Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI PENYELENGGARAAN PEMILU
oleh : Lesti Heriyanti & Siti Baroroh Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Bengkulu
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi masyarakat tentang penyelenggaraan Pemilu 2014 yang berkaitan dengan analisis tentang penyebab maraknya praktik money politics pada Pemilu 2014.P enelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan mempergunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dalam menganalisa data penelitian. Lokasi penelitia dilakukan di Kota Bengkulu selama enam bulan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian nonpartisipan, dengan teknik penentuan informan penelitian adalah purposif sampling dan metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisa data hasil penelitian dilakukan dengan tahaptahap pengumpulan data, reduksi data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian nantinya dapat dipergunakan sebagai salah satu literatur dalam kajian pendidikan politik kepada masyarakat, menambah khazanah pengetahuan untuk berperilaku politik sehat, dan bahan kajian ilmiah untuk mencegah tindak korupsi yangdapat terjadi akibat praktik money politic yangmarak terjadi di Indonesia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa: 1). Penyelenggaran pemilu 2014 merupakan pemilu yang sangat massif dan terbuka dalam praktik money politics. Ini dilatarbelakangi oleh kurangnya pengawasan Panwaslu sehingga praktik money politics berkembang pesat, terutama sekali didukung oleh kesulitan ekonomi yang dialami oleh masyarakat. 2) Masyarakat memiliki tanggapan beragam terhadap praktik money politics yang berkembang pesat. Umumnya mereka menganggap money politics merupaka rejeki yang mereka dapatkan setiap berlangsungnya pemilu dan ini bukanlah suatu hal yang bersifat negatif atau melanggar ketentuan undang-undang dalam persepsi mereka. 3). Solusi untuk mengatasi money politik dengan menguatkan pengawasan dalam setiap proses pelaksanaan pemilu. Pelanggar ketentuan diberikan hukuman yang berat sehingga mampu memberikan efek jera kepadanya dan mencegah pihak lain utuk meniru perbuatannya. Kata Kunci : persepsi, masyarakat, Pemilu2014, demokrasi.
Pendahuluan Pelaksanaan Pemilu 2014 yang telah berlangsung, telah berhasil memilih calon anggota DPR, DPD dan DPRD Periode 2014-2019 nanti. Pelaksanaan pemilu dilangsungkan secara serentak diberbagai wilayah Indonesia, bahkan diluar negeri yang memiliki perwakilan Negara Republik Indonesia dan memiliki warga negara yang berada di luar negeri. Berdasarkan data diketahui bahwa jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap berjumlah
57
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
sebanyak186.569.233 orang. Data ini diungkapkan oleh Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2013 yang mengatakan bahwa angka pemilih pemula yang baru pertamakali memiliki hak pilih pada Pemilu 2014 dapat mencapai 22juta–23juta. Sementara angka resmi dari KPU adalah akan ada 18.334.458 pemilih pemula (http://metro.sindonews.com). Pemilih pemula memiliki potensi tersendiri sebagai penggalang suara bagi para caleg yang akan berjuang mendapatkan kursi DPR, DPD dan DPRD Periode 2014-2019. Potensi inilah yang terkadang dimanfaatkan oleh sebagian caleg dengan cara-cara yang negatif. Mereka memberikan sejumlah uang kepada para pemilih pemula sehingga dalam pelaksanaan pemilu 2014 kemarin, para pemilih pemula akan tergiur untuk memilih mereka karena telah mendapatkan uang dari para caleg dan bukan karena visi misi caleg yang dipaparkan pada saat kampanye. Perilaku yang sama juga ditunjukkan oleh para warga masyarakat yang lebih senior, dalam artian mereka telah beberapa kali ikut serta dalam proses pemilihan umum namun perilaku memilih caleg yang dalam pemilu kali ini juga tidak berdasarkan pemaparan visi misi caleg yang bersangkutan. Fenomena ini terjadi hampir diseluruh Indonesia. Banyakwarga negara Indonesiayang memilih hanya berdasarkan uang yang diberikan oleh tim sukses dari caleg tertentu. Tingkat perilaku memilih tersebut membuat munculnya permasalahan lain yaitu rendahnya partisipasi politik dalam pemilu 2014 ini Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik warga, salah satu faktornya adalah rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap caleg yang akan mewakili suara mereka ketika duduk di DPRD, DPR dan DPD. Ketidakpercayaan masyarakat ini pada ujungnya akan berdampak pada tingginya jumlah pemilih yang memiliki hak suara tetapi tidak menggunakan hak suara mereka pada saat pemilihan umum berlangsung. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan ditakutkan akan member dampak negatif bagi pelaksanaan proses demokrasi sesungguhnya. Rakyat hanya akan memberi suaranya ketika ia mendapatkan uang, kalau dia tidak akan mendapatkan uang maka dia tidak akan memberikan suaranya dan tidak mencoblos atau memberi suara pada hari yang telah ditentukan. Pilihan mereka tersebut muncul karena berbagai hal. Kekecewaan terhadap sistem demokrasi yang berkembang diIndonesia menjadi salah satu penyebab suburnya sikap apatis dan ketidakpedualian masyarakat terhadap proses demokrasi yang berlangsung. Rakyat cenderung menganggap bahwa memilih atau tidak memilih calon tertentu tidak akan membawa makna yang berbeda bagi kehidupan mereka, sehingga inilah yang terkadang membentuk perilaku golput di kalangan masyarakat bawah yang memang sama sekali belum pernah mendapatkan pendidikan poilitik. Bahkan pada masyarakat yang telah mendapatkan pendidikan politikpun, proses pemilihan umum juga terkadang dianggap hal yang tidak penting sehingga sikap inilah yang pada akhirnya membuat semakin tingginya angka golput di Indonesia dari tahun ke tahun dan maraknya praktik money politics diIndonesia. Pada pelaksanaan pemilu 2014 yang telah berlalu, di Kota Bengkulu terlihat sekali banyaknya terjadi penyimpangan dalam hal pembagian uang kepada masyarakat sehingga masyarakat diharapkan untuk memilih calon-calon legislatif tertentu. Iming-iming uangyang diberikan berkisar Rp 50.000 hingga Rp250.000, yang akan diberikan kepada masyarakat kalau dia mau memilih calon-calon tertentu sesuaiyang diharapkan oleh si pemberi uang. Kondisi ini sangat memperihatinkan, karena suara masyarakat sangat berarti bagi pelaksanaan demokrasi yang merupakan tonggak peralihan kekuasaan yang berada sepenuhnya di tangan rakyat. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengkaji secara lebih detail mengenai Persepsi Masyarakat Mengenai Penyelenggaraan Pemilu (Analisis Sosiologis Praktik Money Politics Pada Pemilu 2014)
58
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih enam bulan. Tempat penelitian ini dilaksanakan di Kota Bengkulu. Alasan penelitian ditempat ini, disamping alasan geografis yang akan memudahkan transportasi dan komunikasi, juga dikarenakan di Kota Bengkulu sendiri padapelaksanaan Pemilu 2014 yang telah berlalu ditemukan banyak banyak kecurangan yang terjadi akibat moneypolitics yang dilakukan oleh caleg namun belum mendapat penanganan yang serius dari pemerintah. Penelitan ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitan yang hanya meliputi sejumlah kecil orang atau kasus (peristiwa dan gejala) lokal, sehingga membatasi peluang generalisasi. Studi kasus dipilih karena metode penelitian studi kasus merupakan metode penelitian yang meneliti suatu peristiwa secara mendalam dan terperinci, studi kasus tidak hanya sekedar menjawab pertanyaan “apa” tetapi studi kasus berusaha untuk menjawab pertanyaan “bagaima dan mengapa”, sebuah metode yang berusaha menjelaskan tentang penyebab terjadinya dan alasan terjadinya suatu kasus secara terperinci dan mendalam. (Prastowo,2011:35). Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber utama atau sumber asli yang memuat informasi atau data yang dibutuhkan. Data primer diperoleh dari para informan atau individu yang berpartipasi secara aktif dalam proses pemilu 2014. Sebagai penelitian kualitatif, maka dalam hal ini data primer digunakan sebagai data utama, dimana subtansi data primer dalam hal ini berupa katakata dan tindakan, yaitu data-data dan tindkan dari subjek penelitan yag telah ditentukan. Sedangkan data sekunder adalah data lain atau data tambahan yang diperoleh dan digunakan sebagai pelengkap data primer atau data utama, data sekunder yang digunakan dalam penelitan ini diperoleh dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber arsip dan dokumentasi pribadi (Beni,2008:108). Data sekunder merupakan data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data KPU Propinsi Bengkulu dan literature penunjang lainnya. Jumlah informan tidak ditentukan akan terus berkembang dari waktu ke waktu dan sesuai kebutuhan akan dicari sebanyak mungkin dan apabila data dirasa cukup maka wawancara akan dihentikan, selanjutnya dilakukan pengecekan data yang akan terkumpul. Hal ini di lakukan sekaligus untuk pengecekan data dari informan. Informan penelitian terdiri warga masyarakat Kota Bengkulu yang terlibat secara aktif berpartisipasi dalam Pemilu 2014 dan mengetahui secara pasti mengenai permasalahan money politics yang terjadi pada pemilu 2014 yang lalu. Informan pendukung lainnya juga berasal dari pihak KPU Propinsi Bengkulu yang berkepentingan sangat besar dalam penyelenggaraan pemilu. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian, ini bertujuan untuk mengetahui objektifitas dari kenyataan yang ada tentang keadaan dan kondisi objek yang akan diteliti. Pengamatan langsung pada objek yang diteliti observasi digunakan dengan tujuan untuk mengetahui tentang kondisi subjek dan wilayah penelitan (Arikunto, 1997:133). Jenis observasi dalam penelitian ini yaitu observasi non partisipan Di dalam hal ini observer hanya bertindak sebagai penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke lapangan. Pengumpulan data lainnya dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap para informan.Wawancara merupakan pertanyaan-petanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi/penjelasan hal-hal yang dipandang perlu. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yang didalamnya ada wawancara terfokus dan ada wawancara bebas. Kedua jenis wawancara ini digunakan oleh peneliti sesuai dengan kondisi dilapangan. Sebelum peneliti melakukan wawancara secara mendalam,untuk mendapatkan informasi yang diperlukan mengenai persepsi
59
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
masyarakat mengenai pelaksanaan Pemilu 2014 terutama mengenai money politics yang marak dilakukan oleh caleg, maka dilakukan pembicaraan informan dengan tujuan menciptakan hubungan yang akrab(tidak kaku) antara peneliti dan informan. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan mempergunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif, dimana selama proses analisis ini peneliti juga tetap melakukan proses pengecekan keabsahan data hasil penelitian melalui proses cek dan ricek serta verifikasi ulang terhadap datadata tertentu dalam penelitian ini. Penelitian mengenai Persepsi Masyarakat Penyelenggaraan Pemilu ini terfokus pada Analisis Sosiologis Mengenai Praktik Money Politics Pada`Pemilu 2014 terutama pada maraknya pelanggaran pemilu terkait maraknya praktik money politics di tengah-tengah masyarakat dalam proses pemilihan umum.Hasil penelitian mengungkapkan bahwa praktik money politik ini mencederai nilai-nilai demokrasi yang ingin ditegakkan dalam Negara Republik Idonesia. Pilihan yang dibuat masyarakat atas calon legislative yang akan mewakilinya di lembaga legislative bukan lagi didasarkan atas kapabilitas dan kompetensi calon tersebut, tetapi telah beralih pada seberapa uang yang bersedia diberikan oleh calon kepada warga pemilik hak suara sehingga dengan uang yang diberikan warga tersebut akan memilih calon tersebut dibandingkan calon-calon lain yang tidak memberinya uang. Praktik money politics ini berlangsung secara massif pada pelaksanaan Pemilu 2014 kemarin.Ini menjadi puncak praktik money politics yang dilakukan secara terbuka dan massif. Pertaruhan politik tidak sekedar didasarkan atas unsur SARA lagi tetapi telah melibatkan unsur uang dalam proses terpilih atau tidak terpilihnya seseorang untuk maju sebagai calon anggota legislative atau pimpinan suatu darah tertentu. Penelitian ini dilakukan di Kota Bengkulu selama kurang lebih enam bulan dengan terfokus pada masyarakat awam yang aktif berpartisipasi dalam mencoblos pada pemilu.Informan terfokus pada mereka yang menerima uang atau barang tertentu sebagai iming-iming untuk memilih calon anggota legislatif tertentu atau calon pemimpin daerah.Proses pemilihan informan dilakukan dengan mempergunakan teknik snowball sampling, sehingga tidak dibatasi dalam segi jumlah, ketika peneliti telah menemukan sejumlah kesamaan data yang diungkap informan dan telah mampu menjawab pertanyaan penelitian maka peneliti mulai membatasi jumlah informan. Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang dengan berlatar belakang kehidupan yang berbeda-beda, ada yang telah menempuh pendidikan tinggi setara S1 dan ada juga yang sedang berkuliah.Selain itu informan juga ada yang hanya memperoleh pendidikan setingkat menengah atas.Latar belakang pendidikan informan yang beragam ini menandai beragamnya persepsi mereka mengenai praktik money politics yang marak berkembang di tengah masyarakat. Persepsi mereka yang berbeda dalam menanggapi maraknya praktik money politik juga dilatarbelakangi oleh partisipasi mereka sebagai tim sukses atau partisipan aktif dalam suatu partai politik atau organisasi tertentu dalam bidang politik. Pandangan masyarakat yang berbeda dalam menanggapi praktik money politics inilah yang membuat pemerintah sulit memberantas praktik money politics dalam penyelenggaraan pemilu. Berikut ini data informan dalam penelitian ini :
60
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Table 5.1. Karakteristik Informan No
Iniasial Informan
Umur (tahun)
Tingkat pendidikan
Jenis Kelamin
Alamat tempat tinggal
1
DA
43
SMA
Laki-laki
Pagardewa
2
HM
33
S1
Laki-laki
Tanah Patah
3
IMS
41
SMA
Perempuan
Sawahlebar
4
FT
28
S1
Laki-laki
5
EN
43
S1
Perempuan
Sawahlebar
6
YL
42
SMA
Perempuan
Kp Bali
7
NOI
35
SD
Perempuan
Pagardewa
8
WY
30
SD
Perempuan
Kp Bali
9
AW
55
SD
Laki-laki
Kp Bali
10
MY
50
SMP
Laki-laki
Tanjung Heran
Kebun Tebeng
Sumber : Olah Data Penelitian, 2015 Berdasarkan table tersebut bisa diliat bahwa informan dalam penelitian ini cukup beragam dari segi umur dan tingat pendidikannya. Pilihan menerima atau menolak tawaran money politics atau berpartisipasi aktif untuk juga ikut menawarkan money politics ke pihak lain sama sekali tidak dibatasi oleh umur dan tingkat pendidikan yang mereka miliki. Ini peneliti ketahui dari penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar informan menerima uang dari tim sukses dan bahkan ikut juga menjadi tim sukses dengan mempergunakan uang untuk menjaring suara dari para pemilih. Pada tahap awal pemberian money politics ini diawali dengan didatanginya rumah informan oleh tim sukses, selanjutnya mereka akan meminta fotokopi KTP informan dann mengisi data tertentu dalam berkas yang mereka bawa. Data tersebut umumnya berisikan informasi umum terkait identitas informan. Setelah proses pengisian data dan pemberian fotokopi KTP informan kepada tim sukses,, maka selanjutnya anggota tim sukses menjanjikan akan mengunjungi informan lagi beberapa hari kemudian untuk memberikan uang ucapan terimakasih.. Setelah beberapa hari maka tim sukses tersebut akan datang dan mengunjungi informan lagi dan memberikan uang yang telah dijanjikan. Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan, umumnya para informan mendapatkan uang yang jumlahnya berbeda-beda dari para tim sukses calon anggota legislative yang ingin dipilih. Uang yang paling kecil yang mereka dapatkan sebesar Rp 50.000 untuk setiap individu. Jumlah terbesar yang dapat diperoleh informan adalah sebesar Rp 250.000 yang didapatkannya dari para tim sukses calon anggota legislatif. Sebagian informan mengungkapkan berdasarkan uang yang mereka dapatkan tersebut maka pada hari pemilihan umum mereka akan memilih calon yang memberikan uang tersebut. Jika mereka mendapatkan uang dari banyak calon maka calon yang memberikan uang dalam jumlah yang paling besarlah yang akan mereka pilih di bilik suara. Informan lainnya mengungkapkan bahwa walaupun telah mendapatkan uang maka belum tentu juga mereka akan memilih calon tersebut, sebab mereka berasumsi bahwa dalam mengejar jabatan saja calon sudah mulai menggunakan uang, maka ketika sudah menjabat nanti akan muncul kemungkinan mereka melakukan tindak korupsi untuk mengembalikan modal menjabat atau modal keikutsertaan mereka di pemilihan umum tersebut.
61
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Uang yang didapatkan informan akan dipergunakannya untuk membeli keperluan seharihari, biaya pulsa dan ada juga yang menggunakan uang tersebut untuk membeli baju dan kosmetik. Mereka tidak mempergunakan uang tersebut untuk membeli makanan, karena dalam asumsi mereka akan dinilai haram jika uang tersebut dibelikan makanan. Namun penilaian keharaman uang tersebut juga tidak sepenuhnyamenjadi bahan pertimbangan informan ketika membelanjakan uang dari tim sukses tersebut. Informan ada yang mengungkapkkan bahwa dia menanggap uang tersebut adalah uang yang diberi oleh tim sukses, dia tidak mencuri atau mendapatkannya dengan jalan tidak benar sehingga layak untuk dipergunakan demi pemenuhan kebutuhan keluarga mereka. Data yang didapatkan dari informan akan dianalisis lebih lanjut dalam pembahasan berikut ini. 1. Persepsi Masyarakat mengenai Penyelenggaraan Pemilu 2014 Penyelenggaraan pemilu 2014 dinilai informan merupakan pemilu yang sangat mementingkan money politics dalam upaya menjaring suara dari pengguna hak pilih.Sebagian informan dengan mengungkapkan kalau mereka memilih calon tidak lagi melihat bahwa dia bisa dipercaya atau memiliki track record yang positif. Uang yang diberikan kepada mereka menjadi penentu calon tersebut dipilih atau tidak oleh masyarakat. Penyelenggaraan pemilu 2014 dinilai sukses jika dinilai dari ketertiban dan ketiadaan konflik dalam pelaksanaannya, terutama di daerah tempat tinggal informan.Tetapi bagi para informan, jika dilihat dari para calon yang terpilih maka ada beberapa yang dianggap sangat tidak layakuntuk menjadi anggota dewan.Mereka bisa duduk disana hanya karena memiliki uang yang dipergunakannya untuk membeli suara dari warga masyarakat. Uang tersbut disebarkannya kepada para tim sukses dan nanti tim sukses inilah yang akan bergerilya dari satu rumah ke rumah menawarkan warga agar memilih calon yang diusungnya dan jika nanti mau memilih calon tersebut maka mereka akan diberikan sejumlah uang sebagai ucapan terima kasih. Uang yang diberikan berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 250.000 bagi warga tertentu. Informan menilai pengawasan pihak penyelenggara pemilu dalam ha ini KPU Propinsi dan KPU Kota beserta Panwaslu sangat kurang dalam mencegah atau meminimalisir peluang atau potensi terjadinya praktik money politics dalam penyelenggaraa pemilu 2014. Terdapat banyak laporan berkaitan dengan praktik money politics yang tidak bisa diselesaikan satu persatu oleh pihak Panwaslu karena keterbatasan waktu dan tim untuk melakukan penyelesaian permasalahann praktik money politics tersebut. Informan mengungkapkan bahwa bagi mereka uang yang didapatkan dari tim sukses untuk memilih calon mereka merupakan uang yang layak untuk dikonsumsi, uang tersebut bukanlah merupakan uang haram karena mereka tidak memperolehnya melalui jalan yang menyimpang dari aturan. Ini seperti diungkapkan oleh Pak MY (50 tahun), dia menguraikan sebagai berikut : “kalau bagi saya uang yang diberikan oleh Tim Sukses Caleg itu sah-sah untuk dikonsumsi, sebab kita tidak memintanya, itu dikasih cuma-cuma.”. Penuturan Pak MY tersebut menguraikan persepsinya yang menganggap bahwa uang yang berasal dari money politics bukanlah merupakan uang yang haram dan tindakan mereka menerima uang tersebut tidak merupakan tindahan yang salah.Persepsi Pak MY ini merupakan suatu konsep pemikiran yang juga dimiliki oleh informan lainnya.Mereka beranggapan bahwa bukan hal yang salah ketika menerima money politics tersebut.Uang tersebut bagi dianggap mereka sebagai rezeki yang layak mereka dapatkan.
62
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
2. Analisis Sosiologis mengenai Persepsi Masyarakat akan Maraknya Praktik Money Politics yang terjadi dalam Pemilu 2014 Analisis sosiologis mengenai maraknya praktik money politics dalam penyelenggaran pemilu 2014 mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam menerima uang sogok tersebut semata-mata dilakukannya karena didasari atas kebutuhan kehidupa mereka yang sementara waktu bisa diatasi dengan uang sogokyang diterima dari para calon legislative. Secara sosiologis kondisi informan menerima uang sogok tersebut merupakan suatu upaya untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan sosialnya. Jika mereka tidak menerima uang sosgok tersebut maka mereka takut akan mengalami potensi konflik dengan tetangga atau pihak yang mau memberi uang tersebut. Umumnya warga masyarakat tergoda dengan uang yang diberikan para calon anggota legislative tersebut.Calon anggota legislative ingin menarik simpati masyarakat agar masyarakat tersebut menjadi simpatisannya dalam kampanye.Umumnya dalam musim kampanye banyak sekali warga masyarakat yang menjadi simpatisan bayaran, dan bahkan rata-rata masyarakat menjadikannya sebagai mata pencaharian dadakan pada saat musim kampanye, mereka menerima uang atau barang sebagai balas jasa yang diberikan karena telah menjadi pendukung partai politiknya tersebut tertentu. Informan megungkapkan uang yang mereka terima dari para simpatisan atau pihak tim sukses tersebut dapat mereka gunakan untuk berbagai keperluan, misalnya membeli pakaian atau kebutuhan peralatan dapur serta membayar untuk bahan bakar kendaraan mereka juga. Uang tersebut mampu membantu meringankan beban ekonomi mereka walaupun hanya untuk sementara.Tetapi ada juga beberapa warga masyarakat yang kadang menerima uang sogokan atau money politics tidak hanya dari satu calon legislative saja tetapi bisa juga menerima sogokan dari dua atau bahkan tiga calon anggota legislative. Sehingga terkadang ada yang dapat menerima money politics hingga mencapai kurang lebih Rp 400.000 dari para tim sukses calon anggota legislative. 3. Solusi Mengatasi Praktik Money Politics pada Pelaksanaan Pemilu Pemerintah hingga saat ini belum mampu mengatasi maraknya money politics yang berkembang di tengah masyarakat. Kesulitan ekonomi yang dialami oleh warga masyarakat membuat mereka akan selalu menerima uang yang diberikan kepada mereka. Mereka tidak menyadari bahwa dengan menerima uang sogokan tersebut maka lima tahun kedeoan proses pembangunan dan kehidupan politik di daerah mereka ditentukan oleh calon yang terpilih tersebut.Pola pikir mereka yang hanya memikirkan kesenangan sesat membuat mereka tidak menimbang dampak negative yang mungkin akan mereka dapatkan kkarena memilih calon hanya berdasarkan uang sogokan yang mereka berikan. Upaya panwaslu untuk mengatasi maraknya praktik money politics yang berkembang dalam kehidupan masyarakat didasarkan pada kampanye dan sosialisasi gerakan anti money politics. Perlu dikembangkan pendidikan politik sejak dini bagi para calon pemilih sehingga mereka tidak akan terjebak dalam kondisi ketergantungan pada uang sogok ketika pemilu.
63
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penyelenggaran pemilu 2014 merupakan pemilu yang sangat massif dan terbukadalam praktik money politics. Ini dilatarbelakangi oleh kurangnya pengawasan Panwaslu sehingga praktik money politics berkembang pesat, terutama sekali didukung oleh kesulitan ekonomi yang dialami oleh masyarakat. 2. Masyarakat memiliki tanggapan beragam terhadap praktik money politics yang berkembang pesat. Umumnya mereka menganggap money politics merupaka rejeki yang mereka dapatkan setiap berlangsungnya pemilu dan ini bukanlah suatu hal yang bersifat negative atau melanggar ketentuan undang-undang dalam persepsi mereka Solusi untuk mengatasi money politik dengan menguatkan pengawasan dalam setiap proses pelaksanaan pemilu. Pelanggar ketentuan diberikan hukuman yang berat sehingga mampu memberikan efek jera kepadanya dan mencegah pihak lain utuk meniru perbuatannya. Ketika aturan dan pengawsan ditegakkan dengan baik maka praktik money politics bisa diperkecil peluang terjadinya.
Daftar Pustaka Arikunto,Suharsimi.2001.ProsedurPenelitanSuatu PendekatanPraktek.Jakarta :PT.RinekaCipta Asshidiqqie, Jimly. 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. . Beni, Ahmad. 2008.MetodelogiPenelitian. Bandung :Pustaka Setia Budiharjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik .Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian. Yogyakarta : Ar Ruzz Media Ritzer,George.1992.SosiologiIlmuPengetahuanBerparadigmaGanda.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Rush Michael dan Althoff Phillip. 2008. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Rajawali Pers. Soekanto,Soerjono.2002.SosiologiSuatuPengantar.Jakarta:RajaGrafindo Persada. Soedarsono. 2005. Mahkamah Konstitusi Pengawal Demokrasi. Jakarta : PT. Gramedia. Tricahyo.Ibnu. 2009. Reformasi Pemilu. Jakarta : PT Gramedia Sumberinternet : http://metro.sindonews.com/read/2014/03/28/16/848440/menjangkau-pemilih-pemula.Diakses pada tanggal 20 Juni 2015
64