PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH : TAUFIK UMAR LUBIS 0402001169 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : TAUFIK UMAR LUBIS NIM : 0402001169 Departemen Hukum Internasional
Disetujui oleh : Ketua Departemen Hukum Internasional
Sutiarnoto, SH. M.Hum NIP. 131 616 321
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Abdurrahman, SH. M.H
Chairul Bariah,SH. M.Hum
NIP. 131 413 649
NIP. 131 570 464
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat, rahmat dan hidayah-Nya kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini berjudul : “ Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional” yang ditulis sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan program S1, Program Studi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk penulisan ini Penulis berusaha agar hasil penulisan Skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini bukanlah dapat dicapai dengan maksimal karena ilmu pengetahuan Penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan Penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan Skripsi ini. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin berterima kasih sepenuhnya dengan ikhlas, kepada : 1. Bapak Prof. Dr, Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. Mhum. DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Sumatera Utara. 4. Bapak Muhammad Husni. SH.MH selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
5. Bapak Sutiarnoto, SH. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Abdurrahman, SH.MH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
menuangkan
ilmunya
dan
perhatiannya
hingga
dapat
diselesaikannya Skripsi ini. 7. Ibu Chairul Bariah, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu Penulis hingga dapat diselesaikannya Skripsi ini. 8. Ayahanda Nasrun Habib Lubis dan Ibunda Rosida Mokhtar Nasution yang telah mendukung Penulis dalam pengerjaan Skripsi ini. Segala pengorbanan, kasih, dukungan dan semangatnya yang telah diberikan merupakan sumber kekuatan Penulis selama ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati. Penulis membuka selebarlebarnya atas segala kritik dan saran. Harapan Penulis semoga Skripsi ini dapat bermamfaat dan digunakan sebaik-baiknya.
Medan, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iii
ABSTRACT .....................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penulisan ........................................................... 1 B.Perumusan Masalah .................................................................... 3 C.Tujuan dan Mamfaat Penulisan .................................................... 4 D.Keaslian Penulisan ...................................................................... 5 E.Tinjauan Kepustakaan ................................................................. 5 F. Metode Penulisan......................................................................... 7 G.Sistematika Penulisan................................................................... 7
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TRAFFICKING A. Sejarah Terjadinya Trafficking ................................................... 9 B. Pengertian Trafficking ............................................................... 18 C. Faktor-Faktor Terjadinya Trafficking( Perdagangan Manusia) .. 23 D. Bentuk-Bentuk Trafficking( Perdagangan Manusia) .................. 27 E. Perlindungan Hukum Anak Secara Hukum Internasional.......... 31
BAB III
PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING: A. Pengaturan Hukum Nasional Tentang Perlindungan Anak........ 35 B. Pengaturan Internasional Dan Nasional Tentang Trafficking Children ( Perdagangan Anak) .................................................. 46 C. Pengaturan Hukum Perlindungan Anak Secara Internasional.... 53
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL A. Larangan Penyelundupan Manusia Baik Melalui Darat, Laut dan Udara ( Protocol Against The Smuggligt Of Migrant By Land, Sea, And Air) ..................................................................... 74 B.Tindakan Pemerintah Tentang Perdagangan Anak Di Negara Indonesia (UU No 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang) .................................................................... 79 C.Protokol Untuk Mencegah, Memberantas, Dan Menghukum Perdagangan Manusia, Terutama Perempuan dan Anak-anak,
BAB V
Yang Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Kejahatan Terorganisir Antar Negara .......................... 85 PENUTUP A. KESIMPULAN ........................................................................... 105 B. SARAN ....................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109
ABSTRACT
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Abdurrahman 1 Chairul Bariah Mozasa 2 Taufik Umar Lubis 3
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL Perdagangan manusia khususnya anak merupakan salah satu masalah yang perlu penanganan secara mendesak bagi seluruh komponen bangsa. Hal itu perlu karena erat kaitannya citra bangsa indonesia di mata internasional, apalagi data dari departemen luar negeri amerika serikat menunjukkan bahwa indonesia berada dalam urutan ketiga dunia sebagai pemasok perdagangan anak. Tindak pidana perdagangan manusia adalah pengrekrutan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan dan kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi, atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan. Pemberantasan perdagangan anak dengan sasaran: adanya norma hukum dan tindakan hukum terhadap pelaku trafficking, terlaksananya rehabilitasi, dan reintegrasi sosial sebagai korban trafficking, terlaksananya pencegahan segala bentuk trafficking serta terciptanya kerja sama dan koordinasi yang baik dari berbagai instansi yang terkait
BAB I 1
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II 3 Mahasiswa Fakultas Hukum USU 2
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penulisan Masalah perdagangan anak atau dikenal dengan istilah trafficking di indonesia akhir-akhir ini bila diamati menunjukkan adanya peningkatan . Berbagai latar belakang dapat dikaitkan dengan meningkatkan masalah perdagangan tersebut, misalnya lemahnya penegakan hukumnya, peran pemerintah dalam penaganannya maupun minimnya informasi tentang trafficking, khususnya di pelosok-pelosok pedesaan. Adapun yang paling rentan untuk menjadi korban trafficking adalah perempuan dan anak dari keluarga miskin, anak di pedesaan, anak putus sekolah, dan yang mencari pekerjaan Menurut Rachmat Syafaat “ perdagangan perempuan dan anak adalah bentuk imigrasi dengan tekanan yaitu orang yang direkrut, diperdagangkan dan dipindahkan ketempat lain secara paksa, ancaman kekerasan dan penipuan” 4 PBB dalam sidang umum tahunan 1994 menyetujui adanya suatu revolusi yang menentang adanya perdagangan perempuan dan anak dengan memberikan defenisi sebagai berikut: Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum , terutama dari negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi, dengan tujuan memaksa perempuan dan anak perempuan masuk kedalam situasi penindasan dan eksploitasi secara seksual dan ekonomi, 4
Rahmat Syafaat, Dagang Manusia- Kajian Trafficking Terhadap Perempuan dan Anak di Jawa Timur, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002.h.10
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
sebagaimana juga tindakan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan manusia seperti kerja paksa domestik, kawin palsu, pekerja gelap, dan adopsi paksa demi kepentingan pengrekrutan, perdagangan, dan sindikat kejahatan. 5 Perdagangan Manusia dengan alasan apapun juga merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak manusia. sehingga dapat dikatakan bahwa perdagangan manusia merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak asasi manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa perdagangan anak merupakan suatu jenis perbudakan di era modern. Pendefenisian perdagangan manusia. Perekrutan,
pengiriman,
pemindahan,
penampungan,
atau
penerimaan
seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk- bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atau orang lain dengan tujuan eksploitasi. Sehubungan dengan itu pada Tahun 2000 pemerintah indonesia telah memutuskan untuk meratifikasi Konvensi ILO NO.182 mengenai pelanggaran dan tindakan segera untuk penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anakanak dengan mengeluarkan Undang- Undang Nomor(1) Tahun 2000. Konvensi ini menyatakan bahwa penjualan dan perdagangan anak sesungguhnya adalah “ Suatu bentuk perbudakan yang pada hakekatnya sama saja dengan perbudakan itu
5
Ibid hal 10
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
sendiri” karena itu penjualan dan perdagangan anak termasuk salah satu bentuk terburuk perburuhan anak. Konvensi ILO NO 182 ini amat menekankan pentingnya pelarangan dan penghapusan bentuk – bentuk terburuk perburuhan anak. Oleh karena itu negaranegara yang telah meratifikasi konvensi ini berkewajiban untuk menuangkan dalam peraturan perundang-undangan dan melaksanakan melalui programprogram aksi yang ditujukan untuk memberantas dan mencegah bentuk-bentuk terburuk perburuhan anak. Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anakanak wajib dilindungi dari upaya-upaya yang memperkerjakannya pada pekerjaan-pekerjan yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang tidak manusiawi.
B.Perumusan Masalah Berpijak pada uraian-uraian latar belakang permasalahan diatas maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban traffiking ditinjau dari hukum internasional 2) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban trafficking dikaitkan dengan undang-undang No 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
3) Bagaimana upaya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah indonesia sebagai langkah untuk tindakan pemerintah tentang perdagangan anak di indonesia terhadap anak sebagai korban traffiking.
C. Tujuan Dan Mamfaat Penulisan Tujuan khusus penulisan ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan bagi kelulusan Penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, namun secara global maka tujuan dari penulisan ini adalah ikut berpartisipasi memberikan sedikit kontribusi bagi penegakan nilai-nilai hak asasi manusia dan penegakan norma-norma hukum serta menegaskan betapa besarnya kesengsaraan dan kerugian yang paling banyak diderita oleh anak- anak korban traffiking Selain itu tujuan penulisan dan mamfaat penulisan sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban traffiking baik dalam hukum nasional maupun internasional 2) Untuk mengetahui dalam melakukan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban traffiking ditinjau dari hukum internasional dan undangundang No 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang memberikan peranan yang cukup besar untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban traffiking sebagai hukum nasional di indonesia dan juga hukum internasional melindunginya sebagai korban traffiking. 3) Untuk mengetahui upaya pemerintah sudah sejauh mana yang diberikan pemerintah indonesia terhadap anak sebagai korban traffiking di indonesia
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
D.Keaslian Penulisan Penulisan ini dilakukan atas ide penulis sendiri karena adanya ketertarikan penulis terhadap pelindungan hukum yang seharusnya diberikan kepada anakanak korban traffiking dan skripsi ini belum pernah dibuat oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Kepustakaan Skripsi ini berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional “ Untuk menghindari keragu-raguan pada bab-bab selanjutnya maka terlebih dahulu ditegaskan pengertian judul diatas secara umum Anak adalah setiap orang yang berusia 18 tahun kecuali undang- undang menetapkan bahwa kedewasaan dicapai lebih cepat 6 Traffiking adalah perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional sebagian besar berdasarkan dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam eksploitasi untuk kepentingan agen penyalur, dan sindikat kejahatan
6
Joni, Muhammad dan Zulchaira.Z.Tanamas. Aspek Perlindungan Anak. Bandung, Aditya Bakti, 1999
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap dan adopsi. 7 Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat Hidup, tumbuh , berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi 8 Judul ini pada prinsipnya akan membahas tentang sejauh mana anak itu mendapat perlindungan hukum sebagai korban trafficking ditinjau dari hukum internasional Berdasarkan defenisi tentang anak dan traffiking tersebut, maka penulisan ini hanya menelaah permasalahan yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban trafficking Kemudian judul ini akan mengetahui sejauh mana perlindungan yang diberikan hukum internasional terhadap anak sebagai korban trafficking
F.Metode Penulisan Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum secara normatif karena dalam penelitian yang dilakukan penulis untuk penulisan skripsi ini penulis mendasarkan pada data sekunder yang berasal dari data kepustakaan 9 Bahan pustaka bidang hukum yang penulis gunakan sesuai dengan ketentuan bahan-bahan dasar suatu penelitian , terdiri dari:
7
Resolusi PBB Nomor 49/ 166 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 2 h 4 9 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta Rajawali, 1994) hal 29 8
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
1) Bahan hukum primer berupa konvensi- konvensi, undang- undang tentang tindak pidana perdagangan orang khususnya anak, dan protokol yang mencegah, memberantas, dan menghukum, perdagangan manusia, tentang anak, yang melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangsa melawan kejahatan terorganisir antar negara. 2) Bahan hukum sekunder berupa buku- buku, makalah- makalah dan bahan sejenis sepanjang mengenai hal- hal yang dibahas dalam skripsi penulis 3) Bahan hukum tersier/ penunjang mencakup bahan- bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer
G. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan penulisan ini terbagi dalam lima bab yang masing- masing bab terdiri dari sub bab yang dikembangkan jika memerlukan pembahasan yang lebih terperinci : 1) Bab I adalah merupakan pendahuluan yang memberikan gambaran umum mengenai perlindungan hukum anak sebagai korban traffiking. Bab ini terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan mamfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. 2) Bab II adalah bahasan mengenai tinjauan umum anak sebagai korban traffiking yang terdiri dari lima sub bab yaitu bab mengenai sejarah terjadinya trafficking, pengertian trafficking, faktor- faktor terjadinya
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
traffiking (perdagangan manusia), bentuk- bentuk traffiking ( perdagangan manusia) dan perlidungan hukum anak secara hukum internasional 3) Bab III adalah memuat bahasan mengenai pengaturan hukum tentang perlindungan anak sebagai korban trafficking yang meliputi pengaturan hukum nasional tentang perlindungan anak secara internasional, pengaturan internasional dan nasional tentang trafficking children (Perdagangan Anak) 4) Bab IV adalah memuat bahasan mengenai perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban trafficking ditinjau dari hukum internasional yang juga memuat peranan dan upaya pemerintah dan mencegah dan memberantas tentang perdagangan orang khususnya anak untuk membantu dan menangani korban- korban trafficking dan juga memuat protokol dan konvensi untuk menangani korban- korban trafficking 5) Bab V adalah merupakan bagian penutup yang memuat kesimpulan dan saran
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TRAFFICKING A. Sejarah Terjadinya Trafficking Perbuatan trafficking manusia dapat berbagai tujuan, telah berlangsung sejak dahulu kala, dan sampai dengan abad 21 ini. Dari masa kerajaan jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dan untuk menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran, kegiatan ini berkembang lebih terorganisir pada masa penjajahan belanda dan jepang dan bahkan sekarang ini, dialam kemerdekaan dan di era globalisasi, kegiatan tersebut tidak semakin menurun justru semakin marak dan meluas ke berbagai negara.
Kejahatan terhadap anak akhir-akhir ini muncul menjadi isu besar
yang
menarik perhatian regional dan global. Konsep dasarnya adalah perekrutan, pemindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain baik antar wilayah untuk suatu negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi dengan cara-cara paksaan,
penggunaan
kekerasan,
penculikan,
penipuan,
penyalahgunaan
kekuasaan, atau posisi kerentanan seseorang.
Pengertian kejahatan (trafficking) pada umumnya banyak dipakai diambil dari Protokol PBB untuk mencegah, menekan, menghukum, para pelaku trafficking
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penulisan Masalah perdagangan anak atau dikenal dengan istilah Trafficking di Indonesia akhir-akhir ini bila diamati menunjukkan adanya peningkatan . berbagai latar belakang dapat dikaitkan dengan meningkatkan masalah perdagangan tersebut, misalnya lemahnya penegakan hukumnya, peran pemerintah dalam penaganannya maupun minimnya informasi tentang trafficking, khususnya di pelosok-pelosok pedesaan. Adapun yang paling rentan untuk menjadi korban trafficking adalah Perempuan dan Anak dari keluarga miskin, anak di pedesaan, anak putus sekolah, dan yang mencari pekerjaan. Menurut Rachmat Syafaat “ Perdagangan Perempuan dan Anak adalah bentuk imigrasi dengan tekanan yaitu orang yang direkrut, diperdagangkan dan dipindahkan ketempat lain secara paksa, ancaman kekerasan dan penipuan” 10 PBB dalam Sidang Umum Tahunan 1994 menyetujui adanya suatu revolusi yang menentang adanya perdagangan perempuan dan anak dengan memberikan defenisi sebagai berikut:
10
Rahmat Syafaat, Dagang Manusia- Kajian Trafficking Terhadap Perempuan dan Anak di Jawa Timur, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002.h.10 Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum , terutama dari negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi, dengan tujuan memaksa perempuan dan anak perempuan masuk kedalam situasi penindasan dan eksploitasi secara seksual dan ekonomi, sebagaimana juga tindakan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan manusia seperti kerja paksa domestik, kawin palsu, pekerja gelap, dan adopsi paksa demi kepentingan pengrekrutan, perdagangan, dan sindikat kejahatan. 11 Perdagangan Manusia dengan alasan apapun juga merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak manusia. sehingga dapat dikatakan bahwa perdagangan manusia merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak asasi manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa perdagangan anak merupakan suatu jenis perbudakan di era modern. Pendefenisian perdagangan manusia. Perekrutan,
pengiriman,
pemindahan,
penampungan,
atau
penerimaan
seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk- bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atau orang lain dengan tujuan eksploitasi. Sehubungan dengan itu pada Tahun 2000 pemerintah indonesia telah memutuskan untuk meratifikasi Konvensi ILO NO.182 mengenai pelanggaran dan tindakan segera untuk penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak-
11
Ibid hal 10
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
anak dengan mengeluarkan Undang- Undang Nomor(1) Tahun 2000. Konvensi ini menyatakan bahwa penjualan dan perdagangan anak sesungguhnya adalah “ Suatu bentuk perbudakan yang pada hakekatnya sama saja dengan perbudakan itu sendiri” karena itu penjualan dan perdagangan anak termasuk salah satu bentuk terburuk perburuhan anak. Konvensi ILO NO 182 ini amat menekankan pentingnya pelarangan dan penghapusan bentuk – bentuk terburuk perburuhan anak. Oleh karena itu negaranegara yang telah meratifikasi konvensi ini berkewajiban untuk menuangkan dalam peraturan perundang-undangan dan melaksanakan melalui programprogram aksi yang ditujukan untuk memberantas dan mencegah bentuk-bentuk terburuk perburuhan anak. Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anakanak wajib dilindungi dari upaya-upaya yang memperkerjakannya pada pekerjaan-pekerjan yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang tidak manusiawi.
B.Perumusan Masalah Berpijak pada uraian-uraian latar belakang permasalahan diatas maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 4) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban traffiking ditinjau dari hukum internasional
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
5) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban trafficking dikaitkan dengan undang-undang No 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 6) Bagaimana upaya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah indonesia sebagai langkah untuk tindakan pemerintah tentang perdagangan anak di indonesia terhadap anak sebagai korban traffiking.
C. Tujuan Dan Mamfaat Penulisan Tujuan khusus penulisan ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan bagi kelulusan Penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, namun secara global maka tujuan dari penulisan ini adalah ikut berpartisipasi memberikan sedikit kontribusi bagi penegakan nilai-nilai hak asasi manusia dan penegakan norma-norma hukum serta menegaskan betapa besarnya kesengsaraan dan kerugian yang paling banyak diderita oleh anak- anak korban traffiking Selain itu tujuan penulisan dan mamfaat penulisan sebagai berikut: 4) Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban traffiking baik dalam hukum nasional maupun internasional 5) Untuk mengetahui dalam melakukan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban traffiking ditinjau dari hukum internasional dan undangundang No 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang memberikan peranan yang cukup besar untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban traffiking sebagai hukum nasional di
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
indonesia dan juga hukum internasional melindunginya sebagai korban traffiking. 6) Untuk mengetahui upaya pemerintah sudah sejauh mana yang diberikan pemerintah indonesia terhadap anak sebagai korban traffiking di indonesia
D.Keaslian Penulisan Penulisan ini dilakukan atas ide penulis sendiri karena adanya ketertarikan penulis terhadap pelindungan hukum yang seharusnya diberikan kepada anakanak korban traffiking dan skripsi ini belum pernah dibuat oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Kepustakaan Skripsi ini berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional “ Untuk menghindari keragu-raguan pada bab-bab selanjutnya maka terlebih dahulu ditegaskan pengertian judul diatas secara umum Anak adalah setiap orang yang berusia 18 tahun kecuali undang- undang menetapkan bahwa kedewasaan dicapai lebih cepat 12 Traffiking adalah perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional sebagian besar berdasarkan dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita 12
Joni, Muhammad dan Zulchaira.Z.Tanamas. Aspek Perlindungan Anak. Bandung, Aditya Bakti, 1999 Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam eksploitasi untuk kepentingan agen penyalur, dan sindikat kejahatan sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap dan adopsi. 13 Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat Hidup, tumbuh , berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi 14 Judul ini pada prinsipnya akan membahas tentang sejauh mana anak itu mendapat perlindungan hukum sebagai korban trafficking ditinjau dari hukum internasional Berdasarkan defenisi tentang anak dan traffiking tersebut, maka penulisan ini hanya menelaah permasalahan yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban trafficking Kemudian judul ini akan mengetahui sejauh mana perlindungan yang diberikan hukum internasional terhadap anak sebagai korban trafficking
F.Metode Penulisan Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum secara normatif karena dalam penelitian yang dilakukan penulis untuk penulisan skripsi ini penulis mendasarkan pada data sekunder yang berasal dari data kepustakaan 15
13
Resolusi PBB Nomor 49/ 166 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 2 h 4 15 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta Rajawali, 1994) hal 29 14
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Bahan pustaka bidang hukum yang penulis gunakan sesuai dengan ketentuan bahan-bahan dasar suatu penelitian , terdiri dari: 4) Bahan hukum primer berupa konvensi- konvensi, undang- undang tentang tindak pidana perdagangan orang khususnya anak, dan protokol yang mencegah, memberantas, dan menghukum, perdagangan manusia, tentang anak, yang melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangsa melawan kejahatan terorganisir antar negara. 5) Bahan hukum sekunder berupa buku- buku, makalah- makalah dan bahan sejenis sepanjang mengenai hal- hal yang dibahas dalam skripsi penulis 6) Bahan hukum tersier/ penunjang mencakup bahan- bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer
G. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan penulisan ini terbagi dalam lima bab yang masing- masing bab terdiri dari sub bab yang dikembangkan jika memerlukan pembahasan yang lebih terperinci : 6) Bab I adalah merupakan pendahuluan yang memberikan gambaran umum mengenai perlindungan hukum anak sebagai korban traffiking. Bab ini terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan mamfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. 7) Bab II adalah bahasan mengenai tinjauan umum anak sebagai korban traffiking yang terdiri dari lima sub bab yaitu bab mengenai sejarah
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
terjadinya trafficking, pengertian trafficking, faktor- faktor terjadinya traffiking (perdagangan manusia), bentuk- bentuk traffiking ( perdagangan manusia) dan perlidungan hukum anak secara hukum internasional 8) Bab III adalah memuat bahasan mengenai pengaturan hukum tentang perlindungan anak sebagai korban trafficking yang meliputi pengaturan hukum nasional tentang perlindungan anak secara internasional, pengaturan internasional dan nasional tentang trafficking children (Perdagangan Anak) 9) Bab IV adalah memuat bahasan mengenai perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban trafficking ditinjau dari hukum internasional yang juga memuat peranan dan upaya pemerintah dan mencegah dan memberantas tentang perdagangan orang khususnya anak untuk membantu dan menangani korban- korban trafficking dan juga memuat protokol dan konvensi untuk menangani korban- korban trafficking 10) Bab V adalah merupakan bagian penutup yang memuat kesimpulan dan saran
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TRAFFICKING A. Sejarah Terjadinya Trafficking Perbuatan trafficking manusia dapat berbagai tujuan, telah berlangsung sejak dahulu kala, dan sampai dengan abad 21 ini. Dari masa kerajaan jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dan untuk menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran, kegiatan ini berkembang lebih terorganisir pada masa penjajahan belanda dan jepang dan bahkan sekarang ini, dialam kemerdekaan dan di era globalisasi, kegiatan tersebut tidak semakin menurun justru semakin marak dan meluas ke berbagai negara.
Kejahatan terhadap anak akhir-akhir ini muncul menjadi isu besar
yang
menarik perhatian regional dan global. Konsep dasarnya adalah perekrutan, pemindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain baik antar wilayah untuk suatu negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi dengan cara-cara paksaan,
penggunaan
kekerasan,
penculikan,
penipuan,
penyalahgunaan
kekuasaan, atau posisi kerentanan seseorang.
Pengertian kejahatan (trafficking) pada umumnya banyak dipakai diambil dari protokol PBB untuk mencegah, menekan, menghukum, para pelaku trafficking
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
terhadap manusia khususnya perempuan dan anak-anak pada bulan desember tahun 2000 lalu, indonesia telah menandatangani protokol itu. 16
Dalam perdagangan manusia, anak dan perempuan merupakan yang paling banyak korban, mereka ditempatkan pada posisi yang sangat beresiko khususnya kesehatannya, baik fisik maupun mental spritual dan rentan terhadap tindakan kekerasan, kehamilan yang tidak dikehendaki, dan infeksi penyakit seksual termasuk HIV/AIDS yang semakin meluas di berbagai negara.
Perdagangan manusia khususnya perdagangan anak dan perempuan untuk tujuan eksploitasi seksual, pembantu rumah tangga, pengantin pesanan, pekerja paksa, kawin kontrak, dan sebagainya pada dasarnya dapat dikatakan perbudakan zaman modern. Para pengguna menganggap bahwa para korban anak trafficking tersebut telah dibeli dengan pembayaran sejumlah uang, oleh karenanya mereka merasa dapat berbuat semaunya mereka terhadap korban. 17
Karena merupakan kegiatan ilegal, data mengenai perdagangan manusia sangat terbatas dan pihak resmi sering hanya mempunyai data yang bersifat perkiraan. Kantor
imigrasi
internasional
memperkirakan
bahwa
250.000
korban
diperdagangkan tiap tahun di asia tenggara, KOPBUMI ( Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia) memperkirakan bahwa 1000 buruh migran indonesia
16
Francis T. Miko, Perdagangan Wanita dan Anak-anak, Artikel, Penerbit Progressia, Jakarta, 2001 17 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang, (Trafficking in Persons) di Indonesia, 2003 Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
( 20% dari keseluruhan) yang berimigrasi tahun lalu diperdagangkan. ILO/IPEC memperkirakan di indonesia 8000 anak dan perempuan dibawah usia 15 tahun telah bekerja. Jumlah anak yang dilacurkan secara pasti tidak banyak diketahui, namun jumlah pelacur anak diperkirakan 40.000 s/d 70.000 anak dibawah usia 18 tahun atau meliputi 30 % dari seluruh total pelacur di seluruh indonesia.
Ada 2 lingkup trafficking di indonesia yaitu antar daerah atau antar pulau dan antar negara. Indonesia negara kepulauan yang terdiri dari 30 propinsi, meliputi 13.000 pulau dan ratusan suku dan kelompok budaya, sehingga sangat memudahkan terjadinya trafficking dalam lingkup domestik. Dari beberapa propinsi dimana kasus trafficking domestik terjadi tempat –tempat wisata atau yang berbatasan dengan negara lain seperti riau, kalimantan barat, jakarta, dan jawa timur merupakan daerah tujuan trafficking internasional biasanya disamarkan dengan penempatan buruh migran atau kawin kontrak. Remaja putri lokal biasanya dibujuk oleh calo yang menawarkan gaji tinggi atau dalam bentuk perkawinan yang menjanjikan hidup mewah. Sejak mereka menerima tawaran tersebut sebenarnya mereka sudah masuk dalam jerat trafficking dan mereka selanjutnya mengalami berbagai eksploitasi, seperti pemalsuan, pengambilalihan dokumen, menjadi budak hutang karena biaya yang terlalu tinggi, menjadi korban perkosaan bentuk seks, serta bentuk-bentuk tindak kekerasan lainnya termasuk kekerasan fisik. 18
18
Irwanto, dkk. Perdagangan Anak Di Indonesia, Kantor Perburuhan Internasional, Program Internasional, Penghapusan Perburuhan Anak Kerja-sama FISIP-UI, Jakarta, 2001 Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Negara-negara pada umumnya dijadikan tujuan untuk trafficking internasional untuk indonesia adalah taiwan, korea selatan, malaysia, singapura, jepang dan sebagian besar negara timur tengah.
Saat ini trafficking manusia menjadi bisnis global yang memberikan keuntungan terbesar ketiga setelah perdagangan senjata dan obat-obatan terlarang. Trafficking merupakan sindikat kriminal yang terorganisir dari hasil penelitian Universitas Udayana, Bali, diketahui bahwa jaringan tersebut telah menyusup pula di indonesia, diantaranya “ diidentifikasi” didaerah karang asem Bali hal Ini merupakan masalah besar yang sangat serius bagi pemerintah maupun masyarakat.
TRAFFICKING
DALAM
ATURAN-ATURAN
HUKUM
INTERNASIONAL 1. Perjanjian-perjanjian Internasional sebelum tahun 1949 Perdagangan manusia bukanlah hal isu yang baru. Terangkatnya isu perdagangan manusia ini, pada awalnya, hanya difokuskan pada perdagangan perempuan, walaupun pada kenyataannya, yang menjadi korban perdagangan bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-laki dan anak-anak. Masyarakat internasional telah mencoba untuk menghapus praktek perdagangan melalui instrumen-instrumen internasional sejak tahun 1904, yaitu ditandai oleh adanya International Agreement for the suppression of white slave
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Traffic. 19 Secara historis, gerakan anti perdagangan manusia memang didorong oleh ancaman yang dirasakan atas “puritas” atau kemurnian populasi perempuan tertentu, dalam hal ini adalah perempuan kulit putih.20 Pada perkembangan berikutnya, dengan bantuan Liga Bangsa-Bangsa, ditandatangani Convention on the Suppression of Traffic in Women and Children pada tahun 1921 dan International Convention of the Suppression of the Traffic in Women of full age pada tahun 1933. Dengan demikian terdapat empat perjanjian international pendahulu yaitu: 1. Persetujuan internasional tanggal 18 Mei 1904 untuk penghapusan perdagangan budak kulit putih ( International Agreement for the Suppression of White Slave Traffic). Dokumen ini diamandemen dengan Protokol PBB pada tanggal 3 Desember 1948 21 . 2. Konvensi internasional tanggal 4 Mei 1910 untuk penghapusan perdagangan budak kulit putih( International Convention For the Suppression Of White Slave Traffic), diamandemen dengan protokol tersebut diatas; 3.
Konvensi internasional tanggal 30 September 1921 untuk penghapusan
perdagangan perempuan dan anak ( Convention On the Suppression of Traffic in Women and Children), diamandemen dengan Protokol PBB tanggal 20 Oktober 1947;
19
Lihat Starke, J.G op.cit hlm 57. Radhika Coomaraswary, Laporan Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan, Perdagangan Perempuan , Migrasi Perempuan dan Kekerasan terhadapa: Penyebab dan Akibatnya 29 Februari 2000, alih dan tata bahasa :LBH APIK dan KOMNAS HAM PEREMPUAN (Jakarta: Februari, 2001). 21 Mengenai Amandemen dapat dilihat dalam Konvensi Wina pasal 39 dan bagian IV mengenai Amandemen dan Penyesuaian perjanjian 20
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
4. Konvensi internasional tanggal 11 oktober 1933 untuk penghapusan perdagangan perempuan dewasa ( International Convention of the Traffic in Women Of Full age). diamandemen dengan Protokol PBB Tersebut diatas.
2. Konvensi Perbudakan Internasional David P Forsythe dalam bukunya “ Human Rights and World Politics”, menyatakan bahwa awal dari perhatian internasional kepada hak-hak asasi manusia, setidak-tidaknya dari sudut pandang hukum internasional, dapat ditelusuri baik dari perbudakan ataupun peperangan. 22 Dengan demikian dapat diketahui bahwa secara historis upaya masyarakat internasional untuk melindungi hak-hak asasi manusia timbul dari usaha yang memakan waktu lama untuk melindungi mereka yang tersekap dari perbudakan. Usaha ini diawali oleh gerakan pimpinan gabungan organisasi-organisasi non pemerintah ( NGO) Yaitu Liga anti perbudakan ( Anti Slave League) yang akhirnya membujuk negara-negara untuk menyetujui konvensi tahun 1926 yang menyatakan ketidaksahan perbudakan, suatu perjanjian yang ditambahkan pada tahun 1950-an 23 . Saat ini meskipun perbudakan telah dinyatakan sebagai tindakan melanggar hukum di seluruh dunia, namun banyak keadaan yang membuat kehidupan dan kerja anak ini dapat disebut sebagai “ mendekati perbudakan” praktek mirip perbudakan, kendati bertentangan dengan hukum, tetap berlangsung secara meluas di seluruh dunia. Hal ini mencakup eksploitasi buruh anak-anak, kerja 22
David P. Forsythe, Human Rights and World Politics, 2 nd ed, diterj. Oleh Tom Gunadi, (Bandung :Angkasa, 1993) 23 Ibid, hlm 12 Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
paksa, penjualan anak-anak, pelacuran yang dipaksakan dan penjualan narkotika dengan perantaraan anak-anak. 24 Instrumen internasional yang telah tegas-tegas melarang praktek perbudakan adalah Konvensi ini ditandatangani di Jenewa pada tanggal 25 September 1926, dengan dilatarbelakangi oleh keinginan yang kuat mengakhiri perdagangan budak di afrika Untuk tujuan konvensi diberikan defenisi perbudakan dan perdagangan budak yaitu sebagai berikut: 1. “ Slavery is the status or a persons over whom any or all of powers attaching to the right of owners are exercised” (Perbudakan adalah status atau keadaan seseorang yang kepadanya dilaksanakan setiap dari kekuasaan-kekuasaan atau semua kekuasaan yang melekat pada hak atas pemilikan: 1. “ The Slave trade includes all acts involved in the capture, acquisition, or dispossal of a all acts involved in the acquisition of a slave with aview to selling or exchanging him; all acts of dispossal by sale or exchange of a sale acquired with a view to being sold trade or exchanged, and, in general, every act of a trade atransport in slave.” (Perdagangan budak mencakup semua perbuatan yang terlibat dalam penangkapan, perolehan atau peraturan terhadap seseorang dengan tujuan menurunkan dia pada perbudakan: semua perbuatan yang terlibat dalam perolehan seseorang budak dengan tujuan menjual atau mempertukarkan dia ; 24
Leah Levin, Hak Asasi Anak-anak, dalam Hak-hak Asasi Manusia, disunting oleh Peter Davies, diterj. Oleh a. Rahman Zainuddin, Ed.1 (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994), hlm 67. Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
semua perbuatan pemberian dengan penjualan terhadap seorang budak yang diperoleh dengan tujuan dijual atau dipertukarkan, dan pada umumnya, setiap perbuatan memperdagangkan atau mengangkut para budak). 25 Karena konsep perdagangan manusia mengandung unsur perbudakan, maka dari defenisi tersebut, dapat diketahui bahwa dalam perdagangan manusia terdapat keadaan dimana seseorang yang diperdagangkan dibawah dalam “penguasaan” orang lain, dan bahwa pihak yang menguasai cenderung untuk memperdagangkan orang yang dikuasainya tersebut dengan tujuan menjual dan memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut.
3. Protokol 26 untuk mencegah, menghapuskan dan menhukum manusia dan menghukum perdagangan manusia terutama perempuan dan anak-anak ( protocol to prevent, suppress and punish Trafficking in persons, especially women and children, supplementing the United Conventions Against Transnational Organized crime)
Pada tanggal 15 november 2000, MU PBB mengadopsi 27 konvensi tentang kejahatan terorganisir ( Organized Crime Convention) beserta protokolprotokolnya, yaitu: 1. Protocol against the smuggling of Migranst by Land, Air and Sea
25
Lihat pasal 1 Konvensi Perbudakan lnternasional Starke,J.G. Op.cit , hlm 586-587. Lihat juga Syahmin A.K, Hukum Perjanjian Internasional menurut Konvensi WINA 1969 (bandung: Armico, 1985). 27 Berdasarkan Resolusi MU PBB 55/25 26
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
2. Protocol to prevent, suppress and punish trafficking in persons especially Women and Children Diadopsinya Organized Crime Convention tersebut, diantaranya untuk mengantisipsasi semakin meningkatnya insiden (peristiwa) perdagangan yang tidak seimbang dengan perlindungan hukum yang memadai untuk memeranginya, sehingga lingkungan internasional terdorong untuk membuat perjanjian baru untuk mengatur mengenai perdagangan manusia. Awalnya, dalam menghadapi kejahatan transnasional ini, amerika serikat mengajukan sebuah resoliusi mengenai perdagangan perempuan dan anak pada bulan april 1998, pada sidang komisi PBB tentang pencegahan kejahatan dan penegakan hukumnya(UN Commission for Crime Prevention and Criminal Justice). Resolusi yang diajukan kemudian berkembang menjadi protokol mengenai perdagangan perempuan dan anak-anak yang berkaitan dengan proposal konvensi PBB menentang kejahatan terorganisir transnasional. Resolusi ini kemudian diadopsi dan AS dan Argentina memperkenalkan draft protokol Pada sidang negoisasi pertama membahas Konvensi tersebut pada bulan Januari tahun 1999. Hasil akhirnya yaitu Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children, Suplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime( Protokol untuk mencegah, menghapus dan menghukum perdagangan manusia terutama Perempuan dan anak-anak, Untuk selanjutnya disebut dengan Protokol Perdagangan Manusia),
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
merupakan perjanjian internasional anti perdagangan pertama yang kompherensif dengan penegakan hukum yang kuat dan perspektif perlindungan korban. 28 B. Pengertian Traffiking Resolisi Majelis Umum PBB Nimor 49/166 Mendefenisikan istilah “ traffiking”: “ Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and international borders, largely from developing countries and some countries with economies in transition, with the end goal of forcing women and girl children into sexually or economically oppressive and exploitative situations for the profit of recruiters, trafficker, and crime sindicates, as well as other illegal activities related to trafficking, such as foced domestic Labour , false marriages, clandestine employment and false adoption.” (Perdagangan adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan penindasan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi). 29 Global Alliance Against Traffic In Women ( GAATW) mendefenisikan istilah perdagangan( trafficking):
28
Kelly F. Hyland op.cit Bariah, Chairul, 2005 Aturan-aturan Hukum Trafficking (Perdagangan Permpuan dan Anak) USU.Press. Medan, hal 9 29
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
“ Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali. Sesuai dengan defenisi tersebut diatas bahwa istilah “perdagangan(trafficking)” mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Rekrutmen dan /transportasi manusia; 2. Diperuntukkan Bekerja atau jasa/ melayani; 3. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan. Pengertian trafficking dari protokol PBB desember tahun 2000 yaitu untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku terhadap manusia, khususnya perempuan dan anak(protocol to prevent, suppress, and Punish Trafficking in persons especially women and children, suplementingthe United Nations Convention against transnational organizedcrime, December 2000) Kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya dengan cara menipu, memperdaya ( termasuk membujuk dan mengiming-imingi) korban, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau memamfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan, dan tidak adanya
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan izin atau persetujuan orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau memeras tenaga(mengeksploitasi) korban (Irwanto dkk 2001:9). Dari defenisi diatas dapat disimpulkan: a. Pengertian traffiking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau(sanak) keluarga. tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud disni tidak harus atau tidak selalu pengiriman ke luar negeri. b. meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau apabila korban dalam keadaan tidak berdaya( Misalnya karena terjerat hutang), terdesak ekonomi(misalnya membiayai orang tua yang sakit) dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pekerjaan pilihan lain, ditipu atau diperdaya. 3. tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama eksploitasi tenaga kerja(dengan memeras habis-habisan tenaga yang dipekerjakan) dam eksploitasi seksual( dengan memamfaatkan atau menjual kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks). 30
30
Ibid hal 11
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pengertian sindikat perdagangan manusia, menurut Rebecca Surtees dan Martha Wijaya adalah “sindikat kriminal”, yaitu merupakan perkumpulan dari sejumlah orang yang terbentuk untuk melakukan aktivitas kriminal ( Rebecca Surthes dan Martha Wijaya 2003: 290) 31 Dari pengertian diatas sindikat kriminal itu perbuatannya harus dilakukan lebih dari satu orang dan telah melakukan perbuatan tindak pidana dalam pelaksanaannya. Dalam aktivitas sindikat perdagangan perempuan dan anak kegiatannya selalu dilakukan secara terorganisir. Pengertian terorganisir menurut pendapat para sarjana adalah sebagai berikut. a. Donald Cressey: kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang mempercayakan penyelenggaraannya pada seseorang yang mana dalam mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, dan didalamnya terdapat seorang penaksir, pengumpul dan pemaksa. b. Michael Maltz: kejahatan terorganisir sebagai suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan menimbulkan korban. c. Frank Hagan: kejahatan terorganisir adalah sekumpulan orang yang memulai aktivitas kejahatannya dengan melibatkan diri pada pelanggaran hukum untuk mencari keuntungan secara ilegal dengan kekuatan ilegal serta
31
Ibid hal 11
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
mengikatkan aktivitasnya pada kegiatan pemerasan dan penyelewengan keuangan. 32
Traffiking manusia untuk berbagai tujuan, telah berlangsung cukup lama, sejak dahulu kala hingga abad 21 ini, dari kerajaan jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Kegiatan ini berkembang lebih terorganisir pada masa penjajahan belanda dan jepang. Bahkan hingga kini, di alam kemerdekaan dan dalam era globalisasi kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak. 33 Tujuan trafficking di Indonesia adalah perdagangan antardaerah/pulau dan antarnegara. Indonesia adalah Negara kepulauan yang mempunyai ribuan pulaupulau dan bermacam suku-suku, sehingga sangat memudahkan terjadinya trafficking dalam lingkup domestik, dari beberapa provinsi dimana kasus trafficking domestik terjadi, tempat-tempat wisata yang berbatasan dengan Negara lain, seperti sumatera utara, riau, kalimantan barat, sulawesi utara, jakarta, bali, dan jawa timur merupakan daerah tujuan.
32
Ibid hal 11 Lihat Kebijakan Penghapusan Manusia Khususnya Perempuan dan Anak, Oleh Deputi Bandung Koordinator Pemberdayaan Perempuan Kementrian Koordinator Bndung Kesejahteraan Indonesia (2002:1). 33
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
C.Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia( Traffiking ) Dalam Keppres
RI No 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional
penghapusan perdagangan perempuan dan anak, menyebutkan faktor-faktor penyebab ierjadinya perdagangan perempuan: a. Kemiskinan, menurut data Badan
Pusat Statistik (BPS) adanya
kecenderungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun beransur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002 b. Ketenagakerjaan, Sejak krisis ekonomi tahun 1998 angka partisipasi anak bekerja cenderung pula terus meningkat dari 1,8 juta pada akhir tahun 1999 menjadi 17,6% pada tahun 2000 c. Pendidikan, Survei sosial ekonomi nasional pada tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun keatas belum/ tidak tamat SD/ tidak pernah sekolah, 34,2% tamat SD, Dan hanya 15% yang tamat SLTP . Menurut laporan BPS Pada tahun 2000 terdapat 14 anak usia 7-12 tahun dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. d. Migrasi. menurut Konsorsium Peduli Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI) sepanjang tahun 2001 penempatan buruh migran keluar negerimencapai sekurang-kurangnya 74.616 orang telah menjadi korban proses traffiking e. Kondisi Keluarga, pendidikan rendah, keterbatasan, kesempatan dan ketidak tahuan akan hak, keterbatasan informasi, kemiskinan dan gaya hidup konsumtif merupakan faktor yang melemahkan ketahanan keluarga.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
f. Sosial Budaya, anak seolah merupakan haka milik yang diperlakukan sekehendak orang tuanya, ketidak-adilan jender, atau posisi perempuan yang dianggap lebih rendah masih tumbuh ditengah kehidupan masyarakat desa. g. Media Massa, media masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking, dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kegiatan susila lainnya. 34
Banyak faktor yang mendorong orang yang terlibat dalam perdagangan manusia, yang dapat dilihat dari dua sisi yaitu supply dan demand Dari sisi supply antara lain: a. Traffiking merupakan bisnis yang menguntungkan. Dari Industri Seks saja diperkirakan US $ 1,2-3,3 milyar pertahun untuk indonesia. Hal ini menyebabkan kejahatan internasional terorganisir menjadi prostitusi internasional dan jaringan perdagangan manusia sebagai focus utama kegiatannya b. Kemiskinan telah mendorong anak-anak tidak sekolah kesempatan untuk memiliki keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi pembiayaan hidup. Kemiskinan pela yang mendorong 34
Bariah, Chairul, 2005 Aturan-aturan Hukum Trafficking (Perdagangan Permpuan dan Anak) USU.Press. Medan. Hal 12
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
kepergian anak dan ibu sebagai tenaga kerja wanita, yang menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban. c. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk kedalam dunia prostitusi. d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja sehingga mendorong mereka masuk kedalam dunia pelacuran secara dini. Akibat konsumerisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari uang banyak dengan cara mudah. e. Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan di usia muda yang perceraian, yang mendorong anak masuk dalam eksploitasi seksual komersial. Adanya kepercayaan bahwa hubungan seks dengan anak-anak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat untuk melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya. f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut, mudah diatur, dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap pekerja anak(pekerja jermal di sumatera utara, buruh-buruh pabrik/ industri di kota-kota besar, di perkebunan, pekerja tambang permata di kalimantan, perdagangan dan perusahaan penangkap ikan
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
seringkali anak-anak bekerja dalam situasi yang rawan kecelakaan dan berbahaya 35 . g. Perubahan
struktur
sosial
yang
diiringi
oleh
cepatnya
industrialisasi/komersialisasi, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah, sehingga meningkatkan kebutuhan akan perempuan dan anak yang akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Dalam kondisi yang tertutup dari luar, anak-anak itu rawan terhadap penganiayaan baik fisik maupun seksual. Selain dipaksa bekerja berat tanpa istirahat, mereka diperlakukan kasar jika mengeluh. h. Kemajuan bisnis pariwisata diseluruh dunia juga menawarkan pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan pelanggan terinfeksi virus HIV/AIDS menyebabkan banyak perawan yang direkrut untuk tujuan itu. Pulau batam telah menarik orang asing tidak saja membuka usaha, tetapi juga untuk pelayan seksual yang mudah didapat dan murah. Gadis-gadis belia dari jawa dan sumatera dengan gencar direkrut untuk memenuhi kebutuhan pengusaha yang kebayakan berasal dari korea dan singapura. bali sebagai daerah wisata, banyak merekrut gadis-gadis lokal dan juga dari tempat-tempat lain di Indonesia untuk eksploitasi secara seksual biasanya oleh turis-turis asing. Indonesia dan taiwan adalah tujuan kedua wisatawan seks dari australia. Dengan maraknya AIDS, anak-anak menjadi sangat laku. Harga anak perawan
35
Ibid hal 13
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
sangat mahal, dan dengan adanya resesesi,membuat anak perawan keluarga miskin menjadi sangat potensial untuk dijual. 36
D.Bentuk-Bentuk Traffiking (Perdagangan Manusia) Ada beberapa bentuk Traffiking manusia yang terjadi pada Perempuan dan AnakAnak: 1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi Seks – baik diluar negeri maupun wilayah Indonesia Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migrant, Pembantu Rumah Tangga, pekerja restoran, penjagatoko, atau pekerjaanpekerjaan tanpa keahlian tetapi dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba didaerah tujuan, dalam kasus lain berapa perempuan tahu bahwa mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang dibawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. 2. Pembantu Rumah Tangga (PRT) – baik diluar atau pun di wilayah Indonesia PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan illegal, upah yang tidak dibayar atau dikurangi, kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik atau psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan
36
Ibid hal 14
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri. 3. Bentuk Lain dari Kerja Migran- baik diluar atau diwilayah Indonesia Meskipun banyak orang indonesia yang bermigrasi sebagai pembantu rumah tangga, yang lainnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak ditempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan. 4.Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya- terutama diluar negeri Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di Industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan. 5. Pengantin Pesanan – terutama di luar negeri Beberapa perempuan dan anak perempuan yang berimigrasi sebagai istri dari orang yang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
6. Beberapa Bentuk Buruh /Pekerja Anak -terutama di Indonesia Beberapa (tidak semua) anak yang berada dijalanan untuk mengemis, mencari ikan dilepas pantai seperti jermal dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini. 7.Traffiking/ Penjualan Bayi – baik di luar negeri ataupun di Indonesia Beberapa buruh migran Indonesia(TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat diluar negeri dan mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain , ibu rumah tangga indonesia ditipu oleh pembantu rumah tangga kepercayaan yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap. 37
Bentuk-Bentuk Traffiking Anak Menurut penelitian yang dilakukan sesuai dengan yang digariskan dengan International Labour Organization (ILO), menunjukkan temuan-temuan trafficking anak sebagai berikut: 1. Penjualan Anak (Sale Of Children) Penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaksi seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok, demi keuntungan dengan bentuk lain.Dalam Konteks Penjualan anak-anak seperti yang didefenisikan pasal 2 dari Optional Protocol Of CRC Of Sale Of Children And Traffiking, Child Prostitution, And Child Pornography : Menawarkan , mengantarkan, atau menerima anak dengan
37
Modul Pendidikan Pencegahan Trafficking
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
berbagai cara untuk tujuan-tujuan: eksploitasi ana, mengambil organ tubuh anak untuk mengambil keuntungan, dan keterlibatan anak dalam kerja paksa. 2. Penyelundupan Manusia ( Smuggling Of Person) Penyelundupan manusia adalah untuk mendapatkan keuntungan berupa uang atau materi lain, terhadap masuk seseorang secar tidak resmi kedalam suatu kelompok negara dimana orang tersebut bukanlah warganegara tersebut atau warga negara tetap “Optional Protocol Against Smuggling Of Migrants by Land and Sea, Suplementing the United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, December 2000.” 3. Migrasi dengan Tekanan Migrasi(Migration) baik yang bersifat legal maupun ilegal adalah proses dimana orang atas kesadaran mereka sendiri memilih untuk meninggalkan suatu tempat dan pergi ketempat lain.Trafficking Anak merupakan bentuk migrasi dengan tekanan yaitu orang yang diperdagangkan direkrut dan dipindahkan ketempat lain secara paksa, dengan ancaman kekerasan atau penipuan, hail ini dapat terjadi baik migrasi secara legal maupun ilegal.
4. Prostitusi Anak Perempuan dan Laki-Laki( Prostitution Of Child) Prostitusi Anak adalah anak yang dilacurkan atau menggunakan seorang anak untuk aktivitas seksual demi keuntungan atau dalam bentuk lain.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pengertian tersebut meliputi menawarkan, mendapatkan, dan menyediakan anak untuk Prostitusi. Protokol Tambahan KHA Convention For Suppression Of The Traffic in Person and the Eksploitation Of the Prostitution Of Others, article 1,2. 38
E. Perlindungan Hukum Anak Secara Hukum Internasional Dalam hukum internasional negara bertugas menghargai dan memastikan berlangsung penghargaan bagi hukum hak asasi manusia, termasuk tugas mencegah, menyelidiki tindak kekerasan, mengambil tindakan-tindakan yang tepat melawan pelanggar dan menghasilkan bantuan dan rehabilitasi mereka yang terluka sebagai adanya traffiking tersebut. Anak sebagai mahluk tuhan yang maha esa memiliki hak asasi sejak dilahirkan seningga tidak ada manusia atau pihak lain yang merampas hak tersebut. Hak asasi tersebut diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam deklarasi ILO, sedangkan perempuan sebagai mahluk memiliki hak asasi yang menurut kodrat perlu dihormati. 39 Traffiking merupakan kegiatan yang meliputi perekrutan, pegangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang melalui penggunaan ancaman atau tekanan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan seseorang atau memberi/menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan
38
Bariah, Chairul, 2005 Aturan-aturan Hukum Trafficking (Perdagangan Permpuan dan Anak) USU.Press. Medan. Hal 16 39
Kusuma Mulyana, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung. PT.Alumni, 1981.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
sehingga nendapatkan persetujuan dari seseorang yang memegang kendali atas orang lain tersebut untuk tujuan eksploitasi. Banyak anak-anak yang menjadi korban traffiking. Hal inilah yang menjadi sorotan dalam International Labour Organization(ILO) . Konferensi ILO dalam sidangnya yang ke 87 pada tanggal 1Juni 1999 menyusun instrumen ketenagakerjaan yang baru untuk melarang dan menghapus bentuk-bentuk terburuk kerja anak, sebagai prioritas utama untuk aksi nasional dan internasional, untuk melengkapi konvensi ILO 182 yang berkenaan dengan usia minimum yang diperbolehkan bekerja. Pemikiran yang mendasari konvensi ILO 182 ini adalah dengan memperhatikan tingkat pertumbuhan sosial ekonominya negara-negara anggota ILO , yang bersepakat untuk menentukan jenis-jenis pekerjaan yang seperti apa yang tidak dapat diterima oleh anggotaILO. Negara-negara anggota ILO diminta untuk merumuskan berbagai kebijakan dan programnya. Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO 182 ini dengan Undang-Undang No 1 Tahun 2000. Traffiking yang dilakukan terhadap anak jelas merupakan perbuatan yang dikategorikan sebagai bentuk-bentuk terburuk dari anak, yang mendapat perhatian bersama dari negara-negara anggota ILO. 40 Perlindungan terhadap anak-anak dari tindakan traffiking ini, sebenarnya telah ada sejak lahirnya konvensi hak anak. Hanya saja bagi anak-anak yang bekerja semanin diperkuat dengan adanya konvensi ILO 182 tersebut, yang memuat ketentuan penghapusan secara efektif bentuk-bentuk terburuk kerja anak, yang
40
Davidson Scott, Hak Asasi Manusia, Jakarta, Grafika, 1994
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
merumuskan tindakan segera dan kompherensif, dengan memperhitungkan pentingnya pendidikan dasar secara cuma-cuma dan semua kebutuhan untuk membebaskan anak-anak dari segala bentuk terburuk kerja anak itu dan untuk mengupayakan rehabilitasi dan intergrasi sosial mereka dengan memperhatikan kebutuhan keluarga mereka, karena kerja anak kebanyakan diakibatkan oleh kemiskinan.
Adapun ketentuan mengenai perlindungan anak dari tindakan traffiking yang terdapat dalam Konvensi Anak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pasal 32 Konvensi Hak Anak : Negara-negara peserta mengakui hak anak untuk dilindungi terhadap pelaksanaan setiap pekerja yang berbahaya atau menggangu pendidikan akan atau merugikan kesehatan anak atau perkembangan fisik, mental, spritual, moral, atau sosial anak.
2. Pasal 33 Konvensi Hak Anak : Negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang layak termasuk langkah legislatif, sosial dan pendidikan guna melindungi anak dari penggunaan obat-obatan narkotika secar gelap dan zat-zat psikotropis seperti yang ditetapkan dalam perjanjian internasional yang relevan guna mencegah penggunaan anak dalam pembuatan dan pengedaran secara gelap zat-zat seperti itu.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
3. Pasal 34 Konvensi Hak Anak Negara-negara peserta berusaha melindungi anak dari segala eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual. Untuk tujuan ini negara – negara peserta khususnya akan mengambil langkah- langkah yang layak,bilateral, dan multilateral untuk mencegah: 1. Bujukan atau paksaan agar anak terlibat dalam setiap kegiatan seksual yang tidak sah ; 2. Penggunaan anak secara eksploitasi dalam pelacuran atau praktik-praktik seksual lain yang tidak sah; 3. Penggunaan anak secara eksploitasi dalam pertunjukan- pertunjukan dan perbuatan-perbuatan yang bersifat pornografis
4. Pasal 35 Konvensi Hak Asasi Anak Negara-negara peserta akan mengambil semua langkah yang layak, nasional, bilateral, untuk mencegah penculikan, penjualan atau jual beli anak untuk tujuan atau dalam bentuk apapun.
5. Pasal 36 Konvensi Hak Asasi Anak Negara-negara peserta akan mlindungi anak terhadap semua bentuk lain dari eksploitasi yang merugikan bagi setiap aspek bagi kesejahteraan anak. 41
1.
41
Konvensi Hak Asasi Anak
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
BAB III PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING
A. PENGATURAN HUKUM NASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Undang- Undang Dasar RI 1945 Dalam pasal 34 UUD tahun 1945 mengamanatkan bahwa kewajiban Negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Dalam perubahan kedua tahun 2000(amandemen) UUD 1945 pasal 28 B Ayat 2 Menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. “ 42
2. TAP MPR Nomor XVII Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal 2 Tap MPR Republik Indonesia dan DPR RI telah meratifikasi instrumeninstrumen PBB tentang HAM , dalam pembukaan piagam dapat diketahui pembentukan piagam didasarkan pada deklarasi umum HAM (Universal Declartion Of Human Rights) dan indonesia meratifikasi dengan Tap MPR Nomor XVII Pada tanggal 13 november 1998, karena indonesia merupakan salah satu anggota PBB mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuanketentuan yang tercantum dalam deklarasi. 43
42
Bariah, Chairul, 2005 Aturan-aturan Hukum Trafficking (Perdagangan Permpuan dan Anak) USU.Press. Medan. Hal 37 43
Ibid hal 37
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal tentang hak anak yaitu: --) Pasal 37 Hak yang hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi yang tidak dikurangi dalam keadaan apapun( nonderogable) --) Pasal 33 Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak,asasi manusia terutama tanggung jawab pemerintah. --) Pasal 44 Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM ini, mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan, kewajiban, dan tanggung jawab orang-tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara untuk memberikan perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung-jawab tersebut. Pada bagian kesepuluh undang-undang ini diatur khusus mengenai hak anak yang berkaitan dengan perdagangan anak sebagai berikut:
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
--) Pasal 3 Setiap orang dilahirkan dengan bebas, dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat, serta setiap orang berhak atas perlindungan dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi --) Pasal 4 Bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, hak untuk tidak diperbudak adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. --) Pasal 20 ayat 1 Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba, seperti perdagangan budak, perdagangan manusia, dan segala macam perbuatan apapun yang tujuannya serupa. Diperbudak, diperhamba, atau yang dibeli, atau yang boleh dibeli, atau yang dipekerjakan karena hutang, atau yang menjadi budak karena tidak mampu membayar utang, atau yang perempuan karena permainan tuannya. Di indonesia masalah perbudakan atau perhambaan dihapus sesudah tahun 1860, akan tetapi dalam prakteknya masih banyak ditemui anak-anak yang dijual ke tempat pelacuran, seperti pada kasus-kasus taffiking diatas. --) Pasal 58 ayat 1 Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang-tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung-jawab atas pengasuhan anak tersebut.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
--) Pasal 64 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritual. --) Pasal 65 Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. 44
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Negara kesatuan republik indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warganegaranya termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia, dan anak adalah amanah dan karunia tuhan yang maha esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, dan ini adalah bagian dari pembukaan undang-undang nomor 23 tentang perlindungan anak telah disahkan pada tanggal 22 Oktober tahun 2002 Pembentukan undang-undang ini didasarkan atas pertimbangan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategismempunyai cirri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. 45
44 45
Ibid hal 38 Ibid hal 38
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
--) Pasal 1 ayat 2: Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari perlakuan: a. Diskriminasi b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. Penelantaran d. Kekejaman,kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan f. Perlakuan salah lainnya 46 Perlindungan terhadap anak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam konvensi Hak Anak ada beberapa asas-asas, yaitu: 1. Asas kepentingan yang terbaik bagi anak, adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyagkut anak dilakukan oleh pemerintah masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik anak harus menjadi pertimbangan yang utama. 2. Asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindugi oleh Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang-tua. 3. Asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hakhak anak untuk partisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam
46
Ibid hal 38
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
pengambilan
keputusan
terutama
jika
menyangkut
hal-hal
yang
mempengaruhi kehidupannya. 47 --) Pasal 1 ayat 15: Anak diberikan perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas adan terisolasi, anak yang diekspolitasi dari ekonomi dan/ atau seksual,anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotiak, alcohol, psikotropika, dan adiktif lainnya (Napza), anak korban anak penyandang cacat, dan korban perlakuan salah dan penelantaran. 48 Dalam pasal 59 menyatakan bahwa pemerintah dan lembaga lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus terhadap anak dalam situasi darurat anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak terksploitasi secara ekonomi dan seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban peyalahgunaan narkotiak, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza), anak korban kekerasan fisik, dan atau mental anak penyandang cacat, dan anak perlakuan salah dan terlantar. 49 Selanjutnya pasal 66 ayat (2) UU Perlindungan anak ini menyatakan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang dieksloitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 merupakan kewajiban pemerintah dan masyarakat. 47
Ibid hal 39 Ibid hal 39 49 Ibid hal 39 48
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
--) Pasal 66 ayat (2): Perlindungan khusus bagi anak yang diekspoitasi sebagaimana dimaksd dalam ayat (1) dilakukan melalui: a. Penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secar ekonomi dan/atau seksual; b. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi dan; c. Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan / atau seksual. 50
--) Pasal 66 ayat (3): Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, menyuruh, melakukan atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1). 51
--) Pasal 68 ayat (1): Perlindungan khusus terhadap anak korban penculikan dan perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan,
pencegahan,
perawatan,
dan
rehabilitasi
oleh
pemerintah
masyarakat. 52
50
Ibid hal 39 Ibid hal 40 52 Ibid hal 40 51
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
--) Pasal 68 ayat (2): Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualn atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
--) Pasal 78: Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang teksploitasi secar ekonomi dan atau sosial, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,psikotropika, dan zat adiktif lainnya(Napza), anak korban penculikan atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000(seratus juta rupiah)
--) Pasal 81: (1) setiap orang yang sengaja melakukan kekerasan dan ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah)
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu- muslihat serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. 53
--) Pasal 82: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan dibiarkan melakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidan penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 dan paling sedikit Rp. 60.000.000 54
--) Pasal 83: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangakaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan melakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000 dan paling sedikit Rp. 60.000.000 55
Pasal 87: Setiap orang yang secara melawan hukum merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 atau 53
Ibid hal 40 Ibid hal 41 55 Ibid hal 41 54
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
penyalahgunaan dalam kegiatan politik atau pelibatan dalam sengketa bersenjata atau pelibatan dalam kerusuhan sosial atau pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsure kekerasan atau pelibatan dalam peristiwa yang mengadung unsur kekerasan atau pelibatan dalam peperangan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15 dipidana paling banyak Rp. 100.000.000 56
--) Pasal 88: Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000 57
--) Pasal 89: (1) Setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan dan menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi,atau distribusi narkotika dan/atau psikotropika dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 dan paling sedikit Rp. 50.000.000 (2) Setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan produksi atau disribusi alkohol dan zat adiktif lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
56 57
Ibid hal 41 Ibid hal 41
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
tahun dan paling sedikit 2 tahun dan dengda paling banyak Rp. 200.000.000 dan paling sedikit Rp. 20.000.000 58
Undang-undang perlindungan anak telah memberikan saksi pada setiap orang yang melakukan “meyalahgunakan”anak untuk kepentingan-kepentingan yang dilarang oleh hukum. Dari ketentuan sebagaimana tersebut diatas undang-undang perlindungan anak telah melakukan sanksi terhadap perbuatan :
1. Membiarkan anak dalam situasi darurat, padahal anak tersebuit memerlukan pertolongan dan perlu dibantu; 2. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain; 3. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul; 4. Memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual; 5. Merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer, penyalahgunaan dalam kegioatan politik atau kegiatan pelibatan dalam sengketa bersenjata, atau pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; 6. Eksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud menguntungkan dirisendiri atau orang lain.
58
Ibid hal 41
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
7. Membiarkan, melibatkan anak, dalam penyalahgunaan produksi atau distribusi narkotika dan/atau psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya. 59
B. PENGATURAN
HUKUM
TENTANG
PERLINDUNGAN
ANAK
SECARA INTERNASIONAL 1. Protocol to Prevent, Suppres and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children ( Protokol untuk mencegah, membasmi, dan menghukum perdagangan manusia, khususnya wanita dan anak-anak) Protokol PBB untuk Mencegah, Membasmi, Dan Menghukum Perdagangan Manusia Khususnya Wanita dan Anak-anak pada tahun 2000 di Palermo bertujuan untuk: 60 a. Untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia, terutama perdagangan perempuan dan anak-anak b. Untuk melindungi dan membantu korban trafficking, sesuai dengan hak asasi manusia mereka. c. Untuk mempromosikan kerjasama antar Negara dalam mengatasi perdagangan manusia Dalam protokol ini juga diberikan defenisi mengenai “perdagangan manusia” dan unsur-unsur dari perdagangan manusia serta penjelasan bahwa anak adalah setiap orang yang berusia dibawah usia 18 tahun. 61
59
Ibid Pasal 2 Protokol untuk mencegah, membasmi, dan menghukum Perdagangan Manusia, Khusus Wanita dan Anak-anak 60
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Dalam hal melakukan pencegahan terhadap perdagangan manusia khususnya wanita dan anak-anak, setiap Negara diberikan kebebasan untuk menghukum pelaku kejahatan sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut. 62 Protokol ini juga memberikan perlindungan terhadap korban dari perdagangan manusia sesuai dengan konvensi hukum internasional dengan memperhatikan hukum nasional dari Negara yang bersangkutan, yang menjelaskan tentang status korban-korban perdagangan manusia di Negara-negara penerima yaitu: 63 1. Selain mengambil tindakan yang sesuai dengan pasal 6 dari protokol ini, masing-masing negara peserta harus mempertimbangkan untuk mengadopsi upaya administratif atau legislatif yang sesuai yang memperbolehkan korbankorban perdagangan manusia tetap berada di wilayahnya, baik secara sementara atau permanent, untuk kasus tertentu 2. Dalam memberlakukan ketentuan yang termaktub dalam ayat 1 pasal ini, masing-masing Negara harus memberikan pertimbangan yang tepat atas faktor-faktor rasa simpati dan kemanusiaan. Protokol ini mengatur mengenai kerja-sama antara negara dalam melakukan pencegahan terjadinya perdagangan manusia dengan melakukan kampanye melalui media massa di negara yang bersangkutan, prakarsa sosial ekonomi, melakukan kerja sama antar setiap pemerintah Negara peserta dan organisasi yang bergerak di bidang yang bersangkutan serta seluruh
61
Pasal 3 Protokol Untuk Mencegah,Membasmi, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-anak. 62 Pasal 5 Protokol Untuk Mencegah, Membasmi, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-anak 63 Pasal 7 Protokol Untuk Mencegah, Membasmi, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-anak Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
masyarakat, setiap Negara diwajibkan untuk berupaya mengurangi kemiskinan di negaranya dan membantu Negara-negara miskin, dan setiap Negara diwajibkan untuk menghukum seberat-beratnya bagi pelaku kejahatan perdagangan manusia khususnya perdagangan wanita dan anak-anak. 64 Protokol perdagangan manusia tercatat sebagai consensus internasional pertama yang memberikan pengertian tentang trafficking . hal tersebut merupakan langkah awal untuk secara bersama-sama memerangi perdagangan manusia. Dengan demikian terminologi perdagangan manusia, saat ini tidak lagi hanya mengacu pada permasalahan wanita dan anak perempuan yang dipaksa terjun didunia prostitusi dan kerja paksa sebagai sebagai sebuah isu yang berbeda.65 Konsepsi modern mengenai perdagangan manusia, saat ini merupakan kombinasi dari pengertian perdagangan tradisionaldan perbudakan. Dengan demikian, perdagangan manusia mencakup kedua hal yakni: 1. Adanya unsur bujukan dan tipuan/ kecurangan dalam perdagangan 2. Eksploitasi dan praktek menyerupai perbudakan dalam praktek perbudakan tradisional dan kerja paksa Adapun kepentingan dari konsep ini adalah sebagai respon dari keberagaman perdagangan manusia di dunia saat ini. Karena kenyataan saat ini, praktek perdagangan manusia melebar tidak hanya mengenai ekspoitasi seksual seperti prostitusi, tetapi juga kerja paksa( Forced Labour) dalam skala atau cakupan yang luas(broad range). Dalam konteks termasuk pertanian, pembantu rumah tangga, 64
Pasal 9 Protokol Untuk Mencegah, Membasmi, dan Menghukum Perdagangan Manusia Khususnya Wanita dan Anak-anak 65 Kelly F.Hyland, Winter 2001, Center for Human Rights and Humanitarian Law Vol 8 Issue 2 :” The Impact of the Protocol to Prevent, Suppress, and Punish Trafficking in Persons, Especially Women AND Children”, Human Rights Brief, hal 30 Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
perdagangan
perempuan
untuk
dikawinkan
kepada
orang
asing,
pengemis/peminta-minta, dan kerja dengan upah murah, atau dibawah batas upah minimum suatu daerah. Suatu hal yang menarik untuk diamati dalam lingkup perdagangan menurut protocol palermo ini adalah dimulai pada saat rekrutmen, dengan berbagai modus operandi seperti penipuan.
2.Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak Konvensi ini disetujui dalam sidang ILO ke-87 pada bulan juli 1999 dan mulai berlaku sejak tanggal 19 november 2000. Tidak menjadi masalah apakah orang yang berusia dibawah usia 18 tahun dapat bekerja, asalkan semua pekerja anak ini mendapat perlindungan terhadap bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Mereka yang dibawah usia 18 tahun dapat bekerja secara sah, asalkan pekerjaan itu tidak termasuk dalam criteria pekerjaan terburuk untuk anak, dan juga bukan merupakan korban dari perdagangan. Berdasarkan pasal 3 konvensi ini, yang dimaksud pekerjaan terburuk anak adalah: 1. Segala bentuk perbudakan dan praktek-praktek sejenis perbudakan sejenis penjualan dan perdagangan anak-anak, pembayaran hutang (debt bondage) dan penghambaan serta kerja paksa anak-anak dalam konflik bersenjata; 2. pemamfaatan, penyediaan, atau penawaran anak untuk pelacuran, produksi pornografi, atau pertunjukan pornografi;
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
3. Pemamfaatan, penyediaan, atau penawaran anak dalam kegiatan illegal, khususnya pembuatan dan perdagangan obat bius sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan; 4. pekerjaan yang sifatnya atau dari lingkungan tempat bekerja dapat mengganggu kesehatan, keselamatan atau moral anak-anak; Sedangkan pengertian anak diatur dalam pasal 2 Konvensi, yang menyatakan anak adalah semua orang yang berusia dibawah 18 tahun.
Pokok-pokok Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 adalah sebagai berikut: 1. Semua anak dibawah usia 18 tahun harus dilindungi dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak 2. Penghapusan bentuk-bentuk terburuk kerja anak dan kerja paksa, semua bentuk perbudakan anak dan kerja paksa, semua bentuk perdagangan anak, keterlibatan anak dalam konflik bersenjata, penggunaan anak dalam kegiatan illegal/kriminal seperti bisnis narkoba, pelacuran anak, maupun penggunaan anak untuk bisnis pornografi, semua bentuk pekerjan yang sifatnya atau lingkungan tempat bekerjanya membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Kewajiban-kewajiban Negara meratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 ini, adalah: 1. Pemerintah wajib mengambil tindakan segera dan efektif dan untuk menjamin pelanggaran dan penghapusan bentuk terburuk pekerja anak sebagai hal yang mendesak.(pasal1)
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
2. Pemerintah wajib mengatur jenis-jenis pekerjaan yang termasuk dalam kriteria bentuk-bentuk terburuk pekerja anak dalam undang-undang atau peraturan nasionalsetelah berkonsultasi dengan oranisasi pengusaha dan pihak-pihak yang terkait(pasal 4) 3. Pemerintah harus berunding dengan para pemilik perusahaan pekerja untuk mengidentifikasi jenis pekerjaan yang membahayakan anak-anak (pasal 4 ayat 2 dan 3) 4. Setelah mengadakan perundingan dengan pemilik perusahaan pekerja dan lembaga terkait, pemerintah harus memulai program aksi untuk mengakhiri pekerjaan terburuk untuk anak.(pasal 6) 5. Pemerintah harus mengambil setiap langkah atau usaha yang dianggap penting untuk mengimplementasikan konvensi ini, termasuk menghukum pelanggar.(pasal 7) Berbagai pekerjaan pada dasarnya, membahayakan, seperti penambangan kontruksi, penangkapan ikan laut dalam, dan bekerja dalam radioaktif, dan berbagai bahan kimia berbahaya. Namun pekerjaan lain juga membahayakan seperti pekerjaan dilahan pertanian dengan resiko terpapar pestisida. 66
Permasalahan anak adalah yang paling menonjol adalah pekerjaan seks, namun selain itu terdapat perdagangan anak untuk dipekerjakan dalam bentuk-bentuk lainnya, seperti anak-anak yang dimamfaatkan untuk bisnis obat bius, menjadi
66
UNICEF, hal 27
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
pengemis
maupun
pekerjaan-pekerjaan
lain
yang
dapat
membahayakan
keselamatan jiwa dan moral anak. ILO melalui IPEC telah menerapkan program-program untuk menghapuskan perdagangan anak. Seperti aktifitas khusus untuk memerangi perdagangan melalui IPEC, yaitu dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: 67 1.Kampanye penyadaran 2. Pelatihan penegak hukum 3. Pencegahan multidisipliner dan program reintegrasi 4. Promosi mekanisme antar-negara dalam menghadapi masalah perdagangan manusia Hans Van de Glind, Programme Officer South-East Asia, dalam sebuah diskusi panel menyatakan bahwa kemungkinan intervensi ILO dalam memerangi perdagangan anak, adalah dengan melakukan: 68 1.Program-program aksi langsung untuk mencegah perdagangan dan reintegrasi korban yaitu : 1. Advokasi perubahan kebijaksanaan dan kampanye-kampanye 2. Meningkatkan kapasitas dengan cara memperkuat: a. Legislasi dan penegakan hukum b . Penelitian dan diseminasi informasi d. Koordinasi dan jaringan antar negara
67
www.ilo.org/ General Report of Proceedings Of The 1997 : Regional Conference on Trafficking in Women and Children 68 www.un.org/ UN Conference Center, Proceedings Regional Conference on Trafficking in Women and Children, 3-4 November 1998 Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
ILO Melalui IPEC telah menjalan program-program untuk memerangi perdagangan manusia khususnya anka dalam bentuk pekerjaan terburuk untuk anak sebelum dan sesudah disepakati Konvensi ILO No.182 Tahun 1999. Dapat dikatakan ILO telah berhasil mendukung langkah-langkah yang harus diambil pemerintah Negara-negara peratifikasi konvensi dalam memerangi perdagangan anak dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak..
C. PENGATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TENTANG TRAFFICKING CHILDREN (PERDAGANGAN ANAK) Konvensi dan Deklarasi Internasional PBB yang mungkin relevan untuk dipakai sebagai suatu alat untuk memerangi perdagangan anak-anak, kerja paksa dan praktek-praktek serupa perbudakan. Dokumen ini menyoroti pasal-pasal dan komentar tertentu dalam instrumen-instrumen internasional ini berkaitan langsung dengan penanggulangan trafficking dan dokumen ini bukanlah suatu kumpulan yang lengkap namun lebih mewakili sejumlah contoh dari alat-alat yang potensial dalam penanggulangan trafficking yaitu:
1. 1926- Konvensi Perbudakan, Konvensi Liga Bangsa-Bangsa Konvensi ini memuat defenisi internasional pertama dari perbudakan dan merupakan kerangka kerja penting untuk pencegahan dan pemberantasan perbudakan Pasal 1(1) : Perbudakan didefenisikan sebagai status atau kondisi seseorang dimana atas dirinya digunakan sebagian atau keseluruhan kewkuasaan yang
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
melekat pada hak kepemilikan termasuk akses seksual melalui perkosaan atau tindak kekerasan seksual lainnya Pasal 1(2) : Melarang semua aspek perdagangan budak, termasuk perbuatan menangkap,
memiliki,atau
membuang
seseorang
dengan
tujuan
untuk
menjatuhkannya ke perbudakan Pasal 2 : Pihak-pihak Negara diwajibkan untuk mencegah dan memberantas perdagangan budak Pasal 3 : Pihak-pihak Negara diwajibkan untuk mencegah kerja paksa atau wajib Pasal 5: Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian (Contracting Parties) juga diwajibkan untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerja paksa atau wajib agar tidak berkembang menjadi keadaan yang dapat disamakan dengan perbudakan Pasal 6 : Perbuatan atau percobaan perbuatan memperbudak atau mengajak orang lain ke perbudakan atau praktek yang serupa dengan perbudakan 69
2. 1948- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia merupakan artikulasi pertama dari hak asasi manusia yang universal. Deklarasi ini menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak asasi manusia yang sama dan tidak dapat dicabut, yang muncul dari martabat kemanusiaan yang inheren (melekat), mengabdikan prinsip-prinsip nondiskriminasi dan memaut berbagai hak sipil, politik, ekonimi dan budaya. Mengenai jenis kelamin deklarasi ini menuntut persamaan hak dari perkawinan, 69
Office Of High Commissioner for Human Rights ( 2002) Human Rights Instruments, Geneva ( http://www.unhchr.ch/html/intlinst.htm accessed on July 30 2002) Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
persamaan upah untuk pekerjaan yang sama. Prinsip-prinsip yang diartikulasikan didalam deklarasi ini diabadikan sebagai instrumen yang mengikat di dalam ICCPR dan ICESCR. Deklarasi ini memiliki beberapa pasal yang terkait dengan pencegahan dan pendakwahan trafficking yaitu: Pasal 1 : Semua manusia dilahirkan bebas dan sama didalam martabat dan hak dan harus memperlakukan satu sama lain dalam semangat persaudaraan Pasal 3 : Tak seorangpun boleh mengalami penyiksaan atau perlakuan tau hukuman yang kejam tidak manusiawi atau merendahkan Pasal 4 : Tak seorangpun boleh ditahan dalam perbudakan, semua bentuk perbudakan dan perdagangan budak dilarang. Pasal 13 : Setiap orang berhak untuk berpindah dan menetap diperbatasan termasuk negaranya, dan untuk kembali ke negaranya. Pasal 15 : Setiap orang berhak untuk kebangsaan. Tak seorangpun dicabut kebangsaannya atau ditolak haknya untuk mengubah kebangsaannya secara sewenang-wenang
3. 1949- Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Pemberantasan Perdagangan Manusia Dan Eksploitasi Prostitusi Orang lain Konvensi ini ditujukan untuk menghukum orang-orang yang terlibat didalam mengorganisir
dan
menfasilitasi
prostitusi,
termasuk
orang-orang
yang
memperoleh, membujuk, mengajak atau mengeksploitasi orang lain, bahkan dengan persetujuannya, untuk”memuaskan keinginan”orang lain.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Konvensi ini juga mencoba untuk menghukum orang-orang yang mengelola, membiayai, menyediakan tempat untuk tujuan prostitusi dan memuat upaya untuk memudahkan rehabilitasi dan penyediaan sosial bagi para korban prostitusi. Fokus dari konvensi ini adalah kejahatan terorganisir antar bangsa, bukannya hak asasi manusia. Namun konvensi ini penting sebagai pengakuan awal adanya trafficking dan dua kelemahan utamanya adalah ketiadaan mekanisme impelentasidan penyamaan prostitusi dari perbudakan, tidak membedakan antara prostitusi sukarela atau paksa.
4. 1953- Protokol Amandemen Konvensi Perbudakan Pasal 1 : Pihak-pihak Negara diantara mereka sendiri berupaya akan, sesuai dengan ketentuan protokol, mempertalikan pengaruh dan kekuatan hukum penuh dengan dan menetapkan amandemen konvensi yang dimuat di lampiran protokol sebagaimana mestinya.
5. 1956- Konvensi Tambahan Tentang Pemberantasan Perbudakan, Perdagangan Budak, Serta lembaga dan praktik yang Serupa dengan Perbudakan Instrumen ini mendefenisikan tentang kondisi yang menyerupai perbudakan dan menghendaki agar Pihak-pihak Negara memberantas praktek-praktek seperti perhambaan dan perbudakn utang secara progresif dan sesegera mungkin Pasal 1(a) : Perbudakan utang didefenisikan sebagai” status atau kondisi yang timbul dari janji oleh orang yang berhutang tentang jasa pribadinya atau jasa
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
pribadi seseorang yang berada dibawah penguasaannya sebagai jaminan utang, jika nilai jasa pribadi tersebut sebagaimana dinilai selayaknya tidak bias diterapkan terhadap penghapusan hutang atau masa dan sifat dasar jasa pribadi tersebut tidak dibatasi dan defenisikan secara berturur-turut”. Pasal 1(b): Perhambaan didefenisikan sebagai “ kondisi atau status seorang penyewa yang menurut hukum, adat atau persetujuan terikat untuk hidup dan bekerja ditanah orang lain dan memberikan jasa tertentu kepada orang lain tersebut, apakah untuk upah atau tidak, dan tidak bebas mengubah statusnya.” 70
6. 1965- Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Ras Pasal 5: Persamaan hak di depan hukum Pasal 6: Perlindungan dan pemulihan yang efektif terhadap setiap perbuatan diskriminasi ras yang melanggar hak asasi manusia Diratifikasi oleh Indonesia pada tanggal 25 Juli 1999
7. 1966- Perjanjian Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak Sipil dan Politik Perjanjian ini menjelaskan tentang hak sipil dan politik dasar individu dan bangsa termasuk hak untuk hidup, bebas dari penyiksaan dan perbudakan, kemerdekaan dan keamana, kebebasan untuk berpindah, berserikat, berpikir, beragama, dan berpendapat, persamaan di depan hukum, keleluasaan pribadi, persamaan dalam perkawinan, dan kegembiraan berbudaya. Perjanjian ini 70
Ofof the High Commisioner for Human Rights ( no date) Human Rights: A Basic Handbook for UN Staff. Geneva: Office of the High Commisioner for Human Rights. Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
melarang semua bentuk diskriminasi untuk mendapatkan hak-hak tersebut, termasuk atas dasar jenis kelamin, dan mengharuskan semua Negara untuk memastikan pesamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Pasal 3 : Persamaan hak untuk perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan hak sipil dan politik Pasal 7 : Tak seorangpun boleh mengalami penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam tidak manusiawi, dan merendahkan. Pasal 8 : Melarang semua bentuk perbudakan dan provides generally that(?) Pasal 8(3)(a): Tak seorangpun diwajibkan untuk melakukan kerja paksa atau wajib. 8. 1976 Perjanjian tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Perjanjian ini menjelaskan tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya yang disebutkan satu per satu di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia termasuk hak untuk bekerja , mendapatkan kondisi kerja yang adil dan disukai, membentuk dan bergabung dengan serikat kerja, berkeluarga, mendapatkan standard kehidupan yang memadai, mendapatkan standard kesehatan yang tinggi yang dapat diraih, mendapatkan pendidikan, dan berpartisipasi di dalam kehidupan berbudaya. Perjanjian ini melarang semua bentuk diskriminasi untuk mendapatkan hak-hak tersebut, termasuk atas dasar jenis kelamin, dan mengharuskan semua Negara untuk memastikan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Perjanjian ini juga melarang eksploitasi terhadap anak-anak, dan mengharuskan semua bangsa untuk bekerja-sama mengakhiri kelaparan di dunia.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 2 : Tidak boleh dibuat perbedaan atas dasar jenis kelamin, kebangsaan, atau asal sosial Pasal 6: Persamaan untuk perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan hak ekonomi, sosial, dan budaya Pasal 7 : Hak untuk mendapatkan kondisi pekerjaan yang adil dan diinginkan Pasal 10 : Perkawinan harus berdasarkan persetujuan kedua-belah pihak. Pasal 11 : Hak untuk mendapatkan standar kehidupan yang memadai termasuk pangan, sandang, dan papan. 9. 1984- Konvensi Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Kejam, Tidak Manusiawi, dan merendahkan Lainnya Pasal 1 : Penyiksaan didefenisikan sebagai rasa sakit atau penderitaan( fisik atau mental) yang secara sengaja ditimbulkan oleh orang yang bertindak pada kapasitas resmi untuk tujuan menghukum, mengintimidasi atau memaksa. Pasal 3 : Pengusiran atau pemulangan ke Negara lain dilarang jika hal tersebut diyakini akan menyebabkan mengalami penyiksaan Pasal 13 : hak untuk mengajukan keluhan tentang penyiksaan dan meminta perkaranya disidangkan dengan segera dan adil oleh pihak yang berkompeten. Para saksi dan penuntut harus diberikan perlindungan Pasal 14 : Hak untuk mendapatkan ganti-rugi dan kompensasi dalam hal terjadinya penyiksaan Diratifikasi oleh Indonesia pada tanggal 27 November 1998 71
71
UNICEF ( no date) Convention on the Rights of the child.NY,USA: UNICEF.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
10. 1985- Deklarasi tentang Hak Asasi Individu Yang Bukan Merupakan Warga dari Negara Dimana ia Menetap 11. 1989- Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak Anak (berlaku pada tahun 1990) Diratifikasi hampir secara universal, konvensi ini melarang diskriminasi terhadap anak-anak dan memberikan perlindungan khusus dan hak yang sesuai dengan orang yang belum dewasa. Anak-anak diberikan status khusus dalam undang-undang hak asasi guna memastikan bahwa mereka secara memadai dilindungi dari kejahatan manusia guna memastikan bahwa mereka secara memadai dilindungi dari kejahatan dan diberikan perawatan yang sesuai, mengikuti perkembangan kapasitas mereka. Konvensi ini menyebutkan bahwa pertimbangan utama yang mempedomani segala tindakan yang menyangkut anakanak harus merupakan kepentingan terbaiksi anak, dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban orang-tua atau lainnya yang secar hukum bertanggung-jawab atas anak tersebut. CRC tidak secara spesifik merujuk kepada hak anak perempuan namun menggunakan bahasa yang netral terhadap jenis kelamin yang lebih inklusif daripada bahasa dalam konvensi-konvensi sebelumnya. Pasal 7 : Hak atas kebangsaan/kewarganegaraan Pasal 9&10 : Seorang anak tidak boleh dipisahkan dari orang-tuanya secara paksa, kecuali jika hal itu demi kebaikan si anak Pasal 11 : Negara-negara terikat untuk mengakhiri pengiriman anak-anak ke luar negeri secara ilegal
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 19 : Perlindungan dari kekejaman, luka, tindak kekerasan, pengabaian tau penganiayaan atau eksploitasi(fisik atau mental), termasuk tindak kekerasan sesuai Pasal 20&21 : Merujuk kepada anak-anak yang hidup tanpa orang-tuanya dan menetapkan bahwa kepentingan untuk si anak harus yang terbaik( termasuk kelestarian latar belakang etnis, budaya, agama, dan bahasa anaka tersebut) Pasal 28 : Hak untuk mendapatkan pendidikan Pasal 31 : Hak untuk mendapatkan istirahat dan waktu luang Pasal 32 : Hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari pekerjaan yang, antara lain, akan membahayakan kesehatan dan perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, atau sosialnya Pasal 34 : Perlindungan dari semua bentuk eksploitasi atau tindak kekerasan seksual Pasal 35 : Mengharuskan Negara-negara untuk mengambil tindakan untuk mencegah penculikan atau penjualan, dan perdagangan, anak untuk tujuan atau dalam bentuk apapun Pasal 36 : Perlindungan dari semua bentuk eksploitasi yang merugikan kesejahteraan anak Pasal 37 : Kebebasan dari penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan dan pencabutan kemerdekaan secara ilegal dan sewenang-wenang. Pasal 39 : Bantuan penyembuhan fisik dan psikologis dan reintegrasi social dari anak yang menjadi korban tersebut
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 /1990 12. 1990- Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Diadopsi pada tahun 1990, diratifikasi pada bulan Maret 2003, dan berlaku pada tanggal 1 Juli 2003 Konvensi ini membahas tentang hak para pekerja migran dan keluarganya untuk mendapatkan kemerdekaan dan keselamatan dan perlindungan oleh Negara dari kekejaman, luka fisik, ancaman, atau intimidasi oleh perorangan, kelompok atau lembaga masyarakat. Pasal 10 : Melarang Penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan. Pasal 11 : Melarang perbudakan, perhambaan, dan kerja pakasa atau wajib. Pasal 16 : Hak untuk mendapatkan kemerdekaan atau keselamatan, perlindungan oleh Negara dari kekejaman, luka fisik, ancaman, intimidasi, standar minimum terkait dengan verifikasi identitas, penangkapan dan penahanan. Pasal 25-30 : Standar minimum terkait dengan kondisi kerja pekerja migran, renumerasi, perawatan medis, dan jaminan sosial. Pasal 40- 41 : Untuk pekerja resmi, hak untuk membentuk asosiasi dan serikat pekerja untuk melindungi kepentingan ekonomi, sosial, dan budaya dan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang sama.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 68 : Penerapan sanksi terhadap mereka yang menggunakan kekejaman, ancaman, atau intimidasi terhadap pekerja migran dalam situasi yang tidak biasanya. 72
A. Beberapa Pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang terkait dengan Kejahatan yang dikualifasikan sebagai Trafficking, dan UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Ada beberapa pasal dalam Kitab-Kitab Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur kejahatan yang termasuk kualifikasi trafficking. 73 Dalam pasal 296 KUHP diatur mengenai orang atau kelompok manapun yang dengan sengaja menyebabkan dan memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan dijadikan sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak limabelas ribu rupiah. Dalam pasal 297 KUHP juga dikatakan bahwa “ Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun Mengenai orang yang menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikan sebagai pencarian, diancam dengan ancaman kurungan paling lama satu tahun melalui pasal 298 KUHP. 72
United Nations (2002) List of Conventions, Declarations and Other Instruments contained in General Assembly Resolutions ( 1946 onwards). New York, USA: United Nations Dag Hammarskjold Library (http://www,un.org/Depts/dhl/resgide/resins.htm accessed on July ,30 2002) 73 Mohammad Joni, Pledoi Vol I No.1, “Trafficking in Person: Pemberantasan Kejahatan Perdagangan Orang dan Perlindungan Korban (Kritik atas Norma Hukum, Strategi, dan Aksi)”,. Yayasan Pusaka Indonesia, Medan, April 2006, hal 54. Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Mengenai seorang wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki oleh orangtuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap wanita baik di dalam maupun di luar perkawinan, diancama paling lama tujuh tahun. Dan bila membawa wanita itu pergi dengan tipu-muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, diancam paling lama sembilan tahun dan hal ini diatur dalam pasal 332 KUHP ayat (1) dan(2). Bila seorang dibawa pergi dari temapat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan seorang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaannya orang lain, atau menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan, akan dipidana penjara paling lama dua belas tahun. Dalam pasal 329 KUHP, dinyatakan bila seseorang dengan sengaja atau melawan hukum mengangkut orang ke daerah lain, padahal orang itu membuat perjanjian untuk bekerja disuatu tempat tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Mengenai hal menyembunyikan orang yang belum cukup umur atau anka yang umurnya dibawah 12 tahun, yang ditarik atau menarik sendiri dari kekuasaan menurut UU ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, atau dengan sengaja menariknya dari penyidikan pejabat kehakiman atau kepoloisian, diancam penjara paling lama tujuh tahun. Hal ini diatur dalam pasal 331 KUHP. Barang siapa dengan sengaja dan melawa hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan demikian, diancam dengan
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
pidana penjara paling lama delapan tahun. Jika perbuatannya itu mengakibatkan luka-luka berat maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Apabila tindakan tersebut mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pidana yang ditentukan dalam pasal 333 KUHP ini, diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum, dalam memberikan tempat untuk perampasan kemerdekaan itu. Pasal-pasal lain dalam KUHP yang mengatur kejahatan yang tergolong trafficking beserta unsurnya seperti perekrutan, penempatan, penyalahgunaan perwalian, dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dan dapat menyebabkan korban mendapatkan luka-luka maupun kematian, atau bersetubuh dengan orang yang belum cukup umur, adalah pasal 285,pasal 287 ayat (1) dan (2), pasal 288, pasal 289, pasal 290 ayat (2) dan (3), pasal 291, pasal 292, pasal 293, pasal 294, serta pasal 295 ayat (1) dan (2) Setelah indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak Tahun 1989 melalui Keppres No. 36 Tahun 1990, maka pada tahun 2002 yang mengatur perlindungan anak. Mengenai pengertian anak adalah orang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan, diatur dalam pasal 1 ayat(1) UU No.23 Tahun 2002.
Dalam hubungannya dengan trafficking adalah bahwa anak-anak baik anak lakilaki maupun perempuan, cenderung menjadi sasaran kejahatan ini untuk dijadikan
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
alat eksploitasi seks mapun kerja sebagai pembantu rumah tangga, pekerja dengan upah yang rendah, untuk mengemis, hingga dijadikan penyalur obat bius. Hal ini dikarenakan keterbatasan anak-anak sehingga mudah ditipuberdayakan pelaku, kekerasan, maupun pendekatan ke oang-tua yang berstatus miskin hingga menjual anaknya. Untuk melindungi anak-anak yang masih mendapatkan beberapa hal seperti pendidikan, pengembangan bakat atau talenta yang dimilikinya, ataupun hal-hal yang sepantasnya didapatkan anak-anak, maka dibtuhkan sebuah undang-undang yang menjamin terlindunginya hak-hak anak. Salah satu pasal yang penting dalam UU No 23 Tahun 2002 diatur dalam pasal 8 yakni bahwa setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak juga berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Ini diatur dalam pasal 16 ayat (1) dan (2) Setiap anak yang dirampas kebebasannya untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 17 ayat 1 butir(a) dan (b), serta ayat 2, serta pasal 18.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 59 mengatur mengenai perlindungan khusus bagi anak. Pasal ini menetapkan bahwa pemerintah dan lembaga lainnya berkewajiban untuk bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus terhadap anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dalam kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan /atau lainnya untuk membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa, ini diatur dalam pasal 63. Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan secara seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 yakni mengenai kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat melalui penyebarluasan dan/ atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait, pemantauan dan pemberian
saksi,
juga
mengenai
pelarangan
penempatan,
membiarkan,
melakukan,menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak diatur lebih lanjut dalam pasal 66 ayat 1, ayat 2 butir (a),(b),dan(c), serta ayat 3 Pasal 67 ayat (2) juga mengatur tentang larangan setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, atau menyuruh melibatkan anak
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
dalam dan/atau distribusi penyalahgunaan produksi narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya(napza) Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. dan setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan perdagangan sebagaimana dimaksud. ini diatur dalam pasal 68. Pasal 69 menetapkan bahwa perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual, dilakukan melalui upaya, penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan Perpu yang melindungi anak korban tindak kekerasan, dan juga melalui pemantau, pelaporan serta pemberian saksi. UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak juga memiliki ketentuan pidana yang mengatur tentang tindak kejahatan pidana terhadap anak. Seperti ketentuan pidana dari yang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 59 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak seratus juta rupiah. Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan/ atau denda paling banyak tujuh puluh dua juta rupiah. dalam hal anak mendapat luka berat, maka pelaku pidana diancam pidana paling lama lima
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Ini diatur dalam pasal 80 ayat (1) dan(2). Pasal 81 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta rupiah, serta paling sedikit denda enam puluh juta rupiah. Pada ayat (2) pasal 81 menyebutkan pula bahwa ketentuan pidana ini berlaku juga bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu-muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain. Pasal 83 menetapkan bahwa setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri-sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun, dan denda paling banyak tiga ratus juta rupiah atau paling sedikit denda enam puluh juta rupiah. Ketentuan pidana mengenai tindakan kejahatan transplantasi organ dan/ atau jaringan tubuh, menjadikan anak sebagai objek penelitian kesehatan tanpa sepengetahuan orang tua dan/ atau walinya, jual beli organ anak diatur dalam pasal 84 dan pasal 85 Ketentuan pidana terhadap tindakan pidana yang diatur dalam pasal 63 dan pasal 15, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/ atau denda paling banyak dua ratus juta rupiah.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
B. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak Keputusan presiden ini lahir karena didorong oleh keprihatinan yang mendalam terhadap berbagai kasus trafficking yang terjadi di Indonesia. Dalam Trafficking in Persons Report(Juli 2001) yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan Komisi Ekonomi dan Sosial Asia- Pasifik ( Economy Social Commission on Asia Pasific atau ESCAP), yang menempatkan Indonesia pada tingkat ketiga atau terndah pada penanggulangan trafficking perrempuan dan anak. 74 Keppres RI No. 88 Tahun 2002 ini ditetapkan akibat praktek perdagangan (trafficking)
perempuan
dan
anak
di
Indonesia
sudah
sedemikian
memprihatinkan,sehingga telah menimbulkan kerisauan dan kecemasan Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, dan untuk itu, perlu penanganan segera dan serius dengan melibatkan berbagai pihak. 75 Lebih lanjut dinyatakan lagi penanganan secara sistematis, kompherensif, berkesinambungan, dan terpadu sangat dibutuhkan, sehingga perlu pedoman rencana aksi sebagai derivasi dan penjabaran dari berbagai amanat yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional terhadap upaya-upaya untuk penghapusan perdagangan (trafficking) perempuan dan anak.
74
Lampiran I Keppres No. 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak 75 Pembukaan Keppres No. 88 Tahun 2002 butir(c). Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Bahwa itu dipandang perlu untuk menyusun rencana aksi nasional penghapusan perdagangan (Trafficking) perempuan dan anak dengan keputusan presiden. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa Keppres No. 88 tahun 2002 ini merupakan suatu pedoman pelaksanaan untuk menghapus perdagangan perempuan dan anak, dengan penanganan secara sistematis, kompherensif, berkesinambungan dan terpadu. Dalam pasal 1 ayat (1) Keppres No. 88 Tahun 2002 ini disebutkan bahwa Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan ( Trafficking ) Perempuan dan Anak dengan istilah RAN-P3A. RAN-P3A adalah landasan dan pedoman bagi Pemerintah dan Masyarakat dalam melaksanakan Penghapusan Perdagangan ( Trafficking ) Perempuan dan Anak adalah untuk: 76 1. Menjamin peningkatan dan pemajuan atas upaya-upaya perlindungan terhadap korban perdagangan ( trafficking ) manusia. 2. Mewujudkan kegiatan-kegiatan baik yang bersifat preventif maupun represif dalam upaya melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan atas praktekpraktek perdagangan ( trafficking ) manusia. 3. Mendorong untuk adanya pembentukan dan/ atau penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindakan perdagangan ( trafficking ) manusia.
76
Pasal 2 Keppres No. 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Dalam pasal 3 Keppres No. 88 Tahun 2002 ini, dinyatakan bahwa pelaksanaan RAN-P3A dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam suatu program lima tahun yang akan ditinjau dan disempurnakan kembali setiap lima tahun. Untuk menjamin terlaksananya RAN-P3A, maka dibentuk suatu Gugus Tugas yang berkedudukan dibawah dan bertanggung-jawab langsung kepada presiden. Gugus Tugas yang dimaksud diatas mempunyai tugas : 1. Pengkoordinasian pelaksanaan upaya penghapusan perdagangan(trafficking) Perempuan dan Anak yang dilakukan Pemerintah dan Masyarakat sesuai dengan tugas fungsi dan/ atau kualifikasi masing-masing. 2. Advokasi dan sosialisasi trafficking dan RAN-P3A pada pemangku kepentingan 3. Pemantauan dan evaluasi baik secara periodik maupun insidentil serta penyampaian permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan RAN-P3A kepada instansi yang berwenang untuk penanganan dan penyelesaian lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Kerja-sama nasional, regional, dan internasional untuk langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan dalam upaya penghapusan perdagangan (trafficking ) perempuan dan anak. 5. Pelaporan perkembangan pelaksanaan upaya penghapusan perdagangan (trafficking ) perempuan dan anak kepada presiden dan masyarakat. Dalam menjamin terlaksananya RAN-P3A di daerah dilakukan oleh Gugus Tugas Daerah RAN-P3A, Dibentuk melaui keputusan Gubernur Untuk Pemerintah (Premprov) dan Keputusan Bupati/ Walikota Untuk Pemerintah Kota(
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pemkab/ Pemkot). Dan susunan keanggotaan Gugus Tugas Daerah RAN-P3A dan/atau disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi daerah yang bersangkutan. 77 Sementara itu pembiayaan pelaksanaan RAN-P3A Dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), anggaran masing-masing pemangku kepentingan ( stakeholders) dan/ atau sumber dana yang sah serta tidak mengikat. 78 Keputusan Presiden ini ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2002 , yang Ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. Berbagai upaya langkah hukum maupun sosialisasi mengenai pencegahan dan penghapusan perdagangan perempuan dan anak telah diuraikan dalam keppres ini. Begitu juga dengan gugus tugas RAN-P3A yang sudah ditetapkan untuk melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing, serta biaya pelaksanaan dan biaya gugus tugas dibebankan ke APBN, APBD, dan sumber dana lain yang sah serta tidak mengikat. 79 Maka diharapkan dengan adanya usaha ini, dapat menghapuskan peringkat Indonesia sebagai yang ketiga terendah dalam upaya penanggulangan trafficking perempuan dan anak.
77
Pasal 6 ayat (1) dan (2) Keppres No. 88 Tahun 2002 Pasal 7 ayat (1) Keppres No. 88 Tahun 2002 79 Pasal 7 ayat (2) Keppres No. 88 Tahun 2002 78
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TRAFFICKING DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL
A. LARANGAN PENYELUNDUPAN MANUSIA BAIK MELAUI DARAT,
LAUT,
DAN
UDARA
(
PROTOCOL
AGAINST
THE
SMUGGLING OF MIGRANT BY LAND, SEA, AND AIR ) Tujuan dari protokol ini adalah mencegah mengurangi penyelundupan migran dengan cara meningkatkan kerja – sama antar negara peserta dengan melindungi hak-hak dari migran yang diselundupkan ( The purpose of this Protocol is to prevent and combat the smuggling of migrant, as well as to promote coorperation among State Parties to that end, while protecting the rights of smuggled migrants) Tujuan ini diatur dalam pasal 2 protokol menentang penyelundupan manusia melalui darat, laut, dan udara. Pasal 3 Protokol ini menyebutkan bahwa : a. “Penyelundupan migran “ berarti pengadaan dalam rangka memperoleh, secara langsung atau secara tidak langsung, suatu keuangan atau mamfaat materil lain, dengan memasukkan secara tidak sah seseorang kedalam suatu negara dimana dia bukanlah warga negara atau penduduk dari negara itu ; ( “Smuggling Person” shall mean the procurement, in other to obtain, directly or indirectly, a financial, or other material benefit, of the illegal entry of a person into a State Party of which the person is not a national or a Permanent resident )
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
b.”Memasukkan tidak sah” berarti melewati perbatasan tanpa melengkapi persyaratan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dari suatu negara ; (Illegal entry” shall mean crossing borders without complying with the necessary requirements for legal entry into the receiving State ) c.” Dokumen Identitas Palsu” derati dokumen identitas yang : 1. Dibuat dengan cara mengubah dokumen asli ( That has been falsely made or altered in some material way by anyone other than a person or agency lawfully authorized to make or issue the travel or identity document on behalf of a State ); atau 2. Dikeluarkan oleh orang-orang yang tidak berhak untuk mengeluarkan ( That has been improperly issued or obtained through misrespresentation, corruption or duress or duress or in any other unlawfull manner); atau 3. Digunakan oleh seseorang yang bukan pemilik sah ( That is being used by a person other than the rightful holder ) d. “Kapal” berarti berbagai jenis kenderaan air, mencakup pesawat amphibi, perahu, yang dapat digunakan sebagai transportasi di air, kecuali suatu kapal perang, alat bantu kelautan atau lain kapal yang dimiliki atau dioperasikan oleh suatu pemerintahan dan menggunakan untuk kepentingan pemerintah; ( “Vessel” shall mean any type of water craft, including
non- displacement craft and
seaplanes, used or capable of being used as means of transportation on water, except a warship, naval auxiliary or other vessel owned or operated by a government non- commercial service )
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Dalam mengatasi terjadinya penyelundupan migran, setiap negara peserta harus dapat bekerja-sama dalam mengatasi dan mencegah terjadinya penyelundupan migran baik melalui darat, laut, dan udara. 80 Mengenai kerja-sama ini, diatur dalam pasal 8, yang menyebutkan : Kerja-sama dalama mengatasi penyelundupan yakni (Measures against the smuggling oe migrant by sea): 1. Negara anggota mempunyai alasan-alasan untuk mencurigai setiap kapal yang sedang memasuki daerahnya yang merupakan kapal yang berkebangsaan asing atau menolak untuk menunjukkan identitasnya sedang melakukan penyelundupan migran ke wilayahnya dan Negara Peserta tersebut dapat meminta bantuan dari negara peserta lainnya untuk mencegah kapal asing tersebut memasuki wilayahnya. 2. Negara anggota mempunyai alasan-alasan untuk mencurigai setiap kapal yang sedang berlatih di laut lepas sesuai dengan hukum internasioanl dengan tidak mengetahui asal kapal asing itu, akan melakukan penyelundupan migran ke daerahnya, dapat meminta konfirmasi dari negara yang bersangkutan, dan jika telah mendapat konfirmasi, meminta pemilik kapal yang mempunyai otorisasi untuk mendapatkan izin dari negara yang bersangkutan. dan negara yang bersangkutan mempunyai otorisasi memnta penjelasan kepada pemilik kapal mengenai: a. Penumpang kapal b. Tujuan dari kapal 80
Protocol Against The Smugglingt Of Migrant By land, Sea, and Air( Mengenai Penyelundupan Manusia Melalui Darat, Laut dan Udara Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
c. Jika terbukti ditemukan bahwa kapal tersebut sedang melakukan penyelundupan migran, maka negara yang bersangkutan dapat mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang diatur di dalam protokol ini. 3. Negara anggota dapat memaksakan kapal sesuai dengan ayat (2) untuk segera menginformasikan tentang segala kegiatan kapal yang dimaksud. 4. Negara anggota akan menjawab secara cepat dan efisien terhadap suatu permintaan dari negara anggota lainnya untuk menentukan apakah suatu kapal yang sedang melakukan pelayaran atau pemilik kapal memang berhak untuk suatu permintaan untuk otorisasi sesuai dengan ayat (2). 5. Negara peserta dapat konsisten dengan artikel 7 protokol ini, pokok otorisasinya ke kondisi-kondisi untuk menyetujui dan meminta status, kondisikondisi termasuk yang berkenaan dengan tanggung jawab dan tingkat ukuran efektif yang dapat diambil. suatu tindakan dari negara anggota yang tidak mengambilapaupn tindakan ukuran tambahan tanpa menyatakan otorisasi kapal, kecuali mereka diperlukan untuk membebaskan segera kapal yang dimaksud sesuai dengan persetujuan multilateral. 6. Masing-masing negara anggota akan mengangkat suatu otoritas atau, jika, perlu otoritas untuk menerima dan bereaksi terhadap permintaan untuk bantuan, karena konfirmasi pencatat kebenaran suatu kapal memilki otoritas berlayar dengan ukuran sesuai dengan tujuan yang diberitahu melalui secretary-general bagi semua negara anggota. 7. Negara anggota yang mempunyai alasan-alasan yang layak untuk mencurigai bahwa suatu kapal sibuk dengan penyelundupan orang pindah melalui laut dan
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
adalah tanpa kebangsaan atau mungkin berasimilasi untuk suatu kapal tanpa kebangsaan boleh menumpang dan mencari kapal. jika bukti yang kecurigaan ditemukan, negara anggota akan mengambil tindakan sesuai hukum nasionalnya dan hukum internasionalnya. 81
Dari penjelasan artikel 8 diatas, dapat diketahui bahwa setiap negara anggota dapat meminta bantuan kepada negara anggota lainnya dalam mengatasi terjadinya penyelundupan migran, dan dapat mencurigai setiap kapal yang tidak diketahui secara jelas identitasnya sedang melakukan penyelundupan migran, dan dengan segera memiliki otoritas untuk mencegah kapal tersebut memasuki daerahnya. Di dalam artikel 18, bahwa negara peserta harus dapat melindungi hak-hak setiap migran yang diselundupkan. Perlindungan ini dapat dilakukan dengan mengembalikan secara baik-baik orang-orang yang diselundupkan ke negara asalnya, merawat, dan memberikan pengobatan kepada migran. Dan kepada negara asal orang-orang yang diselundupkan harus dapat menerima kembali dengan baik migran yang dikembalikan ke negaranya, dengan memperhatikan peraturan hukum yang berlaku di negaranya masing-masing dan peraturan internasional yang ada. 82
81
Bariah, Chairul, 2005 Aturan-aturan Hukum Trafficking (Perdagangan Permpuan dan Anak) USU.Press. Medan. Hal 23 82
Ibid hal 24
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Di dalam artikel 20, berisikan penyelesaian terhadap sengketa yang mungkin terjadi dalam mengatasi penyelundupan migran. Penyelesaian sengketa ini dapat dilakukan dengan cara : 1. Negoisasi 2. Menyelesaikan melalui Mahkamah Internasional jika negoisasi yang dilakukan tidak berhasil dilakukan ( batas negoisasi selama 6 (enam) bulan ).
B. TINDAKAN PEMERINTAH TENTANG PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA ( UU NO 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG ) Adapun
Pasal-pasal
yang
menyangkut
tindakan
pemerintah
terhadap
perdagangan di Indonesia : 83 Pasal 5 1. Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga ) tahun dan paling lama 15 (lima belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000 (seratus dua puluh juta rupiah ) dan paling banyak Rp. 600.000.000 ( enam ratus juta rupiah ).
Pasal 6
83
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
1.Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau keluar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga ) tahun dan paling lama 15 (lima belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000 ( seratus dua puluh juta rupiah ) dan paling banyak Rp. 600.000.000 ( enam ratus juta rupiah ).
Pasal 54 1. Dalam hal korban berada diluar negeri memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, maka Pemerintah Republik Indonesia melalui perwakilannya diluar negeri wajib melindungi pribadi dan kepentingan korban, dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya Negara 2. Dalam hal ini korban adalah warga Negara asing yang berada di Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke Negara asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di Indonesia. 3. Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum internasional atau kebiasaan internasional
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 84 Pasal 56 1. pencegahan tindak pidana perdagangan orang bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Pasal 57 1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan keluarga wajib mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang. 2. Pemerintah dan pemerintah daerah, wajib membuat kebijakan, program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang. Pasal 58 1.
Untuk melaksanakan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, pemerintah, dan pemerintah daerah wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penangan tindak pidana perdagangan orang.
2.
Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah membentuk gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga, swadaya masyakata, organisasi profesi, dan peneliti/ akademisi.
84
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
3.
Pemerintah daerah membentuk gugus tugas yang beranggotakan wakilwakil dari pemerintah daerah, penegak hukum, organisasi masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi.
4.
Gugus tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan lembaga koordinatif yang bertugas : a. mengordinasikan upaya pencegahan
dan penanganan tindak
pidana perdagangan orang b. melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan dan kerja-sama c. memantau
perkembangan
pelaksanaan
perlindungan
korban
meliputi rehabilitasi, pemulangan dan reintegrasi sosial d. memantau perkembangan pelaksanaan penegak hukum; serta e. melaksanakan pelaporan dan evaluasi 5.
Gugus tugas pusat dipimpin oleh seorang menteri atau pejabat setingkat menteri yang ditunjuk berdasarkan peraturan presiden.
6.
Guna mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran yang diperlukan.
7.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan organisasi, keanggotan, anggaran, dan mekanisme kerja gugus tugas pusat dan daerah diatur dengan peraturan presiden.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
KERJA SAMA INTERNASIONAL DAN PERAN SERTA MASYARAKAT 85 Bagian Kesatu Kerja Sama Internasional Pasal 59 1. Untuk mengefektifkan pelanggaran pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang pemerintah republik indonesia wajib melaksanakan Kerja Sama Internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral. 2. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian bantuan timbal-balik dalam masalah pidana dan/ atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Peran Serta Masyarakat Pasal 60 1. Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang. 2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dengan tindakan memberikan informasi dan/ atau melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib, atau turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang.
85
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 61 Untuk tujuan pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang, maka Pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum, dan kebiasaan internasional yang berlaku.
Pasal 62 Untuk melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 dan pasal 61, masyarakat berhak untuk memperoleh perlindungan hukum Pasal 63
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal 61 dilaksanakan secara bertanggung-jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
C.PROTOKOL
UNTUK
MENGHUKUM PEREMPUAN
MENCEGAH,
PERDAGANGAN DAN
PERSERIKATAN
ANAK, BANGSA-
YANG
MEMBERANTAS MANUSIA, MELENGKAPI
BANGSA
UNTUK
KEJAHATAN TERORGANISIR ANTAR NEGARA
DAN
TERUTAMA KONVENSI MELAWAN
86
Pembukaan Negara-negara dalam protokol ini, Menerangkan bahwa tindakan yang efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, membutuhkan suatu pendekatan yang internasional yang kompherensif di negara-negara asal, negaranegara persinggahan dan negara-negara tujuan, dalam bentuk langkah-langkah untuk mencegah perdagangan tersebut, untuk menghukum para pelaku perdagangan manusia, termasuk dengan melindungi hak-hak asasi mereka yang diakui secara internasional, Menimbang fakta bahwa meskipun ada beragam instrumen internasional yang terdiri dari berbagai peraturan dan langkah-langkah praktis untuk memerangi eksploitasi terhadap manusia, teutama perempuan dan anak-anak, tidak ada insrumen universal yang dapat menangani semua aspek perdagangan manusia Memperhatikan bahwa dengan tidak adanya intrumen semacam itu, orangorang yang rentan terhadap perdagangan ini tidak dapat perlindungan dengan baik
86
Protokol Untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia, Terutama Perempuan dan Anak, Yang Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Melawan Kejahatan Terorganisir Antar Negara. Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Mengingat resolusi Sidang Umum 53/111 Tanggal 9 Desember 1998, dimana sidang tersebut memutuskan untuk membentuk panitia ad hoc antar pemerintahan yang sifatnya terbuka untuk tujuan memperluas konvensi internasional yang sifatnya kompherensif dalam rangka melawan kejahatan yang terorganisir
secara
transnasional,
dan
membahas
perluasan
instrumen
internasional untuk menangani perdagangan perempuan dan anak-anak Meyakinkan bahwa melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangsa untuk melawan kejahatan terorganisir antar negara dengan instrumen internasional untuk pencegahan, pemberantasan, dan penghukuman perdagangan manusia teutama perempuan dan anak-anak, akan berguna untuk mencegah dan memerangi kejahatan tersebut. Telah menyetujui hal-hal berikut :
I.
Ketentuan Umum 87 Pasal 1
Hubungan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa –Bangsa untuk melawan Kejahatan Terorganisir Antar Negara 1. Protokol ini melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangsa mengenai perlawanan terhadap kejahatan terorganisir antar negara. 2. Ketentuan-ketentuan konvensi berlaku mutatis mutandis terhadap protokol ini kecuali jika dinyatakan sebaliknya dalam protokol ini
87
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
3.
Kejahatan yang ditetapkan pada pasal 5 protokol ini dianggap sebagai
kejahatan yang ditetapkan dalam Konvensi.
Pasal 2 Tujuan 88 Tujuan dari protokol ini adalah : (a) Untuk
mencegah
dan
memerangi perdagangan
manusia,
dengan
memberikan perhatian khusus ada perempuan dan anak-anak (b) Untuk melindungi dan membantu para korban perdagangan manusia, dengan sepenuhnya menghormati hak-hak asasi mereka. (c) Untuk mendorong kerja-sama di antar Negara-negara Pihak yang mencapai tujuan-tujuan itu. Pasal 3 Penggunaan Istilah 89 Untuk tujuan-tujuan protokol ini : (a) “ Perdagangan manusia “ berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran, atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi minimal berbentuk eksploitasi 88 89
Ibid Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
prostitusi pada orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja, atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang mirip dengan perbudakan, kerja paksa, atau penghilangan organ. (b) Izin dari korban perdagangan manusia intuk maksud-maksud dari eksploitasi sebagaimana yang disebutkan pada sub ayat (a) telah digunakan. (c) Pengerahan,
Pengangkutan,
Pemindahan,
Penyembunyian,
atau
penerimaan anak eksploitasi dianggap sebagai “perdagangan manusia” meskipun hal ini tidak digunakna cara-cara yang diteapkan pada sub ayat (a) dari pasal ini (d) “ Anak “ berarti setiap orang yang usianya dibawah delapan belas tahun Pasal 4 Ruang Lingkup Penerapan 90 Kecuali jika dinyatakan sebaliknya, Protokol ini berlaku untuk melakukan pencegahan, penyelidikan, dan penuntutan atas kejahatan yang ditetapkan pada pasal 5, Protokol ini dimana pelanggaran- pelanggaran itu bersifat antar Negara dan melibatkan kelompok penjahat yang terorganisir, serta untuk memberikan perlindungan kepada para korban kejahatan-kejahatn tersebut.
Pasal 5
90
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Penetapan Sebagai Tindak Pidana 91 1. Masing-masing Negara Pihak harus mengesahkan perundang-undangan dan tindakan-tindakan lainnya yang mungkin diperlukan untuk menetapkan bahwa, jika dilakukan secara sengaja, tindakan yang ditetapkan pada Pasal dari Protokol ini adalah tindak-tindak pidana. 2. Masing-masing negara pihak juga harus mengesahkan perundang-undangan tersebut dan mengambil langkah lainnya yang mungkin diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana : (a) Dengan tunduk pada konsep-konsep dasar sistem hukumnya, upaya untuk melakukan suatu pelanggran yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini. (b) Peran serta sebagai kaki tangan dalam sebuah kejahatan yang ditetapkan berdasarkan ayat 1 dari pasal ini; dan. (c) Mengatur dan merintahkan orang lain untuk melakukan pelanggran yang ditetapkan berdasarkan ayat 1 dari pasal ini.
II.Perlindungan Korban Perdagangan Manusia Pasal 6 Bantuan dan Perlindungan Untuk Korban Perdagangan Manusia 92 1. Dalam kasus-kasus yang sesuai dan sejauh memungkinkan berdasarkan hukum yang berlaku dalam negerinya, masing-masing Pihak Negara harus melindungi privasi dan identitas korban perdagangan manusia termasuk antara dengan membuat proses hukum yang berkaitan dengan perdagangan yang rahasia. 91 92
Ibid Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
2. Setiap Negara Pihak harus memastikan bahwa hukum atau sistem administratif dalam negerinya berisi langkah-langkah yang memberikan kepada korban perdagangan manusia, dalm kasus-kasus yang sesuai : (a) Informasi mengenai proses peradilan dan administratif yang relevan; (b) Bantuan yang memungkinkan pandangan dan perhatian mereka dijelaskan dan dipertimbangkan pada tahapan-tahapan proses pidana yang sesuai untuk melawan para pelaku kejahatan, dengan cara tidak mengurangi ka-hak untuk melakukan pembelaan. 3. Setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan langkah-langkah pelaksanaan pemulihan korban perdagangan manusia secara fisik, psikologis dan sosial termasuk, berbagai lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi terkait lainnya dan elemen-elemen lain dalam masyarakat, dan secara khusus, penyedian: a. Penampungan yang sesuai; b. Konseling dan informasi yang secara khusus berkenaan dengan hak-hak hukum mereka dalam bahasa yang dapat dipahamioleh korban pelanggaran perdagangan manusia; c. Bantuan Kesehatan, psikologis, dan material; d, Kesempatan untuk bekerja, mendapatkan pendidikan, dan pelatihan. 4. Dalam menerapkan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, masing-masing Negara pihak harus mempertimbangkan usia, jenis kelamin, dan kebutuhankebutuhan khusus yang diperlukan oleh korban perdagangan manusia, khususnya kebutuhan khusus anak-anak, termasuk penampungan, pendidikan dan perawatan.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
5. Masing-masing Negara Pihak harus berupaya untuk menyediakan perlindungan fisik secara fisik kepada korban perdagangan manusia ketika mereka berada dalam wilayahnya. 6. Masing-masing Negara Pihak harus memastikan bahwa sistem hukum dalam negerinya berisi langkah-langkah yang menawarkan kepada korban perdagangan manusia kemungkinan untuk mendapatkan penggantian atas kerugian yang dideritanya.
Pasal 7 Status Korban Perdagangan Manusia di Negara Penerima 93 1. Selain mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan Pasal 6 Protokol ini, dalam
kasus-kasus
tertentu.
Masing-masing
Negara
Pihak
harus
mempertimbangkan untuk mengesahkan perundang-undangan atau langkahlangkah sesuai lainnya yang mengizinkan para korban perdagangan manusia untuk tetap berada dalam wilayahnya, untuk sementara atau tetap, dalam kasus yang sesuai. 2. Dalam melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam ayat 1 pasal ini, Masingmasing negara pihak harus memberikan pertimbangan yang sesuai untuk faktorfaktor kemanusiaan dan kasih sayang.
93
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 8 Pemulangan Korban Perdagangan Manusia 94 1. Negara Phak dimana seorang korban perdagangan manusia, menjadi warganegaranya atau memiliki hak untuk bertempat tinggal secara tetap pada saat masuk ke wilayah Negara Penerim, harus menfasilitasi dan menerima pemulangan orang tersebut, dengan memberikan perhatian yang sungguh-sungguh pada keselamatan orang tersebut, tanpa penundaan yang tidak semestinya atau tidak masuk akal. 2. Ketika sebuah Negara Pihak mengembalikan korban perdagangan manusia ke sebuah Negara Pihak di mana orang tersebut menjadi warga negaranya atau, ketika masuk ke wilayah Negara Pihak Penerima, memiliki hak untuk bertemapt tinggal secara tetap, pemulangan tersebut harus benar-benar memperhatikan keselamatan orang tersebut dan status setiap proses hukum yang berkaitan dengan fakta bahwa orang tersebut adalah korban perdagangan manusia, dan diutamakan dilakukan secara suka-rela. 3. Atas permintaan Negara Pihak Penerima, Negara Pihak yang diminta, tanpa penundaan yang tidak semestinya atau tidak masuk akal, harus membuktikan bahwa orang yang menjadi korban perdagangan manusia adalah warga negaranya atau memiliki hak untuk bertempat tinggal secara tetap di wilayahnya pada saat masuk kedalam wilayah Negara Pihak Penerima. 4. Untuk membantu pemulangan korban perdagangan manusiayang tidak memiliki dokumen sebagaimana mestinya , Negara pihak dimana orang tersebut
94
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
menjadi warga negara atau memiliki hak untuk bertempat tinggal secara tetap pada saat masuk kedalam Negara Penerima, harus setuju untuk mengeluarkan dokumen-dokumen perjalanan seperti itu atau perizinan lainnya yang mungkin diperlukan agar orang tersebut dapat masuk atau masuk kembali ke wilayahnya. 5. Pasal ini tidak akan mengurangi setiap hak yang diberikan kepada korban perdagangan manusia berdasarkan undang-undang yang berlaku di Negara Penerima. 6. Pasal ini tidak akan mengurangi setiap perjanjian bilateral atau multilateral atau perjanjian yang berlaku, yang mengatur, secara keseluruhan atau sebagian, pemulangan korban perdagangan manusia.
Pencegahan, kerja sama, dan langkah-langkah lain Pasal 9 Pencegahan Perdagangan Manusia 95 1. Negara pihak harus membuat kebijakan, program, dan tindakan-tindakan lainnya yang kompherensif: (a) Untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia; dan (b) Untuk melindungi korban perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-ana, agar tidak menjadi korban perdagangan lagi. 2. Negara pihak harus berusaha melakukan langkah-langkah seperti melakukan penelitian, kampanye informasi, dan media massa, dan inisiatif-inisiatif sosial dan ekonomi untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia.
95
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
3. Kebijakan program dan langkah-langkah lain yang dibuat berdasarkan pasal ini harus, bila sesuai, berisi kerja-sama dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, atau orgnisasi-organisasi terkait lainnya atau elemen-elemen lain yang ada dalam masyarakat madani. 4. Para negara pihak harus mengambil atau meningkatkan langkah-langkah, termasuk melalui kerja-sama bilateral atau multilateral, untuk mengurangi faktorfaktor yang membuat orang, terutama perempuan dan anak-anak rentan terhadap perdagangan manusia seperti kemiskinan, ketidakmapanan atau kurangnya persamaan kesempatan. 5. Negara pihak harus menggunakan atau memperkuat perundang-undangan atau langkah-langkah lainnya seperti pendidikan, langkah-langkah sosial atau kebudayaan, termasuk melalui kerja-sama bilateral dan multilateral untuk mengurangi permintaan yang mendorong semua bentuk eksploitasi orang, terutama perempuan dan anak-anak, yang mengarah kepada perdagangan manusia. Pasal 10 Pertukaran Informasi dan Pelatihan 96 1. Otoritas penegak hukum imigrasi, atau otoritas-otoritas terkait lainnya dari para Pihak Negara harus, bila sesuai, saling bekerja sama dengan saling menukar informasi sesuai dengan hukum yang berlaku di dalam negerinya agar mereka memiliki kemampuan untuk menentukan:
96
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
(a) Apakah orang-orang yang menyebrangi dan berusaha menyebrangi perbatasan internasional dengan dokumen perjalanan milik orang lain atau tanpa dokumen perjalanan adalah penyelundup atau korban perdagangan orang; dan (b) Jenis-jenis dokumen perjalanan yang orang-orang telah gunakan dan berusaha untuk menggunakan untuk menyebrangi perbatasan internasional untuk tujuantujuan perdagangan orang; dan (c) Cara-cara dan metode-metode yang digunakan oleh kelompok-kelompok kejahatan yang terorganisir untuk tujuan perdagangan orang, termasuk penerahan, pengangkutan korban, rute dan hubungan antara individu-individu dan kelompokkelompok yang terlibat dalam perdagangan manusia, dan langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk mengetahui mereka. 2. Para negara pihak harus memberikan atau meningkatkan pelatihan untuk para pejabat penegak hukum, imigrasi, dan pejabat-pejabat terkait lainnya dalam pencegahan perdagangan orang Pelatihan tersebut harus difokuskan pada metodemetode yang digunakan untuk pencegahan perdagangan manusia. Pelatihan tersebut harus mempertimbangkan kebutuhan untuk mertimbangkan hak-hak asasi manusia dan masalah-masalah yang peka terhadap permasalahan anak dan jender, dan mendorong kerja-sama dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi-oranisasi lain dan elemen-elemen masyarakat madani lainnya 3. Negara pihak yang menerima informasi harus patuh pada setiap permintaan Negara Pihak yang mengirimkan informasi yang memberkan pembatasan pada penggunaannya.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 11 Langkah-Langkah di Perbatasan 97 1. Tanpa mengurangi komitmen internasional yang berkaitn dengan kebebasan orang untuk bergerak, Para Negara Pihak, sejauh dimungkinkan, harus memperkuat pengendalian perbatasan yang mungkin diperlukan untuk mencegah dan mengetahui perdagangan orang. 2. Masing-masing negara pihak harus mengesahkan perundang-undangan atau tindakan-tindakan lainnya yang sesuai untuk mencegah, samapai pada tingkat yang memungkinkan, cara-cara pengangkutan yang dioperasikan oleh perusahaanperusahaan pengangkutan komersial agar tidak digunakan untuk melaksanakan kejahatan-kejahatan yang ditetapkan sesuai dengan pasal 5 Protokol ini. 3. Bilamana sesuai, dan tanpa mengurangi Konvensi Internasional yang berlaku, langkah-langkah tersebut termasuk perusahaan-perusahaan pengangkutan atau pemilik atau operator pengangkutan,, untuk memastikan bahwa semua penumpang memiliki dokumen-dokumen perjalanan yang diperlukan untuk masuk ke negara penerima. 4. Masing-masing negara pihak harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai dengan hukum yang berlaku didalam negerinya, untuk memberikan sangsi jika terjadi pelanggaran atas kewajiban yang ditetapkan pada ayat 3 pasal ini. 5. Masing-masing negara pihak harus mempertimbangkan pengambilan langkahlangkah yang memungkinkan dilakukan penolakan untuk masuk atau pencabutan
97
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
visa orang-orang yang terlibat dalam kejahatan-kejahatan yang ditetapkan dalam Protokol ini, sesuai dengan hukum yang berlaku didalam negerinya. 6. Tanpa mengurangi pasal 27 dari konvensi, negara-negara pihak harus mempertimbangkan peningkatan kerja-sama di antara badan-badan pengendali perbatasan dengan antara lain membuat dan menjaga saluran-saluran komunikasi langsung. Pasal 12 Keamanan dan Pengendalian Dokumen 98 Masing-masing negara pihak harus mengambil langkah-langkah yang mungkin diperlukan, dengan cara-cara yang tersedia: (a) Untuk menjamin bahwa dokumen perjalanan atau identitas yang dikeluarkan oleh negara tersebut memiliki kualitas dimana dokumendokumen tersebut tidak dapat dengan mudah disalahgunakan dan tidak langsung dapat dipalsukan atau dirubah, ditiru atau disalahgunakan secara tidak sah; dan (b) Untuk menjamin bahwa kesataun dan keamanan dokumen perjalanan atau identitas yang dikeluarkan oleh atau atas nama negara tersebut dan untuk mencegah pembuatan, penerbitan dan penggunaan dokumen tersebut secara tidak sah.
98
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 13 Legitimasi dan Keabsahan Dokumen 99 Atas permintaan negara pihak lain, sebuah negara pihak sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut, harus memeriksa dalam jangka waktu yang masuk akal legitimasi dan keabsahan dokumen perjalanan atau identitas yang dikeluarkan atau diakui telah dikeluarkan dengan menggunakan namanya dan dicurigai digunakan untuk perdagangan orang. Ketentuan Terakhir Pasal 14 Klausul Keterpisahan 100 1. Dalam protokol ini tidak satu pun yang mempengaruhi hak, kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara dan individu-individu berdasarkan hukum internasioanl, termasuk undang-undang kemanusiaan internasional, dan undang-undang hak asasi manusia internasional dan secara khusus, jika berlaku, Konvensi 1951 dan Protokol 1967 yang berkaitan dengan status pengungsi dan prinsip non- pemulangan sebagaimana yang tertuang dalam protokol ini. 2. Langkah-langkah yang ditetapkan dalam protokol ini harus ditafsirkan dan diterapkan dengan cara yang tidak diskriminatif pada orang-oarang dilapangan, yang merupakan korban perdagangan manusia. Penafsiran dan pelaksanaan langkah-langkah itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip nondiskriminasi yang diakui secara internasional. 99
Ibid Ibid
100
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 15 Penyelesaian Persengketaan 101 1. Negara-negara pihak harus berupaya untuk menyelesaikan persengketaan yang berkaitan dengan penafsiran dan penerapan Protokol ini melalui perundingan. 2. Setiap perselisihan antara dua negara pihak atau lebih sehubungan dengan penafsiran atau penerapan protokol ini, yang tidak dapat diselesaikan melaui perundingan dalam jangka waktu yang masih wajar, atas permintaan salah satu dari negara –negara pihak tersebut, harus didaftarkan ke arbitrase. Jika dalam enam bulan setelah tanggal arbitase, Negara-negara pihak itu belum dapat menyepakati badan arbitase tersebut, yang salah satu dari Negara-negara Pihak itu dapat menyerahkan perselisihan tersebut ke mahkamah internasional berdasarkan permintaan sesuai dengan Undang-undang Mahkamah tersebut. 3. Pada saat penandatanganan, pengesahan atau pemberian persetujuan atau penerimaan Protokol ini. Masing-masing negara pihak dapat menyatakan bahwa negara tersenut mengangap tidak terikat dengan ayat 2 pasal in. Negara-negara pihak lainnya tidak terikat oleh ayat 2 pasal ini sehubungan dengan negara pihak yang telah membuat keberatan itu. 4. Setiap negara pihak yang telah membuat keberatan sesuai dengan ayat 3 dari pasal ini dapat setiap saat menarik keberatan itu dengan memberikan pemberitahuan kepada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa.
101
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 16 Penandatanganan, Pengesahan, Penerimaan Persetujuan dan Penambahan 102 1. Protokol ini terbuka bagi semua negara untuk menandatanganinya mulai dari tanggal 12 hingga 15 desember 2002 di Palermo, Italia, dan selanjutnya di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di new york hingga 12 desenber 2002. 2. Protokol ini terbuka bagi penandatanganan oleh organisasi-organisasi penyatuan ekonomi kawasan dengan ketentuan bahwa paling sedikit satu negara anggota organisasi tersebut telah menandatangani protokol ini sesuai dengan ayat 1 pasal ini. 3. Protokol ini harus disahkan, diterima atau disetujui. Instrumen pengesahan, penerimaan, dan persetujuan harus diserahkan kepada sekretaris jenderal perserikatan
bangsa-bangsa.
Organisasi-organisasi
penyatuan
ekonomi
kawasan dapat menyerahkan instrumen pengesahan, penerimaan atau persetujuan itu, organisasi tersebut menyatakan tingkat kewenangannya sehubungan dengan hal-hal yang telah diatur berdasarkan protokol in. Organisasi tersebut juga harus menginformasikan tempat penyimpanan mengenai perubahan yang relevan sesuai dengan kewenangannya. 4. Protokol ini terbuka bagi penambahan bagi setiap negara atau organisasi kesatuan ekonomi kawasan dimana paling sedikit satu negara anggotanya adalah satu pihak dalam Protokol ini. Insrumen Penambahan harus diserahkan
102
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
pada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa. Pada saat pengesahannya organisasi kesatuan ekonomi kawasan harus menyatakan tingkat kewengannya sehubungan dengan hal-hal yang diatur berdasarkan Protokol ini. Organisasi tersebut juga harus menginformasikan letak setiap perubahan sesuai dengan tingkat kewenangannya.
Pasal 17 Pemberlakuan 103 1. Protokol ini harus diberlakukan pada hari kesembilan puluh setelah tanggal penyerahan instrumen keempat dari pengesahan, penerimaan, persetujuan atau penambahan kecuali jika Protokol tersebut berlaku sebelum pemberlakuan konvensi. Untuk tujuan ayat ini setiap instrumen yang diserahkan oleh organisasi penyatuan ekonomi kawasan harus dianggap sebagai tambahan pada perangkat-instrumen yang diserahkan anggota negara-negara anggota organisasi tersebut. 2. Bagi masing-masing negara atau organisasi penyatuan ekonomi regional yang mengesahkan, menerima, menyetujui, atau menyepakati protokol ini setelah penyerahan instrumen keempat dari tindakan tersebut, protokol ini harus berlaku pada hari ketiga puluh setelah tanggal penyerahan oleh negara atau organisasi dari instrumen terkait atau pada Tanggal Protokol ini berlaku sesuai dengan ayat 1 pasal ini, yang mana saja lebih dulu.
103
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 18 Perubahan 104 1. Setelah berakhirnya masa lima tahun sejak pemberlakuan protokol ini, Negara Pihak Protokol ini mengajukan perubahan dan menyerahkannya kepada Sektetaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsayang kemudian akan mengkomunikasikan perubahan yang diajukan tersebut pada Negara-negara pihak dan pada konferensi negara-negara pihak dari konvensi untuk tujuan memberikan pertimbangan atau persetujuan pada proposal tersebut. Negaranegara pihak dari protokol ini yang bertemu pada konferensi para pihak harus melakukan segala upaya untuk mencapai konsensus telah dilakukan dan tercapai kesepakatan, sebagai upaya terakhir, perubahan tersebut akan mensyaratkan penggunaan dua per tiga suara mayoritas dari negara-negara pihak protokol ini yang hadir dan pemungutan suara dalam konferensi pertemuan para pihak. 2. Organisasi penyatuan ekonomi kawasan, sesuai dengan kewenangannya, harus menggunakan haknya untuk mengambil suara berdasarkan pasal ini dengan jumlah suara yang sama dengan jumlah negara anggota mereka yang merupakan para pihak dari protokol ini. Organisasi-organisasi tersebut tidak akan menggunakan hak mereka untuk memberikan suara jika negara-negara anggotanya hak suaranya dan sebaliknya. 3. Perubahan yang digunakan sesuai dengan ayat 1 dari pasal harus disyahkan, diterima atau disetujui oleh negara-negara pihak.
104
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
4. Perubahan yang digunakan sesuai dengan ayat 1 pasal ini, harus diberlakukan oleh sebuah negara pihak setelah sembilan puluh hari setelah tanggal penyerahan instrumen pengesahan, penerimaan atau persetujuan perubahan tersebut kepada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa. 5. Jika sebuah perubahan diberlakukan, maka perubahan tersebut mengikat bagi negara-negara pihak yang telah mengemukakan persetujuannya untuk terikat pada perubahan tersebut. Negara-negara pihak lainnya masih tetap terikat dengan ketentuan-ketentuan dari protokol ini dan perubahan-perubahan sebelumnya yang telah disyahkan. diterima, atau disetujui oleh negara-negara tersebut.
Pasal 19 Penolakan 105 1. Sebuah negara pihak dapat memberikan penolakan pada protokol ini dengan pembertahun tertulis kepada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa. penolakan
tersebut
berlaku
satu
tahun
setelah
tanggal
penerimaan
pembertahuan tersebut oleh sekretaris jenderal. 2. Sebuah organisasi penyatuan ekonomi wilayah berhenti menjadi pihak protokol ini jika semua negara anggotanya menolaknya.
105
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 20 Tempat Penyimpanan dan Bahasa
106
1. Sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa ditunjuk sebagai tempat penyimpanan Protokol ini. 2. Protokol asli yang dibuat dalam bahasa arab, cina, inggris, prancis, russia, dan spanyol memiliki keaslian yang sama dan harus diserahkan kepada sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa. Demikianlah, para wakil berkuasa penuh yang bertandatangan di bawah ini, yang diberikan wewenang sebagaimana mestinya oleh Pemerintah mereka yang masing-masing, telah menandatangani Protokol ini.
106
Ibid
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Masalah perdagangan anak (trafficking) di Indonesia ini dengan alasan dan tujuan apapun juga tetap merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Negara indonesia sebagai anggota PBB mengmban tanggung- jawab moral dan hukum untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat yang dimiliki oleh seseorang manusia. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diberikan penekanan dalam pembahasan ini yaitu meliputi : 1. Permasalahan trafficking belum dapat tersosialisasi secara menyeluruh khususnya ke pelosok-pelosok pedesaan yang rentan sekali menjadi korban perdagangan anak dimana salah satu yang paling kuat menyebabkan terjadinya perdagangan anak adalah karena faktor ekonomi (kemiskinan). Pada umumnya hal itu tidak disadari oleh mereka mengenai dampak terjadinya perdagangan orang khususnya terhadap anak, dimana keadaan tersebut dapat menyebabkan seorang anak dapat menjadi trauma dan akan membekas pada diri seorang anak. Padahal seorang anak seharusnya untuk tumbuh dan kembangnya tidak boleh ada tekanan ataupun paksaan. 2. Secara umum penegakan hukum terhadap perdagangan manusia dapat dilakukan dengan cara :
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
1. Pencegahan (prevention ) yaitu dengan mengambil langkah-langkah seperti pendidikan masyarakat dalam rangka mencegah perdagangan, misalnya meningkatkan pengetahuan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan sebagainya. 2. Perlindungan (protection ) dimana pemerintah melakukan dan memberikan bantuan kepada korban perdagangan dan memastikan korban tidak dipidana secara tidak semestinya misalnya membuat panti rehabilitasi terhadap korban perdagangan. 3. Penindakan hukum (prosecution ) yakni dimana pemerintah dengan sungguh-sungguh
menyelidiki
dan
menindak
kegiatan-kegiatan
perdagangan anak di wilayahnya, mengekstradisi tertuduh perdagangan anak, misalnya menghukum dengan tegas pelaku perdagangan manusia. 4. Tindakan nyata yang dilakukan pemerintah indonesia sebagai upaya menangani masalah trafficking ( perdagangan manusia ) yaitu dengan mengeluarkan undang-undang No 21 tahun 2007 yang berisi tentang tindakan pidana bagi orang yang melakukan perdagangan manusia terutama terhadap anak sebagai korban perdagangan manusia baik secara nasional maupun secara internasional dan disamping itu ada juga pencegahan dan penanganan untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia dan juga perlindungan hukum bagi anak sebagai korban trafficking serta adanya kerja- sama internasional dan peran serta masyarakat untuk membantu perlindungan terhadap anak sebagai korban trafficking.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
5. Tindakan nyata yang dilakukan internasional untuk melakukan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban trafficking yaitu dengan mengeluarkan protokol untuk mencegah, memberantas, dan menghukum perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, yang melengkapi konvensi perserikatan bangsa-bangsa untuk melakukan kejahatan terorganisir antar negara yang lebih difokuskan kepada perlindungan anak sebagai korban trafficking ditinjau dari hukum internasional B. SARAN 1. Dalam menghadapi kasus perdagangan anak yang dirasakan semakin lama semakin kompleks ( melibatkan setiap negara, setiap aparatur pemerintahan dalam satu negara, dan peran aktif dari masyarakat) meskipun ada peraturan perundang-undangan yang mengkriminalisasinya. Masyarakat sangat diharap untuk dapat membantu pemerintah dalam mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan anak, misalnya dengan memberikan informasi secepatnya terhadap setiap peristiwa perdagangan anak di lingkungannya kepada aparat negara. 2. Peraturan perundang-undangan adalah untuk masa depan oleh karena itu sebaiknya tidak terpaku kepada peraturan perundang-undangan serta kebijaksanaan atau kebiasaan yang kini berlaku tidak sesuai dengan kepentingan anak. Sudah saatnya dilakukan harmonisasi berbagai peraturan perundang-undangan yang kini berlaku yang menyangkut anak
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Dalam merumuskan peraturan perundang-undangan yang akan datang dilakukan harmonisasi dengan konvensi internasional.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA I. BUKU David P. Forsythe, Human Rights and Word Politics, 2 nd ed, Diterjemahkan oleh Tom Gunadi (Bandung : Angkasa, 1993 ) Dewi, Sri Ningsih, 2004 Perdagangan Anak (Child Trafficking) Menurut Hukum Internasional Serta Upaya Pencegahan Penanggulangannya Di Indonesia (Skripsi). Universitas Sumatera Utara, Medan. Dameria, Nova, 2006 Perlindungan Hak Asasi Manusia Bagi Pekerja Anak dan Perempuan Terhadap Tindakan Kekerasan Dilihat Menurut Hukum Internasional (Skripsi) Universitas Sumatera Utara, Medan. Irwanto, dkk. Perdagangan Anak Di Indonesia, Kantor Perburuhan Internasional, Program Internasional, Penghapusan Perburuhan Anak Kerja-Sama FISIP-UI, Jakarta, 2001 Kusuma Mulyana, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung, PT. Alumni, 1981. Kebijakan Penghapusan Perdagangan Manusia Khususnya Perempuan dan Anak, Oleh Deputi Bandung Koordinator Pemberdayaan Perempuan Kementerian Koordinator Bandung Kesejahteraan Indonesia (2002:1) Leah Levin, Hak Asasi Anak-anak, dalam Hak Asasi Manusia, disunting oleh Peter Davies, Diterjemahkan oleh A.rahman Zainuddin, Edisi 1 ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1994) hlm 67
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran I Keppres No. 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan ( Trafficking ) Perempuan dan Anak Mozasa,
Chairul
Bariah,
Aturan-aturan
Trafficking
:
Perdagangan
Perempuan dan Anak , Cetakan 1 Medan : USU Press, 2005. Marini, 2006 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Menurut Konvensi Anak Tahun 1989 ( Skripsi) Universitas Sumatera Utara Medan. Mohammad Joni, Pledoi Vol I No. 1 “ Trafficking in Persons Pemberantasan Kejahatan Perdagangan Orang dan Perlindungan Korban ( Kritik atas Norma Hukum, Strategi dan Aksi)” Yayasan Pusaka Indonesia, Medan, April 2006, hal 54 Modul Pendidikan Pencegahan Trafficking . Pembukaan Keppres No. 88 Tahun 2002 butir (c) Radhika Coomaraswary, Laporan Pelapor Khusus PBB Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, Perdagangan Perempuan, Migrasi Perempuan dan Kekerasan Terhadap Penyebab dan Akibatnya 29 Februari 2000, Alih dan Tata Bahasa : LBH APIK dan KOMNAS HAM PEREMPUAN ( Jakarta : Februari, 2001) Rachmat Syafaat, Dagang Manusia- Kajian Trafficking Terhadap Perempuan dan Anak di Jawa Timur, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002.h. 10 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali, hal 29, 1994.
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Syahmin A.K, Hukum Perjanjian Internasional Menurut Konvensi WINA 1969 ( Bandung Admico, 1985)
II. ARTIKEL Officer Of The High Commisioner For Human Rights (no date) Human Rights : A Basic Hand Book for UN Staff Geneva : Office of The High Commisioner for Human Rights UNICEF ( no Date) Convention On The Rights Of The Child, NY, USA :UNICEF United Nations (2002) List Of Conventions and Instrumen Contained in General Assembly Resolutions ( 1946 on Wards), New York, USA: United Nations Dag Resolusi PBB Nomor 49/166
III. WEBSITE www. ILO.org/ General Report Of Proceedings Of The 1997. Regional Conference on Trafficking in Women and Children www. Un.org/UN Conference Center, Proceedings Regional Conference on Trafficking IN Women and Children, 3-4 November 1998 Officer Of The High Commisioner For Human Righs (2002) Human Rights Instruments, Geneva ( hhtp : // www.unhchr.ch/html/Interinst. htm accesed on July 30. 2002 )
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008
Hammarskjold Library ( http:// www. Un.org/ Depts/ Dhe/ resguide/resins htm Accessed On July 30. 2002).
IV. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Protocol Against Of Smuggling Of Migrants By Land, Sea, and Air. Protokol Untuk Mencegah, Memberantas, dan Menghukum, Perdagangan Manusia, Terutama Perempuan dan Anak-anak, Yang Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Kejahatan Terorganisir
Antar
Negara. Modul Pendidikan Pencegahan Trafficking . Resolusi MU PBB 55/25. Resolusi PBB Nomor 49/166
Taufik Umar Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking Ditinjau Dari Hukum Internasional, 2009 USU Repository © 2008