Indrawan & Edward, Kesejahteraan Sosial Anak...
PERSEPSI ANAK BINAAN TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN DI LSM EMPHATY MEDAN Marlina Parhusip & Sudirman Abstract In poor community is not all of families can fulfill the children’s education needs and carry them to school. Whereas education is very essential and important to children’s growing. So, Indonesia which has large number of people are the poor families need helping from any one at all to fulfill children’s education needs. Hope government helping program carry their children to school is not guaranteed, because government financial ability is limited. Emphaty Fondation is one of NGO who has children’s education specific program. Emphaty Fondation has program to help street children from poor families from Medan and suburban area to formal school and informal scholl to get life skill. Emphaty Fondation has Children House. Emphaty Fondation’s officials give them education and training. Another program of Emphaty Fondation is get scholarship, so the children get formal school. All of children and their parents agreed, that Emphaty Fondation help them very seriously and care the children’s future very well. Keywords: child worker, street children Pendahuluan Semua orang tentu saja sependapat bahwa “hidup matinya” suatu bangsa di masa mendatang sangat tergantung pada kondisi anakanak sekarang. Anak-anak merupakan generasi pewaris kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu, keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan oleh bangsa tersebut kepada anak-anak masa kini. Menciptakan sumber daya yang handal dan tangguh yang dapat bersaing diperlukan strategi dan budaya yang matang, dimulai dari masa kanak-kanak sampai masa-masa muda. Masa tersebut merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang semestinya memerlukan perhatian khusus. Jika masa kanak-kanak mengalami eksploitasi atau perlakuan yang tidak wajar dengan sendirinya pertumbuhan anak tersebut akan terganggu yang berdampak pada perkembangan kemampuan IQ-nya. Masa kanak-kanak merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang semestinya memerlukan perhatian khusus. Anak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan perlindungan dari eksploitasi atau perlakuan
yang tidak wajar. Walaupun begitu, banyak kita jumpai anak terpaksa bekerja dengan alasan sosial ekonomi. Menurut ILO (1999) di seluruh dunia saat ini lebih dari 250 juta anak berusia 5 – 14 tahun terpaksa bekerja dan kehilangan masa kanak-kanaknya karena mereka harus mencurahkan waktunya terlibat dalam proses produksi, baik di keluarganya sendiri maupun di tempat lain. Munculnya anak-anak jalanan bukan semata karena kemiskinan, tetapi juga karena faktor lain. Salah satunya adalah terjadinya kekerasan dalam keluarga, telah membuat anakanak untuk meninggalkan keluarganya. Kondisi ini semakin potensial bila keluarga itu mengalami tekanan ekonomi. Di berbagai kota besar, dengan mudah disaksikan jumlah anak jalanan terus bertambah dan berkembang, meski sebenarnya sudah cukup banyak upaya yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun LSM, untuk mengurangi jumlah anak yang hidup dijalanan. Kalau dilihat pekerjaan yang ditekuni anak-anak pada umumnya merupakan pekerjaan kasar dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Atas dasar status pekerjaan yang ditekuni, paling
Marlina Parhusip adalah Tutor di Yayasan Galatea Medan, Sudirman adalah Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU 63
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Januari 2006, Volume 5, Nomor 1, Halaman 64-80
tidak dapat dibedakan tiga jenis status, yakni: anak yang bekerja atau berusaha sendiri secara mandiri, anak yang bekerja dan berusaha dengan orang lain, dan anak-anak yang menjadi bagian dari pekerja keluarga. Jumlah anak di Indonesia pada tahun 2003 berdasarkan sensus tahun 2000 adalah sekitar 79, 8 juta jiwa atau sekitar 37,3% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama. Banyaknya jumlah anak-anak yang ada pada saat ini ternyata tidak terlalu mengembirakan. Mengingat kondisi anak-anak yang sangat menyedihkan saat ini. Yang semenjak terjadinya krisis moneter pada tahun 1997, jumlah anak putus sekolah adalah 1.198.000 anak dan pada tahun 1999, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ada sekitar 9.000.000 anak yang putus sekolah. Akibat krisis tersebut, banyak anak di Indonesia yang dipaksa atau dengan sukarela terpaksa harus bekerja, mengemis, manjadi anak jalanan ataupun melakukan hal yang melanggar hukum, norma dan susila, seperti melakukan tindak kekerasan dan melacur. Kemiskinan tampaknya merupakan faktor utama penyebab eksploitasi yang dialami oleh anak-anak. Persoalan anak jalanan di kota-kota besar di negeri ini sudah lama diperbincangkan. Sejak krisis ekonomi, jumlah anak jalanan di Indonesia meningkat 85%. Menurut data yang dikumpulkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2002 jumlah anak terlantar usia 5 – 18 tahun sebanyak 3.488.309 anak dari 30 provinsi. Sedangkan anak balita yang terlantar berjumlah 1.178, 82 dan anak jalanan tercatat ada 94.674 anak. Anak nakal 193.155, anak yang membutuhkan perlindungan khusus sekitar 6.686.936 anak, dan yang potensial terlantar sebanyak 10.322.674 anak. Dan sekitar 36.500.000 anak Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. (www.republika.co.id) Di samping alasan ekonomi, meningkatnya anak jalanan dilandasi pula oleh karakter hidup bebas anak jalanan yang sangat sulit diubah. Didaerah kota besar seperti Medan, di berbagai pertigaan atau perempatan lampu merah seringkali kita lihat anak-anak sekitar 5 – 9 tahun sudah bekerja mencari nafkah sebagai pengemis atau pengamen dewasa yang samasama mencoba mengais rezeki dari belas kasihan pemilik mobil yang terhenti sejenak di daerah lampu merah. Kebanyakan anak jalanan bekerja lebih dari 8 jam per hari, bahkan sebagian di antaranya lebih dari 11 jam per hari. 64
Penghasilan satu anak jalanan mencapai angka Rp. 12.000 sampai Rp.15.000 (www. kestepro.com). Akibatnya dapat ditebak, anakanak jalanan malas diajak ke habitat ‘normal’ anak umumnya, misalnya untuk bersekolah. Wajar jika jumlah anak jalanan terus meningkat. Bagi anak-anak jalanan, keterlibatan mereka dalam perekonomian sektor informal biasanya membuahkan rasa bangga dan layak karena kemampuannya menyumbang kepada kelangsungan hidup keluarganya. Namun hal ini juga terbukti pada akhirnya menghilangkan minat anak pada sekolah karena keinginan untuk mendapatkan uang lebih banyak. Kendati penghasilan yang diperoleh anak jalanan itu besarnya kira-kira Rp.10.000-Rp.15.000 per hari, bahkan mungkin lebih namun dibandingkan ancaman dan bahaya yang dihadapi, sesungguhnya besar uang yang diperoleh tidaklah dapat dijadikan pembenaran bagi mereka untuk tetap hidup dijalanan. Anak yang hidup dijalanan, mereka bukan saja rawan dari ancaman tertabrak kendaraan, tetapi acapkali juga rentan terhadap serangan penyakit akibat cuaca yang tidak bersahabat. Hal ini merupakan suatu keadaan yang tidak selayaknya terjadi di Indonesia, karena Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Hak Anak oleh PBB melalui Kepres No. 36 Tahun 1990. Apabila ada negara yang melanggar konvensi ini maka negara tersebut akan mendapat sanksi moral. Konvensi hak anak tersebut menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak-hak yaitu Pertama; hak untuk hidup, setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan akses atas pelayanan kesehatan dan menikmati standar hidup yang layak, termasuk makanan yang cukup, air bersih dan tempat tinggal. Anak juga berhak memperoleh nama dan kewarganegaraan. Kedua; hak untuk tumbuh berkembang, setiap anak berhak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Berhak memperoleh pendidikan baik formal maupun informal secara memadai. Konkretnya anak berhak diberi kesempatan untuk bermain, berekreasi, dan beristirahat. Ketiga; hak memperoleh perlindungan, artinya setiap anak berhak untuk melindungi dari eksploitasi ekonomi dan seksual, kekerasan fisik atau mental, penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang dan segala bentuk diskriminasi, ini juga berlaku bagi anak yang tidak lagi mempunyai orang tua dan anak-anak
Parhusip & Sudirman, Persepsi Anak Binaan...
yang berada di kamp pengungsian. Mereka berhak mendapatkan perlindungan. Keempat; hak untuk berpartisipasi, artinya setiap anak diberi kesempatan menyuarakan pandanganpandangan, ide-idenya, terutama berbagai persoalan yang berkaitan dengan anak (Konvensi Hak Anak, 1999). Di dalam Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Hak-Hak Anak dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Adapun hak-hak anak, antara lain sebagai berikut: 1. Hak untuk hidup yang layak, di mana setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhankebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan. 2. Hak untuk berkembang, di mana setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, mengeluarkan pendapat, memilih agama, mempertahankan keyakinanya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya. 3. Hak untuk dilindungi, di mana setiap anak berhak utuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekuatan ketidakpedulian dan eksploitasi. 4. Hak untuk berperan serta, di mana setiap anak berhak utuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan. 5. Hak untuk memperoleh pendidikan. Sebagai manusia yang tengah tumbuh kembang, anak memiliki keterbatasan untuk mendapatkan sejumlah kebutuhan tersebut yang merupakan hak anak. Orang dewasa termasuk orang tuanya, masyarakat, dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak anak tersebut. Permasalahannya adalah orang yang berada di sekitarnya termasuk keluarga seringkali tidak memberikan hak-hak tersebut. Seperti misalnya pada keluarga miskin, keluarga yang pendidikan orang tuanya rendah, perlakuan salah pada anak, persepsi orang tua akan keberadaan anak, dan sebagainya. Pada anak
jalanan, kebutuhan dan hak-hak anak tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik. Untuk itulah menjadi kewajiban orang tua, masyarakat, dan manusia dewasa lainnya untuk mengupayakan upaya perlindungannya agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi secara optimal. Kota Medan merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah anak jalanan yang sangat besar di Indonesia. Menurut data dari beberapa lembaga swadaya masyarakat di Medan, menyebutkan bahwa jumlah anak-anak jalanan yang tersebar di sudut-sudut Kota Medan pada tahun 2002 lebih kurang berjumlah 2000 anak. Sedangkan menurut aparat pemerintah memperkirakan jumlah anak jalanan di Kota Medan berjumlah lebih kurang 5000 anak (www.wolist.com). Menurut data dari Departemen Sosial Republik Indonesia di Jakarta (2002) mencatat jumlah anak jalanan di Sumatera Utara 4.820 anak, sedangkan menurut data dari organisasi masyarakat terdapat sekitar 5.000 – 6.000 anak (Analisa, 9 Maret 2003). Keadaan ini bila terus dibiarkan akan menimbulkan masalah sosial yang lebih parah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia jalanan adalah dunia yang penuh dengan kekerasan dan eksploitasi. Berbagai penelitian, laporan program, hasil monitoring, dan pemberitaan media massa telah banyak mengungkapkan situasi buruk yang dialami oleh anak jalanan. Terjadinya hubungan seksual pranikah, terkena penyakit menular seksual, pemakaian obat-obat terlarang, homoseksual dan kekerasan seksual (Kompas, 26 Februari 1999) Kemiskinan keluarga telah mendorong orang tua untuk memaksa anak bekerja. Kurangnya keterampilan dan pendidikan merupakan alasan mengapa mereka kemudian terjun ke sektor informal yang seringkali menuntut mereka untuk bekerja tanpa batas waktu, sehingga keberadaan anak-anak jalanan dalam jangka waktu yang lama menjadi tidak terelakkan. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan munculnya masalah-masalah sosial yang akut di antaranya banyaknya anak yang putus sekolah atau sama sekali tidak sekolah. Pergaulan dan lingkungan jalanan juga membawa perubahan ke arah pelecehan dan pelanggaran norma dan hukum. Sebenarnya telah banyak upaya yang dilakukan dalam menangani masalah anak jalanan, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Usaha yang dilakukan oleh
65
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Januari 2006, Volume 5, Nomor 1, Halaman 64-80
pemerintah dalam menangani anak jalanan mendapat dukungan dari masyarakat yang terbukti dengan terbentuknya lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan misalnya lembaga swadaya masyarakat, lembaga non-pemerintah, panti sosial dan yayasan-yayasan lainnya. Melihat kondisi anak jalanan yang semakin lama semakin muncul kepermukaan, semakin banyak pula lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi masalah anak jalanan tersebut. Seperti lembaga swadaya masyarakat, pendampingan anak jalanan melalui rumahrumah singgah, dan lembaga sosial lainnya. Salah satu lembaga yang aktif dalam memberikan pelayanan sosial bagi anak jalanan di Kota Medan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat Emphaty Medan. Berbagai kegiatan dilakukan oleh lembaga ini dalam rangka mendampingi masyarakat miskin perkotaan khususnya anak-anak yang beraktivitas dan mencari penghidupan di jalanan. Metode Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan mengambarkan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1990; 63). Penelitian ini dilakukan di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Emphaty Medan yang berada di Jalan Jamin Ginting No. 807 Padang Bulan. Alasan memilih lokasi ini adalah saya tertarik untuk mengetahui sejauh mana anak-anak jalanan tersebut menerima program pendidikan yang diberikan LSM Emphaty. Di mana kebanyakan dari anak-anak tersebut banyak yang putus sekolah, tidak sekolah atau bahkan kurang mendapatkan pendidikan karena diharuskan untuk bekerja. LSM ini merupakan lembaga kemasyarakatan yang memberikan bantuan bagi anak jalanan salah satunya adalah dengan memberikan program pendidikan. Dan dengan adanya program tersebut diharapkan kelak anak jalanan tersebut dapat membaca, menulis, dan lebih memahami kehidupan mereka yang berada di jalanan. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak jalanan yang ada di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Emphaty Medan yang terdiri dari 100 anak. Sehingga jumlah
66
sampel dalam penelitian ini adalah 20% dari 100 yaitu 20 orang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah purposive sampling yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti dengan pertimbangan tertentu. Adapun yang menjadi pertimbangan peneliti dalam menentukan sampel dengan menggunakan purposive sampling adalah dengan pertimbangan usia anak jalanan, di mana anak jalanan yang peneliti anggap dapat mengerti dan memahami kegunaan dari program yang diberikan lembaga tersebut adalah anak yang berusia sekolah 10 – 18 tahun. Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini digunakan wawancara yang dipadu dengan kuesioner. Dengan instrumen (alat) ini, data yang dapat dihimpun bersifat informasi dengan atau tanpa penjelasan/interprestasi berupa pendapat, buah pikiran, penilaian, ungkapan perasaan, dan lainlain (Nawawi, 1995; 119). Teknik analisa data yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan teknik analisa data tabel tunggal (tabel frekuensi). Teknik ini dilakukan dengan mentabulasikan data yang berhasil dijaring melalui keteranganketerangan dari para responden dan kemudian di cari frekuensinya dan dicari persentasenya dari hasil jawaban yang terkumpul. Kemudian tabel dibuat dan diberikan representasi sesuai dengan gejala-gejala yang diamati selaras dengan teori yang diberikan dalam penelitian ini. Hasil Penelitian dan Pembahasan Sebelum kita analisis data yang bersumber dari variabel, sebelumnya kita perlu mengenal responden, di mana kita awali berdasarkan usia seperti yang disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Distribusi Berdasarkan Usia No. 1 2 3
Usia 5 tahun – 10 tahun 11 tahun – 15 tahun 16 tahun – 20 tahun
Total
F
%
8 9 3
40,0 45,0 15,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Usia anak yang turun ke jalan untuk mencari nafkah beragam. Pada umumnya anak
Parhusip & Sudirman, Persepsi Anak Binaan...
mulai bekerja pada usia sekolah. Usia mereka ini tergolong masih sangat muda dan seharusnya mereka tidak berada di jalanan. Pada usia ini semestinya anak-anak tersebut mengisi masa kecilnya dengan bermain, sekolah, dan bukan memikirkan bagaimana caranya mencari uang. Tetapi karena keadaan ekonomi keluarga yang minim, mereka dituntut untuk dapat ikut memenuhi kebutuhan keluarga. Dilihat dari segi jenis kelamin, baik responden laki-laki maupun responden perempuan besarnya jumlah anak jalanan pada kelompok usia 10 – 15 tahun menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan adalah mereka yang usia remaja/usia sekolah dan merupakan aset bangsa yang potensial. Ditegaskan dalam UU No. 20/1999 mengenai batas minimum anak yang bekerja adalah 15 tahun, anak diperbolehkan untuk bekerja dengan catatan tidak membahayakan kesehatan, keselamatan, dan tidak menganggu mereka disekolah/pelatihan; kejuruan. Sementara anak-anak yang berusia 15 tahun tidak boleh bekerja karena sangat membahayakan mental dan kesehatannya sebab pekerjaan yang mereka lakukan adalah pekerjaan yang tidak boleh dilakukan di bawah umur 18 tahun. Selanjutnya kita perlu meninjau responden berdasarkan pendidikan seperti yang disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan No. 1 2 3 4
Pendidikan Tidak sekolah SD SLTP SMU Total
F
%
3 9 8 -
15,0 45,0 15,0 -
20
100,0
Sumber: Data Primer
Anak-anak yang berada di LSM Emphaty ini, rata-rata masih duduk di bangku sekolah. Jumlah anak yang masih duduk dibangku sekolah dasar dan sekolah lanjut tingkat pertama hampir seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak anak yang berusia muda terlibat dalam kegiatan ekonomi untuk membantu orang tuanya. Mereka bekerja dijalanan pada waktu mereka belum memasuki jam sekolah atau setelah keluar dari jam sekolah. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena akan membuat anak menjadi malas untuk bersekolah. Sedangkan anak yang tidak bersekolah hanya 15% dari
jumlah keseluruhan responden yang menjadi sampel. Penyebab utamanya adalah keterbatasan biaya untuk sekolah atau melanjutkan sekolah mereka karena orang tua mereka memiliki perekonomian rendah. Demikian halnya dengan faktor jumlah anggota keluarga responden sangat perlu diketahui, karena berdampak terhadap pengelolaan keluarga, di mana data tentang hal ini disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga No.
Jumlah Anggota
F
%
1 2 3
1 – 3 orang 4 – 6 orang 7 – 9 orang
4 15 1
20,0 75,0 5,0
20
100,0
Total Sumber: Data Primer
Jumlah keluarga yang besar cenderung membuat keluarga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Prinsip “banyak anak, banyak rejeki” ternyata tidak selalu benar. Hal ini terlihat dari gambaran anak-anak jalanan yang ada di LSM Emphaty. Jumlah anggota keluarga yang banyak mengakibatkan orang tua tidak mampu untuk membiayai kebutuhan sehari-hari apalagi untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Sehingga membuat anak-anak turun ke jalan guna membantu perekonomian keluarganya. Pendidikan adalah barang yang berharga bagi orang tua juga bagi masyarakat. Jika sebuah keluarga memiliki lebih dari 4 – 5 anak, keluarga besar seperti itu akan sulit memperbaiki pengasuhan dan pendidikan anak dan menghalangi seluruh upaya untuk memperbaiki kualitas kehidupan keluarga (Julian, 2004: 147) Data lain yang perlu kita ketahui adalah apakah responden hidup atau tinggal bersama keluarga atau tidak. Data mengenai hal ini disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Hidup Bersama Keluarga No. 1 2
Jawaban Responden Bersama keluarga Tidak bersama keluarga Total
F
%
17 3
85,0 15,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
67
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Januari 2006, Volume 5, Nomor 1, Halaman 64-80
Jumlah anak jalan yang tinggal dengan keluarganya lebih banyak atau sekitar 85% dari anak jalanan yang tidak tinggal dengan keluarganya atau sekitar 15%. Pola hubungan sosial yang terjadi dalam situasi sosial anak jalanan dapat dilihat dari beberapa aspek. Salah satu aspek tersebut adalah: Tinggal dengan orang tua sampai putus dengan orang tuanya. Terdapat 3 hubungan anak jalanan dengan orang tuanya, yaitu: a. Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, yakni: tinggal dijalanan, disebut anak yang hidup dijalanan (children of the street). b. Anak yang tidak berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya. Umumnya mereka tidak bersekolah lagi, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sebulan, dua bulan atau tiga bulan sekali. Disebut anak yang bekerja di jalanan (children on the street) c. Anak masih tinggal dengan orang tuanya, tiap hari mereka pulang ke rumah, masih sekolah atau sudah putus sekolah. Disebut anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be the street children) Pengelompokan di atas dapat menunjukkan tingkat kesulitan penanganan anak jalanan. Anak yang hidup di jalanan apalagi sudah lama di jalanan sangat sulit ditangani dan memakan waktu lama karena tiada kelompok pendamping dan sudah terinternalisasinya nilai-nilai jalanan dalam sikap dan perilaku mereka. Hidup atau tinggal dengan pihak siapa responden penelitian ini, perlu lebih dirincikan seperti yang disajikan datanya pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tinggal dengan Siapa No. 1 2
Dengan Siapa Keluarga kandung Rumah singgah Total
F
%
17 3
85,0 15,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Pada Tabel 5 di atas anak jalanan memiliki tempat tinggal artinya mereka hidup bersama orang tua atau tinggal bersama orang tua sebanyak 17 orang (85%). Sebagian besar
68
anak jalanan masih tinggal dengan keluarga kandung mereka karena jarak antara LSM Emphaty dengan rumah orang tua mereka tidak terlalu jauh. Ada juga anak yang tinggal di LSM Emphaty yaitu ada 3 orang (15%) karena mereka benar-benar tinggal jauh dari rumah orang tuanya dan tidak memiliki saudara kandung yang dekat dengan LSM Emphaty tersebut. Anak-anak yang tinggal di LSM Emphaty ada yang berasal dari luar kota yaitu berasal dari Kota Kabanjahe dan Sidikalang. Mereka meninggalkan orang tuanya karena mereka tidak lagi bersekolah. Dan untuk mengurangi beban keluarganya, maka anak tersebut pergi meninggalkan rumah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seharihari. Apakah responden berasal dari keluarga broken home? Datanya disajikan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Status Orang tua No. 1 2 3
Status Orang Tua Bercerai Tidak bercerai Ayah/ibu meninggal Total
F
%
1 16 3
5,0 80,0 15,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa anak-anak jalanan yang berada di LSM Emphaty masih memiliki orang tua atau keluarga yang utuh. Hanya sekitar 5% saja anak dari jumlah keseluruhan yang berada di LSM Emphaty di mana orang tuanya telah bercerai. Hal ini tentunya sangat mengganggu perkembangannya. Diketahui bahwa anak yang memiliki orang tua bercerai tidaklah selalu begitu menguntungkan. Kehilangan salah satu perhatian atau kasih sayang dari salah satu orang tua menyebabkan anak mencari kelengkapan tersebut di luar. Salah satunya diperoleh dari pergaulan di jalanan. Di mana kekosongan tersebut dapat diisi oleh teman-teman sebaya yang berada di jalan. Sedangkan anak yang kehilangan orang tua yang dikarenakan meninggal hanya 15% dari jumlah anak yang ada di LSM Emphaty. Keharmonisan hubungan dalam keluarga sangat mendukung perkembangan anak. Pada
Parhusip & Sudirman, Persepsi Anak Binaan...
Tabel 7 berikut disajikan hubungan keluarga responden. Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Keluarga No. 1 2 3
Hubungan Keluarga Harmonis Kurang harmonis Tidak harmonis Total
F
%
12 7 1
60,0 35,0 5,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Dalam keadaan yang normal, maka lingkungan yang pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya, saudarasaudaranya serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal serumah. Melalui lingkungan itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan itulah anak mengalami proses sosialisasi (Soerjono, 1990: 70). Meningkatnya gejala keluarga seperti kemiskinan, pengangguran, perceraian, kawin muda serta kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan hubungan dalam keluarga tidak harmonis. Kenyamanan yang diharapkan anak dalam keluarga tidak dapat diperoleh lagi. Pertengkaran antara sesama anggota keluarga menyebabkan kurangnya komunikasi. Agar anak tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas, maka tugas tersebut menjadi tanggung jawab orang tua. Akan tetapi kenyataan menunjukkan orang tua belum sepenuhnya memberikan yang menjadi hak-hak anak sebagai manusia. Adapun hak anak secara universal dalam konvensi hak-hak anak terdiri dari: hak kelangsungan hidup, yakni hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sehingga terhindarkan dari berbagai penyakit infeksi mematikan. Selanjutnya adalah hak berkembang, yakni pemberian gizi dan pendidikan yang baik serta kebutuhan sosial budaya yang memungkinkan anak dapat berkembang sebagai manusia dewasa beridentitas dan bermartabat. Di samping itu juga terdapat hak memperoleh perlindungan, yakni hak memperoleh perlindungan dari berbagai diskriminasi dan tindak kekerasan baik karena warna kulit, ideologi, politik, agama,
maupun kondisi fisik. Hak untuk berpartisipasi juga sangat penting, yakni hak untuk berpartisipasi dalam berbagai keputusan yang menyangkut kepentingan hidupnya. Belum terpenuhinya hak-hak anak disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Ali Bustam (1982: 2) hal ini dipengaruhi oleh, seperti hubungan yang tidak serasi dalam keluarga ketegangan dan perceraian orang tua, orang tua terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan anak, ketidakmampuan orang tua secara sosial dan ekonomi, dan pengaruh lingkungan yang sifatnya negatif. Sikap orang tua terhadap anak juga mempengaruhi sikap betah atau tidak anak di rumah, di mana datanya disajikan pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Orang tua No. 1 2 3
Sikap Orang Tua Perhatian Kurang perhatian Tidak perhatian Total
F
%
15 3 2
75,0 15,0 10,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Sikap orang tua mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan sebaliknya perlakuan orang tua terhadap anak mempengaruhi sikap anak terhadap orang tua dan perilaku orang tua itu sendiri. Pada dasarnya hubungan orang tua dengan anak tergantung pada sikap orang tua. Jika sikap orang tua menguntungkan, maka hubungan orang tua dan anak akan jauh lebih baik daripada sikap orang tua yang tidak positif. Sikap orang tua sangat menentukan hubungan keluarga. Jika sikap ini positif, tidak akan ada masalah. Sikap orang tua tidak hanya mempunyai pengaruh kuat pada hubungan di dalam keluarga, tetapi juga pada sikap dan perilaku anak. Kebanyakan orang tua yang berhasil setelah dewasa berasal dari keluarga dengan orang yang bersikap positif dan hubungan antara mereka dan orang tua sehat. Menurut Harlock terdapat beberapa sikap orang tua yang khas, yaitu:
69
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Januari 2006, Volume 5, Nomor 1, Halaman 64-80
1. Melindungi secara berlebihan, mencakup pengasuhan dan pengendalian. 2. Permisivitas/membiarkan anak berbuat sesuka hati atau anak yang berlebihan dengan sedikit kekurangan. 3. Memanjakan, anak menuntut perhatian dan pelayanan dari orang lain yang menyebabkan penyesuaian sosial yang buruk di rumah dan di luar rumah. 4. Penolakan, mengabaikan kesejahteraan anak/dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka. 5. Penerimaan, ditandai dengan perhatian besar dan kasih sayang pada anak. Anak diterima umumnya bersosialisasi dengan baik, kooperatif, loyal secara emosional stabil dan gembira. 6. Dominasi, pada anak yang didominasi sering berkembang rasa rendah diri dan perasaan menjadi korban. 7. Tunduk pada anak, orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi dan rumah mereka. Anak belajar untuk menentang semua yang berwenang dan mencoba mendominasi orang di luar lingkungan rumah. 8. Favoritisme, meskipun orang tua berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya daripada anak lain dalam keluarga. Faktor lain yang perlu kita ketahui adalah pekerjaan orang tua, sebagaimana disajikan datanya pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua No.
70
Pekerjaan Orang Tua
F
%
1
Buruh kasar
2
20,0
2
Tukang becak
3
15,0
3
Pengangguran
1
5,0
4
Supir
2
10,0
5
Petani
1
5,0
6
Berjualan
2
10,0
7
Dan lain-lain
9
45,0
Total
20
100,0
Sumber: Data Primer
Fenomena anak jalanan pada saat ini dipandang sebagai suatu gejala dalam masyarakat terutama merebak di kota-kota besar. Timbulnya anak jalanan yang sudah melebar di 12 provinsi, sudah dikatakan menjadi suatu permasalahan bangsa bukan semata karena jumlahnya yang semakin banyak dengan persebarannya yang semakin meluas, tetapi telah terkait dengan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Salah satu penyebab utama permasalahan anak jalanan adalah faktor kemiskinan para orang tuanya, terlebih lagi dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, yang membuat mereka semakin terpuruk. Kemiskinan para orang tua tidak saja menjadi penyebab, tetapi sebagai suatu akibat dari beberapa faktor seperti kondisi sosial dan ekonomi yang tidak mendukung untuk kelangsungan hidup dan penghidupan suatu keluarga. Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa sebagian besar orang tua dari anak-anak jalanan bekerja di sektor informal. Pendapatan dari pekerjaan tersebut tidaklah begitu besar. Apalagi bila didukung dengan jumlah anggota keluarga yang besar. Maka sangatlah tidak mungkin untuk terpenuhinya kebutuhan hidup sehariharinya. Selain mengetahui pekerjaan orang tua, kita juga perlu mengetahui pekerjaan responden sendiri, di mana datanya disajikan pada Tabel 10 berikut. Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 6
Pekerjaan Responden Jual rokok Jual koran Jual plastik Tukang semir Tukang parkir Pemulung Total
F
%
3 4 4 3 1 5
15,0 20,0 5,0 5,0 30,0 25,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Krisis moneter yang melanda negara kita telah menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja, kehilangan
Parhusip & Sudirman, Persepsi Anak Binaan...
pekerjaan, menurunnya daya beli, serta harga bahan pokok yang melambung, sehingga keluarga tidak mampu memenuhi hak dan kebutuhan anak. Akibat lebih jauh yaitu banyaknya anak yang terpaksa harus meninggalkan orang tua dan rumah serta meninggalkan sekolah guna mengais nafkah di jalan. Situasi kehidupan di jalan memang memberikan peluang bagi anak untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan nafkah atau sekedar bergaul dan bermalam bersama dengan teman-teman sebaya. Hampir semua anak jalanan melakukan pekerjaan yang sama misalnya menyemir sepatu, mengamen, menjual koran, pengasong sering terlihat bersama-sama atau meski sendirian melakukan pekerjaan yang sama tidak jauh dari mereka. Menurut Tata Sudrajat bahwa anak jalanan didorong oleh kondisi keluarga dan ekonomi seperti: 1. Mencari nafkah 2. Terlantar 3. Ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar 4. Kesulitan berhubungan dengan keluarga dan tetangga 5. Lari dari kewajiban. Pekerjaan anak jalanan secara umum terbagi dua, yakni pekerjaan yang membutuhkan modal dan jasa, misalnya untuk yang memerlukan modal adalah tukang asong, tukang koran, penyemir sepatu, dan beberapa pekerjaan lainnya. Sedangkan jenis yang memerlukan jasa meliputi mengemis, mengamen, pemulung, tukang parker, dan pekerjaan lainnya yang memerlukan tenaga. Sebagai orang yang terjun secara langsung dalam bekerja, tentu responden memiliki pendapatan, di mana datanya disajikan pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan No. 1 2 3 4
Penghasilan Responden Rp 1.000 – Rp 5.000 Rp 6.000 – Rp 10.000 Rp 11.000 – Rp 15.000 Rp 16.000 – Rp 20.000 Total
Sumber: Data Primer
F
%
13 4 2 1
70,0 20,0 10,0 5,0
20
100,0
Bagi anak-anak yang kerjanya sebagai penjual plastik, jual koran, jual rokok, dan pemulung, rata-rata memperoleh penghasilan di bawah Rp 10.000,- bahkan ada juga anak-anak tersebut yang memperoleh penghasilan di bawah Rp 5.000,-. Ini disebabkan banyaknya anak yang memiliki pekerjaan yang sama. Sehingga mereka harus bersaing untuk memperoleh penghasilan yang lebih banyak lagi. Persaingan mereka biasanya adalah dengan lebih giat lagi untuk bekerja. Sebagian besar anak-anak jalanan memperoleh penghasilan yang lumayan banyak. Anak-anak yang memperoleh penghasilan yang banyak tersebut adalah mereka yang bekerja sebagai tukang semir, tukang parkir, maupun lainnya. Mereka mampu mengumpulkan uang per harinya sebesar Rp 15.000 – Rp 20.000. Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Alokasi Penghasilan No. 1 2 3
F
%
Membantu keluarga Keperluan sekolah Untuk sendiri
Alokasi Penghasilan
7 10 3
35,0 50,0 15,0
Total
20
100,0
Sumber: Data Primer
Sebagian besar anak jalanan mempergunakan uangnya untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarganya. Selain itu, uang yang mereka peroleh biasanya dipergunakan untuk kebutuhan sendiri dan keperluan sekolahnya. Jarang ada anak jalanan yang teratur menabung terus menerus meskipun penghasilannya besar seringkali tidak konsisten. Jadi uang yang disimpan tidak bertahan lama, kemudian digunakan lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apakah pendapat responden mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya? Data mengenai hal ini dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan No. 1 2
Pemenuhan Kebutuhan Ya Tidak Total
F
%
6 14
30,0 70,0
20
100,0
71
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Januari 2006, Volume 5, Nomor 1, Halaman 64-80
Sumber: Data Primer
Minimnya pendapatan yang diperoleh oleh anak jalanan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sebagian anak merasa kebutuhannya tidak terpenuhi dikarenakan semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi dari hari ke hari. Berbeda dengan sebagian anak lainnya yang merasa terpenuhi dengan penghasilan yang diperolehnya. Mereka hanya membutuhkan sedikit untuk membantu orang tuanya. Karena sebagian kebutuhan hidupnya, orang tuanyalah yang memenuhinya. Sewajarnya anak-anak yang menjadi responden belum memasuki dunia pekerjaan, namun kondisi yang dihadapi memaksa mereka terjun ke dunia kerja. Apakah mereka senang bekerja atau tidak, datanya disajikan pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Sikapnya Bekerja No. 1 2
Sikap Bekerja Senang Tidak senang Total
F
%
6 14
30,0 70,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Banyak anak-anak tersebut merasa tidak senang dengan pekerjaan mereka sekarang. Karena sebagian dari mereka masih duduk di bangku sekolah. Alasannya adalah mereka tidak memiliki banyak waktu untuk belajar ataupun mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dari sekolah. Selain itu perasaan lelah, juga menjadi ketidaksenangan mereka terhadap apa yang mereka kerjakan sekarang. Sedangkan beberapa anak-anak yang lainnya merasa senang dengan pekerjaan mereka. Dengan bekerja mereka memperoleh uang. Di mana penhasilan tersebut mereka bisa pergunakan untuk membeli sesuatu yang mereka inginkan. Informasi yang perlu kita ketahui adalah tentang bekerjanya si anak, apakah atas pengetahuan orang tua atau tidak, di mana datanya disajikan pada Tabel 15 berikut ini.
72
Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Orang Tua atas Pekerjaan Responden No. 1 2
Jawaban Responden Diketahui orang tua Tidak diketahui orang tua Total
F
%
13 7
65,0 35,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Tingkat pendidikan, keterampilan orang tua menjadi gantungan hidup mereka, setidaknya secara formal, ternyata kurang memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang mampu memberikan penghasilan yang mendekati atau memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Sebagian dari orang tua itu adalah pekerja kasar, buruh, pegawai rendah, dan pengangguran. Ekonomi keluarga anak jalanan semakin dipersulit oleh besarnya kebutuhan yang ditanggung oleh kepala keluarga mereka. Kebanyakan dari mereka mempunyai saudara kandung sekitar 3 – 6 orang atau lebih. Kondisi ekonomi keluarga seperti ini menyebabkan orang tua mereka memprioritaskan kelangsungan hidup keluarga daripada pendidikan anak-anak mereka. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sekitar 65%, orang tua dari anak-anak tersebut mengetahui pekerjaan yang dilakoni oleh anakanaknya. Dan selebihnya yaitu 35% orang tua anak-anak tersebut tidak mengetahui apa yang dikerjakan oleh anaknya. Dukungan orang tua atas kegiatan si anak sangat diperlukan, termasuk dalam hal pekerjaan anak, di mana datanya disajikan pada Tabel 16 berikut ini. Tabel 16. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Orang Tua atas Pekerjaannya No. 1 2
Jawaban Responden Didukung Tidak didukung Total
F
%
4 16 20
20,0 80,0 100,0
Sumber: Data Primer
Ternyata, meskipun orang tua banyak yang mengetahui apa yang dikerjakan oleh anak-anaknya tidak selalu mendapatkan dukungan penuh dari orang tuanya. Dikarenakan untuk membantu orang tuanya, anak-anak tersebut tetap melakukan pekerjaannya.
Parhusip & Sudirman, Persepsi Anak Binaan...
Sebanyak 20% dari jumlah anak-anak tersebut malah memperoleh dukungan dari orang tuanya. Hubungan anak dengan orang tua dapat pula dilihat dari latar belakang anak berada di jalanan untuk menolong orang tuanya. Beberapa latar belakang yang muncul adalah: 1. Kesadaran anak sendiri menolong orang tua dan dirinya sendiri. 2. Anak diminta membantu memenuhi kebutuhan keluarganya secara sukarela. 3. Anak disuruh bekerja dengan kewajiban menyerahkan penghasilan padanya. Jika tidak, mereka memperoleh hukuman (child abuse). 4. Anak ditolak orang tua atau diusir dari rumah. 5. Anak meninggalkan rumah karena orang tua bercerai atau tidak tahan dengan tindak kekerasan. Sudah berapa lama responden mendapat binaan dari LSM Emphaty? Informasi ini sangat perlu diketahui, di mana datanya disajikan pada Tabel 17 berikut ini. Tabel 17. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Dibina LSM Emphaty No. 1 2
Lama Responden 1 tahun – 3 tahun 4 tahun – 6 tahun Total
F 13 7 20
% 65,0 35,0 100,0
Sumber: Data Primer
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa anak-anak jalanan telah lama mengetahui dan tetap berada di LSM Emphaty. Ada 13 orang (65%) yang masih tetap berada di lSM Emphaty selama 1 tahun – 3 tahun. Sedangkan untuk masa 4 tahun – 6 tahun berada di LSM Emphaty sebanyak 7 orang (35%). Sedangkan data tentang sumber informasi tentang LSM Emphaty bagi responden dapat diketahui pada Tabel 18 berikut. Tabel 18. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang LSM Emphaty No. 1 2 3 4
Sumber Informasi Teman Orang tua Pekerja sosial Tahu sendiri Total
F
%
12 1 1 8
60,0 5,0 5,0 40,0
20
100,0
Pada Tabel 18 tentang informasi mengenai keberadaan LSM Emphaty, para responden lebih banyak tahu dari temantemannya yaitu 12 orang (60%), berasal dari orang tua sebanyak 5%. Akan tetapi ada juga anak-anak tersebut yang mengetahui keberadaan LSM Emphaty dari pekerja sosial. Meskipun hanya sebagian kecil saja yaitu 1 orang (5%) namun dapat memberikan perhatian anak tersebut untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik untuknya. Dan informasi yang didapat sendiri berjumlah 8 orang (40%). Mereka mengetahuinya dan melihat sendiri ketika mereka beraktivitas melewati LSM Emphaty. Hampir keseluruhan anak-anak jalanan yang berada di LSM Emphaty telah terdaftar. Mereka mengatakan bahwa banyak keuntungan yang diperoleh ketika berada di LSM Emphaty. Dan menurut mereka tidak ada ruginya bila mereka terdaftar di LSM Emphaty. Tanggapan responden secara umum terhadap LSM Emphaty umum disajikan pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapannya terhadap LSM Emphaty No. 1 2
Tanggapan Responden Menyenangkan Kurang menyenangkan Total
F
%
19 1
95,0 5,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Anak-anak jalanan yang berada di LSM Emphaty ini merasa senang (95%). Karena selama ini mereka merasakan masih ada orang atau pihak yang memperhatikan dan peduli dengan keadaan mereka. Di LSM Emphaty, mereka memperoleh banyak teman dan sering bermain bersama. Sebagai orang yang telah bergabung dan mendapat binaan dari LSM Emphaty, responden semestinyalah mengetahui keberadaan institusi tersebut dengan segala programnya, di mana menyangkut hal ini disajikan datanya pada Tabel 20. Tabel 20. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan atas Program Pendidikan di LSM Emphaty No. 1 2
Informasi Program Tahu Tidak tahu Total
F 19 1
% 95,0 5,0
20
100,0
Sumber: Data Primer Sumber: Data Primer
73
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Januari 2006, Volume 5, Nomor 1, Halaman 64-80
Dari Tabel 20 di atas sekitar 19 orang (95%) mengetahui tentang program-program yang diberikan oleh LSM Emphaty. Pekerja sosial juga berperan dalam memberitahu program-program apa saja yang ada di lembaga tersebut. Sehingga memudahkan mereka untuk memilih ataupun lembaga tersebut yang memilih jenis program apa yang cocok untuk anak-anak tersebut disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Hanya 1 orang (5%) saja yang tidak mengetahui program tersebut. Tentang ketertarikan mengikuti program pendidikan, 20 (100%) orang anak jalanan merasa tertarik untuk mengikutinya. Karena kegiatan yang dilakukan oleh LSM tersebut tidak menganggu aktivitas mereka sehari-hari. Dan banyaknya manfaat yang dirasakan oleh mereka membuat mereka tetap berminat untuk berada di LSM Emphaty. Sedangkan data tentang jenis pendidikan yang diikuti responden dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Program Pendidikan yang Diikuti No. 1 2 3
Program yang Diikuti Beasiswa Belajar paket A,B, C Les Total
F 7 3 10 20
% 35,0 15,0 50,0 100,0
Sumber: Data Primer
Dari sekian banyak anak yang memperoleh program pendidikan, program jenis tambahan belajarlah yang paling banyak diikuti oleh mereka (50%). Sebagian besar dari mereka masih duduk di bangku sekolah. Dan ketika mereka pulang sekolah, mereka harus melakukan kegiatan sehari-hari mereka yaitu membantu orang tuanya untuk mencari nafkah. Sehingga tidak cukup banyak waktu untuk mengulang kembali pelajaran dari sekolah mereka. Dan untuk itu, mereka memanfaatkan program yang diberikan oleh LSM Emphaty untuk dapat mengulang dan mengejar ketertinggalan mereka. Dan sekitar 7 orang (35%) yang ikut mengambil program beasiswa. Beasiswa yang diberikan ini berupa uang untuk pembayaran uang sekolah mereka, keperluan sekolah, dan bantuan berupa buku-buku pelajaran sekolah. Dan selebihnya ada 3 orang (15%) yang mengambil program paket A (SD), paket B (SLTP), dan paket C (SMU). Di antara ketiga paket tersebut, ketiga-tiganya mengambil program paket B setara dengan SLTP. Di mana 74
mereka tidak sampai menamatkan sekolahnya waktu SLTP. Alasan dari ketiga responden adalah masalah ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan mereka untuk melanjutkan sekolah mereka. Dan di sinilah mereka dapat memperoleh dan melanjutkan pendidikan mereka. Hal yang sangat perlu diketahui adalah perihal partisipasi responden dalam program yang dilakukan oleh LSM Emphaty, dimana datanya disajikan pada Tabel 22 berikut. Tabel 22. Distribusi Responden Berdasarkan Partisipasi dalam Program No. 1 2
Partisipasi Aktif Kurang aktif Total
F
%
18 2
90,0 10,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Tabel partisipasi responden dalam mengikuti program yang diberikan oleh LSM Emphaty keseluruhannya diikuti secara aktif yaitu 18 orang (90%) sedangkan 2 orang (10%) lagi mengatakan kurang aktif untuk mengikutinya. Kadang mereka lupa untuk mengikutinya karena keasyikan bermain ataupun bekerja di luar. Namun mereka masih mengikutinya sekali-kali agar mereka bisa melanjutkan pendidikan di atasnya lagi yakni SMU. Mereka mengatakan cukup hanya sampai SMU-lah mereka untuk bersekolah. Karena untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, mereka tidak mempunyai cukup uang untuk membayarnya. Terdapat beberapa alternatif program yang dapat diikuti oleh responden. Data berikut ini merupakan informasi tentang siapa yang aktif dalam menentukan pilihan program yang diikuti tersebut. Tabel 23. Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan Program No. 1 2
Yang Menetapkan
F
%
Responden sendiri LSM Emphaty
2 18
10,0 90,0
Total
20
100,0
Sumber: Data Primer
Parhusip & Sudirman, Persepsi Anak Binaan...
Dari Tabel 23 yaitu tabel penentuan jenis program apa yang harus anak-anak jalan ambil dapat diketahui bahwa sekitar 18 orang (18%) mengatakan bahwa program yang mereka ambil sekarang ini, ditentukan oleh pihak yayasan. Di sini yayasan melihat bahwa anak-anak jalanan yang berada di LSM Emphaty kebanyakan masih duduk di bangku sekolah atau usia sekolah. Dan program yang cocok untuk mereka ikuti adalah jenis program tambahan belajar, beasiswa dan belajar paket A, B, dan C. Sedangkan untuk 2 orang (10%) lagi lebih senang untuk memilih jenis program yang diminati. Hampir seluruh responden berpendapat bahwa program yang diberikan oleh LSM Emphaty sangat baik. Ini disebabkan oleh setiap program yang diberikan pada mereka, mereka merasakan manfaatnya baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Bagi mereka yang masih duduk dibangku sekolah, maka LSM Emphaty akan memberikan bantuan berupa beasiswa, peralatan sekolah, dan buku-buku sekolah sedangkan bagi mereka yang putus sekolah, diberikan berupa pelatihan keterampilan maupun belajar paket A, B, dan C. Seluruh anak yang berada di LSM Emphaty merasa senang. Hal ini diperoleh dari hasil kuesioner yang didapat dengan jumlah responden yang menyatakan senang ada sebanyak 20 orang (100%). Penulis juga dapat melihat ekspresi mereka ketika berada di LSM Emphaty. Mereka terlihat bahagia dan tampak bercanda dengan teman-temannya ketika mereka berkumpul. Selain itu terkadang ada anak yang datang kepada pekerja sosial untuk sekedar mengobrol atau bercerita tentang keluarganya. Hampir seluruh responden setuju atau menjawab bahwa semenjak mereka berada di LSM Emphaty dan mengikuti program-program LSM Emphaty, pengetahuan atau keterampilan mereka semakin bertambah. Keingintahuan yang besar tentang suatu pelajaran membuat anakanak tersebut untuk lebih maju dari temantemannya. Baik teman di sekolah maupun di LSM Emphaty itu sendiri. Selama berada di LSM Emphaty, responden tentu mengetahui kelengkapan sarana dan kegiatan belajar, di mana respons mereka disajikan pada Tabel 24 berikut.
Tabel 24. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Kelengkapan Sarana dan Kegiatan Belajar di LSM Emphaty No. 1 2
Kelengkapan Lengkap Kurang lengkap Total
F
%
14 6
70,0 30,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Pada umumnya anak jalanan berpendapat bahwa sarana yang dapat mendukung kegiatan belajar yang ada di LSM Emphaty sudah cukup lengkap. Peralatan yang mendukung adalah tersedianya 6 unit komputer yang sewaktuwaktu dapat dipergunakan oleh anak jalanan untuk belajar yang dipandu oleh pekerja sosial yang ada di LSM Emphaty tersebut. Sedangkan sebagian kecil berpendapat bahwa sarana yang ada di LSM Emphaty kurang lengkap. Penilaian ini cukup positif di mana anak merasa bahwa sarana yang ada di LSM Emphaty perlu penambahan ataupun perbaikan sehingga nantinya anak dapat lebih tertarik untuk belajar ataupun berlatih guna kemajuan anak-anak itu sendiri. Sikap senang atau tidak senang dari responden terhadap program yang diselenggarakan oleh LSM Emphaty merupakan persepsi tersendiri dari responden terhadap LSM Emphaty, di mana datanya disajikan pada Tabel 25 berikut. Tabel 25. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Program No. 1 2
Senang Senang Biasa-biasa saja Total
F
%
17 3
85,0 15,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Tabel 25 menunjukkan bahwa sekitar 17 orang (85%) merasa senang terhadap programprogram yang ada di LSM Emphaty. Hal ini sangat membantu para anak-anak jalanan yang masih bersekolah dan kurang mampu untuk dapat lebih maju dan sama dengan anak-anak lainnya. Dan 3 orang (15%) anak-anak lainnya berpendapat biasa saja terhadap program yang dijalankan oleh LSM Emphaty.
75
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Januari 2006, Volume 5, Nomor 1, Halaman 64-80
Apakah menurut responden perlu atau tidak dilakukan penambahan program? Data tentang hal tersebut akan disajikan pada Tabel 26 berikut. Tabel 26. Distribusi Responden Berdasarkan Penambahan Program No. 1 2
Jawaban Responden
F
%
Perlu Tidak perlu
11 9
55,0 45,0
Total
20
100,0
Sumber: Data Primer
Menurut anak-anak tersebut, perlu adanya penambahan program baru yaitu rekreasi, gerak jalan (olahraga), dan bela diri dengan alasan agar mereka tidak hanya belajar saja tetapi refreshing untuk menghilangkan kebosanan perlu juga diadakan. Sedangkan olahraga bela diri alasannya adalah supaya mereka dapat melindungi diri dari orang-orang jahat dan perlakuan kasar yang mereka terima ketika berada di jalanan. Mereka berharap kepada pihak lembaga melalui kuesioner yang penulis sebarkan, benar-benar dipertimbangkan oleh pihak yayasan. Persepsi responden tentang kemanfaatan program yang diselenggarakan LSM Emphaty merupakan kunci keikutsertaan dan kesungguhan mereka dalam menjalani program tersebut, di mana datanya disajikan pada Tabel 27 berikut ini. Tabel 27. Distribusi Responden Berdasarkan Kemanfaatan Program No. 1 2
Manfaat Ya Tidak Total
F
%
19 1
95,0 5,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 27 menunjukkan bahwa 19 orang (95%) anak mengatakan bahwa banyak manfaat yang mereka peroleh ketika mengikuti program di LSM Emphaty. Selain bertambahnya pengetahuan mereka, dalam belajar pun mereka mulai ada peningkatan. Selain itu mereka sangat terbantu dengan adanya bantuan beasiswa kepada mereka sehingga mereka dapat meneruskan sekolah mereka. Dan bantuan berupa keperluan sekolah dan buku-buku
76
sekolah juga sangat menunjang bagi keberhasilan mereka di sekolah. Dan hanya 1 orang (5%) saja yang mengatakan bahwa program tersebut tidak bermanfaat baginya. Karena anak tersebut memang kurang aktif mengikuti program tersebut dan malas untuk mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh LSM Emphaty. Bentuk persepsi lainnya terlihat dari frekuensi belajar yang dilakukan oleh responden pada LSM Emphaty, di mana datanya disajikan pada Tabel 28 berikut. Tabel 28. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Belajar No. 1 2 3
Frekuensi belajar 1 jam – 3 jam 4 jam – 5 jam > 5 jam Total
F
%
3 4 13
15,0 20,0 65,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Dari keterangan tabel di atas dapat dilihat bahwa frekuensi belajar yang diberikan LSM Emphaty rata-rata per minggunya adalah lebih dari 5 jam. Hal ini diketahui dari jumlah responden yang mengatakannya yaitu sebanyak 13 orang (65%). Dan beberapa anak lainnya menyebutkan bahwa frekuensi belajar setiap minggunya yang mereka terima adalah 3 sampai 5 jam. Hal ini dirasa sangat kurang karena banyak waktu mereka yang tersita untuk bekerja. Sedangkan untuk memperoleh tambahan belajar waktunya dirasa sangat kurang. Namun meskipun demikian anak-anak tersebut cukup senang dan puas dengan tambahan belajar yang mereka peroleh di LSM Emphaty. Rasa puas juga merupakan indikator persepsi yang esensial dari responden terhadap program yang diselenggarakan oleh pihak LSM Emphaty, di mana data mengenai hal ini disajikan pada Tabel 29 berikut. Tabel 29. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan terhadap Fasilitas No. 1 2 3
F
%
Puas Kurang puas Tidak puas
Tingkat Kepuasan
14 6 -
70,0 30,0 -
Total
20
100,0
Sumber: Data Primer
Parhusip & Sudirman, Persepsi Anak Binaan...
Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa kepuasan responden terhadap fasilitas yang diberikan oleh LSM Emphaty sebesar 70% atau sebanyak 14 orang menyatakan puas. Mereka merasa bahwa apa yang diberikan oleh LSM Emphaty kepada mereka sangat membantu mereka. Oleh sebab itu, mereka tidak terlalu mempermasalahkan mengenai fasilitasnya. Dan bila memang ada perbaikan atau penambahan fasilitas untuk mendukung proses belajar mengajar di LSM Emphaty, mereka sangat senang. Sedangkan, beberapa anak yaitu 6 orang (30%) mengatakan merasa tidak puas dengan fasilitas yang diberikan oleh LSM Emphaty. Itulah sebabnya, mengapa mereka kadang-kadang tidak aktif atau kurang semangat bila mengikuti program belajar yang diadakan oleh LSM Emphaty. Dan salah satu untuk membuat anak-anak dapat mengikuti pelajaran, salah satu fasilitas yang harus dilengkapi adalah ruangan yang nyaman dan lingkungan yang bersih. Dan diharapkan banyak anak yang dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Semua anak-anak yang ada di LSM Emphaty setuju bila tempat di mana mereka belajar mereka anggap sudah nyaman. Meskipun ruangan di mana mereka belajar hanya terdapat beberapa meja dan bangku serta papan tulis untuk mendukung proses belajar mengajar. Kadangkala banyak anak-anak tersebut yang mengikuti pelajaran yang dilakukan oleh LSM tersebut. Sehingga membuat bangku-bangku yang disediakan tidak cukup untuk menampung mereka. Meskipun demikian mereka tetap mengikuti pelajaran tersebut. Mereka begitu bersemangat dan antusias untuk mengikutinya. Salah satu indikator kualitas dari suatu program adalah terjadwalnya program tersebut, di mana data tentang hal ini disajikan pada Tabel 30 berikut. Tabel 30. Distribusi Responden Berdasarkan Program Terjadwal No. 1 2
Jawaban Responden Terjadwal Tidak terjadwal Total
F
%
17 3
85,0 15,0
20
100,0
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 30 di atas dapat dilihat bahwa program belajar mengajar yang dilakukan di
LSM Emphaty telah terjadwal dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dengan jumlah anak yang menjawab sebanyak 17 orang (85%). Sedangkan sekitar 15% mengatakan bahwa kegiatan belajar mengajar yang dilakukan belum terjadwal sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Dan untuk pemberian beasiswa bagi anak-anak yang mengambil program tersebut telah mereka terima sesuai program yang telah dibuat. Sedangkan sekitar 3 orang anak-anak tersebut mengatakan bahwa jadwal yang mereka ikuti kadang belum sesuai. Kadang-kadang mereka tidak mengikutinya dikarenakan kesibukan oleh para pekerja sosialnya. Bila pekerja sosialnya tidak datang, mereka langsung pulang ke rumah atau menghabiskan waktu mereka untuk bermain bersama dengan teman-teman mereka. Khusus penambahan fasilitas yang perlu dilakukan menurut responden disajikan pada Tabel 31 berikut ini. Tabel 31. Distribusi Responden Berdasarkan Penambahan Fasilitas No.
Jawaban Responden
F
%
1 2 3
Tempat bermain dan olahraga Keterampilan Media informasi
6 2 12
30,0 10,0 60,0
20
100,0
Total Sumber: Data Primer
Tabel di atas menunjukkan bahwa untuk mendukung proses belajar mengajar di LSM Emphaty diperlukan beberapa penambahan fasilitas. Selain untuk menambah semangat anak-anak untuk benar-benar mengikuti pelajaran, fasilitas tersebut juga dibutuhkan untuk menambah pengetahuan anak serta untuk menunjang aktivitas mereka. Sebanyak 12 orang (60%) mengatakan perlu penambahan berupa media informasi seperti buku-buku, majalah, koran, radio, dan televisi. Dan sebagian lagi menyatakan perlu diadakannya tempat atau ruang bermain dan olahraga di LSM Emphaty. Hal tersebut untuk menghilangkan kejenuhan mereka ketika selesai mengikuti pelajaran ataupun ketika para pekerja sosial tidak datang untuk mengajar, mereka dapat menghabiskan waktu mereka untuk berolahraga atau bermain di sekitar LSM tersebut. Dan hanya 2 orang (10%) yang membutuhkan penambah fasilitas untuk menunjang program keterampilan yang mereka anggap kurang lengkap. 77
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Januari 2006, Volume 5, Nomor 1, Halaman 64-80
Walaupun pendapat mereka bermacammacam, namun kesimpulannya adalah anakanak tersebut memberikan penilaian yang positif terhadap apa yang mereka terima dan mereka pergunakan selama ini di LSM Emphaty.
ada, sehingga manfaatnya dapat dinikmati oleh semua yaitu, anak-anak jalanan, pengelola, dan semua pihak yang ikut berperan terhadap LSM Emphaty. Daftar Pustaka
Kesimpulan 1. Anak-anak jalanan yang berada di LSM Emphaty rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar. 2. Anak jalanan memiliki lebih dari 4 orang anggota keluarga. Sehingga sulit untuk memperbaiki pengasuhan dan pendidikan anak. 3. Orang tua yang miskin menjadi penyebab utama permasalahan anak jalanan. Dan sebagian besar orang tuanya bekerja di sektor informal. 4. Rata-rata penghasilan anak jalanan berkisar antara Rp 1.000 – Rp 5.000/hari. 5. Rata-rata anak jalanan menyukai program pendidikan yang bersifat tambahan belajar/ les. 6. Hampir semua anak jalanan merasakan manfaat dari program yang ada di LSM Emphaty.
Aminatun, Siti dan Tri Laksmi Udiati, Mewaspadai Kemiskinan sebagai Salah Satu Faktor Potensial Tindak Kekerasan; Media Informasi Penelitian No. 173, Tahun ke-27 Januari – Maret 2003. Andari, Soetji, Pengaruh Keberadaan Rumah Singgah terhadap kebutuhan Rasa Aman Anak Jalanan Perempuan di Kota Yogyakarta; Jurnal PKS Vol. II No. 6, Desember 2003; 31 – 44. Danim, Sudarwan, 1999, Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Dok, Frans Van, 1999, Kekerasan terhadap Anak. Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Medan. Gunarsa, Prof. Dr. Singgih D., 1993, Psikologi Praktis; Anak, Remaja, dan Keluarga. PT. BPK. Gunung Mulia, Jakarta.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran yang mungkin berguna sebagai masukan bagi LSM Emphaty Medan. Adapun saran-saran tersebut adalah: 1. Agar program pendidikan di LSM Emphaty dapat berjalan dengan baik, ada baiknya bila fasilitas belajar ditambah, khususnya untuk program tambahan belajar/privat dan pelatihan komputer. 2. Program yang ada di LSM Emphaty sudah baik. Namun ada baiknya bila program tersebut ditambah lagi. Menurut anak-anak yang bergabung di LSM Emphaty, program yang cocok ditambah adalah program olahraga. Adapun program olahraga yang mereka maksudkan adalah adanya pemberian pelatihan beladiri untuk menjaga diri. 3. Bantuan yang telah diterima oleh LSM Emphaty kiranya dapat dipergunakan untuk memperbaharui program dan fasilitas yang
78
Hasbullah, 2005, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, edisi revisi. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Ikawati dan Tateki Yoga Tursilarini, Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Dasar Anak terhadap Kondisi Fisik, Psikis, dan Sosial Anak Jalanan yang Masih Tinggal Bersama Orang Tua di Kota Semarang; Jurnal PKS Vol. II No. 6, Desember 2003; 45 – 61. Kartono, Dr. 1997, Kartini, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Penerbit PT. Pradanya Paramita, Jakarta. Sakidjo, Memutus Matarantai Anak Rentan Hidup di Jalanan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; Media Informasi Penelitian No. 173, Tahun ke-27 Januari – Maret 2003
Parhusip & Sudirman, Persepsi Anak Binaan...
Satiadarma, Monty P, 2001, Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak; Dampak Pygmalion di dalam Keluarga. Pustaka Populer Obor, Jakarta. Shochib, Dr. Moh., 1998, Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Rineka Cipta, Jakarta. Soetopo, Prof. DR. Hendyat, 2005, Pendidikan dan Pembelajaran; Teori Permasalahan dan Praktek. Universitas Muhammadiyah, Malang. Su’adah, 2003, Sosiologi keluarga. Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Tri Rahayo S.Psi., Lin dan Tristiadi A. A, 2004, Observasi dan Wawancara. Penerbit Bayumedia Publishing, Jawa Timur. Yudawati, Pristi dan Cicik Kurniawati Agustiningsih, Anak Jalanan dan Kesejahteraan Sosial; Jurnal PKS Vol. II No. 6, Desember 2003; 62-75
Sumber-sumber lain: Analisa, 9 Maret 2003. Kompas, 26 Februari 1999 www.depsos.go.id/Balatbang/.id
Suyanto, Bagong, 2002, Krisis dan Child Abuse. Airlangga University Press, Surabaya. Suyanto, Bagong, 2003, Pendidikan Anak di Era Otonomi Sekolah. Penerbit Airlangga University Press.
www.kesrepro.com www.kompas.com www.pikiran-rakyat.com
Tjiptoherijanto, Prijono, 2003, Upah, Jaminan Sosial dan Perlindungan Anak; Gagasan Pengembangan SDM Indonesia. Lembaga Penerbit FE UI.
www.republika.co.id www.wolist.com
79