PERSEPSI PESERTA DIKLAT TERHADAP IMPLEMENTASI DUALISME KURIKULUM DI MADRASAH
Oleh: Kasmawati, SS
ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Persepsi peserta diklat terhadap implementasi dualisme kurikulum di madrasah”, bertujuan untuk mengetahui persepsi peserta diklat terhadap implementasi kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 di madrasah yang akan berlaku pada buan januari 2015. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian survey dengan responden peserta diklat DDWK Peningkatan Kompetensi Substantif Metodologi Pembelajaran Guru Madrasah Kemenag. Kab. Minahasa Selatan. Jumlah sampel sebanyak 30 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Dari hasil penelitian dijabarkan dalam bentuk tabel dan dianalisis dalam bentuk penafsiran dengan kalimat yang mengandung simpulan penelitian. Hasil anallisis data mengenai persepsi peserta diklat terhadap implementasi dualiseme kurikulum di madrasah tergolong sangat baik yang berarti responden sangat setuju dengan adanya kebijakan pemerintah mengimplementasikan kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 di madarasah, mengingat responden belum seluruhnya memiliki kesiapan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 secara total.
Kata kunci : persepsi, peserta diklat
1
A. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strateginya agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam sistem makro, meso, maupun mikro. Demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Salah satu komponen yang penting dari sistem pendidikan tersebut
adalah
kurikulum.
Kurikulum
merupakan
komponen
pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun oleh penyelenggara; khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Meskipun demikian, mengingat, menyadari dan memperhatikan kondisi
pendidikan
beberapa
tahun
terakhir
ini,
seperti
ada
kejanggalan berkaitan dengan kurikulum. Kurikulum
merupakan
alat
yang
sangat
penting
bagi
keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan
2
menyesuaikan diri dengan perubahan. Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia dewasa ini salah satu diantaranya adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri selalu dinamis. Selain itu, perubahan tersebut juga dinilai dipengaruhi oleh kebutuhan manusia yang selalu berubah juga pengaruh dari luar, dimana secara menyeluruh kurikulum itu tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh perubahan iklim ekonomi, politik, dan kebudayaan. Saat ini kita dihadapkan pada implemetasi kurikulum 2013 yang dimulai pada tahun ajaran 2013/2014 secara bertahap. Tahun Ajaran 2013/2014,
Kurikulum 2013 digunakan pada Kelas I, IV, VII dan
Kelas X. Tahun Ajaran 2014/2015 dilanjutkan pada kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X dan XI. Pada tahun ajaran 2015/2016 seluruh kelas sudah menggunakan kurikulum 2013. Demikian strategi
implementasi
kurikulum 2013, namun pada akhir tahun 2014, pengaruh perubahan iklim
politik
mengakibatkan
pula
perubahan
pada
kebijakan
pendidikan, termasuk didalamnya implementasi kurikulum yang akan digunakan di sekolah/madrasah. Teka-teki implementasi Kurikulum 2013
(K-
Kebudayaan
13)
berakhir
mengeluarkan
setelah
Kementerian
keputusan
terkait
Pendidikan Kurikulum
dan 2013.
Keputusan itu tertuang dalam Permendikbud 160 tahun 2014 yang mengamanatkan perberlakuan kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 di sekolah/madrasah. Isi dari permendikbud tersebut adalah : Pertama, menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 yang baru menerapkan pada satu semester. Kedua, tetap menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah- sekolah yang sudah tiga semester. Ketiga, mengembalikan tugas
pengembangan
kurikulum
kepada
Pusat
Kurikulum
dan
Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Keputusan tersebut disambut beragam oleh masyarakat dan pelaku pendidikan. Karena ada sekolah yang baru satu semester, tetapi tetap memakai kurikulum 2013. Hal ini sangat membingungkan. Selain itu, berubahnya kurikulum hanya dalam semester yang berbeda akan
3
menimbulkan banyak permasalahan bagi sekolah. Misalnya, jika sekolah semester ganjil menggunakan kurikulum 2013, sedangkan di semester
genap
menggunakan
kurikulum
2006,
tentu
akan
bermasalah dalam rapor siswa. Sebagai contoh, pelajaran Teknologi Informasi Komputer di kurikulum 2006 ada, sedangkan di kurikulum 2013 tidak ada. Dalam jangka waktu yang lama, adanya perbedaan kurikulum tiap sekolah akan berimbas saat penyesuaian siswa baru. Apalagi ketika sekolah asalnya menggunakan kurikulum yang berbeda. Bahkan beberapa kalangan menilai, keputusan Mendikbud sebagai sikap setengah-setengah, bahkan dianggap sebagai sebuah kemunduran, sebab harus kembali ke kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau dikenal Kurikulum 2006. Keputusan tersebut memang lantas berujung pada ”dualisme” Kurikulum Nasional, bahkan mengarah kepada saling ”berhadaphadapan” mana yang lebih unggul, Kurikulum 2013 ataukah Kurikulum 2006 Kementerian agama yang memiliki tugas dan tanggung jawab mengelola pendidikan di madrasah juga mengambil jalan tengah, dengan menginstruksikan pemberlakuan kurikulum 2013 bagi rumpun PAI di Madrasah, sedangkan mata pelajaran umum menyesuaikan dengan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemberlakuan dualisme kurikulum tersebut banyak menuai pula tanggapan,
persepsi, komentar dan sikap dari para peserta
diklat. Persepsi atau pandangan dari para peserta diklat
sangat
bervariasi ada setuju dan ada juga yang tidak setuju serta masih banyak lagi persepsi dan komentar yang timbul. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti melalui wawancara dengan semua peserta diklat di Wilayah Kerja (DDWK) Teknis Substantif Peningkatan
Kompetensi
Metodologi
Pembelajaran
bagi
Guru
Madrasah Kemenag Kab. Minahasa Selatan, mengenai dualisme pelaksanaan kurikulum di madrasah diketahui bahwa ternyata
4
sebagian besar peserta diklat ada yang memberikan tanggapan positif dan ada pula yang memberikan tanggapan negatif. Berdasarkan uraian tersebut di atas,
peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ”Persepsi Peserta Diklat terhadap Dualisme Implementasi Kurikulum di Madrasah” . b. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah ”Bagaimanakah persepsi peserta diklat terhadap dualisme Implemetasi kurikulum di madrasah?”. c. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Persepsi peserta diklat terhadap dualisme pelaksanaan kurikulum di madrasah. B. LANDASAN TEORI 1. Hakikat Persepsi Sebelum dijelaskan tentang persepsi peserta diklat, terlebih dahulu akan diuraikan tentang pengertian persepsi dan peserta diklat itu sendiri. Berikut ini akan diuraikan pengertian persepsi. Menurut Purwanto (1996:36) pengertian persepsi adalah hasil pengamatan dengan sejumlah ide yang sudah dimiliki kemudian muncul berupa tafsiran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengamatan masing-masing individu meskipun sama namun hasil serta kesankesan
yang
diterimanya
tidak
sama
sesuai
dengan
proses
pengelolaannya bagi setiap individu tersebut, yang disebut dengan persepsi atau tafsiran. Selanjutnya, menurut Hanner dan Organ yang diterjemahkan oleh Indrawijaya (2002:45) bahwa ”persepsi ialah suatu proses dengan
mana
orang
mengorganisasikan
dalam
pemikirannya
menafsirkan, mengalami, dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang dilingkungannya”. Selain itu, menurut Tunggal (1997:48) mengemukakan bahwa ”persepsi merupakan upaya menyusun dan menafsirkan berbagai
5
stimulus
kedalam pengalaman psikologis. Lebih lanjut persepsi
diartikan sebagai suatu
respon, tanggapan, pandangan atau
penilaian terhadap sesuatu hal”. Hal senada juga diungkapkan oleh Fauzi (1993:37) bahwa ”persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di dalam otaknya. Persepsi juga dapat dilakukan melalui proses semua indera, kemudian seseorang merespon sesuatu yang ada di sekelilingnya. Waljito(1994:53) mengemukakan bahwa persepsi ialah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan dalam menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang di lingkungannya. Slameto (2003:102) mengartikan bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak
manusia
melalui
hubungannya
dengan
lingkungannya.
Sementara pengertian persepsi menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:863) mengandung dua makna, yakni: (1) Tanggapan (penerimaan) lansung dari sesuatu (2) Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Dari beberapa pendapat tentang definisi persepsi di atas dapatlah disimpulkan bahwa persepsi merupakan tanggapan atau pendapat dari seseorang dilihat dari apa yang diamati dan dirasakannya terhadap sesuatu. Persepsi muncul karena adanya stimulus eksternal dari lingkungan sekitar dan dari internal berupa harapan, motivasi dan pengalaman. Kombinasi keduanya menghasilkan gambaran yang bersifat pribadi. Karena manusia merupakan entitas yang unik, dengan pengalaman, keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengharapan yang unik, akibatnya persepsi juga unik. Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indera, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke
6
otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan 2. Prinsip Dasar Persepsi Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami terkait dengan persepsi. Prinsip dasar tersebut sebagai berikut. a. Persepsi itu bersifat relatif bukannya absolut. Manusia sebagai instrumen ilmiah belum mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan sebenarnya, seseorang tidak dapat menyebutkan secara persis tetapi secara relatif dapat menerka dimana suatu benda dijadikan atau dipakai sebagai patokan. b. Persepsi itu selektif. Hal
ini
berarti
seseorang
hanya
memperhatikan
beberapa
rangsangan yang ada di sekelilingnya ini tergantung pada apa yang pernah dipelajari, apa yang ada suatu saat menarik perhatiannya. c. Persepsi itu mempunyai tatanan. Dalam menerima ransangan tidak dengan sembarangan tetapi akan diterima dalam bentuk hubungan-hubungan dan kelompokkelompok dan jika ransangan yang datang tidak lengkap akan dilengkapinya sendiri hubungan itu sehingga menjadi jelas. d. Persepsi
dipengaruhi
harapan
dan
kesiapan
(penerimaan
rangsangan). Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana
yang akan dipilih itu akan ditata dan bagaimana pesan
tersebut akan diinterpretasikan. e. Persepsi seseorang atau kelompok berbeda dengan persepsi lain. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan individual, kepribadian, sikap ataupun motivasi. Dalam prinsip dasar persepsi di atas dapat dilihat bahwa persepsi berkenaan dengan pengamatan, pengintegrasian ataupun penilaian terhadap suatu objek yang masuk dalam diri seseorang.
7
Persepsi itu bersifat individu, bersifat relatif antara satu individu dengan individu lain dan sangat tergantung pada kemampuan dan keadaan diri orang yang mempersepsikan. 3. Proses Terbentuknya Persepsi Menurut Thoha (1996;142) persepsi terbentuk dari beberapa subproses yaitu sebagai berikut. a. Stimulus atau situasi yang hadir. Awal terjadinya persepsi adalah ketika seseorang dihadapkan pada situasi atau stimulus penginderaan dekat atau langsung dari stimulus. b. Registrasi Dalam
masa
ini
akan
nampak
mekanisme
fisik
berupa
penginderaan, kemampuan fisik untuk mendengar dan melihat suatu informasi c. Interprestasi Interprestasi merupakan aspek kognitif dan proses ini tergantung pada bagaimana cara pendalaman, motivasi dan kepribadian seseorang d. Umpan Balik Umpan balik merupakan sub proses yang terakhir. Seseorang akan mendapat informasi sebagai umpan balik yang berupa reaksi positif ataupun reaksi negatif. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi merupakan suatu pendapat atau tanggapan yang bersifat individu dan sangat tergantung pada kemampuan dan keadaan diri orang yang mempersepsikan dan lebih bersifat psikologis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi sebagai mana yang diungkapkan oleh Shaleh (2004:118) antara lain: a. Perhatian yang selektif. Manusia banyak sekali menerima rangsangan dari lingkungannya tetapi manusia perhatiannya harus menanggapi semua rangsangan yang
ada
melainkan
cukup
memusatkan
perhatian
pada
8
rangsangan tertentu sehingga tidak semua rangsangan dijadikan sebagai objek pengamatan. b. Cir-ciri langsung. Dengan adanya ciri-ciri rangsangan yang bergerak akan menarik perhatian sebanding dengan rangsangan yang diam. c. Nilai dan Kebutuhan Individu. Nilai dan kebtuhan individu yang memberikan persepsi akan mempengaruhi, salah satu contohnya seperti seorang seniman memiliki pandangan berbeda dengan seorang yang bukan seniman memiliki pola dan cita rasa yang berbeda dalam memandang suatu hal. d. Pengalaman terdahulu. Bagaimana seseorang mempersepsikan seseorang sesuatu sangat dipengaruhi pada pengalaman-pengalaman terdahulu. Menurut Indrawijaya (2002:48) bahwa ”ketepatan persepsi seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni proses masukan, selektivitas, proses, penutupan dan konteks.” Selain faktor tersebut ada faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya persepsi yaitu faktor umur, jenis kelamin, kecerdasan, kopmleksitas lognitif, popularitas dan sebagainya. Dari uraian di atas penulis dapatlah memberikan kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi, objek yang dipersepsi dan situasi terjadinya persepsi. 5. Pengertian Peserta Diklat Yang dimaksud dengan peserta diklat di dalam tulisan ini adalah Peserta DDWK Teknis Substantif Peningkatan kompetensi Metodologi Pembelajaran Guru Madrasah Kab. Minahasa Selatan. Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa: ”Guru adalah pendidik frofesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
9
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.” Sedangkan
dalam
pengertian
lain,
(Ametembun
dalam
Djamarah, 2002:32) menyatakan bahwa ”guru adalah semua yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.” Dari pendapat tersebut diatas, dapatlah disimpulkan bahwa guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, berwenang dan bertanggung jawab membina anak didik secara individu maupun klasikal, baik disekolah maupun di luar sekolah. 6. Persepsi Guru. Persepsi guru adalah suatu respon, tanggapan atau pendapat serta pandangan atau penilaian dari guru di lihat dari apa yang di amati dan dirasakannya baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai suatu hal tertentu. Dalam penelitian ini persepsi guru diartikan tanggapan, pendapat, pandangan atau penilaian baik secara langsung
maupun
tidak
langsung
dari
peserta
Diklat
terkait
pemberlakuan dualisme kurikulumdi Madrasah. 7. Kurikulum 2006 Kurikulum
2006
disebut
juga
kurikulum
tingkat
satuan
pendidikan (KTSP). Menurut Depdiknas (2007:1) bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. Suryanto (1006:15) mengemukakan bahwa KTSP adalah suatu kurikulum dimana di dalamnya terdapat penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) dan merupakan kurikulum. Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan
yang
penyusunannya,
menonjol yaitu
terletak
mengacu
pada
pada
kewenangan desentralisasi
dalam sistem
10
pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
sedangkan sekolah dituntut
untuk
mampu
mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masingmasing
satuan
pendidikan
(sekolah/madrasah).
Sedangkan
pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam pengembangan kurikulum. Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan
untuk
memperoleh
pengetahuan
secara
terbuka
berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah. Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempatnya semula yaitu unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis lebih ditekankan daripada unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh satuan terkecil pendidikan dalam menentukan metode pembelajaran dan jenis mata ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan lingkungan sekitar. Akan tetapi, untuk tercapainya kompetensi yang berimbang antara
sikap,
keterampilan,
dan
pengetahuan,
serta
cara
pembelajaran yang holistik dan menyenangkan, maka pemerintah kembali mengadakan perubahan kurikulum menjadi kurikulum 2013 8. Kurikulum 2013 Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki
tanggung
jawab
kepada
lingkungan,
kemampuan
11
interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritias. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA dan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Konsep kurikulum 2013 merupakan perpaduan antara hardskill dan softskill, artinya tidak hanya memberikan bekal pengetahuan kepada siswa tetapi juga keterampilan. Penilaian konsep kurikulum 2013 berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi dan standar proses penilaian. Pembelajaran kurikulum ini sendiri lebih menekankan pendekatan scientific atau pengamatan dan buku yang dipakai berbasis kegiatan serta tematik terpadu. Kurikulum 2013 ini diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013-2014 melalui pelaksanaan terbatas, khususnya bagi sekolah-sekolah yang sudah siap melaksanakannya. Pada Tahun Ajaran 2013/2014, Kurikulum 2013 dilaksanakan secara terbatas untuk Kelas I dan IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtida’iyah (SD/MI), Kelas
VII
Sekolah
Menengah
Pertama/Madrasah
Tsanawiyah
(SMP/MTs), dan Kelas X Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA/MAK). Pada Tahun Ajaran 2015/2016 diharapkan Kurikulum 2013 telah dilaksanakan di seluruh kelas I sampai dengan Kelas XII. Menjelang implementasi Kurikulum 2013, penyiapan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya sebagai pelaksana kurikulum di lapangan perlu dilakukan.
Sehubungan dengan itu,
Badan
Pengembangan Sumber daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP), telah menyiapkan strategi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas.
12
Ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013 sebagai berikut : a.
Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut
metodologi
pembelajaran,
yang
nilainya
pada
pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46. b.
Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
c.
Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat lainnya.
d.
Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa. Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum
ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran. C. METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian adalah Kemenag. Kab. Minahasa Selatan yang
menjadi
lokasi
pelaksanaan
DDWK
Teknis
Substantif
Peningkatan Kompetensi Metodologi Pembelajaran Guru Madrasah yang dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 21 Desember 2014. 2. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Nazir (2005) menyatakan bahwa, penelitian deskriptif adalah metode dalam penelitian suatu sekelompok manusia, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena
yang
diselidiki.
Sedangkan
Arikunto
(2002)
13
menyatakan bahwa, penelitian kuantitatif memiliki kejelasan unsur yang
dirinci
sejak
awal,
langkah
penelitian
yang
sistematis,
menggunakan sampel yang hasil penelitiannya diberlakukan untuk populasi, memiliki hipotesis jika perlu, memiliki desain jelas dengan langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharapkan, memerlukan pengumpulan data yang dapat mewakili serta ada analisis data yang dilakukan setelah semua data terkumpul. Metode
dalam
penelitian
adalah
pendekatan
survey.
Singarimbun dan Effendi (1995) menyatakan bahwa, penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dan mengumpulkan data mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan variabel penelitian yang secara umum menggunakan metode statistik” 3. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh
peneliti
untuk
dipelajari,
kemudian
ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2005:72). Sedangkan sampel dalam penelitian ini penulis berpedoman pada pendapat Arikunto (1998:112) yang menyatakan bahwa: ...Apabila subjeknya kurang dari seratus, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih... Berdasarkan pertimbangan pendapat di atas, maka ditetapkan bahwa pengambilan sampel adalah teknik sampel penuh. Dalam artian populasi dijadikan sampel 100% dengan alasan bahwa jumlah populasi yang akan diteliti lebih rendah atau di bawah 100. Jadi, penelitian ini menggunakan populasi sampel.
Populasi dalam
penelitian ini adalah semua peserta diklat DDWK Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Metodologi Pembelajaran Guru Madrasah yang berjumlah 30 orang yang terdiri dari guru-guru rumpun PAI dan
14
bahasa Arab serta guru-guru mata pelajaran umum Tingkat MI, MTs dan MA Kab. Minahasa Selatan. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data
dan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini dilakukan dengan melalui penyusunan kuesioner atau angket. variabel diukur dengan menggunakan angket yang terdiri dari beberapa indikator seperti disajikan pada kisi-kisi berikut:
Tabel-1 Kisi-kisi Instrumen Persepsi peserta Diklat
No
Indikator
Nomor Butir
Jumlah
1
Pemahaman
1–3
3
2
Kesiapan
4 -6
3
3
sambutan
7 – 10
4
4
Penerapan
11 – 13
3
5
Penerimaan
14 – 16
3
6
Penghargaan
17 – 18
2
7
Adaptasi
19 – 20
2 20
Arikunto (2002:128) mengemukakan bahwa teknik angket atau kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya , atau hal-hal yang ia ketahui. Angket yang digunakan dalam penelitian menggunakan skala sikap (Attitude scales) berupa kumpulan-kumpulan pernyataan mengenai suatu objek sikap. Margono (1997:168) mengemukakan Teknik skala sikap adalah suatu alat atau pengumpulan informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden.”
15
Skala sikap yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert dengan 5 alternatif jawaban. Adapun Skala Likert yang dimaksud dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel-2 Skala Likert NO
Alternatif Jawaban
Skor
1.
Sangat setuju
5
2.
Setuju
4
3.
Ragu-ragu
3
4.
Tidak Setuju
2
5.
Sangat Tidak Setuju
1
Kemudian data ditafsirkan menurut kriteria skor yang dikemukakan oleh Ridwan (2006:40) sebagai berikut. Tabel -3 Kategori Persepsi NO
Skor
Kategori
1.
0 – 20
Tidak baik
2.
21 – 40
Kurang Baik
3.
41 – 60
Cukup
4.
61 – 80
Baik
5.
81 - 100
Sangat Baik
5. Teknik Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif.
Analisis deskriptif dilakukankan untuk
mencari : skor tertinggi, skor terendah, harga rata-rata (mean), median,
modus, simpangan baku dan varians. Kemudian disusun
daftar distribusi frekuensi berdasarkan cara Sturges. Daftar distribusi frekuensi ini meliputi frekuensi observasi, frekuensi relatif, dan frekuensi komulatif dan dibuat histogramnya. Analisis deskripsi ini
16
dilakukan
untuk
variable
persepsi
peserta
diklat
terhadap
implementasi dualism kurikulum di madrasah.
6. Defenisi Operasional Variabel Yang dimaksud dengan persepsi peserta diklat terhadap dualisme implementasi kurikulum di madrasah dalam penelitian ini adalah semua tanggapan, pendapat, pandangan, dan penilaian baik secara langsung maupun secara tidak langsung dari peserta DDWK teknis Substantif peningkatan kompetensi metodologi pembelajaran guru madrasah Kemenag.Kab. Minahasa Selatan. Variabel tersebut diatas kemudian dijabarkan lagi ke dalam indikator yaitu pelaksanaan
dualisme implementasi kurikulum
((Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013) di madrasah dengan sub indikator: 1. Pemahaman (Comprehension) implementasi dua Kurikulum
di
sekolah/madrasah 2. Kesiapan (Set) implementasi dua Kurikulum 3. Sambutan (responding) terhadap implementasi dua Kurikulum 4. Penerapan (Application) implementasi dua Kurikulum 5. Penerimaan (Receiving) terhadap implementasi dua Kurikulum 6. Penghargaan (Valuing) kepada implementasi dua Kurikulum Adaptasi (Adaptation) terhadap implementasi dua Kurikulum
D. PEMBAHASAN 1. Deskripsi DDWK Peningkatan Kompetensi Substantif Metodologi Pembelajaran Guru Madrasah Kemenag. Kab. Minahasa Selatan. a. Tujuan Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dalam proses pembelajaran dan sikap mental peserta diklat untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan standar kompetensi sebagai seorang guru yang professional.
17
b. Sasaran Terwujudnya sejumlah guru yang menguasai metodologi pembelajaran sesuai dengan persyaratan jabatan fungsional c. Mata Diklat Dasar a) Kebijakan Kementerian Agama di bidang pembangunan agama b) Kebijakan Kementerian Agama di bidang diklat teknis c) Kebijakan Kementerian Agama di bidang pendidikan agama dan keagamaan d) Membangun pribadi teladan e) Budaya kerja Organisasi f)
Prinsip pembangunan karakter
g) Pengembangan SDM dan organisasi h) Kesadaran berbangsa dan bernegara d. Mata Diklat Inti a) Konsep metodologi pembelajaran b) Prinsip-prinsip
dalam
pembuatan
perencanaan
pembelajaran c) Cara membuat perencanaan pembelajaran (lesson plan) d) Mempraktekkan
metode
dan
model
pembelajaran
(Mikroteaching) e. Mata Diklat Penunjang a) Pengarahan program b) Building Learning commitment (BLC) c) Evaluasi Program d) Ujian 2. Profil Respoden Profil peserta diklat sangat urgen dalam penelitian ini karena jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan bahkan masa kerja akan sangat mempengaruhi persepsi peserta diklat terhadap pemberlakuan kurikulum baru. Untuk lebih jelasnya sebagaimana diuraikan dibawah ini.
18
Gambar-1 Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan pada gambar-1 diatas uraian jenis kelamin responden pada penelitian ini yaitu laki-laki berjumlah 16 orang atau 53% dan perempuan berjumlah 14 orang atau 47 %. Selanjutnya berdasarkan tingkat pendidikan responden peserta diklat diuraikan dibawah ini :
Gambar-2 Tingkat Pendidikan Responden
19
Berdasarkan gambar-2 diatas dilihat dari tingkat pendidikan dimana yang berpendidikan D.2 berjumlah 1 orang atau 3,3 %, yang berpendidikan D3 berjumlah 3 orang atau 10 % dan berpendidikan S.1 berjumlah 26 orang atau 86,7 %..
Gambar-3 Distribusi Tupoksi Peserta Diklat
Berdasarkan gambar-3 diatas dilihat dari Tugas pokok peserta diklat menunjukkan bahwa jumlah peserta Guru MI sebanyak 14 orang atau 46,7 %, guru MTs sebanyak 9 orang atau 30 %, dan guru MA sebanyak 7 orang atau 23,3 %. 3. Hasil analisis data Berdasarkan
angket
responden
yang
telah
dianalisis
didapatkan hasil sebagai berikut. Skor variabel persepsi peserta diklat terhadap implementasi dualisme kurikulum di madrasah yang dihitung dari 30 sampel, menyebar dengan skor tertinggi 100 dan skor terendah 42. Hasil perhitungan dari data tunggal diperoleh nilai rata-rata (mean) yaitu 77,00,
Median yaitu 77,00 dan Mode sebesar
99,00 serta
standar deviasi sebesar 18,04 dan varians sebesar 325,79. Hasil ini relatif tidak begitu jauh berbeda dengan perhitungan data
20
tunggal. Dari hasil pemusatan data variabel persepsi peserta diklat terhadap implementasi dualisme kurikulum di madrasah terlihat nilai-nilai mean, median dan mode relatif tidak berbeda dan condong ke kanan, sehingga data tersebut relatif normal. Lebih lanjut data
disusun dalam daftar frekuensi dengan
aturan Sturges. Distribusi persepsi peserta diklat terhadap implementasi dualisme kurikulum di madrasah dapat dilihat dari tabel frekuensi dan gambar histogram berikut :
Tabel -4 Distribusi frekwensi Persepsi Peserta Diklat
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Cukup Valid
6
20,0
20,0
20,0
Baik
11
36,7
36,7
56,7
baik sekali
13
43,3
43,3
100,0
Total
30
100,0
100,0
Dari tabel di atas dapat dikemukakan bahwa persepsi peserta diklat terhadap implementasi dualisme kurikulum di madrasah adalah : 1. sebanyak 6 responden yang memiliki persepsi “cukup” atau sekitar 20 % dari total 30 responden . 2. sebanyak 11 responden yang memiliki persepsi “baik” atau sekitar 36,7 % dari total 30 responden. 3. sebanyak 13 responden yang memiliki persepsi “sangat baik” atau
43,3 % dari total 30 responden. Berarti hampir
setengahnya
sangat
setuju
dengan
adanya
kebijakan
implementasi kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 Data ini akan lebih menarik jika disajikan dalam bentuk diagram batang (histogram) distribusi frekuensi persepsi peserta diklat terhadap implementasi dualisme kurikulum di madrasah.
21
Gambar -4 Histogram Persepsi Peserta Diklat
Untuk memperkuat hasil analisis di atas dilakukan uji analisis data dengan chi- square dan didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel -5 Uji Chi-Square Persepsi Peserta Diklat Test Statistics persepsi peserta Chi-Square
2,600
Df
a
2 ,273
Asymp. Sig.
a. 0 cells (,0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 10,0.
22
Uji chi-square menunjukkan
hasil signifikan yaitu 0,273 jika
dibandingkan dengan taraf kesalahan 5% (0,05) sehingga dapat diuraikan 0,273 > 0,05 atau signifikan lebih besar dari taraf kesalahan artinya tidak ada perbedaan kategori tentang persepsi implementasi dualisme kurikulum dimadrasah.
E. PENUTUP a. Simpulan Berdasarkan
analisis
dan
pembahasan
terhadap
hasil
penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi peserta diklat terhadap dualisme kurkulum di madrasah dominan pada kategori sangat baik yaitu sebesar 13 orang (43%) atau dapat dikatakan sangat setuju dengan adanya kebijakan pemerintah, dalam hal
ini
Kementerian
mengimplementasikan
Pendidikan kurikulum
dan
2006
Kebudayaan
bersama-sama
untuk dengan
kurikulum 2013, sampai revisi dan perbaikan kurikulum 2013 selesai. b. Saran Berdasarkan simpulan di atas, disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Kepada Peserta Diklat, Kiranya peserta diklat dapat mengikuti kegiatan sosialisasi, bimtek, dan woekshop tentang pelaksanaan kurikulum 2013. Bagi guru yang belum sempat mengikuti sosialisasi, bimtek dan workshop, diharpakan tanggap dengan proaktif menemukan informasi terkait perkembangan kurikulum, baik melalui media internet maupun melalui forum KKG, MMGP dan KKM. 2. Kepada Pihak Balai Diklat Kepada
Balai
diklat
Keagamaan
Manado
hendaknya
melaksanakan kegiatan Diklat tentang kurikulum 2013 dan hendaknya kepada pimpinan balai diklat agar dapat meningkatkan kinerja untuk peningkatan mutu pendidikan.
23
3.
Bagi Pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Tingkat Propinsi/Kota/Kabupaten/Kecamatan
atau
pun
Kanwil
Kementerian Agama Prov/Kab/Kota. Diharapkan dapat
melaksanakan sosialisasi , Bimtek dan
workshop tentang kurikulum 2013 dan mengadakan penataran atau pelatihan pembekalan tentang kurikulum 2013.
24
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta : Rineka Cipta. Azra, Azyumardi. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta : Buku Kompas. Djamarah, Syaipul Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta. FKIP Universitas Sriwijaya. 2005. Buku Pedoman FKIP Universitas Sriwijaya. Inderalaya, FKIP UNSRI. Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: BSNP Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Permendikbud 160 Tahun 2014
Hamalik, Oemar. 2004. Pendidikan Guru, (Berdasarkan Pendekatan Kompetensi). Bandung: Bumi Aksara. Mueller, Daniel J. 1996. Mengukur Sikap Sosial Pegangan Untuk Peneliti dan Praktisi, Jakarta : Bumi, Aksara.
Mohammad Ali, 1982 Penelitian Kependidikan Bandung : Angkasa
Prosudur & Strategi,
Ridwan. 2006. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta. Sabri, Ahmad. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Quantum Teaching. Saroni, Muhammad. 2006. Manajemen Sekolah kiat Menjadi Pendidik yang Kompeten. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Singarimbun dan Effendi, 1995, Metode Penelitian Survey, Cetakan kedua, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia Siregar, Syafaruddin, 2004, Statistik Terapan. Jakarta PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta Sugiono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
25