P erencanaan Lokasi
PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL DI WILAYAH PERKOTAAN
A. Ridwan Siregar
PERENCANAAN LOKASI PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL DI WILAYAH PERKOTAAN
A. Ridwan Siregar
2011
i
USU Press Art Design, Publishing & Printing Gedung F Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan, Indonesia Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737 Kunjungi kami di: http://usupress.usu.ac.id
© USU Press 2011 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak, menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN: 979 458 583 1 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan / A. Ridwan Siregar --Medan: USU Press, 2011. iv, 133 p. ; ilus. ; 20 cm Bibliografi ISBN: 979-458-583-1
Dicetak di Medan, Indonesia
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya jualah sehingga buku ini dapat diterbitkan. Buku ini menyajikan suatu hasil kajian tentang perencanaan lokasi perpustakaan umum spasial di wilayah perkotaan. Perjalanan untuk menghasilkan sebuah karya telah memberikan pengalaman baru bagi penulis, seperti suatu petualangan yang penuh tantangan dan sekaligus rintangan. Di dalam perjalanan itu, penulis memperoleh banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak yang telah turut membantu mulai dari awal hingga karya ini dapat diterbitkan. Kepada isteri dan anak-anakku disampaikan penghargaan atas dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat bekerja dalam suasana yang menyenangkan. Penulis berharap kiranya karya ini bermanfaat bagi upaya untuk mengembangkan suatu wilayah kota yang memiliki fasilitas perpustakaan umum yang dekat dengan setiap warga masyarakat sehingga mereka dapat mengembangkan diri untuk memperbaiki kesejahteraan mereka sendiri. Medan, 9 Maret 2011 Penulis,
Dr. A. Ridwan Siregar, M.Lib. iii
DAFTAR ISI Kata Pengantar......................................................................................... iii Daftar Isi ..................................................................................................... iv Bab I
: Pendahuluan ............................................................................ 1
Bab II : Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat .............................................................................12 Bab III : Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia ......................................18 Bab IV : Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia ......................................35 Bab V : Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum .......................................................................................48 Bab VI : Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum .........................................................84 Bab VII : Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial ..................................................................... 103 Daftar Pustaka ...................................................................................... 120
iv
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
BAB I
PENDAHULUAN Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata, 1992). Dalam pengembangan wilayah, ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi yang dikenal sebagai tiga pilar pengembangan wilayah (Nachrowi dan Suhandojo, 2001). Peran sumber daya manusia dalam hal ini menjadi sangat strategis karena selain sebagai subyek, juga sekaligus sebagai obyek dari pembangunan atau pengembangan wilayah. Sumber daya manusia dimaksud adalah yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang cukup untuk menggerakkan seluruh sumber daya wilayah yang ada (Muchdie, 2001). Dengan kata lain, sumber daya manusia berkualitas merupakan faktor yang menentukan maju tidaknya suatu wilayah. Sumber daya manusia berkualitas erat kaitannya dengan tingkat pendidikan penduduk dan prasarana atau fasilitas pendidikan yang tersedia di suatu wilayah. Pendidikan memegang peranan penting dan penduduk
1
Bab I. Pendahuluan
terdidik merupakan persyaratan awal untuk pembangunan (Calcuttawala, 2004). Dalam era informasi, pendidikan beserta informasi yang cepat dan dapat dipercaya telah menjadi suatu hal yang vital dalam bisnis, industri dan perdagangan, modernisasi ekonomi, dan dalam melakukan transformasi sosial-ekonomi penduduk. Oleh karena itu, penduduk yang terdidik dan terinformasi dengan baik (well informed) akan mendorong percepatan pembangunan. Institusi pendidikan formal harus didukung oleh fasilitas untuk memperoleh informasi dan pengetahuan. Salah satu fasilitas yang banyak dihandalkan untuk tujuan tersebut adalah perpustakaan. Perpustakaan secara tradisional merupakan repositori dan pemeran utama diseminasi informasi dan pengetahuan. Hal ini sudah menjadi suatu kenyataan di negara maju, tetapi tidak demikian halnya di negara berkembang seperti Indonesia, di mana peran perpustakaan belum diupayakan maksimal untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama di lingkungan perkotaan. Kenyataan yang ditemukan khususnya di negara berkembang bahwa peran pendidikan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia masih terfokus hanya pada institusi pendidikan formal, sedangkan peran institusi non formal seperti perpustakaan pada umumnya kurang mendapat perhatian. Padahal di negara maju, perpustakaan umum dipandang sebagai salah satu institusi penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan terus diupayakan penguatannya agar berperan lebih besar dalam 2
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
pemberdayaan masyarakat. Calcuttawala (2004) dalam disertasi doktornya di bidang Geografi mengatakan bahwa perpustakaan memperoleh arti penting yang diperbaharui pada kota-kota di negara Barat pasca-industrial. Selanjutnya disebutkan bahwa kota-kota dipromosikan sebagai pusat-pusat berbasis pengetahuan di mana kolaborasi keterlibatan berbagai lembaga riset, universitas dan industri teknologi tinggi membantu perkembangan pembangunan ekonomi. Perpustakaan di sini merupakan bagian penting dari infrastruktur pengetahuan, bukan saja kontribusinya terhadap lingkungan intelektual dan kultural dari kota tetapi juga merupakan salah satu faktor daya tarik bagi bisnis, investasi dan angkatan kerja profesional. Berkaitan dengan itu, informasi dan pengetahuan memperoleh tempat sentral dalam ekonomi maju yang telah memiliki cabang penting dalam berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya dan politik. Bahkan, informasi telah menjadi fokus perhatian berbagai lembaga riset dan diberi label ekonomi informasi. Ekonomi informasi berkaitan dengan bagaimana kualitas dan biaya informasi berpengaruh dan dipengaruhi oleh kinerja suatu sistem ekonomi campuran (modern mixed economy) (Hepworth, 1987). Perpustakaan dalam konteks ini dipandang sebagai komponen vital infrastruktur sosial dan ekonomi. Selain itu, kehadiran digital divide antara negaranegara miskin dan kaya, dan dalam skala yang berbeda misalnya pedesaan dan perkotaan dan/atau di dalam skala 3
Bab I. Pendahuluan
perkotaan baik di negara miskin maupun kaya, menempatkan perpustakaan pada suatu posisi yang unik untuk menjembatani jurang pemisah dengan misinya menyediakan akses universal terhadap informasi dan pengetahuan (Urban Institute, 2007). Perpustakaan berperan sebagai perantara penyebaran informasi dan pengetahuan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketika perpustakaan tidak berfungsi dengan baik, informasi dan pengetahuan akan terasa semakin mahal terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang merupakan proporsi terbesar penduduk perkotaan di Indonesia saat ini. Peningkatan aglomerasi perkotaan ditandai dengan laju pertumbuhan kawasan perkotaan yang semakin tinggi. Data menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan di Indonesia tumbuh cukup pesat dari 32,8 juta jiwa atau 22,3% dari total penduduk nasional pada tahun 1980, meningkat menjadi 55,4 juta jiwa atau 30,9% pada tahun 1990, dan diperkirakan mencapai angka 150 juta jiwa atau 60 % pada tahun 2015 (Amron, 2007). Salah satu dampak dari pertumbuhan penduduk adalah tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan umum penduduk seperti fasilitas pendidikan dan sosial (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001). Bagi golongan masyarakat yang mampu akan semakin sejahtera, tetapi sebagian besar penduduk yang potensinya masih terbatas yang terjadi adalah munculnya berbagai kesenjangan sosial, ekonomi, lingkungan, dan lain-lain yang berdampak pada meningkatnya tindak kriminalitas. 4
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Oleh karena itu, pemerintah selayaknya memasukan komponen perpustakaan umum di dalam perencanaan pengembangan wilayah perkotaan. Perencanaan kota dipandang sebagai suatu aktivitas publik (atau serangkaian aktivitas publik) yang bertujuan untuk mencapai sasaran tertentu yang biasanya telah ditetapkan sebelumnya untuk suatu kota atau suatu sistem dari sejumlah kota. Dalam konteks luas, perencanaan kota dapat mencakup berbagai komponen seperti: perencanaan ekonomi dan industri, tata guna lahan, pasar tenaga kerja dan perburuhan, perumahan, transportasi, infrastruktur, keuangan, lingkungan, energi, sosial, fasilitas, dan teknologi (Nijkamp, 1989). Fasilitas perpustakaan umum merupakan salah satu fasilitas publik yang diperlukan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pendukung bagi kegiatan ekonomi dan sosial di wilayah perkotaan. Penyediaan fasilitas perpustakaan yang baik dan mudah dijangkau oleh seluruh warga kota akan semakin penting artinya berkaitan dengan tantangan globalisasi yang menuntut daya saing yang pada hakikatnya adalah kualitas seluruh produk dan jasa yang dihasilkan. Oleh karena itu, masalah fasilitas perpustakaan umum terutama yang berkaitan dengan lokasi menjadi sesuatu hal yang penting untuk diteliti, dan hasilnya dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan wilayah perkotaan. Untuk mengembangkan perpustakaan umum kota berbasis wilayah atau spasial perlu dilakukan kajian dengan pendekatan wilayah. Salah satu faktor penting dalam aspek 5
Bab I. Pendahuluan
kewilayahan adalah kajian yang berkaitan dengan lokasi. Seperti dikemukakan oleh Koontz (1994), bahwa keberhasilan penyelenggaraan perpustakaan umum tergantung pada berbagai faktor diantaranya adalah pemilihan lokasi. Selanjutnya disebutkan bahwa pemilihan lokasi fasilitas perpustakaan umum merupakan suatu keputusan paling penting yang dibuat oleh para perencana kota. Sama halnya dalam penyelenggaraan fungsi ekonomi seperti toko eceran (retail store), yang mana kesalahan pemilihan lokasi dapat berarti kehilangan pasar potensial, penurunan pendapatan, dan kemungkinan kegagalan usaha; dalam penyelenggaraan fungsi pendidikan dan sosial seperti perpustakaan umum, kesalahan dalam pemilihan letak atau lokasi dapat berarti penurunan akses dan penggunaan (Palmer, 1981). Selain faktor lokasi dan prasarana pendukung lokasi, penggunaan perpustakaan juga didukung oleh faktor lainnya seperti spesifikasi fisik, karakteristik demografi pengguna, operasional perpustakaan dan motivasi pengguna. Sistem perpustakaan umum kota sangat bervariasi tergantung pada lingkungannya. Sebuah kota besar (metropolitan) biasanya memiliki sebuah gedung induk dan sejumlah cabang yang tersebar pada sejumlah pusat kegiatan. Berbeda dengan sebuah kota kecil (town) yang adakalanya pelayanan perpustakaan cukup disediakan di satu lokasi. Kota besar dengan suatu kawasan yang luas dan jumlah penduduk yang padat tidak dapat dilayani atau dijangkau oleh hanya satu perpustakaan. Sebagai contoh, 6
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Singapura dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta orang memiliki sebuah sistem perpustakaan umum kota yang terdapat di 39 lokasi (National Library Board Singapore, 2008), dan New York dengan sekitar 20 juta penduduk dilayani dengan satu sistem perpustakaan umum yang terdapat di 200 lokasi (Japzon and Gong, 2005). Fenomena yang terjadi di sejumlah negara berkembang adalah bahwa perpustakaan umum kurang berkembang karena tidak disertakan sebagai komponen dalam perencanaan wilayah perkotaan. Akibatnya, walaupun kota mengalami perkembangan yang pesat, tetapi sistem perpustakaannya hampir tidak berubah. Hal yang sama juga terjadi di hampir semua kota di Indonesia termasuk kotakota besarnya. Kota Medan misalnya sebagai kota ketiga terpadat penduduknya, hanya memiliki dua fasilitas perpustakaan umum dengan manajemen yang terpisah karena satu merupakan bagian dari organisasi Pemerintah Kota, dan yang satu lainnya merupakan bagian dari Pemerintah Provinsi. Apabila dilihat dari sisi penduduk kota Medan yang berjumlah lebih dari dua juta jiwa pada tahun 2007 dengan wilayah kota seluas sekitar 265 Km2 dan kepadatan penduduknya lebih dari tujuh ribu jiwa per Km2, tentu saja fasilitas perpustakaan yang ada saat tidaklah memadai. Berdasarkan uraian di atas, kota-kota di Indonesia memerlukan perencanaan komprehensif yang memadukan seluruh fungsi atau kegiatan pemerintahan yang saling berkaitan untuk membangun fasilitas perpustakaan umum 7
Bab I. Pendahuluan
sebagai salah satu infrastruktur publik yang dapat menjangkau seluruh kawasan setiap kota. Sistem perpustakaan umum kota yang tersebar dan berjarak dekat dengan pengguna potensial yaitu penduduk perkotaan akan mendukung pengembangan wilayah dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menggerakkan potensi wilayah perkotaan. Berkaitan dengan itu, kajian lokasi perpustakaan umum menjadi bersifat strategis dalam rangka pengembangan wilayah perkotaan. Dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman, dan Pekerjaan Umum, pada bidang pelayanan sarana lingkungan dinyatakan bahwa untuk setiap 1 hingga 2 juta jiwa penduduk dibutuhkan minimal 1 unit perpustakaan skala kota/kabupaten, dan minimal 1 unit perpustakaan lingkungan untuk setiap satuan lingkungan dengan jumlah penduduk kurang dari 30 ribu jiwa (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001). Jika berpedoman pada ketentuan di atas dan berdasarkan jumlah penduduk, maka Pemerintah Kota Medan misalnya harus menyediakan minimal 1 unit perpustakaan skala kota dan 67 unit perpustakaan skala lingkungan. Kota-kota di Indonesia diperkirakan hingga saat ini belum memiliki perencanaan pengembangan fasilitas perpustakaan umum yang berdimensi wilayah atau spasial yang sesuai dengan perkembangan kota dan pertumbuhan 8
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
penduduk. Di sisi lain, kajian penentuan lokasi spasial perpustakaan umum belum pernah diterapkan dalam perencanaan pengembangan atau pembangunan perpustakaan umum kota khususnya di Indonesia. Sehingga kajian tentang lokasi dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah perkotaan merupakan sesuatu hal yang baru dalam sistem pengembangan perpustakaan umum kota. Dilatarbelakangi oleh keadaan seperti diuraikan di atas, khususnya persepsi masyarakat dan para perencana pengembangan wilayah perkotaan di Indonesia yang tidak melihat pentingya faktor lokasi perpustakaan umum untuk kinerja pelayanan yang optimal dan peran penting perpustakaan umum dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menggerakkan potensi sumber daya wilayah, mendorong keinginan untuk meneliti dan menulis buku tentang isu tersebut. Dalam buku ini selanjutnya Kota Medan akan dijadikan sebagai contoh karena kota tersebut merupakan kajian penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh penulis. Pertanyaan yang timbul dalam upaya pengembangan perpustakaan umum antara lain adalah faktor-faktor apakah yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi perpustakan yang dapat meningkatkan partisipasi penduduk dalam penggunaannya sehingga memiliki peran yang lebih besar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menggerakkan potensi pengembangan wilayah di perkotaan. Permasalahan tersebut dapat dielaborasi dalam 9
Bab I. Pendahuluan
bentuk pertanyaan yang lebih spesifik yaitu: (1) Apakah lokasi perpustakaan, prasarana pendukung lokasi perpustakaan, karakteristik demografi pengguna perpustakaan, spesifikasi fisik perpustakaan, operasional perpustakaan, dan motivasi pengguna perpustakaan berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan umum di wilayah perkotaan; dan (2) Apakah penggunaan perpustakaan umum mempunyai pengaruh terhadap pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia di wilayah perkotaan. Buku ini bertujuan untuk memaparkan faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi perpustakaan umum kota berbasis wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan wilayah perkotaan. Secara spesifik, buku ini bertujuan untuk menyajikan hasil penelitian yang penulis lakukan di Kota Medan yang diperkirakan juga memiliki karakteristik yang banyak kesamaannya dengan kota-kota lainnya di Indonesia terutama kota-kota besar. Selain itu, buku ini diharapkan berguna bagi perencanaan pengembangan wilayah perkotaan dalam membangun sistem perpustakaan umum di lingkungan perkotaan. Dengan mengetahui faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pengembangan perpustakaan umum kota berbasis wilayah dalam bentuk sistem jaringan yang tersebar, maka diharapkan dapat mendukung upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menggerakkan potensi pengembangan 10
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
wilayah perkotaan. Dengan demikian, keputusan dalam perencanaan kota dalam hal ini pengembangan perpustakaan umum sebagai fasilitas publik yang harus disediakan dapat dilakukan dengan lebih baik. Pemerintah kota dapat terhindar dari kesalahan yang menyebabkan tingkat penggunaan perpustakaan menjadi rendah sehingga sasaran salah satu aspek pengembangan wilayah yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak tercapai. Pengembangan sistem perpustakaan umum berbasis wilayah juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap disiplin ilmu perencanaan wilayah dan kota dalam kajian-kajian yang berkaitan dengan lokasi fasilitas publik pada umumnya dan fasilitas perpustakaan umum pada khususnya dalam kaitannya dengan tata ruang perkotaan. Buku ini juga diharapkan memberikan sumbangan konsep pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang studi ilmu perpustakaan dan informasi yang berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum di wilayah perkotaan.
11
Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat
BAB II
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT Pengembangan wilayah didukung oleh tiga pilar yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Pengembangan wilayah merupakan interaksi dari ketiga pilar tersebut (Nachrowi dan Suhandojo, 2001; Zen, 2001). Dalam kaitan yang sama, Budiharsono (2005) menyebutkan bahwa perencanaan dan pengembangan wilayah didukung oleh enam pilar yaitu analisis kelembagaan, ekonomi, sosial, lokasi, geografi, dan biogeofisik. Pandangan ilmu regional Barat terutama di Eropa menitik-beratkan bahwa pembangunan regional mencakup empat aspek utama yaitu kelembagaan, sosial, ekonomi, dan ekologi (Sirojuzilam, 2010). Dalam pengembangan wilayah, ada sejumlah teori yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Teori-teori pengembangan wilayah menganut berbagai asas atau dasar sesuai tujuan penerapan masing-masing teori. SzajnowskaWisocka (2009) membuat suatu tinjauan tentang berbagai teori dan konsep yang sering diaplikasikan dalam konteks pengembangan wilayah. Teori dan konsep tersebut dibagi ke dalam dua kategori yaitu (1) konsep klasik pengembangan
12
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
wilayah; dan (2) konsep pengembangan wilayah yang tumbuh dari dalam (endogenous regional development). Teori klasik terdiri dari: konsep dasar ekonomi, teori baru perdagangan, teori produksi, konsep pusat pertumbuhan, model inti dan pinggiran, konsep jejaring inovasi regional, teori siklus produksi, teori fleksibilitas produksi, konsep jejaring inovasi regional (lokal), dan teori pengelompokan industri. Sementara, konsep pengembangan wilayah endogen muncul pada dekade terakhir abad 20, yang disebutnya sebagai konsep pembangunan alternatif yang menekankan pentingnya pembangunan sosial, pertumbuhan modal manusia, dan peran komunitas lokal dan aktivitas mereka dalam pengembangan wilayah (Szajnowska-Wisocka, 2009). Konsep baru tersebut merupakan jawaban terhadap keterbatasan teori-teori klasik pengembangan wilayah dengan didukung oleh fakta seperti diungkapkan dalam sejumlah penelitian sesudahnya, bahwa perubahan teknologi sendiri tidak cukup untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, konsep pengembangan endogen merupakan suatu upaya untuk mengoreksi teori-teori tersebut dengan mengusulkan model yang mana dampak pertumbuhan jangka panjang merupakan variabel endogen di dalam model, didasarkan pada asumsi yang berkaitan dengan investasi dalam bidang modal manusia dan teknologi. Selanjutnya disebutkan bahwa pertumbuhan adalah endogen bervariasi, baik melalui akumulasi modal 13
Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat
kompetitif atau melalui investasi dalam modal manusia dan pertukaran informasi di antara perusahaan. Oleh karena itu, menghasilkan pengetahuan, inovasi, pembelajaran melalui pertukaran pengetahuan di antara perusahaan, kota dan wilayah menjadi suatu bagian penting kebijakan pemerintah baik pada skala nasional maupun lokal. Teoretisi endogen (growing from within) tidak mencari rujukan pada teoriteori lain (ekonomi, sosial, politik) dalam konsep mereka karena sesuai dengan aturan jalur pengembangan terpisah (separate development path), visi mereka didasarkan pada potensi mereka sendiri untuk pengembangan spasial, ekonomi dan sosial. Di sisi lain, seperti dikemukakan oleh Loveridge (2000) dalam pengantar Web Book of Regional Science, bahwa mulai tahun 1954, sejak terbentuknya Regional Science Association (sekarang Regional Science Association International), regional science secara formal dikenal sebagai bidang multidisiplin. Sejak itu, dicapai kodifikasi yang lebih baik tentang metode dan pertukaran ide-ide awal dari berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosiologi, desain, perencanaan, dan ekonomi seperti terlihat pada Gambar 2.1.
14
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Gambar 2.1: Elemen-elemen Ilmu Regional Selanjutnya disebutkan bahwa ilmu regional memiliki nama lain seperti geografi ekonomi, analisis dampak regional, demografi, ekonomi regional, pembangunan komunitas, dan kebijakan pengembangan wilayah yang konsepnya secara umum dapat ditemukan dalam berbagai jurnal ilmu regional. Dengan demikian, disebutkan bahwa pengembangan wilayah sebagai multidisiplin yang berusia masih muda dibandingkan dengan bidang studi tradisional lainnya, didukung oleh berbagai disiplin ilmu lain. Hal ini menjadi suatu kekuatan dalam arti peningkatan kemampuan disiplin ilmu ini untuk menyatukan berbagai pendekatan analitis yang luas (Loveridge, 2000). Bertitik-tolak dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pengembangan wilayah dapat menggunakan berbagai pendekatan, teori atau konsep yang ada dalam berbagai disiplin ilmu untuk menganalisis berbagai masalah 15
Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat
yang berkaitan dengan pengembangan wilayah. Pendekaan teoritis dapat menggunakan baik teori-teori klasik yang lazim digunakan maupun pendekatan konsep endogen yang lebih menekankan pada pembangunan sosial, pertumbuhan modal manusia, peran komunitas lokal dan aktivitas mereka dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan hal itu, pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kategori kedua yaitu pendekatan pengembangan wilayah endogen. Szajnowska-Wisocka (2009) menyebutkan bahwa fitur karakteristik pendekatan ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi didasarkan pada penciptaan, peningkatan dan penggunaan sumber daya internal pada setiap tingkat: lokal, regional, nasional dan bahkan kelompok multinasional. Khususnya wilayah dan kota dengan konsentrasi produksi yang tinggi menciptakan kondisi untuk inovasi dan arus pengetahuan dalam “pembelajaran” masyarakat. Penyebaran pengetahuan dan gagasan inovasi baru dalam suatu wilayah atau kota merupakan suatu jenis proteksi dalam menghadapi kompetisi eksternal. Pembangunan manusia tidak terlepas dari aspek pendidikan atau modal manusia. Pendidikan adalah mesin pertumbuhan (Olaniyan dan Okemankinde, 2008). Modal manusia adalah penggerak pembangunan ekonomi (Florida, Mellander dan Stolarick, 2007). Kopsep modal manusia menjadi salah satu arah teoritis utama dalam bidang ekonomi, sosiologi dan manajemen (Abeltina, 2008). Di sisi lain, perpustakaan umum sebagai institusi publik berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan 16
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
menciptakan modal sosial (Varheim, 2008). Untuk meningkatkan peran perpustakaan umum dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, ada sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan. Dengan kata lain, untuk menjadikan fasilitas perpustakaan memiliki aksesibilitas yang tinggi di dalam masyarakat, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Aksesiblitas masyarakat terhadap fasilitas perpustakaan pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi (need for achievement), yang merupakan salah satu ciri manusia modern. Kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi disebut oleh McClelland (1981) sebagai virus mental dengan nama n Ach karena ditemukan pada suatu macam pikiran yang berhubungan dengan “melakukan sesuatu dengan baik atau lebih baik” dari pada yang pernah dibuat sebelumnya sehingga lebih efisien dan lebih cepat, kurang mempergunakan tenaga, dengan hasil yang lebih baik dan sebagainya.
17
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
BAB III
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Pengertian wilayah dalam Undang-undang R.I. No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa penataan ruang dalam undang-undang tersebut didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Wilayah administratif terdiri dari wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah kota. Setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Dalam tulisan ini yang menjadi fokus uraian sesuai dengan topik penelitian adalah wilayah dengan batasan administratif yaitu wilayah kota Medan. Di sisi lain, pengembangan wilayah mengandung arti yang luas, tetapi pada prinsipnya merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di suatu wilayah (Sasmojo, 2001). Hal senada juga dikemukan oleh Miraza (2005) bahwa perencanaan wilayah 18
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
menyangkut berbagai segi kehidupan yang komprehensif dan satu sama lain saling bersentuhan, yang semuanya bermuara pada upaya meningkatkan kehidupan masyarakat. Salah satu definisi pengembangan wilayah dikemukan oleh Jayadinata (1992) yaitu suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Hal yang sama juga dikemukan oleh Zen (2001) bahwa pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakat yang berada di suatu daerah untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di sekeliling mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan dan bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan. Teknologi dimaksud adalah cara-cara yang dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa sumber daya manusia memegang peranan strategis dalam pengembangan wilayah. Seperti dikemukakan oleh Nachrowi dan Suhandojo (2001) bahwa sumber daya manusia dengan kemampuan yang cukup akan mampu menggerakkan seluruh sumber daya wilayah yang ada. Selanjutnya disebutkan bahwa sumber daya manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan yaitu sebagai obyek dan sekaligus sebagai subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, sumber 19
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
daya manusia merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan, dan sebagai subyek pembangunan sumber daya manusia berperan sebagai pelaku pembangunan. Lebih lanjut disebutkan bahwa konsep pembangunan itu sesungguhnya adalah pembangunan manusia yaitu pembangunan yang berorientasi kepada manusia. Kemampuan sumber daya manusia sangat tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah keahlian dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan (Oxford English Dictionary, 2009). Selanjutnya disebutkan bahwa pengetahuan adalah pemahaman yang meyakinkan tentang suatu hal dan kemampuan untuk menggunakannya untuk tujuan tertentu yang sesuai. Kemampuan mengakses dan mengerti informasi dan pengetahuan merupakan hak dasar manusia seperti juga mereka membutuhkan sandang pangan dan rumah sebagai kebutuhan pokok, sedangkan pendidikan dan akses terhadap pengetahuan biasanya dikelompokkan pada kebutuhan sekunder. Pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia dikemukakan oleh Winardi (2005) yang menyebutkan bahwa satu-satunya sumber yang dapat diandalkan bagi tercapainya keunggulan kompetitif adalah pengetahuan. Sebagai layanan umum yang terbuka bagi semua kalangan, perpustakaan umum memiliki peran kunci dalam mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memanfaatkan informasi dan pengetahuan. Perpustakaan umum 20
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
menyediakan akses terhadap sumber daya informasi dan pengetahuan yang sangat luas. Hal ini juga ditegaskan oleh UNESCO (1994) yang menyebutkan bahwa perpustakaan umum berperan sebagai gerbang terhadap pengetahuan, menyediakan kondisi atau lingkungan dasar untuk belajar sepanjang hayat (lifelong learning), pengambilan keputusan independen, dan pengembangan kebudayaan individu dan kelompok sosial. Di sisi lain, upaya untuk memberdayakan manusia harus difasilitasi oleh institusi yang berperan untuk memberdayakan mereka seperti institusi pendidikan dalam semua tingkatan dan bentuk termasuk institusi pendidikan non formal seperti perpustakaan umum. Oleh karena itu, semua jenis institusi tersebut juga harus diperkuat agar dapat berperan lebih besar dalam pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain, institusi yang tidak memiliki kekuatan tentu tidak dapat melakukan pemberdayaan masyarakat seperti yang diharapkan. Dalam kaitan antara pembangunan dan sumber daya manusia, Zen (2001) menyebutkan bahwa pembangunan atau pengembangan dalam arti development, bukanlah suatu kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki oleh manusianya, tetapi adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas manusia. Selanjutnya disebutkan bahwa pengembangan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta kemampuan untuk merealisasikannya. Pada dasarnya 21
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
pengembangan juga merupakan proses belajar. Pernyataan ini bermakna bahwa seseorang tidak dapat mengembangkan orang lain, tetapi seseorang dapat membantu orang lain belajar untuk dirinya. Dalam konteks pengembangan wilayah, pengertian sumber daya tidak mengacu kepada benda atau suatu substansi, melainkan mengacu kepada suatu fungsi yang mana suatu fungsi atau substansi tadi dapat berbuat dalam suatu kegiatan atau suatu operasi (Zen, 2001). Selanjutnya disebutkan bahwa sumber daya tersebut muncul dari interaksi antara manusia dan alam. Manusia mencari alat atau cara-cara untuk memenuhi kebutuhannya sehingga mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan untuk keluar dari kesukaran-kesurakan yang dihadapinya. Dari penjelesan yang bersifat filosofis ini dapat dimaknai bahwa sesungguhnya fokus utama pengembangan wilayah adalah manusia. Zen (2001) juga menyebutkan bahwa pengembangan wilayah harus disertai pembangunan masyarakat. Selain memanfaatkan sumber daya alam melalui teknologi, manusianya harus dikembangkan. Hal senada juga dikemukakan oleh Nachrowi dan Suhandojo (2001) bahwa dalam pengembangan wilayah, ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi yang dikenal sebagai tiga pilar pengembangan wilayah. Selanjutnya disebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan interaksi dari ketiga pilar tersebut. Dan salah satu pilar yang sangat penting adalah sumber daya manusia karena dengan 22
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
kemampuan yang cukup akan mampu menggerakkan sumber daya wilayah yang ada. Suatu wilayah yang memiliki sumber daya alam yang kaya dan sumber daya manusia yang unggul yang memiliki kapasitas di bidang teknologi akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan wilayah lainnya yang tidak memiliki kedua unsur tersebut. Selanjutnya disebutkan bahwa hasil interaksi ketiga pilar atau elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu wilayah. Kinerja tersebut akan berbeda dengan kinerja wilayah lainnya, sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat jejaring spasial dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Namun pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lain apabila salah dalam mengelola jejaring spasial tersebut tidak mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh Pemerintah. Konsep pareto ini diharapkan mampu memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan insentif-insentif kepada wilayah yang kurang berkembang. Ada tiga indikator keberhasilan pengembangan wilayah yang dapat dilihat sebagai kesuksesan pembangunan daerah. Indikator pertama adalah produktivitas, yang dapat diukur dari perkembangan kinerja suatu institusi beserta aparatnya. Indikator kedua adalah efisiensi, yang terkait dengan meningkatnya kemampuan 23
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
tekhnologi/sistem dan kualitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan pembangunan. Terakhir adalah partisipasi masyarakat, yang dapat menjamin kesinambungan pelaksanaan suatu program di suatu wilayah. Ketiga indikator keberhasilan tersebut terkait erat dengan faktor-faktor yang menjadi ciri suatu wilayah dan membedakannya dengan wilayah lainnya seperti kondisi politik dan sosial, struktur kelembagaan, komitmen aparat dan masyarakat, dan tingkat kemampuan/pendidikan aparat dan masyarakat. Pada akhirnya, keberhasilan pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada kemampuan berkoordinasi, mengakomodasikan dan memfasilitasi semua kepentingan, serta kreativitas yang inovatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan. Bertitik-tolak dari pengertian bahwa posisi sumber daya manusia merupakan titik sentral dalam pembangunan atau pengembangan wilayah, maka sudah sewajarnya fokus perhatian yang lebih besar ditujukan kepada upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti disebutkan di atas, tidak terlepas dari ketersediaan fasilitas pendidikan baik institusi pendidikan formal seperti perguruan tinggi atau sekolah maupun institusi lainnya seperti pusat-pusat pelatihan dan perpustakaan di mana anggota masyarakat dapat memperoleh informasi dan pengetahuan untuk meningkatkan kompetensi mereka
24
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
dalam berbagai bidang atau pekerjaan yang mereka tekuni masing-masing. Pentingnya peran perpustakaan dalam kaitannnya dengan pengembangan wilayah juga dikemukan oleh Hoover dan Giarratani (2009) dalam artikelnya berjudul Some Spatial Aspects of Urban Problems dalam Web Book of Regional Science berjudul An Introduction to Regional Economics, yang menyebutkan bahwa perpustakaan seharusnya dimasukkan ke dalam daftar pelayanan publik sebagai kebutuhan kawasan metropolitan yang harus disediakan oleh suatu pemerintah kota. Pernyataan tersebut diungkapan seperti berikut: “Since some services that are typically provided by central-city governments are important to the metropolitan area as a whole, their planning, operation, and financing should be carried out with that perspective in mind. Water and sewer systems, intrametropolitan highways and transit, airports, large metropolitan outdoor recreation areas, and some types of local environmental protection seem to fit this category. Fairly strong arguments could be made for adding to the list such services as police and fire protection, libraries, and museums”. Hoover dan Giarratani (2009) selanjutnya mengatakan bahwa kota-kota besar memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi regional dan nasional, dalam kapasitasnya sebagai pemancar (transmitter) berbagai 25
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
gagasan dan praktek dari dunia luar dan juga sebagai tempat orang-orang dari berbagai wilayah atau negara bertemu dan terbuka bagi berbagai pranata dan tantangan baru dan berbagai peluang yang lebih luas. Inovasi telah berkembang bagai kecambah. Industri baru dan aktivitas lain yang memulainya dari kota-kota besar secara historis cenderung mendesentralisasi pada tahap berikutnya untuk berperan dalam pengembangan wilayah atau bagian dari wilayah lain. Bukti menunjukkan bahwa desentralisasi terjadi lebih cepat dalam beberapa tahun belakangan ini dan kapasitas tempat yang lebih kecil untuk mendukung industri inovatif telah meningkat. Pengertian perencanaan wilayah disebutkan sebagai cabang dari perencanaan tata guna lahan dan berkaitan dengan penempatan yang efisien dari aktivitas, infrastruktur, dan pertumbuhan pemukiman di sepanjang suatu daerah penting yang lebih luas dari lahan suatu kota. Bidang terkait dengan perencanaan kota adalah yang berkenaan dengan isu-isu spesifik perencanaan kota. Kedua konsep tersebut dibungkus dalam perencanaan. Wilayah seperti diuraikan sebelumnya adalah suatu unit geografi yang membentuk suatu kesatuan (Wibowo dan Soetriono, 2004). Pengertian unit geografi tidak hanya aspek fisik tanah saja, tetapi meliputi aspek lainnya seperti biologi, ekonomi, sosial dan budaya. Selanjutnya disebutkan bahwa wilayah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam pengertian yaitu wilayah homogen, wilayah polarisasi atau nodal, dan wilayah perencanaan atau program. Wilayah 26
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
homogen diartikan sebagai wilayah dengan karakteristik yang serupa dipandang sebagai sebuah wilayah tunggal misalnya wilayah perkebunan karet di Sumatera Utara. Wilayah polariasi atau wilayah nodal diartikan sebagai wilayah berkutub yang secara fungsional terdapat wilayah inti dan wilayah pinggiran, misalnya kota Bogor sebagai inti dan daerah sekelilingnya seperti Cibinong dan Puncak sebagai wilayah pinggirannya. Di sisi lain, wilayah perencanaan atau program atau sering juga disebut sebagai wilayah administratif adalah berkaitan dengan persoalan kebijaksanaan dan perencanaan wilayah, misalnya wilayah nasional provinsi, kabupaten, dan kota. Dalam proses perencanaan, pendekatan penataan ruang dalam Undang-undang R.I. No. 26 Tahun 2007 seperti dikemukakan sebelumnya, didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan; berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi daya; berdasarkan wilayah administratif terdiri dari wilayah nasional, provinsi, kabupaten/kota; berdasarkan kegiatan kawasan terdiri dari kawasan perkotaan dan perdesaan; dan berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri dari kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selanjutnya diatur bahwa wewenang penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang mencakup pengaturan, pembinaan, 27
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
pelaksanaan, dan pengawasan yang didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan administratif. Dengan demikian, setiap wilayah merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Dilihat dari sudut pandang penataan ruang, salah satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai adalah mewujudkan ruang kehidupan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan (Undang-undang R.I. No. 26/2007). Ruang kehidupan yang nyaman mengandung pengertian adanya kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara berkelanjutan mengandung pengertian kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga generasi yang akan datang (Amron, 2007). Sementara itu, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia (Direktur Jenderal Penataan Ruang, 2003). Selanjutnya disebutkan bahwa terdapat beberapa landasan teori yang digunakan, Pertama, Walter Isard yang mengkaji terjadinya hubungan sebab akibat dari faktor-faktor utama pembentuk 28
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
ruang wilayah yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua, Hirschmann dengan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumentasi bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan. Ketiga, Myrdal dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya. Keempat, Friedman yang menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan, yang dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass yang memperkenalkan model keterkaitan kota-desa dalam pengembangan wilayah. Dalam perencanaan pembangunan wilayah dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (Tarigan, 2008). Selanjutnya disebutkan bahwa dalam pendekatan sektoral, seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektorsektor. Setiap sektor dianalisis potensi dan peluangnya, ditetapkan apa yang dapat ditingkatkan, dan di mana lokasinya. Setiap sektor dapat dibagi ke dalam sejumlah subsektor. Di sisi lain, dalam pendekatan regional selain memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk setiap konsentrasi dan merencanakan jaringan untuk menghubungkan berbagai konsentasi kegiatan tersebut. Kedua pendekatan tersebut memiliki sasaran akhir yang sama yaitu kegiatan apa dan di lokasi mana, perbedaannya adalah cara memulai dan sifat analisisnya. 29
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Dalam pendekatan sektoral, kebutuhan berbagai fasilitas sosial seperti: sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, jaringan telepon, penyediaan air bersih, dan lain-lain dibahas sesuai dengan sektornya masing-masing. Bahkan perencana sektoral pun mungkin sudah mengajukan lokasinya. Namun, pada waktu itu lokasi proyek yang disarankan ditinjau dari sudut kepentingan sektor itu sendiri. Hal ini perlu dibahas secara lebih konkret pada waktu pendekatan regional. Setelah melakukan pendekatan regional maka sudah dapat diprediksi berbagai lokasi yang akan berkembang. Dengan demikian, usulan lokasi berdasarkan pertimbangan sektoral dapat diuji apakah masih sesuai atau perlu diubah (Tarigan, 2008). Selanjutnya disebutkan bahwa pendekatan regional semestinya dapat menjawab berbagai pertanyaan yang belum terjawab apabila menggunakan pendekatan sektoral seperti berikut ini: (1) Lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi yang akan berkembang; (2) Penyebaran penduduk di masa yang akan datang dan kemungkinan munculnya pusat-pusat permukiman; (3) Adanya perubahan pada struktur ruang wilayah dan prasarana yang perlu dibangun untuk mendukung perubahan struktur ruang tersebut; (4) Perlunya penyediaan berbagai fasilitas sosial (sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, jaringan telepon, dan penyediaan air bersih) yang seimbang pada pusat-pusat permukiman dan pusat berbagai 30
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
kegiatan ekonomi yang berkembang; dan (5) Perencanaan jaringan penghubung (prasarana dan moda transportasi) yang akan menghubungkan berbagai pusat kegiatan atau permukiman secara efisien. Pendekatan sektoral dipandang tidak komprehensif karena bersifat parsial, seperti disebutkan oleh Direktur Jenderal Penataan Ruang (2003) bahwa pembangunan seyogianya tidak hanya untuk memenuhi tujuan sektoral yang bersifat parsial, tetapi juga untuk memenuhi tujuan pengembangan wilayah yang komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian di antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumber daya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas) yang didukung oleh sistem hukum dan kelembagaan yang melingkupinya. Selanjutnya disebutkan bahwa untuk mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan, upaya penataan ruang seharusnya ditempuh melalui tiga proses utama, yaitu: (1) Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah. Selain sebagai panduan ke depan, rencana tata ruang wilayah merupakan bentuk intervensi agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk mencapai kesejahteraan serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan; 31
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
(2) Proses pemanfaatan ruang yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri; dan (3) Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Kaitan antara pembangunan ekonomi regional dengan pembangunan manusia dikemukakan oleh Brata (2002), yang menyebutkan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi regional di Indonesia. Pembangunan manusia yang berkualitas mendukung pembangunan ekonomi dan sebaliknya kinerja ekonomi yang baik mendukung pembangunan manusia. Namun dalam masing-masing hubungan ini juga disertai dengan berperannya variabel-variabel lainnya. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi haruslah tidak mengabaikan pembangunan manusia. Hal ini penting bukan hanya untuk mengurangi disparitas regional baik dalam hal pembangunan manusia maupun kinerja ekonomi regional itu sendiri, tetapi juga karena pertumbuhan ekonomi sendiri belumlah memadai untuk secara otomatis meningkatkan kualitas modal manusia. Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif berupa kekayaan alam berlimpah, upah murah 32
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
atau yang dikenal dengan bubble economics, sudah usang karena terbukti tak tahan terhadap gelombang krisis. Walaupun teori keunggulan komparatif tersebut telah bermetamorfose dari hanya memperhitungkan faktor produksi menjadi berkembangnya kebijaksanaan pemerintah dalam bidang fiskal dan moneter, ternyata daya saing tidak lagi terletak pada faktor tersebut (Alkadri, 1999). Mengenai hubungan antara sumber daya manusia dengan pembangunan ekonomi juga dikemukakan oleh Ary (2001) yang mengatakan bahwa faktor sumber daya manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan ekonomi. Bahkan disebutkan bahwa adanya kaitan erat antara pendidikan dan penghasilan yang diperoleh seorang tenaga kerja. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan wilayah perlu ditingkatkan. Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa wilayah yang menjadi fokus tulisan ini adalah wilayah perencanaan administratif, suatu kawasan yang secara administratif berdiri sendiri. Dalam kehidupan suatu kota, pendidikan dan pembelajaran merupakan komponen penting. Pendidikan memegang peranan penting dalam mempromosikan pengetahuan dan mendidik masyarakat untuk menjadikan lingkungan perkotaan lebih nyaman untuk generasi mendatang. Pendidikan dipandang sebagai suatu strategi untuk memungkinkan setiap individu untuk mengambil keputusan yang didasarkan pada pengetahuan dan bertanggung-jawab pada semua tingkatan kehidupan kota baik sekarang maupun masa yang akan datang. Kota harus 33
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
menjadi suatu tempat bagi masyarakat untuk memperoleh sarana dan keterampilan untuk kehidupan yang berkelanjutan. Kota juga menjadi suatu penghubung penting antara anggota masyarakat dengan pemerintah, antara kewarganegaraan dan demokrasi. Keberlanjutan perkotaan (urban sustainability) mencakup perbaikan kualitas hidup penduduk kota, keadilan bagi semua, dan mengurangi kemiskinan. (Brigitte Colin, 2009).
34
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
BAB IV
PERAN PERPUSTAKAAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Perpustakaan umum telah lama dikenal sebagai salah satu institusi penting pelayanan publik terutama di wilayah perkotaan di negara-negara maju. NESF (2006) mengidentifikasi 3 pilar perpustakaan umum yaitu sumber daya untuk informasi dan pembelajaran, sumber daya untuk kebudayaan dan imajinasi, dan sumber daya untuk anakanak dan orang-orang muda. Selanjutnya disebutkan bahwa perpustakaan bukanlah sebagai bangunan atau institusi, tetapi sebagai sumber daya untuk digunakan oleh masyarakat. Di dalam Manifesto Perpustakaan Umum yang dikeluarkan oleh UNESCO (1994) disebutkan bahwa perpustakaan umum berperan sebagai gerbang terhadap pengetahuan, menyediakan kondisi atau lingkungan dasar untuk belajar sepanjang hayat, pengambilan keputusan independen, dan pengembangan kebudayaan individu dan kelompok sosial. Peran perpustakaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terjadi ketika pengguna atau anggota masyarakat menggunakan koleksi perpustakaan terutama dalam kegiatan membaca. Seperti kata seorang filsuf: 35
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
membaca adalah sesuatu yang penting dari kehidupan yang baik, bukan hanya kesenangan yang diperoleh dari membaca responsif, tetapi dampaknya terhadap bagaimana kita menghidupkan kehidupan kita, dan jenis komunitas apa yang akan kita bangun (Grayling, 2006). Berkaitan dengan kegiatan membaca sebagai salah satu peran perpustakaan umum, The Art Council (2003) di Inggris dalam laporan penelitiannya tentang membaca dan kesehatan, menyebutkan temuannya antara lain sebagai berikut: (1) Membaca adalah tindakan kreatif yang menggunakan imajinasi untuk membawa teks yang dibaca menjadi hidup. Hal ini membuat pembaca merasa baik dan rileks dan dapat menghilangkan ketegangan. (2) Pembaca adalah pembelajar independen, dengan membaca memungkinkan pembaca untuk mendapatkan sesuatu dan membangun literasi dan keterampilan interpretatif dan ekspresif. (3) Membaca dapat membantu membangun pemahaman yang lebih luas tentang diri sendiri dan orang lain, dengan memberikan akses terhadap perbedaan perspektif dan situasi. Oleh karenanya, membaca bisa menjadi pengobatan, memberikan peluang bagi pembaca untuk mengeksplorasi isu-isu personal dan pengalaman sesuai dengan waktu mereka sendiri, dengan kecepatan sendiri, dan melalui pengalaman orang lain. (4) Membaca berarti memberdayakan. Membaca mendukung keseimbangan mental, penghargaan 36
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
terhadap diri sendiri, dan pengambilan keputusan terinformasi. (5) Membaca sering membawa kebersamaan masyarakat untuk membicarakan tentang apa yang mereka baca dan mengeksplorasi berbagai isu dan titik pandang terkait. Dengan perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, peran perpustakaan umum menjadi semakin penting untuk menjembatani kesenjangan antara yang kaya (memiliki akses Internet) dan mereka yang tergolong miskin (tidak memiliki akses Internet). Ketika sumber daya informasi dan pengetahuan tersedia secara luas melalui Internet, timbul masalah bagaimana sumber daya tersebut dapat difasilitasi bagi mereka yang tidak memiliki akses Internet agar tidak terjadi kesenjangan informasi dan pengetahuan di antara masyarakat. Hal ini tidak terjadi di negara-negara yang telah memiliki infrastruktur perpustakaan umum yang tersebar terutama di negara-negara maju, penduduk dapat memanfaatkan fasilitas akses yang disediakan pada perpustakaan umum. Perpustakaan umum selain menyediakan bahan-bahan dalam bentuk cetak, perpustakaan juga menyediakan akses talian terhadap bahan-bahan non cetak. Internet dan Web memiliki kapasitas untuk mentransformasikan budaya masyarakat, dengan menyediakan pengalaman yang lebih kaya dan bervariasi bagi masyarakat. Hal ini tentu saja tergantung pada ketersediaan akses individu terhadap Internet. Perhatian 37
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
terhadap kemungkinan kesenjangan yang terjadi di antara masyarakat dapat dilihat dari berbagai respons yang dilakukan oleh perpustakaan umum di banyak negara. Seperti dikemukakan oleh The Art Council (2003), di Irlandia Utara terdapat 1.400 PC yang terkoneksi ke Internet yang terdapat pada perpustakaan umum. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap sumber daya Internet karena berdasarkan suatu survei yang dilakukan di sana ternyata hanya 45% rumah tangga yang memiliki akses Internet. Perpustakaan umum adalah suatu fenomena dunia, terdapat dalam berbagai masyarakat, di dalam budaya yang berbeda, dan pada tingkat perkembangan yang berbeda. Selama berabad-abad keberadaan perpustakaan di tengahtengah masyarakat tetap dipertahankan karena fungsinya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat (SulistyoBasuki, 1993). Walaupun perpustakaan umum dijalankan dalam konteks yang beragam dan menghasilkan perbedaan dalam hal pelayanan yang disediakannya dan cara pelayanan tersebut disampaikan, tetapi pada dasarnya perpustakaan umum memiliki karakteristik yang bersifat umum. Perpustakaan umum didefinisikan sebagai suatu organisasi yang didirikan, didukung dan didanai oleh masyarakat baik melalui pemerintah lokal, regional maupun nasional atau melalui berbagai bentuk organisasi masyarakat. Perpustakaaan umum menyediakan akses terhadap pengetahuan, informasi dan karya-karya imajinasi mencakup sumber daya dan pelayanan dan tersedia secara 38
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
adil bagi semua anggota masyarakat tanpa memandang suku, kebangsaan, usia, gender, agama, bahasa, disability, status ekonomi dan pekerjaan, dan tingkat pendidikan (Gill, 2001). Tujuan utama perpustakaan umum adalah memberikan sumberdaya dan pelayanan dalam berbagai bentuk media kepada penduduk yang membutuhkan, baik untuk kebutuhan pendidikan, informasi, dan pengembangan individu/pribadi, termasuk rekreasi dan mengisi waktu luang. Perpustakaan umum memiliki peran penting di dalam pembangunan dan pemeliharaan masyarakat demokratis dengan memberikan akses individual terhadap khasanah pengetahuan, ide, dan opini yang cukup luas (Gill, 2001). UNESCO (1994) merinci peran perpustakaan umum sebagai berikut: (1) pendidikan, (2) pusat informasi lokal, (3) pengembangan diri, (4) anak-anak dan remaja, (5) pengembangan kebudayaan, (6) peran sosial – tempat bertemu, dan (7) agen perubahan – pengembangan individu dan sosial. Sulistyo-Basuki (1993) membagi fungsi perpustakaan ke dalam lima kategori yaitu: (1) sebagai sarana simpan karya manusia, (2) fungsi informasi, (3) fungsi rekreasi, (4) fungsi pendidikan, dan (5) fungsi kultural. Peran perpustakaan dalam bidang pendidikan telah terbukti melalui berbagai penelitian yang pernah dilakukan seperti yang dilakukan oleh University of Minnessota dan Gallup Organization di Amerika Serikat pada tahun 1994. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peran 39
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
perpustakaan umum dalam pendidikan semakin penting pada masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih rendah dan berpenghasilan rendah. Peran utama perpustakaan umum tersebut dibuat dalam peringkat berdasarkan jawaban para responden, sebagai berikut: (1) Sebagai pusat dukungan pendidikan bagi siswa semua umur (88%); (2) Sebagai pusat belajar bagi orang dewasa (85%); (3) Sebagai pusat belajar dan penemuan bagi anak-anak pra-sekolah (83%); (4) Sebagai pusat penelitian bagi ilmuwan dan peneliti (68%); (5) Sebagai suatu pusat untuk informasi masyarakat (66%); (6) Sebagai suatu pusat informasi untuk masyarakat bisnis (55%); (7) Sebagai suatu tempat yang menyenangkan untuk membaca, berpikir atau bekerja (52%); dan (8) Sebagai pusat membaca yang bersifat rekreasi (51%). Kebutuhan untuk satu organisasi yang siap tersedia bagi semua penduduk, yang memberi akses kepada pengetahuan pada format cetak, dan lain-lain untuk mendukung pendidikan formal dan informal, adalah alasan untuk penyediaan perpustakaan umum dan menjadi tujuan utama perpustakaan umum. Banyak orang sepanjang hidupnya tetap belajar baik melalui pendidikan di institusi formal, antara lain: sekolah dan perguruan tinggi, maupun yang kurang formal terkait dengan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari seseorang. Belajar tidak berhenti pada pendidikan formal saja, bagi banyak orang, belajar juga bisa melalui kegiatan hidup sehari-hari. Pada suatu masyarakat yang maju dan kompleks, seseorang akan membutuhkan 40
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
keterampilan baru pada berbagai tahapan dan langkah hidupnya. Perpustakaan umum memiliki peran penting dalam membantu hal tersebut. Perpustakaan umum harus menyediakan bahan dan media yang sesuai untuk mendukung proses pembelajaran formal maupun informal. Perpustakaan juga harus membantu pengguna untuk membuat pembelajaran tersebut menjadi sumberdaya yang efektif, seperti menyediakan fasilitas yang memungkinkan orang untuk belajar. Hal tersebut merupakan hal yang penting untuk keberhasilan pendidikan, dan jika memungkinkan, perpustakaan umum juga sebaiknya bekerjasama dengan institusi atau organisasi pendidikan lainnya yang mengajarkan tentang penggunaan sumberdaya informasi. Perpustakaan umum juga harus aktif dalam mendukung kampanye literasi. Literasi adalah kunci untuk pendidikan dan pengetahuan, dan untuk menggunakan perpustakaan dan layanan informasi. Di beberapa negara, kebutuhan untuk pengembangan pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting dan menjadi fokus perpustakaan umum untuk mendukung pendidikan formal. Di beberapa negara, perpustakaan menjalankan fungsi baik sebagai perpustakaan sekolah maupun perpustakaan umum. Di Trafford, Inggris, sebuah cabang perpustakaan umum telah digabungkan dengan perpustakaan sekolah. Perpustakaan umum berperan sebagai pusat informasi lokal. Setiap orang yang memerlukan informasi 41
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
dapat memintanya atau menanyakannya kepada perpustakaan baik yang berkenaan dengan pekerjaan maupun pelajaran. Perpustakaan menyediakan pelayanan rujukan untuk menjawab berbagai kebutuhan informasi yang diperlukan oleh masyarakat. Pertanyaan biasanya tergolong pada pertanyaan sederhana dan informasi yang lebih kompleks yang harus dijawab dengan koleksi rujukan yang tersedia. Fungsi utama dari perpustakaan umum adalah untuk membantu orang, terutama orang-orang muda dan anakanak, menjadi literat informasi. Dalam hal ini termasuk memberitahu mereka bagaimana menemukan informasi, dan juga untuk mengembangkan kebiasaan membaca. Perpustakaan umum membantu orang dewasa untuk belajar sepanjang hayat dan belajar kembali untuk perubahan karir. Perpustakaan umum juga berperan dalam memelihara dan mempromosikan kebudayaan. Banyak pemerintahan negara menugaskan perpustakaan umum untuk melakukan peran seperti itu. Perpustakaan umum berperan sebagai perantara pendemokratisasian penyebaran informasi. Abad informasi sekarang telah memperlebar jurang antara orang-orang yang kaya dan miskin informasi, pada saat informasi menjadi komoditas yang harus dibeli. Apabila hal ini terjadi di lingkungan tertentu, maka perpustakaan umum diharapkan tetap dapat menawarkan akses gratis atau murah terhadap berbagai sumber informasi seperti yang tersedia melalui Internet dan sumber lainnya, dan 42
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
memberikan pelatihan gratis untuk memelihara literasi informasi kepada mereka yang belum mendapatkan kesempatan sebelumnya. Mampu mengakses dan mengerti informasi adalah merupakan hak dasar manusia, dan saat ini memang sangat banyak tersedia informasi dari yang pernah ada dalam sejarah dunia. Sebagai layanan umum yang terbuka bagi semua kalangan, perpustakaan umum memiliki peran kunci dalam mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memanfaatkan informasi, perpustakaan umum menyediakan akses terhadap sumber informasi yang sangat luas. Perpustakaan umum bertanggung jawab untuk mengumpulkan informasi lokal dan membuatnya siaptersedia untuk diakses. Perpustakaan juga bertindak sebagai memori masa lalu dengan cara mengumpulkan, melindungi, dan memberi akses terhadap bahan yang terkait dengan sejarah komunitas maupun individu. Peran lain dari perpustakaan umum adalah untuk pengembangan diri. Kesempatan untuk mengembangkan kreativitas personal dan menggapai minat baru adalah penting untuk pembangunan manusia. Untuk mencapai hal tersebut, masyarakat membutuhkan akses terhadap ilmu pengetahuan maupun karya imajinasi. Perpustakaan umum dapat menyediakan akses dalam berbagai bentuk media untuk pencapaian kreativitas yang cukup sulit untuk diperoleh jika dilakukan sendiri oleh orang per orang. Menyediakan akses terhadap sejumlah besar koleksi literatur dan ilmu pengetahuan dunia, termasuk literatur 43
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
komunitas, telah menjadi kontribusi yang khas dari perpustakaan umum dan hal tersebut masih tetap menjadi fungsi yang sangat penting. Akses terhadap karya imajinasi dan ilmu pengetahuan adalah kontribusi penting terhadap pendidikan individu dan kegiatan rekreasi yang bermakna. Perpustakaan umum juga dapat memberikan kontribusi yang mendasar terhadap kelangsungan hidup maupun pengembangan sosial dan ekonomi dengan secara langsung terlibat dalam penyediaan informasi kepada masyarakat dalam pembangunan komunitas, misalnya: keterampilan hidup dasar, pendidikan dasar untuk orang dewasa, AIDS, dan program-program kesadaran lainnya. Perpustakaan umum seharusnya berusaha untuk memenuhi kebutuhan semua kelompok dalam suatu komunitas, tanpa membedakan usia dan fisiknya, ekonomi dan kondisi sosial lainnya. Namun, perpustakaan umum memiliki tanggung jawab khusus memenuhi kebutuhan anak-anak dan orang muda. Jika anak-anak dapat diinspirasikan oleh ketakjuban terhadap ilmu pengetahuan dan karya imajinasi pada usia dininya, inspirasi tersebut kemungkinan besar akan memberi manfaat pada pengembangan diri anak-anak dalam menjalani kehidupan mereka, baik memperkaya mereka maupun meningkatkan kontribusi mereka terhadap masyarakat. Anak-anak juga dapat mendorong orangtuanya atau orang dewasa untuk menggunakan perpustakaan umum. Peran lainnya dari perpustakaan umum adalah pengembangan kebudayaan. Perpustakaan memiliki tugas 44
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
publik untuk melindungi atau memelihara bukti-bukti dokumenter peradaban. Tanpa sumber rekaman masa lalu, ilmu pengetahuan dan pembelajaran modern tidak akan pernah ada dan riset dalam beberapa disiplin tidak mungkin dilakukan. Pelajaran sejarah tidak akan dipelajari dan pengabaian ini akan berlaku dalam setiap bidang usaha manusia. Perpustakaan memegang peranan penting, walaupun sering dikecilkan, dalam memberikan sumbangan pada pengembangan masyarakat kita. Undang-undang deposit seharusnya melindungi berbagai koleksi seperti Indonesiana dan provinsiana di daerah-daerah. Koleksi seperti itu merupakan bukti pentingnya masa lalu seperti halnya masa sekarang dan bahkan untuk memprediksi masa yang akan datang. Sebuah peran penting perpustakaan umum adalah sebagai sebuah fokus atau pusat untuk pengembangan kebudayaan dan artistik dalam komunitas, serta membantu untuk membentuk dan mendukung identitas kebudayaan komunitas. Hal tersebut dapat dicapai dengan bekerja sama dengan organisasi lokal dan regional yang tepat, melalui penyediaan ruang untuk kegiatan kebudayaan, mengorganisir program-program kebudayaan dan memastikan bahwa minat kebudayaan direpresentasikan di dalam material/bahan perpustakaan. Perpustakaan umum seharusnya mencerminkan keberagaman budaya yang ada di dalam komunitas. Perpustakaan umum seharusnya menyediakan bahan perpustakaan dalam bahasa komunitas lokal dan mendukung tradisi kebudayaan lokal. 45
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Selain itu, perpustakaan umumnya juga memiliki peran sosial. Perpustakaan umum memiliki sebuah peran penting sebagai ruang publik dan tempat pertemuan. Peran tersebut terutama penting di dalam komunitas yang hanya memiliki sedikit ruang/tempat bagi orang-orang untuk bertemu. Perpustakaan yang demikian terkadang disebut “ruang gambaran komunitas”. Penggunaan perpustakaan untuk penelitian dan pencarian informasi terkait dengan pendidikan pengguna dan minat kegiatan pada waktu luang, membawa orang pada kontak/hubungan informal terhadap anggota komunitas lainnya. Menggunakan perpustakaan umum dapat menjadi pengalaman sosial yang positif. Perpustakaan umum menjadi tempat bertemunya para warga kota dan melalui tempat ini mereka mengetahui banyak hal tentang kebijakan yang diambil oleh para pemimpin mereka, dan juga berbagai hal yang diperjuangkan oleh para wakil mereka di parlemen. Peran lainnya dari perpustakaan umum yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai agen perubahan. Peran perpustakaan umum dalam mengembangkan kapasitas masyarakat untuk pemicu kegiatan ekonomi dikemukakan oleh Urban Institute (2007), yang menyebutkan bahwa terjadi pergeseran peran perpustakaan umum dari institusi pasif menjadi perantara aktif dalam pengembangan ekonomi lokal. Selanjutnya disebutkan bahwa dengan struktur terbuka disertai dengan kekuatan baru koleksi digital atau elektronik dan fungsi pendidikan yang diembannya, perpustakaan umum memposisikan diri membantu 46
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
masyarakat melakukan transisi dari ekonomi manufaktur dan jasa ke ekonomi teknologi tinggi dan informasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Japzon and Gong (2005) bahwa peran perpustakaan umum menjadi penting tidak hanya karena koleksi yang dimilikinya tetapi juga karena perpustakaan menjadi tempat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan melalui Internet. Peran ini semakin bernilai tinggi terutama bagi suatu lingkungan masyarakat yang secara ekonomi tergolong tidak mampu. Penghematan urbanisasi (urbanization economies) juga akan terjadi apabila perpustakaan umum dapat berperan sebagai penunjang aglomerasi pada berbagai lokasi (Adisasmita, 2005). Melalui muatan koleksi buku-buku, jurnal, dan bahan perpustakaan lainnya kapasitas para pekerja dan profesional dapat ditingkatkan.
47
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
BAB V
PENENTUAN LOKASI FASILITAS DAN PERPUSTAKAAN UMUM Berdasarkan literatur yang ada diketahui bahwa salah satu faktor penting untuk meningkatkan peran perpustakaan adalah dengan mendekatkan pelayanan atau fasilitas perpustakaan kepada penduduk. Kedekatan ini telah terbukti berdampak pada peningkatan penggunaan perpustakaan yang pada akhirnya berdampak pula pada peningkatan kualitas sumber daya manusia atau penduduk sebagai penggunanya. Dengan kata lain, lokasi menjadi faktor utama penentu tingkat penggunaan perpustakaan umum, selain faktor lainnya seperti prasarana pendukung lokasi, karakteristik demografi, daya tarik, dan motivasi pengguna. Faktor lokasi menjadi semakin penting dalam perencanaan pembangunan perpustakaan umum, ketika fasilitas perpustakaan yang tersedia di suatu wilayah dipandang tidak dapat berfungsi optimal karena alasan keterjangkauan baik karena jarak maupun waktu tempuh yang tidak akseptabel bagi sebagian besar penduduk. Pada bagian berikutnya dielaborasi lebih lanjut berbagai faktor berkaitan dengan lokasi fasilitas publik dan perpustakaan umum. Karena obyek penelitian ini adalah wilayah perkotaan khususnya kota metropolitan, maka 48
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
uraiannya akan lebih difokuskan pada fasilitas publik di wilayah perkotaan. Lokasi fasilitas berkaitan dengan pemodelan dan solusi masalah tentang penempatan berbagai fasilitas terutama untuk meminimalkan biaya transportasi dan faktor-faktor lainnya. Masalah lokasi fasilitas menyangkut keputusan tentang jumlah dan lokasi dari suatu fasilitas (Seppala, 1997). Lokasi fasilitas tersebut dapat berupa letak pabrik, gudang, toko eceran, fasilitas pendidikan seperti sekolah dan perpustakaan, dan sebagainya. Penempatan fasilitas pada umumnya dilakukan dalam kaitannya dengan ihwal titik permintaan, titik penawaran, dan/atau dengan respek terhadap satu sama lain. Teori lokasi adalah suatu penjelasan teoritis yang dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi, yang selalu dikaitkan dengan alokasi geografis sumber daya yang terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan berdampak terhadap lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial (Sirojuzilam, 2006). Teori lokasi secara formal diperkenalkan pertama kali pada abad ke-19 oleh Von Thunen, ahli geografi Jerman yang berkonsentrasi terutama pada lokasi berbagai jenis pertanian yang berbeda. Kemudian pada awal abad ke-20, Alfred Weber mengupas masalah lokasi gudang tunggal untuk meminimalisasi total jarak perjalanan antara gudang dengan sejumlah pelanggan yang tersebar secara spasial. Setelah itu, teori lokasi mengikuti dua jalur. Para ahli ekonomi mengikuti Von Thunen dan berkonsentrasi pada penjelasan 49
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
perilaku spasial aktivitas ekonomi, seperti perumahan atau arus barang hingga perihal konsumsi. Di jalur lainnya, para peneliti di bidang riset operasi mengikuti Weber. Menurut Seppala (1997), kedua jalur tersebut dapat dipandang sebagai pendekatan deskriptif dan normatif. Model deskriptif menjelaskan mengapa suatu jenis perilaku spasial tertentu berlangsung, dan model normatif memberikan panduan kepada para pengambil keputusan untuk keputusan lokasi. Perbedaan ini sebenarnya tidak seluruhnya eksklusif karena ada beberapa model yang digunakan dalam kedua aspek tersebut. Lokasi fasilitas juga dapat dikelompokkan kepada lokasi sektor swasta dan lokasi sektor publik. Pengelompokan ini didasarkan pada tujuan, di mana tujuan lokasi sektor swasta adalah untuk efisiensi dan keuntungan dalam berbagai bentuk, sedangkan lokasi sektor publik tujuannya adalah untuk keadilan dan efisiensi. Keadilan dalam hal ini terkait dengan siapa yang diuntungkan dari suatu pelayanan yang disediakan, yang pada umumnya diselenggarakan oleh pemerintah. Lokasi perpustakaan umum dapat dikelompokkan ke dalam lokasi sektor publik. Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang lokasi sektor publik dan lokasi perpustakaan umum, lebih dahulu akan diuraikan tentang teori atau model lokasi fasilitas secara umum.
50
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Model Lokasi Fasilitas Para praktisi dan peneliti dalam bidang riset operasi telah banyak mengembangkan berbagai model pemrograman linier seperti simpleks, formulasi model integer dalam menentukan lokasi fasilitas. Beberapa perbedaan fungsi tujuan telah diformulasikan untuk membuat model yang bisa mengakomodasi kondisi lokasi. Daskin dan Owen (1998) menyebutkan bahwa terdapat beberapa masalah dalam permodelan lokasi fasilitas, yaitu: (1) lokasi statis dan deterministik, (2) lokasi dinamis, dan (3) lokasi stokastik. Current, Min, dan Schilling (1990), selanjutnya membagi lokasi statis dan deterministik ke dalam empat pembahasan dalam fungsi yang berbeda, yaitu: (1) median problem, (2) covering problem, (3) center problem, dan (4) travel distance. Church and Revelle (1976) menyatakan salah satu faktor penting dalam mengukur keefektifan sebuah lokasi fasilitas ditentukan oleh jarak rata-rata antara lokasi pengguna terhadap lokasi fasilitas. Jika rata-rata jarak perjalanan pengguna ke lokasi suatu fasilitas meningkat maka aksesibilitas terhadap fasilitas tersebut akan menurun sehingga efektifitas pemakaian fasilitas akan menurun. Fenomena hubungan tersebut terjadi pada fasilitas seperti perpustakaan, sekolah, pusat layanan kedaruratan yang mana letaknya diinginkan dekat dengan pengguna. Cara yang kurang lebih sama dalam mengukur keefektifan, ketika permintaan (terhadap) suatu layanan 51
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
fasilitas tidak sensitif terhadap tingkat dari layanan adalah mengukur jarak antara titik pengguna dengan fasilitas untuk tiap pengguna dan menghitung total jumlah jarak perjalanan antara pengguna dan fasilitas. P-median menggunakan ukuran keefektifan ini, dan dijelaskan sebagai: cari lokasi dari sejumlah “p” fasilitas sedemikian rupa sehingga total jarak perjalanan antara pengguna dan fasilitas menjadi minimal. Tujuan (1) adalah untuk meminimalkan total jarak antara pengguna dan fasilitas. Batasan (2) menetapkan bahwa sejumlah p fasilitas harus diletakkan. Batasan (3) menetapkan bahwa tiap permintaan pengguna harus terlayani oleh fasilitas, sedangkan batasan (4) keterlayanan hanya pada lokasi yang fasilitasnya telah ditentukan. Batasan (5) dan (6) adalah ketentuan untuk variabel. Untuk beberapa kasus tertentu P-median tidak cocok digunakan misalnya penempatan fasilitas kedaruratan seperi stasiun pemadam kebakaran dan ambulans. P-median tidak cocok digunakan karena hanya mengukur jarak ratarata. Sementara, untuk kasus kedaruratan yang ingin ditentukan adalah jarak/waktu maksimal yang bisa ditempuh. Untuk menentukan lokasi fasilitas yang seperti itu, kata kuncinya adalah “keterjangkauan”. Permintaan disebut akan tercakup jika suatu fasilitas tersebut dapat menjangkau penggunanya dalam sejumlah waktu tertentu. Masalah keterjangkauan terbagi dalam dua bagian utama, yang satu membahas tentang wilayah mana yang butuh untuk dijangkau dan lainnya tentang pengoptimalannya. Dua masalah keterjangkauan ini 52
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
dibedakan menjadi location set covering problem dan maximal covering problem. Tujuan set covering problem adalah untuk meminimalkan biaya lokasi fasilitas. Semua model dalam covering problem secara implisit menyatakan bahwa jika permintaan dipenuhi oleh fasilitas maka fasilitas akan tesedia untuk melayani permintaan. Selain covering problem dan P-median problem bentuk lainnya adalah center problem atau yang dikenal dengan minimax location problem. Minimax location problem adalah bentuk klasik kombinasi dari optimasi dalam riset operasi dan lokasi fasilitas. Center problem berguna untuk meminimalkan jarak maksimal antara permintaan dan fasilitas yang terdekat dengan permintaan tersebut. Pendekatan ini berguna jika untuk mendekatkan jarak antara pelanggan yang letaknya terjauh dengan fasilitas yang terdekat. Berkaitan dengan lokasi dinamis, Daskin dan Owen (1998) dalam tulisannya berjudul “Strategic facility location: A review” dalam European Journal of Operational Research, membagi lokasi dinamis ke dalam dua ketagori yaitu (1) model lokasi fasilitas tunggal dinamis, dan (2) model lokasi multi-fasilitas dinamis. Model lokasi fasilitas tunggal dinamis pertama kali diperkenalkan oleh Ballou tahun 1968 dalam artikelnya yang berjudul “Dynamic Warehouse Location Analysis”. Dalam artikel ini Ballou menjelaskan bagaimana meletakkan satu gudang untuk memaksimalkan keuntungan melalui perencanaan tertentu. Ballou meggunakan solusi dynamic optimal deterministik. Pendekataan Ballou 53
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
dioptimalkan oleh Sweeney and Thatam (1976), yang mana metode mereka menemukan rank order (Rt) solusi terbaik setiap periode t melalui prosedur iteracy pada pemrograman integer dengan dekomposisi benders. Tetapi Ballou serta Sweeney dan Thatam tidak mempertimbangkan biaya sebagai variabel kendala. Welowsky (1976) menyarankan dalam membuat dan memutuskan relokasi fasilitas harus memasukkan faktor biaya sebagai variabel constraint, apalagi dalam sebuah wilayah yang berkembang di mana terjadi peningkatan jumlah penduduk, lokasi fasilitas yang ada harus memiliki biaya yang minimal (Drezner dan Welowsky, 1991). Model lokasi multi-fasilitas dinamis disebutkan oleh Scott (1991) sebagai perluasan dari bentuk model lokasi fasilitas tunggal dinamis. Pada lokasi fasilitas tunggal, kegiatan harus tetap berjalan sehingga jika terjadi realokasi akan menyulitkan karena fasilitas harus tetap beroperasi. Welowsky dan Truscott (1976) menganalisis lebih jauh bahwa model lokasi fasilitas tunggal dinamis dapat memprediksi perubahan permintaan di masa yang akan datang melalui model pemrograman integer dengan kendala yang terbatas pada perubahan lokasi di setiap periode. Dengan demikian, masalah dinamic location allocation termasuk kemungkinan kapabilitas fasilitas dan biaya pengiriman dapat diatasi. Solusi optimal pada masalah alokasi lokasi transportasi akan dibuktikan pada lokasi fasilitas, alokasi sumber permintaan, dan kuantitas pengiriman antara fasilitas dan permintaan (Tapiero, 1971). 54
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Selain lokasi statis deterministik dan lokasi dinamis, dikenal lokasi stokastik. Lokasi stokastik terbagi dalam dua bagian yakni probabilistic approach dan scenario planning approach. Probabilistic approach adalah lokasi fasilitas dengan mempertimbangkan distribusi kemungkinan dengan model kuantitas acak. Model probabilitas terbagi dua yakni formulasi standar yang dikembangkan oleh Manne (1961) dan model antrian yang diperkenalkan oleh Larson (1974), sedangkan scenario planning adalah model yang dikembangkan yang mana pengambilan keputusan diambil berdasarkan ketidakpastian masa depan. Untuk itu perlu dibuat sebuah perencanaan masa depan dalam bentuk scenario planning melalui analisis kecenderungan (Mobasheri dan Sioshansi, 1989).
Lokasi Fasilitas Publik Ada beberapa pendekatan penelitian dalam penyediaan jasa perkotaan, antara lain melibatkan teori lokasi fasilitas publik dan model optimisasi lokasi fasilitas publik perkotaan. Isu yang mendasar dalam lokasi fasilitas publik adalah sifat alami dan penyebab hubungan antara lokasi dan konsekuensi distributifnya (Dear, 1974). Sebuah keputusan untuk menempatkan fasilitas umum apa pun sebenarnya adalah satu keputusan untuk mendistribusikan manfaat dan biaya tertentu di antara kelompok berbeda dari masyarakat. Manfaat dan kerugian tersebut sering terkait 55
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
dengan kedekatan jarak, yang membuat manfaat dan kerugian menjadi fungsi jarak titik permintaan terhadap fasilitas (Harvey, 1973). Ahli geografi telah meneliti masalah lokasi mempergunakan alat normatif berdasarkan pada efisiensi yang diperoleh dari teori lokasi klasik, yaitu pareto optimal (Harvey, 1973). Konteks perbedaan model lokasi fasilitas publik adalah bahwa persyaratan model tersebut dinilai oleh kriteria yang berbeda dari padanannya pada sektor swasta (Dear, 1974). Ciri dari masalah lokasi fasilitas publik dijumpai pada kebutuhan akan keadilan, yang sama pentingnya seperti halnya efisiensi pada dampak pemilihan lokasi, rendahnya kompetisi dalam penyediaan pelayanan dan kebutuhan untuk akuntabilitas publik; dan keterlibatan publik pada pengambilan keputusan. Masalah sektor swasta berkonsentrasi pada struktur dan lokasi dari unit individu, sementara teori sektor publik berkonsentrasi pada kesepakatan umumnya dengan beberapa sistem lokasi pada satu kerangka dinamis (Dear, 1974). Selanjutnya, Dear (1974) mengidentifikasi beberapa karakteristik umum terkait dengan masalah lokasi fasilitas adalah: pertama, pentingnya perhatian pada public goods atau pada prinsip “kesejahteraan” dari satu redistribusi sumber daya kepada masyarakat. Karakteristik kedua, adalah sifat alami hirarkis dari sistem fasilitas publik. Hirarki ini mungkin terwujud dalam kaitan dengan bangunan (satu perpustakaan induk/pusat besar dan beberapa perpustakaan cabang lebih kecil) atau dalam 56
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
kaitannya dengan organisasi. Keputusan penentuan lokasi memiliki masukan yang bervariasi (kelompok-kelompok yang berbeda saling berinteraksi dengan tujuan dan motivasi yang berbeda) yang mana konflik merupakan bagiannya. Model lokasi sektor swasta pada umumnya ditetapkan untuk memperkecil besar ongkos angkutan dan fasilitas (Dear, 1974), yang mana efisiensi dan keuntungan dalam berbagai bentuk merupakan tujuannya. Efisiensi dalam hal ini adalah sejumlah nilai untuk memperkecil agregat biaya pergerakan pada satu sistem ruang tertentu (Harvey, 1973). Sementara pada sektor publik, prinsip keadilan dan efisiensi sebagai tujuan dari sistem fasilitas umum sering menimbulkan konflik (Truelove, 1993). Efisiensi di sini berkaitan dengan kuantitas agregat dari pelayanan yang disediakan, sedangkan keadilan terkait dengan siapa yang diuntungkan dari suatu pelayanan yang disediakan. Dengan kata lain, efisiensi berkenaan dengan distribusi layanan kepada masyarakat dan keadilan berkenaan dengan distribusi dari akibat layanan tersebut (Truelove, 1993). Beberapa ketidak-merataan dalam akses tidak bisa diabaikan seperti sebagian orang selalu lebih dekat dengan titik layanan dibandingkan orang lain (Hodgart, 1978). Untuk memperkecil ketidak-merataan ini, satu lokasi yang memperkecil perjalanan terpanjang dari konsumen mungkin bisa menjadi pertimbangan. Dengan demikian lokasi optimal dari sebuah penambahan fasilitas dari sisi perspektif 57
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
efisiensi mungkin berbeda dari lokasi optimal dari sebuah tambahan fasilitas dari sudut pandang keadilan. Dari sisi tujuan efisiensi, satu tambahan fasilitas pada suatu wilayah populasi dengan kepadatan yang tinggi, lokasi yang memperkecil rata-rata biaya bepergian merupakan lokasi optimal. Sementara dari sisi tujuan keadilan, satu fasilitas tambahan mungkin ditempatkan pada satu wilayah kepadatan populasi yang rendah dan jauh sehingga ketika untuk memperkecil jarak maksimum tersebut orang-orang harus melakukan perjalanan. Salah satu cara untuk menggabungkan elemen keadilan ke dalam solusi dalam model optimasi adalah dengan penggunaan covering model (Hodgart, 1978). Toregas dan ReVelle (1972) telah memelopori aplikasi dari covering model dalam permasalahan lokasi fasilitas. Untuk layanan tertentu, terutama pemadam kebakaran dan layanan medis, kualitas layanan tersebut nilainya proporsional dengan jarak titik layanan/fasilitas terhadap titik pengguna. Semakin jauh jaraknya maka semakin menurun kualitas layanan tersebut. Standar yang diinginkan dari layanan tersebut didefinisikan sebagai waktu maksimal atau jarak tertentu S terhadap fasilitas ditempatkan untuk memastikan bahwa keseluruhan populasi pada jarak S dari tempat fasilitas. Referensi dari keadilan (equity), kewajaran (fairness) dan keadilan (justice) adalah satu tema pada literatur geografi (Harvey, 1973). Hay (1995) mengidentifikasi delapan konsep kunci dari equity, kewajaran dan keadilan. 58
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Lucy (1981) mengungkapkan lima konsep equity yang dapat berlaku dalam proses perencanaan. Konsep operasionalisasi geografis dari equity, kewajaran, dan keadilan terdiri dari tiga bentuk yaitu, kesetaraan spasial, keadilan wilayah, dan standar minimal. Meskipun demikian, pada prakteknya sering dikombinasikan lebih dari satu konsep di atas. Contohnya, kesetaraan spasial terkait dengan alokasi dari suatu sumberdaya atau suatu hasil. Keadilan wilayah merujuk kepada distribusi yang sesuai di antara wilayah, untuk masing-masing sesuai dengan kebutuhan dari populasi di wilayah itu, atau jumlah perpustakaan yang disediakan sebanding dengan yang diperlukan. Pendekatan geografis ketiga adalah standar minimal. Hal ini mencakup spesifikasi minimal tertentu yang harus diwujudkan jika tidak ingin disebut tidak adil. Aplikasi dari konsep equity di dalam ketentuan suatu pelayanan di dalam ilmu geografi sering menemui masalah. Salah satu masalah fundamental adalah perhatian pada akses ke ruang seberang (Hay, 1995). Masalah kedua, adalah “masalah batas”, misalnya ukuran dan bentuk yang berubahubah dari unit geografis akan sering membuat perbedaan dari yang telah ditetapkan. Masalah ketiga, adalah timbulnya di luar masalah korelasi ekologis. Dengan kata lain kesesuaian antara distribusi klien populasi dan ketentuan pelayanan dari suatu pelayanan tidak menjamin bahwa pelayanan tersebut telah sesuai atau tersedia mencukupi kebutuhan (Hay, 1995).
59
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
Dalam pendekatan klasik lokasi fasilitas publik, diasumsikan bahwa permintaan terhadap layanan yang ditawarkan oleh fasilitas telah tersedia. Tujuannya adalah untuk menempatkan fasilitas dalam memenuhi permintaan yang ada (Daskin, 1995; Current dan Schilling, 1990; ReVelle dan Eiselt, 2005). Keputusan dalam menempatkan lokasi didasarkan pada distribusi spasial populasi, bukan didasarkan pada jumlah populasi. Keputusan penentuan lokasi fasilitas berdasarkan karakter demografi boleh diabaikan ketika keputusan yang dibuat untuk satu fasilitas pada saat tersebut tidak memiliki dampak yang besar. Keputusan lokasi fasilitas biasanya terdiri dari penilaian fasilitas ke pusat populasi menurut peringkat dalam sistem perkotaan, misalnya peringkat satu dekat dengan sekolah dasar, peringkat dua dekat dengan rumah sakit, peringkat tiga dekat dengan universitas, dan sebagainya (Antunes dan Bigotte, 2003). Apakah perbedaan antara lokasi fasilitas publik dan lokasi sektor swasta. Marianov dan Serra (2004) menyebutkan jawabannya terletak pada sifat dasar dari sasaran atau sasaran-sasaran yang menjadi pertimbangan pengambil keputusan. Selanjutnya disebutkan bahwa aplikasi sektor publik dan swasta adalah berbeda karena kriteria optimasi yang digunakan pada kedua kasus tersebut. Memaksimalkan keuntungan dan perebutan bagian dari pasar yang lebih luas oleh kompetitor merupakan kriteria utama dalam aplikasi sektor swasta. Sebaliknya, minimalisasi biaya sosial, universalitas pelayanan, efisiensi 60
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
dan keadilan merupakan sasaran pada sektor publik. Berhubung karena kedua sasaran tersebut sulit untuk diukur, sasaran tersebut biasanya diwakilkan dengan minimalisasi biaya lokasional dan operasional yang diperlukan bagi keseluruhan pelayanan tersebut, atau mencari cakupan maksimal yang dapat diberikan oleh sejumlah tertentu sumber daya yang tersedia. Hal senada juga dikemukakan oleh Wibowo dan Soetriono (2004), bahwa sasaran keputusan lokasi industri adalah memaksimalkan kepuasan pelanggan, meminimalkan biaya pelayanan, dan memaksimalkan keuntungan bagi pemilik swasta, sedangkan sasaran dari keputusan lokasi sektor publik adalah berupaya untuk memaksimalkan kepuasan pelanggan, meminimalkan biaya pelayanan, merespon berbagai kategori pemangku kepentingan yang berbeda (masyarakat). Manfaat dari biaya yang dikeluarkan dalam sektor publik jarang sekali dihitung dalam bentuk uang. Untuk perpustakaan umum, keuntungan biasanya diterjemahkan ke dalam bentuk jumlah atau tingkat penggunaan pelayanan (jasa) yang diberikan. Tidak ada sebuah teori tunggal yang bisa menetapkan di mana lokasi suatu kegiatan produksi (industri) itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi suatu industri (skala besar) secara komprehensif diperlukan gabungan dari berbagai pengetahuan dan disiplin. Berbagai faktor yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan lokasi, antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan 61
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju, stabilitas politik suatu negara dan kebijakan daerah. Model lokasi-alokasi adalah mencari lokasi fasilitas dan/atau pelayanan (seperti sekolah, rumah sakit, dan gudang) untuk mengoptimasi satu atau beberapa sasaran yang biasanya berkaitan dengan efisiensi sistem atau pengalokasian sumber daya. Marianov dan Serra (2004) meneliti tentang lokasi fasilitas atau pelayanan dalam ruang atau jaringan dengan karakteristik yang berbeda, yang berkaitan dengan sektor publik seperti pelayanan gawat darurat (ambulans, pemadam kebakaran, dan unit polisi). Lebih lanjut Marianov dan Serra (2004) menyebutkan bahwa dalam model lokasi sektor publik tidak ada satu pun sasaran yang dikesampingkan, dan berbagai respons mungkin diberikan terhadap pertanyaan sederhana tentang konfigurasi lokasional “terbaik” sejumlah pelayanan. Sebagai contoh, ketika menempatkan ambulans pada suatu lokasi dengan dasar pertimbangan agar dapat meminimalkan waktu respons rata-rata yang menguntungkan dari sistem tersebut, atau untuk melindungi penduduk dari resiko dalam suatu waktu dan jarak yang ditetapkan. Kedekatan atau proximity (jarak dan waktu tempuh) merupakan satu aspek fundamental analisis lokasi. Banyak model yang mencari untuk meminimalkan jarak dan waktu tempuh antara pelanggan dan fasilitas di mana suatu pelayanan dapat diperoleh. Sebagai tandingan terhadap model tersebut adalah model cakupan (covering models) 62
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
yang didasarkan pada konsep kedekatan yang dapat diterima (acceptable proximity). Dalam model ini nilai maksimum ditetapkan (preset) baik untuk jarak maupun waktu tempuh. Apabila suatu pelayanan yang disediakan oleh suatu fasilitas berlokasi dalam batas maksimal tersebut, maka pelayanan tersebut dianggap memadai atau dapat diterima, dan pelanggan tercakup. Model cakupan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria (Marianov dan Serra, 2004). Pertama adalah kriteria jenis sasaran, yang memungkinkan untuk membedakan dua jenis formulasi: meminimalkan jumlah fasilitas yang dibutuhkan untuk mencakup secara penuh populasi (set covering models). Kedua adalah memaksimalkan populasi yang tercakup, dengan jumlah terbatas fasilitas atau penghidang atau servers (maximum covering models). Selain itu, model cakupan dapat juga diklasifikasikan dalam formulasi untuk sistem dengan penghidang tetap (fixed servers) dan sistem dengan penghidang bergerak (mobile servers). Contoh untuk bentuk yang pertama adalah sekolah, rumah sakit, dan sistem lain di mana pelanggan bepergian ke fasilitas tersebut untuk mendapatkan pelayanan. Contoh untuk yang kedua adalah pelayanan gawat darurat di mana penghidang ditempatkan di suatu pos atau depo, dan ketika panggilan diterima, mereka akan menuju lokasi pemanggil dan kemudian kembali ke pos. Untuk kasus perpustakaan umum, adakalanya menggunakan kedua pendekatan tersebut. Selain adanya sejumlah perpustakaan dengan lokasi tetap, juga tersedia 63
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
perpustakaan keliling (mobile library) yang mendatangi tempat-tempat tertentu sesuai jadwal yang ditentukan. Sektor swasta sering berfokus pada struktur dan lokasi unit secara individual, atau sejumlah unit seperti chain store atau franchise, sedangkan sektor publik berurusan dengan suatu kerangka hirarkis dinamis. Untuk perpustakaan umum, hal ini direpresentasikan oleh suatu perpustakaan pusat atau induk dengan sejumlah sub unit yang lebih dikenal dengan cabang. Sektor swasta membangun model lokasi berdasarkan pengetahuan tentang lokasi bisnis yang kompetitif. Sektor publik lebih sering mendasarkannya pada kompetisi penyampaian pelayanan dan oleh karenanya secara historis tidak berusaha untuk mengidentifikasi lokasi dengan pelayanan serupa. Untuk perpustakaan umum, pelayanan kompetitifnya termasuk toko buku, kios surat kabar dan majalah, klub buku, dan mungkin juga pelayanan teater atau sarana rekreasi. Sektor swasta sering tidak berusaha untuk mendapatkan lokasi tempat yang optimal. Keputusan lokasi sektor publik sering tidak optimal karena keterbatasan biaya untuk mendapatkan lokasi utama yang lebih baik atau terjamin. Keterbatasan biaya menyebabkan keharusan untuk menggunakan lahan milik pemerintah atau lahan bantuan dari pihak lain. Dalam keputusan lokasi sektor publik terdapat kebutuhan terhadap rasa keadilan pada hasil lokasi. Keadilan dalam konteks ini berarti pelayanan yang terdistribusi secara adil, yang didukung oleh dana yang bersumber dari pajak, yang memberikan peluang yang sama 64
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
yang harus disediakan bagi semua warganegara. Oleh sebab itu, sektor publik bertanggung-jawab kepada publik yang berkaitan dengan masalah diskriminasi atau kesenjangan dalam pelayanan atau manfaat yang ditimbulkannya. Sebaliknya, toko eceran memilih tempat didasarkan pada memaksimalkan kepuasan pelanggan, meminimalkan biaya pelayanan, dan karena itu memaksimalkan keuntungan bagi pemilik swasta tanpa suatu kebutuhan untuk mempertimbangkan rasa keadilan tersebut. Memilih lokasi untuk menyediakan suatu pelayanan dengan sejumlah keterbatasan yang ada adalah suatu kegiatan logistik yang penting dalam berbagai konteks. Keputusan tentang lokasi fasilitas merupakan elemen penting dalam perencanaan strategis baik pada institusi swasta maupun publik (Daskin dan Owen, 1998). Dunia usaha memilih lokasi untuk fasilitas toko penjualan, pemerintah memilih lokasi untuk fasilitas publik termasuk lokasi perpustakaan umum.
Lokasi Fasilitas Perpustakaan Dapat dikemukakan bahwa lokasi fasilitas untuk kinerja fungsi sosial dan ekonomi, seperti perpustakaan umum atau toko eceran, adalah keputusan paling penting yang harus dibuat oleh para perencana dan manajer. Kesalahan dalam pemilihan lokasi fasilitas menyebabkan berkurangnya potensi maksimal, efektivitas, dan keadilan 65
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
pelayanan. Untuk perpustakaan umum, lokasi yang tidak optimal dapat berarti penurunan akses dan penurunan penggunaan. Untuk toko eceran, lokasi yang tidak tepat dapat berarti kehilangan potensi lalu lintas toko, kehilangan pendapatan bahkan akhirnya kegagalan bisnis. Beberapa pembuat teori (teoris) lokasi, perencana, dan manajer, memandang bahwa karakteristik dan lokasi fasilitas umum seperti perpustakaan umum, museum, sekolah, taman merupakan refleksi sederhana keputusan sektor swasta tentang lokasi bisnis dan perumahan. Padahal, terdapat perbedaan sifat dalam tujuan lokasi sektor publik dan swasta yang harus diperhatikan (Revelle, 1970). Tidak banyak yang diketahui tentang penentuan lokasi perpustakaan umum di Indonesia. Dalam literatur Barat, penulis yang paling dikenal namanya dan paling banyak dikutip tulisannya adalah Joseph Wheeler. Sejak tahun 1920, Wheeler gigih menggagas ide penentuan lokasi gedung perpustakaan umum yang optimal di lokasi eceran terbaik. Namun Wheeler mengembangkan pandangannya menggunakan penilaian/perkiraaan subyektif para pustakawan, bukan dengan penelitian empiris. Karena alasan tersebut, kriteria Wheeler semestinya dievaluasi dan dibandingkan dengan literatur deskriptif lainnya tentang lokasi perpustakaan (Koontz, 1997). Sebagian besar literatur tentang lokasi perpustakaan dapat dikategorikan sebagai esai, bukan hasil penelitian yang menyajikan informasi yang bersifat analitis. Artikel tersebut pada umumnya membicarakan tentang pembangunan gedung 66
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
baru tunggal, penambahan, dan upaya penataan-ulang yang sudah ada. Sejumlah literatur adalah bersifat deskriptif yang pada umumnya ditulis oleh para pustakawan yang terlibat dalam proses pemilihan lokasi, termasuk teknik checklist atau deskripsi (Koontz, 1997). Dari berbagai literatur diketahui bahwa banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pemilihan lokasi terutama lokasi industri atau usaha. Sejumlah literatur membicarakan tentang lokasi fasilitas publik, dan beberapa diantaranya membicarakan kemungkinan penggunaan pendekatan lokasi untuk pengembangan perpustakaan umum. Koontz (1994) menyebutkan bahwa karakteristik dan lokasi fasilitas publik seperti perpustakaan umum, museum, sekolah, dan taman merupakan refleksi keputusan sektor swasta tentang lokasi pemukiman dan usaha. Koontz menawarkan penggunaan teori lokasi eceran untuk memecahkan dilema lokasi perpustakaan umum. Selanjutnya Koontz (2002) menyebutkan bahwa perpustakaan dan toko eceran bersama-sama memiliki karakteristik yang unik yang mengindikasikan kemungkinan solusi yang didasarkan pada teori lokasi eceran. Pertama, perpustakaan umum biasanya merupakan bagian dari suatu sistem yang mana tahap akhir dari distribusi adalah berlainan, misalnya cabang (seperti cabang-cabang bank). Kedua, terdapat pola lokasional yang berpengaruh terhadap penjualan dan penggunaan perpustakaan yaitu: jarak di antara outlet, hambatan topografis, dan karakteristik populasi. Ketiga, orang harus bepergian ke toko eceran dan 67
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
perpustakaan. Ini adalah faktor penting, masyarakat memilih bepergian untuk mendapatkan barang, di mana lokasi berpengaruh terhadap pelanggan. Pada kasus masalah lokasi fasilitas perpustakaan, masih diperdebatkan bahwa membuat analogi dari perpustakaan dengan toko eceran cukup beralasan sebab konsumen mendatangi perpustakaan atau toko eceran untuk memperoleh buku atau barang jualan yang berguna bagi mereka. Karakteristik demografis yang mempengaruhi perilaku konsumen seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, jabatan, gaya hidup juga mempengaruhi pola penggunaan perpustakaan (Koontz, 1997). Kedatangan ke perpustakaan juga menunjukkan pola perjalanan multi tujuan. Penelitian telah menunjukkan hubungan kegiatan berbelanja dengan perpustakaan yang memperkuat alasan untuk menempatkan perpustakaan di pusat perbelanjaan (Koontz, 1997). Banyak masalah lokasi fasilitas perpustakaan telah diselesaikan oleh teori lokasi eceran. Perpustakaan umum adalah bagian dari satu sistem fasilitas yang mana tahap akhir dari distribusi adalah terpisah (buku berbeda dengan air pada saluran air minum maupun drainase) (Koontz, 1997). Sebagai tambahan, pola lokasional dari satu sistem perpustakaan mempengaruhi secara signifikan penggunaan perpustakaan (Koontz, 1997; Coughlin, 1972). Perpustakaan umum dengan lingkungan eceran tidak dapat dipersamakan terlalu jauh. Terdapat beberapa perbedaan nyata dan substantif antara retail dan 68
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
perpustakaan. Eceran dicirikan oleh kepemilikan swasta, motivasi keuntungan, dan berada pada lingkungan kompetitif yang sangat tinggi. Sementara perpustakaan umum adalah merupakan kepemilikan publik, tidak untuk mendapatkan keuntungan (nirlaba), dan dengan kompetisi yang rendah. Namun demikian, penelitian telah menunjukkan bahwa jarak antar perpustakaan adalah penting dalam penentuan lokasi perpustakaan sehubungan dengan pengaruhnya terhadap penggunaan perpustakaan (Getz, 1978). Wheeler, pada awal 1924, menawarkan penentuan letak perpustakaan pusat di pusat kota yang ramai dan banyak persimpangan jalan. Wheeler menawarkan letak tersebut seperti halnya para pemilik toko eceran yang cenderung mencari letak pertokoannya di wilayah yang padat/ramai lalu lintas sehingga banyak orang yang berbelanja. Dalam konteks perpustakaan umum, tingginya arus lalu lintas tersebut menggambarkan tingginya penggunaan perpustakaan. Pada tahun 1933, untuk pertama kali, American Library Association (1956) mengeluarkan standar kuantitatif berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum. Dalam dokumen yang dikeluarkan ALA diketahui bahwa kepadatan penduduk pada suatu area seharusnya mempengaruhi jumlah cabang perpustakaan umum. Joeckel dan Carnovsky pada tahun 1940 menawarkan beberapa prinsip mengenai lokasi perpustakaan sebagai berikut (Koontz, 1997): 69
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
(1) Lama waktu seseorang tinggal di suatu area akan mempengaruhi pengetahuan dan perhatiannya pada suatu badan pemerintah; (2) Jumlah dan lokasi cabang perpustakaan, tipe dan ukuran gedungnya, layanan dan koleksi bukunya harus dipelajari secara serius jika ingin dana publik dipergunakan dengan sebaik-baiknya; (3) Lingkungan pengaruh suatu perpustakaan umum sering dibatasi oleh penghalang seperti persimpangan rel kereta api, taman, kompleks industri, sehingga penduduk yang tinggal hanya berjarak satu mil dari perpustakaan kurang termotivasi untuk melintasi berbagai penghalang tersebut; (4) Cabang perpustakaan yang ditempatkan di toko pengecer, ruang serbaguna, dan lokasi gedung lainnya harus diubah. Perpustakaan harus ditempatkan di gedung sendiri agar penggunannya semakin tinggi; dan (5) Meskipun telah disediakan fasilitas yang cukup memuaskan di perpustakaan, penggunaan perpustakaan bisa jadi akan menurun secara dramatis jika wilayah yang dilayani tingkat pendidikan penduduknya rendah, jumlah penduduk dan anak-anaknya sedikit. Laporan penelitian Wheeler (1958) tentang perpustakaan umum di Amerika Serikat, menyatakan bahwa lokasi perpustakaan umum, baik perpustakaan pusat 70
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
maupun cabang harus secara strategis berlokasi di pusat perdagangan atau tempat orang berkumpul/terkonsentrasi, yang disebutkannya sebagai “pusat gravitasi” dari pusat perdagangan (pusat kota) dan trotoar perkantoran. Lokasi seperti itu biasanya tidak berhubungan langsung dengan sebaran penduduk atau permukiman, namun dipengaruhi oleh fasilitas dan kebiasaan/pola perjalanan. Namun menurut Koontz (1997), pandangan Wheeler tersebut tidak mempertimbangkan pertumbuhan di wilayah pinggiran kota, konsep nilai lahan, segmentasi pasar, tingkah laku konsumen, area perdagangan, dan lain-lain. Pada tahun 1962, Wheeler dan Herbert Goldhor merekomendasikan kriteria dalam penentuan letak lokasi cabang perpustakaan umum. Berdasarkan rekomendasi mereka, setiap cabang perpustakaan menawarkan sirkulasi minimum setiap tahun sebesar 75.000 buku, yang sedikitnya setengah dari jumlah tersebut adalah buku untuk orang dewasa. Tiap cabang melayani 30.000 atau lebih penduduk. Letak cabang perpustakaan haruslah di persimpangan utama toko pengecer dan berjarak tiga atau empat mil dari perpustakaan lainnya (Koontz, 1997). Pada tahun 1963, dalam penelitiannya, Leonard Grundt (Koontz, 1997) menentukan bahwa untuk melakukan perjalanan ke perpustakaan umum cabang, warga menghabiskan maksimum waktu perjalanan adalah 20 menit menggunakan angkutan umum, dan maksimum 20 menit perjalanan kaki bagi anak-anak. Perpustakaan juga ternyata berada pada posisi 2 mil dari tempat orang dewasa, 71
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
namun anak-anak yang berkunjung ke perpustakaan tersebut maksimal bertempat tinggal pada jarak 1,5 mil dari perpustakaan. Pada tahun 1965, Frank Wetzel, dalam tesis magisternya, menganjurkan para pustakawan untuk mempertimbangkan penggunaan metode dan kriteria letak toko eceran dalam penentuan lokasi perpustakaan di kota besar metropolitan. Wetzel menekankan bahwa langkah pertama dalam analisis letak perpustakaan seharusnya adalah survei ekonomi terhadap letak perpustakaan yang diusulkan, termasuk juga populasi potensial dan area perdagangannya (Koontz, 1997). Pengaruh jarak antara pengguna dengan fasilitas perpustakaan memiliki konsekuensi terhadap penggunaan perpustakaan di suatu wilayah. Jarak yang dimaksud adalah jarak perpustakaan dengan pengguna maupun perpustakaan lainnnya. Beberapa hasil studi pada tahun 1970-an menunjukkan bahwa 57,4 persen pengguna perpustakaan umum bertempat tinggal di wilayah yang jauhnya 2 mil dari perpustakaan, 27,2 persen bertempat tinggal antara 2 hingga 4 mil dari perpustakaan, dan 5,1 persen berjarak 5 mil dari perpustakaan (Palmer, 1981). Pada tahun 1970, Thomas Shaughnessy melakukan survei para pengguna perpustakaan umum pusat di New York, Pennsylvania, dan New Jersey untuk mengetahui pengaruh waktu perjalanan dan jarak terhadap penggunaan perpustakaan. Dalam tinjauan literaturnya, Shaughnessy membuat ringkasan penelitian terdahulu dan melaporkan 72
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
bahwa kira-kira 50 persen pengguna yang disurvei bertempat tinggal 2 mil jaraknya dari perpustakaan pusat, 75 persen dalam jarak 5 mil, dan 92 persen berjarak 10 mil. Dalam penelitiannya, Shaughnessy menyimpulkan bahwa jarak 10 hingga 15 mil atau 20 hingga 30 menit jarak perjalanan adalah angka batas praktis dari wilayah pelayanan perpustakaan pusat. Survei secara nasional yang dilakukan Gallup pada tahun 1985 menanyakan berapa jarak antara tempat tinggal pengguna perpustakaan terhadap perpustakaan terdekat, sekitar 73% pengguna perpustakaan menyatakan bahwa tempat tinggal mereka kurang dari 1 mil dari perpustakan umum cabang yang terdekat (Koontz, 1997). Dari berbagai literatur telah lama disadari oleh orang-orang yang berprofesi di bidang perpustakaan bahwa (1) lokasi perpustakaan merupakan faktor yang menentukan (determinan) dalam pemanfaatan/penggunaan perpustakaan, (2) lokasi perpustakaan umum yang optimal seharusnya dapat diakses sebanyak mungkin oleh pengguna perpustakaan, dan (3) bagi mayoritas pustakawan, metode seleksi penentuan lokasi eceran cukup berguna dalam menentukan lokasi perpustakaan. Persebaran perpustakaan antara suatu wilayah dengan wilayah lain akan berbeda sesuai dengan karakteristik penduduk wilayah tersebut. Analisis kependudukan adalah suatu keharusan dalam penentuan lokasi perpustakaan yang tepat agar penggunaan perpustakaan menjadi maksimal.
73
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
Koontz (1992) meneliti 6 sistem perpustakaan yang terdapat di 6 negara bagian di Amerika Serikat untuk: (1) mengestimasi sebaran populasi dan ukuran besarnya area pasar, (2) menghitung tingkat penggunaan pada lokasi fasilitas yang sekarang (existing) berdasarkan estimasi area pasar, (3) meramalkan tingkat penggunaan pada lokasi lain baik untuk fasilitas baru maupun relokasi fasilitas lama, dan (4) mengestimasi tingkat pengguna potensial pasar target dalam populasi untuk mengembangkan pelayanan baru atau untuk memastikan tingkat pelayanan pada suatu lokasi tertentu atau baru. Penelitian tersebut menggunakan variabel populasi, spasial, penggunaan perpustakaan dan daya tarik (attractiveness) perpustakaan. Sebelumnya, Koontz (1992) menguraikan beberapa prinsip yang penting dalam penentuan lokasi perpustakaan yang diperoleh dari berbagai penelitian lokasi yang berkaitan dengan perpustakaan, di antaranya adalah sebagai berikut: (1) Kedekatan terhadap fasilitas perpustakaan dapat meningkatkan penggunaan, (2) Jika beberapa cabang perpustakaan berjarak sama terhadap pengguna, kebanyakan pengguna akan memilih cabang yang lebih besar, (3) Waktu pelayanan adalah variabel paling penting bagi pengguna dalam memilih di antara dua perpustakaan, (4) Usia dan pendidikan mempengaruhi tingkat penggunaan perpustakaan, dan 74
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
(5) Keluarga yang mempunyai anak lebih sering menggunakan perpustakaan daripada yang tidak mempunyai anak. Dalam penelitian lokasi perpustakaan umum, pengaruh jarak yang memisahkan antara pengguna perpustakaan dan fasilitas perpustakaan, dan konsekuensinya pada penggunaan perpustakaan sudah lama menjadi perhatian orang-orang yang berprofesi di bidang perpustakaan umum. Pada masalah lokasi fasilitas perpustakaan umum yang diteliti dan didiskusikan, jarak merupakan variabel yang paling sering dipertimbangkan (Koontz, 1992). Dalam laporan City of Sydney Library Network Strategy (2005) disebutkan bahwa perpustakaan merupakan focal point untuk komunitas. Perpustakaan memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu pelayanan yang disediakannya dan kesan yang ditimbulkannya. Perpustakaan seharusnya merupakan gambaran ekspresi dari komunitas yang dilayaninya. Oleh karena itu, perpustakaan harus terhubung ke masyarakat yang dilayaninya dengan sambutan dan undangan yang hangat, dan non-institusional. Masyarakat harus mendapat akses yang sama terhadap lokasi perpustakaan, termasuk anggota masyarakat yang cacat maupun yang sudah lanjut usia. Perpustakaan harus menyadari dan menghargai keragaman anggota masyarakat. Perpustakaan harus menyediakan ruang yang aman untuk anggota masyarakat yang berbeda untuk berintekasi dengan aman. 75
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
Seperti dikemukakan sebelumnya, belum banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan penentuan lokasi perpustakaan umum sebagai bagian dari fasilitas publik. Di sisi lain, diketahui bahwa pelayanan perpustakaan umum di kota-kota besar terutama di negara-negara maju diselenggarakan dalam bentuk jaringan sistem perpustakaan umum kota di mana cabang-cabang atau outlet perpustakaan tersebar pada berbagai lokasi. Rendahnya penelitian yang berkaitan dengan penentuan lokasi perpustakaan umum menurut Koontz (2005) disebabkan oleh karena: (1) pustakawan miskin pendidikan atau pelatihan dalam bidang ini, (2) penyandang dana dan orang-orang berpengaruh mendasarkan keputusannya tentang lokasi bergantung pada struktur pemerintahan, dan (3) adanya ketergantungan historis pada pendekatan ceklis dekriptif yang dipublikasikan secara luas yang digunakan oleh para konsultan bangunan gedung perpustakaan yang miskin pengalaman dalam bidang ini. Perpustakaan merupakan salah satu layanan umum kota yang termasuk dalam penelitian geografis dalam penyediaan layanan perkotaan. Penentuan letak fasilitas dan perencanaan sistem perpustakaan telah cukup berkembang pada masa lalu (Coughlin, 1972). Penentuan letak perpustakaan dalam konteks teori lokasi fasilitas umum adalah topik yang cukup banyak dibahas pada tahun 1970 hingga 1980-an (Koontz, 1997). Jarak dan pengaruhnya pada penggunaan telah menjadi fokus utama (Coughlin, 1972; Bennett dan Smith, 1975). Pola penggunaan telah diteliti 76
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
dengan melihat hubungan karakteristik demografis dan sosio-ekonomi dengan pengguna perpustakaan. Beberapa karakteristik penting adalah pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan (Coughlin, 1972). Dampak ketersebaran perpustakaan telah dikaji dalam kaitannya dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Ada sejumlah pendekatan penelitian yang digunakan dalam melakukan studi tentang penyampaian pelayanan kota (urban service delivery) terhadap penduduk kota. Salah satunya adalah dimensi wilayah. Dalam tinjauan dimensi wilayah, persoalan penyampaian pelayanan ditinjau dengan pendekatan analisis lokasi. Analisis lokasi membahas bagaimana meletakkan fasilitas pelayanan pada lokasi tertentu (ReVelle dan Eiselt, 2005). Lokasi fasilitas pelayanan kota (fasilitas publik) seperti perpustakaan umum mempertimbangkan tujuan dari fasilitas publik itu sendiri, yaitu melayani dengan maksimal seluruh penduduk kota. Di samping memberikan pelayanan secara maksimal, setiap penduduk kota memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan/mengakses fasilitas tersebut, tujuan inilah yang menjadi persoalan dalam menentukan lokasi fasilitas publik, dalam penelitian ini bagaimana menentukan lokasi perpustakaan umum sehingga seluruh penduduk kota terlayani. Pendekatan lokasi fasilitas optimal dalam analisis lokasi memberi gambaran kepada kita bahwa keoptimalan lokasi fasilitas secara alami sepertinya merupakan persoalan ruang metrik (Goldman, 2006), seperti yang tergambar pada 77
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
“persoalan Weber” (Weber Problem) dan pendekatan analisis lokasi lainnya. Pendekatan analisis lokasi memang memberikan kordinat titik tertentu yang optimal ditinjau dari aspek jarak (metrik), namun tidak mampu menjelaskan di mana persisnya suatu fasilitas diletakkan sesuai kebutuhan pengguna sehingga fasilitas tersebut berfungsi memberikan pelayanan dengan maksimal. Sejauh ini, perpustakaan umum sebagai salah satu fasilitas publik, belum banyak mendapat perhatian dalam berbagai penelitian. Terutama di Indonesia, belum ada satu penelitian pun tentang penyampaian pelayanan perpustakaan umum terhadap penduduk kota dalam dimensi wilayah. Beberapa penelitian terdahulu tentang lokasi dan penggunaan perpustakaan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Koontz (1992) dalam tulisannya berjudul “Public library site evaluation and location: Past and present market-based modelling tools for the future” telah meneliti hubungan variabel demografi (jumlah penduduk, jenis kelamin, suku, usia, pendapatan, pendidikan, pemilikan kendaraan) dengan penggunaan perpustakaan (sirkulasi, transaksi referensi, kehadiran dalam program, penggunaan bahan di perpustakaan) dan hubungan daya tarik atau kualitas perpustakaan (waktu pelayanan, luas gedung, penduduk yang dilayani) dengan jumlah penduduk pada wilayah pelayanan tertentu. Beberapa hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
78
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
(1) Karakteristik penduduk tertentu pada wilayah pelayanan perpustakaan mempengaruhi penggunaan perpustakaan, (2) Variabel demografi saja tidak dapat memprediksi penggunaan perpustakaan secara sempurna, dan (3) Dalam wilayah pelayanan yang luas (metropolitan) seperti dalam penelitiannya, waktu pelayanan, luas perpustakaan per jumlah penduduk yang dilayani, jika dikombinasikan dengan karakteristik penduduk lainnya, cukup bernilai dalam mengestimasi penggunaan perpustakaan. Dari berbagai penelitian yang dijelaskan di atas, belum ada penelitian yang membahas bagaimana menentukan lokasi perpustakaan umum kota yang optimal dari tinjauan keruangan/kewilayahan dan layanannya berfungsi maksimal (meningkatkan kualitas sumber daya manusia). Berbagai hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1: Penelitian Terdahulu tentang Lokasi Perpustakaan Umum Tahun Pengarang
Tujuan/Isi
Hasil Penelitian Perpustakaan pusat seharusnya berlokasi di pusat kota. Lokasi memaksimalkan penggunaan.
1924
Wheeler
Lokasi perpustakaan
1941
Wheeler
Lokasi dan penggunaan perpustakaan
79
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
Tahun Pengarang
Tujuan/Isi
Hasil Penelitian
Standar perpustakaan umum Jarak dan kapasitas perpustakaan
Lokasi harus dekat dengan angkutan umum. Perpustakaan cabang seharusnya melayani 30.000 penduduk dengan jarak 3-4 mil jauhnya dari cabang lain. Area pelayanan efektif dalam jarak 2 mil untuk orang dewasa. Kualitas pelayanan diukur menggunakan jam pelayanan, luas lantai, jumlah kursi, dan jumlah koleksi. Batas praktis antara pengguna dengan perpustakaan pusat adalah 10 hingga 15 mil atau waktu perjalanan 20 hingga 30 menit. Jumlah koleksi, anggaran, jumlah tempat duduk, luas lantai merupakan daya tarik dan dijadikan sebagai variabel independen. Jarak perjalanan pengguna cabang 1,13 1, 88 mil (0,4 dan 1,2 mil untuk anak-anak). Menggunakan variabel pengguna dan koleksi,
1956
ALA
1962
Wheeler and Goldhor
1968
Grundt
Analisis ruang dan aksesibilitas fasilitas perpustakaan untuk menetapkan area pelayanan
1970
Shaughnessy
Mensurvei 3 perpustakaan pusat di 3 negara bagian Amerika Serikat
1972
Coughlin et al Analisis komprehensif penggunaan/pelayanan cabang Philadelphia untuk rencana perbaikan Revelle and Menentukan ukuran dan Church, jumlah optimal fasilitas
1977
80
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Tahun Pengarang Profeessor Urban Planning 1978
Getz
1980
Getz
1981
Palmer
Tujuan/Isi
Hasil Penelitian
untuk mencakup suatu area dalam batasan perilaku perjalanan pelanggan Analisis efisiensi 59 perpustakaan umum New York
jarak antar fasilitas, anggaran, dan perilaku perjalanan.
Waktu pelayanan adalah variabel paling penting dalam memilih di antara dua fasilitas. Lokasi setiap perpustakaan relatif terhadap yang lain. Analisis 31 sistem Survei pada sistem perpustakaan Amerika perkotaan, sebanyak 32 Serikat untuk mengukur perpustakaan berada persegi mil per lokasi pada setiap radius 1 mil, 4 perpustakaan metropolitan berada pada radius 2,8 mil, 3 perpustakaan di pinggiran kota berada pada setiap radius 3,7 mil. Mereview penelitian 57,4 % tinggal dalam 2 berkaitan dengan mil pengaruh jarak terhadap 57,2% tinggal dalam 2-4 penggunaan mil perpustakaan dan 5,1% tinggal dalam 5 mil mengembangkan estimasi 90% tinggal dalam 2 mil rata-rata berkaitan zone di area perkotaan dengan jarak tempat yang padat penduduk. tinggal pengguna dengan Pengguna perpustakaan perpustakaan cabang pusat melakukan
81
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
Tahun Pengarang
1983
Hayes dan Palmer
1992
Koontz
1996
Alaqeeli
82
Tujuan/Isi
Hasil Penelitian
perjalanan 20 menit untuk memperoleh pelayanan khusus. Kedekatan ke fasilitas meningkatan penggunaan Mempelajari Usia dan pendidikan perpustakaan umum Los pengguna mempengaruhi Anggeles untuk penggunaan. memastikah apakah Di bawah kelompok 18 pengguna lebih sensitive tahun memiliki terhadap jarak dari faktor permintaan pelayanan lain dalam radius 1 mil, sedangkan di atas 18 tahun bisa beberapa mil Meneliti hubungan Karakteristik penduduk variabel demografi mempengaruhi dengan penggunaan penggunaan. perpustakaan dan Variabel demografi saja hubungan daya tarik dan tidak dapat memprediksi kualitas perpustakaan penggunaan. Kualitas dengan jumlah penduduk dikombinasikan dengan pada wilayah tertentu karakteristik penduduk bernilai untuk mengestimasi penggunaan. Mengeksaminasi Menggunakan frekuensi kunjungan perpustakaan untuk mahasiswa internasional membaca pada waktu pada perpustakaan luang, belajar sendiri, umum Ohio dan untuk kebutuhan keluarga
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Tahun Pengarang
Tujuan/Isi
Hasil Penelitian Menikmati membaca pada masa anak-anak. Tergantung pada pelayanan perpustakaan untuk menyediakan bahan bacaan yang dibaca. Mereka yang tumbuh di Amerika memiliki akses yang lebih banyak pada pelayanan perpustakaan. Terdapat signifikansi antara kepuasan dan penggunaan perpustakaan. 92% partisipan menggunakan perpustakaan fisik.
1996
Forde
Mengeksaminasi penggunaan perpustakaan dan kebiasaan membaca pemenang Nobel
2007
LovatoGassman
Mengekplorasi kepuasan pengguna sebagai motivasi menggunakan perpustakaan fisik
83
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PERPUSTAKAAN UMUM Salah satu faktor penting yang berperan dalam pengembangan wilayah adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia berkualitas mampu menggerakkan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Suatu wilayah yang berkembang dan maju akan meningkatkan kesejahteraan manusia yang berada di wilayah tersebut. Dalam hal ini, sumber daya manusia memiliki peran ganda yaitu selain sebagai sasaran akhir pengembangan wilayah (manusia yang sejahtera), juga sekaligus sebagai penggerak pengembangan wilayah (bertindak mensejahterakan manusia). Peran ganda ini menjadikan sumber daya manusia memiliki kedudukan yang penting dan strategis dalam konteks pengembangan wilayah. Di sisi lain, diketahui bahwa manusia berkualitas adalah merupakan hasil dari suatu proses pendidikan atau pembelajaran baik melalui kegiatan formal maupun nonformal. Proses pendidikan atau pembelajaran merupakan bagian dari pembangunan manusia (human development) atau dalam cakupan yang lebih luas disebut pembangunan komunitas (community development). Percepatan 84
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
pembangunan manusia harus didukung oleh institusi pendidikan yang memadai baik daya tampung maupun relevansi (sesuai kebutuhan) untuk melayani semua anggota masyarakat. Selain institusi pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi, institusi pendidikan nonformal seperti perpustakaan umum juga memiliki peran penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran masyarakat. Perpustakaan umum sebagai institusi publik menciptakan model sosial (menyediakan manfaat yang sama bagi semua) karena kedudukannya sebagai institusi universal dan tempat pertemuan sosial (Vanheim, 2008). Perpustakaan umum dapat berperan lebih besar untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia apabila fasilitas ini mudah dijangkau, memiliki daya tarik, dan menyediakan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, peran yang optimal dapat dicapai apabila memiliki aksesibilitas yang tinggi dari suatu komunitas yang menjadi market area-nya. Aksesiblitas yang tinggi tergantung pada berbagai faktor. Berdasarkan literatur, faktor-faktor yang menjadi persyaratan perencanaan fasilitas perpustakaan umum dapat diidentifikasi antara lain: faktor lokasi, prasarana pendukung lokasi, karakteristik demografi, motivasi pengguna, spesifikasi fisik fasilitas, dan operasional perpustakaan. Apabila persyaratan tersebut dapat dipenuhi, diasumsikan bahwa perpustakaan akan berperan lebih besar atau optimal dalam pemberdayaan manusia atau pembangunan komunitas. Dampak dari pembangunan 85
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
komunitas ini pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kapasitas penduduk atau masyarakat untuk menggerakkan potensi pengembangan wilayah. Selain itu, berdasarkan literatur juga dapat dikemukakan bahwa dari sejumlah variabel penentu keberhasilan pemberdayaan manusia melalui penggunaan fasilitas perpustakaan seperti disebutkan di atas, faktor lokasi merupakan variabel utama yang paling menentukan. Aspek lokasi semakin penting perannya dalam perencanaan perpustakaan umum terutama di kota-kota besar yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa. Oleh karena itu, kajian atau analisis tentang lokasi memperoleh penekanan khusus dalam penelitian ini. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, pendekatan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan pengembangan wilayah endogen (Szajnowska-Wisocka, 2009), yaitu suatu pendekatan yang tumbuh dari dalam dan lebih menekankan pada pembangunan sosial, pertumbuhan modal manusia, peran komunitas lokal dan aktivitas mereka dalam pengembangan wilayah. Variabel dan Indikator Ada sejumlah variabel yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan perpustakaan umum di wilayah perkotaan. Variabel tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu variabel independen, mediasi, dan dependen seperti terlihat pada Gambar 6.1
86
Gambar 6.1: Variabel dan Indikator
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
87
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
Variabel independen terdiri dari: variabel lokasi, prasarana pendukung lokasi, karakteristik demografi, spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan motivasi pengguna. Variabel lokasi diukur dengan indikator: jarak antara pengguna dengan lokasi perpustakaan, waktu yang dibutuhkan untuk menjangkau perpustakaan umum. Variabel prasarana pendukung lokasi diukur dengan indikator: transportasi (angkutan umum), kondisi prasarana jalan dan peta lokasi. Variabel karakteristik demografi diukur dengan indikator: umur; jenis kelamin; pendidikan; bahasa; suku, agama, dan ras; pendapatan; jenis pekerjaan dan keterbatasan fisik. Variabel spesifikasi fisik perpustakaan diukur dengan indikator: kondisi gedung, kapasistas ruangan, tata letak ruangan, perabotan, taman dan halaman, parkir, lobby gedung, fasilitas umum dan fasilitas bagi pengguna yang memiliki keterbatasan fisik. Variabel operasional perpustakaan diukur dengan indikator: sistem pelayanan, jenis pelayanan, peraturan perpustakaan, koleksi, sistem temu balik dan program perpustakaan. Variabel motivasi pengguna diukur dengan indikator: motivasi yang bersumber dari dalam diri pengguna dan motivasi yang bersumber dari luar diri pengguna. Variabel mediasi yaitu penggunaan perpustakaan diukur dengan indikator: frekuensi kunjungan, lama kunjungan, jumlah pinjaman buku, jumlah halaman bahan perpustakaan difotokopi, dan waktu yang digunakan untuk akses Internet.
88
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Variabel dependen yaitu pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia yang diukur dengan indikator: peningkatan pengetahuan; keterampilan; emotional quotient (EQ); apresiasi seni budaya; kreativitas; penguasaan informasi; literasi informasi; minat baca; daya nalar; prestasi belajar/kerja; kemampuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK); kemampuan berinteraksi; kemandirian; dan kepedulian sosial. Tabel 6.1 Daftar Variabel dan Indikator No
Variabel
1
Lokasi Perpustakaan
2
Prasarana Pendukung Lokasi Perpustakaan
Indikator a. Jarak tempat tinggal pengguna dengan lokasi b. Jarak tempat bekerja/sekolah/kampus pengguna dengan lokasi c. Waktu yang dibutuhkan untuk menjangkau lokasi dari tempat tinggal d. Waktu yang dibutuhkan untuk menjangkau lokasi dari tempat bekerja/sekolah/kampus a. Ketersediaan trayek angkutan umum dari tempat tinggal atau tempat bekerja/sekolah/kampus untuk menjangkau lokasi
89
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
No
Variabel
Indikator b. Ketersediaan fasilitas jalan utama menuju lokasi dari tempat tinggal atau tempat bekerja/sekolah/kampus c. Ketersediaan pedestrian
3
Karakteristik Demografi Penduduk
d. Ketersediaan fasilitas koridor penghubung dari tempat pemberhentian kenderaan umum dan pribadi menuju lokasi e. Kondisi prasaran jalan untuk menjangkau lokasi f. Petunjuk jalan untuk menjangkau lokasi a. Usia pengguna b. Jenis kelamin pengguna c. Tingkat pendidikan pengguna d. Kemampuan bahasa pengguna e. Suku, agama, dan ras pengguna f. Tingkat ekonomi pengguna g. Cacat fisik dan keterbatasan fisik
4
90
Spesifikasi Fisik Gedung Perpustakaan
a. Luas lantai dan keadaan fisik bangunan b. Kapasitas ruangan: ruang baca,
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
No
Variabel
Indikator ruang diskusi, ruang koleksi, ruang referensi dan ruang akses internet c. Tata letak ruangan d. Perabotan e. Taman atau halaman f. Fasilitas parker g. Lobby gedung h. Fasilitas umum i. Fasilitas bagi keterbatasan fisik
5
Operasional Perpustakaan
a. Sistem pelayanan menyangkut jam buka dan waktu pelayanan b. Jenis-jenis pelayanan c. Peraturan d. Koleksi e. Sistem temu balik f. Program
6
Motivasi Pengguna
a. Pemenuhan kebutuhan informasi b. Mencapai prestasi c. Pengembangan diri
91
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
No
Variabel
Indikator d. Kesadaran sendiri e. Kegemaran mebaca f. Mencapai harapan yang lebih baik g. Menyelesaikan tugas-tugas
7
Penggunaan Perpustakaan
h. Mencapai tujuan kegiatan bersama a. Frekuensi kunjungan b. Lama kunjungan c. Jumlah pinjaman d. Jumlah halaman difotokopi e. Waktu akses internet
8
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
a. Peningkatan pengetahuan b. Keterampilan c. Emotional Quotient d. Apresiasi seni budaya e. Kreativitas f. Penguasaan informasi g. Literasi informasi h. Minat baca i. Daya nalar
92
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
No
Variabel
Indikator j. Prestasi belajar/kerja k. Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi l. Kemampuan berinteraksi m. Kemandirian n. Kepedulian sosial
Definisi Operasional Variabel dan Indikator (1) Lokasi adalah letak perpustakaan yang berkaitan dengan jarak tempat tinggal, tempat bekerja/sekolah/kampus pengguna, dan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi. a. Jarak adalah jarak dalam kilometer dari tempat tinggal, tempat bekerja/sekolah/ kampus pengguna dengan lokasi perpustakaan. b. Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan untuk menjangkau lokasi perpustakaan dari tempat tinggal, tempat bekerja/sekolah/ kampus pengguna. (2) Prasarana pendukung lokasi adalah seluruh prasarana yang mendukung pencapaian lokasi perpustakaan dalam rangka penggunaan perpustakaan.
93
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
(3)
94
a. Peta lokasi adalah petunjuk yang dapat memudahkan pengguna untuk mengetahui lokasi perpustakaan. b. Trayek angkutan umum adalah moda transpotasi yang tersedia dari tempat tinggal atau tempat bekerja/sekolah/kampus pengguna untuk menjangkau lokasi perpustakaan c. Fasilitas jalan utama adalah jalan yang langsung menuju lokasi dari tempat tinggal atau tempat bekerja/sekolah/kampus pengguna. d. Trotoar adalah fasiltas bagi pengguna yang berjalan kaki untuk menjangkau lokasi Perpustakaan. e. Koridor adalah bangunan penghubung dari tempat pemberhentian kenderaan umum dan pribadi menuju lokasi perpustakaan. f. Kondisi prasarana jalan adalah kualitas prasarana jalan untuk menjangkau lokasi perpustakaan. g. Petunjuk jalan adalah sistem petunjuk (sign system) yang dapat digunakan untuk memandu pengguna menjangkau lokasi perpustakaan. Karakteristik demografi adalah ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh pengguna perpustakaan umum seperti: umur, jenis kelamin, pendidikan, bahasa,
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
(4)
suku, agama, kebangsaan, pendapatan, jenis pekerjaan, gaya hidup, dan keterbatasan fisik. a. Umur adalah usia pengguna. b. Jenis kelamin adalah gender pengguna yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. c. Pendidikan adalah tingkat pendidikan pengguna yang terdiri dari tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas, dan perguruan tinggi. d. Bahasa adalah bahasa yang digunakan oleh pengguna sehari-hari dalam berkomunikasi di dalam masyarakat. e. Suku adalah suku yang dimiliki oleh pengguna. f. Agama adalah agama yang dianut oleh pengguna. g. Ras adalah kelompok etnik pengguna. h. Pendapatan adalah tingkat ekonomi pengguna. i. Keterbatasan fisik adalah cacat fisik dan keterbatasan fisik pengguna perpustakaan. Spesifikasi fisik adalah hal-hal yang menyangkut keadaan fisik gedung perpustakaan umum seperti kondisi gedung, ruangan, tata letak ruangan, perabotan, taman dan halaman, parkir, lobby, sekuriti, penerangan, fasilitas umum dan sebagainya. 95
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
a. Kondisi gedung adalah hal-hal yang berkaitan dengan keadaan dan bentuk fisik perpustakaan umum seperti luas lantai, keadaan fisik bangunan, dan sebagainya. b. Kapasitas ruangan adalah daya tampung ruangan untuk mengakomodasi kegiatan dan pelayanan perpustakaan mencakup: kapasitas ruang baca, ruang diskusi, ruang koleksi, ruang referensi dan ruang akses internet. c. Tata letak ruangan adalah penataan peralatan dan perabotan yang terdapat pada perpustakaan sehingga sesuai dengan fungsi dan kebutuhan pengguna. d. Perabotan adalah segala peralatan dan perabotan yang digunakan oleh perpustakaan dan pengguna dalam melakukan kegiatan perpustakaan. e. Taman dan halaman adalah areal di luar gedung yang termasuk lingkungan yang mendukung kegiatan perpustakaan. f. Parkir adalah areal untuk pengguna menempatkan kenderaannya. g. Lobby perpustakaan adalah ruangan di dalam gedung yang letaknya sebelum memasuki ruang pelayanan perpustakaan. h. Fasilitas umum adalah fasilitas perpustakaan yang dapat digunakan oleh pengguna untuk
96
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
(5)
kegiatan di luar kegiatan perpustakaan seperti kantin, toilet, tempat ibadah, ATM bank, dan sebagainya. i. Fasilitas bagi pengguna yang memiliki keterbatasan fisik adalah fasilitas yang memungkinkan seseorang dengan keterbatasan fisik dapat menggunakan perpustakaan seperti orang lainnya yang tidak memiliki keterbatasan fisik. Operasional adalah seluruh proses pelaksanaan kegiatan pelayanan perpustakaan yang mencakup sistem pelayanan, jenis pelayanan, peraturan, koleksi, sistem temu balik, program perpustakaan, dan bantuan penggunaan perpustakaan. a. Sistem pelayanan adalah prosedur atau mekanisme kerja yang diterapkan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna. Aspek ini mencakup jam buka dan waktu pelayanan perpustakaan umum. b. Jenis pelayanan adalah ragam pelayanan yang diberikan perpustakaan umum kepada pengguna. Jenis ini biasanya terdiri dari pelayanan sirkulasi, referensi/rujukan, akses internet, audiovisual, fotokopi, dan bantuan pengguna (pendidikan pemakai). c. Peraturan adalah tata tertib penggunaan perpustakaan yang dirumuskan secara tertulis dan telah mendapat pengesahan dari 97
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
(6)
98
lembaga induk perpustakaan, diberlakukan bagi semua pengguna. d. Koleksi adalah seluruh sumber daya informasi yang dimiliki oleh perpustakaan dan dilayankan kepada pengguna. e. Sistem temu balik adalah alat yang digunakan oleh pengguna perpustakaan dalam rangka pencarian dan penemuan kembali koleksi di rak koleksi. f. Program adalah seluruh program yang ditawarkan oleh perpustakaan umum dalam rangka diseminasi informasi dan sosialisasi penggunaan fasilitas. Motivasi adalah dorongan atau kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam menggunakan perpustakaan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari diri pengguna sangat berperan dalam penggunaan perpustakaan umum. b. Motivasi ekstrinsik adalah yang bersumber dari luar diri pengguna adalah dorongan menggunakan perpustakaan karena faktor dari luar diri pengguna.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
(7)
(8)
Penggunaan adalah seluruh aktivitas yang dilakukan oleh pengguna dalam rangka memanfaatkan seluruh fasilitas layanan perpustakaan umum. a. Frekuensi kunjungan adalah jumlah kunjungan yang dilakukan seorang pengguna ke perpustakaan umum setiap bulannnya. b. Lama kunjungan adalah jumlah waktu yang diluangkan atau digunakan oleh pengguna untuk setiap kali melakukan kunjungan ke perpustakaan. c. Jumlah pinjaman adalah banyaknya buku yang dipinjam oleh setiap pengguna dalam kurun waktu satu bulan. d. Jumlah halaman difotokopi adalah jumlah halaman dokumen atau bahan yang difotokopi oleh pengguna di dalam gedung perpustakaan. e. Waktu akses Internet adalah waktu yang digunakan setiap pengguna untuk mengakses Internet di dalam gedung perpustakaan dalam setiap kali melakukan akses atau menggunakan Internet. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah mutu sumber daya manusia yang menyangkut kemampuan intelektual dan spiritual. Kualitas sumber daya manusia adalah menyangkut kemampuan intelektual pengguna perpustakaan 99
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
umum yang dapat meningkat karena penggunaan perpustakaan umum. a. Peningkatan pengetahuan adalah bertambah dan berkembangnya pengetahuan pengguna karena menggunakan perpustakaan dengan baik. b. Keterampilan pengguna adalah kemampuan pengguna untuk melakukan pola tingkah laku yang kompleks baik yang bersifat psikomotorik maupun yang bersifat kognitif untuk mencapai hasil tertentu. c. Emotional quotient (EQ) adalah keterampilan pengguna perpustakaan untuk mengenali dan mengelola perasaan dan emosi diri sendiri maupun orang lain. EQ pengguna diasumsikan dapat meningkat dan berkembang apabila menggunakan perpustakaan umum dengan baik. d. Apresiasi seni budaya adalah upaya pengguna dalam mengartikan dan menyadari sepenuhnya seluk beluk karya seni budaya serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis dan artistik dari karya seni budaya, sehingga mampu menikmati dan menilai karya seni budaya tersebut secara semestinya. e. Kreativitas adalah daya cipta pengguna untuk menghasilkan berbagai karya yang bermanfaat. Penggunaan seluruh fasilitas perpustakaan 100
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
diasumsikan dapat meningkatkan kreativitas pengguna untuk berbagai bidang. f. Penguasaan informasi adalah penguasaan pengetahuan atau informasi mutakhir pengguna tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan bidang pekerjaan atau profesinya. g. Literasi informasi adalah kemampuan pengguna untuk memahami kebutuhan informasi, mencari dan menentukan informasi yang dibutuhkannya. h. Minat baca adalah hasrat pengguna terhadap bahan bacaan yang mendorong munculnya keinginan atau kemampuan untuk membaca dan diikuti oleh kegiatan nyata membaca bacaan yang diminatinya. i. Daya nalar adalah kecerdasan yang dimiliki pengguna dalam proses berpikir secara rasional atau secara logis. j. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari sesuatu yang telah dilakukan. k. Kemampuan menggunakan perangkat TIK adalah kemampuan menggunakan komputer baik sebagai peralatan stand alone maupun sebagai terminal dalam suatu jaringan. l. Kemampuan berinteraksi adalah kemampuan melakukan hubungan timbal balik antara individu, individu dengan kelompok, maupun antar kelompok yang saling mempengaruhi sehingga memiliki efek satu sama lain. 101
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
m. Kemandirian adalah sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah demi mencapai suatu tujuan, tanpa menutup diri terhadap berbagai kemungkinan kerjasama yang saling menguntungkan. n. Kepedulian sosial adalah minat atau ketertarikan seseorang untuk membantu orang lain, sikap peduli dengan orang-orang yang secara ekonomi adalah lemah dan perlu dibantu tidak lepas dari budi pekerti yang luhur.
102
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
BAB VII
PENGEMBANGAN MODEL LOKASI PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL Seperti dikemukan sebelumnya bahwa untuk mengetahui berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi perpustakaan umum yang dapat meningkatkan partisipasi penduduk dalam penggunaannya sehingga memiliki peran yang lebih besar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menggerakkan potensi pengembangan wilayah di suatu kota. Untuk tujuan tersebut telah dirumuskan dua pertanyaan utama yaitu: (1) Apakah lokasi, prasarana pendukung lokasi, karakteristik demografi pengguna, spesifikasi fisik dan operasional perpustakaan, serta motivasi pengguna berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan umum; dan (2) Apakah penggunaan perpustakaan berpengaruh terhadap pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan hasil penelitian terhadap enam variabel independen yaitu lokasi, prasarana pendukung lokasi, spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan motivasi pengguna yang diuji untuk menjawab pertanyaan pertama terbukti berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan. Lima dari enam variabel tersebut memiliki pengaruh yang 103
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
signifikan, dan satu variabel yaitu karakteristik demografi pengguna memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa lokasi, prasarana pendukung lokasi, spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan motivasi pengguna merupakan faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan suatu sistem perpustakaan umum kota agar optimalisasi tujuan penyediaan fasilitas tersebut dapat tercapai. Selain itu, sesuatu yang baru dalam pengujian untuk menjawab pertanyaan pertama ini adalah teridentifikasinya sejumlah variabel disertai indikator masing-masing yang berperan dalam penggunaan perpustakaan. Pengaruh keenam vaiabel independen terhadap penggunaan perpustakaan yang didukung oleh data empiris berdampak pada frekuensi kunjungan, lama kunjungan, jumlah pinjaman, jumlah halaman bahan perpustakaan yang difotokopi, dan waktu yang dipakai untuk penggunaan Internet. Selanjutnya, penggunaan perpustakaan yang diuji untuk menjawab pertanyaan kedua juga terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pengaruh penggunaan perpustakaan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia menunjukkan bahwa perpustakaan umum memiliki peran penting dalam pengembangan wilayah di mana salah satu pilarnya adalah sumber daya manusia. Dampak dari penggunaan perpustakaan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia sebenarnya sudah merupakan sesuatu yang umum 104
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
diketahui karena salah satu tujuan penyediaan fasilitas ini adalah untuk tujuan tersebut. Sesuatu yang baru dari hasil pengujian terhadap pertanyaan kedua ini adalah apa saja dampak yang dihasilkan. Dampak dari pengaruh penggunaan perpustakaan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh data empiris adalah dalam hal peningkatan: kemandirian, kemampuan berinteraksi, kemampuan menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi, prestasi belajar, daya nalar, minat baca, literasi informasi, penguasaan informasi, kreativitas, apresiasi seni budaya, keseimbangan emosi, keterampilan, pengetahuan, dan kepedulian sosial. Dampak tersebut merupakan bagian dari capacity building untuk memenuhi kebutuhan meraih hasil dan prestasi seseorang dan merupakan ciri dari manusia modern (McClelland, 1981). Model dan Konsep Melalui sebuah penelitian yang dilakukan dibangun dan dihasilkan sebuah model untuk mengetahui apakah perpustakaan umum di suatu wilayah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menggerakkan potensi pengembangan wilayah. Sumber daya manusia atau penduduk suatu wilayah memegang peranan strategis dalam pengembangan wilayah (Nachrowi dan Suhandojo, 2001). Model dimaksud adalah bahwa pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas
105
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
sumber daya manusia PSDM dapat ditingkatkan atau dipengaruhi oleh penggunaan perpustakaan (PP), dengan model matematis sebagai berikut: PSDM = α1PP + e47 Akan tetapi penggunaan perpustakaan (PP) dapat ditingkatkan atau dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu lokasi (L), prasarana pendukung lokasi (PL), karakteristik demografi pengguna (KD), spesifikasi fisik perpustakaan (SF), operasional perpustakaan (OP), dan motivasi pengguna (MP), dengan model sebagai berikut: PP = α1L1 + α2PL2 + α3KD3 + α4SF4 + α5OP5 + α6MP6 + e46 Berdasarkan model di atas, dapat dikatakan bahwa apabila kualitas sumber daya manusia (PSDM) ingin ditingkatkan maka penggunaan perpustakaan (PP) harus dioptimalkan. Selanjutnya apabila optimalisasi ingin dicapai, maka lokasi (L), prasarana pendukung lokasi (PL), karakteristik demografi pengguna (KD), spesifikasi fisik perpustakaan (SF), operasional perpustakaan (OP), dan motivasi pengguna (MP), harus menjadi prioritas dalam perencanaan perpustakaan umum. Oleh karena itu, jika pemerintah suatu kota ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka optimalisasi penggunaan perpustakaan umum harus mendapat perhatian, dan harus dimasukkan sebagai salah satu komponen dalam perencanaan wilayah kota. Hal ini didukung dengan pernyataan Hoover dan Giarratani (2009), 106
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
pakar regional science yang menyatakan bahwa pentingnya komponen perpustakaan umum untuk dimasukkan dalam perencanaan wilayah perkotaan. Berdasarkan variabel yang diteliti dapat diringkaskan bahwa ada tiga faktor utama yang berperan dalam keberhasilan peningkatan kualitas sumber daya manusia di wilayah kota besar melalui pemanfaatan institusi perpustakaan umum, yaitu (1) lokasi dan prasarana pendukung lokasi perpustakaan, (2) daya tarik fisik dan operasional perpustakaan, dan (3) motivasi dan karakteristik demografi pengguna potensial atau penduduk. Ketiga faktor tersebut dapat dikatakan sebagai inti (core) peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan perpustakaan. Apabila institusi perpustakan umum diharapkan dapat lebih berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam rangka pengembangan wilayah perkotaan, maka ketiga aspek tersebut harus menjadi perhatian para perencana kota. Kedudukan ketiga faktor tersebut dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam rangka pengembangan wilayah dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 7.1.
107
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
Gambar 7.1: Tiga Faktor Berperan dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia melalui Penggunaan Perpustakaan Umum Gambar 5.1 menunjukkan bahwa tiga faktor yaitu lokasi dan prasarana pendukung lokasi perpustakaan, daya tarik fisik dan operasional perpustakaan, dan motivasi dan karakteristik demografi penduduk berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah. Sumber daya manusia merupakan satu dari tiga pilar pengembangan wilayah. Dua pilar lainnya adalah sumber daya alam dan teknologi. 108
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya pemanfaatan fasilitas perpustakaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah. Walaupun perpustakaan memiliki daya tarik yang kuat dengan fasilitas yang disediakannya, dan penduduk termotivasi untuk menggunakannya, tetapi jika perpustakaan tidak berlokasi dalam jarak yang akseptabel bagi penduduk, maka upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui perpustakaan tidak akan tercapai secara maksimal. Sebaliknya, walaupun lokasi perpustakaan tersebar dalam kedekatan yang dapat diterima oleh penduduk tetapi tidak memiliki daya tarik, maka penggunaannya sulit diharapkan optimal. Daya tarik selain spesifikasi fisik gedung dan operasional perpustakaan, yang tidak kalah pentingnya adalah koleksi dan fasilitas yang disediakan harus sesuai dengan kebutuhan kelompok penduduk. Aspek lokasi dan prasarana lokasi perpustakaan seharusnya menjadi domain dari perencanaan perkotaan, daya tarik fisik dan operasional menjadi tanggung jawab manajemen perpustakaan. Di sisi lain, motivasi dan karakteristik demografi penduduk adalah menjadi dasar pertimbangan untuk mengembangkan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan penduduk sebagai pengguna potensial pelayanan perpustakaan umum. Selain menghasilkan sebuah model, penelitian ini juga memunculkan beberapa temuan spesifik yang bermakna untuk diuraikan selanjutnya. Temuan tersebut 109
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
dapat dijadikan sebagai masukan atau dasar pertimbangan baik dalam perencanaan fasilitas perpustakaan umum maupun sebagai pertimbangan dalam penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Lokasi dan Prasarana Pendukung Lokasi Ada dua hal yang sangat berpengaruh berkaitan dengan lokasi yaitu jarak (distance) dan waktu tempuh (travel time) untuk mencapai lokasi. Kedua faktor ini disebut dengan kedekatan (proximity). Hal-hal penting berkaitan dengan prasarana pendukung lokasi adalah ketersediaan angkutan umum, jalan utama, pedestrian, dan tanda petunjuk. Faktor tersebut akan dibahas berikut ini. Jarak Temuan baru yang sekaligus membedakannya dengan penelitian sebelumnya adalah jarak antara tempat tinggal pengguna dan waktu tempuh untuk mencapai lokasi perpustakaan umum. Berdasarkan harapan pengguna dapat dinyatakan bahwa jarak yang ideal yang diinginkan adalah ≤ 3 Km. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dan banyak diterapkan di negara maju seperti Amerika Serikat bahwa jarak ideal adalah ≤ 3 mil atau 5,5 Km (Koontz, 1997). Perbedaan ini dapat dipahami kemungkinan selain disebabkan oleh faktor kondisi transportasi juga karena tingkat mobilitas yang berbeda di antara kedua wilayah tersebut. 110
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Jarak 3 Km bermakna bahwa di suatu kota idealnya terdapat perpustakaan umum sebagai fasilitas publik pada setiap radius 6 Km atau jarak antara satu titik fasilitas dengan fasilitas lainnya adalah 6 Km. Jika sebuah kota berpenduduk sekitar 2 juta jiwa, maka dibutuhkan fasilitas perpustakaan yang terdapat minimal di 10 lokasi (lihat Gambar 6.2). Jumlah berdasarkan jarak ini dipandang lebih rasional dibandingkan dengan hasil perhitungan 67 unit berdasarkan standar minimal 1 unit untuk setiap 30.000 penduduk seperti dikemukakan oleh Wheeler and Goldhor (1962) dan ditetapkan oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2001). Sehubungan dengan itu, standar yang dibuat oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah tersebut yang perhitungannya didasarkan pada jumlah penduduk bukan pada jarak atau waktu tempuh harus dikoreksi. Seyogianya jumlah penduduk tidak digunakan untuk mengestimasi jumlah unit fasilitas tetapi dapat digunakan untuk mengestimasi luas atau kapasitas suatu unit di suatu market area yang menjadi wilayah target suatu perpustakaan cabang. Misalnya di suatu wilayah dalam radius 6 Km terdapat jumlah penduduk sebanyak 90.000 jiwa, maka tidak perlu dibangun 3 unit perpustakaan tetapi cukup 1 unit dengan kapasitas yang lebih luas (tiga kali kapasitas minimal) karena pilihan ini dipandang lebih efisien baik dari sisi manajemen maupun pengguna.
111
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
Gambar 7.2: Ilustrasi Distribusi Lokasi Fasilitas dan Market Area Perpustakaan Umum Kota
112
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Waktu Tempuh Waktu tempuh yang diinginkan oleh pengguna untuk menjangkau fasilitas perpustakaan adalah maksimal 30 menit. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Leonard Grundt pada tahun 1963 yang menemukan bahwa waktu tempuh ideal adalah 20 menit dengan menggunakan angkutan umum (Koontz, 1997). Temuan ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Thomas Shaughnessy terhadap penggunaan perpustakaan umum di New York, Pennsylvania dan New Jersey yaitu 20 hingga 30 menit waktu tempuh (Koontz, 1997). Faktor jarak dan waktu tempuh dapat dikombinasikan dalam perencanaan perpustakaan umum kota berdimensi spasial. Dengan kata lain, apabila waktu tempuh dapat dipenuhi maksimal 30 menit menggunakan kenderaaan umum, faktor jarak dapat diabaikan. Hal ini perlu dipertimbangkan berkaitan dengan faktor-faktor penghalang yang biasanya terdapat di kota-kota besar seperti keberadaan komplek industri, jalur kereta api, jalan tol, dan arah arus lalu lintas yang dapat menyebabkan waktu tempuh lebih penting dari pada jarak. Angkutan Umum Angkutan umum merupakan moda transportasi paling banyak digunakan di wilayah perkotaan, demikian juga halnya bagi pengguna perpustakaan umum. Trayek angkutan umum merupakan indikator yang terkuat untuk 113
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
mengukur variabel prasarana pendukung lokasi. Oleh karena itu, semua perpustakaan umum kota termasuk cabangnya seharusnya berada pada jalur angkutan umum. Hal ini sesuai dengan pernyataan ALA (1956) yang menyatakan bahwa lokasi perpustakaan umum harus dekat dengan angkutan umum. Daya Tarik Fisik dan Operasional Terdapat dua faktor yang berpengaruh dalam penggunaan perpustakaan dari sisi manajemen dan operasional perpustakaan yang menjadi daya tarik bagi penduduk yaitu spesifikasi fisik gedung dan operasional perpustakaan. Kedua hal ini turut menentukan apakah sebuah fasilitas perpustakaan diminati atau tidak oleh penduduk. Spesifikasi Fisik Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesifikasi fisik gedung berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan perpustakaan. Hal ini berarti bahwa dalam perencanaan fasilitas perpustakaan umum, spesifikasi fisik gedung menjadi hal penting yang harus diperhatikan untuk meningkatkan penggunaan perpustakaan. Spesifikasi fisik dalam perencanaan gedung mencakup kapasitas ruangan, tata letak ruangan, perabotan, taman, parkir kendaraan, lobby gedung, fasilitas umum (kafe, telepon umum, toilet, dsb.), dan akses bagi penyandang cacat dan keterbatasan 114
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
fisik. Apabila kenyamanan gedung perpustakaan tidak kalah dengan gedung-gedung penting lainnya, dapat dipastikan bahwa perpustakaan akan menarik minat lebih banyak penduduk untuk menggunakannya. Hal ini sudah terbukti di negara-negara lebih maju, di mana perpustakaan menjadi salah satu tujuan perjalanan penduduk seperti halnya mereka mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan dan tempattempat hiburan. Operasional Operasional perpustakaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan perpustakaan. Hal ini menunjukkan bahwa apabila semakin baik operasional perpustakaan, maka akan semakin meningkatkan penggunaan perpustakaan. Oleh karena itu, dalam merencanakan pelayanan perpustakaan harus diperhatikan indikator-indikator pendukung operasional seperti waktu pelayanan, jenis-jenis pelayanan termasuk fasilitas akses Internet, peraturan penggunaan, koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna, sistem temu balik koleksi, dan program atau event yang ditawarkan oleh perpustakaan kepada masyarakat. Penyediaan fasilitas akses Internet terutama bagi anggota masyarakat yang tidak memilikinya di rumah dan bahan perpustakaan bagi yang tidak mampu membelinya menjadi salah satu upaya untuk mengurangi kesenjangan teknologi dan pengetahuan yang terjadi di dalam masyarakat. Pajak yang dikumpulkan terutama dari
115
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
para pembayar pajak sudah seharusnya berperan lebih besar untuk mengurangi kesenjangan yang terdapat di dalam masyarakat. Motivasi dan Demografi Penduduk Motivasi merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan Sementara, karakteristik demografi penduduk bukanlah merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan, namun bukan faktor negatif. Motivasi Hasil analisis menggunakan model struktural membuktikan bahwa motivasi berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi pengguna, maka akan semakin tinggi penggunaan perpustakaan. Oleh karena itu, motivasi mempunyai peran dalam peningkatan penggunaan perpustakaan. Motivasi dapat dibangun baik secara intrinsik (dari dalam diri) maupun ekstrinsik (dari luar diri) seseorang. Pemerintah kota dapat berperan membangun motivasi ekstrinsik penduduk melalui berbagai kegiatan bekerjasama dengan berbagai pihak seperti institusi pendidikan, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dan lainnya. Dengan membangun motivasi ekstrinsik akan terbangun motivasi intrinsik penduduk. Hasil ini mendukung penelitian Berg (2009) tentang dorongan untuk 116
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
penggunaan perpustakaan adalah keinginan dari dalam diri sendiri seperti motivasi untuk membaca dan menulis dan kebutuhan untuk mandiri. Demografi Penduduk Karakteristik demografi pengaruhnya tidak signifikan terhadap penggunaan perpustakaan umum. Karakteristik demografi penduduk meliputi usia, pendidikan, jenis kelamin, tingkat ekonomi, kemampuan bahasa, cacat fisik, suku, agama dan ras pengguna. Penelitian yang pernah dilakukan di negara maju menunjukkan bahwa faktor demografi berpengaruh signifikan terhadap penggunaan perpustakaan (Koonzt, 1992). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan kondisi demografi penduduk yang berbeda antara negara maju dan negara berkembang seperti masalah bahasa, ras dan agama. Sekalipun secara teoritis bahwa karakteristik demografi berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan, akan tetapi dengan melihat data kategori karakteristik demografi pengguna di kota Medan, maka dapat dipastikan bahwa tidak ada hambatan demografi dalam penggunaan perpustakaan. Hal ini sesuai dengan Public Library Manifesto (1994) yang menyatakan bahwa perpustakaan umum harus terbuka bagi semua orang tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, usia, kepercayaan, dan ras.
117
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa lokasi, prasarana pendukung lokasi, karakteristik demografi pengguna, spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan motivasi pengguna berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum. Penggunaan perpustakaan berpengaruh nyata terhadap pengembangan wilayah melalui peningkatkan kualitas sumber daya manusia. Lokasi berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum. Prasarana pendukung lokasi berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum. Karakteristik demografi berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum. Spesifikasi fisik gedung perpustakaan berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum. Operasional perpustakaan berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum. Motivasi pengguna berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum. Sehubungan dengan itu, disarankan beberapa hal berkaitan dengan penggunaan perpustakaan umum untuk
118
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
peningkatan kualitas sumber daya manusia di wilayah perkotaan. Pemerintah kota disarankan untuk membangun sejumlah fasilitas perpustakaan umum di wilayah kota dalam satu sistem manajemen dan pelayanan terintegrasi. Lokasi perpustakaan umum harus tersebar di wilayah kota agar dekat dengan tempat tinggal penduduk dan/atau waktu tempuh yang akseptabel bagi masyarakat. Prasarana pendukung lokasi perpustakaan umum sebaiknya dibangun atau difasilitasi agar aksesibilitas masyarakat terhadap perpustakaan tinggi. Karakteristik demografi pengguna atau penduduk dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan koleksi dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Spesifikasi fisik setiap bangunan gedung perpustakaan umum harus memberikan kenyamanan dan dapat menampung pengguna potensial di suatu wilayah kerja yang menjadi market area masing-masing. Operasional perpustakaan perlu diperluas agar memberikan fleksibilitas waktu pelayanan yang lebih besar bagi pengguna perpustakaan umum. Motivasi intrinsik pengguna harus ditingkatkan melalui kerja sama dengan berbagai pihak seperti keluarga, kelurahan, dan institusi pendidikan. Selain itu, pemerintah kota seharusnya melibatkan dan memanfaatkan peran institusi perpustakaan umum untuk menggerakkan potensi wilayah kota sehingga kota dapat lebih berkembang dan maju dengan partisipasi yang lebih besar dari penduduknya.
119
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA Abeltina, Anna (2008). “The role of human capital in regional development. 5th International Scientific Conference Business and Management”.
. (17/2/2010). Adisasmita, Rahardjo (2005). Dasar-dasar ekonomi wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Alaqeeli, Jamal Abdullah (1996). International students and public library use: An exploratory study. PhD Dissertation, Indiana University. Alkadri (2001). “Perencanaan pembangunan berbasis teknologi: Sebuah pengantar”. Dalam: Muchdie et al (Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. American Library Association. Coordinating Committee on Revision of Public Library Standards (1956). Public library standards: A guide to evaluation with minimum standards. Chicago: American Library Association. Amron, Mochammad (2007). “Kajian lingkungan hidup dalam pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan infrastruktur pekerjaan umum”.
120
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Makalah disampaikan dalam Dies Natalis Universitas Gadjah Mada Ke-58, Yogyakarta: 27 Oktober. Antunes and Bigotte. (2003) “Comprehensive Public Facility Location Modeling”. . (17/09/2008). Arikunto, Suharsimi (1998). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Ary, Subroto (2001). “Peranan sumber daya manusia dalam pengembanan wilayah di Indonesia”. Dalam: Muchdie et al (Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. Bennet, William D. and Bruce W. Smith (1975). “The correlates of library patronage distance decay.” East Lakes Geographer 10. Berg, Margaret A. (2009). Motivation and discourse in a literate environment: A case study of a young adult library. PhD Dissertation, Faculty of the Graduate School, University of Kansas. Brata, Aloysius Gunadi (2002). “Pembangunan manusia dan kinerja ekonomi regional di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang, Vol 7, No. 2, 2002. Budiharsono (2005). Teknik analisis pembangunan wilayah pesisir dan lanjutan. Jakarta: Pradya Paramita. 121
Daftar Pustaka
Calcuttawala, Zohra (2004). Knowledge stores: The spatial dynamics of public library accessibility and consumption in Calcutta. PhD Dissertation, University of Cincinnati. Chruch, R.L. dan A. T. Murray (2009). Business site selection, location analysis, and GIS. Toronto: John Wiley and Sons. Church, R. L. and C. S. ReVelle (1976). “Theoretical and computational links between the p-median location set-covering and the maximal covering location problem”. Geographical Analysis, 8: 406-415. City of Sydney (2005). Library network strategy. Sydney: CRED Community Planning. Colin, Brigitte (2009). “Building up education towards sustainable urban development”. IFLA Newsletter, 80. <www.unesco.org/shs/urban>. (January 2009). Coughlin, R. E. (1972). Urban Analysis for branch library system planning. Connecticut: Greenwood Publishing. Current, J., H. Min, and D. Schilling (1990). “Multiobjective analysis of facility location decisions”. European Journal of Operational Research, 49: 295-307. Daskin, M. S. (1995). Network and discrete location: Models, algorithms, and applications. New York: Wiley Interscience. Daskin, Mark S. and Susan Hesse Owen (1998). “Strategic facility location: A review”. European Journal of Operational Research, 111: 423-447. Dear, M. J. (1974). “A paradigm for public facility location theory”. Antipode. 6 (3), 46-50. 122
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2001). Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum. Jakarta: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2005). Penyelenggaraan penataan ruang: Permasalahan, tantangan, kebijakan, strategi, dan program strategis. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Drezner, Z. and G. O. Welowsky (1991). “Facility location when demand is time dependent”. Naval Research Logistics, 38: 763-777. Edmunds, K. M., & Bauserman, K. L. (2006). “What teachers can learn about reading motivation through conservation with children”. The Reading Teacher, 59(5), 414-424. Ferdinand, A. (2002). Structural equation modelling dalam penelitian manajemen: Aplikasi model-model rumit dalam penelitian untuk tesis S-2 dan disertasi S-3. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro. Florida, Richard, Charlotta Mellander dan Kevin Stolarick (2007). Inside the balck box of regional development: human capital, the creative class and tolerance. . 123
Daftar Pustaka
(17/2/2010). Forde, Janet Lynch (1996). A study of reading and library use among Nobel Laureates. PhD Dissertation, Florida State University. Getz, M. (1978). “The efficient level of public library services”. Working Paper No. 55 (October). The Joint Center for Urban Studies of M. I. T. and Harvard University Gill, Philip et al. (2001). The public library service: IFLA/UNESCO Guidelines for Development. München: K. G. Saur Verlag. Gozali, Imam (2004). Analisis multivariat dengan program SPSS. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro. Gozali, Imam (2004). Model persamaan struktural. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gozali, Imam dan Fuad (2005). Structural Equation Modeling: Teori, konsep, dan aplikasi dengan program Lisrel 8.54. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Guthrie, J. T. and M. H. Davis (2003). “Motivating struggling readers in middle school through an engagement model for classroom practice”. Reading and Writing Quarterly, 19, 59-85. Guthrie, J. T. and Humenick, N. (2004). “Motivating students to read: Evidence for classroom practices that increace reading motivation and achievement”. In P. McCardle and V. Chhabra (Eds.). The voice of evidence in reading research. Baltimore: Paul H. Brookes Publishing. 124
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Guthrie, J. T. and Wigfield, A. (2000). “Engagement and motivation in reading”. In M. L. Kamil, P. B. Mosenthal, P. D. Pearson and R. Barr (Eds.). Handbook of Reading Research (Vol. III, pp. 403-422). Mahmah, NJ: Lawrence. Hair, et. al (1998). Multivariate data analysis. New Jersey: Prentice Hall. Hakimi, S. L. (1964). “Optimum locations of switching centers and the absolute centers and medians of a graph”. Operations Research, 12: 450-459. Harvey, D. (1973). Social justice and the city. Maryland: John Hopkins University Press. Hay, A. M. (1995). “Concepts of equity, fairness and justice in geographical studies”. Transactions of the Institute of British Geographers, 20: 500-508. Hodgart, R. L. (1978). “Optimizing access to public services”. Progress in Human Geography, 2: 17-48. Hoover and Giarratani (2009). “Some spatial aspects of urban problems” In: Web Book of Regional Science: An introduction to regional economics. <www.regionalscience> (27/12/2009). Indonesia (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Indonesia (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Ivey, G. And K. Broaddus (2001). “Just plain reading: A survey of what makes student want to read in the middle school classroom”. Reading Research Quarterly, 125
Daftar Pustaka
36(4), 350-377. James, Stephen Elisa (1983). An investigation of the relationship between public library use pattern and local economic conditions in twenty urban areas: 19601979. PhD Dissertation, University of Wisconsin Madison. Japzon, Andrea C. and Hongmian Gong (2005). “A neighborhood analysis of public library use in New York City”. Library Quarterly, 75(4): 446-463. Jayadinata, Johara T. (1992). Tata guna tanah dalam perencanaan pedesaan, perkotaan, dan wilayah. Bandung: Penerbit ITB. Koomen, E. (2008). Spatial analysis in support of physical planning. Amsterdam: Vrije University. Koontz, Christine M. (1992). “Public library site evaluation and location: past and present market-based modelling tools for the future” Library and Information Science Research,14: 379-409. Koontz, Christine M. (1992). “Public library site evaluation and location: past and present market-based modelling tools for the future”. Library and Information Science Research, 14: 379-409. Koontz, Christine M. (1994). “Chapter 10: Retail location theory: Can it help solve the public library location dilemma?” in Geiner, J. M. (Ed.), Research Issues in Public Librarianship. Westport: Greenwood Press. Koontz, Christine M. (1997). Library facility siting and location handbook. Westport: Greenwood Press. 126
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Koontz, Christine M. (2002). “Stores and libraries: both serve customers.” Marketing Library Service, 16 (1), Jan-Feb. Koontz, Christine M. (2005). “Place: The fourth ‘p’ of marketing.” Marketing Library Service, 19 (3), MayJune. Krejcie, R. V. and D. W. Morgan (1970). “Determining sample size for research activities”. Educational and Psychological Measurement, 30, 607-610. Larson, R. C. (1974). “A hypercube queuing model for facility location and redistricting in urban emergency services”. Computers and Operations Research, 1: 6795. Lovato-Gassman, Barbara (2007). The physical community college library: A single institution study of the relationship between user satisfaction and library use. PhD Dissertation, New Mexico State University. Loveridge, Scott (2000). “Introduction to regional science”. In: Web Book of Regional Science: An introduction to regional economics. . (17/2/2010). Lucy, W. (1981). “Equity and planning for local services”. Journal of the American Planning Association, 47: 447457. Manne, A. S. (1961). “Capacity expansion and probabilistic growth”. Econometrica, 29 (4): 632-649. Marianov, Vladimir and Daniel Serra (2004). “New trends in 127
Daftar Pustaka
public facility location modelling”. <www.econ.upf.edu/docs/papers/downloads/755.pdf >. (12/04/2008). McClelland, David C. (1981) “Dorongan hati menuju modernisasi”. Dalam: Myron Weyner (ed), Modernisasi: Dinamika pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. McKenna, M., Kear, D., & Ellworth, A. (1995). “Children’s attitudes toward reading: A national survey”. Reading Research Quarterly, 30, 934-956. McQuillan, J. (1997). “The effects of incentives on reading”. Reading Research and Instruction, 36, 111-125. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003). “Strategi pengembangan wilayah dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional yang lebih merata dan lebih adil”. Makalah disampaikan dalam: Konferensi Nasional Ekonomi Indonesia Putaran Ketiga, Makasar: 9-11 Desember. Miraza, Bachtiar Hassan (2005). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bandung: Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Bandung – Koordinator Jawa Barat. Mobasheri, F., L. H. Orren, and F. P. Sioshansi. (1989). “Scenario planning at Southern California Edison” , Interfaces, 19 (5): 31-44. Muchdie (2001). “Dampak kebijaksanaan pengembangan wilayah KTI terhadap perekonomian nasional: Kajian 128
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
input-output antar daerah.” Dalam: Muchdie et al (Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi.. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. Nachrowi dan Suhandojo (2001). “Analisis sumber daya manusia, otonomi daerah, dan pengembangan wilayah” Dalam: Muchdie et al (Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. Narmawati (2007). Analisis data penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Andi. National Library Board Singapore (2008). <www.nlb.gov.sg>. (25/11/2008). NESF (2006). “Realising potential: The public library service and cultural inclusion”. Nijkamp, P. (1989). “Information technology and urban planning”. In: John Brotchie et al (Eds) The future of urban form. London: Routledge. Olaniyan, D. A. dan Okemankinde, T (2008). “Human capital: Implications for educational development”. European Journal of Scientific Research, 24: 157-162. < http://www.eurojournals.com/ejsr_24_2_01.pdf> (17/2/2010). Oldfather, P., & Dahl, K. (1995). “Toward a social constructivist reconceptualization of intrinsic motivation for literacy learning”. Perspective in 129
Daftar Pustaka
Reading Research, 6, 1-19. Palmer, E. Susan (1981). “The effect of distance on public library use: A literature survey.” Library Research, 3. Pannen, Pauline (1996). “Sense making sebagai pendekatan kognitif dalam perancangan dan pemanfaatan jasa Pusdokinfo”. Prosiding Seminar Sehari Layanan Pusdokinfo Berorientasi Pemakai di Era Informasi: Pandangan Akademisi dan Praktisi. Depok: Program Studi Ilmu Perpustakaan, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Pemerintah Kota Medan (2008). Medan dalam Angka/Medan in Figures 2007. Medan: Badan Pusat Statistik Kota Medan. Picther, S. M., et.al. (2007). “Assessing adolescent’s motivation to read”. Journals of Adolescent and Adult Literacy, 50(5), 378-396. ReVelle and Eiselt (2005). “Location analysis: A synthetis and survey.” European Journal of Operational Research, 165. Robinson, Alice Annmarie (2000). “The queens public library adult learning center’s role in providing literacy services to adult population”. PhD Dissertation, The Graduate School of Education, Fordham University. Robinson, William C. (1975). “The utility of retail site selection for the public library”. Occasional Papers. University of Illinois Graduate School of Library Science. Santoso, Singgih (2007). Structural Equation Modelling: 130
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
Konsep dan aplikasi dengan AMOS. Jakarta: Elex Media Komputindo. Scott, A. J. (1991) “Dynamic location-allocation systems: some basic planning strategies”. Environment and Planning, 3: 73-82. Sekarar, Uma (2003). Research method for business: A skillbuilding approach, 4th ed. New York: John Wiley & Sons. Seppala, Ulla (2003). “An evolutionary model for spatial location of economic facilities”. Interim Reports on work of International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA). Singarimbun, M. dan S. Effendi (1998). Metode penelitian survai. Jakarta: LP3ES. Sirojuzilam (2006). Teori Lokasi. Medan: USU Press. Sirojuzilam dan Kasyfull Mahalli (2010). Regional: Pembangunan, perencanaan, dan ekonomi. Medan: USU Press. Solimun (2002). Structural Equation Modelling (SEM) LISREL dan Amos. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Stillwell, J. and Clarke, G. (2004). Applied GIS and spatial analysis. London: John Wiley & Sons. Sugiyono (2002). Metode penelitian administrasi, cet. ke-8. Bandung: Alfabeta. Sulistyo-Basuki (1993). Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sunardi (2004). “Reformasi perencanaan tata ruang kota”. Makalah dalam Workshop dan Temu Alumni Magister 131
Daftar Pustaka
Perencanaan Kota dan Daerah UGM. Yogyakarta: 9-11 September. Sweeney, D. J. and R. L. Tatham (1976). “An improved longrun model for multiple warehouse location”. Management Science, 22 (7): 748-758. Szajnowska-Wisocka, Alicja (2009). “Thories of regional and local development: Abridged review”. Bulletin of Geography: Socio-economic Series No. 12. . (12/2/2010). Tapiero, C. S. (1971). “Transportation-location-allocation problems over time”. Journal of Regional Science, 11 (3): 377-384. Tarigan, Robinson (2008). Perencanaan pembangunan wilayah, ed. ke-2. Jakarta: Bumi Aksara. Toregas, C. and ReVelle, C. (1972). “Optimal location under time or distance constraints”. Papers of the Regional Science Association, 28: 133-143. Truelove M. (1993). “Measurement of spatial equity”. Environment and Planning: Government and Policy, 11: 19-34. Urban Institute (2007). “Making cities stronger: Public library contributions to local economic development”. <www.urbanlibraries. org/files/making_ cities>. (12/08/2008). Varheim, Andreas (2008). “Theoretical approaches on public libraries as places creating social capital”. World
132
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
library and information congress: 74th IFLA General Conference and Council, Quebec. . (17/2/2010). Wang, X. and Hofe, R. (2007). Research methods in urban and regional planning. Beijing: Tsinghua University Press. Welowsky, G. O. and W. G. Truscott (1976). “The multiperiod location-allocation problem with relocation of facilities”. Management Science, 22 (1): 57-65. Wheler, Joseph L. (1958). The effective location of public library buildings. Illinois: University of Illinois Library School. Wibowo, Rudi dan Soetriono (2004). Konsep, teori, dan landasan analisis wilayah. Malang: Bayumedia. Wiesendanger, K. and Bader, L. (1989). “Children’s view of motivation”. The Reading Teacher, 43, 345-346. WordNet (2009). . (31/12/2009). Zen, M. T. (2001). “Falsafah dasar pengembangan wilayah: Memberdayakan manusia”. Dalam: Muchdie et al (Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. Zweizig, Douglas L. (1982). Output measure for public libraries: A Manual of standarized procedures. Chicago: American Library Association.
133
P erencanaan Lokasi
PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL
DI WILAYAH PERKOTAAN
Pertumbuhan pesat kawasan perkotaan menyebabkan banyak kebutuhan pelayanan umum penduduk yang tidak dapat terpenuhi. Perpustakaan sebagai salah satu pelayanan umum yang harus disediakan oleh pemerintah kota tidak cukup hanya tersedia di satu lokasi tetapi harus tersebar di beberapa lokasi agar dapat menjangkau semua penduduk. Perpustakaan umum memiliki arti penting sebagai infrastruktur pengetahuan karena posisinya yang unik untuk menjembatani jurang pemisah di antara penduduk. Perpustakaan menyediakan akses universal terhadap informasi dan pengetahuan bagi semua penduduk terutama yang berpenghasilan rendah. Salah satu faktor penting dalam aspek kewilayahan adalah kajian berkaitan dengan lokasi termasuk lokasi untuk perpustakaan umum. Kesalahan dalam pemilihan lokasi perpustakaan dapat berarti penurunan akses sehingga kinerja tidak optimal. Buku ini memaparkan beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi perpustakaan umum.
ISBN 979-458-583-1
9 789 794 58 583 2
90000