klaim asuransi dapat melunasi hutang debitur. Pelunasan hutang dengan melalui klaim asuransi dapat dilakukan karena bank dalam perjanjian kredit langsung mengasuransikan jiwa debitur ke pihak asuransi yang ditunjuk oleh Bank DKI. Perusahaan asuransi yang dipilih merupakan perusahaan asuransi yang telah mempunyai kerjasama dengan pihak Bank DKI sehingga memiliki latar belakang yang jelas di Jakarta bisanya perusahaan asuransi yang dugunakan adalah AKRIDA.
b. Keadaan memaksa (force majure) Keadaan memaksa seperti bencana alam (gempa bumi, banjir), pemogokan kerja, huru-hara, kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, pemberontakan dan perang yang masing-masing kejadian tersebut berskala luas dan sangat nyata menghalangi atau tidak memungkinkan salah satu pihak melaksanakan prestasinya. Mengacu pada ketentuan yang ada dan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerjasama, perjanjian kredit maka para pihak dianggap tidak melakukan wanprestasi jika megalami keterlambatan untuk melaksanakan kewajiban. Pihak Bank DKI mengatasi hal tersebut dengan mencantumkan dalam
klausula
perjanjian
mengenai
kewajiban
debitur
untuk
mengansuransikan benda yang menjadi objek perjanjian dalam perjanjian kredit. Keadaan memaksa memungkinkan hialngnya bangunan yang menjadi objek perjanjian. Perjanjian kerjasama telah membahas mengenai adanya kemungkinan jika terjadi kedaan memaksa.Dalam hal musnahnya tempat usaha (kios) pedagang, maka berdasarkan perjanjian kerjasama Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya memiliki kewajiban untuk asuransi bangunan pasar. Pihak yang terkena force majeure berkewajiban untuk memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadinya force mejeure. c. Kehilangan Hak Pemakaian Tempat Usaha Pemegang Hak Pemakaian Tempat Usaha dalam hal ini adalah debitur, dapat setiap saat dicabut hak kebendaannya. Pencabutan hak kebendaaan debitur dapat diakukan jika ternyata debitur atau pedagang melakukan pelanggaran keras terhadap ketentuan yang berlaku di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, seperti yang terdapat dalam Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun 1992 Tentang Pengelolaan Pasar. Pencabutan Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) menjadi suatu
pemasalahan baru dalam pelaksanaan kredit karena Bank DKI tidak akan mentolerir pelanggaran barat demi keamanan Bank DKI, karena tidak tercatat sebagai pedagang sah menurut hukum sebagai pedagang dipasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Pihak Bank DKI bekerjasama dengan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya melalui perjanjian kerjasama menyepakati bahwa jika ternyata pedagang melakukan pelanggaran yang mengakibatkan dicabutnya Hak Pemakaian Tempat Usaha maka pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya bertindak sebagai avalis akan menangani proses pelunasan kredit bank. Salah satu solusinya yaitu menjual kembali kios kepada masyarakat untuk mendapatkan pedagang baru yang hendak membeli kios. Tujuannya dengan demikian maka pembayaran pembelian kios dari pedagang yang baru nantinya diharapkan dapat digunakan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya untuk melunasi pinjaman kredit pedagang lama kepada Bank DKI dan terhadap pedagang baru akan dibuatkan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) yang baru dengan atas namanya. d. Kredit macet atau kredit bermasalah Perikatan yang lahir dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Rumusan di atas memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, pihak yang satu wajib berprestasi dan pihak lainnya berhak atas prestasi. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Perkataan
“semua”
yang
terdapat
dalam
pasal
tersebut
mengandung suatu pernyataan untuk para pihak bahwa diperbolehkan
membuat perjanjian apa saja asalkan dibuat secara sah dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu Undang-undang. Pemenuhan kewajiban yang diatur dalam perjanjian kredit merupakan faktor yang sangat menentukan baik bagi kreditur maupun debitur secara umum pemenuhan pembayaran angsuran kredit yang dilakukan oleh debitur akan menentukan penggolongan dari kredit itu sendiri apakah ia dikategorikan sebagai kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit dianggap bermasalah apabila dikategorikan sebagai kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Sedang kredit macet berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor: 26/22/KEP/DIR Tertanggal 29 Mei 1993 Tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan, dan Penghapusan Aktiva Produktif, dan terakhir dengan Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor: 30/267/KEP/DIR Tertanggal 27 Februari 1998 Tentang Kualitas Produktif. Penggolongan kualitas kredit menurut Pasal 4 Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR kredit macet merupakan kredit yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: a.
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari, atau
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru atau c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Kredit dikatakan macet apabila debitur sudah tidak memenuhi kewajibannya sama sekali sebagai suatu bentuk kontra prestasi pada kreditur sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit yang mereka sepakati dan kondisi itu akan menimbulkan adanya kerugian bagi kreditur.
Pemenuhan kewajiban-kewajiban pemakaian tempat sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 dan Peraturan Pelaksanaannya maupun pemenuhan Kewajiban yang ditetapkan dalam Perjanjian Kredit merupakan faktor yang sangat menentukan mengenai status obyek barang jaminan yaitu Hak Pemakaian Tempat Usaha. Sesuai ketentuan Pasal 10 Ayat (1) Keputusan Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya ditetapkan bahwa Pemakai tempat usaha dapat menjaminkan Hak Pemakaian Tempat Usahanya (HPTU) yang berupa Sertifikat Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) dan Surat Perjanjian Pemakaian Tempat Usaha untuk memperoleh Kredit Bank DKI, setelah terlebih dahulu mendapat ijin tertulis / referensi dari Direksi atau pejabat yang ditunjuk. Pada Pasal 10 ayat 2 ditegakan bahwa dijaminkan adalah masa Hak Pemakaian Tempat Usaha selama-lamanya sesuai umur masa hak pemakaian tempat usaha tersebut. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Pasar Jaya Nomor: 450 Tahun 2003 dapat diketahui bahwa Hak Pemakaian Tempat untuk jaminan kredit Bank DKI harus mendapat ijin / referensi dari Direksi Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Fungsi referensi di sini adalah untuk mengetahui apakah Hak Pemakaian Tempat Usaha dimaksud tidak dalam posisi telah dijaminkan ke Bank DKI / Bank lain sehingga dapat dihindarkan adanya penjaminan dua kali. Penjaminan dua kali untuk memperoleh kredit sangat mungkin terjadi mengingat pemakai tempat tersebut mengajukan permohonan dengan alasan/ membawa surat keterangan kehilangan dari Kepolisian, disamping itu referensi ini mempunyai akibat hukum apabila pemakai tempat (debitur) melakukan wanprestasi yaitu tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam Perjanjian Kredit, maka atas permohonan Bank DKI (Kreditur) Perusahaan Daerah (PD) Pasar
Jaya dapat melakukan tindakan hukum sesuai ketentuan perpasaran yang berlaku yaitu antara lain : a. melakukan peringatan-peringatan b. melakukan penutupan sementara atas tempat usaha debitur c. melakukan pencabutan / pembatalan hak pemakaian tempat usaha Hal ini sesuai dengan Pasal 17 Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 jo Pasal 11 Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Pasar Jaya Nomor 450 Tahun 2003. Akibat hukum atas pembatalan hak pemakaian tempat usaha diatas, maka seluruh hak dan kewajiban pemakai tempat usaha yang bersangkutan kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya beralih menjadi hak dan kewajiban Kreditur (Bank DKI) dan Kreditur diperlakukan sebagaimana layaknya pemakai tempat usaha (Pasal 11 ayat 6 Keputusan Direksi Persahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Nomor 480 Tahun 2003). Penggolongan kredit sebagai kredit macet berdasarkan hasil penilaian harus terlebih dahulu ditentukan atau dicantumkan kebijakan perkreditan bank, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor. 26/4/BPPP Tanggal 29 Mei 1993 secara operasional penanganan penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh dengan berbagai cara : a. Penjadwalan kembali (Rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya. b. Persyaratan kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. c. Penataan kembali (Restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank atau konvensi seluruh atau sebagian
tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau konvensi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan,
yang
disertai
dengan
penjadwalan
kembali
atau
persyaratan kembali. Langkah dan upaya tersebut dilakukan oleh kreditur sebagai alternatif penyelesaian kredit macet sebelum dilakukan penyelesaian secara hukum sesuai perjanjian kredit itu sendiri maupun benda obyek jaminan dari lembaga jaminan yang ada. Hal ini mengingat adanya ketentuan-ketentuan khusus atas hak pemakaian tempat usaha tersebut, sehingga meskipun telah dilakukan eksekusi atas barang jaminan sesuai perjanjian kredit, langkah pengosongan barang jaminan ataupun pengaktifan kembali tempat tersebut oleh pemegang hak yang baru (yang memperoleh lelang dari BUPN) memerlukan ijin / persetujuan pemilik bangunan dalam hal ini Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Meskipun terdapat aturan-aturan khusus tentang hak pemakaian tempat di bangunan Pasar, dalam pelaksanaannya Bank masih tetap dapat menerima obyek jaminan berupa hak pemakaian tempat usaha. Menurut pendapat penulis untuk ke depan, agar lebih memberikan kekuatan dan kepastian hak, maka Hak Pemakaian Tempat di bangunan pasar dapat ditingkatkan menjadi Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan, Peningkatan Status ini, sudah barang tentu terlebih dahulu harus merevisi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 dan Peraturan Daerah Nomor: 12 Tahun 1999, sehingga nantinya dalam bangunan Pasar dapat dijumpai 3 macam hak yang dapat dipilih oleh calon pemakai tempat yaitu Hak Pemakaian Tempat Usaha, sewa kontrak dan Hak Guna bangunan diatas Hak Pengelolaan. Pemberian Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dimungkinkan oleh Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999 jo Permendagri Nomor 1 Tahun 1977.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 Permendagri Nomor 1 Tahun 1977, hak atas tanah berupa hak milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan tunduk pada ketentuan UndangUndang Pokok Agraria sehingga statusnya sama dengan hak atas tanah yang tercantum dalam Pasal 16, dapat dialihkan dan dijadikan objek jaminan dalam Perjanjian Kredit, hanya saja ada perjanjian yang melekat, akibat hukum adanya perjanjian yang melekat itu maka setiap pengalihan hak termasuk penjaminan hak harus dengan persetujuan pemegang.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ,maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha di Pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya antara lain : membuat Perjanjian Kerjasama (PKS) pengadaan kredit antara Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan Pedagang dan Bank DKI, dengan menjadikan Perjanjian kerjasama sebagai acuan utama para pedagang mengajukan permohonan kredit kepada Bank DKI dengan melampirkan syarat-syarat yang ditetapkan Bank DKI sesuai dengan Perjanjian Kerjasama (PKS) dan ketentuan perbankan, kemudian Bank DKI meneliti permohonan tersebut disetujui atau tidak, jika disetujui maka ditandatangani oleh Bank DKI dan akan diberikan Daftar Debitur kepada Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dan Developer secara terlampir. Permohonan kredit yang disetujui selanjutnya dibuatkan perjanjian kredit dihadapan notaris antara pedagang/pembeli HPTU/Debitur dengan Bank DKI sebagai Kreditur untuk memperoleh Nota bukti Realisasi kredit yang digunakan untuk mencairkan dana kredit dengan nilai plafon kredit debesar 80% dari harga jual Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) dengan syarat uang muka (DP) sebesar 20% telah dibayar lunas oleh pedagang
/pembeli
HPTU
kepada
Developer
/pengembang
atau
Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya (jika dana pembangunan berasal dari PD.Pasar Jaya), penyerahan SHPTU dilakukan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya kepada Bank DKI sebagai agunan bersamaan dengan pencairan kredit atau paling lambat 30 hari setelah pencairan kredit sesuai dengan PKS atau Cover Note yang diterbitkan oleh Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Pencairan kredit /nilai kredit sebesar 80% dari harga jual
HPTU setelah dikurangi dana pinjaman (ascrow account) sebesar 10% langsung dipindah bukukan ke rekening Developer atau pengembang. Pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya akan membantu dalam hal pengamanan pengembalian angsuran kredit dari pedagang (debitur) 2. Hambatan yang Timbul Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) di Pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya serta cara penyelesaiannya antara lain: a. Debitur meninggal dunia. Pihak keluarga hanya cukup memberitahukan kepada pihak bank dengan melampirkan surat Keterangan Kematian dari aparat terkait untuk kemudian dilaporkan kepada bank. Bank DKI akan mengajukan klaim asuransi kematian sebagai ganti pelunasan hutang debitur. b. Keadaan memaksa (force majure) Keadaan memaksa seperti bencana alam, kebakaran, kerusuhan massa yang memungkinkan hilangnya bangunan yang menjadi objek perjanjian
sehingga
memungkinkan
salah
satu
pihak
tidak
melaksanakan prestasinya. Pihak Bank DKI mengatasi hal tersebut mewajibkan debitur untuk mengansuransikan benda yang menjadi objek perjanjian kredit saat perjanjian kedit diadakan. Pihak yang terkena force majeure berkewajiban untuk memberitahukan secara tertulis kepada pihak Bank DKI dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadinya force mejeure dan para pihak dianggap tidak melakukan wanprestasi. c. Kehilangan Hak Pemakaian Tempat Usaha Pemegang Hak Pemakaian Tempat Usaha (debitur), dapat setiap saat dicabut hak kebendaannya karena melakukan pelanggaran
keras terhadap ketentuan yang berlaku di pasar Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, maka karena berdasarkan Perjanjian Kerjasama pihak Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya bertindak sebagai avalis akan menangani proses pelunasan kredit Bank DKI, dengan cara menjual kembali kios kepada masyarakat untuk mendapatkan pedagang baru yang hendak membeli kios. Pembayaran pembelian kios dari pedagang yang baru nantinya digunakan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya untuk menutup tunggakan pedagang lama dan terhadap pedagang baru akan dibuatkan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha yang baru dengan atas namanya. d. Kredit macet atau kredit bermasalah Penanganan penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh dengan
berbagai
Persyaratan
cara
kembali
:Penjadwalan
kembali
(Reconditioning),
(Rescheduling),
Penataan
kembali
(Restructuring) dan konvensi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang disertai dengan penjadwalan kembali atau persyaratan kembali. B. Saran 1. Peraturan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor: 6 Tahun 1992 Tentang Pengurusan Pasar dan Keputusan Direksi Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya Nomor: 450 Tahun 2003 sebagai aturan pelaksaaan PerDa Nomor: 6 Tahun 1992 segera direvisi dan dilakukan penyesuaian, adalah peraturan tersebut disesuaikan dengan adanya penggunaan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha sebagai jaminan kredit karena didalam peraturan-peraturan tersebut telah di singgung mengenai penggunaan Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) sebagai jaminan untuk memperoleh kredit ke bank. Dalam pasal-pasal berikutnya tidak membahas secara khusus prosedur pengajuan dan kredit pada bank.
penggunaan HPTU sebagai jaminan
2. Penyampaian informasi terkait dengan adanya penggunaan Sertifikat Hak Pemakaian tempat Usaha harus lebih ditingkatkan karena mayoritas pedagang masih memiliki keterbatasan pengetahuan mengenai hukum dan konsekuensi yang dapat timbul dari adanya penggunaan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha, hambatan yang akan timbul serta cara mengatasinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sebagai Pihak yang mengadakan fasilitas kredit dengan bank, harus mengadakan pembinaan kepada pedagang sebagai calon debitur, serta harus lebih teliti dalam memeriksa kelengkapan dokumen kredit untuk diberikan cap /tandatangan dalam dokumen kredit. Antara Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya dengan pedagang harus diadakan sharing (temu pedapat) sebelum mengadakan perjanjian kredit agar Bank yang nantinya akan dimintakan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya sebagai kreditur adalah bank yang mudah untuk diakses pelaksaaan kreditnya oleh pedagang untuk memastikan pelaksanaan pemberian kredit dapat berjalan dengan baik, mengingat mayoritas pedagang juga memiliki tabungan di bank. 3. Terhadap pedagang yang ada perlu dilakukan suatu penataan baik dengan atau tanpa terlibatnya Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya seperti dibentuknya organisasi pedagang sebagai perwakilan dan pihak yang mengkoordinasi pedagang untuk mengatisipasi kemungkinan yang timbul dalam pelaksaan perjanjian kredit.
masalah
DAFTAR PUSTAKA Buku :
Abdul Kadir Muhammad. 1992. Hukum Perjanjian . Bandung: Citra Aditya Bakti Hartono Hadi Soeprapto. 1984. Pokok-pokok hukum perikatan dan hukum Jaminan . Yogyakarta : Liberty Mariam Darus Badrulzaman.1997. Bab-bab tentang credit Verband ,gadai dan fiducia, Bandung: Alumni. R. Subekti. 1996. Jaminan –jaminan untuk Pemberian Kredit menurut hukum Indonesia . Bandung: PTCitra Aditya Bhakti R. Subekti dan Tjitrosudibio.1984.KUH Perdata .Jakarta:Pradya Paramita Subekti ,1987.Hukum perjanjian .Jakarta :intermasa . R. Subekti. 1981. Aneka Perjanjian. Bandung: Alumni Soerjono Soekanto. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Djambatan Winarno Surakhmad. 1980. Pengantar Penelitian Dasar, Metode, dan Teknik. Bandung: Tarsito.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang N0. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah UU No. 42 Th. 1999 tentang Jaminan Fidusia PerDa DKI No. 6 Th. 1992 tentang pengelolaan dan pengembangan pasar Kep. Direksi PD Pasar Jaya No. 450 Th. 2003 tentang pelaksanaan Perda DKI No. 6 tahun 1992 tentang pengelolaan dan pengembangan pasar