PE ERSEPSI MASYARAK M KAT PERK KOTAAN T TERHADAP P HAM MA PERMU UKIMAN S SERTA PEN NGUJIAN PERANGK P KAP DAN PESTISIDA UNTUK U ME ENGENDAL LIKAN TIK KUS DAN KECOA K
FAIIRUZ NAF FIS
SE EKOLAH H PASCA SARJANA S A INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Persepsi Masyarakat Perkotaan terhadap Hama Permukiman serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009 Fairuz Nafis NRP. A351070101
ABSTRACT
FAIRUZ NAFIS. Perception of urban society on urban pest, trap test and use of pesticide to control rats and cockroach. Supervised by DADANG and SWASTIKO PRIYAMBODO. Urban pests are one of major problems faced by the society. Various types of pests like rats, mosquitoes, cockroaches, termites, flies, etc, can be found in various parts of our houses, apartments, offices, as well as factory. But, very few people take measures to control the above mentioned pests. Various problems caused by the presence of these urban pests include emergence of various diseases and destruction of aesthetics (beauty). According to the society, pests that are often cause problem are mosquitoes, cockroaches, termites, flies. These are caused by food remains, wastes, dirty environment, dirty water channels. Availability of excess food as well as dirty environment also increases development of pests population. Various control actions have already been carried out includly; environment sanitation, physical control, by direct killing of the pests or chasing them away. Once the pests population has caused restless and endangered people in the house then rises the need to use pesticide, but use of pesticide must be in accordance to the safety rules. On testing the two types of rat traps (conventional trap and modified trap) and two types of rodenticides (brodifacoum and bromadiolon) for rats, as well as testing cockroach traps with two different types of baits (strawberry jam and peanut jam) and insecticide in block form. It was found out that the most effective trap to trap rats was the modified trap, while poison preffered by rats was the poison with active ingredient bromadiolon. On cockroach, the baits that best attracts cockroach was strawberry jam. Keyword: urban pest, trap, poison bait.
RINGKASAN
FAIRUZ NAFIS. Persepsi Masyarakat Perkotaan terhadap Hama Permukiman serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa. Dibimbing oleh DADANG dan SWASTIKO PRIYAMBODO. Hama permukiman atau urban pest merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi masyarakat. Berbagai jenis hama seperti tikus, nyamuk, kecoa, rayap, lalat dan sebagainya, bisa dijumpai di sebagian besar gedung perumahan, apartemen, perkantoran, maupun pabrik. Namun, masih sedikit orang yang peduli untuk mengendalikan hama tersebut. Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan dengan kehadiran hama permukiman, diantaranya timbulnya berbagai penyakit dan merusak estetika. Hama permukiman tidak saja menjadi ancaman warga yang tinggal di perumahan, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi pengusaha makanan karena bisa menjadi sumber penyakit. Perbedaan status sosial, tingkat pendidikan, budaya, dan lain-lain secara tidak langsung berpengaruh terhadap jenis hama yang dikendalikan oleh masyarakat. Oleh karena itu, kehadiran suatu organisme di dalam rumah dapat diartikan berbeda-beda. Sebagian orang tidak merasa terganggu dengan hadirnya hama-hama permukiman di rumah dalam jumlah tertentu, tetapi ada sebagian orang lain yang sama sekali tidak mempunyai toleransi terhadap hadirnya hama-hama tersebut di dalam rumahnya (zero tolerance). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat dan tindakan yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi permasalahan hama permukiman. Penelitian ini dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit wilayah Jakarta Utara, Depok, dan Bogor yang dibagi dalam tiga kelompok, yaitu mewah, sedang, dan kumuh untuk perumahan dan tipe A, B, dan c untuk restoran dan rumah sakit. Sampel untuk tiap kategori perumahan masing-masing 20 responden, restoran 5 responden, dan rumah sakit 1 responden. Menurut masyarakat, hama yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, dan lalat dan beberapa penyebab timbulnya hama diantaranya makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan selokan Ketersediaan makanan yang berlimpah serta kondisi lingkungan yang tidak sehat juga mendukung perkembangan populasi hama. Berbagai tindakan pengendalian telah dilakukan diantaranya dengan sanitasi lingkungan, pengendalian secara fisik-mekanis dengan cara membunuh hama secara langsung, atau melakukan pengusiran. Sebagian masyarakat masih melakukan tradisi kerja bakti atau gotong royong untuk mengendalikan hama dengan cara gropyokan. Tetapi, untuk masyarakat dengan aktivitas yang padat tidak dapat melakukan kegiatan tersebut. Hal ini terkait dengan kondisi sosial di masyarakat tersebut. Jika populasi hama sudah cukup meresahkan dan membahayakan bagi penghuni rumah perlu dilakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida, tetapi dalam penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang dianjurkan. Selain survei, pada penelitian ini juga dilakukan pengujian dua jenis perangkap tikus (perangkap konvensional dan modifikasi) dan dua jenis rodentisida (brodifacoum dan bromadiolon) untuk tikus, serta pengujian perangkap kecoa dengan dua jenis umpan yang berbeda (selai stroberi dan selai
iv
kacang) dan insektisida dalam bentuk blok. Pemasangan perangkap tikus dilakukan selama tiga kali pemasangan dengan selang antar pemasangan satu hari, sedangkan untuk kecoa dipasang selama 24 jam. Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 17.30 - 05.30 keesokan harinya. Setelah dilakukan pengujian perangkap tikus dan rodentisida diketahui bahwa tikus yang banyak tertangkap di perumahan adalah jenis tikus riul/tikus got (Rattus norvegicus), sedangkan jenis tikus yang banyak terdapat di rumah sakit adalah tikus rumah (Rattus rattus diardii). Untuk racun tikus yang banyak dikonsumsi oleh tikus adalah racun tikus yang berbahan aktif bromadiolon bila dibandingkan dengan brodifacoum. Hal ini terlihat dari tingginya rata-rata konsumsi racun tikus di perumahan dan pengujian di laboratorium. Di rumah sakit lebih tinggi tingkat konsumsi racun tikus yang berbahan aktif brodifacoum, tetapi pada pengamatan di lapangan tidak terlihat tanda-tanda racun tersebut karena racun habis tidak ada sisa atau serpihan, kemungkinan racun tersebut di bawa oleh tikus ke dalam sarangnya tetapi tidak untuk dimakan. Jenis perangkap tikus yang efektif adalah perangkap modifikasi karena mampu memerangkap tikus dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada pengujian perangkap kecoa, umpan yang dapat menarik kecoa adalah selai stroberi dibandingkan selai kacang karena selai stroberi memiliki tekstur yang lembek, kadar air yang tinggi, dan aroma yang lebih menarik bagi kecoa. Jumlah kecoa yang terperangkap sangat sedikit. Hal ini kemungkinan disebabkan kurang sempurnanya perangkap sehingga kecoa setelah masuk bisa keluar lagi, banyaknya makanan yang lebih menarik di sekitarnya, dan gangguan oleh tikus yang merusak perangkap. Kata kunci: hama permukiman, perangkap, umpan beracun.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyatakan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERSEPSI MASYARAKAT PERKOTAAN TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGUJIAN PERANGKAP DAN PESTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN TIKUS DAN KECOA
FAIRUZ NAFIS
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi Departemen Proteksi Tanaman
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
: Persepsi Masyarakat Perkotaan Terhadap Hama Permukiman Serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa Nama : Fairuz Nafis NRP : A351070101 Program Studi : Entomologi
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Entomologi
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Pudjianto, M.Si
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Entomologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah dan Ibu yang tidak pernah berhenti berdo’a dan memberikan semangat serta dukungan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Dadang, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis. 3. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap,MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan untuk tesis ini. 4. Ir. Titik Siti Yuliani, SU yang telah memberikan banyak masukan, arahan dan semangat kepada penulis. 5. PT. Syngenta Indonesia yang telah memberikan bantuan finansial bagi penelitian ini. 6. Nenek, Tante, serta Kakakku yang telah memberikan semangat kepada penulis. 7. Pak Soban, Patmi, Pringgo, Wanto, Halidya, Johan, Eneng, Nendi, dan Zizah yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian. 8. Ikhsanudin atas bantuan, perhatian, dan motivasinya kepada penulis. 9. Sahabat-sahabatku tercinta Mbak Atin, Mbak Lindung, Mbak Wilna, Mbak Lidya, Mbak Ani, Pak Hendrival, Pak Nuriadi, Pak Yudi serta seluruh keluarga Entomologi 2007 atas semua bantuan dan perhatiannya. 10. Mbak Uci, Mbak Poe, Mbak Ajeng, Ine, Wulan, Uci, Ica, Ajeng, Nty, Ninon, Mbak Sat, Shafa dan semua anak Maharlika terimakasih atas semangat dan dukungan kalian. 11. Abah, Mamak, Pak Guru dan Bu Guru yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. 12. Seluruh warga perumahan di Bogor, Depok, dan Jakarta Utara serta semua pihak yang telah bekerja sama membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan dunia pendidikan dalam bidang ilmu pengetahuan. Saran dan kritik sangat diharapkan dalam rangka perbaikan tesis ini.
Bogor, Agustus 2009 Fairuz Nafis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 25 Oktober 1985. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari Bapak Mahsuni dan Ibu Izzun Nadlah. Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Semarang pada tahun 2003 dan diterima di IPB pada Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun yang sama. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi yaitu sebagai Sie Humas DKM An-Naml 2004-2005, Biro Pengembangan Organisasi Badan Perwakilan Angkatan Departemen Proteksi Tanaman 2005-2006, dan Biro Pengembangan Organisasi Badan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia (HMPTI) 2006-2008. Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Vertebrata Hama (2006), Dasar – Dasar Proteksi Tanaman (2007), dan Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar (2007). Penulis berhasil memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2007 dan melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Entomologi pada tahun yang sama.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi PENDAHULUAN ........................................................................................ Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat penelitian ...................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Hama Permukiman .................................................................................. Tikus Rumah (R. rattus).......................................................................... Tikus Riul (R. norvegicus) ...................................................................... Cecurut (Suncus murinus) ....................................................................... Kecoa ...................................................................................................... Nyamuk ................................................................................................... Lalat Rumah (Musca domestica) ............................................................ Pestisida .................................................................................................. Brodifakum ............................................................................................. Bromadiolon............................................................................................
4 5 7 8 9 11 13 14 16 17
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat .................................................................................. Metode ............................................................................................ Survei ....................................................................................... Kuisioner .................................................................................. Analisis Hasil Survei ................................................................ Perangkap ................................................................................. Pemasangan Perangkap ............................................................ Analisis Hasil Pengamatan.......................................................
18 18 18 18 18 19 19 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Survei ............................................................................................ Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan .................................. Jenis Hama yang Umum Terdapat di Perumahan ...................... Jenis Hama yang Umum Dikendalikan ...................................... Lokasi yang Umum Dijadikan Sarang Hama............................. Kriteria Penyebab Munculnya Hama ......................................... Formulasi Pestisida yang Sering Digunakan.............................. Sumber Informasi Jenis Pestisida yang dapat Digunakan oleh Masyarakat ................................................................................. Waktu Aplikasi Pestisida ........................................................... Kesesuaian Penggunaan Pestisida dengan Aturan Pakai ........... Jenis Perangkap Tikus yang Biasa Digunakan oleh Masyarakat Tindakan Alternatif yang Dilakukan Masyarakat
21 21 22 23 24 27 28 30 31 32 33
untuk Mengendalikan Hama Permukiman ................................. Tempat Penyimpanan Pestisida oleh Masyarakat ...................... Jumlah Biaya yang Dikeluarkan untuk Mengendalikan Hama Permukiman ..................................................................... Survei Rumah Sakit Wilayah Bogor dan Jakarta Utara ............. Restoran Wilayah Bogor ............................................................ Pengujian Perangkap dan Pestisida ......................................................... Pengujian Perangkap Tikus di Wilayah Bogor dan Jakarta Utara Pengujian Perangkap Kecoa di Wilayah Bogor ......................... Pengujian Rodentisida di Perumahan Wilayah Bogor ............... Perlakuan Perangkap Tikus dan Rodentisida di Rumah Sakit Daerah Bogor ............................................................................. Pengujian Rodentisida di Laboratorium..................................... Pembahasan Hasil Survei Hama Permukiman di Perumahan ......................... Hasil Survei Hama Permukiman di Rumah Sakit ...................... Hasil Survei Hama Permukiman di Restoran Wilayah Bogor ... Hasil Perlakuan Perangkap dan Racun Tikus di Perumahan Wilayah Bogor dan Jakarta Utara .............................................. Hasil Pemasangan Perangkap Kecoa dan Insektisida di Perumahan Wilayah Bogor dan Jakarta Utara serta Rumah Sakit di Bogor ............................................................................ Hasil Pemasangan Perangkap dan Racun Tikus di Rumah Sakit Wilayah Bogor .................................................................. Hasil Pengujian Rodentisida di Laboratorium ...........................
35 37 39 40 42 43 44 47 48 48 51 51 58 60 61
64 65 65
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
68
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Tikus Rumah (R. rattus).......................................................................... 5 2. Tikus Riul (R. norvegicus) ......................................................................
7
3. Kecoa Amerika (Periplaneta americana) ...............................................
9
4. Nyamuk Famili Culicidae .......................................................................
11
5. Lalat Rumah (Musca domestica) ............................................................
13
6. (a) Perangkap konvensional, (b) Perangkap modifikasi .........................
19
7. Jenis hama yang terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ........................................................................................
22
8. Jenis hama yang umum terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara .......................................................................
23
9. Jenis hama yang umum dikendalikan di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara .......................................................................
24
10. Lokasi yang umum dijadikan sarang hama di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara .......................................................
25
11. Kriteria penyebab timbulnya hama di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara .......................................................................
27
12. Formulasi pestisida yang biasa digunakan oleh masyarakat di a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara .......................................................................
29
13. Sumber informasi masyarakat mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ....................................................................... 30 14. Waktu aplikasi pestisida yang biasa dilakukan oleh masyarakat di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ..........................................
31
15. Kesesuaian penggunaan pestisida oleh masyarakat dengan aturan pakai yang dianjurkan di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara .
33
16. Jenis perangkap tikus yang biasa digunakan oleh masyarakat di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ..........................................
34
17. Tindakan alternatif yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ........................................................................................
36
18. Tempat penyimpanan pestisida oleh masyarakat di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ......................................................................
38
19. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara.......
39
20. 20.Jenis hama di restoran wilayah Bogor ...............................................
42
21. Tindakan pengendalian yang dilakukan oleh restoran di wilayah Bogor
43
22. Jenis tikus yang terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ........................................................................................
44
23. Keefektifan dua jenis perangkap tikus di perumahan wilayah a. Bogor, b. Jakarta Utara........................................................................................
45
24. Lokasi pemasangan perangkap tikus di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara .......................................................................
46
25. Hasil pemasangan perangkap dan insektisida untuk kecoa di perumahan wilayah Bogor ......................................................................
47
26. Hasil analisis ragam untuk tingkat konsumsi racun tikus selama tiga hari di perumahan wilayah Bogor ...........................................................
48
27. Jenis tikus yang terperangkap di rumah sakit wilayah Bogor .................
49
28. Jenis perangkap hasil pemasangan perangkap di rumah sakit wilayah Bogor .......................................................................................................
49
29. Lokasi pemasangan perangkap di rumah sakit wilayah Bogor ...............
50
30. Konsumsi dua jenis racun tikus selama tiga hari di rumah sakit tipe B wilayah Bogor .........................................................................................
50
31. Hasil pemasangan perangkap tikus a. Perangkap konvensional, b. Perangkap modifikasi ..........................................................................
64
PENDAHULUAN
Latar Belakang Hama permukiman (urban pest) merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi masyarakat. Secara umum, hama permukiman dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: serangga dan tikus. Berbagai jenis hama seperti tikus, nyamuk, kecoa, rayap, lalat, dan sebagainya, bisa dijumpai di sebagian besar gedung perumahan, apartemen, perkantoran, maupun pabrik. Bila musim hujan tiba, keberadaan dan populasi hama tersebut jumlahnya semakin tinggi, namun masih sedikit orang yang peduli untuk mengendalikan hama tersebut. Ketika menjumpai nyamuk di rumah misalnya, umumnya pemilik rumah hanya membasmi dengan obat anti nyamuk cair ataupun bakar, yang sebenarnya hanya bersifat sementara. Epidemi demam berdarah yang kini melanda dan mengancam warga di berbagai wilayah Indonesia, adalah sebuah contoh masih lemahnya pengendalian hama lingkungan (Darandono 2004). Kehadiran organisme pengganggu seperti nyamuk, tikus, kecoa, rayap, dan lalat mulai dirasakan menimbulkan masalah bila populasinya telah melampaui batas dan menimbulkan problematika kesehatan serta aspek kesehatan lingkungan, berbagai kerugian ekonomi dapat ditimbulkan, demikian pula berbagai penyakit tanaman, hewan ataupun manusia dapat ditularkan oleh hama tersebut, antara lain dengan timbulnya berbagai macam penyakit seperti typhus, cholera, pes, malaria, dan demam berdarah yang dibawa oleh hama-hama tersebut. Tindakan antisipatif untuk menekan akibat langsung ataupun tidak langsung perlu diupayakan agar tidak menimbulkan banyak kerugian (Anonim 2007).
Banyaknya perumahan
yang dibangun di atas lahan bekas rawa-rawa berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan hama permukiman seperti tikus. Oleh karena itu, sudah sepatutnya dicarikan solusi mengenai pencegahan hama-hama tersebut di permukiman (Ahmad 2003). Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan akibat kehadiran hama permukiman, diantaranya timbulnya berbagai penyakit dan merusak estetika. Beberapa penyakit yang ditimbulkan karena kehadiran tikus dan hama
2
permukiman yang lain diantaranya plague, murine typus, salmonellosis, rat-bite fever, leptospirosis, diare, thypoid, demam, dan kolera (Anonim 2007). Adanya perbedaan tingkatan ekonomi masyarakat, sedikit banyak berpengaruh terhadap tindakan masyarakat dalam mengatasi hama permukiman. Beberapa masyarakat ekonomi menengah ke atas banyak yang menggunakan jasa pembasmi hama (pest control). Selain itu, perumahan, apartemen, pertokoan, perkantoran, dan pergudangan juga sering menggunakan jasa pest control (Darandono 2004). Permasalahan hama permukiman timbul tergantung dari tingkat bahaya, kerugian atau gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh hama tersebut, tingkat populasi hama di lingkungan perumahan, dan tingkat toleransi pemukim terhadap keberadaan hama di lingkungannya (Sigit 2006). Menurut Sigit (2003) masyarakat di permukiman dapat mencegah timbulnya masalah hama yang mengganggu penghuninya, dengan cara menjaga dan mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak kondusif bagi keberadaan hama, selain itu peniadaan tempat-tempat yang dapat menjadi habitat dan persembunyian serta pengelolaan limbah yang tertib dan teratur merupakan cara-cara yang pada dasarnya dapat dilaksanakan secara individual atau kolektif. Namun, pada kenyataannya kebanyakan dari masyarakat lebih memilih sikap dan akan bertindak ketika terjadi masalah. Sikap tersebut dilandasi kenyataan bahwa sarana antihama mudah diperoleh di pasaran, atau dapat menggunakan jasa pengendalian hama yang dewasa ini mulai banyak beroperasi. Penggunaan pestisida baik oleh kalangan individu permukiman atau para pengusaha pengendalian hama dapat menimbulkan resiko. Resiko itu diantaranya kemungkinan bahaya keracunan langsung, pencemaran lingkungan yang berakibat keracunan kronis, serta timbulnya galur-galur hama resisten (Sigit 2003). Sementara itu, pihak operator pengendalian hama mencoba mengatasinya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan, sedangkan pada tingkat pemerintahan sebagai pembina, melakukan penertiban regulator dan pengawas dengan peraturan perundangan (Sigit 2003). Masalah hama di lingkungan perumahan sebenarnya merupakan akibat dari ulah manusia sendiri yang menyediakan tempat untuk berkembangbiak,
3
mencari makan, dan tempat berlindung bagi hama-hama permukiman.
Cara
pengendalian yang tepat adalah dengan menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan agar tidak menjadi sarang bagi hama (Sigit 2006).
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kehadiran dan pengendalian hama permukiman yang banyak merugikan masyarakat serta mengetahui peranan perangkap, pestisida serta pest control di masyarakat dalam mengendalikan hama permukiman.
Manfaat Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan agar tidak menjadi sarang bagi hama-hama permukiman serta mengetahui jenisjenis hama permukiman yang merugikan masyarakat dan cara-cara pengendalian yang efektif.
TINJAUAN PUSTAKA
Hama Permukiman (urban pest) Hama permukiman (urban pest) adalah suatu organisme yang pada suatu tempat (permukiman) dan waktu, tidak dikehendaki karena secara langsung dapat mengancam kesehatan, harta-benda atau hanya sekedar gangguan kenyamanan atau estetika (Chalidraputra 2007). Kenyataan tersebut menyebabkan perlunya strategi atau taktik khusus menghadapi hama, dengan tetap memperhatikan tujuan utama dari pengendalian yaitu bukan untuk memusnahkan jenis-jenis hama yang hadir, tetapi menjaga keseimbangan ekologi sehingga interaksi antar komponen lingkungan mampu menghasilkan kestabilan kondisi internal.
Filosofi
pengendalian hama saat ini bukan lagi bertujuan untuk membersihkan atau memusnahkan
organisme
"pengganggu",
melainkan
melakukan
usaha
pengendalian yang harmonis dengan kehidupan ekologis lingkungan, tanpa harus mengalami kerugian secara ekonomi (Martono 2003), konsep tersebut berlaku untuk bidang pertanian tetapi untuk konsep hama permukiman sulit untuk diterapkan. Beberapa jenis hama permukiman diantaranya kecoa, lalat, nyamuk, dan tikus yang telah menyebar luas dan banyak dijumpai di daerah tropis sebagai hama pembawa berbagai penyakit pada manusia.
Jenis hama ini sangat
menyenangi lingkungan hidup manusia terutama yang mempunyai kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memadai (Anonim 2007). Akibat yang ditimbulkan oleh hama permukiman mulai dirasakan khususnya pada tempat-tempat yang mengutamakan kebersihan lingkungan sebagai syarat utama sanitasi, antara lain pabrik, restoran, plaza, hotel, industriindustri makanan, rumah sakit, sanatorium, pusat perbelanjaan/swalayan, dan sebagainya. Apabila kondisi yang mengutamakan kebersihan ini tidak dikelola dengan baik, kemungkinan dapat menyebabkan munculnya hama sehingga mengganggu produktivitas kerja (Anonim 2007). Kecoa, lalat, dan tikus lebih menyenangi ruangan atau suasana yang statis, dengan perubahan suasana ruangan/kamar secara periodik akan membuat hama
5
tersebut menjadi tidak menyukai tempat tersebut sehingga akan mengurangi pertumbuhan populasi. Upaya pengendalian hama serangga, tikus, dan rayap baik di lingkungan perumahan (residential) maupun komersial (commercial), seperti kantor, gedung bertingkat, rumah sakit, restoran, swalayan, museum, hotel, maupun lingkungan industri telah dilakukan dalam beberapa tahun.
Pengendalian hama yang
dilakukan selama ini lebih banyak mengandalkan penggunaan senyawa kimia sintetik saja dan sangat jarang dilakukan secara komprehensif (Anonim 2007). Hama tikus atau serangga bagi industri makanan berskala besar tidak menjadi persoalan besar, karena mereka mampu menyewa jasa pemberantas hama meskipun dengan biaya yang relatif mahal. Namun, bagi pengusaha berskala menengah ke bawah sebaliknya.
Tikus Rumah (Rattus rattus) Tikus rumah (Rattus rattus) adalah hewan pengerat yang mudah dijumpai di rumah-rumah.
Tikus mempunyai ekor yang panjang dan mempunyai
kepandaian memanjat serta melompat. Hewan ini berasal dari Asia yang termasuk subsuku Murinae, kemudian menyebar ke Eropa melalui perdagangan sejak awal penanggalan modern dan menyebar secara luas pada abad ke-6 ke seluruh penjuru dunia. Tikus rumah pada masa sekarang cenderung menyebar ke daerah yang lebih hangat karena di daerah dingin kalah bersaing dengan tikus got (Anonim 2008).
Sumber: www.naturfoto.cz
Gambar 1 Tikus rumah (Rattus rattus)
6
Klasifikasi tikus rumah Kingdom : Animalia Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus rattus
Sumber: Anonim 2008 Tikus rumah tidak dapat berenang dibandingkan dengan tikus got, tetapi gerakan tikus rumah lebih gesit dan mampu memanjat dengan baik. Warna badan biasanya hitam atau coklat terang, meskipun sekarang sudah dapat dibiakkan dengan warna putih atau loreng. Ukuran kepala dan badan 150 sampai 200 mm dengan panjang ekor 200 mm (Anonim 2008). Tikus rumah bersifat nokturnal dan pemakan segala (omnivora), namun lebih menyukai biji-bijian (serealia) seperti jagung, padi, dan gandum (Priyambodo 2003). Hewan betina mampu bereproduksi tanpa memperhatikan musim dan menghasilkan anak 3 sampai 10 ekor per kelahiran.
Umurnya mencapai 2-3 tahun dan menyukai hidup
berkelompok (Anonim 2008). Tikus rumah termasuk dalam hewan arboreal yang mempunyai ciri yaitu ekor yang panjang dan terdapat tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar. Selain tikus rumah, jenis tikus lain yang termasuk dalam hewan arboreal antara lain tikus pohon, tikus ladang, dan mencit rumah.
Salah satu cara untuk
mendeteksi kehadiran tikus rumah dapat dilihat dari fesesnya, tikus rumah mempunyai feses yang berbentuk mirip sosis dan letaknya agak berpencar (Priyambodo 2003). Diperkirakan setiap tahun tikus menghancurkan makanan yang cukup untuk dikonsumsi hingga 200 juta orang. Tikus juga merusak fasilitas/konstruksi gedung, mengerat pintu, melubangi plafond, memakan sabun, dan merusak kabel sehingga memberikan resiko hubungan pendek listrik hingga menyebabkan kebakaran. Selain kerugian tersebut biaya pengendalian hama tikus cukup mahal,
7
di Amerika Serikat dana yang digunakan untuk mengendalikan tikus lebih dari U$ 120 juta per tahun (Anonim 2008). Tikus berperan penting dalam penyebaran penyakit, baik pada manusia dan
hewan,
beberapa
penyakit
yang
ditularkan
lewat
tikus
adalah:
plague, penyakit ini telah menewaskan 25 juta orang di Eropa, murine typus, salmonellosis, penyakit yang disebarkan oleh keracunan makanan.
Proses
peracunan disebabkan oleh bakteri yang terbawa oleh tikus yang berasal dari septik tank dan tempat kotor lainnya. Rat-bite fever yaitu demam gigitan tikus. Penyakit weils atau leptospirosis, penyebaran dilakukan melalui urine tikus, thypoid dan disentri serta beberapa penyakit perut lainnya. Tikus Riul (Rattus norvegicus) Tikus riul adalah salah satu spesies tikus yang umum dijumpai di perkotaan. Tikus ini mempunyai ciri morfologi berukuran besar, warna badan bagian atas dan bawah serupa, coklat tua keabu-abuan, rambut pendek dan jarang, ekor pendek (Suyanto 2006).
Tekstur rambut kasar, bentuk hidung kerucut
terpotong, bentuk badan silindris, membesar ke belakang. Bobot tubuh 150-600 g, panjang kepala dan badan 150-250 mm, panjang ekor 160-210 mm, panjang total 310-460 mm, lebar daun telinga 18-24 mm, panjang telapak kaki 40-47 mm, lebar gigi pengerat 3,5 mm, dan jumlah puting susu 6 pasang (Priyambodo 2003). Tikus riul termasuk hewan nokturnal tetapi kadangkala dijumpai pada siang hari untuk mencari makan.
Seekor betina bisa dikawini oleh jantan
sebanyak 200-500 kali dalam sekali masa subur yang lamanya hanya enam jam. Siklus estrus terjadi setiap empat hari sekali. Jika dipelihara di laboratorium dengan jumlah makanan yang terbatas, sepasang tikus bisa menghasilkan keturunan 800 ekor setahun. Habitat tikus ini di perumahan, gedung perkantoran, gudang, pasar, saluran air, sawah, dan pelabuhan (Suyanto 2006).
Gambar 2 Tikus riul (Rattus norvegicus)
8
Klasifikasi tikus riul Kingdom : Animalia Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegicus
Sumber: Anonim 2008 Tikus riul/tikus got termasuk hewan terrestrial yaitu hewan yang memiliki kemampuan menggali tanah yang dicirikan dengan tonjolan pada telapak kaki yang relatif kecil dan halus (Priyambodo 2003). Selain itu, tikus riul menyukai tempat yang dekat dengan sumber air seperti selokan (Aplin, Brown, Jacob, Krebs, dan Singleton 2003).
Cecurut Rumah (Suncus murinus) Cecurut (shrew) termasuk dalam insectivora yaitu kelompok hewan yang makanan utamanya adalah serangga. Berbeda dengan tikus yang termasuk dalam omnivora. Cecurut jika dilihat sepintas mirip dengan tikus kecil atau mencit. Beberapa perbedaan yang dapat dilihat antara lain bentuk moncong, panjang ekor, kecepatan berjalan, kotoran (feses), dan bau (Priyambodo 2003). Bentuk moncong cecurut sangat runcing, ekor sangat pendek, jalannya relatif lambat, kotorannya basah, dan mengeluarkan bau bila melintas.
Gigi
cecurut tidak tumbuh memanjang seperti tikus karena cecurut bukan hewan pengerat. Cecurut memiliki gigi taring dan gigi gerahamnya lengkap. Susunan gigi cecurut adalah sebagai berikut: 3 1 3 3 x 2 = 32 1 1 1 3 Cecurut adalah hewan yang tidak pandai memanjat dan menggali tanah. Kotoran yang basah menandakan bahwa makanan hewan tersebut adalah serangga
9
yang kaya akan protein hewani. Bau yang dikeluarkan merupakan sarana untuk pertahanan diri (Priyambodo 2003).
Kecoa Kecoa adalah serangga dari ordo Blattodea yang mempunyai anggota mencapai 3.500 spesies dalam 6 famili. Kecoa terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah kutub. Beberapa spesies yang cukup dikenal adalah kecoa Amerika, Periplaneta americana, yang memiliki panjang 3 cm, kecoa Jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm, dan kecoa Asia, Blattella asahinai, dengan panjang sekitar 1½ cm (Anonim 2007). Selain itu terdapat juga Oriental cockroach (Blatta orientalis), Brown-banded cockroach (Supella longipalpa), Australian cockroach (Periplaneta fuliginosa), dan Brown cockroach (Periplaneta brunnea) (Aryatie 2008).
Kecoa sering dianggap sebagai hama
dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari ribuan spesies kecoa yang termasuk dalam kategori tersebut (Anonim 2008).
Sumber: www.cockroach-3.com
Gambar 3 Kecoa Amerika (Periplaneta americana) Daur hidup kecoa terdiri dari tiga fase yaitu telur, nimfa, dan imago. Untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya (5-13 instar), kecoa memerlukan waktu kurang lebih tujuh bulan. Untuk fase telur, kecoa membutuhkan waktu 30 – 40 hari sampai telur menetas.
Telur kecoa diletakkan secara berkelompok.
Kelompok telur kecoa dilindungi oleh selaput keras yang disebut kapsul telur atau ootheca (Prasetyowati 2007). Kecoa meletakkan telur dalam satu kelompok telur (ooteka) yang berisi 16-50 butir telur.
Ooteka diletakkan pada sudut
10
barang/perabotan yang gelap dan lembab.
Pada beberapa spesies, ooteka
menempel di bagian ujung abdomen induknya sampai menetas (Hadi 2006). Kecoa merupakan binatang malam yang sangat senang tempat-tempat lembab, kotor, dan banyak terdapat sisa-sisa makanan.
Tempat hidup kecoa
antara lain celah-celah di sekitar pembuangan air limbah, dapur, tempat pembuangan sampah, gudang makanan, lemari makan, dan toilet (Anonim 2007). Kecoa sangat cepat perkembangbiakannya, karena pertahun seekor kecoa betina dapat menghasilkan 4-90 ooteka dan satu ooteka mampu menempung 16-50 butir telur, sehingga dalam satu tahun dapat menghasilkan lebih dari 800 ekor (Hadi 2006). Sebuah kapsul telur yang telah dibuahi oleh kecoa jantan akan menghasilkan nimfa. Nimfa hidup bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur biasanya berwarna putih. Seiring bertambahnya umur, warna nimfa akan berubah menjadi cokelat.
Seekor nimfa akan mengalami
pergantian kulit beberapa kali sampai nimfa menjadi dewasa dengan adanya sayap dan menjadikan kecoa lebih bebas bergerak dan berpindah tempat (Aryatie 2008). Kecoa merupakan serangga pengganggu kesehatan manusia karena kedekatannya dengan manusia. Kecoa umumnya berkembangbiak dan mencari makan di tempat-tempat kotor.
Makanan serangga ini adalah makanan yang
dimakan manusia sampai dengan kotoran manusia. Selain itu, kecoa mempunyai kebiasaan memuntahkan makanan dari lambungnya (Hadi 2006). Kecoa dapat mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap sehingga manusia dapat mendeteksi tempat hidupnya.
Jika dilihat dari kebiasaan dan tempat
hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang dihinggapi. Kecoa merupakan vektor penyakit bagi manusia.
Beberapa penyakit yang dapat
disebabkan karena kehadiran kecoa diantaranya disentri, diare, kolera, dan hepatitis A. Strategi pengendalian yang biasa digunakan untuk kecoa adalah pencegahan, sanitasi, penggunaan perangkap, dan penggunaan insektisida (Aryatie 2008).
Pengendalian kecoa tergantung dari upaya sanitasi dan
kebersihan lingkungan yang dapat mengurangi makanan dan tempat-tempat
11
berlindung bagi kecoa, dan aplikasi pestisida dengan cara yang dapat memungkinkan kontak dengan serangga sasaran (Hadi 2006).
Nyamuk (Culicidae) Nyamuk dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Mosquito, berasal dari sebuah kata dalam bahasa Spanyol atau bahasa Portugis yang berarti lalat kecil. Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Di Britania Raya nyamuk dikenal sebagai gnats (Anonim 2008). Nyamuk termasuk dalam ordo Diptera yang terdiri atas 35 genus dan 2700 spesies. Beberapa genus yang termasuk dalam ordo ini antara lain Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus (Anonim 2008). Kehadiran nyamuk cukup merepotkan manusia, baik dari segi psikologis maupun kesehatan manusia. Nyamuk tergolong serangga yang cukup tua di alam, karena telah melewati suatu proses evolusi yang panjang sehingga serangga ini memiliki sifat yang spesifik dan sangat adaptif tinggal bersama manusia (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk mengalami metamorfosis holometabola, yang melalui fase telur, larva, pupa, dan imago. Larva dan pupa hidup di dalam air. Telur pada beberapa spesies seperti Aedes aegypti dapat bertahan hidup dalam air untuk jangka waktu yang lama, meskipun hidup dalam lingkungan yang lembab. Nyamuk merupakan serangga yang sangat sukses dalam memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk menyukai tempat yang lembab, gelap, dan kurang angin (Anonim 2008) serta lokasi yang dekat dengan suhu yang hangat (Hadi dan Koesharto 2006).
Sumber: www.wikipedia.com
Gambar 4 Famili Culicidae
12
Klasifikasi nyamuk Kingdom : Animalia Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Culicidae
Sumber: Anonim 2008 Bagian mulut nyamuk betina membentuk probosis panjang untuk menembus kulit mamalia. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi madu atau cairan tumbuhan yang tidak mengandung protein. Sebagian besar nyamuk betina perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan untuk pembentukan telur. Bagian mulut nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina (Anonim 2008). Pada nyamuk betina alat mulut panjang karena disesuaikan untuk menusuk dan menghisap darah (Hadi dan Koesharto 2006). Lama waktu perkembangan nyamuk tergantung pada spesies dan suhu. Siklus hidup Culex tarsalis 14 hari pada 20 °C dan hanya 10 hari pada suhu 25 °C. Sebagian spesies mempunyai siklus hidup pendek antara empat hari hingga satu bulan. Larva nyamuk dikenal sebagai jentik dan mudah ditemukan di tempat atau wadah yang berisi air. Jentik bernafas melalui saluran udara yang terdapat pada ujung ekor. Pupa aktif seperti larva, tetapi bernafas melalui tanduk thorakis yang
terdapat
pada
gelung
thorakis.
Kebanyakan
jentik
memakan
mikroorganisme, tetapi beberapa jentik adalah pemangsa bagi jentik spesies lain. Sebagian larva nyamuk seperti Wyeomyia hidup dalam keadaan luar biasa. Jentikjentik spesies ini hidup dalam air tergenang dalam tumbuhan epifit atau di dalam air tergenang dalam pohon periuk kera. Jentik-jentik spesies genus Deinocerites hidup di dalam sarang ketam sepanjang pesisir pantai (Anonim 2008). Sebagian nyamuk mampu menyebarkan penyakit seperti malaria, penyakit filaria seperti kaki gajah, dan penyakit bawaan virus seperti demam kuning, demam berdarah dengue, encephalitis, dan virus Nil Barat.
Virus Nil Barat
disebarkan secara tidak sengaja ke Amerika Serikat pada tahun 1999 dan pada tahun 2003 telah menyebar ke seluruh negara bagian di Amerika Serikat (Anonim 2008).
13
Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat adalah serangga yang lebih banyak bergerak dengan menggunakan sayap (terbang), hanya sesekali bergerak dengan tungkainya sehingga daerah jelajahnya cukup luas. Lalat termasuk dalam ordo Diptera yaitu serangga yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan sekitar 60.000– 100.000 spesies lalat (Dinata 2006). Lalat merupakan serangga yang cukup tua di alam. Kehadirannya merupakan hasil dari proses evolusi yang panjang, sehingga memiliki sifat yang spesifik dan sangat adaptif tinggal bersama manusia (Dinata 2006).
Lalat
mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu melewati fase telur, larva, pupa, dan imago. Telurnya diletakkan dalam medium tempat perindukan larva dan umumnya larva lalat mengalami empat kali ganti kulit selama hidupnya. Periode makan bisa berlangsung beberapa hari atau minggu tergantung suhu, kualitas makan, jenis lalat, dan faktor lain (Hadi dan Koesharto 2006). Jenis lalat yang umum dijumpai terdapat empat spesies, yaitu: lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sericata), lalat biru (Calliphora erythrocephala), lalat buah (Drosophila sp.).
Lalat merupakan vektor dari
penyakit thypoid, demam, kolera. Selain itu, lalat juga mengontaminasi makanan dan minuman serta keberadaannya merupakan indikator baik atau tidaknya sanitasi di suatu tempat (Anonim 2007). Lalat umumnya hidup secara terestrial, meskipun habitat pradewasanya berbeda dengan dewasa. Tahap pradewasa memilih habitat yang cukup banyak bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi, seperti sampah organik dan basah. Tahap dewasa juga menyukai sampah organik, tetapi daerah jelajahnya luas sehingga dapat memasuki rumah atau tempat-tempat di mana manusia beraktivitas (Hadi dan Koesharto 2006). Salah satu spesies lalat yang perlu diawasi adalah lalat rumah (Musca domestica). Umur lalat rumah antara 1–2 bulan dan ada yang 6 bulan sampai 1 tahun. Lalat rumah dapat menularkan berbagai penyakit di antaranya kolera, diare, disentri, thypus, dan virus penyakit saluran pencernaan. Sampah basah hasil buangan rumah tangga merupakan tempat yang disukai lalat rumah untuk mencari makanan dan sebagai tempat berkembang biak (Dinata 2006).
14
Sumber: www.house-fly.com
Gambar 5 Lalat rumah (Musca domestica) Lalat aktif hanya siang hari, sedangkan pada malam hari mereka akan beristirahat di tempat-tempat seperti tanaman, pagar, langit-langit, kabel listrik dan sudut bangunan. Sesuai dengan bentuk mulutnya lalat hanya makan dalam bentuk cairan atau makanan basah dengan cara menghisap.
Air merupakan
sesuatu yang penting bagi kehidupan lalat, karena tanpa air lalat hanya dapat hidup tidak lebih dari 48 jam. Lalat sangat menyukai berbagai macam sayuran dan buah-buahan, daging segar, ikan, sisa makanan, sampah, kotoran manusia, dan kotoran binatang (Anonim 2007). Kehadiran lalat cukup merepotkan dalam kehidupan manusia, baik dalam segi etis maupun kesehatan manusia. Semakin tinggi keinginan manusia untuk kenyaman hidup serta kesadaran akan mutu kesehatan, semakin tanggap pula dalam penanganan kehadiran lalat. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah lalat diantaranya dengan peningkatan mutu sanitasi, pengaturan tata letak bangunan agar lalat tidak mudah masuk ke dalam, dan penggunaan bahan kimia (Dinata 2006).
Pestisida Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti membunuh. Pestisida sering disebut sebagai pest killing agent. Pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah, mengusir, dan atau bahan yang digunakan untuk merangsang, mengatur, dan mengendalikan tumbuhan (Prameswari 2007).
15
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme sasaran, struktur kimia, mekanisme, dan atau toksisitasnya.
Klasifikasi pestisida berdasarkan
organisme targetnya adalah: insektisida berfungsi untuk mengendalikan serangga, herbisida berfungsi untuk mengendalikan gulma, fungisida berfungsi untuk mengendalikan cendawan, algasida berfungsi untuk mengendalikan alga, avisida berfungsi untuk mengendalikan burung serta mengontrol populasi burung, akarisida berfungsi untuk mengendalikan tungau, bakterisida berfungsi untuk mengendalikan atau melawan bakteri, larvasida berfungsi untuk mengendalikan larva, molusksisida berfungsi untuk mengendalikan siput, nematisida berfungsi untuk mengendalikan nematoda, ovisida berfungsi untuk mengendalikan telur, pedukulisida berfungsi untuk mengendalikan kutu rambut, piscisida berfungsi untuk mengendalikan ikan, rodentisida berfungsi untuk mengendalikan binatang pengerat, presida berfungsi untuk mengendalikan pemangsa atau predator, termitisida berfungsi untuk mengendalikan rayap (Prameswari 2007). Klasifikasi pestisida berdasarkan ketahanannya di lingkungan dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu: (1) persisten, dimana pestisida meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan. Pestisida organoklorine, termasuk pestisida yang persisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Siklodien, Heksaklorosikloheksane (HCH), endrin. (2) tidak persisten, adalah pestisida yang mempunyai pengaruh efektif hanya sesaat saja, dan cepat terdegradasi di tanah. Pestisida organofosfat merupakan pestisida yang kurang resisten, contoh disulfoton, parathion, diazinon, azodrin, gophacide, dan lain-lain (Prameswari 2007). Departemen Kesehatan (1998), menyatakan bahwa persentase penggunaan pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut: insektisida 55,42 %, herbisida 12,25 %, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, bahan pengawet kayu 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%, rodentisida 2,81%, bahan perata/ perekat 2,41%, akarisida 1,4%, moluskisida 0,4%, nematisida 0,44%, ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Pengawasan binatang pengerat merupakan aspek yang sangat penting pada saat sebelum dan sesudah panen, juga untuk mengawasi penyakit. Rodentisida
16
tersusun dalam berbagai struktur kimia yang mekanisme kerjanya juga bervariasi tergantung pada spesies yang menjadi targetnya. Bila secara kebetulan maupun sengaja termakan, rodentisida bisa mengakibatkan keracunan yang serius terutama karena dosisnya yang tinggi, sehingga menimbulkan gejala yang parah dan tidak ada antidotanya. Beberapa jenis rodentisida adalah: (1) Zink fosfida (Zn3P2), merupakan rodentisida yang murah dan efektif, bila termakan ataupun bereaksi dengan air akan melepaskan fosfine, tidak stabil dan merupakan molekul reaktif yang menyebabkan kerusakan membran sel; (2) Fluoro asetat, berbau dan berasa. Mudah terserap pada usus dan menginhibisi enzim, umumnya terhadap semua spesies yang termasuk dalam metabolisme glukosa, akhirnya menimbulkan efek terhadap jaringan yang menyimpan energi; (3) Alfa naftil tiourea (ANTU), harus diaktifkan dalam jaringan agar reaktif dan merupakan racun sedang yang menyebabkan pelebaran cairan pada bagian luar sel yang berada pada paru-paru, sehingga
dapat
menyebabkan
kerusakan
pada
peredaran
darah;
(4)
Kumarin/indandion, adalah antikoagulan. Menyebabkan pendarahan pada hidung, saluran pencernaan dan juga persendian. Priyambodo (2003) membagi cara kerja racun tikus dalam dua golongan, yaitu: (1) racun akut yang bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf tikus; (2) racun kronis yang bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh kapiler.
Brodifakum Brodifakum merupakan salah satu jenis bahan aktif rodentisida yang bersifat racun kronis. Bahan aktif ini cukup baik untuk mengendalikan tikus karena dapat diterima oleh tikus dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi lingkungan yang berbeda. Untuk rodentisida yang berbahan aktif brodifakum ini, konsentrasi yang digunakan adalah 0,005%. Rodentisida ini berbentuk umpan pelet dan blok. Rodentisida ini dalam pengaplikasiannya disebut single dose rodenticide dan dapat menyebabkan 100% kematian tikus dengan pemberian dalam waktu satu hari. Beberapa nama dagang yang ada di Indonesia diantaranya Klerat, Petrokum, dan Agrilon (Priyambodo 2006).
17
Bromadiolon Keefektifan kerja bahan aktif bromadiolon hampir sama dengan brodifakum, yaitu dapat mematikan 100% populasi tikus dengan pemberian dalam waktu satu hari. Racun ini berbentuk umpan makanan, pelet, atau blok dengan konsentrasi 0,005%. Salah satu nama dagang rodentisida yang berbahan aktif bromadiolon adalah Contrac (Priyambodo 2006).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November 2008 sampai
Juni 2009.
Lokasi penelitian di perumahan, restoran, dan rumah sakit daerah Jakarta Utara, Depok, dan Bogor.
Metode Metode dalam penelitian ini meliputi survei, pengolahan data hasil survei, pemasangan perangkap dan pestisida, dan pengolahan data.
Survei Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor. Metode pelaksanaan survei adalah dengan cara pembagian kuesioner kepada masyarakat, pemilik restoran, dan pimpinan rumah sakit. Masing-masing wilayah dibagi dalam tiga kategori yaitu mewah, sedang, dan kumuh. Tiap kategori untuk perumahan diambil 20 sampel, sedangkan untuk restoran diambil 5-10 sampel, dan rumah sakit diambil 1 sampel.
Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengetahui jenis hama permukiman yang paling banyak menyebabkan kerugian/gangguan bagi masyarakat.
Lembar
kuesioner untuk perumahan, restoran, dan rumah sakit berisi pertanyaan seputar pengetahuan masyarakat mengenai hama permukiman, sikap masyarakat terhadap kehadiran hama permukiman, dan tindakan masyarakat terhadap pengendalian hama permukiman (Lampiran 1). Analisis Hasil Survei Kuesioner yang dibagikan dan selanjutnya diisi oleh masyarakat njutnya dianalisis. Untuk pertanyaan yang terjawab diberi skor 1-10 tergantung dari bobot pertanyaan, sedangkan yang tidak terjawab diberi skor nol.
19
Perangkap Perangkap yang digunakan dua jenis, yaitu perangkap konvensional dan perangkap modifikasi (Gambar 6). Perangkap konvensional adalah perangkap yang banyak dijual di pasaran yang memiliki ukuran panjang 33 cm, lebar 13 cm, tinggi 13 cm, jarak antara bagian bawah perangkap dengan pintu per 8 cm, ukuran pintu panjang 11 cm, lebar 10 cm. Perangkap konvensional hanya memiliki satu pintu masuk di salah satu sisinya dan satu pintu keluar di sisi lainnya. Perangkap modifikasi adalah perangkap hasil modifikasi yang memiliki ukuran panjang 60 cm, lebar 30 cm, tinggi 15 cm, jarak dari bagian dasar perangkap dengan pintu masuk tikus 5 cm, ukuran pintu panjang 11 cm, lebar 10 cm, dan memiliki dua pintu masuk di bagian kanan dan kiri serta satu pintu keluar di bagian samping. Ukuran diameter kawat yang digunakan adalah 5 mm.
Pada perangkap
konvensional biasanya dicat sedangkan perangkap modifikasi tidak dilakukan pengecatan.
a
b
Gambar 6 (a) perangkap konvensional, (b) perangkap modifikasi
Pemasangan Perangkap Perangkap yang digunakan adalah jenis multiple live trap yang banyak dijual di pasaran dan perangkap hasil modifikasi. Perangkap dipasang di tempattempat yang sering dilewati oleh tikus dan kecoa. Pemasangan perangkap ini berdasarkan analisis kuesioner yang telah dibagikan. Pada saat pemasangan perangkap bersamaan dengan aplikasi pestisida. Umpan yang digunakan untuk tikus di luar perangkap yaitu rodentisida yang berbentuk blok dan berbahan aktif bromadiolon dengan nama dagang
20
Contrac dan brodifakum dengan nama dagang Klerat (penyebutan nama dagang bukan untuk kepentingan komersial), sedangkan untuk umpan tikus di dalam perangkap menggunakan ikan asin yang telah dibungkus dengan kertas selama kurang lebih satu minggu agar aroma yang keluar dari ikan asin lebih menyengat sehingga lebih mudah menarik tikus. Untuk kecoa digunakan perangkap yang terbuat dari styrofoam dan umpan yang digunakan berupa selai kacang dan selai stroberi. Masing-masing selai tersebut dicampur dengan mentega dan bir dengan perbandingan 2 : 1 : 1 untuk selai : mentega : bir. Insektisida yang digunakan adalah insektisida berbahan aktif propoxur dan chlorpirifos yang berbentuk umpan blok siap pakai dengan nama dagang Hit (penyebutan nama dagang bukan untuk kepentingan komersial). Untuk pemasangan perangkap kecoa dilakukan secara terpisah antara selai kacang, selai stroberi, dan insektisida. Selai kacang dan selai stroberi diletakan di dalam styrofoam kemudian di sekitar umpan selai tersebut diberi lem tikus. Perangkap dipasang selama 24 jam, kemudian diamati jumlah dan jenis hama yang tertangkap. Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 17.30 dan diambil kembali pada pukul 05.30 keesokan harinya.
Pemasangan perangkap tikus
dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang satu hari tiap pemasangan.
Analisis Hasil Pengamatan Hasil pengujian perangkap dan pestisida dianalisis untuk mengetahui keefektifan perangkap dan pestisida.
Untuk hasil pemasangan perangkap
dianalisis dengan menggunakan persentase. Untuk hasil penggunaan rodentisida dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan uji Duncan taraf 5%, kemudian dibahas berdasarkan kondisi di lapang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Survei Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara,
Depok, dan Bogor dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hama yang terdapat di perumahan dan teknik pengendalian yang dilakukan, diantaranya jenis hama utama yang terdapat di perumahan, lokasi yang biasa terdapat hama, penyebab timbulnya hama, jenis pestisida yang biasa digunakan oleh masyarakat, kesesuaian aplikasi pestisida dengan aturan pakai yag dianjurkan, teknik pengendalian terhadap hama permukiman, jenis perangkap tikus yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan tikus, dan jumlah biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman.
1.
Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan Di perumahan wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara menunjukkan
bahwa rata-rata jenis hama di Bogor lebih bervariasi bila dibandingkan dengan yang didapatkan di Depok dan Jakarta Utara. Hal ini dapat dilihat dari jenis hama yang terdapat di perumahan wilayah Bogor lebih beragam jenisnya. Jenis hama yang umum terdapat di perumahan wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara adalah kecoa, nyamuk, lalat, dan tikus (Gambar 7). Jenis kecoa yang biasa terdapat di perumahan adalah kecoa amerika (Periplaneta americana), sedang untuk kutu yang biasa terdapat di rumah adalah kutu busuk (Cimex), caplak yang terdapat di rumah merupakan hama yang biasanya menyerang hewan peliharaan, contohnya kucing. Jenis tikus yang biasa terdapat di rumah adalah tikus rumah (Rattus rattus diardii), tikus riul (Rattus norvegicus), dan mencit rumah (Mus musculus).
22
100
a
Persentase (%)
80 60 40 20 0 100
b
Persentase (%)
80 mewah 60
sedang kumuh
40 20 0 100
c
Persentase (%)
80 60 40 20 0
Jenis hama
Gambar 7 Jenis hama yang terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara 2.
Jenis Hama yang Umum Terdapat di Perumahan Jenis hama yang umum terdapat di perumahan untuk wilayah Bogor,
Depok, dan Jakarta Utara rata-rata adalah kecoa, nyamuk, dan tikus (Gambar 8).
23
Ketiga hama tersebut menunjukkan persentase tertinggi bila dibandingkan dengan hama-hama yang lain. a
100
Persentase (%)
80 60 40 20 0 100
b
Persentase (%)
80 mewah
60
sedang 40
kumuh
20 0
Persentase (%)
100
c
80 60 40 20 0
Jenis hama
Gambar 8 Jenis hama yang umum terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara 3.
Jenis Hama yang Umum Dikendalikan Jenis hama yang umum dikendalikan oleh masyarakat di wilayah Bogor,
Depok, dan Jakarta Utara adalah kecoa, nyamuk, dan tikus (Gambar 9). Untuk
24
wilayah Depok jenis hama yang dikendalikan lebih beragam seperti lalat, rayap, dan semut terutama untuk perumahan mewah dan sedang. Untuk tikus di wilayah Depok pada perumahan kumuh rata-rata tidak dikendalikan, hal ini terkait dengan kondisi lokasi perumahan yang dekat dengan sungai dan tempat pembuangan sampah. a
100 Persentase (%)
80 60 40 20 0
Persentase (%)
100
b
80
mewah
60
sedang 40
kumuh
20 0
Persentase (%)
100
c
80 60 40 20 0 Kecoa
Nyamuk
Lalat
Rayap
Semut
Tikus
Jenis hama
Gambar 9 Jenis hama yang umum dikendalikan di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara 4.
Lokasi yang Umum Dijadikan Sarang Hama Lokasi yang umum dijadikan sarang hama di perumahan wilayah Bogor
lebih bervariasi dibandingkan dengan daerah Depok dan Jakarta Utara (Gambar 10). Hama yang terdapat di kamar tidur untuk perumahan mewah adalah nyamuk,
25
sedang untuk perumahan sedang dan kumuh adalah nyamuk dan kecoa. Hama yang sering terdapat di kamar mandi adalah kecoa, sementara itu hama yang sering terlihat di dapur adalah tikus dan kecoa, sedangkan di tempat sampah adalah tikus, kecoa, dan lalat. Untuk selokan hama yang sering terdapat di lokasi tersebut adalah nyamuk, tikus, dan kecoa. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa kecoa merupakan hama yang sering terlihat di beberapa lokasi tersebut. 100
a
Persentase (%)
80 60 40 20 0 100
b
Persentase (%)
80
mewah
60
sedang 40
kumuh
20 0
c
Persentase (%)
100 80 60 40 20 0
Lokasi
Gambar 10
Lokasi yang umum dijadikan sarang hama di perumahan wilayah a.Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara
26
Menurut masyarakat Bogor kategori perumahan mewah, kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, dan selokan merupakan tempat yang sering dijadikan sarang hama karena di tempat tersebut hama seperti nyamuk, tikus, dan kecoa sering muncul. Kamar tidur serta selokan merupakan tempat yang paling banyak disebutkan masyarakat sebagai sarang hama. Pada masyarakat menengah ke bawah di daerah Bogor lokasi terdapatnya hama lebih bervariasi.
Untuk
masyarakat perumahan sedang dan kumuh menyebutkan hampir di seluruh bagian rumah merupakan sarang hama.
Hal ini berhubungan dengan kebersihan
lingkungan rumah dan lingkungannya. Pendapat masyarakat kalangan mewah mengenai tempat yang sering dijadikan sarang hama untuk wilayah Depok sama dengan Bogor, tetapi di Depok kamar tidur dan dapur memiliki persentase tertinggi yang disebutkan oleh masyarakat. Hama yang umum ada di lokasi-lokasi tersebut diantaranya nyamuk, lalat, tikus, dan kecoa. Hal ini kemungkinan karena dapur merupakan tempat tersedianya bahan makanan sehingga banyak hama yang membuat sarang di dapur. Sedangkan untuk perumahan sedang dan kumuh, lokasi yang menjadi sarang hama lebih bervariasi seperti di gudang dan luar rumah. Di wilayah Jakarta Utara terlihat hasil yang sedikit berbeda bila dibandingkan dengan pendapat masyarakat di Depok dan Bogor. Pada perumahan mewah di Jakarta Utara hampir semua responden mengatakan bahwa kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, selokan, dan luar rumah merupakan tempat yang sering dijadikan sarang hama, sedang masyarakat perumahan sedang dan kumuh menyebutkan tempat yang lebih bervariasi seperti tempat cuci dan parapara. Berdasarkan hasil survei dari ketiga wilayah yaitu Bogor, Depok, dan Jakarta Utara dapat diketahui bahwa pada masyarakat yang tinggal di perumahan mewah hama berada hanya di lokasi seperti kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, dan selokan, sedang untuk masyarakat yang tinggal di perumahan sedang dan kumuh, lokasi yang sering dijadikan sarang hama lebih bervariasi dan hampir di seluruh bagian rumah terdapat hama.
27
5.
Kriteria Penyebab Timbulnya Hama di Permukiman Penyebab timbulnya hama di permukiman yang disebutkan oleh masyarakat
yaitu sisa makanan yang tercecer, sampah, lingkungan yang kotor, luar rumah seperti kebun atau tanah kosong yang ada di luar rumah, sumur, dan selokan (Gambar 11).
Persentase (%)
100
a
80 60 40 20 0 100
Persentase (%)
80
b mewah
60
sedang 40
kumuh
20 0 100 Persentase (%)
c 80 60 40 20 0
Sumber
Gambar 11
Kriteria penyebab timbulnya hama di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c.Jakarta Utara
28
Menurut masyarakat yang tinggal di perumahan mewah, sedang, dan kumuh wilayah Bogor, sisa makanan yang tercecer, sampah, lingkungan yang kotor, dan dari luar rumah merupakan penyebab munculnya hama, tetapi menurut masyarakat yang tinggal di perumahan sedang, sumur dan selokan juga merupakan penyebab timbulnya hama.
Masyarakat di perumahan mewah
berpendapat bahwa lingkungan yang kotor merupakan sumber utama penyebab munculnya hama, sedang menurut masyarakat di perumahan sedang dan kumuh adalah makanan dan sampah. Di wilayah Depok, masyarakat di perumahan mewah dan sedang menyebutkan bahwa makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan dari luar rumah merupakan penyebab timbulnya hama dan dari luar rumah merupakan penyebab utama timbulnya hama. Pada masyarakat di perumahan kumuh hanya menyebutkan makanan, dari luar rumah, dan selokan yang merupakan penyebab munculnya hama. Pendapat masyarakat tersebut berhubungan dengan kondisi lingkungan perumahan di wilayah Depok yang masih banyak terdapat lahan kosong. Untuk wilayah Jakarta Utara baik di perumahan mewah, sedang, maupun kumuh menyebutkan bahwa makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan selokan merupakan penyebab munculnya hama.
Rata-rata masyarakat
menyebutkan bahwa selokan merupakan penyebab timbulnya hama (Gambar 11).
6.
Formulasi Pestisida yang Sering Digunakan Formulasi pestisida yang banyak digunakan oleh masyarakat baik wilayah
Bogor, Depok, dan Jakarta Utara adalah formulasi cair (Gambar 12). Hal ini kemungkinan karena formulasi cair lebih mudah dalam pengaplikasiannya serta mudah diperoleh di pasaran.
Selain itu, jenis hama yang dikendalikan oleh
masyarakat juga berpengaruh dalam jenis formulasi yang digunakan. Formulasi dalam bentuk cair banyak digunakan untuk mengendalikan hama seperti nyamuk dan kecoa. Banyaknya promosi produk pestisida dalam bentuk cair secara tidak langsung mempengaruhi minat beli masyarakat.
29
a
Persentase (%)
80 60 40 20 0
Persentase (%)
80
b
60 mewah sedang
40
kumuh 20 0
Persentase (%)
80
c
60 40 20 0 Cair
Padat
Serbuk
Bentuk formulasi pestisida
Gambar 12 Formulasi pestisida yang biasa digunakan oleh masyarakat di a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara Jenis pestisida cair diaplikasikan dengan cara disemprot. Untuk pestisida dalam bentuk padat seperti kapur semut dan racun tikus dalam bentuk blok diaplikasikan langsung ke hama sasaran, sedangkan untuk pestisida serbuk seperti racun tikus diaplikasikan dengan cara dicampur dengan umpan yang disukai oleh tikus.
30
7.
Sumber Informasi Jenis Pestisida yang Dapat Digunakan Oleh Masyarakat Sumber informasi yang diperoleh masyarakat mengenai jenis pestisida yang
dapat digunakan untuk mengendalikan hama permukiman, rata-rata bersumber dari televisi dan pengalaman (Gambar 13).
Persentase (%)
80
a
60 40 20 0 80
Persentase (%)
b 60 mewah 40
sedang kumuh
20 0
Persentase (%)
80
c
60 40 20 0
Sumber informasi
Gambar 13
Sumber informasi masyarakat mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara
31
Pada zaman sekarang ini media elektronik seperti televisi digunakan sebagai media yang cukup efektif untuk mempromosikan suatu produk karena hampir setiap hari masyarakat menonton televisi, sehingga masyarakat lebih mudah mengetahui adanya produk terakurat. Selain itu, pengalaman dari masyarakat juga berpengaruh terhadap pemilihan jenis pestisida yang dapat digunakan. 8.
Waktu Aplikasi Pestisida Waktu aplikasi pestisida yang biasa dilakukan oleh masyarakat adalah pada
malam hari, tetapi beberapa masyarakat melakukan pada pagi, siang, dan sewaktuwaktu (Gambar 14). Persentase (%)
100 80 60 40 20 0 100 Persentase (%)
a
b
80 mewah
60
sedang
40
kumuh
20 0
Persentase (%)
100 80
c
60 40 20 0
Waktu aplikasi pestisida
Gambar 14
Waktu aplikasi pestisida yang biasa dilakukan oleh masyarakat di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara
32
Untuk masyarakat Bogor rata-rata aplikasi pestisida pada malam hari, tetapi ada beberapa masyarakat di perumahan mewah yang melakukan aplikasi pestisida pada pagi hari yaitu pada saat semua anggota keluarga di rumah tersebut beraktivitas di luar rumah. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan anggota keluarga dari bahan kimia pestisida. Jenis hama yang dikendalikan secara umum adalah nyamuk, walaupun ada pula masyarakat mewah dan sedang yang melakukan aplikasi pestisida sewaktu-waktu, maksudnya langsung melakukan aplikasi pestisida jika ditemukan hama. Hal berbeda terlihat pada masyarakat daerah Depok. Di Depok masyarakat melakukan aplikasi pestisida hampir disemua waktu. Pada umumnya masyarakat melakukan aplikasi pestisida pada malam hari.
Masyarakat yang melakukan
aplikasi pestisida pada pagi hari mempunyai alasan yang sama dengan masyarakat di daerah Bogor yaitu pada saat anggota keluarga beraktivitas di luar rumah, sedangkan untuk aplikasi pada siang hari dikarenakan pada siang hari bagi beberapa masyarakat adalah waktu untuk beristirahat. Masyarakat daerah Jakarta Utara rata-rata melakukan aplikasi pestisida pada malam hari, tetapi ada beberapa masyarakat yang melakukannya sewaktu-waktu. Hal ini dilakukan dengan alasan sama seperti masyarakat di Bogor dan Depok yaitu melakukan aplikasi pada saat terdapat hama yang dilakukan tidak secara rutin.
9.
Kesesuaian Penggunaan Pestisida dengan Aturan Pakai Kesesuaian aplikasi pestisida oleh masyarakat dengan aturan pakai yang
dianjurkan untuk perumahan mewah di Bogor, Depok, dan Jakarta Utara rata-rata adalah sesuai (Gambar 15). Sedangkan untuk perumahan sedang dan kumuh ratarata menjawab tidak sesuai dengan aturan pakai yang dianjurkan.
Hal ini
berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai bahaya pestisida. Masyarakat yang tinggal di perumahan mewah rata-rata mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat perumahan sedang dan kumuh sehingga kesadaran dan pengertian masyarakat di perumahan
33
mewah mengenai bahaya penggunaan pestisida sudah cukup tinggi, untuk itu dalam penggunaannya sesuai dengan aturan pakai yang dianjurkan. a
100
Persentase(%)
80 60 40 20 0 100
b
Persentase (%)
80 mewah
60
sedang 40
kumuh
20 0
Persentase (%)
100
c
80 60 40 20 0 Ya
Tidak
Kesesuaian dengan aturan pakai
Gambar 15
10.
Kesesuaian penggunaan pestisida oleh masyarakat dengan aturan pakai yang dianjurkan di wilayah a. Bogor, b. depok, c. Jakarta Utara
Jenis Perangkap Tikus yang Biasa Digunakan oleh Masyarakat Masyarakat di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara dalam hal
penggunaan jenis perangkap tikus yang biasa digunakan rata-rata lebih banyak menggunakan lem tikus, namun terdapat masyarakat yang menggunakan perangkap hidup maupun perangkap mati (Gambar 16).
34
100
Persentase (%)
80
a
60 40 20 0 100
Persentase (%)
80
b mewah
60
sedang 40
kumuh
20 0 100
Persentase (%)
80
c
60 40 20 0 Perangkap mati Perangkap hidup Jenis perangkap
Lem tikus
Gambar 16 Jenis perangkap tikus yang biasa digunakan oleh masyarakat di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara Masyarakat di Bogor yang tinggal di perumahan mewah lebih menyukai menggunakan lem tikus bila dibandingkan dengan perangkap hidup dan perangkap mati. Hal berbeda terlihat di masyarakat yang tinggal di perumahan sedang dan kumuh. Masyarakat di tempat tersebut walaupun menggunakan lem tikus tetapi masih juga menggunakan perangkap hidup dan perangkap mati.
35
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di perumahan mewah lebih memperhatikan faktor keamanan dan kemudahan dalam pengendalian. Untuk masyarakat di perumahan mewah daerah Depok rata-rata lebih menyukai menggunakan lem tikus walaupun ada beberapa yang menggunakan perangkap hidup. Pada masyarakat perumahan sedang rata-rata menggunakan lem tikus walaupun ada yang menggunakan perangkap mati. Masyarakat yang tinggal diperumahan mewah daerah Jakarta Utara lebih menyukai menggunakan lem tikus bila dibandingkan dengan perangkap mati maupun perangkap hidup. Masyarakat di perumahan kumuh daerah Jakarta Utara lebih bervariasi dalam pengendaliannya yaitu dengan menggunakan perangkap hidup, perangkap mati, dan lem tikus. Masyarakat dari ketiga daerah tersebut (Bogor, Depok, dan Jakarta Utara) lebih menyukai menggunakan lem tikus karena melihat faktor keamanan dan kemudahan dalam penggunaan. Bila menggunakan lem tikus, masyarakat tidak khawatir akan terkena perangkap tikus, seperti pada perangkap mati yang dapat menyebabkan luka jika terperangkap. Selain itu, jika menggunakan lem tikus tidak perlu mematikan tikus seperti pada perangkap hidup karena tikus akan mati dengan sendirinya setelah terperangkap pada lem tikus.
Jika menggunakan
perangkap mati, faktor keamanan dan kebersihannya kurang karena jika ada tikus yang terperangkap akan langsung mati di tempat.
11.
Tindakan Alternatif yang Dilakukan Mengendalikan Hama Permukiman
Masyarakat
Untuk
Tindakan alternatif yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara untuk mengendalikan hama permukiman berbeda-beda. Rata-rata hasil survei menunjukkan bahwa pengendalian secara fisik dengan cara pemukulan secara langsung terhadap hama seperti nyamuk dan tikus memperoleh persentase tertinggi, dan hal ini dilakukan oleh semua tingkatan masyarakat baik mewah, sedang, maupun kumuh (Gambar 17). Untuk daerah Bogor, alternatif tindakan lain yang dilakukan oleh masyarakat selain pemukulan secara langsung adalah sanitasi, gropyokan, penembakan, dan pengusiran.
Sanitasi dilakukan dengan cara pembersihan
36
lingkungan sekitar agar tidak menjadi sarang hama. Gropyokan dilakukan oleh warga sekitar dengan cara bersama-sama mencari tikus dan sarangnya. Tindakan ini dilakukan pada saat masyarakat merasa bahwa populasi tikus sudah sangat tinggi dan meresahkan.
Untuk penembakan dilakukan dengan menggunakan
senapan angin, beberapa masyarakat di Bogor melakukan pengendalian tikus dengan cara tersebut.
Pengusiran dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk
mengendalikan hama karena masyarakat sudah menganggap hama tersebut bukan sebagai gangguan.
Persentase (%)
100
a
80 60 40 20 0 100
Persentase (%)
b 80 mewah
60
sedang 40
kumuh
20
Persentase (%)
0 100
c
80 60 40 20 0
Tindakan alternatif
Gambar 17 Tindakan alternatif yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama di permukiman wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara
37
Masyarakat wilayah Depok dan Jakarta Utara selain melakukan pemukulan secara langsung juga melakukan tindakan lain seperti penyiraman air panas, sanitasi, dan pengusiran. Penyiraman air panas dilakukan terhadap hama tikus. Penyiraman dengan air panas dilakukan jika tikus yang diperoleh dari perangkap maupun lem tikus tidak langsung mati. Untuk sanitasi dan pengusiran tidak berbeda dengan masyarakat Bogor. Rata-rata masyarakat yang tinggal di kawasan perumahan mewah dan sedang tindakan alternatif yang dilakukan adalah sanitasi setelah tindakan pemukulan secara langsung terhadap hama. Untuk masyarakat yang tinggal di daerah kumuh lebih menyukai pemukulan secara langsung dan pengusiran. Hal ini dilakukan karena masyarakat tersebut sudah tidak menganggap hama sebagai gangguan.
12.
Tempat Penyimpanan Pestisida oleh Masyarakat Pendapat masyarakat di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara mengenai
tempat penyimpanan pestisida setelah digunakan rata-rata menyebutkan di dalam rumah. Untuk masyarakat di Bogor dan Depok ada yang menyebutkan tempat penyimpanan lain yaitu di luar rumah, dapur, gudang, dan di mana saja. Sementara itu masyarakat Jakarta Utara melakukan penyimpanan di dalam rumah, di luar rumah, gudang, dan di mana saja (Gambar 18). Masyarakat menyimpan pestisida di dalam rumah maksudnya di mana saja di seluruh bagian rumah. Untuk di luar rumah hampir sama yaitu di mana saja di bagian luar rumah. Sebagian masyarakat menyimpan pestisida di dapur, biasanya diletakkan di bawah wastafel atau di sela-sela tembok dapur. Untuk penyimpanan di gudang dilakukan oleh masyarakat yang memiliki gudang di luar rumah. Sedangkan masyarakat melakukan penyimpanan di mana saja maksudnya bisa di dalam atau di luar rumah. Pada prinsipnya, masyarakat melakukan penyimpanan pestisida di tempat yang tersembunyi agar terhindar dari bahaya bagi anggota keluarga.
38
Persentase (%)
60
a
40
20
0 60
Persentase (%)
b 40
mewah sedang kumuh
20
0 60
Persentase (%)
c 40
20
0 Dalam rumah
Luar rumah
Dapur
Gudang
Di mana saja
Lokasi penyimpanan
Gambar 18 Tempat penyimpanan pestisida setelah pakai oleh masyarakat di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara Jika melihat dari hasil survei tersebut dapat diketahui kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya pestisida. Masyarakat berpikir bahwa jika pestisida sudah disimpan di tempat yang tersembunyi walaupun di dalam rumah sudah aman, sebenarnya pestisida dapat menguap dan meracuni anggota
39
keluarga. Penyimpanan di dapur juga berbahaya karena dekat dengan sumber makanan.
13.
Jumlah Biaya yang Dikeluarkan Untuk Mengendalikan Hama Permukiman Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk melakukan
pengendalian terhadap hama permukiman berbeda-beda tergantung dari pendapatan masyarakat tersebut. Survei diakukan dengan kisaran pengeluaran per bulan kurang dari 10.000, antara 10.000 sampai 50.000, dan lebih dari 50.000.
Persentase (%)
100
a
80 60 40 20
Persentase (%)
0 100
b
80
mewah
60
sedang 40
kumuh
20 0 100
c Persentase (%)
80 60 40 20 0 < 10.000
10.000‐50.000
> 50.000
Jumlah biaya (Rp)
Gambar 19
Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara
40
Untuk masyarakat mewah di daerah Bogor biaya yang dikeluarkan berkisar antara 10.000 sampai 50.000 dan lebih dari 50.000. Sedangkan untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah berkisar di kurang dari 10.000 dan antara 10.000 sampai 50.000. Di daerah Depok, hampir sama dengan daerah Bogor, tetapi ada sebagian masyarakat mewah yang biaya pengeluarannya kurang dari 10.000. Daerah Jakarta Utara untuk masyarakat mewah dan sedang biaya yang dikeluarkan berkisar diantara 10.000 sampai 50.000 dan lebih dari 50.000 dan masyarakat kumuh biaya yang dikeluarkan kurang dari 10.000. Sebagai perbandingan, hasil survei di Surakarta mengenai besaran dana yang dipakai untuk berbelanja pestisida rumah tangga oleh masyarakat cukup bervariatif. Sekitar 54% masyarakat mengeluarkan biaya 10.000-50.000, tetapi ada yang kurang dari 10.000 dan lebih dari 50.000 (Wahyuningsih 2007). Perbedaan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pengendalian hama tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri. Untuk masyarakat kalangan mewah mampu mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengendalikan hama karena seimbang dengan pendapatan yang diperoleh masyarakat tersebut, sedangkan untuk masyarakat sedang rata-rata biaya yang dikeluarkan tidak lebih dari masyarakat yang tinggal di perumahan mewah. Untuk masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh mengeluarkan biaya kurang dari 10.000, karena jika dilihat dari pendapatan masyarakatnya tidak mencukupi untuk melakukan pengendalian dengan biaya yang tinggi. Selain itu, jenis hama yang dikendalikan juga mempengaruhi jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian. Hal ini terkait dengan tingkat toleransi penghuni rumah terhadap kehadiran hama permukiman. Untuk masyarakat mewah, biaya yang dikeluarkan tinggi karena jenis hama yang dikendalikan lebih sulit penanganannya, seperti rayap. Untuk masyarakat sedang dan kumuh hanya mengendalikan hama yang terlihat dan mudah dikendalikan seperti nyamuk, kecoa, tikus, dan lalat.
14.
Survei Rumah Sakit di Wilayah Bogor dan Jakarta Utara Berdasarkan hasil survei di rumah sakit wilayah Bogor dapat diketahui
bahwa hama utama yang menjadi permasalahan di rumah sakit adalah tikus dan kecoa (Tabel 1). Untuk rumah sakit tipe A dan tipe B kucing juga menjadi
41
masalah. Walaupun populasi kucing di rumah sakit tinggi, populasi tikus juga tinggi karena di rumah sakit tersebut peranan kucing sebagai predator tikus rendah, selain itu ketersediaan makanan di sekitar rumah sakit lebih menarik kucing dibandingkan tikus. Kucing menjadi hama karena kucing sering masuk ke ruang perawatan pasien dan mengambil makanan di dapur sehingga mengganggu kenyamanan pasien. Penyebab timbulnya hama di ketiga rumah sakit tersebut adalah dari lingkungan luar dan makanan karena lingkungan sekitar rumah sakit terdapat lahan kosong atau perkampungan penduduk. Tabel 1 Perbandingan hasil survei rumah sakit di Bogor Aspek
Tipe A
Tipe B
Tipe C
Jenis hama
Tikus, kecoa, rayap,
Tikus, kecoa,
Nyamuk, tikus,
kucing, nyamuk
nyamuk, kucing,
kecoa, semut, rayap,
rayap, semut, lalat
lalat
Tikus, kucing, kecoa,
Nyamuk, tikus,
rayap
kecoa
Hama utama
Kecoa, kucing, tikus
Lokasi yang
Dapur, ruang
Dapur, gudang,
Dapur, halaman luar,
terdapat hama
perawatan, café,
tempat arsip, para-
gudang, kantin
administrasi, IGD
para
Dari luar, makanan
Dari luar, makanan
Dari luar, makanan
Teknik
Insektisida cair, lem
Perangkap hidup,
Elektrik, spray
pengendalian
tikus, perangkap
racun tikus, suara
yang dilakukan
hidup, racun tikus
elektromagnetik, lem
Penyebab timbulnya hama
tikus Jasa pest control
Ya
ya
tidak
Jumlah biaya
> 2 juta
1-2 juta
< 1 juta
yang dikeluarkan/bln
Rumah sakit tipe A dan tipe B selain melakukan pengendalian sendiri juga menggunakan jasa pest control, sedangkan rumah sakit tipe C tidak menggunakan jasa pest control dan hanya mengandalkan pengendalian sendiri. Hal ini terkait dengan anggaran biaya yang dimiliki rumah sakit untuk melakukan pengendalian
42
hama. Pelaksanaan perlakuan oleh pest control dilakukan setiap dua minggu sekali yang dibagi menjadi dua tahap, yaitu minggu pertama perlakuan dan minggu kedua pemeriksaan. Pengendalian ini dilakukan secara rutin. Untuk survei rumah sakit di Jakarta Utara hanya dilakukan di rumah sakit tipe A, hama utama di rumah sakit ini adalah nyamuk. Pengendalian dilakukan secara sendiri dan menggunakan jasa pest control. Perlakuan yang dilakukan oleh pest control yaitu spraying, fogging, coldfog, dan pemberian umpan beracun tikus.
15.
Restoran di Wilayah Bogor Jenis hama yang ada di restoran wilayah Bogor adalah di restoran tipe A
yang menjadi hama utama adalah nyamuk, lalat, dan semut, sedang untuk restoran tipe B dan C yang menjadi hama adalah kecoa, nyamuk, lalat, semut dan tikus (Gambar 20) Persentase (%)
100 80 60 Tipe A
40
Tipe B
20
Tipe C
0 Kecoa
Nyamuk
Lalat
Semut
Tikus
Jenis hama
Gambar 20 Jenis hama di restoran wilayah Bogor Jenis hama di restoran B dan C lebih bervariasi dibandingkan dengan restoran tipe A kemungkinan disebabkan oleh kurangnya menjaga kebersihan lingkungan restoran. Lokasi terdapatnya hama-hama tersebut biasanya di ruang utama yaitu ruang makan konsumen dan ruang cuci untuk restoran tipe A, sedangkan untuk restoran tipe B dan C hama tersebut terdapat di ruang utama, dapur, dan tempat cuci. Restoran tipe A menjaga dapur agar selalu bersih dan bebas hama. Tindakan pengendalian yang dilakukan oleh restoran tipe A di Bogor hanya dengan sanitasi dan penggunaan lampu ultraviolet. Untuk restoran tipe B melakukan pengendalian dengan cara dipukul langsung, sanitasi, penggunaan kipas angin, dan lem tikus.
Untuk restoran tipe C melakukan tindakan
43
pengendalian dengan cara dipukul langsung, sanitasi, penggunaan kipas angin, pemasangan perangkap tikus, penggunaan lem tikus, dan racun tikus (Gambar 21). Persentase (%)
100 80 60 40 20
Tipe A
0
Tipe B Tipe C
Tindakan pengendalian
Gambar 21 Tindakan pengendalian yang dilakukan oleh restoran di wilayah Bogor Pengendalian dengan cara pemukulan secara langsung dilakukan untuk hama seperti nyamuk, tikus, lalat, dan kecoa. Sanitasi merupakan cara yang banyak dilakukan oleh restoran yang ada di Bogor karena dengan sanitasi dapat menciptakan lingkungan yang tidak disukai oleh hama, selain itu sanitasi merupakan cara yang aman dan dari segi biaya lebih murah dibandingkan pengendalian yang lain.
Penggunaan kipas angin dilakukan dengan tujuan
mengusir hama seperti lalat dan nyamuk.
Penggunaan lampu ultraviolet
dilakukan dengan tujuan mengendalikan hama seperti lalat dan biasanya dipasang di dapur.
B.
Pengujian Perangkap dan Pestisida Pengujian dilakukan untuk hama jenis tikus dan kecoa.
Untuk tikus
digunakan dua jenis perangkap dan dua jenis rodentisida. Di dalam perangkap diberi umpan ikan asin yang telah dibungkus dengan kertas selama kurang lebih satu minggu, agar aroma yang keluar dari ikan asin lebih menyengat. Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 17.30 hingga 05.30 keesokan harinya.
Untuk perlakuan kecoa hanya menggunakan stereofoam yang di
dalamnya telah diberi umpan selai kacang/stroberi dan di sekitarnya diberi lem tikus. Insektisida yang digunakan berbentuk blok siap pakai.
44
1.
Pengujian Perangkap Tikus di Wilayah Bogor dan Jakarta Utara Berdasarkan hasil pemasangan perangkap tikus di perumahan wilayah
Bogor dapat diketahui bahwa jenis tikus yang banyak tertangkap adalah R. norvegicus. Tikus jenis ini terdapat di lingkungan mewah, sedang, dan kumuh, sedang untuk jenis tikus R. rattus diardii tidak banyak tertangkap (Gambar 22). Untuk hasil pemasangan perangkap di Jakarta Utara diperoleh hasil bahwa di perumahan sedang banyak diperoleh R. norvegicus sedangkan di perumahan kumuh banyak diperoleh R. rattus diardii. Perumahan mewah di daerah Jakarta Utara tidak dapat dilakukan pengujian. Hal ini terkait dengan ketersediaan pakan di sekitar lingkungan perumahan yang kemungkinan lebih menarik bagi tikus dibandingkan dengan umpan yang tersedia dalam perangkap. 5
a
Jumlah tikus
4 3 2 1
mewah
0
sedang
‐1
kumuh
‐2 5
b
4 3 2 1 0 ‐1 ‐2
Rattus norvegicus
Rattus rattus Jenis tikus
Gambar 22 Jenis tikus yang terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Jakarta Utara Untuk hasil pemasangan perangkap tikus di perumahan wilayah Bogor dengan menggunakan dua jenis perangkap yang berbeda yaitu perangkap konvensional dan perangkap modifikasi diketahui bahwa perangkap modifikasi lebih efektif karena mampu memerangkap tikus lebih banyak bila dibandingkan
45
dengan perangkap pasar. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian keefektifan perangkap (Gambar 23), dari hasil tersebut diketahui bahwa di perumahan sedang dan kumuh perangkap modifikasi lebih banyak memerangkap tikus.
Pada
perangkap modifikasi mampu memerangkap tikus lebih dari 1 ekor. Pada pemasangan perangkap di Jakarta Utara persentase pemerangkapan tikus yang efektif adalah perangkap konvensional. Hal ini dapat dilihat dari tiga kali pemasangan perangkap tikus selalu memerangkap tikus, sedangkan untuk perangkap modifikasi hanya dua kali mampu memerangkap tikus tetapi perangkap modifikasi ini mampu menangkap tikus sebanyak tujuh ekor pada satu kali pemasangan.
Bedasarkan hasil tersebut diperoleh hasil bahwa perangkap
modifikasi lebih efektif dibandingkan perangkap konvensional. Hal ini terlihat dari jumlah tikus yang terperangkap. Untuk perangkap modifikasi lebih banyak
Jumlah tikus
memerangkap tikus dalam satu kali pemasangan. 5 4 3 2 1 0 ‐1 ‐2 ‐3 ‐4 ‐5
a
mewah sedang kumuh
5 4 3 Jumlah tikus
2
b
1 0
‐1
perangkap konvensional
perangkap modifikasi
‐2 ‐3 ‐4 ‐5
Gambar 23
Jenis perangkap
Keefektifan dua jenis perangkap tikus di perumahan wilayah a. Bogor, b. Jakarta Utara
46
Berdasarkan hasil pemasangan perangkap di perumahan wilayah Bogor diketahui bahwa untuk perumahan mewah lokasi yang diperoleh tikus adalah halaman depan dan dapur, untuk perumahan sedang di dapur, para-para, kamar mandi, gudang, dan teras, sedangkan untuk perumahan kumuh banyak terdapat di dapur dan belakang rumah. Dari hasil tersebut rata-rata diperoleh tikus di daerah dapur karena di dapur merupakan pusat persediaan makanan sehingga banyak tikus menyukai tempat tersebut (Gambar 24). 7 6
Jumlah tikus
5 4
a
3 2 1 mewah
0
sedang
‐1
kumuh
‐2 7 6
Jumlah tikus
5
b
4 3 2 1 0 ‐1 ‐2
halaman dapur para‐para kamar depan mandi
gudang
teras
belakang rumah
Lokasi
Gambar 24 Lokasi pemasangan perangkap tikus di perumahan wilayah a. Bogor, b. Jakarta Utara Untuk masyarakat di perumahan mewah banyak terdapat tikus di halaman depan rumah, sedangkan untuk masyarakat yang tinggal di perumahan kumuh banyak diperoleh tikus di dalam rumah bagian belakang. Hal ini terkait dengan kondisi rumah dan kebersihan dalam rumah. Pada rumah mewah kondisi dalam
47
rumah rapi dan bersih sehingga tikus tidak terlalu banyak diperoleh dalam rumah sedangkan rumah kumuh kondisi rumah yang terbatas dan kurangnya kerapihan dan kebersihan dalam rumah menyebabkan tikus banyak masuk di dalam rumah. Pada pemasangan perangkap di perumahan sedang dan kumuh Jakarta Utara diperoleh hasil bahwa untuk perumahan sedang banyak diperoleh tikus di halaman depan dan para-para, sedangkan untuk perumahan kumuh banyak diperoleh tikus di dapur. Hal ini terkait dengan kerapihan dan kebersihan rumah itu sendiri.
2.
Pengujian Perangkap Kecoa di Wilayah Bogor Hasil pemasangan perangkap untuk kecoa di perumahan wilayah Bogor
diperoleh hasil bahwa kecoa banyak tertangkap di perumahan sedang dengan menggunakan umpan selai stroberi, sedang di perumahan kumuh kecoa yang tertangkap menggunakan insektisida yang berbentuk blok (Gambar 25). Pada pengujian ini digunakan insektisida dalam bentuk blok agar lebih mudah dan aman dalam aplikasi, karena insektisida ini diberi penutup sehingga efek kontak dengan manusia tidak terjadi. Pada penutup insektisida tersebut terdapat lubang kecil untuk jalan masuk kecoa.
Kecoa lebih menyukai selai stroberi karena
teksturnya yang lembek dan memiliki kadar air yang tinggi dibandingkan selai kacang. Selain itu, aroma selai stroberi lebih menarik bagi kecoa. Di perumahan mewah Bogor dan perumahan di Jakarta Utara tidak diperoleh kecoa, dan yang terperangkap adalah semut dan lalat buah karena selai stroberi dan kacang mengandung gula sehingga menarik bagi semut dan selai stroberi mengandung aroma buah sehingga menarik bagi lalat buah. Jumlah kecoa (ekor)
2 1,5 1
sedang
0 ‐0,5 ‐1
Gambar 25
mewah
0,5 selai kacang
selai stroberi
insektisida
kumuh
Jenis umpan
Hasil pemasangan perangkap dan insektisida untuk kecoa di perumahan wilayah Bogor
48
3.
Pengujian Rodentisida di Perumahan Wilayah Bogor Hasil pengujian dengan menggunakan dua jenis racun tikus yang berbahan
aktif brodifacoum dan bromadiolon di perumahan sedang dan mewah daerah Bogor diketahui bahwa racun tikus berbahan aktif bromadiolon lebih disukai oleh tikus bila dibandingkan dengan yang berbahan aktif brodifacoum. Hal ini terlihat pada tingkat konsumsi racun tikus di perumahan wilayah Bogor (Gambar 26). 9 8 7 Tingkat konsumsi (g)
6 5 4 3 2 1 0 ‐1 ‐2
Brodifacoum rumah mewah
Brodifacoum rumah sedang
Bromadiolon rumah mewah
Bromadiolon rumah sedang
‐3 Bahan aktif rodentisida
Gambar 27 Hasil analisis ragam untuk tingkat konsumsi racun tikus selama tiga hari di perumahan wilayah Bogor Hasil tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Dari hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa tingkat konsumsi racun tikus yang berbahan aktif bromadiolon lebih tinggi bila dibandingkan dengan brodifacoum (Gambar27).
4.
Perlakuan Perangkap Tikus dan Rodentisida di Rumah Sakit Daerah Bogor Jenis tikus yang terperangkap pada pemasangan perangkap tikus di rumah
sakit tipe B adalah R. norvegicus dan R. rattus diardii dan jumlah yang banyak tertangkap adalah R. rattus diardii. Pada rumah sakit tipe C jenis tikus yang tertangkap hanya R. norvegicus (Gambar 28).
49
2,5 Jumlah tikus
2 1,5 1
tipe B
0,5
tipe C
0 Rattus norvegicus
Rattus rattus Jenis tikus
Gambar 28 Jenis tikus yang terperangkap di rumah sakit wilayah Bogor Perbedaan ini kemungkinan terkait dengan lokasi pemasangan perangkap. Pada rumah sakit tipe B perangkap tikus banyak dipasang di dalam ruangan sedangkan di rumah sakit tipe C banyak dipasang di luar ruangan. Hal ini terkait dengan kondisi luas bangunan rumah sakit tipe C yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemasangan perangkap tikus di dalam ruangan. Jenis perangkap yang efektif pada pemasangan di rumah sakit wilayah Bogor adalah perangkap konvensional karena jumlah tikus yang terperangkap lebih banyak bila dibandingkan dengan perangkap modifikasi (Gambar 29). Di rumah sakit tipe B kedua perangkap mampu memerangkap tikus, tetapi pada rumah sakit tipe C hanya perangkap konvensional yang mampu memerangkap tikus. 2,5
Jumlah tikus
2 1,5 tipe B
1
tipe C
0,5 0 perangkap konvensional
perangkap modifikasi
Jenis perangkap
Gambar 29 Jenis perangkap hasil pemasangan perangkap di rumah sakit wilayah Bogor
50
Pemasangan perangkap di rumah sakit tipe B di wilayah Bogor diperoleh hasil bahwa lokasi yang terdapat tikus adalah tempat sampah dan kantin. Sedangkan untuk rumah sakit tipe B lokasi yang terdapat tikus adalah dapur, ruang arsip, dan logistik (Gambar 30). 3 2,5 Jumlah tikus
2 1,5 1
tipe B
0,5
tipe C
0 ‐0,5 ‐1
Tempat sampah
Kantin
Dapur
Ruang arsip
Logistik
Lokasi
Gambar 30 Lokasi pemasangan perangkap di rumah sakit wilayah Bogor Berdasarkan hasil pengujian dua jenis racun tikus berbahan aktif brodifacoum dan bromadiolon di rumah sakit tipe B wilayah Bogor dapat diperoleh hasil bahwa racun tikus berbahan aktif brodifacoum lebih disukai oleh tikus. Hal ini berbeda dengan hasil pengujian di perumahan wilayah Bogor yaitu tingkat konsumsi racun yang tertinggi adalah racun yang berbahan aktif bromadiolon. 14
Tingkat konsumsi (g)
12 10 8 6 4 2 0 brodifacoum
bromadiolon Bahan aktif rodentisida
Gambar 31 Konsumsi dua jenis racun tikus selama tiga hari di rumah sakit tipe B wilayah Bogor
51
5.
Pengujian Rodentisida di Laboratorium Perlakuan dengan menggunakan rodentisida selain dilakukan di lapangan
juga dilakukan di laboratorium (Priyambodo 2008). Bahan aktif rodentisida yang digunakan adalah brodifacoum dan bromadiolon, sedangkan tikus yang digunakan adalah tikus rumah. Pengujian ini dilakukan pada bulan April sampai Mei 2008 di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Pengujian dilakukan selama satu, dua, dan tiga hari pemberian
rodentisida. Untuk pembanding digunakan beras sebagai kontrol. Pada setiap perlakuan, digunakan 10 ekor tikus rumah sebagai ulangan. Pada pengujian tersebut menunjukkan bahwa rodentisida dengan bahan aktif bromadiolon lebih disukai oleh tikus rumah dibandingkan brodifacoum (Tabel 2). Pada pemberian satu, dua, dan tiga hari, rata-rata tingkat konsumsi rodentisida berbahan aktif bromadiolon lebih tinggi dibandingkan brodifacoum. Analisis ragam untuk pengujian satu hari dan dua hari tidak berbeda nyata antara bromadiolon dan brodifacoum, tetapi pada tiga hari pemberian berbeda nyata. Tabel 2 Konsumsi rodentisida pada tikus rumah (R. rattus) Rata-rata konsumsi per 100 g bobot tubuh Pemberian (hari)
Bromadiolon
1
13,82 dCD
10,42 dD
2
24,05 bcB
19,89 cBC
3
34,84 aA
25,82 bB
Brodifacoum
Beras
26,30 b B
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa rata-rata tingkat konsumsi rodentisida bromadiolon lebih tinggi dibandingkan beras dan bodifacoum. Hal ini disebabkan aroma dan bentuk rodentisida berbahan aktif bromadiolon lebih menarik bila dibandingkan beras dan rodentisida berbahan aktif brodifacoum.
Pembahasan Hasil Survei Hama Permukiman di Perumahan Rumah merupakan lingkungan buatan yang dirancang oleh manusia. Penghuni rumah menginginkan agar rumah tersebut mampu memberikan rasa aman, nyaman, bahkan memberikan kenikmatan dan kesenangan.
Selain itu,
rumah juga dapat memberikan tempat berlindung, ketersediaan makanan, dan
52
tempat hidup bagi berbagai organisme terutama yang dapat menimbulkan gangguan bahkan dapat membahayakan bagi para penghuni rumah (Rismayadi 2008). Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa hama yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, dan lalat (Gambar 8). Hamahama tersebut cukup meresahkan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit dan mengganggu kenyamanan bagi anggota keluarga. Kecoa merupakan contoh organisme yang dapat hidup dan tinggal di dalam rumah. Kecoa dapat berkembang sangat cepat di dalam rumah karena memperoleh makanan dan kondisi lingkungan (kelembaban dan tempat berlindung) yang sesuai. Demikian halnya dengan organisme lain, seperti nyamuk, semut, dan tikus. Nyamuk memperoleh tempat untuk hidup, berkembang biak, dan sumber makanan yang cukup di dalam rumah. Tikus dapat memanfaatkan lubang masuk dan ruangan di dalam rumah untuk sarang sebagai tempat berlindung dengan ketersediaan makanan dan minuman yang cukup (Rismayadi 2008). Berbagai tindakan pengendalian terhadap hama permukiman dilakukan oleh masyarakat, meskipun tindakan yang dilakukan berbeda-beda. Tidak semua masyarakat mau melakukan pengendalian dan tidak semua hama akan dikendalikan oleh masyarakat. Menurut Sigit (2006), permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya hama permukiman dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, berdasarkan tingkat bahaya, kerugian, atau gangguan yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh hama-hama tersebut. Contoh terjadinya kasus demam berdarah. Kedua, berdasarkan tingkat populasi hama-hama tersebut di lingkungan permukiman. Ketiga, berdasarkan tingkat toleransi pemukim terhadap keberadaan hama di lingkungannya. Dalam hal ini terkait dengan nilai ambang toleransi pemukim terhadap keberadaan hama di lingkungan sekitarnya.
Artinya, suatu keadaan
dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi tidak bagi orang lain. Keadaan ini terlihat dari adanya hama yang dikendalikan oleh masyarakat di Depok namun tidak dilakukan oleh masyarakat di Bogor dan Jakarta Utara (Gambar 9). Selain itu, perbedaan status sosial, tingkat pendidikan, budaya, dan lain-lain secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap jenis hama yang
53
dikendalikan. Oleh karena itu, kehadiran suatu organisme di dalam rumah dapat diartikan berbeda-beda. Sebagian orang tidak merasa terganggu dengan hadirnya hama-hama permukiman di rumah dalam jumlah tertentu, tetapi ada sebagian orang lain yang sama sekali tidak mempunyai toleransi terhadap hadirnya hamahama tersebut di dalam rumahnya (zero tolerance). Setiap orang memiliki nilai ambang toleransi yang berbeda untuk menentukan organisme yang terdapat di rumah atau lingkungan permukiman dapat dikelompokan sebagai hama atau bukan hama permukiman. Beberapa penyebab timbulnya hama diantaranya sisa makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan selokan (Gambar 11). Ketersediaan makanan yang berlimpah (sisa makanan manusia) serta kondisi lingkungan yang tidak bersih mendukung perkembangan populasi hama.
Lokasi yang disukai oleh hama
diantaranya kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, selokan, dan halaman rumah (Gambar 10). Lokasi-lokasi tersebut cukup mendukung untuk perkembangan hama, seperti suhu, kelembaban, serta faktor fisik lokasi tersebut, sehingga tempat tersebut sering dijadikan sarang oleh hama.
Menurut Sigit
(2006), hama yang sarangnya ada di luar rumah (lingkungan sekitar rumah) dan masuk ke dalam rumah hanya untuk mencari makan kemudian kembali ke sarangnya disebut hama “peridomestik”, sedangkan hama yang bersarang dan mencari makan di dalam rumah disebut hama “domestik”. Lingkungan permukiman tempat tinggal manusia merupakan lingkungan yang kondisi fisiknya relatif stabil. Kondisi rumah yang kurang ventilasi, lembab, kotor, kurang cahaya, dan penuh dengan barang yang tidak tertata rapi sangat disukai oleh hama. Selain itu, kondisi di sekitar lingkungan permukiman yang padat penduduk, banyak sampah, selokan tidak lancar, dan banyaknya lahan kosong dengan tumbuhan liar yang tidak terpelihara dapat menjadi pemicu munculnya hama. Kondisi seperti ini terlihat pada lingkungan permukiman kumuh.
Keterbatasan lokasi tempat tinggal menyebabkan terciptanya kondisi
lingkungan yang tidak teratur. Hal berbeda terlihat di perumahan mewah. Pada perumahan ini kondisi rumah yang bersih, teratur, dan cukup udara membuat hama tidak terlalu menyukai tempat tersebut walaupun di perumahan mewah masih ada hama tetapi dalam batas yang tidak merugikan, seperti tidak
54
menimbulkan gangguan (menimbulkan penyakit dan merusak bagian rumah) bagi penghuni rumah. Berbagai tindakan pengendalian telah dilakukan, diantaranya dengan sanitasi lingkungan, pengendalian secara fisik-mekanis dengan cara membunuh hama secara langsung, atau melakukan pengusiran. Berdasarkan hasil survei, masyarakat lebih menyukai melakukan pengendalian secara fisik-mekanis yaitu dengan cara membunuh secara langsung (Gambar 17). Tindakan pengendalian ini dilakukan terhadap nyamuk, kecoa, dan tikus.
Masyarakat melakukan
pengendalian ini karena caranya yang mudah dan murah. Cara yang tepat untuk mengendalikan hama adalah menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan agar tidak menjadi tempat berkembang biak, mencari makan, dan berlindung bagi hama (Sigit 2006). Tindakan pengendalian ini dapat dilakukan oleh semua kalangan masyarakat.
Sebagian masyarakat masih
melakukan tradisi kerja bakti atau gotong royong untuk mengendalikan hama dengan cara gropyokan, tetapi untuk masyarakat dengan aktivitas yang padat tidak dapat melakukan kegiatan tersebut. Hal ini terkait dengan kondisi sosial dan karakteristik masyarakat tersebut. Jika populasi hama sudah cukup meresahkan dan membahayakan bagi penghuni rumah, perlu dilakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida, tetapi dalam penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang dianjurkan. Pestisida merupakan zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan hama.
Sebagian besar pestisida digunakan dalam bidang pertanian, tetapi
penggunaan pestisida tidak terbatas dalam bidang pertanian.
Pestisida dapat
digunakan dalam bidang kesehatan, rumah tangga, perkantoran, dan lain-lain (Dadang 2007).
Meningkatnya kebutuhan manusia akan kebersihan dan
kesehatan lingkungan yang terbebas dari organisme pengganggu menyebabkan meningkatnya penggunaan pestisida di rumah tangga. Bentuk formulasi pestisida yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah cair (Gambar 12).
Hal ini terkait dengan jenis hama yang umum
dikendalikan oleh masyarakat. Hama yang umum dikendalikan, yaitu nyamuk, kecoa, dan tikus.
Pengendalian nyamuk dan kecoa dapat dilakukan dengan
menggunakan insektisida cair. Masyarakat banyak menggunakan pestisida dalam
55
bentuk cair dengan alasan efektivitas, kemudahan dalam penyimpanan, kemudahan aplikasi, keamanan, dan biaya (Wirawan 2006). Masyarakat kalangan menengah di Bogor selain menggunakan pestisida dalam bentuk cair juga banyak yang menggunakan pestisida dalam bentuk blok contohnya kapur semut yang digunakan untuk mengendalikan semut dan kecoa, sedang masyarakat kumuh lebih banyak menggunakan pestisida dalam bentuk serbuk untuk mengendalikan tikus, yaitu dengan cara dicampur dengan makanan seperti beras atau nasi. Hal ini terkait dengan jenis hama utama yang terdapat di daerah tersebut. Tujuan pengendalian dengan menggunakan insektisida adalah agar terjadi kontak secara maksimal antara insektisida dengan hama. Tindakan aplikasi harus dilakukan secara benar sehingga diperoleh hasil yang optimal dengan tingkat resiko terhadap manusia dan hewan bukan sasaran minimal. Teknik aplikasi insektisida yang benar sangat diperlukan agar insektisida yang diaplikasikan dapat didistribusikan ke suatu ruangan secara merata. Pemilihan jenis formulasi, alat, serta cara pemakaian yang benar akan menghasilkan pengendalian yang efektif (Wirawan 2006), tetapi kondisi di lapang berbeda. Menurut hasil survei, dalam penggunaan pestisida banyak masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan pakai yang dianjurkan (Gambar 15).
Masyarakat sebenarnya mengetahui dampak
negatif dari penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan aturan pakai tetapi mereka beranggapan selama tidak menimbulkan resiko bagi penghuni rumah berarti tidak membahayakan. Di Jakarta Utara, hanya sebagian kecil masyarakat kalangan mewah yang membaca aturan pakai sebelum menggunakan pestisida. Rata-rata masyarakat tidak membaca aturan pakai yang dianjurkan, baik kalangan mewah, sedang, maupun kumuh. Aturan pakai yang biasa tertera di kemasan pestisida cair, yaitu pada saat menyemprot ruangan dalam kondisi tertutup, jauh dari manusia, makanan, hewan peliharaan atau akuarium. Banyak masyarakat yang melakukan aplikasi dengan kondisi masih banyak anggota keluarga yang beraktivitas di ruangan tersebut, masih terdapat makanan yang tidak di tutup dengan rapat, dan ruangan dalam kondisi terbuka.
56
Menurut Wahyuningsih (2007) berdasarkan hasil survei di wilayah Surakarta dampak negatif penggunaan pestisida rumah tangga terhadap kesehatan masyarakat adalah sekitar 62% mengalami gangguan pernapasan, 52% merasakan batuk, 18% sakit kepala, dan 3% bintik-bintik pada kulit. Masyarakat tidak terbiasa membaca aturan pemakaian yang tertera pada label produk, hal tersebut penting untuk mengetahui informasi gambaran produk secara menyeluruh. Dari 100 responden, 59% menyatakan tidak pernah membaca aturan pakai setiap membeli pestisida rumah tangga. Berbagai
sarana
informasi
dapat
membantu
masyarakat
untuk
mendapatkan informasi mengenai jenis pestisida yang tepat digunakan untuk mengendalikan hama permukiman, diantaranya supplier pestisida, tetangga, teman, toko, televisi, petugas kesehatan, majalah/brosur, dan pengalaman. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa televisi merupakan sumber informasi utama bagi masyarakat. Selain itu, sebagian masyarakat masih menggunakan dasar pengalaman sebagai sumber informasi pengendalian terhadap hama permukiman (Gambar 13). Sebagian besar masyarakat tidak memperhatikan aspek penyimpanan pestisida setelah digunakan (Gambar 18).
Masyarakat meletakkan pestisida
setelah digunakan di mana saja. Pestisida setelah digunakan sebaiknya disimpan di tempat khusus dan aman bagi anggota keluarga terutama anak-anak. Tempat menyimpan pestisida harus terkunci dan tidak mudah dijangkau anak-anak dan hewan peliharaan. Untuk tempat atau gudang penyimpanan pestisida dalam skala besar sebaiknya pestisida disusun sesuai dengan kelompoknya (insektisida, rodentisida, dan lain-lain).
Gudang tempat penyimpanan pestisida harus
dilengkapi dengan ventilasi yang baik, pasir, atau serbuk gergaji untuk menyerap pestisida yang tumpah, sapu, dan wadah kosong untuk membuang sementara kemasan pestisida sebelum dimusnahkan (Djojosumarto 2008). Teknik pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan tikus yaitu dengan menggunakan lem tikus, perangkap (perangkap hidup atau mati), dan racun tikus (rodentisida).
Sebagian besar masyarakat lebih menyukai
menggunakan perangkap tikus dibandingkan dengan menggunakan racun tikus. Hal ini karena bila menggunakan racun tikus maka bangkai tikus yang mati tidak
57
terlihat sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan sulit untuk ditemukan. Masyarakat lebih memilih menggunakan lem tikus untuk mengendalikan tikus bila dibandingkan dengan perangkap hidup atau mati dengan alasan lebih mudah dalam penggunaan, praktis, harga yang terjangkau, dan mudah diperolehnya (Gambar 16). Sebagian masyarakat tidak melakukan pengendalian terhadap tikus dan hanya melakukan pengusiran. Menurut data hasil survei, tikus merupakan salah satu hama utama di permukiman, baik permukiman mewah, sedang, maupun kumuh. Menurut Ahmad (2003), sampai saat ini belum ada terobosan baru dari para pengembang perumahan ataupun kesadaran dari para pemilik rumah di wilayah Jakarta dan sekitarnya untuk membangun rumah yang bisa bebas dari ancaman hama tikus. Padahal, sebagian besar perumahan itu dibangun di atas rawa-rawa yang selama ini menjadi salah satu habitat tikus.
Banyaknya
perumahan yang dibangun di atas lahan bekas rawa-rawa berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan tikus, sehingga solusi untuk mengendalikan hama tikus di permukiman sangat diperlukan. Rawa-rawa merupakan salah satu habitat tikus, dengan banyaknya perumahan yang dibangun di tempat tersebut secara tidak langsung menyediakan habitat baru bagi tikus. Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan oleh masyarakat, tetapi tindakan pengendalian yang dilakukan berbeda-beda.
Salah satu faktor yang
menyebabkan perbedaan tersebut adalah faktor ekonomi. Untuk masyarakat yang tinggal di perumahan mewah dengan pendapatan yang tinggi mampu mengeluarkan biaya yang tinggi untuk melakukan pengendalian, bahkan ada beberapa masyarakat yang menggunakan jasa pembasmi hama.
Hal berbeda
terlihat pada masyarakat yang tinggal di kawasan perumahan menengah ke bawah, dengan penghasilan yang seadanya hanya mampu melakukan pengendalian secara sederhana.
Tindakan pengendalian yang mudah dilakukan adalah sanitasi yang
merupakan tindakan mengelola dan memelihara lingkungan sehingga tidak menarik dan tidak sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama. Berdasarkan hasil survei di tiga wilayah yang berbeda yaitu Bogor, Depok, dan Jakarta Utara dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan karakter masyarakat dalam menanggapi masalah hama permukiman.
Masyarakat Bogor lebih
58
perhatian dalam menangani masalah hama permukiman dibandingkan masyarakat Depok maupun Jakarta. Hal ini kemungkinan terkait dengan masalah sosial yang ada di masyarakat.
Kesibukan masyarakat Jakarta sebagai kota metropolitan
secara tidak langsung membentuk karakter masyarakat yang individualis, sedangkan Depok merupakan kota yang bersebelahan langsung dengan Jakarta dan banyaknya masyarakat Jakarta yang tinggal di Depok dapat membawa pengaruh dalam pembentukan karakter masyarakat. Untuk masyarakat Bogor karakter masyarakatnya masih menyukai kerjasama dan gotong royong antar warga sehingga tingkat kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya masih tinggi.
Hasil Survei Hama Permukiman di Rumah Sakit Survei hama permukiman untuk rumah sakit di Bogor dilakukan di tiga rumah sakit berbeda tipe yaitu tipe A, B, dan C. Ketiga tipe tersebut dibedakan berdasarkan kondisi lingkungan rumah sakit, cara pelayanan terhadap konsumen, dan harga kamar untuk rawat inap. Rumah sakit tipe A berada di tepi jalan raya tetapi lingkungan sekitar rumah sakit masih banyak terdapat lahan kosong. Hama yang terdapat di lingkungan rumah sakit yaitu tikus, kecoa, rayap, kucing, dan nyamuk, tetapi yang menjadi hama utama adalah kecoa, kucing, dan tikus. Lokasi yang banyak terdapat hama diantaranya dapur, ruang perawatan, cafe/kantin, ruang administrasi, dan IGD. Menurut pihak rumah sakit, hama-hama tersebut berasal dari luar rumah sakit dan karena adanya makanan sehingga banyak hama yang muncul. Pihak rumah sakit telah melakukan berbagai tindakan pengendalian yang dilakukan secara mandiri maupun menggunakan jasa pest control. Teknik pengendalian yang dilakukan secara mandiri diantaranya menggunakan insektisida cair, lem tikus, perangkap hidup untuk tikus, dan racun tikus. Rumah sakit tipe B lokasinya hampir sama dengan rumah sakit tipe A yaitu di tepi jalan raya dengan lingkungan sekitar adalah perumahan dan lahan kosong. Hama yang terdapat di rumah sakit ini adalah tikus, kecoa, nyamuk, kucing, rayap, semut, dan lalat, tetapi hama yang menjadi masalah adalah tikus, kucing, kecoa, dan rayap. Lokasi yang banyak terdapat hama diantaranya dapur, gudang,
59
tempat arsip, dan para-para. Menurut pihak rumah sakit, hama tersebut berasal dari luar rumah sakit dan karena adanya makanan. Tindakan pengendalian yang dilakukan pihak rumah sakit diantaranya menggunakan perangkap hidup untuk tikus, racun tikus, lem tikus, dan menggunakan suara ultrasonik.
Selain itu,
rumah sakit ini juga menggunakan jasa pest control untuk mengendalikan hama. Kucing di rumah sakit tipe A dan B menjadi hama karena mengganggu kenyamanan pasien dan pihak rumah sakit. Meskipun populasi kucing di rumah sakit tersebut tinggi tetapi populasi tikus juga tinggi. Hal ini karena peranan kucing sebagai predator tikus cukup rendah, selain itu di sekitar rumah sakit banyak makanan yang lebih menarik bagi kucing dibandingkan dengan memangsa tikus. Kucing di rumah sakit mengganggu di ruang perawatan pasien dan dapur. Teknik pengendalian yang dilakukan adalah dengan menggunakan perangkap atau umpan kemudian kucing yang tertangkap di masukan ke dalam karung dan dibuang. Rumah sakit tipe C berada di dalam suatu komplek perumahan, tetapi di sekitarnya masih banyak lahan kosong. Hama yang terdapat di rumah sakit ini adalah nyamuk, tikus, kecoa, semut, rayap, dan lalat.
Hama yang menjadi
permasalahan adalah nyamuk, tikus, dan kecoa. Lokasi yang banyak terdapat hama diantaranya dapur, halaman luar, gudang, dan kantin. Hama-hama tersebut berasal dari luar rumah sakit dan adanya makanan di rumah sakit. Rumah sakit tipe C melakukan tindakan pengendalian secara mandiri yaitu dengan menggunakan insektisida cair (spraying) dan insektisida elektrik. Perbedaan teknik pengendalian dari ketiga rumah sakit tersebut karena perbedaan anggaran yang disediakan pihak rumah sakit untuk melakukan pengendalian terhadap hama permukiman.
Rumah sakit tipe A dan B
kemungkinan mempunyai anggaran yang lebih besar dibandingkan dengan rumah sakit tipe C sehingga pihak rumah sakit mampu membayar jasa pest control. Jika dilihat dari sumber munculnya hama di rumah sakit rata-rata berasal dari luar lingkungan rumah sakit dan karena adanya makanan. Hal ini terkait dengan kondisi lingkungan rumah sakit yaitu adanya lahan kosong di sekitar rumah sakit yang masih banyak ditumbuhi semak-semak. Selain itu, dapur merupakan tempat yang paling banyak terdapat hama, karena dapur merupakan sumber makanan.
60
Survei rumah sakit di Jakarta Utara hanya dilakukan di rumah sakit tipe A. Hama di rumah sakit ini yaitu kecoa, tikus, nyamuk, semut, lalat, sedangkan hama utamanya adalah nyamuk. Lokasi yang banyak terdapat hama diantaranya ruang perawatan, ruang pegawai, toilet, IGD, dan musola. diperkirakan berasal dari selokan dan sampah.
Hama-hama tersebut
Rumah sakit ini hanya
mengandalkan pengendalian dari jasa pest control dan tidak melakukan pengendalian secara mandiri. Perlakuan yang dilakukan oleh pest control yaitu spraying, fogging, coldfog, dan umpan tikus. Teknik pengendalian yang dilakukan rumah sakit di daerah Bogor dan Jakarta Utara sedikit berbeda. Rumah sakit di Bogor selain menggunakan jasa pest control masih melakukan pengendalian secara mandiri. Hal berbeda terlihat pada rumah sakit di Jakarta Utara yang mengandalkan pengendalian dari jasa pest control. Pada dasarnya semua rumah sakit ingin memberikan pelayanan terbaik bagi pasien. Salah satu bentuk pelayanan terbaiknya adalah dengan menciptakan lingkungan rumah sakit yang nyaman dan bebas dari gangguan hama. Oleh karena itu pihak rumah sakit sudah mengantisipasi permasalahan hama-hama tersebut dengan melakukan berbagai tindakan pengendalian.
Hasil Survei Hama Permukiman di Restoran Wilayah Bogor Survei restoran di wilayah Bogor dibagi dalam tiga tipe yaitu tipe A, B, dan C.
Perbedaan ini berdasarkan kondisi restoran, kondisi lingkungan sekitar
restoran, cara penyajian dan pelayanan terhadap konsumen, dan harga makanan. Restoran tipe A kondisinya rapi, bersih, dan teratur. Hama yang terdapat di restoran ini adalah nyamuk, lalat, dan semut.
Hama-hama tersebut biasanya
terdapat di ruang utama yaitu tempat makan konsumen dan tempat cuci piring. Hal ini disebabkan tersedianya makanan yang potensial memicu datangnya hama. Untuk bagian dapur, restoran A lebih menjaga kebersihannya karena menurut pemilik restoran sumber kebersihan utama adalah dari dapur karena semua makanan di restoran tersebut dibuat di dapur.
Teknik pengendalian yang
dilakukan oleh pemilik restoran yaitu sanitasi dan menggunakan lampu ultraviolet untuk mengendalikan serangga terbang seperti lalat dan nyamuk.
Selain itu,
61
restoran tipe ini mempunyai petugas kebersihan yang selalu melakukan tugasnya setiap hari sehingga kebersihan restoran terjaga. Restoran tipe B kondisinya sedikit kurang bersih dan rapi, sedangkan restoran tipe C kondisinya tidak bersih dan kurang rapi. Hama yang terdapat di restoran tipe B dan C adalah kecoa, nyamuk, lalat, semut, dan tikus. Lokasi yang biasanya terdapat hama-hama tersebut yaitu ruang makan konsumen, tempat cuci piring, dan dapur. Teknik pengendalian yang dilakukan restoran tipe B adalah dengan memukul langsung, sanitasi, menggunakan kipas angin, dan lem tikus. Sedangkan restoran tipe C melakukan pengendalian dengan cara memukul langsung, sanitasi, menggunakan kipas angin, perangkap tikus, lem tikus, dan racun tikus. Tindakan memukul langsung dilakukan terhadap hama seperti tikus yang terperangkap di lem tikus tetapi belum mati, juga terhadap nyamuk dan kecoa. Penggunaan kipas angin dengan tujuan mengusir nyamuk dan lalat yang terdapat di ruang makan konsumen. Perangkap tikus, lem tikus, dan racun tikus dipasang di bagian belakang restoran. Penggunaan racun tikus sebagai salah satu teknik pengendalian hanya dilakukan oleh restoran tipe C. Restoran tipe A dan B tidak menggunakan racun tikus dengan alasan keamanan karena takut meracuni makanan yang ada di restoran tersebut. Sanitasi merupakan cara yang banyak dipilih oleh ketiga tipe restoran tersebut karena caranya yang mudah, aman, dan tidak memerlukan biaya yang tinggi.
Hasil Perlakuan Perangkap dan Racun Tikus di Perumahan Wilayah Bogor dan Jakarta Utara Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan perangkap tikus di perumahan wilayah Bogor dan Jakarta Utara diperoleh hasil bahwa untuk perumahan di Bogor jenis tikus yang banyak tertangkap adalah jenis R. norvegicus.
Sedangkan di daerah Jakarta Utara jenis tikus yang banyak
tertangkap di perumahan sedang adalah tikus riul atau tikus got (R. norvegicus) dan di perumahan kumuh adalah tikus rumah (R. rattus diardii). Tikus got banyak tertangkap di perumahan, hal ini terkait dengan perilaku tikus got. Menurut Harahap (2006), tikus got menyukai umpan yang berasal dari makanan manusia karena memiliki kadar air yang cukup serta aroma dan rasa
62
yang menarik. Hal ini karena tikus got terbiasa hidup pada habitat seperti selokan di sekitar
permukiman manusia yang pada umumnya memiliki tingkat
kelembaban yang tinggi sehingga tikus got terbiasa dengan makanan yang berkadar air tinggi. Selain itu, tikus got menjadi terbiasa dengan makanan yang berasal dari limbah rumah tangga. Hasil pemasangan perangkap tikus di perumahan mewah wilayah Bogor diketahui bahwa halaman depan dan dapur merupakan tempat yang banyak terdapat tikus. Pada perumahan sedang wilayah Bogor, tikus banyak terdapat di dapur, para-para, kamar mandi, gudang, dan teras. Sedangkan untuk perumahan kumuh, tikus banyak terdapat di dapur dan belakang rumah.
Persentase
penangkapan tertinggi untuk perumahan mewah di halaman depan, untuk perumahan sedang di dapur, dan perumahan kumuh di belakang rumah. Pada pemasangan perangkap tikus di Jakarta Utara, lokasi yang banyak terdapat tikus adalah halaman depan dan para-para untuk perumahan sedang dan dapur di perumahan kumuh. Pada perumahan mewah, tikus banyak tertangkap di luar rumah. Hal ini terkait dengan kebersihan dan kerapihan di dalam rumah.
Pada perumahan
mewah, kondisi rumah rapi, bersih, dan sirkulasi udara yang bagus sehingga tikus kurang menyukai lokasi tersebut. Berbeda dengan perumahan sedang dan kumuh. Pada perumahan tersebut, tikus banyak terdapat di dalam rumah.
Hal ini
disebabkan kondisi rumah kurang rapi, tidak bersih, kurang cahaya matahari, dan ventilasi menyebabkan tikus menyukai lokasi tersebut. Dapur merupakan tempat yang banyak terdapat tikus, baik di perumahan mewah, sedang, maupun kumuh karena dapur merupakan tempat untuk menyimpan makanan. Halaman depan merupakan tempat yang banyak terdapat tikus karena di lokasi tersebut terdapat selokan dan tempat sampah yang merupakan habitat yang disukai oleh tikus. Pada permukiman kumuh, lokasi belakang rumah merupakan tempat yang banyak terdapat tikus karena di tempat tersebut merupakan tempat penyimpanan barang pemilik rumah dengan kondisi yang kotor, tidak tertata dengan rapi, dan gelap sehingga tikus menyukai tempat tersebut.
63
Jenis perangkap yang efektif memerangkap tikus untuk daerah Bogor adalah perangkap modifikasi. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah tikus yang masuk ke dalam perangkap tersebut.
Sedangkan di perumahan Jakarta Utara pada
permukiman sedang lebih efektif perangkap konvensional tetapi pada daerah kumuh keduanya, baik perangkap konvensional maupun perangkap modifikasi, efektif. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa perangkap modifikasi lebih efektif dibandingkan dengan perangkap konvensional karena perangkap modifikasi mampu memerangkap tikus lebih banyak, bahkan dalam satu kali pemasangan perangkap modifikasi mampu memerangkap tujuh tikus (Gambar 35). Untuk penggunaan racun tikus hanya dilakukan di perumahan wilayah Bogor.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui bahwa rodentisida
berbahan aktif bromadiolon lebih disukai oleh tikus dibandingkan dengan rodentisida yang berbahan aktif brodifacoum. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aroma yang ditimbulkan dari rodentisida berbahan aktif bromadiolon lebih menarik bagi tikus. Rodentisida yang berbahan aktif brodifacoum dan bromadiolon merupakan racun tikus yang termasuk dalam racun kronis yang sistem kerjanya menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler. Racun kronis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan racun akut, yaitu tidak menyebabkan jera umpan, mudah dalam aplikasinya, konsentrasi yang digunakan rendah, tidak menimbulkan jera umpan, ada antidotanya, dan tidak memerlukan umpan pendahuluan. Disamping itu, racun kronis ini memiliki beberapa kekurangan yaitu tikus yang mati biasanya bersembunyi, kurang selektif, bereaksi lambat, membutuhkan umpan yang banyak, dan menimbulkan resistensi (Priyambodo 2003). Beberapa alasan tersebut yang membuat masyarakat Jakarta Utara tidak bersedia dilakukan pengujian dengan menggunakan racun tikus.
64
a
b
Gambar 35 Hasil pemasangan perangkap tikus a. perangkap konvensional, b. perangkap modifikasi
Hasil Pemasangan Perangkap Kecoa dan Insektisida di Perumahan Wilayah Bogor dan Jakarta Utara serta Rumah Sakit di Bogor Pemasangan perangkap kecoa dilakukan dengan menggunakan stereofoam dan lem tikus kemudian diberi campuran selai kacang/stroberi, mentega, dan bir. Berdasarkan hasil pemasangan perangkap dan insektisida terhadap kecoa dapat diketahui bahwa selai stroberi cukup efektif untuk menarik kecoa dibandingkan selai kacang. Hal ini disebabkan kecoa menyukai bahan makanan yang lunak dan berkadar air tinggi (Amalia 2008). Selain itu, aroma selai stroberi lebih menarik kecoa dibandingkan dengan selai kacang. Lokasi pemasangan perangkap adalah di dapur, kamar tidur, ruang tamu, ruang makan. Dari beberapa tempat tersebut hanya di dapur dan kamar tidur, tetapi jumlah kecoa yang terperangkap jumlahnya hanya beberapa ekor. Untuk pemasangan di rumah sakit tipe B dan C di Bogor serta perumahan di wilayah Jakarta Utara tidak diperoleh kecoa yang terperangkap. Rendahnya tingkat keberhasilan pemerangkapan kecoa ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya desain/bentuk perangkap kecoa yang belum sempurna sehingga kurang menarik bagi kecoa dan kemungkinan kecoa yang terperangkap dapat keluar lagi, keberadaan tikus yang dapat merusak perangkap (Amalia 2008), adanya makanan di sekitar tempat pengujian yang lebih menarik dibandingkan umpan yang dipasang, dan rendahnya populasi kecoa di lokasi tersebut.
65
Hasil Pemasangan Perangkap dan Racun Tikus di Rumah Sakit Wilayah Bogor Pemasangan perangkap dan racun tikus di rumah sakit wilayah Bogor hanya dilakukan di rumah sakit tipe B dan C. Berdasarkan hasil pemasangan perangkap diketahui bahwa di rumah sakit tipe B lebih banyak tikus rumah (R. rattus diardii) yang tertangkap dibandingkan dengan tikus got (R. norvegicus), tetapi di rumah sakit tipe C hanya tikus jenis tikus got (R. norvegicus) yang tertangkap. Lokasi pemasangan perangkap tikus untuk rumah sakit tipe B adalah dapur, ruang arsip, dan logistik, sedangkan untuk rumah sakit tipe C di tempat sampah dan kantin. Pada rumah sakit tipe B banyak tertangkap tikus rumah (R. rattus diardii) karena tempat pemasangan perangkap tikus sebagian besar di dalam ruangan, sedangkan di rumah sakit C banyak tertangkap tikus got (R. norvegicus) karena pemasangan perangkap tikus sebagian besar di area luar ruangan. Hal ini terkait dengan kondisi rumah sakit, untuk rumah sakit tipe B kondisi rumah sakit dan ruangan yang ada cukup luas sehingga memungkinkan untuk dilakukan pemasangan perangkap tikus di dalam ruangan. Rumah sakit tipe C kondisi rumah sakit dan ruangan yang ada cukup terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk pemasangan perangkap tikus di dalam ruangan, hanya ruangan tertentu yang dapat dipasang perangkap tikus. Perangkap yang efektif digunakan di rumah sakit tipe B dan C adalah perangkap konvensional karena jumlah tikus yang masuk ke dalam perangkap ini lebih banyak bila dibandingkan dengan perangkap modifikasi. Untuk pengujian racun tikus hanya dilakukan di rumah sakit tipe B dan diperoleh hasil bahwa tingkat konsumsi tertinggi adalah racun tikus yang berbahan aktif brodifacoum. Pada saat pengamatan, rata-rata racun habis tidak bersisa kemungkinan racun tersebut dibawa oleh tikus ke dalam sarangnya, karena jika racun tersebut dimakan oleh tikus akan terdapat sisa/serpihan racun tikus.
Hasil Pengujian Rodentisida di Laboratorium Pengujian rodentisida berbahan aktif brodifacoum dan bromadiolon di laboratorium dilakukan dengan tujuan mengetahui perbandingan tingkat konsumsi
66
tikus terhadap rodentisida di lapangan dan di laboratorium. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi tikus rumah adalah rodentisida berbahan aktif bromadiolon lebih tinggi dibanding rodentisida berbahan aktif brodifacoum.
Hasil yang sama juga terlihat pada pengujian
rodentisida di perumahan daerah Bogor. Hal berbeda terlihat pada pengujian rodentisida di rumah sakit daerah Bogor. Pada pengujian tersebut menunjukkan bahwa tingkat konsumsi rodentisida berbahan aktif brodifacoum lebih tinggi dibanding rodentisida berbahan aktif bromadiolon.
Pada saat pengamatan di
lapangan racun tikus berbahan aktif brodifacoum tidak terlihat adanya serpihan sisa rodentisida yang telah dikonsumsi tikus dan rodentisida tersebut habis. Kemungkinan rodentisida tersebut dibawa oleh tikus ke dalam sarangnya tidak untuk dikonsumsi. Pada rodentisida berbahan aktif bromadiolon terlihat serpihan rodentisida yang telah dikonsumsi oleh tikus. Tikus lebih menyukai rodentisida berbahan aktif bromadiolon karena aroma serta bentuk rodentisida yang lebih menarik bagi tikus.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN UMUM Hasil survei menunjukkan bahwa hama yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, dan lalat. Beberapa penyebab timbulnya hama diantaranya sisa makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan selokan. Ketersediaan makanan yang berlimpah serta kondisi lingkungan yang tidak bersih juga mendukung perkembangan populasi hama. Tempat yang disukai oleh hama untuk dijadikan sarang diantaranya kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, selokan, dan halaman rumah. Berbagai tindakan pengendalian telah dilakukan diantaranya dengan sanitasi lingkungan, pengendalian secara fisikmekanis dengan cara membunuh hama secara langsung, atau melakukan pengusiran. Sekarang ini banyak masyarakat yang lebih menyukai menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama permukiman, tetapi pada penggunaan pestisida banyak masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan pakai yang dianjurkan. Berdasarkan hasil survei di tiga wilayah yang berbeda yaitu Bogor, Depok, dan Jakarta Utara dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan karakter masyarakat dalam menanggapi masalah hama permukiman. Jenis tikus yang banyak terdapat di perumahan adalah tikus got (R. norvegicus). Perangkap modifikasi lebih efektif dibandingkan dengan perangkap konvensional yang ada di pasaran. Hal ini terlihat dari jumlah tikus yang masuk dalam perangkap. Untuk pemerangkapan kecoa, umpan yang disukai adalah selai stroberi, sedangkan untuk rodentisida rata-rata konsumsi tertinggi adalah rodentisida berbahan aktif bromadiolon karena dilihat dari hasil konsumsi rodentisida dengan bahan aktif bromadiolon lebih tinggi dibandingkan dengan rodentisida berbahan aktif brodifacoum. SARAN Permasalahan hama permukiman merupakan masalah yang umum dihadapi oleh masyarakat dari segala tingkatan sehingga perlu dilakukan survei mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat dalam mengendalikan hama permukiman di daerah pedesaan dan dibandingkan dengan daerah perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad I. 2003. Belum ada kesadaran atasi hama tikus. Kompas 27 Agustus 2003. Amalia H. 2008. Preferensi kecoa amerika (Periplaneta americana) (Blattaria: Blattidae) terhadap berbagai kombinasi umpan. [skripsi]. Bogor: Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2007. Integrated Pest Management. www.cv_mabindojaski- Info Perusahaan - Indonesia.mht. [31 Mei 2008]. Anonim. 2008 (a). Kecoa. www.wikipedia-indonesia.com [31 Mei 2008]. Anonim. 2008 (b). Nyamuk. www.wikipedia-indonesia.com [31 Mei 2008]. Anonim. 2008 (c). Tikus. www.wikipedia-indonesia.com [31 Mei 2008]. Anonim. 2008 (d). Tikus rumah. www.wikipedia-indonesia.com [31 Mei 2008]. Aplin KP, Brown PR, Jacob J, Krebs CJ, dan Singleton GR. 2003. Field Methods for Rodent Studies in Asia and The Indo-Pacific. Canberra: Australian Centre for International Agricultural Research. Aryatie MD. 2008. Pentingnya pemeliharaan kebersihan dan kesehatan di atas kapal dari vektor kecoa. www.she-cdivision.pdf [8 Mei 2008]. Chalidaputra M. 2007. Pengenalan dan pengendalian hama permukiman. www.hama-permukiman.mht [31 Mei 2008]. Darandono. 2004. Bisnis gemuk di balik hama. Swasembada 18 Maret 2004. Dadang. 2007. Bahan Kuliah Pestisida dan Teknik Aplikasi (Insektisida). Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dinata A. 2006. Sampah terbengkalai, lalat siap suplai penyakit. www.balitbangkes.co.id [31 Mei 2008]. Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hadi UK dan Koesharto FX (a). 2006. Lalat. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 52-72.
69
Hadi UK. 2006. Lipas. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 73-98. Hadi UK dan Koesharto FX (b). 2006. Nyamuk. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 23-51. Harahap SS. 2006. Uji ketertarikan wirok kecil (Bandicota bengalensis) terhadap umpan dan rodentisida. [skripsi]. Bogor: Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Martono E. 2003. Pemahaman tentang hama: batasan dan arti. Kuliah dasar-dasar perlindungan tanaman. http: /home /edmart /public_htm l/include /smarty /Smarty_Compiler.class.php Prameswari A. 2007. Pencemaran pestisida, dampak, dan penanggulangannya. www.dizzproperty.com [8 Mei 2008]. Prasetyowati H. 2007. Kecoa, serangga www.seputarkita.com [8 Mei 2008].
purba
penebar
upaya
penyakit.
Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta : Penebar Swadaya. Priyambodo S. 2006. Tikus. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 195-258. Priyambodo S. 2008. Pengujian laboratorium efikasi rodentisida Klerat RM-B (brodifacoum 0,005%) terhadap tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.). Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rismayadi Y. 2008. Memahami istilah hama permukiman (urban pest). http:// urbanpest. blogspot. com / 2009 / 03 / memahami – istilah – hama – permukiman -urban. html [4 Juni 2009]. Sigit SH. 2003. Prof. Singgih luncurkan buku hama permukiman. Harapan, 6 Mei 2003.
Sinar
Sigit SH. 2006. Masalah hama permukiman dan falsafah dasar pengendaliannya. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 1-13.
70
Suyanto A. 2006. Rodent di Jawa. Bogor: Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengentahuan Indonesia. Wahyuningsih S. 2007. Penggunaan pestisida rumah tangga: musuh dalam selimut. Kedaulatan Rakyat, 6 Desember 2007. Wirawan IA. 2006. Insektisida permukiman. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 315-433.
LAMPIRAN
72
Lampiran 1 Lembar kuesioner untuk perumahan SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN TERHADAP KEHADIRAN HAMA PERMUKIMAN
Kota
:
Kotamadya/Kabupaten
:
Tanggal wawancara
:
Waktu wawancara
:
KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Pendidikan
: ( ) Tidak sekolah/tidak tamat SD ( ) SD ( ) SMP ( ) SMA ( ) Perguruan Tinggi
Pekerjaan
: ( ) PNS ( ) Swasta ( ) Pensiunan ( ) Dll
Pendapatan
: ( ) < 1.000.000 ( ) 1.000.000-2.000.000 ( ) 2.000.000-3.000.000 ( ) 3.000.000-4.000.000 ( ) 4.000.000-5.000.000 ( ) > 5.000.000
Status kepemilikan
:
73
PENGETAHUAN HAMA PERMUKIMAN 1. Apa yang Anda ketahui tentang gangguan yang disebabkan oleh hama permukiman? ……………………………………………………………………………… 2. Jenis hama permukiman seperti apa yang Anda ketahui? (jawaban boleh lebih dari 1) a. Kecoa
f. Rayap
b. Nyamuk
g. Tungau
k.Tidak menjawab
c. Kutu (manusia, anjing, kucing) h. Caplak d. Laba-laba
i. Semut
e. Lalat
j. Tikus
3. Apakah hama permukiman berikut ini terdapat di rumah Anda? a. Kecoa
f. Rayap
b. Nyamuk
g. Tungau
c. Kutu (manusia, anjing, kucing)
h. Caplak
b. Laba-laba
i. Semut
c. Lalat
j. Tikus
k. Tidak menjawab
4. Hama apa yang paling banyak terdapat di rumah/tempat kerja Anda? a. Kecoa
f. Rayap
b. Nyamuk
g. Tungau
c. Kutu (manusia, anjing, kucing)
h. Caplak
d. Laba-laba
i. Semut
e. Lalat
j. Tikus
k. Tidak menjawab
5. Hama permukiman apa yang sering dikendalikan? a. Kecoa
f. Rayap
b. Nyamuk
g. Tungau
c. Kutu (manusia, anjing, kucing)
h. Caplak
d. Laba-laba
i. Semut
e. Lalat
j. Tikus
6. Di mana Anda melihat hama tersebut? a. Kamar tidur b. Kamar mandi
k. Tidak menjawab
74
c. Dapur d. Tempat sampah e. Selokan f. ………………….. g. Tidak menjawab 7. Menurut Anda, apakah yang menyebabkan hama-hama tersebut muncul? a. Makanan b. Sampah c. Tetangga d. Lingkungan yang kotor e. dari luar rumah f. Tidak menjawab 8. Apakah menurut Anda hama permukiman tersebut cukup meresahkan? a. Ya
b. Tidak
9. Kerugian apa yang dapat ditimbulkan karena adanya hama permukiman? ……………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………. 10. Tindakan apa yang Anda lakukan ketika mengetahui kehadiran hama permukiman? …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… 11. Apakah Anda mengetahui musuh alami dari hama-hama tersebut? a. Ya
b. Tidak
12. Apakah hewan yang berguna untuk mengendalikan hama permukiman? a. Anjing
f. tidak menjawab
b. Kucing c. Ular d. Katak e. ……………….. 13. Apakah Anda pernah menggunakan pestisida/bahan kimia untuk mengendalikan hama permukiman? a. Ya
b. Tidak
75
Jika ya, jenis pestisida/bahan kimia seperti apa yang biasa Anda digunakan? a.cair b.padat c.serbuk 14. Dari mana Anda mengetahui pestisida tersebut? a. Suplier
f. Penyuluh
b. Tetangga
g. Majalah/brosur
c. Teman
h. Radio
d. Toko kimia
i. Pengalaman
e. TV
j. ………………….
15. Apakah dalam pengendalian Anda memperhatikan merek? b. Ya
b. Tidak
Jika ya, merek apa yang biasa Anda gunakan? ……………………………………………………………………………. 16. Apakah Anda membaca aturan pakai sebelum menggunakan pestisida tersebut? c. Ya
b. Tidak
17. Apakah dalam penggunaannya sesuai dengan aturan pakai? a. Ya
b. Tidak
18. Kapan Anda menggunakan pestisida tersebut? a. Pagi b. Siang c. Malam d. ……………….. 19. Di mana Anda menyimpan pestisida tersebut? a. Dalam rumah
d. ………………
b. Luar rumah c. Dapur 20. Apakah Anda juga sering menggunakan perangkap? a. Ya
b. Tidak
Jika ya, jenis perangkap seperti apa yang biasa Anda gunakan?
76
a. Perangkap mati b. Perangkap hidup c. Lem tikus d. ………………….. 21. Cara pengendalian lain yang sering Anda gunakan adalah (Jawaban boleh lebih dari satu) a. Pukul langsung b. Siram air panas c. Sanitasi d. Gropyokan e. ………………. 20. Apakah Anda pernah menggunakan jasa pest control (pembasmi hama)? a. Ya
b. Tidak
Jika ya, perusahan pest control apa yang biasa Anda gunakan? ……………………………………………………………………………. 21. Apakah Anda puas dengan kerja petugas pest control? a. Ya
b. Tidak
Alasan: ……………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………. 22. Berapa biaya yang Anda keluarkan untuk mengendalikan hama permukiman tersebut? a. < 10.000 b. 10.000-50.000 c. > 50.000 d. …………………. 23. Apa saran Anda untuk mengatasi masalah tersebut? …………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
77
Lampiran 2 Hasil pemasangan perangkap di perumahan daerah Bogor hari 1
2
3
Jenis tikus Rattus norvegicus
Mewah jumlah Jenis trap Trap 1 konvensional
Rattus norvegicus
2
Rattus rattus Rattus norvegicus
1 3
lokasi Halaman depan
Trap konvensional
Halaman depan
Trap konvensional Trap modifikasi
Sedang jumlah Jenis trap Trap 2 modifikasi Trap 1 konvensional Trap 2 konvensional Trap 1 Modifikasi Trap 1 Modifikasi Trap 1 Modifikasi Trap 1 konvensional
Jenis tikus Rattus rattus Rattus norvegicus Rattus norvegicus Rattus norvegicus Rattus norvegicus Rattus norvegicus Rattus rattus
Dapur
-
-
lokasi Parapara Kamar mandi
Jenis tikus
Kumuh jumlah Jenis trap
-
-
lokasi
-
-
Trap modifikasi Trap modifikasi
Belakang rumah
Trap modifikasi
Belakang rumah
Dapur Gudang Teras Dapur
Rattus norvegicus Rattus rattus
2 1
dapur
dapur
-
-
Rattus norvegicus
2
Halaman depan
Lampiran 3 Hasil pemasangan perangkap di perumahan daerah Jakarta Utara Mewah
Sedang
Kumuh
hari
Jenis tikus
jumlah
Jenis trap
lokasi
Jenis tikus
jumlah
Jenis trap
lokasi
Jenis tikus
jumlah
1
-
-
-
-
Rattus norvegicus
1
Trap konvensional
Halaman depan
Rattus norvegicus
2
Rattus rattus
5
Para-para
Rattus rattus
1
Halaman depan
0
0
2
-
-
-
-
3
-
-
-
-
Rattus rattus Rattus norvegicus
1 1
Trap konvensional Trap modifikasi
Jenis trap
lokasi
Trap modifikasi Trap modifikasi Trap konvensional
Dapur
0
0
Dapur
Dapur
Lampiran 4 Tingkat pendidikan masyarakat di perumahan Pendidikan
Bogor
Depok
Jakarta
mewah sedang kumuh mewah sedang kumuh mewah sedang kumuh
Tidak sekolah SD
0
15%
55%
0
0
0
0
0
0
0
35%
15%
0
0
20%
0
10%
0
SMP
0
0
0
5%
20%
20%
0
10%
0
SMA
10%
30%
30%
5%
40%
0
0
55%
40%
PT
35%
20%
0
25%
10%
0
30%
25%
0