PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA SERTA EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)
SRI ARMA SEPRIANI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
i
ABSTRACT
SRI ARMA SEPRIANI Stakeholders’ perception of Partnership Program and Community Development of Government-owned Corporation and the effectiveness of the implementation. Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN This study is about the stakeholders’ perception of partnership program and community development (PKBL) and the effectiveness of the implementation which doing by PT. Pertamina in Seberang Ulu II community, South Sumatera. This study use qualitative and quantitative approach with triangulation and survey method. Informant is the staff from External Relation, Human Resources and Environment function. Respondent is people who are the employee of PT. Pertamina Retail Region II, the local government staffs and Seberang Ulu II community, both participants and non participants of PKBL. This study focused on the assessment of the effectiveness of PKBL according to guidelines of ISO 26000, and also the correlation between stakeholders’ perceptions and PKBL success rate for identifying the effectiveness of PKBL implementation. Based on result, PKBL implementation can only fill two of ISO 26000 core subjects, namely good governance organizations issue, and also community involvement and community development issue. It means that according to ISO 26000, the effectiveness of PKBL implementation is low. Beside that, the majority of stakeholders’ perception is Corporate Social Responsibility and the success rate of PKBL implementation is low. There’s significant correlation between perception of Corporate Citizenship and Corporate Social Responsibility with success rate of PKBL, but not in Corporate Philantrophy. Therefore, the effectiveness of the implementation of PKBL is directly proportional to success rate of PKBL, then the effectiveness of PKBL implementation is low too. . Keywords: PKBL, Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy, Corporate Social Responsibility, Perception, Effectiveness, ISO 26000
ii
RINGKASAN SRI ARMA SEPRIANI. PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BUMN DAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan Fredian Tonny Nasdian. Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki definisi yang beragam sehingga wujudnya pun diartikan beragam. Tanggung jawab sosial perusahaan pada BUMN umumnya diwujudkan dalam bentuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Pertamina UPMS II di Seberang Ulu, Sumatera Selatan pun menerapkan PKBL sebagai tanggung jawab sosialnya. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk mengkaji sejauh mana efektivitas PKBL sebagai tanggung jawab sosial perusahaan bila ditilik dari tujuan internal tanggung jawab sosial perusahaan dengan memperhatikan persepsi pemangku kepentingannya serta dari pedoman pelaksanaan tanggung jawab sosial ISO 26000. Pemangku kepentingan perlu diperhatikan sebab mereka yang terpengaruh atau mempengaruhi keputusan dan aktivitas bisnis perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi implementasi PKBL yang diterapkan oleh Pertamina UPMS II dan mengkaji sejauh mana implementasi PKBL Pertamina UPMS II memenuhi „standar kinerja‟ Social Responsibility menurut pedoman ISO 26000. Pedoman pelaksanaan tersebut difokuskan pada tujuh subjek inti ISO 26000, yaitu isu tata kelola organisasi yang baik, isu hak asasi manusia, isu tenaga kerja, isu lingkungan, isu konsumen, isu praktik operasi yang adil serta isu keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Penelitian ini juga bertujuan mengidentifikasi persepsi karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat dan pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan kemudian mengkaji hubungan antara persepsi ketiga pemangku kepentingan tersebut dengan efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II. Persepsi pemangku kepentingan tersebut dikategorikan menjadi Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi PKBL Pertamina UPMS II belum merangsang partisipasi aktif sasaran programnya. Sasaran program juga belum tergolong mandiri. Keberlanjutan suatu program dari PKBL pun sangat bergantung pada pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II. Ketidakmandirian masyarakat mengakibatkan mereka sangat mengandalkan bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan. Menurut pedoman ISO 26000, implementasi PKBL baru memenuhi subjek inti tata kelola organisasi yang baik serta keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Artinya, menurut pedoman ISO 26000, implementasi PKBL sebagai tanggung jawab sosial belum efektif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi mayoritas persepsi seluruh responden pemangku kepentingan berada pada kategori Corporate Social Responsibility. Persepsi pada masing-masing pemangku kepentingan yang diperoleh adalah mayoritas persepsi pemerintah setempat berupa Corporate Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi masyarakat dan karyawan berupa
iii
Corporate Social Responsbility. Tidak ada perbedaan mayoritas persepsi antara pemerintah lapisan pimpinan dengan lapisan staf serta karyawan pengambil keputusan dengan karyawan nonpengambil keputusan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Sementara itu, terdapat perbedaan persepsi pada masyarakat peserta dengan karyawan non peserta dan pada penggolongan masyarakat menurut pekerjaannya. Tingkat keberhasilan menurut pemangku kepentingan menunjukkan bahwa mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah. Hasil uji Kruskal-Wallis H menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penilaian tingkat keberhasilan pada masing-masing persepsi. Namun, hasil uji korelasi Spearman‟s rho menunjukkan bahwa hanya pasangan data Corporate Citizenship dan tingkat keberhasilan serta Corporate Social Responsibility dan tingkat keberhasilan yang memiliki korelasi yang signifikan, sedangkan pasangan data Corporate Philantrophy dan tingkat keberhasilan tidak. Oleh karena efektivitas implementasi PKBL berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan PKBL, maka efektivitas implementasi PKBL adalah rendah. Hasil temuan di lapang juga menunjukkan kecenderungan penilaian citra positif oleh masyarakat peserta serta karyawan dan kecenderungan penilain citra negatif oleh pemerintah. Hasil temuan di lapang, masyarakat non peserta tidak menilai citra Pertamina UPMS II negatif, tetapi tidak pula menilai positif. Akan tetapi, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penilaian tingkat keberhasilan rendah paling banyak disumbangkan oleh kategori masyarakat non peserta.
iv
PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA SERTA EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)
SRI ARMA SEPRIANI
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
v
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Sri Arma Sepriani NIM
: I34061168
Judul Skripsi
: Persepsi
Pemangku
Kepentingan
Terhadap
Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN serta Efektivitas Implementasinya (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS NIP. 19580214 198503 1 004
Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, M.S NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus:
vi
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BUMN SERTA EFEKTIVITAS IMPLEMENTASINYA (STUDI KASUS PT. PERTAMINA (PERSERO) DI KOMUNITAS SEBERANG ULU II, SUMATERA SELATAN)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU
MEMPEROLEH
LEMBAGA GELAR
LAIN
MANAPUN
AKADEMIK
UNTUK
TERTENTU.
TUJUAN
SAYA
JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor,
Mei 2011
Sri Arma Sepriani I34061168
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan, pada tanggal 25 September 1988 di Palembang. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, putri bungsu dari Bapak Aruji Hamiba, S.Pd dan Ibu Muslimah, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Muhammadiyah 3 Plaju (1994-2000), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 20 Palembang (2000-2003), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4 Palembang (2003-2006). Selama menempuh pendidikan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan organisasi, seperti Pramuka dan Paskibra. Penulis juga merupakan Ketua 1 OSIS SLTPN 20 Palembang periode 2001-2002, Sekretaris 1 Perwakilan Kelas (PK) SMAN 4 Palembang periode 2003-2004, Ketua 1 PK SMAN 4 Palembang periode 2004-2005 serta Sekretaris Umum English Debate Club (EDC) SMAN 4 Palembang periode 2004-2005. Tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan memilih Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) sebagai staf divisi Sosial dan Lingkungan Hidup Kabinet Laskar Pelangi periode 20072008 dan Kabinet Heroik periode 2008-2009. Penulis juga menjadi Ketua Panitia Seminar Nasional “Let‟s CSR on Campus” tahun 2009, Ketua Panitia pelatihan “CSR Training on Campus” tahun 2009 dan anggota divisi Humas dan Danus kepanitiaan Indonesian Ecology Expo 2009 (INDEX 2009). Selain aktif di organisasi dan kepanitiaan, penulis juga menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah Sosiologi Umum pada tahun 2008 dan 2009.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Persepsi Pemangku Kepentingan Terhadap Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN serta Efektivitas Implementasinya (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero) di Komunitas Seberang Ulu II, Sumatera Selatan)” dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan berbagai saran dan masukannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini, baik melalui kritik, saran, maupun dukungan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini membahas mengenai PKBL sebagai bentuk tanggung jawab sosial BUMN. Fokus skripsi ini adalah mengkaji efektivitas implementasi PKBL menurut pedoman pelaksanaan ISO 26000 dan pencapaian tujuan internal tanggung jawab sosial Pertamina dengan melihat persepsi tiga pemangku kepentingan. Penulisan Skripsi ini merupakan syarat kelulusan bagi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan perbaikan yang dapat membantu penyempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi khalayak banyak.
Bogor,
Mei 2011
Penulis
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya dan kemudahan dalam segala hal sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, serta sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini;
2.
Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama, Heru Purwandari, S.P, M.Si selaku dosen penguji wakil Departemen SKPM dan Martua Sihaloho, S.P, M.Si selaku dosen uji petik skripsi, terimakasih atas masukan, kritik dan arahannya yang sangat berharga dalam penulisan skripsi;
3.
Ayahanda Aruji Hamiba, S.Pd dan Ibunda Muslimah, S.Pd, serta kakek dan nenekku tersayang: H. Mat Tjik (alm), Hj. Tjik Iba (alm), H. Harun Djakfar (alm) dan Hj. Rosidah, terimakasih untuk untaian doa, dukungan dan semangat yang tak henti diberikan pada penulis;
4.
Saudara-saudaraku: Eka Armawati, S.Pd, Bandarsa, S.Pd, Archimedes, S.E, Dwi Armasusanti, S.E, Muhammad Yusuf
Fikri, S.E, terimakasih untuk
semangat dan doanya; 5.
Papa H. Agusman Bargal, Mama Hj. Mastoh, Tante „Ria‟ Nur Mulia, Kak Uli, Kak Helmi, Ayuk Mara, Mas Basuki dan keponakan lucuku: Bima, terimakasih untuk dukungan dan doanya;
6.
Muhammad Rizki Allgusma, S.S yang selalu mendukung dan mendoakan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan Skripsi. Terimakasih untuk enam tahun kebersamaan yang berharga.
7.
Mas Robert, Mbak Vega Pita, Mas Habibie, Mas Untung, Pak Kumis dari Fungsi External Relation Pertamina UPMS II, Mas Kerangga Jaya „SDM‟, Pak Toyib „PKBL‟, Pak Welly „K3LL‟, seluruh karyawan Pertamina UPMS II yang menjadi responden penelitian, Winda „Universitas Bidar‟ sesama
x
mahasiswa magang di fungsi ER, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian dan magang di Pertamina UPMS II; 8.
Pemerintah di Kecamatan SU II: Bapak Camat Heri A. Rasuan, S.H, Bapak Sekcam M. Ichsanul A, S.Sos, M.Si, Bapak dan Ibu Lurah di wilayah Kecamatan SU II, serta seluruh staf
di kantor kecamatan dan ketujuh
kelurahan yang telah membantu dan bekerjasama dalam penelitian untuk skripsi ini; 9.
Para responden penelitian di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II yang sudah meluangkan waktunya untuk „diganggu‟ oleh penulis, terimakasih untuk bantuan dan kerjasamanya;
10. Mas Mahmudi Siwi dan Mas Reza Ramayana, terimakasih untuk dukungan moral, buku-buku dan diskusi yang sangat membantu proses penulisan skripsi ini; 11. My Bestie: Rinaldy Yusuf, S.KPM, terimakasih atas doa, semangat, sindiran, saran, kritik dan bantuannya dari awal hingga akhir proses penulisan skripsi ini; 12. Wisma Pelangi 73: Kak Lia, Linda, Ita, Nunu, terimakasih atas semangatnya. Nunu „Nurul Qomariasih‟, terimakasih pula atas bantuannya dalam pengolahan data penelitian; 13. Quadra Pop Girls: Na, Mpit, Niaw, Dion, Ami, terimakasih untuk semangat, dukungan, doa dan tawa-tangisnya; 14. Sahabat-sahabat sesama insomaniac: Aditya Wahyu Purnama, Ferdiansyah, Inerema FDP, M. Idrus Alamsyah, St. Rahayu Pratami Lexianingrum, member grup alumni PK SMAN 4, member grup alumni SLTPN 20, terimakasih telah setia menemani penulis mengerjakan Skripsi hingga subuh; 15. Abdillah Apri Sudarmanto, Yovan Dupriliandika Zefta dan Muhammad Iqbal Pangindoman yang setiap saat menanyakan perkembangan penulisan skripsi, terimakasih untuk bantuan, doa dan semangatnya; dan 16. Teman-teman KPM‟43, Bu Susi, Mbak Icha, Mbak Maria serta semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
xi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2
Perumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3
Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
1.4
Kegunaan Penelitian ................................................................................... 7
BAB II PENDEKATAN TEORITIS .................................................................... 9 2.1
Tinjauan Pustaka......................................................................................... 9 2.1.1 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ................................. 9 2.1.2 Konsep PKBL.................................................................................. 19 2.1.3 Konsep Persepsi................................................................................... 2.1.4 Konsep Pemberdayaan ..................................................................... 22 2.1.5 Konsep Efektivitas ........................................................................... 23
2.2
Kerangka Pemikiran ................................................................................. 24
2.3
Hipotesa Penelitian ................................................................................... 28 2.3.1 Hipotesa Pengarah............................................................................ 28 2.3.2 Hipotesa Uji ..................................................................................... 28
2.4
Definisi Operasional ................................................................................. 28
2.5
Definisi Konseptual .................................................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 32 3.1
Metode Penelitian ..................................................................................... 32
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 33
3.3
Teknik Penentuan Informan, Subjek Kasus dan Responden ...................... 33
3.4
Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 36 3.4.1 Pengamatan Berperanserta ............................................................... 37 3.4.2 Penelusuran Dokumen ..................................................................... 37 3.4.3 Wawancara Mendalam..................................................................... 38
xii
Halaman 3.5
Teknik Analisis Data ................................................................................ 38
BAB IV PROFIL KOMUNITAS DAN PERUSAHAAN ................................... 40 4.1
Profil Komunitas....................................................................................... 40
4.2
Profil Perusahaan ...................................................................................... 44 4.2.1 Profil Fungsi External Relation (ER) ............................................... 45
4.3
Ikhtisar ..................................................................................................... 48
BAB V PEDOMAN
PELAKSANAAN
SOCIAL
RESPONSIBILITY
DAN
IMPLEMENTASI PKBL PERTAMINA UPMS II ............................... 50 5.1
Pedoman Pelaksanaan Social Responsibility.............................................. 50
5.2
Implementasi PKBL ................................................................................. 63
5.3
Ikhtisar ..................................................................................................... 69
BAB VI PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PKBL ........ 73 6.1
Persepsi Pemangku Kepentingan............................................................... 73
6.2
Ikhtisar ..................................................................................................... 97
BAB VII PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PKBL ................................................................... 99 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 105 8.1
Kesimpulan............................................................................................. 105
8.2
Saran ...................................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 109 LAMPIRAN .................................................................................................... 112
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Jumlah Penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada Agustus 2010 .. 41
Tabel 2.
Jumlah Keluarga, RT, RW, Poskamling, Posyandu dan Luas Wilayah Masing-masing Kelurahan di Kecamatan Seberang Ulu II ............... 41
Tabel 3.
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan SU II tahun 2007 ................................................................................................ 42
Tabel 4.
Sarana Pendidikan di Kecamatan SU II Tahun 2007 ........................ 43
Tabel 5.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan menurut Kelurahan Tahun 2007 ................................................................................................ 43
Tabel 6.
Frekuensi Persepsi Tiga Pemangku Kepentingan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................................. 73
Tabel 7.
Frekuensi Persepsi Pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................. 75
Tabel 8.
Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan Staf Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 76
Tabel 9.
Frekuensi Persepsi Masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 83
Tabel 10. Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta PKBL Pertamina UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 84 Tabel 11. Frekuensi Persepsi Masyarakat Non Peserta PKBL Pertamina UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .......... 85 Tabel 12. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Peserta Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................. 87 Tabel 13. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Non Peserta Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 88 Tabel 14. Frekuensi Persepsi Responden Swasta Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ......................................................... 89 Tabel 15. Frekuensi Persepsi Responden PNS Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ................................................................... 90
xiv
Halaman Tabel 16. Frekuensi Persepsi Responden Karyawan Pertamina UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 93 Tabel 17. Frekuensi Persepsi Karyawan Lapisan Non Pengambil Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............. 95 Tabel 18. Persepsi Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010... 97 Tabel 19. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Berdasarkan Kategori Persepsi Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010 ................ 99 Tabel 20. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Menurut Persepsi Masingmasing Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010 .. 102
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Matriks Tingkat Dinamika Konflik Korporasi-Stakeholder ............ 19
Gambar 2.
Kerangka Pemikiran ...................................................................... 27
Gambar 3.
Struktur Jabatan Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina ..... 46
Gambar 4.
Bagan Alur Sumber Dana CSR PT. Pertamina (Persero) ................ 47
Gambar 5. Matriks Perbandingan Subjek Inti ISO 26000 dan Lingkup PKBL serta Non PKBL ............................................................................ 70 Gambar 6.
Grafik
Lingkaran
Distribusi
Frekuensi
Persepsi
Pemangku
Kepentingan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................................................................................. 74 Gambar 7.
Grafik
Lingkaran
Distribusi
Frekuensi
Persepsi
Pemerintah
Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ................................................................................. 755 Gambar 8.
Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan Staf Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ................................................................................... 77
Gambar 9.
Grafik
Lingkaran
Distribusi
Frekuensi
Persepsi
Masyarakat
Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ................................................................................... 83 Gambar 10. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ................................................................. 85 Gambar 11. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Non Peserta PKBL di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ...................................................... 86 Gambar 12. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ............................................ 87
xvi
Gambar 13. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Non Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ........................... 88 Gambar 14. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Swasta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ................................................................................... 90 Gambar 15. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden PNS Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ........... 89 Gambar 16. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Pertamina UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 .............................................................................................. 94 Gambar 17. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Non Pengambil Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 ................................................................................... 95
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Badan
Usaha
Milik
Negara
(BUMN)
telah
diwajibkan
untuk
melaksanakan program pembinaan pada usaha kecil bahkan sebelum disahkannya UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007. Pembinaan usaha kecil oleh BUMN mulai dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pedoman pembinaan usaha kecil tersebut mengalami beberapa kali penyesuaian sampai akhirnya menjadi UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Negara No. 5 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) yang berlaku hingga saat ini. Program Kemitraan BUMN dan Bina Lingkungan atau biasa disebut PKBL adalah program untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya dalam rangka mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan serta terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja, kesempatan berusaha dan pemberdayaan masyarakat. Menurut Peraturan Menteri tentang BUMN No. 5 tahun 2007, Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN, sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Besaran dana untuk dua program ini adalah masingmasing sebesar dua persen dari laba BUMN yang dihasilkan pada tahun operasi sebelumnya.1
1
Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, 2007, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, http://www.bumn.go.id/getRegulationDir&filename=1212555721.pdf, diakses pada 29 April 2010.
2
Tahun 2007, tahun yang sama dengan pengesahan UU tentang Perseroan Terbatas No. 40, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memberikan sambutan dalam sebuah Forum CSR-UKM 2007 dengan tema “Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah”. Dalam seminar dan pameran ini, Menteri Negara Koperasi dan UKM Indonesia menyebutkan bahwa sejak tahun 1989, BUMN telah berpartisipasi dalam program tanggung jawab sosial dengan membantu pengusaha UKM dan program tersebut dikenal dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). 2 Ketua Panitia Khusus UU Perseroan Terbatas, Akil Mochtar, menyebutkan juga bahwa salah satu alasan tanggung jawab sosial harus diatur adalah karena kewajiban tanggung jawab sosial sudah diterapkan pada BUMN dalam bentuk kewajiban menyisihkan sebagian besar laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN (Fajar 2010). Dengan kata lain, seringkali tanggung jawab sosial pada BUMN diartikan sebagai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel atau yang selanjutnya disebut Pertamina UPMS II merupakan salah satu unit pemasaran dari PT. Pertamina (Persero) yang memiliki wilayah operasi pada lima provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu dan Lampung dengan pusat lokasinya berada di Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang, Sumatera Selatan. Pada awal berdirinya, perusahaan minyak yang beroperasi di wilayah Palembang ini dikuasai oleh Belanda. Berbagai fasilitas yang diperoleh karyawan perusahaan di masa penguasaan Belanda, baik berupa sarana tempat tinggal maupun kemudahan memperoleh akses terhadap sarana kesehatan dan pendidikan untuk keluarga karyawan dalam sebuah kompleks milik perusahaan tentu memperlihatkan perbedaan yang ada antara perusahaan dan masyarakat. Setelah Indonesia merdeka dan secara resmi mengambil alih perusahaan tersebut, berbagai fasilitas pra kemerdekaan tersebut masih ada yang bertahan hingga sekarang. Dengan kata lain, meski tidak semencolok seperti
2
Suryadharma Ali, 2007, Sambutan pada Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, http://www.latofienterprise. com/file/pdf/Sambutan. pdf, diakses pada 6 Mei 2010
3
sebelum kemerdekaan, jarak sosial antara perusahaan dan penduduk setempat tersebut masih terlihat. Kota Palembang saat ini memang belum terlepas dari masalah ketenagakerjaan dan mencoloknya kesenjangan sosial. Seperti yang ditulis dalam website kepolisian wilayah Sumatera Selatan, mencoloknya kesenjangan sosial serta masalah ketenagakerjaan merupakan ancaman dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat Palembang. Sementara itu, masyarakat Palembang cenderung temperamental dan suka membawa senjata tajam 3 . Kondisi ini tentu semakin menyulut kriminalitas di Kota Palembang, termasuk Kecamatan Seberang Ulu (SU) II. Beroperasi di wilayah yang memiliki tingkat kriminalitas tinggi dan ketimpangan sosial yang mencolok seperti yang umumnya terjadi pada wilayah dengan kerekatan sosial yang rendah sebenarnya bukanlah sebuah hal yang menguntungkan bagi sebuah bisnis. Perusahaan harus berusaha keras untuk memperoleh lisensi sosialnya dalam beroperasi di wilayah seperti ini. Pertamina UPMS II tentu menyadari hal ini. Ketika peraturan mengenai kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial bagi perseroan diberlakukan, perusahaan yang telah lebih dulu melaksanakan Program Kemitraan dan Bina lingkungan ini lalu mengadopsi konsep PKBL sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan dijalankan oleh fungsi External Relation (ER). Dengan konsep PKBL sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya, maka Pertamina UPMS II telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk program tanggung jawab sosialnya. Namun, ekspektasi pemangku kepentingan, terutama pemangku kepentingan eksternal perusahaan seringkali lebih tinggi dari apa yang dapat dilakukan perusahaan. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut bagaimana efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
3
Polri Sumsel, 2009, Profil kewilayahan kepolisian sumsel.polri.go.id/kewilayahan/, diakses pada tanggal 22 Mei 2010.
Sumatera
Selatan,
http://
4
1.2 Perumusan Masalah PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel adalah sebuah BUMN yang bergerak di bidang pemasaran produk minyak dan gas bumi. Berdasarkan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, maka perusahaan ini harus melakukan pembinaan usaha kecil dan menengah serta bina lingkungan atau PKBL. Namun, pada tahun 2007, saat UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 diberlakukan, Pertamina yang mengelola sumberdaya alam juga dikenai kewajiban untuk melakukan tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di masyarakat, tanggung jawab sosial sesungguhnya adalah jalan bagi perusahaan untuk memperoleh „izin sosial‟ (berupa dukungan) dari masyarakat dalam beroperasi (Warhurst dalam Sukada et.al. 2007) walau utamanya pelaksanaan tanggung jawab sosial tetap diawali dengan manajemen dampak berupa upaya meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif atas kehadiran perusahaan. Pada Pertamina UPMS II, tanggung jawab sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk PKBL dengan berfokus pada bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, serta sarana prasana dan bencana alam. Lokasi dimana Pertamina UPMS II beroperasi adalah wilayah dengan ketimpangan sosial yang mencolok serta tingkat kriminalitas yang tinggi. Tentu bukan sebuah hal yang mudah untuk memperoleh dukungan masyarakat dalam beroperasi di wilayah seperti ini. Disamping itu, ekspektasi pemangku kepentingan eksternal perusahaan seringkali lebih tinggi dari apa yang dapat dilakukan perusahaan. Oleh karena itu, secara garis besar, pertanyaan yang akan dikaji lebih lanjut adalah bagaimana efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Terkait implementasi tanggung jawab sosial, International Organization for Standardization (ISO) telah membuat panduan pelaksanaan tanggung jawab sosial yang tidak hanya berlaku untuk jenis perusahaan tertentu saja, tapi berlaku di semua jenis perusahaan. Meski tidak semua bagian dari standar internasional yang dikenal sebagai ISO 26000 ini sesuai untuk semua jenis perusahaan, namun semua core subejcts-nya relevan untuk setiap perusahaan. Tujuh core subjects
5
yang termasuk dalam cakupan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut antara lain tata kelola organisasi, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, isu lingkungan, praktik operasi yang adil, isu konsumen serta keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Adapun komponen panduan ISO 26000 lainnya adalah prinsip-prinsip tanggung jawab sosial, isu-isu terkait tanggung jawab sosial dan cara untuk menyatukan kegiatan tanggung jawab sosial ke dalam strategi, sistem, praktik dan proses-proses yang telah berlangsung dalam organisasi. Lantas, ketika konsep PKBL pada Pertamina UPMS II diadopsi untuk menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, maka muncul pertanyaan: bagaimana implementasi PKBL Pertamina UPMS II dan sejauh mana implementasi
tersebut
dapat
memenuhi
„standar
kinerja‟
Social
Responsibility menurut panduan ISO 26000? Stakeholder engagement adalah hal yang penting untuk diperhatikan dalam tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan mengetahui kepentingan mereka terhadap
keputusan
dan
aktivitas
perusahaan
maka
perusahaan
dapat
mengidentifikasi serta mengatasi dampak operasinya terhadap para pemangku kepentingan tersebut. Namun, seringkali persepsi atau cara para pemangku kepentingan tersebut dalam memaknai tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah sesuai dengan makna tanggung jawab sosial itu sendiri sehingga ekspektasi atau harapan mereka terhadap perusahaan menjadi sesuatu yang sulit dipenuhi perusahaan. Selisih antara harapan dan kenyataan yang terjadi ini bukanlah hal yang menguntungkan bagi perusahaan sebab berpeluang menciptakan konflik antara perusahaan dan pemangku kepentingannya. Pada perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif seperti Pertamina UPMS II, pemangku kepentingan yang paling rentan untuk terjadi konflik dengan perusahaan adalah komunitas lokal. Artinya, masyarakat lokal adalah pemangku kepentingan yang penting untuk diperhatikan persepsinya oleh Pertamina UPMS II. Selain masyarakat lokal, pemerintah sebagai pembuat kebijakan juga merupakan pemangku kepentingan kritis yang penting untuk diperhatikan perusahaan. Kemudian, pemangku kepentingan perusahaan tidak hanya berupa pemangku kepentingan eksternal saja seperti masyarakat lokal dan pemerintah. Pemangku kepentingan internal seperti karyawan perusahaan juga harus diperhatikan perusahaan. Oleh karena itu, untuk
6
mengkaji efektivitas PKBL Pertamina UPMS II, menjadi penting untuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana persepsi karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat dan pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri? Pertamina UPMS II tentu memiliki sasaran yang ingin dicapai dalam implementasi tanggung jawab sosialnya. Seperti yang dituangkan dalam website PT. Pertamina, tujuan dari Program Social Responsibility and Community Development PT. Pertamina (Persero) adalah membangun dan mempertahankan keharmonisan hubungan dengan komunitas lokal di wilayah operasi Pertamina manapun serta bekerja bersama-sama pemerintah untuk memberikan keuntungan sebesar-besarnya untuk masyarakat. Tujuan eksternal tanggung jawab sosial PT. Pertamina (Persero) adalah untuk membantu pemerintah Indonesia memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia melalui pelaksanaan programprogram yang membantu pencapaian target MDG‟s. Kemudian, tujuan internal tanggung jawab sosial PT. Pertamina (Persero) adalah untuk membangun hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua pemangku kepentingan untuk mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama dalam membangun reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal ini, PT. Pertamina di seluruh wilayah operasi di Indonesia memberlakukan kriteria tanggung jawab sosial Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat dengan wilayah operasi, publikasi dan mendukung PROPER dengan 4 strategic initiatives, yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur dan peduli bencana. Namun, seringkali persepsi atau cara para pemangku kepentingan dalam memaknai tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah sesuai dengan pemaknaan tanggung jawab sosial oleh perusahaan sendiri hingga ekspektasi atau harapan mereka terhadap perusahaan menjadi sesuatu yang sulit dipenuhi perusahaan. Selain itu, ketika fokus pencapaian perusahaan mengutamakan pemerintah dan masyarakat, seringkali pemangku kepentingan internal merasa diabaikan. Oleh karena itu, menjadi penting untuk diungkap bagaimana hubungan antara persepsi dari karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat dan pemerintah kecamatan Seberang Ulu II dan efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II tersebut?
7
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji sejauh mana efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Tujuan utama ini akan dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian, yaitu: 1. Mengidentifikasi implementasi PKBL yang diterapkan oleh Pertamina UPMS II. 2. Mengkaji sejauh mana implementasi PKBL Pertamina UPMS II memenuhi „standar kinerja‟ Social Responsibility menurut panduan ISO 26000. 3. Mengidentifikasi persepsi karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat dan pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. 4. Mengkaji hubungan antara persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dan efektivitas implementasi dari PKBL yang diterapkan Pertamina UPMS II. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Bagi penulis dan civitas akademik Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan bagi penulis sendiri, menjadi bahan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya serta menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor di bidang tanggung jawab sosial perusahaan dan PKBL. 2. Bagi instansi terkait Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perusahaan mengenai efektivitas implementasi PKBL menurut ISO 26000 dan persepsi beberapa pemangku kepentingan perusahaan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri. 3. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada masyarakat mengenai program tanggung jawab sosial dan kaitannya dengan para pemangku kepentingan perusahaan.
8
4. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat terkait tanggung jawab sosial perusahaan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
9
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah konsep yang masih hangat dibicarakan hingga saat ini. Berbagai perdebatan mengenai arti, standar pelaksanaan CSR serta wajib atau tidaknya perusahaan memperhatikan kegiatan sosial dan lingkungan masih mewarnai perkembangan konsep ini. Pengertian CSR yang muncul pun beragam dan mempunyai penekanan pada dimensi yang berbeda-beda. Meski demikian, hasil dari uji statistik yang dilakukan Alexander Dahlsrud terhadap tiga puluh tujuh definisi CSR yang paling popular menunjukkan bahwa beragam definisi tersebut memiliki konsistensi dalam lima dimensi, yaitu dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, pemangku kepentingan dan sifat voluntari (Dahlsrud 2008 dalam Jalal 2009). Seiring perkembangannya, CSR didefinisikan dengan beragam. Beberapa mengartikan CSR sebagai komitmen bisnis, sementara yang lain menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan sebuah kewajiban. Namun, terlepas dari hal tersebut, pada dasarnya berbagai perkembangan definisi dari CSR ini semakin mendekatkan CSR dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Menurut Serageldin ([tidak bertahun]) dalam Sukada et al (2007), “pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses dimana generasi mendatang memperoleh modal per kapita sebanyak yang telah diperoleh oleh generasi masa sekarang atau bahkan lebih banyak lagi”. Modal yang dimaksud tersebut mencakup modal natural, ekonomi, sosial, budaya, politik dan personal (Sukada et al 2007). Artinya, tanggung jawab etis bisnis dan perusahaan mencakup dua dimensi di luar ekonomi, yaitu aspek sosial dan lingkungan sehingga kata „social‟ dalam CSR harus dibaca sebagai „social and environmental‟. 4 Oleh karena itu, Sukada et al (2007) dalam buku Membumikan Bisnis Berkelanjutan pun mendefinisikan CSR
4
Sonny Sukada, et al. 2007, Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Indonesia Business Links, Jakarta, halaman 38.
10
sebagai segala upaya manajemen yang dilakukan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap pilar. Kegiatan CSR pada praktiknya seringkali hanya menekankan pada salah satu aspek saja, tergantung pada definisi mana yang dianut oleh perusahaan atau organisasi bisnis. Berbagai standar CSR yang berkembang dan populer di dunia memang cenderung menekankan pada salah satu aspek saja akibat keberagaman definisi CSR ini. Selain itu, membuat sebuah standar kinerja CSR yang universal bukanlah suatu hal yang mudah. International Organization for Standardization (ISO) pernah mencoba memprakarsai pembentukan standar universal mengenai kinerja CSR ini, namun akhirnya malah menurunkan targetnya hanya menjadi guidelines of social responsibility saja.5 CSR adalah sebuah istilah yang baru merebak di Indonesia. Tahun 2007 lalu, Indonesia menjadi negara pertama yang mengatur CSR ke dalam sebuah regulasi dengan mengesahkan UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial atau CSR. Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 pasal 74 tahun 2007 ayat satu menyatakan bahwa Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumberdaya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Lalu, Pasal 74 ayat 2 menyatakan bahwa dana CSR dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat ketiga pada pasal ini menekankan bahwa PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan dimana ayat keempat menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah. 6 2.1.1.1 Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Sukada et al (2007) mendefinisikan CSR sebagai segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar 5
keseimbangan pilar
ekonomi,
sosial dan
lingkungan,
dengan
Ibid., halaman 60. DPR RI, 2007, Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 dan Penjelasan-nya, PT. Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia), Jakarta Barat, halaman 122-124. 6
11
meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap pilar. Definisi CSR dari Committee Draft ISO 26000 Guidance on Social Responsibility pada tahun 2009 bahkan lebih rinci lagi, yaitu: „Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships.‟ (Draft ISO 26000 2009 dalam Jalal 2010) Dari definisi tersebut, terlihat
bahwa yang dimaksud dengan CSR utamanya
dimulai dengan manajemen dampak dari aktivitas bisnis atau perusahaan. Setiap kegiatan perusahaan tentu disadari pasti memiliki dampak, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang turut membantu
tercapainya
tujuan
pembangunan
berkelanjutan
harus
memaksimumkan dampak positif dan meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang, agar tidak merugikan masyarakat saat ini maupun di masa mendatang. CSR juga berarti bahwa perusahaan harus taat pada regulasi kemudian berusaha melampaui regulasi (beyond compliance) tersebut dalam arti yang positif. Pada akhirnya, CSR akan menjamin keberlangsungan perusahaan selama mungkin bahkan dengan profit yang tinggi sebab perusahaan telah diterima menjadi „bagian‟ dari komunitas setempat sehingga aktivitas berbisnis menjadi lebih kondusif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa CSR bukanlah suatu kegiatan amal dari perusahaan. CSR merupakan bagian dari aktivitas bisnis berupa investasi sosial untuk memperoleh profit sekaligus „lisensi sosial‟ dari para pemangku kepentingan perusahaan. Perbedaan pemahaman mengenai tanggung jawab sosial perusahaan menyebabkan konsep CSR sering disamakan bahkan dipertukarkan dengan berbagai konsep lain yang sebenarnya berbeda. Beberapa konsep yang sering tertukar dengan CSR adalah sebagai berikut (Sukada et al 2007): 1. Corporate Citizenship Konsep ini sebenarnya lebih luas daripada CSR sebab corporate citizenship atau kewargaan perusahaan mengandung pengertian hak dan
12
kewajiban yang mendudukkan perusahaan pada posisi quasi state atau setengah negara. Konsep ini memandang perusahaan sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban. Namun, pada saat yang bersamaan, perusahaan dipandang pula sebagai pihak yang menjamin dipenuhinya hak-hak warga negara yang berada di wilayah jangkauan operasinya. Hal ini tentu tidaklah dapat dipersamakan dengan konsep CSR. 2. Corporate Philanthropy Konsep filantrofi perusahaan sesungguhnya jauh lebih sempit dibanding CSR. CSR menuntut perusahaan bertanggung jawab meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif, sedangkan filantrofi hanya berkenaan dengan pemberian sukarela dari perusahaan. CSR memandang investasi sosial sebagai upaya memaksimumkan dampak positif (berkaitan dengan pemangku kepentingan khusus bisnis perusahaan, terutama masyarakat di wilayah dampak) sedangkan filantrofi tidak terlalu mempedulikan apakah pemberian itu berkenaan dengan dampak operasi atau tidak. 3. Corporate Responsibility Konsep ini dinilai terlalu luas atau tidak spesifik (ketika CSR sudah ada) atau lebih mewakili tanggung jawab memaksimumkan keuntungan bagi pemilik modal (ketika CSR belum ada). Konsep CR ini memang muncul karena anggapan bahwa kata „social‟ dalam CSR dapat membawa kesalahpahaman. Namun, penggunaan kata ini sesungguhnya dimaksudkan menekankan bentuk tanggung jawab di luar tanggung jawab lain yang sebelumnya sudah dijalankan. Kata „social‟ dalam CSR harus dibaca sebagai „social and environment‟; yang bahkan juga mencakup pengertian keuntungan ekonomi bagi pemangku kepentingan di luar pemilik modal. CSR harus dipahami sebagai tanggung jawab pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan pada seluruh pemangku kepentingan di luar pemilik modal. 2.1.1.2 Regulasi Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia Indonesia yang menjadi negara pertama yang meregulasi kebijakan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan menyebutkan pada UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 pasal 1 angka ketiga bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
13
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Terkait pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 pasal 74 tahun 2007 tersebut memaparkan sebagai berikut: 1. Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumberdaya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan, 2. Dana CSR dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran, 3. Perseroan Terbatas (PT) yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah. 2.1.1.3 Standar Kinerja Corporate Social Responsibility (CSR) Standar kinerja CSR yang berkembang sangat beragam akibat berbagai definisi yang berkembang mengenai CSR. Menurut catatan Urminsky, dari 258 standar CSR yang diidentifikasi, sebagian besar (67 persen) dibuat oleh perusahaan sendiri, hingga pihak lain tak banyak yang mengetahui. Lalu, 11 persen dibuat oleh kumpulan perusahaan; 8 persen dibuat lewat proses multipihak; 7 persen dibuat oleh organisasi nonpemerintah; 3,5 persen dibuat asosiasi pekerja; dan 0,4 persen dibuat oleh pemerintah. Dari sekian banyak standar CSR yang teridentifikasi tersebut, hanya 8 persen yang menyatakan komitmen melaporkan standar yang dipergunakan dan 6 persen saja yang tertarik pada pemantauan dan evaluasi oleh pihak eksternal (Sukada et al 2007). Terdapat tujuh standar CSR yang paling berpengaruh saat ini (Kathryn Gordon dalam Sukada et al 2007). Ketujuh standar tersebut adalah Global Reporting Initiative, Global Sullivan Principles, OECD Guidelines for Multinational Enterprises, Principles for Global Corporate ResponsibilityBenchmarks, SA 8000 dan United Nations Global Compact. Namun, standarstandar ini hanya menitikberatkan pada aspek tertentu saja.
14
International Organization for Standardization (ISO) pada tahun 2005 membuat suatu standar kinerja CSR yang tidak hanya menitikberatkan pada salah satu aspek saja atau dengan kata lain standar kinerja CSR yang „menyeluruh‟. Tetapi, hal ini tidaklah mudah. Dalam proses pembuatannya, standar kinerja CSR yang diresmikan pada bulan November 2010 lalu ini akhirnya di„turun‟kan menjadi hanya pedoman social responsibility saja. Pedoman CSR atau ISO 26000 dalam draft terbarunya menyebutkan ada tujuh core subjects yang menjadi pedoman pelaksanaan CSR 7, yaitu: 1. Isu Tata Kelola Organisasi ‘Governance systems may vary, depending on the size and type of organization and the economic, political, cultural and social contexts in which it operates. Although governance processes and structures take many different forms, both formal and informal, all organizations make and implement decisions within a governance system. The governance system within an organization is directed by the person or group of persons having the authority and responsibility for pursuing the organization’s objectives.’ Sistem tata kelola dapat bervariasi, tergantung pada jenis dan ukuran organisasi serta konteks ekonomi, politik, budaya dan sosial dimana mereka beroperasi. Meskipun berbagai proses dan struktur tata kelola memiliki bentuk yang berbeda-beda, baik formal dan informal, semua organisasi membuat dan mengimplementasikan keputusan dalam sebuah sistem tata kelola. Sistem tata kelola dalam organisasi diarahkan oleh orang atau sekelompok orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mengejar tujuan organisasi. 2. Isu Hak Asasi Manusia ‘While the state has the primary obligation to protect, promote and uphold human rights, the Universal Declaration of Human Rights calls on every individual and every organ of society to play its part in securing the observance of the rights set forth in the Declaration. Hence an organization has a responsibility to safeguard human rights in its operations, as well as in its wider sphere of influence.’ Bila negara memiliki kewajiban utama untuk melindungi, mempromosikan dan menegakkan hak asasi manusia, maka Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menghimbau setiap individu dan elemen masyarakat untuk memainkan perannya dalam menjamin kepatuhan terhadap hak-hak yang tercantum dalam 7
Jalal, op.cit., hal.9
15
Deklarasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi memiliki tanggung jawab untuk menjaga hak asasi manusia dalam operasinya, serta dalam lingkup pengaruh yang lebih luas. 3. Isu Praktik Ketenagakerjaan ‘The labour practices of an organization can have great impact on society and thereby can contribute significantly to sustainable development. The creation of jobs, as well as wages and other compensation paid for work performed are among an organization's most important economic impacts. Meaningful and productive work is an essential element in human development.’ Praktik buruh suatu organisasi dapat berdampak besar pada masyarakat dan dengan demikian dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan. Penciptaan lapangan kerja, serta upah dan kompensasi lainnya yang dibayarkan untuk pekerjaan yang dilakukan adalah salah satu dampak ekonomi paling penting dari keberadaan organisasi. Bermakna dan bekerja produktif adalah elemen penting dalam pembangunan manusia. 4. Isu Lingkungan ‘Addressing environmental issues is not only a precondition for the survival and prosperity of our generation; it is a responsibility our generation should fulfill so as to enable future generations to enjoy a sustainable global environment. An organization should be mindful that environmental responsibility is a part of the social responsibility of any organization.’ Isu-isu lingkungan tidak hanya merupakan prasyarat untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan generasi kita; yang merupakan tanggung jawab yang harus generasi kita harus penuhi sehingga memungkinkan generasi mendatang untuk menikmati lingkungan global yang berkelanjutan. Sebuah organisasi harus menyadari bahwa tanggung jawab lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab sosial dari setiap organisasi. 5. Isu Praktik Operasi yang Adil ‘Fair operating practices improve the environment in which organization’s function by: encouraging fair competition, improving the reliability and fairness of commercial transactions, preventing corruption and promoting fair political processes. Organizations should use their relative strength and position in their relationship with other organizations to promote positive outcomes.’
16
Praktek operasi yang adil akan memperbaiki lingkungan bila organisasi: mendorong persaingan yang sehat, meningkatkan keandalan dan keadilan transaksi komersial, mencegah korupsi dan mempromosikan proses politik yang adil. Organisasi harus menggunakan kekuatan relatif mereka dan posisi dalam hubungan mereka dengan organisasi-organisasi lain untuk mempromosikan hasil positif. 6. Isu Konsumen ‘Consumers are among an organization's important stakeholders. An organization's operations and output have a strong impact on those who use its goods or services, especially when they are individual consumers. Consumers are referees in the competitive marketplace, and their preferences and decisions have a strong influence on the success of most organizations.’ Konsumen adalah salah satu pemangku kepentingan organisasi. Operasi dan output suatu organisasi memiliki dampak yang kuat pada mereka yang menggunakan barang atau jasa, terutama ketika mereka adalah konsumen individu. Referensi konsumen di pasar yang kompetitif, serta preferensi dan keputusan mereka memiliki pengaruh kuat terhadap keberhasilan sebagian besar organisasi. 7. Isu Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat ‘The need for contributions to social and economic development in order to reduce poverty and improve poor social conditions is universally accepted. The critical need to address issues of social and economic development is reflected in the United Nations Millennium Declaration.’ Kebutuhan kontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kondisi sosial masyarakat miskin secara universal diterima. Kebutuhan kritis untuk menangani masalah-masalah pembangunan sosial dan ekonomi tercermin dalam Deklarasi Milenium PBB. 2.1.1.4 Definisi Stakeholder (Pemangku Kepentingan) Menurut Sukada et al (2007), “perusahaan bertanggung jawab kepada siapa pun yang terpengaruh operasinya”. Sukada et al (2007) juga memaparkan bahwa pemangku kepentingan mengacu pada “persons and groups that affect or are affected by, an organization’s decisions, policies and operations.” Kata „stake‟ di sini bermakna kepentingan atau klaim terhadap perusahaan.
17
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menimbang derajat relevansi pemangku kepentingan perusahaan (Mitchell et al 1997 dalam Sukada et al 2007), yaitu kekuasaan, legitimasi dan urgensi. Kekuasaan adalah derajat kemampuan pemangku kepentingan untuk mempengaruhi perusahaan melalui penggunaan unsur-unsur koersif atau pemaksaan; insentif atau disinsentif material; dan normatif atau simbolik. Legitimasi operasional perusahaan berasal dari perilaku yang disetujui norma-norma yang berlaku setempat. Urgensi didefinisikan sebagai klaim pemangku kepentingan untuk tindakan segera yang didasarkan pada sensitivitas waktu atau sejauh mana keterlambatan dapat diterima; atau sepenting apa pemenuhan klaim itu terhadap status hubungan dengan perusahaan. Driscoll dan Starik (2004) dalam Sukada et al (2007) menambahkan kedekatan (proximity) menjadi kriteria keempat dalam pertimbangan derajat relevansi tersebut. Dari sejumlah penelitian disimpulkan kedekatan spasial sama pentingnya dengan urgensi. Artinya, komunitas yang bermukim lebih dekat dengan perusahaan merupakan pemangku kepentingan yang harus dianggap penting. Lalu, dengan menggunakan keempat kriteria yang telah diajukan, disimpulkan bahwa lingkungan fisik merupakan pemangku kepentingan yang sah dari perusahaan. Sukada et al (2007) memaparkan bahwa organisasi bisnis memiliki dua kategori pemangku kepentingan, yakni primer dan sekunder. Pemangku kepentingan primer adalah pemilik, konsumen, karyawan, pemasok dan mitra bisnis. Di luar itu, tergantung dari lingkungan di mana perusahaan beroperasi. Semua perusahaan memiliki pemangku kepentingan sekunder kritis yang keberadaannya berperan penting terhadap keberlangsungan operasionalnya. Masyarakat dan pemerintahan yang berwenang merupakan dua diantaranya. Lalu, perusahaan juga menghadapi sebarisan pemangku kepentingan sekunder khusus yang muncul karena kepentingan tertentu, aktivitas bisnis, serta tujuan perusahaan sendiri. Pemangku kepentingan ini termasuk diantaranya media massa, kelompok masyarakat sipil, ornop, organisasi internasional mitra bisnis, asosiasi dagang, maupun asosiasi industri. Menurut Handy (2003) dalam Radyati (2008), kini tujuan keberadaan bisnis adalah tidak hanya mencari keuntungan, tetapi melakukan sesuatu yang
18
lebih baik dengan tujuan tidak hanya memaksimalkan nilai pemegang saham, akan tetapi juga memaksimalkan nilai bagi para pemangku kepentingan (stakeholders). Stakeholders perusahaan ada yang di dalam perusahaan (internal stakeholders), dan ada yang berada di luar perusahaan (external stakeholders). Internal stakeholders terdiri dari para karyawan dan seluruh anggota perusahaan, termasuk pemegang saham. External stakeholders terdiri dari pemasok, komunitas lokal, masyarakat luas, pesaing, pemerintah, kompitetitor dan masyarakat dunia. Bila hubungan dengan pemangku kepentingan tidak ditangani dengan baik oleh perusahaan, maka dapat berujung pada konflik. Konflik antara perusahaan dan masyarakat sering terjadi terutama pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif. Situasi konflik tentu bukanlah hal yang menguntungkan bagi perusahaan. Oleh karena itu, penguatan kohesi sosial penting untuk dilakukan perusahaan. Dengan kuatnya kerekatan sosial, sebuah masyarakat cenderung lebih menerima perbedaan dan mengelola konflik secara rasional sebelum berkembang menjadi perseteruan yang brutal (Amri dan Sarosa 2008). Prayogo (2008) menetapkan tiga stakeholder penting yang sering bermasalah dalam relasinya dengan korporasi, yaitu komunitas lokal, pekerja dan konsumen. Dengan menggunakan indikator dan parameter yang sama, dapat diperbandingkan tingkat dinamika konflik korporasi dengan para stakeholder-nya. Gambar 1 berikut ini menunjukkan gambaran umum tingkat dinamika konflik antara korporasi dan pemangku kepentingannya:
19
Gambar 1. Matriks Tingkat Dinamika Konflik Korporasi-Stakeholder Jenis Industri Ekstraktif
Manufaktur
Jasa
Komunitas lokal Tinggi: Sangat rentan terjadi konflik hingga ke bentuk kekerasan; korporasi dipersepsikan mengambil sumber daya alam lokal. Sedang: Tidak terlalu rentan terjadi konflik; terkecuali ada masalah khusus seperti dampak lingkung-an. Rendah: Tidak rentan terhadap konflik; interaksi dan silang kepentingan jarang terjadi.
Pekerja
Konsumen
Sedang: Tidak terlalu rentan terjadi konflik; tingkat upah dan fasilitas kerja sangat baik, kalaupun terjadi konflik berbentuk non kekerasan.
Rendah: Hampir tidak ada laporan konflik karena suplai hasil tambang terbatas, terkecuali boikot produk karena alasan lingkungan.
Tinggi: Sangat rentan terjadi konflik karena marjin keuntungan korporasi sangat terkait dengan tingkat upah pekerja. Sedang: Tidak terlalu rentan terjadi konflik; terkecuali pada perusahaan yang bermasalah dengan manajemennya.
Rendah: Jarang terjadi konflik, terkecuali keluhan terhadap kualitas dan higienitas produk. Tinggi: Sangat rentan terjadi konflik karena selisih yang tajam antara harga dan kualitas pelayanan.
Sumber: Prayogo (2008)
Secara umum, terdapat kecenderungan bahwa tingkat dinamika konflik tinggi dapat terjadi pada interaksi: (1) korporasi dengan komunitas lokal pada industri ekstraktif; (2) korporasi dengan pekerja pada industri manufaktur; dan (3) korporasi dengan konsumen pada industri jasa. Pola dinamika konflik ini dapat diperlakukan
sebagai
sebuah
kecenderungan,
namun
sangat
membantu
menjelaskan variasi tingkat dinamika konflik antar jasa industri (Prayogo, 2008). 2.1.2 Konsep PKBL Menurut UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 88, BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN (Ayat 1) dan ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba tersebut diatur dengan Keputusan Menteri (Ayat 2). 8 Lalu, Keputusan Menteri BUMN No. Kep236/MBU/2003 yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari UU no. 19 tahun 2003
8
DPR RI, 2003, Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU%2019-2003.pdf, diakses pada 6 Mei 2010, hal. 29.
20
menyebutkan pada Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan Program Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Ayat 3) dan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Ayat 4). 9 Keputusan Menteri tersebut diperkuat kembali dengan Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007. Rincian panduan pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dipaparkan pada Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007. 10 Khusus untuk Program Bina Lingkungan, Pasal 9 ayat 2 Peraturan Menteri ini menyatakan bahwa dana untuk Program Bina Lingkungan bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 persen serta hasil bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Bina Lingkungan. Pada ayat 3 pasal 9 ini disebutkan bahwa untuk Perum, besarnya dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri sedangkan untuk Persero, besaran dana tersebut ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun, dalam kondisi tertentu, besarnya dana Program Kemitraan dan dana Program Bina Lingkungan yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak dapat ditetapkan lain dengan persetujuan Menteri atau RUPS (ayat 4). Dana dari laba dikurangi pajak yang telah ditetapkan tersebut diberikan selambat-lambatnya 45 hari setelah penetapan (ayat 5). Lalu, pembukuan dana Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan ini dilaksanakan secara terpisah dari pembukuan BUMN Pembina (ayat 6). Pada pasal 11ayat 2 Peraturan Menteri tentang BUMN no. 5 tahun 2007, disebutkan bahwa:
9
Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, 2003, Keputusan Menteri BUMN NO. KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, http://202.51.31.250/id/files/peraturan/Kepmen/KEPMEN_236%20Thn%202003%20program %20kemitraan%20BUMN%20dengan%20usaha%20kecil%20dan%20program%20bina%20lingkungan.pdf, diakses pada 6 Mei 2010, halaman 2. 10 Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara, Op.cit., halaman 4.
21
a. Dana Program BL yang tersedia setiap tahun terdiri dari saldo kas awal tahun, penerimaan dari alokasi laba yang terealisir, pendapatan bunga jasa giro dan/atau deposito yang terealisir serta pendapatan lainnya. b. Setiap tahun berjalan sebesar 70 puluh persen dari jumlah dana Program BL yang tersedia dapat disalurkan melalui Program BL BUMN Pembina. c. Setiap tahun berjalan sebesar 30 persen dari jumlah dana Program BL yang tersedia diperuntukkan bagi Program BL BUMN Peduli. d. Apabila pada akhir tahun terdapat sisa kas dana Program BL BUMN Pembina dan BUMN Peduli, maka sisa kas tersebut menjadi saldo kas awal tahun dana Program BL tahun berikutnya. e. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina : 1) Bantuan korban bencana alam; 2) Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; 3) Bantuan peningkatan kesehatan; 4) Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; 5) Bantuan sarana ibadah; 6) Bantuan pelestarian alam; f. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Peduli ditetapkan oleh Menteri. 2.1.3 Konsep Persepsi Menurut Ruslan (2006), persepsi adalah suatu proses memberikan makna yang berakar dari berbagai faktor , yakni: 1. latar belakang budaya, kebiasaan dan adat-istiadat yang dianut seseorang atau masyarakat; 2. pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atas pendapat atau pandangannya; 3. nilai-nilai yang dianut (moral, etika dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat); dan 4. berita-berita dan pendapat yang berkembang yang kemudian mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan bahwa berita-berita yang dipublikasikan dapat menjadi pembentuk opini masyarakat. Menurut Pareek (1996) dalam Sobur (2003), “persepsi adalah proses menerima,
menyeleksi,
mengorganisasikan,
mengartikan,
menguji
dan
22
memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data”. Persepsi dalam perspektif ilmu komunikasi dapat disebut sebagai inti komunikasi, sedangkan interpretasi sebagai inti persepsi yang identik dengan decoding dalam proses komunikasi (Sobur, 2003). Menurut Wenburg dan Wilmot ([tidak bertahun]) dalam Mulyana (2000) dalam Sobur (2003), “persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses memberikan makna, pandangan atau penafsiran terhadap suatu pesan atau informasi berdasarkan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh sebelumnya mengenai pesan tersebut. 2.1.4 Konsep Pemberdayaan Upaya pemberdayaan (empowerment) menurut Nasdian (2003) merupakan suatu upaya menumbuhkan peranserta dan kemandirian sehingga masyarakat baik di tingkat individu, kelompok, kelembagaan maupun komunitas memiliki kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses pada sumberdaya, memiliki kesadaran kritis serta mampu melakukan pengorganisasian dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan dilingkungannya. Dua elemen pokok pemberdayaan adalah partisipasi dan kemandirian.
Pemberdayaan
dilakukan
agar
warga
komunitas
mampu
berpartisipasi untuk mencapai kemandirian. Menurut Nasdian (2003), “partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif”. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar. Partisipasi dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1. warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain; 2. partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. 11
11
Fredian Tonny Nasdian, 2006, Pengembangan Masyarakat (Community Development), Bagian Sosiologi Pedesaan dan Pengembangan Masyarakat Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat FEMA IPB, Bogor, halaman 57-59.
23
Nasdian (2003) lalu memaparkan bahwa “…dengan kemampuan komunitas berpartisipasi
diharapkan
komunitas
dapat
mencapai
kemandirian…”.
Kemandirian sendiri dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. kemandirian material, yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis; 2. kemandirian intelektual, yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan itu; 3. kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi kehidupan mereka. 2.1.5 Konsep Efektivitas Definisi efektivitas secara umum menurut Hardjana (2000) adalah mengerjakan hal-hal yang benar, membawa hasil, menangani tantangan masa depan, meningkatkan keuntungan atau laba, dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Emitai Etzioni (1982) dalam Muhidin (2009) mengemukakan bahwa efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran. Masih dalam Muhidin (2009), Komaruddin (1994) juga mengungkapkan efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Fajar (2010) menyebutkan beberapa indikator pengukuran keberhasilan pelaksanaan tanggung jawab sosial pada beberapa BUMN. Cara pengukuran keberhasilan terhadap pelaksanaan kewajiban tanggung jawab sosial pada PT. TELKOM adalah dengan melakukan monitoring dan dipakai ukuran-ukuran tertentu sebagai tolok ukur keberhasilan program yang dilakukan. Adapun tolok ukur yang dimaksud adalah tujuan dari pelaksanaan program tersebut. Dengan kata lain, bila tujuan program telah tercapai maka program dikatakan berhasil. Sementara itu, PT. Bukit Asam (PTBA) menyebutkan keberhasilan implementasi tanggung jawab sosial mereka menggunakan kriteria dalam standar internasional
24
Global Reporting Initiative (GRI), yaitu kriteria ekonomi, lingkungan, HAM, praktik ketenagakerjaan, tanggung jawab produksi dan kemasyarakatan. Artinya, semakin terpenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka implementasi tanggung jawab sosial mereka semakin berhasil. 2.2 Kerangka Pemikiran PKBL adalah program yang seringkali dipersepsikan sebagai tanggung jawab sosial dari BUMN. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN dan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Pendanaan untuk program PKBL berasal dari laba perusahaan pada tahun sebelumnya sebesar 2 persen untuk masing-masing program. Tanggung jawab sosial perusahaan pada hakikatnya adalah segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap pilar (Sukada et al 2007). Seperti yang dipaparkan dalam Committee Draft ISO 26000 Guidance on Social Responsibility pada tahun 2008, tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan terhadap dampak dari setiap keputusan dan aktivitas perusahaan pada lingkungan dan masyarakat serta berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan pemangku kepentingan, mematuhi semua regulasi pemerintah yang berlaku dan berusaha melampauinya sejauh mungkin dimana kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut terintegrasi ke dalam setiap aktivitas perusahaan. Namun, seringkali konsep tanggung jawab sosial perusahaan dipertukarkan dengan Corporate Citizenship atau Corporate Philanthropy yang sebenarnya berbeda dengan CSR. Pertamina UPMS II adalah salah satu perusahaan ekstraktif yang telah membedakan fungsi PKBL dan tanggung jawab sosial dalam strukturnya sehingga sumber dana untuk masing-masing program pun berbeda. Namun, meski dibedakan, program tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II masih serupa
25
dengan PKBL sehingga seperti menjalankan dua fungsi PKBL yang memiliki sumber keuangan yang berbeda. Tanggung jawab sosial yang diterapkan oleh Pertamina UPMS II mempunyai dana yang bersumber dari biaya perseroan, sementara PKBL bersumber dari laba perusahaan yang dikurangi pajak. Akan tetapi, fokus tanggung jawab sosialnya serupa dengan PKBL, yaitu pada bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup serta sarana-prasarana dan bencana alam yang serupa dengan fokus pemberdayaan pada Bina Lingkungan. Menurut
Prayogo (2008), pada perusahaan ekstraktif, pemangku
kepentingan yang paling rentan mengalami konflik dengan perusahaan adalah komunitas lokal. Sementara itu, PKBL sendiri seringkali dikritik karena hanya menekankan pada pemangku kepentingan eksternal, padahal karyawan yang merupakan pemangku kepentingan internal juga harus diperhatikan. Kemudian, pemerintah lokal juga berperan penting pada pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Pemerintah dan masyarakat sesungguhnya adalah pemangku kepentingan sekunder kritis perusahaan. Apalagi mengingat bahwa pemerintah adalah pembuat kebijakan. Oleh karena itu, dalam mengkaji efektivitas PKBL sebagai tanggung jawab sosial dalam BUMN Pertamina UPMS II, akan diidentifikasi
bagaimana
PKBL
diimplementasikan
dan
sejauh
mana
implementasi tersebut memenuhi „standar kinerja‟ pedoman Social Responsibility menurut ISO 26000. Lalu, akan diidentifikasi pula bagaimana persepsi dari pemangku kepentingan Pertamina UPMS II yang difokuskan pada karyawan perusahaan serta masyarakat dan pemerintah di Kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, apakah persepsi tersebut berupa Corporate
Citizenship,
Corporate
Philantrophy,
atau
Corporate
Social
Responsibility. Setelah itu, peneliti akan mengidentifikasi bagaimana hubungan antara persepsi dari ketiga pemangku kepentingan ini dan efektivitas PKBL tersebut dengan mengkaji sejauh mana tujuan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut tercapai. Terakhir, penulis akan mendeskripsikan seperti apa kajian efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II baik menurut ISO 26000 maupun menurut keberhasilan pencapaian tujuan dari program tanggung jawab sosial berdasar persepsi ketiga pemangku kepentingan untuk kemudian ditarik kesimpulan, sejauh mana efektivitas implementasi PKBL sebagai tanggung jawab
26
sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
27
Persepsi Karyawan
Persepsi Masyarakat
Persepsi Pemerintah Setempat
Implementasi PKBL sebagai Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II
Tercapainya tujuan PKBL sebagai tanggung jawab sosial Tujuan program tanggung jawab sosial: membangun & mempertahankan keharmonisan hubungan dengan komunitas lokal di wilayah operasi Pertamina manapun serta bekerja bersama-sama pemerintah untuk memberikan keuntungan sebesarbesarnya untuk masyarakat.
Efektivitas implementasi PKBL Pertamina UPMS II
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Keterangan: 1. = Hubungan 2. = Cakupan penelitian kuantitatif 3. = Membandingkan 27
28
2.3 Hipotesa Penelitian 2.3.1 Hipotesa Pengarah 1. Diduga terdapat perbedaan persepsi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan diantara ketiga pemangku kepentingan. 2. Diduga terdapat perbedaan persepsi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan diantara pelapisan pada masing-masing jenis responden. 2.3.2 Hipotesa Uji Diduga ada hubungan nyata antara perbedaan persepsi mengenai tanggung jawab sosial diantara ketiga pemangku kepentingan terhadap efektivitas implementasi PKBL. 2.4 Definisi Operasional 1. Persepsi responden mengenai tanggung jawab sosial dikategorikan ke dalam: a. Corporate Citizenship
: tidak setuju (skor 6-15), setuju (skor 16-24);
b. Corporate Philanthropy
: tidak setuju (skor 6-15), setuju (skor 16-24);
c. Corporate Social Responsibility : tidak setuju (skor 6-15), setuju (skor 16-24); 2. Tingkat keberhasilan PKBL dikategorikan ke dalam: a. keberhasilan tinggi
: skor 21 – 32;
b. keberhasilan rendah
: skor 8 – 20.
2.5 Definisi Konseptual 1. Pertamina UPMS II adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara berbentuk persero yang bergerak di bidang pemasaran hasil tambang minyak bumi. Perusahaan ini terletak di Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. 2. Pemerintah Setempat adalah aparat negara yang bertugas di kantor pemerintah kecamatan dan tujuh kantor kelurahan di wilayah Seberang Ulu II. 3. Karyawan adalah pegawai tetap di Pertamina UPMS II, bukan pegawai kontrak dan bukan pegawai instansi yang merupakan mitra Pertamina UPMS II. 4. Masyarakat adalah penduduk yang tinggal di Kecamatan SU II baik yang terlibat dalam PKBL maupun tidak.
29
5. Persepsi adalah proses memberikan makna, pandangan atau penafsiran terhadap suatu pesan atau informasi berdasarkan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh sebelumnya mengenai pesan tersebut. Bentuk persepsi difokuskan pada tiga bentuk: a. Corporate Citizenship (kewargaan perusahaan) mengandung pengertian hak dan kewajiban yang mendudukkan perusahaan pada posisi quasi state atau setengah negara. Konsep ini memandang perusahaan sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban. Namun, pada saat yang bersamaan, perusahaan dipandang pula sebagai pihak yang menjamin dipenuhinya hak-hak warga negara yang berada di wilayah jangkauan operasinya. b. Corporate Philanthropy berkenaan dengan pemberian sukarela dari perusahaan. Filantropi tidak terlalu mempedulikan apakah pemberian itu berkenaan dengan dampak operasi atau tidak. c. Corporate Social Responsibility adalah tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan atas dampak dari setiap keputusan dan aktivitas bisnisnya melalui perilaku etis dan transparan yang berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat; melampaui hukum yang berlaku dan sesuai dengan norma internasional; terintegrasi dalam perusahaan secara keseluruhan serta dilaksanakan di setiap bagian perusahaan (Draft Committee ISO 26000). 6. Efektivitas implementasi PKBL didefinisikan menjadi tingkat keberhasilan perusahaan, baik dalam mencapai tujuan internal program tanggung jawab sosialnya maupun dalam pemenuhan ketujuh kriteria (isu) dalam panduan pelaksanaan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000. 7. Tujuan internal tanggung jawab sosial PT. Pertamina adalah untuk membangun hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua pemangku kepentingan untuk mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama dalam membangun reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal ini, PT. Pertamina di seluruh wilayah operasi di Indonesia memberlakukan kriteria tanggung jawab sosial Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat dengan wilayah
30
operasi, publikasi dan mendukung PROPER dengan 4 strategic initiatives, yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur dan peduli bencana. 8. Tujuh core subejcts dalam panduan ISO 26000 adalah sebagai berikut: a. Isu Tata Kelola Organisasi Sistem pemerintahan dapat bervariasi, tergantung pada jenis dan ukuran organisasi serta konteks ekonomi, politik, budaya dan sosial dimana mereka beroperasi. Meskipun berbagai proses dan struktur pemerintahan memiliki bentuk yang berbeda-beda, baik formal dan informal, semua organisasi membuat dan mengimplementasikan keputusan dalam sebuah sistem organisasi. Sistem organisasi pemerintahan dalam organisasi diarahkan oleh orang atau sekelompok orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mengejar tujuan organisasi. b. Isu Hak Asasi Manusia Sementara negara memiliki kewajiban utama untuk melindungi, mempromosikan dan menegakkan hak asasi manusia, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menghimbau setiap individu dan elemen masyarakat untuk memainkan perannya dalam menjamin kepatuhan terhadap hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi memiliki tanggung jawab untuk menjaga hak asasi manusia dalam operasinya, serta dalam lingkup pengaruh yang lebih luas. c. Isu Praktik Ketenagakerjaan Praktik buruh suatu organisasi dapat berdampak besar pada masyarakat dan dengan demikian dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan. Penciptaan lapangan kerja, serta upah dan kompensasi lainnya yang dibayarkan untuk pekerjaan yang dilakukan adalah salah satu dampak ekonomi paling penting dari keberadaan organisasi. Bermakna dan bekerja produktif adalah elemen penting dalam pembangunan manusia. d. Isu Lingkungan Isu-isu
lingkungan
tidak
hanya
merupakan
prasyarat
untuk
kelangsungan hidup dan kesejahteraan generasi kita; yang merupakan tanggung jawab yang harus generasi kita harus penuhi sehingga
31
memungkinkan generasi mendatang untuk menikmati lingkungan global yang berkelanjutan. Sebuah organisasi harus menyadari bahwa tanggung jawab lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab sosial dari setiap organisasi. e. Isu Praktik Operasi yang Adil Praktek operasi yang adil akan memperbaiki lingkungan bila organisasi: mendorong persaingan yang sehat, meningkatkan keandalan dan keadilan transaksi komersial, mencegah korupsi dan mempromosikan proses politik yang adil. Organisasi harus menggunakan kekuatan relatif mereka dan posisi dalam
hubungan
mereka
dengan
organisasi-organisasi
lain
untuk
mempromosikan hasil positif. f. Isu Konsumen Konsumen adalah salah satu pemangku kepentingan organisasi. Operasi dan output suatu organisasi memiliki dampak yang kuat pada mereka yang menggunakan barang atau jasa, terutama ketika mereka adalah konsumen individu. Referensi konsumen di pasar yang kompetitif, serta preferensi dan keputusan mereka memiliki pengaruh kuat terhadap keberhasilan sebagian besar organisasi. g. Isu Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat Kebutuhan kontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kondisi sosial masyarakat miskin secara universal diterima. Kebutuhan kritis untuk menangani masalahmasalah pembangunan sosial dan ekonomi tercermin dalam Deklarasi Milenium PBB. 9. Efektifitas implementasi PKBL dilihat dari sejauh mana program tersebut dapat memenuhi ketujuh kriteria atau isu dalam panduan pelaksanaan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000.
32
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif yang akan dilakukan merupakan penelitian survei. Metode kuantitatif dilakukan melalui pengisian kuesioner. Pendekatan kuantitatif ini diharapkan dapat menjawab bagaimana sebetulnya pemangku kepentingan perusahaan terutama karyawan, masyarakat dan pemerintah setempat memaknai apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial serta sejauh mana hubungan antara persepsi ketiga pemangku kepentingan dengan pencapaian tujuan PKBL Pertamina UPMS II. Pendekatan kualitatif merunjuk pada proses-proses dan makna-makna yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi kuantitas, jumlah, intensitas ataupun frekuensi sehingga pendekatan ini dapat digunakan untuk mengungkap jawaban atas pertanyaan yang menekankan bagaimana pengalaman sosial dibentuk dan diberi makna (Denzin dan Lincoln 1994 dalam Sitorus 1998). Pendekatan ini diharapkan dapat mengungkap proses dalam implementasi PKBL Pertamina UPMS II dan sejauh mana program tersebut memenuhi pedoman pelaksanaan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000. Pendekatan ini juga diharapkan dapat membantu menangkap persepsi ketiga pemangku kepentingan beserta harapan mereka yang tidak terungkap melalui kuesioner agar dapat mendukung data kuantitatif yang diperoleh. Strategi yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah strategi studi kasus. Studi kasus menurut Stake (1994) dalam Sitorus (1998) adalah memilih suatu kejadian atau gejala untuk diteliti dengan menerapkan berbagai metode. Studi kasus dipilih sebagai strategi karena penelitian ini berupaya menerangkan gejala sosial yang kontemporer dimana peneliti berpeluang sangat kecil untuk mengontrol peristiwa atau gejala sosial tersebut (Yin 1996 dalam Sitorus 1998). Melalui strategi ini, peneliti berusaha untuk menemukan realitas sosial mengenai PKBL, efektivitas implementasinya sebagai tanggung jawab sosial dengan memperhatikan persepsi pemangku kepentingan terutama masyarakat, pemerintah
33
setempat dan karyawan perusahaan mengenai tanggung jawab sosial itu sendiri serta norma internasional berupa panduan ISO 26000. Oleh karena itu, strategi studi kasus ini merupakan studi kasus instrumental sebab strategi ini digunakan untuk memperoleh wawasan mengenai PKBL terkait ISO 26000 dan persepsi ketiga pemangku kepentingan perusahaan tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang akan menjadi instrumen untuk membantu peneliti dalam memahami konsep implementasi PKBL yang dijalankan oleh Pertamina UPMS II di Kecamatan Seberang Ulu (SU) II, Palembang, Sumatera Selatan. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II atau yang disebut Pertamina UPMS II. Penelitian ini juga dilakukan di komunitas wilayah Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Kecamatan Seberang Ulu II dipilih sebab Pertamina UPMS II berlokasi di kecamatan tersebut sehingga pemangku kepentingan terdekatnya tentu juga berada di wilayah ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2010. 3.3 Teknik Penentuan Informan, Subjek Kasus dan Responden Informan adalah pihak yang memberi keterangan mengenai pihak lain dan lingkungannya atau data tentang hal-hal yang melembaga secara umum sedangkan responden adalah pihak yang memberi keterangan mengenai pandangan dirinya mengenai suatu peristiwa atau objek yang terkait perasaan, kebiasaan, sikap, motif dan persepsinya sendiri. Melalui informan, diharapkan peneliti dapat menentukan subjek kasus yang valid serta keterangan tambahan mengenai fokus kajian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah pelaksana PKBL sebagai tanggung jawab sosial dalam Pertamina UPMS II yang tergabung dalam Fungsi External Relation. Subjek kasus dalam penelitian ini adalah karyawan tetap Pertamina UPMS II, aparat pemerintah dan masyarakat setempat yang dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan keterangan dari informan kunci. Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah di wilayah kecamatan Seberang Ulu II, masyarakat kecamatan Seberang Ulu II, serta karyawan Pertamina UPMS II. Sedangkan responden dalam penelitian ini adalah pemerintah
34
kecamatan dan kelurahan di Seberang Ulu II, masyarakat kecamatan Seberang Ulu II yang menjadi peserta Pertamina Sehati dan yang tidak menjadi peserta kegiatan PKBL Pertamina UPMS II serta karyawan tetap Pertamina UPMS II. Teknik penarikan sampel menggunakan stratified random sampling. Teknik stratified random sampling digunakan untuk populasi pemerintah kecamatan Seberang Ulu II, karyawan tetap Pertamina UPMS II dan masyarakat kecamatan Seberang Ulu II. Pada populasi pemerintah kecamatan Seberang Ulu II, kriteria stratifikasi adalah kedudukan dalam pemerintahan sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu pimpinan dan bawahan. Pada karyawan, kriteria yang digunakan adalah pengambil keputusan mengenai PKBL dalam perusahaan, sedangkan untuk populasi masyarakat kecamatan Seberang Ulu II, kriteria yang digunakan adalah berdasarkan mengikuti atau tidaknya program PKBL yang dilaksanakan Pertamina UPMS II. Pemerintah kecamatan Seberang Ulu II dibagi menjadi pemerintah lapisan pimpinan dan staf. Pemerintah lapisan pimpinan ditujukan untuk Camat dan tujuh Lurah di kecamatan SU II. Oleh karena jumlah atasan hanya delapan orang atau kurang dari 30 orang, maka kedelapan pemerintah lapisan pimpinan ini menjadi responden penelitian. Sedangkan pemerintah lapisan staf adalah keseluruhan staf pemerintahan di kantor camat dan tujuh kantor lurah. Jumlah staf di delapan kantor ini tanpa camat dan lurah-lurahnya adalah 67 orang. Jadi, jumlah responden pemerintah bawahan adalah sebagai berikut: 𝑛 =
𝑁 1 + 𝑁. 𝑒 2 67
= 1+ 67 .
(10%)2
= 40,12 = 41 Jadi, jumlah sampel untuk pemerintah lapisan staf adalah 41 responden. Penarikan sampel karyawan kemudian dibedakan menurut kriteria pengambil kebijakan terkait PKBL. Jadi, untuk pengambil keputusan, yang menjadi responden hanya Asisten Manajer External Relation. Sedangkan untuk karyawan nonpengambil keputusan diperoleh sampel sebagai berikut: 𝑁
𝑛 = 1+𝑁.𝑒 2
35
100
= 1+ 100 .
(10%)2
= 50 Jadi, jumlah sampel untuk karyawan non-pengambil keputusan Pertamina UPMS II adalah 50 responden. PKBL Pertamina UPMS II yang dilakukan di Kecamatan Seberang Ul II adalah Program Pertamina Sehati, Program Kacamata Gratis “Bright with Pertamina” serta Program Beasiswa. Dari ketiga program tersebut, peserta dari program Pertamina Sehati yang menjadi responden dalam penelitian. Hal ini dikarenakan Program Kacamata Gratis
“Bright
with Pertamina” telah
dilaksanakan pada tahun 2009 dengan jumlah peserta penerima kacamata sebanyak 2000 siswa-siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama sekota Palembang dan periode 2010 baru akan dilaksanakan saat penelitian dimulai. Program “Bright with Pertamina” juga bukan program yang sengaja direncanakan Pertamina UPMS II untuk masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II, akan tetapi merupakan program yang direncanakan kantor pusat untuk dilakukan di kantor unit. Sementara itu, Program Beasiswa untuk siswa-siswi kurang mampu di kecamatan SU II pun masih dalam proses untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, hanya peserta Program Pertamina Sehati yang menjadi responden penelitian ini. Pertamina Sehati adalah Program Pemberian Makanan Tambahan untuk Ibu Hamil dan Balita dalam rangka mengurangi angka kematian ibu hamil dan balita. Program tersebut dilakukan di Puskesmas Induk dan dua Puskesmas Pembantu (Puskesmas Pembantu) dengan bantuan kader Puskesmas dan Posyandu di wilayah Kelurahan yang menjadi lokasi Puskesmas Induk dan Pustu. Jumlah peserta Pertamina Sehati yang dilangsungkan di Puskesmas Induk pada tanggal 2 November 2010 tersebut sebanyak 41 ibu hamil dan balita. Sebetulnya, jumlah sasaran Pertamina Sehati adalah sebanyak
100 orang.
Tetapi,
ketika
pelaksanaannya, hanya 41 orang yang dapat hadir, sedangkan sisanya akan mengambil sendiri di Pustu yang dekat dengan rumah mereka. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, hanya 41 orang yang menjadi populasi responden masyarakat peserta kegiatan PKBL. Populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL dalam penelitian ini diasumsikan sebagai anggota masyarakat yang tidak mengikuti Program
36
Pertamina Sehati. Oleh karena itu, jumlah populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL adalah jumlah total penduduk kecamatan SU II dikurangi jumlah peserta Pertamina Sehati, yaitu: (91.102 – 100) = 91.002 jiwa Jadi, jumlah populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL sebanyak 91.002 jiwa. Sampel yang diambil untuk populasi masyarakat dengan menggunakan rumus Slovin adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat yang mengikuti program Pertamina Sehati 𝑁
𝑛 = 1+𝑁.𝑒 2 41
= 1+ 41 .
(10%)2
= 29,07 = 30 Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang menjadi peserta program adalah 30 responden. 2. Masyarakat yang tidak mengikuti program. 𝑁
𝑛 = 1+𝑁.𝑒 2 91002
= 1+ 91002 .
(10%)2
= 99,89 = 100 Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang tidak mengikuti program adalah 100 responden. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data kuantitatif adalah kuesioner. Sementara itu, dalam pengumpulan data kualitatif, penelitian ini menggunakan sejumlah metode sekaligus (metode triangulasi) yang terdiri dari pengamatan berperanserta, penelusuran dokumen dan wawancara mendalam. Metode-metode pengumpulan data tersebut digunakan untuk memperoleh data primer dan sekunder yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dari informan dan subjek kasus diperoleh melalui pengamatan berperanserta dan wawancara mendalam. Hasil dari pengamatan dan wawancara mendalam di
37
lapangan dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan langsung. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis, data-data dan literatur-literatur yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian seperti profil perusahaan dan kegiatan-kegiatan dalam implementasi PKBL dan tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, data sekunder juga berupa literaturliteratur yang berkaitan dengan penelitian seperti buku-buku mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, PKBL, dan literatur-literatur lainnya yang terkait. 3.4.1 Pengamatan Berperanserta Pengamatan
berperanserta
adalah
“proses
penelitian
yang
mempersyaratkan interaksi sosial antara peneliti dengan tineliti dalam lingkungan sosial tineliti sendiri, guna keperluan pengumpulan data dengan cara yang sistematis dan ugahari (unobstrive)” (Taylor dan Bogdan 1984 dalam Sitorus 1998). Seperti yang diungkapkan Moleong (1989) dalam Sitorus (1998), metode penelitian ini digunakan karena pengamatan memungkinkan peneliti melihat, merasakan dan memaknai dunia beserta ragam peristiwa dan gejala sosial didalamnya sebagaimana tineliti melihat, merasakan dan memaknainya serta memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan tineliti (intersubyektifitas). Tipe pengamatan berperan serta yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan berperanserta-terbatas. Peneliti berperanserta dalam kegiatan sehari-hari fungsi External Relation dan implementasi Pertamina Sehati sekaligus melakukan wawancara informal dan formal. Melalui metode ini, peneliti dapat mengidentifikasi implementasi PKBL Pertamina UPMS II dan mengkaji sejauh mana implementasi tersebut memenuhi standar dalam panduan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dalam ISO 26000. 3.4.2 Penelusuran Dokumen Penelusuran dokumen dilakukan untuk melengkapi kebutuhan data yang diperoleh dari lapang. Data-data yang dimaksud antara lain data mengenai profil perusahaan, kegiatan-kegiatan dalam implementasi PKBL, pemangku kepentingan eksternal yang terlibat dalam perencanaan serta pelaksanaan kegiatan dan berbagai perannya. Data ini juga meliputi literatur yang berkaitan dengan ISO 26000, tanggung jawab sosial perusahaan dan PKBL.
38
3.4.3 Wawancara Mendalam Taylor dan Bogdan (1984) dalam Sitorus (1998) menyebutkan bahwa wawancara mendalam adalah temu-muka berulang antara peneliti dan tineliti dalam rangka memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial sebagaimana diungkapkan dalam bahasanya sendiri. Wawancara mendalam bersifat luwes, terbuka, tidak terstruktur dan tidak baku. Wawancara mendalam untuk konteks penelitian ini dilakukan terhadap subjek kasus yang menjadi pemangku kepentingan perusahaan yang difokuskan pada karyawan Pertamina UPMS II, masyarakat di kecamatan Seberang Ulu II dan pemerintah setempat. Melalui metode ini, diharapkan peneliti dapat menggali seperti apa PKBL diimplementasikan di Pertamina UPMS II. 3.5 Teknik Analisis Data Teknis analisis data dalam penelitian kuantitatif, data primer yang diperoleh dari kuesioner diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan pie chart. Selanjutnya, data kuantitatif tersebut diuji dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis H untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat keberhasilan pada masing-masing persepsi lalu dilakukan uji hubungan nonparamametrik korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel persepsi dan efektifitas. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan melalui tiga jalur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman 1992 dalam Sitorus 1998). Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan harian. Data-data tersebut di ringkas, dikode, ditelusuri temanya dan dibuat gugus-gugus, partisi-partisi dan memo. Melalui jalur analisis pertama ini, data ditajamkan, digolongkan, dibuang yang tidak diperlukan serta diorganisasikan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat diambil kesimpulan-kesimpulan akhir. 12 Data-data yang direduksi akan disajikan dalam bentuk teks naratif ataupun matriks yang isinya menguraikan 12
MT Felix Sitorus 1998, Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan, Kelompok Dokumentasi Ilmuilmu Sosial, Bogor, halaman 60.
39
hasil identifikasi imlementasi PKBL yang dilakukan oleh Pertamina UPMS II, sejauh mana implementasi tersebut sesuai dengan panduan ISO 26000 dan bagaimana karyawan Pertamina UPMS II, serta masyarakat dan pemerintah Kecamatan SU II selaku pemangku kepentingan eksternal mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan. Selanjutnya, dari hasil penyajian data akan ditarik suatu kesimpulan yang terus diuji kebenarannya, kekokohan dan kecocokannya selama pengumpulan data berlangsung agar valid.
40
BAB IV PROFIL KOMUNITAS DAN PERUSAHAAN
4.1 Profil Komunitas 4.1.1 Kondisi Geografis Kecamatan Seberang Ulu (SU) II adalah salah satu kecamatan yang terletak di Kota Palembang dengan sebagian wilayahnya berada di pinggir Sungai Musi. Kecamatan ini terdiri dari tujuh kelurahan dengan total luas wilayah sebesar 1.288 ha. Ketujuh kelurahan yang termasuk dalam Kecamatan Seberang Ulu II tersebut adalah kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu, Tangga Takat, 16 Ulu dan Sentosa. Secara geografis, Kecamatan Seberang Ulu II memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. sebelah selatan : berbatasan
dengan
Kecamatan
Plaju
dan
Kecamatan
Seberang Ulu I; 2. sebelah barat
: berbatasan dengan Kecamatan Seberang Ulu I;
3. sebelah timur
: berbatasan dengan Kecamatan Plaju;
4. sebelah utara
: berbatasan dengan Sungai musi, yaitu di Kecamatan Ilir Timur I dan Kecamatan Ilir Timur II.
Menurut data monografi Kecamatan SU II (2007), wilayah Kecamatan SU II memiliki kontur yang datar sampai berombak sebanyak 32 persen, sedangkan sisanya adalah dataran yang landai. Rata-rata ketinggian wilayah kecamatan SU II adalah 12 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 360 mm per tahun dan suhu maksimum 34oC. Kecamatan SU II memiliki 8 sungai dan anak sungai (kali) yang digunakan sebagai prasarana pengairan. Lalu lintas melalui jalan darat di kecamatan ini sebesar 80 persen, sedangkan 20 persen sisanya melalui sungai. Terdapat dua darmaga di Kecamatan SU II dengan jumlah kapal motor sebanyak 12 buah, perahu motor tempel sebanyak 18 buah dan perahu sebanyak 82 buah. Kantor Kecamatan SU II terletak di pinggir jalan raya. Jarak kantor kecamatan dengan desa/kelurahan terjauh adalah 2 km, jarak dengan pusat pemerintahan kota adalah 4 km dan jarak dengan pusat pemerintahan provinsi adalah 9 km. Jenis jalan yang terdapat di Kecamatan SU II adalah 22 km jalan
41
negara, 8 km jalan propinsi, 12 km jalan kota dan 11 km jalan desa dengan total jalan sepanjang 53 km. 4.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada bulan Agustus 2010 adalah sebanyak 91.102 jiwa. Rincian jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu II berdasarkan jenis kelaminnya ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada Agustus 2010 Jumlah Penduduk Akhir (jiwa) Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P
No.
Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7
11 Ulu 12 Ulu 13 Ulu 14 Ulu Tangga Takat 16 Ulu Sentosa
3.602 3.047 5.740 5.888 8.422 11.210 7.563
3.904 2.937 6.145 5.939 8.304 11.187 7.214
7.506 5.984 11.885 11.827 16.726 22.397 14.777
Jumlah
45.472
45.630
91.102
Sumber: Laporan Kependudukan Kecamatan SU II Bulan Agustus 2010
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Jumlah penduduk paling besar dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu. Data masing-masing kelurahan yang berada di Kecamatan Seberang Ulu II terkait luas wilayah, jumlah keluarga, RT, RW, Posyandu dan Poskamling dipaparkan dalam Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Jumlah Keluarga, RT, RW, Poskamling, Posyandu dan Luas Wilayah Masing-masing Kelurahan di Kecamatan Seberang Ulu II No.
Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7
11 Ulu 12 Ulu 13 Ulu 14 Ulu Tangga Takat 16 Ulu Sentosa Jumlah
Luas Wilayah (ha)
Jumlah Kel
Jumlah RT
Jumlah Rw
Jumlah Poskamling
Jumlah Posyandu
30 20 120 131 275 475 237
1.880 1.306 2.494 2.419 3.263 4.222 4.078
21 15 34 32 30 60 46
09 05 08 08 10 15 12
2 2 2 2 3 4 4
7 8 10 12 15 17 13
1.288
19.022
238
67
19
82
Sumber: Kantor Camat SU II tahun 2009
42
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa kelurahan dengan wilayah terluas adalah 16 Ulu dan wilayah terkecil adalah 12 Ulu. Kelurahan dengan jumlah kepala keluarga paling banyak adalah 16 Ulu dan kelurahan paling sedikit adalah 12 Ulu. Masing-masing kelurahan telah memiliki poskamling dan posyandu. Jumlah poskamling paling banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu dan Sentosa, yaitu masing-masing 4 buah. Jumlah posyandu paling banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu. 4.1.3 Pendidikan Menurut data kecamatan SU II tahun 2009, jumlah Kepala Keluarga (KK) berdasarkan tingkat kesejahteraan adalah sebagai berikut: 1. keluarga pra sejahtera
: 3.305 KK;
2. keluarga sejahtera I
: 4.049 KK;
3. keluarga sejahtera II
: 4.411 KK;
4. keluarga sejahtera III
: 3.371 KK;
5. keluarga sejahtera III Plus : 0 KK. Dari penggolongan KK berdasarkan tingkatan kesejahteraan tersebut, diperoleh data anak usia sekolah sebagai berikut: 1. Anak Usia Sekolah dari Pra KS : 2.225 anak; 2. Anak Usia Sekolah dari KS-KS : 2.562 anak. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan SU II cukup baik. Urutan kedua strata pendidikan terbanyak yang dimiliki penduduk Kecamatan SU II adalah SMA/Sederajat. Banyak pula penduduk yang telah mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Namun, menurut data monografi tahun 2007, tetap saja mayoritas penduduk di Kecamatan SU II hanya berpendidikan SD/sederajat. Tabel 3 berikut ini menunjukkan sebaran jumlah penduduk menurut pendidikan: Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan SU II tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7
Pendidikan Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD/Sederajat Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat Tamat Akademi/Sederajat Tamat Perguruan Tinggi/Sederajat
Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007
Jumlah (Jiwa) 17.109 37.364 16.400 22.741 1.526 6.215
43
Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan SU II pada dasarnya sudah cukup banyak, baik didirikan oleh pemerintah maupun swasta. Tabel 4 berikut ini menunjukkan sebaran saran pendidikan di Kecamatan SU II: Tabel 4. Sarana Pendidikan di Kecamatan SU II Tahun 2007 No
Jenis Pendidikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jumlah
Taman Kanak-Kanak SD Negeri SD Swasta Madrasah Ibtidaiyah SMP Negeri SMP Swasta SMA Negeri SMA Swasta SMK Negeri SMK Swasta Perguruan Tinggi
14 buah 13 buah 3 buah 11 buah 2 buah 5 buah 0 buah 7 buah 0 buah 1 buah 2 buah
Jumlah
58 buah
Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007
4.1.4 Ekonomi Kecamatan
Seberang
Ulu
II
merupakan
daerah
pengembangan
pemukiman, perkantoran dan daerah industri. Potensi ekonomi di Kecamatan Seberang Ulu II antara lain industri Rumah Tangga dan perdagangan. Industri Rumah Tangga yang berkembang berupa kerajinan songket, kerupuk kemplang, dan pempek. Sementara potensi perdagangan berupa perdagangan dalam berbagai jenis bahan kebutuhan bangunan, terutama pasir dan batu koral. Tabel 5 berikut ini menunjukkan sebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan: Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan menurut Kelurahan Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pekerjaan PNS TNI/Polri Pegawai BUMN Pensiunan Wiraswasta Tani Dagang Jasa Pelajar/Mahasiswa Lain-lain
Sumber: Data monografi Kecamatan SU II tahun 2007
Jumlah (jiwa) 1.311 727 5.606 773 5.226 100 3.269 6.900 18.362 9.508
44
Berdasarkan Tabel 5 tersebut, diketahui bahwa mayoritas penduduk merupakan pelajar/mahasiswa. Urutan kedua pekerjaan terbanyak adalah kategori lain-lain yang diluar sembilan jenis pekerjaan tersebut. Urutan ketiga pekerjaan terbanyak adalah kategori jasa. 4.2 Profil Perusahaan Pencarian minyak dan gas bumi di Sumatera Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19 saat BPM atau Shell menemukan minyak bumi di Formasi Muara Enim dan diproduksi pada tahun 1909. Pada tahun 1912, di daerah Talang Akar
Pendopo
ditemukan
sumber
minyak
terbesar
oleh
Perusahaan
Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM), maka pada tahun 1925 didirikan kilang minyak di S. Gerong. Saat tentara Jepang masuk, kilang yang berdiri di S. Gerong, Sumatera Selatan, dibakar oleh pihak Belanda agar Jepang tidak dapat menguasai aset pengolahan minyak bumi yang ada di Sumatera Selatan. Jepang pada saat itu memanfaatkan sumur-sumur dan fasilitas perminyakan di seluruh Indonesia, dikuras dengan paksa melebihi kapasitas produksi. Setelah Jepang menyerah, para pejuang segera merebut fasilitas perminyakan dan seluruh aset perminyakan dikuasai Indonesia. Selanjutnya, perusahaan minyak yang akhirnya dinamakan Pertamina tersebut mulai membagi unit kerjanya. Di wilayah Sumatera Selatan, unit kerja Pertamina terbagi menjadi Unit Eksplorasi dan Produksi II (UEP II), Unit Pengolahan III (UP III), dan Unit Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri II (UPPDN II) dimana masing-masing dipimpin oleh seorang Pimpinan Unit. Agar tidak terjadi trialisme kepemimpinan, pada 20 Agustus 1985, ketiga unit dilebur menjadi satu dan dipimpin Pimpinan Umum Daerah Sumbagsel (PUD Sumbagsel). Namun, kemudian kembali berubah pada 11 Mei 1994 dengan Keputusan Direksi No. KPTS-070/00000/94 untuk membubarkan PUD dan membentuk organisasi unit di daerah yang berada di bawah Direktorat Operasi, yaitu: 1. operasi Unit Eksplorasi dan Produksi; 2. operasi Unit Pengolahan; 3. operasi Unit Pemasaran.
45
SK 070 tahun 1994 ini dianggap sebagai awal mula terbentuknya Unit Pemasaran. Tugas pokok Unit Pemasaran sesuai dengan Keppres no. 11 tahun 1990 pasal 13, yaitu: 1. penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri; 2. pemasaran bahan-bahan dan produk minyak dan gas bumi serta petrokimia di dalam negeri. 4.2.1 Profil Fungsi External Relation (ER) Setiap BUMN telah dikenai kewajiban untuk melakukan PKBL sejak tahun 1983 meski dengan nama yang berbeda. Program ini dilakukan sebagai bentuk sumbangsih BUMN dalam percepatan pembangunan di Indonesia. Pertamina yang merupakan BUMN tentu saja ikut melaksanakan PKBL ini. Pertamina bahkan menjadi penyumbang dana PKBL terbesar di Indonesia. Tahun 2007, UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 diresmikan. Pada pasal 74 UUPT no. 40 ini disebutkan bahwa setiap perseroan terbatas yang yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumberdaya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan dana tanggung jawab sosialnya dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Pertamina sendiri merupakan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas dengan core bussiness yang mengolah Sumberdaya Alam (SDA) sehingga Pertamina wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu, sebagai tanggapan terhadap UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 tersebut, Pertamina mulai menerapkan tanggung jawab sosial, tetapi masih mengadopsi konsep PKBL. Saat ini, PKBL dan tanggung jawab sosial perusahaan memang telah dipahami sebagai dua fungsi yang berbeda dalam tubuh Pertamina. PKBL adalah sebuah program yang menjadi kewajiban BUMN dengan dana sebesar 2 persen dari laba yang telah dipotong pajak setiap tahunnya, sedangkan tanggung jawab sosial bersumber dana dari biaya perseroan yang dianggarkan pada awal tahun. Dalam susunan struktur fungsi dalam organisasi pun, PBKL dan tanggung jawab sosial berada pada garis yang berbeda. Program tanggung jawab sosial di
46
Pertamina dilekatkan pada fungsi External Relation, sedangkan PKBL dijalankan oleh fungsi PKBL. Namun, karena konsep tanggung jawab sosial Pertamina masih mengadopsi PKBL, maka kedua fungsi ini seperti berwajah sama dengan aliran dana berbeda. Oleh karena itu, dalam konteks penelitian ini, konsep tanggung jawab sosial Pertamina tetap disebut sebagai PKBL. Fungsi External Relation di Pertamina adalah fungsi yang membangun dan mempertahankan hubungan baik antara perusahaan dan masyarakat serta pemangku kepentingan eksternal lainnya. Fungsi ini berada di bawah Direktur Pemasaran. Gambar 3 berikut ini adalah struktur jabatan dalam Direktur Pemasaran: GM PMS. BBM RETAIL REGION II
P1
42
AST. MAN. SALES ADM. & GENERAL ACCOUNT
AST. MAN. EXTERNAL RELATION
4
AST. CUSTOMER RELATION
6
AST. COMMUNITY DEVELOPMENT
7
SALES AREA MANAGER LAMPUNG - BENGKULU
2
1
SALES REPRESENTATIVE RETAIL WILAYAH I
4
1
SALES REPRESENTATIVE RETAIL WILAYAH II
5
SALES REPRESENTATIVE RETAIL WILAYAH III
6
3
Keterangan : Wilayah I : Bandar Lampung,Lampung Selatan Wilayah II : Metro,Lampung Timur,Lp.tengah,Tulang Bawang, Tanggamus,Lampung Utara,Lampung Barat,Way Kanan Wilayah III : Prop.Bengkulu Wilayah IV : Plg,Muba,Banyuasin Wilayah V : Prabumulih,OKI,OI,OKU Selatan,OKU Timur Wilayah VI : Lahat,Pgr Alam,Muara Enim,Musi Rawas,Lb.Linggau Wilayah VII : Jambi,Tanjab Barat,Tanjab Timur,Batang Hari Muara Tebong,Bungo,Merangin Sarolangun,Kerinci,Muara Jambi Wilayah VIII : Babel
4
SALES AREA MANAGER SUMSEL - BABEL - JAMBI
2
1
SALES REPRESENTATIVE RETAIL WILAYAH IV
4
1
SALES REPRESENTATIVE RETAIL WILAYAH V
5
1
SALES REPRESENTATIVE RETAIL WILAYAH VI
5
SALES REPRESENTATIVE RETAIL WILAYAH VII
5
SALES REPRESENTATIVE RETAIL WILAYAH VIII
5
6
1
1
1
1
1
Gambar 3. Struktur Jabatan Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina Keputusan pelekatan pelaksanaan komitmen tanggung jawab sosial pada fungsi ER didasarkan atas pertimbangan tertentu. Pertama, Pertamina tidak ingin menggabungkan pelaksanaan tanggung jawab sosial pada fungsi PKBL karena dasar hukum pelaksanaan keduanya berbeda sehingga sumber dana dan pelaporannya juga berbeda. Kedua, sejak awal tahun 2000-an, ketika istilah Community Development (Comdev) mulai merebak di Indonesia, Pertamina telah
47
ikut menerapkan Comdev tersebut pada fungsi External Relation. Comdev Pertamina inilah yang kemudian berubah bentuk menjadi tanggung jawab sosial perusahaan. Meski demikian, kiblat dari bentuk Comdev yang kemudian menjadi tanggung jawab sosial Pertamina tersebut tetap saja PKBL. Tanggung jawab sosial Pertamina dalam pelaksanaannya bersumber dari pusat, yaitu dari Manajer CSR langsung ke Asisten Manajer External Relation di setiap Unit. Besaran anggaran dana tanggung jawab sosial tiap tahun pun ditentukan oleh Manajer CSR di pusat, bukan oleh Direktur Pemasaran. Gambar 4 berikut merupakan bagan alur sumber dana tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II: PUSAT DIT. PEMASARAN - NIAGA
PUSAT SEKRETARIS PERSEROAN
DIR. PEMASARAN MANAJER CSR GM UNIT
Ast. Manajer External Relation
Ast. Customer Relation
Ast. Community Development
Ket: = Wilayah kerja PT. Pertamina (Persero) Pusat = Alur dana CSR dari Pusat ke Ast. Man. External Relation masing-masing Unit.
Gambar 4. Bagan Alur Sumber Dana CSR PT. Pertamina (Persero) Pertamina UPMS II memiliki wilayah kerja yang meliputi 5 provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi dan Bangka-Belitung. Di lima provinsi tersebut, tersebar kesembilan depot milik Pertamina UPMS II serta satu Kantor Unit. Kantor Unit Pertamina UPMS II berada di Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang. Sedangkan depot milik Pertamina UPMS II, empat diantaranya berada di wilayah Sumatera Selatan, dua depot berada di Bangka-Belitung dan 3 depot lainnya masing-masing berada di Lampung, Bengkulu dan Jambi. Mengingat wilayah operasi Pertamina UPMS II tidak hanya berada di satu lokasi, maka pelaksanaan tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II pun disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing wilayah operasi tersebut.
48
Meski demikian, pembiayaan kegiatan tanggung jawab sosial di sembilan depot tersebut tetap berasal dari Kantor Unit Pertamina UPMS II. 4.3 Ikhtisar Kecamatan Seberang Ulu II terdiri dari tujuh kelurahan dengan total luas wilayah sebesar 1.288 ha. Ketujuh kelurahan yang termasuk dalam Kecamatan Seberang Ulu II tersebut adalah kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu, Tangga Takat, 16 Ulu dan Sentosa. Jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu II pada bulan Agustus 2010 adalah sebanyak 91.102 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Jumlah penduduk paling besar dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu, begitu pula dengan wilayah kelurahan terluas. Luas wilayah kelurahan yang terkecil adalah 12 Ulu. Masing-masing kelurahan telah memiliki poskamling dan posyandu. Jumlah poskamling paling banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu dan Sentosa, yaitu masing-masing 4 buah. Jumlah posyandu paling banyak dimiliki oleh kelurahan 16 Ulu. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan SU II cukup baik. Urutan kedua strata pendidikan terbanyak yang dimiliki penduduk Kecamatan SU II adalah SMA/Sederajat. Banyak pula penduduk yang telah mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Namun, menurut data monografi tahun 2007, tetap saja mayoritas penduduk di Kecamatan SU II hanya berpendidikan SD/sederajat. Selain itu, tercatat 2.225 anak usia sekolah berasal dari keluarga pra sejahtera dan 2.562 anak usia sekolah lainnya berasal dari keluarga sejahtera 1. Sarana-prasarana pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi dapat ditemukan di Kecamatan SU II. Mayoritas penduduk juga merupakan pelajar/mahasiswa. Jenis pekerjaan penduduk kedua terbanyak setelah pelajar/mahasiswa adalah kategori lain-lain yang diikuti oleh kategori jasa. Potensi ekonomi di Kecamatan Seberang Ulu II antara lain industri Rumah Tangga dan perdagangan. Industri Rumah Tangga yang berkembang berupa kerajinan songket, kerupuk kemplang, dan pempek. Sementara potensi perdagangan berupa perdagangan dalam berbagai jenis bahan kebutuhan bangunan, terutama pasir dan batu koral.
49
Pertamina UPMS II adalah salah satu Unit Pemasaran dari PT. Pertamina (Persero). Tugas pokok Unit Pemasaran sesuai dengan Keppres no. 11 tahun 1990 pasal 13, yaitu: 1. Penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 2. Pemasaran bahan-bahan dan produk minyak dan gas bumi serta petrokimia di dalam negeri. Pertamina mulai menerapkan tanggung jawab sosial segera setelah UU tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 diresmikan. Bentuk tanggung jawab sosial Pertamina masih mengadopsi konsep PKBL. Meski demikian, PKBL dan tanggung jawab sosial perusahaan dipahami sebagai dua fungsi yang berbeda dalam tubuh Pertamina. PKBL adalah sebuah program yang menjadi kewajiban BUMN dengan dana sebesar 2 persen dari laba yang telah dipotong pajak setiap tahunnya, sedangkan tanggung jawab sosial bersumber dana dari biaya perseroan yang dianggarkan pada awal tahun. Dalam susunan struktur fungsi dalam organisasi pun, PBKL dan tanggung jawab sosial berada pada garis yang berbeda. Program tanggung jawab sosial di Pertamina dilekatkan pada fungsi External Relation, sedangkan PKBL dijalankan oleh fungsi PKBL. Namun, karena konsep tanggung jawab sosial Pertamina masih mengadopsi PKBL, maka kedua fungsi ini seperti berwajah sama dengan aliran dana berbeda. Oleh karena itu, dalam konteks penelitian ini, konsep tanggung jawab sosial Pertamina tetap disebut sebagai PKBL.
50
BAB V PEDOMAN PELAKSANAAN SOCIAL RESPONSIBILITY DAN IMPLEMENTASI PKBL PERTAMINA UPMS II
5.1 Pedoman Pelaksanaan Social Responsibility ISO 26000 adalah suatu pedoman pelaksanaan tanggung jawab sosial yang ketujuh subjek intinya dapat diterapkan secara universal di semua jenis organisasi. Tanggung jawab sosial dalam ISO 26000 didefinisikan sebagai berikut: „Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships.‟ (Draft ISO 26000 2009 dalam Jalal 2010) Dalam penerapan definisi tersebut, terdapat tujuh core subjects ISO 26000 yang dapat dilakukan organisasi sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya, yaitu tata kelola organisasi, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, isu lingkungan, praktik operasi yang adil, isu konsumen, serta keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Masing-masing subjek inti dalam ISO 26000 tersebut memiliki isuisu yang ditekankan. Dalam pelaksanaannya, suatu perusahaan memang diharuskan melakukan keseluruhan subjek inti tetapi tidak semua isu dalam suatu subjek harus dilakukan. 5.1.1 Hak Asasi Manusia Subjek inti hak asasi manusia mengandung isu-isu sebagai berikut: 1. tunduk pada hukum dan konvensi Internasional; 2. isu-isu politik dan sipil, seperti tidak ada diskriminasi, hak untuk hidup dan kebebasan, hak dan batas-batas penggunaan „kekerasan‟ keamanan, serta hakhak kaum perempuan; 3. hak-hak ekonomi, kultur dan sosial, antara lain: a. hak-hak kaum minoritas; b. penghormatan keragaman kultur dan agama;
51
c. tidak ada eksploitasi terhadap anak-anak; 4. hak-hak fundamental pekerja, antara lain: a. persetujuan kolektif dan kebebasan berasosiasi; b. tak ada pekerja anak; c. child care for working mothers; d. tak ada pekerja paksa; 5. hak-hak komunitas, antara lain: a. hak masyarakat adat; b. persamaan gender; c. pekerja migran; d. pendidikan ; e. trafficking. Beberapa dari isu-isu dalam subjek inti tersebut telah dilakukan oleh Pertamina UPMS II. KJ (28 tahun), Analyst People Development HR Area Sumbagsel PT. Pertamina UPMS II menjelaskan bahwa dalam merekrut karyawan baru, PT. Pertamina biasanya
menggunakan media
internet
untuk mengumumkan
perekrutan sekaligus menerima pendaftaran sehingga siapapun bisa mendaftar dan siapapun bisa diterima, tidak ada pengecualian untuk masyarakat lokal. Dengan cara perekrutan yang seperti itu pula, tidak ada pembedaan dalam merekrut tenaga kerja pria atau wanita. Artinya, baik pria maupun wanita dapat diterima menjadi karyawan bila memenuhi kriteria yang diharapkan perusahaan. Tetapi, Pertamina UPMS II tidak mengizinkan adanya pekerja anak dalam perusahaan. Terdapat jenis pekerjaan tertentu yang umumnya diberikan untuk pria dan jenis pekerjaan lain untuk wanita pada Pertamina UPMS II. Umumnya, jenis pekerjaan yang terkait operasi dilakukan oleh pria dan pekerjaan administrasi ditangani oleh wanita. Meski demikian, tidak ada pembedaan gaji antara karyawan pria dan wanita. Perbedaaan besaran gaji yang diterima tidak dikarenakan oleh perbedaan jenis kelamin, tetapi karena perbedaan golongan upah. KJ (28 tahun) menambahkan bahwa Pertamina juga menghormati hak-hak karyawan wanita yang hamil. Bentuk penghormatan hak tersebut adalah dengan memberikan cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah
52
melahirkan. Selain itu, Pertamina juga menghormati hak kebebasan beribadah para karyawannya. Perusahaan meliburkan karyawannya di hari-hari besar keagamaan. Pertamina juga memiliki rumah ibadah di lokasi perusahaan untuk memudahkan karyawannya melaksanakan kewajiban agamanya. 5.1.2 Praktik Ketenagakerjaan Subjek inti praktik ketenagakerjaan memiliki beberapa isu, yaitu: 1. kesehatan dan keselamatan kerja seperti pelatihan, supply chains, prevention, security; 2. kondisi kerja yang meliputi isu diskriminasi, keberagaman, upah karyawan atau pekerja, jam kerja, pekerja migran, dan dampak sosial restruktrisasi; 3. pengembangan sumber daya manusia seperti pendidikan, pelatihan dan manajemen karir; 4. hak-hak pekerja seperti jaminan sosial, liburan, jam kerja, keseimbangan hidup dan kerja, jaminan persalinan dan kesehatan. Beberapa isu dari subjek inti ini juga telah diterapkan di Pertamina UPMS II. Terkait isu kesehatan dan keselamatan kerja, WK
(30 tahun), Asisten
Environment Pertamina UPMS II menjelaskan bahwa dalam upaya menjaga keselamatan karyawan dalam bekerja, Pertamina memiliki HSE Golden Rules, yaitu: 1. mematuhi semua aturan yang terkait dengan HSE (Health, Safety, Environment); 2. segera melakukan intervensi jika ada kondisi dan tindakan yang tidak aman; 3. peduli pada orang di sekitar kita. Panduan
K3LL
(Keselamatan,
Kesehatan
Kerja
dan
Lindungan
Lingkungan) Pertamina dikeluarkan oleh Direktur Utama atau Direktur Pemasaran dan Niaga ataupun Senior Vice President. Panduan ini adalah dasar acuan pembuatan TKO atau SOP keselamatan kerja pada masing-masing unit, di samping standar umum SOP perusahaan migas. TKO atau SOP ini sifatnya hanya memperjelas peraturan dalam panduan bila disesuaikan dengan kondisi lapang. Selanjutnya, TKO atau SOP ini lalu diterjemahkan ke dalam bahasa operator menjadi TKI/TKPA. Peraturan-peraturan keselamatan kerja inilah yang dimaksud dalam HSE Golden Rules sebagai aturan yang terkait dengan HSE.
53
Sosialisasi peraturan terkait HSE terhadap karyawan baik di kantor maupun di depot, SPBU, DPPU dan unit operasi Pertamina lainnya ditempuh melalui dua cara, yaitu: 1. audit HSE Function ke lapang; 2. menjadikan Zero Accident sebagai Key Performance Indicators (KPI) Operation Head (OH). Upaya audit dilakukan selain untuk mengevaluasi keadaan di lapang, juga untuk memberikan edukasi K3LL kepada karyawan di lokasi kerja. Melalui cara ini diharapkan bahwa setiap lokasi kerja dapat mencapai Zero Accident. Masingmasing Operation Head juga wajib menjadikan Zero Accident sebagai KPI-nya. Oleh karena itu, mereka bertanggung jawab langsung atas keselamatan kerja karyawan di lokasi yang mereka pimpin. Selain jaminan keselamatan dalam bekerja, Pertamina UPMS II juga memberikan jaminan kesehatan untuk karyawan. Menurut KJ (28 tahun), jaminan kesehatan ini juga berlaku untuk istri atau suami karyawan serta tiga anaknya. Jaminan lainnya yang diberikan kepada karyawannya adalah Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jam kerja karyawan sendiri dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga 15.30 WIB, setiap hari Senin hingga hari Jumat. Namun, bila ada suatu pekerjaan yang mesti diselesaikan hari itu dan jam kerja hari tersebut telah berakhir maka karyawan diminta lembur dan diberikan upah lembur. KJ (28 tahun)
juga memaparkan bahwa upaya pengembangan SDM
karyawan di Pertamina UPMS II diwujudkan dalam bentuk pendidikan atau pelatihan untuk karyawan yang disesuaikan dengan jabatan atau pekerjaan karyawan. Artinya, kesempatan memperoleh pelatihan adalah sama tetapi bentuk pelatihannya berbeda, sesuai dengan jabatan yang diemban karyawan. Sedangkan untuk karyawan yang telah mencapai usia 55,5 tahun yang mulai masuk MPP (Masa Persiapan Pensiun) diberikan pelatihan-pelatihan yang diharapkan berguna bagi karyawan di masa mereka pensiun nantinya. Bentuk pelatihan tersebut biasanya berupa pelatihan kewirausahaan.
54
5.1.3 Lingkungan Subjek inti lingkungan memiliki beberapa isu, yaitu prevensi polusi, mitigasi (pengurangan) climate change, keberlanjutan produksi, konsumsi dan penggunaan tanah (lahan), preservasi dan restoration (perbaikan) ekosistem dan natural environment (termasuk biodiversity) serta menghormati generasi mendatang. Pada Pertamina UPMS II, isu lingkungan yang telah diterapkan cenderung berupa prevensi polusi. WK
(30 tahun)
menjelaskan bahwa
Pertamina UPMS II memang telah diwacanakan untuk mengikuti PROPER. Namun, limbah dari Pertamina Pemasaran seperti Pertamina UPMS II bukan berupa limbah sisa produksi seperti pada Pertamina Pengolahan. Permasalahan Pertamina Pemasaran adalah tumpahan minyak yang diambil dari tangki timbun pada depot-depot penyaluran. Untuk mengatasi hal ini, disetiap depot terdapat bak pemisah (oil catcher) sehingga tumpahan minyak dapat dialirkan ke bak pemisah ini. Menurut WK
(30 tahun), sejauh ini tidak terdapat keluhan masyarakat
mengenai limbah dari aktivitas Pemasaran. Tidak ada koran lokal yang pernah memuat berita yang menyoroti keluhan terkait limbah. Humas (External Relation) pun tidak pernah menerima keluhan terkait limbah. Welly Kuswara menambahkan bahwa isu besar yang dihadapi Pertamina Pemasaran mengenai lingkungan bukanlah isu limbah, melainkan isu sosialnya. Berikut kutipan pernyataan WK (30 tahun): „Sebenarnya, isu besar yang dihadapi Pertamina soal lingkungan ini bukan pada limbahnya, tetapi pada isu sosialnya. Pertamina Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) merupakan unit yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Anda tahu bukan? Depot penyaluran dan pemukiman penduduk seringkali bersisian, sementara Unit Pengolahan tidak berdekatan dengan pemukiman. Bila kilang di Unit Pengolahan terbakar, maka tidak akan banyak masyarakat yang resah sebab lokasi kilang tidak berdekatan dengan pemukiman. Nah, lain ceritanya kalau yang terbakar adalah depot penyaluran milik Unit Pemasaran. Kalau terjadi kecelakaan di depot, isu langsung menjadi besar. Bahkan pernah terjadi direktur umum lengser akibat ada depot penyaluran yang terbakar.‟
55
5.1.4 Praktik Operasi yang Adil Isu-isu yang ditekankan pada subjek inti praktik operasi yang adil antara lain adalah: 1. promosi aktivitas etis dan transparensi meliputi isu conflict of interest, money laundering, unfair contracts, improper lobbying, political contributions, dan nepotism; 2. promosi kompetisi terbuka seperti isu patuh pada hukum, cooperate with competition authorities, dan employee awareness programs; 3. aplikasi dari aktivitas supply and after-supply yang etis dan adil seperti isu kontrak yang adil, jaminan, mekanisme komplain, resolusi perselisihan, privasi nasabah, systems for recall (penarikan [perjanjian]); 4. penghormatan bagi hak-hak pribadi seperti isu tidak ada “pembajakan”, pemalsuan, dan hak properti intelektual; 5. antikorupsi antara lain adalah isu tidak ada praktik suap, pemeliharaan aktivitas bebas korupsi, dan kesadaran pekerja tentang budaya antikorupsi. Beberapa dari isu praktik operasi yang tersebut tersebut telah diterapkan Pertamina termasuk Pertamina UPMS II. Dalam sistem promosi jabatan misalnya. KJ (28 tahun) menjelaskan bahwa setiap karyawan memiliki kesempatan yang sama untuk dipromosikan. Tidak ada bentuk sosialisasi untuk promosi, tetapi pihak SDM melakukan penyaringan sendiri untuk menentukan karyawan mana yang berhak memperoleh promosi jabatan. Terkadang bila ada jabatan yang kosong, maka Pertamina memberikan penawaran langsung untuk seluruh karyawan yang berminat mengisi kekosongan jabatan tersebut agar mengajukan lamaran untuk jabatan tersebut lalu diadakan seleksi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pengajuan lamaran untuk menjadi karyawan baru juga dilakukan melalui media internet untuk menghindari penilaian subjektif dalam penyeleksian berkas lamaran. Begitu pula dengan pengajuan tawaran tender kepada vendor. Tender ditawarkan melalui media internet dan vendor yang berminat juga mengajukan diri dengan merespon penawaran di laman internet tersebut. Pertamina UPMS II juga menerapkan budaya antikorupsi dalam perusahaannya. Setiap manajer yang baru menjabat atau dipromosikan harus menandatangi Pakta Integritas yang menjadi simbol intregritas mereka terhadap
56
perusahaan. Simbol tanda tangan para manajer ini diletakkan di lobi utama kantor Unit Pemasaran II sebagai pengingat para manajer maupun seluruh pegawai akan isi dari Pakta tersebut. Pakta Intregitas sebetulnya adalah komitmen yang ditetapkan direksi sebagai pedoman bagi seluruh jajaran perusahaan. Isi dari Pakta Integritas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bertindak jujur Bertindak jujur dalam berinteraksi dengan sesama pekerja maupun dengan pihak eksternal serta selalu bertindak berdasarkan niat baik. 2. Dapat dipercaya Tidak menyalahgunakan wewenang, informasi dan rahasia perusahaan untuk kepentingan pribadi, pihak lain atau kegiatan politik. 3. Menghindari konflik kepentingan Tidak terlibat atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam melaksanakan kegiatan perusahaan. 4. Tidak mentolerir suap Tidak menerima suap dalam setiap pelaksanaan kegiatan perusahaan. Selain Pakta Integritas, Pertamina juga mempunyai badan yang disebut Whistle Blowing System. Badan ini adalah sebuah badan independen yang bertugas menjadi „satpam‟ atas perilaku unsur perusahaan yang berkaitan dengan isu korupsi. Siapapun yang menemukan indikasi korupsi harus mengadukan ke badan independen ini. Untuk ketentuan antigratifikasi misalnya. Bila pegawai menerima uang dari suatu pihak hingga besaran tertentu maka wajib melaporkannya pada Whistle Blowing System dan menyerahkan uang tersebut untuk dikembalikan. Dengan adanya badan independen Whistle Blowing System serta komitmen dalam Pakta Integritas, Pertamina berharap dapat mencegah halhal yang terkait korupsi, kolusi dan nepotisme. Menurut VP (28 tahun), Asisten Community Relation ER, dalam menghadapi persaingan dengan kompetitor seperti Petronas, Pertamina terbuka pada persaingan sehat. VP (28 tahun) memaparkan bahwa Pertamina tidak menginginkan adanya monopoli perdagangan bahan bakar minyak oleh Pertamina. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah Pertamina sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berharap agar sebaiknya bahan bakar yang
57
disubsidi tetap dikelola oleh Pertamina sendiri. Berikut kutipan pernyataan VP (28 tahun): „Sebetulnya tidak masalah kalau Petronas juga beroperasi di Indonesia. Pertamina juga tidak menginginkan monopoli dalam pemasaran BBM. Tapi ya kita kan perusahaan milik negara dan Petronas itu punya asing, Ma (baca: peneliti). Harapannya sih tetap kita (baca: Pertamina) yang kelola BBM bersubsidi.‟ 5.1.5 Isu Konsumen Isu-isu yang terkandung dalam subjek inti isu konsumen adalah sebagai berikut: 1. penyediaan informasi yang sahih dan akurat seperti fair marketing, dan transparensi; 2. pelayanan dan produk yang ramah sosial-lingkungan yang menyangkut accessibility, social inclusion, akses terhadap produk-produk vital dan pelayanan; 3. pelayanan dan produk yang aman dan reliable seperti produk yang memperhatikan kesehatan konsumen, isu penilaian dampak, catatan kesehatan, penarikan produk yang membahayakan konsumen, dan peniadaan dangerous addictives; 4. privasi konsumen seperti berhati-hati dalam penyimpanan data konsumen, melakukan pengumpulan data yang benar, tidak menjual dan membagi-bagikan data konsumen. Beberapa isu seperti fair marketing, pelayanan dan produk yang ramah sosiallingkungan serta pelayanan dan produk yang aman dan reliable telah diterapkan oleh Pertamina UPMS II. Isu fair marketing yang diterapkan Pertamina UPMS II antara lain menyangkut proses penyaluran bahan bakar. Dalam penyaluran bahan bakar baik ke SPBU maupun ke industri-industri, Pertamina menggunakan dua jalur, yaitu laut dan darat. Untuk jalur darat, Pertamina menggunakan mobil tangki sedangkan untuk jalur laut, digunakan kapal. Setiap kendaraan pengangkut bahan bakar yang akan keluar dari depot Pertamina harus melewati pengecekan jumlah bahan bakar yg diangkut lalu disegel. Hal ini dilakukan agar bahan bakar yang sampai ke SPBU dan industri tidak kurang dari ambang batas toleransi penguapan bahan
58
bakar serta mencegah pengurangan jumlah bahan bakar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hari-hari tertentu, seperti saat-saat menjelang hari besar keagamaan, Pertamina selalu menyiapkan satgas di depot-depotnya untuk memastikan kebutuhan bahan bakar masyarakat tetap terpenuhi. Hal ini juga dilakukan sebagai upaya menurunkan kemungkinan isu kelangkaan bahan bakar akibat penimbunan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang berusaha memperoleh keuntungan
dengan
memanfaatkan
kebutuhan
masyarakat
yang
sedang
meningkat. Terkait cara Pertamina UPMS II mengontrol SPBU-SPBU berlogo “Pasti Pas” agar benar-benar pas dalam menyalurkan produk ke konsumen, VP (28 tahun) memaparkan ketentuan-ketentuan dalam perolehan sertifikat “Pasti Pas” suatu SPBU. Berikut kutipan pemaparan VP (28 tahun): „Untuk memperoleh sertifikat “Pasti Pas”, maka SPBU mesti memenuhi banyak kriteria seperti kualitas dan kuantitas, pelayanan serta fisik SPBU. Penilaian atas pemenuhan kriteria tersebut dilakukan oleh auditor independen yang mengaudit tanpa sepengetahuan SPBU maupun Pertamina sendiri. Sertifikasi ini diaudit secara berkala setiap 6 bulan sekali oleh auditor independen. SPBU yang mampu mempertahankan sertifikat “Pasti Pas” selama beberapa waktu secara berturut-turut akan diberi reward berupa gold, silver atau medal sertificate.‟ Secara umum, upaya memberikan sertifikat “Pasti Pas” pada SPBU adalah upaya Pertamina untuk menjaga kualitas minyak yang disalurkan. Dengan adanya audit berkala yang dilakukan auditor independen diharapkan kualitas dan kuantitas minyak yang disalurkan tetap terjaga. Sebab, SPBU yang sudah mendapat sertifikat “Pasti Pas” dapat dicabut lagi sertifikatnya bila penilaian auditor independen menyatakan SPBU tersebut tidak layak memperoleh sertifikat “Pasti Pas”. Bila SPBU mampu memperoleh sertifikat “Pasti Pas”, maka SPBU tersebut akan memperoleh tambahan kuota penyaluran, diutamakan dalam penyaluran dan tentu saja peningkatan pelanggan. Oleh karena itu, penting bagi tiap SPBU untuk memiliki sertifikat ini. Dengan kata lain, pemberian sertifikat ini menjadi bentuk “reward and punishment” yang mengontrol kualitas dan kuantitas minyak yang disalurkan.
59
Mengenai isu ledakan tabung gas, menurut VP (28 tahun), Pertamina menanggapi hal tersebut dengan menggalakkan sosialisasi penggunaan tabung gas. Berikut kutipan pernyataan VP (28 tahun): „Pertamina menanggapi isu ledakan tabung gas dengan menggalakkan sosialisasi penggunaan tabung gas yang aman, yaitu dengan menegaskan bagian-bagian yang mesti diperhatikan saat menggunakan tabung gas. Sosialisasi ini dilakukan baik dengan mendatangi dari rumah ke rumah maupun melalui iklan layanan masyarakat. Yang bertanggung jawab atas peristiwa ini tentu saja produsen tabung gas tersebut, namun Pertamina yang secara tidak langsung turut memasarkan tabung gas tersebut merasa wajib untuk ikut menyelesaikan masalah ini sehingga penggalakan sosialisasi tabung gas tersebut makin ditingkatkan.‟ 5.1.6 Keterlibatan dan Pengembangan Masyarakat Subjek inti Community Involvement and Development memiliki 4 isu utama, yaitu sebagai berikut: 1. dampak pembangunan yang meliputi isu sumber daya lokal, kesehatan masyarakat, warisan budaya, lapangan kerja, lingkungan, pajak dan pembanguan ekonomi lokal; 2. keterlibatan masyarakat yang meliputi isu pembangunan infrastruktur, capacity building, inklusifitas, pemberdayaan, dan kemitraan; 3. pengembangan masyarakat yang meliputi isu kesejahteraan sosial, infrastruktur, pendidikan, perlindungan budaya, kemitraan, akes terhadap pendidikan, akses terhadap barang dan jasa yang vital; 4. filantropi meliputi isu mendukung program lokal, memberdayakan masyarakat dan program-program sukarelawan. Untuk isu pertama, yaitu dampak pembangunan, Pertamina UPMS II adalah perusahaan yang menghormati kewajiban membayar pajak. Asisten Manajer ER, RMV (33 tahun), memaparkan bahwa meski perusahaan diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial, tidak berarti perusahaan lantas menjadi berat untuk membayar pajak. Berikut kutipan pemaparan RMV (33 tahun): „Begini Arma, perusahaan memang diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial. Tapi ‘kan tanggung jawab sosial itu cenderung ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi secara berkelanjutan. Nah, sedangkan pajak itu cakupannya lebih luas. Apalagi pajak juga memang diwajibkan. Jadi, ya tidak
60
masalah kalau perusahaan disamping melakukan tanggung jawab sosial juga tetap membayar pajak atau sebaliknya.‟ Terkait isu lapangan kerja, Pertamina UPMS II memang tidak menyediakan kuota tertentu untuk karyawan yang berasal dari komunitas lokal. Namun, pengumuman dan pengiriman lamaran untuk lowongan karyawan Pertamina dilakukan melalui media internet sehingga kesempatan komunitas lokal dan non lokal untuk menjadi karyawan sama besarnya. Berikut kutipan pemaparan KJ (28 tahun) mengenai hal tersebut: „Oh, ndak ada penyediaan kuota tertentu, dik. Pengumuman lowongan kerja dan berkas lamaran kan semua dilakukan secara online melalui media internet. Jadi, kesempatan masyarakat setempat sama yang bukan ya sama besarnya.‟ Masih pada isu yang lapangan kerja, menurut VP (28 tahun), untuk vendor yang dikontrak
Pertamina
untuk
pengerjaan proyek
tertentu
memang
mesti
menyertakan masyarakat lokal. Berikut pernyataan VP (28 tahun) tersebut: „Ada ketentuannya, Arma. Jadi, vendor tersebut mesti dari masyarakat setempat. Kalau vendor yang memenuhi syarat untuk bertanggung jawab terhadap proyek tersebut tidak berasal dari sini, maka ada bagian dari tim vendor tersebut yang berasal dari masyarakat setempat. Misalnya, vendor yang menyediakan rancangan, maka tenaga kerjanya berasal dari masyarakat setempat. Kurang lebih seperti itu.‟ Terkait isu kesehatan masyarakat, Pertamina UPMS II menekankan pada kesehatan ibu dan anak. Program yang diberi nama Pertamina Sehati (Sehat Ibu dan Balita) ini bekerjasama dengan lembaga kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan ibu-ibu Darma Wanita Pertamina. Pendekatan melalui ibu-ibu Darma Wanita dilakukan dengan harapan akan lebih mampu menjangkau kader Puskesmas dan ibu-ibu sasaran program Pertamina Sehati. Selain dilakukan di Kecamatan Seberang Ulu II, Pertamina Sehati juga diterapkan di beberapa wilayah operasi lainnya di area Sumbagsel. Selain itu, beberapa bentuk bantuan kesehatan lain yang diberikan Pertamina UPMS II adalah donor darah untuk wilayah Palembang tahun 2009, khitanan missal untuk wilayah Palembang tahun 2009, bantuan perlengkapan PMI dan lomba posko PP PMI Kota Palembang 2010, serta bantuan distribusi dua ribu kacamata di tahun 2009 dan lima ribu kacamata di tahun 2010
61
untuk siswa-siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di wilayah Sumatera Selatan. Beberapa isu utama pada subjek inti Community Involvement and Development mengetengahkan isu pendidikan dan infrastruktur. Pertamina UPMS II juga memperhatikan kedua isu ini. Bantuan kacamata yang disinggung pada program kesehatan atau juga dikenal sebagai program “Bright with Pertamina” juga merupakan program yang menyentuh bidang pendidikan (education). Tujuan program pemberian kacamata ini adalah agar anak-anak usia wajib belajar yang membutuhkan alat bantu kacamata dapat terbantu dalam belajar sehingga prestasi mereka, baik akademik maupun ekstrakurikuler, dapat meningkat. Selain bergerak di bidang pendidikan, Pertamina juga membantu pembangunan infrastruktur sosial seperti penambahan banguan gedung sekolah dasar di Kelurahan 12 Ulu beserta fasilitas buku-buku dan komputer untuk siswa. Infrastruktur sosial lain yang dibangun Pertamina adalah pembangunan Pusat Kesehatan Kelurahan (Puskeskel) 12 Ulu. Berikut pemaparan Ir (51 tahun), Lurah Kelurahan 12 Ulu mengenai program pendidikan dan infrastrukturnya yang dilakukan Pertamina Pemasaran di wilayah 12 Ulu: „Kehadiran Pertamina Pemasaran sangat terasa sekali dampak positifnya untuk kelurahan 12 Ulu. Di wilayah 12 Ulu ini awalnya tidak ada Sekolah Dasar. Makanya bantuan Pertamina Pemasaran untuk pembangunan gedung Nurul Yaqin milik warga sini sangat terasa manfaatnya, dik. Apalagi bantuan tersebut tidak berhenti hanya sampai pembangunan gedungnya. Beberapa kelengkapan fasilitas seperti komputer, meja dan buku-buku juga dibantu oleh Pertamina Pemasaran di tahun berikutnya. Saat ini, Nurul Yaqin menjadi satu-satunya Sekolah Dasar di wilayah 12 Ulu, dik. Selain bantuan untuk Sekolah Nurul Yaqin, Pertamina juga membantu pembangunan Pusat Kesehatan Kelurahan (Puskeskel) 12 Ulu. Nantinya, masyarakat dapat berobat gratis di Puskeskel ini di antara pukul 08.00- 14.00 WIB. Bila warga berobat diatas jam tersebut, maka warga dikenai biaya sekitar dua ribu rupiah saja. Begitu, dik.‟ Isu partnership yang muncul pada isu Community Involvement dan Society Development juga merupakan salah satu isu yang dilakukan Pertamina UPMs II. Program Kemitraan yang dilakukan perusahaan berupa program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program ini merupakan bagian dari
62
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang wajib dilakukan Badan Usaha Milik Negara. Isu utama Philantrophy yang mengetengahkan isu mendukung program setempat, memberdayakan komunitas lokal dan program sukarelawan juga dilakukan oleh Pertamina UPMS II. Kegiatan yang mendukung program setempat misalnya
berupa
pembinaan
kader
Puskesmas
Induk
yang
kemudian
dikembangkan menjadi Pertamina Sehati (Sehat Ibu dan Balita). Bentuk dukungan lainnya adalah bantuan perlengkapan PMI dan lomba posko PP PMI Kota Palembang tahun 2010. Beberapa bentuk program sukarelawan yang dilakukan antara lain adalah donor darah untuk wilayah Palembang tahun 2009, khitanan missal untuk wilayah Palembang tahun 2009 serta bantuan dana untuk korban gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai tahun 2010. 5.1.7 Tata Kelola Organisasi yang Baik Tata kelola organisasi yang baik meliputi isu partisipatoris, orientasi konsensus (consensus-oriented), accountable, transparan, responsive, efektif dan efisien, kepatutan dan inklusif, serta mematuhi hukum. Bentuk kepatuhan hukum yang dilakukan Pertamina UPMS II antara lain adalah antikorupsi dan mematuhi kewajiban membayar pajak. Pertamina UPMS II memiliki badan independen yang mengelola aduan dugaan korupsi yang terjadi dalam Pertamina UPMS II. Setiap karyawan yang menemukan indikasi korupsi di dalam tubuh perusahaan wajib melaporkan ke badan yang dikenal sebagai Whistle Blowing System ini. Dalam hal antigratifikasi misalnya. Setiap karyawan disosialisasikan budaya antigratifikasi. Karyawan yang menerima hadiah dengan besaran tertentu wajib melaporkannya pada Whistle Blowing System sekaligus menyerahkan hadiahnya. Berikut penjelasan VP (28 tahun) mengenai badan independen ini: „Oh iya, Pertamina UPMS II membudayakan antikorupsi dalam perusahaan. Jadi, siapapun yang baru menjabat sebagai manajer atau pimpinan di perusahaan wajib menandatangani Pakta Integritas di papan yang diletakkan di lobi kantor yang deket tangga ke ruangan GM itu, Ma. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol komitmen mereka untuk memimpin secara jujur dan memerangi korupsi sekaligus pengingat bagi para karyawan untuk berkomitmen serupa. Selain itu, ya Pertamina punya badan independen yang mengurusi aduan indikasi korupsi. Namanya Whistle Blowing System. Nah, siapapun yang menemukan indikasi korupsi di perusahan ya ngadunya ke
63
badan ini. Identitas dilindungi kok. Jadi ga perlu takut buat mengadukannya. Ada aturannya juga. Misalnya untuk antigratifikasi, ada aturan besaran berapa yang wajib diadukan dan diserahkan ke Whistle Blowing System, diperoleh dalam kondisi apa dan sebagainya.‟ Pertamina UPMS II juga tetap menganggap membayar pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan. Berikut pemaparan RMV (33 tahun) terkait kewajiban membayar pajak ini: „Begini Arma, perusahaan memang diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial. Tapi ‘kan tanggung jawab sosial itu cenderung ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi secara berkelanjutan. Nah, sedangkan pajak itu cakupannya lebih luas. Apalagi pajak juga memang diwajibkan. Jadi, ya tidak masalah kalau perusahaan disamping melakukan tanggung jawab sosial juga tetap membayar pajak atau sebaliknya.‟ RMV (33 tahun) memaparkan bahwa Pertamina setiap tiga bulan sekali membuat laporan kegiatan PKBL yang telah dilakukan. Laporan ini mencakup besaran dana yang telah dikeluarkan dan kegiatan apa yang telah dilakukan dan sedang dilakukan. Pada akhir tahun, Pertamina UPMS II juga membuat laporan keuangan PKBL. Pelaporan ini ditujukan untuk Sekretaris Perseroan, bukan direksi keuangan sebab sumber dana tanggung jawab sosial perusahaan berasal dari biaya perseroan. Dalam hal ini, laporan triwulan dan laporan keuangan adalah bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap direksi sebagai pemangku kepentingan. Namun demikian, pemangku kepentingan di luar direksi dan pemegang saham, seperti pemerintah atau masyarakat bahkan karyawan UPMS II sendiri juga berhak mengetahui bentuk kegiatan PKBL yang telah dilakukan perusahaan. Oleh karena itu, ER seringkali memiliki kolom advertorial di korankoran lokal untuk menyampaikan bentuk kegiatan dan hasilnya kepada pemangku kepentingan eksternal. Pertamina UPMS II juga sering mengundang wartawan untuk meliput kegiatan-kegiatan yang sebaiknya diberitakan kepada pemangku kepentingan eksternal. Pertamina UPMS II juga menerbitkan sendiri buletin kantor untuk karyawan yang merupakan pemangku kepentingan internalnya. 5.2 Implementasi PKBL Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dilaksanakan di Pertamina UPMS II sejak ditetapkannya Peraturan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN yang
64
mengharuskan perusahaan BUMN melakukan pembinaan usaha kecil dan menengah serta bina lingkungan. Konsep PKBL ini akhirnya dilanggengkan menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan pada awal ditetapkannya UU PT No. 40 tahun 2007 sebab tujuan akhir PKBL yang mengharapkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar lokasi perusahaan dianggap sejalan dengan tujuan dari tanggung jawab sosial itu sendiri. Fungsi tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II dilekatkan pada fungsi ER. Fokusnya serupa dengan PKBL yaitu pada bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang sarana umum, ibadah dan bencana alam serta bidang lingkungan hidup. Dalam konteks penelitian ini, tanggung jawab sosial tersebut tetap disebut sebagai PKBL. Setiap awal tahun, kegiatan PKBL Pertamina UPMS II direncanakan dengan didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang teridentifikasi pada tahun sebelumnya dan disesuaikan pada besaran dana tanggung jawab sosial yang dialokasikan perusahaan untuk tahun tersebut. Meski demikian, pelaksanaan bentuk kegiatan PKBL yang telah dituangkan dalam RKAP (Rencana Kerja Anggaran Pembiayaan) tersebut dapat berubah sewaktu-waktu, disesuaikan dengan alokasi dana dan prioritas kebutuhan masyarakat pada tahun tersebut. Dalam hal ini, ER terbuka untuk menerima proposal permohonan dana dari masyarakat yang sesuai dengan fokus PKBL Pertamina UPMS II meski keputusan mengenai kegiatan mana yang dijalankan tetap diambil oleh Pertamina UPMS II. Sasaran dalam PKBL Pertamina UPMS II secara umum adalah masyarakat di wilayah operasi Pertamina UPMS II, yaitu provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jambi dan Bangka-Belitung. Masing-masing kegiatan dalam PKBL memiliki sasaran khusus yang berbeda-beda, bergantung pada fokus bidang kegiatan. Seperti Kegiatan Pertamina Sehati yang berfokus pada bidang kesehatan, sasaran programnya adalah ibu hamil dan balita yang kekurangan gizi dengan tujuan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Kemudian, kegiatan dibidang pendidikan bernama
“Bright
with Pertamina”
yang
membagikan 21.000 kacamata gratis, memiliki sasaran yaitu siswa-siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang membutuhkan alat bantu kacamata untuk melihat dengan tujuan agar siswa-siswi tersebut dapat terbantu dalam
65
belajar sehingga prestasi mereka, baik akademik maupun ekstrakurikuler, dapat meningkat. Dengan tujuan yang serupa, Program Beasiswa yang bergerak di bidang pendidikan yang tengah dijalankan Pertamina UPMS II saat ini mempunyai sasaran yaitu siswa-siswi sekolah dasar di Kecamatan Seberang Ulu II yang berprestasi namun kurang mampu. Siswa-siswi SD tersebut awalnya diprioritaskan pada anak-anak karyawan SPBU Pasti Pas di Kota Palembang, selain Pemilik SPBU, Manajer SPBU dan Pengawas SPBU. Setelah seleksi dilakukan, jumlah siswa-siswi yang layak menerima beasiswa ternyata masih jauh dibawah kuota yang ditargetkan. Oleh karena itu, sisa dana dialihkan untuk beasiswa terhadap siswa-siswi Sekolah Dasar yang berprestasi namun kurang mampu di wilayah Kecamatan SU II yang menjadi ring 1 Pertamina UPMS II. Pelaksanaan PKBL seringkali dilakukan ER dengan bekerjasama dengan pemerintah setempat ataupun instansi lain yang berkaitan dengan program dan bersedia membantu pelaksanaan program. Untuk Pertamina Sehati, ER bekerjasama dengan para kader Puskesmas Induk di Kelurahan Tangga Takat serta dua Puskesmas Pembantu di Kelurahan 16 Ulu dan Sentosa. Sementara untuk Program “Brigth with Pertamina”, pendataan siswa yang membutuhkan kacamata dibantu oleh pihak sekolah yang siswanya menjadi sasaran program. Begitu pula dengan program beasiswa. Pendataan siswa-siswi berprestasi dan kurang mampu tersebut dibantu oleh sekolah yang menjadi lokasi sasaran program. Adapun untuk bantuan sepeda gratis bagi Sekolah Dasar yang baru akan dilaksanakan awal Desember 2010 ini, ER bekerjasama dengan pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II untuk proses pendataannya. Sasaran program PKBL Pertamina UPMS II tersebut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan PKBL tersebut sebagai peserta kegiatan. Pada program Pertamina Sehati misalnya. Para ibu hamil yang menjadi peserta kegiatan umumnya adalah mereka yang sering atau pernah memeriksakan kehamilan mereka baik di Puskesmas Induk maupun di Puskesmas Pembantu. Begitu pula dengan para balita. Umumnya mereka adalah balita yang sering ditimbang dan dicek kesehatannya di Puskesmas. Beberapa dari ibu hamil dan balita tersebut memang ada yang tidak pernah ke Puskesmas untuk memeriksakan kehamilan atau ditimbang berat badan balitanya, namun akhirnya dapat menjadi peserta
66
sebab mereka didatangi oleh kader Puskesmas dan kader Posyandu yang sedang mendata dari rumah ke rumah untuk mencari peserta Pertamina Sehati sekaligus mengevaluasi jumlah ibu hamil dan balita kurang gizi hingga gizi buruk yang dapat mereka jangkau. Kader Puskesmas dan Posyandu untuk kegiatan Pertamina Sehati
memang
berperan
sangat
penting.
Para
kader
inilah
yang
merekomendasikan siapa saja yang layak menjadi peserta. Mereka pula yang menentukan apa saja bentuk makanan tambahan dan multivitaminnya. Namun, jumlah peserta yang dapat mereka rekomendasikan tetap berdasarkan kuota peserta yang ditetapkan Pertamina dengan merujuk pada jumlah dana yang tersedia. Pembelian makanan tambahan yang diusulkan kader pun dilakukan oleh Pertamina sendiri, bukan oleh kader Puskesmas atau Posyandu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa para peserta program umumnya tidak ikut merencanakan program tersebut. Mereka hanya berpartisipasi sebagai peserta program. Kader Puskesmas dan Posyandu yang bekerjasama dalam perencanaan pun bekerja pada jalur yang ditentukan oleh Pertamina dimana pengambil keputusan tetap Pertamina. Hal yang berbeda ditemui pada program-program yang diusulkan sendiri oleh pemangku kepentingan eksternal Pertamina UPMS II. Bila program tersebut muncul dari proposal yang diajukan masyarakat, umumnya pengaju proposal bertindak sebagai pelaksana sekaligus peserta kegiatan. Pertamina UPMS II umumnya hanya menjadi pemilik modal yang menyalurkan modalnya dengan ketentuan tertentu yang disepakati bersama. Bila dirunut dari awal pelaksanaan PKBL Pertamina UPMS II, jenis kegiatan yang dilaksanakan ER dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Community Relation (Comrel) dan Community Development (Comdev). Comrel sesungguhnya adalah upaya menjaga keharmonisan perusahaan dan pemangku kepentingan eksternal namun tidak dalam bentuk yang berkelanjutan. Bentuk dari Comrel antara lain adalah bakti sosial, bantuan pembangunan rumah ibadah, bantuan kegiatan HUT RI, sponsorship kegiatan PMI atau cerdas-cermat, serta partisipasi pada Dies Natalis Universitas Sriwijaya. Kegiatan-kegiatan ini sangat berguna dalam membangun kedekatan antara perusahaan dan pemangku kepentingan sekaligus pencitraan baik perusahaan tetapi tidak bersifat
67
berkelanjutan. Sedangkan Comdev adalah kegiatan menjaga keharmonisan perusahaan dan pemangku kepentingan eksternal yang diupayakan berkelanjutan. Dalam konteks PKBL Pertamina, bentuk Comdev antara lain adalah donor darah dan khitanan massal yang dilakukan setiap tahun, bantuan pendidikan seperti fasilitas belajar dan gedung, bantuan gerobak dan tenda pedagang untuk kawasan pantai Bengkulu, Pertamina Sehati di Jambi, Palembang, Lubuk Linggau, Lahat, Bandar Lampung dan Bengkulu, serta penghijauan lahan, pelatihan Jurnalistik dan sebagainya. Berbagai kegiatan ini diharapkan berkelanjutan dimana manfaat dari kegiatan tersebut tidak hanya selesai begitu kegiatan selesai. Menurut RMV (33 tahun), pada awalnya kedua jenis kegiatan ini tidak dipisahkan sebab tujuan awalnya memang Comdev. Sejak awal tahun 2000-an, ketika istilah Community Development merebak, Program Comdev diputuskan dijalankan oleh Pertamina dan dilakukan oleh fungsi External Relation. Namun, dalam pelaksanaannya seringkali Comdev diartikan serupa Comrel oleh pemangku kepentingan eksternalnya hingga ekspektasi terhadap perusahaan pun lebih banyak dari apa yang digariskan perusahaan dalam KPI-nya. Oleh karena itu, Pertamina lalu membagi kegiatan membangun keharmonisan perusahaan dengan pemangku kepentingan eksternalnya ini menjadi dua, yaitu Comrel dan Comdev. Comdev inilah yang kemudian disebutkan sebagai tanggung jawab sosial sebenarnya dari Pertamina UPMS II pada tahun 2007. Nafas Bina Lingkungan bila merujuk definisi Bina Lingkungan menurut Keputusan Menteri BUMN No. Kep-236/MBU/2003 adalah pemberdayaan kondisi sosial masyarakat. Comdev atau pengembangan masyarakat yang merupakan cikal-bakal tanggung jawab sosial pada Pertamina UPMS II pun mengandung elemen pemberdayaan dan berkelanjutan. Artinya, keberlanjutan dan keberdayaan kondisi sosial masyarakat menjadi ruh dari PKBL yang menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan ini. Upaya pemberdayaan (empowerment) menurut Nasdian (2003) merupakan suatu upaya menumbuhkan peranserta dan kemandirian sehingga masyarakat baik di tingkat individu, kelompok, kelembagaan maupun komunitas memiliki kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses pada sumberdaya, memiliki kesadaran kritis serta mampu melakukan pengorganisasi
68
dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan dilingkungannya. Nasdian (2003) juga menyebutkan bahwa dua elemen pokok pemberdayaan adalah partisipasi dan kemandirian. Pemberdayaan dilakukan agar warga komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai kemandirian. Definisi partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2003). Bila merujuk pada definisi tersebut, maka jenis partisipasi yang dicapai sasaran PKBL Pertamina UPMS II baru sebatas peserta program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Selain karena kegiatan tersebut memang dirancang oleh Pertamina UPMS II sendiri atau bersama pihakpihak yang bekerjasama dengan Pertamina UPMS II dalam perencanaan atau pelaksanaan programnya, sasaran program sendiri memang belum mampu merencanakan program yang dapat mengeluarkan mereka dari masalah mereka dalam jangka panjang. Seringkali proposal yang masuk ke Pertamina UPMS II adalah jenis proposal permohonan dana untuk kegiatan-kegiatan Community Relation yang manfaatnya seringkali berhenti ketika kegiatan berhenti. Nasdian (2003) juga memaparkan bahwa dengan kemampuan komunitas berpartisipasi diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian. Kemandirian sendiri dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. kemandirian material, yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis; 2. kemandirian intelektual, yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan itu; 3. kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi kehidupan mereka.
69
Bila merujuk pada kategori tersebut, maka sasaran program PKBL Pertamina UPMS II belum dapat dikatakan mandiri. Pada program Pertamina Sehati misalnya. Bila bantuan dari Pertamina UPMS II berhenti, maka belum tentu kegiatan ini mampu dilanjutkan. Sasaran program Pertamina Sehati bergantung pada Kader Puskesmas dan Posyandu untuk dapat terdata dan mengikuti kegiatan, sedangkan Kader Puskesmas dan Posyandu bergantung pada pemberi dana yang dalam hal ini adalah Pertamina UPMS II. Jadi, dapat disimpulkan bahwa upaya pemberdayaan melalui kegiatan PKBL Pertamina UPMS II untuk Kecamatan Seberang Ulu II belum sepenuhnya mampu memberdayakan masyarakatnya. Berdasarkan pemaparan keberdayaan tersebut pula, diperoleh suatu kenyataan bahwa keberlanjutan suatu program dari PKBL sangat bergantung pada pengambil keputusan, yaitu Pertamina UPMS II. Ketidakmandirian masyarakat mengakibatkan mereka sangat mengandalkan bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan. Tanpa kucuran dana dari perusahaan, kegiatan PKBL belum tentu dapat dilakukan lagi. 5.3 Ikhtisar ISO 26000 memiliki tujuh subjek inti yang mesti diterapkan dalam melakukan Social Responsibility yaitu, isu tata kelola organisasi yang baik, isu hak asasi manusia, isu praktik ketenagakerjaan, isu lingkungan, isu praktik operasi yang adil, isu konsumen, serta isu keterlibatan dan pengembangan masyarakat. Dari ketujuh subjek inti tersebut, masing-masing memiliki isu-isu yang diusung. Meski demikian, dalam implementasinya, tidak semua isu dalam setiap subjek inti mesti dilakukan perusahaan. Pertamina UPMS II sesungguhnya telah menerapkan semua subjek inti dalam ISO 26000. Implementasi subjek-subjek inti tersebut melibatkan organisasi secara keseluruhan, baik dari fungsi External Relation maupun fungsi-fungsi lainnya. Namun, penerapan yang dilakukan oleh fungsi selain ER tersebut tidak dipahami
sebagai
bentuk
Social
Responsibility.
Berikut
matriks
yang
mendeskripsikan perbandingan subjek inti ISO 26000 dan lingkup implementasi PKBL serta non PKBL:
70
Subjek Inti ISO 26000 1. Tata Kelola Organisasi
2. HAM
3. Praktik Ketenagakerjaan
4. Lingkungan 5. Praktik Operasi yang Adil
6. Konsumen
7. Keterlibatan & Pengembangan Masyarakat
Lingkup PKBL Lingkup Non PKBL a. Transparansi kegiatan a. Pelaporan keuangan setiap tanggung jawab sosial tahunnya melalui laporan b. Mematuhi hukum keuangan, advertorial, buletin dan peliputan oleh media lokal dan nasional. b. Mematuhi hukum __ a. Tidak ada diskriminasi b. Menghormati hak-hak kaum perempuan c. Menghormati keragaman kultur dan agama d. Tak ada pekerja anak e. Tak ada pekerja paksa f. Persamaan gender __ a. Pengembangan SDM b. Kesehatan dan keselamatan kerja c. Menghormati hak-hak pekerja d. Kondisi kerja yang layak __ Prevensi polusi __ a. Promosi Aktivitas Etis & Transparensi b. Promosi Kompetisi Terbuka c. Antikorupsi __ a. Pelayanan dan produk yang ramah sosial-lingkungan b. Pelayanan dan produk yang aman dan reliable c. Penyediaan informasi yang sahih dan akurat a. Development a. Kemitraan dengan Usaha impacts Mikro, Kecil dan Menengah b. Community (UMKM). Involvement c. Society development d. Philanthropy
Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.
Gambar 5. Matriks Perbandingan Subjek Inti ISO 26000 dan Lingkup PKBL serta Non PKBL Bila merujuk pada matriks perbandingan subjek inti ISO 26000 dan implementasi PKBL Pertamina UPMS II (lihat gambar 4), terlihat bahwa dari
71
tujuh subjek inti ISO 26000, hanya dua subjek inti yang dapat dipenuhi oleh PKBL. Artinya, bila „tolak ukur‟ efektivitas implementasi PKBL adalah pemenuhan „standar kinerja‟ Social Responsibility pada panduan ISO 26000, maka implementasi PKBL belum bisa dikatakan efektif. Menurut RMV (33 tahun) selaku middle manager sekaligus pengambil keputusan PKBL di area Sumbagsel, PKBL adalah bentuk tanggung jawab sosial dari Pertamina yang dilakukan secara berkelanjutan dengan dua tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi serta untuk mendukung operasi perusahaan sendiri karena tercipta suasana yang kondusif. Artinya, tanggung jawab sosial yang dipahami Pertamina secara umum dan Pertamina UPMS II secara khusus ditujukan pada pemangku kepentingan eksternal, yaitu masyarakat dan dilakukan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa PKBL Pertamina sangat menitikberatkan pada pemangku kepentingan eksternal sehingga hanya memenuhi dua subjek inti dari pedoman pelaksanaan Social Responsibility menurut ISO 26000. Konsep pengembangan masyarakat atau comdev turut memberikan sumbangan pembentukan wujud tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II. Comdev disebut sebagai cikal-bakal terbentuknya konsep PKBL sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Artinya, keberlanjutan dan keberdayaan kondisi sosial masyarakat menjadi ruh dari PKBL yang disebut sebagai tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II. Pemberdayaan (empowerment) memiliki dua elemen pokok pemberdayaan adalah partisipasi dan kemandirian. Pemberdayaan dilakukan agar warga komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai kemandirian. Pada PKBL Pertamina UPMS II, jenis partisipasi yang dicapai sasaran program baru sebatas peserta program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Sasaran PKBL Pertamina UPMS II juga belum dapat dikatakan mandiri. Keberlanjutan program PKBL pun sangat bergantung
pada
pengambil
keputusan,
yaitu
Pertamina
UPMS
II.
Ketidakmandirian masyarakat mengakibatkan mereka sangat mengandalkan bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan. Artinya, dari segi
72
pencapaian tujuan PKBL, implementasi yang telah dilakukan juga belum sepenuhnya mampu memenuhi tujuan yang ingin dicapai.
73
BAB VI PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PKBL
6.1 Persepsi Pemangku Kepentingan Menurut Ruslan (2006), persepsi adalah suatu proses memberikan makna yang berakar dari berbagai faktor latar belakang budaya, kebiasaan dan adatistiadat yang dianut seseorang atau masyarakat, pengalaman masa lalu seseorang/kelompok nilai-nilai yang dianut serta dari berita-berita dan pendapat yang berkembang. Persepsi pemangku kepentingan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan adalah penafsiran pemangku kepentingan tersebut mengenai tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan pengalamannya tentang programprogram tanggung jawab sosial atau hubungan-hubungan sebelumnya yang diperoleh mengenai tanggung jawab sosial perusahaan tersebut. Dalam konteks penelitian ini, pemangku kepentingan difokuskan pada pemerintah setempat, masyarakat kecamatan Seberang Ulu II Palembang dan karyawan tetap Pertamina UPMS II. Persepsi pemangku kepentingan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Pengukuran persepsi dapat dilihat melalui pernyataanpernyataan yang mengandung komponen kategori persepsi tersebut. Tabel 6 berikut adalah perbandingan persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan: Tabel 6. Frekuensi Persepsi Tiga Pemangku Kepentingan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility Total
Berdasarkan Tabel 6, terlihat
Frekuensi
Persen 69 65 96
30.0 28.3 41.7
230
100.0
bahwa persepsi ketiga pemangku
kepentingan tersebar hampir merata di ketiga jenis kategori. Dari total 230 responden yang mewakili tiga jenis pemangku kepentingan Pertamina UPMS II,
74
diperoleh frekuensi responden berpersepsi Corporate Citizenship sebanyak 69 orang atau 30 persen, sedangkan frekuensi responden berpersepsi Corporate Philantrophy sebanyak 65 orang atau 28,3 persen dan 96 orang sisanya atau 41,7 persen responden berpersepsi Corporate Social Responsibility. Dengan demikian, mayoritas responden dalam penelitian ini mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Corporate Social Responsibility. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi ketiga pemangku kepentingan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 6. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemangku Kepentingan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 6.1.1 Persepsi Pemerintah Setempat Pemangku kepentingan pemerintah setempat dalam penelitian ini meliputi Camat, Lurah dan staf-stafnya di wilayah kecamatan Seberang Ulu II Palembang. Persepsi pemerintah setempat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 7 berikut adalah frekuensi persepsi pemerintah setempat mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
75
Tabel 7. Frekuensi Persepsi Pemerintah Kecamatan Seberang Ulu II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility
33 6 10
67.3 12.2 20.4
Total
49
100.0
Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa persepsi pemerintah kecamatan Seberang Ulu II sebagian besar berada pada kategori Corporate Citizenship. Dari 49 responden pemerintah setempat, frekuensi responden dengan persepsi Corporate Citizenship sebanyak 33 orang atau 67,3 persen, sedangkan responden dengan persepsi Corporate Philantrophy sebanyak 6 orang atau 12,2 persen dan 10 orang sisanya atau 20,4 responden termasuk kategori Corporate Social Responsibility. Dengan demikian, mayoritas responden pemerintah kecamatan Seberang Ulu II mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Corporate Citizenship. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi pemerintah kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 7. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Penelitian ini menstratifikasi pemerintah setempat menurut kriteria kedudukan sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu pimpinan dan staf pemerintah
76
setempat. Pimpinan dalam hal ini adalah kepala kecamatan dan kelurahan di wilayah Seberang Ulu II sedangkan staf adalah pegawai kecamatan dan kelurahan di luar pimpinan. Persepsi pemerintah setempat menurut lapisan pimpinan di wilayah kecamatan SU II dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Persepsi pemerintah lapisan pimpinan di wilayah kecamatan Seberang Ulu II seluruhnya atau seratus persen berada pada kategori Corporate Citizenship. Tidak ada satu pun dari responden tersebut yang termasuk kategori Corporate Philantrophy atau Corporate Social Responsibility. Persepsi pemerintah setempat menurut lapisan staf di wilayah kecamatan SU II dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 8 berikut adalah frekuensi persepsi pemerintah lapisan staf mengenai tanggung jawab sosial perusahaan: Tabel 8. Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan Staf Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility
25 6 10
61.0 14.6 24.4
Total
41
100.0
Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa sebagian besar pemerintah lapisan staf di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II persepsinya berada pada kategori Corporate Citizenship. Dari total 41 responden lapisan staf, 25 orang diantaranya atau 61 persen responden berpersepsi Corporate Citizenship, 6 orang lainnya atau 14,6 persen responden berpersepsi Corporate Philantrophy dan 10 orang sisanya atau sebanyak 24,4 persen responden persepsinya berada pada kategori Corporate Social Responsibility. Dengan demikian mayoritas responden mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Corporate Citizenship. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi pemerintah lapisan staf di wilayah kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
77
Gambar 8. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Pemerintah Lapisan Staf Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas persepsi pemerintah setempat adalah Corporate Citizenship. Selain itu, persepsi pemerintah lapisan pimpinan 100 persen adalah Corporate Citizenship dan mayoritas persepsi pemerintah lapisan staf juga adalah Corporate Citizenship. Artinya, tidak ada perbedaan persepsi antara kedua lapisan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Data kualitatif yang ditemukan di lapang juga mendukung kecenderungan persepsi pemerintah setempat pada kategori Corporate Citizenship. Delapan responden yang termasuk dalam lapisan pimpinan menunjukkan kecenderungan tersebut dalam ekspektasi mereka mengenai bagaimana sebaiknya tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II dilakukan. Camat SU II, HAR (45 tahun), memaparkan bahwa bentuk tanggung jawab sosial yang beliau harapkan untuk dilakukan Pertamina UPMS II untuk pemerintah misalnya berupa bantuan fasilitas yang dibutuhkan kecamatan. Beliau menekankan bahwa bantuan tersebut sebaiknya yang memang benar-benar dibutuhkan target program agar bermanfaat dan tepat sasaran. Berikut kutipan pernyataan HAR (45 tahun) tersebut: „Kita ini kan hidup berdampingan, sehingga ada baiknya turut membantu keluarga-keluarga miskin yang berada di sekitar perusahaan ini. Kalau untuk kecamatan sendiri, misalnya pemerintah kecamatan belum punya komputer, ya Pertamina bisa beri bantuan komputer, atau mungkin perbaikan gedung. Ya semacam itulah
78
bentuk-bentuknya. Dengan kata lain, bantuan Pertamina mestinya disesuaikan dengan kebutuhan target sasarannya agar bantuan tersebut bermanfaat dan tepat sasaran. Gunanya apa? Bila hubungan sudah harmonis antara perusahaan dan pemerintah, khususnya kecamatan, maka pemerintah kecamatan terbantu dana oleh Pertamina, dan Pertamina juga lebih aman dan nyaman dalam beroperasi.‟ Ketika dipertegas mengenai jenis kegiatan tanggung jawab sosial Pertamina seperti apa
yang diharapkan pemerintah kecamatan,
Camat
mencontohkan bantuan tersebut misalnya seperti bantuan beasiswa untuk siswasiswi di kecamatan SU II. Berikut kutipan pernyataan HAR (45 tahun): „Baru-baru ini kan ada program Pertamina bagi sepeda untuk sekolah-sekolah. Nah, kalau menurut saya, sepeda itu belum urgent, belum tentu cocok juga untuk wilayah Palembang, mestinya program untuk pendidikannya diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikannya, seperti buku atau perbaikan gedung mungkin. Tapi sekali lagi ini hanya soal koordinasi dan komunikasinya.‟ Camat SU II memaparkan bahwa hubungan pemerintah kecamatan dan Pertamina UPMS II perlu diperbaiki dalam hal koordinasi dan komunikasi. Terkait sentimen yang berkembang pada staf-staf kecamatan SU II bahwa meminta bantuan dari Pertamina UPMS II adalah hal yang sulit, Camat SU II justru menegaskan bahwa sebenarnya bukan masalah sulit untuk meminta bantuan atau sejenisnya, tetapi mungkin kurang koordinasi saja antara kecamatan dan Pertamina UPMS II. Berikut kutipan pernyataan HAR (45 tahun): „Oh, ndak, dik. Bukan sulit meminta bantuan. Sebetulnya banyak bantuan yang diberikan Pertamina UPMS II langsung ke masyarakat, tanpa melalui kecamatan lagi. Mungkin juga karena kelas Pertamina UPMS II adalah Sumbagsel sehingga fokus program Pertamina UPMS II juga seringkali langsung berkoordinasi dengan Pemkot atau Dinas Kesehatan. Tetapi menurut saya, semestinya Pertamina UPMS II berkoordinasi dengan Kecamatan terkait program-program bantuan tersebut. Ya…ini hanya tentang komunikasi. Bagaimana koordinasi antara Pertamina dan Kecamatan. Kalau saja Pertamina UPMS II menjelaskan bagian yang mana saja menjadi ranah program tanggung jawab sosial Pertamina tersebut, Kecamatan juga tahu bantuan seperti apa yang bisa diajukan ke Pertamina UPMS II.‟ Di sisi lain, para staf kecamatan SU II justru mengeluhkan sulitnya meminta bantuan dari Pertamina UPMS II. Beberapa staf kecamatan menyatakan
79
bahwa banyak proposal permohonan bantuan kecamatan yang ditolak. Kecuali permohonan peminjaman gedung serba guna Pertamina UPMS II, hampir semua proposal permohonan bantuan dari Kecamatan ditolak oleh Pertamina UPMS II. Namun, bentuk permohonan bantuan yang diajukan kecamatan tersebut justru semakin menguatkan kecenderungan persepsi pemerintah kecamatan pada kategori Corporate Citizenship. Selain harapan bentuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan kebutuhan pokok, kecamatan juga mengharapkan bantuan Pertamina UPMS II untuk kegiatankegiatan seperti lomba-lomba 17 Agustus yang diadakan kecamatan. Berikut kutipan pernyataan salah satu Kepala Seksi di kecamatan SU II, Z (50 tahun): „Apa ada Pertamina bantu pendidikan di SU II? Rasanya ndak ada. Saya sudah hampir pensiun disini, tapi belum pernah saya dengar ada bantuan pendidikan. Membantu korban kebakaran 16 ulu kemarin aja Pertamina Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) ga kasih. Malah UP III (baca: Refinery Unit III) yang kasih. Tanya aja sama ibu lurah 16 ulu-nya kalo ndak percaya. Tuh, ibunya lagi rapat sama Pak Camat. Belum lagi kemarin, ketika kecamatan ada kegiatan 17 Agustus-an, Pertamina cuma diminta tolong bantu ngasih hadiah, eh proposal kita malah dikembalikan. Kita udah ngotot ngasihin lagi ke sana, baru dikasih, cuma sejuta pula. Sejuta cukup apa, dik? Buat beli seragam peserta lomba aja ndak cukup.‟ Pernyataan yang serupa dengan kutipan pernyataan Kasi Kecamatan juga ditemukan pada pimpinan dan staf di tujuh kantor kelurahan. Tiga orang dari tujuh lurah di wilayah Seberang Ulu II memang menyebutkan bahwa setiap BUMN wajib melakukan tanggung jawab sosial perusahaan dengan merujuk pada peraturan yang mewajibkan BUMN melakukan PKBL, namun wujud yang mereka sebutkan tidak merujuk pada PKBL, tetapi hanya pada kewajiban membantu masyarakat. Empat lurah lainnya juga menyatakan tanggung jawab sosial wajib dilakukan Pertamina UPMS II tetapi tanpa menyebutkan landasan wajibnya. Sementara bentuk tanggung jawab sosial yang diharapkan keempat lurah tersebut sama-sama merujuk pada bantuan fasilitas untuk masyarakat. Berikut pernyataan Lurah 16 Ulu, JR (41 tahun) mengenai kewajiban melakukan tanggung jawab sosial: „Oh iya, tentu wajib Pertamina Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) melakukan tanggung jawab sosial. Begitu pula dengan
80
perusahaan lainnya. Setiap perusahaan ‘kan diwajibkan untuk menyisihkan beberapa persen keuntungannya untuk membantu masyarakat di sekitar wilayah operasinya.‟ Harapan Lurah 16 Ulu mengenai tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II berupa bantuan terkait kepentingan atau kebutuhan masyarakat. Berikut kutipan pernyataan JR (41 tahun): „Kalau untuk kegiatan hura-hura seperti HUT RI atau kegiatan apalah yang mencerminkan hura-hura, saya rasa tidak apa-apa ya kalau tidak ingin membantu, toh memang tidak mendesak. Tetapi kalau untuk kegiatan yang musibah begitu, seperti kebakaran yang tahun 2008 itu, ya kalau bisa dibantulah ya, dik. kegiatan-kegiatan yang untuk kepentingan masyarakat seperti membantu Posyandu, membantu masyarakat miskin, ya apa salahnya kalau dibantu juga.' Bentuk bantuan yang diungkapkan Lurah 16 Ulu dilatarbelakangi pengalamannya dalam mengajukan permohonan bantuan pada Pertamina UPMS II. Berikut kutipan pernyataan JR (41 tahun): „Kalau saya, sebagai Lurah 16 Ulu, belum merasakan dampak positif dari kehadiran PT. Pertamina UPMS II. Kami (baca: kelurahan 16 Ulu) pernah mengajukan permohonan bantuan material untuk korban kebakaran di wilayah 16 Ulu kepada Pertamina Pemasaran tahun 2008 yang lalu, namun hingga saat ini surat kami itu tidak mendapat balasan. Sejujurnya kami kecewa, dik. Tidak ada balasan sama sekali dari Pertamina Pemasaran. Padahal beberapa kali staf saya mencoba menanyakan perihal surat permohonan tersebut ke humas (baca: ER). Tetapi tidak ada tanggapan. Sebetulnya kami juga pernah mencoba mengajukan permohonan bantuan lagi untuk fasilitas Posyandu di kelurahan 16 Ulu kepada Pertamina Pemasaran. Bukan berbentuk uang ya, dik. Tapi sudah berbentuk material, seperti kursi, meja, dan sebagainya. Maksudnya agar Pertamina Pemasaran lebih percaya untuk memberikan bantuan. Bentuk fasilitas itu pun dari pihak Posyandunya sendiri yang mendata kebutuhannya. Tapi masih sama saja: tidak ada respon dan tidak ada bantuan. Oleh karena itu, kami tidak pernah mau lagi mengajukan permohonan bantuan ke Pertamina Pemasaran.‟ Lurah 14 Ulu, lokasi di mana Pertamina UPMS II beroperasi, menyatakan bahwa Pertamina UPMS II tentu wajib melakukan tanggung jawab sosial dengan merujuk pada landasan kewajiban melakukan Bina Lingkungan. Terkait bentuknya, berikut kutipan pernyataan Bd (44 tahun):
81
„Bentuk-bentuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II yang saya pernah dengar selama menjabat (2007-sekarang) adalah sunatan massal yang diselenggarakan Pertamina UPMS II untuk kelurahan 14 Ulu dan Tangga Takat, bantuan untuk pembangunan Masjid AlMuttaqien di 14 Ulu serta peminjaman gedung untuk acara-acara kecamatan seperti pelantikan Camat, serah-terima jabatan Camat. Namun, saya juga kurang paham kenapa ya, dik, tetapi sejak tahun 2007 atau 2008, tidak ada lagi bantuan yang diberikan Pertamina Pemasaran (baca: Pertamina UPMS II) untuk pemerintah kelurahan, dalam artian ketika kami yang mengajukan ya. Dulu. terakhir kami mengajukan permohonan, waktu itu TA (staf kelurahan 14 Ulu) yang mengantarkan proposalnya, pihak humas (ER) Pertamina UPMS II menyatakan jenis bantuan yang kami ajukan sudah dihilangkan dari anggaran. Untuk ke depannya, harapan saya ada bantuan yang diberikan oleh Pertamina UPMS II. Apalagi wilayah operasi Pertamina UPMS II berada di Kelurahan 14 Ulu. Sudah seharusnya kelurahan 14 Ulu menjadi prioritas tanggung jawab sosial perusahaannya. Bentuknya ya bisa berupa fasilitas umum parit-parit dan perbaikan jalan-jalan lingkungan.‟ Berikut pernyataan TA (45 tahun) yang menguatkan pernyataan Bapak Lurah 14 Ulu tersebut: „…waktu itu kami meminta bantuan untuk HUT RI dan fasilitas kursi untuk Posyandu. Nah, menurut pihak humasnya, bantuan tersebut tidak bersifat sosial kemasyarakatan dan anggaran untuk jenis bantuan tersebut sudah dihilangkan. Padahal bantuan itu bukan untuk kami makan, tapi untuk masyarakat. Cuma kami tidak menanyakan hal tersebut lebih lanjut (baca: mengapa tidak tergolong jenis bantuan sosial kemasyarakatan). Begini-begini kami ini juga punya harga diri, dik. Kalau memang ndak mau bantu, ya sudah. Dan sejak saat itu kami tidak pernah lagi mengajukan proposal permohonan bantuan kepada Pertamina UPMS II.‟ Pernyataan-pernyataan mengenai harapan bentuk tanggung jawab sosial yang sebaiknya dilakukan Pertamina UPMS II yang senada dengan yang diungkapkan Lurah 16 Ulu dan 14 Ulu juga ditemukan di lima kelurahan lain. Meski Lurah Tangga Takat yang menjadi lokasi beberapa kegiatan PKBL Pertamina UPMS II berharap bahwa tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II sebaiknya berkelanjutan, pada akhirnya beliau pun tetap menyinggung kepedulian Pertamina dalam hal sosial kemasyarakatan terkait keluhan rekan-rekannya di kelurahan dan kecamatan, baik sesama pimpinan maupun stafnya. Berikut kutipan pernyataan As (41 tahun):
82
„Mengenai harapan untuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II, ya semoga kegiatan yang telah dilaksanakan UPMS II hendaknya berlanjut, tidak hanya sekali datang lalu hilang. Saya juga berharap Pertamina UPMS II lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat. Ya saya memang secara langsung tidak pernah mengajukan permohonan bantuan kepada UPMS II, tapi saya dengar cerita-cerita dari lurah atau staf lain bahwa sulit untuk mengajukan permohonan bantuan kepada UPMS II. Seringkali surat permohonan bantuan tidak direspon, atau bahkan proposalnya dikembalikan, dan sebagainya. Jadi, harapan saya ke depannya adalah agar Pertamina UPMS II lebih peduli saja.‟ Berbagai kutipan pernyataan yang diungkapkan responden, baik dari lapisan pimpinan maupun staf tersebut menguatkan pernyataan bahwa pemerintah setempat cenderung berpersepsi tanggung jawab sosial perusahaan adalah Corporate Citizenship. Selain Pertamina UPMS II diharuskan menjadi warga negara yang baik yang mematuhi peraturan dan menghormati wewenang dan kekuasaan pemerintah setempat, Pertamina UPMS II diharapkan menjadi „penyedia‟ kebutuhan masyarakat sebagai warga negara seperti kebutuhan lapangan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas umum bahkan dukungan dana untuk kegiatan yang dilakukan pemerintah setempat yang seharusnya merupakan kewajiban negara, bukan perusahaan. Hal tersebut memenuhi definisi Corporate Citizenship yang menempatkan perusahaan sebagai „setengah negara‟, yaitu menjadi warga negara yang baik dan sekaligus memenuhi hak masyarakat sebagai warga negara. 6.1.2 Persepsi Masyarakat Pemangku kepentingan masyarakat dalam penelitian ini meliputi masyarakat yang bermukim di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II. Persepsi masyarakat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 9 berikut adalah frekuensi persepsi masyarakat mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
83
Tabel 9. Frekuensi Persepsi Masyarakat di Kecamatan Seberang Ulu II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility Total
Frekuensi
Persen 34 43 53
26.2 33.1 40.8
130
100.0
Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa mayoritas persepsi responden masyarakat termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari 130 responden masyarakat, sebanyak 53 orang atau 40,8 persen termasuk ke dalam kategori persepsi Corporate Social Respnsibility, sedangkan frekuensi responden untuk kategori Corporate Citizenship sebanyak 34 orang atau 26,2 persen dan untuk kategori Corporate Philantrophy sebanyak 43 orang atau 33,1 persen. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi masyarakat di wilayah kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 9. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Penelitian ini menstratifikasi pemangku kepentingan masyarakat menurut kriteria keikutsertaan dalam kegiatan PKBL Pertamina UPMS II sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu masyarakat peserta PKBL dan non peserta PKBL. Masyarakat peserta PKBL dalam hal ini adalah para ibu hamil dan orangtua balita yang menjadi peserta dalam program Pertamina Sehati yang dilakukan di
84
kecamatan Seberang Ulu II, sedangkan masyarakat non peserta PKBL adalah masyarakat di wilayah kecamatan Seberang Ulu II yang tidak mengikuti program Pertamina Sehati. Persepsi masyarakat peserta PKBL dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 10 berikut adalah frekuensi persepsi masyarakat peserta PKBL mengenai tanggung jawab sosial perusahaan: Tabel 10. Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta PKBL Pertamina UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No.
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
1 2
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy
5 25
16.7 83.3
Total
30
100.0
Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa mayoritas persepsi peserta program berada pada kategori Corporate Philantrophy. Dari 30 responden peserta, frekuensi persepsi Corporate Philantrophy adalah sebanyak 25 orang diantaranya atau 83,3 persen responden, sedangkan 5 orang responden sisanya atau sebanyak 16,7 persen responden termasuk pada kategori Corporate Citizenship. Tidak ada responden masyarakat peserta program yang persepsinya masuk ke dalam kategori Corporate Social Responsibility. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi masyarakat peserta PKBL di Kecamatan SU II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
85
Gambar 10. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Peserta PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Persepsi masyarakat non peserta PKBL dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 11 berikut adalah frekuensi persepsi masyarakat non peserta PKBL mengenai tanggung jawab sosial perusahaan: Tabel 11. Frekuensi Persepsi Masyarakat Non Peserta PKBL Pertamina UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility Total
Frekuensi
Persen 29 18 53
29.0 18.0 53.0
100
100.0
Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa mayoritas persepsi masyarakat nonpeserta PKBL Pertamina UPMS II di wilayah Seberang Ulu II termasuk ke dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari 100 orang responden, frekuensi persepsi Corporate Social Responsibility diperoleh sebanyak 53 orang atau 53 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh sebanyak 29 orang atau 29 persen dan 18 orang sisanya atau 18 persen responden berpersepsi Corporate Philantrophy.
86
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi masyarakat non peserta PKBL di wilayah kecamatan Seberang Ulu II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 11. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Non Peserta PKBL Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Responden masyarakat seluruhnya berjumlah 130 responden. Dari total responden masyarakat tersebut, baik yang peserta maupun non peserta, diperoleh lima kategori jenis pekerjaan responden, yaitu ibu rumah tangga, wirausaha, swasta, PNS dan selain empat pekerjaan tersebut. Kelima jenis kategori pekerjaan tersebut dianggap mewakili kestabilan ekonomi individu responden. Responden ibu rumah tangga terdiri dari peserta dan non peserta PKBL. Persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 12 berikut adalah frekuensi persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
87
Tabel 12. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Peserta Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
Corporate Citizenship Corp. Philantrophy
5 25
16.7 83.3
Total
30
100.0
Berdasarkan Tabel 12, terlihat bahwa sebagian besar responden ibu rumah tangga peserta termasuk dalam kategori Corporate Philantrophy. Dari total 30 responden, frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh sebanyak 5 orang atau 16,7 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy diperoleh sebanyak 25 orang atau 83,3 persen. Dengan demikian, mayoritas responden ibu rumah tangga peserta mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Corporate Philantrophy. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi responden ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 12. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Persepsi ibu rumah tangga non peserta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel
88
13 berikut adalah frekuensi persepsi ibu rumah tangga peserta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan: Tabel 13. Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Non Peserta Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility
17 7 7
54.8 22.6 22.6
Total
31
100.0
Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa sebagian besar responden ibu rumah tangga non peserta termasuk dalam kategori Corporate Citizenship. Dari total 31 responden, frekuensi persepsi Corporate Citizenship diperoleh sebanyak 17 orang atau 54,8 persen, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy diperoleh sebanyak 7 orang atau 22,6 persen dan frekuensi persepsi Corporate Social Responsibility sebanyak 7 orang atau 22,6 persen pula. Dengan demikian, mayoritas responden ibu rumah tangga peserta mempersepsikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Corporate Citizenship. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi responden ibu rumah tangga mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 13. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Ibu Rumah Tangga Non Peserta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010
89
Responden wirausaha terdiri dari masyarakat yang mempunyai warung atau toko atau usaha dagang di wilayah kecamatan Seberang Ulu II. Hanya ada 4 orang responden yang pekerjaannya berupa wirausaha. Persepsi responden wirausaha mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat orang atau seratus persen responden wirausaha memiliki persepsi berupa Corporate Philantrophy. Responden swasta terdiri dari masyarakat yang jenis pekerjaannya menghasilkan gaji, bukan upah, namun di luar kategori pegawai negeri sipil. Dalam konteks penelitian ini, swasta terdiri dari guru honorer, pengacara, perawat dan karyawan perusahaan. Persepsi responden swasta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate
Citizenship,
Corporate
Philantrophy
dan
Corporate
Social
Responsibility. Tabel 14 berikut adalah frekuensi persepsi responden swasta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan: Tabel 14. Frekuensi Persepsi Responden Swasta Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility
6 4 13
26.1 17.4 56.5
Total
23
100.0
Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden swasta termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 23 responden, sebanyak 13 orang diantaranya atau 56,5 persen responden termasuk kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Citizenship adalah sebanyak 6 orang atau 26,1 persen responden dan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy hanya sebanyak 4 orang atau 17,2 persen dari total responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan tanggung jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi responden swasta mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
90
Gambar 14. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Swasta di Kecamatan SU II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Responden PNS dalam penelitian ini terdiri dari guru dan pegawai Departemen Agama di wilayah kecamatan SU II. Persepsi responden PNS mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Tabel 15 berikut adalah frekuensi persepsi responden PNS mengenai tanggung jawab sosial perusahaan: Tabel 15. Frekuensi Persepsi Responden PNS Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility
7 2 24
21.2 6.1 72.7
Total
33
100.0
Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden PNS termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 33 responden, sebanyak 24 orang diantaranya atau 72,7 persen responden termasuk kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Citizenship adalah sebanyak 7 orang atau 21,2 persen responden dan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy hanya sebanyak 2 orang atau 6,1 persen dari total responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan tanggung jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility.
91
Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi responden PNS mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 15. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Responden PNS Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Total responden yang kategori pekerjaannya selain empat kategori sebelumnya adalah sembilan orang. Responden kategori „lainnya‟ ini semuanya adalah mahasiswa yang tinggal di wilayah kecamatan Seberang Ulu II. Dalam konteks penelitian ini, kategori ini disebut sebagai responden mahasiswa. Persepsi responden mahasiswa mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sembilan orang atau seratus persen responden berpersepsi Corporate Social Responsbility. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas persepsi masyarakat adalah Corporate Social Responsbility. Pada lapisan peserta, mayoritas persepsinya adalah Corporate Philantrophy sedangkan pada lapisan non peserta, mayoritas berpersepsi Corporate Social Responsbility. Artinya, terdapat perbedaaan persepsi pada kedua lapisan ini. Hasil penelitian pada responden masyarakat berdasarkan kategori jenis pekerjaannya menunjukkan bahwa mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga peserta adalah Corporate Philantrophy sedangkan ibu rumah tangga non peserta mayoritas adalah Corporate Citizenship, persepsi responden wirausaha seluruhnya
92
adalah Corporate Philantrophy, mayoritas persepsi responden swasta adalah Corporate Social Responsibility, mayoritas persepsi responden PNS adalah Corporate Social Responsibility, serta seluruh persepsi responden kategori lainnya adalah Corporate Social Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini, mayoritas persepsi terbelah antara Corporate Philantrophy serta Corporate Citizenship untuk responden dengan upah tidak stabil dan Corporate Social Responsibility untuk responden dengan gaji stabil. Hasil temuan di lapang juga menunjukkan bahwa sejumlah responden yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka tidak terlalu mengetahui bentukbentuk tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II. Umumnya, jenis PKBL yang mereka ingat dan sebutkan adalah bentuk PKBL dari Pertamina RU III. Hal ini diduga karena pada awalnya kedua unit ini tidak terpisah dan bernama Pertamina Unit Pengolahan III. Pertamina Unit Pengolahan III atau Refinery Unit III saat ini hanya berada di wilayah Kecamatan Plaju, sedangkan di Kecamatan SU II menjadi Pertamina Unit Pemasaran Region II (Pertamina UPMS II). Namun, kegiatan PKBL yang dilakukan Pertamina RU III saat ini masih sering dipahami sebagai kegiatan PKBL Pertamina UPMS II pula. Responden peserta dan non peserta yang diwawancarai mengenai perlu tidaknya masyarakat mengontrol atau mengawasi pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan umumnya menjawab bahwa mereka tidak tahu. Responden dengan upah tidak stabil yang mayoritas berpersepsi Corporate Philantrophy dan Corporate Citizenship menyatakan bahwa mereka tidak mengerti mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan apalagi upaya mengontrolnya. Mayoritas responden yang diwawancarai bercerita bahwa banyak kebutuhan mereka yang harus dipenuhi sehingga sehari-harinya mereka harus bekerja keras. Oleh karena itu, selama kegiatan perusahaan tidak mengganggu kehidupan ekonomi dan sosial mereka, responden dengan upah yang tidak stabil ini tidak menganggap penting mengenai apakah kewajiban perusahaan menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan sudah dilakukan atau belum. Mereka juga beranggapan bahwa lebih baik lagi bila perusahaan mau membantu mereka baik dengan bantuan langsung seperti umumnya bentuk charity, maupun dengan bentuk lapangan pekerjaan.Sementara itu, responden dengan gaji stabil yang
93
mayoritas berpersepsi Corporate Social Responsibility juga mengaku tidak memahami cara masyarakat mengontrol pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Namun, mereka berharap perusahaan dapat berbisnis dengan baik dan peduli pada masyarakat, lingkungan dan karyawan. 6.1.3 Persepsi Karyawan Pemangku kepentingan karyawan dalam penelitian ini adalah karyawan tetap Pertamina UPMS II. Persepsi karyawan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate
Citizenship,
Corporate
Philantrophy
dan
Corporate
Social
Responsibility. Tabel 16 berikut adalah frekuensi persepsi karyawan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan: Tabel 16. Frekuensi Persepsi Responden Karyawan Pertamina UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility
2 16 33
3.9 31.4 64.7
Total
51
100.0
Berdasarkan Tabel 16, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden karyawan termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 51 responden, sebanyak 33 orang diantaranya atau 64,7 persen responden termasuk kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy adalah sebanyak 16 orang atau 31,4 persen responden dan frekuensi persepsi Corporate Citizenship hanya sebanyak 2 orang atau 3,9 persen dari total responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan tanggung jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi karyawan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
94
Gambar 16. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Pertamina UPMS II Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Responden karyawan dalam penelitian ini distratifikasi menurut kriteria kewenangan menentukan kegiatan PKBL yang dilakukan sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu pengambil keputusan dan non pengambil keputusan. Pengambil keputusan dalam konteks penelitian ini hanya satu orang, yaitu Asisten Manajer External Relation sehingga 50 karyawan lainnya digolongkan sebagai non pengambil keputusan. Responden karyawan lapisan pengambil keputusan hanya terdiri dari satu responden. Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan seratus persen termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Responden karyawan lapisan non pengambil keputusan terdiri dari karyawan tetap dengan jabatan Asisten Manajer, Asisten, dan Pengawas. Persepsi karyawan lapisan nonpengambil keputusan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Corporate
Citizenship,
Corporate
Philantrophy
dan
Corporate
Social
Responsibility. Tabel 17 berikut menunjukkan frekuensi persepsi karyawan lapisan nonpenambil keputusan:
95
Tabel 17. Tabel Frekuensi Persepsi Karyawan Lapisan Non Pengambil Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 No. 1 2 3
Kategori Persepsi
Frekuensi
Persen
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility
2 16 32
4.0 32.0 64.0
Total
50
100.0
Berdasarkan Tabel 17, terlihat bahwa persepsi sebagian besar responden karyawan termasuk dalam kategori Corporate Social Responsibility. Dari total 50 responden, sebanyak 32 orang diantaranya atau 64 persen responden termasuk kategori Corporate Social Responsibility, sedangkan frekuensi persepsi Corporate Philantrophy adalah sebanyak 16 orang atau 32 persen responden dan frekuensi persepsi Corporate Citizenship hanya sebanyak 2 orang atau 4 persen dari total responden. Dengan demikian, mayoritas responden mempersepsikan tanggung jawab sosial sebagai Corporate Social Responsibility. Berikut disajikan pie chart untuk menggambarkan distribusi frekuensi persepsi karyawan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan:
Gambar 17. Grafik Lingkaran Distribusi Frekuensi Persepsi Karyawan Non Pengambil Keputusan Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tahun 2010 Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa mayoritas persepsi karyawan adalah Corporate Social Responsibility serta persepsi antara lapisan pengambil keputusan dan non pengambil keputusan sama-sama mayoritas berupa Corporate Social Responsibility.
96
Berdasarkan temuan di lapangan, Robert MVselaku middle manager dan pengambil keputusan tentang PKBL di area Sumbagsel menyebutkan bahwa PKBL adalah bentuk tanggung jawab sosial dari perusahaan yang dilakukan secara berkelanjutan dengan dua tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi serta untuk mendukung operasi perusahaan sendiri karena tercipta suasana yang kondusif. Kedua tujuan yang dipaparkan Robert MV tersebut memang sejalan dengan misi dan tujuan tanggung jawab sosial Pertamina. Artinya, tanggung jawab sosial yang dipahami Pertamina secara umum dan Pertamina UPMS II secara khusus ditujukan pada pemangku kepentingan eksternal, yaitu masyarakat dan dilakukan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa PKBL Pertamina sangat menitikberatkan pada pemangku kepentingan eksternal. Meski demikian, berdasarkan hasil penelitian, persepsi karyawan pengambil keputusan adalah Corporate Social Responsibility. Artinya, karyawan pengambil keputusan menilai tanggung jawab sosial perusahaan meliputi banyak bidang, bukan hanya menitikberatkan pada pemangku kepentingan eksternal. Berdasarkan temuan di lapang, terdapat kegiatan PKBL yang dilakukan tidak hanya untuk masyarakat. Salah satu contoh yang ditemukan peneliti adalah pengalihan kelebihan dana beasiswa SD/SMP bulan Desember tahun 2010 untuk wilayah Kecamatan Seberang Ulu II kepada anak-anak operator dan/atau staf di SPBU Pasti Pas di Palembang usia SD/SMP karena beliau memandang mereka juga patut memperoleh hal tersebut. Berikut kutipan pernyataan RMV (33 tahun) untuk hal tersebut: „Tanggung jawab sosial perusahaan itu kan sebetulnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar area operasi, ma. Utamanya itu. Tapi kadang-kadang, ada juga dana yang saya alihkan untuk membantu teman-teman yang masih outsourcing atau staf-staf operator. Seperti dana beasiswa SD/SMP yang direncanakan bulan Desember nanti. Itu kan calon penerimanya di wilayah SD/SMP Kecamatan Seberang Ulu II, tapi ternyata kurang calonnya „kan? Kita alihkan itu ke anak-anak operator SPBU Pasti Pas yang masih usia SD/SMP dan memenuhi kriteria yang disyaratkan perusahaan. Nah, sebetulnya „kan itu tidak termasuk tanggung jawab sosial perusahaan, tapi kita lakukan juga karena memang kita sadari mereka sangat membantu kita, namun secara kesejahteraan yang diperoleh bisa dikatakan agak jauh berbeda dengan yang karyawan tetap peroleh.‟
97
6.2 Ikhtisar Persepsi pemangku kepentingan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu Corporate
Citizenship,
Corporate
Philantrophy
dan
Corporate
Social
Responsibility. Mayoritas persepsi seluruh responden pemangku kepentingan berada pada kategori Corporate Social Responsibility. Persepsi pada masingmasing pemangku kepentingan yang diperoleh adalah mayoritas persepsi pemerintah setempat berupa Corporate Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi masyarakat dan karyawan berupa Corporate Social Responsbility. Tabel 18 berikut ini menggambarkan sebaran persepsi ketiga pemangku kepentingan Pertamina UPMS II mengenai tanggung jawab sosial: Tabel 18. Tabel Persepsi Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010 No. 1.
2.
3.
Pemangku Kepentingan
Kategori Persepsi (orang) CC1 CP2 CSR3
Pemerintah setempat a. Lapisan pimpinan b. Lapisan staf Masyarakat a. Peserta 1. Ibu rumah tangga b. Nonpeserta 1. Ibu rumah tangga 2. Wirausaha 3. Swasta 4. PNS 5. Lainnya Karyawan a. Pengambil keputusan b. Non Pengambil keputusan
33 8 25 34 5 5 29 16
6 6 43 25 25 18 8
10 10 53
6 7
4 4 2
13 24
2
16
9 33
2
16
1 32
Total
69
65
96
53 7
Keterangan: 1. CC = Corporate Citizenship 2. CP = Corporate Philantrophy 3. CSR = Corporate Social Responsibility Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.
Berdasarkan Tabel 18, terlihat bahwa persepsi pemerintah setempat pada lapisan pimpinan 100 persen adalah Corporate Citizenship dan mayoritas persepsi pemerintah lapisan staf juga adalah Corporate Citizenship. Artinya, tidak ada perbedaan mayoritas persepsi antara kedua lapisan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan.
98
Kategori masyarakat berdasarkan keikutsertaan pada kegiatan PKBL menghasilkan data bahwa mayoritas persepsi masyarakat pada lapisan peserta berupa Corporate Philantrophy, sedangkan mayoritas persepsi pada lapisan nonpeserta berupa Corporate Social Responsbility. Artinya, terdapat perbedaaan persepsi pada kedua lapisan ini. Kategori masyarakat berdasarkan jenis pekerjaannya, diperoleh bahwa mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga adalah Corporate Philantrophy, persepsi responden wirausaha seluruhnya adalah Corporate Philantrophy, mayoritas persepsi responden swasta adalah Corporate Social Responsibility, mayoritas persepsi responden PNS adalah Corporate Social Responsibility, serta seluruh
persepsi
responden
kategori
lainnya
adalah
Corporate
Social
Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini, mayoritas persepsi terbelah antara Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan adalah Corporate Social Responsibility, begitu pula mayoritas persepsi pada lapisan nonpengambil keputusan. Artinya, tidak terdapat perbedaan mayoritas persepsi pada kedua lapisan.
99
BAB VII PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PKBL
Tujuan internal tanggung jawab sosial PT. Pertamina (Persero) adalah untuk membangun hubungan yang harmonis dan kondusif dengan semua pemangku kepentingan demi mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama dalam membangun reputasi korporasi. Untuk mencapai tujuan internal tersebut, PT. Pertamina (Persero) di seluruh wilayah operasi di Indonesia memberlakukan kriteria tanggung jawab sosial Pertamina, yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat dengan wilayah operasi, publikasi dan mendukung PROPER dengan empat strategic initiatives, yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan serta infrastruktur dan peduli bencana. Empat strategic initiatives tersebut diwujudkan dalam bentuk PKBL. Oleh karena itu, efektivitas implementasi PKBL dalam penelitian ini diukur dari tingkat keberhasilan pencapaian tujuan internal tanggung jawab sosial menurut ketiga pemangku kepentingan Pertamina UPMS II. Tingkat keberhasilan PKBL tersebut dikategorikan menjadi keberhasilan rendah dan keberhasilan tinggi dengan rentang skor 8 – 20 untuk keberhasilan rendah dan skor 21 – 32 untuk keberhasilan tinggi. Dalam hal ini, efektivitas implementasi berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan sehingga semakin tinggi tingkat keberhasilan, maka semakin efektif implementasi. Tabel 19 berikut ini menunjukkan distribusi penilaian keberhasilan rendah dan tinggi pada masing-masing kategori persepsi pemangku kepentingan: Tabel 19. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Berdasarkan Kategori Persepsi Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010
No 1 2 3
Kategori Persepsi
Frekuensi
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy Corp. Social Responsibility
69 65 96
Total
230
Keberhasilan Rendah Jumlah Persen(orang) tase (%) 57 82,61 18 27,69 64 66,67 139
60,43
Keberhasilan Tinggi Jumlah Persen(orang) tase (%) 12 17,39 47 72,31 32 33,33 91
39,57
100
Berdasarkan Tabel 19, terlihat bahwa sebagian besar responden dari ketiga pemangku kepentingan menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah. Dari total 230 responden, sebanyak 91 orang atau 39,57 persen responden menyatakan tingkat keberhasilan PKBL tinggi, sedangkan 139 orang lainnya atau 60,43 persen responden menyatakan tingkat keberhasilan PKBL rendah. Dengan demikian, karena mayoritas responden menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL masih rendah maka efektivitas PKBL juga masih rendah. Tabel 19 juga menunjukkan bahwa mayoritas responden yang berpersepsi Corporate Philantrophy menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL masuk ke dalam kategori tinggi. Dari total 65 responden yang berpersepsi Corporate Philantrophy, hanya 18 orang atau 27,69 persen responden yang menyatakan tingkat keberhasilan PKBL rendah, sedangkan 47 orang atau sebanyak 72,31 persen sisanya menyatakan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk PKBL. Sementara itu, responden yang berpersepsi Corporate Citizenship dan Corporate Social Responsibility sebagian besar menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL rendah. Dari total 69 orang responden yang berpersepsi Corporate Citizenship, hanya 12 orang atau 17,39 responden yang menyatakan tingkat keberhasilan PKBL tinggi, sedangkan 57 orang atau 82,61 persen responden sisanya menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL rendah. Begitu pula pada responden yang berpersepsi Corporate Social Responsibility. Dari total 96 responden yang berpersepsi Corporate Social Responsibility, 32 orang atau 33,33 persen responden menyatakan tingkat keberhasilan PKBL tinggi, sementara 64 orang lainnya atau sebesar 66,67 responden menyatakan bahwa tingkat keberhasilan PKBL rendah. Perbedaan kecenderungan tingkat keberhasilan pada masing-masing persepsi ini juga dikuatkan oleh hasil uji Kruskal-Wallis H. Uji Kruskal-Wallis H digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua atau lebih kelompok data. Dalam konteks penelitian ini, perbedaaan yang ingin diketahui adalah kecenderungan tingkat keberhasilan pada kelompok persepsi Corporate Citizenship,Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Hipotesis uji Kruskal-Wallis H adalah:
101
Ho: Tidak ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. H1: Ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Pengambilan keputusan atau kriteria ujinya adalah terima Ho jika probabilitas lebih besar dari 0,05. Hasil uji Kruskal-Wallis H menunjukkan signifikansi (Asymp. Sig) kurang dari 0,05. Oleh karena itu, Ho ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat keberhasilan antara Corporate Citizenship, Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Uji hubungan lalu dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah persepsi dan tingkat keberhasilan memang berkorelasi atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji non parametrik Spearman‟s rho guna mengungkap hubungan antara persepsi pemangku kepentingan dan tingkat keberhasilan PKBL. Hipotesis dari uji korelasi Spearman‟s rho adalah sebagai berikut: Ho : Tidak ada hubungan antara variabel persepsi dan tingkat keberhasilan; Ha : Ada hubungan antara variabel persepsi dan tingkat keberhasilan. Pengambilan keputusan atau kriteria ujinya adalah terima Ho jika probabilitas lebih besar dari 0,05. Hasil uji hubungan ini menunjukkan bahwa terdapat dua pasangan data yang angka probabilitasnya kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak, yaitu antara Corporate Citizenship dengan tingkat keberhasilan PKBL dan Corporate Social Responsibility dengan tingkat keberhasilan PKBL. Sedangkan satu pasangan data lainnya memiliki angka propabilitas yang lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima, yaitu antara Corporate Philantrophy (x2) dengan tingkat keberhasilan PKBL (y). Artinya, persepsi Corporate Citizenship dan Corporate Social Responsibility berkorelasi signifikan dengan efektivitas implementasi sedangkan persepsi Corporate Philantrophy tidak. Jadi, efektivitas implementasi PKBL berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan PKBL. Bila tingkat keberhasilan PKBL menurut mayoritas responden adalah rendah. Artinya, efektivitas implementasi PKBL adalah rendah. Hasil temuan di lapang juga menunjukkan bahwa citra Pertamina UPMS II menurut pemerintah setempat cenderung negatif. Mayoritas pemerintah setempat juga menilai tingkat keberhasilan PKBL Pertamina UPMS II tergolong rendah.
102
Artinya, reputasi Pertamina UPMS II di mata pemerintah setempat cenderung negatif. Sementara itu, citra Pertamina UPMS II di mata masyarakat peserta PKBL cenderung positif. Menurut masyarakat non peserta, citra Pertamina UPMS II biasa saja, tidak serta-merta menjadi negatif karena mereka tidak menjadi peserta PKBL, tetapi mereka berharap agar Pertamina UPMS II dapat menjadi lebih baik lagi. Walau demikian, hasil penilaian masyarakat non peserta secara kuantitatif menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan PKBL masih rendah. Menurut karyawan Pertamina UPMS II, citra perusahaan mereka sudah baik. Penilaian karyawan mengenai tingkat keberhasilan PKBL mereka sebagai tanggung jawab sosial perusahaan pun cenderung tinggi. Tabel 20 berikut menggambarkan sebaran penilaian tingkat keberhasilan menurut persepsi masingmasing pemangku kepentingan: Tabel 20. Distribusi Tingkat Keberhasilan PKBL Menurut Persepsi Masingmasing Pemangku Kepentingan Pertamina UPMS II Tahun 2010 No. 1.
2.
3.
Pemangku Kepentingan Pemerintah setempat a. Lapisan pimpinan b. Lapisan staf Masyarakat a. Peserta 1. Ibu rumah tangga b. Nonpeserta 1. Ibu rumah tangga 2. Wirausaha 3. Swasta 4. PNS 5. Lainnya Karyawan a. PK10 b. Non PK10 Total
Psp1 CC2
TKCC3 R8 T9
Psp1 CP4
TKCP5 R8 T9
Psp1 CSR6
33 8 25 34 5
30 6 24 26 1
3 2 1 8 4
6 6 43 25
3 3 14 1
3 3 29 24
10 10 53 -
5
1
4
25
1
24
29
25
4
18
13
16
12
4
8
6 7 2 2
6 7 1 1
1 1
69
57
12
TKCSR7 R8 T9 10 10 47 -
6 -
-
-
-
5
53
47
6
7
1
7
6
1
4 4 2 16 16
4 2 1 1
2 2 15 15
13 24 9 33 1 32
10 23 8 7 7
3 1 1 26 1 25
65
18
47
96
64
32
Keterangan: 1. Psp = Persepsi 5. TKCP = Tingkat Keberhasilan CP 9. T = Tinggi 2. CC = Corporate Citizenship 6. CSR = Corporate Social Responsibility 10. PK = Pengambil 3. TKCC = Tingkat Keberhasilan CC 7. TKCSR = Tingkat Keberhasilan CSR Keputusan 4. CP = Corporate Philantrophy 8. R = Rendah Sumber: Dikumpulkan penulis dari survey.
103
Berdasarkan Tabel 20, terlihat bahwa apapun jenis persepsi karyawan, penilaian tingkat keberhasilan mereka cenderung tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya
bias
loyalitas para karyawan tetap tersebut
pada perusahaan.
Kecenderungan penilaian tingkat keberhasilan tinggi diperoleh pada responden ibu rumah tangga peserta dengan persepsi Corporate Philantrophy, sedangkan ibu rumah tangga non peserta dengan kecenderungan persepsi Corporate Citizenship menilai tingkat keberhasilan PKBL rendah. Hasil temuan di lapang menunjukkan bahwa ibu rumah tangga peserta menilai berhasil tinggi karena mereka menjadi peserta dan merasakan bentuk bantuan dari PKBL serta berharap bentuk bantuan tersebut tetap berlanjut, sementara ibu rumah tangga non peserta menilai berhasil rendah karena mereka tidak merasakan bentuk bantuan dari PKBL dan berharap dapat merasakannya. Penilaian responden pemerintah setempat, baik dari lapisan pimpinan maupun staf, yang mayoritas menilai tingkat keberhasilan PKBL rendah diduga karena ketidakpuasan responden terhadap bentuk-bentuk PKBL Pertamina UPMS II. Tujuan Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentu tidak serupa dengan tujuan perusahaan swasta yang semata untuk mencari keuntungan saja. Selain untuk mencari keuntungan yang sebagian hasilnya diberikan pada pemerintah, keberadaan Pertamina juga diharapkan dapat membantu percepatan pembangunan Indonesia. Asal mula munculnya kewajiban pelaksanaan PKBL oleh BUMN adalah wujud dari harapan tersebut. Namun, yang harus dipahami pada titik ini, sesuai dengan konteks penelitian adalah bahwa meski keberadaan Pertamina UPMS II sering diposisikan sebagai setengah negara namun tidak berarti bahwa pemerintah setempat dapat mendudukkan Pertamina UPMS II serupa mesin ATM. Menurut pengamatan peneliti, Pertamina UPMS II telah melakukan kewajibannya untuk menyetorkan sebagian hasil keuntungan kepada pemerintah. Untuk tahun 2010 misalnya. RMV (33 tahun) menyatakan bahwa sebagian dana tanggung jawab sosial Pertamina bahkan dipotong di tengah tahun untuk membantu pemerintah. Untuk pelaksanaan Sea Games 2011, Pertamina UPMS II telah memberikan bantuan Community Relation pada tahun 20110 untuk pemerintah Sumatera Selatan sebesar 20 milyar. Artinya, di luar pelaksanaan PKBL, Pertamina UPMS II telah menunaikan posisinya sebagai setengah negara.
104
Oleh karena itu, menurut peneliti, secara faktual Pertamina UPMS II telah berhasil mengupayakan keharmonisan antara perusahaan dan pemerintah.
105
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa hanya dua dari tujuh subjek inti pedoman pelaksanaan Social Responsibility ISO 26000 yang dapat dipenuhi oleh PKBL Pertamina UPMS II. Artinya, bila „tolak ukur‟ efektivitas implementasi PKBL adalah pemenuhan „standar kinerja‟ Social Responsibility pada panduan ISO 26000, maka implementasi PKBL belum bisa dikatakan efektif. Implementasi PKBL yang telah dilakukan, dari segi pencapaian tujuan pun juga belum sepenuhnya mampu memenuhi tujuan yang ingin dicapai. Jenis partisipasi yang ingin dicapai sasaran kegiatan PKBL baru sebatas peserta program dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Sasaran PKBL Pertamina UPMS II juga belum dapat dikatakan mandiri. Keberlanjutan program PKBL pun sangat bergantung
pada
Ketidakmandirian
pengambil
keputusan,
masyarakat
tersebut
yaitu
Pertamina
mengakibatkan
UPMS
mereka
II.
sangat
mengandalkan bantuan dari pemilik modal untuk meneruskan suatu kegiatan. Mayoritas persepsi seluruh responden pemangku kepentingan berada pada kategori Corporate Social
Responsibility. Persepsi pada
masing-masing
pemangku kepentingan yang diperoleh adalah mayoritas persepsi pemerintah setempat berupa Corporate Citizenship, sedangkan mayoritas persepsi masyarakat dan karyawan berupa Corporate Social Responsbility. Persepsi pemerintah setempat pada lapisan pimpinan seluruhnya adalah Corporate Citizenship dan mayoritas persepsi pemerintah lapisan staf juga adalah Corporate Citizenship. Artinya, tidak ada perbedaan mayoritas persepsi antara kedua lapisan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Kategori masyarakat berdasarkan keikutsertaan pada kegiatan PKBL menghasilkan data bahwa mayoritas persepsi masyarakat pada lapisan peserta berupa Corporate Philantrophy, sedangkan mayoritas persepsi pada lapisan non
106
peserta berupa Corporate Social Responsbility. Artinya, terdapat perbedaaan persepsi pada kedua lapisan ini. Kategori masyarakat berdasarkan jenis pekerjaannya, diperoleh bahwa mayoritas persepsi reponden ibu rumah tangga adalah Corporate Philantrophy, persepsi responden wirausaha seluruhnya adalah Corporate Philantrophy, mayoritas persepsi responden swasta adalah Corporate Social Responsibility, mayoritas persepsi responden PNS adalah Corporate Social Responsibility, serta seluruh
persepsi
responden
kategori
lainnya
adalah
Corporate
Social
Responsbility. Artinya, pada jenis pengkategorian ini, mayoritas persepsi terbelah antara Corporate Philantrophy dan Corporate Social Responsibility. Persepsi karyawan lapisan pengambil keputusan adalah Corporate Social Responsibility, begitu pula mayoritas persepsi pada lapisan nonpengambil keputusan. Artinya, tidak terdapat perbedaan mayoritas persepsi pada kedua lapisan. Distribusi penilaian tingkat keberhasilan menurut pemangku kepentingan menunjukkan bahwa mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah. Responden dengan persepsi Corporate Citizenship dan Corporate Social Responsibility adalah yang paling banyak menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah, sedangkan mayoritas responden dengan persepsi Corporate Philantrophy menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah tinggi. Hasil uji Kruskal-Wallis H menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penilaian tingkat keberhasilan pada masing-masing persepsi. Namun, hasil uji korelasi Spearman‟s rho menunjukkan bahwa hanya pasangan data Corporate Citizenship dan tingkat keberhasilan serta Corporate Social Responsibility dan tingkat keberhasilan yang memiliki korelasi yang signifikan, sedangkan pasangan data Corporate Philantrophy dan tingkat keberhasilan tidak. Jadi, efektivitas implementasi PKBL berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan PKBL. Mayoritas responden menilai tingkat keberhasilan PKBL adalah rendah. Artinya, efektivitas implementasi PKBL adalah rendah pula. Hasil temuan di lapang juga menunjukkan kecenderungan penilaian citra positif oleh masyarakat peserta serta karyawan dan kecenderungan penilaian citra negatif oleh pemerintah. Hasil temuan di lapang, masyarakat non peserta tidak menilai citra Pertamina UPMS II
107
negatif, tetapi tidak pula menilai positif. Akan tetapi, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penilaian tingkat keberhasilan rendah paling banyak disumbangkan oleh kategori masyarakat non peserta. Menurut peneliti, Pertamina UPMS II secara faktual telah berhasil mengupayakan keharmonisan antara perusahaan dan pemerintah. Meski pemerintah setempat dalam konteks wilayah Kecamatan Seberang Ulu II menilai Pertamina UPMS II bercitra negatif, sesungguhnya Pertamina UPMS II telah melakukan hal yang lebih banyak dari sekedar permohonan bantuan dana acara 17 Agustus-an yang diajukan pemerintah kecamatan SU II. Yang harus dipahami pada titik ini, sesuai dengan konteks penelitian adalah bahwa meski keberadaan Pertamina UPMS II sering diposisikan sebagai setengah negara namun tidak berarti bahwa pemerintah setempat dapat mendudukkan Pertamina UPMS II serupa mesin ATM. Menurut pengamatan peneliti, Pertamina UPMS II telah melakukan kewajibannya untuk menyetorkan sebagian hasil keuntungan kepada pemerintah. Untuk tahun 2010 misalnya. RMV (33 tahun) menyatakan bahwa sebagian dana tanggung jawab sosial Pertamina bahkan dipotong di tengah tahun untuk membantu pemerintah. Untuk pelaksanaan Sea Games 2011, Pertamina UPMS II telah memberikan bantuan Community Relation pada tahun 2011 untuk pemerintah Sumatera Selatan sebesar 20 milyar. Artinya, di luar pelaksanaan PKBL sebagai tanggung jawab sosial, Pertamina UPMS II telah menunaikan posisinya sebagai setengah negara. 8.2 Saran Pelaksanaan PKBL baru berjalan beberapa tahun terakhir, meski sebetulnya konsep tersebut telah dijalankan Pertamina UPMS II sejak awal tahun 2000-an dengan nama Community Development. Selama ini tanggung jawab sosial yang dijalankan Pertamina UPMS II cenderung dipahami sebagai upaya peningkatan kesejahteraan pemangku kepentingan eksternal demi harmonisasi hubungan perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Namun, subjek-subjek inti dalam ISO 26000 yang belum dipenuhi PKBL sesungguhnya telah dilaksanakan oleh Pertamina UPMS II meski tidak dipahami sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan
108
pertimbangan sehingga efektivitas implementasi tanggung jawab sosial dapat ditingkatkan, yaitu: 1. Perbedaan persepsi antara pemerintah setempat dan Pertamina UPMS II mengenai tanggung jawab sosial perusahaan sebaiknya dijembatani melalui sharing pemahaman diantara kedua pihak. Bantuan pihak ketiga yang independen dan memahami tanggung jawab sosial seperti konsultan atau LSM yang khusus bergerak di bidang tanggung jawab sosial dapat menjadi alternatif mediator. 2. Perlu dilakukan pemetaan pemangku kepentingan lebih lanjut agar tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II dapat mengenai sasaran dengan lebih baik. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor pendorong munculnya persepsi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan guna mengungkap lebih jauh kecenderungan perbedaan persepsi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan pada lapisan masyarakat, baik pada lapisan peserta dan non peserta, maupun pada kelompok kategori berdasarkan pekerjaannya. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi mengenai tanggung jawab sosial dan tingkat keberhasilannya pada pemangku kepentingan karyawan outsourcing guna mengungkap lebih jauh mengenai efektivitas implementasi tanggung jawab sosial. 5. Bila merujuk pada ISO 26000 pedoman pelaksanaan Social Responsibility, maka sebaiknya perusahaan mengintegrasikan pemahaman mengenai tanggung jawab sosial pada seluruh fungsi agar kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial tidak dibebankan pada satu fungsi saja dan titik berat sasaran tidak hanya pada pemangku kepentingan eksternal.
109
DAFTAR PUSTAKA
Ali S. 2007. Sambutan Menteri pada Seminar & Pameran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. [Internet]. [diunduh 6 Mei
2010].
Format/Ukuran:
PDF/175KB.
Dapat
diunduh
dari:
http://www.latofienterprise.com/file/pdf/ Sambutan.pdf. Amri M & Wicaksono S. 2008. CSR untuk Penguatan Kohesi Sosial. Indonesia Business Links. Committee Draft ISO 26000 2009. „Draft ISO 26000‟. dalam Jalal 2010. [Internet]. [diunduh 24 Januari 2011]. Format/Ukuran: PDF/268KB. Dapat diunduh dari: http://www.csrindonesia.com/data/articles/20100329054244-a.pdf. DPR RI. 2003. Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010]. Format/Ukuran: PDF/216KB. Dapat diunduh dari: http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU%2019-2003.pdf. DPR RI. 2007. Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 beserta penjelasannya. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia). Fajar M. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi Tentang Penerapan Ketentuan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Multi Nasional, Swasta Nasional dan Badan Usaha Milik Negara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jalal. 2009. Konsep dan Definisi CSR. Disampaikan dalam pelatihan “Let‟s CSR” yang diselenggarakan BEM FEMA IPB pada periode Mei-Juni tahun 2009 Kantor Camat Seberang Ulu II Palembang. (Unpublished). Jawaban Kuesioner Lomba Keberhasilan Camat se-Kota Palembang Periode I Tahun 2009. Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara. 2003. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010]. Format/Ukuran: PDF/1.056KB. Dapat diunduh dari:
http://202.51.31.250/
110
id/files/peraturan/Kepmen/KEPMEN_236%20Thn%202003%20program%20kem itraan%20BUMN%20dengan%20usaha%20kecil%20dan%20program%20bina% 20lingkungan.pdf. Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Negara BUMN. 2007. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. [Internet]. [diunduh 6 Mei 2010]. Format/ukuran: PDF/137KB. Dapat diunduh dari: http://www.bumn.go.id/modules/common/download.php? idBUMN=0000&idModule=REGL&constant=getRegulationDir&filename=1212 555721.pdf. Muhidin SA. 2009. Manajemen. [Internet].
[diunduh 26 Agustus 2010]. Dapat
diunduh dari: http://sambasalim.com/manajemen/konsep-efektivitas-organisasi. html. Nasdian FT. 2003. Modul Pengembangan Masyarakat. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Pemerintah Kota Palembang. 2007. Buku Monografi Kecamatan Seberang Ulu II. Palembang: Kantor Kecamatan Seberang Ulu II. Pertamina. 2006. Pengenalan PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran II Sumbagsel. Palembang: PT. Pertamina (Persero) UPMS II. Pertamina. c2009. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Region II Sumbagsel. Palembang: PT. Pertamina (Persero). Pertamina. 2010. Presentasi Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel dalam Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI. Palembang: PT. Pertamina (Persero) UPMS II. Pertamina. (n.d). Corporate Social Responsibility. [Internet]. [diunduh 22 Mei 2010].
Dapat
diunduh
dari:
http://www.pertamina.com/index.php?option
=com_content&task=view&id=46&Itemid=17&lang=id.
111
Kepolisian Republik Indonesia Wilayah Sumatera Selatan. 2009. Profil kewilayahan Kepolisian Sumatera Selatan. [Internet]. [diunduh 22 Mei 2011]. Dapat diunduh dari: http://sumsel.polri.go.id/ kewilayahan/. Prayitno D. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta: Penerbit Andi. Prayogo D. 2008. Konflik antara Korporasi dengan Komunitas Lokal: Sebuah Kasus Empirik pada Industri Geotermal di Jawa Barat. FISIP UI Press. Radyati MRN. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Indonesia Business Links. Ruslan R. 2008. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press. Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (Editor) 2008. Kecamatan Seberang Ulu II Dalam Angka 2007. Palembang: BPS Kota Palembang. Sitorus MTF. 1998. Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan. Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial. Sobur A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Sukada S et al. 2007. Membumikan Bisnis Berkelanjutan. Indonesia Business Links. Wahyuni ES. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB.
112
LAMPIRAN
113
Lampiran 1. Panduan Pertanyaan
1) Bagaimana komitmen top management terhadap tanggung jawab sosial perusahaan? Apakah kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan pada PT. Pertamina (Persero) mendapat dukungan dari top management? 2) Bagaimana Pertamina UPMS II mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri? Apakah tanggung jawab sosial perusahaan yang telah dilakukan selama ini memberi dampak positif bagi perusahaan? 3) Human Rights (1) Bagaimana sistem perekrutan karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPMS II? Seberapa besar proporsi perekrutan karyawan dari masyarakat lokal di perusahaan ini? (2) Apakah ada pembedaan dalam perekrutan tenaga kerja pria dan wanita? Apakah ada penempatan posisi tertentu yang diutamakan pria dan posisi tertentu yang diutamakan wanita dalam perusahaan? (3) Adakah dispensasi untuk karyawan wanita yang sedang hamil atau melahirkan? (4) Apakah pekerja anak diperbolehkan di perusahaan ini? Mengapa? 4) Adakah hari libur untuk hari besar keagamaan? 5) Apakah ada pembedaan gaji antara karyawan pria dan wanita? Mengapa? 6) Labour Practices (1) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II dalam menjaga keselamatan karyawan dalam bekerja? (2) Apakah Pertamina UPMS II memberikan jaminan atas kesehatan karyawan? Seperti apa bentuk jaminan tersebut? Apakah jaminan itu juga berlaku untuk keluarga karyawan? (3) Apakah Pertamina UPMS II juga memberikan semacam Jaminan Sosial lainnya pada karyawannya? Mengapa? Seperti apa bentuk jaminan tersebut? (4) Seperti apa upaya pengembangan SDM yang dilakukan Pertamina UPMS II terhadap karyawannya? Apakah semua karyawan dapat mengikuti
114
pendidikan/pelatihan pengembangan SDM tersebut, baik pria maupun wanita? (5) Jam kerja karyawan dimulai pada pukul berapa hingga pukul berapa? Adakah tambahan gaji bila karyawan harus bekerja melebihi jam kerja (lembur)? Adakah pemaksaaan lembur pada karyawan? (6) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II dalam menyiapkan karyawan menghadapi masa pensiun? 7) Consumer Issues (1) Bagaimana tanggapan Pertamina UPMS II mengenai isu ledakan tabung gas yang baru-baru ini merebak? Siapakah sebetulnya yang bertanggung jawab atas peristiwa ini? (2) Apakah semua SPBU milik PT. Pertamina (Persero) di wilayah operasi ini telah berlogo “Pasti Pas”? Bagaimana cara Pertamina UPMS II mengontrol SPBU-SPBU berlogo “Pasti Pas” agar benar-benar pas dalam menyalurkan produk ke konsumen? Bagaimana tindakan PT. Pertamina terhadap SPBU yang belum berlogo “Pasti Pas”? (3) Bagaimana tindakan Pertamina UPMS II untuk mencegah terjadinya penimbunan minyak baik pada hari-hari biasa maupun bila menjelang harihari besar? (4) Bagaimana cara Pertamina UPMS II untuk menjaga agar minyak yang sampai ke tangan konsumen bukanlah minyak oplosan? Apakah SPBU milik Pertamina UPMS II semuanya terjamin dari tindakan pengoplosan minyak? Bagaimana cara Pertamina UPMS II mengontrol kualitas minyak yang didistribusikan di SPBU miliknya? (5) Sampai dimanakah sebetulnya Pertamina UPMS II bertanggung jawab pada produknya? Apakah Pertamina UPMS II hanya bertanggung jawab sampai ketika produknya telah berada di tangan konsumen atau hingga ketika produk tersebut dihabiskan dalam proses konsumsi? 8) Environment issues (1) Bagaimana cara perusahaan dalam mengelola limbah yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan tersebut?
115
(2) Adakah keluhan masyarakat yang diterima perusahaan terkait limbah dari operasi perusahaan? Bila ada, bagaimana tindakan PT. Pertamina (Persero) dalam menganggapi keluhan tersebut? Bagaimana tingkat intensitas keluhan tersebut saat ini? Makin bertambah atau berkurang? (3) Bagaimana cara perusahaan untuk mengetahui ada atau tidaknya keluhan masyarakat terkait dampak lingkungan dari operasi perusahaan? Apakah perusahaan dan masyarakat mempunyai wadah sendiri untuk menampung berbagai respon masyarakat ataupun pemangku kepentingan lain selain direksi dan pemegang saham terhadap kehadiran perusahaan? 9) Fair operating practices (1) Bagaimana tanggapan Pertamina UPMS II tentang Petronas yang beroperasi di Indonesia? Adakah langkah antisipatif yang diambil Pertamina UPMS II bila Petronas memperluas wilayah operasinya hingga ke Kota Palembang? (2) Bagaimana sistem promosi jabatan di Pertamina UPMS II? Apakah setiap karyawan memperoleh kesempatan yang sama untuk dipromosikan? Apakah perusahaan mensosialisasikan kriteria promosi jabatan pada seluruh karyawannya? 10) Community Involvement and Development (1) Seperti apa upaya perusahaan dalam mengembangkan masyarakat lokal? 11) Organizational Governance (1) Bagaimana cara perusahaan dalam mengelola dampak yang ditimbulkan oleh keputusan dan aktivitas perusahaan? (2) Perlukah sebetulnya perusahaan memetakan siapa saja pemangku kepentingannya? Mengapa? (3) Dapatkah pemangku kepentingan selain direksi dan pemegang saham perusahaan mengetahui darimana sumber penghasilan perusahaan? Mengapa? Lalu, bila hal itu diperbolehkan, bagaimana caranya? (4) Dapatkah pemangku kepentingan selain direksi dan pemegang saham perusahaan mengetahui kegiatan tanggung jawab sosial apa yang telah, ingin dan akan dilakukan perusahaan, evaluasi kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut serta siapa saja pemangku kepentingan
116
yang telah dipetakan perusahaan dan proses pemetaannya? Mengapa? Lalu, bila hal itu diperbolehkan, bagaimana caranya? (5) Bagaimana tanggapan PT. Pertamina (Persero) UPMS II tentang kewajiban persero membayar pajak sekaligus melakukan CSR?
117
Lampiran 2. Pertanyaan Kuesioner 1. Kuesioner Masyarakat Nomor Responden : Enumerator : Tgl. Pengumpulan Data :
KUESIONER Assalamualaikum wr.wb Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan SU II)”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini. Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih. Hormat saya, Sri Arma Sepriani 1. Nama : 2. Umur : 3. Pekerjaan : Ibu rumah tangga Swasta Wirausaha Pegawai Negeri TNI/Polri Lainnya, .................. A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya! Keterangan: 1 = sangat tidak setuju 3 = setuju 2 = tidak setuju 4 = sangat setuju PERNYATAAN
1.
Perusahaan wajib
menjamin
1 ketersediaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
2.
Perusahaan wajib membayar pajak pada negara.
2
3
4
118
3.
Perusahaan
sebaiknya
membantu
dalam
pembangunan infrastruktur di wilayah operasi perusahaan.
4.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya peningkatan kondisi perekonomian di wilayah operasi dan sekitarnya.
5.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah operasi dan sekitarnya.
6.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi dan sekitarnya.
7.
Perusahaan
sebaiknya
memberikan
sumbangan kepada masyarakat sekitar secara cuma-cuma.
8.
Perusahaan wajib memberikan bantuan pada korban bencana alam di wilayah operasi perusahaan dan sekitarnya.
9.
Sudah
sewajarnya
perusahaan
membantu
masyarakat sebab perusahaan telah mengambil sumber daya alam dari masyarakat setempat.
10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara apapun
asalkan
perusahaan
membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah operasi dan sekitarnya.
11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa untuk
membantu
pendidikan
masyarakat
setempat.
12. Perusahaan sebaiknya memberikan seminar untuk peningkatan softskill masyarakat.
13. Dalam
beroperasi,
perusahaan
mesti
memperhatikan pengolahan limbah agar tidak merusak lingkungan.
14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan
119
modal
dan
masyarakat
pelatihan untuk
yang
dibutuhkan
pengembangan
usaha
masyarakat berkelanjutan.
15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi aturan hukum yang berlaku baik lokal, nasional maupun internasional.
16. Perusahaan konsumen
bertanggung atas
produknya
jawab
pada
sejak
proses
produksi hingga produk selesai dikonsumsi.
17. Perusahaan
harus
menghargai
karyawan
wanita yang sedang hamil.
18. Perusahaan
mesti
menjaga
keselamatan
karyawan dalam bekerja.
B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya! Keterangan: 1 = sangat tidak setuju 3 = setuju 2 = tidak setuju 4 = sangat setuju PERNYATAAN
1
1. Pelatihan dari Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina
UPMS
II
menumbuhkan
jiwa
kewirausahaan saya.
2. Program tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II cukup tanggap terhadap korban bencana alam di Palembang khususnya di wilayah SU II
3. Program tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II telah membantu memperbaiki kondisi sarana
dan
prasarana
umum
di
wilayah
kecamatan SU II.
4. Program tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II tidak membantu upaya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan
2
3
4
120
Seberang Ulu II.
5. Dengan adanya Program Pertamina Sehati, kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil di wilayah Kecamatan SU II meningkat.
6. Program membantu
Tanggung
Jawab
melestarikan
Sosial
lingkungan
turut di
Kecamatan SU II.
7. Dengan adanya Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan sarana ibadah di kecamatan SU II tidak menjadi lebih baik.
8. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II memberikan ruang bagi saya untuk menyampaikan aspirasi saya mengenai apa yang saya butuhkan.
121
2. Kuesioner Pemerintah Nomor Responden : Enumerator : Tgl. Pengumpulan Data :
KUESIONER Assalamualaikum wr.wb Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II di Kecamatan SU II)”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini. Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih. Hormat saya, Sri Arma Sepriani 1. Nama
:
2. Jabatan
:
A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya! Keterangan: 1 = sangat tidak setuju 3 = setuju 2 = tidak setuju 4 = sangat setuju PERNYATAAN
1.
Perusahaan wajib
menjamin
1 ketersediaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
2.
Perusahaan wajib membayar pajak pada negara.
3.
Perusahaan
sebaiknya
membantu
dalam
pembangunan infrastruktur di wilayah operasi perusahaan.
4.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya
2
3
4
122
peningkatan kondisi perekonomian di wilayah operasi dan sekitarnya.
5.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah operasi dan sekitarnya.
6.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi dan sekitarnya.
7.
Perusahaan
sebaiknya
memberikan
sumbangan kepada masyarakat sekitar secara cuma-cuma.
8.
Perusahaan wajib memberikan bantuan pada korban bencana alam di wilayah operasi perusahaan dan sekitarnya.
9.
Sudah
sewajarnya
perusahaan
membantu
masyarakat sebab perusahaan telah mengambil sumber daya alam dari masyarakat setempat.
10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara apapun
asalkan
perusahaan
membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah operasi dan sekitarnya.
11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa untuk
membantu
pendidikan
masyarakat
setempat.
12. Perusahaan sebaiknya memberikan seminar untuk peningkatan softskill masyarakat.
13. Dalam
beroperasi,
perusahaan
mesti
memperhatikan pengolahan limbah agar tidak merusak lingkungan.
14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan modal
dan
masyarakat
pelatihan untuk
yang
dibutuhkan
pengembangan
usaha
masyarakat berkelanjutan.
15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi
123
aturan hukum yang berlaku baik lokal, nasional maupun internasional.
16. Perusahaan konsumen
bertanggung atas
produknya
jawab
pada
sejak
proses
produksi hingga produk selesai dikonsumsi.
17. Perusahaan
harus
menghargai
karyawan
wanita yang sedang hamil.
18. Perusahaan
mesti
menjaga
keselamatan
karyawan dalam bekerja.
B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya! Keterangan: 1 = sangat tidak setuju 3 = setuju 2 = tidak setuju 4 = sangat setuju PERNYATAAN
1.
1
Pelatihan dari Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II menumbuhkan jiwa kewirausahaan saya.
2.
Program tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II cukup tanggap terhadap korban bencana alam di Palembang khususnya di wilayah SU II
3.
Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS
II telah membantu
memperbaiki
kondisi sarana dan prasarana umum di wilayah kecamatan SU II.
4.
Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II tidak membantu upaya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan SU II.
5.
Dengan adanya Program Pertamina Sehati, kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil di wilayah Kecamatan SU II meningkat.
6.
Program
Tanggung
Jawab
Sosial
turut
2
3
4
124
membantu
melestarikan
lingkungan
di
Kecamatan SU II.
7.
Dengan adanya Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan sarana ibadah di kecamatan SU II tidak menjadi lebih baik.
8.
Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II memberikan ruang bagi saya untuk menyampaikan aspirasi saya mengenai apa yang saya butuhkan.
125
3. Kuesioner Karyawan Nomor Responden : Enumerator : Tgl. Pengumpulan Data :
KUESIONER Assalamualaikum wr.wb. Saya adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 2006. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Corporate Social Responsibility Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Program CSR PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran BBM Retail Region II Sumbagsel di Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang)”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini. Adapun jawaban dalam kuesioner ini bukanlah jawaban benar atau salah, tetapi semua jawaban dari bapak/ibu akan menjadi data berharga bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih. Hormat saya, Sri Arma Sepriani 1. Fungsi
:
2. Jabatan
: Penata Asisten Manajer/GM Pengawas Asisten Manajer
A. Persepsi Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya! Keterangan: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = setuju 4 = sangat setuju PERNYATAAN
1.
Perusahaan wajib
1
menjamin
ketersediaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
2.
Perusahaan wajib membayar pajak pada negara.
3.
Perusahaan
seharusnya
membantu
dalam
pembangunan infrastruktur di wilayah operasi
2
3
4
126
perusahaan.
4.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya peningkatan kondisi perekonomian di wilayah operasi dan sekitarnya.
5.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah operasi dan sekitarnya.
6.
Perusahaan wajib membantu dalam upaya peningkatan taraf kesehatan di wilayah operasi dan sekitarnya.
7.
Perusahaan memberikan
mestinya
mengutamakan
bantuan
kepada
keluarga
karyawan.
8.
Perusahaan wajib memberikan bantuan pada korban bencana alam di wilayah operasi perusahaan dan sekitarnya.
9.
Perusahaan mestinya memberikan insentif kepada karyawan
10. Perusahaan dapat beroperasi dengan cara apapun
asalkan
perusahaan
membantu
meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya di wilayah operasi dan sekitarnya.
11. Perusahaan sebaiknya memberikan beasiswa untuk
membantu
pendidikan
keluarga
karyawannya.
12. Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan untuk peningkatan softskill karyawan.
13. Dalam
beroperasi,
perusahaan
mesti
memperhatikan pengolahan limbah agar tidak merusak lingkungan.
14. Perusahaan sebaiknya memberikan bantuan modal
dan
masyarakat
pelatihan untuk
yang
dibutuhkan
pengembangan
masyarakat berkelanjutan.
usaha
127
15. Dalam beroperasi, perusahaan harus mematuhi aturan hukum yang berlaku baik lokal, nasional maupun internasional.
16. Perusahaan konsumen
bertanggung atas
produknya
jawab
pada
sejak
proses
produksi hingga produk selesai dikonsumsi.
17. Perusahaan
harus
menghargai
karyawan
wanita yang sedang hamil.
18. Perusahaan
mesti
menjaga
keselamatan
karyawan dalam bekerja.
B. Tingkat Keberhasilan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Beri tanda checklist (√) pada pernyataan berikut yang sesuai dengan pilihan anda yang menunjukan keadaan yang sebenarnya! Keterangan: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = setuju 4 = sangat setuju PERNYATAAN
1. Program tanggung jawab sosial Pertamina UPMS II cukup tanggap terhadap korban bencana alam di Palembang khususnya di wilayah SU II
2. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II cukupmembantu memperbaiki kondisi sarana dan prasarana umum di wilayah kecamatan SU II.
3. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II cukup membantu upaya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah Kecamatan SU II.
4. Dengan adanya Program Pertamina Sehati, kualitas kesehatan (gizi) balita dan ibu hamil di wilayah Kecamatan SU II meningkat.
5. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II turut membantu melestarikan lingkungan di Kecamatan SU II.
1
2
3
4
128
6. Dengan adanya Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II, pembangunan sarana ibadah di kecamatan SU II menjadi lebih baik.
7. Program Tanggung Jawab Sosial Pertamina UPMS II memberikan ruang bagi pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal untuk menyampaikan aspirasi mereka mengenai apa yang mereka butuhkan.
129
Lampiran 3. Dokumentasi
Tampak depan UPMS II
gedung
Pertamina Pelaksanaan Program Pertamina Sehati di Kelurahan Tangga Takat
Program Bright with Pertamina di Patra Pakta Integritas Pertamina Ogan, Pertamina Refinery Unit III
Kantor lurah 11 Ulu
Kantor lurah 12 Ulu
130
Kantor lurah 13 Ulu
Kantor lurah 14 Ulu
Kantor lurah Tangga Takat
Kantor lurah 16 Ulu
Kantor lurah Sentosa
Tampak depan gedung kantor sementara Kecamatan Seberang Ulu II
131
Lampiran 4. Peta Kecamatan Seberang Ulu II
132
Lampiran 5. Struktur Organisasi Pemerintahan Kecamatan Seberang Ulu II
CAMAT Heri A. Rasuan, S.H.
NIP. 196504051989031015
SEKCAM M. Ichsanul A, S.Sos, M.Si
NIP. 196911271990091001
KASUBAG Perencanaan dan Keuangan
Pejabat Teknis
Kasi Pemerintahan
Lurah 11 Ulu
Kasi Tramtib
Lurah 12 Ulu
Lurah 13 Ulu
Kasi PMK
Lurah 14 Ulu
Lurah Tangga Takat
Kasi Kesos
Lurah 16 Ulu
KASUBAG Umum dan Kepegawaian
Kasi Pelayanan Umum
Lurah Sentosa
133
Lampiran 6. Kerangka Sampel Teknik penarikan sampel menggunakan stratified random sampling. 1. Populasi Pemerintah Seberang Ulu II Kriteria stratifikasi adalah kedudukan dalam pemerintahan sehingga diperoleh dua lapisan, yaitu pimpinan dan staf. Pemerintah lapisan pimpinan ditujukan untuk Camat dan tujuh Lurah di kecamatan SU II. Oleh karena jumlah atasan hanya delapan orang atau kurang dari 30 orang, maka kedelapan pemerintah lapisan pimpinan ini menjadi responden penelitian. Sedangkan pemerintah lapisan staf adalah keseluruhan staf pemerintahan di kantor camat dan tujuh kantor lurah. Jumlah staf di delapan kantor ini tanpa camat dan lurahlurahnya adalah 67 orang. Jumlah responden pemerintah bawahan adalah sebagai berikut: 𝑛 =
𝑁 1 + 𝑁. 𝑒 2 67
= 1+ 67 .
(10%)2
= 40,12 = 41 Jadi, jumlah sampel untuk pemerintah lapisan staf adalah 50 responden 2. Karyawan Kantor Unit Pertamina UPMS II Pada karyawan, kriteria yang digunakan adalah pengambil keputusan mengenai PKBL dalam perusahaan. Jadi, untuk pengambil keputusan, yang menjadi responden hanya Asisten Manajer External Relation. Sedangkan untuk karyawan non pengambil keputusan diperoleh sampel sebagai berikut: 𝑛 =
𝑁 1+𝑁.𝑒 2 100
= 1+ 100 .
(10%)2
= 50 Jadi, jumlah sampel untuk karyawan non pengambil keputusan Pertamina UPMS II adalah 50 responden 3. Masyarakat Seberang Ulu II Kriteria yang digunakan pada populasi masyarakat kecamatan Seberang Ulu II adalah berdasarkan mengikuti atau tidaknya program PKBL yang
134
dilaksanakan Pertamina UPMS II. PKBL Pertamina UPMS II yang dilakukan di Kecamatan Seberang Ul II adalah Program Pertamina Sehati. Jumlah peserta Pertamina Sehati yang dilangsungkan di Puskesmas Induk pada tanggal 2 November 2010 tersebut sebanyak 41 ibu hamil dan balita. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, hanya 41 orang yang menjadi populasi responden masyarakat peserta kegiatan PKBL. Populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL dalam penelitian ini diasumsikan sebagai anggota masyarakat yang tidak mengikuti Program Pertamina Sehati. Oleh karena itu, jumlah populasi masyarakat yang tidak mengikuti PKBL adalah jumlah total penduduk kecamatan SU II dikurangi jumlah peserta Pertamina Sehati, yaitu 91.002 jiwa. a. Masyarakat yang mengikuti program Pertamina Sehati 𝑁
𝑛 = 1+𝑁.𝑒 2 41
= 1+ 41 .
(10%)2
= 29,07 = 30 Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang menjadi peserta program adalah 30 responden. b. Masyarakat yang tidak mengikuti program Pertamina Sehati 𝑁
𝑛 = 1+𝑁.𝑒 2 91002
= 1+ 91002 .
(10%)2
= 99,89 = 100 Jadi, jumlah sampel untuk masyarakat Kecamatan SU II yang tidak mengikuti program adalah 100 responden.
135
Lampiran 7. Hasil Olah Data 1. Persepsi PersepsiPemangkuKepentingan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Corporate Citizenship
69
30.0
30.0
30.0
Corporate Philantrophy
65
28.3
28.3
58.3
Corp. Social Responsibility
96
41.7
41.7
100.0
230
100.0
100.0
Total
PersepsiPemerintah Cumulative Frequency Valid
Corporate Citizenship
Percent
Valid Percent
Percent
33
67.3
67.3
67.3
6
12.2
12.2
79.6
Corp. Social Responsibility
10
20.4
20.4
100.0
Total
49
100.0
100.0
Corporate Philantrophy
PersepsiMasyarakat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Corporate Citizenship
34
26.2
26.2
26.2
Corporate Philantrophy
43
33.1
33.1
59.2
Corp. Social Responsibility
53
40.8
40.8
100.0
130
100.0
100.0
Total
PersepsiKaryawan Cumulative Frequency Valid
Corporate Citizenship
Percent
Valid Percent
Percent
2
3.9
3.9
3.9
Corporate Philantrophy
16
31.4
31.4
35.3
Corp. Social Responsibility
33
64.7
64.7
100.0
Total
51
100.0
100.0
PersepsiPemerintahLapisanPimpinan Cumulative Frequency Valid Corporate Citizenship
8
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Percent 100.0
136
PersepsiPemerintahLapisanStaf Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
25
61.0
61.0
61.0
6
14.6
14.6
75.6
Corp. Social Responsibility
10
24.4
24.4
100.0
Total
41
100.0
100.0
Corporate Citizenship Corporate Philantrophy
PersepsiMasyarakatPeserta Cumulative Frequency Valid
Corporate Citizenship
Percent
Valid Percent
Percent
5
16.7
16.7
16.7
Corporate Philantrophy
25
83.3
83.3
100.0
Total
30
100.0
100.0
PersepsiMasyarakatNonpeserta Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Corporate Citizenship
29
29.0
29.0
29.0
Corporate Philantrophy
18
18.0
18.0
47.0
Corp. Social Responsibility
53
53.0
53.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
PersepsiIbuRumahTanggaPeserta Cumulative Frequency Valid
Corporate Citizenship
Percent
Valid Percent
Percent
5
16.7
16.7
16.7
Corporate Philantrophy
25
83.3
83.3
100.0
Total
30
100.0
100.0
137
PersepsiIbuRumahTanggaNonPeserta Cumulative Frequency Valid
Corporate Citizenship
Percent
Valid Percent
Percent
17
54.8
54.8
54.8
Corporate Philantrophy
7
22.6
22.6
77.4
Corp. Social Responsibility
7
22.6
22.6
100.0
31
100.0
100.0
Total
PersepsiWirausaha Cumulative Frequency Valid
Percent
4
Corporate Philantrophy
Valid Percent
100.0
Percent
100.0
100.0
PersepsiSwasta Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Corporate Citizenship
6
26.1
26.1
26.1
Corporate Philantrophy
4
17.4
17.4
43.5
Corp. Social Responsibility
13
56.5
56.5
100.0
Total
23
100.0
100.0
PNS Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Corporate Citizenship
7
21.2
21.2
21.2
Corporate Philantrophy
2
6.1
6.1
27.3
Corp. Social Responsibility
24
72.7
72.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
PersepsiLainnya Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
9 100.0 Corp. Social Responsibility PersepsiKaryawanPengambilKeputusan
Percent
100.0
100.0
Cumulative Frequency Valid
Corp. Social Responsibility
1
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Percent 100.0
138
PersepsiKaryawanNonPengambilKeputusan Cumulative Frequency Valid
Corporate Citizenship
Percent
Valid Percent
Percent
2
4.0
4.0
4.0
Corporate Philantrophy
16
32.0
32.0
36.0
Corp. Social Responsibility
32
64.0
64.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
2. Tabulasi silang Case Processing Summary Cases Valid N PersepsiPemangkuKepentingan * TingkatKeberhasilan
Missing
Percent
230 100.0%
N
Percent 0
Total N
Percent
.0% 230 100.0%
PersepsiPemangkuKepentingan * TingkatKeberhasilan Crosstabulation Count TingkatKeberhasilan Rendah PersepsiPemangkuKepentingan
Total
Tinggi
Total
Corporate Citizenship
57
12
69
Corporate Philantrophy
18
47
65
Corp. Social Responsibility
64
32
96
139
91
230
139
3. Uji Kruskal-Wallis H Ranks PersepsiPemangkuKepentingan TingkatKeberhasilan
N
Mean Rank
Corporate Citizenship
69
90.00
Corporate Philantrophy
65
153.15
Corp. Social Responsibility
96
108.33
Total
230
Test Statisticsa,b TingkatKeberhasilan Chi-Square
44.696
df
2
Asymp. Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: PersepsiPemangkuKepentingan
4. Uji Korelasi Spearman‟s Rho Correlations x1 Spearman's rho
x3
y
1.000
-.080
-.592**
.233*
.
.428
.000
.020
100
100
100
100
-.080
1.000
-.390**
.139
.428
.
.000
.167
100
100
100
100
-.592**
-.390**
1.000
-.293**
.000
.000
.
.003
100
100
100
100
.233*
.139
-.293**
1.000
Sig. (2-tailed)
.020
.167
.003
.
N
100
100
100
100
Correlation Coefficient x1 Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient x2 Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient x3 Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient y
x2
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).