perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERS DAN WACANA NASIONALISME (Analisis Wacana Nasionalisme di Rubrik “Nasionalisme Di Tapal Batas” di Harian Kompas Edisi 10 - 21 Agustus 2009)
Oleh: MUHAMMAD AZIS SAFRODIN D0206073
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: Pers dan Wacana Nasionalisme (Analisis Wacana Nasionalisme di Rubrik “Nasionalisme Di Tapal Batas” di Harian Kompas Edisi 10 - 21 Agustus 2009)
Oleh: Nama : Muhammad Azis Safrodin NIM
: D0206073
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 25 Mei 2011
Pembimbing Utama,
Drs. Mursito BM, S.U. NIP. 19530727 198003 1 001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Telah Diterima dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari Tanggal
: Rabu : 25 Mei 2011
Panitia Penguji Skripsi:
Ketua
: Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D. NIP. 197102171998021001
(..................................)
Sekretaris
: Drs. Kandyawan NIP. 196104131990031002
(..................................)
Penguji
: Drs. Mursito BM, S.U. NIP. 195307271980031001
(..................................)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Pawito, Ph.D. NIP. 19540805 198503 1 002
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Mulai” itu kata sederhana tapi penuh makna (penulis)
Berfikir cerdas, bekerja keras, berhati ikhlas (K.H. Abdullah Gymnastiar)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk: Allah SWT Dzat Sebaik-baik Pencipta dan Penjaga; Ibunda, dengan segala kasih sayang dan do’anya telah membesarkanku; Bapak, yang tak henti-hentinya berikhtiar dan berdoa demi keluarga; Kakakku Nanunk yang selalu menyemangatingu di saat aku lemah; Sahabat-sahabat terbaik dan teman-teman Komunikasi 2006 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat meyelesaikan tugas skripsi dengan judul PERS DAN PEMBERITAAN NASIONALISME (Analisis Wacana Nasionalisme di Rubrik “Nasionalisme Di Tapal Batas” di Harian Kompas Edisi 10 - 21 Agustus 2009) dengan baik dan lancar. Penelitian untuk skripsi ini berawal dari sebuah pandangan bahwa keberadaan atau munculnya sebuah wacana tidak lepas dari komunikator sebagai faktor sentral atau penentu. Dalam penelitian ini sajian berita tulis di rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” dalam harian Kompas, tidak hanya akan dilihat sebagai alat untuk memahami realitas obyektif saja tetapi terdapat wacana tertentu yang diusung media tersebut. Dengan kata lain, Kompas sebagai komunikator tidak semata-mata menyajikan informasi tetapi juga mempunyai gagasan dan maksud-maksud tertentu yang dituangkan dalam pemberitaannya. Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan kali ini penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Drs. Supriyadi, SN, S.U. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta. 2. Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Drs. Mursito BM, S.U. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, dan masukan. 4. Drs. H. Dwi Tiyanto, S.U. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan perhatiannya. 5. Semua staf pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS, atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan. Semoga semua ilmu yang telah Bapak/ Ibu berikan bermanfaat dunia akhirat dan menjadi amal jariyah. 6. Bapak Achmadi dan Ibu Abanah selaku orangtau penulis, yang tiada henti berdo’a untuk kesuksesan putra-putrinya. 7. Nurochmah Hidayati, kakak kandung penulis yang bersedia menjadi tempat berbagi suka dan duka. 8. Sahabat-sahabat terbaik penulis: Dimas Ragil Achirrudin, Ahsan Zakky, Citra Nove Perdana Siwi, Ragil Satriyo Gumilang, Vera Metty Anggriana, dan Adinda Nusantari yang telah banyak membantu kelancaran dalam pengerjaan skripsi ini. 9. Keluarga kost “Santosa”: Yestha Fajar Pahlevi, Taufan Yusuf Nugroho, Hafidz Novalsyah, Herka Yanis, Faka Yudhistira, dan Genadi Adha. 10. Teman-teman “Dadu Rangers”: Wahyu Subekti, Henricus Hans, Rohmah Fajri Susetyo, Barlian Anung Prabandono, Aang Wahyu Ariesta Sari, Ayunda Agung I. Putri, Ria Rahajeng, Suharsiwi, Arumtyas Puspanjani, dan Nur Karima Sinta yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Keluarga besar Komunikasi 2006, semoga sukses selalu. 12. Harian Kompas. 13. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas sebaga bantuannya. Penulis menyadari akan kurang sempurnanya skripsi ini, namun penulis berharap bahwa skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak.
Surakarta, Mei 2011
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ...................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ix
DAFTAR BAGAN......................................................................................... xv DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi ABSTRAK ..................................................................................................... xvii BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ...................................................
1
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................
8
C. TUJUAN PENELITIAN .....................................................................
8
D. MANFAAT PENELITIAN .................................................................
9
E. TELAAH PUSTAKA 1. Komunikasi Sebagai Wacana..........................................................
9
2. Wacana Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ....................................
10
3. Pers Sebagai Komunikasi Massa ....................................................
18
4. Media Sebagai Sarana Konstruksi Realitas ....................................
23
5. Berita dan Feature ........................................................................... commit to user
31
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Nasionalisme ...................................................................................
37
7. Nasionalisme Soekarno dan Nasionalisme Indonesia ....................
42
F. DEFINISI KONSEP 1. Nasionalisme Indonesia .................................................................
47
2. Nasionalisme di Tapal Batas ...........................................................
47
3. Analisis Wacana ..............................................................................
48
G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian................................................................................
48
2. Metode Penelitian ...........................................................................
49
3. Obyek Penelitian .............................................................................
49
4. Sumber Data ....................................................................................
49
5. Teknik Analisis Data .......................................................................
50
6. Validitas dan Triangulasi Penelitian ...............................................
59
BAB II. GAMBARAN UMUM KOMPAS A. SEJARAH UMUM KOMPAS 1. Sejarah Singkat ................................................................................
60
2. Falsafah ...........................................................................................
64
B. VISI, MISI, DAN KEBIJAKAN REDAKSIONAL 1. Visi ..................................................................................................
65
2. Misi..................................................................................................
66
3. Kebijakan Redaksional....................................................................
67
C. STRUKTUR ORGANISASI...............................................................
69
D. RUBRIKASI ....................................................................................... commit to user
69
x
perpustakaan.uns.ac.id
BAB
III.
digilib.uns.ac.id
PENYAJIAN
DATA
DAN
ANALISIS
RUBRIK
“NASIONALISME DI TAPAL BATAS” DI HARIAN KOMPAS A. ANALISIS STRUKTUR MAKRO (TEMATIK) ...............................
76
B. ANALISIS WACANA BERITA KOMPAS 1. Tema: Daerah Tapal Batas Indonesia yang Dituntut Mandiri, Tanpa Kehadiran Serius dari Negara ..............................................
80
a. Analisis Struktur Makro .............................................................
80
b. Analisis Superstruktur ................................................................
82
c. Analisis Struktur Mikro ..............................................................
84
c.1. Semantik .............................................................................
84
c.1.1. Latar ..........................................................................
85
c.1.2. Detil...........................................................................
88
c.1.3. Maksud......................................................................
90
c.2. Sintaksis ..............................................................................
92
c.2.1. Bentuk Kalimat .........................................................
93
c.2.2. Koherensi ..................................................................
95
c.2.3. Kata Ganti .................................................................
98
c.3. Leksikon ..............................................................................
99
c.4. Retoris .................................................................................
101
c.4.1. Grafis.........................................................................
101
c.4.2. Metafora ....................................................................
103
2. Tema: Stigmatisasi dan Ketakutan yang Dirasakan Masyarakat commit to.................................................... user di Daerah Tapal Batas Indonesia
xi
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Analisis Struktur Makro .............................................................
104
b. Analisis Superstruktur ................................................................
106
c. Analisis Struktur Mikro ..............................................................
107
c.1. Semantik .............................................................................
107
c.1.1. Latar ..........................................................................
108
c.1.2. Detil...........................................................................
110
c.1.3. Maksud......................................................................
111
c.2. Sintaksis ..............................................................................
112
c.2.1. Bentuk Kalimat .........................................................
113
c.2.2. Koherensi ..................................................................
114
c.3. Leksikon ..............................................................................
116
c.4. Retoris .................................................................................
118
c.4.1. Grafis.........................................................................
118
c.4.2. Metafora ....................................................................
119
3. Tema: Kondisi Pendidikan, Kesehatan, dan Kesejahteraan Masyarakat di Daerah Tapal Batas Indonesia ................................
119
a. Analisis Struktur Makro .............................................................
119
b. Analisis Superstruktur ................................................................
124
c. Analisis Struktur Mikro ..............................................................
126
c.1. Semantik .............................................................................
126
c.1.1. Latar ..........................................................................
126
c.1.2. Detil...........................................................................
131
c.1.3. Maksud......................................................................
136
commit to user c.2. Sintaksis ..............................................................................
138
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c.2.1. Bentuk Kalimat .........................................................
138
c.2.2. Kata Ganti .................................................................
140
c.3. Leksikon ..............................................................................
141
c.4. Retoris .................................................................................
143
c.4.1. Grafis.........................................................................
144
c.4.2. Metafora ....................................................................
145
4. Tema: Potensi Daerah yang Masih Minim Perhatian Negara ........
146
a. Analisis Struktur Makro .............................................................
146
b. Analisis Superstruktur ................................................................
147
c. Analisis Struktur Mikro ..............................................................
148
c.1. Semantik .............................................................................
148
c.1.1. Latar ..........................................................................
148
c.1.2. Detil...........................................................................
151
c.1.3. Maksud......................................................................
153
c.2. Sintaksis ..............................................................................
153
c.2.1. Bentuk Kalimat .........................................................
153
c.2.2. Koherensi ..................................................................
155
c.3. Leksikon ..............................................................................
156
c.4. Retoris .................................................................................
156
c.4.1. Grafis.........................................................................
157
5. Tema: Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Infrasktruktur Publik Yang Masih Minim .............................................................
158
a. Analisis Struktur Makro .............................................................
158
commit to user b. Analisis Superstruktur ................................................................
160
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Analisis Struktur Mikro ..............................................................
162
c.1. Semantik .............................................................................
162
c.1.1. Latar ..........................................................................
162
c.1.2. Detil...........................................................................
163
c.1.3. Maksud......................................................................
165
c.2. Sintaksis ..............................................................................
166
c.2.1. Bentuk Kalimat .........................................................
166
c.3. Leksikon ..............................................................................
167
c.4. Retoris .................................................................................
169
c.4.1. Grafis.........................................................................
169
c.4.2. Metafora ....................................................................
170
BAB IV. PENUTUP A. KESIMPULAN ..................................................................................
171
B. SARAN ...............................................................................................
172
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
174
LAMPIRAN
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Tabel I.1
Model Konstruksi Realitas Melalui Media ................................
commit to user
xv
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel I.1
Elemen Wacana Van Dijk .........................................................
51
Tabel III.1
Tematik Berita Kompas .............................................................
78
Tabel III.2
Skematik Tema Pertama ............................................................
83
Tabel III.3
Skematik Tema Kedua ...............................................................
106
Tabel III.4
Skematik Tema Ketiga ..............................................................
124
Tabel III.5
Skematik Tema Keempat ...........................................................
147
Tabel III.6
Skematik Tema Kelima .............................................................
160
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Muhammad Azis Safrodin, D0206073, PERS DAN WACANA NASIONALISME (Analisis Wacana Nasionalisme di Rubrik “Nasionalisme Di Tapal Batas” di Harian Kompas Edisi 10 - 21 Agustus 2009), 175 halaman. Penelitian untuk skripsi ini berawal dari sebuah pandangan bahwa keberadaan atau munculnya sebuah wacana tidak lepas dari komunikator sebagai faktor sentral atau penentu. Munculnya rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” yang dimuat harian Kompas edisi 10 – 21 Agustus 2009 menunjukkan kecenderungan Kompas mempunyai perhatian khusus di daerah-daerah tapal batas di Indonensia. Dalam penelitian ini sajian berita yang ditulis Kompas di rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”, tidak hanya akan dilihat sebagai alat untuk memahami realitas obyektif saja tetapi terdapat wacana tertentu yang diusung media tersebut. Dengan kata lain, Kompas sebagai komunikator tidak sematamata menyajikan informasi tetapi juga mempunyai gagasan dan maksud-maksud tertentu yang dituangkan dalam pemberitaannya. Dengan paradigma konstruktivisme tersebut, penulis kemudian menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dalam penelitian. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, menguji hipotesa, atau membuat prediksi, melainkan bermaksud untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman secara lebih mendalam tentang bagaimana suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk membedah wacana nasionalisme yang terkandung dalam rubrik berita Kompas “Nasionalisme di Tapal Batas”. Penelitian ini hanya difokuskan pada pembedahan wacana pada level teks dengan menggunakan model analisis teks Teun A. van Dijk. Dalam pandangan van Dijk, sebuah wacana terbagi atas tiga tingkatan/struktur yang masing-masing terdiri dari elemen-elemen yang saling berhubungan dan mendukung satu sama lain. Dengan beberapa penyesuaian, elemen-elemen wacana tersebut digunakan untuk membedah sajian teks berita Kompas. Hasil analisis dalam penelitian ini mendapati adanya wacana yang digambarkan Kompas terkait nasionalisme yaitu: rasa nasionalisme di daerahdaerah perbatasan Indonesia yang kian terkikis dan terancam hilang sebagai bagian dari keutuhan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan demokrasi dan keadailan sosial sebagai cara untuk mewujudkan dan menjaga rasa nasionalisme, minim atau bahkan belum dirasakan masyarakat perbatasan Indonesia. Melalui wacana tersebut Kompas ingin menyampaikan pesan kritis kepada pemerintah yang memiliki posisi ideal dalam mewujudkan nasionalisme secara utuh di Indonesia, tak terkecuali di wilayah perbatasan. Kompas menyampaikan bahwa tugas negara dalam mewujudkan nasionalisme yang utuh dan menyeluruh masih berat. Hal itu ditandai dengan berbagai persoalan yang terjadi di tapal batas Indonesia dan belum ada penyelesaian yang nyata. Kata kunci: analisis wacana, nasionalisme, berita commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Muhammad Azis Safrodin, D0206073, PRESS AND NATIONALISM DISCOURSE (Discourse Analysis Toward Nationalism in Kompas’ Rubric "Nasionalisme di Tapal Batas" From August10th to August21th 2009), 175 pages. This research was derived from a view that the existence or the emergence of a discourse cannot be separated from the communicator as a central or decisive factor. The appearance of the rubric "Nasionalisme di Tapal Batas" in Kompas daily edition from August10 to August21 2009, shows that Kompas has a special interest in the border areas in Indonensia. In this study, the text of news produced by Kompas at "Nasionalisme di Tapal Batas", is not just a tool providing objective reality. But, in the field of communication studies, the text bought a certain discourse produced by the media. In other words, as communicator, Kompas does not merely present information but also had the idea and the specific purposes set forth in its news. This research belongs to the qualitative research, with constructivist paradigm. According to the qualitative, this study did not seek or explain relationships, test hypotheses, or make predictions, but intended to bring a picture and a deeper understanding of how a phenomenon or a reality of the communication occurred. This study aimed to dissect the discourse of nationalism that is contained within the rubric of "Nasionalisme di Tapal Batas". This study only focused on the surgical level of discourse on the text using discourse analysis model by Teun A. van Dijk. Accoording to van Dijk, a discourse is divided into three levels / structures. They are macrorule, superstucture, and microstructure. Each level consist of some elements which are interconnected and support each other. With some adjustmets, the elements of discourse are used to dissect the Kompas’ news text. Researcher found that Kompas provided certain discourse related to the nationalism issues, described as follows: a sense of nationalism in Indonesia's border areas are increasingly eroded and in danger of missing as part of the whole nation of Indonesia. That is because democracy and social justice as a way to achieve and maintain a sense of nationalism, were too low or even not yet felt the Indonesian border citizen. Through that discourse, Kompas wanted to convey a critical message to the government, who has an ideal position to prove the holistic nationalism in Indonesia, including the border region. Kompas said that the state’s duty in achieving a full and comprehensive nationalism is still heavy. It was marked with various problems occuring the border region in Indonesia and there has been no real solution yet. Key words: discourse analysis, nationalism, news commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kemerdekaan membawa beribu makna untuk setiap insan manusia. Ada yang mengartikan merdeka berarti terbebas dari belenggu penjajah, ada yang mengartikan terbebas dari keterbelakangan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Ada juga mereka yang mengartikan merdeka sebagai tetap terjaganya kedaulatan negara di bawah gempuran arus globalisasi yang mengakibatkan kian menipisnya jiwa nasionalisme suatu bangsa. Sudah 65 tahun Indonesia merdeka dan memiliki kedaulatan yang utuh sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam konteks kedaulatan Negara Indonesia, kedaulatan intern Negara Indonesia dapat ditunjukkan dengan bentuk dan bangunan Negara Indonesia sebagai suatu Negara Kesatuan yang berciri Nusantara, sebagaimana tertuang dalam Pasal 25A Undang-Undang Dasar 1945.1 Namun kemerdekaan dan kedaulatan RI yang telah dicapai selama lebih dari setengah abad tersebut ternyata belum ditopang rasa dan jiwa nasionalisme oleh seluruh bangsa Indonesia secara utuh. Terlebih lagi bagi masyarakat yang mendiami daerah-daerah tapal batas negara
Indonesia
dengan
negara-negara
tetangga.
Kurangnya
perhatian
pemerintah terkait jaminan dan fasilitas kesejahteraan mengakibatkan rasa nasionalisme mereka mengalami fluktuatif. Bagi mereka yang mendiami daerah commitNegara to user Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2009. Batas Wilayah Indonesia Dimensi, Permasalahan, dan Strategi Penanganan Sebuah Tinjauan Empiris dan Yuridis. Yogyakarta: Gaya Media. Hal 26 1
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tapal batas NKRI, seakan mereka dianaktirikan dari penguasa negeri ini.2 Seperti halnya penduduk Sebatik yang hidup di daerah perbatasan Serawak dan Sabah (Malaysia), mereka lebih menggantungkan diri dengan negara tetangga. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, mereka lebih memilih transaksi perdagangan hasil lintas batas dengan alasan kepastian pasar yang jelas dan harga jual yang lebih tinggi. Sehingga kesejahteraan hidup mereka setidaknya bisa terpenuhi.3 Rasa skeptis publik terkait suku-suku di daerah tapal batas juga masih mewarnai keutuhan negara kepulauan ini. Hal ini dialami masyarakat suku Amungme dan Komoro di Papua. Keinginan hidup tenang di kediaman mereka terusik dengan aktivitas PTFI (PT. Freeport Indonesia) yang menjadikan Gunung Ertsberg dan Grasberg – yang dari generasi ke generasi menjadi tempat tinggal, bercocok tanam, sekaligus tempat spiritual suku Amungme – sebagai lahan bengkel Tembagapura. Sehingga ketika muncul kasus terkait PTFI seperti kasus penembakan maka orang-orang suku Amungme dan Komoro selalu menjadi sasaran dan sisudutkan.4 Jika fakta-fakta tersebut dibiarkan, maka hal ini tentuanya akan mengancam keharmonisan dan kedaulatan NKRI sehingga tak jarang muncul protes dari daerah-daerah tapal batas yang berujung pada pemisahan diri dari NKRI. Terlebih lagi negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga gencar melakukan klaim-klaim ke beberapa daerah yang masih menjadi wilayah Indonesia. Seperti halnya yang dikhawatirkan oleh penduduk Sebatik yang sering 2
Genta Demokrasi. 22 Agustus 2010. Metro TV. Kompas. Jum’at 14 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Perbatsan Kaltim Menebus Malam ke Negeri Seberang. Hal 5 4 commit to user Batas, Dulu Sumber Penghidupan Kini Kompas. Kamis 20 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Sumber Persoalan. Hal 15 3
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melakukan transaksi perdagangan ke wilayah Serawak dan Sabah. Hal yang menjadi kekhawatiran mereka adalah tindakan Malaysia yang melancarkan klaim di beberapa areal pertanian milik Sebatik yang masuk wilayah negara tersebut. Saat kasus Ambalat memanas, beberapa warga Desa Sungai Pancang, Kecamatan Sebatik, sempat dikejutkan dengan pemasangan patok-patok kayu dari pemerintah Malaysia di areal persawahan seluas 290 hektar.5 Jika hal ini tidak mendapat perhatian, maka tak menutup kemungkinan keutuhan NKRI kembali terancam seperti kasus Ligitan dan Sipadan. Hal ini bukan karena para penduduk yang tidak memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme untuk senantiasa menjaga keutuhan NKRI namun lebih pada realitas yang mereka alami. Hidup di daerah perbatasan dan jauh dari kesejahteraan membuat mereka tidak bisa menutup diri daerah perhatian pemerintah negara tetangga. Sehingga pada akhirnya negara tetangga seperti Malaysia akan mudah melancarkan klaim ke beberapa wilayah perbatasan untuk diakui sebagai wilayah negaranya karena mereka sudah mendapat hati dari penduduk daerah tersebut. Berkaitan dengan fenomena tersebut, media massa memiliki peran, tanggung jawab serta kewajiban untuk ikut menangani masalah tersebut. Merujuk Pasal 6 UU Pokok Pers No. 40 / 1999, Pers memiliki kewenangan yang sangat besar yaitu: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilai-nilai demokrasi; mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan commit todiuser Kompas. Jum’at 14 Agustus 2009. Nasionalisme Tapal Batas, Perbatasan Kaltim Menebus Malam ke Negeri Seberang. Hal 5 5
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.6 Berbatasan
dengan beberapa negara serumpun
seperti
Malaysia,
Singapura, Brunai, dan Filipinina membuat daerah-daerah tapal batas Indonesia tidak pernah sepi dari pemberitaan media; baik itu media elektronik, media cetak, ataupun media internet. Isu-isu dalam pemberitaan-pemberitaan tersebut terkait dengan konflik-konflik di daerah perbatasan, permasalahan patok perbatasan antar negara, kemiskinan serta keterbatasan sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi7, masalah gradual menyangkut kehadiran dan peran negara yang masih minim, lemahnya pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana publik.8 Kompas sebagai salah satu koran nasional juga tak lepas dari pemberitaan daerah-daerah tapal batas Indonesia. Memuat berita yang menonjolkan nilai-nilai humanisme dalam tampilan tulisannya seakan sudah menjadi ciri khas dari Kompas, sehingga
bisa menyentuh hati pembaca. Jakob Oetama, Pemimpin
Umum Kelompok Kompas Gramedia mengatakan bahwa jiwa dari Harian Kompas adalah humanisme. Nilai-nilai humanis tersebut tersebar dalam berita, laporan, analisis, maupun opini yang ada dalam Harian Kompas.9
6
AS Haris Sumadiria. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hal 25 7 Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2009. Op.Cit. Hal 106 8 Kompas. Jum’at 21 Agustus 2009. Nasionalisme Pripurna di Tapal Batas. Hal 1 9 commit to user Sindhunata dalam St. Sularto (ed.). 2001. Humanisme dan Kebebasan Pers: Menyambut 70 Tahun Jakob Oetama. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal 3-4
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sindhunata, Pemimpin Redaksi Majalah Basis Yogyakarta, menyatakan bahwa sajian berita Kompas tidak lepas dari sosok Jakob Oetama dengan tiga pokok pemikirannya yang kental akan nilai humanisme. Pertama, membawa pencerahan. Jakob Oetama berulang kali mengatakan, selain menyebar informasi, berkomunikasi dan membantu kecerdasan bangsa, sebagai koran nasional Kompas bertugas memberikan enlighment kepada sebanyak mungkin masyarakat di seluruh Indonesia. Tercakup dalam peran pencerahan adalah pencerdasan akal budi, pergulatan suara hati, pergualatan peradaban, serta pembangunan kebudayaan. Kedua, memanfaatkan momentum sejarah untuk meraih pembebasan. Menurut Jakob Oetama, hanya dengan mempelajari sejarahlah, kita bisa mengambil keputusan-keputusan dengan tepat dan benar. Ketiga, wartawan tak boleh kering hati dan emosi. Ia mengajak wartawannya untuk menyuarakan mereka yang tak bisa bersuara.10 Tanggal 17 Agustus menjadi momentum yang memiliki nilai sejarah terbesar bagi negara Indonesia. Perjuangan dari berbagai daerah, berbagai golongan untuk mencapai sebuah kemerdekaan dan kedaulatan negara menjadi harga mati sebuah perjuangan. Dalam rangka memperingati dan memanfaatkan momentum terbesar bangsa Indonesia yaitu Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-64, 17 Agustus 2009, koran Kompas menerbitkan laporan peliputan yang mengusung wacana nasionalisme. “Nasionalisme di Tapal Batas” menjadi tema yang dipilih karena masalah nasionalisme negeri ini kian kritis. Dalam konteks di wilayah-wilayah perbatasan, kekritisan masalah ini semakin terasa.
10
commit to user Ibid. Hal 1-6
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam perspektif politik nasional dan konstelasi politik regional, masalah pun kian kompleks.11 Rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sajian peliputan Kompas di sepuluh daerah yang menjadi daerah terluar Indonesia dan berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga, dimana pemberitaan tersebut tersaji di koran ini selama 10 hari berturut-turut (mulai senin tanggal 10 - 21 Agustus 2009). Daerahdaerah tersebut ialah Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Kepulauan Siberut (Sumatra Barat), Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kamlimantan Timur, Kepulauan Miangas dan Marore (Sulawesi Utara), Maluku Utara, Perbatasan NTT-Timor Leste, Merauke (Papua Selatan), dan Perbatasan Papua-Papua Niugini. Banyak persoalan di wilayah perbatasan
Indonesia yang diberitakan
Kompas. Diantaranya, stigma di daerah Sawang NAD yang hingga kini masih kental dirasakan penduduk setempat. Oleh karena itu masih sulit bagi Sawang yang di masa lalu menjadi basis pejuang GAM, untuk maju dan berkembang.12 Dalam hal pendidikan, daerah pedalaman Siberut Kepulauan Mentawai masih jauh dari layak. Belum adanya fasilitas sekolah formal membuat daerah tersebut haus akan tercukupinya kebutuhan pendidikan.13 Lemahnya pembangunan sarana dan infrastruktur publik dirasakan di sebagian besar Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Bagi mereka yang mendiami kepulauan tersebut, kesenjangan pembangunan sangat 11
Kompas. 10 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Pengantar. Hal 1 Kompas. 10 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Menerawang Aceh dari Sawang. Hal 4 13 commit to user Kompas. 11 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Satu Nusa Satu Bangsa di Pedalaman Siberut. Hal 1 12
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terasa antara daerahnya dengan negara tetangga Singapura,
sehingga
menimbulkan isu-isu yang kerap melemahkan sendi-sendi nasionalisme.14 Sedangkan daerah lain seperti Pulau Morotai, infrastruktur publik seperti jalan sebagai sarana perhubungan yang ada masih mengandalkan peninggalan kaum penjajah.15 Hal ini menunjukkan belum adanya pemerataan pembangunan. Dalam hal kesejahteraan, kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan juga tidak berbeda jauh dari dunia pendidikan, dimana kesejahteraan bagi mereka menjadi barang yang mahal. Hal ini yang dialami daerah Sebatik, mereka dibiarkan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan menggantungkan negara tetangga Malaysia.16 Sama halnya yang dialami masyarakat Miangas dan Marore. Berbatasan dengan Filipina dan karakter perairan terbuka karena berada di bibir Samudra Pasifik, membuat daerah ini seakan tak terlihat di mata pemerintah. Negara seolah tak mau mengurus salah satu daerah yang memiliki nilai strategis di bidang politik tersebut, sebagai titik tolak penjaga kedaulatan RI.17 Dari pemberitaan-pemberitaan Kompas tersebut, bagaimana wacana nasionalisme yang diusung Kompas melalui pemberitaan selama 10 hari berturutturut mulai tanggal 10 hingga 21 Agustus 2009, menarik untuk diteliti. Berita yang disajikan tidak hanya sebatas informasi yang harus diketahui publik namun juga terdapat pesan-pesan yang mendidik dan membangun. Hal ini sejalan dengan
14
Kompas. 12 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Tak Indonesia Hilang di Hati… Hal 15 15 Kompas. 15 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Pulau Morotai, AS Membangun Jalan RI Kasih Aspal Saja… Hal 15 16 Kompas. Jum’at 14 Agustus 2009 Nasionalisme di Tapal Batas, Perbatasan Kaltim Menebus Malam ke Negeri Seberang. Hal 5 17 commit to user Kompas. 15 Agustus 2009. Nasionalisme di Tapal Batas, Ironi di Antara Simbol dan Realitas Hal 15
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tujuan para pendahulu bangsa dan negara ini dimana mereka bercita-cita mewujudkan Indonesia sebagai negara bangsa yang utuh dan menyeluruh. Selain itu, berita tersebut juga bisa menjadi bahan kajian berbagai pihak dalam menyikapi semangat nasionalisme Indonesia yang mengalami pasang surut. Teks-teks berita tersebut, dalam perspektif komunikasi erat kaitannya dengan pesan dan makna. Pesan sendiri merupakan poin sentral dalam komunikasi, sehingga menarik untuk diteliti. Tentu saja, tanpa menafikkan unsurunsur komunikasi lainnya seperti komunikator, komunikan, atau efek. Tanpa adanya pesan, komunikasi tidak akan mungkin terjadi.18 Teks yang ada dalam berita tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis wacana. Melalui metode ini, peneliti ingin membedah wacana yang ada dalam sebuah teks. Dalam hal ini, bagaimana Kompas menggambarkan nasionalisme di Indonesia melalui pemberitaan di tapal batas. B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang yang diuraikan di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana Kompas menggambarkan wacana nasionalisme melalui pemberitaan di rubrik Nasionalisme di Tapal Batas?” C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui bagaimana Kompas menggambarkan
wacana
nasionalisme
melalui
pemberitaan
Nasionalisme di Tapal Batas.
18
commit to user Ibnu Hamad. 2010. Komunikasi Sebagai Wacana. Jakarta: LaToFi. Hal 6
8
di
rubrik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Secara
teoritis-akademis,
penelitian
ini
diharapkan
mempunyai
signifikansi dalam membedah penggambaran wacana nasionalisme melalui pemberitaan suratkabar Kompas melalui penelitian isi media dengan menggunakan analisis wacana. 2. Secara praktis, penelitian ini dapat berfungsi bagi media dalam mengemas dan mewacanakan semangat nasionalisme yang kian kritis. Sehingga dalam fungsinya sebagai kontrol sosial, media bisa ikut andil dalam membantu pemerintah beserta masyarakat untuk menentukan kebijakankebijkan yang bisa menjaga dan memupuk jiwa nasionalisme bangsa. E. TELAAH PUSTAKA 1. Komunikasi Sebagai Wacana Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama “sama”, communico, communicatio, communicare yang berarti “membuat sama”.19 Berbagai pakar telah membuat definisi tentang apa itu komunikasi. Salah satu definisi yang kerap dikutip adalah pengertian dari Harrold Lasswell. Laswell mengatakan bahwa komunikasi adalah jawaban dari pertanyaan Who Says What In Which Channel to Whom With What Effect? Atau Siapa mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?20 Dari definisi di atas, setidaknya ada beberapa unsur komunikasi yang bisa ditangkap, diantaranya komunikator, media, komunikan, konteks, proses, 19
Deddy Mulyana. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. commit to user Hal 41 20 Ibid. Hal 62
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan dampak. Tanpa ada pesan, tidak ada peristiwa komunikasi. Komunikasi adalah proses menciptakan dan menafsirkan pesan. Tanpa ada pertukaran pesan, tidak ada makna yang diperoleh oleh para peserta komunikasi. Sedangkan makna itulah yang dikandung dalam pesan yang dipertukarkan dalam komunikasi.21 Dalam perkembangannya, para pelaku komunikasi tidak hanya menyampaikan pesan dalam sebuah proses komunikasi namun teknik pengemasan pesan (message packaging) juga menjadi hal penting agar mereka memperoleh tujuan-tujuan komunikasinya. Mereka tak lagi sekedar membuat, menampilkan dan mengirimkan pesan berdasarkan apa yang diinginkannya, tetapi merancang pesan dengan dilandasi dan dipengaruhi oleh “visi dan misi strategis”-nya. Dalam konteks ini, para pelaku komunikasi mengembangkan suatu wacana tertentu dalam menyampaikan pesan dalam suatu proses komunikasi.22 2. Wacana Sebagai Hasil Konstruksi Realitas Wacana adalah terjemahan dari bahasa Inggris “discourse”. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa wacana merupakan kelas kata benda (nomina) yang mempunyai arti sebagai berikut: 23 a. ucapan; perkataan; tuturan; b. keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan;
21
Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 7 commit to user Ibid. Hal 9 23 Tim. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hal 1005 22
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, atau artikel. Jusuf Syarif Badudu memberikan batasan tentang wacana sebagai berikut: 24 a. Wacana
adalah
rentetan
kalimat
yang
berkaitan,
yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. b. Wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan, yang mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis. Secara ilmiah teoritik beberapa pakar telah mendefinisikan perdebatan tentang wacana atau discourse. Fiske mendefinisikan wacana sebagai bahasa atau sistem representasi yang dibangun secara sosial dalam suatu tertib untuk membuat dan mengedarkan seperangkat makna yang koheren tentang suatu topik penting.25 Roger Fowler mendefinisikan wacana adalah komunikasi lisan maupun tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman. Sedangkan Foucault mengatakan wacana ini: kadang kala sebagai bidang dari semua 24
Jusuf Syarif Badudu dalam Eriyanto. 2005. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS. Hal 2 25 commit to userPengantar. Surakarta: Lindu Pustaka dan Mursito BM. 2006. Memahami Institusi Media Sebuah SPIKOM. Hal 239
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pernyataan (statement), kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat sari sejumlah pernyataan.26 Dalam
kenyataan, wujud dari bentuk wacana dapat dilihat dalam
beragam karya:27 a. Text (wacana dalam bentuk tulisan/grafis) yang antara lain berupa surat, e-mail, berita, features, artikel opini, puisi, syair, cerpen, novel, komik dan sebagainya. b. Talk (wacana dalam bentuk lisan/percakapan) yang antara lain berupa rekaman wawancara, monolog, dialog, obrolan, pidato, diskusi dan sebagainya. c. Act (wacana dalam bentuk tindakan, gerakan) yang antara lain adalah pantomim, drama, tarian, film, defile, demonstrasi dan sebagainya. d. Artifact (wacana dalam bentuk bangunan, tata-letak) yang antara lain dalam wujud bangunan, lanskap, puing, fashion, dan lain sebagainya. James P. Gee membedakan wacana (discourse) menjadi dua jenis, yaitu: 28
26
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 2 Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 44-45commit to 28 Ibid. Hal 39 27
12
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. discourse (dengan d kecil) yang melihat bagaimana bahasa digunakan pada tempatnya (on site) untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas atas dasar-dasar linguistik. b. Discourse (dengan d besar) yang merangkaikan unsur linguistik pada discourse (dengan d kecil) bersama-sama unsur non-linguistik (non-language stuff) untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas. Bentuk non-language stuff ini dapat berupa kepentingan ideologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Komponen nonlanguage stuff itu juga yang membedakan cara beraksi, berinteraksi,
berperasaan,
kepercayaan,
dan
penilaian
satu
komunikator dari komunikator lain dalam mengenali atau mengakui diri sendiri dan orang lain. Satu hal harus digarisbawahi dari teori yang disampaikan oleh James P. Gee, bahwa wacana atau Discourse (dengan d besar) adalah kepentingan dalam wacana. Setiap tindakan komunikasi pada dasarnya selalu mempunyai tujuan, terlebih komunikasi melalui media massa seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, dan sebagainya. Karena itu, bisa dikatakan bahwa setiap tindakan komunikasi adalah suatu wacana. Dalam pandangan communication as Discourse ini, komunikasi dilakukan dalam rangka menciptakan “kenyataan lain” atau “kenyataan kedua” dalam bentuk wacana (discourse) dari “kenyataan pertama”. Cara yang ditempuh dalam pembentukan wacana
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(realitas kedua) itu adalah sebuah proses yang disebut konstruksi realitas (construction of reality).29 Lalu, bagaimana keterkaitan wacana dengan realitas? Mengenai hal ini, Michel Foucault memiliki pendapat bahwa realitas dipahami sebagai seperangkat konstruk yang dibentuk melalui wacana. Realitas tidak bisa didefinisikan jika kita tidak mempunyai akses dengan pembentukan struktur diskursif tersebut. Kita mempersepsi dan bagaimana kita menafsirkan obyek dan peristiwa dalam sistem makna tergantung pada struktur diskursif; dan struktur diskursif inilah yang membuat obyek atau peristiwa terlihat nyata oleh kita. Persepsi kita tentang suatu obyek atau peristiwa dibentuk dengan dibatasi oleh praktik diskursif: dibatasi oleh pandangan yang mendefinisikan sesuatu bahwa yang ini benar dan yang lain tidak. Wacana tertentu membatasi pandangan khalayak, mengarahkan pada jalan pikiran tertentu dan menghayatinya sebagai sesuatu yang benar.30 Paling tidak ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana, yaitu positive-empiris, paradigma konstruksitivisme, dan paradigma kritis.31 Pandangan positive-empirisme melihat bahasa sebagai jembatan manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa
29
Ibnu Hamad. Perkembangan Analisis Wacana dalam Ilmu Komunikasi: Sebuah Telaah Ringkas, Universitas Indonesia. Hal 1 30 Michel Foucault, The Archeology of Knowledge, dalam Sara Mills, “Knowing Your Place: A Marxist Feminist Stylistic Analysis”, dalam Michael Toolan (ed.), Language, Text, and Context: to user Essays in Stylistic, dalam Eriyanto. 2005.commit Op.Cit. Hal 73 31 Ibid. Hal 4-6
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakai pernyataan-pernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Jadi, orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataanya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik).32 Dalam pandangan konstruksivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubunganhubungan sosialnya. A.S. Hikam mengatakan bahwa subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan memiliki tujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara.33 Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang 32
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 4 Mohammad A. S. Hikam, “Bahasa dan Politik: Penghampiran Discursive Practice”, dalam Yudi commit to user Politik Wacana di Panggung Orde Latif dan Idi Subandy Ibrahim (ed.), Bahasa dan Kekuasaan: Baru, dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 5 33
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan diantaranya dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara.34 Sedangkan dalam pandangan kritis, analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme, melainkan menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat.35 Penelitian
ini
menggunakan
pandangan
atau
paradigma
konstruktivisme dengan pertimbangan bahwa subyek, dalam hal ini Kompas, dianggap sebagai faktor sentral yang mempunyai peran utama dalam kegiatan wacana yang disampaikan dalam terbitan surat kabarnya. Keberadaan atau 34 35
Eriyanto. 2005. Op.Cit. 5-6. Ibid.
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
munculnya wacana nasionalisme sangat ditentukan oleh Kompas sebagai subyek yang mempunyai gagasan dan maksud-maksud tertentu sesuai dengan nilai-nilai dasar (visi) yang menjadi pedomannya. Berita yang disajikan dalam rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” tidak hanya akan dilihat sebagai alat untuk memahami realitas obyektif saja dan dipisahkan dari subyek sebagai penyampai pesan. Dalam buku Discourse Analysis, Gillian Brown dan George Yule mengatakan: “The analysis of discourse is, necessarily, the analysis of language in use”.36 Dari batasan tersebut dapat diketahui bahwa analisis wacana adalah analisis atas bahasa yang digunakan. Dengan kata lain, analisis wacana mengkaji untuk apa bahasa digunakan. Dalam paragraf yang sama kedua ahli ini menyebutkan: “That function which language serves in the expression of ‘content’ we will describe as transactional, and that function involved in expressing social relations and personal attitudes we will describe as interactional”.37 Dengan pernyataan tersebut bisa dipahami bahwa, di dalam analisisnya, Brown dan Yule memfokuskan pada dua fungsi bahasa, yaitu fungsi untuk mengungkapkan isi (transaksional) dan fungsi yan berkaitan dengan pengungkapan hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi (interaksional). Dengan demikian, analisis wacana, tidak hanya digunakan untuk mengungkapkan isi bahasa melainkan juga sikap-sikap atau karakter penyampai bahasa (wacana). 36
Gillian Brown dan George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University commit to user Press. Hal 1 37 Ibid.
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Pers sebagai Komunikasi Massa Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh manusia juga mengalami perkembangan cukup pesat. Tidak hanya melalui komunikasi antarpersonal yang hanya melibatkan orang-orang terbatas, tetapi komunikasi yang menjadi sebuah kebutuhan manusia juga dilakukan dengan melibatkan orang banyak (heterogen), atau yang lebih dikenal dengan komunikasi massa. De Fleur dan McQuails mendefinisikan komunikasi massa sebagai: “Suatu proses melalui komunikator dengan menggunakan media untuk menyebarluaskan pesan-pesan secara luas dan terusmenerus menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan beragam dengan melalui berbagai cara”.38 Definisi lain datang dari Little John, yang menulis: “Komunikasi massa adalah suatu proses dengan mana organisasiorganisasi media memproduksi dan mentransmisikan pesanpesan kepada publik yang besar, melalui proses dimana pesanpesan itu dicari, digunakan, dimengerti, dan dipengaruhi oleh audience”.39
Pusat dari studi komunikasi massa ialah media. Organisasi media mendistribusikan berbagai pesan, untuk mempengaruhi dan merefleksikan kultur masyarakat, dan mereka injeksi informasi secara stimulan keleluasaan audiens yang heterogen, membuat media menjadi alat dari salah satu kekuatan
institusi
kemasyarakatan.40
38
Media
yang
digunakan
dalam
Mursito BM. 2006. Op.Cit. Hal 3 commit to user Ibid. 40 Septian Santana K. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal 221 39
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komunikasi massa lebih dikenal dengan istilah media massa atau istilah lain disebut dengan nama pers. Pers mengandung dua arti, dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala: surat kabar, tabloid, dan majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup medai elektronik auditif dan media elektronik audiovisual berkala yakni radio, televisi, film, dan media on line internet.41 Secara yuridis formal, seperti dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UU Pokok Pers No. 40 / 1999, definisi Pers adalah: “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”.42 Pers memiliki lima fungsi utama yang berlaku universal. Disebut universal karena kelima fungsi tersebut dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang menganut paham demokrasi, yakni:43 a. Informasi (to inform) Pers memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar: aktual, akurat, faktual,
41
AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 31 Mursito BM. 2006. Op.Cit. Hal 2-3 commit to 43 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 32-35 42
19
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menarik atau penting, benar, lengkap-utuh, jelas-jernih, jujur-adil, berimbang, bermanfaat, dan etis.
b. Edukasi (to educate) Sebagai sebuah lembaga kemasyarakatan pers juga memiliki tugas mendidik.
Sebagai
lembaga ekonomi,
pers
memang dituntut
berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial. Namun orientasi dan misi komersial itu, sama sekali tidak boleh mengurangi, apalagi meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial pers. Pers harus mau dan memerankan dirinya sebagai guru bangsa. Wilbur Schramm dalam Men, Messages and Media (1973) mengatakan bahwa pers adalah watcher, teacher, and forum (pengamat, guru, dan forum). c. Koreksi (to influence) Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam kerangka ini pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif agar kekuasan mereka tidak menjadi korup dan absolut. Negara yang menganut paham demokrasi menempatkan pers sebagai sebuah lembaga pengawas pemerintah dan masyarakat (watchdog function). Dengan fungsi kontrol sosial tersebut pers menjadi institusi sosial yang tidak pernah tidur dan juga memiliki sikap independen atau menjaga jarak yang sama terhadap semua kelompok dan organisasi yang ada. commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Rekreasi (to entertain) Pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. e. Mediasi (to mediate) Pers juga harus bisa menjadi penghubung atau faslitator. Dengan fungsi ini, pers mampu menghubungkan tempat satu dengan tempat yang lain, peristiwa satu dengan peristiwa yang lain, ataupun orang yang satu dengan orang yang lain pada saat yang sama. McLuhan dalam bukunya Understanding Media (1966) mengatakan bahwa pers adalah perpanjangan dan perluasan manusia (the extented of man). Dalam tugasnya sebagai media yang melakukan kegiatan di bidang jurnalistik, maka pers harus menggunakan prinsip-prinsip jurnalisme dalam pemberitaannya. Bill Kovach dan Tom Rosential dalam bukunya The Elements of Jurnalism menjelaskan 9 prinsip jurnalisme sebagai berikut:44 a. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran Jurnalisme
tidak
sekedar
mengejar
kebenaran
dalam
arti
filosofis/absolut. Melainkan kebenaran funsional yang mana dapat diterapkan secara praktis. Untuk itu, sebuah laporan berita harus adil, terpercaya, berlaku untuk saat ini, dan menjadi bahan untuk investigasi lanjutan. b. Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga
commit to user Disarikan dari buku Bill Kovach dan Tom Rosential. 2004. Elemen-Elemen Jurnalisme. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi 44
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Media harus dapat mengatakan dan menjamin kepada audiensnya bahwa liputan yang dilakukan tidak diarahkan demi kepentingan kawan dan pemasang iklan. Komitmen utama adalah untuk melayani publik. c. Inti jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi. Untuk melakukan verifikasi, wartawan harus menerapkan metode yang obyektif sebelum menyampaikan fakta ke dalam berita. d. Wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang diliput. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan jiwa dan pemikiran wartawan. e. Menjadi pemantau yang bebas terhadap kekuasaan dan menyuarakan kaum tak bersuara. Prinsip ini menekankan pentingnya peran penjagaan (watchdog). Pers tidak boleh menjadi corong kekuasaan. Selain itu, tugas pers adalah memperjuangkan kamu minoritas yang sering kali terabaikan. f. Jurnalisme sebagai forum publik Diskusi publik dapat melayani masyarakat dengan baik bila mereka mendapatkan informasi berdasarkan fakta. Bukan atas dasar prasangka atau dugaan-dugaan. g. Menarik dan relevan Jurnalisme harus dapat menyeimbangkan antara apa yang diinginkan publik dengan apa yang mereka tidak harapkan, tetapi sesungguhnya mereka butuhkan.
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
h. Menjadikan berita proporsional dan komprehensif Berita tidak boleh menghilangkan sesuatu yang penting, serta tidak menggelembungkan fakta demi sensasi.
i. Wartawan bertanggung jawab pada nurani Wartawan harus memiliki tanggung jawab modal dalam melaporkan berita. Diantaranya menjalankan kode etik. 4. Media Sebagai Sarana Konstruksi Realitas Satu
hal
penting
dalam
teori
komunikasi
sebagai
wacana
(communication as discourse) adalah usaha untuk memproduksi realitas dalam bentuk wacana. Usaha ini merupakan pekerjaan sentral baik dalam kegiatan komunikasi antar pribadi secara tatap muka maupun antar individu melalui media. Dalam mengkonstruksi realitas, dengan dipengaruhi oleh faktor-faktor
innocencity,
internality,
dan
externality,
para
pihak
mendayagunakan bahasa (strategi signing), mengatur fakta (strategi framing) dan menyesuaikan waktu yang tepat untuk menyampaikan pesan (strategi priming).45 Dalam kegiatan komunikasi yang menggunakan media, praktik komunikasi mengkonstruksi realitas ini tampak semakin kentara. Hal ini dikarenakan wacana yang dihasilkan dimediasikan, baik dalam bentuk text, talk, act, maupun dalam bentuk artefact. Dalam membuat sebuah wacana itu, sudah dipastikan bahwa pembuatnya telah dengan sengaja mengatur tiga
45
commit to user Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 41
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
strategi: signing, framing, dan priming. Mereka juga pasti sudah mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal mereka dalam mengatur tiga strategi itu guna menciptakan efek tertentu di tengah khalayak (lihat gambar berikut)46
Bagan I. 1 Model Konstruksi Realitas Melalui Media Faktor Internal
Proses Kontruksi Realitas oleh Konstrukor
Discourse dalam Media: (dengan strategi signing, framing, dan priming)
Efek di Tengah Khalaya k
Faktor Eksternal
Konstruksi realitas atau konstruksi sosial tidak akan dapat dilepaskan dengan penggunaan simbol. Sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap), yang bersifat arbiter (berubah-ubah) dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran disebut dengan kata atau bahasa.47 Oleh karena itu, yang dimaksud signing adalah strategi penggunaan tanda-tanda bahasa, baik bahasa verbal (dalam bentuk kata-kata) maupun nonverbal (dalam bentuk gambar, grafik, gerakan, dan sebagainya).
46
Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 45 commit to user untuk Analisis Wacana, Analisis Alex Sobur. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Hal 42 47
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam pembuatan wacana, sistem tanda merupakan alat utama proses kontruksi realitas. Mengacu pada pemikiran Berger, Peter L dan Thomas Luckman, sistem tanda merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Proses konstruksi realitas dimulai ketika seorang konstruktor melakukan objektifikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan persepsi terhadap suatu objek. Selanjutnya, hasil dari pemaknaan melalui proses persepsi itu diinternalisasikan ke dalam diri seorang konstruktor. Dalam tahap ini dilakukan konseptualisasi terhadap suatu objek yang dipersepsi. Langkah terakhir adalah melakukan eksternalisasi atas hasil dari proses perenungan secara internal tadi melalui pernyataan-pernyataan. Alat untuk membuat pernyataan tersebut tiada lain adalah kata-kata atau konsep atau bahasa.48 Strategi framing atau praktik pemilahan dan pemilihan yang (tidak) akan dimasukkan ke dalam wacana merupakan hal yang tak bisa dihindari dalam pembuatan wacana. Penyebabnya adalah fakta yang terkait dengan realitas sering lebih banyak dibandingkan dengan tempat dan waktu yang tersedia.49 Di dunia media massa, pemilahan dan pemilihan fakta dilandasi oleh pertimbangan waktu dan tempat. Media cetak memiliki keterbatasan kolom dan halaman; sementara pada media elektronik memiliki keterbatasan durasi dan jadwal siaran. Sedangkan strategi priming, adalah strategi mengatur ruang atau waktu untuk pemublikasian wacana di hadapan khalayak. Dalam media massa, praktik penonjolan suatu isu terlebih dahulu dikenal dengan teori agenda 48
Berger, Peter L dan Thomas Lukman, The Social Construction of Reality, A Treatise in the commit toOp.Cit. user Hal 49-50 Sociology of Knowledge, dalam Ibnu Hamad. 2010. 49 Ibid. Hal 62-63
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setting. Asumsi teori ini adalah perhatian masyarakat terhadap suatu isu sangat bergantung pada kesediaan media massa memberi tempat pada isu tersebut. Semakin besar tempat yang diberikan oleh media massa semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak.50 Adapun mengenai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi media dalam mengkonstruksi realitas adalah faktor innocently yang mencakup kekurang-mampuan dan kesalah-pahaman; faktor internality karena adanya minat dan kepentingan; dan faktor externality karena adanya sponsor dan pasar. Meskipun dalam pembuatan berita, media mengkontruksi realitas fisik/empirik menjadi realitas media (simbolik) dengan ketiga strategi (signing, framing, priming) serta adanya faktor internal dan eksternal dalam membentuk sebuah wacana tertentu, media tetap berpegang dengan kaidahkaidah jurnalistik yang berlaku. Sebuah berita dituntut memenuhi kaidah 5W+1H (What, Where, When, Who, Why, dan How) dan memiliki news value (nilai berita). Secara umum, suatu kejadian dianggap mempunyai nilai berita jika mengandung satu atau beberapa unsur di bawah ini51: a. Significance (penting), yaitu kejadian yang berkemungkinan mempengaruhi kehidupan orang banyak, atau mempunyai akibat terhadap kehidupan pembaca. Misalnya berita kenaikan BBM yang menaikkan harga-harga kebutuhan lain.
50 51
Ibnu Hamad. 2010. Op.Cit. Hal 70-72 commit to Mursito BM. 2006. Op.Cit. Hal 180-181
26
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Magnitude (besar), yaitu kejadian menyangkut jumlah atau angkaangka yang besar (fantastis). Misalnya bencana yang merenggut ribuan jiwa. c. Timeliness (waktu), yaitu kejadian menyangkut hal-hal yang baru terjadi atau baru dikemukakan. d. Proximity (dekat), yaitu kejadian yang dekat dengan pembaca, baik secara geografis maupun emosional. Kejadian di Solo lebih menarik perhatian masyarakat Solo dari pada orang Palembang. e. Prominence (tenar), yaitu kejadian menyangkut hal-hal yang terkenal atau populer. Misalnya berita perceraian seorang bintang film. f. Human Interest (manusiawi), yaitu kejadian yang memberikan sentuhan perasaan bagi pembaca. Misalnya kejadian yang menyangkut orang biasa dalam situasi luar biasa, atau sebaliknya. Pada dasarnya, inti jurnalistik adalah adanya suatu fakta yang direkontruksi kembali oleh wartawan atau lembaga media yang kemudian disampaikan kepada masyarakat luas. Dalam merekontrusksi suatu fakta, wartawan bukan sekedar melakukan pekerjaan teknis melainkan pekerjaan intelektual, di mana wartawan memberikan interpretasinya atas suatu peristiwa. Menurut Ignas Kleden, berita yang disajikan dalam koran misalnya, bukanlah reproduksi mekanis dari suatu peristiwa, melainkan hasil pergulatan commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan dialektika yang intens antara peristiwa tersebut dengan persepsi dan kesadaran sang wartawan. 52 Dengan
demikian,
seorang
wartawan
tidak
hanya
bertugas
menyampaikan berita sesuai dengan aturan jurnalistik yang presisi. Namun, mereka juga harus bergulat dengan berbagai hal yang melibatkan tanggung jawab sosial dan integritas intelektualnya. Bagaimana menyampaikan berita itu sehingga sanggup mencerminkan keadaan sebenarnya, tetapi sekaligus mempertimbangkan manfaat dan kebaikan yang diberikan oleh pemberitaan itu terhadap masyarakat pembaca, sambil memberikan perspektif dan warna pemberitaan yang mencerminkan nilai yang dianut oleh wartawan atau koran yang dilayaninya.53 Selanjutnya, masyarakatlah yang berhak menginterpretasikan berita dan memberikan konteks tertentu atas informasi yang diterimanya. Menurut John Fiske, ada tiga proses yang dihadapi wartawan saat menampilkan obyek, peristiwa, gagasan, kelompok, atau seseorang.54 Level pertama adalah peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Hal ini berkaitan dengan bagaimana peristiwa itu dikonstruksi sebagai realitas oleh wartawan/media. Dalam tahap ini, realitas selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagi suatu realitas. Pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana relaitas itu digambarkan. Dalam tahap ini,
52
Ignas Kleden, dalam Yakob Utama. 1987. Perspektif Pers Indonesia. Jakarta: LP3ES. Hal xiv commit to user Ignas Kleden, dalam Yakob Utama. 1987. Op.Cit. Hal xiv 54 John Fiske dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 114 53
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan perangkat secara teknis seperti kata, kalimat atau proposisi, gambar, grafik, dan sebagainya. Pemakaian kata-kata, kalimat, atau proposisi tertentu, misalnya, membawa makna tertentu ketika diterima khalayak. Pada tahap terakhir, bagaimana peristiwa itu diorganisir ke dalam konvensikonvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat. Saat kita melakukan representasi, menurut Fiske, tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi.55 Hal ini dikarenakan ideologi merupakan sistem kepercayaan yang darinya lahir nilai-nilai dasar (visi) sebagai acuan dalam memandang dan menyikapi suatu peristiwa. Dalam setiap terbitannya, sebuah surat kabar selalu mengacu pada kebijakan institusi surat kabar. Secara khusus mengenai penyampaian pesan yang berupa berita, surat kabar selalu mengacu pada kebijakan redaksional surat kabar yang merupakan penjabaran dari visi surat kabar tersebut. Melalui kebijakan redaksional yang diterapkan, sebuah surat kabar akan berusaha mewujudkan visinya sebagai media komunikasi massa dalam masyarakat. Visi itu juga memberikan bobot, warna, dan dimensi kepada kejadiankejadian yang diangkat menjadi bahan berita, baik dalam proses seleksi maupun dalam proses memberikan makna dan bentuk.56 Visi surat kabar, tentu saja, menjadi visi yang dihayati bersama oleh para wartawan yang bekerja pada surat kabar tersebut. Visi atau pandangan 55 56
commit to user John Fiske dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 114 Yakob Utama. 1987. Op.Cit.Hal 7 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pokok tersebut diaktualisasikan oleh para wartawan dalam pekerjaan dan karyanya, melalui pergulatannya dengan realitas serta pemikiran yang mereka olah menjadi berita. Nilai-nilai yang dianut inilah yang menjadikan sebuah surat kabar tidak dapat bersikap “bebas nilai”. Ignas Kleden menyatakan bahwa, setiap penerbitan surat kabar hendaknya mempunyai seperangkat nilai yang menjadi referensinya, baik sebagai dasar bagi visi dan posisi yang hendak dibelanya, maupun sebagai kriteria untuk melakukan kritik terhadap diri sendiri. 57 Referensi nilai inilah yang kemudian menentukan mengapa suatu kejadian diberitakan secara massif sementara kejadian lainnya hanya diberitakan secara singkat. Dari sinilah dapat terlihat watak dan kepribadian sebuah media. Usaha dan perjuangan wartawan untuk tetap setia kepada referensi nilainya, sambil berikhtiar untuk mempertahankan obyektivitas dan aktualitas pemberitaan, dan sekaligus harus memperhitungkan efek pemberitaannya untuk pembaca, sebetulnya adalah usaha untuk mencari perimbangan maksimal antara kesetiaan kepada hati nurani wartawan dan korannya, kepentingan fakta, dan kepentingan masyarakat pembaca.58 Hal inilah yang menjadikan tampilan dan isi surat kabar memiliki ciri khas atau karakter yang berbeda dengan surat kabar yang lain. Dengan kata lain, surat kabar secara konsisten mempunyai kepribadian yang tercermin dalam keseluruhan isi pesan, bentuk, struktur, gaya, warna, dan dimensi; dan 57 58
commit to user Ignas Kleden, dalam Yakob Utama. 1987. Op.Cit. Hal xiv-xv Ibid. Hal xiv-xv 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan kepribadian tersebut, surat kabar mampu membangun bersama suatu tingkat kredibilitas tertentu.59 5. Berita dan Feature Williard C. Bleyer dalam bukunya News Writing and Editing60 memberi pengertian berita, yaitu: sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena hal tersebut menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar. Sedangkan William S. Maulsby dalam Getting the News61 menjelaskan berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. Secara singkat, berita dapat diklasifikasikan dalam 2 bentuk yaitu: hard news dan soft news. Hard news adalah berita yang padat berisi informasi fakta dari kejadian yang baru saja terjadi yang menarik perhatian sebagian besar publik dan harus segera disampaikan secepat mungkin, yang disusun berdasarkan urutan dari yang paling penting.62 Sedangkan soft news adalah berita yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi.63 Salah satu produk soft news adalah feature. Daniel R. Williamson merumuskan bahwa reportase feature sebagai penulisan cerita yang kreatif, subyektif, yang dirancang untuk menyampaikan informasi dan hiburan
59
Yakob Utama. 1987. Op.Cit. Hal 18 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 64 61 Ibid. Hal 64 62 Luwi Ishwara. 2007. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal commit to user 58 63 AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 66 60
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepada kepada pembaca. Penekanan pada kata-kata kreatif, subyektif, informasi, dan hiburan adalah untuk membedakan dengan berita yang disampaikan secara langsung pada berita lugas (hard news).64 Dalam cerita feature, penulis mengontrol fakta dengan cara seleksi, struktur, dan interpretasi, daripada fakta yang mengontrol penulis. Mengontrol fakta bukan berarti mengekpresikan opini atau bahkan memfriksikannya. Bukan pula memanipulasi fakta demi keuntungan suatu pandangan tetapi berusaha memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai suatu realitas. Tulisan kreatif non-fiksi sering disebut literatur yang berlandaskan fakta. Pembaca menginginkan fakta, tetapi fakta itu harus disajikan kreatif, menarik dan menghibur. Tulisan semacam ini mengisyaratkan seorang sebagai pencerita dan kemampuan riset seorang wartawan. Penulis tidak hanya menyampaikan fakta melainkan menggugah pembaca pada pengertian yang lebih dalam mengenai topik yang ditulis. Penulis membuat pembaca merasa terlibat dan merasa dekat dengan peristiwa, tindakan atau pribadi yang digambarkan penulis.65 Tergolong dalam kategori soft news, feature dibagi dalam beberapa jenis sebagai berikut:66 a. Bright
64
Daniel R. Williamson, “Feature Writing for Newspapes”, dalam Luwi Ishwara. 2007. Op.Cit. Hal 59 65 commit to user Ibid. Hal 60 66 Ibid. Hal 61-65
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bright juga sering disebut brite, yaitu sebuah tulisan kecil yang menyangkut human interest. b. Sidebar Cerita ini mendampingi atau melengkapi berita utama. c. Sketsa kepribadian atau profil Suatu sketsa biasanya pendek dan hanya mengenai satu aspek dari kepribadian. Sedangkan profil lebih panjang dari sketsa, lebih detil, dan secara psikologis lebih dalam. d. Profil organisasi atau proyek Sama dengan sketsa kepribadian atau profil; hanya artikel organisasi/poyek ini mengenai grup atau perusahaan, bukan individu. e. Berita feature (Newsfeature) Ini adalah sebuah berita yang ditulis dengan gaya feature. f. Berita feature yang komprehensif (comprehensive newsfeature) Tulisan ini menggambarkan arah dan perkembangan suatu isu berita. Jenis tulisan ini mendasarkan riset yang lebih baik daripada berita-berita lainnya, sebab berasal dari berbagai sumber yang luas. g. Artikel pengalaman pribadi Ditulis oleh seorang wartawan atau wartawan yang menulis (ghostwrite) untuk orang lain yang mengalami peristiwa yang unik. h. Feature layanan (servce feature) Ini adalah cerita tentang “bagaimana-caranya” (how-to). commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
i. Wawancara Feature wawancara khusus melukiskan suatu dialog antara seorang wartawan dengan orang lain. Terkadang ditulis dalam format tanya-jawab. j. Untaian mutiara Ini adalah suatu feature “kolektif”, seperti pada seri anekdot mengenai topik umum. k. Narasi Narasi ini bagaikan cerita pendek, namun berhubungan dengan materi yang faktual. Narasi memaparkan adegan demi adegan dengan memanfaatkan deskripsi, karakterisasi, dan plot. Sebagai sebuah cerita, feature memiliki anatomi atau susunan rangka yang bersifat organik terdiri atas: judul, lead atau intro, perangkai, tubuh, dan penutup. Semua bagian dari kerangka feature tersebut erat dan saling berhubungan.67 Jenis-jenis lead atau intro dalam feature adalah sebagai berikut:68 a. Lead ringkasan Lead ringkasan sama dengan lead dalam penulisan straight news dengan teknik melaporkan, menggunakan ola piramida terbalik, dan merujuk kepada rumus 5W+1H.
67 68
Luwi Ishwara. 2007. Op.Cit. Hal 138 commit to AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 198 – 216
34
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Lead bercerita Jenis lead ini mengajak untuk dan sekaligus menempatkan pembaca ke dalam realitas kisah cerita. c. Lead deskriptif Lead ini untuk menggambarkan atau mendiskripsikan sesuatu. d. Lead kutipan Lead ini ditandai adanya penggunaan kutipan di dalam lead tersebut. e. Lead pertanyaan Lead ini berisi pertanyaan yang ditujukan kepada pembaca. f. Lead menuding langsung g. Lead penggoda Lead ini bertujuan untuk menggoda keingintahuan pembaca. h. Lead Unik i. Lead gabungan Lead ini terdiri dari beberapa lead yang digabung menjadi satu. j. Lead kontras Lead ini menonjolkan suatu fakta atau tindakan berlawanan dari apa yang seharusnya dilakukan oleh subyek pelaku peristiwa sesuai dengan fungsinya. k. Lead dialog Lead ini menyajikan tanya jawab, dialog, atau percakapan langsung pua pelaku peristiwa atau lebih. commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
l. Lead menjerit Lead ini menampilkan sautu jeritan atau teriakan secara tiba-tiba dan tak terduga. Sedangkan untuk bagian ending atau penutup, bisa dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:69 a. Penutup ringkasan Penutup ini bersifat ikhtisar, hanya mengikuti ujung-ujung bagian cerita yang lepas-lepas dan menunjuk kembali ke lead atau intro. b. Penutup penyengat Penutup ini mengagetkan pembaca. Penulis hanya menggunakan tubuh cerita untuk menyiapkan pembaca pada kesimpulan yang tidak terduga. c. Penutup klimaks Penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis. Penulis berhenti bila penyelesaian cerita sudah jelas dan tidak menambah bagian setelah klimaks. d. Penutup menggantung Bagian penutup dimana penulis dengan sengaja mengakhiri cerita dengan menekankan pada sebuah pertanyaan pokok yang tidak terjawab.
69
commit to user AS Haris Sumadiria. 2006. Op.Cit. Hal 217 - 221
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Penutup ajakan bertindak Bagian penutup dimana penulis melontarkan saran, imbauan, seruan, atau ajakan kepada pembaca untuk melakukan tindakan tertentu yang relevan dan mendesak. 6. Nasionalisme Nasionalisme
berasal
dari
bahasa
Inggris
yaitu
nation
(bangsa/sekelompok masyarakat) dan isme (paham). Menurut Benedict Anderson, nation (bangsa) adalah komuntas politis dan dibayangkan sebagai suatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan, bangsa merupakan sesuatu yang terbayang karena para anggota bangsa terkecil sekali pun tidak bakal tahu dan takkan kenal sebagian besar anggota lain, tidak akan bertatap muka dengan mereka, bahkan mungkin tidak pula pernah mendengar tentang mereka.70 Karena kebanyakan orang dalam suatu bangsa tidak akan pernah bertemu satu dengan yang lainnya, ikatan mereka adalah konstruksi sosial sebagai penjamin komunikasi di antara mereka. Sejalan dengan itu, Kevin Coe dan Rico Neumann, mengutip Hutcheson, mengatakan identitas nasional sebagai “a constructed and public national self-image based on membership in a political community as well as history, myths, symbols, language, and cultural norms commonly held by members of a nation”. 71 Konstruksi sosial tersebut bisa dalam bentuk keanggotaan politik dalam suatu masyarakat,
70
Benedict Anderson. 2008. Imagined Communities Komunitas-Komunitas Terbayang (alih commitPress. to user bahasa Omi Intan Naomi). Yogyakarta: INSIST Hal 8 71 http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/872/563 (diakses tanggal 3 Mei 2011)
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sejarah, simbol, bahasa, dan norma-norma budaya yang umumnya dipegang oleh suatu bangsa. Sartono Kartodirdjo berpendapat bahwa nation menunjuk suatu komunitas sebagai kesatuan kehidupan bersama yang mencakup pelbagai unsur yang berbeda dalam aspek etnik, kelas atau golongan sosial, aliran kepercayaan,
kebudayaan
linguistik,
dan
lain
sebagainya,
yang
terintegrasikan dalam perkembangan historis sebagai kesatuan sistem politik berdasarkan solidaritas yang ditopang oleh kemauan politik bersama.72 Sedangkan menurut Aminuddin, nation yang berarti bangsa memiliki dua pengertian, yaitu: dalam pengetian antropologis – sosiologis, dan dalam pengertian politis.73 Dalam pengertian antropologis – sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Persekutuan hidup tersebut bisa merupakan persekutuan hidup mayoritas dan dapat pula merupakan persekutuan hidup minoritas. Bahkan dalam satu negara, anggota dari persekutuan hidup (bangsa) tersebut bisa saja tersebar di beberapa negara. Adapun yang dimaksud dengan bangsa dalam pengertian politis adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.
72
Sartono Kartodirdjo, “Nasionalisme, Lampau dan Kini”, dalam Dance I. Palit dkk (ed.). 1999. Dinamika Nasionalisme Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina Darma (YBD). Hal 1 73 commit to user Aminuddin Nur dalam Badri Yatim. 1999. Sekarno, Islam, dan Nasionalisme. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hal 57-58
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nation (bangsa) dalam pengertian politik inilah yang kemudian merupakan pokok pembahasan tentang nasionalisme. Namun bangsa dalam pengertian antropologis tidka begitu saja ditinggalkan, sebab ia memiliki faktor obyektif. Meskipun tidak merupakan hal pokok, namun sering ikut menentukan terbentuknya bangsa dalam pengetian politis. Jadi dalam kedua pengertian bangsa itu, ada kaitan yang erat dan penting.74 Mengenai definisi nasionalisme, ada beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ahli:75 a. Encyclopedia Britannica; nasionalisme meruapakan jiwa dimana individu merasa bahwa setiap orang memiliki kesetiaan dalam keduniaan (sekuler) tertinggi kepada suatu negara kebangsaan. b. Huszer dan Stevenson; nasionalisme adalah yang menetukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya. c. International Encyclopedia of The Social Sciences; nasionalisme adalah ikatan politik yang mengikat kesatuan masyarakat modern dan memberi pengabsahan terhadap klaim (tuntutan) kekuasaan. d. L. Stoddard; nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, dianut oleh sejumlah besar manusia perseorangan sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa. e. Hans Kohn; nasonalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik, 74 75
Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 58 Ibid. Hal 58-59
commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Dari beberapa definisi tersebut, meski terdapat perbedaan dalam perumusannya, terdapat unsur penting yang disepakati yaitu kemauan untuk bersatu dalam bidang politik dalam suatu negara kebangsaan (nasional). Jadi rasa nasionalisme itu sudah dianggap muncul ketika suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk mendirikan suatu negara kebangsaan.76 Akar-akar nasionalisme berawal dari dunia Barat kemudian menyebar ke Timur. Gerakan Puritanisme pada abad ke-17 di Inggris mengilhami lahirnya konsepsi kemerdekaan seseorang yang pada akhirnya melahirkan ide nasionalisme. Nasionalisme Inggris inilah yang menjadi cikal bakal nasionalisme Barat, karena Inggris unggul dalam penemuan-penemuan ilmiah, perdagangan dan perkembangan pemikiran serta aktivis politik. Munculnya nasionalisme Amerika (1775) dan Revolusi Prancis merupakan perkembangan lanjut dari nasionalisme Inggris.77 Selanjutnya di dunia Timur atau bagi Dunia Ketiga, nasionalisme terjadi sebagai bentuk reaksi politik terhadap kolonialisme dan imperialisme yang diterapkan negara-negara Barat.78 Istilah nasionalisme sering disamakan dengan patriotisme. Keduanya sama-sama menekankan nilai penentuan nasib sendiri dan solidaritas antar warga suatu negara bangsa. Namun, nasionalisme adalah prinsip yang
76
Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 59 commit to Ibid. Hal 65 78 Sartono Kartodirdjo. 1999. Op.Cit. Hal 1 77
40
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengatur penyatuan entitas sosial yang berbeda melalui identitas nasional umum yang banyak dianut meski tidak semua masyarakat menganutnya. Tentang hal ini, John Murray mengatakan:79 Although the terms emphasize the value of self-determination and solidarity among members of nation-states, nationalism is the governing principle that unifies disparate social entities through a common national identity that is made accessible to many but not all members of the public. Terdapat beberapa hal esensial dalam nasionalisme, baik yang berkembang di Barat maupun di Dunia Ketiga. Prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:80 a. Kesatuan (unity) yang mentranformasikan hal-hal yang polimorfik menjadi monomorfik sebagai produk proses integrasi; b. Kebebasan (liberty), khususnya bagi negeri-negeri jajahan yang memperjuangkan pembebasan dari kolonialisme; c. Kesamaan (equality) sebagai bagian implisit dari masyarakat demokratis yang merupakan antithese dari masyarakat kolonial yang dismkriminatif dan otoriter; d. Kepribadian (identitas) yang lenyap karena negasi kaum kolonial; e. Prestasi amat diperlukan untuk menjadi sumber insprirasi dan kebanggaan bagi warga negara kebangsaan.
79
http://find.galegroup.com/gtx/retrieve.do?contentSet=IACDocuments&resultListType=RESULT_LIST&qrySerId=Locale(en,,):FQE%3D(KE,None,11)natio nalism$&sgHitCountType=None&inPS=true&sort=DateDescend&searchType=BasicSearchForm &tabID=T002&prodId=SPJ.SP01&searchId=R1¤tPosition=10&userGroupName=ptn063& commit to user docId=A250663671&docType=IAC (diakses tanggal 3 Mei 2011). 80 Sartono Kartodirdjo. 1999. Op.Cit. Hal 6
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Nasionalisme Soekarno dan Nasionalisme Indonesia Sebagai seorang intelektual Indonesia yang aktif berpolitik sejak masa mudanya dan juga menjadi salah satu pendiri partai nasional, Soekarno memiliki konsep tentang nasionalisme. Soekarno memberi definisi tentang nasionalisme dengan mengutip pendapat yang pernah ditulis para ilmuwan, kemudian menyimpulkan dalam konsepnya sendiri tentang nasionalisme. Pertama, Soekarno mengutip pendapat Ernest Renan bahwa syarat bangsa adalah kehendak akan bersatu, orang-orangnya merasa diri satu, dan mau bersatu. Kedua, menurut Otto Bauer, bangsa adalah satu kesatuan perangai yang timbul karena peratuan nasib. Ketiga, menurut Ki Bagoes Hadikusumo atau Munandar, bangsa adalah persatuan antara orang dan tempat. Dari tiga pendapat tersebut, Soekarno memadukannya, bahwa nasionalisme terdiri dari rasa ingin bersatu, persatuan perangai dan nasib serta persatuan antara orang dan tempat.81 Dalam pandangannya, Soekarno membedakan antara nasionalisme Barat dan Nasionalisme Timur. Beberapa ciri nasionalisme Barat dalam pandangan Soekarno adalah sebagai berikut:82 a. Nasionalisme Barat mengandung prinsip demokrasi yang berawal dari revolusi Prancis. Demokrasi yang dijalankan hanya demokrasi politik, bukan dalam ekonomi. Kemenangan kaum borjuis pada revolusi Prancis melahirkan demokrasi parlementer, yang biasa
81 82
Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 60 Ibid. Hal. 72-75
commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disebut demokrasi liberal. Demokrasi semacam ini kemudian melahirkan kapitalisme. b. Perkembangan nasionalisme yang dijiwai oleh kapitalisme telah melahirkan imperialisme, suatu stelsel yang mencelakakn manusia. Munculnya imperialisme tersebut disebabkan adanya kebutuhan akan bahan mentah dalam perindustriannya. Di samping itu karena adanya rasa kebangsaan yang agresif. c. Lahirnya nasionalisme yang didasarkan atas kekuatan dan selef interest memunculkan nasionalisme sempit atau rasa cinta tanah air yang mengejapkan mata dan ekstrem dan berakibat lebih lanjut pada munculnya konflik, permusuhan dan pertikaian antara nasionalisme-nasionalisme. d. Fasisme yang lahir di Barat, yang biasa disebut dengan Nasionalisme Sosialisme sebagai salah satu bentuk jawaban terhadap perkembangan Nasionalisme Barat yang dijiwai oelh kapitalisme dan demokrasi parlementer. Sedangkan pandangan Soekarno mengenai nasionalisme Timur adalah sebagai berikut:83 a. Suatu nasionalisme yang menerima rasa hidupnya sebagai suatu wahyu, dan menjalankan rasa hidupnya itu sebagi suatu bakti. b. Nasionalisme yang di dalam kelebarannya dan keluasannya memberi tempat cinta pada lain-lain bangsa sebagai lebar dan
83
commit to user Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 76
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
luasnya udara, yang memberi tempat segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup. c. Nasionalisme yangmembuat kita menjadi “perkakas Tuhan” dan membuat kita hidup dalam roh…dengan nasionalisme yang demikian maka negeri kita dan rakyat kita sebagian negeri dan rakyat Asia dan juga dunia. d. Nasionalisme yang sama dengan “rasa kemanusiaan”. Nasioanalisme Timur menurut pandangan Soekarno ini telah mewahyui Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, C.R.Das, Arabindo Ghose, Mustafa Kamil, Jose Rizal, Dr. Sut Yat Sen, Amanullah Khan, Arabi Pasha, dan tokoh lainnya yang berbeda dari apa pun paham nasionalisme Barat.84 Adanya kesamaan pendapat dari beberapa tokoh tersebut disebabkan beberapa faktor, di antaranya adalah kenyataan bahwa tokoh-tokoh tersebut bersama dengan bangsanya adalah sesama bangsa Timur yang sama-sama sengsara karena adanya penjajah Barat (terutama Eropa), dan sama-sama berjuang untuk mencapai kemerdekaan. Oleh karena itu gerakan nasional di setiap negara-negara Timur saling memperngaruhi.85 Sebagai bagian dari negara Timur, Indonesia menganut paham nasionalisme Timur yang menolak prinsip-prinsip yang terkandung dalam nasionalisme Barat. Nasionalisme di Indonesia adalah nasionalisme yang anti-imperialisme dan kolonialisme, anti-kapitalisme, prinsip-prinsip yang
84 85
Benedict Anderson. 2008. Op.Cit. Halcommit xxxix to Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 77
44
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terkandung dalam nasionalisme Barat, dan yang sangat dikecam oleh nasionalisme Timur. Corak nasionalisme Indonesia juga dipengaruhi oleh pergerakan nasionalisme di negara-negara Asia yang lain. Sebagai suatu gerakan yang diwahyui dan
dipengaruhi oleh gerakan-gerakan di negeri-negeri Asia,
Soekarno melihat bahwa prinsip yang terkandung dalam nasionalisme Timur juga dimiliki oleh gerakan nasionalisme Indonesia. Soekarno menyebutkan bahwa gerakan nasionalisme di dunia Timur “berkawin” dengan Marxisme dan membentuk nasionalisme baru, dimana gerakan nasionalisme tersebut bukan hanya menjadi abdi dan mencintai tanah tumpah darah sendiri namun juga menjadi abdi dan mencintai bangsa lain.86 Selain
menggabungkan
paham
Marxisme,
Seokarno
juga
menggabungkan Islamisme dalam konsep nasionalismenya. Bagi Soekarno, nasionalisme pada dasarnya mengandung prinsip kemanusiaan, cinta tanah air yang bersendikan pengetahuan, tidak chauvinis. Marxisme, menurut Soekarno mengandung prinsip persahabatan dan gotong-royong, anti kapialisme dan imperialisme. Sedangkan islam meskipun merupakan ajaran yang menganut paham tanpa bangsa, tetapi tidak memusuhi atau anti nasionalisme, dan bersifat sosialis. Ketiga aliran tersebut bersepakat dalam hal kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, sama-sama bersifat sosialistis dan sama-sama anti imperialisme dan kapitalisme.87
86 87
Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 86 Ibid. Hal 88
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Konsep nasionalisme yang dicetuskan Soekarno itulah yang menjadi asas gerakan nasionalisme Indonesia. Seokarno mengatakan: “Azas (nasionalisme) tidak boleh kita lepaskan, tidak boleh kita buang, walaupun kita sudah mencapai Indonesia merdeka, bahkan malahan sesudah tercapainya Indonesia merdeka itu kita harus menjadi dasar caranya kita menyusun kita punya masyarakat.”88 Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam suku, agama, bahasa, tradisi, dan sejarah. Kondisi-kondisi tersebut merupakan unsur obyektif yang mendorong nasionalisme Indonesia. Sedangkan kehendak dan tujuan untuk membentuk negara adalah unsur subyektif nasionalisme Indonesia.89 Sesuai dengan slogan “Bhineka Tunggal Ika” yang merupakan cerminan Indonesia yang terdiri beragam suku, agama, etnis, tradisi, budaya, dan bahasa; namun adanya kesadaran diri untuk membentuk suatu negara yaitu Indonesia merupakan prinsip nasionalisme Indonesia. Inti dari nasionalisme Indonesia adalah masalah keutuhan dan kemerdekaan bangsa. Meski kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, namun persoalan keutuhan dan kemerdekaan bangsa itu sendiri sifatnya dinamis, berkembang susul-menyusul sesuai perkembangan kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri. 90 Dari hari ke hari, Indonesia dihadapkan bagaimana meningkatkan kualitas hidup berbangsa dan juga dihadapkan pada masalah kualitas 88
Soekarno. 1964. Di Bawah Bendera Revolusi. Hal 249 Bambang Suteng Sulasmono, “Nasionalisme Indonesia Dewasa Ini: Masalah dan Tantangan commit to user Generasi Muda dalam dalam Dance I. Palit dkk (ed.). 1999. Op.Cit. Hal 289 90 Ibid. Hal 290 89
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemerdekaan hidup berbangsa. Kedua hal tersebut bisa terwujud dengan adanya demokrasi dan keadilan sosial di negeri ini. Dengan demokrasi, persamaan hak dan derajad di antara warga bangsa yang beraneka ragam bahasa,
budaya,
suku,
kedudukan
sosial-ekonominya
bisa
dijamin
perwujudannya. Serta, memang hanya dengan demokrasi, hak sebagai bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri bisa diwujudkan tanpa merusak persatuan dan kesatuan. Sedangkan di sisi lain, keutuhan kehidupan berbangsa hanya dapat dijamin apabila kesejahteraan atau kemajuan yang dicapai oleh negeri ini dapat dinikmati oleh seluruh warga bangsa Indonesia secara adil.91 F. DEFINISI KONSEP 1. Nasionalisme Indonesia Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasionalisme diartikan sebagai kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensiaal atau aktual bersama-sama mencapai mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, dan kekuatan bangsa itu.92 Nasionalisme Indonesia mengandung prinsip kemanusiaan, cinta tanah air yang bersendikan pengetahuan, tidak chauvinis, dan menentang kapialisme dan imperialisme.93 Nasionalisme tersebut akan terwujud dengan adanya demokrasi dan keadilan sosial. 2. Nasionalisme di Tapal Batas
91
Bambang Suteng Sulasmono. 1999. Op.Cit. Hal 291 to user Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, commit ibid. 93 Badri Yatim. 1999. Op.Cit. Hal 87 92
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebuah rubrik dalam pemberitaan Kompas (edisi 10 - 21 Agustus 2009) yang melaporkan berita terkait nasionalisme di daerah-daerah tapal batas Indonesia yaitu: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Kepulauan Siberut (Sumatra Barat), Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kamlimantan Timur, Kepulauan Miangas dan Marore (Sulawesi Utara), Maluku Utara, Perbatasan NTT-Timor Leste, Merauke (Papua Selatan), dan Perbatasan Papua-Papua Niugini. Rubrik tersebut disajikan melalui pemberitaan dengan gaya penulisan feature. 3. Analisis Wacana Analisis wacana berkenaan dengan analisis isi pesan komunikasi. Analisis wacana (discourse analysis) adalah suatu cara atau metode untuk mengkaji wacana (discourse) yang terdapat atau terkandung di dalam pesanpesan komunikasi baik secara tekstual maupun kontekstual.94 Dalam penelitian ini analisis wacana digunakan untuk membedah wacana Kompas terkait pemberitaan nasionalisme yang ada di rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”. G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, menguji hipotesa, atau membuat prediksi, melainkan bermaksud untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman tentang bagaimana suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.
94
commit to user Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS. Hal 170
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Metode Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk menguak makna-makna dan maksud-maksud tertentu dari suatu wacana.
Untuk itu, metode yang
digunakan adalah analisis wacana. Analisis wacana memungkinkan kita melihat bagaimana pesan-pesan diorganisasikan, digunakan, dan dipahami. Di samping itu, analisis wacana juga dapat memungkinkan kita melacak variasi cara yang digunakan oleh komunikator dalam upaya mencapai tujuan atau maksud-maksud tertentu melalui pesan-pesan berisi wacana-wacana tertentu yang disampaikan.95 3. Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah berita-berita yang dimuat Kompas di rubrik Nasonalisme di Tapal Batas dari edisi 10 - 21 Agustus 2009 (sepuluh hari). 4. Sumber Data Data merupakan seluruh unit pengamatan, yaitu keterangan-keterangan yang berhasil kita catat.96 Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara dokumentasi. Menurut Sugiyono, dokumen bisa berbentuk tulisan (misalnya catatan harian, cerita, peraturan, biografi, dan sebagainya), gambar (misalnya
95 96
commit to user Pawito. loc. cit. Sugiyanto. 2004. Analisis Statistik Sosial. Malang: Bayumedia Publishing. Hal 7 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
foto, sketsa, dan sebagainya), atau karya-karya monumental dari seseorang (misalnya film, patung, dan sebagainya).97 Dilihat dari sumbernya, data terbagi menjadi dua, yaitu data primer (utama) dan data sekunder (tambahan).98 Sumber data utama dalam penelitian ini adalah terbitan surat kabar harian Kompas selama periode 10 - 21 Agustus 2009 yang memuat berita-berita di rubrik Nasionalisme di Tapal Batas. Sedangkan data tambahan yang digunakan untuk membantu penelitian ini diperoleh dari buku-buku literature, kamus, surat kabar, jurnal, skripsi, makalah, dan website. 5. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis Teun A. Van Dijk. Ia mengelaborasi elemen-elemen analisisi wacana sehingga bisa digunakan dan dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh Van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial”, dimana penelitian wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, tetapi juga melihat bagaimana teks diproduksi, sehingga memperoleh pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Wacana oleh Van Dijk dikelompokan menjadi tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisis wacana Van Dijk adalah menggabungkan ketiga aspek tersebut ke dalam kesatuan analisis.99
97
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif, dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Hal 240 98 commit to user Sugiyono. 2009. Op.Cit. Hal 225 99 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 221
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ketiga struktur itu ialah:100 a. Struktur makro. Ini merupakan makna global / umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. b. Superstruktur.
Ini
merupakan
struktur
wacana
yang
menghubungkan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagianbagian teks tersusun ke dalam berita secra utuh. c. Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar. Berikut uraian elemen wacana Van Dijk: 101 Tabel I. 1 Elemen Wacana Van Dijk Struktur Wacana Struktur Makro
Superstruktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro 100 101
Hal Yang Diamati Tematik Tema / topik yang dikedepankan dalm suatu berita Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita dikemas dalam teks berita utuh Semantik makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain Sintaksis
Ibid. Hal 225-226 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 228-229
commit to user
51
Elemen Topik
Skema
Latar, Detil, Maksud,
Bentuk kalimat,
perpustakaan.uns.ac.id
Struktur Mikro
Struktur Mikro
digilib.uns.ac.id
Bagaimana kalimat meliputi (bentuk, susunan) yang dipilih Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita. Retoris Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan
Koherensi, Kata Ganti Leksikon
Grafis, Metafora,
Analisis Van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual – yang memusatkan melulu pada tekstual – ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks berita itu diproduksi baik dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun dengan masyarakat. Penelitian ini akan difokuskan pada analisis wacana dari dimensi teks. Menurutnya meskipun terdapat berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lainnya. Berikut uraian elemen-elemen wacana Van Dijk: a. Tematik Elemen tematik menunjukan pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannnya. Topik menunjukan konsep dominan, sentral dan paling penting dari isi suatu berita. Topik ini akan didukung oleh subtopik-subtopik yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian
fakta yang ditampilkan commit to user
52
yang
menunjuk
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggambarkan subtopik, sehingga dengan subbagian yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.102 b. Skematik Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan bagaimana bagian-bagian
dari
teks
disusun
dan
diurutkan
sehingga
membentuk kesatuan arti meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya secara hipotetik mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan adanya dua elemen yakni judul dan lead. Kedua story, yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini secara hipotetik juga mempunyai subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks.103 c. Latar Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan hendak dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, di mana wartawan dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak, tergantung pada kepentingan mereka.104
102
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 229-230 Ibid. Hal 231-232 104 Ibid. Hal 235 103
commit to user
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Detil Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah yang sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan
kedudukannya.
Informasi
yang
menguntungkan
komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak.105 e. Maksud Elemen
maksud
melihat
informasi
yang
menguntungkan
komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi. Tujuannya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator. Dalam konteks media, elemen maksud menunjukan bagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktek bahasa tertentu untuk
105
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 238
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi kebenaran lain.106 f. Bentuk Kalimat Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berfikir logis, yaitu prinsip kasualitas. Logika kasualitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) atau objek (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Yang juga penting dalam sintaksis selain bentuk kalimat adalah proposisi dalam kalimat. Bagaimana proposisi-proposisi diatur dalam rangkaian kalimat. Penempatan itu dapat mempengaruh makna yang timbul karena akan menunjukan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada khalayak.107 g. Koherensi Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga nampak koheren, sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. Koherensi ini secara mudah dapat diamati diantaranya dari kata hubung (konjungsi) yang dipakai untuk menghubungkan fakta. Apakah dua kalimat dipandang 106 107
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 240-241 Ibid. Hal 251-253
commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagian hubungan kausal (sebab-akibat), hubungan keadaan, waktu, kondisi dan sebagainya.108 h. Koherensi Kondisional Koherensi kondisional ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat, di mana kalimat kedua menjadi penjelas atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata hubung. Kalimat kedua fungsinya dalam kalimat semata hanya penjelas (anak kalimat), sehingga ada atau tidak ada anak kalimat tidak mempengaruhi arti kalimat. Anak kalimat itu menjadi kepentingan komunikator karena ia dapat memberikan
keterangan
yang
baik/buruk
terhadap
suatu
pernyataan.109 i. Koherensi Pembeda Koherensi Pembeda ini berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat
dibuat
seolah-olah
saling bertentangan
bersebrangan
(contrast) dengan koherensi ini. Efek koherensi pembeda ini bermacam- macam. Akan tetapi yang terlihat nyata adalah bagaimana pemaknaan yang diterima oleh khalayak berbeda. Karena satu fakta atau realitas dibandingkan dengan realitas yang lain. Di sini yang harus dikritisi adalah bagaimana realitas yang perbandingkan dan dengan cara apa perbandingan itu dilakukan. 108 109
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 242-243 Ibid. Hal 244
commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Apa efek dari perbandingan tersebut, apakah membuat satu fakta menjadi lebih baik atau bertambah buruk.110 j. Pengingkaran Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktek wacana yang menggambarkan bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang ingin diekspresikan secara implisit. Pengingkaran merupakan bentuk strategi wacana di mana wartawan tidak secara tegas dan eksplisit
menyampaikan
pendapat
dan
gagasannya
kepada
khalayak. Pengingkaran adalah sebuah elemen di mana kita bisa membongkar sikap atau ekspresi wartawan yang disampaikan secara tersembunyi itu dilakukan oleh wartawan seolah ia menyetujui pendapat, padahal yang ia inginkan adalah sebaliknya. Oleh karena itu, perlu dikritisi apa maksud yang sesungguhnya dari penulis
atau
wartawan
dan
bagaimana
pengingkaran
itu
dilakukan.111 k. Kata Ganti Elemen kata ganti merupakan elemen yang memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan di mana posisi seseorang dalam wacana.112
110
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 247-248 Ibid. Hal 249-250 112 Ibid. Hal 253 111
commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
l. Leksikon Leksikon Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan kata bukan terjadi secara kebetulan tetapi juga secara ideologis menunjukan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas.113 m. Grafis Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau yang ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat tulisan atau bagian yang ditulis lain dibandingkan dengan lain. Bagian yang dicetak berbeda adalah bagian yang dipandang penting oleh komunikator, di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut.114 n. Metafora Dalam
suatu
wacana,
seorang
wartawan
tidak
hanya
menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, juga sebagai ornamen atau bumbu dari suatu
113 114
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 255 Ibid. Hal 257-258
commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berita. Akan tetapi pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks.115
6. Validitas dan Triangulasi Penelitian Validitas dalam penelitian kualitatif sangat bergantung pada teknik triangulasi yang diterapkan. Untuk mencapai validitas tersebut, penelitian ini menggunakan triangulasi. Teknik triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi data. Triangulasi data menunjuk pada upaya peneliti untuk mengakses sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh data berkenaan dengan persolaan yang sama.116 Peneliti melakukan penelusuran data yang mendukung penelitian, misalnya buku, artikel, dll yang terkait.
115 116
Ibid. Hal 259 Pawito. 2007. Op.Cit. Hal 99
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II GAMBARAN UMUM KOMPAS
A. SEJARAH UMUM KOMPAS Berikut ini akan diuraikan sejarah singkat dan falsafah harian Kompas yang disarikan dari Buku Panduan Kompas.117 1. Sejarah Singkat Kompas terbit pertama kali empat halaman tanggal 28 Juni 1965 dengan oplah 6.800 eksemplar. Latar belakang terbitnya Kompas diawali dengan telepon Menteri/Panglima Angkatan Darat (1962-1965) Letnan Jenderal TNI Achmad Yani kepada Menteri Perkebunan Frans Seda. Keduanya pada masa itu menghadapi masalah bersama. TNI-AD menghadapi tuntutan Partai Komunis Indonesia yang menghendaki dipersenjatainya buruh dan tani menjadi Angkatan Kelima setelah Angkatan Darat, Laut, Udara, dan Kepolisian. Sementara, Menteri Perkebunan menghadapi Partai Komunis Indonesia yang hendak merebut perkebunan-perkebunan milik Negara. Dalam percakapan telepon itu, Achmad Yani mengemukakan perlunya kekuatan Pancasila sesudah diberedelnya koran-koran nonkomunis. Letjen Achmad Yani mengusulkan kepada Drs. Frans Seda, Ketua Partai Katolik, agar partainya memiliki sebuah media. Frans Seda lalu menghubungi dua rekan yang berpengalaman menangani media massa, yakni Petrus Kanisius 117
Tim Buku Kompas dalam Muhammad Syofi. 2010 “Representasi Visi Surat Kabar Dalam Foto Jurnalistik: Studi Analisis Wacana Tentang Pendidikan sebagai Representasi Visi Surat Kabar commit to user Harian Kompas dalam Foto Bencana Alam Pergantian Tahun 2007/2008 di Jawa Tengah” Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal 40
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(PK) Ojong dan Jakob Oetama. Mereka berdua, dua tahun sebelumnya, mendirikan majalah Intisari. Jakob Oetama sebelumnya redaktur mingguan Penabur dan PK Ojong pemimpin redaksi mingguan Star Weekly. Mereka itu--yang satu berlatar belakang budaya Jawa dan memiliki latar belakang pendidikan humaniora yang kuat, yang satu lagi berlatar belakang Tionghoa-Sumatera Barat dan memiliki latar belakang pendidikan hukum yang tegas--lantas menggodok terbitnya sebuah surat kabar harian. PK Ojong dan Jakob Oetama, itulah dua perintis dan pendiri harian Kompas, sebuah surat kabar nasional dalam arti hadir di semua provinsi dan isinya mencoba mencakup peristiwa yang berskala nasional. Tanggal 25 Juni 1965 Frans Seda selaku Menteri Perkebunan (19641966) bertemu dengan Presiden Sukarno di Istana. Presiden menanyakan nama koran yang akan terbit. Frans Seda mengatakan bahwa koran itu bernama Bentara Rakyat. Spontan Bung Karno memberi komentar, nama koran itu mirip koran PKI, Harian Rakyat. “Mengapa koranmu tak dinamakan Kompas, artinya penunjuk arah,” kata Presiden. Nama itulah yang yang kemudian dipakai untuk nama koran baru tersebut, sedangkan Bentara Rakyat dipakai untuk nama penerbit koran Kompas, yakni Yayasan Bentara Rakyat. Awal penerbitannya Kompas mendapat dukungan kuat dari Ignatius Joseph Kasimo dan masyarakat Katolik yang berhadapan dengan PKI.
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tahun 1985, sesuai dengan aturan bahwa yayasan tidak bisa lagi menjadi penerbit, nama Yayasan Bentara Rakyat diganti menjadi PT Kompas Media Nusantara. Sejak tanggal 13 Maret 1990 Kompas terbit 16 halaman, jumlah halaman maksimum yang diijinkan pemerintah. Sejak 17 September 1978, selain edisi harian, Kompas juga menerbitkan edisi Minggu. Sejak 22 September 1993, tiga kali dalam seminggu Kompas menambah halamannya menjadi 20. Tiga tahun kemudian, tepatnya 8 April 1996, Kompas terbit 24 halaman. Tahun 2007 Kompas rata-rata terbit 500.000 eksemplar per hari, yang pada penerbitan dalam rangka ulang tahun ke-40 tampil dengan wajah baru: lebih kecil, lebih compact, berwarna-warni, dengan penekanan pada jurnalisme visual tanpa meninggalkan jati diri Kompas. Desain ulang ini hasil konsultasi dengan seorang pakar desain, Mario Garcia, dari Amerika Serikat. Kalau pada awal kelahirannya hanya diawaki 15 wartawan, pada usia lepas 42 tahun ini Kompas memiliki 958 karyawan, 257 di antaranya wartawan. Jumlah itu merupakan sebagian dari sekitar 11.000 karyawan unit usaha dan kelompok usaha yang tergabung dalam Kompas Gramedia. Sampai saat ini Kompas pernah dua kali dilarang terbit. Pertama, tanggal 2-5 Oktober 1965, ketika Kompas diminta untuk tidak terbit dulu sampai keadaan memungkinkan. Itu terjadi ketika beberapa hari setelah pemberontakan G30S tahun 1965, militer langsung memberedel koran-koran yang dinilai kiri seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, Warta Bhakti, dan commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Suluh Indonesia. Yang boleh terbit hanya media militer seperti harian Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, Kantor Pusat Pemberitaan Angkatan Bersenjata, dan LKBN Antara. Kompas terbit kembali tanggal 6 Oktober 1965. Pelarangan terbit kedua terjadi pada 21 Januari-5 Februari 1978. Kompas yang dinilai meliput secara intensif gerakan mahasiswa 1977-1978 ditutup bersama Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore. Pada waktu bersamaan dilarang terbit juga sedikitnya tujuh penerbitan pers mahasiswa di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan Palembang. Saat ini, dalam kaitan perluasan terbitan edisi Kompas, di empat daerah (Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat) diterbitkan tambahan 8 halaman. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi dan selaras dengan otonomi daerah. Terbit juga dua halaman tambahan edisi Sumatera Selatan dan Sumatera Utara, menggantikan dua halaman rubrik Metropolitan edisi nasional. Untuk menampung keinginan pembaca memperoleh informasi yang aktual, diterbitkan Kompas Update sejak 4 Januari 2008, dengan mengganti beberapa judul di halaman 1 dan 15. Namun, Kompas Update berubah menjadi Kompas edisi siang sejak 1 April, tanpa ada berita yang diperbarui lagi. Dengan berbagai pertimbangan, di antaranya kenaikan harga kertas yang mencapai 20 persen per Mei 2008, Kompas Update dihentikan penerbitannya tanggal 30 Juni 2008.
commit to user
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Falsafah Harian umum Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka, tidak melibatkan diri dalam kelompok yang bersifat politik, agama, sosial, budaya, dan ekonomi. Kompas akan selalu berusaha secara aktif membuka interaksi positif dan dialog di antara kelompok-kelompok yang ada melalui persamaan asas-asas kemanusiaan yang disepakati. Cita-cita ini diwujudkan dalam sistem rekrutmen karyawan, khususnya wartawan, dengan tidak mempermasalahkan latar belakang, suku, agama, ras, dan keturunan tetapi lebih menekankan kemampuan intelektual dan karakter. Humanisme transendental atau kemanusiaan yang beriman, yang berarti menempatkan nilai dan asas kemanusiaan sebagai nilai tertinggi, diterjemahkan dalam bidang kegiatan yang menunjang sepak terjang Kompas sesuai dengan konteks wilayah kerja masing-masing, meliputi unit Redaksi, Bisnis, Teknologi Informasi, Penelitian dan Pengembangan, dan Sumber Daya Manusia-Umum. Selain modal dan teknologi serta aset lain (segala aset menurut teori ekonomi klasik serta informasi sebagai aset ekonomi moderen) sumber daya manusia menjadi aset yang terpenting. Sifat-sifat utamanya adalah pribadi yang memiliki kemampuan, kompetensi, dan karakter untuk suatu pekerjaan dan sepakat dengan sikap dan pandangan Kompas. Siapapun bisa bergabung di dalamnya sejauh memenuhi syarat secara profesional dan menerima nilainilai, visi, dan misi Kompas yang digagas dan dicoba diwujudkan sejak kelahirannya.
commit to user
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam unit Redaksi dicoba disampaikan kualitas informasi dan jurnalistik yang berbobot melalui upaya intelektual yang penuh empati. Ciri pokok yang mengiringinya adalah pendekatan rasional, tetapi selalu berusaha untuk memahami jalan pikiran dan argumentasi lain; selalu berusaha mendukung persoalan dengan penuh pertimbangan, tetapi tetap kritis dan teguh pada prinsip; dan disampaikan dengan cara dan bahasa yang santun. Selain karakter sebagai dasar aset manusia yang utama, perlu dikembangkan gaya manajemen yang tepat untuk menumbuhkan sistem kerja dan budaya kerja yang disemangati sikap profesional, serta mekanisme birokrasi yang bersifat kreatif, bukan birokrasi sebagai beban tambahan yang mematikan inisiatif. Sasarannya selalu mencari sesuatu yang lebih baik untuk memperbesar kemampuan menerjemahkan sasaran secara konkret, termasuk di dalamnya mengoreksi yang keliru dan membakukan apa yang sudah baik, mengelaborasi kelebihan yang lain, dan meminimalkan kekurangannya. B. VISI, MISI, DAN KEBIJAKAN REDAKSIONAL Berikut ini akan diuraikan tentang visi, misi, dan kebijakan redaksional Kompas yang disarikan dari Penyusunan Berita dalam Aktivitas Jurnalisme di Harian Umum Kompas Biro Jawa Tengah.118 1. Visi Visi Kompas adalah “Menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat, serta menjunjung tinggi asas dan nilai kemanusiaan.” 118
Bagus Sandi Tratama. 2007. Penyusunan Berita dalam Aktivitas Jurnalisme di Harian Umum commit user Kompas Biro Jawa Tengah, Laporan Kuliah Kerjato Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal 10-14
65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Manusia dan kemanusian merupakan faktor yang ingin ditempatkan secara sentral dalam visi Kompas. Karena itu manusia dan kemanusiaan senantiasa diusahakan menjadi nafas dalam setiap pemberitaan. Hal ini mendorong Kompas selalu berusaha peka terhadap nasib manusia dan berkeyakinan apabila manusia dan kemanusiaan menjadi faktor sentral dalam pemberitaan, nilai-nilai itu akan memberi makna, kekayaan, dan warna lebih dalam produk jurnalistik. Sejak lepas dari Partai Katolik pada tahun 1973, Kompas tidak terikat pada kepentingan kelompok manapun, termasuk Partai Katolik yang memprakarsai berdirinya harian umum ini. Oleh karena itu, dalam setiap pemberitaannya, Kompas bertindak untuk kepentingan masyarakat dan bangsa secara mandiri tanpa dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu. Sikap mengedepankan kepentingan bangsa tersebut menjadikan Kompas sebagai rujukan yang pantas disimak setiap orang tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan. 2. Misi Misi Kompas adalah “Mengantisipasi dan merespon dinamika masyarakat secara profesional, sekaligus memberi arah perubahan dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi yang terpercaya.” Misi yang diemban harian Kompas adalah mengasah nurani dan membuat cerdas. Artinya, pemberitaan Kompas selalu mementingkan dimensi kemanusiaan, hak asasi manusia, keadilan, kesetaraan, anti diskriminasi, dan perlawanan terhadap penindasan. Sesuai dengan misinya, Kompas akan commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membuat pembacanya tidak hanya cerdas secara kognitif, tapi lebih dari itu, setelah mencapai tahap pengetahuan yang cukup, pembaca diharapkan dapat memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Kompas juga mengajak pembacanya untuk berpikir dan memberikan interpretasinya sendiri terhadap berita-berita yang disajikan. Tugas redaksi hanya sampai pada proses memberikan informasi yang berimbang. Dengan cara yang tidak memberikan justifikasi atas suatu permasalahan, pembaca diharapkan memiliki ruang tersendiri untuk memaknai suatu realitas. Atas dasar itu, Kompas tidak pernah menyajikan berita yang sensasional. Artinya, tidak ada fakta yang dikemas secara hiperbolik dalam rangka untuk mengejar oplah. Sebuah ciri khas yang dimiliki Kompas sejak kelahirannya. Terlebih lagi karena saat ini, Kompas berada dalam level yang sudah tidak lagi mengejar oplah. 3. Kebijakan Redaksional Kebijakan redaksional merupakan hasil penjabaran dari visi media. Kebijakan redaksional menjadi pedoman dan ukuran dalam menentukan kejadian seperti apa yang akan dipilih dan diangkat menjadi bahan pemberitaan. Kompas dalam setiap penerbitannya, baik dalam penyajian peristiwa dan masalah sebagai berita maupun komentar, berusaha ikut membangun dan mengembangkan budaya demokrasi. Jika ada persoalan, masyarakat dididik untuk memahami bahwa mungkin ada pandangan lain atau dimensi lain. Dan saat mengalami kemajuan pun diingatkan jika mungkin masih ada yang commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tertinggal. Sebuah ungkapan dalam dunia jurnalistik yang merupakan pelukisan dari tanggung jawab pers dalam hal ini adalah: Liput dua belah pihak, dengarkan masing-masing pihak, jangan-jangan ada kemungkinan lain! Untuk lebih jelasnya, kebijakan redaksional Kompas tertuang dalam beberapa pertanyaan berikut: a. Kompas bukan semata-mata berpihak pada satu golongan, partai, maupun agama. b. Tidak membenarkan mengkritik seseorang mengenai hal-hal yang bersifat pribadi. c. Tidak membenarkan wartawannya mencari keuntungan pribadi. d. Menggunakan sistem check and recheck dalam mencari berita. e. Tidak memihak salah satu golongan, kelompok, atau pihak-pihak tertentu dalam menangani kasus-kasus pemberitaan. f. Menghargai hal-hal yang bersifat off the record. g. Menghormati hak jawab, baik dalam bentuk berita maupun surat pembaca. h. Kompas tidak memuat hal-hal yang berbau SARA. i. Pola pemberitaan dalam lingkup nasional dan tidak ada kebijakan prosentase setiap daerah. j. Tidak ada kebijakan prosentase volume atau isi yang akan dimuat, baik politik, ekonomi, dan lain-lain. Dengan kata lain, Kompas akan memuat berita atau komentar dengan pertimbangan mana commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dirasa aktual, dapat dijadikan proses pemikiran dan pemahaman pembaca seperti yang dirasakan serta dicoba untuk dikembangkan oleh para wartawannya. C. STRUKTUR ORGANISASI Dibandingkan dengan kebanyakan surat kabar lain di Indonesia, Kompas bisa disebut sebagai surat kabar yang telah matang dalam hal manajemen organisasi dan redaksinya. Hal ini dikarenakan usianya yang telah lebih dari 40 tahun. Kompas tentu saja telah banyak mengecap asam garam dunia persuratkabaran di tanah air. Berikut ini adalah struktur organisasi redaksi dan perusahaan surat kabar harian Kompas: Pendiri : P.K. Ojong (1920-1980), Jakob Oetama Pemimpin Umum: Jakob Oetama Wakil Pemimpin Umum: St. Sularto, Agung Adiprasetyo Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Rikard Begun Wakil Pemimpin Redaksi: Trias Kuncahyono, Taufik H. Mihardja Redaktur Senior: Ninok Leksono Redaktur Pelaksana: Budiman Tanuredjo Wakil Redaktur Pelaksana: Andi Suruji, James Luhulima Sekretaris Redaksi: Retno Bintarti D. RUBRIKASI Setiap harinya Kompas terbit sebanyak 32 halaman, selain itu juga terdapat halaman-halaman tambahan, di antaranya halaman Fokus, Kompas commit to user Muda, Kompas Kampus, Teropong, Karier, Inspiratorial, dan sebagainya. Namun
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khusus untuk edisi Kompas Minggu, konten di dalamnya berbeda dengan hari biasa. Untuk halaman utama, rubrik-rubrik yang ada di dalamnya yaitu : 1. Berita Utama. Yakni pada halaman 1, yang berisi berita headline peristiwa nasional, terdiri dari hard news dan feature serta dilengkapi dengan foto. 2. Politik & Hukum pada halaman 2-5, yang berisi berita yang terkait dengan peristiwa-peristiwa penting pada bidang politik dan hukum yang terjadi di Indonesia. 3. Opini pada halaman 6-7, pada rubrik ini Kompas menyediakan halaman khusus untuk menyuarakan opini, pendapat, gagasan tentang suatu permasalahan berbagai hal. Pendapat bisa berasal dari pihak Kompas sendiri, pihak luar yang ahli, dan masyarakat umum melalui surat pembaca. 4. Internasional pada halaman 8-11, khusus untuk rubrik ini Kompas menyediakan tempat untuk berita-berita yang bersifat internasional. Berita-berita tersebut bisa berasal dari seluruh penjuru dunia. 5. Pendidikan dan kebudayaan pada halaman 12-13, Kompas dalam kiprahnya sebagai media nasional juga memberikan perhatian terhadap dua bidang ini. Segala bentuk peristiwa ataupun hal-hal yang terkait dengan dua bidang ini dan terjadi di tanah air di beritakan. 6. Pengetahuan dan teknologi pada halaman 14, untuk bidang pengetahuan dan teknologi ini, Kompas juga memberikan bagian tersendiri. Meskipun hanya satu halaman, namun isi dari berita yang disampaikan merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi pembaca. commit to user
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Umum pada halaman 15, pada bagian ini surat kabar Kompas mengulas beberapa hal yang bersifat umum. Tentu saja bukan sesuatu yang merupakan bidang-bidang yang telah disebutkan di atas. Berita-berita umum yang disampaikan juga tidak kalah penting dengan rubrik pemberitaan lainnya. 8. Sosok pada halaman 16, Kompas selalu mengulas tentang sosok-sosok orang yang dianggap mempunyai andil besar dalam kemajuan masyarakat. Bisa dibilang bahwa sosok-sosok yang diberitakan pada bagian ini merupakan orang-orang yang berjasa dan berpengaruh. 9. Bisnis & Keuangan pada halaman 17-21, pada bagian ini, Kompas secara khusus mengulas tentang peristiwa atau pun hal yang terkait dengan bisnis dan keuangan. Di dalamnya terdapat berbagai informasi tentang kurs nilai mata uang, perkembangan ekonomi tanah air dan dunia global termasuk berita-berita lain yang terjadi di tanah air. 10. Nusantara pada halaman 22-24, untuk rubrik ini Kompas memberitakan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di seluruh tanah air. 11. Metropolitan pada halaman 25-27, pada rubrik ini Kompas hanya memberitakan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di kawasan ibukota Jakarta. Kompas sengaja mengulas secara khusus karena faktor posisi Jakarta sebagai ibukota negara yang mempunyai nilai berita yang penting menyangkut aktivitas sebagai pusat segala aspek kehidupan tanah air. commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. Olahraga pada halaman 28-31, Kompas pada rubrik ini mengkhususkan pemberitaan tentang dunia olahraga. Berita yang disampaikan tidak hanya tentang dunia olahraga tanah air, akan tetapi juga peristiwa olahraga yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya. 13. Nama dan Peristiwa pada halaman 32, khusus untuk rubrik ini, Kompas memberitakan tentang kegiatan tokoh-tokoh terkemua di bidang masingmasing. Kebanyakan mengulas tentang aktivitas yang dijalani oleh artisartis baik domestik maupun internasional. Perlu diketahui pula bahwa Kompas membagi isi pemberitaannya menjadi tiga bagian pokok. Pertama yaitu bagian utama yang terdiri dari berita-berita (news) yang terdiri atas hard news dan soft news. Bagian kedua yaitu opini (view) yang terdiri dari tajuk rencana, karikatur, surat pembaca (“Redaksi Yth”), dan kolom-kolom yang ditulis oleh para ahli. Kemudian pada bagian ketiga yaitu advertising yang berisi kolom iklan, info lowongan kerja, dll. Kompas Lokal Untuk lebih mendekatkan diri dengan khalayaknya di daerah, sebelum dilakukannya perombakkan pada tubuh Kompas, media tersebut juga menerbitkan KOMPAS lembar daerah di beberapa propinsi di Indonesia. Lembar daerah ini berisi tentang berita yang terjadi secara lebih spesifik mencakup daerah propinsi tersebut. Beberapa propinsi ini seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Bagian Barat, dan Sumatera Bagian Selatan. Akan tetapi, saat ini Kompas tidak lagi mengikutsertakan halaman-halaman yang berisi berita yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas. commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah tanggal 1 Januari 2011, Kompas secara resmi telah memisahkan halamanhalaman daerah tersebut ke dalam media yang lain, yang kini dikenal dengan nama surat kabar Warta Kota. Sebelum ada perombakan tersebut, rubrikasi Kompas lokal adalah sebagai berikut: Teropong Senin (halaman 33-45), Teropong Kamis (halaman 33-36) dan Teropong Rabu (halaman 33-40); pada rubrik ini Kompas memberikan informasi
kepada
pembaca
tentang
sesuatu
topik
yang
menarik.
Pembahasannya bersifat terfokus dan mengupas lebih dalam seluk beluk tentang suatu hal. Selasa, Kompas Kampus dan Inspiratorial (halaman 41-44), pada rubrik ini Kompas memberikan informasi kepada pembaca tentang berbagai hal yang terkait dengan dunia pendidikan. Kompas menyajikan secara lebih spesifik tentang aktivitas dan serba-serbi dunia pendidikan. Sedangkan inspirational merupakan halaman yang berisi tentang hal-hal yang bisa dijadikan inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Bisa berusaha seorang tokoh, ataupun aktivitas yang dilakukan sekelompok orang. Jumat Sport (halaman 33-44) dan Fokus (45-52), rubrik sport merupakan halaman khusus yang diberikan Kompas untuk mengulas berita-berita tentang olahraga. Berbagai informasi yang terkait dengan berbagai cabang olahraga baik yang terjadi di tanah air maupun luar negeri. Semuanya terangkum dengan sangat menarik dan informastif bagi para pembaca. Sedangkan rubrik fokus lebih mengedepankan pada pembahasan lebih mendalam (id-depth commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
repoting) tentang isu-isu yang menarik dan berkembang di kalangan masyarakat. Sabtu Karier (halaman 33-42), khusus untuk rubrik ini Kompas menyediakan beberapa halaman khusus untuk para pencari pekerjaan di tanah air. Lowongan pekerjaan yang ditampilkan tersebar di seluruh Indonesia.
Kompas Minggu Untuk rubrikasi Kompas Minggu adalah sebagai berikut: Halaman 1 utama Halaman 2 umum Halaman 3 nusantara Halaman 4 metropolitan Halaman 5 -8 olahraga Halaman 9 iklan Halaman 10 internasional Halaman 11 umum Halaman 12 foto pekan ini, pada edisi Minggu, Kompas memberika ruang khusus bagi para penggemar fotografi untuk memperdalam ilmu tentang dunia fotografi, dengan menampilkan picture story. Halaman 13 – 19 tren, Kompas pada halaman ini menampilkan tren-tren di masyarakat yang sendang aktual. Informasi yang dihadirkan kepada masyarakat setidaknya bisa menjadi rujukan bagi para pembaca. commit to user
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Halaman 20-22 seni, pada halaman ini Kompas memberikan informasi tentang dunia seni. Halaman 23 surat pembaca, dalam rangka mengikutsertakan masyarakat dalam menyampaikan opininya, Kompas menyediakan halaman khusus untuk menyuarakan kritik, pendapat tentang beberapa hal. Termasuk keluhankeluhan yang dialami masyarakat. Halaman 24 nama dan peristiwa, Kompas pada halaman ini khusus memberikan informasi tentang tokoh-tokoh yang dianggap penting serta menyuguhkan informasi tentang peristiwa khusus yang sedang terjadi. Halaman 25-27 urban Halaman 28-29 anak, Kompas juga sangat perduli tentang perkembangan anak-anak. Hal ini dibuktikan dengan adanya halaman khusus yang memberikan informasi tentang serba-serbi dunia anak. Halaman 30 kartun dan teka-teki silang, pada halaman ini Kompas menyajikan hiburan yaitu cerita kartun dan teka-teki silang berhadiah. Halaman 31 32 kehidupan, untuk rubrik ini Kompas memberikan informasi penting tentang filosofi kehidupan. Di sini, Kompas berusaha menghadirkan sebuah informasi penting dari berbagai tokoh tentang pernak-pernik kehidupan. Halaman 33-36 klasika, Kompas pada halaman ini menyediakan kolom khusus untuk para pembaca baik perseorangan maupun lembaga untuk menawarkan barang maupun jasa kepada masyarakat. commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS RUBRIK “NASIONALISME DI TAPAL BATAS” DI HARIAN KOMPAS
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dengan diikuti langsung analisisnya. Hal ini untuk lebih memudahkan peneliti dalam memahami analisis data tersebut. Penelitian itu dimaksudkan untuk membedah bagaimana Kompas menggambarkan wacana nasionalisme di rubrik Nasionalisme di Tapal Batas di harian Kompas edisi 10 - 21 Agustus 2009. Peneliti menggunakan model analisis Teun A. van Dijk. Penelitian ini difokuskan pada analisis wacana dari dimensi teks. Teks sebagai salah satu media kontruksi dalam wacana akan dianalisis melalui tiga elemen yang disampaikan van Dijk yaitu: Struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Berikut urutan tiga elemen yang disampaikan Van Dijk: Struktur Wacana
Hal Yang Diamati
Elemen
Struktur Makro
Tematik Tema / topik yang dikedepankan dalm suatu berita Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita dikemas dalam teks berita utuh Semantik makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain Sintaksis Bagaimana kalimat meliputi (bentuk, susunan) commit to yang user dipilih Stilistik
Topik
Superstruktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
76
Skema
Latar, Detil, Maksud, Praanggapan,
Bentuk kalimat, Koherensi, Kata Ganti Leksikon
perpustakaan.uns.ac.id
Struktur Mikro
digilib.uns.ac.id
Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita. Retoris Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan
Grafis, Metafora, Ekspresi
Keseluruhan elemen-elemen tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan mendukung satu dengan yang lainnya. Rubrik Nasionalisme di Tapal Batas terdiri dari 25 berita features pemberitaan Kompas yang melaporkan berita terkait nasionalisme di daerahdaerah tapal batas Indonesia yaitu: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Kepulauan Siberut (Sumatra Barat), Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kamlimantan Timur, Kepulauan Miangas dan Marore (Sulawesi Utara), Maluku Utara, Perbatasan NTT-Timor Leste, Merauke (Papua Selatan), dan Perbatasan Papua-Papua Niugini. Penyajian data beserta analisis dalam penelitian ini diruntutkan dengan membedah satu tematik, kemudian dilanjutkan pembedahan tematik-tematik berikutnya. Pembedahan satu tema tersebut mulai dari elemen struktur makro, superstruktur, dan mikro struktur yang ada dalam sajian berita-berita Kompas. Hal ini untuk mempermudah pemahaman dan peneliti bisa fokus membedah wacana dari satu tema secara keseluruhan dengan analisis model Teun A van Dijk. Setelah pembedahan satu tema yang terdiri dari beberapa berita yang memiliki tematik sama, dilanjutkan pembedahan tema yang lain dengan menggunakan cara analisis yang sama. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil 23 features dari sajian rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”, hal tersebut disesuaikan dengan beberapa commit to user tema pokok yang ditemukan peneliti.
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. ANALISIS STRUKTUR MAKRO (TEMATIK) Analisis struktur makro dalam berita teks adalah menganalisis elemen tema atau topik dalam sajian berita tersebut. Struktur makro dalam sajian berita teks menjelaskan tentang tema yang diusung oleh Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaanya. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi berita.119 Elemen tematik atau topik ini baru dapat dipahami ketika teks telah dibaca secara keseluruhan. Ada enam tema pokok dari 23 berita features yang disajikan Kompas di rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”. Berikut keenam tema pokok tersebut. Tabel III.1 Tematik Berita Kompas Tematik Daerah tapal batas Indonesia yang dituntut mandiri, tanpa kehadiran serius dari negara
Stigmatisasi dan ketakutan yang dirasakan masyarakat di daerah tapal batas Indonesia
119
Edisi Kompas, 10 Agustus 2009 Kompas, 13 Agustus 2009 Kompas, 16 Agustus 2009 Kompas, 21 Augtus 2009 Kompas, 10 Agustus 2009 Kompas, 18 Agustus 2009 Kompas, 20 Agustus 2009
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 229
78
Judul berita Menguji “Kreativitas” Di Aceh Mereka Yang Ingin Meraih Kemandirian Warga Kepulauan Yang Dibiarkan Berjalan Sendiri Kehadiran Negara Miangas Nun Jauh Di Mata Menerawang Aceh Dari Sawang Mereka Memilih Bertemu Di Tapal Batas Dulu Sumber Penghidupan, Kini Sumber Persoalan
perpustakaan.uns.ac.id
Kondisi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat di daerah tapal batas Indonesia
digilib.uns.ac.id
Kompas, 20 Agustus 2009
Kekerabatan Papua-Papua Niugini Membangun Harapan Tanpa Rasa Takut
Kompas, 11 Agustus 2009 Kompas, 13 Agustus 2009
Satu Nusa Satu Bangsa di Pedalaman Siberut Sanggau Perbatasan Burung-Burung Enggang Yang Terpanggang Perbatasan Kaltim Menembus Malam Ke Negeri Seberang Miangas-Marore Nasionaslisme Itu Mahal Perbatasan RI-Timor Leste Hidup Kami Ini Keras, Mama… Lilin Selalu Menyala Di Ufuk Timur Kumparan fatamorgana Transformasi Sosial Tak Beararah Perbatasan NTT-Timor Leste Daftar Masalah Di Tapal Batas Mendandani Si Cantik Nan Eksotis… Pulau Nipah Simbol Pertahanan Negara Kepulauan Nunukan, Kota “Daur Ulang” Untuk Penghasil Devisa Tak Indonesia Hilang Di Hati… Ironi Di Antara Simbol Dan Realitas Pulau Morotai AS Membangun Jalan, RI Kasih Aspal Saja… Perbatasan RI-Papua Niugini Mengharapkan Investasi Yang Berdamai
Kompas, 14 Agustus 2009 Kompas, 15 Agustus 2009 Kompas, 18 Agustus 2009 Kompas, 19 Agustus 2009 Kompas, 21 Agustus 2009 Kompas, 21 Agustus 2009 Potensi daerah yang masih minim perhatian negara
Pembangunan prasarana, sarana, dan infrasktruktur publik yang masih minim
Kompas, 11 Agustus 2009 Kompas, 12 Agustus 2009 Kompas, 14 Agustus 2009 Kompas, 12 Agustus 2009 Kompas, 15 Agustus 2009 Kompas, 16 Agustus 2009 Kompas, 19 Agustus 2009 commit to user
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk memudahkan dan lebih memfokuskan pembedahan wacana yang ada dalam sajian berita-berita Kompas, maka analisis tema pertama diikuti langsung analisis dari elemen superstruktur dan struktur mikro yang ada. Kemudian dilanjutkan ke tema yang kedua hingga tema kelima. B. ANALISIS WACANA BERITA KOMPAS 1. Tema: Daerah Tapal Batas Indonesia yang Dituntut Mandiri, Tanpa Kehadiran Serius dari Negara a. Analisis Struktur Makro Dalam tema pertama tersebut Kompas menyajikan empat berita. Ketua Tim Pemantau Pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh Feery Mursyidan Baldan mengakui, tiga tahun perjalanan UU Pemerintahan Aceh, pelaksanaannya belum mencapai tujuan. Di antara penyebabnya adalah harmonisasi penyelenggara pemerintahan pusat, Provinsi Aceh, dan kabupaten/kota. (Korpus 1: Kompas, 10 Agustus 2009)
Ketidakharmonisan antara pemerintah pusat dan daerah membuat daerah tapal batas Indonesia masih sulit berkembang. Mereka dituntut untuk mandiri, padahal butuh waktu yang tidak singkat dan juga keberpihakan negara untuk mewujudkannya. Korpus 1 menunjukkan bahwa meski Aceh sudah terbebas dari konflik dan kembali bisa melanjutkan pembangunan, bukan berarti Aceh bisa berjalan sendiri, melainkan masih perlu kawalan serius dari pemerintah pusat. “Bagi warga perbatasan, NKRI adalah harga mati. Namun, jika perbatasan tidak diurus, yang bisa digeser tidak hanya tanah, tetapi juga warganya ke negeri seberang,” kata Raden Thalib, tokoh masyarakat Entikong. (Korpus 2: Kompas, 13 Agustus 2009)
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bagi warga Entikong perbatasan Kalbar-Malaysia, kemandirian untuk sekedar bisa hidup layak benar-benar dituntut tanpa perhatian serius pemerintah. Sehingga bekerja di Malaysia menjadi satu-satunya pilihan. Transportasi laut yang dibangun oleh masyarakat inilah yang selama ini menghubungkan Morotai di bibir Samudra Pasifik dengan pusat perekonomian di Maluku Utara, seperti Tobelo dan Ternate, serta Bitung di Sulawesi Utara. Lalu lintas barang dan penumpang serta geliat perekonomian sengat bergantung pada pelayaran rakyat. (Korpus 3: Kompas, 16 Agustus 2009)
Meski keperpihakan pemerintah masih terbatas, namun hal ini tak menyurutkan
para
penduduk
Morotai
untuk
mengembangkan
perekonomiannya. Mereka membangun pelayaran rakyat agar bisa menjalankan roda perekonomian, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk pemenuhan kesejahteraan bisa tercapai. Seharusnya, dengan modal kreativitas yang dimiliki warga Morotai, pemerintah akan lebih mudah mengembangkan pembangunan, bukannya membiarkan Morotai berjalan sendiri. Dulu orang-orang perbatasan juga kerap berkomentar mengenai keragu-raguan atas kehidupan mereka. “Mereka bilang ‘kaki di Indonesia, tetapi perut di Filipina,” kata Shelley Sondakh, Kepala BIMP EAGA Perwakilan Sulawesi Utara. (Korpus 7: Kompas, 21 Agustus 2009) Pemerintah Indonesia tidak mau repot mengurus warga Sangihe dan talaud, toh selama ini jarang muncul kasus tenaga kerja seprti dialami pekerja kita di Malaysia. Program repatriasi, pemulangan ke Tanah Air, yang pernah disampaikan beberapa pejabat Departemen Luar Negeri sangat sulit dilakukan. (Korpus 8: Kompas, 21 Agustus 2009) “Semua pembangunan baik, tetapi lebih baik jika kami diberi kail untuk hidup,” kata Betoel Dalupa. Kail dimaksud adalah kapal-kapal penampung ikan dan pabrik es untuk menampung ikan-ikan tengkapan nelayan perbatasan. (Korpus 9: Kompas, 21 Agustus 2009)
Ketidakhadiran negara pun semakin terasa bagi masyarakat Miangas. Hanya untuk bisa bertahan dan memperoleh taraf hidup yang commit to user
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
layak, mereka masih bergantung ke negara tetangga Filipina. Sebagai bagian dari kedaulatan NKRI, mereka juga memiliki hak untuk memperoleh kehidupan yang baik yang tertera di UUD ’45. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih konkret memperhatikan daerah dengan karakteristik pantai terbuka tersebut. Sebab secara politis Pulau Miangas memiliki nilai strategis, sebagai penjaga kedaulatan negara. Namun realitas kehidupan yang ada, nilai strategis itu hanya jargon usang karena jaminan kesejahteraan dari negara belum bisa mereka rasakan. b. Analisis Superstruktur Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagianbagian dalam teks disusun dan diurutkan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Berita juga mempunyai skematik meskipun tidak disusun dengan kerangka yang linier seperti halnya tulisan dalam jurnal ilmiah.120 Secara hipotetik, berita umumnya memiliki dua kategori skema besar.121 Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini yang dipandang paling penting. Judul dan lead menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masul dalam isi berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini secara hipotetik juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi 120 121
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 231-232 commit to user Teun A. van Dijk, “News as Discourse”, dalam Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 232
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks. Seperti juga pada struktur tematik, supertruktur ini dalam pandangan van Dijk, dilihat sebagai suatu kesatuan yang koheren dan padu. Apa yang diungkapkan dalam superstruktur pertama akan diikuti dan didukung oleh bagian-bagian lain dalam berita. Apa yang diungkapkan dalam lead dan menjadi gagasan utama dalam teks berita akan diikuti dan didukung oleh bagian skema berita yang lain seperti dalam kisah dan kutipan. Arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.122 Berikut skematik berita-berita yang terdapat dalam tema pertama rubrik “Nasionalime di Tapal Batas”: Tabel III.2 Skematik Tema Pertama No. Edisi Judul Berita 1. Kompas, 10 Menguji Agustus “Kreativitas” 2009 Di Aceh
122
Skematik Jenis berita features. Lead menggoda keingintahuan pembaca. Bagian awal dipaparkan kesulitannya lembaga-lembaga pemerintah untuk melanjutkan pembangunan di Aceh. Kemudian dijelaskan kurang harmonisnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga semakin menyulitkan pembangunan di Aceh. Di bagian akhir dipaparkan bahwa kesempatan Aceh untuk memanfaatkan peluang-peluang sekecil apapun untuk pembangunan.
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 233-234
83
perpustakaan.uns.ac.id
2.
3.
4.
digilib.uns.ac.id
Kompas, 13 Mereka Yang Jenis berita features. Keberadaan lead Agustus Ingin Meraih menggoda keingintahuan pembaca. Dilanjutkan 2009 Kemandirian penjelasan pengalaman TKI yang meloloskan diri dari Malaysia karena menjadi korban TKI ilegal. Tidak adanya lapangan kerja serta minimnya penghasilan di negeri sendiri membuat masyarakat di perbatasan Kalbar menggantungkan diri di Malaysia. Di bagian akhir, mempertanyaan keberpihakan pemerintah bagi masyarakat perbatasan KalbarMalaysia. Kompas, 16 Warga Jenis berita features. Lead mendiskripsikan Agustus Kepulauan keadaan Pelabuhan HMS Lastory menunggu 2009 Yang kapal berlabuh. Dilanjutkan penjelasan Dibiarkan aktivitas ekonomi dari masyarakat sekitar. Berjalan Minimnya perhatian dan infrastruktur Sendiri pemerintah tidak menghentikan kreativitas dari masyarakat Morotai hanya untuk sekedar bisa tetap bertahan hidup. Di bagian akhir ditutup dengan ketidakseriusan pemerintah daerah Morotai untuk memajukan daerahnya yang merupakan daerah pemekaran. Kompas, 21 Kehadiran Jenis berita features. Lead berisi ringkasan dari Agustus Negara features. Bagian awal berisi pemaparan kondisi 2009 Miangas Nun warga Miangas yang masih bergantung dengan Jauh Di Mata Filipina. Dilanjutkan penjelasan masih minimnya perhatian pemerintah Indonesia dalam pembangunan perekonomian di daerah tersebut. Di bagian akhir dipaparkan sikap apatis masyarakat Miangas yang hanya menunggu janji-janji pemerintah yang tak kunjung terwujud.
c. Analisis Struktur Mikro Dalam model analisis Teun A van Dijk, mikrostruktur terdiri dari 4 elemen yaitu: semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. c. 1. Semantik Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
makna gramatikal. Semantik dalam skema van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal, yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu
dalam
suatu
bangunan
teks.
Semantik
tidak
hanya
mendefinisikan bagian mana yang penting dari struktur wacana, tapi juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa.123 Elemen dari semantik ini adalah: latar, detil, dan maksud. c. 1.1. Latar Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan hendak dibawa. Ini merupakan
cerminan
ideologis,
di
mana
wartawan
dapat
menyajikan latar belakang dapat juga tidak, tergantung pada kepentingan mereka.124 Elemen latar digunakan sebagai penguat dan mendukung pendapat yang disampaikan sang penulis agar terkesan beralasan. Dengan demikian latar dapat digunakan untuk menyelidiki bagaimana seseorang memberikan makna atas suatu peristiwa. Berikut pemaparan latar yang terdapat di tema pertama rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”: Salah satu yang acap dikeluhkan soal penyelenggaraan pemerintahan di Aceh adalah belum tuntasnya peraturan pelaksanaan yag diamanatkan UU Nomor 11 Tahun 2006 mengenai Pemerintahan Aceh…
123 124
Alex Sobur. 2006. Op.Cit. Hal 78 Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 235
commit to user
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Merujuk surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Ketua DPR, Maret 2009, baru 2 peraturan pelaksanaan UU No. 11/2006 yang telah ditetapkan, dan masih tersisa 10 perturan pelaksanaan lainnya. (Korpus 10: Kompas, 10 Agustus 2009)
Sebagai pemerintahan yang tergolong baru karena baru saja lepas dari konflik, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih banyak berbenah agar bisa membentuk pemerintahan yang maju dan berkembang. Sektor pembangunan menjadi sasaran utama pemerintah Aceh. Namun belum tuntasnya penetapan UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh yang menjadi wewenang pemerintah pusat, membuat Aceh kesulitan untuk mengembangkan pembangunan
tersebut.
Hal
inilah
yang
melatarbelakangi
ketidakharmonisan pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat sehingga berimbas pada tidak maksimalnya proses pembangunan di Aceh. Pemerintah dan masyarakat Aceh dituntut kreatif dalam melanjutkan pembangunan dengan masih minimnya peraturan yang ada. Para gadis remaja ini – rata-rata beraparas cantik – umumnya lulusan SMP dan kurang keterampilan, dan kedai atau pelayan toko menjadi kesempatan pertama mereka sekadar bisa mandiri. Lia, misalnya, sudah berpenghasilan Rp 500.000 di kedai, tetapi ingin ke Malaysia hanya untuk mencari 250 ringgit per bulan (sekitar Rp 650.000). (Korpus 13: Kompas, 13 Agustus 2009) Beruntung ada inisiatif sejumlah pihak. Lembaga Pengkajian dan Pendidikan Mata Pencaharian (LPPMP) memberi beasiswa penuh bagi 26 anak putus sekolah di perbatasan Entikong untuk belajar di SMP Taruna Mandiri di Kabupaten Malang Jatim. “Pendidikan siswa di perbatasan harus diperhatikan benar. Kalau tidak ada yang peduli, jangan salahkan mereka kalau tidak sekolah atau malah bekerja di Malaysia,” kata Ketua LPPMP Ishaq Maulana. (Korpus 14: Kompas, 13 Agustus 2009)
Keadaan yang memaksa untuk memilih bekerja di Malaysia commit to user hanya sekedar untuk bisa mandiri ditempuh para remaja di 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perbatasan Kalimantan Barat. Bukan hanya dari terbatasnya lapangan pekerjaan dan minimnya upah yang diterima, namun belum terpenuhinya kebutuhan pendidikan membuat mereka tidak bisa bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Dengan pertimbangan upah yang didapat lebih besar, para remaja yang ratarata lulusan SMP lebih memilih bekerja di Malaysia. Kedatangan kapal selalu menggairahkan masyarakat Pulau Morotai di Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara, yang berbatasan laut dengan Republik Palau. Kapal pelayaran rakyat selalu membawa rezeki bagi buruh angkut, ojek, dan pelaku ekonomi mikro lainnya. (Korpus 15: Kompas, 16 Agustus 2009) Minimnya infrastruktur yang disediakan pemerintah itu telah memicu perdagangan dengan masyarakat di Timor Leste. Mereka menukar hasil bumi dan beras dengan minyak atau barang lain. Bahkan, sebagian warga Wetar jika sakit berobat ke Dili karena hanya 4 jam perjalanan kapal. Barter juga terjadi antara warga Sopi di ujung Morotai dan para nelayan Filipina. (Korpus 16: Kompas, 16 Agustus 2009)
Minimnya fasilitas transportasi laut di Pulau Morotai, Maluku Utara, tidak menyiutkan kreativitas masyarakat di pulau tersebut
untuk
membangun
sarana
transportasi
laut
yang
menghubungkan Pulau Morotai dengan daerah yang menjadi pusat perekonomian di Maluku Utara. Dengan begitu, masyarakat bisa memiliki perekonomian yang lebih baik. Selain itu, minimnya infrastruktur yang disediakan pemerintah juga memicu masyarakat untuk melakukan perdagangan lintas batas dengan negara Timor Leste. Gambaran kehidupan ini menjadi latar pemberitaan Kompas, dimana masyarakat perbatasan dibiarkan berjalan sendiri untuk commit to user
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mewujudkan kesejahteraan, dan belum ada keperpihakan yang cukup dari pemerintah. Hal itu dipengaruhi banyak faktor, terutama ketersediaan lapangan kerja dan lahan ekonomi yang digarap. Lagi pula aspek interaksi di bidang sosial budaya terjadi proses kawin-mawin membuat banyak warga Sangihe enggan kembali ke wilayah leluhurnya. (Korpus 19: Kompas, 21 Agustus 2009) Kenyataannya, perhitungan ekonomis pragmatis yang selalu menjadi jenderal di atas segalanya, termasuk nasionalisme. Masalahnya, kebijakan ekonomi yang pragmatis itu pun sering tidak cocok seperti berlakunya pola pikir kontinental untuk negara kepualuan ini. Belum lagi masalah yang timbul di lapangan, termasuk penyelewengan dan upaya mengejar proyek semata. (Korpus 20: Kompas, 21 Agustus 2009)
Masyarakat Miangas semakin merasakan jauhnya peran negara. Mereka lebih menggatungkan kehidupannya dengan negara tetangga, Filipina. Hal ini berasalan karena di Filipina mereka memperoleh pekerjaan yang lebih baik dibandingkan di Miangas sendiri. Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah juga tidak memperhatikan keadaan alam Miangas yang merupakan kepulauan dengan laut terbuka di bibir samudera Pasifik. Sehingga arus pemenuhan barang-barang kebutuhan pokok sering tersendat kondisional alam. Imbasnya mereka semakin terisolasi dan dibiarkan hidup sendiri. c. 1.2. Detil Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jumlah yang sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya.125 Penggunaan detil pada tema pertama rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: …Misalnya, Kepala Badan Pengelola Kawasan Bebas Sabang T Syaiful Ahmad mengatakan, ketiadaan peraturan peralihan pengelolaan aset dari PT Pelindo II kepada lembaganya untuk mengelola pelabuhan Sabang menjadi salah satu penghambat pengembangan perekonomian kawasan ini. Ketiadaan peraturan peralihan membuat calon investor pelabuhan Sabang mundur. (Korpus 21: Kompas, 10 Agustus 2009)
Dalam korpus 21 tersebut, Kompas menunjukkan detil kesulitan pengembangan perkenomian di Sabang NAD yang disebabkan belum jelasnya peraturan yang ada. Hal ini membuat calon investor mundur dari proyek pembangunan di kawasan pelabuhan Sabang karena jaminan payung hukum kepada calon investor tidak terpebuhi. Gairah seperti itu juga dijumpai di sebagian besar wilayah Maluku dan Maluku Utara yang berisi 954 pulau. Kapal selalu dinanti, mulai dari Pulau Wetar di ujung tenggara yang berbatasan dengan Timor Leste hingga Morotai di ujung utara di perbatasan Indonesia-Palau. Pelayaran 125
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 238
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rakyat mengisi ruang kosong jalur pelayaran kapal-kapal PT Pelni dan perintis. (Korpus 22: Kompas, 16 Agustus 2009) Setali tiga uang, di Morotai kondisi transportasi antarpulau sangat minim. Transportasi laut yang lancar hanya di Daruba. Setiap hari ada pelayaran rakyat bolak-balik rute Daruba-Tobelo. Kapal perintis KM Kie Raha 2 dari Ternate datang sekali sebukan. Ada juga feri penyeberangan Tobelo-Daruba. Ibu kota kecamatan lain, yaitu Sangowo (Morotai Timur), Berebere (Morotai Utara), Wayabula (Morotai Selatan Barat), dan Sopi (Morotai Jaya), sangat bergantung pada pelayaran rakyat. Itu pun macet total saat musim gelombang besar, seperti JuliAgustus. Pada Oktober-Desember pelayaran macet karena ombak Pasifik sekitar 4 meter tingginya… (Korpus 23: Kompas, 16 Agustus 2009)
Dalam korpus 22 dan 23, detil berkisar tentang keberadaan pelayaran rakyat di Morotai yang menjadi tulang punggung sarana transportasi di daerah tersebut. Secara kreatif masyarakat membangun pelayaran rakyat sendiri untuk mengisi kekosongan jalur kekosongan kapal-kapal PT Pelni dan perintis yang disediakan pemerintah. Dengan seperti itu, seharusnya pemerintah lebih bisa memperhatikan pembangunan infrastruktur di Morotai terutama fasilitas transportasi, karena para penduduk di pulau tersebut sudah bisa berpikir maju dan mandiri meskipun itu masih dalam lingkup kecil. c. 1.3. Maksud Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi. Tujuannya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator. commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penggunaan strategi maksud pada tema pertama rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Pemerintah pusat juga terlambat menelurkan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh (UUPA). Jajaran pemerintah pusat mesti memahami kondisi psikopolitik masyarakat Aceh dengan kebijakan khususnya. Keterlambatan itu karena sebagian jajaran pemerintah pusat menerapkan kebijakan sektoral tidak dengan mengacu kepada UU PA. Keterlambatan tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai kesungguhan pemerintah pusat. (Korpus 24: Kompas, 10 Agustus 2009)
Dalam korpus 24, elemen maksud Kompas menjelaskan pemerintah pusat seharusnya memahami keadaan pemerintah Aceh pasca konflik dan tsunami. Meski sudah mengakui keberadaan eks GAM dalam konstitusi NKRI melalui keterlibatan mereka dalam struktur pemerintahan di Aceh, namun keadaan psikopolitik di NAD masih belum kondusif. Hal tersebut seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk lebih memperhatikan Aceh dengan melihat keadaan dan mengacu kepentingan di daerah tersebut. Keterlambatan dalam menetapkan peraturan-perturan, membuat pemerintah pusat terkesan tidak sungguh-sungguh dalam memperhatikan Aceh. Dalam konteks perbatasan negara, pemerintah selalu gandrung dengan slogan nasionalisme. Masyarakat pun selalu terguncang dengan isu-isu pencaplokan sumber daya alam dan wilayah yang dilakukan negara tetangga. Namun, bercermin pada masyarakat Pulau Miangas yang masyarakatnya bertahan hidup di tengah bahan bakar minyak yang nyaris tak ada air bersih susah, listrik hanya enam jam sehari, serta sinyal dari operator seluler yang terbatas untuk tujuh pengguna pada aera tertentu, muncul sebuah pertanyaan, siapa yang peduli pada nasionalisme? (Korpus 25: Kompas, 21 Agustus 2009)
commit to user
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Elemen maksud dalam korpus 25 menjelaskan melalui pertanyaan retoris Kompas terkait nasonalisme di daerah tapal batas. Ketika muncul isu-isu terkait pencaplokan sumber daya dan wilayah melalui klaim-klaim dari negara tetangga tetangga pemerintah dengan tegas meneriakkan slogan nasionalisme, dengan mengajak masyarakat perbatasan untuk berjuang mempertahankan kedaulatan NKRI. Namun perhatian yang selama ini diberikan pemerintah masih belum dirasakan para penduduk Pulau Miangas. Masyarakat Miangas tetap terbelakang dan masih menggantungkan Filipina sebagai tempat untuk mencari penghidupan. Bagi masyarakat perbatasan seperti Pulau Miangas, mereka bukan tidak memiliki jiwa nasionalisme untuk menjaga keutuhan NKRI, namun ketika perhatian pemerintah masih minim sehingga mereka hanya bisa bergantung ke negara untuk sekedar mencari penghidupan yang lebih baik, tidak sepantasnya mereka disebut warga Indonesia yang tidak nasionalis. Pemerintah seharusnya bisa menyadari bahwa keperpihakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan harus nyata sehingga isu-isu terkait nasionalisme di daerah perbatasan yang kian menipis bisa dipupuk kembali. c. 2. Sintaksis Dimensi sintaksis adalah dimensi untuk melihat makna dari sebuah kalimat. Unit pengamatan dari sintaksis adalah melihat makna rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” dari level teks selama periode commit to user
92
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian.
digilib.uns.ac.id
Terdapat
beberapa
strategi
dari
Kompas
sebagai
komunikator dalam level sintaksis ini, seperti: penggunaan bentuk kalimat tertentu, koherensi, dan kata ganti. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menciptakan citra yang baik di depan khalayak dari kelompok atau orang yang didukungnya. c. 2.1. Bentuk Kalimat Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berfikir logis, yaitu prinsip kasualitas. Logika kasualitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) atau objek (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Yang juga penting dalam sintaksis selain bentuk kalimat adalah proposisi dalam kalimat. Bagaimana proposisi-proposisi diatur dalam rangkaian kalimat. Penempatan itu dapat mempengaruh makna yang timbul karena akan menunjukan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada khalayak.126 Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks dalam tema pertama rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”: Yang mengherankan, aparat keamanan tak juga menindak para pedagang manusia itu meski para korban melaporkannya. (Korpus 26: Kompas, 13 Agustus 2009) “Kalau pemerintah mau melarang, sebaiknya berkaca dulu. Kehadiran pemerintah sudah bisa menjamin kebutuhan masyarakat apa belum,” kata Simon. (Korpus 27: Kompas, 16 Agustus 2009) 126
commit to user
Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 251-253
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemerintah Indonesia tidak mau repot mengurus warga Sangihe dan talaud, toh selama ini jarang muncul kasus tenaga kerja seperti dialami pekerja kita di Malaysia. (Korpus 28: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 26, 27, dan 28 bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat aktif. Dari semua korpus tersebut memberikan kesan bahwa pemerintah berada dalam posisi aktif/di atas. Sedangkan rakyat kecil dalam hal ini masyarakat tapal batas berada dalam posisi yang pasif/di bawah. Kata “menindak”, “melarang”, dan “mengurus” memberi kesan pemerintah berada posisi aktif. Walaupun sajian berita dalam ketiga korpus di atas menjelaskan peran pemerintah yang masih minim, namun untuk menunjukkan citra sebagai penguasa, Kompas menggunakan bentuk kalimat aktif dalam menjelaskan hal-hal yang dilakukan pemerintah. Selain menggunakan bentuk kalimat aktif, Kompas juga menggunakan kalimat-kalimat pasif sebagai strategi sintaksis dalam pemeritaannya: Perlu diintensifkan komunikasi antara jajaran pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh berikut kabupaten/kota untuk mengurangi ketidakpercayaan antarpihak. (Korpus 29: Kompas, 10 Agustus 2009) Lia dan Yunita, yang kemudian juga ditampung selama dua minggu di kantor LAB, menunggu sidang kasus mereka sebagai korban trafficking. (Korpus 30: Kompas, 13 Agustus 2009) Betapa mahal ongkos transportasi yang dibayar rakyat Maluku Utara. (Korpus 31: Kompas, 16 Agustus 2009) “Mereka dimanfaatkan oleh juragan-juragan kapal Filipina dalam rangka kegiatan penangkapan ikan di laut teritorial,” katanya. (Korpus 32: Kompas, 21 Agustus 2009)
commit to user
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Korpus 29, 30, 31, dan 32 menunjukkan bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat pasif. Pada korpus 29, bentuk kalimat pasif yang digunakan adalah bentuk kalimat pasif tanpa subyek, hal ini dimaksudkan agar sang komunikator (Kompas) terhindar dari kesan “menuduh” pihak-pihak tertentu. Sedangkan korpus 30, 31, dan 32 menunjukkan rakyat perbatasan yang tidak berdaya dan hanya menjadi obyek belaka. c. 2.2. Koherensi Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata, atau antar kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren.127 Ada beberapa koherensi yang digunakan komunikator (Kompas) sebagai strategi dalam mengutarakan maksudnya, antara lain koherensi sebab-akibat, koherensi kondisional, koherensi pembeda, dan pengingkaran. Dalam tema pertama, strategi koherensi yang digunakan Kompas adalah koherensi sebab-akibat, dengan beberapa contoh kalimat sebagai berikut: Ketua Badan Pengembangan Perkebunan Aceh (BPPA) Rustam Effendi pusing. Nota kesepahaman yang akan dibuat antara pemerintah Aceh dan lembaga asal Malaysia itu tidak bisa ditandatangani hingga saat ini. Alhasil, lembaga ini belum bisa melaksanakan program kerjanya untuk membangun perkebunan, terutama kelapa sawit. (Korpus 33: Kompas, 10 Agustus 2009)
127
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 242
95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Kalau pemerintah mau melarang, sebaiknya berkaca dulu. Kehadiran pemerintah sudah bisa menjamin kebutuhan masyarakat apa belum,” kata Simon. (Korpus 34: Kompas, 16 Agustus 2009) “kalau omba’ tinggi tra (tidak) bisa berangkat. Harga barang dan jasa jadi mahal,” kata Bahrudin, nakhoda KM Sandra Jaya, rute DarubaTobelo. (Korpus 35: Kompas, 16 Agustus 2009) Menurut Victor, kehidupan mereka di Balut jauh lebih baik jika dibandingkan tinggal di Sangihe karena pendapatannya lebih besar. (Korpus 36: Kompas, 21 Agustus 2009)
Dari korpus-korpus di atas, penggunaan koherensi sebabakibat digunakan untuk menggabungkan dua buah secara sebabakibat dengan menggunakan kata hubung tertentu. Seperti pada korpus 33, Kompas menggunakan kata hubung “alhasil” untuk menggabungkan fakta kesulitan yang dialami pemerintah Aceh dan lembaga asal Malaysia dalam menandatangani nota kesepahaman pembangunan perkebunan sawit sehingga mengakibatkan program pengembangan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat Aceh tersebut belum bisa dilaksanakan. Kesulitan itu karena belum adanya kejelasan UU PA yang bisa dijadikan payung hukum dalam mengatur kesepakatan tersebut. Pada korpus 34 dan 35, Kompas menggunakan kata hubung “kalau”. Melalui korpus 34, Kompas ingin menyampaikan wacana bahwa kehadiran pemerintah masih menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat perbatasan. Salah satu tokoh masyarakat Morotai, Simon, menolak larangan pemerintah terkait perdagangan lintas batas yang dilakukan masyarakat Morotai dengan Timor Leste. Hal commit to user
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu karena pemerintah masih minim memberikan perhatian dan jaminan kesejahteraan masyarakat Morotai. Larangan itu bisa saja dilakukan oleh masyarakat Morotai asalkan pemerintah bisa menjamin kebutuhan untuk menungjang kesejahteraan masyarakat Morotai. Namun yang selama ini terjadi masyarakat Morotai dibiarkan berjalan sendiri, salah satunya dengan melalukan perdagangan lintas batas dengan Timor Leste. Sedangkan korpus 35, menjelaskan fakta yang dihadapi nahkoda kapal di Daruba, Morotai. Karakter perairan laut yang tidak menentu membuat kapal-kapal berlayar menyesuaikan kondisi ombak. Ketika ombak tinggi, kapal-kapal baik itu kapal penumpang ataupun barang tidak bisa berlayar. Akibatnya barangbarang untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat perbatasan di Morotai tersebut menjadi mahal karena terbatas. Sedangkan tarif kapal penumpang menjadi mahal karena kadang para nahkoda memaksa untuk berlayar ketika keadaan perairan berbahaya. Sebagai kompensasi resiko tersebut, tarif angkutan menjadi semakin mahal. Dengan fakta-fakta tersebut Kompas kembali menegaskan wacana masyarakat perbatasan yang dibiarkan dan dituntut mandiri tanpa ada kehadiran serius dari negara. Seharusnya pemerintah memberikan solusi dengan membangun infrastruktur dan sarana publik di daerah tapal batas yang disesuaikan dengan karakter daerah yang bersangkutan. commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada korpus 36, Kompas menggunakan kata penghubung “jika” untuk menggabungkan dua fakta yang saling kausal. Kompas menjelaskan warga Sangihe Miangas yang lebih memilih hidup dan tinggal di Balut Filipina daripada di Sangihe karena pendapatan di Balut lebih besar. Kompas ingin menunjukkan belum optimalnya kehadiran pemerintah membuat masyarakat tapal batas Indonesia menggantungkan hidup dengan negara tetangga. c. 2.3. Kata Ganti Elemen kata ganti merupakan elemen yang memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan di mana posisi seseorang dalam wacana.128 Dalam tema pertama rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”, Kompas menggunakan kata ganti “kami”. Di Desa Melenggang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, kami bertemu puluhan warga tua dan muda hilir-mudik siang dan petang berkubang di penggalan aliran sungai, mendulang emas. (Korpus 37: Kompas, 13 Agustus 2009)
Dalam korpus 37 di atas, penggunaan kata ganti “kami” memberikan
kesan
Kompas
selaku
komunikator
sebagai
“pengamat”. Kata ganti “kami” digunakan Kompas untuk menunjukkan Kompas sebagai satu-satunya “pengamat” yang mengamati Sekayam,
128
kehidupan Kabupaten
masyarakat Sanggau,
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 253
98
Melenggang,
perbatasan
Kecamatan
Kalbar-Kuching.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sehingga Kompas terkesan dekat dengan masyarakat kecil, dalam hal ini masyarakat yang mendiami tapal batas Indonesia. Selain kata ganti “kami”, Kompas juga menggunakan kata ganti “kita”. Penggunaan kata ganti tersebut tampak dalam korpus sebagai berikut: Pemerintah Indonesia tidak mau repot mengurus warga Sangihe dan talaud, toh selama ini jarang muncul kasus tenaga kerja seperti dialami pekerja kita di Malaysia. (Korpus 38: Kompas, 21 Agustus 2009)
Penggunaan kata ganti “kita” dalam korpus 38 di atas menunjukkan apa yang disampaikan Kompas menumbuhkan kesan solidaritas bersama, perasaan bersama, dan refleksi bersama. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kritik atau oposisi atas apa yang Kompas sampaikan karena seolah-olah itu bukan pendapat pribadi Kompas sebagai penulis, melainkan sebuah refleksi bersama antara komunikator dengan khalayak. c. 3. Leksikon Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan kata bukan terjadi secara kebetulan tetapi juga secara ideologis menunjukan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas.129 Penggunaan strategi leksikon dalam pemberitaan Kompas adalah sebagai berikut:
129
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 255
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Padahal, rencananya, lembaga itu akan mengelola 150.000 hektar kebun sawit yang akan dibagikan kepada ribuan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka. (Korpus 39: Kompas, 10 Agustus 2009) Bobolnya kas Pemerintah Kabupaten Aceh Utara senilai Rp 220 miliar, dan salah satu tersangkanya anggota tim asistensi Bupati Aceh Utara, menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Mawardi Ismail menunjukkan bentuk kinerja buruk tim asistensi di daerah. (Korpus 40: Kompas, 10 Agustus 2009) Pemerintah pusat juga terlambat menelurkan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh (UUPA). (Korpus 41: Kompas, 10 Agustus 2009) Keduanya urung menjadi korban perdagangan perempuan ke Malaysia setelah Kepolisian Sektor Entikong menangkap Mursid, agen yang hendak menyelundupkan mereka melewati PPLB Entikong. (Korpus 42: Kompas, 13 Agustus 2009) Alasan konsultasi penyusunan program kerja itu ditertawakan oleh seorang staf perencanaan di Bappeda Maluku Utara sebab para pejabat baru itu ternyata tak pernah muncul untuk berkonsultasi. (Korpus 43: Kompas, 16 Agustus 2009) Nasionalisme akan jadi jargon usang saat dibenturkan dengan perhitungan ekonomis. (Korpus 44: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 39, Kompas memilih kata “kombatan”. Dengan menggunakan kata tersebut Kompas ingin menunjukkan citra negatif yaitu Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai salah satu gerakan pemberontak yang menentang keutuhan NKRI. Pada korpus 40, 41, dan 43, Kompas menunjukkan citra negatif pemerintah. Penggunaan kata “bobolnya” menunjukkan kinerja pemerintah yang buruk. Kata “menelorkan” memberi kesan kritik kepada kinerja pemerintah pusat yang belum optimal. Sedangkan kata “ditertawakan” memberi kesan pemerintah diremehkan. Hal tersebut terjadi karena pemerintah memang masih minim dalam memperhatikan commit to user masyarakat tapal batas Indonesia. 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya,
pada
korpus
42
Kompas
memilih
kata
“perdagangan manusia” dalam sajian pemberitaannya. Dengan kata itu Kompas seakan memposisikan masyarakat tapal batas Indonesia yang menjadi korban TKI ilegal sebagai sosok lemah, tidak berdaya, hanya menjadi obyek perdagangan yang menguntungkan segelintir orang tak bertanggung jawab. Dengan begitu mereka para korban TKI ilegal tersebut selayaknya mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Sedangkan pada korpus 44 Kompas menggunakan kata “jargon usang”.
Kompas
memberi
kesan
negatif
bagi
mereka
yang
mempertanyakan jiwa nasionalisme masyarakat tapal batas. c. 4. Retoris Dalam dimensi ini yang diamati adalah gaya bahasa yang dipakai oleh Kompas selaku komunikator. Stategi ini digunakan untuk memberikan tekanan tertentu pada teks, sehingga pembaca atau khalayak mempunyai perhatian yang lebih terhadap teks, kemudian makna yang dikehendaki oleh komunikator akan sampai kepada khalayak. Strategi ini menggunakan elemen grafis dan metafora. c. 4.1. Grafis Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau yang ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat tulisan atau bagian yang ditulis lain dibandingkan dengan lain. Bagian yang dicetak berbeda adalah commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagian yang dipandang penting oleh komunikator, di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut.130 Strategi grafis Kompas tersaji dalam beberapa kalimat sebagai berikut: Minggu (1/2) pukul 05.00 menjadi momentum “kemerdekaan” bagi Juliana (19). (Korpus 45: Kompas, 13 Agustus 2009) Mereka sadar, Pemerintah RI tidak jarang sekadar menyorongkan janjijanji surga demi kepentingan politik sesaat. Sebaliknya, masyarakat menyambut baik “bantuan pura-pura” ini sekenanya. (Korpus 46: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 45, Kompas memakai tanda (“) untuk menandai kata “kemerdekaan” dan “bantuan pura-pura”. Kompas memberi penekanan pada kata “kemerdekaan” tersebut, karena dalam kasus tersebut Juliana bisa lepas dari tindak sewenangwenang majikannya ketika bekerja sebagai TKI di Malaysia. Dengan memberi tekanan pada kata tersebut, Kompas terkesan memberi simpati lebih kepada Juliana, masyarakat perbatasan Kalbar-Kuching. Sedangkan dalam kata “bantuan pura-pura”, Kompas memberi penekanan pada kata tersebut karena ingin menunjukkan
kepada
publik
bahwa
selama
ini
perhatian
pemerintah masih sekedar janji-janji belaka untuk menyejahterakan masyarakat perbatasan, tanpa ada bukti yang nyata. “Dua minggu lalau kami nyaris celaka, sepanjang perjalanan kapal dihantam ombak 3 meteran. Setiap kali anjungan naik, air masuk di
130
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 257-258
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagian belakang. Kondisi seperti itu sudah jadi ‘makanan’ kami,” ujar Atta (34), awak KM Sandra Jaya. (Korpus 46: Kompas, 16 Agustus 2009) “Mereka bilang ‘kaki di Indonesia, tetapi perut di Filipina’,” kata Shelley Sondakh, Kepala BIMP EAGA Perwakilan Sulawesi Utara. (Korpus 47: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 46 dan 47, Kompas menggunakan tanda (‘) untuk memberikan penekanan pada kata “makanan” dan kalimat “kaki di Indonesia, tetapi perut di Filipina”. Penekanan pada kata “makanan” memberi kesan Kompas ingin menonjolkan kepada khalayak tentang kesulitan berlayar para nahkoda dan awak kapal yang disebabkan karakter perairan Morotai dengan gelombang lautnya yang ekstrim, sehingga perlu perhatian pemerintah dalam penyediaan sarana transportasi yang cocok untuk perairan terbuka seperti Morotai. Sedangkan penekanan Kompas dalam kalimat “kaki di Indonesia, tetapi perut di Filipina” memberi kesan Kompas menonjolkan kehidupan masyarakat perbatasan yang masih menggantungkan dengan negara tetangga, belum ada perhatian dan keberpihakan yang optimal dari pemerintah Indonesia. c. 4.2. Metafora Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, juga sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita. Akan tetapi pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu commit to user dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berfikir,
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
alasan pembenar atas pendapat
atau gagasan tertentu kepada
publik.131 Berikut
penggunaan
strategi
metafora
dalam
sajian
pemberitaan-pemberitaan Kompas: Harapan perbaikan nasib dari pemekaran pun masih kabur, seperti Pulau Morotai dari kejauan yang tertutup buih-buih ombak. (Korpus 48: Kompas, 16 Agustus 2009) Ibarat sebuah rumah, rona kehidupan Miangas dan Marore masih bergerak di dapur, bukan berada sebagaimana slogan pembangunan wilayah perbatasan. Miangas seperti berada nun jauh di mata. (Korpus 49: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada kedua korpus di atas, penggunakan ungkapan dalam menggambarkan Pulau Morotai dan Pulau Miangas, sekali lagi menunjukkan Kompas ingin menonjolkan daerah perbatasan yang masih terbelakang dan tidak ada perhatian dari pemerintah, seperti ungkapan “tertutup buih-buih ombak” dan “berada nun jauh di mata”. 2. Tema: Stigmatisasi dan Ketakutan yang Dirasakan Masyarakat di Daerah Tapal Batas Indonesia a. Analisis Struktur Makro Dalam tema kedua ini, Kompas menyajikan empat berita. Musawwir (29), warga Lamdingin, Banda Aceh, tidak pernah membayangkan bisa memasuki wilayah Sawang. Menyebut Sawang berarti menujuk wilayah paling hitam dalam sejarah konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia lebih dari 30 tahun. (Korpus 50: Kompas, 21 Agustus 2009) Stigma itu masih melekat hingga kini mesti konflik bersenjata sudah berakhir hampir empat tahun lalu, sejalan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) Damai Helsinki, Agustus 2005. (Korpus 51: Kompas, 21 Agustus 2009) 131
commit to user Eriyanto. 2005. Op.Cit. Hal 259
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Stigma sebagai basis pejuang GAM masih melekat bagi warga yang
mendiami
Sawang,
meski
konflik
sudah
berakhir
seiring
penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) Damai Helsinki. Menurut petugas Imigrasi Motaain, Jasser, tapal batas di Motaain – yang berjarak sekitar 34 kilometer dari Atambua – cukup sering dijadikan tempat pertemuan warga kedua negara. Sebab, mereka pada umumnya tidak memiliki paspor, di samping menghindari pengurusan dan pembayaran fiskal. (Korpus 52: Kompas, 18 Agustus 2009) Alasan lain mengadakan pertemuan di perbatasan adalah karena warga eks Timor Timur umumnya merasa belum aman mudik ke kampung mereka. “Barubaru ini (2 Agustus 2009) ada seorang pedagang asal Pulau Adonara (NTT) yang dibunuh di sana (Timor Leste). Itu kasus pertama warga negara Indonesia yang menggunakan paspor dibunuh di sana,” kata Jasser. (Korpus 53: Kompas, 18 Agustus 2009)
Ketakutan dirasakan oleh warga perbatasan NTT-Timor Leste, khususnya warga eks Timor Timur yang memiliki kerabat di Timor Leste. Sehingga mereka lebih memilih bertemu di perbatasan ketika mereka ingin berjumpa dengan kerabat mereka. Selain karena tidak memiliki paspor, hal itu mereka lakukan untuk menghindari ancaman pembunuhan dari warga Timor Leste. Melihat hal seperti ini, meski Indonesia sudah 65 tahun merdeka dan konflik Indonesia-Timor Leste sudah berakhir beberapa tahun yang lalu, namun jaminan keamanan oleh negara masih belum bisa mereka rasakan. Anggota DPRD Kabupaten Mimika, Martinus Maturbongs, berpendapat, skeptisasi publik itu buah trauma panjang masyarakat suku Amungme dan Kamoro akibat berbagai peristiwa sejak PTFI beroperasi di tanah ulayat mereka. (Korpus 54: Kompas, 20 Agustus 2009)
Bagi masyarakat Suku Amungme-Komoro di Merauke, aktivitas PTFI justru memunculkan berbagai masalah. Skeptisasi publik terkait tragedi penembakan di areal PTFI membuat kedua suku ini menjadi to user sasaran. Aktivitas PTFI commit yang mengambil tanah ulayat kedua suku di
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mimika ini, membuat mereka menjadi sasaran stigma buruk ketika muncul tragedi penembakan PTFI. Padahal belum tentu mereka terlibat, karena sampai saat ini kedua suku ini juga belum terbukti terlibat dalam tragedi tersebut. Pemerintah seharusnya bisa menjadi mediator antara masyarakat pribumi dan PTFI agar kecurigaan itu tidak terus berlanjut. Apalagi hingga saat ini wilayah di kawasan Keerom dan sekitarnya masih dianggap sebagai wilayah rawan kehadiran anggota OPM. Terakhir, pada paruh akhir Juli lalu, beberapa anggota OPM yang dihumpun Lambert Peukikir muncul di Wembi, tak jauh dari Banda. (Korpus 55: Kompas, 20 Agustus 2009) Cap sebagai sarang OPM pun makin sulit dihilangkan. Pater Jhon Djonga Pr yang pernah bertugas di Banda mengatakan, stigmatisasi itu membuat warga di Waris sulit berkembang dan maju, ada suasana kecurigaan. Hal senada juga diungkapkan oleh Pater Silas Wayan SVD yang saat ini bekerja di Banda. (Korpus 56: Kompas, 20 Agustus 2009)
Stigma buruk juga dirasakan Perbatasan Papua-Papua Niugini. Dicap sebagai sarang Organisasi Papua Merdeka (OPM) membuat daerah perbatasan Keerom sulit untuk berkembang. b. Analisis Superstruktur Berikut skematik berita-berita yang terdapat dalam tema kedua rubrik “Nasionalime di Tapal Batas”: Tabel III.3 Skematik Tema Kedua No. Edisi 1. Kompas, 10 Agustus 2009
Judul Berita Keindonesiaan Di Aceh Menerawang Aceh Dari Sawang
Skematik Jenis berita features. Jenis lead deskritif, menggambarkan bagaimana keberadaan Sawang. Dilanjutkan penjelasan bahwa Sawang di masa lalu merupakan basis GAM (Gerakan Aceh Merdeka), namun stigma itu masih melekat mesti konflik Aceh telah berakhir. Meskipun begitu, ada upaya untuk melebur kembali mantan GAM ke masyarakat, dengan memberi kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan sistem perekonomian, commit to user politik, dan melanjutkan pembangunan. Di
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
Kompas, 18 Agustus 2009
Mereka Memilih Bertemu Di Tapal Batas
3.
Kompas, 20 Agustus 2009
Dulu Sumber Penghidupan, Kini Sumber Persoalan
4.
Kompas, 20 Agustus 2009
Kekerabatan Papua-Papua Niugini Membangun Harapan Tanpa Rasa Takut
bagian akhir berisi ringkasan bahwa perdamaian saja belum cukup, ketika ketimpangan yang mencolok maka berpotensi memunculkan konflik baru. Jenis berita features. Keberadaan lead menggoda keingintahuan pembaca. Dilanjutkan penjelasan beberapa orang NTT yang sedang menunggu kerabatnya yang tinggal di Timor Leste untuk bertemu di perbatasan. Kemudian dijelaskan alasan tapal batas yang sering digunakan orang-orang untuk bertemu kerabatnya. Jenis berita features. Keberadaan lead untuk menggoda pembaca. Bagian awal feature menjelaskan beberapa orang yang dituduh terlibat tragedi PT Freeport Indonesia (PTFI) yang ditangkap polisi. Tragedi itu menjadikan sketisasi publik terhadap suku Amungme – Komoro di Mimika. Di bagian ending dijelaskan ringkasan berbagai masalah yang harus dihadapi kedua suku tersebut. Jenis berita features. Keberadaan lead menggoda keingintahuan pembaca. Kemudian dipaparkan pengalaman warga yang tinggal di perbatasan Papua-Papua Niugini yang sering menerima kunjungan kerabat dari Papua Niugini. Dilanjutkan penjelasan stigma yang masih melekat bagi masyarakat tersebut sehingga mereka kesulitan untuk maju dan berkembang, serta berhubungan dengan kerabat di Papua Niugini. Di bagian akhir berisi pemaparan tidak disiplinnya petugas imigrasi dalam menjaga perbatasan.
c. Analisis Struktur Mikro c. 1. Semantik Berikut analisis semantik yang terbagi dalam 3 elemen yaitu: latar, detil, dan maksud.
commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 1.1. Latar Penggunaan strategi latar dalam tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Pada masa lalu, Sawang dikenal sebagi basis pejuang GAM. Sebagian orang mengenalnya sebagai “Pentagon GAM”. Saat konflik memuncak, seiring dengan operasi pemantapan penyelenggaraan pemerintahan, Sawang lumpuh. Sebagai daerah berkategori hitam, Sawang mesti dipimpin oleh camat dari kalangan militer-sekalipun tetap saja pemerintahan tidak bisa berjalan efektif. (Korpus 57: Kompas, 10 Agustus 2009)
Sawang merupakan daerah paling kelam di masa konflik GAM. Secara implisit Kompas menyebut daerah tersebut sebagai “Pentagon GAM”, karena daerah itu merupakan basis pejuang pemberontak. Meski konflik telah berakhir, namun stigma negatif masih melekat bagi Sawang. Sehingga meski pemerintahan di daerah ini dipimpin kalangan militer sekalipun tetap saja belum bisa berjalan efektif. Keadaan buram yang dialami Sawang tersebut yang menjadi latar Kompas. Melihat Aceh dari Sawang menegaskan bahwa perdamaian saja tidak cukup menjadi modal pembangunan. Ketika stigma buruk masih dirasakan daerah ini maka sulit bagi Sawang untuk maju dan justru bisa memunculkan konflik baru. Tanah ulayat Gunung Ertsberg dan Grasberg dari generasi ke generasi menghidupi suku Amungme; sebagai tempat tinggal, lahan bercocok tanam, sekaligus tempat spiritual suku Amungme. Dalam pandangan orang Amungme, gunung itu adalah ibu, yang air susunya menghidupi mereka. “Namun, kami harus pergi meninggalkan tempat-tempat itu karena aktivitas pertambangan PTFI. Salah satu lokasi keramat kami, misalnya, kini menjadi bengkel di Temabagapura,” tutur Thomas Wamang. (Korpus 58: Kompas, 20 Agustus 2009)
commit to user
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Permasalahan yang dihadapi oleh suku Amungme-Kamoro di Timika, Mimika, Papua masih terus berlanjut hingga kini. Tragedi-tragedi yang terjadi di PTFI sering menyudutkan kedua suku ini, karena aktivitas PTFI memang mengambil lahan dari tanah ulayat suku Amungme-Kamoro. Selama ini tanah ulayat yang menjadi penghidupan kedua suku itu, yaitu Gunung Ertsberg dan Grasberg, menjadi salah satu lokasi aktivitas pertambangan PTFI. Dengan munculnya aktivitas PTFI tersebut, maka masyarakat kedua suku ini harus meninggalkan tanah ulayat tersebut. Persoalaan tanah ulayat inilah yang menjadi latar pemberitaan Kompas. Munculnya skeptisasi publik kepada suku AmungmeKomoro
yang
mendiami
Gunung
Ertsberg
dan
Garsberg
merupakan buah pengambilan kedua tanah ulayat tersebut oleh PTFI. Namun, pengalaman masa lalu itu pula yang membuat warga Waris hingga saat ini akrab dengan kehadiran aparat keamanan, seperti polisi, tantara, dan pasukan khusus. (Korpus 59: Kompas, 20 Agustus 2009) Pada suatu masa, kehadiran pasukan itu dirasakan intimidatif. Mereka kerap datang ke rumah-rumah warga menanyakan siapa yang pernah terlibat dalam OPM atau memiliki kerabat yang menjadi anggota OPM, menyimpan senjata atau apa pun yang terkait dengan OPM. (Korpus 60: Kompas, 20 Agustus 2009)
Kabupaten Keerom, yang merupakan daerah perbatasan Papua-Papua Niugini, juga tak luput dari stigmatisasi. Pengalaman masa lalu yaitu adanya pemberontakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) menjadikan daerah ini sebagai daerah yang rawan commit to user kehadiran OPM. Nuansa kecurigaan masih kental di daerah
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut sehingga sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang dan maju. Kompas menjadikannya latar pemberitaan, bahwasannya perbatasan Papua-Papua Niugini juga tak luput dari stigma sarang pemberontak dan konflik, sehingga suasana damai dan jaminan negara terkait keamanan sebagai modal untuk perkembangan dan pembangunan belum juga dirasakan oleh masyarakat di daerah Keerom, Papua. c. 1.2. Detil Penggunaan detil dalam tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: “Mana mau? Sekarang pun mereka hanya lewat untuk melihat kebunnya yang puluhan hektar, naik mobil mewah, kaca tertutup,” kata Teuku Sayed Azhar (29) sambil menyebut salah satu mantan petinggi GAM. Sayed, bapak satu anak itu, bekas anggota pasukan GAM di Deli. Masuk GAM sejak usia 17 tahun, Sayed berkualifikasi sebagai pasukan komando. Sayed adalah otak sejumlah peledakan di Medan. Tertangkap, Sayed masuk ke Penjara Tanjung Gusta, Medan, 2003. Vonis 12 tahun hanya dijalaninya sampai 2006, seiring dengan perjanjian MOU Helsinki. Tak heran jika ketimpangan semacam itu membangkitkan protes di lingkup internal GAM. Misalnya, di Sawang sempat muncul “pasukan pedang” yang antara lain juga tidak sejalan dengan eks GAM yang tergabung dalam Komite Peralihan Aceh. Menurut Sayed, hal itu muncul karena pasukan GAM sejak awal telah didoktrin untuk melawan yang dianggap tidak benar. “Kalau sudah masuk ke pemerintah, mereka jadi orang lain. Salah pun akan kami katakan salah,” ujar Sayed berapiapi. (Korpus 61: Kompas, 10 Agustus 2009)
Stigma yang dirasakan oleh para mantan GAM di Sawang NAD masih begitu lekat, bahkan dari mereka yang sama-sama dulunya juga merupakan anggota GAM. Hal tersebut karena masih besarnya ketimpangan kehidupan sosial ekonomi di antara mereka. Sehingga yang terjadi mereka tidak saling membantu dan commit to user
110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan kepercayaan bagi mereka, para eks GAM, yang belum memiliki kehidupan sosial ekonomi yang baik, agar bisa berkembang dan hidup layak. Komandan Komando Resor Militer 161/Wirasakti Kupang Kolonel Dody Usodo Hargo Suseno menceritakan, 9 Agustus lalu, Sekretaris Camat Kobalima Martinus Bere, warga Dusun Lekekun Atas Selatan, Kabupaten Belu, NTT – yang memasuki wilayah Timor Leste bersama istrinya – ditangkap kepolisian Timor Leste di Dili. “Padahal Martinus ke sana dilengkapi dokumen keiimigrasian resmi. Martinus saat itu hendak mengunjungi keluarganya di Distrik Suai. Ia dituduh bekas anggota milisi (tahun 1999). Padahal, Komisi Kebenaran dan Persahabatan antara Timor Leste dan Indonesia telah selesai (membahas persoalan masa lalu). Sampai sekarang Martinus masih ditahan di Dili,” papar Dody. (Korpus 62: Kompas, 18 Agustus 2009)
Dalam korpus 133, detil menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh salah satu warga perbatasan NTT-Timor Leste, yang hendak mengungjungi kerabatnya yang ada di Timor Leste. Meski
sudah
dilengkapi
dokumen-dokumen
resmi
untuk
melakukan perjalanan lintas batas negara, namun pihak kepolisisan Timor Leste masih menangkap dan mempersoalkan salah satu WNI tersebut. Hal ini menunjukkan jaminan keamanan kedua negara masih belum bisa mereka rasakan, meski segala persyaratan untuk melakukan perjalanan lintas batas negara sudah lengkap dan konflik antara Indonesia-Timor Leste sudah berakhir beberapa tahun yang lalu. c. 1.3. Maksud Penggunaan strategi maksud dalam tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: commit to user
111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tengku Muhammad Hasan di Tiro – lebih dikenal sebagai Wali Nanggroe – dalam pidato saat kembali ke Aceh setelah lebih dari 30 tahun tinggal dan menetap di Swedia menyatakan konflik sudah berakhir. Yang harus dilakukan rakyat Aceh adalah melanjutkan pembangunan menuju kesejahteraan. (Korpus 63: Kompas, 10 Agustus 2009)
Dalam korpus di atas, strategi maksud Kompas menjelaskan bahwa konflik GAM sudah berakhir seiring ditandatanganinya perjanjian MoU Helsinki, maka yang harus dilakukan rakyat NAD adalah melanjutkan pembangunan guna mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, seyogyanya stigma kepada para eks GAM baik yang muncul dari masyarakat ataupun dari para sesama mantan anggota GAM harus dihilangkan. Namun, dengan situasi batin dan pengalaman sejarah masa lalu, ada perasaan lain bergelayut dalam benak warga. Warga, sebagaimana diungkapkan oleh Julce May, berharap kehadiran pemerintah lebih tampak dalam bentuk-bentuk pelayanan publik yang lebih optimal. (Korpus 64: Kompas, 20 Agustus 2009)
Stategi maksud dalam korpus di atas menjelaskan bahwa meski masih melekat dengan ketakutan karena pengalaman masalalu, hendaknya pemerintah lebih memperhatikan daerah perbatasan Papua-Papua Niugini tersebut. Sehingga hubungan harmonis antara masyarakat dan pemerintah akan terwujud sehingga stigma dan ketakutan masyarakat kian memudar karena pemberontakan semacam OPM tidak akan muncul kembali. c. 2. Sintaksis Pengguaan elemen tintaksis Kompas pada tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi penggunaan bentuk commit to user kalimat dan koherensi.
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 2.1. Bentuk Kalimat Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks Kompas: Menyebut Sawang berarti menunjuk wilayah paling hitam dalam sejarah konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia lebih dari 30 tahun. (Korpus 65: Kompas, 10 Agustus 2009) Alasan lain mengadakan pertemuan di perbatasan adalah karena warga eks Timor Timur umumnya merasa belum aman mudik ke kampung mereka. (Korpus 66: Kompas, 18 Agustus 2009) Tidak selalu kunjungan dari kerabat menggembirakan. Meski tidak harus mempersiapkan banyak hal, di tengah berbagai macam keterbatasan, kunjungan tersebut tetap dirasakan merepotkan meski hanya untuk bermalam saja. (Korpus 67: Kompas, 20 Agustus 2009) Warga yang tinggal di Banda, tak jauh dari tapal batas pun terpaksa pergi meninggalkan kampung mereka untuk menyelamatkan diri. Mereka takut dituduh terlibat gerombolan. (Korpus 68: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada korpus 65, 66, 67, dan 68, Kompas menggunakan bentuk kalimat aktif. Kata “menyebut” pada korpus 65 memberi kesan Kompas stigma pada Sawang sangat kuat. Namun agar terkesan tak “menuduh” pihak-pihak tertentu, Kompas tidak menyertakan subyek dalam kalimat tersebut. Sedangkan kata “mengadakan”, “menggembirakan”, dan “meninggalkan” yang tersaji pada korpus 66, 67, dan 68 memberi kesan ketakutan masyarakat perbatasan masih lekat. Masyarakat perbatasan menjadi subyek dalam merasakan ketakutan tersebut. Sawang mesti dipimpin oleh camat dari kalangan militer-sekalipun tetap saja pemerintahan tidak bisa berjalan efektif. (Korpus 69: Kompas, 10 Agustus 2009) Motaain, satu dari tujuh pos lintas batas di NTT, menurut Jasser maupun Isnin Muhammah (dari Bea dan Cukai Motaain), setiap hari dimanfaatkancommit sekitar 100 pelintas batas. to user (Korpus 70: Kompas, 18 Agustus 2009)
113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jonas, Victor, dan puluhan orang lainnya akhirnya dilepas polisi karena tak cukup bukti terlibat aksi penembakan di lereng Gunung Ertsberg dan Grasberg. (Korpus 71: Kompas, 20 Agustus 2009) “Trauma masyarakat Amungme-Kamoro berlangsung sejak tahun 1970an dan sampai sekarang tidak ada proses hukum (atas pelanggaran HAM yang terjadi). Bagaimana orang dimasukkan dalam kontainer, dihilangkan. Masyarakat Amungme dan Kamoro merasa selalu jadi sasaran dan disudutkan,” kata Maturbongs di Timika, 24 Juli. (Korpus 72: Kompas, 20 Agustus 2009) Warga yang tinggal di Banda, tak jauh dari tapal batas pun terpaksa pergi meninggalkan kampung mereka untuk menyelamatkan diri. Mereka takut dituduh terlibat gerombolan. (Korpus 73: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada korpus 69, 70, 71, 72, dan 73, Kompas menggunakan bentuk kalimat pasif. Dengan bentuk kalimat tersebut menunjukkan Kompas ingin memberi kesan bahwa masyarakat dan daerah yang terstigmatisasi publik, tidak berdaya, hanya menjadi obyek semata. c. 2.2. Koherensi Koherensi yang digunakan Kompas dalam tema kedua adalah pengingkaran. Berikut sajian kalimat Kompas yang menggunakan strategi pengingkaran: Melihat Aceh dari Sawang, menegaskan kenyataan; perdamaian saja belum cukup. Ketika kemiskinan tidak terkurangi dan ketimpangan sedemikian mencolok, api kemarahan sewaktu-waktu bisa dilampiaskan. (Korpus 74: Kompas, 10 Agustus 2009) Pada era kemerdekaan ini, warga kedua negara bertetangga itu memang relatif bebas bergerak. Tapi, bisakah dikatakan mereka sudah benarbenar “merdeka”? (Korpus 75: Kompas, 18 Agustus 2009) Perputaran uang besar di Timika pun menjadi magnet bagi banyak orang untuk datang ke Timika dan menghasilkan persoalan sosial yang tak berujung. (Korpus 76: Kompas, 20 Agustus 2009)
commit to user
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Meskipun sedikit merepotkan, kedatangan itu tetap disambut dengan tangan terbuka, apalagi kekerabatan di antara mereka tak hanya terikat oleh darah, tetapi juga pengalaman pada masa lalu. (Korpus 77: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada keempat Korpus di atas, Kompas menggunakan strategi pengingkaran untuk menyampaikan wacana stigma dan ketakutan yang dirasakan warga perbatasan Indonesia. Pada Korpus 74, dijelaskan bahwa konflik di Aceh telah berakhir. Namun pengingkaran Kompas disebutkan bahwa meski konflik berakhir bukan berarti tidak akan muncul konflik serupa seperti GAM, karena kehidupan sosial yang terjadi masih memarjinalkan mereka para eks GAM sehingga muncul ketimpangan yang bisa memunculkan konflik kembali. Pada
korpus
75,
Kompas
menggunakan
strategi
pengingkaran dengan pertanyaan retoris. Saat ini memang Indonesia telah merdeka, dan konflik di Timor Leste juga telah berakhir. Namun lemahnya jaminan keamanan bagi warga NTT yang melakukan kunjungan lintas batas ke Timor Leste untuk bertemu kerabat mereka, menunjukkan mereka belum merasakan kemerdekaan tersebut. Pada korpus 76, pengingkaran Kompas menjelaskan kehidupan industri di Mimika yang menguntungkan dan sekaligus merugikan. Beberapa pihak diuntungkan karena kehidupan industri di Mimika menjadi lahan penghasilan yang cukup besar. Namun persoalah PTFI yang menguras commit to usertanah ulayat masyarakat pribumi
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
justru memunculkan problem sosial yang sampai saat ini tak kunjung selesai. Hal itu ditunjukkan dengan masih banyaknya konflik yang berujung stigma buruk bagi masyarakat pribumi. Pada korpus 77, pengingkaran Kompas menjelaskan mereka warga perbatasan Papua yang ketakutan ketika menerima kunjungan kerabat dari Papua Niugini, tetapi tetap menerima dengan baik kunjungan tersebut karena kekerabatan di antara mereka cukup baik. c. 3. Leksikon Strategi leksikon dalam tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Jika perubahan fundamental yang pernah dijanjikan tidak kunjung mewujud, antiklimaks bisa terjadi. (Korpus 78: Kompas, 10 Agustus 2009) Perputaran uang besar di Timika pun menjadi magnet bagi banyak orang untuk datang ke Timika dan menghasilkan persoalan sosial yang tak berujung. (Korpus 79: Kompas, 20 Agustus 2009) Enam jam sebelumnya, Jonas Uwamang, mertua Atina, dicocok polisi. (Korpus 80: Kompas, 20 Agustus 2009) Mereka takut dituduh terlibat gerombolan. (Korpus 81: Kompas, 20 Agustus 2009) Saat itu tentara beroperasi di kampung-kampung untuk memburu orang-orang yang diduga terlibat gerakan OPM. (Korpus 82: Kompas, 20 Agustus 2009) Kepala Polresta Jayapura Ajun Komisaris Besar Robert Djenso mengakui, banyak warga negara tetangga yang berkeliaran hingga ke Kota Jayapura secara bebas. (Korpus 83: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada korpus 78 dan 79, strategi leksikon yang disajikan Kompas adalah untuk menghaluskan makna. Kata “perubahan commit to user
116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
fundamental” dapat diartikan perubahan kehidupan rakyat Aceh terutama eks GAM yang masih miskin dan terstigma buruk. Untuk mengurangi kesan negatif Kompas menggunakan kata “antiklimaks” dalam menjelaskan akibat stigma bagi para eks GAM yang mendiami Aceh. Sedangkan kata “persoalan sosial” digunakan Kompas untuk menjelaskan problem stigma dan cap buruk yang disematkan bagi mereka penduduk Mimika Papua. Selain leksikon yang bertujuan untuk menghaluskan makna, Kompas juga menggunakan pilihan-pilihan kata untuk mengkasarkan makna, hal itu tersaji pada korpyus 80, 81, 82, dan 83. Kata “dicocok” dapat diartikan ditangkap. Kata “dicocok” tersebut digunakan Kompas untuk menguatkan kesan stigma negatif pada masyarakat perbatasan. Kata “gerombolan” pada korpus 81 menjelaskan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pada korpus 82, Kompas memilih kata “memburu” dalam menjelaskan penangkapan para orang-orang yang diduga sebagai OPM, hal itu untuk menguatkan kesan negatif bagi para pemberontak yang bertujuan mengacaukan NKRI. Sedangkan kata “berkeliaran” digunakan Kompas dalam menjelaskan banyaknya warga negara Papua Niugini yang datang ke Papua tanpa mematuhi persyaratan hukum yang berlaku.
commit to user
117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 4. Retoris Pengguaan elemen retoris Kompas pada tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi grafis dan metafora. c. 4.1. Grafis Berikut strategi grafis yang tersaji dalam pemberitaan Kompas: Pada masa lalu, Sawang dikenal sebagi basis pejuang GAM. Sebagian orang mengenalnya sebagai “Pentagon GAM”. (Korpus 84: Kompas, 10 Agustus 2009) Pendatang baru yang memasuki Sawang butuh “izin khusus” dari berbagai pihak yang kenal kondisi wilayah itu. (Korpus 85: Kompas, 10 Agustus 2009) Namun, Thomas Wamang justru berpendapat kucuran uang besar itu menjadi masalah baru. “Dahulu kami sangat berhati-hati dengan uang. Sekarang, uang yang atur kehidupan kami. Ketika uang di saku, yang terjadi justru bar-bir-bor (pergi ke bar, mabur bir, lalu ke lokalisasi).” (Korpus 86: Kompas, 20 Agustus 2009)
Pada korpus 84 dan 85, Kompas mengguakan tanda (“) dalam stategi grafisnya untuk menandai kata “Pentagon GAM” dan “izin
khusus”.
Hal
itu
bertujuan
agar
khalayak
lebih
memperhatikan dua kata yang diberi tanda tersebut. Kata “Pentagon GAM” menjelaskan bahwa Sawang merupakan basis pemberontak GAM seperti halnya kota Pentagon yang menjadi basis pemberontak. Sedangkan kata “izin khusus” memberi kesan bahwa orang yang ingin berkunjung atau tinggal di Sawang perlu perizinan yang lebih kompleks dan berbeda dari perizinan yang commit to user
118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lazimnya orang ingin tinggal atau berkunjung ke suatu tempat di Indonesia. Pada korpus 86, Kompas menggunakan kata yang dicetak miring untuk menunjukkan strategi grafisnya. Kata bar-bir-bor diartikan sebagai pola hidup yang sebatas foya-foya. Hal tersebut terjadi karena masyarakat pribumi di Papua gagap dengan pola hidup modern sehingga justru dirugikan dengan mudahnya mendapatkan uang. c. 4.2. Metafora Untuk strategi metafora, Kompas hanya menyajikan satu korpus sebagai berikut: Dalam pandangan orang Amungme, gunung itu adalah ibu, yang air susunya menghidupi mereka. (Korpus 88: Kompas, 20 Agustus 2009)
Penggunaan
kalimat
kiasan
pada
korpus
di
atas
menunjukkan kesan begitu pentingnya tanah ulayat masyarakat suku Amungme yaitu Gunung Erstberg dan Garsberg dalam kehidupan mereka. Seharusnya kedua tempat itu tidak menjadi salah satu lokasi aktivitas PTFI. 3. Tema:
Kondisi
Pendidikan,
Kesehatan,
dan
Kesejahteraan
Masyarakat di Daerah Tapal Batas Indonesia a. Analisis Struktur Makro Kompas berusaha intens dalam pemberitaan terkait tema ketiga rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” ini dengan menyajikan delapan commit to user berita. 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ketiadaan sekolah formal membuat sekolah hutan yang didirikan lembaga swadaya masyarakat Yayasan Citra Mandiri sejak setahun lalu itu langsung disambut gembira warga Sangong. Begitu haus akan pendidikan, kini ada dua kelompok masyarakat tetangga Sangong yang berebut agar sekolah hutan diadakan di dekat daerah mereka. (Korpus 89: Kompas, 20 Agustus 2009) Keterbatasan fasilitas pendidikan bukanlah satu-satunya persoalan di pelosok Siberut itu. Pelayanan kesehatan juga tidak ada di Sangong. Sejak tahun 2007 memang telah ada sebuah puskesmas di Siberut Selatan dengan 2 dokter, 21 perawat, dan 5 bidan. Namun, sampai sekarang tidak satu pun tenaga medis itu yang ada di Sangong. Akibatnya, pengetahuan dan kualitas kesehatan warga dusun tersebut sangat minim. (Korpus 90: Kompas, 20 Agustus 2009)
Kondisi pendidikan di pedalaman Siberut masih jauh dari layak. Hal ini disebabkan karena minimnya sarana penunjang belajar seperti sekolah, sehingga ada beberapa warga yang berinisiatif mendirikan sekolah hutan. Selain pendidikan, pengetahuan dan kualitas kesehatan masyarakat pedalaman Siberut juga masih sangat minim. Tugas pemerintah untuk memberikan jaminan dan pelayanan kesehatan juga belum maksimal, malah cenderung menurun dengan tidak adanya tenaga dan ahli medis yang bertugas di Sangong, Siberut. Sebagai veteran, Nayau rupanya tak lagi mendapat pensiun – sebagaimana nasib panglima Abio di Dusun Punti Tapou, Desa Nekan, Kecamatan Entikong. (Korpus 91: Kompas, 20 Agustus 2009) Abio dan Nayau, karena ketidakmapuan ekonomi mereka, hingga kini masih tinggal di tanah dusun kelahiran mereka. Uang pensiun dan jatah beras tak lagi mereka terima, kecuali pangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda) tituler karena jasanya. (Korpus 92: Kompas, 20 Agustus 2009)
Kondisi kesejahteraan bagi masyarakat di perbatasan KalbarSerawak juga belum membaik. Hal itu dipertegas dengan korpus 30 dan 31 Kompas yang memberitakan panglima-panglima di perbatasan yang berjuang untuk menjaga keutuhan NKRI namun balas jasa yang diberikan commit usermereka berikan. Mereka yang di negara tak setimpal dengan jasa to yang
120
perpustakaan.uns.ac.id
masalalu
digilib.uns.ac.id
ikut
berjuang
menjaga
kestabilan
keamanan,
sehingga
kesejahteraan masyarakat bisa terwujud, namun timbal balik yang diberikan negara belum bisa memberi kesejahteraan bagi mereka. Untuk di wilayah utara Kaltim, kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Nunukan Jabbar, pertanian di Sebatik paling maju. Kemajuan ini terjadi selain karena para petaninya rajin dan tanahnya subur, mereka juga bergairah lantaran memiliki pasar yang jelas, yakni ke Tawau. (Korpus 93: Kompas, 20 Agustus 2009) Yang mesti dilakukan pemerintah sekarang, kata Syafaruddin, adalah memacu pembangunan di wilayah perbatasan kaltim ini dengan fokus memajukan kesejahteraan masyarakatnya. Bukan sebaliknya, mereka terus dibiarkan mencari hidup sendiri terus bergantung dari negeri jiran. (Korpus 94: Kompas, 20 Agustus 2009)
Untuk daerah perbatasan Kaltim-Malaysia, kesejahteraan disana jauh lebih baik. Hal ini karena mereka bisa mengembangkan pertanian di kawasan perbatasan dengan baik. Namun ketergantungan dengan negeri tetangga masih kuat. Para petani Sebatik lebih memilih menjual hasil-hasil buminya ke Tawau Malaysia dengan alasan pasar yang jelas, sehingga hasil bumi mereka habis terjual. Melihat hal ini, seharusnya pemerintah lebih memberikan perhatian dan kontribusi nyata melalui pembangunanpembangunan fasilitas yang bisa mendukung terpenuhinya kesejahteraan masyarakat dengan lebih baik, bukannya membiarkan penduduk perbatasan
tersebut
memenuhi
kebutuhan
hidupnya
dengan
menggantungkan diri kepada negara Malaysia. Akan tetapi, postulat bahwa pembangunan untuk kesejahteraan rakyat nyaris terabaikan. Ketersediaan listrik dan bahan bakar minyak serta ekonomi yang hidup menjadi persoalan krusial. “Rasanya kami mau mati saja. Apa gunanya ada beras kalau tidak bisa masuk,” kata Nico Tindi, Camat Karatung. Untuk mengambil kayu di hutan dilarang oleh pemerintah karena khawatir daerah itu tandus. (Korpus 95: Kompas, 20 Agustus 2009)
commit to user
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Masyarakat Miangas dan Marore juga sangat merasakan beban hidup menyusul merosotnya pendapatan perikanan yang menjadi sumber hidup sebagian masyarakat. Itu karena harga BBM sangat tinggi. (Korpus 96: Kompas, 20 Agustus 2009) Pernyataan Dalope boleh jadi merupakan kompensasi rakyat yang sudah lama menderita dan merasakan ketimpangan ekonomi. “Tak semata soal uang, tetapi rakyat sudah lama hidup susah,” kata Camat Miangas Sepno Lantaa menambahkan. (Korpus 97: Kompas, 20 Agustus 2009)
Keadaan masyarakat Pulau Miangas dan Marore, yang merupakan perbatasan Indonesia-Filipina, lebih memprihatinkan. Sarana penunjang kesejahteraan begitu mahal untuk bisa mereka dapatkan. Ketersediaan kebutuhan-kebutuhan pokok yang masih terbatas dan juga harganya tinggi membuat mereka tak bisa berbuat banyak. Karakter Miangas dan Marore yang merupakan pulau dengan perairan terbuka karena berada di bibir Samudra Pasifik, membuat penyediaan bahan-bahan kebutuhan pokok seperti BBM banyak terganggu aktivitas cuaca. Namun bukan berarti mereka
dibiarkan
sendiri,
pemerintah
harus
bisa
memecahkan
permasalahan tersebut sehingga masyarakat Miangas dan Marore tidak terlantarkan lantaran faktor kondisi alam yang kurang mendukung. Daerah-daerah perbatasan di NTT pada umumnya gersang. Pada musim kemarau ini tanah mengeras seperti batu. Karena itu, saat mengolah lahan atau ladang, umumnya warga menggunakan linggis, bukan cangkul seperti di Pulau Jawa. Itu sebabnya, mulai dari anak-anak hingga kaum ibu, mereka semua setiap hari disibukkan pekerjaan mencari air bersih sekadar untuk masak dan minum. (Korpus 98: Kompas, 20 Agustus 2009) Air bersih dan pengetahuan kesehatan yang minim, juga kondisi ekonomi yang pas-pasan bahkan kurang, membuat sebagian besar penduduk perbatasan hanya bisa mengenakan pakaian berwarna kumal dan lusuh. (Korpus 99: Kompas, 20 Agustus 2009)
Daerah perbatasan NTT-Timor Leste pada umumnya merupakan daerah gersang, sehingga sulit bagitomasyarakat yang mendiami perbatasan commit user
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut untuk mengembangkan pertanian demi memenuhi kepentingan ekonominya. Kondisi alam yang seperti itu membuat anak-anak dan kaum ibu sibuk mencari air bersih sekedar untuk masak dan minum. Selain itu pengetahuan dan kesadaran kesehatan masyarakat juga masih minim. Realitas kehidupan seperti itulah yang di alami para penduduk eks Timor Timur yang sekarang mendiami NTT. Terletak di ujung timur wilayah republik ini, pelaku pendidikan di Merauke selalau ketinggalan menerima perkembangan informasi terbaru mengenai kebijakan pendidikan yang sentralistik. (Korpus 100: Kompas, 20 Agustus 2009) Hendrikus, yang akrap disapa Romo Hengky, memandang pembelajaran kontekstual adalah formula jitu bagi anak Merauke. Karakteristik tumbuh kembang anak-anak itu lekat dengan alam raya. (Korpus 101: Kompas, 20 Agustus 2009) Lenda tahapari, guru SD di Erambu, dekat pos perbatasan RI-Papua Niugini, menjadikan pembelajaran kontekstual sekaligus sebagai kiat untuk merangsang anak giat bersekolah. (Korpus 102: Kompas, 20 Agustus 2009)
Selalu ketinggalan dalam mendapatkan informasi terbaru tentang pendidikan, itulah yang dialami sekolah-sekolah yang ada di Merauke. Kebijakan dunia pendidikan yang sentralistik justru membuat pendidikan di Merauke sulit berkembang, karena keterlambatan dalam segala hal, baik itu informasi pendidikan atau pun sarana dan fasilitas belajar. Oleh karena itu, para guru pengajar di Merauke juga memanfaatkan cara-cara belajar kontekstual, seperti memanfaat alam sebagai sarana pendidikan. Thomas Wamang, warga suku Amungme, meratapi kaummnya yang kini justru mendewakan uang. Uang yang selayaknya jadi sarana lantas berubah menjadi tujuan dan bahayanya telah mengubah cara hidup masyarakatnya. Uang tidak lagi menjadi sarana membangun, tetapi menjadi energi yang menjerumuskan. (Korpus 103: Kompas, 20 Agustus 2009) Alhamid mengatakan, kebijakan pembangunan dan investasi di Papua justru kerap memarjinalkan masyarakat pribumi. commit to user(Korpus 104: Kompas, 20 Agustus 2009)
123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di Mimika, transformasi sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan justru malah menjadi hal sebaliknya. Perubahan menuju modern terkesan gagap
karena
masih
minimnya
pengetahuan
penduduk
pribumi.
Pembangunan dan investasi yang berkembang di Mimika justru mengasingkan masyarakat pribumi, sehingga kehidupan modern tersebut menjadi permasalahan baru, bukan mengurangi keterbelakangan yang dialami oleh masyarakat pribumi tersebut. b. Analisis Superstruktur Berikut skematik berita-berita yang terdapat dalam tema ketiga rubrik “Nasionalime di Tapal Batas”: Tabel III.4 Skematik Tema Ketiga No. Edisi 1. Kompas, 11 Agustus 2009
2.
Kompas, 13 Agustus 2009
3.
Kompas, 14 Agustus
Judul Berita Satu Nusa Satu Bangsa Di Pedalaman Siberut
Skematik Jenis berita features.Lead berisi kutipan lagu “Satu Nusa Satu Bangsa”. Bagian awal dijelaskan kondisi pendidikan di Daerah Pedalaman Siberut. Dilanjutkan penjelasan kondisi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang masih minim. Bagian ending berisi sengatan dengan pertanyaan dimana kehadiran negara untuk memperbaiki kesejateraan rakyatnya? Sanggau Jenis berita features. Jenis lead yang Perbatasan digunakan adalah lead yang bercerita, Burungmenceritakan kondisi kampung Panglima Abio Burung dan Nayau. Bagian awal menceritakan Enggang pengalaman kedua Panglima yang berjuang Yang untuk menjaga keutuhan NKRI. Namun jasa Terpanggang yang diberikan kedua panglima itu tak setimpal dengan imbalan kesejahteraan yang diberikan negara. Di bagian akhir berisi tempat tinggal kedua panglima tersebut yang nasibnya sama, belum memiliki taraf hidup yang layak. Perbatasan Jenis berita features. Lead bercerita tentang commit to user Kaltim penduduk Sebatik yang sering melintas portal
124
perpustakaan.uns.ac.id
2009
4.
Kompas, 15 Agustus 2009
5.
Kompas, 18 Agustus 2009
6.
Kompas, 19 Agustus 2009
7.
Kompas, 21 Agustus 2009
digilib.uns.ac.id
Menembus perbatasan. Kemudian dipaparkan penduduk Malam Ke Sebatik yang memanfaatkan tanah perbatasan Negeri sebagai lahan pertanian, namun para petani Seberang masih menggantungkan penjualan hasil bumi tersebut dengan negara Malaysia. Di bagian akhir ditulis potongan balik bahwa pemerintah hendaknya fokus memajukan kesejahteraan masyarakat, sehingga masyarakat tidak terus bergantung ke negara tetangga. MiangasJenis berita features. Lead bercerita perjalanan Marore menuju Miangas. Dilanjutkan pemaparan Nasionaslisme karakter Miangas dengan keadaan perairan Itu Mahal cukup terbuka dan cukup memiriskan. Kemudian penjelasan keadaan kesejahteraan masyarakat Miangas yang haus akan taraf hidup layak. Di bagian akhir berisi kekecewaan masyarakat Miangas akan sikap pemerintah yang tidak kunjung memberi perhatian serius. Perbatasan RI- Jenis berita features. Diawali lead yang Timor Leste menceritakan suasana anak-anak pulang Hidup Kami sekolah. Dilanjutkan penjelasan keadaan Ini Keras, perbatasan NTT-Timor Leste yang gersang Mama… dan minim air bersih. Kehidupan masyarakat juga masih jauh dari sejahtera, ditambah lagi kondisi pendidikan yang juga belum optimal. Di bagian akhir ditutup ringkasan mengenai kehidupan masyarakat perbatasan NTT-Timor Leste yang belum bisa berfikir maju dan hanya tahu bagaimana mengisi waktu untuk bertahan hidup. Lilin Selalu Jenis berita features. Keberadaan lead untuk Menyala Di menggoda pembaca. Dilanjutkan penjelasan Ufuk Timur kegiatan belajar-mengajar yang menggunakan cara-cara kontekstual untuk merangsang anakanak giat bersekolah. Ketinggalan menerima perkembangan informasi kebijakan pendidikan dari pusat, keterbatasan tenaga pengajar dan fasilitas belajar menjadi protret kondisi pendidikan di daerah ini. Di bagian akhir berisi pemaparan ketekunan tenaga pengajar di Merauke meski fasilitas yang ada masih terbatas. Kumparan Jenis berita features. Lead berisi ringkasan Fatamorgana dari features. Bagian awal berisi pemaparan commit to user Transformasi perubahan pola masyarakat pribumi menjadi
125
perpustakaan.uns.ac.id
8.
digilib.uns.ac.id
Kompas, 21 Agustus 2009
Sosial Tak mendewakan uang karena mereka tidak bisa Beararah menggunakannya dengan baik. Kemudian penjelasan proses transformasi masyarakat pribumi ke kehidupan modern yang tidak berjalan baik. Bagian akhir berisi pemaparan agar harmonisasi pemerintah dan masyarakat pribumi lebih serius sehingga kedua pihak sama-sama diuntungkan. Perbatasan Jenis berita features. Keberadaan lead NTT-Timor menggoda keingintahuan pembaca. Di bagian Leste awal dipaparkan keadaan kesejahteraan Daftar masyarakat eks Timor Timor yang tinggal di Masalah Di NTT, yang masih hidup di barak-barak Tapal Batas pengungsian. Kemudian dijelaskan kehidupan mereka yang masih jauh dari layak karena miskinnya lapangan pekerjaan. Persoalan lain adalah persoalan batas kedua negara yang masih menjadi perdebatan sehingga menyusahkan warga yang tinggal di perbatasan. Di bagian akhir berisi pemaparan yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di perbatasan NTT-timor Leste.
c. Analisis Struktur Mikro c. 1. Semantik Berikut analisis semantik yang terbagi dalam 3 elemen yaitu: latar, detil, dan maksud. c. 1.1. Latar Penggunaan strategi latar dalam tema ketiga rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Sementara pendidikan formal, meski hanya setingkat SD, menjadi hal mahal. SD terdekat dari Sangong ada di Dusun Saliguma yang berjarak sekitar 12 kilometer atau tiga jam perjalanan kaki dengan menembus hutan dan bukit. (Korpus 105: Kompas, 11 Agustus 2009)
commit to user
126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterbatasan sekolah formal di pedalaman Siberut menjadi latar pemberitaan Kompas untuk menggambarkan keadaan pendidikan di daerah itu yang masih jauh dari layak. Anak-anak pedalaman Siberut baru bisa menikmati sekolah hutan yang digagas maka lembaga swadaya Yayasan Citra Mandiri, untuk sekedar mengerti pendidikan. Perikehidupan dan kondisi kampung halaman Panglima Abio (68) dan Panglima Nayau (82) boleh jadi mirip situasi dua patung “Sandung” yang kami temukan di pedalaman Kecamatan Melenggang. Patung di dusun Melenggang dan Miru tersebut kepanasan di bawah sengatan matahari. (Korpus 106: Kompas, 13 Agustus 2009)
Kompas
secara
eksplisit
menggambarkan
keadaan
kesejahteraan masyarakat kampung halaman Panglima Abio dan Panglima Nayau seperti dua patung “Sandung” yaitu patung burung rangkok yang terpanggang kepanasan. Masyarakat di kampung kedua panglima itu masih haus akan kehidupan yang layak. Kedua panglima tersebut adalah dua pahlawan yang ikut berjuang untuk menyelesaikan konfrontasi RI-Malaysia tahun 1965-1972 dan saat Indonesia menghadapi Parako (Partai Komunis China di perbatasan Sewarak). Namun sampai saat ini, 65 tahun Indonesia merdeka, keadaan dua kampung halaman dari dua panglima yang pernah berjasa untuk menjaga keutuhan NKRI masih sama, belum ada perkembangan yang signifikan. Dua patung “Sanggau” yang kepanasan itulah yang diambil sebagai latar pemberitaan Kompas commit to user
127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk menggambarkan keadaan kesejahteraan dua kampung di perbatasan Kalbar-Malaysia ini. “Tujuan mereka cuma menjual hasil pertanian ke Tawau. Semua terjual karena sudah pesanan para pedagang di sana,” kata Khumson, Koordinator Penyuluh Pertanian Sebatik. (Korpus 107: Kompas, 14 Agustus 2009) Selama ini, perdagangan lintas batas tidak bermasalah. Sebab, para petani tidak pernah merusak atau menggeser patok batas kedua negara. (Korpus 108: Kompas, 14 Agustus 2009) Para petani di sana justru memanfaatkan lahan perbatasan untuk bertani. Kepentingannya hanya satu, hasil usaha tani ini terus terserap pasar di Tawau. Dengan begitu, kehidupan mereka juga bisa terpenuhi. (Korpus 109: Kompas, 14 Agustus 2009)
Perbatasan Sebatik-Malaysia merupakan daerah yang subur, yang dimanfaatkan masyarakat perbatasan untuk bertani. Hasil pertanian itu yang nantinya akan dijual ke Pasar Tawau, Malaysia. Masyarakat memilih perdagangan lintas batas dengan alasan harga jual yang lebih tinggi dan kejelasan pembeli, sehingga hasil-hasil pertanian tersebut laku terjual semuanya. Ketiga korpus di atas menjadi latar pemberitaan Kompas, dimana masyarakat Sebatik memanfaatkan lahan pertanian di daerah perbatasan dan menjual hasil bumi tersebut ke Tawau, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kekecewaan masyarakat Miangas dan Marore akan hadirnya “Indonesia” di sana agak emosional, sebab sampai Indonesia merayakan kemerdekaan ke-64 rahun ini, belum ada seorang pun presiden yang berkunjung ke sana. “Kami rindu kunjungan presiden. Biar lihat rakyat perbatasan,” kata Betoel Dalope, warga Miangas. (Korpus 110: Kompas, 15 Agustus 2009)
Kompas menggambarkan latar pemberitaan secara eksplisit, bahwa kehidupan masyarakat Miangas-Marore benar-benar masih jauh dari layak. Kekecewaan akan minimnya perhatian negara commit to user
128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masih begitu kental. Meski kemerdekaan Indonesia telah berumur 64 tahun, namun kehidupan masyarakat Miangas-Marore masih terbelakang. Mereka merasakan begitu mahalnya untuk bisa sejahtera, padahal mereka juga bagian dari negara Indonesia yang berhak memperoleh perhatian pemerintah. Terletak di ujung timur wilayah republik ini, pelaku pendidikan di Merauke selalau ketinggalan menerima perkembangan informasi terbaru mengenai kebijakan pendidikan yang sentralistik. Contohnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diterapkan secara nasional, tetapi di Merauke baru gencar disosialisasikan, terutama di sekolah swasta. (Korpus 111: Kompas, 19 Agustus 2009) Bagi Hendrikus Kariwop, Ketua Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Merauke, yang menaungi 163 SD-perguruan tinggi di Merauke dan sekitarnya, kisah di atas membuatnya gundah dan optimistis. (Korpus 112: Kompas, 19 Agustus 2009) Gundah karena pada era otonomi sekoah, substansi dan proses pendidikan masih saja harus berformat sentralistik, termasuk kurikulum. Optimis karena di tengah keterbatasan fasilitas, guru tetap bersemangat untuk menjalankan tugas pembelajaran dengan segala daya upayanya. (Korpus 113: Kompas, 19 Agustus 2009)
Selalu tertinggal, itulah yang dialami dunia pendidikan di daerah perbatasan. Terletak di ujung timur Indonesia membuat pendidikan di Merauke masih sulit untuk berkembang. Hal itu dikarenakan oleh sifat kurikulum yang masih sentralistik dan terlambatnya informasi dari pusat yang diterima oleh daerah tersebut. Untuk membantu proses pembelajaran maka kreativitaskreativitas guru sangat diperlukan di tengah keterbatasan fasilitas, sehingga cara-cara kontekstual sering dipakai para guru dalam menyampaikan
pengetahuan
kepada
muridnya.
Hal
ini
commit tonegara user belum begitu serius untuk menunjukkan bagaimana
129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memajukan pendidikan sebagai salah satu hak seluruh bangsa Indonesia, tak terkecuali daerah perbatasan. Mungkin, saat ini, emas boleh jadi adalah nadi kehidupan di Timika. Nyaris semua kumparan dinamika kehidupan masyarakat Timika berpusat padanya. Namun, emas pula yang telah membuat wajah tua Pius Nimaipouw, Kepala Suku Komoro yang tinggal di Ayuka, Mimika, mengeras. (Korpus 114: Kompas, 21 Agustus 2009) Memang sebagai kompensasi atas persoalan itu, PT Freeport memberikan dana perwalian yang besarnya masing-masing 1 juta dolar AS per tahun kepada delapan kampung yang langsung terdampak, Ayuka adalah salah satunya. Namun, sayang, dana itu justru mengubah cara hidup warga Ayuka. (Korpus 115: Kompas, 21 Agustus 2009) Kegagapan masyarakat pribumi (istilah Dewan Adat Papua untuk mengartikan indigenous people) Papua memasuki kehidupan modern yang kompetitif dan materialistis menurut Kepala Pemerintahan Adat Papua (DAP) Fadel Alhamid terjadi secara menyeluruh di Papua. Alasannya, tidak pernah ada rekayasa sosial yang dilakukan untuk menyiapkan masyarakat pribumi masuk dalam sistem kehidupan modern. (Korpus 116: Kompas, 21 Agustus 2009)
Kegagapan
akan
cara
hidup
yang modern
dengan
tercukupinya kebutuhan materi dialami oleh sebagian besar masyarakat Timika. Uang sebagai kompensasi dana perwalian dari PTFI, yang selayaknya menjadi alat pemehuan kebutuhan, namun karena belum siap menuju cara hidup modern yang lebih baik, justru memunculkan permasalahan baru. Hal itu merupakan kegagalan transformasi sosial, dimana pemerintah tidak optimal sebagai mediator antara masyarakat pribumi dengan dunia modern. Awal Agustus lalu, Konsul Jenderal Republik Demokratik Timor Leste di Kupang, Caetamo Gutteres, dalam suatu pertemuan dengan Menteri Sekretaris Negara Bidang Keamanan Timor Leste Fransisco Gutteres di Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengungkapkan, sejak tahun 2002 hingga saat ini sudah ribuan warga eks Timor Timur yang minta dipulangkan ke Timor Leste. “Ekonomi keluarga jauh dari memadai. Menyekolahkan anak pun tak mampu,” demikian alasan pemohon. commit to user(Korpus 117: Kompas, 21 Agustus 2009)
130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Warga eks Timor Timur yang kini mendiami perbatasan NTT-Timor Leste, merasakan beban hidup yang kian berat. Jauh dari kehidupan yang layak, kualitas pendidikan dan kesehatan yang minim, membuat mereka putus asa. Sehingga mereka memohon kepada Pemerintah untuk dipulangkan ke Timor Leste, dengan harapan memiliki kehidupan yang lebih baik. Padahal secara keadaulatan mereka menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi tanggung jawab negara Indonesia. Oleh karena itu sudah menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat eks warga Timor Timur, sehingga mereka bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dan tidak putus asa. c. 1.2. Detil Penggunaan detil dalam tema ketiga rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Suendi memakai lagu “Satu Nusa Satu Bangsa” sebagai salah satu media mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah hutan. Semua murid di sekolah yang menempati salah satu ruangan rumah panggung Mentawai milik Aman Sabba itu dikumpulkan di satu ruangan meski umur mereka amat beragam, dari tujuh hingga belasan tahun. Meski dari sisi umur sebagian siswa sekolah itu sudah layak lulus sekolah dasar (SD), mereka umumnya masih sulit berbahasa Indonesia, juga menulis dan berhitung. Dengan demikian, materi harus diajarkan dalam bahasa Mentawai. Kesulitan memahami bahasa Indonesia membuat anak-anak tidak mudah bercakap dengan pendatang atau membaca buku sehingga pengetahuan dari luar sedikit sekali terserap. (Korpus 118: Kompas, 11 Agustus 2009)
Detil dalam korpus di atas menjelaskan terkait kondisi pendidikan yang masih terbelakang di pedalaman Siberut terjadi commit para to user karena ketidakmampuan siswa untuk berbahasa Indonesia
131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan baik dan benar. Sementara literatur-literatur dan sarana pembelajaran yang ada, meski masih minim, sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia. Hal inilah mengakibatkan ilmu pengetahuan yang bisa diserap oleh mereka sangat minim. “Ini kehamilan saya ke-11. Sebenarnya saya sudah capek hamil. Tapi, bagaimana caranya agar tidak hamil?” tanya Bai Seggeilolo, warga Sangong, yang tengah mengandung delapan bulan. Anak nomor 10 Bai Seggeilolo berusia sekitar 1 tahun, seusia dengan cucu dari putra pertama Bai Seggeilolo. Sementara Bai Jetti, tetangga Bai Seggeilolo, hamil ke-10 kalinya lantaran sang suami masih mengharapkan tambahan anak laki-laki yang akan menjadi pewaris harta keluarga Mentawai. Dari sembilan kehamilannya terdahulu, bai Jetti mendapatkan dua anak laki-laki, tiga perempuan, dua meninggal semasa balita, dan dua kali keguguran. (Korpus 119: Kompas, 11 Agustus 2009)
Keterbelakangan pendidikan tidak hanya dialami oleh masyarakat di pedalaman Siberut, Mentawai, Sumatera Barat. Pemahaman yang masih minim ditambah kurangnya tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang ada membuat kualitas kesehatan masyarakat di daerah tersebut masih rendah. Hal itu yang dialami oleh beberapa ibu yang ada di pedalaman Siberut. Mereka kesulitan untuk mengatur kehamilan mereka lantaran pemahaman tentang kehamilan yang sehat tidak mereka ketahui. Sebagian besar produksi padi dijual ke Tawau karena harganya cukup tinggi Rp 4.760-Rp6.500 per kilogram. “Para petani di sana rela membeli beras lainnya yang lebih murah dengan harga Rp 3.000-Rp 4.000 per kilogram,” katanya. Untuk pisang, misalnya sehari saja pengiriman ke Tawau melalui satu tempat pengumpulan di terminal agrobisnis bisa, misalnya, mencapai 8 ton. Kakao mencapai 10 ton, durian mencapai 5 ton, dan cempedak 2 ton. Adapun harganya, kakao 4 sampai 6,5 ringgit atau Rp 11.200-Rp 18.200 per kilogram. Pisang satu tandan sekitar 4 ringgit (Rp 11.200) atau satu sisir seharga 70 sen (Rp 2.100). sedangkan kopi 6 ringgit (Rp 16.800) per kg. kelapa sawit 140 ringgit (Rp 392.000) per ton. Buahbuahan, seperti durian dan duku, dijual 3 ringgit (Rp 8.400) per kg. (Korpus 120: Kompas, 14 Agustus 2009)
commit to user
132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Kepastian pasar yang demikian tidak didapatkan kalau menjaul ke Tarakan atau Samarinda. Sebab, selain jaraknya jauh, ongkos angkutnya mahal, juga belum tentu terjual habis. Inilah keunggulan bertani di Sebatik,” tuturnya. (Korpus 121: Kompas, 14 Agustus 2009)
Detil dalam korpus di atas menjelaskan alasan para petani Sebatik masih menggantungkan proses jual-beli hasil bumi mereka di Pasar Tawau, Malaysia. Selain kepastian pasar yang jelas sehingga mereka bisa menjual semua hasil pertaniannya, harga jual di pasar tersebut juga lebih tinggi dibandingkan pasar-pasar yang ada di Kaltim seperti Tarakan dan Samarinda, yang disediakan pemerintah. Selain itu mahalnya biaya angkut ke Tarakan dan Samarinda juga menjadi pertimbangan bagi para petani, sehingga mereka lebih memilih menjual barang dagangan mereka ke pasar Tawau. Hibor Banerah, warga di sana, mengkritik sikap pemerintah yang melarang warga membawa bensin ataupun minyak tanah yang dibeli dari Manado dimuat di kapal-kapal perintis. Kebijakan itu dinilai tidak bijaksana. “Padahal kami membawa minyak tanah hanya 10 liter dipakai masuk,” tambahnya. Masyarakat Miangas dan Marore juga sangat merasakan beban hidup menyusul merosotnya pendapatan perikanan yang menjadi sumber hidup sebagian masyarakat. Itu karena harga BBM sangat tinggi. Di Miangas dan Marore harga bensin Rp 15.000 per liter dan minyak tanah Rp 10.000 per liter. Harga bensin paling murah Rp 8.000 dan bisa dinikmati Cuma seminggu setelah pasokan BBM datang saat perahu motong datang dari Melonguane. Di Melonguane sendiri harga bensin Rp 6.000 per liter. “Orang Jakarta yang uangnya banyak membeli bensin Rp 4.500, kami yang miskin justru membeli bensin Rp 15.000. Inikah keadilan pembangunan,” tambah Hibor. (Korpus 122: Kompas, 15 Agustus 2009)
Bukan hanya kesulitan dalam mendapatkannya, tetapi harga BBM di Miangas dan Marore juga tinggi dan sangat memberatkan penduduk yang tinggal di dua pulau tersebut. Mereka tidak bisa commit to user lepas dari BBM karena 80 persen penduduk di Miangas dan Marore 133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berprofesi sebagai nelayan. Namun dengan harga BBM yang cukup tinggi, penghasilan mereka tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaut. Ketimpangan yang cukup besar memang masih menjadi persoalan negeri ini, dimana mereka yang justru mendapatkan fasilitas dan pembangunan infrastruktur publik lebih baik, seperti di Pulau Jawa, lebih murah dan mudah untuk memperoleh BBM. Sedangkan di Miangas dan Marore yang notabene merupakan daerah terbelakang karena miskinnya fasilitas dan infrastruktur publik, justru masyarakat di daerah tersebut harus merasakan berat dan mahalnya memperoleh BBM, sekedar untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Seharusnya pemerintah bisa lebih meratakan
pembangunan
untuk
kesejahteraan
masyarakat
Indonesia, tak terkecuali bagi mereka yang hidup di perbatasan. Hari itu, Senin, 3 Agustus 2009, siswa kelas VI SD Yos Sudarso, Kampung Kuper, Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, Papua, itu belajar materi pelajaran tetang transaksi jual beli. Supardi (41) tak ingin menjejali siswanya dengan bahan teks. Karena itu, ia mengajak muridnya ke pasar desa, tak jauh dari sekolah mereka. Sementara itu, murid-murid kelas V dengan riuh merubung sebuah sumur di halaman sekolah. Dari bibir tembok para siswa melongok mengamati timba yang ditarik ulur seorang murid. Di sekolah itu, timba, sumur, dan airnya adalah alat peraga untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya tentang gravitasi atau gaya tarik bumi. Adapun pasar tradisional yang mempertemukan beragam komunitas suku Marindanim dan suku-suku pendatang adalah alat peraga Ilmu Pengetahuan Sosial. Untuk pelajaran Biologi, Yoseph Ngara, guru SMP di Erambu, mengarahkan siswanya bercocok tanam di halaman sekolah. Tanaman kacang-kacangan diharapkan membangun pemahaman siswa tentang perkecambahan, fotosintesis, dan pembuahan pada tumbuhan. (Korpus 123: Kompas, 19 Agustus 2009)
Detil dalam korpus di atas berkisar tentang kreativitas para guru di sekolah-sekolah di Merauke dalam memanfaatkan cara-cara commit to user
134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kontekstual dalam mengajar. Di tengah keterbatasan sarana dan fasilitas sekolah, tidak membuat para guru dan murid di beberapa sekolah di Merauke putus semangat dalam belajar. Mereka menggunakan cara-cara kontekstual dengan memanfaatkan kondisi alam sekitar dan lingkungan yang ada untuk merangsang dan membantu pemahaman siswa-siswa terkait mata pelajaran yang diberikan. Ia mencontohkan, peluang dari pembangunan jalan oleh Pemerintah Kabupaten Sarmi ternyata tidak dapat ditangkap oleh masyarakat pribumi. Mereka justru menjual tanah di tepi jalan kepada pendatang. “Akhirnya, bukan masyarakat pribumi yang memetik manfaat terbesar dari jalan yang dibangun,” kata Alhamid. Sebaliknya, Alhamid mengatakan, kebijakan pembangunan dan investasi di Papua justru kerap memarjinalkan masyarakat pribumi. “Ketika pembukaan perkebunan sawit di Arso, Kabupaten Keerom, hutan sagu dibabat. Ketika hutan sagu dibabat, masyarakat pribumi harus makan beras. Beras harus dibeli sehingga masyarakat pribumi tiba-tiba membutuhkan uang. Tidak ada proses transformasi yang mendahului pembabatan hutan itu. Masyarakat pribumi diberikan pekerjaan di kebun sawit, padahal mereka peramu yang belum terbiasa bekerja. Mereka akhirnya dipecat, lalu bagaimana mereka akan bertahan?” Alhamid mempertanyakan. (Korpus 124: Kompas, 19 Agustus 2009)
Detil dalam korus di atas menjelaskan tentang kegagapan masyarakat pribumi Papua terhadap kehidupan modern yang bertujuan untuk membangun kesejahteraan yang lebih baik. Kegagapan itu terjadi karena tidak ada proses transformasi yang baik dari pemerintah kepada masyarakat pribumi, sehingga pembangunan dan investasi yang diperuntukkan untuk kemajuan kesejahteraan masyarakat pribumi gagal terwujud. Pembangunan infrastruktur publik dan pembukaan lahan untuk pertanian tidak bisa dimanfaatkancommit secarato maksimal lantaran hal itu di luar user
135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kebutuhan masyarakat pribumi, yang selama ini bertahan hidup dengan cara meramu. c. 1.3. Maksud Penggunaan strategi maksud dalam tema ketiga rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Persoalan ini perlu penyelesaian sebaik-baiknya agar tidak menjadi masalah krusial natinya. Alasannya, kata Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Kabupaten Nunukan Syafaruddin, masalah pergeseran patok atau kasus Ambalat yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ini seperti menjadi lanjutan aksi Malaysia setelah merebut Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia. (Korpus 125: Kompas, 14 Agustus 2009)
Dalam korpus di atas, strategi maksud Kompas menjelaskan bahwasannya pemerintah perlu menyelesaikan dengan baik perihal patok perbatasan, salah satunya Indonesia-Malaysia di Sebatik. Selama ini masyarakat di Sebatik memanfaatkan lahan di perbatasan tersebut untuk bertani, karena lahan tersebut tergolong subur. Namun Malaysia sering melakukan klaim-klaim di daerah perbatasan yang selama ini dimanfaatkan oleh petani Sebatik tersebut. Seperti halnya kasus Ambalat, jika pemerintah Indonesia masih buruk dalam menangani patok perbatasan, maka tidak menutup kemungkinan daerah Sebatik juga bisa diambil Malaysia, karena selama ini para petani Sebatik juga menggantungkan diri dengan Malaysia dalam menjual hasil buminya. Sonny dan Hendrikus mengkritik iklan layanan sekolah gratis yang gencar ditayangkan televisi sebagai informasi menyesatkan. Gratis yang dimaksudkan pemerintah adalah gratis terbatas, hanya pada aspek tertentu. commit to user(Korpus 126: Kompas, 19 Agustus 2009)
136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bagi sekolah-sekolah di Merauke, baik itu swasta maupun negeri, adanya BOS dari pemerintah justru tidak mendukung proses belajar-mengajar. Hal itu karena gratis yang dimaksudkan pemerintah hanya pada hal-hal tertentu. Sedangkan hal yang ditangkap masyarakat Merauke gratis tersebut mencakup semua aspek. Seharusnya pemerintah bisa memberi informasi dengan jelas sehingga tidak merugikan berbagai pihak, terlebih informasi pendidikan. Akan tetapi, pemerintah sepatutnya memprioritaskan penyelesaian masalah-masalah yang belum tertangani itu, terutama dalam kaitan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan masyarakat, serta kedaulatan negara. (Korpus 127: Kompas, 21 Agustus 2009)
Dalam korpus di atas, Kompas dengan jelas menjelaskan prioritas yang harus diambil oleh pemerintah dalam menangani permasalahan-permasalahan di daerah tapal batas Indonesia. Untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan masyarakat, selian memacu pembangunan, pemerintah hendaknya mengoptimalkan kinerja lembaga-lembaga pelayanan publik. Sedangkan terkait permasalahan kedaulatan negara, pemerintah juga harus tegas dalam menentukan batas-batas tersebut dengan pembangunan patok-patok perbatasan serta melakukan pengawasan yang lebih baik.
commit to user
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 2. Sintaksis Pengguaan elemen tintaksis Kompas pada tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi penggunaan bentuk kalimat dan kata ganti. c. 2.1. Bentuk Kalimat Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks dalam tema ketiga rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”: “Baru satu bulan ini mereka bisa menyanyikan lagu tersebut. Sementara baru sebatas mampu menghafal syair dan belum mengerti maknanya,” ucap Suedi (24), pemuda Dusun Salappak, Siberut Selatan, yang mengajarkan lagu itu. (Korpus 128: Kompas, 11 Agustus 2009) Hendrikus, yang akrap disapa Romo Hengky, memandang pembelajaran kontekstual adalah formula jitu bagi anak Merauke. (Korpus 129: Kompas, 19 Agustus 2009)
Sebagai veteran, Nayau rupanya tak lagi mendapat pensiun – sebagaimana nasib panglima Abio di Dusun Punti Tapou, Desa Nekan, Kecamatan Entikong. (Korpus 130: Kompas, 13 Agustus 2009) Suatu waktu penduduk kekurangan pangan karena tak ada kapal yang berani masuk. Terpaksa warga mengonsumsi galuga, kelapa yang dikeringkan dimakan dengan daun ubi talas. (Korpus 131: Kompas, 15 Agustus 2009) Tapi, apa arti terminal jika warga tak bisa memasarkan hasil perkebunan dan perikanan. (Korpus 132: Kompas, 15 Agustus 2009) Tapi, sebagian besar masyarakat tetap harus mengambil air ke sumber air yang jauh. (Korpus 133: Kompas, 18 Agustus 2009) Yang membuat mereka khawatir justru adanya tindakan aparat Malaysia yang melancarkan klaim di beberapa areal pertanian milik warga Sebatik yang masuk wilayah negara tersebut. (Korpus 134: Kompas, 14 Agustus 2009) Tidak hanya itu, limpahan uang ternyata lebih banyak mengalir keluar dari Timika karena hampir 100 persen sektor ekonomi dikuasai pendatang. commit to user(Korpus 135: Kompas, 21 Agustus 2009)
138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada Korpus 128 dan 129, Kompas menggunakan bentuk kalimat aktif untuk menjelaskan kondisi pendidikan di daerah perbatasan yang masih terbelakang. Stategi penggunaan kalimat aktif tersebut memberi kesan bahwa mereka yang hidup di wilayah aktif dalam memenuhi kebutuhan pendidikan meski kondisi pendidikan di daerah tersebut masih belum layak. Selanjutnya pada korpus 130, 131, 132, dan 133, bentuk kalimat aktif digunakan Kompas untuk menjelaskan kondisi kesejahteraan masyarakat perbatasan yang masih jauh dari layak. Masyarakat perbatasan tidak bisa berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena minimnya fasilitas pemenuhan kebutuhan hidup dan keadaan alam yang kurang mendukung. Sedangkan pada korpus 134 dan 135, bentuk kalimat aktif digunakan Kompas untuk menjelaskan pihak-pihak yang bukan merupakan masyarakat pribumi perbatasan yang mengusasai daerah perbatasan. Hal itu memberikan kesan pihak luar berada di atas, sedangkan masyarakat perbatasan berada di bawah atau sebagai obyek. Selain penggunaan bentuk kalimat aktif, Kompas juga menggunakan bentuk kalimat pasif: Kelimanya dihormati dan disegani karena jasa-jasa mereka. (Korpus 136: Kompas, 13 Agustus 2009) Pada saat kasus Ambalat memanas Juni lalu, misalnya, beberapa warga Desa Sungai Pancang, Kecamatan Sebatik, semapat dikejutkan dengan pemasangan patok-patok kayu di areal persawahan seluas 290 hektar. commit to user(Korpus 137: Kompas, 14 Agustus 2009)
139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk mengambil kayu di hutan dilarang oleh pemerintah karena khawatir daerah itu tandus. (Korpus 138: Kompas, 15 Agustus 2009) Masyarakat perbatasan terkesan merupakan orang-orang yang pasrah pada keadaan. Mereka perlu terus dimotivasi untuk bangkit dan maju. (Korpus 139: Kompas, 18 Agustus 2009) Seperti diceritakan Petrus Naif (43) dan Tobias Bifel (47), dalam seminggu biasanya mereka hanya dua kali makan nasi. (Korpus 140: Kompas, 19 Agustus 2009) Hal itu diperparah oleh ketiadaan akulturasi antara masyarakat pribumi dan sistem nilai modern. (Korpus 141: Kompas, 21 Agustus 2009) Buku pelajaran Bahasa Indonesia, Sains, dan Matematika yang mestinya digunakan taun 2008 baru tiba di sekolah itu awal Agustus 2009. (Korpus 142: Kompas, 19 Agustus 2009)
Pada korpus 136, 137, 138, 139, 140, dan 141, bentuk kalimat pasif yang digunakan Kompas memberi kesan penduduk perbatasan yang serasa kecil, tak bisa berbuat banyak dalam mewujudkan kesejahteraan hidup, dan memprihatinkan. Sedangkan pada korpus 142, bentuk kalimat pasif digunakan Kompas untuk menunjukkan pendidikan di wilayah perbatasan yang masih tertinggal. Hal itu dengan sajian pemberitaannya terkait penyediaan fasilitas pendidikan yang terlambat didatangkan dari pemerintah pusat. c. 2.2. Kata Ganti Strategi penggunaan kata ganti Kompas hanya muncul dalam satu sajian berita dengan pemakaian kata ganti “kami”. “Kita berhenti dulu. Minum dululah, terik sekali,” ujar Nimus Mulyadi, Kepala Desa Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, yang memandu kami di perbatasan Kalimantan Barat (Kalbar)-Serawak di Desa Lubuk Sabuk, Kecamatan Melenggang, Sanggau, Kalbar. commit to user(Korpus 143: Kompas, 13 Agustus 2009)
140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penggunaan kata ganti “kami” tersebut memberi kesan ada jarak antara Kompas sebagai komunikator dengan khalayak. Sehingga Kompas menjadi satu-satunya media yang mengamati kehidupan masayarakat di tapal batas, kemudian menjelaskan kepada khalayak melalui berita-beritanya. c. 3. Leksikon Strategi leksikon dalam tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Pakaian dan tubuh mereka lusuh dan basah karena lumpur sungai, tetapi wajah berbedak debu jalanan. (Korpus 144: Kompas, 13 Agustus 2009) Orang-orang desa mencari nafkah ke sungai atau membakar hutan dengan hati ringan untuk bercocok tanam. (Korpus 145: Kompas, 13 Agustus 2009) Padahal, beras yang dijual ke Tawau itu bukan padi yang baru dipanen, tetapi hasil panen tahun lalu. Ini memperlihatkan manajemen ketahanan pangan warga perbatasan juga berjalan baik. (Korpus 146: Kompas, 14 Agustus 2009) Sedangkan tiga kapal perintis yang disubsidi pemerintah untuk melayari pulau-pulau di kawasan perbatasan enggan masuk. (Korpus 147: Kompas, 15 Agustus 2009) Mereka hanya tahu bagaimana mengisi waktu untuk bertahap hidup. (Korpus 148: Kompas, 18 Agustus 2009) Kepala SD Inpres Mopah Baru, LL Salamun, menggerutu karena bukubuku pelajaran kiriman Departemen Pendidikan Nasional tela tiba di sekolah. (Korpus 149: Kompas, 19 Agustus 2009) Hendrikus, yang akrap disapa Romo Hengky, memandang pembelajaran kontekstual adalah formula jitu bagi anak Merauke. (Korpus 150: Kompas, 19 Agustus 2009) Sebaliknya, Alhamid mengatakan, kebijakan pembangunan dan investasi di Papua justru kerap memarjinalkan masyarakat pribumi. (Korpus 151: Kompas, 21 Agustus 2009) Supardi (41) tak ingin menjejali siswanya dengan bahan teks. Karena itu, ia mengajak muridnya ke pasar desa, tak jauh dari sekolah mereka. commit to user(Korpus 152: Kompas, 19 Agustus 2009)
141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sonny dan Hendrikus mengkritik iklan layanan sekolah gratis yang gencar ditayangkan televisi sebagai informasi menyesatkan. (Korpus 153: Kompas, 19 Agustus 2009) Thomas Wamang, warga suku Amungme, meratapi kaummnya yang kini justru mendewakan uang. (Korpus 154: Kompas, 21 Agustus 2009) Sebenarnya, apa yang menyebabkan keterpurukan warga eks Timor Timur (kini Timor Leste) itu, dan adakah peluang mereka untuk maju di negeri ini? (Korpus 156: Kompas, 21 Agustus 2009)
Pada korpus 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, dan 151, strategi leksikon Kompas adalah untuk mengahaluskan makna. Kata “berbedak” memberi kesan masyarakat perbatasan yang hidup serba terbatas dan belum layak namun tetap menjalani kehidupan tersebut dengan ikhlas. Kata “hati ringan” pada korpus 145 digunakan Kompas untuk menjelaskan masyarakat perbatasan yang belum bisa berpikir panjang cara bercocok tanam yang baik dan benar. Kata “manajemen ketahanan pangan” memberi kesan masyarakat yang hidup di perbatasan Sebatik sudah bisa berpikir maju dan modern sehingga memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. Pada korpus 147 dan 151, penggunaan kata “enggan” dan “memarjinalkan” menunjukkan Kompas secara halus mengkritik kebijakan-kebijakan pada pemerintah. Pada korpus 148 kalimat “mengisi waktu bertahan hidup” menjelaskan kehidupan masyarakat perbatasan khususnya bagi warga eks Timor-Timur yang mendiami NTT, masih sangat memprihatinkan. Selain kesejahteraan hidup yang belum layak, mereka juga belum bisa berpikir maju. Sedangkan kata “menggeturu” pada korpus 149 to user memberi kesan bahwacommit pengajar di wilayah perbatasan sebagai sosok
142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lemah, tidak bisa berbuat banyak dalam mengkritik kebijakan pemerintah yang sebenarnya cukup merepotkan bagi perkembangan dunia pendidikan di wilayah perbatasan. Untuk kata “formula jitu” pada korpus 150 menunjukkan semangat dan kreativitas para tenaga pengajar di wilayah perbatasan yang masih minim fasilitas dan sarana penunjang pendidikan. Selain penggunaan strategi leksikon yang bertujuan untuk menghaluskan makna, Kompas juga menggunakan leksikon untuk mengasarkan makna. Pada korpus 152, kata “tak ingin menjejali” memberi kesan siswa sekolah di perbatasan masih tertinggal sehingga dalam mengajar para guru tidak ingin terlalu banyak dalam mengajarkan materi. Kata “informasi menyesatkan” menunjukkan pemerintah salah dalam melakukan sosialisasi di dunia pendidikan. Pada korpus 154 kata “mendewakan” memberi kesan penduduk Papua di wilayah perbatasan yang tidak siap dengan cara hidup modern sehingga salah menggunakan uang sebagai alat pemenuh kebutuahan. Sedangkan kata “keterpurukan” menunjukkan banyak warga eks Timor-Timur yang mendiami NTT jatuh miskin dan belum bisa bangkit dari kemiskinan tersebut. c. 4. Retoris Pengguaan elemen retoris Kompas pada tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi grafis dan metafora.
commit to user
143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 4.1. Grafis Berikut strategi grafis yang tersaji dalam pemberitaan Kompas: Perikehidupan dan kondisi kampung halaman Panglima Abio (68) dan Panglima Nayau (82) boleh jadi mirip situasi dua patung “Sandung” yang kami temukan di pedalaman Kecamatan Melenggang. (Korpus 157: Kompas, 13 Agustus 2009) Namun, sebagai “pahlawan”, sebagai teladan yang sejak muda mengorbankan nasionalisme, keadaan mereka pahit dalam kenyataan hidup. (Korpus 158: Kompas, 13 Agustus 2009) Megawati mengatakan, faktor paling penting adalah meningkatkan peran manusianya dan paradigma bahwa perbatasan adalah halaman belakang dan wilayah pinggiran, harus dirubah menjadi “halaman depan Indonesia”. (Korpus 159: Kompas, 15 Agustus 2009) Kekecewaan masyarakat Miangas dan Marore akan hadirnya “Indonesia” di sana akal emosional, sebab sampai Indonesia merayakan kemerdekaan ke-64 rahun ini, belum ada seorang pun presiden yang berkunjung ke sana. (Korpus 160: Kompas, 15 Agustus 2009)
Dalam strategi grafisnya, Kompas menggunakan tanda (“) untuk menandai kata-kata yang dianggap penting oleh Kompas. Pada korpus 157 kata “Sandung” diartikan patung tua sepasang burung enggang dan orang-orangan di bawahnya, yang panas tersengat
matahari.
Kompas
menggambarkan
kehidupan
masyarakat di perbatasan Kalbar-Malaysia yang masih haus kesejahteraan layaknya patung “Sandung” yang tersengat matahari. Pada korpus 158 kata “pahlawan” ditandai Kompas karena ingin menunjukkan bahwa Panglima Abio dan Panglima Nayau adalah seorang pahlawan namun kehidupan mereka saat ini belum layak. Hal itu dikarenakan sikap pemerintah dalam menjamin kedua commit to user
144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pahlawan tersebut tidak sepadan dengan balas jasa yang mereka berikan. Selanjutnya pada korpus 159 , kalimat “halaman depan Indonesia” memberikan arti bahwa wilayah perbatasan penting untuk diperhatikan. Akan tetapi, untuk menambah pentingnya pesan tersebut Kompas memberikan penandaan pada kalimat tersebut. Kompas yang melakukan peliputan di wilayah perbatasan melihat pemetintah belum optimal mewujudkan kesejahteraan di wilayah
perbatasan
Indonesia,
sehingga
Kompas
ingin
menunjukkan begitu pentingnya perhatian negara bagi wilayah perbatasan. c. 4.2. Metafora Untuk strategi metafora, dalam tema ketiga rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”, Kompas menyajikan 2 korpus. “Hidup kami keras, mama…. Tais (tenunan) yang kami buat tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena itu, kami juga harus mencari pekerjaan lain, seperti mencari pekerjaan lain, seperti mencari kayu bakar untuk dijual atau membersihkan ladang orang lain agar mendapat upah dua,” kata mereka kompak. (Korpus 161: Kompas, 18 Agustus 2009) Mereka ibarat lilin tak kenal padam. (Korpus 162: Kompas, 19 Agustus 2009)
Pada korpus 161, penggunaan kiasan “hidup kami keras, mama…” menjelaskan kehidupan masyarakat perbatasan masih jauh dari layak. Sedangkan pada korpus162, penggunaan kiasan “mereka ibarat lilin tak kenal padam” adalah penggambaran Kompas akan semangat pengajar di perbatasan Papua. Di commit para to user
145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tengah keterbatasan dan kebijakan pendidikan sentralistik yang kurang mendukung perkembangan pendidikan di wilayah tersebut, para guru pengajar secara kreatif memanfaatkan cara-cara kontekstual untuk mendukung pemahaman para siswa. 4. Tema: Potensi Daerah yang Masih Minim Perhatian Negara a. Analisis Struktur Makro Dalam tema keempat ini, Kompas menyajikan tiga berita. Menurut Jazali, hampir setiap minggu ada saja turis asing – biasanya dari Amerika dan Eropa – yang menginap 1-2 malam di uma. Ada dua daya tarik di situ: mengalami sendiri kehidupan suku Mentawai yang eksotis serta menikmati aliran Sungai Butui nan jernih serta dikelilingi pasir dan bebatuan putih di depan uma. (Korpus 163: Kompas, 20 Agustus 2009) Kehadirannya turis asing juga membuat sejumlah tempat di Mentawai ditumbuhi resor mewah, terutama di kawasan pantai yang memiliki ombak yang baik untuk selancar. Di resor-resor itu turis berduit menikmati eksotisme Mentawai yang terdiri dari 213 pulau sekaligus untuk berselancar. (Korpus 164: Kompas, 20 Agustus 2009) Namun, berbagai keunggulan itu seolah belum mampu membuat negara untuk melihat Mentawai secara lebih serius. Fasilitas umum seperti kesehatan dan pendidikan di daerah kaya itu umumnya masih terbekalai. Aliran listrik dan jalan amat terbatas. (Korpus165: Kompas, 20 Agustus 2009)
Potensi wisata yang dimiliki pedalaman Siberut, Mentawai, Sumatera Barat, membuat banyak wisatawan asing sering berkunjung. Namun eksotisme yang disuguhkan suku Mentawai beserta pemadangan alam yang dimilikinya, belum bisa menggugah pemerintah untuk lebih serius memperhatikan dan mengembangkan potensi pariwisata tersebut. Padahal jika hal itu dikembangkan, banyak pihak yang diuntungkan. Arti pentingnya adalah bahwa “secuil” Pulau Nipah yang tidak terlihat di dalam peta Indonesia itu memiliki nilai strategis di bidang pertahanan. Keberadaan pulau Nipah – yang hampir lenyap saat air laut pasang sebelum direklamasi – menunjukkan betapa penting pulau terluar sebagai titik batas wilayah NKRI, termasuk titik tolak perundingan wilayah. commit tobatas user (Korpus 166: Kompas, 20 Agustus 2009)
146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Jaya, pemerintah merencanakan mengembangkan tiga zona di Pulau Nipah, yaitu pertahanan, kegiatan ekonomi terbatas, dan konservasi. (Korpus 167: Kompas, 20 Agustus 2009)
Sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia, Pulau Nipah merupakan salah satu simbol pertahanan di batas perairan Indonesia. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi negara untuk memperhatikan pulau ini dan pulau-pulau lain di tapal batas perairan Indonesia, karena pulau-pulau tersebut memiliki nilai strategis di bidang politik yaitu sebagai penjaga kedaulatan wilayah NKRI. Selain sebagai simbol pertahanan di batas perairan, Pulau Nipah juga memiliki nilai strategis lain yang bisa dikembangkan, yaitu dari segi ekonomi dan konservasi. Karena kondisi inilah para TKI ilegal yang dideportasi menjadi incaran PJTKI. Mereka dipekerjakan kembali di Sabah. Cara ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan harus mengongkosi pengiriman para calon TKI yang didatangkan seperti dari Nusa Tenggara, Jawa, dan Sulawesi. (Korpus 168: Kompas, 20 Agustus 2009)
Di perbatasan Kaltim-Malaysia, potensi penghasilan devisa negara melalui pengiriman TKI ke Malaysia cukup banyak, namun banyak juga dari mereka merupakan TKI ilegal. Banyaknya TKI ilegal ini yang kemudian difasilitasi dan dikirim kembali oleh PJTKI. b. Analisis Superstruktur Skematik berita-berita Kompas dalam tema keempat rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Tabel III.5 Skematik Tema Keempat No. Edisi 1. Kompas, 11 Agustus 2009
Judul Berita Skematik Potensi Jenis berita features. Keberadaan lead untuk Wisata menggoda pembaca. Bagian awal berisi Mentawai tentang kehadiran para turis asing untuk Mendandani menikmati keesoktisan wisata di Butui, commit to user Si Cantik Nan Mentawai. Dijelaskan pula tempat-tempat di 147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Eksotis…
2.
Kompas, 12 Agustus 2009
3.
Kompas, 14 Agustus 2009
Butui yang mengundang kunjungan para wisatawan asing tersebut. Bagian ending mempertanyakan kehadiran pemerintah untuk lebih memperhatikan Butui yang memiliki potensi eksotis tersebut. Pulau Nipah Jenis berita features. Lead berisi deskripsi Simbol tentang Pulau Nipah. Bagian awal dijelaskan Pertahanan keadaaan perairan di perbatasan Pulau Nipah Negara dengan Singapura. Kemudian dijelaskan nilai Kepulauan strategis Pulau Nipah sebagai simbol pertahanan di wilayah perbatasan. Di bagian akhir berisi diskripsi peran negara untuk lebih memperhatikan pembangunan di pulau-pulau terluar Indonesia. Nunukan, Jenis berita features. Gabungan beberapa lead Kota “Daur menjadi awal feature ini. Dilanjutkan Ulang” Untuk penjelasan kondisi para TKI ilegal yang Penghasil dideportasi kemudian ditampung PJTKI di Devisa Nunukan. Para TKI tersebut kemudian akan dibantu PJTKI untuk melengkapi dokumendokumen agar bisa kembali bekerja sebagai TKI di Sabah. Kegiatan “daur ulang” TKI ilegal di Nunukan itu masih subur.
c. Analisis Struktur Mikro c. 1. Semantik Berikut analisis semantik yang terbagi dalam 3 elemen yaitu: latar, detil, dan maksud. c. 1.1. Latar Penggunaan strategi latar dalam tema keempat rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Kehadiran wisatawan asing ini membuat Jazali memperoleh pemasukan yang lumayan karena setiap rombongan biasa memberinya uang sebelum pergi. Selain itu, juga membuatnya mampu sedikit berbahasa Indonesia, Inggris, dan berhitung. (Korpus 169: Kompas, 11 Agustus 2009)
commit to user
148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Potensi eksotis yang dimiliki pedalaman Siberut mampu mengundang daya tarik turis asing untuk berkunjung ke tempat itu. Bisa mengalami sendiri kehidupan suku Mentawai dan menikmati indahnya keindahan alam di Mentawai adalah alasan bagi para turis menghabiskan waktu satu hingga dua hari untuk berwisata di Butui, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Dengan kehadiran para turis tersebut, masyarakat Mentawai memperoleh pemasukan. Tidak hanya itu, para turis juga mengajari mereka berbahasa Inggris, Indonesia, dan berhitung. Dengan demikian, keduanya sama-sama diuntungkan. Hal inilah yang menjadi latar pemberitaan Kompas, dimana potensi yang dimiliki
Mentawai
yang
jelas
mendatangkan
keuntungan
seharusnya mendapatkan perhatian dan dikembangkan pemerintah. Pada 10 Maret 2009, Pemerintah RI dan Singapura menandatangani perjanjian batas wilayah laut di antara kedua negara untuk segmen barat. Perundingan untuk menyepakati batas laut di atas Pulau Nipah. (Kompas, 11/3). (Korpus 170: Kompas, 12 Agustus 2009)
Kesepakatan itu memiliki arti penting bagi Indonesia. Apalagi Indonesia sudah diakui dunia internasional sebagai negara kepulauan (archipelagic state) melalui ratifikasi Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 dengan UU No 17/1985 tentang Pengesahan UNCLOS. (Korpus 171: Kompas, 12 Agustus 2009) Arti pentingnya adalah bahwa “secuil” Pulau Nipah yang tidak terlihat di dalam peta Indonesia itu memiliki nilai strategis di bidang pertahanan. Keberadaan pulau Nipah – yang hampir lenyap saat air laut pasang sebelum direklamasi – menunjukkan betapa penting pulau terluar sebagai titik batas wilayah NKRI, termasuk titik tolak perundingan batas wilayah. (Korpus 172: Kompas, 12 Agustus 2009)
commit to user
149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pulau Nipah menjadi salah satu pulau terluar Indonesia yang bisa menjadi simbol pertahanan negara dalam menjaga keutuhan negara. Dengan diakuinya Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) melalui ratifikasi UNCLOS tahun 1982 dengan UU N0. 17/1985 tentang Pengesahan UNCLOS, maka Indonesia bisa menjadikan aturan itu sebagai dasar untuk lebih memperhatikan pulau-pulau terluar Indonesia, karena pulau-pulau tersebut sebagai penjaga kedaulatan NKRI. Oleh karena itu perhatian konkret negara dalam mengurus pulau-pulau terluar perlu diwujudkan. Mereka mendata sebanyak-banyaknya TKI ilegal tersebut. Para petugas PJTKI itu menjadi penjamin untuk mereka yang terdata selama di Nunukan. (Korpus 173: Kompas, 14 Agustus 2009) Oleh orang-orang yang menjadi penjamin tadi, mereka dibawa ke rumah-rumah yang menjadi tempat penampungan. Dari proses inilah sebagian besar mereka kembali terlibat dalam “daur ulang” untuk bisa masuk lagi ke Sabah menjadi TKI lagi. (Korpus 174: Kompas, 14 Agustus 2009)
Persoalan TKI ilegal memang cukup familiar bagi negara ini. Hal tersebut juga dialami oleh Nunukan, Kalimantan Timur. Persolaan TKI ilegal yang dideportasi dari Sabah, Malaysia, itulah yang menjadi salah satu peluang PJTKI untuk memfasilitasi mereka agar bisa bekerja lagi sebagai TKI secara ilegal. Fasilitas tersebut seperti penampungan, pemberian pembekalan, dan pengurusan surat-surat untuk kelengkapan TKI. Kegiataan itu lebih menguntungkan bagi PJTKI karena tidak perlu mengeluarkan biaya terlalu besar.
commit to user
150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 1.2. Detil Penggunaan strategi latar dalam tema keempat rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Eksotisme ala Butui tersebut masih ditambah indahnya perjalanan untuk mencapainya, yaitu naik pompang – perahu kayu dengan mesin tempel – selama sekitar 4 jam dari Muara Siberut, ibu kota Kecamatan Siberut Selatan menuju Desa Madobag. Dari Madobag, berjalan kaki sekitar 1,5 jam melalui hutan untuk menuju uma. (Korpus 175: Kompas, 11 Agustus 2009) Kehadirannya turis asing juga membuat sejumlah tempat di Mentawai ditumbuhi resor mewah, terutama di kawasan pantai yang memiliki ombak yang baik untuk selancar. Di resor-resor itu turis berduit menikmati eksotisme Mentawai yang terdiri dari 213 pulau sekaligus untuk berselancar. Ombak di kepulauan Mentawai – oleh berbagai organisasi selancar – merupakan terbaik ketiga sejagat setelah Hawaii dan Tahiti. Di Mentawai, selancar biasanya dilakukan di Pulau Nyangnyang, Karang Majat, Masilok, Botik, dan Mainuk. Puncak kunjungan wisatawan ada di bulan Juli dan Agustus. Saat itu ketinggian ombak di Mentawai mencapai 7 meter. (Korpus 176: Kompas, 11 Agustus 2009)
Potensi wisata yang dimiliki Pulau Mentawai, Sumatera Barat benar-benar mengundang kunjungan wisata mancanegara. Selain ingin mengalami sendiri kehidupan suku Mentawai yang eksotis, Kompas memberi keterangan detil mengenai eksotisme yang dimiliki Mentawai. Perjalanan menuju Butui – salah satu daerah di pedalaman Mentawai yang masih kental dengan nuansa kehidupan suku Mentawai – menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Daya tarik tersebut dimana perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 5,5 jam menaiki perahu pompang dan berjalan kaki, disuguhi indahnya pemandangan hutan selama perjalanan. Selain itu, eksotisme juga dimiliki oleh pantai-pantai di Pulau user yang oleh berbagai organisasi Mentawai dengan commit suguhantoombak
151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
selancar, mengkategorikan ombak di pantai-pantai Pulau Mentawai menjadi terbaik ketiga setelah Hawaii dan Tahiti. Oleh sebab itu daerah pantai di Mentawai bermunculan resor mewah untuk para turis. Dengan beragamnya potensi eksotis yang dimiliki Pulau Mentawai
ini,
seharusnya
pemerintah
lebih
serius
untuk
memperhatikan dan memajukan sektor pariwisata di daerah tersebut, bukan membiarkan daerah tersebut berkembang sendiri dengan dengan mengandalkan pengelolaan pihak asing. Itulah yang menjadi alasan kuat mengapa Pulau Nipah direklamasi sejak 2004. Dari sekian banyak pulau terluar di Indonesia, hanya Pulau Nipah yang direklamasi secara besar-besaran. Pulau Nipah jadi simbol pertahanan di wilayah perbatasan. Direktur Rawa dan Pantai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum Jaya Murni mengungkapkan, biaya reklamasi Pulau Nipah sejak 2004 mencapai Rp 365 miliar. Menurut Jaya, pemerintah merencanakan mengembangkan tiga zona di Pulau Nipah, yaitu pertahanan, kegiatan ekonomi terbatas, dan konservasi. Untuk zona pertahanan, pemerintah tetap menempatkan Pos TNI AL dan dermaga TNI AL. untuk zona ekonomi, kemungkinan dibuat tempat transit kapal-kapal tanker untuk pengisian bahan bakar, air, dan kebutuhan pokok. Untuk zona konservasim ditanam tanaman bakau. (Korpus 177: Kompas, 12 Agustus 2009)
Keberadaan Pulau Nipah di perairan perbatasan IndonesiaSingapura memiliki nilai strategis secara politis. Hal itu karena Pulau Nipah menjadi salah satu simbol pertahanan kedaulatan Indonesia. Korpus 139 dan 140 tentang arti penting Pulau Nipah tersebut, sehingga pemerintah secara besar-besaran mereklamasi keberadaan pulau tersebut. Potensi Pulau Nipah juga tidak hanya sebatas nilai strategis secara politis sebagai penjaga pertahanan kedaulatan NKRI, melainkan juga bisa dikembangkan dari sektor commit to user ekonomi dan konservasi. Oleh sebab itu rencana pemerintah untuk 152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengembangkan zona ekonomi terbatas dan konservarium di Pulau Nipah sudah seharusnya segera diwujudkan. c. 1.3. Maksud Penggunaan strategi latar dalam tema keempat rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Negara perlu mengatur jangan sampai kekayaan alam ini jatuh ke tangan asing, antara lain membekali kemampuan masyarakat setempat mengelola kawasan mereka. Jika tidak, kekayaan alam Mentawai nan cantik ini sangat mungkin diserahkan pengelolaannya ke tangan asing. (Korpus 178: Kompas, 11 Agustus 2009)
Dalam korpus di atas, maksud dari pemberitaan Kompas sangat jelas yaitu kehadiran pemerintah untuk mengatur kekayaan alam Mentawai yang bisa dikembangkan dari sektor pariwisata. Selama ini pembangunan pariwisata di Mentawai sudah didahului oleh investor-investor asing dengan mendirikan beberapa resor mewah di pantai-pantai yang ada di Mentawai. Jika pemerintah tidak mengatur dan memanfaatkan dengan baik para investor asing ini, maka tidak menutup kemungkinan pengelolaan pariwisata di Mentawai akan dikuasai pihak asing. c. 2. Sintaksis Pengguaan elemen tintaksis Kompas pada tema kedua rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi penggunaan bentuk kalimat dan koherensi. c. 2.1. Bentuk Kalimat Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks Kompas: commit to user
153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kehadirannya turis asing juga membuat sejumlah tempat di Mentawai ditumbuhi resor mewah, terutama di kawasan pantai yang memiliki ombak yang baik untuk selancar. (Korpus 179: Kompas, 11 Agustus 2009) Dalam enam bulan terakhir, Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan mencatat sedikitnya 2.000 orang dipulangkan dari Sabah. (Korpus 180: Kompas, 14 Agustus 2009)
Kedua korpus di atas menggunakan bentuk kalimat aktif. Pada korpus 179, bentuk kalimat aktif tersebut untuk menunjukkan pihak asing yang mengembangkan potensi pariwisata di Mentawai di tengah minimnya perhatian negara. Hal itu untuk menguatkan bahwa selama ini pemerintah masih membiarkan potensi wisata di pedalaman Siberut dan justru mengandalkan pihak asing dalam pengelolaannya. Padahal seharusnya pemerintah menjadi pengatur pengelolaan pariwisata di wilayah itu agar nantinya tidak jatuh ke tangan asing. Sedangkan Pada korpus 180, bentuk kalimat aktif menjelaskan tugas pemerintah dalam mengurus permasalahan TKI ilegal yang begitu besar di Indonesia. Selain penggunaan bentuk kalimat aktif, Kompas juga menggunakan bentuk kalimat pasif. Sejumlah aset di daerah itu juga mulai dikelola orang asing, seperti resor mewah di sejumlah lokasi selancar. (Korpus 181: Kompas, 11 Agustus 2009) Saat diminta keluar satu per satu dari kapal, tidak ada kegembiraan di wajah para TKI ilegal tersebut. Yang ada hanyalah wajah-wajah kelelahan. (Korpus 182: Kompas, 14 Agustus 2009)
Pada korpus 181, bentuk kalimat pasif menjelaskan daerah Mentawai yang mulai dikuasai pihak asing. Penduduk setempat commit to user tidak bisa mengembangkan potensi wisata tersebut dikarenakan 154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
minimnya
pengetahuan
dan
modal
dalam
pengelolaannya.
Sedangkan perhatian pemerintah untuk mengembangkan potensi wisata di daerah tersebut belum optimal sehingga yang terjadi pihak asinglah yang banyak mengambil keuntungan. Sedangkan pada korpus 182, bentuk kalimat pasif menjelaskan para TKI ilegal yang terlibat berbagai masalah sehingga dideportasi ke Indonesia. Penggunaan bentuk kalimat pasif untuk menambah kesan lemahnya para TKI ilegal yang dideportasi seperti makna dari pemberitaan Kompas, dimana tidak ada kegembiraan pada wajah para TKI tersebut. c. 2.2. Koherensi Jenis koherensi yang digunakan Kompas pada tema keempat adalah koherensi kondisional. Eksotisme ala Butui tersebut masih ditambah indahnya perjalanan untuk mencapainya, yaitu naik pompang – perahu kayu dengan mesin tempel – selama sekitar 4 jam dari Muara Siberut, ibu kota Kecamatan Siberut Selatan menuju Desa Madobag. Dari Madobag, berjalan kaki sekitar 1,5 jam melalui hutan untuk menuju uma. (Korpus 183: Kompas, 11 Agustus 2009) Menurut Jaya, pemerintah merencanakan mengembangkan tiga zona di Pulau Nipah, yaitu pertahanan, kegiatan ekonomi terbatas, dan konservasi. Untuk zona pertahanan, pemerintah tetap menempatkan Pos TNI AL dan dermaga TNI AL. untuk zona ekonomi, kemungkinan dibuat tempat transit kapal-kapal tanker untuk pengisian bahan bakar, air, dan kebutuhan pokok. Untuk zona konservasim ditanam tanaman bakau. (Korpus 184: Kompas, 12 Agustus 2009)
Dalam
strategi
koherensi
kondisionalnya
Kompas
menggunakan kata “yaitu” untuk menjelaskan potensi yang dimiliki dua daerah perbatasan di Indonesia, yaitu Mentawai dan commit to user Pulau Nipah. 155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 3. Leksikon Strategi leksikon dalam tema keempat rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Ada dua daya tarik di situ: mengalami sendiri kehidupan suku Mentawai yang eksotis serta menikmati aliran Sungai Butui nan jernih serta dikelilingi pasir dan bebatuan putih di depan uma. (Korpus 185: Kompas, 11 Agustus 2009) Ombaik di kepulauan Mentawai – oleh berbagai organisasi selancar – merupakan terbaik ketiga sejagat setelah Hawaii dan Tahiti. (Korpus 186: Kompas, 11 Agustus 2009) Namun, pengurusan dokumen TKI di Nunukan sekarang melesu. (Korpus 187: Kompas, 14 Agustus 2009)
Kata “eksotis” pada korpus 185 digunakan Kompas untuk menggambarkan kehidupan suku Mentawai yang masih memegang teguh adat-istiadat dan budaya setempat, sehingga hal itu menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi dan merasakan secara langsung keseharian kehidupan suku Mentawai. Sedangkan pada korpus 186, Kompas memilih kata “sejagat”. Hal itu memberi kesan lebih menguatkan akan pesona alam yang dimiliki kepulauan Mentawai. Untuk kata “melesu” pada korpus 187 memberi kesan TKI malas dalam mengurus dokumen sebagai persyaratan TKI yang sah untuk bekerja di Malaysia, akibatnya akan muncul lagi persoalan TKI ilegal.
c. 4. Retoris Pengguaan elemen retoris Kompas pada tema keempat rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi grafis. commit to user
156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. 4.1. Grafis Berikut strategi grafis yang tersaji dalam pemberitaan Kompas: “Tempat tidur itu untuk para turis. Mereka juga yang membelinya, juga barang lain seperti tas,” kata Aman Jazali, sikerei yang menghuni rumah adat tersebut. Sikerei adalah pemimpin upacara adat. (Korpus 188: Kompas, 11 Agustus 2009) Pulau seluas sekitar 1,5 hektar saat air laut pasang ini sebelum direklamasi berupa karang saja, tidak berpenghuni, dan nyaris “tenggelam” bila air laut pasang. (Korpus 189: Kompas, 12 Agustus 2009) Arti pentingnya adalah bahwa “secuil” Pulau Nipah yang tidak terlihat di dalam peta Indonesia itu memiliki nilai strategis di bidang pertahanan. (Korpus 190: Kompas, 12 Agustus 2009) Hanya dalam hitungan satu jam, para TKI itu sudah “ludes” dari pelabuhan tersebut. (Korpus 191: Kompas, 14 Agustus 2009) Tidak heran kegiatan “daur ulang” TKI ilegal di Nunukan masih subur. (Korpus 192: Kompas, 14 Agustus 2009)
Ada dua macam tanda yang digunakan Kompas untuk menunjukkan strategi grafisnya, yaitu kata yang dicetak miring dan penggunaan tanda (“). Pada korpus 188, kata “sikerei” dicetak miring. “Sikerei” adalah pemimpin upacara adat. Selain Kompas sudah memberikan pengertian pada kata tersebut, namun penandaan pada kata tersebut memberi kesan untuk lebih menunjukan eksotisme kehidupan suku Mentawai yang masih menjunjung tingi adat-istiadat dan budaya setempat. Sedangkan pada korpus 189, 190, 191, dan 192, Kompas memakai tanda (“) dalam penggunaan strategi grafisnya. Kata “tenggelam” dan “secuil” pada commit to userkorpus 189 dan 190 memberikan
157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesan meski luas Pulau Nipah kecil tetapi menjadi hal penting sebagai penjaga kedaulatan NKRI, sehingga dibuat agar pulau tersebut jangan sampai tenggelam meski air laut pasang. Sedangkan kata “ludes” menjelaskan bahwa pendataan PJTKI terkait TKI ilegal yang dideportasi Malaysia berlangsung sangat cepat
dan
segera
ditampung
untuk
kemudian
diberikan
pembekalan. Pada korpus 192 kata “daur ulang” digunakan Kompas untuk menjelaskan kegiatan pengiriman TKI bermasalah yang dideportasi setelah diberi pembekalan dan pengurusan dokumen-dokumen yang sah sebagai TKI. 5. Tema: Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Infrasktruktur Publik Yang Masih Minim a. Analisis Struktur Makro Dalam tema kelima ini, Kompas menyajikan empat berita. Jangankan di kampung-kampung nelayan, infrastruktur pembangunan di Daik, ibu kota Kabupaten Lingga, saja masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan kota-kota kecamatan di Pulau Jawa. Satu-satunya bangunan baru yang relatif bisa dikedepankan hanya kantor bupati. Itu pun sangat sederhana. (Korpus 193: Kompas, 12 Agustus 2009) …karakteristik realitas sosial kemasyarakatan berikut penanganan daerah perbatasan oleh pemerintah relatif sama. Tertinggal dan seperti ditinggalkan! Untuk kasus Kepulauan Riau, perasaan ditinggalkan dalam proses pembangunan itu kerap jadi isu yang bisa melemahkan sendi-sendi nasionalisme. (Korpus 194: Kompas, 12 Agustus 2009)
Minimnya perhatian pemerintah dalam membangun sarana, prasarana dan infrastruktur publik dapat meruntuhkan sendi-sendi nasionalisme. Hal itu yang dialami masyarakat di Kepuluan Riau yang berbatasan dengan Singapura. Kota Daik sebagai ibu kota Kabupaten commit to user
158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lingga, pembangunan sarana dan infrastruktur publik masih jauh ketinggalaan jika dibandingkan kecamatan di Pulau Jawa. Gagasan tentang keindonesiaan dibangun lewat simbol-simbol fisik. Di depan dermaga, Monumen Santiago – pahlawan setempat – yang beratnya lebih dari 1,5 ton sedang dibangun. Monumen yang rencananya akan diresmikan Panglima TNI ini akan menjadi tugu keempat setelah Tugu Perbatasan Negara yang diresmikan tahun 2008, Tugu BKRI yang ditandatangani LB Moerdani, dan sebuag tugu tak selesai yang disebut masyarakat Tugu Megawati. Masalahnya, pengembangan nasionalisme lewat simbol-simbol monumen, tetapi tanpa dibarengi perhatian terhadap realitas sehari-hari, justru menimbulkan ironi. Dan masyarakat merasakan ironi seperti itu. (Korpus 195: Kompas, 15 Agustus 2009)
Di Pulau Miangas, gagasan tentang nasionalisme dibangun melalui simbol-simbol fisik dengan pembangunan beberapa monumen. Namun pembangunan itu tidak dibarengi penyediaan sarana dan fasilitas publik yang memadai sehingga menimbulkan ironi antara simbol nasionalisme dengan realitas kehidupan yang ada. Seluruh jalan di sini yang membangun tentara Amerika. Orang Jakarta hanya sekali kasih aspal, itu pun sepenggal (sepotong) saja dan sekarang sudah rusak,” kata Yahya Baba (51), warga Desa Daruba, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara, 3 Agustus lalu. (Korpus 196: Kompas, 15 Agustus 2009) Kondisi lebih parah saat menyusuri jalan Daruba-Berebere di Morotai Utara sepanjang 90 kilometer. Jalan beraspal hanya sampai Daeyo, sekitar 20 kilometer dari Daruba. Seterusnya jalan tanah dan perkerasan koral. (Korpus 197: Kompas, 15 Agustus 2009) Jaringan jalan di Pulau Morotai sebagian besar berada di Daruba. Jalan beraspal hanya sekitar 55 kilometer dan kondisinya rusak. Jalan tanah sekitar 100 kilometer yang jika hujan becek dan licin. (Korpus 198: Kompas, 15 Agustus 2009)
Kondisi fasilitas publik di perbatasan Indonesia memang masih jauh dari memadai. Hal ini dipertegas pemberitaan Kompas tentang fasilitas jalan utama di Pulau Morotai yang rusak. Bahkan sebagian besar commit to user
159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jalan utama yang ada di Morotai masih mengandalkan bekas peninggalan para tentara Amerika dan minim perbaikan oleh pemerintah. Mulai tahun 2002, Boven Digoel bersama Mappi dan Asmat lepas dari Merauke dan berdiri sendiri sebagai kabupaten otonomi. Namun, tujuh tahun pascapemekaran wilayah, perekonomian tiga kabupaten batu itu masih saja bergantung pada Merauke. Penyebabnya adalah lemahnya infrastruktur. Investasi yang mengalir masuk ke Merauke dan sekitarnya tidak diimbangi dengan penyediaan jalan penghubung antardaerah. Jadilah Merauke ibarat gula yang dirubung semut sendirian tanpa berupaya menebar gual ke daerah-daerah sekitarnya. (Korpus 199: Kompas, 19 Agustus 2009)
Di ujung timur Indonesia, perbatasan Papua-Papua Niugini, hal yang sama dialami daerah ini, yaitu lemahnya pembangunan infrastruktur. Sehingga meskipun ada program pemekaran, tetap saja Boven Digoel, Mappi, dan Asmat, masih bergantung dengan Merauke yang lebih maju. Pemerintah seolah tidak paham investasi kunci dalam pembangunan sehingga
pembangunan
yang
dijalankan
tidak
bisa
mendorong
pengembangan sektor lain. Hal itu ditunjukkan dengan belum memadainya prasarana dan sarana perhubungan, dimana hal tersebut merupakan kunci bagi pengembangan sektor lain. b. Analisis Superstruktur Berikut skematik berita-berita yang terdapat dalam tema kelima rubrik “Nasionalime di Tapal Batas”: Tabel III.6 Skematik Tema Kelima No. Edisi 1. Kompas, 12 Agustus 2009
Judul Berita Skematik Tak Indonesia Jenis berita features.Lead berisi kutipan lagu Hilang Di “Sri Mersing”. Bagian awal berisi pengalaman Hati… Leman yang menyayangkan daerahnya yang masih miskin tetapi sumber kekayaan alamanya disedot. Dilanjutkan penjelasan daerah commit to user Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura yang masih minim 160
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Kompas, 15 Agustus 2009
3.
Kompas, 16 Agustus 2009
4.
Kompas, 19 Agustus 2009
digilib.uns.ac.id
pembangunan infrastruktur publik. Di bagian akhir mempertanyakan sampai kapan mereka menunggu pembangunan itu sementara kualitas nasionalisme mereka untuk menjaga keutuhan NKRI masih terjaga. Ironi Di Jenis berita features. Lead menceritakan Antara Simbol bagaimana perjalananan menuju Pulau Dan Realitas Miangas. Kemudian dijelaskan keadaan kehidupan masyarakat Miangas yang sangat miskin prasarana dan fasilitas publik sebagai penunjang kesejahteraan. Dilanjutkan penjelasan gagasan keindonesiaan lewat simbol-simbol fisik yang tidak dibarengi perhatian terhadap realitas kehidupan keseharian masyarakat, dan itu menimbulkan ironi. Pulau Morotai Jenis berita features. Lead memperkuat judul. AS Bagian awal menjelaskan keadaan jalan di Membangun Morotai yang sudah rusak tapi masih menjadi Jalan, RI tumpuan utama sarana transportasi di pulau Kasih Aspal itu. Pembangunan infrastruktur untuk Saja… menunjang urat nadi ekonomi masyarakat masih sangat minim, padahal pulau ini juga memiliki beberapa potensi yang bisa dikembangkan. Pascapemekaran, Morotai kini ingin berusaha untuk berlari mengatasi ketertinggalan. Mengharapkan Jenis berita features. Lead menceritakan Investasi Yang suasana Bandar Udara Mopah, Merauke. Berdamai Bagian awal dipaparkan kerugian yang dialami para pedagang yang gagal terbang ke Boven Digoel. Dilanjutkan penjelasan daerah Boven Digoel yang merupakan daerah pemekaran namun masih bergantung dengan Merauke. Hal itu terjadi karena masih lemahnya infrastruktur publik. Di bagian akhir dipaparkan peluang Boven Digoel untuk maju dengan memanfaatkan investasi untuk pembangunan infrastruktur yang bisa disinergikan dengan keadaan alamnya.
commit to user
161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Analisis Struktur Mikro c. 1. Semantik Berikut analisis semantik yang terbagi dalam 3 elemen yaitu: latar, detil, dan maksud. c. 1.1. Latar Penggunaan strategi latar dalam tema kelima rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Sentuhan pada kebutuhan masyarakat oleh pemerintah mereka rasakan kesannya setengah hati. Lihat saja, selama 2005-2008 ada 10 motor tempel dan 7 perahu motor diberikan pemerintah ke kawasan itu. Namun, semuanya teronggok – sebab tanpa suplai BBM secara rutin ke kepulauan itu. Ironis, atau yang begini sudah jatuh menjadi tragis? Tiga tangki minyak selalu kosong sejak dibangun setahun lalu. Demikian juga gudang Dolog (Depot Logistik) yang megah tetapi melompong sejak berdiri. Pasar yang dibangun tanpa melihat budaya barter masyarakat kini tinggal reruntuhan. Satu lagi tambahan ironi… (Korpus 200: Kompas, 15 Agustus 2009)
Pulau Miangas merupakan pulau yang berada paling utara di Indonesia. Kesejahteraan masyarakat di pulau ini masih jauh dari layak. Pembangunan pemerintah masih hanya sebatas simbolsimbol fisik dengan dalih nasionalisme. Pembangunan tersebut tidak dibarengi pembangunan yang berfokus kepada kesejahteraan rakyat. Korpus di atas menunjukkan latar pemberitaan Kompas, dimana di Miangas infrastruktur dan fasilitas publik yang seharusnya lebih diprioritaskan untuk menunjang kesejahteraan masyarakat, penanganannya masih terbengkelai. Sehingga hal ini menimbulkan ironi antara simbol dengan dalih nasionalisme dan realitas kehidupan masyarakat Miangas yang masih belum layak. commit to user
162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Seperti inilah Morotai tidak banyak berubah sejak Indonesia merdeka, tetap miskin. Kami sering berpikir, kenapa dulu tidak ikut Amerika saja,” ujar Mirod bane (34), warga Morotai. (Korpus 201: Kompas, 15 Agustus 2009) Kondisi infrastruktur perhubungan yang sangat minim dan menghambat pertumbuhan ekonomi itu membuat masyarakat Morotai merasa dilupakan. (Korpus 202: Kompas, 15 Agustus 2009)
Dalam korpus di atas, latar Kompas menjelaskan tentang keadaan masyarakat Morotai yang masih miskin dikarenakan kondisi infrastruktur perhubungan yang ada sangat minim, bahkan masih mengandalkan jalan koral peninggalan tentara Amerika. Padahal ketersediaan infrastruktur perhubungan merupakan kunci bagi pembangunan-pembangunan lain yang berfokus untuk kesejahteraan masyarakat. Hingga usia republik ini mencapai 64 tahun, Boven Digoel rupanya masih saja lekat dengan kesan angker. Dikelilingi hutan belantara serta rawa, sarang nyamuk malaria dan buaya, ungkapan “Boven Digoel” membuat bulu kuduk merinding. (Korpus 203: Kompas, 19 Agustus 2009)
Kompas secara eksplisit menjelaskan kondisi alam Boven Digoel yang masih sulit terjamah. Dengan kondisi semacam itu maka sulit bagi Boven Digoel untuk lepas dari Merauke, sebagai salah satu daerah pemekaran. Hal itu dikarenakan lemahnya infrastruktur perhubungan yang ada sehingga Digoel sebagai salah satu kabupaten yang memiliki otonomi daerah, masih kesulitan mengembangkan pembangunan. c. 1.2. Detil Penggunaan strategi latar dalam tema kelima rubrik commit to user “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: 163
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kota Daik tak ubahnya seperti pedukuhan di Jawa. Hanya berupa kumpulan rumah panggung di atas rawa. Tak ada kendaraan angkutan umum kecuali ojek sepeda motor. Tak ada tempat belanja kecuali warung-warung kecil di pinggir jalan. Rumah makan hanya kedai kecil. Penginapan pun amat bersahaja dengan bonus penerangan listrik yang kerap mati tiba-tiba. (Korpus 204: Kompas, 12 Agustus 2009)
Korpus 138 memberikan keterangan detil terkait keadaan kota Daik belum seperti kota-kota kabupaten di Pulau Jawa, dimana setidaknya fasilitas dan infrastruktur publik sudah memadai. Ini menunjukkan bahwa pembangunan fasilitas dan infrastruktur publik di Indonesia belum merata, masih didominasi di daerah tertentu. Jalanan berlapis aspal tipis itu sudah berhubung di sana-sini menyingkap tatanan koral di bawahnya. Jika ada mobil atau motor yang melaju, debu putih mengepul memerihkan mata dan menyesakkan napas. Kendaraan pun sering harus zig-zag menghindari lubang-lubang menganga. (Korpus 205: Kompas, 15 Agustus 2009) Saat masih menjadi bagian Kabupaten Halmahera Utara, dana dari pemerintah pusat hanya cukup untuk membangun 2 kilometer jalan aspal per tahun. Jika kondisi itu terus bertahan, paling tidak butuh 100 tahun membangun jalan lingkar Morotai sepanjang 287 kilometer. (Korpus 206: Kompas, 15 Agustus 2009)
Dari kedua korpus di atas, detil menjelaskan kerusakan jalan di Morotai yang cukup parah dan miskin penanganan dari pemerintah. Bahkan ketika Morotai belum berdiri sendiri sebagai sebuah
kabupaten,
pembangunan
infrastruktur
perbuhungan
memakan waktu yang lama, lebih dari 100 tahun. Hal ini jelas menunjukkan lemahnya perhatian pemerintah dalam membangun dan memperbaiki infrastruktur publik. Berharap pada jalan darat adalah mustahil. Jalan darat poros MeraukeTanah Merah commit sepanjangto600 km lebih identik sebagai kubangan kerbau user ketimbang jalan raya. Tanah lempung berwarna kuning kemerah-
164
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merahan itu umumnya belum dilapisi aspal dan pengerasan. Setiap hujan turun tak kenal musim, tanah tersebut langsung membubur. Berharap pada angkutan sungai juga tidak mungkin. Nyaris tak ada pengusaha angkutan sungai tertarik menyediakan moda transportasi pada Sungai Digoel, Moro, dan Biran. Padahal, ketika sungai yang bermuara di Laut Arafuru itu lebarnya 100-120 meter, mirip sungaisungai di Kalimantan. (Korpus 207: Kompas, 19 Agustus 2009)
Detil dalam korpus menjelaskan sarana perhubungan baik itu darat maupun sungai yang cukup memprihatinkan. Padahal tidak ada cara lain bagi masyarakat di kawasan perbatasan timur Indonesia tersebut agar bisa menuju Merauke, untuk melakukan kegiatan makro dan mikro ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup. Dengan kondisi infrastruktur yang masih buruk tersebut, sulit bagi masyarakat memperoleh kehidupan yang layak. c. 1.3. Maksud Penggunaan strategi maksud dalam tema kelima rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Ekonom dari Universitas Negeri Musamus Merauke, Frederikus Gebze, mengingatkan perlunya pola investasi yang berdamai dengan komunitas dan alam. Memberikan manfaat bagi pihak luar, tetapi tidak menghancurkan tatanan masyarakat lokal, termasuk kearifan ekologi yang dijunjung turun-temurun. (Korpus 208: Kompas, 19 Agustus 2009)
Dengan karakter alam yang sulit terjamah, dan tatanan kehidupan masyarakat pribumi yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, maka hal yang dilakukan pemerintah adalah menjadi mediator yang baik dalam menentukan arah pembangunan di kawasan perbatasan timur Indonesia. Melalui korpus di atas, strategi maksud pemberitaan Kompas menjelaskan commit to user perlunya pola investasi yang bisa bersinergi dengan kondisi alam 165
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan tata kehidupan masyarakat pribumi di perbatasan Papua-Papua Niugini. Sehingga semua pihak yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur dan sarana publik tersebut sama-sama diuntungkan. c. 2. Sintaksis Pengguaan elemen tintaksis Kompas pada tema kelima rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi penggunaan bentuk kalimat. c. 2.1. Bentuk Kalimat Berikut penggunaan bentuk kalimat dalam teks Kompas: Tidak ada perahu motor yang berani mengangkut BBM karena jarak dengan pusat kecamatan tetangga, Nanusa, sekitar 232 kilometer, sementara tinggi gelombang bisa mencapai 7 meter. (Korpus 209: Kompas, 15 Agustus 2009) Jika kondisi itu terus bertahan, paling tidak butuh 100 tahun membangun jalan lingkar Morotai sepanjang 287 kilometer. (Korpus 210: Kompas, 16 Agustus 2009) Pengangkutan dari Merauke ke daerah sekitarnya belakangan lebih banyak mengandalkan pesawat kecil berkapasitas 12 orang yang sangat rentan terhadap cuaca. (Korpus 211: Kompas, 19 Agustus 2009) Lihatlah kehidupan masyarakat di Pulau Singkep yang kehilangan darah segarnya setelah kekayaan perut bumi mereka (baca: timah) disedot habis, lalu ditinggalkan. (Korpus 212: Kompas, 12 Agustus 2009) “Kami, masyarakat Miangas, mau percaya sama siapa lagi kalau terus dibohongi pemerintah,” kata Gusti Papea. (Korpus 213: Kompas, 15 Agustus 2009) Investasi yang mengalir masuk ke Merauke dan sekitarnya tidak diimbangi dengan penyediaan jalan penghubung antardaerah. (Korpus 214: Kompas, 19 Agustus 2009)
Pada korpus 209, 210, dan 211 Kompas menggunakan bentuk kalimat aktif. Penggunaan kata “mengangkut” dan commitkesan to userpemerintah berada di atas (aktif) “membangun” memberi
166
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam penyediaan dan perbaikan fasilitas publik, meski yang dilakukan pemerintah terkait dua hal tersebut belum optimal. Sedangkan kata “mengandalkan” pada korpus 211 menjelaskan penduduk Merauke yang masih bergantung pada transportasi udara tanpa ada pembangunan untuk sarana transportasi lain. Sedangkan pada korpus 212, 213, dan 214 bentuk kalimat yang digunakan Kompas adalah bentuk pasif. Penggunaan kata “disedot” dan “ditinggalkan” pada korpus 212 memberi kesan wilayah
perbatasan
yang
hanya
menjadi
obyek
yang
menguntungkan pihak tertentu tanpa ada timbal balik pada wilayah perbatasan tersebut. Sementara kata “dibihongi” pada korpus 213 menunjukkan penduduk perbatasan yang tidak bisa berbuat apa-apa akan perlakuan pemerintah yang hanya sebatas janji-janji dalam melakukan pembangunan dan penyediaan infrastruktur di daerah perbatasan seperti di Pulau Miangas. Pada korpus 214, kata “tidak diimbangi” dipakai Kompas untuk menguatkan pembanguan infrastruktur di wilayah Merauke dan sekitarnya yang tidak paham investasi kunci, sehingga pembangunan infrastruktur tersebut tidak bisa menjadi pemicu pembangunan di bidang lain. c. 3. Leksikon Strategi leksikon dalam tema kelima rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” adalah sebagai berikut: Penginapan pun amat bersahaja dengan bonus penerangan listrik yang commit to user kerap mati tiba-tiba. (Korpus 215: Kompas, 12 Agustus 2009)
167
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Akan tetapi, posisi masyarakat lokal selalu di pinggiran: sekadar jadi penonton! (Korpus 216: Kompas, 12 Agustus 2009) Sentuhan pada kebutuhan masyarakat oleh pemerintah mereka rasakan kesannya setengah hati. (Korpus 217: Kompas, 15 Agustus 2009) Jalan darat poros Merauke-Tanah Merah sepanjang 600 km lebih identik sebagai kubangan kerbau ketimbang jalan raya. (Korpus 218: Kompas, 19 Agustus 2009)
Ekonom dari Universitas Negeri Musamus Merauke, Frederikus Gebze, mengingatkan perlunya pola investasi yang berdamai dengan komunitas dan alam. (Korpus 219: Kompas, 19 Agustus 2009)
Pada korpus 215, Kompas memilih kata “bersahaja”. Hal itu untuk menguatkan kesederhanaan pembangunan di kota Daik yang merupakan ibu kota Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Kata “di pinggiran:
sekedar
menjadi
penonton”
menjelaskan
penduduk
perbatasan di Kepulauan Riau kehilangan wilayah-wilayah akibat kebijakan pemerintah yang menetapkan beberapa wilayah di kepulauan itu sebagai kawasan industri. Kebijakan tersebut tanpa dibarengi penyediaan dan pembangunan infrastruktur untuk kesejahteraan penduduk setempat. Pada korpus 217, kata “setengah hati” dipakai Kompas untuk menunjukkan penyediaan fasilitas dan infrastruktur publik oleh pemerintah belum optimal. Hal itu ditunjukkan dengan tidak adanya suplai BBM rutin di Pulau Miangas. Sedangkan kata “kubangan kerbau” pada korpus 218 menjelaskan tidak adanya perbaikan jalan – di pedalaman Merauke – yang dilakukan pemerintah. Untuk kata “pola investasi yang berdamai” menjelaskan bahwa commit to user hendaknya pemerintah melakukan pembangunan di wilayah Merauke
168
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan mempertimbangkan kehidupan masyarakat pribumi dan keadaan alam. Sehingga pembangunan itu tidak hanya menguntungkan pihak investor tetapi juga dirasakan masyarakat lokal setempat. c. 4. Retoris Pengguaan elemen retoris Kompas pada tema kelima rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” terdiri dari strategi grafis dan metafora. c. 4.1. Grafis Dalam strategi grafisnya, Kompas memakai tanda (“) dan kata yang dicetak miring untuk menadai bagian-bagian yang dianggap Kompas penting. Akhirnya, cara satu-satunya adalah dengan menyembunyikan jeriken minyak ke koper, dibungkus dengan baju-baju. Bensin dan minyak tanah “selundupan” itu dijual dengan harga Ep 15.000 dan Rp 12.000 per liter. (Korpus 220: Kompas, 15 Agustus 2009) Setelah Amerika dan Jenderal Mac Arthur membangun hingga meninggalkan kenangan indah di Morotai seharusnya penguasa di Jakarta tak hanya melabur aspal di jalan yang dibangun para Saebees. (Korpus 221: Kompas, 16 Agustus 2009)
Pada korpus 220 kata “selundupan” diberi tanda oleh Kompas. Kompas ingin menjelaskan bahwa masyarakat Miangas terpaksa melakukan hal tersebut karena memang tidak ada pilihan lain agar bisa membawa BBM untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sedangkan kata “saebes” pada korpus 221, penandaan
Kompas memberi kesan bahwa jalan-jalan utama di wilayah Morotai masih mengandalkan peninggalan tentara Amerika commit to user
169
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(saebees) dan minim perbaikan pemerintah apalagi pembangunan jalan baru. c. 4.2. Metafora Untuk strategi metafora, dalam tema kelima rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas”, Kompas menyajikan 2 korpus. Meski diperlakukan pemerintah pusat tak ubahnya sekadar “properti”, di luar urusan ekonomi yang terkait langsung dengan persoalan hidup sehari-hari, rasa kebangsaan masyarakat di daerah ini tak pernah surut. (Korpus 222: Kompas, 12 Agustus 2009) Meminjam gaya ungkap Hang Tuah ketika mengobarkan semangat “tak Melayu hilang di Bumi” pada masa silam, masyarakat Kepulauan Riau sekarang pun masih bisa berkata lantang: tak Indonesia hilang di hati! Tapi sampai kapan? (Korpus 223: Kompas, 12 Agustus 2009)
Pada
korpus
222,
kiasan
yang
disajikan
Kompas
menjelaskan masyarakat Kepulauan Riau yang hanya sebagai penonton kebijakan pemerintah yang menetapkan beberapa wilayah di Kepulauan tersebut menjadi kawasan industri, tanpa ada pembangungan dan penyediaan infrastruktur publik yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Sedangkan pada korpus 223, kiasan yang digunakan Kompas menjelaskan bahwasanya meski perhatian yang diberikan pemerintah kepada masyarakat perbatasan masih minim terkait penyediaan dan pembanguan sarana dan infrastruktur publik, namun rasa kebangsaan masyarakat perbatasan tersebut tidak pernah luntur.
commit to user
170
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Munculnya rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” di harian Kompas edisi 10 Agustus 2009 sampai dengan 21 Agustus 2009, yang menjadi kajian dalam penelitian ini menunjukkan kecenderungan Kompas, sebagai Komunikator, mempunyai perhatian khusus terhadap permasalahan di tapal batas Indonesia. Dengan memanfaatkan momentum kemerdekaan, Kompas melontarkan wacana nasionalisme melalui pemberitaan-pemberitaan yang menyorot keadaan-keadaan di tapal batas Indonesia. Hasil analisis dalam penelitian ini mendapati adanya wacana yang digambarkan Kompas terkait nasionalisme yaitu: rasa nasionalisme di daerahdaerah perbatasan Indonesia yang kian terkikis dan terancam hilang sebagai bagian dari keutuhan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan demokrasi dan keadailan sosial sebagai cara untuk mewujudkan dan menjaga rasa nasionalisme, minim atau bahkan belum dirasakan masyarakat perbatasan Indonesia. Persoalan-persolaan yang dialami wilayah perbatasan sebagai wujud belum adanya demokrasi dan keadilan sosial tersebut di antaranya: daerah tapal batas Indonesia yang dituntut mandiri tanpa kehadiran serius dari negara; stigmatisasi dan ketakutan yang dirasakan masyarakat di daerah tapal batas Indonesia; kondisi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat di tapal batas Indonesia; commit to user
171
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
potensi daerah yang masih minim perhatian negara; dan pembangunan prasarana, sarana, dan infrastruktur publik yang masih minim. Melalui wacana tersebut Kompas ingin menyampaikan pesan kepada pemerintah yang memiliki posisi ideal dalam mewujudkan nasionalisme secara utuh di Indonesia, tak terkecuali di wilayah perbatasan. Kompas menyampaikan bahwa tugas negara dalam mewujudkan nasionalisme yang utuh dan menyeluruh masih berat, hal itu ditandai dengan berbagai persoalan yang terjadi di tapal batas Indonesia dan belum ada penyelesaian yang nyata. Sebagai media yang lekat dengan humanisme, Kompas menyajikan pemberitaan-pemberitaan terkait kondisi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan yang masih memprihatinkan. Kompas secara intens memunculkan berita-berita terkait persoalan tersebut. Melalui pemberitaanpemberitaan tersebut, Kompas telah melaksanakan prinsip-prinsip jurnalisme dan fungsi pers sebagai kontrol sosial dan tanggung jawab sosial. Dengan begitu, baik pemerintah maupun masyarakat luas akan memperoleh informasi dan bahan diskusi sehingga bisa memberikan kontribusi nyata dalam menyelesaikan persoalan yang ada, dalam hal ini persoalan-persoalan di wilayah perbatasan Indonesia.
B. SARAN Penelitian ini hanya berfokus dari penafsiran level teks pada rubrik “Nasionalisme di Tapal Batas” di harian Kompas dengan menerapkan metode analasis wacana model van Dijk. Dalam analisisnya, peneliti menemukan commit to user
172
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbagai wacana terkait persoalan di wilayah perbatasan yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat. Dari hasil analisis yang telah disimpulkan di atas, maka peneliti memiliki beberapa saran. Pertama, penelitian ini hanya sebatas meneliti dari level teks sehingga banyak unsur subyektifitas dari peneliti. Orang lain sangat dimungkinkan mempunyai penafsiran dan interpretasi yang berbeda dalam memhami teks ini. Oleh karena itu, bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa, dapat mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan metode Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) yang melihat penekanan konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Kedua, adanya visi, misi, dan kebijakan lain sebagai pijakan dasar sebuah media, menjadikan media tersebut mengusung wacana tertentu terkait berita yang disajikan. Oleh karena itu hendaknya media tetap berpegang teguh pada kaidah jurnalistik sehingga pemberitaan yang disajikan berimbang dan tetap faktual. Ketiga, berbagai persoalan di tapal batas yang belum mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat luas seperti yang diberitakan oleh Kompas hendaknya menjadi pertimbangan bagi pemerintah bersama masyarakat untuk lebih memperhatikan dan ikut andil menyelesaikan persoalan-persoalan di daerah tapal batas Indonesia.
commit to user
173
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Buku Alex Sobur. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Anderson, Benedict. 2008. Imagined Communities Komunitas-Komunitas Terbayang (alih bahasa Omi Intan Naomi). Yogyakarta: INSIST Press. AS Haris Sumadiria. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Badri Yatim. 1999. Seokarno, Islam, dan Nasionalisme. Jakarta: Logos Wacana Ilmu Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. Dance Palit dkk (ed.). 1999. Dinamika Nasionalisme Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina Darma (YBD). Deddy Mulyana. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Eriyanto. 2005. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS. FX Koesworo dkk. 1994. Di Balik Kuli Tinta. Surakarta: Sebelas Maret Unibersity Press dan Yayasan Pusataka Nusantara. Ibnu Hamad. 2010. Komunikasi Sebagai Wacana, Jakarta: LaToFi. Kovach, Bill dan Tom Rosential. 2004. Elemen-Elemen Jurnalisme. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi. Mursito BM. 2006. Memahami Institusi Media Sebuah Pengantar. Surakarta: Lindu Pustaka dan SPIKOM. Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS. Septian Santana. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor commit to user Indonesia.
174
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sugiyanto. 2004. Analisis Statistik Sosial. Malang: Bayumedia Publishing. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Sularto (ed.). 2001. Humanisme dan Kebebasan Pers: Menyambut 70 Tahun Jakob Oetama. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2009. Batas Wilayah Negara Indonesia Dimensi, Permasalahan, dan Strategi Penanganan Sebuah Tinjauan Empiris dan Yuridis. Yogyakarta: Gaya Media. Tim. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Yakob Utama. 1987. Perspektif Pers Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Jurnal Coe, Kevin dan Rico Neumann. 2011. Finding Foreigners in American National Identity:
Presidential
Discourse,
People,
and
the
International
Community. International Journal of Communication 5 (2011), 819–840. Murray, John. 2011. Nationalism, Patriotism, and New Subjects of Ideological Hegemony. Journal of Philosophy: A Cross Disciplinary Inquiry 6.14 (2011): 30+. Gale Education, Religion and Humanities Lite Package. Skripsi: Muhammad Syofri Kurniawan. 2006. Representasi Visi Surat Kabar Dalam Foto Jurnalistik: Studi
Analisis
Wacana
Tentang Pendidikan
sebagai
Representasi Visi Surat Kabar Harian Kompas dalam Foto Bencana Alam Pergantian Tahun 2007/2008 di Jawa Tengah. Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Laporan Magang: Bagus Sandi Tratama, 2007. Penyusunan Berita dalam Aktivitas Jurnalisme di Harian Umum Kompas Biro Jawa Tengah. Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Makalah: Ibnu Hamad. Perkembangan Analisis Wacana dalam Ilmu Komunikasi: Sebuah commit to user Telaah Ringkas. Universitas Indonesia.
175