*Kolom IBRAHIM ISA* *Kemis, 24 Januari 2013* -------------------------* Kebutuhan INDONESIA:
“NASIONALISME Dan MENUMPAS KESERAKAHAN” *-- Menelusuri Bersama – Pemikiran BEN ANDERSON ( Dari Tulisan di buku Liberum Amicorum 100 Tahun Bung Karno)* *** Memperingati 100 TAHUN BUNG KARNO, (06 Juni 1901 – Juni 2001) dalam rangka mengkaji kembali serta mengkhayati Ajaran-ajaran Bung Karno, --- Hasta Mitra, sebuah Penerbit Buku Bermutu yang dipimpin oleh Editor Joesoef Isak, lebih 10 tahun yang lalu menerbitkan Sebuah Liber Amicorum. Banyak yang menyumbangkan tulisan dalam buku “Liber Amicorum 100 TAHUN BUNG KARNO”. Terhitung, tidak kurang dari 27 artikel. Antara lain dimuat di situ tulisan Joesoef Isak, Peter Dale Scot, Ali Hasymi (“Aku Serdadumu”) , Charil Anwar, Sitor Situmorang, Bob Hering, Soebadio Sastrosatomo, Soedarpo Sastrosatomo, Dawam Rahardjo, Ibrahim Isa, Susilo Bambang Yudhoyono, Noam Chomsky, Ben Anderson, Harry Poeze, Francisca Fanggidaej, dll. *** Dalam kolom ini kita batasi membicarakan sedikit tulisan yang disumbangkan oleh Prof Ben Anderson, Ia adalah seorang pakar kajian internasional dan direktur INDONESIA PROJECT pada Universitas Cornel, Ithaca, AS. Kita bahas sedikit, bagian dari uraian, versi saduran singkat yg disampaikan oleh Indonesianis tsb pada ceramah di Insititut Teknologi di Capitol Theatre Melbourne. Disoroti sedikit dari tulisan Ben, dengan tujuan untuk menggugah, mengelitik, memikirkan dan menganalisis situasi aktuil bangsa kita. Judul tulisan Ben Anderson sangat menarik dan menggugah, sbb: *“Kebutuhan INDONESIA: NASIONALISME Dan MENUMPAS KESERAKAHAN”.* Sebabnya mengapa diambil bagian dari pemikiran Ben Anderson dengan judul tsb diatas, ialah, karena tulisan tsb., meskipun ditulis lebih 10 tahun yang lalu, namun masih relevan dengan situasi aktuil di negeri kita sekarang. Maraknya pelanggaran hukum berkaitan
dengan kasus KORUPSI dan usaha KPK yang kembang-kempis, tak menentu entah berha, atau gagalkah, atau mandek di tengah jalan, ---- dalam menangani masalah korupsi dewasa ini. Orang tahu, penyebabnya adalah karena yang terlibat di situ adalah para elite politik dan finans-ekonomi yang berjalin dengan kekuasaan yang berlangsung dulu dan sekarang. Sehingga akibatnya -- hanyalah yang setingkat “teri” dan “sedang-sedang” saja yang dicekal. Sedangkan yang KAKAP masih bebas bergaya dan bergelimang dengan kemewahan hasil korupsinya;. Di lain fihak bisa disaksikan bersama bgaimana para elite yang berkuasa baik langsung ataupun tidak langsung di bidang birokrasi pemerintahan, legislatif dan yudikatif, berusaha memanfaatkan semaksimal mungkin, mumpung kedudukan mereka masih diatas angin dewasa ini, untuk memuaskan KESERAKAHANNYA. Situasi ini, lagi-lagi menunjukkan dengan jelas sekali, betapa kesedaran berbangsa, patriotisme dan nasionalisme, secara umum masih berada pada tingkat rendah sekali. Masih merupakan lamis-lamis bibir semata. Tidak ada dampak realisasinya dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari. *** Begini uraian ananlitis Ben Anderson pada bagian awal ceramahnya: “Indonesia adalah suatu negeri aneh dalam tolok-ukur apa pun, dan sekarang – berbeda dengan Thailand dan Filipina – oposisi potensial antara nasionalisme dan demokrasi nampak muncul di permukaan dengan jelas sekali. “Gampang sekali menganggap masa lalu sebagai rentetan perisitwa yang sudah lumrah memang begitulah semestinya sejarah berjalan. Padahal siapa di tahun 1907 akan mengatakan bahwa gerakan nasionalis akan tampil dalam 20 tahun. “Siapa dalam visi masa depannya akan meramal suatu Aceh, suatu Bali bagian Selatan dan suatu Papua (Irian Barat) justru merupakan bagian dari proses ditelan kolonialisme? “Siapa di tahun 1940 akan mengatakan bahwa dalam waktu lima tahun Negeri Jajahan yang aman tenteram dan diawasi sangat ketat, akan mengalami sebuah revolusi, dan dalam waktu sepuluh tahun kemudian diakui resmi sebagai nation-state, negra baru suatu bangsa? “*Siapa di tahun 1962 akan mengatakan bahwa dalam waktu empat tahun, kira-kira antara setengah dan dua juta penduduk akan dibantai negara?*
“Siapa di tahun 1995 akan mengatakan bahwa dalam waktu tiga tahun keajaiban ekonomi yang yang legendaris akan ambruk dalam reruntuhan yang mungkin tak bisa tebaiki lagi, dan sebagai negara maha kuasa yang dipuja-puja dunia Barat ambrol compang-camping. “*Maka penting untuk mengingat kembali Soekarno.* Dia nyaris satu-satunya nasionalis muda dalam generasinya yang berasal dari campuran latar-belakang etnik dan agama. Bapaknya sekurang-kurangnya nomina seorang Muslim Jawa dan ibunya seorang Hindu-Bali. *Dalam kariernya yang panjang dia bekerja tidak kenal capék dan umumnya mencapai sukses besar dalam mempropagandakan nasionalisme kerakyatan, yang bahkan Mahatma Gandhi pun tak sampai menjangkaunya. Itu sebabnya satu generasi setelah dia meninggal, kehadirannya tetap hidup, tidak ada rivalnya di Asia Tenggara yang dapat menandinginya kecuali almarhum Ho Chi Minh. Harapan yang diberikan Soekarno cukup jelas dibuktikan dengan dukungan luar biasa bagi anaknya yang sebaliknya tidak punya keistimewaan samasekali.* *** Setelah membicarakan konsep sistim kenegaraan federal dan sistim kenegaraan kesatuan, Ben Anderson memasuki masalah korupsi, a.l sbb: “Contoh perilaku dan kebijakan Suharto merusak birokrasi dan sistem hukum, dua-duanya menumbuhkan penyakit korupsi dan nepotisme yang nyaris tak tersembuhkan. Keadaan sperti itu menciptakan satu kelas menengah lembek tanpa keberanian atau tak berwatak. Franz Fanon almarhum pun akan merenung-renung dengan keputusan yang muram bila melihat Indnesia sekarang. “Kelas menengah Indonesia yang dulu tidur nyaman di tengah kekerasan kejam penguasa, yang jumlah korban fisiknya dalam beberapa tahun melampaui sejuta orang – sekarang benar-benar merasa keresahan yang gawat. Pos-pos polisi dibakar oleh massa yang bérang, para pengedar narkoba dibunuh oleh kelompok orang-orang serukun kampung, bécak muncul lagi besar-besaran di jalan-jalanj yang khusus disediakan bagi para pemilik mobil kelas menengah, dan tukang-tukang becak sudah pada tidak gentar lagi mengeroyok mobil-mobil Mercedez-Benz yang ngebut. Di kalangan kelas menengah jelas sekali sudah muncul nostalgia pada Orde Baru, yah . . . di atas egala-galanya . . . . orde tertib, aman dan teratur. “Indonesia punya pepatah populer, /di bawah pohon beringin tidak ada pohon subur yang bisa tumbuh”. /Soeharto barangkali teringat pada pepatah itu dengan perasan puas yang jahat, ketika ia memberikan pohon beringin sebagai simbol pemilu bagi Golkar, mesin
politiknya. “Para pemimpin Indonesia sekarang yang tukang bertengkar tumbuh di bawah bayangan pohon beringin, tak seorangpun luput dari pengaruh korup yang menghambat pertumbuhan. Itulah salah satu sebab, mengapa Soekarno yang sudah lama pergi, tetap saja dirasakan kehadirannya, walau pun terasa seakan seperti suatu janji yang masih harus dikabulkan. Janji demokrasi? Barangkali /no. /Tidak. Tetapi nasionalisme kerakyatan, /yes/, sebab boleh jadi itulah yang membuka kesempatan-kesempatan demokratis. Di Indonesia, nasionalisme harus paling pertama didahulukan, artinya: nasionalisme yang punya rasa kebersamaan senasib dan semasa depan yang kuat. Negeri di mana para pemimpin politiknya stidak malu punya dwikwarganegaraan atau memiliki “green card”Amerika, di mana grup-grup berkuasa mengirim anak-anaknya untuk sekolah di luar negei, dan diam-diam melécéhkan kebudayaannya sendiri, di mana berjuta warga dibiarkan membusuk hidup dalam gubuk reyot dan bau – itulah negeri yang sama sekali tidak bisa diharapkan melakukan sesuatu yang baik, sekalipun memiliki institusi-institusi demokrasi. “/*Masalah utama bukan disebabkan oleh defisit demokrasi, teapi defisit nasionalisme, terutama di kalangan mereka yang berduwit dan berpendidikan. Pemimpin yang patariotik dan jujur bisa berbuat banyak sekali, baik dengan keputusan-keputusannya maupun dengan teladannya. Timor Timur menjadi kasus paling baru yang mencolok dalam hal ini.*/ “Puluhan tahun Amerika menyanjung-nyanjung Soeharto, Inggris memasok senjata tidak kepalang tanggung, brturut-turut pemerintahan Asutralia yang lama dan yang baru berkonspirasi dengqan Jakarta untuk memperkosa Timor Timur, suatu aib yang tak terhapuskan seumur hidup. “Apa yang perlu bagi dunia Barat sekarang adalah: kurangi campur-tangan, kurangi keangkuhan, dan kurangi keserakahan pada outsider yang sangat berkuasa”.Demikian Ben Anderson mengakhiri tulisannya. *** Fokus utama yang diajukan oleh Ben Anderson, ialah, *bahwa masalah utama bagi
Indonesia dewasa ini, adalah nasionalisme (maksudnya nasionalisme kerakyatan bukan nasionalisme sovinis), terutama di kalangan mereka yang berduwit dan berpendidikan . . . dan bahwa pemimpin-pemimpin yang patriotik dan jujur bisa berbuat banyak sekali . . . . *Di sini fikiran kita tertuju pada tokoh-tokoh (baru) pemimpin pemerintahan (daerah), seperti Jokowi dan Ahok, . . . . yang diharapkan memiliki dan mampu meneruskan watak dan semangat yang menjadikan pengabdian pada rakyat yang dipimpinnya sebagai tugasnya yang paling pokok dan SEGERA !* ** * **