PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DENGAN PROGRAM BPJS (BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH: CHUSNUL CHULUKIYA NPM. 13120109
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2015
PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DENGAN PROGRAM BPJS (BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011
Nama Fakultas Jurusan NPM
: : : :
CHUSNUL CHULUKIYA HUKUM ILMU HUKUM 13120109
DISETUJUI DAN DITERIMA OLEH: Dosen Pembimbing,
ANDI USMINA WIJAYA, SH., MH
Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada FAKULTAS HUKUM Jurusan Ilmu Hukum di Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Surabaya,
Tim Penguji Skripsi : 1.
Ketua :
Tri Wahyu Andayani,SH., CN., MH. (
)
(Dekan Fakultas Hukum) 2.
Sekretaris :
Andy Usmina Wijaya, SH., MH.
(
)
Tri Wahyu Andayani,SH., CN., MH. (
)
(Dosen Pembimbing) 3.
Anggota 1:
(Penguji 1) Anggota 2 :
Dr. Febria Nur Kasimon., SH., MH. ( (Penguji II)
)
DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan…………………………………………………………………i Kata Pengantar……………………………………………………………………….ii Daftar isi……………………………………………………………………………….iii BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah………………………………………………1 2. Rumusan Masalah……………………………………………………8 3. Penjelasan Judul………………………………………………….….8 4. Alasan Pemilihan Judul……………………………………………..9 5. Tujuan Penelitian……………………………………………………10 6. Manfaat Penelitian…………………………………..………………10 7. Metode Penelitian………………………………….…………………11 8. Sistematik Penulisan………………………..………………………12 BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG DIBERIKAN OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN 1. Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)……………… . 14 2. Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja oleh BPJS………….. 15 BAB
III 1. 2. 3. 4. 5.
PERBANDINGAN ANTARA JAMSOSTEK DENGAN BPJS KETENAGAKERJAAN Jaminan Sosial Tenaga Kerja………………………………………32 Transformasi BPJS…………………………………………………40 Kepesertaan…………………………………………………………52 BPJS Ketenagakerjaan…………..…………………………………56 Perbandingan antara PT.JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan…………………………………………...…………64
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan……………………………………………………………66 2. Saran………………………………………………………………….67 DAFTAR BACAAN…………………………………………………………………68
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni mensejahterakan rakyat. Dalam pembukaan UndangUndang
Dasar
1945
tersebut
yang
mengemukakan:
“Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Negara sebagai organisasi bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak”. Sebagai tindak lanjut maka, dibuatlah program Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (yang selanjutnya disebut SJSN). Sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang dimaksud adalah suatu tata cara penyelenggaraan jaminan sosial (Pasal 1 ayat (2). 1 Dalam UU SJSN dijelaskan bahwa pilar jaminan sosial terdiri dari bantuan sosial, tabungan wajib dan asuransi sosial. Bantuan sosial adalah suatu sistem untuk reduksi kemiskinan yang didanai dari pajak (yang dimasukkan dalam APBN dan dikeluarkan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI), sedangkan tabungan wajib (provident fund) merupakan skema tabungan untuk dirinya sendiri seperti wajib yang didanai dengan iuran
1
Sentosa Sembiring., Himpunan Undang-Undang Lengkap Tentang Asuransi Jaminan Sosial,
Nuansa Aulia, Bandung, 2006, Hal.20
peserta atau pihak lain dan atau oleh pemerintah bagi penduduk miskin. Model asuransi sosial ini dinilai paling bail dan efektif untuk membiayai jaminan sosial.2 Asuransi sosial (Social Insurance) adalah program jaminan sosial yang bersifat wajib menurut Undang-Undang bagi setiap pemberi kerja dan pekerja mandiri
profesional
untuk
tujuan
penanggulangan
hilangnya
sebagian
pendapatan sebagai konsekuensi adanya hubungan kerja yang kemungkinan menimbulkan industrial hazards3. Asuransi sosial di Indonesia dilaksanakan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Berlakunya UU Jamsostek menitikberatkan pada perlindungan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja. Tujuan untuk memberikan ketenangan kerja kepada tenaga kerja dengan memberikan jaminan
sosial
sehingga
disiplin
dan
produktifitas
meningkat.4 Selain
memberikan perlindungan , UU Jamsostek juga memberikan santunan tunai untuk dukungan
pendapatan pencari nafkah utama (cash benefit for the
income support of the breadwinner), kompensasi finansial untuk kasus kecelakaan kerja dan kematian dini serta pelayanan kesehatan dan pemberian alat bantu (benefitd in kid) Dalam UU Jamsostek terdapat 4 (empat) program jaminan sosial yang diatur, yaitu program Jaminan Pelayanan Kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan Kematian, dan jaminan hari tua. Dari keempat program tersebut, 3 (tiga) diantaranya iuran dibayar pemberi kerja (JPK, JKK, JKm) dan hanya jaminan Hari Tua (JHT), yang iurannya dibayar sharing pemberi
kerja dan pekerja. UU Nomor 3 Tahun 1992, belum mencantumkan asas dan prinsip penyelenggaraan jaminan sosial yang dilakukan. Pada pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi. Artinya pola asuransi tidaklah wajib tetapi suatu pilihan6. Pada PP Nomor 14 tahun 1993, tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pada pasal 2 ayat (4): Pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
yang
diselenggarakan
oleh
Badan
Penyelenggara. Implikasi tidak wajib atau disebut dengan juga opting out Jaminan Pemeliharaan Kesehatan menurut PP tersebut, menyebabkan tingkat kepesertaan JPK Jamsostek tidaklah optimal yaitu sekitar 10% dari jumlah pekerja formal, sedangkan ketiga program jaminan sosial lainnya sekitar 30%. Oleh sebab itu pada pasal 2 ayat (4) sudah dihapuskan dalam PP No. 84 Tahun 2013 perubahan kesembilan atas PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggara program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.7 Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia, secara eksisting telah diselenggarakan oleh 4 Badan Penyelenggara yaitu PT. Askes yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Husada Bhakti menjadi Perusahaan Persero, PT. Jamsostek yang dibentuk dengan peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 1995
tentang Penetapan badan penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, berdasarkan UU Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, PT. Taspen yang dibentuk dengan peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi Perseroan Terbatas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang PokokPokok kepegawaian yang telah di ubah dengan undang – undang Nomor 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negri Sipil, PT. Asabri yang dibentuk dengan peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Asuransi Sopsial/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Persero. Dalam perjalanannya keempat persero tersebut berada dalam lingkup kementrian BUMN, dengan menyelenggarakan asuransi sosial sesuai program yang telah ditetapkan, yaitu PT. Askes menyelenggarakan Asuransi Kesehatan bagi PNS dan Keluarga, PT. Taspen menyelenggarakan jaminan Pensiun Hari Tua, PT. Jamsostek menyelenggarakan JKK,JKm, JHT dan JP bagi p[ekerja dan PT.Asabri menyelenggarakan JPT nagi anggota TNI/POLRI. Sebagaimana kita ketahui, bahwa prinsip persero tersebut mencari laba kepentingan pemilik perusahaan (owner), dalam hal ini ownernya adalah pemerintah, di sisi lain ada kewajiban Undang-Undang Dasar 1945, agar negara memberikan Jaminan Sosial bagi seluruh penduduk.9
Menurut ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Berdasarkan ketentuan ini, pihak yang menjadi peserta ada 2 (dua) golongan, yaitu pengusaha dan tenaga kerja. Termasuk golongan pengusaha adalah orang, persekutu, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri, atau yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya, atau yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Yang termasuk golongan tenaga kerja adalah setiap orang 6 yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.10 Pemerintah selalu berupaya untuk memberikan fasilitas yang terbaik untuk seluruh
rakyatnya,
agar
seluruh
rakyat
Indonesia
dapat
merasakan
perlindungan hukum yang diberikan oleh negara ini khususnya rakyat Indonesia. Pemerintah kita tidak berhenti dengan satu peraturan saja dalam mensejahterakan rakyatnya, mereka selalu mencari bagaimana agar seluruh lapisan masyarakat di Indonesia dapat merasakan kesejahteraan dan ketentraman dalam bekerja tidak perlu khawatir apabila mengalami keadaankeadaan yang sulit dalam melindungi dirinya dan keluarga dari resiko yang mungkin saja akan terjadi. Oleh sebab itu pemerintah berupaya mengeluarkan peraturan yang mengcover risiko-risiko yang mungkin saja terjadi pada setiap masyarakat terutama para tenaga kerja yang sangat rentan dengan risiko tinggi dalam pekerjaan. Bukanlah mudah dalam membuat peraturan tersebut selain harus memikirkan dari segi baik buruknya juga harus melihat kemampuan dari
suatu negara tersebut apalagi Negara Indonesia ini yang masih bilang negara yang berkembang. Dalam
perkembangannya
kemudian,
pemerintah
melakukan
pembaharuan pada jaminan sosial dengan diundangkanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS untuk melanjutkan disebut UU BPJS). UU BPJS menentukan melakukan transformasi
dari
empat
Badan
Usaha
Milik
Negara
(BUMN)
untuk
mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi rakyat Indonesia sebagaimana amanat dari pasal 5 ayat (1) dan pasal 52 UU SJSN. Dimana dalam BPJS tersebut terdapat dua bagian yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menggantikan PT. ASKES dan BPJS Ketenagakerjaan menggantikan
PT. JANSOSTEK, setelah diberlakukannya BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan maka PT. ASKES dan PT. JANSOSTEK sudah tidak diberlakukan lagi.11 Lima tahun terakhir ini, memang disarankan berbagai perbaikan telah dilakukan pemerintah maupun oleh keempat BPJS (eksisting) tersebut, antara lain kementrian BUMN tidak mengambil untuk peningkatan pelayanan kepada peserta. Service telah meningkat, jika ada complaint cepat tanggap dan segera ditindak lanjuti, laporan keuangan lebih terbuka. Kebijakan menejemen sudah mempromosikan sebagai BPJS eksisting sesuai dengan UU SJSN dan 1 Januari 2014 sudah menjadi Badan Hukum publik, dengan melaksanakan 9 prinsip dan beberapa diantaranya tidak ada pada badan hukum persero yaitu nirlaba, kegotongroyongan, kepesertaan bersifat wajib dan hasil pengelolaan
dana jaminan sosial dipergunakan seluruh untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Khusus
PT.
JAMSOSTEK
diberikan
kelonggaran
untuk
menyelenggarakan JKK, JKm, dan JHT sampai dengan akhir Juni 2015 menyelenggarakannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, selanjutnya menyelenggarakan empat program JKK, JKm, JHT dan JP dengan mengacu pada UU SJSN dan UU BPJS serta aturan pelaksanaannya. 12 Dalam perjalanannya yang panjang, jaminan sosial telah telah berlabuh dengan utuh pada Undang-Undang
SJSN Nomor 40 Tahun 2004 dan
implementasi dengan keluarnya Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011, memberikan kepastian bahwa bangsa Indonesia telah menetapkan pilihan Sistem Jaminan Sosial yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip jaminan sosial yang bersifat universal dan telah banyak diterapkan di negara-negara majau dan negara berkembang. Kehadiran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, yang telah dinanti-nanti cukup lama dengan berbagai dinamika masyarakat yang tinggi dalam proses penerbitan dan menjadi batu loncatan mencapai cita-cita kesejahteraan (welfare state).13 Mengingat masyarakat indonesia yang rentan dengan risiko tinggi adalah para tenaga kerja maka penulis tertarik untuk membahas mengenai BPJS Ketenagakerjaan dan sebab itu pula penulis mengangkat judul. Skripsi mengenai : “PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA DENGAN PROGRAM BPJS (
BADAN
PENYELENGGARA
JAMINAN
SOSIAL)
BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NO.24 TAHUN 2011”. Berdasarkan uraian diatas maka,
penulis akan membahas mengenai seperti apa perlindungan tenaga kerja yang diberikan oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan, bagaimana sistem penanganan masalah oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan dan apa perbedaan antara PT.JAMSOSTEK
dengan
BPJS
Ketenagakerjaan
dalam
memberikan
perlindungan hukum bagi tenaga kerjanya. 1.2.
Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perlindungan tenaga kerja yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan ? 2. Bagaimana perbandingan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang diberikan oleh JAMSOSTEK dan BPJS Ketenagakerjaan ?
1.3.
Penjelasan Judul Skripsi ini mengambil judul “PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA DENGAN PROGRAM BPJS ( BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.24 TAHUN 2011”. Menitikberatkan kepada perlindungan hukum bagi tenaga kerja yang telah mengikuti Jaminan Sosial melalui JAMSOSTEK dengan berlakunya UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). JAMSOSTEK dengan karakteristiknya saat bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan menjadi kajian menarik untuk detail.
1.4.
Alasan Pemilihan Judul Berlakunya UU BPJS telah membuat 4 (empat) BIMN yang menyelenggarakan jaminan sosial di Indonesia bertransformasi menjadi
BPJS. Salah satu BUMN tersebut adalah Jamsostek yang telah menyelenggarakan jaminan sosial bagi tenaga kerja. Perubahan jamsostek menjadi BPJS membawa dampak juga bagi para peserta Jamsotek yang merupakan para tenaga kerja. Perubahan jaminan bagi tenaga kerja dengan berlakunya BPJS Ketenagakerjaan membawa perubahan pula pada perlindungan bagi tenaga kerja. Selain perubahan lembaga jaminan sosial, terdapat pula ketentuan-ketentuan baru yang memberikan perubahan bagi tenaga kerja. Penelitian ini meneliti beratkan pada perubahan perlindungan hukum dari PT. JAMSOSTEK menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi jaminan sosial bagi tenaga kerja tidak hanya perubahan pada lembaga, namun juga bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan kepada tenaga kerja. UU BPJS sebagai perwujudan dari UU Sistem Jaminan Sosial Nasional mengharuskan kepada semua tenaga kerja di Indonesia untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, tanpa membedakan anatara PNS, TNI/POLRI, Pegawai BUMN dan swasta. Pada tanggal 1 Juli 2015 BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku bagi semua tenaga kerja tanpa terkecuali. Perubahan atas penyelenggaraan Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan
menjadi
kajian
yang
menarik
untuk
dilakukan
penelitian. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Jamsostek kepada para tenaga kerja mengalami perubahan juga dengan berlakunya UU BPJS.
1.5.
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan oleh BPJS kepada para pekerja 2. Untuk mengetahui perbandingan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang diberikan oleh JAMSOSTEK dan BPJS
1.6.
Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Perguruan Tinggi dan dapat dipergunakan sebagai referensi bagi perpustakaan pada fakultas hukum Universitas Wijaya Putra khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya. 2. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang gambaran umum mengenai perlindungan hukum tenaga kerja melalui program BPJS. 3. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan program BPJS ketenagakerjaan ini dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan amanat UU No 40 Tahun 2004 dan tidak ada lagi para tenaga kerja yang merasa khawatir terhadap resiko yang akan terjadi dalam pekerjaannya.
1.7.
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai
Tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini agar terhindar dari suatu penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan cara sembarangan dan tanpa di dukung dengan ng lengkap. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. 1. Sifat Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini
adalah
yuridis
normatif
dengan
perundang-undangan (statue approach),
melakukan yang
pendekatan
mengungkapkan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. 2. Sumber Data Data dapat dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan sumber data yang diperoleh, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertai, dan peraturan perundang-undangan.14 Di dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang digunakan berupa: a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Yaitu dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh
pemerintah antara Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentanf “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)” dan UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992 tentang “JAMSOSTEK”. b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan ojek penelitian ini. c. Bahan hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder. Yaitu yang berasal dari kamus, majalh, surat kabar, internet dan bahan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penulisan skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data melalui kepustakaan. Teknik pengumpulan data dengan cara ini yaitu mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka, yang terdiri dari undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang “JAMSOSTEK” Undang-Undang 24 Tahun 2011 tentang “ Badan Penyelenggaraan Jaminan literatur, makalah, dan lain sebagainya. 1.8.
Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terbagi atas :
Sosial (BPJS)”,
buku-buku,
Bab 1 Pendahuluan, berisi uraian latar belakang, permasalahan, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bab II perlindungan hukum Bagi Tenaga Kerja Yang diberikan Oleh BPJS Ketenagakerjaan, berisi uraian mengenai pengertian BPJS, transformasi BPJS , Kepersertaan dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja. Bab III Perbandingan antara JAMSOSTEK dan Ketenagakerjaan Berisi uraian mengenai perlindungan bagi bekerja yang dilakukan oleh JAMSOSTEK , perbedaan antara JAMSOSTEK dan BPJS, Bab IV Penutup, uraian mengenai simpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan.
BAB II PERLINDUNGN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG DIBERIKAN OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN
2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Menurut undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial maka BPJS merupakan sebuah lembaga hukum nilraba untuk perlindungan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. BPJS sendiri
terdiri
dari
dua
bentuk
yaitu
BPJS
Kesehatan
dan
BPJS
Ketenagakerjaan. Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT. ASKES, dana tabungan dan asuransi pegawai negeri PT. TASPEN. Asuransi Sosial Angkatan Republik Indonesia PT. ASABRI dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT. JAMSOSTEK, Transformasi PT. Askes serta PT. JAMSOSTEK menjadi BPJS yang akan dilakukan secara bertahap. Pada tanggal 01 Januari 2014, PT. ASKES akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada tahun 2015 giliran PT. JAMSOSTEK menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Jaminan Pelayanan Kesehatan Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta bisa memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iuran nya dibayar oleh pemerintah
yang
diselenggarakan
berdasarkan
prinsip
asuransi
sosial
danekuitas. Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan pemeliharaan kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien.
Setiap
tenaga
kerja
yang
telah
mengikuti
program
Jaminan
pemeliharaan kesehatan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat jaminan pemeliharaan kesehatan bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, sapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif. 2.4.
Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Oleh BPJS Setiap pekerja tentu memiliki hak untuk mendapatkan imbalan, serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Termasuk dalam jaminan sosial, seperti jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan kematian (JK), dan jaminan pensiun, jaminan yang dimaksud sudah termasuk pada program yang dibentuk oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Dalam BPJS ini hakikatnya ialah perlindungan tenaga kerja dan dunia usaha. BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Kemudian program jamina pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jaminan
pensiun
diselenggarakan
berdasarkan
manfaat
pasti.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut di atas bertugas untuk: 1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
BPJS
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja; 3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah; 4. Mengelola dan jaminan sosial untuk kepentingan peserta; 5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial; 6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan 7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat. Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif mendaftarkan peserta. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS berwenang: 1. Menagih pembayaran iuran 2. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, 3. Keamanan dana, dan hasil yang memadai
4. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 5. Jaminan sosial nasional 6. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh pemerintah 7. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan 8. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya. 9. Melaporkan pemberi kepada instansi yang berwenang mengenai ketidak patuhan dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan. 10. Ketentuan peraturan perundang-undangan, dan 11. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial. 12. Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, 13. Kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik. Perlindungan yang diberikan 1. Jaminan kecelakaan kerja
a. Pengertian kecelakaan kerja , kecelakaan kerja maksudnya adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu perusahaan.
Berhubungan
dengan
hubungan
kerja
adalah
kecelakaan tersebut bersumber atau berasal dari perusahaan yang umumnya disebabkan oleh empat faktor, yaitu sebagai berikut : a) Faktor Manusianya Misalnya karena kurangnya keterampilan atau kurangnya pengetahuan, atau karena salah penempatan. b) Faktor materialnya/bahannya/peralatannya Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih murah dibuat dari bahan lainnya sehingga dengan mudah menimbulkan kecelakaan. c) Faktor bahaya/sumber bahaya, ada dua : -
Perbuatan berbahaya Misalnya
karena
metode
kerja
yang
salah,
keletihan/kelesuhan, sikap kerja yang tidak sempurna, dan sebagainya. -
Kondisi/keadaan berbahaya Yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin/ peralatan – peralatan. Lingkungan , proses ,sifat pekerjaan.
d) Faktor dihadapi Misalnya
kurangnya
pemeliharaan/perawatan
mesin
–
mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna .
Dengan faktor-faktor di atas, merupakan kewajiban pengusaha untuk menjelaskan kepada pekerja/buruhnya terutama yang baru tentang hal-hal yang di atas tadi.15 b. Kategori kecelakaan kerja Peraturan pemerintah no. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja dan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memperluas pengertian kecelakaan kerja dengan meliputi penyakit yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, namun dengan catatan bahwa penyakit tersebut menyebabkan yang bersangkutan cacat atau meninggal dunia, maka untuk dapat dianggap sebagai penyakit kecelakaan kerja haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-Syarat tersebut adalah : a) Pekerjaan pekerja/buruh harus menanggung resiko penyebab penyakit itu b) Pekerja/buruh yang bersangkutan berhubungan langsung dengan resiko tersebut; c) Penyakit tersebut telah berlangsung selama satu masa tertentu; d) Tidak ada kelalaian atau kesengajaan oleh pekerja/buruh sehingga ia terkena penyakit itu; e) Khusus untuk penyakit tertentu (silicosis, asbestosis, dan bsynosis) tidak dianggap sebagai penyakit kerja (kecelakaan kerja) jika pekerja/buruh menderita penyakit tersebut lebih dari tiga tahun sejak dia berhenti kerja di tempat penyebab penyakit itu.16
Dalam kaitannya dengan kecelakaan kerja ada suatu jenis kecelakaan yang tidak dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja. jenis-jenis kecelkaan tersebut adalah : a) Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti, yaitu yang bersangkutan sedang bebas dari urusan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Jika yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari perusahaan, dalam perjalanan untuk memenuhi panggilan tersebut, yang bersangkutan sudah dijamin oleh Jaminan Kecelakaan Kerja. b) Kecelakaan yang terjadi di mes/perkemahan yang tidak berada di lokasi tempat kerja. c) Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan, kegiatan yang bukan merupakan tugas dari atasan, untuk kepentingan perusahaan. d) Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan tempat kerja untuk kepentingan pribadi. Contoh: pergi makan tidak dianggap sebagai kecelakaan kerja jika perusahaan menyediakan fasilitas makan. Jenis kecelakaan di atas tentunya tidak akan mendapatkan jaminan dri Penyelenggara. c.
Iuran kecelakaan kerja
Iuran bagi program jaminan sosial, khususnya program jaminan kecelakaan kerja ini biasanya dibayar oleh pengusaha. Kewajiban pengusaha untuk membayar iuran kecelakaan kerja didasari oleh prinsip “siapa yang berani mempekerjakan seseorang harus berani pula menanggung risiko akibat
dipekerjakannya itu”. Inilah yang disebut asas “Employer’s Liability” atau “tanggung jawab pengusaha” Pekerja/buruh yang harus diberikan ganti rugi apabila menderita kecelakaan menurut UU No.33 Tahun 1947 ini adalah : “ Setiap orang yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dengan mendapatkan upah” (vide Pasal 6 ayat 1 UU No. 33 Tahun 1974). Mekanisme asuransi sosial untuk jaminan kecelakaan kerja pertama kali dipergunakan dalam program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977. Dengan demikian, mekanisme pembayaran iuran atau premi untuk kecelakaan kerja (oleh pengusaha) dimulai dengan berlakunya peraturan pemerintahan tersebut. d. Kewajiban Pengusaha Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Kerja Dalam hal terjadinya kecelakaan kerja yang menimpa pekerja/buruh yang dipertanggungkan dalam program jaminan sosial tenaga kerja, maka kewajiban pengusaha adalah sebagai berikut: a) Wajib
melaporkan
setiap
kecelakaan
kerja
yang
menimpa
pekerja/buruhnya kepada kantor dinas tenaga kerja dan bedan penyelenggara setempat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap 1 dan waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan. b) Wajib mengirim laporan kecelakaan kerja tahap II kepada kantor dinas tenaga kerja dan badan penyelenggara setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah pekerja/buruh yang tertimpa kecelakaan kerja mendapatkan surat keterangan dokter yang menerangkan: a. Keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir ;
b. Keadaan cacat sebagian untuk selama-lamanya; atau c. Keadaan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental; atau d. Meninggal dunia Laporan kecelakaan kerja tahap II yang disampaikan kepada badan penyelenggara berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, laporan kecelakaan kerja ini harus dilampiri; -
Fotokopi kartu peserta
-
Surat keterangan dokter sebagaimana dikemukakan di atas;
-
Kuitansi biaya pengobatan dan pengangkutan.
Dengan demikian, ini berarti biaya pengobatan dan pengangkutan dibayar terlebih dahulu oleh pengusaha; -
Dokumen pendukung lain yang diperlukan oleh badan penyelenggara
c) Wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima hasil diagnosis dari dokter pemeriksa 2. Jaminan Kematian Khususnya untuk jaminan kematian pasal 16 ayat (1) Peraturan menteri Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
PER-12/MEN/VI/2007,
menentukan bahwa: “peserta jaminan kematian masih berhak mendapat perlindungan jaminan kematian selama 6 (enam) bulan sejak tenaga kerja berhenti bekerja (pensiun). “iuran untuk jaminan kematian ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha sebagai perwujudan dari tanggung jawab pengusaha (employer’s liability). Besarnya iuran adalah
0,30% dari upah sebulan masing –masing pekerja/buruh yang secara rutin
harus
dibayar
langsung
oleh
pengusaha
kepada
badan
penyelenggara. Yang berhak menerima santunan kematian dan biaya pemakaman adalah para ahli waris (atau keluarga) pekerja/buruh, yaitu : a. Suami atau Istri yang sah menjadi tanggungan tenaga kerja (pekerja/buruh) yang terdaftar pada badan penyelenggara; b. Anak kandung, anak angkat, dan anak tiri yang belum berusia 21 tahun, belum menikah, tidak mempunyai pekerjaan, yang menjadi tanggungan tenaga kerja (pekerja/buruh), dan terdaftar pada badan penyelenggara maksimum tiga orang anak Jika belum atau tidak ada ahli waris yang terdaftar pada badan penyelenggara, maka urutan pertama yang diutamakan dalam pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman adalah : a. Janda atau duda; b. Anak c. Orang tua d. Cucu e. Kakek dan nenek f. Saudara kandung g. Mertua Para ahli waris atau pihak yang berhak menerima santunan dan biaya
pemakaman
mengajukan
permohonan
penyelenggara dengan melampirkan bukti-bukti -
Kartu peserta;
kepada
badan
-
Surat keterangan kematian.
-
Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa:
a. Dalam hal pekerja/buruh tidak mempunyai keturunan sebagaimana tersebut diatas, maka pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman diberikan secara sekaligus kepada mereka yang ditunjuk pekerja/buruh dalam wasiatnya. b. Dalam hal tidak ada wasiat, pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman diberikan kepada pengusaha atau pihak lain guna pengurusan pemakaman. c. Dalam hal magang atau murid, dan mereka yang memborong pekerjaan,
serta
narapidana
meninggal
dunia
bukan
karena
kecelakaan kerja yang berhubungan dengan hubungan kerja, keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas jaminan kematian. 23 3. Jaminan Hari Tua Telah
dikemukakan
bahwa
jaminan
sosial
tenaga
kerja
dimaksudkan untuk menggulangi masalah ketidakpastian pendapatan atau
penghasilan.
pendapatan
atau
Diantara
berbagi
penghasilan.
penyebab
Diantara
ketidakpastian
berbagai
penyebab
ketidakpastian pendapatan atau penghasilan adalah karena hari tua (pensiun) dan kematian muda. Oleh karena itu, maka dalam setiap program jaminan sosial, jaminan hari tua, dan jaminan kematian ini selalu dipersatukan. Pensiun merupakan istilah umum untuk menyatakan pemberian tunai dalam jaminan jangka panjang guna menghadapi risiko hari tua yaitu kehidupan setelah mencapai umur tertentu, tetapi juga jika
mengalami cacat tetap total dan meninggal dunia sebelum mencapai batas umur yang ditentukan (55 Tahun). a. Pengertian Jaminan Hari Tua Jaminan hari tua merupakan program tabungan wajib yang berjangka panjang dimana iurannya di tanggung oleh pekerja/buruh dan pengusaha, namun pembayarannya kembali hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan demikian, maka itu berarti : a. Program jaminan hari ini bersifat wajib, sebab hanya kewajiban yang dipaksakan dengan sanksi, sering kali sulit bagi pengusaha untuk menabung demi masa depannya sendiri, dan bagi pengusaha
untuk
memikirkan
kesejahteraan
para
pekerja/buruhnya. b. Program ini berjangka panjang, karena memang dimaksudkan untuk hari tua, maka tidak bisa diambil sewaktu-waktu. c. Iurannya ditanggung oleh pekerja/buruh sendiri di tambah dengan iuran dari pengusaha untuk diakreditir pada rekening masingmasing peserta (pekerja/buruh) oleh badan penyelenggara. Adanya persyaratan jangka waktu pengambilan jaminan. Ini maksudnya agar jumlahnya cukup berarti untuk bekal hari tua dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 adalah merupakan “pembaruan” dari program tabungan hari tua sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja.24 Dalam jaminan hari tua menurut UU No.3 Tahun 1992, penyelenggaraannya dilakukan secara wajib
berdasarkan peraturan perundang yang berlaku. Besar iuran 5,7% dari upah pekerja/buruh, dengan rincian 3,7% ditanggung oleh pengusaha dan 2% ditanggung oleh pekerja/buruh. Pengambilan dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu dan dibayar secara lumpsum (sekaligus), dan jugs dibayar secara berkala apabila memenuhi syarat yang ditentukan. Besar jaminan yang diterima oleh pekerja/buruh hampir 175% lebih dari yang
disetor
pekerja/buruh
karena
adanya
tambahan
iuran
oelh
pengusaha, ditambah hasil pengembangan oleh badan penyelenggara yang besarnya diumumkan.setiap tahun.25 b. Besamya Jaminan Hari Tua Jaminan hari tua akan dibayarkan langsung oleh badan penyelenggara kepada pekerja/buruh yang bersangkutan atau ahli warisnya, dalam hal: a) Pekerja/buruh yang bersangkutan telah mencapai usia 55 tahun, yaitu usia sebagai batas masa kerja atau pensiun; b) Pekerja/buruh yang bersangkutan mengalami cacat tetap total menurut keterangan
dokter
yang
ditunjuk
oelh
perusahaan
atau
badan
penyelenggara; c) Pekerja/buruh yang bersangkutan meninggal dunia, balk karena kecelakaan kerja maupun karena kematian dini (prematur); d) Pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerjanya oleh pengusaha, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak mendapatkan pekerjaan lagi setelah melewati masa tunggu enam bulan terhitung sejak pekerja/buruh yang bersangkutan berhenti bekerja.26 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar pekerja/buruh memperoleh kesehatan yang sempurna balk fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara
optimal. Secara rind tujuan dari pemeliharaan kesehatan ini dapat dikemukakan sebagai berikut: Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja/buruh yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara.optimal. Mencegah dan melindungi pekerja/buruh dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja. Menyeseuaikan pekerja/buruh dengan pekerjaannya. Meningkatkan produktivitas kerja.27 Dalam pengertian jaminan sosial, sakit merupakan keadaan sementara yang berakhir dengan kesembuhan, cacat tetap atau kematian. Pembiayaan yang timbul guna melindungi risiko sakit tersebut akan berupa biaya pengobatan dan
perawatan,
mengganti
hilangnya
penghasilan,
dan
dalam
hal
pekerja/buruh wanita termasuk jugs biaya pemeliharaan kehamilan. Berkaitan dengan apa yang diuraikan di atas, maka upaya pemeliharaan kesehatan harus tetap dilakukan. Secara medis pemeliharaan kesehatan meliputi jenis pelayanan sebagai berikut: Pelayanan dokter umum, termasuk kunjungan ke rumah sakit; Pemeliharaan diognostik; Pelayanan dokter spesialis; Penyediaan obat-obatan; Pemeliharaan
kehamilan
oleh
dokter
atau
bidan;
Pemeliharaan bayi dan perawatannya dirumah sakit;
Pemeliharaan gigi; Perawatan khusus;
- Pelayanan rehabilitasi dan anggota badan tiruan; Pelayanan ambulans.28 Jaminan pemeliharaan kesehatan menurut UU No. 3 Tahun 1992, yaitu meliputi: - Rawat jalan tingkat pertama; - Rawat jalan tingkat lanjutan; - Rawat inap; - Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan; - Penunjang diagnostik; - Pelayanan khusus; - Pelayanan gawat darurat.29 a. luran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan luran untuk program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) jaminan social tenaga kerja dibayar sepenuhnya oleh pengusaha, yaitu sebesar 6% dari masing-masing upah pekerja/buruh yang sudah berkeluarga, atau 3% masing-masing upah pekerja/buruh yang belum berkeluarga. Dengan jumlah pembayaran yang demikian yang perlu mendapatkan perjatian adalah: - Bagaimana jika pengusaha tidak melaporkan pekerja/buruhnya yang tadinya belum berkeluarga, lalu menikah? Laporan akan menimbulkan keharusan bagi pengusaha untuk menambah beban pembayaran iuran; - Bagaimana jika suami isteri pekerja/buruh bekerja dalam satu
perusahaan,
atau
berbeda
perusahaan,
apakah
keduanya
akan
dibayarkan iuran 6% oleh pengusahanya?
Bagi pengusaha permasalahan di atas tentunya akan merupakan beban produksi, oleh karena itu pembentukan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja perlu memikirkan Iebih lanjut. Membeda-bedakan iuran antara pekerja/buruh lajang dan yang sudah berkeluarga tentunya akan menimbulkan masalah. b. Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jaminan pemeliharaan kesehatan yang merupakan salah satu program dari jaminan sosial tenaga kerja diselenggarakan secara terstruktur, terpadu dan berkesinambungan, yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan peningkatan kesehatan (promotit) misalnya pemberian konsultasi, pencegahan penyakit (preventif) misalnya imunisasi dan penyembuhan penyakit (kuratif) misalnya tindakan medik, serta pemulihan kesehatan (rehabilitatit) misainya pelayanan rehabilitasi dalam pelayanan yang diberikan secara terpadu oleh pelaksana pelayanan kesehatan. Pengertian dari pemeliharaan secara terstruktur adalah pelayanan yang mengikuti pola dan prinsip tertentu balk mengenai jenis maupun proses pembiayaannya. Sementara itu, "terpadu dan berkesinambungan" maksudnya adalah pelayanan kesehatan bagi pekerja/buruh, suami atau istri dan anak dijamin kelanjutannya sampai menuju keadaan sehat. 3o
BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerja melalui 4 program sebagaimana diuraiakan diatas. Bagi tenaga kerja yang telah didaftarkan melalui JAMSOSTEK, maka menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan melakukan pendataan ulang. Sementara bagi tenaga kerja yang belum terdaftar pada JAMSOSTEK,
pemberi kerja diberikan kewajiban untuk mendaftarkan semua tenaga kerja pada BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 15 Peraturan BPJS No.1 Tahun 2014 Jo Pasal 11 ayat 1 Perpres No. 12 Tahun 2013 31 ditekankan kembali bahwa Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Penerima Upah harus dilakukan oleh pernbed kerja yang dalam hal ini tentu saja Perusahaan yang bersangkutan, dHakukan secara bekelompok m&ahi entitasnya kepada BPJS. Batas maksimal bagi pemberi kerja untuk mendaftarkan semua tenaga kerja adalah pada 1 Juli 2015 sebagaimana diatur dalam UU BPJS. Pasal 3 PP No. 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan luran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Dengan adanya ketentuan dalam PP No. 86 Thn 2013 maka semua tenaga kerja akan terlindungi dalam
BAB III PERBANDINGAN ANTARA JAMSOSTEK DENGAN BPJS KETENAGAKERJAAN
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya, bahwa jaminan sosial nasional yang telah dilakukan melalui PT. Askes, PT. JAMSOSTEK, PT. ASABRI dan PT. TASPEN. Dengan berlakunya UU BPJS maka untuk jaminan sosial di Indonesia dilakukan melalui BPJS yang terbagi atas BPJS Kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Perubahan ini tentunya menimbulkan juga perubahan terhadap perlindungan dan macam perlindungan yang diberikan.
3.1. Jaminan Sosiat Tenaga Kerja Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Pasal 1, jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan balk di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.32
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, JAMSOSTEK memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran. Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko social ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau membutuhkan perawatan medis.33 Pengusaha adalah, (a) orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (b) orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (c) orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Perusahaan adal ah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta ataupun milik negara. 34
JAMSOSTEK dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program JAMSOSTEK dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang rendah.35 Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga
kerja,
terutama
yang
berada
dilingkungan
perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan
kedua
belah
pihak
(Tenaga
kerja
dan
pengusaha). Dalam kamus populer "Pekerjaan sosial" istilah jaminan sosial tersebut disebut sebagai berikut36 "Jaminan Sosial adalah suatu program perlindungan yang diberikan oleh negara, masyarakat dan organisasi sosial kepada seseorang/individu yang menghadapi kesukaran-kesukaran dalam kehidupan
dan
penghidupannya,
seperti
penderita
penyakit
kronis,
kecelakaan kerja dan sebagainya'. Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan sosial yang telah dikeluarkan oleh pemerintah di zaman kemerdekaan secara berturutturut adalah
[1. Undang-Undang Nomor 33 tahun 1974 tentang Kecelakaan; 2.
Peraturan
Menteri
Perburuhan
Nomor
3
Tahun
1967
tentang
Pertanggungan Sakit, Hamil, dan Bersalin; 3. Peraturan Pemerintah nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kera ; 4. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.37 Jaminan sosial bagi tenaga kerja ini mempunyai beberapa aspek, yaitu: (1) Memberikan Perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga kerja beserta keluarganya; (2) Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja. 38
Tujuan jaminan sosial tenaga kerja adalah untuk
memberikan
perlindungan kepada pekerja dan keluarganya dari berbagai resiko pasar tenaga
kerja,
seperti
resiko
kehilangan
pekerjaan,
penurunan
upah,
kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain -lain . Jaminan sosial tenaga kerja diharapkan akan dapat memberikan ketenangan bekerja kepada pekerja, dan sebagai timbal baliknya di harapkan pekerja akan meningkatkan disiplin dan produktivitas kerja mereka. 39 Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya jaminan sosial bagi pekerja/buruh, yaitu sebagai berkut :
a ). Jaminan sosial merupakan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh dan ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong terciptanya produktivitas kerja. b ). Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen, berarti pengusaha dapat melakukan perencanaan yang pasti untuk kesejahteraan pekerja/buruhnya, dimana biasanya pengeluaran-pengeluaran untuk jaminan sosial ini bersifat mendadak sehingga tidak bisa diperhitungkan terlebih dahulu. c ). Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan bagi pekerja/buruh untuk bekerja di perusahaan tersebut serta tidak berpisah ke tempat lain. d
).Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan ketenangan kerja serta
menciptakan hubungan yang positif antara pekerja/buruh dan pengusaha. Hubungan yang positif ini sangat diperlukan untuk kegairahan dan semangat kerja ke arah kenaikan produksi pengusahaan yang pada gilirannya akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab dengan rasa ikut memiliki sebagaimana yang dikehendaki oleh konsepsi hubungan industrial pancasila. e ). Dengan adanya program jaminan sosial ini, kepastian akan perlindungan terhadap resiko-resiko
dari pekerjaan akan terjamin, terutama untuk
melindungi kelangsungan penghasilan pekerja/buruh yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarganya. 40 jika apa yang dikembangkan dalam konsepsi hubungan industrial pekerja/buruh bersama -sama dengan pengusaha bisa pengusaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kesejahteraan pekerja/buruh. 41
Program jaminan sosial tenaga kerja di indonesia sesungguhnya sudah mulai dirintis sejak tahun-tahun
awal kemerdekaan, yaitu ketika undang-
undang (UU) No. 12 Tahun 1947 tentang “kecelakaan kerja” dan UU No. 34 tahun 1947 tentang “kecelakaan perang” diberlakukan. Setahun berikutnya diluncurkan UU Kerja No. 12 Tahun 1948 yang mengatur tentang „Usia Tenaga Kerja, Jam Kerja, Tempat Kerja, perumahan, dan Kesehatan Buruh”. Perlindungan bagi tenaga kerja diatur lagi pada tahun 1951 dengan diluncurkannya UU No. 2 Tahun 1951 tentang “Kecelakaan Kerja”. Pada tahun 1952 diberlakukan Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48 Tahun 1952 jo PMP No. 8 Tahun 1956 tentang “Pengaturan Bantuan Untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh”. Ketentuan
mengenai penyelenggaraan kesehatan buruh itu kemudian
dilengkapi lagi dengan PMP No. 15 tahun 1957 tentang “Pembentukan Yayasan Sosial Buruh”. Peraturan tersebut menguraikan tentang bantuan kepada badan yang lengkap lahir pada tahun 1969. Pada UU No. 14 Tahun 1969
tentang “pokok-pokok
Mengenai Tenaga
Kerja”
diatur Tentang
Penyelenggaraan asuransi sosial bagi tenaga kerja beserta keluarganya. Pada tahun 1992 pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerbitkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang “ Jaminan Sosial Tenaga Kerja” yang mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki karyawan minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji karyawannya minimal 1 juta/bulan untuk menyelenggarakan empat program jamsostek, yaitu : Jaminan Hari Tua (JHU); Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Jaminan Kematian (JK); dan Jaminan Pemelihara Kesehatan (JPK). UU ini juga mengusahakan PT
JAMSOSTEK sebagai pelaksana program Jamsostek di Indonesia, hal ini dipertegas lagi dengan PP No. 36 Tahun 1995 tentang “Pendapatan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja”. 42 undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ini sesungguhnya merupakan hasil dari tugas tim yang dibentuk oleh pemerintah (cq. Menteri Tenaga Kerja dan Koperasi) pada tahun tersebut. Undang-undang
ini
berlaku
efektif
sejak
dikeluarkan
peraturan
pelaksananya, yaitu PP Nomor 14 Tahun 1993 (diundangkan tanggal 17 Februari 1993). Jadi jelas, bahwa pemerintah memang menghendaki adanya perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja secara keseluruhan yang meliputi jaminan sakit, hamil, bersalin, had tua, meninggal dunia, cacat dan menganggur bagi seluruh tenaga kerja termasuk tenaga kerja yang bekerja di luar hubungan kerja.43
Sedangkan pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo SH : Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar kesalahanya tidak
melakukan pekerjaan,
jadi menjamin
kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya.44 Keberadaan jaminan sosial tenaga kerja sebagai upaya perlindungan hidup tenaga kerja disuatu perusahaan besar manfaatnya, oleh karena itu sebagai Iangkah untuk menjamin hidup tenaga kerja, perusahaan sangat perlu memasukkan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelolah oleh PT. JAMSOSTEK. Karena perusahaan yang memasukkan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek adalah
perusahaan yang terletak bijaksana pemikiranya dan telah bertindak :45 1. Melindungi para buruhnya sedemikian rupa dalam menghadapi kecelakaan kerja yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya mutakhir, maupun karena penempatan tenaga kerja pada proyekproyek diluar daerah dalam rangka menunjang pembangunan. 2. Mendidik para buruhnya supaya berhemat/menabung yang dapat
dinikmatinya apabila sewaktu-waktu terjadi suatu kejadian yang harus dihadapi buruh beserta keluarganya. 3. Melindungi perusahaan dari kerusakan kemungkinan berjumlah sangat besar, karena terjadinya musibah yang menimpa beberapa karyawan, dimana setiap kecelakaan atau musibah sama sekali tidak diharapkan. Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dasar hukum jamsostek adalah: (a) UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek; (b) PP No. 84 Tahun 2013 perubahan kesembilan atas PP No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek; (c) Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja; (d)
Permenaker
No.
20/MEN/2012
perubahan
atas
Permenaker
No.
5/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaraan, Pembayaran luran, Pembayaran Santunan, clan Pelayanan.46 Sedangkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK ini dikeluarkan berlandasarkan dasar-dasar hukum.
a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya undang-undang pengawasan perburuhan tahun 1948 nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 41). c. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan – ketentuan pokok Mengenai tenaga kerja (lembaran Negara Tahun 1969 nomor 55 : Tambahan lembaran negara nomor 2912). d. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja (lembaran negara tahun 1970 nomor 1, tambahan lembaran negara nomor 2918). e.
Undang
–
Undang
Nomor
7
Tahun
1981
tentang
wajib
lapor
ketenagakerjaan di perusahaan (Lembaran Negara tahun 1981 nomor 39, tambahan lembaran negara nomor 3201). 3.2 TRANSFORMASI BPJS Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tahun terakhir di Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober 2004.
Transformasi
penyelenggaraan
akan
program
menghadirkan jaminan sosial
identitas di
baru
Indonesia.
dalam
UU BPJS
membentuk dua Badan Penyelenggaraan Jaminan sosial (BPJS). BPJS Kesehatan
dan
BPJS
Ketenagakerjaan.
BPJS
Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. Empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan social, yakni: PT ASKES (Persero), PT. ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero), dan PT TASPEN (Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS. UU BPJS telah menetapkan PT ASKES (Persero) untuk bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan PT JAMSOSTEK akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan. UU BPJS belum mengatur mekanisme transformasi PT. ASABRI (Persero) dan PT. TASPEN (Persero) dan mendelegasikan pengaturannya ke Peraturan Pemerintah. UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata „transformasi‟ sebagai perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik badan penyelenggaran jaminan sosial sebagai penyesuaian atas Perusahaan filosofi
penyelenggaraan
program
jaminan sosial.
Perubahan karakteristik berarti perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi. 3.2.1 Perubahan Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial BUMN Persero penyelenggaraan jaminan sosial terdiri dari PT AKSES, PT. ASABRI, PT. JAMSOSTEK, PT. TASPEN. Keempatnya adalah badan hukum privat yang didirikan sesuai ketentuan yang didirikan sesuai ketentuan UU No. 19 Tahun 203 Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk
pada ketentuan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tenang Perseroan Teratas. Misi yang dilaksanakan oleh keempat persero tersebut merujuk pada peraturan perundang
yang mengatur program-program
jaminan sosial bagi berbagai kelompok pekerja. Walaupun programprogram jaminan sosial yang tengah berlangsung saat diatur dalam peraturan perundangan yang berlainan, keempat Persero mengemban misi yang sama, yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menggairahkan semangat kerja para pekerja. Program JAMSOSEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja. Program JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja. Begitu
pula
dengan
program
AKSES
dan
program
TESPEN,
penyelenggaraan kedua program jaminan sosial bagi pegawai negeri adalah insentif yan bertujuan untuk meningkatkan kegairahan bekerja. Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan anggota POLRI atas penghasilan yang layak. Sebaliknya di era SJSN, Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial ( BPJS ) merepresentasikan Negara dalam mewujudkan hak konstitusional warga Negara atas jaminan sosial dan hak atas penghidupan yang layak. Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada
hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tangung jawab negara sebagaimana diamankan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Penyelenggaraan sistem jaminan sosial berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan martabat manusia. BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya kehidupan dasar – dasar negara warga Negara dengan layak. Yang di maksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk memenuhi prinsip dan amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana yang di kumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang di kelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar – besarnya bagi peserta. Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak sesuai dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial pasca amandemen UUD NRI 1945. Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan untuk
memberikan
sumbangan
pada
perekonomian
nasional
dan
pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan guna meningkat nilai perusahaan. Tujuan pendirian BUMN jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial Nasional sebagaimana diuraikan di atas. 3.2.2. Perubahan Badan Hukum Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial, PT. ASKES, PT. ASABRI, PT. JAMSOSTEK, PT. TASPEN, adalah empat
badan privat yang terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab kepada
pemegang
saham.
Keempatnya
bertindak
sesuai
dengan
kewenangan yang di berikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik saham (RUPS). Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh penguasa Negara dengan Undang – Undang, melainkan ia didirikan oleh perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, di daftarkan pada notaris dan di beri keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menteri mendirikan persero setelah berkonsultan dengan Presiden dan setelah di kaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa Negara dengan Undang – Undang, yaitu UU SJSN dan UU BPJS. Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah. RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang wewenang yang tidak di berikan kepada Direksi atau Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan. Selanjutnya, Perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara. Di dasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak di kenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS. Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan
kegiatan operasional BPJS. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan Pengawas BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden dan DPR. Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemerintah, sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja dan unsur tokoh masyarakat. Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut tidak memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan sosial. Hambatan utama yang dialami oleh keempat BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi, maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta. Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur publik. Sebagai badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan pertanggung jawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang di wakili oleh Presiden. BPJS
menyampaikan
kinerjanya
dalam
bentuk
laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat 30 Juni tahun berikutnya. Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan penyelenggaraan jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi. Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggaraan. Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan asset BPJS dan asset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3)
UU BPJS mengesahkan bahwa asset Dana Jaminan
Sosial bukan
merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak merupakan aset BPJS. Karakteristik BPJS sebagai badan hukum publik dapat sebagai berikut : BPJS merupakan badan Hukum publik dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Dibentuk dengan Undang – Undang (Pasal 5 UU BPJS) 2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ( pasal 2 UU BPJS ); 3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (pasal 48 ayat (3) UU BPJS); 4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta (pasal 10 huruf d UU BPJS); 5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (pasal 11 huruf c UU BPJS); 6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional 9pasal 51 ayat (3) UU BPJS); 7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (pasal 11 huruf f UU BPJS).
8. Pengangkatan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (pasal 28 s/d pasal 30 UU BPJS). 3.2.3. PROSES TRANSFORMASI UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT. AKSAS (persero) dan PT. JAMSOSTEK (persero). Ketentuan pembubaran BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT. ASKES (Persero) bagi PT. JAMSOSTEK (Persero). Pembubaran kedua persero tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. a. Transformasi PT. ASKES (Persero) Menjadi BPJS Kesehatan Masa persiapan transformasi PT. ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Dalam masa persiapan, Dewan komisaris dan Direksi PT. ASKES (Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta menyiapkan pengalihan asset
dan liabilitas,
pegawai serta hak dan kewajiban PT. ASKES (Persero) ke BPJS Kesehatan. Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup : 1. Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan 2. Sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan 3. Penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN. 4. Koordinasi
dengan
Kementerian
Kesehatan
untuk
mengalihkan
penyelenggaran program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
5. Koordinasi dengan KemHan, TNI dan POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan
program
pelayanan
kesehatan
bagi
anggota
TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan, TNI/POLRI. 6. Koordinasi dengan PT. JAMSOSTEK (Persero)untuk mengalihkan penyelenggaraan
program
jaminan
pemeliharaan
kesehatan
Jamsostek.
Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada I Januari 2014, PT. Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT. Askes (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT. Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan. Pada saat yang sama, menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT. Askes (Persero) setelah dilakukan audit kantor akuntan publik. Menteri keuangan mengesahkan laporan posisi kalungan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan keuangan pembuka dana jaminan kesehatan. Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan direksi PT. Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi. Mulai 1 januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Kementrian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas. Kementrian Pertahanaan, TNI dan POLRI tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi peserta nya, kecuali untuk pelayanan
kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional nya yang ditentukan dengan peraturan-peraturan. PT JAMSOSTEK (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja. b. Transformasi
PT.
JAMSOSTEK
(Persero)
manjadi
BPJS
Ketenagakerjaan Berbeda dengan transformasi PT.ASKES (Persero), Transformasi PT. Jamsostek dilakukan dalam dua tahap, yaitu : 1) Tahap pertama adalah masa peralihan PT, JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. 2) Tahap
kedua,
adalah
tahap
penyiapan
operasional
BPJS
Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan
beroperasinya
penyelenggaraan
keempat
BPJS
Ketenagakerjaan
program
tersebut
sesuai
untuk dengan
ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015. Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT. Jamsostek (Persero) ditugasi untuk menyiapkan: 1) Pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan; 2) Pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program
jaminan pemeliharaan kesehatan PT. Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan. 3) Penyiapan
beroperasinya
BPJS
Ketenagakerjaan
berupa
pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik. 4) Pengalihan
asset
dan
liabilitas,
pegawai
serta
hak
dan
kewajibank(Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan. Seperti halnya pembubaran PT. ASKES (Persero), pada 1 Januari 2014 PT. Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) di cabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT. Jamsostek (Persero) menjadi asset dan Iiabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan. Pada saat pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik. Menteri Keuangan mengesahkan posisi laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan. Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-Iambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan ketiga progr a tersebut oleh BPJS ketenagakerjaan masih berpedoman pada ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Selambat-Iambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI dan POLRI. Untuk pertama kali, Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi PTJamsostek (Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Ketentuan ini berpotensi menimbulkan kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi, mulai saat pembubaran PT. JAMSOSTEK pada 1 Januari2014 hingga beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015. c. Transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) Menjadi BPJS Ketnagakerjaan UU BPJS tidak membubarkan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero), juga tidak mengalihkan kedua Persero tersebut menjadi BPJS. UU BPJS tidak mengatur pembubaran badan, pengalihan asset dan liabilitas, pengalihan pegawai serta hak dan kewajiban PT. ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).UU BPJS hanya mengalihkan fungsi kedua
Persero,
yaitu
penyelenggaraan
program
perlindungan
hari
tua
dan
pembayaran pensiun yang diselenggarakan oleh keduanya ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun 2029. UU BPJS mendelegasikan pengaturantatacara
pengalihan
program
yang
diselenggarkan
oleh
keduanya ke Peraturan Pemerintah.
3.4. KEPESERTAAN Terhitung sekitar 116.122.065 jiwa penduduk otomatis menjadi BPJS, namun Pemerintah menargetkan 140 juta peserta pada tahap awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional kesehatan beroperasi, antara lain untuk 86,4 juta jiwa untuk peserta Jamkesmas, 11 juta jiwa untuk peserta Jamkesda, 16 juta jiwa untuk peserta Askes, 7 juta jiwa untuk peserta Jamsostek dan 1,2 juta jiwa untuk peserta dari unsure Polri dan TNI. Sedangkan untuk penjaminan kesehatan seiuruh rakyat Indonesia ditargetkan rampung pada 1Januari 2019.Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional terbagi menjadi dua, yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta Penerima Bantuan luran (PBI) dan peserta Bukan PBI. Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang preminya akan dibayar oleh pemerintah. Sedangkan yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI PoIri, pejabat negara,
pegawai
pemerintah
non-
pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja(investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).Dua kelompok selain kelompok pengalihan dan PBI memiliki prosedur pendaftaran masing-masing. Berikut tata cara pendaftaran pekerja penerima upah non-pegawai pemerintah: 1. Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan. 2. BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan memberikan informasi tentang virtual account untuk perusahaan (dimana satu virtual account berlaku untuksatu perusahaan). 1. Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan. 4. Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan. 5. BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada perusahaan. BPJS
Kesehatan
memberikan
kartu
BPJS
Kesehatan
kepada
peserta.Peserta pengalihan program terdahulu juga akan mendapatkan kartu BPJS Kesehatan. Namun, bila peserta tidak membawa kartu BPJS ketika berobat, maka bisa menggunakankartu yang lama,. Rinciannya, anggota TNI/POLRI dapat memperlihatkan Kartu Tanda Anggota atau Nomor Register Pokok dan mantan peserta Jamsostek bisa menggunakan kartu JPK Jamsostek. Begitu juga dengan mantan peserta Askes dan Jamkesmas, sepanjang data peserta tersebut terdaftar di master file kepesertaan BPJS Kesehatan.Semua warga yang mendapat jaminan kesehatan BPJS terbagi ke dalam dua kelompok seperti yang telah dibahas di atas, yaitu:
a. PBI Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan luran Jaminan Kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan kepada fakir miskin dan orang carat total sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN yang iurannya dibayar oleh pemerintah. Berikut ini beberapa criteria peserta PBI Jaminan Kesehatan dari pemerintah menurut BPS: a) Luas Iantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m per orang b) Jenis Iantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. c) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. d) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. e) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. f) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. g) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. h) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. i) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. j) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. k) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. I) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan
luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatandi bawah Rp 600.000 per bulan. m) Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. n) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepedamotor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. b. Bukan P81 Jaminan Kesehatan Peserta Bukan PBI Kesehatan terdiri atas: a) Pekerja
penerima
upah
beserta
anggota
keluarganya.
Pekerja
penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja denganmenerima upah atau gaji. PNS, Anggota POLRI clan TNI Pegawai swasta Pegawai pemerintan non-pegawai negeri b) Pekerja bukan penerima upah beserta anggota keluarganya. - Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atas resiko sendiri. - Pekerja diluar hubungan kerja atau outsourcing c) Bukan pekerja beserta anggota keluarganya.Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja namun mampu membayar iuran jaminan kesehatan. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: - Investor - Pensiunan - Pengusaha
Sementara itu, jumlah peserta anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminankesehatan paling banyak 5 (lima) orang. Peserta atau anggota keluarga yang dimaksudkan diatas meliputi: 1) Suami atau istri sah, 2) Anak kandung atau anak tiri atau anak angkat yang memenuhi kriteria berupa: a) Belum menikah b) Tidak memiliki penghasilan sendiri c) Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih dalam pendidikan formal 3.4. BPJS Ketenagakerjaan Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 ini meliputi : a) Jaminan Kecelakaan Kerja; b) Jaminan Kematian; c) Jaminan ari Tua; d) Jaminan Pemelihara Kesehatan; Jaminan sosial tenaga
kerja (Jamsostek) sebagaimana
didasarkan pada Uu No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja ( yang mempunyai hubungan industrial ) beserta keluarganya . Program jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada system pendanaan penuh ( fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelenggaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi
bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelenggaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelenggara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara apabila program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh dividen karena bentuk badan hukum Persero. Dalam Pasal 25 UU No. 3 Tahun 1992 penyelenggaraan program jaminan sosial dilaksanakan oleh suatu badan penyelenggaraan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara di bentuk dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian dalam penjelasannya dinyatakan, bahwa Badan Usaha Milik Negara yang akan menyelenggarakan program dimaksud adalah perusahaan perseroan. Berdasarkan ketentuan ini, pada awalnya badan penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja ini dilaksanakan oleh Perum ASTEK yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 1997. Namun, mengingat beberapa keunggulan dari badan usaha Perseroan Terbatas, maka untuk selanjutnya perum ASTEK diubah menjadi PT. (Persero) ASTEK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990 dan kemudian
menjasi
PT.(Persero)
JAMSOSTEK
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995. Maksud dan tujuan PT (Persero) JAMSOSTEK
pada
prinsipnya
untuk
menyelenggarakan
program
sebagaimana dikemukakan dalam ruang lingkup di atas, yaitu jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian,
jaminan hari tua, dan jaminan
pemeliharaan kesehatan. Dengan tujuan tersebut dana yang terkumpul dari penyelenggaraan
programnya
harus
dikelola
semata
–
mata
untuk
kepentingan peserta dengan mempertimbangan pertimbangan yang memadai antara kekayaan dan kewajiban. 48 Dalam
kehidupan
dan
kegiatan
manusia,
pada
hakikatnya
mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri, sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat “tidak kenal” yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Keadaan yang tidak kekal biasanya mengalami adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan
terlebih
dahulu
secara
tepat
sehingga
dengan
demikian
maksudnya tidak akan memberikan rasa pasti terhadap resiko yang mungkin saja bisa terjadi dimana saja. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi resiko yang mungkin saja bisa terjadi dimana saja dan oleh siapa saja antara lain dilakukan dengan cara menghindari, atau melimpahkan kepada pihak-pihak lain di luar dirinya sendiri, dalam hal ini yang dimaksud dengan melimpahkan kepada pihak lain diluar dirinya sendiri adalah lembaga asuransi.49 Suatu lembaga atau institusi pada hakikatnya berada dan ada di tengah-tengah masyarakat. Berbagai jenis lembaga ada dan dikenal dalam masyarakat yang masing-masing mempunyai tugas sendiri, sesuai dengan maksud dan tujuan dari tiap lembaga yang bersangkutan. Lembaga yang merupakan organ masyarakat yang merupakan “sesuatu” yang keberadaannya adalah untuk memenuhi tugas sosial dan kebutuhan khusus masyarakat. 50 Sebab hal itu juga yang menjadi salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni mensejahterakan rakyat, hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 apa yang dicantumkan
dalam
UUD
1945
yang
mengemukakan
:
“
Negara
mengembangkan
sistem
jaminan
sosial
bagi
seluruh
rakyat
dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.” Dengan demikian (semestinya), program jaminan sosial menempati tempat yang tinggi dalam mewujudkan
cita-cita
berbangsa
dan
bernegara,
yaitu
mewujudkan
kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial. Oleh sebab itu dibuatlah program untuk menjamin perlindungan seluruh rakyat Indonesia dalam program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dimana yang dimaksud dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (Pasal 1 ayat 2) UU SJSN menjelaskan bahwa pilar jaminan sosial terdiri dari bantuan sosial, tabungan wajib dan asuransi sosial. Bantuan sosial adalah suatu sistem untuk reduksi kemiskinan yang didanai dari pajak (yang dimasukan dalam APBN dan dikeluarkan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBII)), Sedangkan tabungan wajib (provident fund) merupakan skema tabungan untuk dirinya sendiri seperti wajib yang didanai dengan iuran peserta atau pihak lain dan atau oleh pemerintah bagi penduduk miskin. Model asuransi sosial ini dinilai paling baik dan efektif untuk membiayai jaminan sosial. Pengertian asuransi sosial (Social Insurance) adalah program jaminan sosial yang bersifat wajib menurut undang-undang bagi setiap pemberi kerja dan pekerja menjadi mandiri profesional untuk tujuan
penanggulan hilangnya sebagian pendapatan sebagai konsekuensi adanya hubungan kerja yang kemungkinan menimbulkan industrial hazards (bahaya industri). Sedangkan pengertian mengenai jaminan sosial itu sendiri dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan secara sempit. Dalam pengertian secara luas jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan atau pemerintah. Usaha-Usaha tersebut kemudian oleh Sentence
Kertonegoro diaplikasikan dalam berbagai sistem jaminan sosial
untuk mengatas irisiko ekonomis. Sistem jaminan sosial tersebut adalah berupa : a) Pencegahan dan Penanggulangan; b) Pelayanan dan tunjangan; c) Bantuan sosial dan asuransi sosial; d) Peranggaran dan pendanaan. Selanjutnya dalam pengertian jaminan sosial dalam arti sempit dapat dijumpai dalam bukunya Imam Soepomo yang merumuskan bahwa : “ Jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahan
tidak
melakukan
pekerjaannya,
jadi
menjamin
kepastian
pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya.” Dalam definisi Imam Soepomo ini mengandung makna bahwa pengertian yang di kemukakan sangatlah “sempit” jauh dari apa yang sesungguhnya berkembang dalam praktik pemberian jaminan sosial di indonesia saat ini. Dalam perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi
pekerja/buruh bukan hanya berupa “pembayaran” saja, tetapi juga pelayanan , bantuan, dan lain sebagainya.54 Sudut pandang ekonomi sendiri jaminan sosial pada prinsipnya merupakan salah satu faktor bagi redistribusi pendapatan terhadap mereka yang berpendapat relatif rendah dan merupakan bagian dari pengeluaran rutin pemerintah yang harus disisihkan dari pemberi manfaat sosial terhadap masyarakat secara keseluruhan terutama mereka yang terkena PHK dan orang-orang miskin . perawatan kesehatan, tunjangan keluarga dan hari tua serta bantuan finansial lainnya bagi yang membutuhkan menjadi tanggung jawab pemerintah. Jaminan sosial adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat tersebut merupakan tujuan negara dan tanggung jawab pemerintah karena terkait dengan masalah hak-hak asasi manusia (HAM). Secara yuridis, jaminan sosial dapat dilakukan dalam konteks asuransi sosial, bantuan sosial dan tabungan wajib serta program-program tabungan hari tua paksa (provident fund). Implementasi jaminan sosial menjadi tanggung jawab pemerintah karena program dan manfaat yang diberikan terkait dengan masalah HAM. Pemberian manfaat jaminan sosial berlaku universal bagi siapa saja termasuk warga negara asing yang berdomisili di indonesia, maka pemerintah bertanggung jawab terhadap program-program jaminan sosial55. Pada tahun 1992 indonesia telah mempunyai undang-undang yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja, yang sering disebut dengan undangundang tentang jamsostek nomor 3 tahun 1992. Memang undang-undang ini difokuskan pada perlindungan sosial bagi tenaga kerja, yang melakukan
pekerjan baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja. Tujuannya untuk memberikan ketenaga kerja kepada tenaga kerja dengan menjamin social sehingga disiplin dan produktivitas meningkat.56 Selain itu manfaat yang didapatkan dari jaminan sosial mencakup santunan tunai untuk dukungan pendapatan pencari nafkah utama (cash benefit for the income support of the breadwinner), kompensasi finansial untuk kasus kecelakaan kerja dan kematian dini serta pelayanan kesehatan dan pemberian alat bantu (benefits in kind).57 sistem asuransi sosial di indonesia dirancang sedemikian rupa menurut undang-undang guna memberikan perlindungan dasar bagi para pekerja beserta keluarganya terhadap resikoresiko kerja, sakit, hari tua dan kematian. Oleh karena itu pembiayaan menjadi beban pemberi kerja sedangkan PT. JAMSOSTEK sebagai penyelenggara program sebagaimana diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 1995. Namun demikian, pemerintah seyogyanya harus menggiyur terutama terhadap program-program yang terkait dengan resiko seperti kecelakaan kerja, kematian dan kesehatan. Dalam jangka panjang penyelenggaran tersebut boleh jadi mengalami defisit. Dalam hal terjadinya defisit di dalam penyelenggaraan, maka pemerintah memberikan subsidi atau talangan karena secara normatif menjadi tanggung jawab pemerintah. Seperti disebutkan bahwa lingkup proteksinya terbatas pada hubungan industrial sehingga program –programnya juga terbatas pada kecelakaan kerja, kematian dan sakit serta hari tua. Program-Program
jamsostek
seyogyanya
diselenggarakan
oleh
jamsostek sehingga dikaitkan dengan kesehatan dan keselamatan kerja (k3)
yang
sebenarnya
tidak
menjadi
tanggung
jawab
finansial
oleh
PT.
JAMSOSTEK sebagai badan penyelenggaraan.58 Fungsi Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pembangunan yang ditandai dengan perkembangan mekanisasi dan otomatis industri, peningkatan penggunaan sarana moneter, serta perubahan keseimbangan penduduk dari perdesaan ke perkotaan, telah membawa perombakan structural dalam cara dan sumber kehidupan manusia. Dalam situasi perubahan kehidupan ekonomi tersebut, program –program jaminan sosial diperlukan untuk melindungi tenaga kerja terhadap resiko-resiko kecelakaan, sakit, cacat, dari tua, dan meninggal dunia yang dapat mengakibatkan turunnya atau hilangnya penghasilan, dan menimbulkan biaya perawatan kesehatan. Pembangunan
sosial
yang
menimbulkan
modernisasi
sosial
membutuhkan kemandirian dalam segala hal, sehingga tenaga kerja tidak menggantungkan diri pada pihak lain. Selain itu, jaminan sosial yang mengurangi ketidakpastian masa depan aka memberikan rasa aman dan ketenaga kerja bagi karyawan, dan ketenagaan berusaha bagi penguasa. Perlindungan terhadap masa depan, kemandirian, dan ketenagaan kerja merupakan faktor-faktor yang menjunjung produktivitas. Menyongsong era industrialisasi pada pembangunan jangka panjang tahan kedua, tenaga kerja harus menjadi “manusia mandiri” yang dapat merencanakan masa depannya sendiri dengan disiplin dan mandiri; sebaiknya setiap pengusaha juga mengharapkan memiliki angkatan kerja yang stabil, sehat, dan produktif. SifatSifat mandiri, produktif, kreaktif, dan inovatif akan mendorong manusia untuk
menciptakan kesempatan kerja, dan tidak hanya mencari lapangan pekerjaan saja.59 Program jaminan sosial yang dapat mendukung pembangunan sosial ekonomi demikian itu harus memberikan kemanfaatan yang cukup berarti dengan pembiayaan yang tetap dapat terjangkau oleh yang bersangkutan. Kemanfaatan hanya cukup berarti, apabila jenisnya lengkap dan besarnya secara minimal dapat dinikmati oleh pesertanya. Sedangkan pembiayaan yang terjangkau berarti masih dalam batas kemampuan keuangan bagi setiap pengusaha dari yang besar, menengah, sampai yang kecil tenaga kerjanya untuk menanggungnya. Salah satucara JAMSOSTEK dalam melakukan fungsinya adalah berfungsi menyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Program Jaminan Kematian (JK). Program Jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK).60 Jenis-Jenis Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No. 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja ( yang mempunyai hubungan industrial ) beserta keluarganya. Skema
jamsostek meliputi program –program yang terkait dengan resiko,
seperti: 1. Jaminan Kecelakaan Kerja 2. Jaminan kematian 3. Jaminan Hari Tua; dan 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
3.5.
Perbandingan
Antara
PT.
JAMSOSTEK
dengan
BPJS
Ketenagakerjaan Dari
uraian
yang
telah
dijelaskan,
maka
berikut
didapatkan
perbandingan sebagai berikut : PT. JAMSOSTEK
BPJS KETENAGAKERJAAN
1. Berbentuk Perseroan Terbatas 2. Bertanggung
Jawab
1. Berbentuk Badan Publik
kepada 2.
Menteri BUMN
Bertanggung
jawab
langsung
kepada Presiden
3. Kartu Kepesertaan Jamsostek 3. Kartu Kepesertaan Berdasarkan (KPJ) 4. Peserta
Nomor Identitas Tunggal (NIK) Non
Aktif
Klaim
Minimal Kepesertaan 5 Tahun
Nampak bahwa perbedaan pokok terdapat pada bentuk lembaga dan ketentuan denda. Sedangkan untuk perlindungan bagi tenaga kerja ada perbedaan antara PT. JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini dikarenakan
BPJS
Ketenagakerjaan
JAMSOSTEK. Dengan demikian
adalah
transformasi
dari
PT.
transformasi jaminan sosial tenaga kerja
tidak akan merugikan peserta yang telah terdaftar di PT. JAMSOSTEK. Perubahan terdapat pada sanksi yang dikenakan bagi mereka yang tidak mendaftar menjadi peserta BPJS ketenagakerjaan. Tidak hanya bagi tenaga kerja, namun juga bagi pengusaha/pemberi usaha yang tidak
mendaftarkan pekerjaannya. tingginya denda dimaksudkan
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan a. BPJS etenagakerjaan memberikan perlindungan sosial kepada tenaga kerja/karyawan dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti berkurang atau hilangnya penghasilan dan berupa pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa : kecelakaan, meninggal dunia dan hari tua. Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah seluruh tenaga kerja, karyawan baik swasta maupun BUMN , PNS, TNI dan POLRI. BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku penuh pada Juli 2015, sehingga pada 2015 seluruh tenaga kerja di Indonesia sudah terlindungi dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pemberi kerja, pengusaha dan Instansi mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan seluruh pekerja nya. Sanksi denda diberlakukan bagi pemberi kerja/pengusaha/ instansi yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan; b. BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari PT. JAMSOSTEK sebagaimana diamanatkan oleh UU BPJS. Sebagai transformasi dari PT. JAMSOSTEK, maka perlindungan hukum yang diberikan bagi tenaga kerja peserta tidak ada perubahan dan perbedaan. Sehingga tenaga kerja yang telah menjadi peserta dari PT. JAMSOSTEK tidak mengalami kerugian. Perbedaan terletak pada bentuk badan hukum, yang semula merupakan perseroan terbatas berbuah menjadi perusahaan publik. Pertanggungjawabkan BPJS Ketenagakerjaan pada Presiden bukan
kepada Menteri. Jumlah denda bagi mereka yang tidak menjadi peserta BPJS jumlah nya juga meningkat. 2. Saran a. BPJS Ketenagakerjaan sebagai transformasi dari PT. JAMSOSTEK memiliki tujuan agar seluruh tenaga kerja di Indonesia terlindungi. Namun selain BPJS Ketenagakerjaan terdapat pula BPJS Kesehatan, sebagaimana BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan kepesertaan didasarkan pada Nomor Identitas Tunggal (NIK) yang dimungkinkan adanya kepesertaan ganda antara BPJS Ketenagakerjaan dengan BPJS Kesehatan terkait dengan pelayanan kesehatan. Belum terdapat kejelasan mengenai kepesertaan ganda antara BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. b. Masa tunggu klaim yang berubah dari 5 tahun menjadi 10, merupakan hal yang sangat memberatkan bagi tenaga kerja. Presiden dan DPR sebagai pertanggungjawaban BPJS seharusnya mengubah ketentuan klaim ini sehingga tidak memberatkan bagi tenaga kerja.
DAFTAR BACAAN Chazali H. Situmorang, Reformasi Jaminan Sosial Di Indonesia Transformasi BPJS : Indahnya Harapan Pahitnya Kegagalan, Cinta Indonesia, De[pk, 2013. Asyhandie Zaeni., Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013. Bambang Purwoko., Jaminan sosial dan Sistem Penyelenggaraannya Gagasan Dan Pandangan, PT. Mega Dutatama, Jakarta, 1999. C.S.T. Kansil., Cristine S.T. Kansil., Pokok –Pokok Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997 Muhammad. Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia. PT. Citra Aditya Baakti Bandung, 2006. Husni.Lalu . Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2008 Lalu
Husni, S.H., M,Hum. Indonesia.Jakarta, 2008
Pengantar
hukum
ketenagakerjaan
Lanny Ramli., Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, 1997 Sri Rezeki Hartono., Hukum Asuransi Dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Tripod, JAMSOSTEK, diakses dari http://hendra7.tripod.com/Jamsostek.htm, pada tanggal 23 Februari 2015 Pukul 16.51 http://Huk.ketenagakerjaan/SEJARAH PERJALANAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA Laskar Pena Sukowati.htm http://Jaminan Sosial Jamsostek, Askes, Asabri dan Taspen di Indonesia.htm http://Huk. Ketenagakerjaan/SEJARAH PERJALANAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA Laskar Pena Sukowati.htm