PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh: M. Andi Firdaus NIM. 109048000064
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi ini berjudul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA telah diujikan dalam Sidang Munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, 5 Mei 2014 Mengesahkan Dekan
Dr. JM. Muslimin, M.A. NIP. 196808121999031014 PANITIA UJIAN: Ketua
: Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H. NIP. 195510151979031002
Sekretaris
: Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. NIP. 196509081995031001
Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H. NIP. 195510151979031002 Penguji 1
: H. Syafrudin Makmur, S.H., M.H.
Penguji 2
: Nahrowi, S.H., M.H. NIP.
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memperoleh gelar Strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil plagiat karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 April 2014
M. Andi Firdaus
iv
ABSTRAK
M. ANDI FIRDAUS, NIM: 109048000064, Perlindungan Hukum terhadap Penanaman Modal Pada Bidang Usaha Perkebunan di Indonesia, Strata satu (S1), Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1435 H / 2014 M. x + 91 Halaman. Penelitian ini dilakukan karena banyaknya permasalahan yang menghambat terciptanya penanaman modal di Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut, (1) Untuk mengetahui substansi hukum penanam modal asing maupun dalam negeri. (2) Untuk mengetahui perlindungan hukum penanaman modal asing maupun dalam negeri. (3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat terhadap penanaman modal asing dan dalam negeri di bidang usaha perkebunan di Indonesia. Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kepustakaan bersifat yuridis normatif. Yuridis normatif artinya penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Kesimpulan dari analisis yang dilakukan adalah bahwa kurangnya kepastian hukum bagi penanaman modal adalah sumber dari kekhawatiran penanaman modal selama ini. Adapun selain itu, korupsi pada lingkungan pengadilan dan pemerintahan, aparatur penagak hukum yang tidak berkualitas, demonstrasi yang anarkis, dan belum terciptanya clean business system yang bebas dari perilaku KKN juga merupakan sumber lain dari kekhawatiran penanaman modal di Indonesia. Kata Kunci: perlindungan hukum penanaman modal. Pembimbing Dr. Djawahir Hejazziey S.H., M.A., M.H. Sumber rujukan dari tahun 1969 Sampai 2014.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayahNya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA. Sholawat dan salam tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita kepada jalan yang lurus dan diridhai oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa terdapat masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi
ini.
Namun
demikian
penulis
tetap
berusaha
menyelesaikannya dengan kesungguhan dan kerja keras. Selanjutnya, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Dr. H. JM. Muslimin M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H., selaku ketua prodi Ilmu Hukum dan telah bersedia menjadi pembimbing penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian memberikan masukan positif penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini selesai dan sesuai dengan arahan penelitian. 4. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., selaku sekretaris prodi Ilmu Hukum yang senantiasa memberikan perhatian kepada skripsi saya ini.
vi
5. Abdurrauf L.c., M.A., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukannya selama beberapa tahun kepada penulis. Semoga apa yang telah bapak arahkan kepada penulis dapat bermanfaat dan dibalas oleh Allah SWT. 6. Segenap Dosen beserta Staf Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah baik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis, serta memberikan perhatian dan kasih sayang kepada penulis sehingga meninggalkan kesan bahagia selama masa studi di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Terima
kasih
sebesar-besarnya
kepada
ayahanda
Almaruhum
Muhammad Mundzir dan Ibunda Hartati Soeparno yang telah memberikan doa untuk penulis menyelesaikan skripsi ini, nafkah dan kasih sayang selama ini, serta pengorbanan kepentingannya untuk mendahulukan studi penulis. 8. Terima kasih sebesar-besarnya kepada saudara-saudara kandung penulis, Sany Asy’ari S.Kom, dan Lukman Arifin S.E., beserta pakde, bude, om, tante, dan saudara-saudara sepupu dari keluarga besar Muhammad Said dan keluarga besar Soeparno yang telah memberikan dorongan berbentuk motifasi, inspirasi, maupun finansial untuk penulis menyelesaikan skripsi ini. 9. Kawan-kawan Ilmu Hukum angkatan 2009 yang telah saling bantumembantu selama proses perkuliahan sehingga tugas-tugas dan penulisan skripsi ini dapat selesai sebagaimana mustinya. 10. Civitas akademika universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang terlibat aktif di Fathullah Gulen Chair, Organisasi Indonesia-Turki Pasiad, dan Dershane yang telah saling menasehati,
vii
mendidik, dan mengawasi. Semoga Allah terus menjaga keimanan kita serta terus melakukan hizmet dimanapun lingkungan kita. 11. Teman-teman Fakultas Syariah dan Hukum yang mengenal dan berteman baik dengan penulis, semoga teman-teman semua sukses dan sejahtera di masa yang akan datang. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas semua kebaikan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan segenap civitas akademika dan masyarakat pada umumnya.
Jakarta, 1 April 2014
M. Andi Frdaus
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….i LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI………………………..……………ii LEMBAR PERNYATAAN……………………….……………………….iii ABSTRAK…………………………………………………………………iv KATA PENGANTAR……………………………………………………...v DAFTAR ISI……………………………………………………………..viii BAB I
PENDAHULUAN…..………………………………………….1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………….1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………..6 D. Tinjauan (Review) Terdahulu dan Buku yang Diterbitkan…7 E. Kerangka Konseptual………………………………….……8 F. Metode Penelitian…………………………………………13 G. Sistematika Penelitian…………………………………..…16
BAB II
LANDASAN TEORI…………………………………………19 A. Pengertian Perlindungan Hukum………………………….19 B. Bentuk Perlindungan Hukum……………………………...27 C. Hak dan Kewajiban Penanam Modal……………………...30
BAB III
PENANAMAN MODAL DI INDONESIA……………..……39 A. Definisi Penanaman Modal………………………………..39
ix
B. Sejarah Perkembangan Penanaman Modal………………..44 C. Manfaat penanaman Modal………………………………..51 D. Definisi Hukum Penanaman Modal…………………….…55 BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA…………………………………………...…….58 A. Substansi Hukum Penanaman Modal di Indonesia………58 B. Perlindungan Hukum bagi Penanaman Modal di Indonesia………………………………………………….65 C. Faktor yang Menghambat Penanaman Modal pada Bidang Usaha Perkebunan di Indonesia……………………….…70 D. Analisis Penulis………………………………………..…79
BAB V
PENUTUP……………………………………………………..84 A. Kesimpulan……………………………………………….84 B. Saran…………………………………………………...…86
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………88
x
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara ekonomi berkembang. Untuk membangun perekonomian, diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Kegiatan investasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1967, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Keberadaan kedua dasar hukum atau bisa disebut instrumen hukum ini diharapkan agar investor, baik investor asing maupun investor dalam negeri, dapat menanamkan modalnya dengan mudah di Indonesia. Perekonomian suatu negara tergantung pada banyaknya para penanam modal pada negara tersebut. Semakin banyak para penanam modal atau pengusaha pada suatu negara, maka semakin kuat pertumbuhan perekonomian negara tersebut. Yang kita semua telah ketahui bahwa perekonomian Indonesia mengalami pasang surut arus modal. Menurut hasil penelitian atau riset yang dilakukan oleh berita harian sindo menyatakan bahwa, suatu negara akan makmur jika warga negaranya minimal memiliki 2% pengusaha atau investor, sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,24% pengusaha atau investor dari total warga negaranya. Indonesia kalah sangat jauh jika dibandingkan dengan 1
2
Amerika yang memiliki 11% dari warganegaranya yang menjadi pengusaha atau investor.1 Kendala yang terjadi dalam penanaman modal di Indonesia sejak reformasi adalah jumlah investasi baik domestik maupun asing mengalami penurunan yang sangat drastis. Hal ini dapat terlihat pada data BKPM, bahwa pada periode Januari hingga Oktober 2004, jumlah investasi asing sebanyak 8,85 miliar dollar AS, dengan jumlah proyek sebanyak 969 proyek, sedangkan sebelum reformasi yaitu pada tahun 1995, jumlah investasi asing yang ditanamkan di Indonesia sebanyak 39.891 miliar dollar AS, dengan jumlah proyek sebanyak 783 proyek. Pada masa Orde Baru, jumlah investasi di Indonesia berjalan meningkat. Hal ini disebabkan pulihnya stabilitas politik, ekonomi, keamanan dan pertahanan, sosial dan kemasyarakatan dalam keadaan membaik dan terkendali sehingga para investor domestik mendapat perlindungan dan jaminan keamanan dalam berusaha di Indonesia. Namun tidak untuk jumlah investor asing yang di menginvestasikan modalnya di Indonesia, sebaliknya malah mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan sering terjadi konflik di dalam masyarakat, sehingga mengakibatkan investor asing menghindar berinvestasi di Indonesia. 1
News, Sindo, “Wirausaha RI masih jauh tertinggal”, artikel diakses pada 14 November 2012 dari http://www.sindonews.com/read/2012/04/13/450/610831/wirausaha-rimasih-jauh-tertinggal.
3
Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakan investasi di Indonesia, yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal meliputi kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai, kesulitan mendapatkan bahan baku, kesulitan dana, kesulitan pemasaran, dan adanya sengketa atau perselisihan di antara pemegang saham di perusahaan tertentu. Sedangkan kendala eksternal meliputi faktor lingkungan bisnis yang tidak mendukung serta kurang menariknya insentif yang diberikan pemerintah, ketidak pastiaan hukum, ketidak amanan dan instabilitas politik. Sumber dari kekhawatiran investor terletak pada kurangnya kepastian hukum bagi investor, terutama investor asing. Kurangnya perlindungan hukum sudah tidak lagi pada tahapan nasionalisasi oleh pemerintah, melainkan pada paling tidak ada enam hal. Pertama, banyak kontrak jangka panjang sebagai perlindungan investasi antara pihak asing dengan pihak Indonesia dibatalkan oleh pengadilan. Kedua, aparatur penegak hukum dianggap kurang mampu meredam demonstrasi para buruh yang mengarah pada anarkisme. Ketiga, investor asing menjadi bulan-bulanan oleh para pejabat pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk hal-hal yang terkait dengan uang sehingga tidak ada ketenangan investor asing berinvestasi di Indonesia. Keempat, perlindungan hukum tidak memadai karena kerap terjadi konflik horizontal antar-departemen di pusat dan konflik vertikal antara pusat dengan daerah terkait dengan kebijakan dan peraturan investasi. Kelima,
4
berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaaan intelektual tidak berfungsi sebagaimana diharapkan oleh para investor asing. Akibatnya, keuntungan yang diharapkan tidak kunjung terwujud dengan maraknya pembajakan. Keenam, peraturan perundang-undangan penanaman modal tidak dapat melindungi investor karena implementasinya tidak seindah seperti yang tertulis. Akibatnya, para pengamat ekonomi berpendapat tidak nyaman berinvestasi di Indonesia oleh investor asing. Penanaman modal asing merupakan transfer modal, baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain. Penanaman modal asing dikonstruksikan sebagai pemindahan modal asing dari negara yang satu ke negara yang lain, tujuannya ialah mendapatkan keuntungan. Unsur penanaman modal asing yaitu: dilakukan secara langsung, menurut undangundang, dan digunakan untuk menjalankan usaha di Indonesia. Perusahaan swasta nasional merupakan perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh pihak swasta. Perusahaan asing merupakan perusahaan yang seluruh modalnya berasal dari asing atau merupakan kerjasama antara modal asing dengan modal domestik. Pemilikan modal domestik minimal 5%, sedangkan orang asing maksimal 95%. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai perlindungan hukum bagi penanam modal
5
dan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA” B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian ini hanya pada
perlindungan dan kepastian hukum penanaman modal asing maupun dalam negeri terutama pada bidang usaha perkebunan di Indonesia. Pembahasan skripsi ini akan menitik beratkan pada bagaimana penjelasan hukum penanaman modal yang menjadi pacuan perlindungan penanaman modal, baik penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri yang menanamkan modal pada bidang usaha perkebunan di Indonesia. Hukum investasi yang dibahas pada umumnya adalah hukum investasi yang berkaitan dengan investasi asing maupun investasi dalam negeri. 2.
Perumusan Masalah Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, maka beberapa masalah pokok
yang akan dibahas adalah sebagai berikut: a. Bagaimana substansi hukum tentang penanaman modal? b. Bagaimana perlindungan hukum penanaman modal baik asing maupun dalam negeri?
6
c. Faktor apa saja yang menghambat terhadap penanaman modal asing dan dalam negeri di bidang usaha perkebunan di Indonesia? C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan penelitian adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui substansi hukum penanam modal asing maupun dalam negeri. b. Untuk mengetahui perlindungan hukum penanaman modal asing maupun dalam negeri. c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat terhadap penanaman modal asing dan dalam negeri di bidang usaha perkebunan di Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka manfaat dari penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Manfaat Teoritis 1) Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk tulisan.
7
2) Menerakan teori-teori yang diperoleh dari bangku perkuliahan dan menghubungkannya dengan praktik di lapangan. 3) Untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya maupun di bidang hukum bisnis pada khususnya yaitu dengan mempelajari litelatur yang ada di kombinasikan dengan perkembangan yang terjadi di lapangan. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan sebuah masukan bagi perkembangan hukum tentang perlindungan hukum penanaman modal di Indonesia dan untuk mengetahui penerapan asas-asas yang dilakukan dalam menangani kasus divestasi di Indonesia. D.
Tinjauan (Review) Terdahulu dan Buku yang Diterbitkan Dalam pembuatan skripsi ini penulis menjumpai berbagai penelitian yang juga membahas bidang penanaman modal terutama menyangkut penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, di antaranya sebagai berikut. 1. Jurnal yang ditulis oleh Ratna Juliawati yang berjudul Pengaruh Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Terhadap Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Kalimantan. Jurnal tersebut mempunyai kesamaan
8
dengan penulis yaitu pada pembahasan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, namun yang membedakan dengan penulis adalah bahwa penulis lebih menekankan perlindungan hukum pada penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. 2. Skripsi yang ditulis oleh Dikki Ryandi S mahasiswa program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 2010, yang berjudul Ketidakpastian Hukum Penanaman Modal di Bidang Usaha Pertambangan. Dari judul yang disebutkan dapat dilihat bahwa skripsi tersebut judulnya lebih spesifik kepada bidang usaha pertambangan danketidakpastian hukum, sedangkan penulis lebih spesifik kepada perlindungan hukum terhadap penanaman modal asing dan dalam negeri di bidang usaha perkebunan di Indonesia. 3. Buku yang ditulis oleh H. Salim HS., S.H., M.S. yang berjudul Hukum Divestasi di Indonesia. Buku tersebut memiliki isi mengenai istilah, pengertian, teori mengenai divestasi, kajian normatif terhadap divestasi pemerintah, dll yang digunakan sebagai bahan untuk mengisi bab dan subbab yang ada pada skripsi ini. E.
Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa istilah yang akan sering digunakan, antara lain:
9
1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. 2. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 3. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. 4. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. 5. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. 6. Tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
10
7. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. 8. Arbitrase adalah cara menyelesaikan suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 9. Pengadilan Negeri adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon. 10. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh pengadilan negeri atau lembaga arbitrase, untuk memberi keputusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. 11. Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap suatu putusan arbitrase Internasional. 12. Perlindungan hukum adalah suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman. Pembangunan nasioal khususnya di bidang ekonomi masih sangat membutuhkan peran dari orang asing atau bantuan dari luar negeri maupun
11
peran dari penanam modal dalam negeri, yang kemudian mereka menanamkan modalnya ataupun menginvestasikan uangnya bersama-sama dengan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan modal dalam negeri. Dengan demikian, menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk menguatkan daya saing perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal. Menurut Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, penanaman modal yang dilakukan tersebut juga bertujuan untuk: 1. Meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional 2. Menciptakan lapangan kerja 3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan 4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional
12
5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional 6. Mendorong perkembangan ekonomi kerakyatan 7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri 8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Untuk penanaman modal asing tersebut diperlukan pengaturan pemerintah dalam memberikan arah terhadap penanaman modal asing yang dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional. Kebijaksanaan penanaman modal asing di Indonesia, ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa penanaman modal asing harus dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat dan memperkukuh struktur perekonomian nasional. Dengan adanya berbagai pengaturan terhadap penanaman modal asing tidak lain dimaksudkan untuk lebih memberikan peluang kepada penanam modal asing yang lebih luas dalam melaksanakan kegiatan penanaman modalnya di Indonesia melalui dukungan iklim penanaman modal asing yang kondusif.2 Hukum penanaman modal di Indonesia itu sendiri sudah diatur pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang di dalamnya telah ditentukan 10 asas dalam penanaman modal. Kesepuluh asas itu antara lain: 2
h. 37-38.
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007),
13
1. kepastian hukum 2. keterbukaan 3. akuntabilitas 4. perlakuan yang sama dan tidak membeda-bedakan asal negara 5. kebersamaan 6. efisiensi berkeadilan 7. berkelanjutan 8. berwawasan lingkungan 9. kemandirian 10. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional Bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia harus mengukuti prosedur-prosedur dan syarat-syarat yang sudah ditentukan, dalam hal ini yang berurusan dengan penanaman modal secara terpadu adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Untuk melaksanakan bidang usahanya, investor juga memerlukan tenaga kerja dari masyarakat yang ada di negara tempat tujuan investor menanamkan modalnya maupun tenaga kerja asing yang keseluruhannya terkait dengan ketenagakerjaan di Indonesia. F.
Metode Penelitian 1.
Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Yuridis normatif artinya
14
penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat. 3 2.
Pendekatan Masalah Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis
normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundangundangan (statute approach), pendekatan analisis (analytical approach), dan pendekatan historis (historical approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang penormaan justru kondusif bagi terselenggaranya perlindungan penanam modal di Indonesia. Pendekatan analisis berguna mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan. Pendekatan historis dilakukan untuk mengetahui sejarah perjalanan perlindungan penanaman modal di Indonesia. 3.
Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
3
Soerdjono, Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.
15
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat kepada masyarakat berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri di Indonesia. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan, pembuatan
peraturan
catatan-catatan
resmi
perundang-undangan,
atau dan
risalah
dalam
putusan-putusan
hakim.4 b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan kejelasan mengenai bahan hukum primer berupa buku-buku yang berkaitan dengan penanaman modal, surat kabar, majalah, serta artikel. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, berupa kamus bahasa Indonesia, kamus ekonomi, ensiklopedi, bibliografi, website resmi dalam internet, dan wawancara. 4.
Pengumpulan Data Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum
tersier yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber hierarkinya.
4
141.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. cet. VI, (Jakarta : Kencana, 2010), h.
16
5.
Analisis Data Karena pendekatan data utama penelitian ini adalah normatif, maka
akan dilakukan dengan analisis isi (content analisis). Teknik analisis ini diawali dengan mengkompilasi berbagai dokumen termasuk peraturan perundangundangan
ataupun
referensi-referensi
hukum
yang
berkaitan
dengan
perlindungan hukum terhadap penanaman modal pada bidang usaha perkebunan di Indonesia. Kemudian hasil dari riset tersebut, selanjutnya dikaji isi (content), baik terkait kata-kata (word), makna (meaning), simbol, ide, tematema, dan berbagai pesan lainnya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis tersebut adalah: Pertama, semua bahan hukum yang diperoleh melalui normatif disistematiskan
dan
diklasifikasikan
menurut
masing-masing
objek
bahasannya; Kedua, setelah disistematiskan dan diklasifikasikan kemudian dilakukan eksplikasi, yakni diuraikan dan dijelaskan sesuai objek yang diteliti berdasarkan teori; Ketiga, bahan yang telah dilakukan evaluasi, dinilai dengan menggunakan ukuran ketentuan hukum yang berlaku. 6.
Teknik Penulisan Dalam teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh penulis
dalam skripsi ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah
17
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.” G.
Sistematika Penelitian Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut: BAB I :
Merupakan pendahuluan, memuat: Latar Belakang Masalah, dilanjutkan dengan Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II :
Merupakan bab mengenai landasan teori. Bab ini membahas mengenai pengertian perlindungan hukum, bentuk perlindungan hukum, dan hak dan kewajiban penanaman modal.
BAB III :
Merupakan bab yang berisi tentang penanaman modal di Indonesia, diantaranya yaitu definisi penanaman modal, sejarah perkembangan penanaman modal, manfaat penanaman modal, dan definisi hukum penanaman modal.
18
BAB IV :
Merupakan bab analisis Perlindungan Hukum bagi Penanam Modal. Dalam bab ini hasil dari penelitian yang kemudian digunakan untuk menjawab rumusan masalah dan dianalisis menurut hukum oleh penulis. Adapun bab ini menjawab permasalahan tentang substansi hukum penanaman modal di Indonesia, perlindungan hukum bagi penanaman modal di Indonesia, faktor yang menghambat penanaman modal di bidang usaha perkebunan di Indonesia, dan analisis penulis.
BAB V :
Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.
BAB II LANDASAN TEORI A.
Pengertian Perlindungan Hukum Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang biasa bertentangan antara satu sama lain. Maka dari itu, hukum harus bisa mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan seminimal mungkin. Istilah “hukum” dalam bahasa Inggris dapat disebut sebagai law atau legal. Dalam subbab ini akan dibahas pengertian hukum ditinjau dari sisi terminologi kebahasaan yang merujuk pada pengertian dalam beberapa kamus serta pengertian hukum yang merujuk pada beberapa pendapat ataupun teori yang disampaikan oleh pakar. Pembahasan mengenai hukum disini tidak bermaksud untuk membuat suatu batasan yang pasti mengenai arti hukum karena menurut Immanuel Kant pengertian atau arti hukum adalah hal yang masih sulit dicari karena luasnya ruang lingkup dan berbagai macam bidang yang dijadikan sumber ditemukannya hukum. Pengertian terminologi hukum dalam Bahasa Indonesia menurut KBBI adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa ataupun pemerintah, undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan atau kaidah 19
20
tentang peristiwa alam tertentu, keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan, atau vonis. Pendapat mengenai pengertian untuk memahami arti hukum yang dinyatakan oleh R. Soeroso, S.H. bahwa hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. Menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaedah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga atau institusi dalam proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto S.H. hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badanbadan resmi yang berwajib.
21
Menurut Soedjono Dirdjosisworo bahwa pengertian hukum dapat dilihat dari delapan arti1, yaitu hukum dalam arti penguasa, hukum dalam arti para petugas, hukum dalam arti sikap tindakan, hukum dalam arti sistem kaidah, hukum dalam arti jalinan nilai, hukum dalam arti tata hukum, hukum dalam arti ilmu hukum, hukum dalam arti disiplin hukum. Beberapa arti hukum dari berbagai
macam
sudut
pandang
yang
dikemukakan
oleh
Soedjono
Dirdjosisworo menggambarkan bahwa hukum tidak semata-mata peraturan perundang-undangan tertulis dan aparat penegak hukum seperti yang selama ini dipahami oleh masyarakat umum yang tidak tahu tentang hukum. Tetapi hukum juga meliputi hal-hal yang sebenarnya sudah hidup dalam pergaulan masyarakat. Dalam hal memahami hukum ada konsep konstruksi hukum. terdapat tiga jenis atau tiga macam konstruksi hukum yaitu, pertama, konstruksi hukum dengan cara memperlawankan. Maksudnya adalah menafsirkan hukum antara aturan-aturan dalam peraturan perundang-undangan dengan kasus atau masalah yang dihadapi. Kedua, konstruksi hukum yang mempersempit adalah membatasi proses penafsiran hukum yang ada di peraturan perundangundangan dengan keadaan yang sebenarnya. Ketiga, konstruksi hukum yang memperluas yaitu konstruksi yang menafsirkan hukum dengan cara
1
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008), h. 25-43.
22
memperluas makna yang dihadapi sehingga suatu masalah dapat dijerat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Menurut Hans Kelsen, hukum adalah ilmu pengetahuan normatif dan bukan ilmu alam2. Lebih lanjut Hans Kelsen menjelaskan bahwa hukum merupakan teknik sosial untuk mengatur perilaku masyarakat.3 Secara kebahasaan, kata perlindungan dalam bahas Inggris disebut dengan protection. Istilah perlindungan menurut KBBI dapat disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi, sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, protection adalah the act of protecting.4 Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Dengan demikian, perlindungan hukum dapat diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warga negaranya agar hak-haknya sebagai seorang warganegara tidak dilanggar, dan
2
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006), h. 12. 3 Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, (Jakarta: Nusamedia, 2009), h. 343. 4 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition, (St. paul: West, 2009), h. 1343.
23
bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.5 Pengertian perlindungan adalah tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya)
memperlindungi.
Dalam
KBBI
yang
dimaksud
dengan
perlindungan adalah cara, proses, dan perbuatan melindungi. Sedangkan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau yang data berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (negara). Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. 6 Adapun pendapat
yang dikutip dari
bebearpa ahli
mengenai
perlindungan hukum sebagai berikut: 1. Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
5
“Pemegang Paten Perlu Perlindungan Hukum”, Republika, 24 Mei 2004. Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI, Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 6
24
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.7 2. Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.8 3. Menurut Muchsin perlindungan hukum adalah kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama manusia.9 4. Menurut Hetty Hasanah perlindungan hukum yaitu merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan
perlindungan
hukum
kepada
pihak-pihak
yang
bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum.10
7
Satjipro Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003),
h. 121. 8
Setiono, “Rule of Law”, (Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2004), h.3. 9 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2003), h. 14. 10 Hetty Hasanah, “Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia”, artikel diakses pada 3 Februari 2014 dari http://jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html.
25
Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada warganegara dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, perlindungan hukum adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Sedangkan perlindungan hukum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2002 tentang Tatacara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, perlindungan hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya. 2. Jaminan kepastian hukum.
26
3. Berkaitan dengan hak-hak warganegara. 4. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya. Esensi perlindungan hukum terhadap penanam modal adalah suatu perlindungan yang memberikan jaminan bagi seorang penanam modal , bahwa ia akan dapat menanamkan modalnya dengan situasi yang fair terhadap para pihak yang terkait dengan hukum, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya, terutama dalam hal mendapatkan akses informasi mengenai situasi pasar, situasi politik dan masyarakat, asset yang dikelola oleh penanam modal, peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya. Dalam Islam hak memperoleh perlindungan terdapat dalam Al-Quran (Q.S. Al-Balad/90: 12-17)11
( 12-17:90 /
)
Artinya: “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari kelaparan. Kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat. Atau kepada orang
11
Dari Deklarasi Kairo atau Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), h. 217
27
miskin yang sangat fakir. Dan dia tidak pula termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang” (Q.S. Al-Balad/90: 12-17). Menurut Q.S. Al-Balad/90: 12-17 bahwa jalan yang berat ditempuh bagi seorang muslim yang berkaitan dengan perlindungan hukum terdapat dalam akhir ayat 17 yaitu saling berpesan untuk bersabar dan berkasih sayang. Kasih sayang yang dimaksud ialah saling memberikan perlindungan hukum antara pemerintah dengan penanam modal asing maupun domestik. Kemudian, dalam ayat lain yaitu Al-Quran (Q.S. At-Taubah/9: 6)12 Allah berfirman bahwa:
ۚ
( 6:9 Artinya: “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (Q.S. AtTaubah/9: 6).
12
Ibid.
28
Menurut Q.S. At-Taubah/9: 6 bahwa kewajiban seorang muslim untuk memberikan perlindungan kepada setiap manusia. Seorang muslim harus memberikan perlindungan hukum terhadap sesama muslim, sebangsa, dengan orang non-muslim dan warga negara asing. Adapun hadits yang menyebutkan mengenai perlindungan hukum dan pemberian hak keamanan yaitu: ْوَذِ ﱠﻣﺔُ اﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﯿﻦَ وَاﺣِﺪَةٌ ﯾَﺴْﻌَﻰ ﺑِﮭَﺎ أَدْﻧَﺎھُﻢ
Artinya: Perlindungan kaum muslimin terhadap orang kafir adalah sama walaupun jaminan itu diberikan oleh kaum muslimin yang paling rendah (HR. Muslim Nomor 2344). Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa hak perlindungan kepada non Muslim boleh diberikan oleh seorang Muslim. Apabila syarat-syarat pemberian perlindungan telah terpenuhi, maka perlindungan yang diberikan oleh seorang Muslim memiliki kekuatan yang sama dengan perlindungan yang diberikan penguasa muslim. Atas dasar ini, maka pemberian perlindungan seorang Muslim secara pribadi atau penguasa Muslim kepada orang non muslim adalah sah. Sehingga seluruh kaum Muslimin dari penduduk suatu negara tertuntut untuk menaatinya.
29
B.
Bentuk Perlindungan Hukum Menurut R. La Porta dalam Jurnal of Financial Economics, bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).13 Bentuk perlindungan hukum yang paling nyata adalah adanya institusi-institusi penegak hukum seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembagalembaga penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) lainnya. Hal ini sejalan dengan pengertian hukum menurut Soedjono Dirdjosisworo yang menyatakan bahwa hukum memiliki pengertian beragam dalam masyarakat dan salah satunya yang paling nyata dari pengertian tentang hukum adalah adanya institusi-institusi penegak hukum. Perlindungan hukum sangat erat kaitannya dengan aspek keadilan. Menurut Soedirman Kartohadiprodjo, pada hakikatnya tujuan hukum adalah mencapai keadilan. Maka dari itu, adanya perlindungan hukum merupakan salah satu medium untuk menegakkan keadilan salah satunya penegakan keadilan di bidang ekonomi khususnya penanaman modal. Penegakan hukum dalam bentuk perlindungan hukum dalam kegiatan ekonomi khususnya penanaman modal tidak bisa dilepaskan dari aspek hukum
13
Rafael La Porta, “Investor Protection and Cororate Governance; Journal of Financial Economics”, no. 58, (Oktober 1999): h. 9.
30
perusahaan14 khususnya mengenai perseroan terbatas karena perlindungan hukum dalam penanaman modal melibatkan beberapa pihak pelaku usaha turutama pihak penanam modal, direktur, komisaris, pemberi izin dan pemegang kekuasaan, serta pihak-pihak penunjang terjadinya kegiatan penanaman modal seperti notaris yang mana para pihak tersebut didominasi oleh subjek hukum berupa badan hukum berbentuk perseroan terbatas. Subjek hukum dalam hukum perdata terdapat dua subjek hukum, yaitu subjek hukum orang pribadi dan subjek hukum berupa badan hukum. subjek hukum orang pribadi atau natuurlijkepersoon adalah orang atau manusia yang telah dianggap cakap menurut hukum. orang sebagai subjek hukum merupakan pendukung atau pembawa hak sejak dia dilahirkan hidup hingga dia mati.15 Walaupun ada pengecualian bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya
dianggap
telah
menjadi
sebagai
subjek
hukum
sepanjang
kepentingannya mendukung untuk itu. Selanjutnya, subjek hukum dalam hukum perdata adalah badan hukum atau rechtspersoon. Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi atau 14
Hukum perusahaan merupakan lapangan hukum yang berada dalam sistem hukum perdata. Dalam hukum perdata terdapat enam bidang hukum yaitu hukum perorangan, hukum keluarga, hukum waris, hukum harta kekayaan yang didalamnya meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan. Hukum perusahaan adalah hukum perikatan yang muncul dari lapangan perusahaan. Kedudukan hukum perusahaan terletak pada lapangan Hukum Dagang (pengkhususan hukum perdata), Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Ekonomi. Lihar RT Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentukbentuk Perusahaan yang berlaku di Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996), h. 58. 15 H.R. Sardjono dan Frieda Husni Hasbullah, Bunga Rampai Perbandingan Hukum perdata, h. 143.
31
dapat pula merupakan kumpulan dari badan hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya secara terukur. Kepentingan merupakan sasaran dari hak karena hak mengandung unsur perlindungan dan pengakuan.16 Jadi, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum atau legal protection merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara masyarakat demi mencapai keadilan.17 Kemudian perlindungan hukum dikonstruksikan sebagai bentuk pelayanan, dan subjek yang dilindungi. 18 C.
Hak dan Kewajiban Perlindungan Hukum Hak adalah sesuatu yang harus kita dapatkan sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus kita kerjakan. Lahirnya suatu kontrak menimbulkan suatu hubungan hukum perikatan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban itulah yang menjadi akibat hukum dari suatu kontrak. Dengan kata lain, akibat hukum kontrak sebenarnya adalah pelaksanaan dari isi kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPer menyatakan bahwa suatu kontrak tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas 16
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet. VI (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h.
54. 17
Hilda Hilmiah Diniyati, “Perlindungan Hukum bagi Investor dalam Pasar Modal (Studi pada Gangguan Sistem Transaksi di Bursa Efek Indonesia)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 19. 18 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi”, cet. 1, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), h. 261.
32
dinyatakan dalam kontrak tersebut, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan atau diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undangundang. Tentang hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak tertuang dalam isi perjanjian yang disepakati kedua belah pihak. 19 Hak dan kewajiban penanam modal asing telah ditentukan dalam pasal 10, pasal 12, pasal 14, pasal 19, pasal 26, pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Kewajiban perusahaan penanam modal asing antara lain: 1. Memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 11. 2. Melakukan kerja sama antara penanam modal asing dengan penanam modal Indonesia. 3. Mengurus dan mengendalikan perusahaannya sesuai dengan asas-asas ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan kepentingan negara. 4. Memberikan kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut pertimbangan yang ditetapkan pemerintah. 5. Wajib menyelenggarakan dan atau menyediakan fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan atau di luar negeri secara teratur dan terarah 19
“Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Kontrak “Franchise”, artikel diakses pada 3 Maret 2013 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35732/6/Chapter%20III-V.pdf
33
bagi warga negara Indonesia. Tujuannya adalah agar berangsur-angsur tenaga kerja warga negara asing dapat digantikan oleh tenaga kerja warga negara Indonesia. Sedangkan hak penanam modal asing adalah: 1. pemakaian atas tanah seperti hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai. 2. Hak untuk mendatangkan atau menggunakan tenaga pimpinan dan tenaga kerja ahli warga negara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia. 3. Hak transfer dalam valuasi asli dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk: a. Keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak dan kewajiban pembayaran lain di Indonesia. b. Biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja asing yang dipekerjakan di Indonesia. c. Biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut. d. Penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap. e. Kompensasi dalam hal nasionalisasi. Selain itu, hak dan kewajiban penanam modal khususnya penanaman modal asing telah ditentukan dalam pasal 8, pasal 10, pasal 14, pasal 15, dan
34
pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Hak penanam modal asing meliputi: 1. Mengalihkan asset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan. 2. Melakukan transfer dan repatriasi (pengiriman) dalam valuta asing. 3. Menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu. 4. Mendapat kepastian hak, hukum, dan perlindungan. 5. Mendapat informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya. 6. Hak pelayanan. 7. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal telah ditentukan dalam pasal 14, 15, dan 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab itu meliputi: 1. Setiap penanaman modal berhak mendapatkan: a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan. b. Informasi
yang
dijalankannya. c. Hak pelayanan.
terbuka
mengenai
bidang
usaha
yang
35
d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Setiap penanam modal berkewajiban: a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi penanaman Modal. d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal. e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Setiap penanam modal bertanggung jawab: a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan. b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara. d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.
36
e. Menciptakan
keselamatan,
kesehatan,
kenyamanan,
dan
kesejahteraan pekerja. f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan artinya bahwa penanam modal tidak hanya mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal, tetapi juga di bidang lainnya seperti bidang lingkungan hidup, kehutanan, perpajakan, pertanahan, dan lain-lain. Apabila penanam modal melanggar peraturan perundang-undangan maka dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana, administratif, denda, dan perdata. Peran kepolisian sebagai penegak hukum dituntut untuk mampu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap setiap bentuk tindak pidana, termasuk upaya pembuktian secara ilmiah dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi guna melindungi hak-hak penanaman modal. Aktualisasi dari peran sebagai penegak hukum ini adalah: 1. Menguasai dan mahir dalam hukum acara pidana maupun perdata sehingga mampu menghadapi setiap permasalahan hukum dengan tepat dan dapat mengatasi kasus-kasus pelanggaran hak pada tingkat pra peradilan. 2. Menguasai teknik dan taktik penyelidikan serta penyidikan sehingga mampu membuat terang dan terungkapnya setiap tindak pidana yang terjadi.
37
3. Mempunyai semangat dan tekad yang kuat untuk menjadi “Crime Hunter”dengan motto “Walaupun langit esok akan runtuh namun hukum harus tetap ditegakkan.” 4. Mampu memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membantu mengungkapkan pembuktian secara ilmiah dalam kasuskasus yang terjadi. 5. Mampu melakukan koordinasi dengan segenap instansi terkait dalam usahanya menegakan hukum menurut sistem peradilan pidana khususnya dan serta mengkoordinasikan dan mengawasi penyidik pegawai negeri sipil dalam rangka perlindungan hak-hak penanaman modal. Budaya Paternalistik masih hidup dan melekat pada sebagian besar masyarakat khususnya di kalangan masyarakat pedesaaan. hal-hal yang diucapkan oleh pimpinan formal maupun informal walaupun terkadang pernyataan itu tidak sesuai dengan hak penanam modal namun karena diucapkan oleh pimpinan kharismatik lalu dianggap sebagai suatu kebenaran atau
walaupun
dalam
hati
kecilnya
menolak
namun
tidak
berani
mengungkapkan kesalahan dari ucapannya tersebut. sehingga mengurangi hak
38
dari penanam modal yang dapat juga dinamakan kesadaran Hukum Yang Rendah.20 Dalam bekerjanya sistem peradilan pidana garis koordinasi dan interkoneksi antar lembaga penegak hukurn untuk melaksanakan tahapan acara pidana menunjukkan diferensiasi fungsional dari masing-masing lembaga. Pada titik ini terdapat kerentanan terjadinya ego sektoral dari masing-masing lembaga. Terdapat kecenderungan dalam praktik selama ini Pemasyarakatan kurang memiliki kekuatan tawar yang kuat terhadap tiga institusi penegak hukum yaitu, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.21
20
Syamsiar Julia, “Pelanggaran HAM dan Peran POLRI dalam Penegakan Hukum di Indonesia”, Jurnal Akademik Universitas Sumatera Utara. 21 Hamdi Hasibuan, “Peranan Lembaga Kemasyarakatan dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Tahanan dan Narapidana (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Anak Medan)”, Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB III PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A.
Definisi Penanaman Modal Istilah penanaman modal berasal dari bahasa latin, yaitu investire yang artinya memakai, sedangkan dalam bahasa inggris disebut dengan investment. Dalam definisi penanaman modal dikonstruksikan sebagai sebuah kegiatan untuk penaikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal, dan barang modal itu akan dihasilkan produk baru. Wikipedia Indonesia mengartikan investor atau penanam modal adalah orang perorangan atau lembaga baik domestik atau non domestik yang melakukan suatu investasi (bentuk penanaman modal sesuai dengan jenis investasi yang dipilihnya) baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Terkadang istilah penanam modal ini juga digunakan untuk menyebutkan seseorang yang melakukan pembelian properti, mata uang asing, komoditi, derivatif, saham perusahaan, atau asset-aset lainnya dengan suatu tujuan untuk memperoleh keuntungan dan bukan merupakan profesinya serta hanya untuk jangka waktu tertentu. Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep teoritis tentang penanaman modal. Fitzgeral mengartikan penanaman modal adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang
39
40
dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang. Kamaruddin Ahmad mengartikan penanaman modal adalah penempatan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Penanaman modal menurut Sunariyah adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan
keuntungan di
masa-masa
yang akan datang.
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian, dan produksi, dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang. Contohnya adalah membangun infrastruktur atau pabrik. Menurut Ferdie Darmawan, penanaman modal merupakan salah satu pilihan untuk mencapai kebebasan finansial dan tidak dibatasi oleh kesibukan, waktu, maupun usia. Sedangkan menurut Losina Purnastuti, penanaman modal merupakan
komponen
pengeluaran
terbesar
kedua
setelah
konsumsi.
Pembelanjaan investasi dipengaruhi oleh motif profit. Sapto Raharjo mendefinisikan penanaman modal merupakan penggunaan dana atau modal untuk pembelian instrumen pasar modal, seperti saham, obligasi, reksadana, instrumen pasar uang, properti, dan lain-lain.
41
Pakar lain yang berasal dari luar negeri, pada tahun 1993, yaitu Sharpe, mendefinisikan penanaman modal merupakan mengorbankan aset yang dimiliki sekarang guna mendapatkan aset pada masa mendatang yang tentu saja dengan jumlah yang lebih besar. Lalu Jones, pada tahun 2004 mendefinisikan penanaman modal adalah komitmen menanamkan sejumlah dana pada satu atau lebih aset selama beberapa periode pada masa mendatang. Menurut Reilly and Brown penanaman modal adalah komitmen mengikatkan aset saat ini untuk beberapa periode waktu ke masa depan guna mendapatkan penghasilan yang mampu mengkompensasi pengorbanan investor yang serupa: keterikatan aset pada waktu tertentu, tingkat inflasi, dan ketidaktentuan penghasilan pada masa mendatang. Muhammad Syakir Sula mendefinisikan penanaman modal adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkatkan nilainya di masa mendatang. Lalu, menurut Joko Salim, penanaman modal adalah mengelola kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan yang lebih besar lagi, syarat utama untuk melakukan investasi adalah terlebih dahulu memiliki kelebihan dana. 1
1
Muhammad Syakir, “Definisi Investasi”, artikel diakses pada 14 November 2012 dari http://carapedia.com/pengertian_definisi_investasi_info2073.html.
42
Dalam Ensiklopedia Indonesia, penanaman modal diartikan sebagai penanaman uang atau modal untuk proses produksi dengan membeli gedunggedung, permesinan, bahan cadangan, penyelengaraan uang kas, serta perkembangannya. Dengan demikian, cadangan modal barang diperbesar sejauh tidak ada modal barang yang harus diganti. Para ekonom mengemukakan pengertian yang berbeda-beda tentang investasi. Yogianto mengemukakan bahwa investasi adalah penundaan konsumsi saat ini untuk digunakan produksi yang efisien selama periode tertentu. Tandelilin mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lain yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa mendatang. Dalam sistem ekonomi konvensional, seseorang melakukan investasi dengan motif yang berbeda-beda, di antaranya untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, menabung agar mendapatkan pengembalian yang lebih besar, merencanakan pensiun, berspekulasi, dan lain-lain. Sumantoro menyebutkan tiga hal utama yang mendorong seseorang melakukan investasi, yaitu mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang, menghindari kemerosotan harta akibat inflasi, dan untuk memanfaatkan kemudahan ekonomi yang diberikan pemerintah.
43
Ada hal lain yang turut berperan dalam berinvestasi syariah. Investasi syariah tidak selalu membicarkan persoalan duniawi sebagaimana yang dikemukakan oleh para ekonom sekuler. Ada unsur lain yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu investasi di masa depan, yaitu ketentuan dan kehendak Allah. Sebagaimana terdapat pada Al-Qur’an (Q.S. Lukman/31: 34):
( 34:31
Artinya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat. dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Islam memadukan antara dimensi dunia dan dimensi akhirat. Setelah kehidupan dunia yang fana, ada kehidupan akhirat yang abadi. Setiap muslim harus berupaya meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kehidupan dunia hanyalah sarana dan masa yang harus dilewati untuk mencapai kehidupan yang kekal di akhirat.
44
Islam memandang semua perbuatan manusia dalam kehidupan seharihari, termasuk aktivitas ekonominya sebagai investasi yang akan mendapatkan hasil (return). Investasi yang melanggar syariah akan mendapatkan balasan yang setimpal, begitu pula investasi yang sesuai dengan syariah. Return investasi dalam Islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang dikorbankan. Hasil yang akan didapatkan manusia dari investasinya di dunia bisa berlipatlipat ganda. B.
Sejarah Perkembangan Penanaman Modal Pembicaraan tentang sejarah perkembangan penanaman modal tidak lepas dari pembicaraan tentang gelombang atau periodisasi penanaman modal, yaitu periode kolonialisme kuno, dan pasca-kemerdekaan. Periode kolonialisme kuno dimulai pada abad ke-17 dan abad ke-18. Melalui kebijaksanaan pemerintah Hindia-Belanda yang memperkenankan masuknya modal asing dari Eropa untuk menanamkan modalnya dalam bidang perkebunan.2 Kemudian adanya pengambilalihan kewajiban badan usaha VOC oleh pemerintah Belanda pada tahun 1799 sehingga memungkinkan pemerintah Belanda mulai terjun langsung dalam pencarian dan perdagangan rempahrempah seperti: kopi, pala, cengkeh, dan tebu serta memungkinkan pula
2
Jochen Roppke, Kebebasan yang Terhambat; Perkembangan Ekonomi dan Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1986), H. 157.
45
dilakukannya penanaman modal lainnya di daerah-daerah jajahan seperti Hindia-Belanda. Di samping itu, pemerintah Belanda juga mulai membuka tanah-tanah pertanian di Indonesia dengan mengeluarkan aturan pertanahan yang dikenal dengan “Agrarische Wet” pada tahun 1870. Dengan adanya peraturana ini, maka penanaman modal asing yang khususnya datang dari swasta Eropa dan mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Belanda diizikna untuk melakukan usahanya di Indonesia, namun masih terbatas pada daerah-daerah pertanian tertentu yang tidak diusahakan oleh pemerintah Belanda untuk usaha perkebunan dengan pengawasan yang sangat ketat oleh pemerintah daerah jajahan. Sedangkan bidang usaha lain seperti pertambangan, perdagangan, dan sebagainya tetap dikuasai dan dijalankan oleh pemerintah Belanda. Berbagai perkembangan terjadi dengan variasi yang berbeda lewat masuknya penanaman modal asing swasta Eropa ke Hindia-Belanda diantaranya terjadi kenaikan produksi hasil bumi, adanya kewenangan bertindak bagi buruh untuk mendapatkan penghasilan meskipun kecil karena bekarja sebagai buruh upahan di perkebunan swasta asing. Hal itu berbanding terbalik dengan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda
46
dimana kondisi kerja buruh sangat memprihatinkan. Para buruh dipandang sebagai hewan kerja yang malas, lamban, dan pembohong. 3 Pesatnya penanaman modal asing yang dilakukan oleh swasta Eropa di Hindia-Belanda menunjukan bahwa perekonomian Hindia-Belanda sudah mulai diperkenalkan dengan modal asing, oleh Boeke dalam buku Economics and Economic policy of Dual Societies disebut sebagai ekonomi yang bersifat dualistis. Pada periode pasca kemerdekaan secara yuridis Indonesia telah memulai babak baru dalam mengelola secara mandiri perekonomian negara guna melaksanakan pembangunan nasional, meskipun penanaman modal tetap mengalami kemandekan karena penjajahan Belanda dan lebih parah lagi pada masa penjajahan Jepang. Bahkan selama 17 tahun berikutnya Indonesia hanya menjadi negara pengimpor barang modal dan teknologi, tidak satupun dalam bentuk penanaman modal asing secara langsung. Sampai dengan tahun 1949 setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda, keadaan penanaman modal terutama asing yang masuk ke Indonesia masih tetap mengalami kemandekan dan hanya penanaman modal asing warisan pemerintah Belanda saja yang sudah mulai kembali beroperasi. Pada tahun 1953 pemerintah menyusun suatu rencana Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) yang dirancang untuk berbagai persyaratan 3
Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan Politik, (Jakarta: LP3ES, 1990), h. 56.
47
minimum sambil mendorong penanaman modal asing pada beberapa bidang usaha tertentu. Oleh Pauw4 dikemukakan bahwa undang-undang tersebut tidak banyak memberikan kemudahan, membatasi para penanam modal asing untuk bergerak pada beberapa bidang usaha tertentu diantaranya jasa pelayanan umum dan pertambangan, namun menguntungkan penanam modal dalam negeri pada beberapa bidang usaha yang biasanya dijalankan oleh orang Indonesia. Belum cukup dua tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut, prospek masuknya penanaman modal asing dengan dibentuknya undangundang tersebut menjadi sirna setelah pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda pada Desember tahun 1957. Sudah dapat diduga setelah tahun 1957 industri mengami stagnan seperti halnya seluruh sektor perekonomian nasional. Tanggal 5 Juli 1959 Presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali kepada UUD 1945 setelah terjadinya krisis politik dunia, mengakhiri sistem demokrasi parlemen, mencabut UUDS 1950, menciptakan demokrasi terpimpin, dan ekonomi terpimpin. Banyak proyek-proyek baru yang dilahirkan seperti pembangunan pabrik baja di Cilegon Jawa Barat, pabrik superfosfat di Cilacap Jawa Tengah, dan pekerjaan awal PLTA dan pabrik peleburan alumunium di Asahan Sumatera Utara. 4
Ibid.
48
Menjelang akhir tahun 1965 proyek-proyek ini tidak satupun dapat diselesaikan sehingga kemerosotan ekonomi semakin parah, laju inflasi mencapai 20-30 % perbulan. Pernyataan Hamengku Buwono IX selaku menteri perekonomian pada saat itu mengatakan bahwa pada tahun 1965 harga-harga pada umumnya naik lebih dari 500 %, bahkan haga beras melonjak dengan lebih dari 900 %.5 Pada tahun 1966 tepatnya tanggal 11 Maret 1966 peralihan kekuasaan terjadi dari rezim Orde Lama kepada Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto selaku pengemban Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang mewarisi keadaan politik dan ekonomi yang sudah hampir ambruk dari pemerintahan sebelumnya. Upaya yang paling awal dilaksanakan pada masa orde baru adalah dengan menggunakan cara pendekatan pragmatis sebagai konsep utama dalam melakukan perbaikan ekonomi yakni dengan mengatur kembali jadwal pelunasan utang luar negeri yang jumlahnya sudah melebihi $2.400 juta. Kemudian menciptakan mekanisme untuk menanggulangi inflasi, merehabilitasi infrastruktur, mendorong pertumbuhan perbaikan sarana dan prasarana ekonomi, dan memperbaiki hubungan dengan luar negeri. Oleh Muhammad Sadli6 disebut sebagai pendekatan yang sepenuhnya onpelitik atau sebagai suatu versi teknoratis.
5 6
Ibid, h. 51. Ibid.
49
Model pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianut oleh pemerintah Orde Baru dengan dukungan elit angkatan darat menekankan pada pembentukan modal yang harus melebihi pertumbuhan penduduk dengan jalan mengadakan pinjaman atau utang luar negeri ataupun mendorong penanaman modal asing. Yahya A. Muhaimin7 menguraikan bahwa dengan menggunakan satu versi yang dinamis dari model tersebut, maka pertumbuhan ekonomi akan dipercepat jika pertumbuhan modal dipercepat melalui berbagai jenis program tabungan dan investasi atau penanaman modal asing langsung dalam lingkup negara ataupun swasta melebihi hasil produksi dan pertumbuhan penduduk. Model itu juga menekankan pentingnya pengendalian pertumbuhan penduduk dengan jalan menekan angka kelahiran. Muhammad Sadli8 salah seorang penasihat ekonomi pemerintahan Orde Baru menegaskan bahwa keberadaan perusahaan-perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia akan mempunyai efek katalisator atas pertumbuhan selanjutnya dari perekonomian nasional. Tuduhan yang sering sekali terdengar dalam perekonomian bekas kolonial bahwa perusahaanperusahaan penanaman modal asing menghambat pertumbuhan perusahaanperusahaan pribumi akan dapat dihindarkan. Beliau juga mengemukakan bahwa
7
Ibid., hal. 19. Muhammad Sadli, “Indonesian Economic Development”, Board Record ed. vol., 6 November 1969 (Jakarta: Board Record, 1969), hal. 40. 8
50
proses
pembangunan
ekonomi
pada
akhirnya
akan
menuju
kepada
industrialisasi, dimana industrialisasi merupakan hasil pembangunan. 9 Pada masa orde baru juga ditandai dengan diundangkannya UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Pada masa ini menghasilkan arus investasi meningkat, terbukti bahwa pada tahun 1996 FDI mengalami pertumbuhan positif dan mencapai puncaknya sebesar US$ 6,2 miliar. Pada masa Orde Reformasi tahun 1998-2004 arus penanaman modal di Indonesia mengalami penurunan. Tahun 1997 menjadi awal bagi pertumbuhan negatif investasi terutama asing. Kemudian pada tahun 1999 menorehkan catatan buruk bagi investasi dengan terjadinya defisit investasi yang terus berlanjut hingga tahun 2003. Defisit FDI tahun 2002 tercatat sebesar –US$ 1,5 miliar. Berdasarkan data BKPM, laporan persetujuan investasi menunjukan data yang besar. Akan tetapi, hanya sedikit dari persetujuan itu yang terealisasi. Data BKPM menunjukan pada tahun 2001 persetujuan investasi asing mencapai 1334 proyek, namun yang direalisasikan hanya 376 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 2,79 miliar. Sedangkan realisasi investasi dalam negeri
9
h. 30-31.
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004),
51
hanya sebanyak 145 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 7,54 triliun. Pada tahun 2002, persetujuan investasi asing menurun menjadi 1151 proyek, sedangkan proyek yang terealisasi naik menjadi 425 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 9,25 miliar. Persetujuan investasi dalam negeri sebesar 188 proyek dan realisasi sebesar 105 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 11,04 triliun. Pada tahun 2003, persetujuan investasi asing hanya mencapai 773 proyek, sedangkan realisasinya hanya mencapai 338 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 2,03 miliar. Persetujuan investasi dalam negeri sebesar 143 proyek dan realisasi 76 proyek senilai Rp 5,64 triliun. Faktor penyebab utama rendahnya investasi yang masuk ke Indonesia adalah adanya anggapan dari para penanam modal bahwa Indonesia merupakan negara yang belum aman dalam menanamkan investasinya karena belum stabilnya seluruh ruang lingkup kehidupan bangsa Indonesia. C.
Manfaat Penanaman Modal Keberadaan penanaman modal ternyata memberikan dampak positif di dalam pembangunan. Adi Harsono mengemukakan dampak dari adanya penanaman modal asing atau perusahaan asing dan penanaman modal dalam negeri atau perusahaan dalam negeri di berbagai negara berdasarkan bukti-bukti dari keberadaan investasi asing sebagai berikut: 1. Masalah Gaji
52
Perusahaan asing membayar gaji pegawainya lebih tinggi dibandingkan gaji rata-rata nasional. Di Amerika misalnya, perusahaan asing membayar gaji 4% lebih tinggi pada tahun 1989 dan 6% lebih tinggi pada tahun 1996 dibandingkan perusahaan-perusahaan domestik. 2. Lapangan Pekerjaan Perusahaan menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan domestik sejenis. Di Amerika misalnya, jumlah lapangan pekerjaan yang diciptakan perusahaan asing mencapai 1,4% pertahun dari 1989 sampai 1996, sedangkan perusahaan domestik Amerika hanya menciptakan 0,8%. Di Inggris dan Prancis, lapangan pekerjaan yang diciptakan oleh perusahaan asing naik 1,7% pertahun, sebaliknya lapangan pekerjaan yang diciptakan perusahaan domestik menyusut 2,7%. Hanya di Jerman dan di Belanda yang perusahaan asing tidak banyak berbeda menciptakan lapangan pekerjaan dengan perusahaan domestik karena majunya perusahaan domestik di negara tersebut. 3. Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan asing tidak segan-segan mengeluarkan biaya terutama di bidang pendidikan. Jumlah pelatihan dan penelitian yang dikeluarkan oleh perusahaan asing di Amerika mencapai 12% dari total pengeluaran CSR, di prancis 19% dan di Inggris 40% dari total pengeluaran CSR mereka.
53
4. Ekspor Perusahaan asing cenderung mengekspor lebih banyak dibandingkan perusahaan domestik. Tahun 1996 di Irlandia, perusahaan asing mengekspor 89% dari produksinya dibandingkan dengan 34% yang dilakukan perusahaan domestik. Di Belanda perusahaan asing mengekspor 64% lebih banyak di bandingkan dengan perusahaan domestik yang mengekspor 37% dari hasil usahanya. Di prancis yaitu 35,2% yang diekspor oleh perusahaan asing dan 33,6% yang diekspor oleh perusahaan domestik. Dan di Jepang yaitu 13,1% oleh perusahaan asing, sedangkan 10,6% oleh perusahaan domestik. Negara-negara miskin OECD menerima berkah lebih besar dari adanya investasi asing. Contohnya negara Turki, gaji pekerja perusahaan asing adalah 124% di atas rata-rata domestik nasional. Jumlah pekerja juga meningkat 11,5% pertahun dibandingkan dengan perusahaan domestik yang menciptakan 0,6% pertahun. Selain itu, Adi Harsono juga mengungkapkan tentang dampak positif investasi asing terutama di bidang industri migas yang menggunakan sistem Production Sharing Contract (PSC) adalah sebagai berikut: 1. Produksi minyak dan gas bumi dari lapangan yang dikelola langsung oleh perusahaan asing atau perusahaan yang berbentuk joint venture
54
terus meningkat, sedangkan produksi minyak perusahaan nasional Pertamina justru menurun. 2. Jumlah pegawai perusahaan asing dan perusahaan jasa penunjang perusahaan asing terus meningkat. 3. Gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing juga lebih baik dibandingkan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan domestik. 4. Perusahaan asing mulai meningkatkan investasi di bidang pendidikan, pelatihan, dan penelitian. 5. Secara tidak langsung, perusahaan asing juga membawa pengetahuan, managemen, dan etika bisnis yang lebih profesional. John W. Head juga mengemukakan bahwa keuntungan penanaman modal asing adalah menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tujuan investasi hingga mereka dapat saling berbagi dan mendapatkan peluang membuat perusahaan dan industri kecil yang menunjang kegiatan perusahaan dan industri besar atau lainnya. Dampak positif penanaman modal asing juga dikemukakan oleh William A. Fennel dan Josseph W. Tyler serta Eric M. Burt, yaitu perusahaan asing membantu upaya-upaya pembangunan perekonomian negara-negara penerima modal, dan penanaman modal asing tidak melahirkan utang baru. Selain itu juga, penanaman modal asing mendatangkan keahlian, manajerial, ilmu pengetahuan, teknologi, modal, dan koneksi pasar yang baru.
55
D.
Definisi Hukum Penanaman Modal Istilah hukum penanaman modal berasal dari bahasa inggris, yaitu investment of law. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan pengertian hukum penaman modal. Untuk mengetahui pengertian hukum penanaman modal, kita harus mencari dari berbagai pandangan para ahli dan kamus hukum. Ida Bagus Wyasa Putra, dkk., mengemukakan pengertian hukum penanaman modal adalah norma-norma hukum mengenai kemungkinankemungkinan dapat dilakukannnya penanaman modal, syarat-syarat penanaman modal, perlindungan dan yang terpenting mengarahkan agar penanaman modal dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. T. Mulya Lubis mengemukakan bahwa hukum penanaman modal tidak hanya terdapat dalam undang-undang, tetapi dalam hukum dan aturan lain yang diberlakukan berikutnya yang terkait dengan masalah-masalah penanaman modal asing. Menurut Salim H.S, dan Budi Sutrisno hukum penanaman modal adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur antara penanam modal dengan penerima modal, bidang-bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal, serta mengatur tentang proses dan syarat-syarat dalam melakukan penanaman
56
modal di suatu negara.10 Kaidah hukum penanaman modal digolongkan menjadi dua macam, yaitu kaidah hukum penanaman modal tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum penanaman modal tertulis merupakan kaidah hukum yang mengatur tentang penanaman modal, dimana kaidah hukum tersebut terdapat di dalam undang-undang, traktat, yurisprudensi, dan doktrin. Sementara itu, hukum penanaman modal tidak tertulis merupakan kaidahkaidah hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Pada umumnya masyarakat yang melakukan penanaman modal didasarkan pada kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis. Unsur-unsur hukum penanaman modal yaitu adanya kaidah hukum penanaman modal yang tertulis ataupun tidak tertulis, adanya subjek hukum dimana subjek dalam hukum penanaman modal adalah penanam modal dan negara sebagai penerima modal, adanya bidang usaha penanaman modal, adanya prosedur dan syarat-syarat untuk melakukan penanaman modal, dan adanya negara tujuan penanaman modal. Hal yang diatur dalam hukum penanaman modal adalah hubungan antara penanam modal dengan penerima modal. Status penanam modal dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri. Bidang usaha merupakan bidang kegiatan yang
10
Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 10.
57
diperkenankan atau dibolehkan untuk berinvestasi. Prosedur dan syarat-syarat merupakan tata cara yang harus dipenuhi oleh penanam modal dalam menanamkan investasinya. Negara merupakan negara yang menjadi tempat penanaman modal itu dilakukan.
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA A.
Substansi Hukum Penanaman Modal di Indonesia Perkembangan hukum penanaman modal di Indonesia dimulai sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tahun 1952, Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal pertama kali diajukan di masa kabinet Alisastroamidjojo. Tetapi tidak sempat diajukan ke hadapan parlemen karena kabinet ini jatuh terlebih dahulu. Untuk pertama kalinya undang-undang yang mengatur mengenai penanaman modal terutama asing adalah UndangUndang Nomor 78 Tahun 1958 yang kemudian mengalami perubahan ke Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1960. Adapun penyebabnya karena dalam pelaksanaannya undang-undang ini banyak mendapat hambatan. Pada tahun 1965 undang-undang yang mengatur mengenai penanaman modal asing dicabut karena adanya anggapan bahwa penanaman modal asing hanya menjadikan rakyat menderita dan hanya menguntungkan pihak asing. Penderitaan rakyat terjadi karena adanya anggapan bahwa sumber kekayaan alam Indonesia hanya untuk memperkaya penanam modal asing tanpa memberi kesejahteraan bagi rakyat secara berarti. Perubahan undang-undang terus berlanjut hingga akhirnya pada tanggal 26 April 2007 Presiden Republik 58
59
Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan disahkannya undang-undang ini maka akan memberi kepastian hukum dan harapan bagi penanaman modal asing maupun domestik di Indonesia. Hans Kelsen mengemukakan teori mengenai jenjang norma atau stufentheorie dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirarki, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu Norma Dasar atau Grundnorm.1 Pembentukan norma hukum yang berada lebih rendah mengacu kepada norma hukum yang lebih tinggi, begitu sebaliknya, norma hukum yang lebih tinggi dipakai sebagai dasar pembentukan norma-norma yang lainnya. Pembentukan norma hukum seperti ini akan ditemukan hubungan yang sinkron antara norma hukum yang lebih tinggi terhadap norma hukum yang lebih rendah. Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara itu menjadi empat kelompok besar yang terdiri atas: 1. Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara) 1
Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan Pembentukannya, cet.XI, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 25.
Dasar-dasar
60
2. Kelompok II : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara) 3. Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-Undang Formil) 4. Kelompok IV : Verordnung dan Autonome Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan Autonom).2 Dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden; 5. Peraturan Daerah. Materi yang dapat diatur di dalam masing-masing hirarki norma hukum diatas berbeda antara yang satu dengan lainnya. Materi atau muatannya secara tegas tidak pernah disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para ahli berpendapat materi muatan undang-undang dalam arti formele wet atau formell gesetz tidak dapat ditentukan lingkup materinya, mengingat undang-undang merupakan wujud kedaulatan raja atau
2
Ibid. h. 27.
61
kedaulatan rakyat, sedangkan kedaulatan bersifat mutlak, keluar tidak tergantung pada siapapun, dan kedalam tertinggi diatas segalanya. Dengan demikian, menurut para ahli semua materi dapat menjadi materi muatan undang-undang kecuali bila undang-undang tidak berkehendak mengaturnya atau menetapkannya.3 Adapun ketentuan mengenai materi muatan undang-undang diatur dalam pasal 5 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang: 1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi: a. Hak-hak asasi manusia. b. Hak dan kewajiban aparatur negara. c. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara. d. Wilayah negara dan pembagian daerah. e. Kewarganegaraan dan kependudukan. f. Keuangan negara. 2. diperintahkan oleh undang-undang untuk diatur dengan undang-undang.
3
Ibid. h. 124.
62
Dalam Peraturan Daerah ditentukan materi muatan yang dapat diatur dinyatakan dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan perundang-undangan di bidang investasi selama kurun waktu terakhir ini, belum mampu mencerminkan aspek kepastian hukum. Hal ini disebabkan munculnya peraturan yang cenderung memberatkan penanam modal. Ketidakpastian hukum dan politik dalam negeri merupakan bagian dari masalah-masalah yang menyebabkan iklim investasi tidak kondusif. Iklim investasi yang kondusif tentunya akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan menurut jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan sangat dibutuhkan. Dengan adanya hubungan yang sejalan antara norma hukum yang satu dengan norma hukum yang lain dalam hal mengatur aturan hukum yang sama dan tetap dalam hirarki peraturan perundang-undangan, maka akan didapat bangunan hukum yang kokoh dan kepastian hukum.
63
Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Djisman Simanjuntak mengatakan peraturan-peraturan daerah yang bermasalah dapat mempengaruhi daya saing ekonomi Indonesia. Djisman menyebutkan dalam situasi ekonomi yang semakin terbuka saat ini memerlukan kepastian hukum di bidang penanaman modal, termasuk regulasi di tingkat daerah. 4 Saat ini peringkat daya saing Indonesia masih berada diurutan bawah dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia. Dengan adanya peraturan-peraturan daerah yang tidak mendukung penanaman modal atau peraturan-peraturan daerah yang bertentang dangan peraturan perundang-undangan di atasnya menjadikan tidak adanya kepastian hukum untuk berusaha di Indonesia. Djasman menyebutkan lambatnya proses pembatalan peraturan daerah oleh pemerintah juga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.5 Bambang Sujagad menyatakan bahwa investasi asing akan sulit masuk ke Indonesia tanpa adanya pengaturan yang jelas antara pusat dan daerah. Hal ini sejalan dengan ungkapan Hari Sabarno, menurutnya dalam setahun inplementasi otonomi daerah banyak terjadi konflik antara provinsi dengan kabupaten/kota dan antar kabupaten/kota karena adanya perbedaan penafsiran dalam pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan secara wajib kepada kabupaten/kota untuk menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang 4 5
“Perda Perburuk Iklim Investasi”, Kompas, 14 Juli 2010, h.1. Ibid.
64
penanaman modal. Oleh karena itu, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengusulkan agar prosedur penanaman modal dalam pelayanan satu atap. Menurut
Mantan
Deputi
Menteri
Negara
Investasi
Bidang
Pengembangan Usaha Nasional, Andung Nitimihardja mengatakan bahwa untuk menarik investor asing menanamkan modalnya ke Indonesia relatif masih sulit, karena mereka masih mengkhawatirkan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Mereka mengkhawatirkan pelaksanaan undang-undang ini akan mempengaruhi kelangsungan usaha mereka, apabila pada saat ini terlanjur menanamkan modalnya di daerah. Mereka juga khawatir melihat otonomi daerah telah menyebabkan terjadinya KKN dalam bentuk lain di daerah-daerah. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa pemilihan pemerintah daerah yang dilaksanakan sering kali tidak bisa berjalan dengan semestinya, sehingga menimbulkan instabilitas.6 Penanaman modal yang mendapatkan surat persetujuan penanaman modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPN) masih harus mengurus izin prinsip di daerah, akibatnya terjadi pengulangan pengurusan perizinan. Peraturan-peraturan daerah yang bermasalah kebanyakan berisikan izin gangguan. Sebenarnya, aturan ini sudah ada sejak zaman Belanda. Pada
6
h. 57-59.
Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),
65
zaman itu izin gangguan diberlakukan untuk melindungi bisnis perusahaan Belanda. Sedangkan pada saat ini, izin gangguan digunakan untuk menjaga masyarakat dari gangguan akibat pelaksanaan penanaman modal.7 B.
Perlindungan Hukum Bagi Penanaman Modal di Indonesia Presiden Direktur Grant Thornton Indonesia (GTI) James S. Kallman menyatakan bahwa insentif yang paling efektif untuk menarik kegiatan investasi asing adalah pemerintah harus mampu menegakkan hukum dan memberikan jaminan keamanan. Diperlukan ketegasan pemerintah dalam menerapkan peraturan dan kebijakan, terutama konsistensi penegakan hukum dan keamanan. Banyak investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia,
karena
Indonesia
masih
memiliki
keunggulan
komparatif
dibandingkan dengan negara-negara tujuan investasi yang lain. Menurutnya, investor asing tidak akan melihat insentif pajak seperti tax holiday sebagai daya tarik utama, melainkan apakah ada jaminan keamanan maupun penegakan hukum pada negara tujuan investasi. Faktor accountability dengan melakukan reformasi secara konstitusional seta memperbaiki sistem peradilan dan hukum merupakan salah satu syarat yang sangat penting dalam menarik investasi. Dorodjatum Kuntjoro Jakti mengungkapkan masih kecilnya investasi yang masuk ke Indonesia akibat 7
h.1.
“Direkomendasikan 1.000 perda Dibatalkan”, Kompas, 17 Juli 2010,
66
masih adanya kendala yang menyangkut dalam sistem perpajakan, kepabeanan, prosedural birokrasi, administrasi daerah, dan soal perburuhan. Daniel S. Lev menyatakan bahwa negara hukum merupakan sine qua non, karena tanpa adanya proses hukum yang efektif, tidak mungkin diharapkan perbaikan ekonomi, politik, kehidupan, sosial, dan keadilan. Sejak pertengahan tahun 1998, tidak ada pembaruan kelembagaan hukum karena elite politik tidak mampu menjalankannya. Ketidakmampuannya berakar pada kepentingan, kalau proses hukum makin kuat, pimpinan politik menikmati keleluasaan bertindak menurut kemauannya sendiri tanpa dikurangi tindakannya oleh pengadilan, kejaksaan, polisi, pers, atau organisasi dan masyarakat. Akibatnya para jaksa, hakim, dan polisi, kehilangan orientasinya pada hukum dan tidak mengelak untuk melakukan korupsi.8 Dua undang-undang terdahulu yang mempunyai pengaruh besar terhadap lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah undang-undang yang meratifikasi WTO dan Undang-Undang tentang pemerintah Daerah terakhir yang diubah ke Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pengaruh kedua undang-undang tersebut sangat dirasakan dalam Materi Pengaturan Penanaman Modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini.
8
Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, h. 55-57.
67
Bahwa telah terjadi perubahan prinsip dasar serta istilah dalam pelaksanaan
pembangunan
ekonomi
negara
kita,
setelah
pemerintah
menerbitkan undang-undang yang meratifikasi WTO itu. Demikian juga dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam undang-undang yang meratifikasi WTO kita dapat merasakan pengaruhnya, yaitu bahwa Warga Negara Asing dapat menanamkan modalnya di Indonesia tanpa dibedakan dengan Warga Negara Indonesia sendiri dalam hal hak dan kewajibannya. Hanya dalam jenis usaha akan ada pembatasanpembatasan.9 Dalam pasal 30 angka 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah: 1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat kerusakan lingkungan yang tinggi. 2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional. 3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkup antar provinsi. 4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional. 9
Ibid, h. 96-97.
68
5. Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintahan negara lain, yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain; dan 6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang. Adapun urusan pemerintah daerah terkait dengan penanaman modal diatur dalam pasal 30 angka 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal
yang
menyatakan
bahwa
pemerintah
daerah
menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan pemerintahan. Pengadilan diartikan tidak hanya badan untuk mengadili, melainkan suatu pengertian yang abstrak yaitu memberi keadilan. Keberadaan pengadilan sebagai salah satu fungsi menyelenggarakan proses peradilan dalam menerima, memeriksa, dan mengadili sengketa masyarakat ternodai dengan adanya praktek jual-beli putusan. Hakikatnya keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandangan subjektif melebihi norma-norma lain.10 Unsur subjektif
10
Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum Suatu pengantar”, cet.III, (Yogyakarta: Liberty, 2002), h. 71-72.
69
memegang peran yang dominan terhadap pandangan berbagai pihak pada keadilan itu sendiri. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu Justitia Distributiva dan Justitia Commutativa. Justitia Distributiva menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya. Justitia Commutativa memberi kepada setiap orang hak yang sama banyaknya. Yang adil adalah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.11 Perilaku korupsi di lingkungan pengadilan telah menjadi momok yang menakutkan bagi para pihak. Hampir di setiap lini di lingkungan pengadilan, tidak hanya praktek jual beli, tetapi juga terjadi praktek pemerasan. Pada perkara perdata, praktek pemerasan mulai terjadi saat permohonan gugatan disampaikan kepada panitera pengadilan. Pemerasan terus berlangsung hingga putusan hakim dibacakan. Pada sisi lain dalam laporan tersebut, para pengusaha asing menyatakan buruknya kondisi pengadilan di Indonesia. Sebagai contoh, perusahaan Singapura mengeluh karena menurut mereka pengadilan terlalu dini mengambil keputusan, sebelum keterangan dari para tergugat didengar. Nasib yang sama juga dihadapi perusahaan-perusahaan asuransi asal Kanada, Manulife, Philip
11
Ibid. h. 73.
70
Hampden Smith. Kasus yang sama juga menimpa International Finance Corporation (IFC) sebuah anak perusahaan Bank Dunia. Meski perkaranya sudah sampai ke Mahkamah Agung, upaya IFC menyelesaikan sengketa lewat pengadilan kandas.12 C.
Faktor yang Menghambat
Penanaman
Modal
di
Bidang Usaha
Perkebunan di Indonesia Aparatur penegak hukum mempunyai peran yang sangat besar dalam menarik investor atau menciptakan iklim yang kondusif untuk berinvestasi. Aparatur hukum meliputi badan judikatif, legislatif, dan eksekutif. Kualitas aparatur penegak hukum yang sering kali menyebabkan kerugian negara dan menyebabkan apriori dari para investor, dapat dilihat dari budaya atau pola-pola illegal dalam mengimpor suatu produk. Banyak barangbarang seperti mobil mewah, senjata, tekstil, elektronik dalam jumlah besar bisa lolos ke pabeanan, padahal tidak dilindungi dengan dokumen yang sah. Penyelundupan mobil mewah bahkan menggunakan modus baru dengan teknik mutilasi atau memotong mobil menjadi beberapa bagian. Pada saat ini, budaya hukum atau legal culture di Indonesia belum mampu terbangun dengan baik. Rendahnya kualitas budaya hukum tersebut sangat dipengaruhi tingkat pemahaman masyarakat terhadap hukum yang 12
Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 61-62.
71
sangat beragam. Salah satu fator yang mempengaruhi budaya hukum adalah perilaku para pengusaha atau penanam modal. Berdasarkan hasil survei Transparency International, lembaga anti korupsi, menemukan fakta bahwa pengusaha mancanegara terbiasa menyuap para pejabat negara berkembang. Demontrasi anarkis yang dilakukan masyarakat untuk menyatakan tuntutan akan hak-haknya di muka umum adalah salah satu faktor yang mempengaruhi penanaman modal di Indonesia. Akibat yang ditimbulkan dari demontrasi anarkis antara lain: rusaknya fasilitas umum dan milik swasta, transportasi terganggu, dan infrastruktur rusak. Rusaknya fasilitas umum milik perusahaan swasta mengakibatkan hilangnya asset perusahaan sebagian atau seluruhnya sehingga mengakibatkan kurugian di pihak penanam modal. Kemacatan terjadi karena jalan umum yang dipakai untuk melakukan demonstrasi berakibat pada biaya pengiriman barang yang menjadi lebih mahal sehingga merugikan penanam modal. Kerusakan infrastruktur milik pemerintah sehingga menjadikan timbulnya biaya ekonomi yang tinggi. Korupsi juga menjadi budaya hukum pada tingkat pemerintahan. Korupsi dilakukan aparatur pemerintah secara sistematis, terencana, dan bersama-sama. Korupsi sitematis dilakukan di dalam sistem yang telah disusun secara organisasi seperti organisasi birokrasi bekerja tidak efisien, banyak perizinan yang harus mendapatkan persetujuan dari berbagai instansi.
72
Korupsi terencana dilakukan aparatur pemerintah di dalam rencana yang telah disiapkan dengan pasti. Penanam modal telah dijanjikan sesuatu oleh aparatur birokrasi dan untuk mendapatkan janji, penanam modal diharuskan menyerahkan uang sebagai uang suap. Tanpa adanya uang suap dari penanam modal, maka proses perizinan dalam rangka pelayanan penanaman modal akan terbengkalai atau izin tidak akan segera diterbitkan. Nilai investasi di sektor pertanian terus berkembang. Selama tahun 2007 hingga tahun, total investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor pertanian primer mencapai Rp 24,62 triliun. Adapun penanaman modal asing (PMA) sebesar 2,39 miliar dollar AS. Hal itu diungkapkan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini, Selasa (26/6/2012) di Jakarta, saat memberikan sambutan dalam Forum Investasi Pertanian 2012. Acara ini dihadiri 70 calon investor dan 8 provinsi. Menurut Banun, realisasi investasi sektor pertanian masih bertumpu pada pertanian primer, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Dari total investasi PMDN kumulatif 2007 – 2011 sebesar Rp 24,62 triliun, kontribusi investasi sektor pertanian sebesar 11,97 persen dari investasi PMDN dan 4,2 persen untuk PMA.
73
Kenaikan nilai investasi sangat signifikan. Tahun 2007 nilai investasi PMDN hanya Rp 3,67 triliun, tahun 2011 mencapai Rp 8,23 triliun. Pada triwulan I/2012 investasi PMDN tembus di angka Rp 2,31 triliun, adapun PMA 529,8 juta dollar AS. Kontribusi investasi sektor pertanian untuk PMDN dan PMA masih dirasa kurang signifikan mencerminkan Indonesia sebagai negara agraria dan maritim. Pemerintah dinilai masih memiliki banyak pekerjaan rumah kendati realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMDA) per Januari-Desember mencapai Rp313,2 triliun. “Masih ada pekerjaan rumah kita yang sangat berkaitan dengan iklim investasi seperti infrastruktur, pungli, dan birokrasi,” tutur Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Raja Okto melalui pesan singkatnya kepada Okezone, Selasa
(22/1/2013).
Oleh
karena
itu,
pemerintah
disarankan
untuk
meningkatkan insentif dan promosi investasi. “Keuntungan buat Indonesia sangat jelas, secara otomatis para investor asing itu telah membuka lapangan pekerjaan baru,” jelasnya. Menurutnya, lembaga rating asing pun meningkatkan ratingnya terhadap Indonesia di tahun lalu sehingga hal ini memicu asing untuk berinvestasi di Indonesia. “Ini karena iklim investasi negara lain belum memberikan kenyaman bagi investor asing seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS),” jelasnya.
74
Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang dilaporkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman modal pada triwulan IV (Oktober-Desember) 2012 sebesar Rp83,3 triliun, atau meningkat 18,7 persen dari pencapaian periode yang sama pada 2011 yang hanya sebesar Rp70,2 triliun. Sementara realisasi investasi PMDN dan PMA periode Januari sampai Desember 2012 mencapai Rp313,2 triliun atau meningkat 110,5 persen dari target 2012 sebesar Rp283,5 triliun. Pemerintah memberikan kesempatan bagi investor asing untuk investasi di sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini sebagai pelaksanaan komitmen Indonesia dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (AEC) pada 2015. Pemerintah pun menerbitkan aturan baru daftar negatif investasi (DNI). Dalam peraturan itu tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 yang ditanda tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 April 2014. Ada pembagian tiga kelompok bidang usaha yaitu bidang usaha terbuka dengan persyaratan yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, bidang usaha dipersyaratkan dengan kemitraan, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kepemilikan modal, lokasi tertentu dan perizinan khusus serta bidang usaha terbuka. Berikut daftar usaha bidang pertanian yang terbuka dengan persyaratan, yaitu batasan kepemilikan modal asing sebagaimana tertuang dalam lampiran 2 Perpres No. 39/2014:
75
1. Bidang usaha padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan tanaman pangan lainnya (ubi katu dan ubi jalar) dinyatakan sebagai modal dalam negeri 100% dengan perizinan khusus. 2. Usaha budidaya tanaman pangan pokok dengan luas lebih dari 25 Ha untuk jenis tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan tanaman pangan lainnya (ubi kau dan ubi jalar) modal asing diperkenankan maksimal 49%, dengan rekomendasi dari Menteri Pertanan. 3. Usaha industri perbenihan perkenunan dengan luas 25Ha atau lebih untuk jenis tanaman Jarak Pagar, pemanis lainnya, Tebu, Tembakau, Bahan Baku Tekstil, Jamu Mete, Kelapa Sawit, tanaman untuk bahan minuman (teh, kako, kopi), Lada, Cengkeh, Minyak Atsiri, Tanaman Obat/Bahan Farmasi, Tanaman Rempah, dan Tanaman Karet atau penghasil lainnya, penanaman modal asing diizinkan sampai maksimal 95% dengan rekomendasi Menteri Pertanian. 4. Bidang usaha perkebunan tanpa unit pengolahan dengan luas 25Ha atau lebih, penanaman modal asing diizinkan sampai maksimal 95% dengan rekomendasi Menteri Pertanian untuk perkebunan Jarak Pagar, Pemanis lainnya, Tebu, Tembakau, Bahan Baku Tekstil dan Tanaman Kapas, Perkebunan Jambu Mete, Kelapa, Kelapa Sawit, Perkebunan untuk bahan makanan (Teh, Kopi, dan Kakao), Lada, Cengkeh, Minyak Atsiri, Perkebunan Rempah, dan Perkebunan Karet/Penghasil Getah lainnya.
76
5. Usaha perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih yang terintegrasi dengan unit pengolahan, yaitu: perkebunan jambu mete dan industri biji mete kering; perkebunan lada dan industri biji lada putih kering dan biji lada hitam kering; perkebunan Jarak dan industri minyak Jarak Pagar; perkebunan tebu, industri Gula Pasir, Pucuk Tebu, dan Bagas; perkebunan
Tembakau
dan
Industri
Daun
Tembakau
Kering;
perkebunan Kapas dan Industri Serat Kapas; perkebunan Kelapa dan Industri Minyak Kelapa; dsb, asing dapat menanamkan modal sampai maksimal 95% atas rekomendasi Menteri Pertanian. 6. Modal asing juga bisa masuk sampai maksimal 95% atas rekomendasi Menteri Pertanian untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan, yaitu: Industri Minyak Mentah dari Nabati dan Hewani; Industri Kopra, Serat, Arang Tempurung, Debu, Nata de Coco; Industri Minyak Kelapa; Industri Minyak Kelapa Sawit; Industri Gula Pasir, Pucuk Tebu, dan Bagas; Industri Teh Hitam/Teh Hijau; Industri Tembakau Kering; Industri Jambu mete menjadi biji mete kering; dan Industri Bunga Cengkeh Kereng. 7. Untuk perbenihan hortikulruta, yaitu: Perbenihan Tanaman Buah Semusim, Perbenihan Anggur; Perbenihan Buah Tropis, Perbenihan Jeruk; Perbenihan Apel dan Buah Batu; Perbenihan Tanaman Sayuran Semusim; Perbenihan Tanaman Sayuran Tahunan; Perbenihan Jamur;
77
dan Perbenihan Tanaman Florikultura, modal asing dibatasi maksimal sampai 30%. 8. Batasan modal asing maksimal 30% juga berlaku untuk Budidaya Hortikultura jenis Buah Semusim; Anggur; Jeruk; Buah Tropis; Apel dan Buah Batu; Buah Beri; Sayuran Daun (kubis, sawi, bawang daun, seledri); Sayuran Umbi (bawang merah, bawang putih, kentang, wortel); Sayuran Buah (tomat, mentimun); Cabe, paprika; Jamur; Tanaman Hias; dan Tanaman Hias Non Bunga. 9. Pemerintah juga memperboleh penanaman modal asing sampai maksimal 30% untuk usaha paska panen buah dan sayuran; pengusahaan wisata argo hortikultura; dan usaha jasa hortikultura lainnya (usaha paskapanen, perangkaian bunga, dan konsultas pengembangan hortikultura, termasuk landscaping dan jasa kursus hortikultura). Adapun untuk bidang usaha Penelitian dan Pengembangan Ilmu Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Genetik Pertanian dan Produk GMO (Rekayasa Genetika), pemerintah membuka kesempatan asing menanamkan modalnya ingga 49% dengan rekomendasi Menteri Pertanian. Sedangkan untuk pembibitan dan budidaya babi dan pembibian dan budidaya ayam buras serta persilangannya, pemerintah hanya memberikan kesempatan penanaman modal dalam negeri 100%, dengan syarat tidak bertentangan Peraturan Daerah setempat.
78
Persoalan lahan dinilai masih akan menjadi penghambat bagi masuknya investasi di sektor pertanian nasional pada 2014. Deputi Kepala Bidang Promosi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanam Modal (BKPM) Himawan Hariyoga di Jakarta, Rabu (27/11) mengatakan, hambatan itu membuat perkembangan investasi di sektor primer bakal melambat dibanding tahun sebelumnya. "Untuk sektor primer ini, investasi di bidang pangan dan perkebunan memang masih dominan, sedangkan di perikanan dan peternakan masih kecil," katanya. Senada dengan itu Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani, juga
mempersoalkan
masalah
lahan
sebagai
salah
satu
penghambat
perkembangan bidang pertanian. "Itu sebabnyanya sektor pertanian hanya tumbuh 4 persen, sedangkan sektor-sektor lainnya bisa tumbuh di atas 5 persen," katanya. Dia mengakui, terkait masalah lahan bagi pengembangan agribisnis, sebenarnya pemerintah pusat sudah berupaya menyiapkannya, termasuk peraturannya. "Namun hal itu belum didukung oleh peraturan daerah (perda) yang mesti disiapkan oleh pemerintah daerah," ujar Aviliani. Menurut dia, masalah lain yang juga menghambat perkembangan sektor pertanian adalah tak adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang semacam Repelita dan GBHN pada zaman Presiden Soeharto dulu. "Sekarang ini, tiap 5 tahun, Bappenas harus menunggu visi dan misi dari presiden baru untuk menyusun
79
rencana pembangunan. Tentu hal ini menghambat perkembangan di sektor pertanian," katanya. D.
Analisis penulis Akibat hukum dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mempunyai pengaruh lugas terhadap kinerja penanaman Modal di Indonesia, terutama dengan dicabutnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri. Ketentuan peralihan dalam pasal 37 jo. Pasal 39 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan reformasi tatanan hukum yang berlaku selama hampir 40 tahun dalam bidang penanaman modal di Indonesia. Reformasi ini harus diartikan positif karena memang dalam mengubah pola pikir atau cara pandang terhadap bagaimana kita harus melaksanakan misi pembangunan nasional sekarang ini berbeda landasannya dengan masa lalu. Yaitu landasan yang sangat terpengaruh kuat oleh globalisasi dan internal changes yang tidak dapat kita hindari. Dalam hal adanya peraturan-peraturan daerah yang bermasalah, Menteri Dalam Negeri mempunyai tugas dan kewenangan untuk merekomendasikan kepada Presiden untuk mencabut peraturan-peraturan daerah yang bermasalah. Peran Presiden sebagai kapala pemerintahan dapat menertibkan keberadaan
80
peraturan-peraturan daerah yang bermasalah. Pemerintah dalam arti formal mengandung kekuasaan mengatur atau Verordnungsgewalt dan kekuasaan memutus atau Entscheidungsgewalt. Dan pemerintah dalam arti material berisi unsur memerintah dan unsur menghubungkan sepenuhnya antar lembaga pemerintahan atau das Element der Regierung und das der Vollziehung.
13
Selain itu juga terdapat peran Mahkamah Agung untuk melakukan uji materiil terhadap Peraturan Daerah. Amiruddin juga mengatakan belum terciptanya iklim investasi yang kondusif di daerah terjadi akibat penyimpangan fungsi dari peraturan daerah. Hingga kini pembuatan peraturan daerah semata-mata didasari pada peningkatan pendapatan asli daerah, bukan pengendalian regulasi yang mendukung iklim investasi di daerah yang bersangkutan. Kebijakan meningkatkan pendapatan melalui peraturan daerah hanya memberikan pemasukan jangka pendek. Belum banyak kepala daerah yang menyadari bahwa dengan meminimalisir pungutan-pungutan akan mengundang penanam modal. Kedatangan penanam modal berdampak luas terhadap peningkatan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.14 Dengan adanya pembagian kewenangan urusan pemerintahan terkait dengan penyelenggaraan penanaman modal antara pemerintah dengan
13 14
Ibid. Ibid.
81
pemerintah daerah maka penanaman modal dapat memahami dengan pasti prosedur perizinan terkait izin penanaman modal. Buruknya peradilan di Indonesia membuat citra peradilan tidak mendapatkan kepercayaan dan berada pada titik terendah di mata masyarakat Indonesia dan di mata penanaman modal. Salah satu godaan kuat orang berani melakukannya adalah korupsi tidak sendirian. Korupsi yang dilakukan beramairamai, tertib, dalam lingkungan yang saling mengenal, dan dengan pembagian jatah masing-masing. Kawanan koruptor merasa negara tidak mungkin memproses hukum bagi banyak personel suatu instansi secara bersamaan, dengan resiko pelayanan publik terganggu.15 Sebagai pertahanan terakhir dalam mencari keadilan, aparatur pengadilan harusnya menjaga diri untuk tidak melakukan tindakan korupsi dan menjaga integritas moral. Maka upaya pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan akan tumbuh. Kepercayaan masyarakatpun terhadap aparatur pengadilan tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi dapat tumbuh bila diupayakan dengan maksimal. Pengawasan yang melekat dari atasan terhadap bawahan terus dilakukan dan selalu dievaluasi, maka akan tumbuh kesadaran yang baik dari aparatur untuk tidak melakukan korupsi.
15
Yongki Karman, “Korupsi Manusia Indonesia”, Kompas, 10 April 2010, h. 6.
82
Dalam hal korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, para aparatur birokrasi melakukan korupsi dengan adanya perintah dari atasan atau pejabat negara. Pejabat negara secara langsung memerintahkan untuk melakukan korupsi. Hasil korupsi yang didapat kemudian dibagi-bagikan kepada pegawai aparatur negara. Aristoteles menyebutnya sebagai mob rule yang artinya ialah apa yang dilakukan setiap orang dan semakin banyak, itulah yang menjadi standar atau ukuran sekaligus aturan. Seburuk apapun perilaku itu, jika semua orang melakukannya, berarti dapat diterima sebagai kebenaran dalam ukuran komunitas.16 Pada dasarnya ukuran moral terhadap tindakan korupsi tidak diterima oleh masing-masing pribadi. Namun karena korupsi dilakukan secara terang-terangan dan dilakukan bersama, ukuran moral itu bergesar menjadi adanya pembenaran mengenai tindakan korupsi dan menjadi budaya hukum korupsi. Para investor akan memperhatikan budaya hukum masyarakat dan pelaku bisnis dalam menghadapi setiap permasalahan yang berkaitan dengan hukum. Budaya hukum adalah persepsi atau pandangan masyarakat terhadap sistem hukum. para investor sangat membutuhkan adanya kepastian hukum yang diwujudkan melalui kepatuhan terhadap kontrak atau kerja sama yang
16
Tulus Sudarto, “Minoritas Antikorupsi”, Kompas, 17 April 2010, h.7.
83
telah dan adanya kepastian tentang mekanisme penyelesaian jika terjadi sengketa. Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani, juga mempersoalkan masalah lahan sebagai salah satu penghambat perkembangan bidang pertanian. "Itu sebabnyanya sektor pertanian hanya tumbuh 4 persen, sedangkan sektorsektor lainnya bisa tumbuh di atas 5 persen," katanya. Dia mengakui, terkait masalah lahan bagi pengembangan agribisnis, sebenarnya pemerintah pusat sudah berupaya menyiapkannya, termasuk peraturannya. "Namun hal itu belum didukung oleh peraturan daerah (perda) yang mesti disiapkan oleh pemerintah daerah," ujar Aviliani. Indonesia sebetulnya tidak perlu merasa khawatir akan dijauhi investor asing. Investasi yang sudah ada tidak akan lari jika sistem usaha yang bersih atau clean business system diterapkan. Menurut Mantan Ketua MPR RI Amien Rais, mengatakan bahwa kalau Indonesia jauh dari KKN, maka investor akan datang berduyun-duyun ke Indonesia.17
17
Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 60-61.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Peraturan perundang-undangan di bidang investasi selama kurun waktu terakhir ini, belum mampu mencerminkan aspek kepastian hukum. Hal ini disebabkan munculnya peraturan yang cenderung memberatkan penanam modal seperti kasus peraturan daerah yang tidak singkron dengan peraturanperaturan diatasnya. Selain itu, Keberadaan pengadilan sebagai salah satu fungsi menyelenggarakan proses peradilan dalam menerima, memeriksa, dan mengadili sengketa masyarakat ternodai dengan adanya praktek jualbeli putusan. Perilaku korupsi di lingkungan pengadilan ini telah menjadi momok yang menakutkan bagi para pihak salah satunya adalah penanam modal. Hampir di setiap lini di lingkungan pengadilan, tidak hanya terdapat praktek jual beli, tetapi juga terjadi praktek pemerasan. Korupsi juga menjadi budaya hukum pada tingkat pemerintahan. Korupsi dilakukan aparatur pemerintah secara sistematis, terencana, dan bersama-sama sehingga korupsi merupakan suatu budaya yang harus dihentikan untuk memberikan perlindungan dan kepastian penanaman modal di Indonesia.
84
85
2. Telah terjadi perubahan prinsip dasar serta istilah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi, setelah pemerintah menerbitkan undang-undang yang meratifikasi WTO. Demikian juga dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sehingga mempunyai pengaruh besar terhadap lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pengadilan juga diartikan tidak hanya badan untuk mengadili, melainkan suatu pengertian yang abstrak yaitu memberi keadilan dan perlindungan bagi setiap pihak. Unsur subjektif memegang peran yang dominan terhadap pandangan berbagai pihak pada keadilan itu sendiri. 3. Faktor
terpenting
yang
mempengaruhi
terciptanya
kepastian
dan
perlindungan hukum bagi penanaman modal di Indonesia adalah terciptanya aparatur penegakan hukum yang berkualitas. Selain itu, budaya demontrasi anarkis yang dilakukan masyarakat untuk menyatakan tuntutan akan hakhaknya di muka umum adalah salah satu faktor yang mempengaruhi penanaman modal. Pada saat ini juga, budaya hukum atau legal culture yang diberikan oleh para pengusaha di Indonesia belum mampu terbangun dengan baik. Budaya hukum suap-menyuap antara pengusaha kepada pemerintah sudah biasa terjadi pada negara-negara berkembang. Pada tingkat pemerintahan, korupsi dilakukan aparatur pemerintah secara sistematis, terencana, dan bersama-sama. Dalam hal mempersiapkan lahan tanah,
pemerintah
pusat
sudah
berupaya
menyiapkan,
termasuk
86
peraturannya. "Namun hal itu belum didukung oleh peraturan daerah (perda) yang mesti disiapkan oleh pemerintah daerah. Masalah lain yang juga menghambat perkembangan sektor pertanian adalah tak adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang. B. Saran 1. Pemerintah harus mampu menegakkan hukum dan memberikan jaminan keamanan terutama ketegasan pemerintah dalam menerapkan peraturan dan kebijakan. Investasi asing akan sulit masuk ke Indonesia tanpa adanya pengaturan yang jelas antara pusat dan daerah. Dengan adanya pembagian kewenangan
urusan
pemerintahan
terkait
dengan
penyelenggaraan
penanaman modal antara pemerintah dengan pemerintah daerah maka penanaman modal dapat memahami dengan pasti prosedur perizinan terkait izin penanaman modal. Indonesia sebetulnya tidak perlu merasa khawatir akan dijauhi investor jika sistem usaha yang bersih atau clean business system telah diterapkan. 2. Dalam hal adanya peraturan-peraturan daerah yang bermasalah, menteri Dalam Negeri mempunyai tugas dan kewenangan untuk merekomendasikan kepada Presiden untuk mencabut peraturan-peraturan daerah yang bermasalah. Selain itu juga terdapat peran Mahkamah Agung untuk melakukan uji materiil terhadap Peraturan Daerah. 3. Aparatur pengadilan harusnya menjaga diri untuk tidak melakukan tindakan korupsi dan menjaga integritas moral. Demonstrasi anarki seharusnya tidak
87
perlu dilakukan, karena akan merugikan semua pihak baik penanam modal, pemerintah, maupun masyarakat. Pengawasan yang melekat dari atasan terhadap bawahan terus dilakukan dan selalu dievaluasi, maka akan tumbuh kesadaran yang baik dari aparatur birokrasi untuk tidak melakukan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji. Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing. Jakarta: Pustaka Jaya. 1994. Anwar, H. Jusuf. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi. PT. Alumni. 2005. Asshiddiqie, Jimly dan Safa’at, M. Ali. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006. Aug, Robbert. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. PT Mediasoft Indonesia, 1997. Diniyati, Hilda Hilmiah. “Perlindungan Hukum bagi Investor dalam Pasar Modal (Studi pada Gangguan Sistem Transaksi di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013 “Direkomendasikan 1.000 perda Dibatalkan”. Kompas. 17 Juli 2010. Dirdjosisworo, Soedjono. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008. Farida, Maria. Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar Pembentukannya, cet.XI. Yogyakarta: Kanisius, 2006. Fuady, Munir. Hukum Bisnis: Dalam Teori dan Praktik. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002. Garner, Bryan A. Black’s Law Dictionary, ninth edition. St. paul: West, 2009. Hadhikusuma, Lihar RT Sutantya R. dan Sumantoro. Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk Perusahaan yang berlaku di Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996. Harjono, Dhaniswara K. Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007. Hartono, Sunaryati. Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia. Bandung: Binacipta, 1972.
88
89
Hasanah, Hetty. “Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia”. artikel diakses pada 3 Februari 2014 dari http://jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html. Hasbullah, Frieda Husni dan Sardjono, H.R. Bunga Rampai Perbandingan Hukum perdata. Hasibuan, Hamdi. “Peranan Lembaga Kemasyarakatan dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Tahanan dan Narapidana (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Anak Medan).” Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2009.
Huala, Adolf. Perjanjian Penanaman Modal dalam Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2007. Julia, Syamsiar. “Pelanggaran HAM dan Peran POLRI dalam Penegakan Hukum di Indonesia.” Jurnal Akademik Universitas Sumatera Utara.
Kansil, C.S.T dan Kansil S.T. Christine. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. 2008. Karman, Yongki. “Korupsi Manusia Indonesia”. Kompas. 10 April 2010. Kelsen, Hans. Dasar-Dasar Hukum Normatif. Jakarta: Nusamedia, 2009. Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009. Mertokusumo, Sudikno. “Mengenal Hukum Suatu pengantar”, cet.III. Yogyakarta: Liberty, 2002. Muchsin. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2003. Muhaimin, Yahya A. Bisnis dan Politik. Jakarta: LP3ES, 1990.
90
Nafik HR, Muhammad. Bursa Efek & Investasi Syariah. Jakarta: Serambi, 2009. “Pemegang Paten Perlu Perlindungan Hukum”. Republika. 24 Mei 2004. “Perda Hanya Untuk pendapatan”. Kompas. 16 Juli 2010. “Perda Perburuk Iklim Investasi”. Kompas. 14 Juli 2010. Porta, Rafael La. “Investor Protection and Cororate Governance; Journal of Financial Economics”, no. 58, Oktober 1999: h. 9. Rahardjo, Satjipro. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Kompas, 2003. Rahardjo,Satjipto. Ilmu Hukum. cet. VI. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006. Rahayu.
2009. Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI, Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Roppke, Jochen. Kebebasan yang Terhambat; Perkembangan Ekonomi dan Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1986. Sadli, Muhammad. Indonesian Economic Development. Board Record ed. vol. 6 November 1969. Jakarta: Board Record, 1969. Salim dan Septiana Nurbaini, Erlies. “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi”. cet. 1. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013 Salim. dan Sutrisno, Budi. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Persada, 2007. Sembiring, Sentosa. Hukum Investasi. Bandung: CV. Nuansa Aulia. 2007. Setiono. “Rule of Law”. Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2004. Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 2008.
91
Sudarto, Tulus. “Minoritas Antikorupsi”. Kompas. 17 April 2010. Syahatah, Husein. Fayyadh, Athiyyah. Bursa Efek: Tuntutan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal. Jakarta: Pustaka Progressif, 2004. Syakir,
Muhammad. “Definisi Investasi”. artikel diakses dari http://carapedia.com/pengertian_definisi_investasi_info2073.html .
Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000. “Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Kontrak Franchise”, artikel diakses pada 3 Maret 2013 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35732/6/Chapter%20I II-V.pdf. Untung, Hendrik Budi. Hukum Investasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.