Al-Mizan ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256 Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 Halaman 196-210 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK PATEN DI INDONESIA Retna Gumanti Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo Email:retna.gumanti@ gmail.com Abstract An intellectual work is very important to be given an award for the effort and the success of an attempt to create it. This study is the role of government to guarantee legal protection for intellectual property rights. This paper discusses the legal protection of patent rights in Indonesia. It is used the legal approach with methods of critical analysis of law. The results showed that Law No. 14 of 2011 on Patents has provided unequivocal protection for the owner of the patent-infringing patents against infringement. Keywords: intellectual property rights, patents, law, violation.
A. Pendahuluan Paten adalah salah satu bidang dari hak kekayaan intelektual yang memiliki hak ekslusif bagi yang menemukannya. Hak ekslusif tidak serta merta dimiliki oleh penemu paten, melainkan harus didaftarkan terlebih dahulu hasil penemuannya. Indonesia menerapkan sistem first to file dalam pendaftaran paten, sehingga hak dan kewajiban seorang penemu lahir ketika penemuannya tersebut sudah didaftarkan di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Indonesia telah memiliki undang-undang terkait paten, yaitu UU No 14 Tahun 2011 tentang Paten. Undang-undang ini sudah cukup melindungi pemegang paten, hanya saja undang-undang tersebut tidak disosialisasikan dengan baik, sehingga banyak penemu tidak mendaftarkan penemuannya yang berakibat penemu tidak mendapatkan hak ekslusif sebagaimana pemegang paten yang sudah didaftarkan. Kelemahan inilah yang menjadikan perkembangan teknologi di Indonesia sedikit terhambat bahkan teknologi di Indonesia masih menggantungkan kepada teknologi yang berasal dari negara maju melalui perjanjian lisensi, akibatnya banyak penemuan-penemuan yang berpotensial tidak terlindungi, bahkan yang paling merugikan adalah jika ada negara lain
196
yang mencoba mengambil manfaat dari penemuan-penemuan yang belum terdaftar tersebut seperti halnya pada kasus batik, tempe dan jamu-jamuan yang jelas penemu pertama adalah orang Indonesia, namun karena tidak didaftarkan, maka produk tersebut bisa menjadi milik negara lain. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka tulisan ini diangkat dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai hak paten dan cara pendaftarannya, serta diharapkan dapat mendapatkan informasi mengaenai perlindungan hukum terhadap paten di Indonesia. B.
Pengertian dan Tujuan Paten
Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil penemuannya dibidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.1 Pengertian paten dijelaskan dalam perundang-undangan di Indonesia, yaitu: Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan tujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.2 Suatu invention adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan proses. Hak kekayaan intelektual berupa ide atau pikiran yang dapat dilindungi hukum harus bersifat patentable, baru, applicable dan inventive step. World Intellectual Property Organization (WIPO) memberikan definisi paten sebagai berikut: A patent is legally enforceable right granted by virtue of a law to a person to exlude, for a limited time, other from certain acts in relation to describe new invention; the privilege is granted by a government
1
Budi Agus Riswandi, “Hukum dan Hak Cipta,” Bahan Ajar (Yogyakarta: UII, 2006) h.11. 2 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pasal 1. http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
197
authority as a matter of right ti the person who is entiled to apply for it and who fulfils the prescribed condition. 3 Pengertian di atas dapat dikaji unsur penting paten, yaitu hak paten adalah hak yang diberikan oleh pemerintah untuk melaksanakan penemuan dan bersifat ekslusif. Untuk mendapatkan paten; suatu penemuan harus memiliki syarat substantif tertentu, yaitu kebaruan (novelty), bisa dipraktikkan dalam industri (industrial applicability), mempunyai nilai langkah inventif (inventif step), dan memenuhi syarat formal. Sistem hukum Indonesia, pembentukan suatu bentuk hak yang baru memiliki sifat yang tertutup (absolute), artinya bentuk hak yang baru itu harus dinyatakan dengan undang-undang. Paten sebagai suatu hak khusus adalah bentuk baru dari suatu hak, atas suatu dasar hukum yang diakui, yaitu suatu penemuan baru. Sementara itu bila paten dianggap sebagai suatu perjanjian, seharusnya adalah bahwa hak dan kewajiban yang terdapat dalam hukum paten itu berupa bentuk-bentuk hak yang sudah ada sebelumnya. Kenyataannya adalah bahwa dalam paten, hak itu adalah merupakan bentuk yang baru. Selain daripada itu, bagi seorang penemu yang tidak memintakan paten atas penemuannya itu tetap mendapatkan perlindungan juga dari hukum bahkan terhadap pemegang paten dari suatu produk atau proses yang sama dengan yang tidak dimintakan patennya tersebut. Tujuan pemberian paten oleh Negara/Penguasa kepada si penemu pada umumnya dirangkum dalam dua tujuan yang seolah saling bertentangan yaitu, pada satu sisi adalah untuk memberikan insentif bagi penemu, dengan tujuan agar pemberian perangsang tersebut dapat merangsang untuk dilakukannya penemuan-penemuan baru yang lain atau pengembangan dari penemuanpenemuan yang terdahulu dari orang yang sama maupun dari orang lain. Penemuan-penemuan baru yang kemudian dilaksanakan pasti akan membawa kemajuan-kemajuan bagi masyarakat dalam bentuk kemajuan di bidang ilmu dan teknologi, yang pada gilirannnya ilmu dan teknologi akan memberikan berkah kemajuan di bidang perdagangan, dan industri, yang pada akhirnya akan membuat masyarakat semakin sejahtera. Pada sisi yang lain, bertujuan agar masyarakat umum pada suatu saat, dapat mengambil manfaat dari hasil penemuan itu dengan cara melaksanakan sendiri penemuan dari si pemegang paten tanpa harus memperoleh ijin atau memberikan kontra prestasi kepada si pemegang paten. Bagi penemunya hak paten memberikan arti penting kepadanya antara lain: 3
Endang Purwaningsih, Intellectual Property Rights: Kajian Hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h.27.
198
Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256
1.
2.
3. 4.
5.
Kemanfaatan bagi diri sendiri, artinya sebagai pemegang suatu hak milik. Penemu memiliki wewenang untuk mengambil manfaat dari penemuan itu bagi keuntungannya sendiri dengan cara-cara yang dibenarkan oleh hukum. Kemanfaatan itu dapat meliputi kemanfaatan di bidang materiil maupun di bidang immaterial. Mengalihkan kemanfaatannya kepada orang lain, dalam bentuk mengijinkan, menyewakan, menjual, menghibahkan, ataupun mewariskan isi hak paten itu kepada orang lain. Melarang orang lain yang tanpa hak memanfaatkan penemuan pemegang paten yang sah. Melarang importasi atau eksportasi hasil dari penemuan itu yang dilindungi hak patennya, tanpa persetujuan dari pemegang paten yang sah. Larangan semacam ini justeru dimungkinkan setelah perdagangan/pasar Indonesia berkembang secara pesat, tidak hanya terbatas pada pasar domestik saja melainkan juga telah memasuki pasar di luar negeri Memproduksinya di luar negeri, prinsip pemberian paten di Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, oleh karena itu paten yang diberikan di Indonesia sudah seharusnya dilaksanakan di Indonesia, agar manfaat dari penemuan tersebut dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia. Namun, bilamana karena lasan-alasan financial, dan teknologi pemprosesannya belum mampu diadakan di dalam negeri sendiri, undang-undang paten memberikan kelonggaran kepada si pemegang paten untuk memproduksinya di luar negeri.
C. Teknologi dan Alih Teknologi Secara etimologis, kata teknologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata Technigos yang berarti kesenian atau keterampilan, dan kata logos yang berarti ilmu atau asas-asas utama (fundamental principle). Kata teknologi mempunyai definisi beragam, beberapa diantaranya adalah definisi James D. Grant, teknologi adalah keterampilan praktis (know-how) untuk penerapan pengetahuan ilmiah dalam penciptaan produk khusus atau pelaksanaan tugas khusus.4 Menurut rancangan Code of conduct on the transfer of technology yang dibuat oleh United Nations Commision on Trade and Development (UNTAD), teknologi itu meliputi setiap bukti adanya hak-hak industri baik secara tegas 4
Lena Griswanti, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Dalam Perjanjian Lisensi Paten Di Indonesia (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2005), h. 37. http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
199
ataupun tidak, seperti halnya lisensi tentang produksi dan proses, informasi yang dipatenkan, hak-hak industri yang dilindungi terhadap pihak ketiga, buatan pabrik berdasarkan sanksi dan hal-hal lain yang dapat dijadikan objek kontrak lisensi. Negara yang bergabung dalam Organization on Economic Cooperation and Development (OECD) membuat definisi teknologi sebagai “technologi means systematic knowledge for the application of a progress or the integraly associated managerial and marketing techniques.” World Intelectual Property Right (WIPO) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang perlu dicatat dari definisi teknologi di atas, yaitu bahwa teknologi terdiri dari pengetahuan, akan tetapi tidak semua pengetahuan mencakup di dalamnya. Teknologi tersebut haruslah sistematis dan dapat dikomunikasikan, dapat dialokasikan untuk memecahkan suatu problem atau suatu kebutuhan yang timbul dari suatu kegiatan khusus manusia dalam perindustrian, pertanian, dan komersial, sehinga WIPO mendefinisikan teknologi adalah suatu system pengetahuan untuk membuat suatu produk, mengaplikasikan proses atau menjalin suatu pelayanan, di mana pengetahuan itu dapat direfleksikan dalam suatu pendapatan, desain industri, utility model atau new plant variety atau dalam informasi teknik atau kecakapan atau dalam pelayanan dan bantuan bagi pabrik industri atau menajemen industri atau perusahaan komersial dengan segenap aktifitasnya. Dari berbagai definisi diatas serta luasnya perkembangan teknologi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: 1. Teknologi sebagai barang buatan. Artinya teknologi adalah istilah umum untuk semua benda, prosedur dan system yang berdasarkan penyusunan kreatif dihasilkan untuk pemenuhan sebagai keperluan perorangan yang melalui fungsi-fungsi yang ditapkan melayani Tujuan-tujuan tertentu dan dalam keseluruhan dunia. 2. Teknologi sebagai kegiatan manusia. Artinya teknologi adalah penerapan secara teratur dari seni dan ilmu pada Tujuan-tujuan industri berguna. 3. Teknologi sebagai kumpulan pengetahuan. Artinya teknologi adalah suatu pengetahuan praktis yang teratur, didasarkan pada percobaan dan atau teori imiah yang memperbesar kemampuan masyarakat untuk menghasilkan bagian-bagian dan jasa-jasa yang diwujudkan dalam keterampilan produktif, organisasi atau perindustrian. 5 Pengertian alih teknologi menurut United Nation Centre on Transnational Commission (UNTAC) mendefinisikan alih teknologi sebagai
5
Ridwan Khairandy, ”Hukum Alih Teknologi,” Modul II (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1995), h. 90.
200
Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256
suatu proses penguasaan kemampuan teknologi dari luar negeri, yang dapat diuraikan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu: 1. Peralihan teknologi yang ada ke dalam produksi barang dan jasa tertentu. 2. Asimilasi dan difusi teknologi tersebut ke dalam perekonomian Negara penerima teknologi tersebut. 3. Pengembangan kemampuan Indigeneous Technology untuk inovasi. Erman Radjagukguk, mengemukakan bahwa alih teknologi merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemampuan teknologi, di mana konsep alih teknologi dapat dibedakan pada 2 (dua) tingkat, yaitu tingkat nasional dan tingkat perusahaan. Pada tingkat nasional, konsep alih teknologi di antara berbagai penulis belum beragam. Lebih jauh dikemukakan bahwa konsep alih teknologi ini ada 4 (empat) macam konsep yang masing-masing konsep memerlukan kemampuan teknologi dan pengalaman yang berbeda, yaitu: 1. Alih teknologi secara geografis. Alih teknologi telah terjadi jika teknologi tersebut telah digunakan ditempat yang baru, sedangkan sumber-sumber masukan sama sekali tidak diperhatikan 2. Alih teknologi kepada tenaga kerja lokal. Alih teknologi terjadi jika tenaga kerja lokal sudah mampu menangani teknologi impor dengan efisien 3. Transmisi dan difusi teknologi. Alih teknologi terjadi jika teknologi menyebar ke unit-unit produktif lokal lainnya di Negara penerima 4. Pengembngan dan adaptasi teknologi. Alih teknologi terjadi jika tenaga kerja lokal yang memahami teknologi tersebut nilai mengadaptasi untuk keperluan-keperluan spesifik setempat atau dapat memodifikasikan untuk berbagai keperluan. Pengalihan teknologi dapat dilakukan baik terhadap benda berwujud maupun tidak berwujud. Atas hal ini ada 2 (dua) cara pengalihan teknologi, yaitu: 1. Pengalihan teknologi non komersial adalah pengalihan teknologi yang melibatkan pemerintah, misalnya penggunaan expertise dari luar negeri dan program kerja sama teknik antar bangsa. 2. Pengalihan teknologi komersial adalah pengalihan teknologi yang tidak melibatkan pemerintah dan dilakukan dengan Technologi Contrac, misalnya: lisensi, joint venture dan franchise. Lebih jauh WTO mengatur tentang pengalihan teknologi yang berkaitan erat dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yaitu tentang aspek-aspek dagang dari hak atas kekayaan intelektual TRIPs. Pengaturan tentang pengalihan
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
201
teknologi oleh WTO diatur dalam BAB I pasal 7 lampiran 1c mengenai sasaran, yaitu: The protection and enforcement of intellectual property rights should contribute to the promotion of technological innovation and to the transfer and dissemination of technology, to the mutual advantage of producers and users of technological knowledge and in a manner conducive to social and economic welfare, and to a balance of rights and obligations.6 Artinya: Perlindungan dan penegakan hukum HKI ditujukan untuk memacu penemuan baru di bidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta penyebaran teknologi, dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen pengguna pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. D. Paten dalam Kaitannya dengan Proses Alih Teknologi Prinsip-prinsip yang berlaku bagi perlindungan paten pada umumnya juga diikuti oleh undang-undang paten Indonesia menetapkan bahwa paten diberikan atas dasar permintaan, kewajiban, pengungkapan penemuan, serta adanya jangka waktu tertentu mengenai perlindungan atas paten. Bahwa prinsipnya paten diberikan atas dasar permintaan, ditentukan secara tegas di dalam pasal 23 UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten. Sebagai pelengkap atas prinsip bahwa paten diberikan atas dasar permintaan di dalam studi-studi mengenai hukum paten juga dikenal prinsip territorial, yaitu perlindungan atas paten hanya sebatas wilayah tempat diberikannya paten tersebut. Apabila kedua prinsip tersebut dipertautkan, dapat disimpulkan bahwa paten yang diminta di Indonesia hanya berlaku di wilayah Indonesia. Sebaliknya, penemuan yang dilindungi oleh paten dinegara lain, jika penemuan itu tidak dimintakan paten di Indonesia, penemuan tersebut tidak mendapatkan perlindungan atas paten tersebut di Indonesia. Dalam mengajukan permintaan paten ketentuan pasal 30 UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten menentukan bahwa:7 Permintaan paten diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada kantor paten, yaitu: surat permintaan paten harus memuat: 6
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips.pdf, diakses tanggal 30 Juni 2015. 7 Dewi Astuty Mochtar, Perjanjian Lisensi teknologi Dalam Pengembangan Teknologi Indonesia (Bandung: PT Alumni, 2001), h.107.
202
Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256
1) 2)
Tanggal, bulan, dan tahun permintaan; Alamat lengkap dan jelas orang yang mengajukan permintaan termaksud nomor a; 3) Nama lengkap dan kewarganegaraan penemu; 4) Dalam hal permintaan diajukan orang lain selaku kuasa dilengkapi pula dengan nama lengkap dan alamat lengkap kuasa yang bersangkutan; 5) Surat kuasa khusus, dalam hal permintaan diajukan oleh kuasa; 6) Permintaan untuk diberi paten; 7) Judul penemuan; 8) Klaim yang terkandung dalam penemuan; 9) Deskripsi tertulis tentang penemuan, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan penemuan; 10) Gambar yang disebut deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas; 11) Abstraksi mengenai penemuan; E.
Perlindungan Paten di Indonesia 1.
Konsep Perlindungan Hukum
HKI merupakan hak yang mendapat perlindungan dari undang-undang, dan barang siapa melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi. Perlindungan hukum di sini dimaksudkan sebagai upaya yang diatur oleh undang-undang guna mencegah terjadi pelanggaran HKI oleh orang yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses secara hukum, dan bila terbukti, maka dapat dijatuhi hukuman sesuai peraturan yang berlaku dengan ancaman hukuman baik yang sifatnya pidana maupun perdata, sedangkan Tujuan perlindungan HKI itu sendiri adalah untuk memberikan kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan intelektual dengan pencipta atau penemu, pemilik atau pemegang dan pemakai yang menggunakan HKI. Pebuatan pelanggaran HKI perlu dipenuhi unsur-unsur penting sebagai berikut: a. Larangan undang-undang; Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pengguna HKI dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang. b. Ijin penggunaan; Pengguna HKI dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik atau pemegang hak tedaftar. c. Pembatasan undang-undang; Penggunaan HKI melampaui batas ketentuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
203
d.
Jangka waktu; Penggunaan HKI dilakukan dalam jangka waktu perlindungan yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau perjanjian tertulis atau lisensi.8
Konsep perlindungan HKI ini berlaku pada semua bidang HKI yang meliputi hak cipta, merek, paten, desain industri dan hak-hak intelektual lainnya tanpa terkecuali. Jadi semua unsur-unsur yang disebutkan di atas untuk lebih mempermudah pemahaman tentang konsep perlindungan HKI seperti yang diatur dalam hukum yang ada di Indonesia, yaitu UU No. 28 Tahun 20014 tentang Hak Kekayaan Intelektual. 2.
Sistem Perlindungan Hukum HKI
HKI adalah harta kekayaan yang dilindungi oleh undang-undang dan setiap orang wajib untuk menghormatinya. Perlindungan hukum atas hak kekayaan intelektual itu berlangsung selama jangka waktu yang telah ditentukan menurut bidang dan klasifikasinya. Hal ini menimbulkan konsekuensi, bahwa apabila orang lan ingin menikmati manfaat ekonomi dari hak atas kekayan intelektual tersebut, dia wajib mendapatkan ijin dari orang yang berhak terlebih dahulu. Penggunaan atau pemalsuan hak atas kekayaan intelektual orang lain tanpa ijin tertulis dari pemiliknya, adalah merupakan suatu pelangaran hukum. Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh UndangUndang guna mencegah terjadinya pelanggaran hak atas kekayaan intelektual oleh orang yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut dapat atau harus diproses secara hukum, dan dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan undang-undang jika memang tebukti telah melakukan pelanggaran tersebut a.
Pelanggaran Paten merupakan Perkara Perdata
Apabila suatu paten diberikan kepada orang lain selain dari orang yang berhak atas paten itu, maka orang yang berhak itu dapat menuntut ke pengadilan niaga agar paten dari yang bersangkutan berikut hak-hak yang melekat pada paten itu diserahkan kepadanya untuk seluruhnya, atau sebagian atau dimiliki bersama, hal tersebut tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2001, pasal 117. Pada undang-undang paten yang baru ini, penyelesaian sengketa paten dapat dilaksanakan melalui proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan, di samping proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Proses pengadilan dalam menyelesaikan suatu sengketa pada umumnya memakan waktu yang 8
Lena Griswanti, “Perlindungan Hukum terhadap Penerima Lisensi dalam Perjanjian Lisensi Paten di Indonesia,” Skripsi (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2005), h. 74.
204
Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256
lama dan biaya yang besar. Mengingat sengketa paten akan berkaitan erat dengan masalah perekonomian dan perdagangan yang harus tetap berjalan, maka dilakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa yang termuat dalam pasal 124, selain lebih cepat, biayanya pun lebih ringan. Pada pasal 118 menentukan bahwa pemegang paten atau penerima lisensi paten berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga setempat terhadap siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk menjual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten. Gugatan ganti rugi tersebut hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan invensi yang telah diberi paten. Isi putusan Pengadilan Niaga tentang gugatan dimaksud disampaikan kepada Direktorat Jenderal HKI paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan diucapkan untuk dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Pada umumnya dalam setiap proses penyelesaian sengketa selalu diupayakan penyelesaian sengketa secara damai, dan yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kesua belah pihak yang bersengketa tanpa melalui pengadilan niaga dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan jasa baik.9 b.
Pelanggaran Paten merupakan Perkara Pidana
Undang-undang Paten tahun 2001 tidak merinci lebih lanjut macam jenis tindak pidana hak paten tersebut, tapi yang jelas perbuatan yang melanggar hak pemegang paten atau tidak memenuhi kewajibannya yang ditentukan dalam undang-undang Paten merupakan tindak pidana hak paten. Ketentuan pidana hak paten diatur dalam pasal 130-135 UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. Mencermati pasal 130-135 tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak pidana di bidang paten dilakukan dengan sengaja dan melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 undang-undang Paten di pidana dengan pidana penjara paling lambat 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sebagaimana tercantum dalam pasal 130, dan penjara 2 (dua) tahun atau denda
9
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor Impor dan Imbal Beli) (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 75. http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
205
Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) tercantum dalam pasal 131 UUP 2001.10 Dilihat dari rumusan dalam undang-undang Paten, ancaman hukuman pidana yang diberikan bersifat kumulatif dan alternatif sekaligus antara pidana penjara dan pidana denda. Dengan demikian, hakim dapat menjatuhkan pidana penjara atau pidana denda saja, atau sekaligus menjatuhkan pidana penjara dan pidana denda. Tindak pidana hak paten yang diatur dalam undang-undang Paten merupakan delik aduan, bukan delik biasa seperti tindak pidana hak cipta. Merupakan delik aduan artinya tindak pidana hak paten sebagaimana diatur dalam pasal tersebut tidak dapat dituntuk, kecuali sebelumnya ada pengaduan dari pemegang paten yang bersangkutan. Pasal 134 memberikan hak kepada hakim untuk memerintahkan agar barang-barang hasil pelanggaran paten disita oleh Negara untuk dimusnahkan dalam hal terbukti adanya pelanggaran paten. Untuk menentukan telah terjadi suatu tindak pidana hak paten, perlu diadakan penyelidikan dan penyidikan. Penyidikan tindak pidana hak paten ini, selain dilakukan oleh penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, juga dapat dilakukan pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu, yang memiliki kewenangan tertentu pula. Hal ini sesuai dengan KUHP, yang memungkinkan penyidikan tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, tetapi juga dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu, namun dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya penyidik pegawai Negeri Sipil tertentu tersebut berada dibawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Ketentuan penyidikan tindak pidana hak paten ini diatur dalam pasal 129 UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten.11 3.
Pentingnya Perlindungan Hukum HKI
Sebagian besar sistem paten di dunia berdasarkan pada sistem first to file. Dalam sistam ini, pihak pertama yang mengajukan permohonan paten atas suatu penemuan jika memenuhi syarat paten akan mendapatkan paten. Pihak kedua yang mengajukan permohonan paten tidak akan mendapatkannya. Jadi, begitu temuan dihasilkan, maka akan berlomba dengan pihak lain yang membuat penemuan yang sama untuk secepat mungkin mengajukan permohonan patennya ke kantor paten. Banyak penemuan pantas untuk mendapatkan perlindungan paten di seluruh dunia, yang berarti bahwa pemohoon paten harus mengambil langkah-langkah untuk memenuhi sistem 10
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pasal 16, 130, 131. 132, 133, 134, dan 135. 11 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pasal 129.
206
Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256
tersebut. Negara-negara yang menganut sistem first to file mensyaratkan pemohon menjadi pemohon paten pertama. Sistem pendaftaran paten di Indonesia menggunakan system first to file, yang menyebabkan suatu penemuan atau invention telah dimohonkan patennya akan mendapatkan perlindungan hukum semenjak diterimanya permohonan paten tersebut, karena sistem first to file menyatakan bahwa tanggal penerimaan paten adalah saat tanggal Direktorat Jendral HKI menerima surat permohonan paten yang telah memenuhi persyaratan minimum, yaitu yang berupa pemenuhan syarat-syarat administrasi. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pemohon dalam memperoleh tanggal penerimaan yang sangat penting bagi status permohonan karena akan menentukan sejak kapan penemuan itu mendapatkan perlindungan hukum. Mengenai tanggal penerimaan pengajuan permohonan paten tersebut diatur dalam pasal 30 dan 31 UU No. 14 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa tanggal penerimaan paten adalah saat tanggal Direktorat Jendral HKI menerima surat permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum serta setelah dibayarnya biaya permohonan paten oleh yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemohon untuk memperoleh tanggal penerimaan yang sangat penting bagi status permohonan karena system yang digunakan adalah first to file. Selain itu, dimaksudkan juga untuk memberikan kepastian mengenai tanggal penerimaan (filing date) oleh Direktorat Jendral HKI, dan untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat dengan memperhatikan serta menyesuaikan dengan syarat minimum tanggal penerimaan bagi permohonan yang diajukan. Dengan demikian, tanggal penerimaan pengajuan permohonan paten penting sekali untuk menentukan status dan kapan perlindungan hukum terhadap paten yang bersangkutan mulai berlaku. Konsekuensi dari sistem first to file dalam penerimaan paten ini adalah bahwa setiap permohonan paten yang telah diajukan dan diterima maka secara otomatis telah mempunyai kekuatan hukum yang kuat, karena telah mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah walaupun terhadap penemuan yang dimohonkan paten itu belum dikeluarkan sertifikat patennya. Sertifikat paten merupakan bukti hak atas paten yang diterbitkan Direktorat Jenderal HKI untuk inventor yang permohonan patennya telah diterima dan inventor dapat setiap saat melindungi temuannya dari ancaman penyalahgunaan dari pihak-pihak lain, sehingga penemu atau inventor dapat menggugat atau melakukan tuntutan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap HKI-nya atau menggunakan temuannya tanpa seijinnya.12
12
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional, h.84. http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
207
4.
Aspek Teknologi Perlindungan Paten bagi Indonesia
Sejak awal kemerdekaan hingga dewasa ini, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar dipicu oleh penanaman modal asing sebelum terkena krisis ekonomi tahun 1997. diketahui, selama waktu tersebut Indonesia belum memiliki hukum paten yang efektif. Bahkan Indonesia mengalami era ekonomi yang disebut dengan without the benefit of functional legal rules for commerce, and without reliable legal institutions, let alone effective intellectual property laws.13 Sumber daya alam yang melimpah ruah, sumber daya manusia yang murah dan berbagai kemudahan telah menarik minat investor untuk berbondong-bondong menginvestasikan modalnya di Indonesia. Gejolak politik dan inkonsistensi hukum pada setiap periode pemerintahan turut mewarnai penanaman modal asing di Indonesia. Apabila mencermati perbandingan jumlah pendaftar paten di Indonesia, memang pendaftar paten di Indonesia sendiri relatif kecil (2,77% paten biasa dan 2,83% paten sederhana).14 Lainnya adalah pendaftar dari luar negeri, meskipun tidak dapat dipungkiri ada dua putera bangsa Indonesia yang mendaftarkan patennya di luar negeri. Goans menyatakan, bahwa sistem paten yang kuat dapat menciptakan iklim yang mendorong industri untuk menginvestasi dan mengalihkan teknologi baru di Negara berkembang15. Pandangan pesimis yang meragukan manfaat perlindungan paten dibarengi fakta yang merugikan akan merongrong semangat menuju masyarakat industri, karena Indonesia mau tidak mau harus melangkah maju sebagai konsekuensinya menjadi anggota GATT/WTO dan dalam menyambut globalisasi. Indonesia terus membenahi hukum, baik aparatur penegak hukum maupun perundang-undangan guna melanjutkan pembangunan dari keterpurukan ekonominya. Saat ini, diharapkan hukum paten dapat mengangkat teknologi Indonesia melalui pembangunan berkesinam-bungan. Undang-undang paten terbaru hasil penyesuaian dengan TRIPs di Indonesia adalah UU No.14 Tahun 2001, yang memuat prinsip antara lain: (a) Disclosure; (b) Paten diberikan atas dasar permohonan; (c) Jangka waktu perlindungan; (d) Kewajiban melaksanakan paten; (e) Penolakan pendaftaran demi pengembangan teknologi dan ekonomi; (f) Perkara pelanggaran paten
13
Endang Purwaningsih, Intellectual Property Rights Kajian Hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) h.157. 14 Ditjen Paten, “Statistic Paten,” http://www.dgip.go.id, diakses tanggal 30 Juni 2015. 15 Ismail Saleh, Hukum dan Ekonomi (Jakarta: PT Gramedia, 1980), h. 62.
208
Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256
sebagai delik aduan; (g) Penggunaan hak prioritas; dan (h) Asas territorial dan lain-lain.16 F.
Penutup
Pengaturan paten pada hakikatnya adalah perlindungan paten itu sendiri yang berfungsi untuk melindungi penemuan sekaligus sebagai perangsang pengembangan teknologi, selanjutnya mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai penikmat manfaat teknologis dan ekonomis paten. Dilihat dari sudut pandang kepentingan teknologi, apabila perlindungan terlalu luas, maka tidak akan terjadi pengembangan teknologi karena modifikasi sebesar apapun akan dikualifikasi sebagai pelanggaran. Sebaliknya, bila perlindungan diberi terlalu sempit, maka akan merugikan pihak patentee, yakni akan muncul banyak penemuan dengan teknologi yang mirip dan kemungkinan memperoleh paten relatif lebih mudah. Dengan adanya pengungkapan penemuan diharapkan muncul paten-paten baru sebagai improvement dari paten lama dan terjadi alih teknologi serta penguasaan teknologi masyarakat makin meningkat. Walau UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten telah ada, namun masyarakat sendiri banyak yang belum mengetahui manfaat paten bahkan tidak mengetahui bagaimana tata cara pendaftaran paten, selain itu kelemahan yang dimiliki oleh Indonesia adalah penerapan first to file dalam sistem pendaftaran paten, sehingga bisa saja yang mendaftarkan itu bukan penemu sebenarnya karena dalam sistem tersebut yang dilindungi adalah pendaftar paten yang pertama, berbeda halnya dengan negara adidaya Amerika yang menerapkan sistem first to invent dalam pendaftaran paten, yang mana penemu pertamalah yang akan dilindungi oleh hukum dan berhak mendapatkan royalti. Kurang pahamnya masyarakat tentang paten diakibatkan karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah khususnya dari Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, diharapkan ke depannya akan diadakan sosialisasi yang bertujuan untuk memberi pemahaman tentang paten dan tentunya untuk memancing ide-ide briliant dari masyarakat terkait teknologi maupun penemuan dalam bidang lainnya, sehingga dikemudian hari bukan tidak mungkin masyarakat indonesia bisa bersaing dengan negara maju terkait teknologi.
16
Endang Purwaningsih, Intellectual Property Rights, h. 89. http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am
209
DAFTAR PUSTAKA Griswanti, Lena. 2005. “Perlindungan Hukum terhadap Penerima Lisensi dalam Perjanjian Lisensi Paten di Indonesia,” Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Griswanti, Lena. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Dalam Perjanjian Lisensi Paten Di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Khairandy, Ridwan. 1995. ”Hukum Alih Teknologi,” Modul II. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Mochtar, Dewi Astuty. 2001. Perjanjian Lisensi teknologi Pengembangan Teknologi Indonesia. Bandung: PT Alumni.
Dalam
Purwaningsih, Endang. 2005. Intellectual Property Rights Kajian Hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten. Bogor: Ghalia Indonesia. Purwaningsih, Endang. 2005. Intellectual Property Rights: Kajian Hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h.27. Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten. Riswandi, Budi Agus. 2006. “Hukum dan Hak Cipta,” Bahan Ajar. Yogyakarta: UII Saleh, Ismail. 1980. Hukum dan Ekonomi. Jakarta: PT Gramedia. Widjaya, Gunawan dan Ahmad Yani. 1997. Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor Impor dan Imbal Beli). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips.pdf. http://www.dgip.go.id.
210
Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256