PERPADUAN BUDAYA MAKASSAR DAN TORAJA DALAM KEMASAN MODERN Studi Kasus : Hotel The Banua Makassar Irna Ayu Fitriana Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Telp./Fax (031) 5931147
ABSTRAK Budaya tradisional memiliki potensi untuk menarik wisatawan ke suatu daerah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, budaya tradisional berada di ambang kepunahan sehingga diperlukan upaya untuk melestarikannya. Adanya program Visit Makassar 2011 dan Visit South Sulawesi 2012 yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang berdampak pada naiknya tingkat hunian hotel di Makassar. Menggabungkan unsur budaya Makassar dan Toraja yang dikemas dalam desain interior hotel yang modern diharapkan mampu menjaga kelestarian budaya setempat sekaligus memperkenalkan budaya tersebut kepada wisatawan.
ABSTRACT Traditional culture has potential to attract tourists to come to one city. But along with the times, the traditional culture will extinct so we need the effort to preserve them. Visit Makassar 2011 and Visit South Sulawesi 2012 programs endorsed by the South Sulawesi provincial government is expected to increase the number of tourists so that will affect to increase hotel occupancy rates in Makassar. Combining Makassar and Toraja cultural elements in a modern hotel interior design is expected to preserve the culture and also introduce them to the tourists.
KATA KUNCI hotel, budaya, Makassar, Toraja, modern
PENDAHULUAN Latar Belakang Hotel merupakan salah satu fasilitas publik yang dapat digunakan sebagai sarana pembentuk citra atau image dari suatu daerah. Perkembangan desain interior hotel saat ini lebih mengacu pada peningkatan kenyamanan pengguna hotel dengan menawarkan suasana ruang yang unik dan dapat meninggalkan kesan bagi penggunanya. Hal ini dapat dicapai dengan cara mendesain hotel yang mengangkat dan mengembangkan keunikan daerah setempat, karena seperti halnya hotel, budaya tradisional juga memiliki potensi untuk menarik wisatawan ke suatu daerah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, budaya tradisional berada di ambang kepunahan sehingga diperlukan upaya untuk melestarikannya. Salah satu caranya adalah dengan mengimplementasikan unsur budaya tersebut ke dalam elemen
interior. Selain sebagai nilai jual bagi hotel, hal ini juga merupakan salah satu cara untuk merepresentasikan budaya Indonesia kepada wisatawan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Hotel The Banua sebagai salah satu hotel berbintang yang terletak di daerah tujuan wisata, diharapkan mampu menarik wisatawan dan memperkenalkan budaya setempat pada para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Tujuan Makalah ini mencoba menyajikan bahwa keunikan budaya yang terdapat pada suatu daerah dapat dikembangkan dan dilestarikan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggabungkan unsur budaya tersebut dengan gaya modern. Masalah Masalah yang diangkat adalah bagaimana cara menggabungkan unsur budaya Makassar dan Toraja dan menerapkannya dalam desain interior hotel yang modern. Metode Desain Pengumpulan Data - Data Primer • Pengambilan data interview bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam perancangan interior hotel. Interview dilakukan dengan cara memberi beberapa pertanyaan kepada pihak manajemen hotel, beberapa tamu, dan masyarakat umum di sekitar hotel. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai data-data yang mendukung dalam pembuatan konsep desain. • Observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi objek studi yang sebenarnya. Observasi objek studi ke Hotel The Banua Makassar dilakukan untuk mengetahui kondisi objek studi yang sebenarnya sehingga dapat memperoleh gambaran tentang eksisting hotel tersebut. Observasi objek pembanding yaitu Luta Resort Toraja. Objek pembanding ini dipilih untuk mendapatkan gambaran mengenai hotel yang menggabungkan style modern dan etnik, dalam hal ini etnik Toraja pada arsitektur dan interiornya. Data-data yang diperoleh dari observasi tersebut antara lain denah, foto-foto, layout lingkungan sekitar, serta studi aktivitas dan fasilitas hotel. - Data Sekunder Studi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan hotel dan kebudayaan kota Makassar dan Toraja. Dilakukan dengan cara mengambil informasi dari buku, majalah, dan internet yang akan digunakan sebagai referensi. Data sekunder nantinya akan menjadi bahan pembanding dengan data primer, yang nantinya akan mendapatkan sebuah kesimpulan mengenai desain interior hotel serta kebudayaan Makassar dan Toraja. Analisa Data Data-data primer yang diperoleh di lapangan akan dibandingkan dengan data sekunder yang diperoleh dari literatur. Data-data tersebut kemudian dianalisa sehingga akan diperoleh kesimpulan yang menjadi dasar untuk menentukan konsep desain. Analisa yang dilakukan adalah: - Analisa Data Interview - Analisa Hubungan Ruang dan Sirkulasi - Analisa Elemen Pembentuk Ruang - Analisa Pencahayaan - Analisa Warna
Pengembangan Desain Ide awal desain interior hotel ini adalah menggabungkan unsur modern dengan unsur etnik pada budaya Makassar dan Toraja. Upaya pengembangan ide dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui metode transformasi dan metode interpretasi. Ide yang telah dikembangkan kemudian dapat diwujudkan dalam teknik pengolahan bentuk, pemilihan material, penerapan teknik konstruksi, teknik produksi, hingga teknik finishing. Dengan demikian, desain elemen-elemen interior mengandung budaya Makassar dan Toraja, baik lewat transformasi bentuk maupun interpretasi nilai budaya. Desain Akhir Tahap desain akhir merupakan keputusan desain yang sudah final dan sesuai dengan konsep desain.
PEMBAHASAN Kajian Pustaka Hotel Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai perhotelan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menparpostel no. KM 37/PW.340/MPPT-86 tentang Peraturan Usaha dan Penggolongan Hotel. Bab I, pasal 1, ayat (b) dalam SK tersebut menyebutkan bahwa: “Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan, dan minuman, serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial.” Klasifikasi hotel di Indonesia berdasarkan peraturan pemerintah, Deparpostel, dan dibuat oleh Dirjen Pariwisata dengan SK : Kep-22/U/VI/78 adalah sebagai berikut: a) Hotel bintang satu (*) - Jumlah kamar standar, minimum 15 kamar. - Kamar mandi di dalam. - Luas kamar standar, minimum 20 m2. b) Hotel bintang dua (**) - Jumlah kamar standar, minimum 20 kamar. - Kamar mandi di dalam. - Luas kamar standar, minimum 22 m2. - Kamar suite, minimum 1 kamar dengan luas minimum 44 m2. c) Hotel bintang tiga (***) - Jumlah kamar standar, minimum 30 kamar. - Kamar mandi di dalam. - Luas kamar standar minimum 24 m2. - Kamar suite, minimum 2 kamar dengan luas minimum 48 m2. d) Hotel bintang empat (****) - Jumlah kamar standar, minimum 50 kamar. - Kamar mandi di dalam. - Luas kamar standar minimum 24 m2. - Kamar suite, minimum 3 kamar dengan luas minimum 48 m2. e) Hotel bintang lima (*****) - Jumlah kamar standar, minimum 100 kamar. - Kamar mandi di dalam. - Luas kamar standar, minimum 26 m2. - Kamar suite, minimum 4 kamar dengan luas minimum 52 m2.
Modern Arsitektur modern dimulai dari masa Eklektisme, yaitu masa peralihan dari zaman klasik ke zaman modern yang dimulai dari modern awal kemudian modern fungsionalis dan masa modern pertengahan abad XX hingga modern akhir abad XX. Arsitektur modern mempunyai pandangan bahwa arsitektur adalah ‘olah pikir’ dan bukan ‘olah rasa’ dan ‘permainan ruang’ dan bukan ‘bentuk’. Kemajuan teknologi yang pesat ikut mempengaruhi perkembangan arsitektur modern. Ciri dari arsitektur modern adalah: 1. Satu gaya Internasional atau tanpa gaya (seragam) Merupakan suatu arsitektur yang dapat menembus budaya dan geografis. 2. Bentuk tertentu, fungsional Bentuk mengikuti fungsi, sehingga bentuk menjadi monoton karena tidak diolah. 3. Less is more Semakin sederhana merupakan suatu nilai tambah terhadap arsitektur tersebut. 4. Penggunaan ornamen sebagai elemen estetika tanpa fungsi tertentu. 5. Singular (tunggal) Arsitektur modern tidak memiliki suatu ciri individu dari arsitek, sehingga tidak dapat dibedakan antara arsitek yang satu dengan yang lainnya (seragam). 6. Nihilism Penekanan perancangan pada space, maka desain menjadi polos, simple, dengan bidang kaca yang lebar. Budaya Makassar Arsitektur tradisional Makassar diwujudkan dalam bentuk rumah tinggal dan balai pertemuan (baruga). Rumah untuk Ata (rakyat) disebut Bola/Balla, sedangkan rumah untuk bangsawan disebut Salassa. Bentuk Salassa dan Balla hampir sama, hanya dibedakan oleh besaran lontangnya (petak). Balla berukuran tiga petak, sedangkan Salassa berukuran lima sampai sembilan petak. Rumah tradisional masyarakat Makassar berbentuk rumah panggung, sesuai dengan prinsip yang mencerminkan tiga bagian alam semesta, yaitu rakkeang (loteng) sebagai boting langi’ (alam atas), ale bola (badan rumah) sebagai ale kawa (alam tengah), awe bola (kolong rumah) sebagai uru liyu (alam bawah). Timpa laja yang terdapat pada atap rumah melambangkan lima kelas sosial masyarakat Makassar. Semakin banyak jumlah timpa laja, semakin tinggi kelas sosial pemilik rumah tersebut.
Gambar 1 : Timpa laja pada rumah tradisional Makassar
Selain arsitektur tradisional, salah satu budaya Makassar yang menonjol adalah hasil tenunan suteranya. Sutera tersebut dijadikan kain sarung yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari maupun pelengkap pakaian adat. Corak kain sarung tersebut antara lain kotak-kotak kecil (ballo renni), kotak-kotak besar (ballo lobang), dan corak
zig-zag yang diberi nama corak bombang. Corak zig-zag ini melambangkan gelombang lautan.
Gambar 2 : corak bombang (kiri) dan corak kotak-kotak (kanan) pada kain sutera tenun Makassar
Pada rumah adat Makassar hanya terdapat sedikit ragam hias. Ragam hiasnya berasal dari bentuk benda-benda alam, flora, dan fauna. Ornamen dan ragam hias Makassar tidak mengenal warna. Ornamen yang diukir pada kayu dibiarkan apa adanya tanpa pewarnaan.
Gambar 3 : Ukiran pada rumah tradisional Makassar
Budaya Toraja Rumah adat Toraja terdiri atas Tongkonan (rumah) dan Alang (lumbung) yang dianggap pasangan suami-istri. Deretan Tongkonan dan Alang saling berhadapan, Tongkonan menghadap ke utara dan Alang ke selatan. Halaman memanjang antara Tongkonan dan Alang disebut Uluba’bah. Tongkonan merupakan rumah panggung dengan konstruksi rangka kayu. Bangunannya terdiri atas 3 bagian, yaitu ulu banua (atap rumah), kalle banua (badan rumah), dan sulluk banua (kaki rumah). Bentuknya persegi karena sebagai mikro kosmos rumah terikat pada 4 penjuru mata angin dengan 4 nilai ritual tertentu. Tongkonan harus menghadap ke utara agar kepala rumah berhimpit dengan kepala langit (ulunna langi’) sebagai sumber kebahagiaan. Suku Toraja mengenal 3 jenis Tongkonan menurut peran adatnya, walau bentuknya sama persis, yaitu: 1) Tongkonan Layuk : sebagai pusat kekuasaan adat, tempat membuat peraturan. 2) Tongkonan Pekaindoran/Pekanberan : tempat untuk melaksanakan peraturan dan perintah adat. 3) Tongkonan Batu A’riri : tempat pembinaan keluarga serumpun dengan pendiri Tongkonan. Karya kerajinan yang paling menonjol di Toraja adalah ukiran dan tenunan. Ukiran ragam hias tradisional Toraja yang menghiasi Tongkonan dan Alang mengandung arti simbolis yang erat kaitannya dengan falsafah hidup orang Toraja. Pengrajin kain tenunan tradisional adalah perempuan. Sejumlah motif tenunannya mempunyai kemiripan dengan motif hias ukiran di Tongkonan atau Alang yang telah dikenal. Selain itu ada juga motif yang secara ikonografis menggambarkan rumah Tongkonan, lumbung padi (Alang), kerbau, babi, dan ayam. Hasil tenunan tersebut
dibuat untuk digunakan sebagai pakaian dan kain sarung, yang umumnya dikemas dalam warna-warna cerah seperti kuning, biru muda, dan merah.
Gambar 4 : Motif ukiran khas budaya Toraja
Studi Eksisting Hotel The Banua merupakan sebuah hotel bintang tiga yang terletak di dekat area wisata di kota Makassar. Kata “Banua” berasal dari bahasa Toraja yang berarti “rumah”. Sesuai dengan namanya, Hotel The Banua menawarkan fasilitas dan kenyamanan seperti berada di rumah sendiri. Hotel The Banua terletak di kawasan bisnis dan wisata di Kota Makassar, yang merupakan salah satu kawasan yang ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara, baik untuk tujuan bisnis maupun berwisata. Kemudahan akses dari hotel menuju tempat-tempat wisata, pusat kuliner, pusat souvenir, maupun area perkantoran, membuat hotel ini menjadi salah satu hotel pilihan para wisatawan.
Gambar 5 : Site plan Hotel The Banua Makassar
Analiasa Interior Berdasarkan elemen pembentuk ruang, Hotel The Banua dapat dianalisa sebagai berikut: A. Plafon Material plafon yang digunakan adalah gypsum dengan finishing cat warna putih. Kelebihan material ini adalah pemasangan dan perawatannya yang mudah. Karakter gypsum yang polos dapat menimbulkan kesan monoton dan membosankan jika tidak diolah. Pengaplikasian drop ceiling berfungsi untuk menambah nilai estetis plafon.
Gambar 6 : Pengaplikasian drop ceiling pada restoran Hotel The Banua B.
Dinding Dinding hotel menggunakan bata aci dengan finishing cat warna putih. Pada beberapa area, dinding dicat dengan warna yang berbeda. Seperti pada area restoran, salah satu bidang dinding dicat dengan warna kuning sebagai aksentuasi. Area kamar tidur menggunakan finishing cat warna hijau tosca.
Gambar 7 : Dinding pada Hotel The Banua
C.
Lantai Lantai pada area lobby dan restoran menggunakan marmer, sedangkan area kamar menggunakan granit warna krem dengan ukuran 60 x 60 cm. Kelebihan marmer dan granit antara lain sangat keras, tidak mudah retak, tahan panas dan api, memiliki banyak pilihan warna dan motif, perawatannya mudah, serta dapat menimbulkan kesan mewah. Sedangkan kekurangannya adalah proses pemasangannya relatif sulit dan biaya pemasangannya mahal. Selain menggunakan granit, lantai pada area restoran juga menggunakan keramik berwarna coklat kemerahan dengan motif geometris. Penggunaan keramik lebih menguntungkan karena harganya yang relatif murah dan perawatannya mudah. Namun kesan modern yang ingin ditonjolkan tidak tersampaikan karena material keramik yang digunakan tidak terlihat mewah. Lantai pada area meeting room dilapisi dengan karpet bermotif berwarna merah. Penggunaan karpet pada ruangan ini adalah untuk menciptakan kesan formal dan meredam suara.
Gambar 8 : Lantai pada Hotel The Banua
Konsep Desain 1. Konsep Elemen Pembentuk Ruang Plafon yang akan digunakan pada hotel ini adalah tipe plafon datar dengan aplikasi drop ceiling di beberapa area agar tidak terkesan monoton. Permainan ketinggian plafon dapat memberi atmosfer yang berbeda di setiap ruang. Plafon yang tinggi membuat ruangan terasa lebih lega. Ruangan yang berkesan tinggi akan mempengaruhi aspek psikologis tamu sehingga tamu akan merasa lega dan nyaman saat berada di area tersebut. Sebaliknya, drop ceiling membuat plafon menjadi lebih rendah, sehingga suasana yang tercipta menjadi lebih akrab dan intim. Permainan level ketinggian plafon diaplikasikan pada resepsionis sebagai pembeda antar ruang.
Gambar 9 : Contoh aplikasi drop ceiling
Dinding digunakan sebagai pembatas ruangan dan pelindung privacy tamu. Material dinding yang dipilih adalah material dengan tingkat ketahanan yang tinggi karena dinding tersebut merupakan dinding permanen yang tidak perlu mengalami pemindahan atau pembongkaran dalam jangka waktu yang lama. Secara umum, dinding hotel menggunakan bata aci dengan finishing cat warna ivory white untuk memberi kesan bersih, luas, modern, namun tidak monoton.
Gambar 10 : Contoh warna cat ivory white
Material lantai pada sebagian besar area hotel tidak akan mengalami perubahan. Area entrance dan lobby akan tetap menggunakan marmer slab berukuran 150 x 200 cm, sedangkan area kamar tetap menggunakan granit warna krem dengan ukuran 60 x 60 cm. Material marmer dan granit memberi kesan mewah dan modern pada interior hotel. Material yang digunakan pada lantai area restoran adalah parket. Pemilihan parket sebagai material lantai memberi kesan tradisional dan natural pada restoran sehingga dapat membentuk kesatuan dengan elemen pembentuk ruang yang lain. Lantai pada area restoran akan dinaikkan 20 cm sehingga membentuk split level. Split level ini menegaskan perbedaan fungsi area restoran terhadap area sekitarnya.
Gambar 11 : Berbagai motif dan warna parket
Gambar 12 : Contoh sketsa aplikasi lantai parket pada area kamar
2. Konsep Furnitur Area Resepsionis & Lobby RUANG Area resepsionis
Lobby
AKTIFITAS * duduk * check in/out, menulis * komunikasi * memasukkan data tamu * transaksi pembayaran * duduk santai * meletakkan barang
FURNITUR/ ELEMEN PENDUKUNG kursi meja resepsionis telepon komputer mesin pembayaran sofa meja
Tabel 1 : Analisa aktifitas dan kebutuhan furnitur pada area resepsionis dan lobby
Berdasarkan data yang diperoleh dari tinjauan pustaka dan studi pembanding, terdapat dua jenis meja resepsionis, yaitu meja resepsionis yang tinggi dan rendah. Meja resepsionis yang tinggi memiliki tinggi ± 120 cm dan yang rendah sekitar 70-75 cm. Perbedaan ketinggian meja resepsionis ini mempengaruhi kesan yang ditimbulkan. Meja yang tinggi memberi kesan kaku, formal, dan membatasi interaksi antara resepsionis dan tamu. Sedangkan meja yang rendah berkesan lebih santai dan tidak membatasi interaksi antara resepsionis dan tamu, namun tetap menjaga privasi resepsionis karena meja tersebut juga berfungsi sebagai batas area publik dan area privat. Meja resepsionis yang akan digunakan pada hotel ini adalah meja resepsionis yang rendah. Meja tersebut membuat interaksi yang terjadi antara tamu dan resepsionis menjadi lebih santai dan terkesan lebih akrab.
Gambar 13 : Meja resepsionis tinggi
Gambar 14 : Meja resepsionis rendah
Area Restoran
RUANG
AKTIFITAS
Restoran & bar
* mengambil makanan * makan/minum * menikmati suasana
FURNITUR/ ELEMEN PENDUKUNG meja buffet meja, kursi elemen estetis
Tabel 2 : Analisa aktifitas dan kebutuhan furnitur pada area restoran
Furnitur yang digunakan disesuaikan dengan tema yaitu modern dengan sentuhan etnik. Area restoran menggunakan furnitur dengan bentuk yang sederhana dan terbuat dari material-material yang berkesan tradisional agar sesuai dengan tema, yaitu kayu sebagai material utama furnitur dan kain tenun sebagai pelapis spons pada kursi. Motif ukiran khas Makassar dan Toraja juga dapat diterapkan pada furnitur. Misalnya corak bombang yang diterapkan pada backrest kursi di area restoran.
Gambar 15 : Sketsa contoh aplikasi corak bombang pada kursi restoran
Area Suite Room
RUANG Kamar
AKTIFITAS * meletakkan tas/koper * menyimpan baju * beristirahat/tidur * komunikasi * berias
Kamar mandi
* buang sampah * duduk santai, membaca * menikmati suasana * menonton televisi * mandi * cuci muka * buang air * buang sampah
FURNITUR/ ELEMEN PENDUKUNG luggage rack lemari tempat tidur, bantal, selimut telepon, nakas meja rias, cermin, kursi tempat sampah kursi, meja elemen estetis televisi, meja shower, bath tub wastafel, cermin, handuk, towel hanger kloset, jet shower, tissue tempat sampah
Tabel 3 : Analisa aktifitas dan kebutuhan furnitur pada area suite room
Furnitur pada area kamar dibuat sesuai dengan tema yaitu modern dengan sentuhan etnik. Bentuk yang simple dipadukan dengan material tradisional seperti kayu dan kain tenun dapat mendukung tema tersebut. Transformasi bentuk dari unsur budaya Makassar dan Toraja juga dapat diterapkan pada furnitur. Misalnya bentuk rumah adat Toraja yaitu Tongkonan yang ditransformasikan menjadi bar stool.
Gambar 16 : Transformasi bentuk atap Tongkonan menjadi bar stool
3. Konsep Utilitas (ME) Pencahayaan Konsep pencahayaan alami : Cahaya matahari pada pagi dan siang hari dioptimalkan sebagai pencahayaan alami, didukung dengan jendela-jendela kaca yang lebar. Konsep pencahayaan buatan : Menggunakan general lighting, yaitu pencahayaan secara menyeluruh yang cukup terang, accent light, dan task light. Penghawaan Menggunakan AC sentral dan exhaust fan. Udara dari mesin pendingin dialirkan melalui ducting dan disebarkan melalui diffuser. Exhaust fan digunakan pada ruangan dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Security/Safety CCTV : Diletakkan di beberapa area, baik indoor maupun outdoor. Fire Protection : Memasang smoke detector dan sprinkler di setiap ruangan, serta tabung pemadam kebakaran yang ditempatkan di area yang terlihat dan mudah dijangkau.
4. Konsep Warna Konsep warna yang diterapkan berdasarkan pada pengamatan terhadap warna yang terdapat pada logo dan eksisting Hotel The Banua, warna-warna yang menimbulkan kesan modern, etnik, dan warna-warna khas Toraja. Dari
pengamatan tersebut muncul warna-warna yang dominan dan akan digunakan sebagai warna utama dalam elemen interior hotel. Warna coklat yang dominan pada struktur bangunan sebagai ciri etnik Makassar dan Toraja akan diterapkan pada elemen interior dan furnitur. Sedangkan warna merah dan kuning yang merupakan warna yang banyak terdapat pada motif ornamen etnik Toraja akan digunakan sebagai warna aksentuasi yang diterapkan pada elemen estetis.
Skema 1 : Konsep warna
5. Konsep Elemen Estetis Elemen estetis dapat mendukung terciptanya suasana tertentu pada sebuah ruangan. Elemen estetis yang mengandung karakter budaya Makassar dan Toraja berperan penting dalam menciptakan ruangan yang bernuansa etnik budaya Makassar dan Toraja. Area Resepsionis & Lobby Elemen estetis yang digunakan antara lain berupa backdrop pada dinding di area resepsionis. Backdrop tersebut dapat dihiasi dengan ukiran khas Toraja misalnya pa’tangke lumu’, pa’kolong bu’ku’, ataupun motif ukiran khas Toraja lainnya.
Gambar 17 : Sketsa contoh aplikasi motif pa’kolong bu’ku’ pada backdrop di area resepsionis
Gambar 18 : Sketsa contoh aplikasi motif pa’tangke lumu’ pada backdrop di area resepsionis
Warna khas ornamen Toraja yaitu merah, kuning, putih, dan hitam dapat diaplikasikan pada furnitur maupun elemen estetis sebagai aksentuasi pada ruangan.
Gambar 19 : Sketsa contoh aplikasi warna khas Toraja pada lampu dinding
Tanaman hias dapat membuat ruangan terkesan natural. Selain itu, pada area resepsionis tanaman secara tidak langsung berfungsi sebagai pembatas area publik dan area privat resepsionis. Tanaman hias yang digunakan terbagi menjadi dua, yaitu tanaman kering (mati) dan tanaman hidup. Tanaman kering seperti akarakaran dan ranting pohon yang sudah kering dapat menguatkan kesan modern pada ruangan karena bentuknya yang abstrak terlihat kontras dengan interior modern yang simple. Akar-akaran dan ranting tersebut ditata secara artistik dalam satu wadah sehingga dapat menjadi elemen estetis yang mendukung tema dan suasana ruang yang modern. Tanaman hias berupa tanaman hidup menciptakan suasana ruang yang natural. Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang bisa hidup di tempat yang tidak mendapat sinar matahari langsung, tahan terhadap kelembaban yang rendah, juga harus bisa menyesuaikan dengan ruangan ber-AC. Misalnya sirih belanda (Scindapsus aureus), lili paris (Chlorophytum comosum), palem bambu (Chamaedorea erumpens), dan lidah mertua (Sansiviera Sp.).
Gambar 20 : Contoh tanaman hias yang dapat menciptakan kesan modern
Area Restoran
Gambar 21 : Contoh tanaman hias berupa tanaman hidup. Sirih belanda, lili paris, dan palem bambu.
Elemen estetis pada restoran berfungsi untuk menciptakan suasana tradisional dengan sentuhan budaya Makassar dan Toraja. Area entrance restoran akan
diberi gate berupa panel kayu dengan motif ukiran pa’tangke lumu’ dari Toraja. Pembatas ruangan antara restoran dan koridor berupa partisi dapat menjadi elemen estetis yang menarik dengan adanya motif ukiran khas budaya Makassar.
Gambar 22 : Sketsa contoh aplikasi ukiran pada gate entrance restoran
Gambar 23 : Sketsa contoh aplikasi stilasi dari motif tenunan Makassar pada partisi
Area Suite Room Elemen estetis di area kamar yaitu lukisan atau foto yang menggambarkan budaya Toraja. Di tempat tidur diletakkan bed runner berupa kain tenun dengan motif ornamen budaya Toraja.
Gambar 24 : Kain tenun ikat sekomandi khas Toraja
Gambar 25 : Aplikasi bed runner pada suite room dengan motif ornamen budaya Toraja
Alternatif Desain Alternatif Desain 1 Pada lobby, suasana yang ingin ditampilkan yaitu suasana modern dengan sentuhan etnik Toraja. Pemilihan warna dinding ivory white membuat ruangan terkesan bersih dan menyatu dengan elemen interior lainnya. Backdrop area resepsionis berupa panel kayu dengan ukiran motif pa’tangke lumu’ khas etnik Toraja. Pada area ini juga terdapat elemen estetis berupa perisai Toraja dengan warna yang mencolok dan menyatu dengan warna pada backdrop. Pada dinding area lobby terdapat relief mengenai budaya tradisional Toraja. Relief tersebut terbuat dari kayu dengan finishing natural coating. Secara keseluruhan, desain lobby ini telah mencerminkan kesatuan tema modern etnik, namun nuansa etnik Makassar belum terasa di lobby ini.
Gambar 25 : Alternatif desain 1 – Lobby
Gambar 26 : Alternatif desain 1 – Restoran
Pada alternatif desain 1, furnitur restoran didesain dengan bentuk yang simple namun tetap ergonomis dan mengutamakan fungsi. Elemen estetis di plafon berupa benang tenun yang digantung pada balok kayu merupakan analogi dari proses penjemuran benang tenun sebelum diberi warna dan diolah menjadi kain tenun. Penerapan konsep pencahayaan alami pada siang hari dimaksimalkan dengan penggunaan jendela kaca yang lebar pada area restoran.
Gambar 27 : Alternatif desain 1 – area mini bar pada suite room
Gambar 28 : Alternatif desain 1 – area tidur pada suite room
Suasana modern pada alternatif desain suite room ini terlihat pada pemilihan warna dan bentukan furnitur yang simple. Pada area mini bar, terdapat stool yang bentuknya merupakan transformasi dari rumah adat Toraja, yaitu Tongkonan. Lampu gantung merupakan transformasi dari alat tenun dan benang tenun. Area tidur di suite room ini bernuansa modern dengan bentukan furnitur yang sederhana. Warna putih pada dinding dan plafon dipadukan dengan warna cokelat yang memberi kesan hangat pada area tersebut. Split level setinggi 20 cm pada
area ini juga sekaligus menjadi peralihan fungsi ruang, dari area semi privat ke area privat.
Alternatif Desain 2 Pada area lobby, nuansa etnik Makassar lebih ditonjolkan, yaitu dengan mengurangi motif khas Toraja dan warna ukiran yang dominan seperti pada alternatif desain 1. Dari segi pemilihan warna, alternatif desain 2 ini tidak banyak menggunakan warna, hanya menggunakan warna cokelat yang dominan terlihat pada furnitur. Hal ini sesuai ragam hias Makassar yang minim ornamen dan tidak menggunakan banyak warna. Backdrop area resepsionis menggunakan panel kayu dengan motif khas Toraja yaitu motif pa’kolong bu’ku’ dengan finishing natural coating untuk menonjolkan tekstur kayu pada panel tersebut.
Gambar 29 : Alternatif desain 2 – Lobby
Gambar 30 : Alternatif desain 2 – Restoran
Pada area restoran, suasana yang dihadirkan adalah suasana yang hangat, terlihat dari penggunaan material parket pada lantai, juga pencahayaan yang menggunakan lampu gantung dengan cahaya warna kuning. Bukaan yang lebar berguna untuk memasukkan sinar matahari ke area restoran sebagai pencahayaan alami pada siang hari. Desain furnitur dengan bentuk yang simple dan menggunakan ukiran motif bombang khas Makassar memberi nuansa etnik Makassar. Kekurangan alternatif desain ini adalah dinding, plafon, dan kolom yang belum diolah secara maksimal.
Gambar 31 : Alternatif desain 2 – area mini bar pada suite room
Gambar 32 : Alternatif desain 2 – area tidur pada suite room
Suasana modern pada alternatif desain suite room ini terlihat pada pemilihan warna dan bentukan furnitur yang simple. Material granit warna krem pada lantai memberi kesan mewah dan modern pada suite room ini. Tema etnik Makassar dan Toraja diterapkan pada penggunaan material kayu dan transformasi bentuk pada furnitur. Pada area mini bar, terdapat stool yang bentuknya merupakan
transformasi dari rumah adat Toraja, yaitu Tongkonan. Pada bar counter terdapat ukiran pa’kolong bu’ku’ untuk memperkuat kesan etnik. Alternatif Desain 3 Pada area lobby, nuansa etnik Makassar lebih ditonjolkan, yaitu dengan mengurangi motif khas Toraja dan warna ukiran yang dominan. Dari segi pemilihan warna, alternatif desain 3 ini tidak banyak menggunakan warna, hanya menggunakan warna cokelat dan putih yang dominan terlihat pada dinding dan furnitur. Aksentuasi terlihat pada backdrop area resepsionis yang difinishing dengan menggunakan cat kayu warna merah dan hitam yang merupakan warna khas Toraja. Penerapan stilasi dari motif tenunan Makassar pada ornamen dinding dan backrest kursi di area lobby memperkuat nuansa etnik Makassar pada ruangan tersebut.
Gambar 33 : Alternatif desain 3 – Lobby
Gambar 34 : Alternatif desain 3 – Restoran
Gambar 35 : Alternatif desain 3 – area mini bar pada suite room
Gambar 36 : Alternatif desain 3 – area tidur pada suite room
Suasana modern pada alternatif desain suite room ini terlihat pada pemilihan warna dan bentukan furnitur yang simple. Material granit warna krem pada lantai serta granit warna hitam pada bar counter memberi kesan mewah dan modern pada suite room ini. Tema etnik Makassar dan Toraja diterapkan pada penggunaan material kayu dan transformasi bentuk pada furnitur. Area tidur di suite room ini bernuansa modern dengan bentukan furnitur yang sederhana. Warna putih pada dinding dan plafon dipadukan dengan warna cokelat yang memberi kesan hangat pada area tersebut. Bed runner berupa kain tenun sekomandi dari Toraja dapat memberi sentuhan etnik pada area tidur ini. Seperti alternatif desain 1 dan 2, area tidur pada alternatif desain 3 juga menggunakan split level setinggi 20 cm yang juga sekaligus menjadi peralihan fungsi ruang, dari area semi privat ke area privat.
Weighted Method
Tabel 4 : Tabel penentuan tingkat objektif
Tabel 5 : Sistem scoring
Tabel 6 : Tabel perbandingan alternatif 1, 2, dan 3
Kesimpulan : Dari 3 alternatif denah, terdapat satu alternatif yang memiliki nilai tertinggi dan akan dipilih untuk selanjutnya dikembangkan dan didesain sesuai dengan konsep yang telah ditentukan. Denah alternatif yang terpilih adalah denah alternatif 3.
Desain Akhir Area Lobby & Resepsionis
Area Restoran
Area Suite Room
DAFTAR RUJUKAN Buku Akmal, Imelda. 2006. Menata Rumah Dengan Warna. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Akmal, Imelda. 2006. Lighting. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Akmal, Imelda. 2006. Seri Rumah Ide : Lampu. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Akmal, Imelda. 2008. Seri Rumah Ide : Plafon Kreatif. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Bagyono, Agus Sambodo. Dasar-Dasar Kantor Depan Hotel. Yogyakarta : ANDI. Bagyono. Manajemen Housekeeping Hotel. Yogyakarta : ANDI. Dimyati, Aan Surachlan. 1989. Pengetahuan Dasar Perhotelan. Jakarta : CV. Deviri Ganan. Marlina, Endy. 2008. Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta : ANDI. Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek 1. Jakarta : Erlangga. Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek 2. Jakarta : Erlangga. Said, Abdul Azis. 2004. Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional. Yogyakarta : Ombak. Soeroto, Myrtha. 2003. Pustaka Budaya dan Arsitektur Bugis Makassar. Jakarta : Balai Pustaka. Soeroto, Myrtha. 2003. Pustaka Budaya dan Arsitektur Toraja. Jakarta : Balai Pustaka. Website www.wikipedia.com www.artistichomedesign.com www.banuahotel.com www.lutahotel.com www.makassargolden.com www.santika.com